PENGEMBANGAN STRATEGI METAKOGNISI BERBASIS …digilib.unila.ac.id/23368/3/TESIS TANPA BAB...
Transcript of PENGEMBANGAN STRATEGI METAKOGNISI BERBASIS …digilib.unila.ac.id/23368/3/TESIS TANPA BAB...
PENGEMBANGAN STRATEGI METAKOGNISI BERBASIS PROBLEMBASED LEARNING UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUAN
BERPIKIR KRITIS SISWA SMP PADA MATERIPERPINDAHAN KALOR
(TESIS)
Oleh
RINAWATI
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KEGURUAN IPAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2016
ABSTRAK
PENGEMBANGAN STRATEGI METAKOGNISI BERBASIS PROBLEMBASED LEARNING UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUAN
BERPIKIR KRITIS SISWA SMP PADA MATERIPERPINDAHAN KALOR
OlehRINAWATI
Rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa menyebabkan guru-guru sains SMPdi Provinsi Lampung menyetujui perlu dikembangkannya model PBL yangdiintegrasikan dengan strategi metakognisi agar dapat menumbuhkanketerampilan berpikir kritis siswa. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkanmodel pembelajaran PBL yang diintegrasi dengan strategi metakognisi, yangdisebut PBL-M3. Penelitian ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyatasebagai sesuatu yang dapat menumbuhkan keterampilan berpikir kritis. Strategimetakognisi yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada berpikir tingkattinggi. Desain penelitian dan pengembangan digunakan untuk menghasilkanmodel pembelajaran dan diimplementasikan di sebuah SMP Negeri di BandarLampung. Pengumpulan data menggunakan wawancara, angket, dan tes.kemudian data dianalisis secara deskriptif dan inferensi menggunakan uji-t. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa (1) karakteristik strategi metakognisi berbasisPBL yang dikembangkan telah memenuhi kriteria sebagai sebuah modelpembelajaran terdiri atas rasional teoretik, landasan berpikir, sintaks, prinsipinteraksi, sistem sosial, sistem pendukung, dampak instruksional (instructionaleffect) maupun dampak pengiring (nurturant effect); (2) strategi metakognisiberbasis PBL yang dikembangkan efektif digunakan sebagai model pembelajarankarena dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa, dengan nilai N-gainsebesar 0,77 pada kelas eksperimen dan 0,57 pada kelas kontrol; (3) guru menilaibahwa model PBL-M3 sangat baik digunakan sebagai sebuah modelpembelajaran, sebagian besar siswa (93,75%) sangat senang belajar menggunakanmodel PBL-M3.
Kata kunci: Berpikir Kritis, Problem Based Learning, Strategi Metakognisi
ABSTRACT
DEVELOPMENT STRATEGY BASED METACOGNITION PROBLEMBASED LEARNING CRITICAL THINKING ABILITY TO
GROW IN THE MATTER OF STUDENTS SMPHEAT TRANSFER
ByRinawati
Low ability student’s critical thinking lead science teachers SMP in LampungProvince approved the necessary development of PBL models are integrated withmetacognition strategies in order to foster students' critical thinking skills. Thisstudy aims to produce PBL learning model that is integrated with metacognitionstrategies, called PBL-M3. This research is characterized by the use of real-lifeproblems as something that can foster critical thinking skills. Metacognitionstrategies used in this study refers to high-level thinking. Design research anddevelopment used to produce a model of learning and implemented in a JuniorHigh School in Bandar Lampung. Data collection using interviews,questionnaires, and tests. then the data were analyzed by descriptive and inferenceusing t-test. The results showed that (1) the characteristic strategy ofmetacognition-based PBL developed has met the criteria as a learning modelconsists of a rational theoretical, the cornerstone of thinking, the syntax, theprinciple of interaction, social systems, support systems, the impact ofinstructional (instructional effect) and the impact of Bridesmaids ( nurturanteffect); (2) metacognitive strategies developed based PBL effectively used as astudy model because it can foster students' critical thinking skills, with the valueof N-gain of 0.77 in the experimental class and the control class 0,57; (3) teachersassess that the model PBL-M3 very well be used as a model of learning, moststudents (93.75%) were happy to learn using the model PBL-M3.
Keywords: Critical Thinking, Problem Based Learning, Strategies Metacognition
PENGEMBANGAN STRATEGI METAKOGNISI BERBASIS PROBLEMBASED LEARNING UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUAN
BERPIKIR KRITIS SISWA SMP PADA MATERIPERPINDAHAN KALOR
OlehRINAWATI
TesisDiajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
MAGISTER PENDIDIKAN
Pada
Program Pascasarjana Magister Keguruan IPAFakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KEGURUAN IPAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 20
April 1969, sebagai anak keenam dari tujuh bersaudara,
dari Bapak Hi. Harun Syarmani dan
Ibu Hj. Nonifiah.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis, antara lain
1. Sekolah Dasar Negeri 1 Kampungsawah diselesaikan pada tahun 1982,
2. SMP Negeri 4 Tanjung Agung diselesaikan pada tahun 1985,
3. SMA Swasta Utama 2 Tanjungkarang diselesaikan pada tahun 1988,
4. S1 FKIP UNILA diselesaikan pada tahun 1992,
5. tahun 2014 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Pascasarjana
Keguruan IPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
Pengalaman mengajar yang pernah dialami oleh penulis: tahun 1991 penulis
menjadi tenaga pengajar honorer di SMA Utama 2 Bandar Lampung, pada tahun
1993 penulis sebagai tenaga pengajar honorer di SMA Arjuna Tanjungkarang,
tahun 1997 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) mengajar di
SMPN 22 Bandar Lampung sampai dengan sekarang.
MOTTO
“ Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telahselesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan
hanya pada Allahlah hendakya engkau berharap “.
(QS. As-Insyiroh: 6-8)
“ Hendaknya kamu menasehati orang lain sesuai dengan tingkat kemampuanmereka. Adakah kamu semua senang sekiranya Allah dan Rasul-Nya itu
didustakan sebab kurangnya pengertian yang ada pada mereka “
(HR. Bukhari)
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan limpahan rahmat dan
karunia-Nya dan salawat serta salam kepada junjunganku Nabi Muhammad SAW.
Karyaku ini kupersembahkan untuk
1. suamiku tercinta dan anak-anakku tersayang yang selalu menginspirasi,
memberi motivasi, memberikan perhatian, kasih sayang dan iringan doa untuk
kesehatan, kemudahan, dan keberhasilanku,
2. kedua orang tuaku tercinta yang selalu mendoakan untuk keberhasilanku
sehingga aku memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat
kelak,
3. almamaterku tercinta, Universitas Lampung.
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena rahmat dan ridho-Nya tesis ini dapat
diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk mencapai gelar megister
pendidikan pada program studi pascasarjana Keguruan IPA.
Tesis ini terselesaikan dengan bimbingan, dukungan, bantuan, dan doa dari
orangtua, para sahabat, dan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih dengan tulus dan penuh hormat kepada
1. Prof. Dr. Hasriyadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung,
2. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas
Lampung,
2. Bapak Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung,
3. Dr. Tri Jalmo, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Keguruan IPA
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, dan selaku
Pembimbing II dalam penyusunan tesis ini yang dengan sabar dan ikhlas
membimbing, mengarahkan, dan memotivasi penulis,
4. Dr. Abdurrahman, M.Si., selaku Pembimbing I dalam penyusunan tesis ini,
dan sekaligus pembimbing akademik yang dengan penuh kesabaran
memberikan bimbingan, dan memotivasi penulis selama menyelesaikan tesis,
5. Dr. Chandra Ertikanto, M.Pd., selaku pembahas atas kesediaan memberi saran
kepada penulis dalam penyusunan tesis ini,
6. Dra. Hj. Rita Ningsih, M.M., selaku Kepala SMPN 22 Bandar Lampung
beserta seluruh dewan guru dan staf tata usaha yang telah memberikan izin
dan dukungannya untuk melakukan penelitian di sekolah,
7. Dr. Herpratiwi, M.Pd., dan Dr. Sumarti, S.Pd.M.Hum., selaku
evaluator uji ahli konstruksi dan bahasa, terimakasih atas waktu dan
masukannya.
8. Catarina, S.Pd dan Utami Pribadi Putri, S.Pd., selaku guru mitra dan
siswa-siswi kelas VII A dan VII C SMPN 22 Bandar Lampung atas bantuan
dan kerjasamanya selama penelitian berlangsung,
9. sahabat terbaik dan tersayang, serta teman seperjuangan, mahasiswa angkatan
satu pascasarjana Keguruan IPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung angkatan tahun 2014,
10. teman-teman angkatan dua dan tiga terimakasih untuk dukungannya,
11. semua pihak yang telah membantu terselesaikannya tesis ini.
Penulis berdoa semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak, dan semoga
tesis ini bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.
Bandar Lampung, Juli 2016Penulis,
Rinawati
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 11
C. Tujuan Penelitian ................................................................................................... 11
D. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 12
E. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................. 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Keterampilan Metakognisi ........................................................................... 15
B. Model Pembelajaran Problem Based Learning ................................................ 19
C. Keterampilan Berpikir Kritis ......................................................................... 31
D. Efektivitas Model Problem Based Learning ................................................ 35
E. Kerangka Pikir .............................................................................................. 36
F. Hipotesis Penelitian ...................................................................................... 37
BAB III METODE PENELITIAN
A.Langkah-Langkah Penelitian........................................................................... 38
B.Lokasi dan Subjek Penelitian .......................................................................... 45
C.Teknik dan Alat Pengumpulan Data ..................................................................... 47
D.Teknik Analisis Data .............................................................................................. 49
BAB IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Hasil Penelitian ...................................................................................................... 51
B.Pembahasan ............................................................................................................. 74
BAB V.KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 83
B. Saran ......................................................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 85
LAMPIRAN....................................................................................................... 91
DAFTAR TABEL
TABEL
Tabel 2.1 Sintaks Model PBL ............................................................................. 23
Tabel 3.1 Desain Pretes Postes ........................................................................... 43
Tabel 3.2 Lokasi dan Subyek Penelitian dalam Studi Pendahuluan .................... 44
Tabel 3.3 Daftar Lokasi dan Subjek Penelitian Dalam Tahap Pengembangan .. 45
Tabel 4.1 Draft Model PBL-M3 ........................................................................ 53
Tabel 4.2 Rata-rata Skor Ahli Konstruksi .......................................................... 55
Tabel 4.3 Hasil Revisi Model PBL-M3 Berdasarkan Ahli Konstruksi ............... 56
Tabel 4.4 Hasil Uji Ahli Desain Bahasa ............................................................. 58
Tabel 4.5 Sintaks Model PBL dan PBL-M3 ....................................................... 58
Tabel 4.6 Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran Dengan PBL-M3 ................... 67
Tabel 4.7 Kemampuan Guru Dalam Menggunakan Model PBL-M3 ................. 68
Tabel 4.8 Kelompok Siswa Pada Uji Efektivitas ................................................ 70
Tabel 4.9 Skema Statistik Reliabilitas ................................................................ 70
Tabel 4.10 Distribusi Nilai Keterampilan Berpikir Kritis Siswa ........................ 71
Tabel 4.11 Uji t Pretest-Postest Kelompok Kontrol dan Eksperimen ................. 72
Tabel 4.12 Uji Normalitas Pretest dan Postest .................................................... 72
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Model Pembelajaran PBL-M3 ............................... 36
Gambar 3.1 Proses Pengembangan Strategi Metakognisi .................................... 38
Gambar 4.1 Orientasi Pada Masalah .................................................................. 60
Gambar 4.2 Menggaris bawahi hal-hal Penting dari Buku Pelajaran ................. 60
Gambar 4.3 Siswa Membacakan Perencanaan Waktu Belajar .......................... 61
Gambar 4.4 Guru Mendorong Siswa Untuk Mendapatkan Informasi ................ 62
Gambar 4.5 Diskusi Kelompok ............................................................................ 62
Gambar 4.6 Guru Memantau Konsentrasi Belajar Siswa .................................... 63
Gambar 4.7 Guru Memotivasi Siswa ................................................................... 63
Gambar 4.8 Siswa Mempresentasikan Hasil Pembelajarannya .......................... 64
Gambar 4.9 Belajar Di Luar Kelas ...................................................................... 64
Gambar 4.10 Pemasangan Jurnal Di Majalah Dinding Kelas ............................. 65
Gambar 4.11 Guru Mengevaluasi Jurnal Harian Siswa ....................................... 65
Gambar 4.12 Persen Respon Siswa ...................................................................... 66
Gambar 4.13 Contoh Jurnal Belajar Siswa .......................................................... 77
Gambar 4.14 Jurnal Kegiatan Belajar Di Sekolah ............................................. 79
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN
Lampiran 1.a Kisi-Kisi Analisis Kebutuhan ..................................................... 91
Lampiran 1.b Angket Analisis Kebutuhan Guru ................................................. 93
Lampiran 1.c Angket Analisis Kebutuhan Siswa ............................................... 95
Lampiran 2 Pengisian Angket Analisis Kebutuhan Guru ................................... 98
Lampiran 3 Pengisian Angket Analisis Kebutuhan Siswa ............................... 108
Lampiran 4 Panduan Penskoran Angket Analisis Kebutuhan .......................... 115
Lampiran 5 Rekapitulasi Angket Analisis Kebutuhan ...................................... 119
Lampiran 6 Instrumen Validasi Konstruksi ....................................................... 121
Lampiran 7 Instrumen Validasi Ahli Desain Bahasa ......................................... 157
Lampiran 8.a Hasil Rekapitulasi Angket Respon Siswa .................................... 162
Lampiran 8.b Rubrik Analisis Angket Respon Siswa ........................................ 163
Lampiran 9.a Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran ...... 165
Lampiran 9.b Rubrik Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran ........................... 168
Lampiran 9.c Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran .......... 170
Lampiran 10.a Soal Pretes dan Postes tentang Berpikir Kritis ........................ 171
Lampiran 10.b Lembar Jawaban Soal Pretest-Postest ...................................... 179
Lampiran 10.c Kunci Jawaban Soal Pretest-Postest ............................................. 181
Lampiran 11.a Analisis Hasil Pretest Kelas Eksperimen .................................... 184
Lampiran 11.b Analisis Hasil Postest Kelas Eksperimen ................................ 185
Lampiran 11.c Analisis Hasil Pretest Kelas Kontrol ..................................... 186
Lampiran 11.d Analisis Hasil Postest Kelas Kontrol ..................................... 187
Lampiran 12 Hasil Uji Normalitas ................................................................... 188
Lampiran 13 Hasil Uji- t .................................................................................. 191
Lampiran 15 Surat Izin Penelitian ...................................................................193
Lampiran 16 Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian...............................194
Lampiran 17 Prototipe Model PBL-M3..........................................................195
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis. Hasil pendidikan ini di masa depan tidak
hanya akan menjadi warga negara Indonesia tetapi juga menjadi warga dunia yang
mampu dan memenangkan persaingan di era kompetisi global.
