Pengembangan Organisasi dan Manajemen Perubahan
-
Upload
andi-tenripada -
Category
Leadership & Management
-
view
236 -
download
13
description
Transcript of Pengembangan Organisasi dan Manajemen Perubahan
1
PENGEMBANGAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN PERUBAHAN
Oleh
Andi Tenripada (NIM : 360073)
Pendahuluan
Layaknya manusia, organisasi sebagai sebuah sistem yang berjalan dalam prosesnya
menuju titik puncak kematangan profesionalisme dan kemapanan tentu tumbuh dan belajar
dari banyak pengalaman-pengalaman atas perubahan. Organisasi beradaptasi dengan
kompleksitas dari ketidakpastian teknologi, ekonomi, politik dan perubahan budaya. Dalam
rangka membantu efektifitas organisasi dalam merespon perubahan tersebut maka dalam
berbagai kasus, perspektif pengembangan organisasi (organization development) secara
proaktif memengaruhi arah dan strategi suatu perusahaan. Organization Development dapat
diterapkan pada pengelolaan perubahan organisasi dimana salah satu concern dari
organizational development adalah kemampuan mentransfer knowledge dan skill untuk
membangun kapabilitas organisasi dalam mencapai tujuan serta mampu memecahkan
masalah.
Selama kurang lebih 55 tahun yang lalu, konsep organization development ini
menghiasi pertanyaan-pertanyaan di kepala para researcher dan kalangan praktisi. Hingga
saat ini, perkembangan organisasi dan manajemen dari sisi teori pun terus berlanjut.
Terkadang, pengembangan organisasi (organization development) masih kerap disalahartikan
dan diidentikkan dengan manajemen perubahan (change management). Guna membangun
kapasitas perubahan, meningkatkan fungsi dan kinerja organisasi, Cumming & Worley
(2009) menggambarkan tentang lingkup dari OD yang lebih luas dibandingkan dengan
change management maupun organizational change serta memiliki perbedaan yang khas satu
sama lain. Salah satunya, OD berbicara tentang pembelajaran dan usaha menuju peningkatan
baik pada individu, organisasi maupun organisasi sehingga secara sistemik memiliki
kapabilitas yang lebih baik dalam mengelola perubahan di masa yang akan datang. Lebih
jauh, hal inilah yang akan didiskusikan dalam artikel yang ditulis oleh Rodell & Colquitt
(2009) tentang “Looking Ahead in Times of Uncertainty: The Role of Anticipatory Justice in
an Organizational Change Context”. Sebuah artikel yang mengkaji bagaimana reaksi pekerja
pada sebuah kebijakan perubahan yang dikaitkan dengan persepsi justice dan fairness
sehingga mampu mendorong perubahan.
Dapatkah OD mengaplikasikan perubahan dan membangun sistem perubahan itu
sendiri pada waktu yang bersamaan? OD dapat diaplikasikan dalam pengelolaan perubahan
2
dengan menempatkan perhatiannya pada kemampuan mentransfer pengetahuan dan skill
untuk membangun kapabilitas organisasi mencapai tujuan dan menemukan pemecahan
masalahnya. Maka dari itu, setiap organisasi perlu membangun kapasitas team member
learning mereka untuk mendukung perubahan organisasi. Harapannya, perubahan organisasi
akan menuju pada responsiveness, quality of work life, efektifitas dengan didukung oleh
potensi human capital, partisipasi dan pengembangan kinerja dan keunggulan bersaing.
Konsep tersebut dapat dipahami dalam artikel yang ditulis oleh Higgins et al (2012) tentang
“Implementation Teams”: A New Lever for Organizational Change”.
Mengelola Ketidakpastian dalam konteks Perubahan Organisasi
Sebisa mungkin, manusia adalah tipe risk averse. Individu-individu berlari dan
mencari posisi seattle/mapan yang menghindarkannya dari risiko-risiko yang merugikan
dirinya maupun berdampak pada posisinya. Berbagai penjelasan terkait respon terhadap
ketidakpastian telah dibahas pada pertemuan sebelumnya yang erat terkait dengan perspektif
organizational behavior. Kali ini, Rodel & Colquitt (2009) dalam artikelnya yang berjudul
Looking Ahead in Times of Uncertainty : The Role of Anticipatory Justice in an
Organizational Change Context akan menguraikan pandangannya tentang bagaimana respon
terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan organisasi dan dampaknya bagi perubahan
sikap dan perilaku karyawan sehingga kita dapat memahami respon perubahan sebagai
sesesuatu yang penting baik secara teoris maupun praktis.
