Pengembangan Industri CPO (Crude Palm Oil)

download Pengembangan Industri CPO (Crude Palm Oil)

of 11

description

PENGEMBANGAN INDUSTRI CRUDE PALM OIL BERKELANJUTAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL GEO SPATIAL MULTI CRITERIA DECISION ANALYSIS

Transcript of Pengembangan Industri CPO (Crude Palm Oil)

  • 16

    1 PendahuluanPerkembangan industri minyak kelapa sawit

    (crude palm oil CPO) di Indonesia dan Malaysiatelah mampu merubah peta perminyakan nabati duniadalam waktu singkat. Pada tahun 1985, produksiminyak sawit Indonesia baru mencapai 1,3 juta ton.Namun, pada tahun 2007 dengan cepat produksi CPOIndonesia telah berhasil melampaui total produksiCPO Malaysia (Akyuwen dan Sulistyanto, 2010;Edser, 2010; Syaukat, 2010). Menurut data dariKementrian Perdagangan RI (2011),hasil produksiCPO Indonesia pada tahun 2011 yang baru sajaberlalu sebesar 23 juta ton. Dari angka tersebut, 17,5juta ton diekspor ke berbagai negara dengan China

    PENGEMBANGAN INDUSTRI CRUDE PALM OILBERKELANJUTAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL

    GEO-SPATIAL MULTICRITERIA DECISION ANALYSIS

    I Ketut Gunarta1), Eriyatno2), Anas Miftah Fauzi2), B.S. Kusmuljono2)1) Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember

    2) Fakultas Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor

    email: [email protected]

    Abstract

    Development of crude palm oil industry in Indonesia and Malaysia have been able tochange the map of world vegetable oil in a short time. In 1985, Indonesia palm oil productionreached 1.3 million tons. However, in 2007 Indonesia has surpassed the total production ofCPO Malaysia. Indonesias CPO total production in 2011is 23 million tons. To producethat amount of production volume, there are at least 4 million ha of land to produce rawmaterial for the factory. With the next target of 50 million tons of production will of coursebe a lot of land to be prepared or converted. However, the increasing of CPO production isnot always have a positive impact. Forest damage caused by the opening of oil palmplantation and is still a lack of consideration to increase CPO production through increasedproductivity of the land received many responses from various parties environmentalists.Approximately 400,000 ha of forests in Indonesia per year be converted into oil palmplantations. The use of forest land for oil palm plantations is one of the growing threat ofIndonesias CPO production so necessary to control the development of this industry.Thispaper provides an alternative optimal solution to the development of palm oil industry bybuilding a decision support system that integrates GIS with spatial analysis modelsesspecially multicriteria decision making. This spatial based decision support system has acapability to accommodate the limitations of land development, environmental constraints,transportation facilities and transportation networks as well to get the optimal CPO industrydevelopment decision.

    Keywords: industry developmen, GIS, crude palm oil, spatial analysis model

    sebagai pembeli utama. Dengan harga per ton padaakhir tahun tersebut mencapai lebih dari USD 1,000(Kurniawan, 2011) maka nilai pendapatan dari sektorCPO mendekati 150 triliun. Saat ini Indonesia danMalaysia menghasilkan 83% dari total produksiminyak kelapa sawit dunia dan menguasai 89%ekspor global (Edser, 2010).

    Meskipun Industri kelapa sawit saat ini telahmenjadi salah satu sumber pendapatan penting bagiIndonesia dan masyarakatnya, namun masih cukupbanyak tantangan yang belum berhasil diatasidengan baik terkait dengan industri ini. Tantangantersebut datang baik dari dalam maupun luarIndonesia. Dari dalam negeri sendiri, tantangan paling

    Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 1, Februari 2013, hlm. 16 - 26

