pengertian matematika

54
12 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Matematika 1. Pengertian matematika Menurut Abraham S Lunchins dan Edith N Luchins (Erman Suherman, 2001), matematika dapat dijawab secara berbeda-beda tergantung pada bilamana pertanyaan itu dijawab, dimana dijawabnya, siapa yang menjawabnya, dan apa sajakah yang dipandang termasuk dalam matematika. Mustafa (Tri Wijayanti, 2011) menyebutkan bahwa matematika adalah ilmu tentang kuantitas, bentuk, susunan, dan ukuran, yang utama adalah metode dan proses untuk menemukan dengan konsep yang tepat dan lambang yang konsisten, sifat dan hubungan antara jumlah dan ukuran, baik secara abstrak, matematika murni atau dalam keterkaitan manfaat pada matematika terapan. Berdasarkan Elea Tinggih (Erman Suherman, 2001), matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau eksperiment disamping penalaran. James dan James (Erman Suherman, 2001), mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah

description

kjkjkjkjkj

Transcript of pengertian matematika

  • 12

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    A. Hakikat Matematika

    1. Pengertian matematika

    Menurut Abraham S Lunchins dan Edith N Luchins (Erman

    Suherman, 2001), matematika dapat dijawab secara berbeda-beda tergantung

    pada bilamana pertanyaan itu dijawab, dimana dijawabnya, siapa yang

    menjawabnya, dan apa sajakah yang dipandang termasuk dalam matematika.

    Mustafa (Tri Wijayanti, 2011) menyebutkan bahwa matematika

    adalah ilmu tentang kuantitas, bentuk, susunan, dan ukuran, yang utama

    adalah metode dan proses untuk menemukan dengan konsep yang tepat dan

    lambang yang konsisten, sifat dan hubungan antara jumlah dan ukuran, baik

    secara abstrak, matematika murni atau dalam keterkaitan manfaat pada

    matematika terapan.

    Berdasarkan Elea Tinggih (Erman Suherman, 2001), matematika

    berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Hal ini

    dimaksudkan bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan

    tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio

    (penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi

    atau eksperiment disamping penalaran.

    James dan James (Erman Suherman, 2001), mengatakan bahwa

    matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran,

    konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah

  • 13

    yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan

    geometri. Namun ada pula kelompok lain yang beranggapan bahwa

    matematika adalah ilmu yang dikembangkan untuk matematika itu sendiri.

    Ilmu adalah untuk ilmu, dan matematika adalah ilmu yang dikembangkan

    untuk kepentingan sendiri. Matematika adalah ilmu tentang struktur yang

    bersifat deduktif atau aksiomatik, akurat, abstrak, dan ketat.

    Dengan memperhatikan definisi matematika di atas, maka menurut

    Asep Jihad (Destiana Vidya Prastiwi, 2011: 33-34) dapat diidentifikasi bahwa

    matematika jelas berbeda dengan mata pelajaran lain dalam beberapa hal

    berikut, yaitu :

    a. objek pembicaraannya abstrak, sekalipun dalam pengajaran di sekolah

    anak diajarkan benda kongkrit, siswa tetap didorong untuk melakukan

    abstraksi;

    b. pembahasan mengandalkan tata nalar, artinya info awal berupa

    pengertian dibuat seefisien mungkin, pengertian lain harus dijelaskan

    kebenarannya dengan tata nalar yang logis;

    c. pengertian/konsep atau pernyataan sangat jelas berjenjang sehingga

    terjaga konsistennya;

    d. melibatkan perhitungan (operasi);

    e. dapat dipakai dalam ilmu yang lain serta dalam kehidupan sehari-hari.

    Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika

    merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar yang

    menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat,

  • 14

    representasinya dengan lambang-lambang atau simbol dan memiliki arti serta

    dapat digunakan dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan bilangan.

    2. Matematika Sebagai Ratu dan Pelayan Ilmu

    Matematika sebagai ratu ilmu dimaksudkan bahwa matematika adalah

    sebagai sumber dari ilmu yang lain. Banyak sekali cabang ilmu pengetahuan

    yang pengembangan teori-teorinya didasarkan pada pengembangan konsep

    matematika. Sebagai contoh, banyak teori-teori dan cabang-cabang dari fisika

    dan kimia (modern) yang ditemukan dan dikembangkan melalui konsep

    kalkulus, khususnya tentang persamaan differensial. Contoh lain, teori

    ekonomi mengenai permintaan dan penawaran yang dikembangkan melalui

    konsep fungsi dan kalkulus tentang differensial dan integral.

    Dari kedudukan matematika sebagai pelayan ilmu pengetahuan,

    tersirat bahwa matematika sebagai suatu ilmu yang berfungsi pula untuk

    melayani ilmu pengetahuan. Dapat dikatakan bahwa matematika tumbuh dan

    berkembang untuk dirinya sendiri sebagai suatu ilmu dan sebagai penyedia

    jasa layanan untuk pengembangan ilmu-ilmu yang lain pula. (Erman

    Suherman, dkk, 2001:29).

    B. Teori Belajar

    1. Pengertian Belajar

    Menurut Hilgard (Mudjijana, 2002), belajar merupakan proses yang

    aktif untuk membangun pengetahuan dan keterampilan siswa. Depdiknas

    (Mudjijana, 2002) menyatakan belajar sebagai kegiatan yang menghasilkan

  • 15

    perubahan tingkah laku pada diri individu yang sedang belajar, baik potensial

    maupun aktual. Pada intinya belajar memiliki hal-hal pokok sebagai berikut.

    a. Belajar membawa perubahan perilaku baik aktual maupun potensial

    b. Perubahan didapat dengan peningkatan kecakapan

    c. Perubahan terjadi karena siswa aktif melakukan aktivitas untuk

    membangun sendiri pengetahuannya.

    Belajar matematika merupakan proses di mana siswa secara aktif

    mengkonstruksi pengetahuan matematika. Hal ini didukung oleh teori belajar

    konstruktivisme di mana teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa

    harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi, mengecek

    informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-

    aturan itu tidak lagi sesuai. Oleh karena itu, di dalam kelas guru tidak hanya

    sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa tetapi guru harus dapat

    membuat siswa membangun sendiri pengetahuannya.

    Berdasarkan dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

    belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu

    informasi dengan mengkonstruksi sendiri pengetahuan matematika sehingga

    siswa dapat terlibat aktif dan tidak dipandang sebagai penerima pasif.

    Menurut teori Bruner (Fadjar Shadiq, 2008: 29), ada tiga tahapan

    belajar yang harus dilalui para siswa agar proses belajarnya dapat terjadi

    secara optimal. Dalam arti akan terjadi internalisasi pada diri siswa tersebut,

    yaitu suatu keadaan dimana pengalaman yang baru dapat menyatu kedalam

    struktur kognitif siswa. Ketiga tahap pada proses belajar tersebut adalah:

  • 16

    a. Tahap Enaktif

    Pada tahap ini, para siswa dituntut untuk mempelajari pengetahuan

    (matematika tentunya) dengan menggunakan benda konkret atau

    menggunakan situasi yang nyata bagi para siswa. Dapat ditambahkan

    bahwa istilah konkret atau nyata berarti dapat diamati dengan

    menggunakan panca indera para siswa.

    b. Tahap Ikonik

    Pada tahap ini, siswa mempelajari suatu pengetahuan dalam bentuk

    gambar atau diagram sebagai perwujudan dari kegiatan yang

    menggunakan benda konkret atau nyata tadi.

    c. Tahap Simbolik

    Pada tahap ini, siswa sudah mampu menggunakan notasi tanpa

    ketergantungan terhadap objek real.

    2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar

    Proses belajar mengajar selalu berkaitan dengan siswa yaitu manusia

    yang belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Nana Sudjana (1989),

    mengemukakan bahwa hasil belajar peserta didik di sekolah 70% dipengaruhi

    oleh kemampuan peserta didik dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Faktor-

    faktor yang mempengaruhi hasil belajar banyak jenisnya, tetapi menurut

    Slameto (2003: 54 72) dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu:

    faktor intern (faktor dari dalam diri siswa) dan faktor ekstern (faktor dari luar

    siswa).

  • 17

    a. Faktor Intern

    Faktor intern individu merupakan faktor yang paling penting dalam

    pencapaian hasil belajar yang optimal. Dalam melakukan proses belajar,

    semua kemampuan yang dimiliki individu dicurahkan untuk mencerna

    materi yang akan dipelajari. Faktor yang berasal dari diri siswa sendiri

    meliputi dua faktor yaitu faktor jasmaniah dan psikologis.

    1) Faktor jasmaniah

    Secara umum kondisi jasmaniah dapat mempengaruhi semangat

    dan intensitas siswa dalam mengikuti pembelajaran, kondisi tubuh

    yang lemah dapat menurunkan kualitas belajar siswa.

