Pengendalian Pencemaran Udara Oleh Kadmium (CD) Menuju Makassar Green City

18
PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA OLEH KADMIUM (Cd) MENUJU MAKASSAR GREEN CITY Arpan Tombili I. PENDAHULUAN Geliat pembangunan dan pertumbuhan kota terjadi di negara- negara berkembang, termasuk di Indonesia. Kota- kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Pekanbaru, Bandung, dan Makassar mengalami pertumbuhan yang sangat pesat pula, dan urbanisasi menjadi salah satu penyebab yang perlu mendapat perhatian. Peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan kebutuhan lahan meningkat. Pertumbuhan kota yang demikian tentu akan mengakibatkan degradasi lingkungan. Persebaran lahan terbangun yang sangat luas mengakibatkan inefisiensi jaringan transportasi, didukung dengan pembangunan infrastur industri dapat berdampak pada meningkatnya polusi udara perkotaan, serta berimplikasi terhadap timbulnya berbagai permasalahan perkotaan lainya seperti kemacetan, banjir, permukiman kumuh, dan kesenjangan sosial. Beberapa tahun terakhir, permasalahan perkotaan semakin berat karena hadirnya fenomena perubahan iklim, yang menuntut kita semua untuk memikirkan secara lebih seksama. dan mengembangkan gagasan cerdas yang dituangkan ke dalam kebijakan dan program yang lebih komprehensif sekaligus realistis sebagai solusi perubahan iklim (BKPRN, 2012) Berdasarkan keadaan tersebut, dalam melakukan perencanaan kota di butuhkan pendekatan konsep perencanaan yang berkelanjutan, salah satunya adalah konsep “Green City” atau kota ekologis yang juga dapat dikatakan sebagai kota yang sehat. Maksud dari Green City adalah terwujudnya keseimbangan antara pembangunan dan perkembangan kota dengan kelestarian 0

description

Pengendalian Pencemaran Udara, Kadmium (Cd), Makassar Green City

Transcript of Pengendalian Pencemaran Udara Oleh Kadmium (CD) Menuju Makassar Green City

Page 1: Pengendalian Pencemaran Udara Oleh Kadmium (CD) Menuju Makassar Green City

PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA OLEH KADMIUM (Cd) MENUJU MAKASSAR GREEN CITY

Arpan Tombili

I. PENDAHULUAN

Geliat pembangunan dan pertumbuhan kota terjadi di negara- negara berkembang, termasuk di Indonesia. Kota- kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Pekanbaru,  Bandung, dan Makassar mengalami pertumbuhan yang sangat pesat pula, dan urbanisasi menjadi salah satu penyebab yang perlu mendapat perhatian. Peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan kebutuhan lahan meningkat. Pertumbuhan kota yang demikian tentu akan mengakibatkan degradasi lingkungan. Persebaran lahan terbangun yang sangat luas mengakibatkan inefisiensi jaringan transportasi, didukung dengan pembangunan infrastur industri dapat berdampak pada meningkatnya polusi udara perkotaan, serta berimplikasi terhadap timbulnya berbagai permasalahan perkotaan lainya seperti kemacetan, banjir, permukiman kumuh, dan kesenjangan sosial. Beberapa tahun terakhir, permasalahan perkotaan semakin berat karena hadirnya fenomena perubahan iklim, yang menuntut kita semua untuk memikirkan secara lebih seksama. dan mengembangkan gagasan cerdas yang dituangkan ke dalam kebijakan dan program yang lebih komprehensif sekaligus realistis sebagai solusi perubahan iklim (BKPRN, 2012)

Berdasarkan keadaan tersebut, dalam melakukan perencanaan kota di butuhkan pendekatan konsep perencanaan yang berkelanjutan, salah satunya adalah konsep “Green City” atau kota ekologis yang juga dapat dikatakan sebagai kota yang sehat. Maksud dari Green City adalah terwujudnya keseimbangan antara pembangunan dan perkembangan kota dengan kelestarian lingkungan. Kota sehat juga merupakan suatu kondisi dari suatu kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat untuk dihuni penduduknya dengan mengoptimalkan potensi sosial ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan forum masyarakat, difasilitasi oleh sektor terkait dan sinkron dengan perencanaan kota. Untuk dapat mewujudkannya, diperlukan usaha dari setiap individu anggota masyarakat dan semua pihak terkait. Salah satu yang perlu mendapat perhatian dalam pengembangan konsep Green City di suatu wilayah perkotaan termasuk di Kota Makassar adalah pengendalian pencemaran udara akibat aktifitas di perkotaan, baik aktifitas industri, transportasi, dan sebagainya.