  • 17

    utama yaitu dari ketersediaan infrastrukturpelabuhan dan transportasi untuk kemudahanpengapalan hasil produksi (Supriyadi, 2010; Ashari,2011). Petani masih mengalami kesulitan membawahasil panennya sehingga kuantitas maupun kualitasproduksi menjadi tidak optimal. Di negara tetanggamisalnya Malaysia, ketersediaan sarana infrastrukturyang baik memberi kemudahan bagi para petanimengangkut hasil panennya untuk dijual kembali.Tantangan kedua, berasal dari luar Indonesia terkaitisu lingkungan. Pada tahun 2010, telahditandatangani letter of intent (LOI) antara pemerintahIndonesia dengan pemerintah Norwegia, di manadisebutkan bahwa izin baru konversi hutan alam dangambut dihentikan selama dua tahun dimulai padaJanuari 2011. Artinya, dengan pembatasan lahan barubisa menghambat ekspansi produksi kebun sawit(Wilkinson dan Rocha, 2008).

    Pengembangan industri maupun lebih spesifiklagi untuk industri agro, bagaimanapun akan terkaitdengan masalah lokasi dan alokasi. Lokasi dalam halini merujuk pada dimana aktivitas produksi tersebutberada di permukaan bumi atau letak geografisnya(Chapman, 2009). Sementara alokasi merujuk padaseberapa baik industri tersebut dapat memenuhipermintaan yang ada dari posisinya tersebut (Sommerdan Wade, 2006). Seberapa baik industri dapatmelayani permintaan yang ada tentu saja sangatbergantung dengan kondisi jaringan transportasiyang berkorelasi terhadap waktu dan biayatransportasi. Biaya transportasi sendiri menurutBeenhakker (2010) memiliki kontribusi terhadap totalbiaya produk yang cukup besar. Hampir 30 persendari total harga pokok produk CPO maupun produk-produk agroindustri lainnya merupakan biayadistribusi dan transportasi. Yang tidak kalahpentingnya untuk menjadi pertimbanganpengembangan industri khususnya industri CPOadalah faktor lingkungan. Pengembangan industriCPO berpotensi untuk mengganggu kelestarianlingkungan sebagai akibat dari pembukaan kebunsawit baru melalui deforestasi. Begitu juga dengankarakteristik tanaman kelapa sawit yang bersifatmembutuhkan air yang cukup banyak, jugaberpotensi mengganggu keseimbangan lingkungan.

    Oleh karena itu keputusan untukpengembangan industri CPO ini harus denganpertimbangan yang komprehensif melalui kriteria-kriteria yang ditentukan dengan baik yang tidak

    semata-mata semata-mata bertujuan untukmendapatkan keuntungan jangka pendek danmengorbankan kelestarian lingkungan.

    Adapun tujuan dari penelitian ini adalahmembangun model multi kriteria berbasis spasialyang dapat digunakan untuk menentukan lokasiagroindustri crude palm oil yang berkelanjutan daribeberapa alternatif lokasi yang tersedia di area studi.

    2 Metodologi Penelitian

    2.1 Tahapan PenelitianMetode pengembangan model yang digunakan

    dalam penelitian ini adalah metodesystemprototyping (Turban et al., 2011). Prototypingmerupakan metode pengembangan sistem yangmelibatkan proses pembentukan model (versi) sistemsecara iteratif untuk menghasilkan sistem yang sesuaidengan kebutuhan pengguna. Pendekatan sepertiini merupakan implementasi dari konsep think smallstrategize big dari Turban et al. (2011). Metode inimenekankan pada aspek pencapain produk akhirsecepat mungkin. Setelah diimplementasikan untukpertama kalinya, prototipe sistem dapat segeradievaluasi oleh pengguna untuk memastikan apakahsudah memenuhi kebutuhan atau belum. Tahapan-tahapan dalam penelitian untuk membangun prototipesistem pendukung keputusan pengembanganagroindustri CPO berbasis spasial ini dapat dilihatpada Gambar 1.