    2) Faktor psikologis

    Faktor psikologis dapat mempengaruhi hasil belajar. Faktor

    psikologis terdiri dari tujuh faktor, yaitu :

    a) intelegensi

    Intelegensi pada umumnya diartikan sebagai kemampuan

    psikofisik seseorang dalam mereaksi rangsangan dengan cara

    yang tepat. Tingkat kecerdasan siswa sangat menentukan

    keberhasilan siswa dalam belajar.

    b) perhatian

    Siswa yang mempunyai perhatian terhadap bahan yang akan

    dipelajari akan mempengaruhi hasil belajar yang lebih baik

    dibanding dengan siswa yang tidak mempunyai perhatian

    terhadap pelajaran tersebut.

  • 18

    c) minat

    Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada

    suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Minat

    sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa karena bila

    bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai minat, maka siswa

    tidak akan belajar dengan sungguh-sungguh.

    d) bakat

    Menurut Hilgard (Slameto, 2003: 57) bakat adalah kemampuan

    untuk belajar. Kemampuan ini baru akan terealisasi menjadi

    kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Bakat

    merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap proses dan

    hasil belajar seseorang karena seseorang yang mempunyai

    bakat dalam suatu pekerjaan akan lebih cepat mengerjakan

    pekerjaan tersebut jika dibandingkan dengan orang yang

    kurang berbakat dibidang itu.

    e) motivasi

    Motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang

    menodrong seseorang untuk belajar. Penemuan-penemuan

    penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar pada umumnya

    meningkat jika motivasi untuk belajar bertambah.

    f) kematangan

    Kematangan adalah suatu tingkat atau fase dalam pertumbuhan

    seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk

  • 19

    melaksanakan kecakapan baru. Kematangan akan sangat

    mempengaruhi hasil belajar siswa karena siswa yang cukup

    umur akan dapat menerima pelajaran dengan baik dibanding

    siswa yang belum matang dalam berfikir.

    g) kesiapan

    Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau reaksi.

    Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan

    berhubungan dengan kematangan. Kematangan berarti

    kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Siswa yang telah

    memiliki kesiapan dalam menerima pelajaran akan mempunyai

    hasil yang cukup baik.

    b. Faktor Ekstern

    Faktor ekstern individu dapat dibagi menjadi tiga faktor yaitu

    faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Ketiga faktor ini

    satu sama lain memberikan warna tersendiri pada perkembangan individu,

    terutama dalam kegiatan belajar.

    1) Lingkungan Keluarga

    Lingkungan ini memberikan kontribusi yang berarti terhadap

    perkembangan individu. Keluarga ini merupakan lingkungan yang

    pertama dikenal oleh anak dan sebagian besar waktunya dilalui

    bersama keluarga. Pengaruh keluarga bisa berasal dari kepedulian

    orang tua berupa dukungan motivasi belajar.

  • 20

    2) Lingkungan Sekolah

    Peranan sekolah dalam membekali seseorang dalam disiplin ilmu

    tertentu merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang

    berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam mempelajari

    sesuatu.

    3) Lingkungan Masyarakat

    Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga sangat

    berpengaruh terhadap beajar siswa. Faktor-faktor masyarakat yang

    dapat mempengaruhi adalah sebagai berikut :

    a) kegiatan siswa dalam masyarakat

    Kegiatan yang positif di masyarakat dapat membawa dampak

    yang positif pula terhadap perkembangan pribadi siswa dalam

    belajar.

    b) mass media

    Media terdiri dari media elektronik seperti televisi, radio, dan

    media cetak seperti majalah, surat kabar, tabloid dan buku-

    buku. Mass media yang baik dapat mendukung dalam

    perkembangan belajar siswa.

    c) teman bergaul

    Teman bergaul sangat besar pengaruhnya terhadap

    perkembangan pribadi siswa. Teman yang baik akan membawa

    pengaruh yang baik, sedangkan yang berkelakuan buruk dapat

    membawa pengaruh yang buruk pula.

  • 21

    C. Pembelajaran Matematika SMP

    Matematika sebagai ilmu dasar, dewasa ini telah berkembang dengan

    pesat, baik materi maupun kegunaannya, sehingga dalam perkembangannya

    atau pembelajarannya di sekolah harus memperhatikan perkembangan-

    perkembangannya, baik di masa lalu, masa sekarang maupun kemungkinan-

    kemungkinannnya untuk masa depan.

    Matematika SMP merupakan pelajaran matematika yang diajarkan di

    Sekolah Menengah Pertama. Matematika sekolah (SMP) terdiri atas bagian-

    bagian matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-

    kemampuan dan membentuk pribadi serta berpandu pada perkembangan

    IPTEK. Hal ini menunjukkan matematika sekolah (SMP) tetap memiliki ciri-

    ciri yang dimiliki matematika, yaitu memiliki objek kejadian yang abstrak

    serta berpola pikir deduktif konsisten.

    Beberapa karakteristik pembelajaran matematika di sekolah (Erman

    Suherman, 2001) yaitu sebagai berikut:

    1. pembelajaran matematika berjenjang (bertahap)

    Materi pembelajaran diajarkan secara berjenjang atau bertahap, yaitu

    dari hal konkrit ke abstrak, hal yang sederhana ke kompleks, atau

    konsep mudah ke konsep yang lebih sukar.

    2. pembelajaran matematika mengikuti metoda spiral

    Setiap mempelajari konsep baru perlu memperhatikan konsep atau

    bahan yang telah dipelajari sebelumnya. Bahan yang baru selalu

    dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari. Pengulangan konsep

  • 22

    dalam bahan ajar dengan cara memperluas dan memperdalam adalah

    perlu dalam pembelajaran matematika (Spiral melebar dan menaik).

    3. pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif

    Matematik adalah deduktif, matematika tersusun secara deduktif

    aksiomatik. Namun demikian harus dapat dipilihkan pendekatan yang

    cocok dengan kondisi siswa. Dalam pembelajaran belum sepenuhnya

    menggunakan pendekatan deduktif tapi masih campur dengan deduktif

    4. pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi

    Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan

    kebenaran konsistensi, tidak bertentangan antara kebenaran suatu

    konsep dengan yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar bila

    didasarkan atas pernyataanpernyataan yang terdahulu yang telah

    diterima kebenarannya.

    Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), tujuan

    pengajaran matematika di SMP adalah agar peserta didik memiliki

    kemampuan sebagai berikut :

    1. memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep

    dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,

    efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah

    2. menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

    matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

    menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

  • 23

    3. memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

    merancang matematika, menyelesaikan dan menafsirkan solusi yang

    diperoleh

    4. mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau

    media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

    5. memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,

    yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam

    mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam

    pemecahan masalah.

    D. Pembelajaran matematika SMP kelas bilingual

    Pembelajaran matematika kelas bilingual adalah kegiatan

    pembelajaran matematika dengan bahasa pengantar menggunakan bahasa

    Indonesia dan bahasa Inggris. Ada dua alasan mengapa pembelajaran

    Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di sampaikan dalam bahasa Inggris

    (kelas bilingual), yaitu:

    1. untuk mengembangkan sumber manusia yang tangguh yang dapat

    menguasai teknologi dan ilmu-ilmu yang mendasarinya yaitu

    Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam agar mampu berkomunikasi

    secara global.

    2. karena sebagian besar ilmu MIPA dan teknologi disebarluaskan dalam

    bahasa Inggris, maka untuk memperoleh itu dengan mudah dan cepat

    diperlukan generasi muda yang dapat berbahasa Inggris.

  • 24

    Pembelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam bahasa

    Inggris bertujuan untuk:

    1. menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang tinggi dalam

    Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam sesuai dengan

    perkembangan ilmu-ilmu tersebut;

    2. menghasilkan lulusan yang memiliki kemahiran berbahasa Inggris

    yang tinggi;

    3. meningkatkan penguasaan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

    dalam bahasa Inggris sesuai dengan perkembangan internasional;

    4. meningkatkan kemampuan daya saing secara internasional tentang

    Ilmu Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam sebagai ilmu dasar bagi

    perkembangan teknologi (manufaktur, komunikasi, transportasi,

    konstruksi, bio dan energi);

    5. meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa dalam bahasa

    Inggris, artinya siswa memiliki kemahiran bahasa Inggris yang baik;

    dan

    6. menghubungkan Indonesia dalam perkembangan internasional di

    bidang Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Informasi, dan

    Teknologi.

  • 25

    E. Bahan Ajar

    1. Pengertian Bahan Ajar

    Sebelum proses belajar mengajar dilaksanakan, guru harus

    menyiapkan bahan ajar yang diperlukan dalam proses pembelajaran.

    Kelengkapan bahan ajar akan membantu guru dalam kegiatan mengajar, dan

    membantu siswa dalam proses belajar. Bahan ajar ikut menentukan

    pencapaian tujuan pembelajaran. Bahan ajar merupakan informasi, alat dan

    teks yang diperlukan guru/instruktur untuk perencanaan dan penelaahan

    implementasi pembelajaran (BSNP: 2006).

    Secara garis besar bahan ajar terdiri dari pengetahuan keterampilan

    dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar

    kompetensi yang telah di tentukan.