Kota Makassar merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Hal ini terjadi karena Kota Makassar merupakan pusat kawasan strategis nasional di kawasan timur Indonesia. Tingginya laju perkembangan transportasi di kota Makassar tidak dibarengi dengan perluasan dan pertambahan jalan serta penanaman tanaman pelindung sehingga berimplikasi terhadap kemacetan dimana konsentrasi

0

Page 2: Pengendalian Pencemaran Udara Oleh Kadmium (CD) Menuju Makassar Green City

polutan meningkat. Selain itu, munculnya beberapa industri khususnya yang menggunakan bahan kimia dan logam berat di Kota Makassar juga merupakan penyumbang sebagian besar pencemaran udara dalam suatu lingkungan. Hasil penelitian analisis kualitas udara ambient Kota Makassar yang dilakukan oleh Andi Susilawaty dan Ruslan La Ane (2009), menyimpulkan bahwa dari 5 parameter yang di ukur (CO, O3, NO2, SO2 dan Debu/Partikulat), umumnya udara kota Makassar masih memenuhi standar baku mutu sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemar Udara, kecuali Debu, dimana sumber pencemar utama berasal dari aktifitas transportasi dan industri. Keberadaan debu dan partikel di udara juga perlu diperhatikan, karena beberapa logam berat juga dapat ditemukan bersama dengan partikel/debu (Kvietkus, K., J. Šakalys, dan D. Valiulis, 2011; Cakmak, S., et. al., 2014). Penelitian lain yang juga mendukung keberadaan polutan berbahaya di udara Kota Makassar dilakukan oleh Nurhayu Malik (2013), yang menemukan akumulasi konsentrasi logam tembaga (Cu) pada tanaman asam keranji (Pitchelobium dulce) dan ketapang (Terminalia catappa L.) di PT. KIMA, Makassar. Walaupun konsentrasi bahan polutan pada umumnya masih dalam ambang batas, namun mengingat perilaku polutan di udara dan lingkungan yang cenderung bergerak dan berubah seiring waktu, serta dengan mempertimbangkan perkembangan sektor transportasi dan industri di Kota Makassar dalam beberapa tahun terakhir, maka pemantauan kualitas dan pengendalian pencemaran udara di Kota Makassar perlu terus dioptimalkan dalam mewujudkan “Makassar Green City”.

II. KADMIUM (Cd)

Kadmium (Cd) ini pertama kali ditemukan oleh seorang ilmuan Jerman bernama Friedric Strohmeyer pada tahun 1817. Logam kadmium (Cd) ini ditemukan dalam bebatuan calamine (seng karbonat). Nama Kadmium sendiri diambil dari nama latin “calamine” yaitu “cadmia”. Kadmium (Cd) adalah logam alami terletak di Tabel Periodik Unsur antara seng (Zn) dan merkuri (Hg), dengan sifat kimia mirip dengan seng (Zn). Kadmium (Cd) merupakan salah satu jenis logam berat. Dikatakan logam berat karena memiliki densitas lebih besar dari 5 g/cm3. Sebagian logam berat termasuk Kadmium (Cd), merupakan zat pencemar yang sangat berbahaya. Afinitasnya yang tinggi terhadap S menyebabkan logam ini menyerang ikatan S dalam enzim, sehingga enzim yang bersangkutan menjadi tidak aktif. Gugus karboksilat (-COOH) dan amina (-NH) juga bereaksi dengan logam berat. Kadmium (Cd) seperti halnya logam berat lainnya adalah unsur alami dari kerak bumi. merupakan logam yang stabil dan tidak bisa rusak atau hancur, oleh karena itu cenderung menumpuk dalam tanah dan sedimen . Mengingat adanya transport polutan melalui mekanisme evaporasi di lingkungan maka perlu untuk mempertimbangkan keberadaan unsur logam berat di udara, salah satunya adalah logam berat kadmium. Sebelum tahun 1960-an, sekitar 600 metrik ton diproduksi setiap tahun di Amerika Serikat, dan sekitar 150 metrik ton diimpor (U. S. Geological Survey, 2012 dalam Bernhoft, R. A., 2013).

1

Page 3: Pengendalian Pencemaran Udara Oleh Kadmium (CD) Menuju Makassar Green City

