PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu...

67
PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE PENETAPAN RESIDU KLORAMFENIKOL DALAM MADU DENGAN BAKU INTERNAL KAFEIN MENGGUNAKAN SOLID PHASE EXTRACTION DAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh YANTI SRI SUSANTI NIM : 20712315 (Program Studi Magister Farmasi) INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015

Transcript of PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu...

Page 1: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE PENETAPAN

RESIDU KLORAMFENIKOL DALAM MADU DENGAN

BAKU INTERNAL KAFEIN MENGGUNAKAN SOLID PHASE

EXTRACTION DAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA

TINGGI

TESIS

Karya tulis sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Magister dari

Institut Teknologi Bandung

Oleh

YANTI SRI SUSANTI

NIM : 20712315

(Program Studi Magister Farmasi)

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2015

Page 2: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE PENETAPAN

RESIDU KLORAMFENIKOL DALAM MADU DENGAN

BAKU INTERNAL KAFEIN MENGGUNAKAN SOLID PHASE

EXTRACTION DAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA

TINGGI

Oleh

YANTI SRI SUSANTI

NIM : 20712315

(Program Studi Magister Farmasi)

Institut Teknologi Bandung

Menyetujui

Tim Pembimbing

Maret 2015

Pembimbing Utama Pembimbing Serta

(Dr. Ilma Nugrahani, M.Si.) (Prof. Dr. Slamet Ibrahim S.)

Page 3: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

Dipersembahkan untuk: Kedua orang tua, Adik-adik serta

Keluarga Tercinta

Page 4: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

i

ABSTRAK

PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE PENETAPAN RESIDU

KLORAMFENIKOL DALAM MADU DENGAN BAKU INTERNAL

KAFEIN MENGGUNAKAN SOLID PHASE EXTRACTION DAN

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

Oleh

Yanti Sri Susanti

NIM : 20712315

(Program Studi Magister Farmasi)

Madu banyak dikonsumsi oleh masyarakat di seluruh dunia. Keamanan dari

produk tersebut harus terjamin dengan tidak adanya tambahan zat aditif serta

kandungan residu antibiotik seperti kloramfenikol. Metode untuk menetapkan

residu kloramfenikol dalam madu telah berhasil dikembangkan dan divalidasi.

Metode tersebut menggunakan teknik solid phase extraction (SPE) dengan

cartridge C18, baku internal kafein dan pengelusi etanol, di mana sebelumnya

blanko dan sampel dilarutkan terlebih dahulu dalam air. Analit diencerkan

menggunakan etanol 10 %, kemudian diuji menggunakan KCKT pada panjang

gelombang 275 nm dengan volume penyuntikan 100 μL. Fase gerak yang

digunakan adalah campuran metanol-air (22,5:77,5) dengan laju alir 1,1

mL/menit. Kolom yang digunakan adalah μ Bondapak C18 10 μm (3,9 x 300

mm). Rentang linear dari metode yang dikembangkan adalah pada konsentrasi

0,04 μg/mL sampai 0,28 μg/mL. Persamaan regresi linear adalah y = 4,911x–

0,012, koefisien korelasi (r) sebesar 0,9998 dan nilai koefisien variasi regresi

linear sebesar 0,94 %. Nilai batas deteksi dan batas kuantitasi masing-masing

sebesar 4,20 ng/mL dan 12,73 ng/mL. Simpangan baku relatif dari presisi sebesar

0,97 % dengan nilai Horrat 0,09. Presisi antar hari dilakukan sebanyak 3 kali

dengan nilai simpangan baku relatif 0,95 % dan nilai Horrat 0,09. Perolehan

kembali sampel madu menggunakan teknik spiked placebo recovery method

sebesar 96,02–102,03 %. Metode yang dikembangkan spesifik untuk

kloramfenikol dan memiliki daya pemisahan yang baik (R > 1,5). Berdasarkan

hasil tersebut, metode ini valid, spesifik dan handal. Dalam aplikasinya, analisa

dilakukan terhadap beberapa sampel madu yang diperoleh dari pasaran dengan

hasil tidak satu pun terdeteksi adanya kandungan kloramfenikol.