    Dalam website Dikmenjur dikemukakan pengertian bahwa, bahan ajar

    merupakan seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching material)

    yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi

    yang akan dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran. Dengan bahan ajar

    memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi atau KD secara

    runtut dan sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua

    kompetensi secara utuh dan terpadu.

    Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk

    membantu guru/ instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di

    kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak

    tertulis. Bahan Ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan

  • 26

    guru/infrastruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi

    pembelajaran. (National Center for Vocational Education Research

    Ltd/National Center for Competency Based Training).

    Menurut Sungkono (2003: 2) bahan ajar dapat diartikan bahan-bahan

    atau materi pelajaran yang disusun secara lengkap dan sistematis berdasarkan

    prinsip-prinsip pembelajaran yang digunakan guru dan siswa dalam proses

    pembelajaran. Bahan ajar bersifat sistematis artinya disusun secara urut

    sehingga memudahkan siswa belajar. Di samping itu bahan ajar juga bersifat

    unik dan spesifik. Unik maksudnya bahan ajar hanya digunakan untuk sasaran

    tertentu dan dalam proses pembelajaran tertentu, dan spesifik artinya isi

    bahan ajar dirancang sedemikian rupa hanya untuk mencapai kompetensi

    tertentu dari sasaran tertentu.

    Atas dasar pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa bahan ajar

    merupakan suatu unsur yang sangat penting yang harus mendapat perhatian

    guru dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, sehingga

    tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai.

    2. Tujuan penyusunan bahan ajar

    Bahan ajar disusun dengan tujuan:

    a. membantu siswa dalam mempelajari sesuatu

    Segala informasi yang didapat dari sumber belajar kemudian disusun

    dalam bentuk bahan ajar. Hal ini kemudian membuka wacana dan wahana

    baru bagi peserta didik, karena materi ajar yang disampaikan adalah

    sesuatu yang baru dan menarik.

  • 27

    b. menyediakan berbagai jenis pilihan bahan ajar

    Pilihan bahan ajar yang dimaksud tidak terpaku oleh satu sumber saja,

    melainkan dari berbagai sumber belajar yang dapat dijadikan suatu acuan

    dalam penyusunan bahan ajar.

    c. memudahkan guru dalam pelaksanaan pembelajaran

    Guru sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran akan termudahkan

    karena bahan ajar disusun senditi dan disampaikan dengan cara yang

    bervariatif.

    d. agar kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik

    Dengan berbagai jenis bahan ajar yang bervariatif di harapkan kegiatan

    pembelajaran tidak monoton hanya terpaku oleh satu sumber buku atau di

    dalam kelas saja.

    Menurut Departemen Pendidikan Nasional dalam bukunya Panduan

    Pengembangan Bahan Ajar tahun 2008 disebutkan tujuan penyusunan

    bahan ajar adalah sebagai berikut :

    a. menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum

    dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa, yakni bahan ajar yang

    sesuai dengan karakteristik dan setting atau lingkungan sosial siswa.

    b. membantu siswa dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping

    buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh.

    c. memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran.

  • 28

    3. Manfaat penyusunan bahan ajar

    Menurut Depdiknas (2008: 9) beberapa manfaat penyusunan bahan

    ajar, yaitu :

    a. Manfaat bagi guru

    1) Diperoleh bahan ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan sesuai

    dengan kebutuhan belajar peserta didik,

    2) Tidak lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk

    diperoleh,

    3) Memperkaya ilmu pengetahuan karena dikembangkan dengan

    menggunakan berbagai referensi,

    4) Menambah khasanah pengetahuan dan pengalaman guru dalam

    menulis bahan ajar,

    5) Membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru

    dengan peserta didik karena peserta didik akan merasa lebih percaya

    kepada gurunya.

    6) Menambah angka kredit jika dikumpulkan menjadi buku dan

    diterbitkan.

    b. Manfaat bagi Peserta Didik

    1) Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik.

    2) Kesempatan untuk belajar secara mandiri dan mengurangi

    ketergantungan terhadap kehadiran guru.

    3) Mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang

    harus dikuasainya

  • 29

    4. Prinsip pengembangan bahan ajar

    Pengembangan bahan ajar hendaklah memperhatikan prinsisp-prinsip

    pembelajaran. Menurut Depdiknas (2008: 10-11) prinsip-prinsip

    pembelajaran tersebut adalah:

    a. mulai dari yang mudah untuk memahami yang sulit, dari yang

    kongkret untuk memahami yang abstrak. Maksudnya, siswa akan

    lebih mudah memahami suatu konsep tertentu apabila penjelasan

    dimulai dari yang mudah atau sesuatu yang kongkret, sesuatu yang

    nyata ada di lingkungan mereka.

    b. pengulangan akan memperkuat pemahaman. Dalam pembelajaran,

    pengulangan sangat diperlukan agar siswa lebih memahami suatu

    konsep. Namun pengulangan dalam penulisan bahan belajar harus

    disajikan secara tepat dan bervariasi sehingga tidak membosankan.

    c. umpan balik positif akan memberikan penguatan terhadap pemahaman

    siswa. Maksudnya, seringkali kita menganggap enteng dengan

    memberikan respon yang sekedarnya atas hasil kerja siswa. Padahal

    respon yang diberikan oleh guru terhadap siswa akan menjadi

    penguatan pada diri siswa.

    d. motivasi belajar yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu

    keberhasilan belajar. Maksudnya, seorang siswa yang memiliki

    motivasi belajar tinggi akan lebih berhasil dalam belajar. Untuk itu,

    maka salah satu tugas guru dalam melaksanakan pembelajaran adalah

    memberikan dorongan (motivasi) agar siswa mau belajar.

  • 30

    e. mencapai tujuan ibarat naik tangga, setahap demi setahap, akhirnya

    akan mencapai ketinggian tertentu. Untuk mencapai suatu standar

    kompetensi yang tinggi, perlu dibuatkan tujuan-tujuan antara. Guru

    perlu menyusun anak tangga tujuan pembelajaran secara pas, sesuai

    dengan karakteristik siswa. Dalam bahan ajar, anak tangga tersebut

    dirumuskan dalam bentuk indikator-indikator kompetensi.

    f. mengetahui hasil yang telah dicapai akan mendorong siswa untuk

    terus mencapai tujuan. Dalam proses pembelajaran, guru ibarat

    pemandu perjalanan. Pemandu perjalanan yang baik, akan

    memberitahukan kota tujuan akhir yang ingin dicapai, bagaimana cara

    mencapainya, kota-kota apa saja yang akan dilewati, dan

    memberitahukan pula sudah sampai di mana dan berapa jauh lagi

    perjalanan. Dengan demikian, semua peserta dapat mencapai kota

    tujuan dengan selamat. Dalam pembelajaran, setiap anak akan

    mencapai tujuan tersebut dengan kecepatannya sendiri, namun mereka

    semua akan sampai kepada tujuan meskipun dengan waktu yang

    berbeda-beda. Inilah sebagian dari prinsip belajar tuntas.

    5. Jenis jenis bahan ajar

    Dalam sosialisasi KTSP Depdiknas, berdasarkan dari bentuknya

    bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu :

    a. bahan cetak (printed) seperti handout, buku, modul, lembar kerja

    siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket.

  • 31

    b. bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan

    compact disk audio.

    c. bahan ajar pandang (visual) seperti foto, gambar, model / maket.

    d. bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk,

    film.

    e. bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material)

    seperti CAI (Computer Assisted Instruction), compact disk (CD)

    multimedia pembelajarn interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web

    based learning materials).

    F. Tinjauan Materi Segi Empat

    Menurut Murdanu (2003: 18), segiempat adalah gabungan empat ruas

    garis yang tertentu oleh empat buah titik dengan setiap tiga buah titik tidak

    segaris, yang sepasang-sepasang bertemu pada ujung-ujungnya dan setiap

    ruas garis pasti bertemu dengan dua ruas garis lain yang berbeda. Ruas-ruas

    garis tersebut disebut sisi-sisi segiempat, sudut-sudut yang terbentuk disebut

    sudut-sudut dalam segiempat, dengan titik-titik sudut : keempat titik tersebut.

    Segiempat yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah segiempat

    beraturan yang meliputi persegi panjang (rectangle), persegi (square),

    trapesium (trapezoid), jajargenjang (parallelogram), belah ketupat (rhombus),

    dan layang-layang (kite). Adapun pengertian dari segiempat tersebut menurut

    Ali Mahmudi (2010: 5-7) tersaji dalam Tabel 2 berikut ini:

  • 32

    Tabel 2. Pengertian Segiempat

    No Jenis Bangun

    Segiempat Pengertian Bentuk

    1. Trapesium

    (trapezoid)

    Segiempat yang memiliki

    tepat sepasang sisi sejajar.

    2. Jajargenjang

    (parallelogram)

    Segiempat yang sepasang -

    sepasang sisi yang

    berhadapan sejajar.

    3. Persegi panjang

    (rectangle)

    Jajargenjang yang salah satu

    sudutnya siku-siku.