Pada era kompetisi global diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas. Pendidikan merupakan faktor utama yang perlu disiapkan untuk
meningkatkan sumber daya manusia yang mampu bersaing. Menurut Tinio
(2003) bahwa SDM yang diperlukan untuk menghadapi tantangan globalisasi
adalah SDM yang memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order
thinking) atau sering disebut keterampilan berpikir kritis (critical thinking).
Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisis
dan memecahkan masalah secara kreatif dan berpikir logis sehingga menghasilkan
pertimbangan dan keputusan yang tepat (Tinio, 2003). Keterampilan berpikir
kritis bukan merupakan suatu keterampilan yang dapat berkembang dengan
sendirinya seiring dengan perkembangan fisik manusia, keterampilan ini harus
2
dilatih melalui pemberian stimulus yang menuntut seseorang untuk berpikir kritis
(Tinio, 2003). Sekolah sebagai suatu institusi penyelenggara pendidikan memiliki
tanggung jawab untuk membantu siswanya mengembangkan keterampilan
berpikir kritis. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah terdapat beberapa kompetensi yang terkait dengan penguasaan
keterampilan berpikir kritis, yaitu bahwa lulusan antara lain harus dapat
membangun, menggunakan dan menerapkan informasi tentang lingkungan sekitar
secara logis, kritis, dan kreatif, serta dapat menunjukkan kemampuan berpikir
logis, kritis, kreatif, dan inovatif.
Keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu komponen dalam proses
berpikir tingkat tinggi, menggunakan dasar analisis argumen dan wawasan
terhadap tiap-tiap makna dan interpretasi untuk mengembangkan penalaran yang
kohesif dan logis (Liliasari, 2003). Seseorang yang memiliki kemampuan
berpikir kritis akan mencoba mencari penyebab setiap situasi atau kejadian yang
mereka hadapi, mencari kebenaran yang mendasari, menginformasikan apa yang
mereka baca dan dengar, dan berupaya mencari solusi dari masalah yang mereka
hadapi (Ozdemir, 2006). Mereka juga dapat memecahkan masalah mereka secara
efektif (Snyder & Snyder, 2008). Keterampilan berpikir kritis merupakan salah
satu tujuan pembelajaran IPA di jenjang SMP (Depdiknas, 2006). IPA
merupakan cabang ilmu yang terkait dengan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis, melalui proses penemuan. Seharusnya, pembelajaran IPA
dapat dilakukan sedemikian rupa sehingga para siswa dapat memiliki pengalaman
3
bagaimana menemukan suatu konsep. Melalui pembelajaran IPA dapat
ditumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
mengkomunikasikannya yang merupakan aspek penting kecakapan hidup
(Kusumaningtias, dkk 2013). Namun , pembelajaran IPA yang selama ini
dilaksanakan lebih menitik beratkan pada bagaimana membantu siswa untuk
meningkatkan pengetahuan kognitif, tetapi tidak untuk membantu siswa belajar
bagaimana cara mengaplikasikan konsep-konsep ilmiah dalam kehidupan nyata di
luar sekolah (Jonassen, et.al, 1993; Soundari, et.al, 2009).
Kurangnya pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa dalam proses
pembelajaran IPA terlihat dari rendahnya hasil studi evaluasi internasional bidang
IPA, dari data The Trends in Internasional Mathematics and Sciense Study
(TIMSS). (Michael & Martin . 2012). Hasil studi tersebut menggambarkan
bahwa siswa Indonesia hanya mampu menjawab konsep dasar atau hapalan dan
tidak mampu menjawab soal yang memerlukan nalar dan analisis, untuk bidang
sains pada tahun 2011, posisi Indonesia menempati peringkat ke-40 dari 42
negara. Rendahnya hasil belajar siswa Indonesia di bidang IPA juga terlihat pada
hasil PISA tahun 2012, Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara yang
berpartisipasi dalam tes. Salah satu penyebab keberhasilan kemampuan literasi
sains mampu mencapai skor tinggi dalam PISA adalah kualitas guru dan metode
mengajarnya (Stacey, 2011). Soal-soal yang diujikan pada studi TIMMS dan
PISA merupakan soal-soal untuk mengukur keterampilan berpikir kritis. Johnson
(2002); Krulik & Rudnick (1996) mengemukakan keterampilan berpikir kritis
adalah proses terorganisasi yang melibatkan aktivitas mental dalam memecahkan
4
masalah, pengambilan keputusan, analisis asumsi, dan inkuiri sains.
Keterampilan ini penting bagi siswa karena siswa juga harus belajar tentang
kecakapan berpikir yang merupakan salah satu tujuan yang harus dicapai dalam
proses belajar siswa di sekolah ( Tim Broad Based Education, 2002a; 2002b).
Rendahnya prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA terutama keterampilan
berpikir kritis disebabkan pembelajaran sains salama ini lebih berfokus pada guru
(teacher centered) (Syah, 2013). Hasil observasi yang dilakukan pada beberapa
SMPN di provinsi Lampung diperoleh informasi bahwa pembelajaran IPA masih
didominasi oleh guru sebesar 78 % sehingga banyak siswa yang mengalami
kesulitan bila harus mengkaitkan konsep yang dimiliki dengan masalah yang ada
di lingkungannya. Pembelajaran IPA 75% di sekolah belum menggunakan
strategi metakognisi sehingga siswa kurang mampu untuk mengemukakan
pendapatnya dalam diskusi dan siswa sulit mengingat materi pelajaran yang telah
disampaikan guru mereka. Pembelajaran IPA 50 % di sekolah belum
mengaktifkan kemampuan berpikir kritis siswa, sehingga siswa tidak dapat
merekontruksi cara berpikir mereka dalam memahami konsep IPA yang
dipelajari, soal-soal yang diberikan guru kurang variatif karena mereka hanya
menyelesaikan soal-soal yang ada pada akhir bab dari buku pelajaran yang mereka
gunakan, guru jarang merefleksi materi pelajaran yang telah disampaikan, dan
siswa kurang termotivasi untuk menyampaikan kritik dan sarannya pada saat
diskusi kelompok.
Hasil survei melalui angket diperoleh informasi bahwa guru-guru IPA SMP di
5
provinsi Lampung menyatakan lebih sering menggunakan metode ceramah
dalam menyampaikan materi pelajaran, guru kurang membimbing siswa dalam
menyimpulkan setiap permasalahan, guru kurang dapat mengaitkan materi
pelajaran IPA ke dalam kehidupan sehari-hari, guru belum menerapkan strategi
metakognisi dalam pembelajaran IPA. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan
terhadap 12 orang guru dari beberapa sekolah negeri dan swasta di provinsi
Lampung diperoleh hasil bahwa 78 % guru menyatakan masih sering
menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran. Selanjutnya 75 % guru
belum pernah dan belum mengerti strategi metakognisi . Disamping itu rata-rata
guru di propinsi Lampung belum melakukan proses pembelajaran yang
berorientasi pada pencapaian kemampuan berpikir tingkat tinggi atau berpikir
kritis. Secara keseluruhan hasil survei menunjukkan bahwa guru-guru sains SMP
di Provinsi Lampung menyetujui perlu dikembangkannya model PBL yang
diintegrasikan dengan strategi metakognisi untuk meningkatkan keterampilan
berpikir kritis siswa SMP pada materi sains.
Kebutuhan tersebut diperkuat oleh beberapa informasi yang dikumpulkan
berdasarkan hasil angket dan wawancara yang diberikan pada siswa-siswi SMP di
beberapa sekolah di Bandar Lampung pada tanggal 20 April dan 22 April 2015
diketahui bahwa guru belum mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi
(Higher Order Thinking) terutama keterampilan berpikir kritis di sekolah karena
sebagian besar guru belum menerapkan model PBL dengan menggunakan strategi
metakognisi . Di samping itu, sebagian besar guru masih menggunakan metode
konvensional (ceramah) dan siswa tidak pernah mendapat keterampilan-
6
keterampilan belajar yang baik dan kurangnya motivasi belajar siswa karena
materi pelajaran yang disampaikan tidak menarik sehingga membuat proses
pembelajaran menjadi kurang menyenangkan dan kurang berkesan bagi siswa.
PBL dalam khazanah teknologi pendidikan termasuk salah satu metode yang
belakangan ini banyak dilakukan dalam kaitan dengan peningkatan keterampilan
berpikir siswa. Metode ini dalam praktiknya menuntut aktivitas mental siswa
untuk memahami suatu konsep pembelajaran melalui situasi dan masalah yang
disajikan pada awal pembelajaran. Masalah yang disajikan pada siswa merupakan
masalah kehidupan sehari-hari (kontekstual). Dengan demikian, PBL pada
hakikatnya dirancang untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan
berpikir dan mengembangkan kemampuan dalam memecahkan masalah. Pada
PBL siswa dituntut untuk melakukan pemecahan masalah-masalah yang disajikan
dengan cara menggali informasi sebanyak-banyaknya, kemudian dianalisis dan
dicari solusi dari permasalahan yang ada. Solusi dari permasalahan tersebut tidak
mutlak mempunyai satu jawaban yang benar, artinya siswa dituntut pula untuk
belajar secara kreatif. Siswa diharapkan menjadi individu yang berwawasan luas
serta mampu melihat hubungan pembelajaran dengan aspek-aspek yang ada di
lingkungan. PBL membuat perubahan dalam proses pembelajaran khususnya
dalam segi peranan guru.
Guru tidak hanya berdiri di depan kelas dan berperan sebagai pemandu siswa
dalam menyelesaikan permasalahan dengan memberikan langkah-langkah
penyelesaian yang sudah jadi melainkan guru berkeliling kelas memfasilitasi
7
diskusi, memberikan pertanyaan, dan membantu siswa untuk menjadi lebih sadar
akan proses pembelajaran. Berdasarkan fakta di atas, perlu dicarikan solusi
dengan menggunakan model pembelajaran PBL yang terintegrasi strategi
metakognisi. Menurut Arends (2007:41) bahwa model PBL merupakan model
pembelajaran di mana siswa dihadapkan pada masalah autentik dan bermakna
kepada siswa yang berfungsi sebagai landasan bagi investasi dan penyelidikan
siswa sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri,
menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi, memandirikan siswa, dan
meningkatkan kepercayaan diri sendiri. Model ini bercirikan penggunaan
masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang dapat meningkatkan keterampilan
berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah, serta mendapatkan pengetahuan
konsep-konsep penting.
Beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa model PBL dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa, di antarannya Hadi, dkk (2013)
meneliti tentang pengaruh pembelajaran PBL terhadap kemampuan berpikir
kritis dan pemahaman konsep biologi siswa SMA Negeri di kota Malang. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh strategi PBL terhadap
kemampuan berpikir kritis biologi siswa SMA di Kota Malang.
Hal ini terlihat dari hasil perhitungan effect sizes, diperoleh nilai 0,99, Angka ini
menunjukkan adanya pengaruh yang sangat menonjol terhadap berpikir kritis
siswa dengan penerapan model PBL dalam pembelajaran. Hasil kajian penelitian
Bilgin, et.al, (2009) tentang The Effect of Problem Based lerning Instruction on
University menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis
8
antara siswa yang diajar dengan PBL dan tanpa PBL. Hal ini disebabkan guru
belum menerapkan model pembelajaran PBL secara konsisten dalam
pembelajaran atau guru lebih sering menggunakan metode konvensional.
Hasil kajian penelitian Palennari (2011) di mana siswa dibelajarkan dengan
strategi integrasi PBL dan Jigsaw, ternyata pembelajaran dengan menggunakan
strategi integrasi PBL dan Jigsaw dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis
siswa dibanding yang menggunakan startegi konvensional. Selain itu, hasil kajian
penelitian oleh Selcuk (2010), tentang towards learning physics (Efek dari PBL
pada pre-service guru berprestasi, pendekatan dan sikap terhadap pembelajaran
fisika). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan
berpikir kritis antara siswa yang diajar dengan PBL dan tanpa PBL. Hal ini
disebabkan sintak-sintak PBL yang digunakan lebih dapat menstimulus siswa
dalam belajar karena diperoleh motivasi belajar yang tinggi dibanding
pembelajaran tanpa PBL.
Model PBL yang diujicobakan dalam penelitian ini mengikuti lima fase yang di
kemukakan oleh Arrend (2007:57), yaitu 1) mengorientasikan siswa pada
masalah; 2) mengorganisasikan siswa untuk belajar; 3) membantu penyelidikan
mandiri dan kelompok; 4) mengembangkan dan menyajikan artefak (hasil karya)
dan memamerkannya; 5) analisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Metakognisi merupakan suatu istilah yang diperkenalkan oleh Flavell pada Tahun
1976 dan menimbulkan banyak perdebatan pada pendefinisiannya. Namun
demikian, pengertian metakognisi adalah kesadaran berpikir seseorang tentang
9
proses berpikirnya sendiri. Kesadaran berpikir adalah kesadaran seseorang
tentang apa yang diketahui dan apa yang akan dilakukan. Pengertian yang paling
umum dari metakognisi adalah berpikir tentang bagaimana berpikir (Huitt, 1997;
Livington, 1997). Menurut Schraw & Moshman (1995: 357) Metakognisi adalah
teori dari kognisi. Metakognisi juga berarti pengetahuan tentang kemampuan
kognitif yang dimiliki dan bagaimana kemampuan itu dapat diterapkan pada
proses kognitif. Lebih jauh lagi, metakognisi sering dihubungkan dengan pribadi,
tugas dan strategi. Kemampuan metakognitif diyakini sebagai kemampuan
kognitif tingkat tinggi yang diperlukan untuk manajemen pengetahuan. Pebelajar
dituntut untuk mengatur tujuan belajarnya sendiri dan menentukan strategi belajar
yang sesuai untuk mencapai tujuan tersebut. Tanggung jawab pebelajar juga
mencakup monitor proses belajar dan mengubah strategi belajar bila diperlukan.
Matlin (2009) mendefinisikan metakognisi sebagai pengetahuan dan kesadaran
tentang proses kognitif. Metakognisi merupakan suatu proses membangkitkan
minat sebab seseorang menggunakan proses kognitif untuk merenungkan proses
kognitif mereka sendiri. Metakognisi sangat penting karena pengetahuan tentang
proses kognitif dapat menuntun siswa di dalam menyusun dan memilih strategi
untuk memperbaiki kinerja positif.
Dengan demikian metakognisi berhubungan dengan pengetahuan seseorang
tentang proses kognitif mereka sendiri dan kemampuan menggunakan proses
tersebut. Siswa perlu menyadari akan kelebihan dan kekurangan dari kemampuan
10
kognitifnya dan berupaya mengorganisasikannya untuk diterapkan secara tepat
dalam penyelesaian tugas atau masalah.
Metakognisi menurut Flavell, sebagaimana dikutip oleh Livingston (1997)
menyatakan bahwa:
Metacognition refers to higher order thinking which involves active control overthe cognitive processes engaged in learning. Activities such as planning how toapproach a given learning tasks, monitoring comprehension, and evaluatingprogress toward the completion of a task are metacognitive in nature.
Metakognisi merujuk pada berpikir tingkat tinggi yang melibatkan kontrol aktif
dalam proses kognitif belajar. Metakognisi sebagai suatu bentuk kemampuan
untuk melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dilakukan dapat terkontrol
secara optimal. Para peserta didik dengan pengetahuan metakognisinya sadar
akan kelebihan dan keterbatasannya dalam belajar. Artinya saat siswa mengetahui
kesalahannya, mereka sadar untuk mengakui bahwa mereka salah, dan berusaha
untuk memperbaikinya. Keterampilan metakognisi merupakan keterampilan
dengan strategi-strategi kognitif. Indikator-indikator keterampilan metakognisi,
antara lain merencanakan bagaimana pendekatan tugas belajar yang diberikan,
memantau pemahaman, dan mengevaluasi kemajuan penyelesaian tugas serta
melaporkan kembali hasil berpikir dengan memprediksi hasil yang akan
diperoleh.
Model PBL yang telah di integrasi dengan strategi metakognisi dengan indikator
merencanakan, memantau, dan mengevaluasi, disebut sebagai model PBL-M3.
11
Berdasarkan penjelasan yang telah di kemukakan di atas, peneliti
mengembangkan suatu model pembelajaran PBL yang terintegrasi strategi
metakognisi untuk menumbuhkan keterampilan berpikir kritis siswa dengan judul
”Pengembangan Strategi Metakognisi Berbasis Problem Based Learning Untuk
Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Pada Materi Perpindahan
Kalor”.
Produk model pembelajaran yang di kembangkan dalam penelitian ini berupa
model pembelajaran yang disebut model PBL-M3.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat di rumuskan masalah
sebagai berikut “Bagaimanakah mengembangkan strategi metakognisi berbasis
PBL-M3 dalam menumbuhkan keterampilan berpikir kritis siswa?”. Untuk lebih
mengarahkan penelitian yang dilakukan, maka rumusan masalah di uraikan dalam
pertanyaan penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimanakah karakteristik strategi metakognisi berbasis PBL-M3 dalam
menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa?
2. Bagaimanakah efektifitas strategi metakognisi berbasis PBL-M3 dalam
menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa?
3. Bagaimanakah tanggapan guru dan respon siswa terhadap strategi metakognisi
berbasis PBL-M3 dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa?
12
C. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi model pembelajaran
PBL yang terintegrasi strategi metakognisi dan dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa. Selanjutnya, tujuan umum dapat dirinci menjadi beberapa
tujuan khusus sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan karakteristik strategi metakognisi berbasis PBL-M3 yang
dikembangkan dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa
2 Mendeskripsikan efektifitas strategi metakognisi berbasis PBL-M3 yang
dikembangkan dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa
3. Mendeskripsikan tanggapan guru dan respon siswa terhadap strategi
metakognisi berbasis PBL-M3 yang dikembangkan dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini minimal dapat di jadikan sebagai
salah satu model pembelajaran bagi guru sains dalam menerapkan
pembelajaran PBL-M3 yang terintegrasi strategi metakognisi untuk
menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa.
2. Manfaat praktis
13
Secara praktis, hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat bagi
berbagai pihak, misalnya:
a. Bagi peneliti memperoleh pengalaman dalam merancang dan membuat model
PBL terintegrasi strategi metakognisi
b. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
penggunaan model PBL terintegrasi strategi metakognisi yang dapat
menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa.
c. Bagi siswa, di harapkan dapat memperoleh pengalaman belajar dengan model
PBL terintegrasi strategi metakognisi sehingga menumbuhkan kemampuan
berpikir kritisnya melalui pembelajaran IPA yang lebih menarik,
menyenangkan, memberikan kepuasan yang sangat berguna bagi masyarakat
dan kehidupannya.
d. Bagi instansi pendidikan dan pusat-pusat penelitian, penelitian ini diharapkan
berguna untuk menambah koleksi model pembelajaran yang dapat digunakan
oleh para guru / pendidik dalam kegiatan belajar mengajar.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi.
1. Keterampilan metakognisi merupakan keterampilan dengan strategi-strategi
kognitif. Indikator-indikator keterampilan metakognisi, antara lain
merencanakan bagaimana pendekatan tugas belajar yang diberikan, memantau
pemahaman, dan mengevaluasi kemajuan penyelesaian tugas serta melaporkan
kembali hasil berpikir dengan memprediksi hasil yang akan diperoleh.
14
2. Model PBL adalah salah satu model pembelajaran yang dapat mengaktifkan
siswa dalam merekonstruksi pengetahuan. Model PBL yang yang di
ujicobakan dalam penelitian ini mengikuti lima fase yang di kemukakan oleh
Arrend (2007:57) dan 4 fase yang di integrasi dari strategi metakognisi sebagai
Berikut 1) mengorientasikan siswa pada masalah; 2) mengorganisasikan siswa
untuk belajar; 3) membantu penyelidikan mandiri dan kelompok;
4) mengembangkan dan menyajikan artefak (hasil karya) dan
memamerkannya; 5) analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah.
Model PBL ini di kembangkan dengan mengintegrasikan strategi metakognisi
yang terdiri dari fase merencanakan, memantau, dan mengevaluasi (M-3),
sehingga model PBL yang di kembangkan disebut sebagai PBL-M3.
3. Berpikir kritis yang di kembangkan dalam penelitian ini dimulai dari
memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai
kemungkinan dan membuat keputusan. Alat ukur yang digunakan untuk
mengetahui peningkatan pada berpikir kritis siswa berupa soal-soal tes tingkat
tinggi.
4. Materi pokok dalam pembelajaran pada penelitian ini adalah materi
perpindahan kalor kelas VII. Kompotensi dasarnya yaitu memahami konsep
perpindahan kalor, dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
5. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII A sebagai kelas
eksperimen dan siswa kelas VII C sebagai kelas kontrol pada semester genap
SMPN 22 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016.
15
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Keterampilan Metakognisi
Metakognisi diartikan sebagai kesadaran akan proses kognitif yang akan
membentuk kemampuan mekanisme regulasi diri dalam mengontrol jalannya
aktivitas kognitif (Eggen & Kauchak, 1997). Sementara itu secara operasional
metakognisi, dideskripsikan pengertiannya oleh Taccasu Project (2008) pada
dasarnya adalah kemampuan seseorang dalam belajar, yang mencakup bagaimana
sebaiknya belajar dilakukan, apa yang sudah dan belum diketahui, yang terdiri
dari tiga tahapan yaitu, pertama perencanaan mengenai apa yang harus dipelajari,
bagaimana, kapan mempelajari, kedua yaitu pemantauan terhadap proses belajar
yang sedang dia lakukan, ketiga yaitu evaluasi terhadap apa yang telah
direncanakan, dilakukan, serta hasil dari proses tersebut.
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan, dapat diidentifikasi pokok-pokok
pengertian tentang metakognisi sebagai berikut.
1. Metakognisi merupakan kemampuan jiwa yang termasuk dalam kelompok
kognisi.
2. Metakognisi merupakan kemampuan untuk menyadari, mengetahui, proses
kognisi yang terjadi pada diri sendiri.
3. Metakognisi merupakan kemampuan untuk mengarahkan proses kognisi yang
terjadi pada diri sendiri.
16
4. Metakognisi merupakan kemampuan belajar bagaimana mestinya belajar
dilakukan yang meliputi proses perencanaan, pemantauan, dan evaluasi.
Model pembelajaran berbasis metakognitif memandang belajar sebagai usaha
menyadarkan siswa dalam mengendalikan aktivitas belajarnya (Moore, 2004).
Siswa yang terampil mengendalikan aktivitas belajarnya terbukti lebih
bertanggung jawab terhadap dirinya, sehingga mereka mampu merencanakan,
memantau, dan mengevaluasi tujuan pembelajarannya secara mandiri.