    2.2 Kerangka PemikiranPengembangan industri tidak terkecuali agro-

    industri minyak kelapa sawit, pada akhirnya harusdapat memberikan value yang optimal bagi parapemangku kepentingan (stakeholders) yang ada.Upaya pengembangan untuk meraih value yangoptimal inimau tidak mau harus mempertimbangkanmasalah lokasi dan alokasi. Lokasi dalam hal inimerujuk pada dimana aktivitas produksi tersebutberada di permukaan bumi atau letak geografisnya(Chapman, 2009). Sementara alokasi merujuk padaseberapa baik industri tersebut dapat memenuhipermintaan yang ada dari lokasi atau posisinyatersebut (Sommer dan Wade, 2006). Seberapa besarvalue atau nilai yang dicapai oleh entitas usaha dalamrantai nilai agro-industri minyak kelapa sawit ini,ditentukan oleh seberapa baik entitas usaha itu dapatmelayani permintaan yang ada.

    I Ketut Gunarta, dkk. : Pengembangan Industri Crude Palm Oil Berkelanjutan dengan .....

  • 18

    Upaya untuk memperoleh alokasi yang optimaldari sumber pasokan kebun kelapa sawit (KKS)menuju ke pabrik minyak kelapa sawit (PKS) danseterusnya menuju ke industri pengolahanberikutnya atau pelabuhan muat, pelabuhan tujuanakhirnya sampai ke pelanggan bergantung denganbanyak hal, antara lain:(1) letak geographis darimasing-masing entitas usaha yang terlibat, (2)kondisi jaringan transportasi dan komunikasi yangmenghubungkan antara entitas, serta (3) kapasitasdan permintaan akan produk yang ada. Tidak sepertiindustri lain yang mengolah bahan baku nonpertanian, kapasitas produksi agro-industri ini sangatbergantung dengan sumber pasokan yang dinamisatau merupakan fungsi dari waktu. Biaya transportasiyang mengkonsumsi kurang lebih 30% dari biayaproduk agroindustri (Beenhakker, 2010) danmerupakan non value added cost (Hilton, 2009)diupayakan untuk diminimalkan sebagai bahanpertimbangan untuk merancang konfigurasi rantainilai yang optimal.

    Gambaran dari kerangka pemikiran dalampenelitian ini yang berupaya untuk memperoleh lokasiindustri CPO yang terbaik, secara diagramatis dapatdlihat pada Gambar 2 berikut ini. Kerangka pemikiranini sekaligus menjadi kerangka sistem pendukungkeputusan yang akan dibangun dalam penelitian.

    2.2.1 Model Lintasan TerpendekModel yang digunakan untuk menentukan lintasanyang terbaik dari pabrik CPO menuju ke pelabuhanmuat adalah model heuristik menggunakan algoritmaDjikstra. Gambar 3 berikut ini menunjukkan langkah-langkah utama pada algoritma Djikstra (Chou, 1996)yang ditampilkan dalam bentuk diagram alir. Gambar 2 Kerangka pemikiran

    Gambar 1 Tahapan penelitian rancang bangun prototipe sistem pendukung keputusan pengembanganagroindustri berbasis spasial

    Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 1, Februari 2013, hlm. 16 - 26

  • 19

    Gambar 3 Algoritma Djikstra untuk PenentuanJalur Terbaik

    2.2.2 Model AHPAnalytical Hierarchy Process (AHP) adalah

    teknik terstruktur untuk mengorganisasikan danmenganalisa keputusan-keputusan yangkompleks.Model AHP dikembangkan oleh ThomasL. Saaty dengan bersandarkan pada ilmu matematikadan psikologi pada tahun 1970. Sejak itu teknikterstruktur ini secara luas dikaji dan disempurnakanlebih lanjut. Model penunjang keputusan yangdiperkenalkan oleh Saaty ini dapat menguraikanpermasalahan multi faktor atau multi kriteria yangkompleks menjadi sebuah hirarki. Menurut Saaty(1983), hirarki sendiri didefinisikan sebagai suaturepresentasi dari permasalahan yang kompleks dalamsuatu struktur bertingkat dimana tingkat pertamaadalah tujuan, yang diikuti tingkat faktor, kriteria,sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga levelterakhir merupakan alternatif keputusan yang akandipilih. Dengan pendekatan ini, suatu masalah yangkompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-

    kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatubentuk penjenjangan sehingga permasalahan akanterlihat lebih terstruktur dan sistematis. AHP seringdigunakan sebagai metode pemecahan masalahdibanding dengan metode yang lain karena alasan-alasan sebagai berikut :a. Model AHP merupakan sebuah struktur yang

    berhirarki sesuai dengan kriteria yangdidefinisikan. Sebuah kriteria dapat memilikibeberapa sub kriteria, dan seterusnya sampaitingkat yang paling bawah.