    4. Belah ketupat

    (rhombus)

    Jajargenjang yang sepasang

    sisi yang berdekatan

    kongruen

    5. Persegi

    (square)

    Persegi panjang yang

    sepasang sisinya yang

    berdekatan kongruen. Dapat

    pula didefinisikan, persegi

    adalah belah ketupat yang

    salah satu sudutnya siku-

    siku.

    6. Layang-layang

    (kite)

    Segiempat yang salah satu

    diagonalnya berimpit

    dengan sumbu diagonal

    yang lain

  • 33

    Sifat sifat segiempat menurut R. Soedjadi dan Djoko Moesono

    (1996), terangkum dalam Tabel 3 berikut:

    Tabel 3. Sifat-Sifat Segiempat

    No Sifat Sifat Jg Pp Bk Ps Ly Tr Sg4

    1 Setiap pasang sisi

    berhadapan sejajar

    - - -

    2 Setiap pasang sisi

    berhadapan sama panjang

    - - -

    3 Semua sisinya sama

    panjang

    - -

    - - -

    4 Tepat sepasang sisi sejajar - - - - - -

    5 Tepat dua pasang sisi

    berdekatan sama panjang

    - - - - - -

    6 Setiap pasang sudut

    berhadapan sama besar

    - - -

    7 Tepat sepasang sudut

    berhadapan sama besar

    - - - - - -

    8 Setiap dua sudut

    berdekatan berjumlah 180

    - - -

    9 Jumlah semua sudutnya

    360

    10 Kedua diagonalnya saling

    membagi dua sama

    panjang

    - - -

    11 Kedua diagonalnya saling

    berpotongan ditengah

    - - -

    12 Kedua diagonal membagi

    sudut di hadapannya

    menjadi dua sama besar

    - - -

  • 34

    13 Tepat satu diagonal

    membagi sudut di

    hadapannya menjadi dua

    sama besar

    - - - -

    - -

    14 Kedua diagonalnya

    berpotongan tegak lurus

    - -

    - -

    15 Kedua diagonalnya sama

    panjang

    -

    -

    - - -

    16 Setiap sudutnya siku-siku -

    -

    - - -

    Keterangan : Jg : Jajar genjang, Pp : persegi panjang, Bk : belah ketupat,

    Ps: persegi, Ly : layang-layang, Tr : trapesium, Sg4:

    segiempat secara umum, ( ) : iya, dan (-) tidak.

    Selain sifat-sifat, dalam segiempat juga mengenal istilah luas bangun

    segiempat dan keliling bangun segiempat. Menurut Ali Mahmudi (2010: 8-9)

    keliling bangun segiempat adalah jumlah ukuran sisi-sisi bangun segiempat

    tersebut. Sedangkan luas segiempat yang dimaksudkan adalah luas daerah

    segiempat. Adapun rumus keliling dan luas bangun segiempat dijelaskan

    dalam Tabel 4 berikut.

    Tabel 4. Rumus Keliling dan Luas Bangun Segiempat

    No Jenis Bangun

    Segiempat

    Keliling Luas

    1. Persegi panjang

    (rectangle)

    K =

    L =

    2. Persegi

    (square)

    K =

    L =

    3. Trapesium

    (trapezoid)

    K = a + b + c + d

    L =

  • 35

    4. Jajargenjang

    (parallelogram)

    K = a + b + c + d L =

    5. Belah ketupat

    (rhombus)

    K = L =

    6. Layang-layang

    (kite)

    K = L =

    Keterangan : p = panjang l = lebar

    s = panjang sisi a,b,c, dan d = panjang sisi

    t = tinggi = panjang diagonal

    G. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

    Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan

    adaptasi dari Realistic Matehematics Education (RME). RME merupakan

    teori pembelajaran matematika yang dikembangkan di Belanda. Teori ini

    berangkat dari pendapat Hans Freudenthal yang menyatakan bahwa

    matematika merupakan aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan realitas.

    Menurutnya siswa tidak dapat dipandang sebagai penerima pasif matematika

    yang sudah jadi. Dalam proses pembelajaran, siswa harus diberi kesempatan

    untuk menemukan kembali (to reinvent) matematika melalui bimbingan

    orang dewasa (Gravemeijer, 1993). Proses penemuan kembali tersebut harus

    dikembangkan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan dunia

    nyata (Sutarto Hadi, 2005).

    Blum & Niss (Sutarto Hadi, 2005), dunia nyata adalah segala sesuatu

    di luar matematika, seperti mata pelajaran lain selain matematika, atau

  • 36

    kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar kita. Sementara itu, De Lange

    mendefinisikan dunia nyata sebagai suatu dunia nyata yang kongkret, yang

    disampaikan kepada siswa melalui aplikasi matematika (Sutarto Hadi,

    2005:19).

    Treffers (Sutarto Hadi, 2005), membedakan dua macam matematisasi,

    yaitu matematisasi vertikal dan matematisasi horisontal, yang digambarkan

    oleh Gravemeijer (1993) sebagai proses penemuan kembali (reinvention

    process), seperti ditunjukkan pada gambar berikut.

    Gambar 1. Matematisasi Vertikal dan Horisontal

    Dalam matematisasi vertikal, dimulai dari soal-soal kontekstual, tetapi

    dalam jangka panjang dapat disusun prosedur tertentu yang dapat digunakan

    untuk menyelesaikan soal-soal sejenis secara langsung, tanpa bantuan

    konteks. Dalam matematisasi horisontal, juga dimulai dari soal-soal

    kontekstual, mencoba menguraikan dengan bahasa dan simbol yang dibuat

    sendiri, kemudian menyelesaikan soal tersebut. Dalam proses ini, setiap orang

    Sistem Matematika Formal

    Bahasa matematika

    Algoritma

    Diuraikan

    Diselesaikan

    Soal soal kontekstual

  • 37

    dapat menggunakan cara mereka sendiri yang mungkin berbeda dengan orang

    lain.

    Kaitannya dengan matematisasi vertikal dan matematisasi horisontal

    ini, De Lange (1987) menyebutkan: proses matematisasi horisontal antara lain

    meliputi proses atau langkah-langkah informal yang dilakukan siswa dalam

    menyelesaikan suatu masalah (soal), membuat model, membuat skema,

    menemukan hubungan dan lain-lain, sedangkan matematisasi vertikal, antara

    lain meliputi proses menyatakan suatu hubungan dengan suatu formula

    (rumus), membuktikan keteraturan, membuat berbagai model, merumuskan

    konsep baru, melakukan generalisasi, dan sebagainya. Proses matematisasi

    vertikal-horisontal inilah yang diharapkan dapat memberi kemungkinan

    siswa lebih mudah memahami matematika yang berobyek abstrak. Dengan

    masalah kontekstual yang diberikan pada awal pembelajaran seperti tersebut

    di atas, dimungkinkan banyak/beraneka ragam cara yang digunakan atau

    ditemukan siswa dalam menyelesaikan masalah.

    Pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI meliputi aspek-

    aspek berikut (Sutarto Hadi, 2005: 37) :

    1. Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang riil bagi

    siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya,

    sehingga siswa terlibat dalam pelajaran secara bermakna.

    2. Permasalahan yang diberikan harus diarahkan sesuai dengan tujuan

    yang ingin dicapai dalam pelajaran.

  • 38

    3. Siswa mengembangkan model-model simbolik terhadap persoalan

    yang diberikan.

    4. Pengajaran berlangsung secara interaktif. Maksudnya siswa

    menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang

    diberikannya, memahami jawaban temannya, setuju dengan jawaban

    temannya, menyatakan ketidaksetujuan, dan melakukan refleksi

    terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran.

    Dalam PMRI siswa tidak dapat dipandang sebagai botol kosong yang

    harus diisi dengan air. Sebaliknya siswa dipandang sebagai human being yang

    memiliki pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh melalui interaksi

    dengan lingkungannya. Bahkan di dalam PMRI diharapkan siswa tidak hanya

    aktif (sendiri), tetapi ada aktivitas bersama dengan teman-temannya. Untuk

    mendorong interaktivitas tersebut, guru harus mampu menciptakan dan

    mengembangkan pengalaman belajar yang mendorong aktivitas siwa.

    Menurut Sutarto Hadi (2005: 39-40), peran guru dalam PMRI adalah sebagai

    berikut:

    1. guru hanya sebagai fasilitator belajar

    2. guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif

    3. guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif

    menyumbang pada proses belajar

    4. guru tidak terpaku pada materi yang tertulis dalam kurikulum,

    melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia riil.

  • 39

    Pendidikan Matematika Realistik Indonesia adalah pendekatan

    pembelajaran yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

    1. menggunakan masalah kontekstual, yaitu matematika dipandang

    sebagai kegiatan sehari-hari manusia, sehingga memecahkan masalah

    kehidupan yang dihadapi atau dialami oleh siswa (masalah kontekstual

    yang realistik bagi siswa) merupakan bagian yang sangat penting.

    2. menggunakan model, yaitu belajar matematika berarti bekerja dengan

    matematika.

    3. menggunakan hasil dan konstruksi siswa sendiri, yaitu siswa diberi

    kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematis, di bawah

    bimbingan guru.