Kata kunci : kloramfenikol, madu, kromatografi cair kinerja tinggi, solid phase

extraction, kafein

Page 5: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

ii

ABSTRACT

DEVELOPMENT AND VALIDATION

METHOD OF DETERMINATION OF RESIDUAL

CHLORAMPHENICOL IN HONEY WITH INTERNAL STANDARD

CAFFEINE USING SOLID PHASE EXTRACTION AND HIGH

PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY

By

Yanti Sri Susanti

NIM : 20712315

(Magister of Pharmacy Programme)

Honey was consumed by many people all over the world. Safety of these product

must be guaranteed in the absence of additives and antibiotic residues as

chloramphenicol. Method for analysis chloramphenicol residue in honey has been

successfully developed and validated. The method used solid phase extraction

techniques with C18 cartridges, internal standard caffeine, and elution of ethanol,

in which the previous blank and the sample was dissolved in water. Analyte was

diluted in 10 % ethanol, and then tested using HPLC, at maximum wavelength of

275 nm with a injection volume was 100 μL. The mobile phase was a mixture of

methanol and water with ratio (22.5:77.5) and flow rate was 1.1 mL/min. The

column used was μ Bondapak C18 10 μm (3.9 x 300 mm). The linear range was

at a concentration of 0.04 to 0.28 μg/mL. Linear regression equation was y =

4.911x–0.012 and correlation coefficient (r) was 0.9998 and coefficient variation

of linear regression was 0.94 %. The limit of detection and limit of quantitation of

sample was 4.20 ng/mL and 12.73 ng/mL respectively. The relative standard

deviation of precision was 0.97 % by value Horrat 0.09. Interday precision done 3

times and the relative standard deviation values obtained 0.95 % with the value

Horrat was 0.09. Recovery of the honey samples using techniques spiked placebo

recovery method of 96.02 to 102.03 %. The method was developed specifically

for chloramphenicol and has a good separation (R> 1.5). Based on these results,

this method was valid, robust, and specific. In its application, the analysis

conducted few samples of honey obtained from the market and none detected the

content of chloramphenicol.

Keywords : chloramphenicol, honey, high performance liquid chromatography,

caffeine

Page 6: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

iii

PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS

Tesis S2 yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut

Teknologi Bandung dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta

ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HAKI yang berlaku di Institut

Teknologi Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi

pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus

disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.

Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis haruslah seizin

Dekan Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.

Page 7: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah dan

rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis yang

berjudul “Pengembangan dan Validasi Metode Penetapan Residu Kloramfenikol

dalam Madu dengan Baku Internal Kafein menggunakan Solid Phase Extraction

dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi”. Tesis ini merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Magister Farmasi di Program Studi Magister Farmasi,

Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung.

Dalam penyelesaian tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan dan bimbingan

dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan

penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Ilma Nugrahani, M.Si., selaku Pembimbing Utama yang telah meluangkan

waktunya untuk mengarahkan, membimbing, dan memberikan nasehat.

2. Prof. Dr. Slamet Ibrahim S., DEA., selaku Pembimbing Serta atas waktu yang

diberikan dalam membimbing, mengarahkan, serta memberikan nasehat.

3. Seluruh Dosen Pengajar beserta karyawan Sekolah Farmasi ITB yang telah

membantu penulis.

4. Badan POM Republik Indonesia, pimpinan dan seluruh staf Balai Besar POM

di Bandung yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk melanjutkan

pendidikan dan memberikan dukungan dalam penyelesaian tesis ini.

5. Kedua orang tua, adik-adik, dan seluruh keluarga atas semua doanya.

6. Rekan-rekan seperjuangan di KK Farmakokimia Institut Teknologi Bandung.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak untuk perbaikan tesis

ini. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi perkembangan

ilmu pengetahuan.