    b. Model AHP dapat memberikan informasitentang inkonsistensi penilaian berbagai kriteriadan alternatif yang dipilih oleh pengambilkeputusan serta batas maksimumnya.

    c. Model AHP yang terkomputerisasi dapatmemberikan gambaran sensivitas untuk kriteria-kriteria yang ada terhadap hasil keputusan.

    2.3 Tata LaksanaPenelitian ini menggunakan data primer maupun

    data sekunder. Data primer diperoleh melalui metodewawancara, survey, dan Focus Group Discussion(FGD). Pengumpulan data sekunder diperoleh dariBPS, Bakosutranal, Kementerian Perindustrian,Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian,Pemerintah Daerah, Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawitdan CPO.Pengumpulan data spasial terkait denganbeberapa node kebun, pabrik CPO dan jaringan jalandilakukan dengan menggunakan teknologi GPSseperti yang terlihat pada Gambar 4 berikut ini.Sementara untuk peta daerah dan jalan diolah daripeta yang diperoleh dari Bakosutranal dan digitasidari peta yang tersedia.

    Gambar 4 Teknik Pengumpulan Data denganTeknologi GPS

    I Ketut Gunarta, dkk. : Pengembangan Industri Crude Palm Oil Berkelanjutan dengan .....

  • 20

    3 Hasil dan Pembahasan

    3.1 Rancangan Model

    3.1.1 Gambaran SistemSecara lengkap sistem rantai usaha agroindustri

    crude palm oil (CPO) digambarkan pada gambarGambar 5. Kebun kelapa sawit (KKS) menghasilkantandan buah segar sebagai bahan baku pabrik minyakkelapa sawit (MKS). Tandan buah segar yangdihasilkan, sangat bergantung dengan umur daritanaman tersebut. 3 tahun setelah penanaman, KKSdapat menghasilkan rata-rata sekitar 7 ton per hanya dan naik terus sampai tahun ke 12 sekitar 28 tonper ha. Selanjutnya produktivitas tanaman kelapasawit akan menurun secara gradual sampai tahun ke25 hanya menghasilkan sebesar 17 ton per ha nya.Setelah umur 25 tahun, tanaman kelapa sawit sudahtidak dimungkinkan untuk dipanen karena terlalutinggi. Setiap ton produk minyak kelapa sawit secaranormal membutuhkan kurang lebih 5 ton tandan buahsegar (TBS) dengan kualitas yang sesuai denganpersyaratan (Pahan, 2010).

    Minyak kelapa sawit yang dihasilkan oleh PKSselanjutnya dikirimkan ke pelanggan untuk diproseslebih lanjut melalui pelabuhan-pelabuhan pemuatanyang terdekat dengan lokasi pabrik. Lokasi pelabuhanmuat yang ada di Indonesia secara geographis padaumumnya berjarak cukup jauh dari PKS dan memilikiinfrastruktur transportasi yang pada umumnya jugabelum memadai dibandingkan dengan konstribusidari komoditas ini terhadap pendapatan Negara.

    3.1.2 Rancangan Basis DataSistem penunjang keputusan pengembangan

    agroindustri CPO terbangun oleh sistem basis datayang teridiri dari beberapa entitas yang salingterhubung. Keterkaitan antar entitas yangmembangun sistem basis data dengan atribut-atributyang penting digambarkan pada Gambar 6 berikutini. Entitas-entitas yang terdapat pada rantai usahaseperti yang tergambarkan pada Gambar 5 akanmenjadi layer pada GIS yang dibangun.