Pembelajaran berbasis metakognitif berpotensi melatihkan kemandirian belajar
siswa. Menurut Paidi (2008) strategi metakognitif dirancang untuk
memberdayakan kemandirian belajar. Strategi metakognitif memberikan
pengalaman pada siswa untuk memperhatikan apa yang perlu dipelajari,
memantau ingatan apa yang telah dipelajari, mengetahui konsep mana yang belum
dipahami, mengingat sesuatu yang penting, dan mencari informasi tambahan
untuk memperluas dan melengkapi pengetahuannya.
Melalui strategi metakognitif siswa akan terbiasa terampil merencanakan,
memantau, dan mengevaluasi kognisinya. Melalui strategi metakognitif siswa
dituntut mampu merencanakan seperti: (1) menetapkan tujuan yang ingin dicapai,
(2)merencanakan waktu yang akan digunakan untuk mencapai tujuan,
(3) mempersiapkan pengetahuan awal untuk mencapai tujuan, serta
(4) merencanakan dan memutuskan strategi metakognitif untuk mencapai tujuan.
Siswa juga dituntut terampil memantau seperti, (1) memantau tujuan yang ingin
dicapai, (2) memantau waktu yang digunakan, (3) memantau kecukupan
17
pengetahuan awal, dan (4) memantau pelaksanaan strategi metakognitif. Siswa
juga dituntut terampil mengevaluasi seperti, (1) mengevaluasi ketercapaian tujuan,
(2) mengevaluasi penggunaan waktu, (3) mengevaluasi relevansi pengetahuan
awal, dan (4) mengevaluasi efektifitas strategi metakognitif yang digunakan
(Macleod & Syer, 2004).
Karakter strategi metakognisi bermanfaat bagi kemandirian belajar siswa.
Strategi metakognisi menekankan pemantauan dan tanggung jawab diri siswa,
sehingga siswa dapat mengatur dirinya untuk merencanakan, memantau, dan
mengevaluasi tujuan pembelajarannya. Strategi metakognisi mampu
memberdayakan siswa menjadi pebelajar mandiri, jujur, berani mengakui
kesalahan, dan dapat meningkatkan prestasi belajarnya (Susantini, 2004).
Menurut Uno (2009: 134) dan Yamin (2003) menyatakan bahwa metakognisi
merupakan keterampilan seseorang dalam mengatur dan mengontrol proses
berpikirnya. Metakognisi merupakan proses berpikir siswa yang mencakup antara
kesadaran belajar dan keputusan dalam belajar. Pada keterampilan metakognisi
ini, siswa ditekankan untuk menyusun kegiatan belajarnya sendiri, yaitu tentang
apa dan bagaimana siswa melakukan kegiatan belajar. Menurut Imel (2002: 1),
“keterampilan metakognitif sangat diperlukan untuk kesuksesan belajar,
mengingat keterampilan metakognitif memungkinkan siswa untuk mampu
memperoleh kecakapan kognitif dan mampu melihat kelemahannya sehingga
dapat dilakukan perbaikan pada tindakan-tindakan berikutnya. Lebih lanjut,
dinyatakan bahwa siswa yang menggunakan keterampilan metakognisinya
memiliki prestasi yang lebih baik dibandingkan siswa yang tidak menggunakan
18
keterampilan metakognisinya”. Hal ini karena keterampilan metakognisi
memungkinkan siswa untuk melakukan perencanaan mengikuti perkembangan
dan membantu proses belajarnya.
Keterampilan kognitif dan metakognitif, sekalipun berhubungan tetapi berbeda;
keterampilan kognitif dibutuhkan untuk melaksanakan tugas, sedangkan
keterampilan metakognitif diperlukan untuk memahami bagaimana tugas itu
dilaksanakan (Corebima & Idrus, 2006).
Metakognitif berhubungan dengan berpikir siswa tentang berpikir mereka sendiri
dan kemampuan mereka menggunakan strategi-strategi belajar tertentu dengan
tepat (Nur, 2011: 42). Siswa yang terampil metakognisi cenderung lebih
kompeten dibandingkan dengan siswa yang kurang terampil metakognisi (Petters,
2006). Keterampilan metakognisi dapat digunakan untuk setiap pembelajaran
bidang studi apapun. Fauzi (2009) berpendapat bahwa siswa yang terampil dalam
menilai sendiri metakognitifnya dan sadar akan kemampuannya melaksanakan
berpikir secara lebih strategis dan lebih baik dari mereka yang tidak sadar dengan
kerja sistem mental mereka sendiri, sehingga guru perlu membantu siswa agar
sadar akan kemampuan kognitifnya. Goodnough & Cashion (2003) menyatakan
bahwa PBL dapat meningkatkan kesadaran siswa dalam mengatur diri
(metakognitif).
Fakta yang mendukung studi pendahuluan penelitian ini adalah laporan penelitian
Sastrawati, dkk (2011), bahwa siswa yang strategi metakognisinya tinggi
mempunyai nilai yang sama baik diajarkan dengan model problem based learning
19
maupun diajarkan dengan model konvensional. Dalam arti bahwa siswa yang
mempunyai strategi metakognisi tinggi tidak berpengaruh jika diajarkan dengan
model pembelajaran apa saja karena siswa tersebut mampu untuk mengontrol,
memantau dan mengevaluasi proses pembelajarannya, siswa tersebut mandiri
dalam belajar. Sedangkan siswa yang strategi metakognisinya rendah lebih baik
diajarkan dengan model konvensional, sebab jika diajarkan dengan model
problem based learning siswa yang strategi metakognisi rendah belum mampu
untuk memahami masalah dan memecahkan masalah, siswa tersebut perlu arahan
dan bimbingan guru, dan siswa belum mampu belajar mandiri.
B. Model Pembelajaran Problem Based Learning
PBL merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan masalah
kontekstual secara nyata dan terjadi dalam kehidupan sehari-hari sehingga mampu
membuat siswa lebih aktif dan berpikir secara kritis dalam memahami konsep
atau materi yang dipelajari. Menurut Majid (2014:162) model PBL dilakukan
dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian
dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik. Strategi yang digunakan dalam
pelaksanaan model PBL ada lima yaitu:
1. Permasalahan sebagai kajian
2. Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman
3. Permasalahan sebagai contoh
4. Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses
5. Permasalahan sebagai stimulus aktivitas autentik
20
Model PBL menurut Abdullah (2014: 127) merupakan: “Pembelajaran yang
penyampaiannya dilakukan dengan cara menyajikan suatu permasalahan ,
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan membuka
dialog. Permasalahan yang dikaji hendaknya merupakan permasalahan
kontekstual yang ditemukan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
Permasalahan harus dipecahkan dengan menerapkan beberapa konsep dan prinsif
yang secara simultan dipelajari dan tercakup dalam kurikulum mata pelajaran.
Metode ini sangat potensial untuk mengembangkan kemandirian peserta didik
melalui pemecahan masalah yang bermakna bagi kehidupan siswa”.
Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa model PBL menyajikan suatu
permasalahan yang terjadi secara nyata dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Permasalahan kemudian di analisis oleh siswa untuk mendapatkan konsep yang
sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dilakukan. Dari pembelajaran ini dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan masalah
serta mengetahui pengetahuan yang diperlukan.
Tujuan utama model PBL menurut Hosnan (2014: 298) bukan sekedar
menyampaikan pengetahuan kepada siswa namun juga mengembangkan
kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah serta kemampuan
siswa itu sendiri yang secara aktif dapat memperoleh pengetahuannya sendiri.
Ciri –ciri model PBL menurut Hosnan (2014:300) adalah adanya pengajuan
masalah atau pertanyaan yang dapat muncul dari guru maupun murid yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, kemudian keterkaitan dengan
berbagai masalah disiplin ilmu yang berasal dari berbagai sumber jelas dan
21
terpercaya sehingga nantinya bisa dipertanggung jawabkan, selanjutnya
penyelidikan yang autentik atau bersifat nyata untuk menyelesaikan masalah yang
diperoleh sehingga siswa dapat merumuskan dan menganalisis masalah yang
diperoleh, merumuskan dan menganalisis masalah yang dihadapi, membuat
hipotesis, mengumpulkan informasi, melakukan percobaan, membuat kesimpulan
dan mengkomunikasikan hasil yang diperoleh.
Peran guru dalam model PBL menurut Trianto (2009:97), adalah sebagai berikut:
1. Mengajukan masalah sesuai dengan kehidupan nyata sehari-hari.
2. Membimbing penyelidikan misal melakukan eksperimen.
3. Memfasilitasi dialog peserta didik.
4. Mendukung belajar peserta didik.
Langkah-langkah PBL menurut Majid (2014:166) yaitu:
a) Langkah pertama yang harus dilakukan guru adalah mengobservasisuatu fenomena yang terjadi (b) Langkah kedua yang harus dilakukan guruadalah membimbing murid untuk mencatat permasalahan-permasalahanyang muncul pada fenomena yang terjadi (c) Langkah ketiga yaitumerangsang murid untuk berpikir kritis dalam memecahkan permasalahanyang ada (d) langkah keempat guru diharapkan mampu untuk memotivasimurid agar mereka berani bertanya, membuktikan asumsi danmendengarkan pendapat yang berbeda dengan mereka.
Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa langkah dalam PBL pada
awalnya dengan menyajikan suatu fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-
hari, kemudian mencatat permasalahan yang muncul dalam fenomena tersebut dan
merumuskan masalahnya. Selanjutnya guru merangsang siswa untuk berpikir
kritis dalam menyelesaikan masalah yang ada dan mengkomunikasikannya
kepada siswa yang lain.
22
Tahap-tahap strategi berbasis masalah menurut Wena (2014:92) adalah sebagai
berikut, (a) Menemukan masalah; (b) mendefinisikan masalah; (c) mengumpulkan
fakta; (d) menyusun hipotesis atau dugaan sementara; (e) melakukan
penyelidikan; (f) menyempurnakan permasalahan yang telah didefinisikaan; (g)
menyimpulkan alternatif pemecahan masalah secara kolaboratif; (h) melakukan
pengujian hasil (solusi) pemecahan masalah.
Strategi pembelajaran dengan PBL memiliki lima kriteria dalam memilih materi
pelajaran menurut Sanjaya (2008:78) yaitu:
(1) Materi pelajaran harus mengandung isu-isu yang memiliki konflikbersumber dari berita, rekaman video dan lainnya; (2) materi yang dipilihadalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa sehingga setiap siswadapat mengikutinya dengan baik; (3) materi yang dipilih merupakan bahanyang berhubungan dengan keperluan orang banyak agar dapat dirasakanmanfaatnya; (4) materi yang dipilih merupakan bahan yang mendukungkompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yangberlaku dan; (5) materi yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehinggasetiap siswa perlu untuk mempelajarinya.
Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa materi yang digunakan dalam
pembelajaran memang benar-benar harus memenuhi kriteria yang sesuai seperti
berasal dari sumber yang jelas dan memiliki konflik untuk dipecahkan. Kemudian
materi yang dipilih bersifat familiar sehingga mudah dimengerti oleh siswa saat
proses pembelajaran dan yang berhubungan secara umum dengan orang –orang
di lingkungan sekitar agar dapat dirasakan manfaatnya saat masalah sudah
diselesaikan. Pemilihan materi juga harus sesuai dengan kurikulum dan tujuan
pembelajaran yang berlaku saat ini serta disesuaikan dengan minat siswa,
sehingga dalam proses pembelajaran nanti membuat siswa menarik dalam
melakukan pemecahan masalah.
23
Arends (2007:41) menyatakan bahwa model PBL adalah model pembelajaran
dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik dan bermakna
kepada siswa yang berfungsi sebagai landasan bagi investasi dan penyelidikan
siswa, sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri,
menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiri, memandirikan
siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri.
PBL adalah sebuah model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa
masalah (problem) dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau
mengintegrasikan ilmu (knowledge) baru.
Menurut Arends (2007:57), sintaks untuk model PBL dapat disajikan seperti pada
Tabel berikut ini.
Tabel 2.1. Sintaks Model PBLFase Perilaku Guru
Fase 1: Memberikan orientasitentang permasalahannyakepada peserta didik
Fase 2: Mengorganisasikanpeserta didik untukmeneliti
Fase 3: Membantu investigasimandiri dan kelompok
Fase 4: Mengembangkan danmempresentasikan hasilkarya dan memamerkan
Fase 5: Menganalisis danmengevaluasi prosesmengatasi masalah
Guru membahas tujuan pelajaran,mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistikpenting, dan memotivasi peserta didik untukterlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.Guru membantu peserta didik untukmendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait denganpermasalahannya.Guru mendorong peserta didik untukmendapatkan informasi yang tepat,melaksanakan eksperimen, dan mencaripenjelasan dan solusi.Guru membantu peserta didik dalammerencanakan dan menyiapkan hasil karya yangtepat, seperti laporan, rekaman video, danmodel-model, dan membantu mereka untukmenyampaikannya kepada orang lain.Guru membantu peserta didik untuk melakukanrefleksi terhadap penyelidikannya dan proses-proses yang mereka gunakan
Sumber : Arends (2007:57)
24
Menurut Sanjaya (2006:92), tahap-tahap strategi belajar berbasis masalah
adalah sebagai berikut
1. menemukan masalah.