    4. pembelajaran terfokus pada siswa

    5. terjadi interaksi antara murid dan guru, yaitu aktivitas belajar meliputi

    kegiatan memecahkan masalah kontekstual yang realistik,

    mengorganisasikan pengalaman matematis, dan mendiskusikan hasil-

    hasil pemecahan masalah tersebut (Suryanto dan Sugiman, 2003: 6).

    Untuk dapat melaksanakan PMRI kita harus mengetahui prinsip-

    prinsip yang digunakan PMRI. PMRI menggunakan prinsip-prinsip RME,

    untuk itu karakteristik RME ada dalam PMRI. Ada tiga prinsip kunci RME

    (Gravemeijer, 1993: 90), yaitu Guided re-invention, Didactical

    Phenomenology dan Self-delevoped Model. Berikut penjelasan secara rinci

    dari ketiga prinsip kunci PMRI tersebut.

  • 40

    1. Guided Re-invention atau Menemukan Kembali Secara Seimbang.

    Memberikan kesempatan bagi siswa untuk melakukan matematisasi

    dengan masalah kontekstual yang realistik bagi siswa dengan bantuan dari

    guru. Siswa didorong atau ditantang untuk aktif bekerja bahkan

    diharapkan dapat mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan

    yang akan diperolehnya. Pembelajaran tidak dimulai dari sifat-sifat atau

    definisi atau teorema dan selanjutnya diikuti contoh-contoh, tetapi dimulai

    dengan masalah kontekstual atau real/nyata yang selanjutnya melalui

    aktivitas siswa diharapkan dapat ditemukan sifat atau definisi atau teorema

    atau aturan oleh siswa sendiri.

    2. Didactical Phenomenology atau Fenomena Didaktik.

    Dalam hal ini, siswa diharapkan dalam memecahkan masalah dapat

    melangkah kearah pemikiran matematika sehingga akan mereka temukan

    atau mereka bangun sendiri sifat-sifat atau definisi atau teorema

    matematika tertentu (matematisasi horisontal), kemudian ditingkatkan

    aspek matematisasinya (matematisasi vertikal). Dengan demikian, siswa

    mulai dibiasakan untuk bebas berpikir dan berani berpendapat, karena cara

    yang digunakan siswa satu dengan yang lain berbeda atau bahkan berbeda

    dengan pemikiran guru tetapi cara itu benar dan hasilnya juga benar. Ini

    suatu fenomena didaktik. Dengan memperhatikan fenomena didaktik yang

    ada didalam kelas, maka akan terbentuk proses pembelajaran matematika

    yang tidak lagi berorientasi pada guru, tetapi diubah atau beralih kepada

  • 41

    pembelajaran matematika yang berorientasi pada siswa atau bahkan

    berorientasi pada masalah (Marpaung dalam Gravemeijer :1993).

    3. Self-delevoped Models atau model dibangun sendiri oleh siswa.

    Pada waktu siswa mengerjakan masalah kontekstual, siswa

    mengembangkan suatu model. Model ini diharapkan dibangun sendiri oleh

    siswa, baik dalam proses matematisasi horisontal ataupun vertikal.

    Kebebasan yang diberikan kepada siswa untuk memecahkan masalah

    secara mandiri atau kelompok, dengan sendirinya akan memungkinkan

    munculnya berbagai model pemecahan masalah buatan siswa. Dalam

    pembelajaran matematika realistik diharapkan terjadi urutan situasi

    nyata model dari situasi itu model kearah formal

    pengetahuan formal. Menurutnya, inilah yang disebut buttom up dan

    merupakan prinsip RME yang disebut Self-delevoped Models (Soedjadi

    dalam Gravemeijer :1993).

    Dalam penelitian ini menggunakan enam prinsip PMRI seperti yang

    dikemukakan oleh Van den Huivel-Panhuizen dalam bukunya Mathematics

    Education in the Netherland A Guide Tour yaitu :

    1. Prinsip Aktivitas

    Prinsip ini menyatakan bahwa aktivitas matematika paling banyak

    dipelajari dengan melakukannya sendiri. Matematika adalah aktivitas

    manusia. Si pembelajar harus aktif baik secara mental maupun fisik

    dalam pembelajaran matematika.

  • 42

    2. Prinsip Realitas

    Prinsip ini menyatakan bahwa pembelajaran matematika dimulai dari

    masalah-masalah dunia nyata yang dekat dengan pengalaman siswa

    (masalah yang realitas bagi siswa).

    3. Prinsip Perjenjangan

    Prinsip ini menyatakan bahwa pemahaman siswa terhadap matematika

    melalui berbagai jenjang; dari menemukan (to invent), penyelesaian

    masalah kontekstual secara informal ke skematisasi, ke perolehan

    insign dan selanjutnya ke penyelesaian secara formal.

    4. Prinsip Jalinan

    Prinsip ini menyatakan bahwa materi matematika di sekolah

    sebaiknya tidak dipecah-pecah menjadi aspek-aspek (learning

    strands) yang diajarkan terpisah-pisah, tetapi terjalin satu sama lain

    sehingga siswa dapat melihat hubungan antara materi-materi itu secara

    lebih baik.

    5. Prinsip Interaksi

    Prinsip ini menyatakan bahwa belajar matematika dapat dipandang

    sebagai aktivitas sosial selain sebagai aktivitas individu. Siswa perlu

    dan harus diberikan kesempatan menyampaikan strateginya

    menyelesaikan suatu masalah kepada yang lain untuk ditanggapi, dan

    menyimak apa yang ditemukan orang lain dan strateginya menemukan

    itu serta menanggapinya.

  • 43

    6. Prinsip Bimbingan

    Prinsip ini menyatakan bahwa dalam menemukan kembali (reinvent)

    matematika siswa perlu mendapat bimbingan.

    De Lange mengungkapkan bahwa teori PMRI terdiri dari 5 (lima)

    karakteristik yaitu :

    1. Penggunaan konteks nyata (real context) sebagai starting point dalam

    pembelajaran untuk dieksplorasi.

    2. Penggunaan model-model.

    3. Penggunaan hasil belajar siswa dan kontruksi.

    4. Interaksi dalam proses belajar atau interaktivitas.

    5. Keterkaitan (connection) dalam berbagai bagian dari materi pelajaran.

    H. Modul

    1. Pengertian Modul

    Pengertian modul menurut Depdiknas (2008: 31) adalah salah satu

    bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis sehingga

    penggunanya dapat belajar dengan atau tanpa bimbingan fasilitator/guru.

    Didalam modul memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan

    didesain untuk membantu peserta didik menguasai tujuan belajar yang

    spesifik.

    Menurut Huoston & Howson (1992), modul pembelajaran meliputi

    seperangkat aktivitas yang bertujuan mempermudah siswa untuk mencapai

    seperangkat tujuan pembelajaran. Sedangkan menurut Vembriarto (1975: 19)

    modul dirumuskan sebagai bahan ajar yang memuat suatu konsep materi ajar.

  • 44

    Modul adalah bahan ajar yang dirancang secara sistematis berdasarkan

    kurikulum tertentu dan dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran terkecil

    yang memungkinkan untuk dipelajari secara mandiri dalam satuan waktu

    tertentu (Purwanto dkk, 2007 : 9).

    Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa modul

    merupakan bahan ajar yang berisi rangkaian kegiatan pembelajaran dalam

    suatu materi tertentu yang disusun secara sistematis, operasional, dan terarah

    untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara

    khusus dan jelas. Modul bisa digunakan dengan atau tanpa bimbingan guru.

    2. Karakteristik Modul

    Untuk menghasilkan modul yang mampu meningkatkan motivasi

    penggunanya, maka modul harus mencakup beberapa karakteristik tertentu.

    Karakteristik untuk pengembangan modul (Vembriarto, 1975: 27-29) antara

    lain:

    a. Self instructional

    Pembelajaran dengan modul hanya memuat satu konsep atau unit

    bahan pelajaran.

    b. Pengakuan atas perbedaan-perbedaan individual

    Dalam pembelajaran dengan modul, siswa diberi kesempatan belajar

    sesuai dengan kecepatan masing-masing. Sebagian modul disusun

    untuk diselesaikan oleh siswa secara perorangan dan sebagian modul

    disusun untuk diselesaikan oleh siswa dalam bentuk kelompok kecil.

  • 45

    c. Memuat rumusan tujuan pengajaran secara eksplisit

    Dalam modul memuat rumusan tujuan pembelajaran secara jelas dan

    terperinci. Rumusan tujuan yang demikian sangat berguna bagi

    penyusun modul, guru, dan para siswa untuk mengarahkan mereka

    dalam hal proses mengajar dan belajar.

    d. Adanya asosiasi, struktur, dan urutan pengetahuan

    Proses asosiasi terjadi karena dengan modul siswa dapat mendengar

    suara guru, membaca teks, dan melihat diagram-diagram dari

    modulnya. Materi dalam modul dapat disusun mengikuti struktur

    pengetahuan secara hirarkis. Dengan demikian siswa dapat mengikuti

    urutan kegiatan belajar secara teratur.

    e. Penggunaan berbagai macam media (multimedia)

    Karakteristik siswa terhadap kepekaan menggunakan modul dapat

    berbeda-beda.

    f. Partisipasi aktif dari siswa

    Modul disusun sedemikian rupa agar pengalaman belajar yang

    didapatkan siswa bermacam-macam, sehingga akan terjadi keaktifan

    belajar yang tinggi pada siswa.

    g. Adanya reinforcement langsung terhadap respon siswa

    Dalam pembelajaran dengan modul siswa secara langsung dapat

    mendapatkan konfirmasi atas jawaban-jawaban yang benar melalui

    kunci jawaban yang tersedia pada modul.