    Gambar 5 Rantai Usaha Agroindustri CPO

    Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 1, Februari 2013, hlm. 16 - 26

  • 21

    Gambar 6 Keterkaitan antar Entitas Pembangun Basis Data Sistem Alokasi

    3.2 Analisis Spasial Penentuan LokasiAgroindustri Crude Palm Oil yang Terbaik

    3.2.1 Sebaran KKS, PKS, Jaringan Transportasidan Pelabuhan

    Gambar 7 memperlihatkan sebaran kebun kelapasawit, pabrik kelapa sawit dan pelabuhan pada lokasikajian. Terdapat 29 area perkebunan kelapa sawityang dimiliki oleh masyarakat, swasta maupun BUMNseluas 351.895 ha dan 13 pabrik kelapa sawit dengantotal kapasitas sebesar 595 ton per jam. Sebanyak 3pelabuhan utama yang melayani pengiriman produkkeluar dari daerah tersebut untuk diproses lebihlanjut menjadi produk-produk hilir.

    3.2.2 Kriteria Penilaian dan BobotKriteria penilaian dirumuskan bersama dengan

    para pelaku di bidang agroindustri dan diperoleh 5kriteria utama sebagai pertimbangan dalampenentuan lokasi industri pengolahan CPO. Kriteriatersebut adalah 1) Jarak ke kebun kelapa sawit (KKS);2) Jarak ke jaringan jalan; 3) Utilitas; 4) Jarak kepelabuhan muat/pengiriman 5) Ketersediaan bahanbaku berupa tandan buah segar dari perkebunankelapa sawit yang ada dan 6) Aspek lingkungan .

    I Ketut Gunarta, dkk. : Pengembangan Industri Crude Palm Oil Berkelanjutan dengan .....

  • 22

    Dengan menggunakan model AnalitycalHierarchy Process (AHP) diperoleh bobot untukmasing-masing kriteria sebagaimana yang tergambarpada Gambar 8 diatas. Selanjutnya atas dasar kriteriadan bobot yang telah terdefinisikan diatas akandigunakan untuk menilai unsur-unsur spasial darimasing-masing alternatif lokasi.

    3.2.3 Jarak Alternatif Lokasi ke KKSAnalisis jarak antara alternatif lokasi pabrik CPO

    dengan kebun kelapa sawit dan pelabuhan terdekatbisa tergambar hasilnya seperti yang terlihat padaGambar 9..

    Gambar 7 Sebaran KKS, PKS dan Pelabuhan serta Jaringan Transportasi

    Gambar 8 Hasil Pembobotan Kriteria dengan Menggunakan AHP

    Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 1, Februari 2013, hlm. 16 - 26

  • 23

    Berdasarkan data GIS yang ada, untuk alternatif1 terdapat 10perkebunan kelapa sawit yang memilikijarak dengan waktu tempuh kurang dari 8 jam dengantotal kapasitas pasokan sebesar 5.461.629 ton pertahun nya. Untuk alternatif lokasi pabrik 2 terdapat 7kebun kelapa sawit yang memiliki jarak dengan waktutempuh kurang dari 8 jam dengan total kapasitas

    pasokan sebesar 2.629.494 ton per tahun nya. Untukalternatif lokasi pabrik 3 terdapat 8 kebun kelapa sawityang memiliki jarak dengan waktu tempuh kurangdari 8 jam dengan total kapasitas pasokan sebesar2.465.494 ton per tahun nya. Area 2 dan 3 saat inidalam keadaan shortage kapasitas pabrik sehinggaharus membawa ke luar daerah untuk diproses.

    Gambar 9 Jarak Alternatif Pabrik Kelapa Sawit ke Kebun Kelapa Sawit

    Gambar 10 Analisis Proximity Jaringan Transportasi terhadap Fasilitas

    I Ketut Gunarta, dkk. : Pengembangan Industri Crude Palm Oil Berkelanjutan dengan .....

  • 24

    3.2.4 Jarak Alternatif ke Jaringan JalanBerdasarkan distance analysis yang dilakukan

    dengan menggunakan perangkat lunak GIS diperolehinterval jarak masing-masing alternatif denganjaringan jalan yang ada sebagaimana terlihat padagambar 10.