2. mendefinisikan masalah.
3. mengumpulkan fakta.
4. menyusun hipotesis (dugaan sementara).
5. melakukan penyelidikan.
6. menyempurnakan permasalahan yang telah didefinisikan.
7. menyimpulkan alternatif pemecahan secara kolaboratif.
8. melakukan pengujian hasil (solusi) pemecahan masalah.
Menurut Yatim (2009:288), langkah-langkah model PBL adalah sebagai
berikut
1. Guru memberikan permasalahan kepada peserta didik.
2. Peserta didik dibentuk kelompok kecil, kemudian masing-masing kelompok
tersebut mendiskusikan masalah dengan pengetahuan dan keterampilan dasar
yang mereka miliki. Peserta didik juga membuat rumusan masalah serta
hipotesisnya.
3. Peserta didik aktif mencari informasi dan data yang berhubungan dengan
masalah yang telah dirumuskan.
4. Peserta didik rajin berdiskusi dengan kelompoknya untuk menyelesaikan
masalah yang diberikan dengan melaporkan data-data yang telah diperoleh.
25
5. Kegiatan diskusi penutup dilakukan apabila proses sudah memperoleh solusi
yang tepat.
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil pendapat dari Arends untuk melakukan
langkah pembelajaran menggunakan model PBL. Sintaks pembelajaran yang
dikemukakan Arends sudah jelas dan terinci. Secara umum langkah pembelajaran
diawali dengan pengenalan masalah kepada peserta didik. Selanjutnya peserta
didik diorganisasikan dalam beberapa kelompok untuk melakukan diskusi
penyelesaian masalah. Hasil dari analisis kemudian dipresentasikan kepada
kelompok lain. Akhir pembelajaran guru melakukan klarifikasi mengenai hasil
penyelidikan peserta didik.
Dalam pelaksanaan model PBL juga memiliki kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan model PBL menurut Fadlillah (2014:197) adalah dapat menumbuhkan
daya kreativitas peserta didik dan melatihnya untuk berpikir dalam menyelesaikan
masalah. Karena siswa dituntut untuk lebih aktif dalam proses pembelajarannya.
Sedangkan kelemahannya yaitu terkadang peserta didik belum memahami
permasalahan yang akan dipecahkan, serta membutuhkan waktu yang cukup lama
untuk menyelesaikannya terutama untuk masalah-masalah yang dirasa sulit bagi
peserta didik. Namun pembelajaran ini sangat potensial untuk mengembangkan
kemandirian dan keterampilan berpikir siswa melalui pemecahan masalah yang
bermakna bagi kehidupan siswa.
26
Keunggulan strategi PBL menurut Sanjaya (2006:220), adalah sebagai berikut
1. Pemecahan masalah merupakan teknik yang bagus untuk memahami isi
pembelajaran.
2. Pemecahan masalah dapat merangsang kemampuan peserta didik untuk
menemukan pengetahuan baru bagi mereka.
3. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta didik.
4. Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik untuk menerapkan
pengetahuan mereka dalam kehidupan sehari-hari.
5. Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik mengembangkan
pengetahuannya serta dapat digunakan sebagai evaluasi diri terhadap hasil
maupun proses belajar.
6. Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik untuk berlatih berfikir
dalam menghadapi sesuatu.
7. Pemecahan masalah dianggap menyenangkan dan lebih
digemari peserta didik.
8. Pemecahan masalah mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan
kemampuan menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
9. Pemecahan masalah memberi kesempatan peserta didik untuk
mengaplikasikan pengetauan mereka dalam kehidupan nyata.
10. Pemecahan masalah mengembangkan minat belajar peserta didik.
Dampak instruksional dari model PBL menurut Abidin (2014:166) yaitu (1)
peningkatan kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran; (2)
27
pengembangan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah otentik dan; (3)
peningkatan kemapuan siswa dalam berpikir kritis, kreatif dan inovatif. Dampak
penyertanya adalah dalam hal (1) mengembangkan karakter siswa antara lain
disiplin, cermat, kerja keras, tanggung jawab, toleran, santun, berani, dan kritis
serta etis; (2) membentuk kecakapan hidup dalam diri siswa; (3) meningkatkan
sikap ilmiah dan (4)membina kemampuan siswa dalam berkomunikasi,
berargumentasi, dan berkolaborasi.
Ciri-ciri strategi PBL, menurut Baron (2003:1), adalah (1) menggunakan
permasalahan dalam dunia nyata, (2) pembelajaran dipusatkan pada penyelesaian
masalah, (3) tujuan pembelajaran ditentukan oleh siswa, dan (4) guru berperan
sebagai fasilitator. Kemudian masalah yang digunakan harus relevan dengan
tujuan pembelajaran, mutakhir dan menarik; berdasarkan informasi yang luas;
terbentuk secara konsisten dengan masalah lain; dan termasuk dalam dimensi
kemanusiaan. Keterlibatan siswa dalam strategi pembelajaran dengan PBL
menurut Baron, meliputi kegiatan kelompok dan kegiatan perorangan.
Dalam kelompok siswa melakukan kegiatan-kegiatan: (1) membaca kasus, (2)
menentukan masalah mana yang paling relevan dengan tujuan pembelajaran, (3)
membuat rumusan masalah, (4) membuat hipotesis, (5) mengidentifikasi sumber
informasi, diskusi dan pembagian tugas, (6) melaporkan, mendiskusikan
penyelesaian masalah yang mungkin, melaporkan kemajuan yang dicapai setiap
anggota kelompok, dan presentasi di kelas.
28
Guru sebagai tutor mempunyai tugas: (1) mengelola strategi PBL dan langkah-
langkahnya, (2) menfasilitasi berfungsinya kelompok kecil, (3) memandu siswa
untuk mempelajari materi khusus (isi mata pelajaran) menuju mekanisme dan
konsep dan bukan solusi dari masalah, (4) mendukung otonomi siswa dalam
belajar, (5) mendukung humanisme melalui kesatuan keilmuan, penghargaan
terhadap nilai-nilai empati, (6) menstimulasi motivasi untuk mengarahkan dan
mempengaruhi perkembangan siswa, (7) mengevaluasi pembelajaran, (8)
bekerjasama dengan administrasi program studi, bertindak sebagai mediator
antara siswa dan program.
Penilaian dalam strategi pembelajaran dengan PBL dikatakan Baron meliputi
penilaian oleh siswa, guru, dan teman sebaya. Penilaian oleh siswa, yaitu setiap
siswa diberi kuisioner oleh sekolah untuk menilai penampilan setiap kelompok,
setiap siswa membuat catatan sendiri langkah-langkah kegiatan yang dilakukan
dalam kelompok dan perorangan, termasuk komentar. Penilaian oleh guru,
meliputi guru mengadakan ujian tertulis atau lisan, dimana setiap siswa diminta
untuk memperagakan mengenai penguasaan informasi, pemahaman terhadap
proses penyelesaian masalah, menghubungkan dengan kurikulum, dan kemauan
untuk menerima informasi dan pengetahuan baru pada masalah baru.
Disamping itu guru juga mengadakan pengamatan pada setiap kelompok, karena
guru berperan sebagai fasilitator dalam kegiatan kelompok. Penilaian teman
sebaya; dilakukan dengan menggunakan lembar penilaian untuk setiap siswa yang
disiapkan oleh sekolah mengenai bagian-bagian yang akan dinilai, seperti
29
mendapatkan pengetahuan, kontribusi terhadap proses, dan pemahaman terhadap
permasalahan.
Pernyataan di atas dapat dijelaskan bahwa strategi pembelajaran PBL adalah
strategi yang dimulai dengan (1) kegiatan kelompok, yaitu membaca kasus;
menentukan masalah mana yang paling relevan dengan tujuan pembelajaran;
membuat rumusan masalah; membuat hipotesis; mengidentifikasi sumber
informasi, diskusi dan pembagian tugas; dan melaporkan, mendiskusikan
penyelesaian masalah yang mungkin, melaporkan kemajuan yang dicapai setiap
anggota kelompok serta presentasi di kelas; (2) kegiatan perorangan, yaitu siswa
melakukan kegiatan membaca berbagai sumber, meneliti, dan penyampaian
temuan; dan (3) kegiatan di kelas, mempresentasikan laporan, dan diskusi antar
kelompok di bawah bimbingan guru.
Hasil kajian dari penelitian Astika, dkk (2013), hasil penelitian deskriptif dari
kajian ini menunjukan tidak terlalu berbeda sikap ilmiah dan berpikir kritis antara
siswa yang diajar dengan model PBL dan ekspositori, hal ini disebabkan beberapa
faktor dalam penelitian yang telah dilaksanakan, antara lain 1) penerapan model
pembelajaran inovatif khususnya model pembelajaran berbasis masalah ini dapat
dikatakan belum maksimal. Sehingga siswa belum beradaptasi dengan model
pembelajaran ini. 2) Walaupun siswa antusias dalam mengikuti pelajaran, namun
siswa belum terbiasa untuk melakukan tahapan-tahapan yang diinginkan secara
mandiri. 3) Bahan materi ajar berdasarkan kurikulum yang terlalu padat. 4) Siswa
jarang melakukan kegiatan laboratorium sebelumnya. Model Problem Based
30
Learning dapat membuat siswa menjadi terlatih untuk menemukan keterampilan-
keterampilan metakognisi atau berpikir tingkat tinggi (Eggen dan Kauchak: 2012).
Berdasarkan tingkat berpikir, kegiatan tersebut menggiring siswa dari tingkat
pemahaman (C2) menuju tingkatan aplikasi (C3), analisis (C4), evaluasi (C5), dan
mencipta (C6) sesuai dengan revisi Taksonomi Bloom yang dikemukakan oleh
Anderson & Krathwohl (2001: 215).
Hasil kajian dari penelitian Selcuk (2010), The effects of problem-based learning
on pre-service teachers’ achievement, approaches and attitudes towards learning
physics (Efek dari pembelajaran berbasis masalah pada pre-service guru
berprestasi, pendekatan dan sikap terhadap pembelajaran fisika). Hasil
penelitiannya menunjukan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis
antara siswa yang diajar dengan PBL dan tanpa PBL, hal ini disebabkan sintak-
sintak PBL yang digunakan lebih dapat menstimulus siswa dalam belajar karena
diperoleh motivasi belajar yang tinggi dibanding pembalajaran tanpa PBL.
Hasil kajian penelitian Palennari (2011), dari hasil penelitiannya diperoleh
kesimpulan siswa yang dibelajarkan dengan strategi integrasi PBL dan Jigsaw,
ternyata dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dibanding yang
menggunakan strategi konvensional.
Model PBL yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah model PBL
yang dikemukakan oleh Arends (2007).
31
C. Keterampilan Berpikir Kritis
Berpikir kritis menurut Liliasari (2003: 5) merupakan dasar dari berpikir tingkat
tinggi. Oleh karena itu, berpikir kritis merupakan kegiatan yang sangat penting
untuk dikembangkan di sekolah. Guru diharapkan mampu merealisasikan
pembelajaran yang mengaktifkan dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis
pada siswa. Untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis secara optimal
diperlukan lingkungan kelas yang interaktif.
Angelo (1995: 6), menyatakan bahwa berpikir kritis harus memenuhi karakteristik
kegiatan berpikir yang meliputi analisis, sintesis, pengenalan masalah dan
pemecahannya, kesimpulan, dan penilaian. Pengertian berpikir kritis menurut
Paul, Fisher dan Nosich, adalah mode berpikir mengenai hal, substansi atau
masalah apa saja dimana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan
menangani secara terampil struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran dan
menerapkan standar-standar intelektual padanya (Fisher, 2009). Definisi ini
sungguh menarik karena mengarahkan perhatian pada keistimewaan berpikir
kritis dimana para guru dan peneliti di bidang ini kelihatan pada prinsipnya
menyetujui, bahwa satu-satunya cara untuk mengembangkan kemampuan berpikir
kritis seseorang ialah melalui berpikir tentang pemikiran diri sendiri (metakognisi)
dan secara sadar berupaya memperbaikinya dengan merujuk pada beberapa model
berpikir yang baik dalam bidang itu.