Bandung, Maret 2015

Penulis

Page 8: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................................... i

ABSTRACT .................................................................................................... ii

PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS ............................................................. iii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iv

DAFTAR ISI ................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xi

Bab I Pendahuluan ...................................................................................... 1

Bab II Tinjauan Pustaka ............................................................................... 4

II.1 Madu ............................................................................................. 4

II.2 Kloramfenikol .............................................................................. 6

II.3 Kafein ........................................................................................... 8

II.4 Solid Phase Extraction (SPE) ...................................................... 10

II.5 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ................................................ 12

II.6 Validasi Metoda ........................................................................... 14

II.6.1 Spesivisitas ....................................................................... 15

II.6.2 Linearitas dan Rentang ..................................................... 15

II.6.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi .................................. 16

II.6.4 Akurasi ............................................................................. 17

II.6.5 Presisi ............................................................................... 17

II.6.6 Robustness ........................................................................ 18

Bab III Metodologi Penelitian ....................................................................... 19

Bab IV Percobaan .......................................................................................... 20

IV.1 Bahan ........................................................................................... 20

IV.2 Alat ........................................................................................... 20

IV.3 Pengujian Mutu Madu .................................................................. 21

IV.3.1 Pengujian secara Organoleptik dan Mikroskopik ............ 21

IV.3.2 Keasaman ......................................................................... 21

IV.3.3 Kadar Abu ......................................................................... 21

Page 9: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

vi

IV.3.4 Padatan yang Tidak Larut dalam Air ................................ 21

IV.3.5 Gula sebelum Inversi ........................................................ 22

IV.3.6 Sakarosa ............................................................................ 23

IV.3.7 Kadar Air ........................................................................... 23

IV.3.8 Cemaran Logam Pb, Cd, dan Hg ...................................... 25

IV.3.8.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi ............................... 25

IV.3.8.2 Penentuan Logam Pb, Cd, dan Hg dalam Madu 25

IV.3.9 Hidroksimetilfurfural (HMF) ............................................ 26

IV.4 Pengembangan dan Validasi Metode ........................................... 26

IV.4.1 Pembuatan Larutan Baku Induk Kloramfenikol dan

Baku Internal Kafein ........................................................ 26

IV.4.2 Pembuatan Baku Campur Kloramfenikol dan Baku Internal

Kafein ............................................................................... 26

IV.4.3 Pembuatan Fasa Gerak ..................................................... 27

IV.4.4 Uji Kesesuaian Sistem ...................................................... 27

IV.4.5 Validasi Metode ................................................................ 27

IV.4.5.1 Spesivisitas ......................................................... 28

IV.4.5.2 Linearitas dan Rentang ....................................... 28

IV.4.5.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi .................... 29

IV.4.5.4 Presisi Intraday dan Presisi Interday ................. 29

IV.4.5.5 Akurasi ............................................................... 29

IV.5 Penetapan Kloramfenikol pada Sampel Madu di Pasaran 30

Bab V Hasil dan Pembahasan ...................................................................... 31

V.1 Pengujian Mutu Madu .................................................................. 31

V.2 Pengembangan dan Validasi Metode Analisa ............................... 33

V.2.1 Optimasi Jenis Cartridge dan Volume Pengelusi ............. 34

V.2.2 Optimasi Konsentrasi Pelarut ........................................... 35

V.2.3 Optimasi Panjang Gelombang ........................................... 37

V.2.4 Optimasi Komposisi Fasa Gerak ...................................... 37

V.2.5 Validasi Metode ............................................................... 41

V.2.5.1 Uji Kesesuaian Sistem ........................................ 41

V.2.5.2 Spesivisitas ......................................................... 42

Page 10: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

vii

V.2.5.3 Linearitas dan Rentang ....................................... 43

V.2.5.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi .................... 45

V.2.5.5 Presisi ................................................................. 45

V.2.5.6 Akurasi ............................................................... 46

V.2.5.7 Robustness ........................................................... 47

V.2.6 Pengujian Sampel Madu di Pasaran ................................. 47

Bab VI Kesimpulan dan Saran ...................................................................... 49

VI.1 Kesimpulan ................................................................................... 49

VI.2 Saran ........................................................................................... 49

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 50

Page 11: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1. Struktur kloramfenikol ............................................................ 6

Gambar II.2. Struktur kafein ......................................................................... 9

Gambar II.3. Tahapan umum SPE ................................................................ 12