II.1.Karakteristik Kadmium

Kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan Kadmium Oksida bila dipanaskan. Kadmium (Cd) umumnya terdapat dalam kombinasi dengan klor (Cd Klorida) atau belerang (Cd Sulfit). Kadmium membentuk Cd2+ yang bersifat tidak stabil. Cd memiliki nomor atom 40, berat atom 112,4, titik leleh 321°C, titik didih 767°C dan memiliki masa jenis 8,65 g/cm3. Logam Kadmium bersifat tahan terhadap panas dan korosi. Unsur ini dapat dengan mudah dipotong dengan pisau, hampir dalam banyak hal sifatnya mirip Seng, penanganannya harus hati-hati karena uap dari kadmium sangat berbahaya. Berdasarkan sifat-sifat fisiknya, kadmium (Cd) merupakan logam yang lunak dapat dibentuk, berwarna putih seperti putih perak. Logam ini akan kehilangan kilapnya bila berada dalam udara yang basah atau lembab serta cepat akan mengalami kerusakan bila dikenai uap amoniak (NH3) dan sulfur dioksida (SO2). Kadmium digunakan untuk elektrolisis, bahan pigmen untuk industri cat, enamel dan plastik. Logam kadmium (Cd) biasanya selalu dalam bentuk campuran dengan logam lain terutama dalam pertambangan timah hitam dan seng, industri logam campuran, pemurnian Seng (Zn), pestisida, dan lain-lain (Istarani, F. dan Ellina S.P., 2014).

II.2.Sumber-Sumber KadmiumKadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang tersimpan

secara alami di alam dalam kerak bumi. Kandungan kadmium dalam kerak bumi relatif kecil (sekitar 0,15–0,2 μg/g). Kandungan kadmium di alam dapat meningkat karena proses alamiah seperti letusan gunung berapi maupun aktifitas manusia (antropogenik) seperti pembakaran batubara, pembakaran sampah (Jones, C., 2008), berbagai aktifitas industri, pertanian, pertambangan, dan bahkan pembakaran sampah perkotaan (tergantung pada komposisi sampah yang dibakar) juga merupakan sumber pencemaran kadmium (Darmono, 2010). Jumlah normal Kadmium dalam tanah berada dibawah 1 ppm, tetapi angka tertinggi (1.700 ppm) pernah dijumpai pada permukaan tanah yang berada dekat pertambangan Zinkum (Zn). Kadmium lebih mudah diakumulasi oleh tanaman dibandingkan dengan ion logam berat lainnya seperti Plumbum. Kadmium banyak digunakan dalam aplikasi industri misalnya untuk menyepuh dengan listrik logam lainnya, dalam produksi cat dan plastik, dan penggunaan baterai nikel-kadmium. Logam juga lolos ke lingkungan pada proses pembakaran dan tembakau/rokok (Blanchfield, D.S., et al, 2011). Kadar dan kadmium dalam ginjal secara konsisten lebih tinggi pada perokok dibandingkan bukan perokok. Inhalasi akibat paparan industri dapat menghasilkan pneumonitis kimia

2

Page 4: Pengendalian Pencemaran Udara Oleh Kadmium (CD) Menuju Makassar Green City

yang akut. Pada kegiatan pertambangan biasanya kadmium ditemukan dalam bijih mineral diantaranya adalah sulfida green ockite (xanthochroite), karbonat otative, dan oksida kadmium. Mineral-mineral ini terbentuk berasosiasi dengan bijih sfalerit dan oksidanya, atau diperoleh dari debu sisa pengolahan lumpur elektrolit (Herman, 2006 dalam Istarani, F. dan Ellina S.P., 2014), Kontaminasi obat-obatan dan makanan suplemen juga dapat menjadi sumber kontaminasi (Abernethy, D. R., 2010 dalam Bernhoft, R. A., 2013).

II.3.Keberadaan Kadmium di UdaraKeberadaan Kadmium di lingkungan umumnya terdeteksi di

hampir semua sampel air, udara, dan makanan. Unsur logam ini yang paling sering terjadi di udara sebagai Cadmium Sulfit (CdS) (Blanchfield, D.S., et all, 2011), CdO dan CdCl2. Kadar kadmium di atmosfer biasanya berkisar pada 0,5 μg/m3. Keberadaan kadmium di atmosfer dapat terjadi secara langsung maupun melalui mekanisme evaporasi dalam transport bahan polutan dari perairan ke udara. Di AS diperkirakan mencapai 25.000 ton di atmosfer, 50% dari yang berasal aktifitas manusia (Jones, C., 2008). Kadmium dan senyawa oksidanya merupakan bentuk senyawa Cd yang paling banyak ditemukan di udara. Bentuk senyawa tersebut merupakan senyawa yang paling toksik, begitu pula bentuk kloridanya (CdCl2) yang dibebaskan ke udara dari pembakaran sampah.