  • 46

    h. Adanya evaluasi terhadap penguasaan siswa atas hasil belajarnya

    Dalam modul terdapat kegiatan evaluasi sehingga dari hasil evaluasi

    ini dapat diketahui tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang

    telah dipelajari.

    3. Komponen komponen Modul

    Menurut Sungkono, dkk (2003: 7-12) komponen-komponen utama

    yang perlu tersedia di dalam modul, antara lain:

    a. Tinjauan Mata Pelajaran

    Tinjauan mata pelajaran adalah paparan umum mengenai

    keseluruhan pokok-pokok isi mata pelajaran yang mencakup:

    deskripsi mata pelajaran

    kegunaaan mata pelajaran

    kompetensi dasar

    bahan pendukung lainnya (kaset, kit, dll)

    petunjuk Belajar

    b. Pendahuluan

    Pendahuluan suatu modul merupakan pembukaan pembelajaran

    suatu modul. Oleh karena itu, dalam pendahuluan seyogyanya memuat

    hal-hal sebagai berikut:

    1) cakupan isi modul dalam bentuk deskripsi singkat

    2) indikator yang ingin dicapai melalui sajian materi dan kegiatan modul

    3) deskripsi perilaku awal (entry behaviour) yang memuat pengetahuan

    dan keterampilan yang sebelumnya sudah diperoleh atau seyogyanya

  • 47

    sudah dimiliki sebagai pijakan (anchoring) dari pembahasan modal

    itu.

    4) relevansi, yang terdiri atas:

    a) keterkaitan pembahasan materi dan kegiatan dalam modul itu

    dengan mateni dan kegiatan dalam modul lain dalarn satu mata

    pelajaran atau dalam mata pelajaran (cross reference)

    b) pentingnya mempelajari materi modul itu dalam pengembangan

    dan pelaksanaan tugas guru secara profesional

    5) urutan butir sajian modul (kegiatan belajar) secara logis

    6) petunjuk belajar berisi panduan teknis mempelajari modul itu agar

    berhasil dikuasai dengan baik.

    c. Kegiatan Belajar

    Bagian ini memuat materi pelajaran yang harus dikuasai siswa.

    Materi tersebut disusun sedemikian rupa, sehingga dengan mempelajari

    materi tersebut, tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai. Agar materi

    pelajaran mudah diterima siswa, maka perlu disusun secara sisternatis.

    d. Latihan

    Latihan adalah berbagai bentuk kegiatan belajar yang harus

    dilakukan oleh siswa setelah membaca uraian sebelumnya. Tujuan latihan

    ini agar siswa benar-benar belajar secara aktif dan akhirnya menguasai

    konsep yang sedang dibahas dalam kegiatan belajar tersebut. Latihan

    disajikan secara kreatif sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran.

    Latihan dapat ditempatkan di sela-sela uraian atau di akhir uraian.

  • 48

    Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan

    latihan:

    1) relevan dengan materi yang disajikan

    2) sesuai dengan kemampuan siswa

    3) bentuknya bervariasi, misalnya tes, tugas, eksperimen, dsb

    4) bermakna (bermanfaat)

    5) menantang siswa untuk berpikir dan bersikap kritis

    6) penyajiannya sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran

    e. Rambu-rambu Jawaban latihan

    Rambu-rambu jawaban latihan merupakan hal-hal yang harus

    diperhatikan oleh siswa dalam mengerjakan soal-soal latihan. Kegunaan

    rambu-rambu jawaban ini adalah untuk mengarahkan pemahaman siswa

    tentang jawaban yang diharapkan dari pertanyaan atau tugas dalam latihan

    dalam mendukung tercapainya kompetensi pembelajaran.

    f. Rangkuman

    Rangkuman adalah inti dari uraian materi yang disajikan pada

    kegiatan belajar dari suatu modul, yang berfungsi menyimpulkan dan

    memantapkan pengalaman belajar (isi dan proses) yang dapat

    mengkondisikan tumbuhnya konsep atau skemata baru dalam pikiran

    siswa. Rangkuman hendaknya memenuhi ketentuan:

    a. berisi ide pokok yang telah disajikan

    b. disajikan secara berurutan

    c. disajikan secara ringkas

  • 49

    d. bersifat menyimpulkan

    e. dapat dipahami dengan mudah (komunikatif)

    f. memantapkan pemahaman pembaca

    g. rangkuman diletakkan sebelum tes formatif pada setiap kegiatan

    belajar

    h. menggunakan bahasa Indonesia yang baku dan tidak menggunakan

    kata-kata yang sulit dipahami.

    g. Tes Formatif

    Pada setiap modul selalu disertai lembar evaluasi (evaluasi

    formatif) yang biasanya berupa tes. Tes formatif merupakan tes untuk

    mengukur penguasaan siswa setelah suatu pokok bahasan selesai

    dipaparkan dalam satu kegiatan belajar berakhir. Tes formatif secara

    prinsip harus memenuhi syarat-syarat:

    1) mengukur kompetensi dan indikator yang sudah dirumuskan

    2) materi tes benar dan logis, baik dari segi pokok masalah yang

    dikemukakan maupun dari pilihan jawaban yang ditawarkan

    3) pokok masalah yang ditanyakan cukup penting

    4) butir tes harus memenuhi syarat-syarat penulisan butir soal

    h. Kunci Jawaban Tes Formatif dan Tindak Lanjut

    Kunci jawaban tes formatif pada umumnya diletakkan di bagian

    paling akhir suatu modul. Tujuannya agar siswa benar-benar berusaha

    mengerjakan tes tanpa melihat kunci jawaban terlebih dahulu. Di dalam

    kunci jawaban tes formatif, terdapat bagian tindak lanjut yang berisi

  • 50

    kegiatan yang harus dilakukan siswa atas dasar tes formatifnya. Siswa

    diberi petunjuk untuk melakukan kegiatan lanjutan, seperti: Terus

    mempelajari kegiatan belajar berikutnya bila ia berhasil dengan baik yaitu

    mencapai tingkat penguasaan 75 % dalam tes formatif yang lalu, atau

    mengulang kembali mempelajari kegiatan belajar tersebut bila hasilnya

    masih di bawah 75 % dari skor maksimum.

    4. Langkah-langkah Penyusunan Modul

    Dalam garis besarnya langkah-langkah penyusunan modul dapat

    dilihat pada Gambar 2 berikut ini:

    Gambar 2. Langkah-Langkah Penyusunan Modul

    Standar Kompetensi dan Rencana Kegiatan Belajar Mengajar

    Analisis Kebutuhan Modul

    Penyusunan Draft Modul

    Validasi Modul

    Revisi Modul

    Uji coba Modul

    Revisi akhir Modul

    Bahan Ajar (modul)

    Produksi Modul

  • 51

    a. Analisis kebutuhan modul

    Analisis kebutuhan modul merupakan kegiatan menganalisis

    kompetensi untuk menentukan jumlah dan judul modul yang dibutuhkan

    untuk mencapai suatu kompetensi tertentu. Dalam analisis kebutuhan

    modul dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

    1) menetapkan kompetensi yang telah diberikan dalam rencana

    kegiatan belajar mengajar atau yang terdapat di dalam garis-garis

    besar program pembelajaran yang akan disusun modulnya.

    2) mengidentifikasi dan menentukan ruang lingkup unit kompetensi

    atau bagian dari kompetensi utama tersebut.

    3) mengidentifikasi dan menentukan pengetahuan, keterampilan, dan

    sikap yang dipersyaratkan.

    4) menentukan judul modul yang akan ditulis

    b. Penyusunan draft

    Penyusunan draft adalah kegiatan untuk menyusun dan

    mengorganisasi materi pembelajaran guna mencapai sebuah kompetensi

    tertentu menjadi sebuah kesatuan yang tertata secara sistematis. Langkah-

    langkah dalam penyusunan bahan ajar (modul) adalah sebagai berikut:

    1) menetapkan judul modul yang akan diproduksi

    2) menetapkan tujuan akhir modul, yaitu kompetensi utama yang

    harus dicapai setelah siswa mempelajari modul.