32
Berpikir kritis menurut Norris dan Ennis (1989) adalah pemikiran yang masuk
akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau
dilakukan. Menurut Ennis (1995:55) indikator kemampuan berpikir kritis dapat
diturunkan dari aktivitas kritis siswa meliputi
1. Mencari pernyataan yang jelas dari pertanyaan.
2. Mencari alasan.
3. Berusaha mengetahui infomasi dengan baik.
4. Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya.
5. Memerhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan.
6. Berusaha tetap relevan dengan ide utama.
7. Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar.
8. Mencari alternatif.
9. Bersikap dan berpikir terbuka.
10. Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu.
11. Mencari penjelasan sebanyak mungkin.
12. Bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian dari keseluruhan
Ennis (1995:56), mengidentifikasi 12 indikator berpikir kritis, yang
dikelompokkannya dalam lima besar aktivitas sebagai berikut.
1. Memberikan penjelasan sederhana, yang berisi: memfokuskan pertanyaan,
menganalisis pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang
suatu penjelasan atau pernyataan.
2. Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan apakah
sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengamati serta mempertimbangkan
33
suatu laporan hasil observasi.
3. Menyimpulkan, yang terdiri atas kegiatan mendeduksi atau
mempertimbangkan hasil deduksi, menginduksi atau mempertimbangkan hasil
induksi, dan membuat serta menentukan nilai pertimbangan.
4. Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi istilahistilah
dan definisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi asumsi.
5. Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan dan
berinteraksi dengan orang lain. Indikator-indikator tersebut dalam prakteknya
dapat bersatu padu membentuk sebuah kegiatan atau terpisah-pisah hanya
beberapa indikator saja.
Berdasarkan penjelasan indikator-indikator berpikir kritis diatas. Aspek
kemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Keterampilan memberikan penjelasan yang sederhana, dengan indikator
menganalisis pertanyaan dan memfokuskan pertanyaan.
2. Keterampilan memberikan penjelasan lanjut, dengan indikator
mengidentifikasi asumsi.
3. Keterampilan mengatur strategi dan taktik, dengan indikator: menentukan
solusi dari permasalahan dalam soal dan menuliskan jawaban atau solusi dari
permasalahan dalam soal.
4. Keterampilan menyimpulkan dan keterampilan mengevaluasi, dengan
indikator: menentukan kesimpulan dari solusi permasalahan yang telah
diperoleh dan menentukan alternatif-alternatif cara lain dalam menyelesaikan
masalah.
34
Dalam kemampuan berpikir kritis, siswa dituntut untuk dapat berpikir tingkat
tinggi, yaitu dapat melakukan kegiatan-kegiatan dari merancang hingga
memecahkan masalah (Resnick, 1991).
Beberapa pendapat para ahli tentang definisi berpikir kritis di atas
dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis (critical thinking) adalah proses mental
untuk menganalisis atau mengevaluasi informasi. Informasi tersebut bisa
didapatkan dari hasil pengamatan, pengalaman, akal sehat atau komunikasi.
Penelitian yang mendukung studi pendahuluan penelitian ini adalah laporan
penelitian Wahyuni (2011), kesimpulan penelitiannya adalah keterampilan untuk
dapat berpikir secara kritis merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh
setiap orang untuk dapat berhasil dalam mengatasi tantangan dan permasalahan di
masa kini dan masa yang akan datang. PBL merupakan model pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
tentang keterampilan pemecahan masalah dan berpikir kritis untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep essensial. Model pembelajaran PBL telah terbukti dapat
meningkatkan partisipasi, aktivitas, motivasi, dan hasil belajar siswa serta
meningkatkan keterampilan berpikir kritis/berpikir tingkat tinggi.
Ketersediaan sumber belajar merupakan hal yang sangat penting untuk
menerapkan PBL. Pada saat ini, terdapat berbagai sumber belajar yang dapat
mendukung penerapan PBL dalam pembelajaran IPA.
Sehingga kini semua bergantung pada guru dan pihak sekolah apakah mereka mau
menerapkan PBL guna meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswanya.
35
Menurut Tinio (2003) bahwa sumber daya manusia yang diperlukan untuk
menghadapi tantangan globalisasi adalah SDM yang memiliki keterampilan
berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) atau sering disebut keterampilan
berpikir kritis (critical thinking). Keterampilan berpikir tersebut bukan
merupakan keturunan tetapi ini harus dilatih. melalui pemberian stimulus yang
menuntut seseorang untuk berpikir kritis.
D. Efektivitas Model Problem Based Learning
Efektivitas merupakan istilah yang banyak disinggung oleh para ahli, dimana
batasan-batasan pengertian tentang efektivitas yang dikemukakan oleh para ahli
berbeda antara satu dengan yang lainnya. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2002: 584) mendeskripsikan efektif dengan “ada efeknya (akibatnya,
pengaruhnya, kesannya)” dan efektivitas diartikan “keadaan berpengaruh, hal
berkesan” atau “keberhasilan (usaha, tindakan)”. Jadi, menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia efektivitas adalah suatu usaha atau tindakan yang
berakibat/berpengaruh dan berkesan yang dapat membawa hasil/berhasil guna.
Pembelajaran yang efektif ditentukan oleh kemanfaatannya, sebab proses
pembelajaran menunjukkan presentase keterlibatan siswa yang tinggi dalam
waktu yang tepat, sehingga pencapaian tujuan diperoleh dengan sikap siswa yang
baik. Dengan demikian sebuah pembelajaran efektif jika hasil pembelajaran sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Faktor yang mempengaruhi
36
efektivitas dalam pembelajaran antara lain kemampuan guru dalam menggunakan
metode-metode pembelajaran yang dipengaruhi oleh faktor tujuan, peserta didik,
situasi, fasilitas, media pembelajaran dan pengajaran itu sendiri.
Efektivitas dalam penelitian ini ditunjukkan dari nilai pretes dan postes siswa
yang diperoleh dari soal-soal berpikir kritis uji t-Test, yaitu sebagai berikut
dengan menggunakan program SPSS.
E. Kerangka Pikir
Kegiatan pembelajaran di kelas perlu menerapkan suatu model pembelajaran yang
dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa. Model pembelajaran yang
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah PBL yang
terintegrasi strategi metakognisi. Dalam pembuatan model ini peneliti
menggunakan strategi metakognisi karena strategi metakognisi dapat membangun
fondasi untuk siswa belajar aktif dan terampil.
Langkah model pembelajaran PBL, format dan isi pada model sesuai dengan fase
yang diterapkan. Pada langkah ini secara umum menunjukan fase yang harus
dilakukan selama proses pembelajaran dengan model PBL yang terintegrasi
dengan strategi metakognisi. Dimulai dari mengorientasi siswa kepada masalah
yang disajikan, mengorganisasi siswa kepada masalah yang disajikan,
membimbing penyelidikan untuk mendapat penjelasan dan pemecahan.
37
Gambar 2.1 kerangka pikir model PBL-M3
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tinjauan teoritis dan kerangka pikir, maka hipotesis penelitian ini
adalah:
H0: Model PBL-M3 tidak efektif dalam menumbuhkan kemampuan berpikir
kritis siswa SMP
H1: Model PBL-M3 efektif dalam menumbuhkan kemampuan berpikir
kritis siswa SMP
Model PBL
Pengembangan
KBM danModel PBL-M3
Strategimetakognisi
Standar Proses,Standar KompetensiLulusan, Standar Isi
SI
Siswa berpikir kritis
38
`
III. METODE PENELITIAN
A. Langkah-Langkah Penelitian
Model pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini menggunakan
desain penelitian dari model Education Research and Development (R & D) yang
diadopsi dari Gall, dkk (2003), yaitu pengembangan model yang dilakukan
melalui aktivitas berulang mulai dari mendesain model sampai implementasi
model. Secara konseptual, metode penelitian dan pengembangan (R & D) dari
Gall, dkk (2003) meliputi 10 tahapan kegiatan yaitu: (1) penelitian dan
pengumpulan informasi, (2) perencanaan, (3) pengembangan draft produk awal,
(4) pengujian ahli dan uji lapang awal, (5) revisi produk awal, (6) pengujian
lapang utama, (7) revisi produk hasil uji lapang utama, (8) pengujian lapang
operasional, (9) revisi produk hasil uji lapang operasional, dan (10) implementasi
serta desiminasi.
Sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian ini, maka dilakukan adaptasi terhadap
10 tahap penelitian pengembangan tersebut menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu: (1) studi
pendahuluan, (2) perancangan /desain model (produk), dan (3) pengujian model.
Dalam pelaksanaannya diawali dengan melakukan studi pendahuluan terhadap
pelaksanaan pembelajaran IPA untuk menemukan draft model, selanjutnya draft
model tersebut divalidasi oleh ahli yang relevan dan untuk melihat tingkat
39
kelayakan model. Model pembelajaran hasil validasi ahli dan uji lapang disebut
model hipotetik (model yang akan diuji dan diimplementasikan). Model hipotetik
ini akan diimplementasikan untuk mengetahui kepraktisan dan keefektifannya.
Alur penelitian pengembangan ini disajikan dalam Gambar 3.1 berikut:
Gambar 3.1 Proses Pengembangan Strategi Metakognisi Berbasis PBL
1. Tahap Studi Pendahuluan
Pada tahap studi pendahuluan, penelitian dan pengembangan ini direncanakan
menempuh langkah-langkah sebagai berikut, studi literatur, pengumpulan data di
lapangan, dan deskripsi atau gambaran serta analisis hasil temuan lapangan. Studi
literatur diperoleh dengan mengumpulkan informasi penyebab rendahnya
Analisis kebutuhan
III.ValidasiModel
Evaluasi
Studi literatur-studi lapangan
II.Pengembangan/desain model
Naskah awal
Uji Ahli
ModelPrototipe
Pengujian/implementasi
ModelAkhir
I.StudiPendahuluan
40
keterampilan berpikir kritis siswa. Pada tahap ini , dilakukan penelitian untuk
mendapatkan informasi bahwa diperlukan adanya pengembangan model strategi
metakognisi berbasis PBL . Berdasarkan angket analisis kebutuhan, ternyata
beberapa sekolah sudah menerapkan model pembelajaran PBL namun belum
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, oleh sebab itu peneliti ingin
mengembangkan model PBL yang terintegrasi strategi metakognisi sehingga
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Peneliti mengembangkan
strategi metakognisi karena metakognisi merupakan kemampuan belajar
bagaimana mestinya belajar dilakukan yang meliputi proses perencanaan,
pemantauan, dan evaluasi. Strategi metakognisi mampu memberdayakan siswa
menjadi pebelajar mandiri, jujur, berani mengakui kesalahan, dan dapat
meningkatkan prestasi belajarnya (Susantini, 2004). Sedangkan pembelajaran
berbasis masalah merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan
masalah kontekstual secara nyata dan terjadi dalam kehidupan sehari-hari
sehingga mampu membuat siswa lebih aktif dan berpikir secara kritis dalam
memahami konsep atau materi yang dipelajari.
Studi lapangan diperoleh dari kegiatan penelitian survei, sebab tujuan utama dari
studi ini adalah untuk mengumpulkan informasi terhadap sejumlah variabel. Oleh
karena itu, teknik dan alat pengumpulan data yang dikembangkan akan
berhubungan dengan upaya untuk menggali informasi terhadap sejumlah variabel
dan bukan untuk menghubungkan antara suatu variabel dengan variabel lainnya,
sekalipun informasi tersebut mengandung dan menunjukan adanya hubungan
antara variabel.
41
Deskripsi dan analisis hasil temuan di lapangan adalah bagian dari studi
pendahuluan, yang bertujuan untuk menemukan gambaran tentang model
pembelajaran yang saat ini diterapkan oleh para guru SMP (terkait dengan
penerapan model Pembelajaran PBL terintegrasi strategi metakognisi) yang
mencakup gambaran tentang pendekatan pembelajaran, bentuk rencana
pembelajaran, dan bentuk pelaksanaan evaluasi hasil pembelajaran. Berdasarkan
wawancara dengan beberapa guru SMP ternyata diperlukan adanya
pengembangan model pembelajaran yang terintegrasi strategi metakognisi, akan
tetapi fakta yang terjadi belum ada model pembelajaran PBL yang terintegrasi
strategi metakognisi. Jadi diperlukan pengembangan model pembelajaran PBL
yang terintegrasi strategi metakognisi sehingga dapat meningkatkan kemampuan
berpikiri kritis siswa.