Terkait dengan pencemaran kadmiun akibat aktifitas industri dengan pembakan unsur Cd dalam suhu panas yang melepaskan senyawa maupun elemen logam ke udara melalui cerobong asap, bentuk partikel logam tersebut melayang di atmosfer. Bagian luar dari asap tersebut biasanya berupa H2SO4 yang mengikat elemen butiran logam Cd yang berdiameter 0,1-1 μm. Partikel kecil tersebut akan dengan mudah terbawa oleh angin, namun pada titik tertentu akan turun ke tanah ataupun badan air, ataupun langsung mengkontaminasi makhluk hidup termasuk manusia. Pada aktifitas pertambangan terjadi pelepasan kadmium pada proses peleburan (smelting) dan pemurnian logam, utamanya jenis logam non-ferous (bukan besi) seperti tembaga dan nikel. Seiring dengan kebijakan pemerintah yang mengharuskan pembuatan smelter untuk peleburan logam, maka pencemaran kadmium akibat aktifitas pertambangan perlu mendapat perhatian. Transport bahan polutan di udara sangat bergantung pada sifat fisik dan kimia yang dimiliki logam bersangkutan, ukuran partikel yang terbentuk, kondisi cuaca, perubahan arah angin dan kecepatan angin. Elemen logam di udara dapat terambil/hilang melalui proses deposit kering (pengendapan, intersepsi, impaksi dan difusi) dan deposit basah (presipitasi/hujan). Menurut Cawse (1981), kecepatan deposit kering dari kadmium dengan nilai 0,1. Pada proses presipitasi, kelarutan gas di udara merupakan parameter penting. Pada umunya kadmium terlarut dalam butiran air di

3

Page 5: Pengendalian Pencemaran Udara Oleh Kadmium (CD) Menuju Makassar Green City

udara dan terbawa dalam jarak tertentu sebelum akhirnya turun ke permukaan (Darmono, 2010).

II.4.Kegunaan dan Manfaat Kadmium

Di sektor pertanian dan peternakan, kadmium digunakan sebagai tambahan pupuk fosfat pada tanaman budidaya yang dapat meningkatkan produktifitas tanaman atau produk pertanian. Pada ternak unggas, digunakan sebagai campuran mineral yang ditambahkan pada pakan ternak. Dari sektor industri, pabrik pelapisan logam adalah yang paling banyak menggunakan menggunakan kadmium murni sebagai pelapis logam, begitu juga dengan pabrik yang membuat Ni-Cd batterei. Senyawa kadmium juga digunakan dalam fosfor tabung TV hitam-putih dan fosfor hijau dalam TV berwarna. Bentuk garam kadmium banyak digunakan dalam proses fotografi, pembuatan gelas dan campuran perak, produksi foto-elektrik, foto-konduktor, dan fosforus. Sedangkan kadmium asetat banyak digunakan pada proses industri porselen dan keramik. Dari sektor pertambangan, kadmium banyak digunakan pada peleburan dan pemurnian logam non-ferous (bukan besi) seperti tembaga dan nikel. Di masa silam, kadmium bahkan digunakan dalam pengobatan syphilis dan malaria (Slamet, J. S., 2011).

III. DAMPAK LINGKUNGAN PENCEMARAN KADMIUM

Logam berat Kadmium bergabung bersama Timbal dan Merkuri dikenal sebagai The Big Three Heavy Metal yang memiliki tingkat bahaya yang tinggi pada lingkungan utamanya pada kesehatan manusia. Keberadaan kadmium di alam berhubungan erat dengan hadirnya logam Pb dan Zn. Dalam industri pertambangan Pb dan Zn, proses pemurnian selalu memperoleh hasil samping kadmium yang terbuang ke lingkungan utamanya di perairan. Logam berat kadmium (Cd) memasuki badan perairan dari berbagai macam kegiatan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Masuknya bahan pencemar berupa kandungan logam berat tersebut sangat merugikan bagi kehidupan terutama bagi biota perairan termasuk biota laut, karena semua perairan pada akhirnya akan bermuara ke laut. Salinitas juga dapat mempengaruhi keberadaan logam berat di perairan, bila terjadi penurunan salinitas karena adanya proses desalinasi maka akan menyebabkan peningkatan daya toksik logam berat dan tingkat bioakumulasi logam berat semakin besar (Erlangga, 2007 dalam Yudiati, E., 2009). Logam berat kadmium dilepaskan ke udara dalam bentuk emisi baik secara alami maupun akibat aktifitas manusia khususnya aktifitas industri yang menggunakan unsur logam tersebut dalam prosesnya dengan paparan suhu tinggi (pemanasan). Sedangkan keberadaan logam berat kadmium dalam tanah (khususnya tanah pertanian) juga terjadi secara alamiah akibat proses sedimentasi batuan yang mengandung kadmium atupun akibat aktifitas manusia melalui penggunaan pupuk fosfat yang biasanya mengadung kadmium dengan kadar yang tinggi. Keberadaan kadmium di udara telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya.