Gambar V.1. Mikroskopik madu (a) sampel a dan (b) sampel b .................. 31

Gambar V.2. Kromatogram optimasi komposisi fasa gerak metanol-air

(a) (17,5:82,5) laju alir 1,0 mL/menit (b) spike matriks

(c) (25:75) laju alir 1,0 mL/menit (d) spike matriks

(e) (22,5:77,5) laju alir 1,0 mL/menit (f) spike matriks

(g) (22,5:77,5) laju alir 1,1 mL/menit (h) spike matriks

(i) (22,5:77,5) laju alir 1,2 mL/menit (j) spike matriks .......... 40

Gambar V.3. Kromatogram uji spesivisitas (a) pelarut (b) blanko

(c) larutan baku campur (d) blanko yang di-spike ................... 43

Gambar V.4. Kurva kalibrasi kloramfenikol ................................................. 44

Page 12: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

ix

DAFTAR TABEL

Tabel II.1. Kandungan Nutrisi dalam Madu ................................................ 5

Tabel II.2. Parameter dan Kriteria Penerimaan Uji Kesesuaian Sistem ...... 14

Tabel II.3. Rekoveri sebagai Fungsi dari Konsentrasi Analit ...................... 17

Tabel IV.1. Hubungan Volume Titrasi Natrium Tiosulfat dengan Bobot

Glukosa dan Gula Inversi ........................................................... 23

Tabel IV.2. Hubungan Indeks Bias dengan Kadar Air pada Madu .............. 24

Tabel V.1. Organoleptik Madu .................................................................... 31

Tabel V.2. Hasil Uji Kimia Mutu Madu ...................................................... 32

Tabel V.3. Jenis Cartridge SPE dan Volume Pengelusi .............................. 35

Tabel V.4. Hasil Penyuntikan Baku Campur dengan Pelarut Etanol 100% 36

Tabel V.5. Hasil Tailing Faktor dan Lempeng Teoritis Baku Campur

Kloramfenikol dan Kafein pada Variasi Konsentrasi Etanol dan

Volume Penyuntikan .................................................................. 36

Tabel V.6. Hasil Tailing Faktor dan Lempeng Teoritis Baku Campur

Kloramfenikol dan Kafein pada Variasi Konsentrasi Etanol dan

Volume Penyuntikan 100 μL ..................................................... 37

Tabel V.7. Hasil Optimasi Panjang Gelombang .......................................... 37

Tabel V.8. Hasil KCKT menggunakan Kolom μ Bondapak C18 10 μm

(3,9x150 mm) ............................................................................. 38

Tabel V.9. Optimasi Fasa Gerak menggunakan Kolom μ Bondapak C18

10 μm (3,9x300 mm) ................................................................. 39

Tabel V.10. Hasil Uji Kesesuaian Sistem ...................................................... 41

Tabel V.11. Data Faktor Ikutan, Jumlah Lempeng Teoritis, Faktor Kapasitas

dan Resolusi Larutan Baku Campur Kloramfenikol dan Baku

Internal Kafein ........................................................................... 42

Tabel V.12. Konsentrasi dan Rasio Area Kloramfenikol terhadap Baku

Internal Kafein ........................................................................... 44

Tabel V.13. Hasil Uji Presisi Intraday dan Presisi Interday ............................. 46

Tabel V.14. Hasil Rekoveri dari Baku Kloramfenikol yang Di-spike ke

dalam Blanko ............................................................................. 47

Page 13: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

x

Tabel V.15. Hasil Pengujian Kloramfenikol dalam Madu ............................ 48