    3) menetapkan kemampuan atau kompetensi yang lebih spesifik

    (tujuan antara)

    4) menetapkan outline modul atau garis-garis besar modul

  • 52

    5) mengembangkan materi yang telah dirancang dalam garis-garis

    besar modul

    6) memeriksa ulang draft yang telah dihasilkan

    c. Validasi

    Validasi merupakan proses permintaan pengakuan atau persetujuan

    terhadap kesesuaian modul dengan kebutuhan di masyarakat. Validasi

    diperlukan khususnya yang berhubungan dengan materi dan metode yang

    digunakan, sehingga pihak-pihak yang dapat diminta untuk memberikan

    validasi antara lain ahli substansi dari praktisi untuk isi modul dan ahli

    bahasa untuk penggunaan bahasa. Hasil validasi tersebut dapat digunakan

    untuk penyempurnaan modul ajar yang akan diproduksi.

    d. Revisi

    Revisi atau perbaikan adalah proses penyempurnaan modul setelah

    memperoleh masukan dari stakeholders (para praktisi yang ahli sesuai

    dengan bidang-bidang terkait dalam modul yang didapatkan dari hasil

    validasi. Setelah revisi dilakukan, modul ajar telah siap untuk diproduksi.

    e. Uji coba

    Tujuan dari uji coba adalah untuk mengetahui kemampuan siswa

    dalam mengikuti materi yang diberikan dalam modul dan untuk

    mengetahui efektivitas modul dalam membantu siswa untuk mencapai

    kompetensi yang harus dimiliki dalam proses belajar mengajar melalui

    penguasaan materi belajar-mengajar. Adapun langkah uji coba draft

    modul adalah sebagai berikut:

  • 53

    1) menyiapkan draft modul ajar

    2) menyusun instrumen pendukung

    3) mendistribusikan draft modul ajar

    4) memberi informasi tentang tujuan uji coba

    5) memperoleh hasil uji coba

    6) menganalisis instrumen pendukung

    7) menerima masukan untuk revisi akhir

    f. Revisi akhir

    Revisi akhir dilakukan setelah mendapat masukan dari siswa.

    Revisi akhir perlu dilakukan agar modul yang dikembangkan memenuhi

    karakteristik modul yang ada. Dengan demikian modul siap untuk

    diproduksi dan digunakan oleh khalayak.

    g. Produksi

    Proses produksi modul ajar dilakukan setelah modul ajar melalui

    beberapa tahapan penyusunan modul. Kemampuan peserta didik harus

    diperhatikan, sehingga dalam proses produksi, modul yang dibuat harus

    mampu dijangkau oleh peserta didik untuk memilikinya.

    5. Pengembangan Modul

    Mengembangkan modul berarti mengajarkan suatu mata pelajaran

    melalui tulisan. Ada tiga teknik yang dapat dipilih dalam mengembangkan

    modul. Ketiga teknik tersebut menurut Sungkono, dkk (2003: 10), yaitu:

    menuulis sendiri, pengemasan kembali informasi, dan penataan informasi:

  • 54

    a. Menulis Sendiri (Starting from Scratch)

    Penulis/guru dapat menulis sendiri modul yang akan digunakan dalam

    proses pembelajaran. Asumsi yang mendasari cara ini adalah bahwa

    guru adalah pakar yang berkompeten dalam bidang ilmunya,

    mempunyai kemampuan menulis, dan mengetahui kebutuhan siswa

    dalam bidang ilmu tersebut. Untuk menulis modul sendiri, di samping

    penguasaan bidang ilmu, juga diperlukan kemampuan menulis modul

    sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran, yaitu selalu berlandaskan

    kebutuhan peserta belajar, yang meliputi pengetahuan, keterampilan,

    bimbingan, latihan, dan umpan balik. Pengetahuan itu dapat diperoleh

    melalui analisis pembelajaran, dan silabus. Jadi, materi yang disajikan

    dalam modul adalah pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang

    tercantum dalam silabus.

    b. Pengemasan Kembali Informasi (Information Repackaging)

    Penulis/guru tidak menulis modul sendiri, tetapi memanfaatkan buku-

    buku teks dan informasi yang telah ada di pasaran untuk dikemas

    kembali menjadi modul yang memenuhi karakteristik modul yang

    baik. Modul atau informasi yang sudah ada dikumpulkan berdasarkan

    kebutuhan (sesuai dengan kompetensi, silabus dan RPP/SAP),

    kemudian disusun kembali dengan gaya bahasa yang sesuai. Selain itu

    juga diberi tambahan keterampilan atau kompetensi yang akan

    dicapai, latihan, tes formatif, dan umpan balik.

  • 55

    c. Penataan Informasi (Compilation)

    Cara ini mirip dengan cara kedua, tetapi dalam penataan informasi

    tidak ada perubahan yang dilakukan terhadap modul yang diambil dari

    buku teks, jurnal ilmiah, artikel, dan lain-lain. Dengan kata lain,

    materi-materi tersebut dikumpulkan, digandakan dan digunakan secara

    langsung. Materi-materi tersebut dipilih, dipilah dan disusun

    berdasarkan kompetensi yang akan dicapai dan silabus yang hendak

    digunakan.

    Sedangkan menurut Purwanto, dkk (2007: 10-11), beberapa teknik

    yang digunakan dalam mengembangkan modul antara lain :

    a. Adaptasi

    yaitu pengembangan modul yang penggunaannya mendampingi suatu

    buku teks yang biasanya beredar di pasaran.

    b. Kompilasi

    yaitu pengembangan modul dengan cara menggabungkan bagian-

    bagian dari buku-buku, jurnal ilmiah atau modul yang sudah ada

    menjadi sebuah modul baru.

    c. Menulis

    yaitu pengembangan modul dengan cara menulis sendiri modul yang

    akan digunakan sebagai bahan ajar dalam pembelajaran.

    Dalam penelitian ini, digunakan pengembangan modul dengan cara

    menulis sendiri dengan mengumpulkan berbagai sumber yang relevan dan

    akurat.

  • 56

    6. Kualitas Produk Pengembangan Modul

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, layak berarti pantas atau

    patut. Kelayakan berarti sesuatu yang pantas. Untuk menentukan kualitas

    hasil pengembangan model dan perangkat pembelajaran diperlukan tiga

    kriteria: kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan. Ketiga kriteria ini mengacu

    pada kriteria kualitas hasil penelitian pengembangan yang dikemukakan oleh

    Van den Akker dan kriteria kualitas produk yang dikemukakan oleh Nieveen.

    Van den Akker (Rochmad, 2011: 13) menyatakan bahwa dalam

    penelitian pengembangan model pembelajaran perlu kriteria kualitas yaitu

    kevalidan (validity), kepraktisan (practically), dan keefektifan (effectiveness).

    Nieveen (Rochmad, 2011: 13) menyatakan bahwa mutu produk-produk

    pendidikan ditunjukkan dari sudut pandang pengembangan materi

    pembelajaran, tetapi juga mempertimbangkan tiga aspek mutu (validitas,

    kepraktisan, dan keefektifan) dapat digunakan pada rangkaian produk

    pendidikan yang lebih luas.

    a. Kevalidan

    Validitas dalam penelitian pengembangan meliputi validitas isi dan

    validitas konstruk. Van den Akker (Rochmad, 2011: 14) menyatakan

    bahwa validitas mengacu pada tingkat desain intervensi yang

    didasarkan pada pengetahuan state-of-the art (validitas isi) dan

    berbagai macam komponen dari intervensi berkaitan satu dengan

    lainnya (validitas konstruk). Model pembelajaran yang dikembangkan

    dikatakan valid jika model berdasarkan teori yang memadai (validitas

  • 57

    isi) dan semua komponen model pembelajaran satu sama lain

    berhubungan secara konsisten (validitas konstruk). Indikator yang

    digunakan untuk menyatakan bawah model pembelajaran yang

    dikembangkan adalah valid adalah :

    1) Validitas isi. Validasi isi menunjukkan bahwa model yang

    dikembangkan didasarkan pada kurikulum atau model

    pembelajaran yang dikembangkan berdasar pada rasional

    teoretik yang kuat.

    2) Validasi konstruk. Validasi konstruk menunjukkan konsistensi

    internal antar komponen-komponen model. Pada validasi

    konstruk ini dilakukan serangkaian kegiatan penelitian untuk

    memeriksa apakah komponen model yang satu tidak

    bertentangan dengan komponen lainnya.

    b. Kepraktisan

    Dalam penelitian pengembangan model, Van den Akker

    (Rochmad, 2011: 15) menyatakan bahwa penelitian pengembangan

    bertujuan untuk keduanya, kontribusi ilmiah dan kepraktisan. Nieven

    (Rochmad, 2011: 15) mengukur tingkat kepraktisan dilihat dari

    apakah guru (dan pakar-pakar lainnya) mempertimbangkan bahwa

    materi mudah dan dapat digunakan oleh guru dan siswa. Dalam

    penelitian pengembangan model yang dikembangkan dikatakan

    praktis jika para ahli dan praktisi menyatakan bahwa secara teoretis

    model dapat diterapkan di lapangan dan tingkat keterlaksanaan model

  • 58

    termasuk kategori baik. Indikator untuk menyatakan bahwa

    keterlaksanaan model pembelajaran ini dikatakan baik adalah

    dengan melihat apakah komponen-komponen model dapat

    dilaksanakan oleh guru di lapangan dalam pembelajaran di kelas.

    c. Keefektifan

    Kemmis dan Mc Taggart mengemukakan bahwa untuk mengukur

    keefektifan pembelajaran dapat dilakukan melalui 4 cara, yaitu :

    1) melalui pengukuran skor tes siswa

    2) melalui pengamatan terhadap proses pembelajaran

    3) melalui evaluasi siswa terhadap pembelajaran

    4) melalui evaluasi formal dan khusus yang terencana.