4

Page 6: Pengendalian Pencemaran Udara Oleh Kadmium (CD) Menuju Makassar Green City

Buangan limbah industri yang mengandung bahan berbahaya dengan toksisitas yang tinggi dan kemampuan biota laut untuk menimbun logam-logam bahan pencemar langsung terakumulasi secara fisik dan kimia kemudian mengendap di dasar perairan. Metabolisme bahan berbahaya terjadi melalui rantai makanan secara biologis yang disebut bioakumulasi. Kadar logam berat yang terdapat dalam tubuh organisme perairan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar logam berat yang terdapat dalam lingkungan hidupnya. Unsur-unsur logam berat dapat masuk ke dalam tubuh organisme dengan tiga cara, yaitu melalui rantai makanan, insang, dan difusi melalui permukaan kulit. Bahaya akibat pencemaran logam berat kadmium di lingkungan yang paling mengkhawatirkan adalah apabila pencemaran/kontaminasi tersebut telah sampai pada organisme tingkat rendah dan menengah dalam lingkungan yang juga berarti bahwa kontaminasi tersebut telah masuk pada siklus/rantai makanan, dimana manusia dan organisme tingkat atas lainnya juga dapat terkontaminasi.

Hasil penelitian dalam beberapa tahun terakhir telah memperjelas keberadaan logam berat kadmium di lingkungan serta dampaknya terhadap penurunan kualitas lingkungan. Dalam beberapa penelitian, asap (smog) yang dihasilkan oleh industri terdiri dari partikel dengan ukuran 10-100 μm, namun yang memberikan efek yang paling besar terhadap lingkungan dan kesehatan adalah partikel dengan ukuran <2,5 μm , karena dapat mengandung Cd, Pb dan PAH. Polusi udara yang juga perlu mendapat perhatian adalah partikel yang berukuran ≈ 0,1-1 μm, karena walaupun dalam jumlah sedikit di udara tetapi sebagian besar partikel tersebut mengandung senyawa organik. Penelitian yang dilakukan di Los Angeles, 3% dari partikel tersebut berasal dari asap rokok dan mengandung sedikitnya 117 senyawa organik. (Crosby, 1998 dalam Slamet, J. S., 2009). Penelitian terkait deposit logam di udara yang dilakukan oleh K. Kvietkus, J. Šakalys, dan D. Valiulis (2011) di Lithuania, menunjukan bahwa konsentrasi unsur antropogenik (salah satunya adalah kadmium) lebih tinggi selama periode musim dingin. Penelitian yang dilakukan oleh Sabit Cakmak, dkk (2014), menemukan adanya komposisi logam berat (termasuk kadmium) dalam bentuk PM2.5-logam khususnya di dekat pabrik baja di Sault Ste. Marie, Ontario, Kanada. Penelitian yang dilakukan oleh Ervia Yudiati, dkk (2009) di Laboratorium Budidaya Laut (Marine Culture Laboratory), Marine Station Teluk Awur, Jepara, menunjukan bahwa toleransi Udang Vaname (Litopeneus vannamei) terhadap logam kadmium menurun sejalan dengan penurunan tingkat salinitas.

Penelitian yang dilakukan oleh H. Zailina, dkk (2014) pada masyarakat pedesaan dan perkotaan di malaysia, menunjukkan adanya kontaminasi kadmium pada sumber air bersih perkotaan yang ditunjukkan dengan peningkatan kadar kadmium dalam urin pada masyarakat perkotaan. Penelitian biomonitoring lainnya dilakukan oleh Monica Interdonato, dkk (2014) pada kawasan industri Milazzo-Valle del Mela, Italia yang menyimpulkan adanya pencemaran kadmium di kawasan tersebut yang ditunjukkan dengan meningkatkan kadar kadmium dalam urin remaja yang tinggal di kawasan industri tersebut. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan

5

Page 7: Pengendalian Pencemaran Udara Oleh Kadmium (CD) Menuju Makassar Green City

oleh Dominggus Rumahlatu (2011) di perairan pulau Ambon, menunjukkan bahwa perairan pulau Ambon telah tercemar logam berat kadmium (Cd). Pencemaran kadmium pada tanah pertanian (sawah) juga pernah terjadi di kabupaten Karanganyar Jawa Tengah pada tahun 2004. Kadar kadmium di sawah mencapai 0,21–0,40 mg/kg, sementara ambang batas kadmium di tanah 0,50 mg/kg. Kasus ini diduga karena pabrik-pabrik yang ada di sekitar sawah membuang limbahnya ke saluran irigasi yang digunakan untuk mengairi sawah. Paling tidak ada sekitar lima belas industri yang dicurigai sebagai penyebab terjadinya pencemaran (Supriharyono 2009).