    3.2.5 Jarak ke Pelabuhan MuatDengan menggunakan model Algoritma

    Djikstra, diperoleh jalur-jalur terbaik dari pabrikmenuju ke pelabuhan muat. Jalur terbaik dalam halini dibagi menjadi beberapa kriteria, yaitu: jalurterpendek, jalur tercepat dan jalur termurah.

    Hasil analisis jalur terbaik dengan menggunakanalgoritma Djikstra ditunjukkan pada Gambar 11berikut ini. Atas dasar hasil yang ada, ternyata jaluryang terpendek di lokasi penelitian tidak selalu samadengan jalur tercepat dan termurah yang disebabkanoleh kondisi jalan yang ada. Oleh karena itu,berdasarkan gambaran yang diperoleh, sebaiknyaPemerintah dapat melakukan pengembanganinfrastruktur secara tepat sehingga kinerja industriCPO di daerah kajian menjadi lebih optimal.

    3.2.6 Ketersediaan Bahan BakuKetersediaan bahan baku secara otomatis

    dibaca berdasarkan data poligon area kebun kelapa

    sawit yang berada dalam radius maksimum 8 jam darikebun menuju ke pabrik. Atribut poligon kebunkelapa sawit terkait dengan umur tanaman danproduktivitas pada lokasi tersebut jugadiperhitungkan dalam penilaian alternatif ini.

    3.2.7 Kondisi Jaringan Transportasi JalanJaringan transportasi jalan dibagi menjadi

    beberapa ruas atas dasar kesamaan kesamaan atributyang dimiliki terkait dengan kondisi jalan yangdimiliki. Atas dasar kesamaan atribut tersebutterdapat 118 ruas jalan dengan kondisi sebagaimanayang tertera pada Tabel 1 berikut ini.

    Tabel 1 Kondisi Ruas Jalan pada Lokasi Kajian

    3.2.8 Analisis Lokasi Pabrik CPO yang TerbaikLokasi CPO yang terbaik ditentukan dengan

    menggunakan kriteria dan bobot yang telah dihitungsebelumnya dengan menggunakan model AHP.

    Gambar 11 Analisis Shortest Path dari Pabrik menuju Pelabuhan Muat dengan MenggunakanAlgoritma Djikstra

    Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 1, Februari 2013, hlm. 16 - 26

  • 25

    Kriteria yang ada digunakan untuk mengevaluasiatribut-atribut spasial dari masing-masing alternatif.Berdasarkan atas model spatial multicriteriadecision making yang digunakan, diperoleh hasilpenilaian masing-masing alternatif lokasi sepertiyang ditunjukkan pada gambar 12.

    Berdasarkan kriteria yang telah didefinisikansebelumnya, analisis multikriteria berbasis spasialmenghasilkan nilai 0.285 untuk alternatif lokasi 1, 0.207untuk alternatif 2 dan 0.508 untuk alternatif lokasi 3.Dengan demikian lokasi terbaik yang dapat dipilihuntuk pendirian pabrik pengolahan minyak kelapasawit adalah alternatif lokasi 3 yang menghasilkantotal nilai yang terbesar.

    4 Simpulan dan Saran

    4.1 Simpulana. Indonesia merupakan negara penghasil CPO

    terbesar di Dunia, namun, pengembanganindustri ini masih menghadapi beberapa kendalayang kritikal. Salah satu kendala utama adalahterkait denganketersediaan dan buruknyakualitas infrastruktur transportasi yang ada

    untuk mendukung distribusi produk yangdihasilkan. Kondisi ini berakibat pada tingginyabiaya yang tidak memiliki nilai tambah.Kendalayang lainnya adalah bahwa izin baru konversihutan alam dan gambut dihentikan selama duatahun dimulai pada Januari 2011. Artinya,dengan pembatasan lahan baru bisamenghambat ekspansi produksi kebun sawit

    b. Model analisis spasial dapat digunakan sebagaipendukung dalam pengambilan keputusanpengembangan agroindustri dengan efektif danefisien karena karakteristik permasalahan yangada terkait dengan geographical location dangeographical network.