Berangkat dari fairness heuristic theory, sebuah teory dalam literatur tentang keadilan
yang berfokus pada pembentukan dan penggunaan persepsi keadilan itu sendiri. Rodel &
Colquitt menunjukkan sebuah model tentang anticipatory justice perception yang dibentuk
oleh sebuah persepsi umum tentang keadilan yang pernah dialami di masa lampau oleh
seorang supervisor. Mengapa supervisor? Sebagai pemegang kendali yang diberi beban
mengimplementasikan dan melaksanakan sebuah proyek perubahan di masing-masing
unitnya, maka setiap tindakan baik gaya maupun perilaku kemudian menjadi pendorong
apakah pengimplementasiannya mempertahankan standar keadilan baik secara prosedural,
interpersonal maupun informasi.
Melalui pemahaman tentang anticipatory justice terhadap pertimbangan atas keadilan,
karyawan yang mengalami perubahan organisasi memiliki dua lensa dalam melihat keadilan
dalam perubahan tersebut. Di satu sisi, karyawan yang memiliki persepsi keadilan mungkin
didorong oleh anticipated justice yang bersentuhan dengan perubahan itu sendiri. Dalam
konteks tersebut, karyawan akan melihat pengimplementasian dari “kebijakan pelarangan
3
merokok” dari sisi keadilan prosedural, interpersonal, maupun informasi karena masing-
masing karyawan memiliki warna tersendiri dalam mempersepsikan pengalaman atas
pelarangan tersebut. Di sisi yang lain, persepsi keadilan yang dirasakan oleh karyawan
kemungkinan digerakkan oleh persepsi keadilan yang melekat pada supervisornya. Karyawan
mungkin memandang pengimplementasian kebijakan tersebut baik secara prosedural,
interpersonal maupun keadilan atas informasi disebabkan karena persepsi keadilan
heuristiknya mencegah mereka dari kehati-hatian terlibat maupun menginterpretasikan
pengalaman perubahan tersebut.
Uraian di atas cukup menegaskan apa yang dikemukaan oleh Shapiro & Kirkman,
(2001) bahwa ketika anticipatory justice merepresentasikan keadilan yang hendak
diramalkan-maka itu berasal dari apa yang mereka rasakan sebelumnya. Persepsi keadilan
dari seorang supervisor atas perubahan berhubungan kuat dengan anticipated prosedural,
interpersonal dan keadilan informasi. Ketika karyawan yang bekerja dengan seorang
supervisor yang dianggap adil, mereka mengantisipasi perubahan yang segera terjadi dengan
mengelolanya secara adil. Sebaliknya ketika karyawan bekerja pada seorang supervisor yang
dianggap tidak adil, mereka akan mengantisipasi dengan karakter yang lebih tidak adil lagi.
Sehingga, anticipatory justice merupakan hasil dari proses anchoring dan penyesuaian. Maka
dari itu, sangat penting membangun sebuah reputasi yang kuat tentang keadilan dalam diri
dan karier seorang supervisor. Misalnya dengan pelatihan khusus, seorang manajer dapat
dilatih untuk bertahan dan mengikuti prinsip-psinsip keadilan secara intens. Ini menegaskan
pula bahwa seorang supervisor dengan asumsi justice yang tertanam di kepalanya dan masa
kerja yang telah mematangkannya dengan pengalaman-pengalaman memainkan peran
penting dalam mengelola perubahan sebagai sebuah bagian yang tidak terpisah dalam
organisasi.
Hal lain yang menjadi catatan kontributif dari artikel ini adalah terkait dengan cara
organisasi memantau atau memonitor implementasi perubahan. Persepsi karyawan tentang
voice, kekonsistenan, bias suppression, correctability, sincerity, respect, kepercayaan
terhadap perubahan tidak hanya mengacu pada apa yang terjadi pada saat itu namun juga
pada apa yang telah diantisipasi minimal 4 bulan sebelumnya. Organisasi tidak boleh sekedar
melihat apa yang terjadi pada postchange tetapi perhatian dan pendekatan yang lebih baik
juga dibutuhkan pada prechange utamanya mensurvei melalui sejumlah pertanyaan tentang
concern dan kekhawatiran terkait dengan perubahan yang direncanakan. Dari pengumpulan
data tersebut, manajemen memiliki informasi awal untuk mendasain kebijakan selanjutnya
4
dan mengantisipasi resistensi yang dapat muncul dari perubahan – perubahan yang akan
dilakukan di masa-masa mendatang.
Eksistensi Tim Implementasi dalam Mendorong Perubahan
Peran sentral team dalam pengambilan keputusan organisasi, konsultasi dam
pengumpulan informasi tidak diragukan lagi, hal itu diperkuat dengan berkembangnya
fenomena penelitian tentang team beberapa tahun belakangan ini. Salah satu celah yang
mampu diisi oleh riset Higgins et al (2012) adalah bagaimana organisasi dapat menggunakan
team sebagai tools untuk perubahan. Dalam konteks organisasi, eksistensi dari sebuah team
yang bentuknya “lebih aktif” (team implementasi) dibutuhkan sebagai team yang dibebani
tugas mendesain dan memimpin pengimplementasian dari sebuah organisasi - tidak sekedar
perubahan strategi saja.