    Jadi modul yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah modul

    bilingual yang berisi materi segiempat (persegi panjang, persegi, jajar

    genjang, belah ketupat, layang-layang, dan trapesium) dan latihan

    soal yang disusun dengan pendekatan Pendidikan Matematika

    Realistik Indonesia (PMRI) dengan mengacu pada kaidah dan syarat

    pengembangan yang sesuai dengan aturan penyusunan modul. Modul

    bilingual yang akan dikembangkan ditentukan kualitasnya

    berdasarkan 3 aspek yaitu: kevalidan, kepraktisan dan kefektifan.

  • 59

    I. Model Pengembangan ADDIE

    Model pengembangan ADDIE merupakan salah satu model

    pembelajaran yang memperlihatkan tahapan-tahapan dasar sistem

    pembelajaran yang sederhana dan mudah dipelajari (Benny A Pribadi,

    2009:125). Model ini, sesuai dengan namanya, terdiri dari lima tahap yaitu

    (A)nalysis, (D)esign, (D)evelopment, (I)mplementation, dan (E)valuation.

    Kelima tahap dalam model ADDIE perlu dilakukan secara sistematik. Model

    desain sistem pembelajaran ADDIE dengan komponen-komponennya dapat

    digambarkan dalam diagram pada Gambar 3 berikut ini.

    Gambar 3. Model ADDIE

    A

    Analysis

    D

    Development

    D

    Design

    E

    Evaluation

    I

    Implementation

    Analisis kebutuhan untuk menentukan

    masalah dan solusi yang tepat dan

    menentukan kompetensi siswa

    Menentukan kompetensi khusus, metode,

    bahan ajar, dan strategi pembelajaran

    Melakukan evaluasi program

    pembelajaran dan evaluasi hasil belajar

    Memproduksi program dan bahan ajar yang

    akan digunakan dalam program pembelajaran

    Melaksanakan program pembelajaran dengan

    menerapkan desain atau spesifikasi program

    pembelajaran

  • 60

    Berikut penjelasan dari kelima tahap model pengembangan ADDIE.

    1. Analysis (Analisis)

    Pada tahap analisis ditetapkan tujuan dari pengembangan produk

    yang akan dikembangkan. Langkah analisis terdiri dari dua tahap,

    yaitu analisis kinerja (performance analysis) dan analisis kebutuhan

    (need analysis). Pada tahap pertama, yaitu analisis kinerja dilakukan

    untuk mengetahui dan mengklarifikasi apakah masalah kinerja yang

    dihadapi memerlukan solusi berupa penyelenggaraan program

    pembelajaran atau perbaikan. Sedangkan pada tahap kedua, yaitu

    analisis kebutuhan dilakukan untuk menentukan kemampuan-

    kemampuan atau kompetensi yang perlu dipelajari oleh siswa untuk

    meningkatkan prestasi belajar dengan mengacu pada kurikulum yang

    berlaku.

    2. Design (Perancangan)

    Pada langkah design diperlukan adanya klarifikasi program

    pembelajaran yang didesain sehingga program tersebut dapat

    mencapai tujuan pembelajaran seperti yang diharapkan. Langkah

    design harus mampu menjawab pertanyaan apakah program

    pembelajaran yang didesain dapat digunakan untuk mengatasi masalah

    kesenjangan performa yang terjadi pada diri siswa.

    3. Development (Pengembangan)

    Langkah pengembangan meliputi kegiatan membuat, membeli,

    dan memodifikasi bahan ajar atau learning materials untuk mencapai

  • 61

    tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Ada dua tujuan penting

    yang perlu dicapai dalam melakukan langkah pengembangan, yaitu:

    memproduksi, membeli, atau merevisi bahan ajar yang akan

    digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah

    dirumuskan sebelumnya

    memilih media atau kombinasi media terbaik yang akan

    digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran

    4. Implementation (Implementasi)

    Tujuan utama dari tahap implementasi yang merupakan langkah

    realisasi desain dan pengembangan, adalah sebagai berikut:

    membimbing siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran

    menjamin terjadinya pemecahan masalah/solusi untuk mengatasi

    kesenjangan hasil belajar siswa

    memastikan bahwa pada akhir program pembelajaran siswa

    perlu memiliki kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan

    sikap yang diperlukan.

    5. Evaluation (Evaluasi)

    Evaluasi terhadap program pembelajaran bertujuan untuk

    mengetahui beberapa hal, yaitu :

    sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran secara keseluruhan

    peningkatan kompetensi dalam diri siswa yang merupakan

    dampak dari keikutsertaan dalam program pembelajaran

  • 62

    keuntungan yang dirasakan oleh sekolah akibat adanya

    peningkatan kompetensi siswa setelah mengikuti program

    pembelajaran

    J. Penelitian yang Relevan

    Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:

    1. Penelitian yang dilakukan oleh Linggasta dari Universitas Negeri

    Yogyakarta dalam skripsinya yang berjudul Pengembangan Bahan

    Ajar Matematika Berbasis Matematika Realistik pada Materi Bangun

    Datar untuk Siswa SMP Kelas VII Semester 2 pada tahun 2011.

    2. Penelitian yang dilakukan oleh Yayu Marisyafani dari Universitas

    Negeri Yogyakarta dalam skripsinya yang berjudul Pengembangan

    Student Worksheet Berbahasa Inggris Berbasis Kontruktivisme dengan

    Pendekatan Pemecahan Masalah Pada Pembelajaran Matematika SMP

    Kelas VIII Program Bilingual Materi Teorema Pythagoras pada tahun

    2011.

    K. Kerangka Berpikir

    Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa

    banyak perubahan di hampir semua aspek kehidupan yang menuntut adanya

    sistem mutu yang berskala Internasional dan telah memunculkan persaingan

    yang sangat ketat antarbangsa. Tuntutan tersebut telah membawa konsekuensi

    serta dampak terhadap pemerintah dan dunia pendidikan. Oleh karena itu,

  • 63

    sekolah sebagai lembaga pendidikan diharapkan dapat mempersiapkan para

    siswanya untuk siap bersaing, berperan aktif, efektif dan cerdas menyikapi

    perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu alternatif yang

    dianggap mampu menghadapi tantangan tersebut adalah implementasi

    program kelas bilingual atau kelas dengan dua pengantar bahasa yaitu bahasa

    Indonesia dan bahasa Inggris dalam pembelajaran sains dan matematika.

    Dalam pengimplementasian kebijakan pembelajaran matematika

    bilingual masih memerlukan pembenahan secara terus-menerus untuk

    meningkatkan kualitas dari berbagai hal. Salah satu diantaranya adalah

    penyediaan bahan ajar berbahasa inggris. Modul sebagai salah satu bahan

    ajar dalam mathematics student centered learning di kelas bilingual

    ketersediaannya masih terbatas dan umumnya modul yang tersedia kurang

    membantu siswa dalam menyelesaikan hal-hal yang bersifat abstrak. Oleh

    karena itu, dalam penelitian ini akan disusun dan dikembangkan modul

    bilingual dengan pendekatan PMRI. Siswa akan disajikan dengan masalah-

    masalah kontekstual, yaitu masalah-masalah yang berkaitan dengan situasi

    realistik yang tentunya akan lebih memudahkan siswa dalam memahami

    konsep matematika yang bersifat abstrak.

    Pengembangan modul dilakukan dengan model penelitian

    pengembangan Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation

    (ADDIE). Materi yang akan dikembangkan dalam modul adalah segiempat

    untuk siswa SMP kelas VII semester genap. Modul yang disusun harus

    memenuhi kualitas modul yang ditetapkan, yakni kevalidan, keefektifan, dan

  • 64

    kepraktisan. Modul bilingual yang disusun dengan pendekatan PMRI pada

    materi segiempat untuk siswa SMP kelas VII semester genap yang dihasilkan

    dalam penelitian ini, diharapkan dapat memudahkan siswa dalam belajar

    matematika sehingga pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan

    menyenangkan (PAIKEM) dapat terwujud serta dapat meningkatkan kualitas

    pembelajaran matematika di kelas bilingual.

  • 65

    Skema Pengembangan Modul

    Tahap analisis

    Tahap design

    Tahap evaluasi

    Tahap

    Pengem-

    bangan

    Tahap implementasi

    Produk akhir

    Uji coba pembelajaran

    Masukan dan catatan

    Revisi

    Produk awal

    Validasi produk

    Analisis kurikulum

    Analisis karakteristik siswa

    Merancang garis besar isi modul

    Menyiapkan buku-buku referensi

    Menentukan spesifikasi modul

    Menyusun modul

    Menyusun instrument penilaian modul

    Revisi 1 Revisi 2 Revisi 3

    Gambar 4. Skema Pengembangan Modul