    c. Atas dasar analisis spasial pada point-pointalternatif lokasi dengan menggunakan modelAHP yang diintegrasikan pada model GIS yangada, diperoleh bahwa alternatif lokasi yangterbaik untuk mendirikan industri pengolahanminyak kelapa sawit (CPO) adalah pada alternatiflokasi 3 dengan nilai 0,508 tertinggidibandingkan dengan alternatif yang lainnya.

    d. Analisis spasial yang telah dilakukanmemperlihatkan bahwa di wilayah kajian masih

    Gambar 12 Hasil Penilaian Masing-masing Alternatif Lokasi Pabrik CPO

    I Ketut Gunarta, dkk. : Pengembangan Industri Crude Palm Oil Berkelanjutan dengan .....

  • 26

    memiliki ketidakseimbangan antara produksiTBS dengan kapasitas pabrik yang tersedia.Pendirian PKS pada wilayah kajian akanmengurangi jumlah TBS yang harus diangkutke daerah lain yang jauh yang mengakibatkanpenurunan kualitas dan harga.

    4.2 Sarana. Makalah ini masih berfokus pada penentuan

    lokasi yang terbaik untuk mendirikan industripengolahan minyak kelapa sawit. Peluang untukpenelitian berikutnya adalah pengembangan

    spatial decision support systemlebihlanjutdengan mengakomodasi model valuasifinansial untuk melihat kelayakan dari pendirianindustri di lokasi terpilih denganmempertimbangkan atribut spasial elemen-elemen yang terlibat.

    b. Pengembangan infrastruktur dan utilitas olehPemerintah dalam upaya pengembanganagroindustri sawit sebaiknya tepat sasaran padatitik-titik yang paling efektif yang teridentifikasidari GIS sehingga lingkungan tetap terjagadengan baik.

    Daftar Pustaka

    Akyuwen, R. dan A. I. Sulistyanto. 2010. The Dynamics of Indonesias Crude Palm Oil Export. Asian Forumon Business Education Conference. IPB Bogor.

    Anonim .2011. Statistik Perdagangan Indonesia. Kementrian Perdagangan RI,Jakarta.

    Ashari, A. H. 2011. Infrastruktur, Soko Guru Industri Sawit. Info Sawit, 5 (12): 10-11.Beenhakker, H. L. 2010. Issues in Agricultural Marketing Strategy. Transportation Issues Series No.

    TRP7. World Bank.New York.

    Chapman, K. 2009. Industrial Location, Elsevier.

    Chou, Y. H. 1996). Exploring Spatial Analysis in GIS, Onword Press.Edser, C. 2010. Growth in Malaysian & Indonesian palm oil production Focus on Surfactants, 4: 2.Hilton, R. W. 2009. Managerial Accounting: Creating Value in a Dynamic Business Environment. Mc

    Graw Hill. New York.

    Kurniawan, I. E. 2011. Hijaukan Bumi Dengan Menanam Pohon Sawit . Info Sawit. PT. Mitra MediaNusantara. IV: 8,Jakarta.

    Pahan, I. 2010. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya,Jakarta.

    Saaty, T. L. 1983. Decision Making For Leaders: The Analytical Hierarchy Process for Decision in ComplexWorld. RWS Publication.Pittsburg.

    Sommer, S. dan T. Wade (eds). 2006. A to Z GIS: An Illustrated Dictionary of Geographic InformationSystems, Esri Press.

    Supriyadi. 2010. Tantangan Industri CPO Indonesia. Harian Ekonomi Neraca. Jakarta.

    Syaukat, Y. 2010. Menciptakan Daya Saing Ekonomi Dan Lingkungan Industri Kelapa Sawit Indonesia.Agrimedia 15(1): 17-19.

    Turban, E., and R. Sharda. 2011. Decision Support and Business Intelligence Systems. New Jersey, Pearson.

    Wilkinson, J. dan R. Rocha. 2008. Agro-Industries Trends, Patterns and Developmental Impacts. GlobalAgroindustries Forum, Improving Competitiveness and Development Impact. New Delhi.

    Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 1, Februari 2013, hlm. 16 - 26