Konsep lama yang terbangun di kepala kita ketika mendengar kata team adalah
anggota-anggota yang mengembangkan dan mengimplementasikan visi strategis organisasi.
Sebagai tim implementasi, tentunya tidak seperti konsepsi team pada umumnya dimana para
anggota mengembangkan dan mengimplementasikan sebuah visi strategis, tetapi bagaimana
itu kemudian berfungsi? team implementasi di sebuah perusahaan yang melakukan reformasi
struktur secara besar-besaran pada semua level organisasi akan lebih bertanggung jawab
untuk menjamin dan memastikan setiap individu di bawah organisasi memiliki kepentingan
yang sama untuk mengimplementasikan perencanaan strategis team sehingga ada kepastian
proses dan kepercayaan selama pengimplementasian berlangsung.
Hal ini menurut penulis menarik, dalam benak kita selama ini kerja-kerja team demi
menjaga “psychological safe” adalah kumpulan orang-orang yang memiliki pandangan yang
sama, posisi yang sama dan sedapat mungkin tidak memuat banyak perbedaan-perbedaan
gagasan demi efektifitas roda organisasi. Ketika sejumlah penelitian team kemudian
membahas tentang diversity ini dan cenderung sepakat dengan pandangan bahwa diversity
dalam tim yang terdiri dari para ahli (expert) berdampak pada kinerja team utamanya ketika
digunakan proxi knowledge dan keahlian karyawan untuk mengukur “diversity” itu sendiri.
Maka, representasi peran individu dalam team adalah sesuatu yang penting. Dalam penelitian
yang dibahas di artikel ini diversity yang dianggap mampu memfasilitasi perubahan dan
berdampak pada team member learning adalah diversity dalam posisi dan tenure.
Jika ditelisik lebih jauh, kita mengakui bahwa “barang” yang disebut “team
implementasi” ini adalah buah dari pergeseran model kepemimpinan dalam team ke arah
kolaborasi. Bagaimanapun kita mengakui bahwa team menghadapi banyak tekanan untuk
5
menghadirkan strategi baru untuk perubahan yang efektif. Tanpa memulai pengelolaan dari
sisi leadership yang diejahwantahkan dalam bentuk team implementasi tentu menjadi sulit.
Team implementasi adalah instrumen untuk perubahan dan penelitian ini efektif atau tidaknya
bergantung pada komposisinya dan bentuk dukungan yang ada di tempat mereka bekerja.
Dalam pengelolaan perubahan yang tinggi tingkat ketidakpastiannya, mungkin akan
meningkatkan pertanyaan tentang bagaimana “real team” itu bekerja dengan tingkat
ketergantungan antar anggota dan stabilitas tim yang perlu dijaga. Maka salah satu
tantangannya adalah mempersiapkan sebuah “sistem” dalam organisasi maupun team
walaupun orang – orang berubah tetapi team itu sendiri tetap utuh atau lengkap. Dari
pandangan itu, kita mendesain team tidak hanya sebagai sebuah team yang terbiasa dengan
waktu (masa kerja,output) semata.
Implikasi dari riset Higgins et al (2012) tentang bagaimana meramu kebijakan tentang
tim implementasi sehingga mampu mendorong perubahan dan mengelola ketidakpastian
tentu saja bermanfaat bagi organizational development. OD memiliki fokus yang cukup baik
terkait dengan learning process dalam organisasi. Catatan penting dari penelitian Higgins et
al (2012) adalah semakin baik team implementasi dalam mengarahkan, membentuk struktur,
menyediakan dukungan dan expert coaching maka semakin baik team member learningnya.
Dilema perubahan yang menghadirkan ketidakpastian tentu berdampak pula terhadap
“kestabilan” team. Pada kondisi tertentu, ketika terdapat tanda-tanda individu dalam team
menghadapi masalah terkait dengan kecepatan maupun penilaian mereka, positional
diversity yang tinggi akan memitigasi efek negatif dari team member learning. Pada saat
dukungan terhadap kerja-kerja team dianggap baik, positional diversity itu malah tidak terlalu
membantu. Maka dalam mengelola keberlangsungan team member learning, manajemen
perlu memastikan bahwa kondisi yang memungkinkan tersedianya pengarahan yang jelas
mungkin akan lebih penting daripada sekedar komposisi tim.
Terkait stabilitas dari peran (role stability) anggota, jelas bahwa itu merupakan salah
satu dimensi yang penting dalam tim implementasi namun stabilitas team yang dimaksud
disini mungkin asalnya lebih kepada menjaga peran anggota dibandingkan keanggotaan itu
sendiri. Penemuan ini juga membantu menjelaskan mengapa tidak ditemukan batasan dan
saling ketergantungan yang berhubungan dengan team member learning pada tim
implementasi. Sepanjang peran-peran dalam team itu dijalankan dengan baik, maka tidak ada
masalah yang berarti .