IV. DAMPAK KESEHATAN PENCEMARAN KADMIUM

Efek biologis suatu polutan merupakan resultante akhir dri proses yang panjang, yakni antara homeostatis tubuh dan polutan/racun. Apabila homeostatis ini tidak mampu mengatasi toksisitas racun karena berbagai hal seperti dosis yang terlalu tinggi, paparan dalam konsentrasi yang pekat dan kontinyu, status gizi yang kurang baik, maka akan terjadi efek dalam tubuh manusia (Seperti halnya beberapa jenis logam berat lainnya, kadmium merupakan jenis logam berat yang sangat berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Bagi tubuh manusia, Kadmium sebenarnya merupakan logam asing. Tubuh sama sekali tidak memerlukannya dalam proses metabolisme. Paparan kadmium pada manusia umumnya melalui inhalasi atau ingesti, walaupun dapat juga melalui kulit. 10-50% dari debu kadmium dihirup dapat diserap, tergantung pada ukuran partikel. Penyerapan melalui kontak kulit dapat diabaikan. Sekitar 5-10% kadmium yang tertelah juga dapat diserap, hal ini tergantung pada ukuran partikel. Setelah diabsopsi, kadmium diangkut ke seluruh tubuh, unsur ini biasanya terikat pada kelompok senyawa yang mengandung protein sulfhidril seperti metallothionein. Sekitar 30% tersimpan di hati dan 30% di ginjal, dan sisanya didistribusikan ke seluruh tubuh, dengan waktu paruh 25 tahun. keberadaan kadmium dalam darah diperkirakan pada rentang waktu 75-128 hari, setelah itu di deposisi pada organ tubuh lainnya. Efek klinis dan toksisitas kadmium tergantung pada rute, kuantitas, dan tingkat paparan. Organ utama yang terdampak racun kadmium pada manusia adalah ginjal. Kadmium dalam tubuh disimpan di ginjal wilayah tubulus. Penderita diabetes lebih rentan terhadap kerusakan tubulus ginjal dari paparan kadmium (Bernhoft, R. A., 2013).

Kadmium sangat beracun bagi manusia dan dapat diabsorbsi tubuh dalam jumlah yang tidak terbatas, karena tidak adanya mekanisme tubuh yang membatasinya. Kadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal. Kontaminasi kadmium pada konsentrasi rendah berefek terhadap gangguan pada paru-paru, emphysema dan ginjal yang kronis. Plasma enzim yang diketahui dihambat oleh kadmium adalah aktifitas dari enzim alfa-antitripsin. Terjadinya defisiensi enzim ini dapat menyebabkan emfisema pada paru dan hal ini merupakan salah satu gejala gangguan paru akibat keracunan

6

Page 8: Pengendalian Pencemaran Udara Oleh Kadmium (CD) Menuju Makassar Green City

kadmium. Kasus toksisitas kadmium telah dilaporkan sejak pertengahan tahun 1980-an dan kasus tersebut semakin meningkat sejalan dengan perkembangan ilmu kimian di akhir abad 20-an.

Hasil penelitian dalam beberapa tahun terakhir telah mengkonfirmasi bahaya kontaminasi polusi akibat logam berat kadmium bagi kesehatan. Penelitian yang dilakukan oleh Sabit Cakmak, dkk (2014), menunjukan bahwa peningkatan kadar kalsium, kadmium, timah, strontium, vanadium dan seng signifikan secara statistik berhubungan dengan peningkatan denyut jantung 1-3 denyut per menit, meningkat dari 1-3 mmHg tekanan darah dan/atau menurun hingga 4% untuk kapasitas total paru. Penelitian eksperimen pada tikus jantan dewasa yang dilakukan oleh Duyilemi C. A., dkk (2014) menemukan bahwa interaksi antara kadmium dan nikotin meningkatkan bioakumulasi Cd2+ yang berhubungan dengan penurunan berat badan, fungsi motorik, dan peningkatan kecemasan organisme percobaan. Kadmium dan diazinon disebabkan juga perubahan struktural yang signifikan dalam testis tikus percobaan, hal ini dapat mempengaruhi reproduksi pada tikus jantan (Adamkovicova, M., 2014). Kadmium juga ditemukan pada jaringan payudara penderita kanker payudara di Iran bersama logam timbal, merkuri dan selenium, walaupun dalam konsentrasi yang sangat minim dan tidak dapat disimpulkan sebagai penyebab utama kanker payudara, namun hal ini perlu pula mendapat perhatian (Mohammadi, M., Alireza R. B., dan Saber K., 2014). Mekanisme toksisitas kadmium dalam tulang meliputi stimulasi faktor pertumbuhan fibroblast yang menginduksi fosfaturia dan mengurangi serapan fosfat, yang menyebabkan osteomalacia, sehingga mendorong osteoporosis. Kadmium juga mengurangi tingkat serum osteocalcin, menginduksi calciuria, meningkatkan resorpsi tulang dan mengurangi kepadatan mineral tulang pada anak-anak yang terpapar kadmium (Bernhoft, R. A., 2013).