Page 14: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

xi

DAFTAR SINGKATAN

SINGKATAN Nama Pemakaian

pertama kali

pada halaman

MRL Maximum Residue Limit 2

LC-MS/MS Liquid Chromatography-tandem Mass

Spectrometry

2

ESI Electrospray Ionization 2

ELISA Enzyme-Linked Immunosorbent Assay 2

GC/MS-NCI Gas Chromatography Mass Spectrometry-

Negative Ion Chemical Ionization

2

KCKT Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 2

DLMME Dispersive Liquid-liquid Microextraction 3

SPE Solid Phase Extraction 3

UV Ultra Violet 3

RP-SPE Reverse Phase - Solid Phase Extraction 11

NP-SPE Normal Phase - Solid Phase Extraction 11

IE-SPE Ion Exchange - Solid Phase Extraction 11

HLB Hydrophilic Lipophilic Balance 19

IS Internal Standard atau Baku Internal 35

Rt Retention time 37

TF Tailing factor 37

R Resolution 37

Page 15: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

1

Bab I Pendahuluan

Indonesia sedang meningkatkan aktivitas perdagangan yang terlihat dari

banyaknya produsen yang mendaftarkan produknya di Badan POM untuk

mendapat nomor registrasi. Pada tahun 2014, sampai tanggal 17 Desember,

sebanyak 51870 produk sudah teregistrasi, masing-masing 34861 produk

kosmetik, 11845 produk makanan dan minuman, 3160 produk obat, 1608 produk

obat tradisional, dan 395 produk suplemen makanan (BPOM, 2014). Setiap

produk yang beredar harus memiliki mutu, keamanan, dan kemanfaatan yang

konsisten dan tertentu. Hal ini dilakukan melalui kegiatan pengawasan mulai dari

proses produksi sampai produk tersebut beredar di pasaran. Pengawasan produk di

pasaran dilakukan melalui kegiatan sampling yang dilanjut dengan pengujian

laboratorium.

Madu merupakan salah satu produk pangan yang banyak dikonsumsi karena

kandungan nutrisi yang tinggi meliputi karbohidrat, gula, protein, vitamin dan

mineral, serta memiliki kalori yang cukup tinggi sekitar 304 kcal per 100 g madu

(Agricultural Research Service United States Department of Agriculture, 2014).

Karena rasa yang umumnya manis, saat ini madu digunakan sebagai pengganti

gula pasir dan aman untuk penderita diabet. Selain kandungan komponen yang

dibutuhkan oleh tubuh, madu juga berperan sebagai anti bakteri dan antioksidan

(Ustunol, Z., 2001, Gheldof, dkk., 2002). Konsumsi madu yang cukup tinggi

memerlukan kualitas madu yang baik dan aman. Berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Verzegnassi L., dkk., tahun 2003, Sheridan, R., dkk., tahun

2008, Shen, H. Y., tahun 2005, dan Huang, J. F., dkk., tahun 2006 ditemukan

kandungan residu antibiotik kloramfenikol dalam madu. Residu ini diduga berasal

dari penggunaan kloramfenikol sebagai anti bakteri yang diberikan oleh peternak

lebah madu karena lebah terinfeksi penyakit lebah madu American dan European

Foulbrood yang disebabkan oleh Paenibacillus larvae dan Melissococcus pluton

(Sheridan, R., dkk., 2008).

Page 16: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

2

Kloramfenikol merupakan bakteriostatik spektrum luas yang berasal dari

Streptomyces venezuelae, yang berfungsi sebagai penghambat sintesis protein.

Penggunaan kloramfenikol terbatas pada pengobatan penyakit karena efek

sampingnya yang serius seperti anemia aplastik, suspek karsinogen, dan

hipersensitif (Sheridan, R., dkk., 2008).

Larangan adanya kandungan antibiotik kloramfenikol dalam madu dinyatakan

dalam Standar Nasional Indonesia 3545 tahun 2013 serta PERMENKES RI No

1168/MENKES/PER/X/1999 tentang perubahan atas PERMENKES No

722/MENKES/PER/IX/1988 berkaitan dengan Bahan Tambahan Makanan di

mana dinyatakan bahwa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam

makanan adalah asam borat (boric acid) dan senyawaannya, asam salisilat dan

garamnya (salisylic acid and its salt), dietilpirokarbonat (diethylpirocarbonate

DEPC), dulsin (dulcin), kalium klorat (potassium chlorate), kloramfenikol

(chloramphenicol), minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils),

nitrofurazon (nitrofurazone), formalin (formaldehyde), dan kalium bromate

(potassium bromate). Selain tidak boleh mengandung antibiotik kloramfenikol,

madu juga tidak boleh ditambah zat aditif (Li, J., dkk., 2008).