Model PBL merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan pada
kurikulum 2013. Woods (1996) menyatakan melalui PBL peserta didik
diharapkan memiliki keterampilan memecahkan masalah untuk dapat berperan
aktif di masa depan secara global, mampu mengembangkan kemampuan dan
karakter-karakter seperti berpikir kritis. Pembelajaran dengan menggunakan
model ini mampu membuat siswa berpikir secara kritis karena siswa dituntut aktif
dalam menyelesaikan masalah untuk menemukan konsep itu sendiri. Cara
mengumpulkan informasi dalam penelitian ini adalah dengan mengisi angket
untuk guru dan siswa di SMP Negeri dan swasta. Kemudian hasil angket
dijadikan sebagai landasan dalam penyusunan latar belakang masalah.
42
2. Tahap Pengembangan
Berdasarkan deskripsi dan analisis hasil temuan secara faktual di lapangan, maka
berikutnya akan disusun langkah-langkah pengembangan sebagai berikut:
a. Merumuskan rencana pengembangan model pembelajaran, menentukan
tujuan yang dicapai pada setiap tahapan pengembangan, dan
merencanakan studi kelayakan secara terbatas.
b. Mengembangkan rumusan awal (desain) tentang model pembelajaran yang
akan dikembangkan, mencakup rumusan tentang penyusunan rencana
model pembelajaran, pelaksanaan strategi pembelajaran, dan evaluasi
hasil pembelajaran.
c. Melakukan uji ahli yaitu ahli kontruksi dilakukan oleh seorang Pakar
Teknologi Pendidikan Universitas Lampung.
Ahli bahasa dilakukan oleh seorang pakar bidang bahasa Universitas
Lampung dalam mengevaluasi dan mengkaji kaidah pemilihan kata sesuai
dengan karakteristik sasaran, dan aspek kebahasaan secara menyeluruh.
d. Berdasarkan hasil ujicoba awal terbatas maka dilakukan perbaikan
terhadap desain model yang telah dikembangkan sebelumnya. Perbaikan
ini sangat mungkin dilakukan lebih dari satu kali, sesuai dengan hasil yang
ditunjukkan dalam ujicoba terbatas, sehingga diperoleh desain model yang
siap diujicoba lebih luas.
43
e. Melakukan uji coba utama yang melibatkan khalayak yang lebih luas. Ada
dua tujuan utama langkah ini, yaitu:
1) Untuk mengetahui apakah desain model telah diterapkan dengan
benar oleh guru.
2) Seberapa efektifkah hasil penerapan desain model tersebut dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.
Berdasarkan tujuan tersebut, maka penelitian pada tahap ini menggunakan
pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan
untuk mengungkap tujuan kesatu. Sedangkan pendekatan kuantitatif
digunakan untuk mengungkap tujuan kedua.
f. Berdasarkan hasil ujicoba lebih luas yang telah dilakukan sebelumnya,
kemudian dilakukan perbaikan atau penyempurnaan terhadap desain
model, sehingga desain model yang dikembangkan berikutnya adalah
sebuah model yang siap untuk dilakukan uji validasi.
3. Tahap Validasi Model
Berdasarkan hasil penelitian atau temuan model pembelajaran yang telah diuji
terbatas dan diuji secara luas, maka selanjutnya adalah dilakukan uji validasi
model dalam rangka untuk menemukan bentuk model akhir pembelajaran.
Terdapat dua tujuan yang hendak diungkap dalam langkah ini yaitu:
a. Untuk menentukan tingkat keterterapan model, artinya apakah model
pembelajaran yang telah dikembangkan benar-benar siap untuk dipakai.
44
b. Menyimpulkan apakah model yang dikembangkan lebih efektif
memberikan dampak terhadap peningkatan keterampilan berpikir kritis
siswa, dibandingkan dengan model pembelajaran atau cara yang dilakukan
selama ini.
Untuk tujuan kesatu dilakukan pengumpulan dan analisis data melalui observasi
dan angket. Sedangkan tujuan kedua diukur melalui pelaksanaan penelitian
eksperimen semu (quasi experimental) dengan rancangan pretest-postest with
control group design. Kelompok kelas eksperimen adalah siswa (subyek
penelitian) yang menerapkan atau menggunakan model hipotesis pembelajaran
yang telah dikembangkan. Sedangkan, kelompok kelas kontrol adalah kelompok
siswa yang menerapkan model PBL. Rancangan penelitian eksperimen semu
(quasi experimental) dengan rancangan pretest-postest with control group design
pada langkah ini digambarkan dalam tabel berikut.
Tabel 3.1 Desain pretes-postes kelompok kontrol tanpa acak
Kelompok Pretes Perlakuan Postes
(Variabel bebas) (Variabel terikat)
Eksperimen O1 X1 O2
Kontrol O3 X2 O4
Tujuan dalam langkah uji validasi adalah untuk melakukan perbaikan akhir
terhadap model yang telah dikembangkan berdasarkan hasil uji validasi.
45
B. Lokasi dan Subyek Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 22 Bandar Lampung dan subyek
penelitian ditetapkan secara purposive, dengan mempertimbangkan tahap-tahap
penelitian serta tujuan khusus penelitian.
Pada tahap studi pendahuluan, subyek penelitian dipilih dengan menggunakan
prinsip purposive sampling, yaitu mempertimbangkan tujuan untuk mendapatkan
data tentang model pembelajaran yang diterapkan pada SMP-SMP di Bandar
Lampung. Untuk maksud ini maka dipilih 8 SMP di propinsi Lampung. Lokasi
dan subyek penelitian pada tahap studi pendahuluan dicantumkan pada tabel 3.2
di bawah ini.
Tabel 3.2 Lokasi dan subyek penelitian dalam studi pendahuluan
No. Lokasi Sekolah Subyek (Guru)
1. SMPN 22 Bandar Lampung 4
2. SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung 1
3. SMPN 23 Bandar Lampung 1
4. SMPN 31 Bandar Lampung 2
5. SMP Swasta Darul Ilmi 1
6. SMPN 1 Batanghari 1
7. SMPN 1 Jati Agung 1
8. SMPN 3 Tegineneng 1
Jumlah 12
Pada tahap pengembangan ada dua ujicoba yang dilakukan yaitu ujicoba terbatas
dan ujicoba lebih luas. Untuk pelaksanaan ujicoba terbatas, lokasi dan subyek
dipilih secara purposive, yaitu 2 kelas di SMPN 22 Bandar Lampung .
46
Pada tahap implementasi (uji coba kecil) dipilih dua kelompok siswa subyek
penelitian di SMPN 22 yaitu satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Kelas
eksperimen adalah kelas yang menerapkan model pembelajaran yang telah
dikembangkan, sedangkan kelas kontrol adalah kelas yang menerapkan model
pembelajaran berbasis masalah dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.3 Daftar lokasi dan subyek penelitian dalam tahap pengembangan.
Ujicoba Terbatas Ujicoba Lebih LuasKelas Subyek Kelas Subyek
Guru Siswa Guru Siswa
Kelas VII 1 30 Kelas VII A 1 30Kelas VII C 1 30
Jumlah 1 30 Jumlah 2 60
C. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Pada studi pendahuluan, dipilih teknik angket, dan observasi. Secara umum,
kedua teknik tersebut (angket dan observasi) digunakan secara bersamaan dan
saling melengkapi. Namun secara khusus, masing-masing teknik dijelaskan
sebagai berikut. Angket digunakan untuk mengungkap penyusunan rencana
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi hasil pembelajaran.
Observasi digunakan untuk mengamati pelaksanaan tugas guru, kemampuan
siswa, penyusunan rencana pembelajaran, pelaksanaan maupun prestasi siswa
(evaluasi hasil pembelajaran).
47
Pada uji validasi, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah penilaian
dampak penerapan model yang dikembangkan terhadap peningkatan
keterampilan berpikir kritis siswa melalui perbandingan hasil pengukuran sebelum
dan sesudah penerapan model secara mandiri oleh kelompok kontrol dan
eksperimen.
Pada tahap pengembangan, ada dua langkah yang berkaitan dengan teknik
pengumpulan data, yaitu ujicoba terbatas dan ujicoba lebih luas. Pada ujicoba
terbatas, teknik pengumpulan data yang pokok adalah angket dan observasi.
Angket diberikan kepada guru dengan tujuan untuk mengetahui apakah terdapat
kendala atau kesulitan dalam penerapan desain model. Observasi dilakukan
terhadap proses penerapan desain model, untuk mengetahui apakah desain model
dapat diterapkan secara benar, dan mengetahui secara langsung kendala atau
kesulitan yang dihadapi subyek (siswa dan guru).
Pada ujicoba lebih luas, di samping dilakukan angket sebagaimana pada ujicoba
terbatas, juga dilakukan penilaian tingkat keterterapan desain model melalui
penilaian sebelum (pra) dan sesudah (paska) penerapan desain model kepada
subyek penelitian.
2. Alat/Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang dikembangkan dalam penelitian ini berkaitan
dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan pada masing-masing tahap
penelitian, yaitu
48
a. Angket berupa daftar pertanyaan yang dilakukan pada tahap studi
pendahuluan , tahap validasi, dan tahap implementasi model PBL-M3..
Dalam penelitian ini terdapat tiga jenis angket yang digunakan yaitu pada
studi pendahuluan, dan pada saat ujicoba terbatas, ujicoba lebih luas dan
validasi, serta pada saat pengamatan aktivitas siswa saat pelaksanaan
pembelajaran. Secara spesifik ketiga jenis instrumen tersebut memiliki
perbedaan dalam tujuan yang ingin dicapai. Pada studi pendahuluan,
angket yang digunakan bertujuan untuk mengungkap fakta-fakta
penyelenggaraan pembelajaran (penyiapan, pelaksanaan, dan evaluasi
hasil pembelajaran) pada subyek penelitian.
Fakta-fakta tersebut berikutnya dirujuk kepada kriteria konseptual
pembelajaran yang ideal seperti yang telah dideskripsikan pada kajian
pustaka. Angket yang digunakan untuk validasi model pembelajaran
bertujuan untuk mengetahui apakah model tersebut siap digunakan atau
tidak.
Angket aktivitas siswa digunakan untuk melihat apakah siswa sudah
melakukan hal-hal yang diharapkan dari penerapan model yang digunakan
dalam penelitian.
b. Lembar observasi berupa daftar pertanyaan yang digunakan untuk
mengajukan pertanyaan dan observasi dalam tahap pengembangan
(ujicoba terbatas dan lebih luas). Sedangkan daftar pertanyaan yang
digunakan pada ujicoba terbatas, ujicoba lebih luas dan validasi, bertujuan
untuk mengungkap apakah desain model telah dapat diterapkan dengan
49
baik serta mendeskripsikan hambatan-hambatan yang dijumpai. Instrumen
observasi, sebagaimana halnya dengan daftar pertanyaan (angket) adalah
dalam bentuk daftar centang (check list), juga digunakan pada dua tahap
penelitian, yaitu pada studi pendahuluan,dan pada tahap ujicoba terbatas
dan lebih luas, dengan tujuan yang berbeda seperti halnya pada studi
pendahuluan.
c. Instrumen penilaian hasil belajar yang dikembangkan adalah tes obyektif.
Ukuran validitas dan reliabilitas tes didasarkan kepada validitas isi
(content validity) dan pertimbangan ahli (experts judgement).
Tes obyektif pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen diterapkan
pada tahap ujicoba terbatas dan ujicoba lebih luas, untuk mengukur
peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa.
Dampak penerapan model pembelajaran dapat diketahui dari angket
respon siswa terhadap model pembelajaran dan angket tanggapan guru.
D. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dijelaskan dalam tiga tahap studi, yaitu: tahap
pendahuluan, pengembangan, dan validasi. Pada tahap studi pendahuluan,
temuan atau fakta-fakta tentang implementasi pembelajaran yang dilaksanakan
saat ini, dideskripsikan dalam bentuk prosentase, kemudian dianalisis atau
diinterpretasikan secara kualitatif. Dengan pendekatan ini maka analisis yang
digunakan dalam tahap ini disebut deskriptif kualitatif.
50
Pada tahap pengembangan beberapa pendekatan analisis yang digunakan yaitu:
a. Pada uji ahli, model pembelajaran yang dikembangkan dianalisis dari segi
kontruksi dan bahasa yang mencakup rumusan tentang penyusunan
rencana model pembelajaran, pelaksanaan strategi pembelajaran, evaluasi
hasil pembelajaran, kaidah pemilihan kata sesuai dengan karakteristik
sasaran, dan aspek kebahasaan secara menyeluruh.
b. Pada ujicoba terbatas, hasil ujicoba penerapan desain model dianalisis
dengan pendekatan kualitatif.
c. Pada ujicoba lebih luas, di samping menggunakan pendekatan deskriptif
kualitatif, juga digunakan analisis statistik kuantitatif, dengan formula
statistik uji t (t-test) untuk mengukur hasil penerapan desain model pada
kondisi sebelum dan sesudah penerapan model.