Kasus Pencemaran Kadmium di Jepang (Itai-itai Disease) merupakan bukti nyata bahaya pencemaran kadmium di lingkungan. Itai-itai disease yang terjadi di Jepang pertama kali ditemukan pada area yang sangat tercemar di lembah sungai Jinzu, terletak di Prefektur Toyama, Jepang. Penyakit ini sendiri menunjukkan gejala nephropathy dan osteomalacia. Kedua penyakit ini merupakan penyakit yang timbul akibat adanya kandungan kadmium dalam tubuh. Dinas kesehatan setempat atau Public Welfare Office of Toyama (Dinas Kesejahteraan Masyarakat Toyama) mengidentifikasi area yang terpolusi Cd bahwa sejak tahun 1967, 97% dari 132 penduduk yang meninggal dunia adalah korban itai-itai disease (Kawano et al, 1984 dalam Istarani, F. dan Ellina S.P., 2014). Kasus keracunan kadmium ini terjadi di saat Jepang sedang gencar memproduksi senjata untuk kebutuhan militer. Penambangan yang dilakukan Mitsui Mining and Smelting Co., Ltd secara tidak langsung membuat penderitaan penduduk di sungai Jinzu menjadi efek yang berkepanjangan. Karena efek yang akut, para pasien itai-itai disease merasakan rasa sakit luar biasa akibat keracunan kadmium selama akhir sisa umurnya. Banyak pula kasus meninggalnya pasien yang terkena penyakit ini setelah mengkonsumsi air sungai Jinzu serta memakan beras yang diirigasi

7

Page 9: Pengendalian Pencemaran Udara Oleh Kadmium (CD) Menuju Makassar Green City

oleh sungai tersebut. Terjadinya paparan pada masyarakat pada umumnya akibat mengkonsumsi padi (beras) hasil pertanian setempat. Hal ini juga mengkonfirmasi bahwa keracunan kadmium dapat melalui oral/mulut (ingesti) yang berlanjut ke pencernaan dan organ lainnya.

Perlu diperhatikan bahwa pengobatan klinis terhadap penderita keracunan kadmium (Cd) saat ini belum tersedia. Upaya yang dapat dilakukan adalan dengan preventif. Antisipasi pencegahan suatu kasus keracunan kadmium perlu dilakukan dengan pengamatan kondisi lingkungan. Bila suatu kawasan mulai dipergunakan sebagai kawasan industri dan pertambangan, maka perlu dipikirkan relokasi penduduk ke daerah lain yang lebih bersih. Selain itu, pengamatan dan pemantauan produk makanan terhadap kandungan logam berbahaya dan beracun juga perlu dilakukan (Darmono, 2010).

V. UPAYA-UPAYA PENURUNAN KADAR KADMIUM DI UDARA MENUJU GREEN CITY

Kota- kota besar di Indonesia seperti makassar perlu secara cermat mengatasi persoalan ledakan penduduk perkotaan akibat urbanisasi dan perkembangan segala sektor pembangunan transportasi, perdagangan perindustrian, dll. Perkembangan tersebut tentulah merupakan suatu hal yang positif, namun juga mempunyai implikasi negatif terhadap tata guna lahan dan kenyamanan hunian yang menjadikan suatu kawasan perkotaan menjadi layak huni di masa mendatang. Misi kota hijau sebenarnya tidak hanya sekedar “menghijaukan” kota. Lebih dari itu adalah terwujudnya suatu tatanan kota yang ramah lingkungan berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan berimbang dan berkelanjutan baik secara lingkungan, sosial dan ekonomi. Kota Makassar merupakan pusat kawasan strategis nasional di kawasan timur Indonesia, yang menjadi rujukan dan jalur utama aktifitas di Kawasan Timur Indonesia, seperti pendidikan, perekonomian, perdagangan dan budaya. Tingginya laju perkembangan transportasi di kota Makassar tidak dibarengi dengan perluasan dan pertambahan jalan serta penanaman tanaman pelindung sehingga berimplikasi terhadap kemacetan dimana konsentrasi polutan meningkat. Selain itu, perkembangan industri di Kota Makassar juga merupakan penyumbang sebagian besar pencemaran udara dalam suatu lingkungan.

Terkait dengan pencemaran ataupun potensi pencemaran kadmium di lingkungan (khususnya udara) di kota makassar, maka dalam rangka mewujudkan makassar sebagai kota hijau, perlu mempertimbangkan beberapa hal berikut :1) Penerapan regulasi terkait dalam perencanaan dan pelaksanaan

pembangunan di segala sektor seperti infrastruktur dan tata ruang, transportasi, perindustrian, pertanian, kesehatan, penanggulangan bencana, dan sebagainya.

8

Page 10: Pengendalian Pencemaran Udara Oleh Kadmium (CD) Menuju Makassar Green City

2) Pemantauan kualitas lingkungan secara berkala (khususnya terhadap paparan logam berat di lingkungan)

3) Penanganan permasalahan lingkungan secara tepat4) Pengawasan dan penindakan terhadap aktifitas industri dan

pertambangan, khususnya yang menggunakan bahan kimia berbahaya dan beracun (B3).

5) Pengelolaan sampah secara terpadu6) Transportasi Hijau (penggunaan transportasi massal, bahan bakar

terbarukan,  mendorong penggunaan transportasi bukan kendaraan bermotor seperti berjalan kaki, bersepeda, becak, dll).

7) Menyediakan Ruang Terbuka Hijau seluas 30% dari luas kota8) Mewujudkan perilaku ramah lingkungan dalam masyarakat9) Komitmen dan partisipasi aktif seluruh elemen terkait seperti pemerintah,

sektor swasta, institusi pendidikan, masyarakat, dan stakeholder lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adamkovicova, M. 2014. Effects of Subchronic Exposure to Cadmium and Diazinon onTestis and Epididymis in Rats. The Scientific World Journal, http://dx.doi.org/10.1155/2014/632581

2. Ajonijebu, D.C., et al. 2014. Nicotine-Cadmium Interaction Alters Exploratory Motor Function and Increased Anxiety in Adult Male Mice. Journal of Neurodegenerative Diseases,http://dx.doi.org/10.1155/2014/359436

3. Bernhoft, R. A. 2013. Cadmium Toxicity and Treatment ; Review Article. The Scientific World Journal, http://dx.doi.org/10.1155/2013/394652

4. BKPRN. 2012. Gerakan Kota Hijau. Buletin Tata Ruang edisi Januari-Februari, Jakarta

5. Blanchfield, D.S., et al. 2011. Environmental Encyclopedia ; Fourth Edition. Ebook Publication by Gale, Cengage Learning

6. Cakmak, S., et al. 2014. Metal composition of fine particulate air pollution and acute changes in cardiorespiratory physiology. Journal Environmental Pollution 189, 208-214

7. Darmono. 2010. Lingkungan Hidup dan Pencemaran ; Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia

8. Interdonato, M., et al. 2014. Levels of Heavy Metals in Adolescents Living in the Industrialised Area of Milazzo-Valle del Mela (Northern Sicily). Journal of Environmental and Public Health, http://dx.doi.org/10.1155/2014/326845

9. Istarani, F. dan Ellina S.P. 2014. Studi Dampak Arsen (As) dan Kadmium (Cd) terhadap Penurunan Kualitas Lingkungan. Jurnal Teknik POMITS Vol. 3, No. 1, 53-58

9

Page 11: Pengendalian Pencemaran Udara Oleh Kadmium (CD) Menuju Makassar Green City

10. Jones, C., 2008. Atmospheric Pollution : An Early 21st Century Review. Ebook downloaded by www.bookbon.com

11. Kvietkus, K., J. Šakalys, dan D. Valiulis. 2011. Trends of Atmospheric Heavy Metal Deposition in Lithuania. Lithuanian Journal of Physics, Vol. 51. No. 4, pp. 359–369

12. Malik, Nurhayu. 2013. Analisis Kandungan Logam Tembaga (Cu) Pada Daun Asam Keranji (Pitchelobium dulce) dan Ketapang (Terminalia catapa L.) di PT. Kima, Makassar. Jurnal AGRIPLUS, Volume 23 No. 03

13. Mohammadi, M., Alireza R. B., dan Saber K. 2014. Concentration of Cd, Pb, Hg, and Se in Different Partsof Human Breast Cancer Tissues. Journal of Toxicology, http://dx.doi.org/10.1155/2014/413870

14. Rumahlatu, D. 2011. Konsentrasi Logam Berat Kadmium Pada Air, Sedimen dan Deadema setosum (Echinodermata, Echinoidea) di Perairan Pulau Ambon. Jurnal ILMU KELAUTAN, Vol. 16 (2): 78-85

15. Slamet, J. S. 2009. Toksikologi Lingkungan. Gadja Mada University Press, Yogyakarta

16. Slamet, J. S. 2011. Kesehatan Lingkungan. Gadja Mada University Press, Yogyakarta

17. Supriharyono. 2009. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

18. Susilawaty, A., dan Ruslan La Ane. 2009. Analisis Kualitas Udara Ambient Kota Makassar. Jurnal Kesehatan Volume 2 No. 4

19. Yudiati, E., dkk. 2009. Dampak Pemaparan Logam Berat Kadmium pada Salinitas yang Berbeda terhadap Mortalitas dan Kerusakan Jaringan Insang Juvenile Udang Vaname (Litopeneus vannamei). Jurnal ILMU KELAUTAN Vol. 14 (4): 29-35

20. Zailina, H., et al. 2014. Comparison of the Health Implications on the Use of As and Cd Contaminated Water Supply between Urban and Rural Communities. BioMed Research International, http://dx.doi.org/10.1155/2014/797603

10