Pada tahap validasi, data yang diperoleh yaitu.
a. Data diperoleh melalui observasi dan angket untuk menentukan apakah
model yang dikembangkan benar-benar siap untuk dipakai.
b. Data diperoleh melalui hasil pretest-postest with control group design,
Tujuannya untuk mengetahui dampak keefektifan model yang
dikembangkan terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa.
Pada tahap implementasi model, data yang diperoleh melalui hasil angket aktivitas siswa
yang diamati oleh observer selama pembelajaran berlangsung.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan.
1. Karakteristik strategi metakognisi berbasis PBL-M3 yang dikembangkan telah
memenuhi kriteria sebagai sebuah model pembelajaran terdiri dari rasional
teoretik, landasan berpikir, sintaks, prinsip interaksi, sistem sosial, sistem
pendukung, dampak pembelajaran terdiri dari dampak instruksional
(instructional effect) maupun dampak pengiring (nurturant effect)
2. Strategi metakognisi berbasis PBL-M3 yang telah dikembangkan dinyatakan
efektif digunakan sebagai sebuah model pembelajaran karena dapat
menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa, hal ini berdasarkan perolehan
nilai N-gain sebesar 0,77 pada kelas eksperimen dan 0,57 pada kelas kontrol.
3. Tanggapan guru terhadap strategi metakognisi berbasis PBL-M3 yang
dikembangkan dinyatakan sangat baik untuk digunakan sebagai sebuah model
pembelajaran. Respon siswa terhadap model PBL-M3 adalah sangat
menyenangkan dapat dilihat dari hasil angket respon siswa yaitu
93,75% siswa sangat senang diajar dengan model PBL-M3.
82
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut.
1. Strategi metakognisi berbasis PBL-M3 dapat digunakan oleh guru sebagai
Sebuah model pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa.
2. Bagi pengembang yang selanjutnya, model pembelajaran PBL-M3 dapat
ditambahkan strategi-strategi pembelajaran lainnya yang dapat menunjang
dalam peningkatan keterampilan-keterampilan belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Angelo, T. A. 1995. Classroom assessment for critical thinking. Teaching ofPsychology, 2(2):6-7.
Abdullah, S. Ridwan. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk ImplementasiKurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara
Abidin, Yunus. 2014. Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum2013. Bandung: PT Refika Aditama.
Anderson, L. W. & D. R. Krathwohl (eds.). 2001. A Taxonomy for Learning,Teaching and Assessing: A Revision of Bloom's Taxonomy ofEducational Objectives. New York:Longman.
Arends, R. 2007. Belajar untuk Mengajar. Edisi Ketujuh. Terjemahan HellyPrayitno, S. Dan Sri Mulyantini, S. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Astika, K. U., I. K. Suma & I. W. Suastra. 2013. Pengaruh Model PembelajaranBerbasis Masalah terhadap Sikap Ilmiah dan Keterampilan Berpikir Kritis.Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, (3):1-10.
Baron, Leora. 2003. Problem Based Learning, p.1.(Online). (http://[email protected]/atresourcesttqt. html, diakses tanggal 11 Mei 2015).
Bilgin Ý, ªenocak E & Sözbilir M 2009. The effects of problem-based learningInstruction on university students’ performance of conceptual andquantitative problems in gas concepts. Eurasia Journal of Mathematics,Science & Technology Education, 5(2):153-164.
Borg, W.R., Gall, M. D., Gall, J.P., 2003. Educational Research (AnIntroduction). Seventh Edition. Boston:Pearson Education Inc.
Corebima, A. D. & Idrus, A. A. 2006. “Pemberdayaan dan PengukuranKemampuan Berpikir Pada Pembelajaran Biologi”. Makalah disajikandalam International Conference on Measurement And Evaluation inEducation, School of Educational Studies Universiti Sains MalaysiaPenang, Malaysia, 13-15 February.
84
Depdiknas, 2006. Model Silabus dan Rencana pelaksanaan Pembelajaran Matapelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta:Departemen PendidikanNasional.
Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Eggen, P. & Kauchak, D. 1997. Educational Psychology, (3rd ed.). NewJersey:Prentice Hall.
Ennis, Robert H. 1995. Critical Thinking. New Jersey :Prentice Hall, Universityof Illinois.
Fadlillah, M. 2014. Implementasi Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-RuzzMedia
Fauzi, M. 2009. Peranan Kemampuan Metakognitif dalam Pemecahan MasalahMatematika Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan, 10 (1):153-160.
Fisher, 2009. Berpikir kritis Sebuah pengantar . Jakarta:Erlangga
Flavell. (1976). Metacognition and Cognitive Monitoring. Allyn Bacon
Goodnough, K. & M. Cashion. 2003. Fostering Inquiry through Problem-BasedLearning. The Science Teacher, 70(6):21- 25.
Hadi, Corebima, & saptasari. 2013. Pengaruh Pembelajaran ProblemBased Learning (PBL) Terhadap Kemampuan Berpikir KritisDan Pemahaman Konsep Biologi Siswa SMA Negeri di KotaMalang. Jurusan Biologi, FMIPA, Malang:Universitas NegeriMalang.
Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan kontekstual dalam PembelajaranAbad 21. Bogor:Ghalia Indonesia
Huit, W.G. 1997. Metacognition. Available: http://tip.psychology.org/-meta.html.Diakses, tanggal 30 Oktober 2010
Imel, S. 2002. Metacognitive skills for adult learning. ERIC Clearinghous onAdult, Career, and Vocational Education, Center on Education andTraining for Employment, College of Education, the Ohio StateUniversity.
Jhonson, E. B. 2002. Contextual Teaching and Learning. California:CorwinPress, Inc.
Jonassen, D., Mayes, T., & McAleese, R. 1993. A manifesto for a constructivistapproach to uses of technology in higher education. In Designing
85
environments for constructive learning (pp. 231-247). Springer BerlinHeidelberg.
Krulik, S & Rudnik, J. A. 1996. The New Source Book Teaching Reasoningand Problem Solving in Junior and Senior High School. Massachusets:Allyn & Bacon.
Kusumaningtias, Zubaidah &Endah. 2013. Pengaruh Problem Based LearningDipadu Strategi Numbered Heads Together Terhadap KemampuanMetakognitif, Berpikir Kritis, dan Kognitif Biologi. (http://ebookbrowsee.net/34-anyta- kusumaningtias-pdf-d243266722, di akses 10 Juli 2015).
Liliasari. 2003. Peningkatan Mutu Guru dalam Keterampilan Berpikir TingkatTinggi Melalui Model Pembelajaran Kapita Selekta Kimia SekolahLanjutan.JurnalPendidikan Matematika dan Sains, 3(8):174 -181.
Livingston, J.A. 1997. “Metacognition: An Overview”. Tersedia pada:http://www.gse.buffalo.edu/fas/shuell/cep564/Metacog.htm. Diakses pada7 Agustus 2015
Macleod, W.B & Syer, K.D. 2004. Beyond Achievement Data AssessingChanges in Metacognition and Strategic Learning. Canada: SocialSciences and Humanities Research Council of Canada.
Majid, A. 2014. Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Interes
Matlin, M.E. 2009. Cognitive Psychology. Seventh Edition. International Version.New York ; John Wiley & Sons, Inc.
Michael & Martin. 2012. TIMSS 2011 International Results in Science. Boston,USA: IEA TIMMS & PIRLS International Study Center.OECD. 2013. PISA 2012 Assessment and Analytical Framework:Mathematics, Reading, Science, Problem Solving and Financial Literacy.OECD Publishing.
Moore, K. 2004. Constructivism & Metacognition, (Online), (http://www.tier1.performance.com/Articles/constructivism. PDF, diakses 5 Juni 2015)
Norris & Ennis. 1989. Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Pt Gelora AksaraPratama:Erlangga.
Nur, M. 2011. Strategi-strategi Belajar. Disadur dari chapter 6. Learning andRichard I. Arends, Allyn dan Bacon (1997), Study Strategies BukuClassroom Instruction and Management . Surabaya: PSMS UNESA
Ozdemir, E. 2006. An Investigation On The Effects Of Project-Based Learning OnStudents’ Achievement In And Attitude Towards Geometry. Thesis
86
Submitted To The Graduate School Of Natural And Applied Sciences OfMiddle East Technical University
Paidi. 2008. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Biologi yangMengimplementasikan PBL dan Strategi Metakognisi, serta Efektifitasnyaterhadap Kemampuan Metakognitif, Pemecahan Masalah, danPenguasaan Konsep Biologi Siswa SMA di Sleman Yogyakarta. Disertasitidak diterbitkan. Malang:Universitas Negeri Malang.
Palennari. 2011. Potensi Integrasi Problem Based Learning DenganPembelajaran Kooperatif Jigsaw Dalam Meningkatkan KeterampilanBerpikir Kritis Mahasiswa . Jurusan biologi, FMIPA, Makasar. UniversitasNegeri Makassar.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 tahun 2006 tentang standarKompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Petters, E. 2006. Connecting Inquiry to The Nature of Science as a metacognitiveResource. Science Education, 10(5):101-104.
Resnick, L.B. 1991. 'Shared cognition: Thinking as social practice', in Resnick,L.B., Levine, J.M.. and Teasley, S.D.,(ed.), (1991). Perspectives onSocially Shred Cogninon. Washington:American PsychologicalAssociation
Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran. Jakarta. Raja Grafindo.
Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar ProsesPendidikan. Jakarta:Kencana Prenada Media Group
Sanjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Kencana
Sastrawati, Rusdi, & Syamsurizal. 2011. Problem Based Learning StrategiMetakognisi Dan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa. Tekno-Pedagogi, 1(2):1-14.
Schraw & Moshman. 1995. Metacognitive Theories. Educational PsychologyReview,Vol 7, No 4 Macleod, W.B & Syer, K.D. 2004. BeyondAchievement Data Assessing Changes in Metacognition and StrategicLearning. Canada: Social Sciences and Humanities Research Council ofCanada.
Selcuk,GS. 2010. The effects of problem-based learning on pre-serviceteachers’ achievement, approaches and attitudestowards learning physics. International Journal of the Physical Sciences,5(6):711-723. Di akses 15 April 2015
87
Snyder LG & Snyder M. 2008. Teaching critical thinking and problem solvingskills. The Delta Pi Epsilon Journal, L(2):90-99. Available athttp://reforma.fen.uchile.pdf. Accessed 8 January 2015.
Soundari, S. G., Sashi, V., & Malathy, N. S. 2009. Xylanase production fromRhizopus nigricans Ehrenberg using wheat bran as a carbonsource. Advances in Plant Sciences, 22(2):401-404.
Stacey, K. 2011. The PISA View Of Mathematical Literacy In Indonesia. Journalon Mathematics Education (JME), 2(2):95-126.
Susantini, E. 2004. Memperbaiki Kualitas Proses Belajar Genetika melaluiStrategi Metakognitif dan Pembelajaran Kooperatif pada Siswa SMU.Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang
Syah, M .2013. Psikologi Belajar. Bandung: Rajawali PersTaccasu Project. (2008) “Metacognition” Tersedia pada:http://www.hku.hk/cepc/taccasu/ref/metacognition.html. Diakses pada 5Maret 2015
Taccasu-Project. 2008. “Metacognition” Tersedia pada:http://www.hku.hk/cepc/taccasu/-ref/metacognition.html. Diakses pada10 Agustus 2015.
Tim Broad Based Education (BBE). 2002a. Konsep Pendidikan BerorientasiKecakapan Hidup (Life Skill) Broad Based Education (BBE). Buku I.Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional RI.
Tim Broad Based Education (BBE). 2002b. Pola Pelaksanaan PendidikanBerorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill) melalui pendekatan BroadBased Education (BBE). Buku II. Jakarta: Departemen PendidikanNasional RI.
Tinio, V.L. 2003. ICT in Education. Diakses melaluihttp://www.apdip.net/publications/iespprimers/ICTinEducation.pdf pada16 Juni 2015
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional. Jakarta: PT Armas Duta Jaya.
Uno, H.B. 2009. Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajaryang Kreatif dan Efektif. Jakarta: PT Bumi Aksara.
88
Wahyuni, S. 2011. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa melaluiPembelajaran IPA Berbasis Problem Based Learning. (online).(http://ebookbrowsee. net/40-sri-wahyuni-pdf-d243266722, di akses 12Agustus 2015).
Wena, Made. 2014. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta:Bumi Aksara
Woods, D. R. 1996. Problem-Based-Learning: Helping your students gain theMost from PBL. 3rd ed. March. Canada: By contrast
Yamin, M. 2003. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta:GaungPersada Press.
Yatim, R. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta:Kencana Prenada.