Peraturan yang dikeluarkan oleh European Union dalam Commision Regulation

(EU) No 37/2010 berkaitan dengan bahan makanan yang berasal dari hewan,

dinyatakan bahwa kloramfenikol termasuk ke dalam daftar Annex IV, yaitu

senyawa yang dilarang dimana nilai MRL (Maximum Residue Limit) tidak dapat

ditentukan karena pada batas berapun, adanya senyawa tersebut berbahaya untuk

kesehatan manusia. Komite World Health Organization tentang bahan tambahan

pangan (1968), melarang penggunaan kloramfenikol untuk berbagai tujuan yang

dapat mengakibatkan kemungkinan meninggalkan residu pada makanan yang

dikonsumsi oleh manusia (Sheridan, R., dkk., 2008).

Metode yang telah dikembangkan untuk analisa kloramfenikol dalam madu adalah

LC-MS/MS dengan detektor ESI (Sheridan, R., dkk., 2008, Verzegnassi, L., dkk.,

2003, Forti, A. F., dkk., 2005, Ozcan, N., dkk., 2013), ELISA (Shen, H. Y., dkk.,

Page 17: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

3

2005, Scortichini, G., dkk., 2005), GC/MS-NCI dengan teknik clean up

menggunakan molecular imprinted polymer (Rejtharova, M., dkk., 2009), KCKT

dimana sebelumnya diproses dahulu dengan dispersive liquid-liquid

microextraction (DLLME) (Chen, H., dkk., 2009), ekstraksi dengan sistem dua

fase larutan ionik/larutan sodium sitrat yang dilanjut dengan KCKT (Han, J., dkk.,

2011). Selain metoda-metoda yang telah disebutkan tersebut, dikembangkan juga

suatu metode ekstraksi fase padat (solid phase extraction/SPE) dengan bermacam-

macam jenis cartridge yang dilanjut dengan LC-MS/MS (Verzegnassi, L., dkk.,

2003, Sheridan, R., dkk., 2008, Forti, A. F., dkk., 2005, Shen, H. Y., dkk., 2005,

Rejtharova, M., dkk., 2009, Scortichini, G., dkk., 2005).

Untuk menjamin keamanan produk madu yang beredar di pasaran, diperlukan

suatu metode analisa yang mampu untuk mendeteksi kloramfenikol dengan

dukungan data yang akurat dan valid, menggunakan instrument yang tersedia di

laboratorium. Metode yang dikembangkan adalah analisa menggunakan SPE yang

dilanjut dengan KCKT, di mana instrument tersebut secara umum banyak dimiliki

oleh laboratorium. Metode SPE yang telah dikembangkan, dilakukan dengan

tahapan yang panjang meliputi ekstraksi, evaporasi, dan rekonstitusi. Pada

penelitian ini diharapkan dapat diperoleh metode yang valid dan handal untuk

penetapan residu kloramfenikol dalam madu menggunakan SPE dengan tahapan

preparasi sampel yang sederhana, yaitu dengan pelarutan menggunakan air serta

penggunaan baku internal kafein. Penggunaan baku internal kafein dilakukan

untuk mengkompensasi kehilangan analit selama proses SPE. Analit yang berhasil

dielusi kemudian disuntikkan ke sistem KCKT dengan detektor UV. Metode yang

dikembangkan diharapkan dapat diaplikasikan di banyak laboratorium karena

menggunakan KCKT, alat yang banyak dimiliki oleh laboratorium, lebih efisien,

dan meminimalkan penggunaan pelarut organik. Dengan demikian, jumlah sampel

yang dapat teranalisa menjadi lebih banyak, sehingga kesehatan masyarakat

menjadi lebih terjamin.

Page 18: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

4

Bab II Tinjauan Pustaka

II.1 Madu

Pengertian madu menurut Standar Nasional Indonesia tahun 2013 adalah cairan

alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang dihasilkan oleh lebah madu

(Apis sp.) dari sari bunga tanaman (floral nectar) atau bagian lain dari tanaman

(ekstra floral). Dari Martos, M.V., dkk., tahun 2008, yang dikutip dari Gheldof,

dkk., tahun 2002, Nagai, dkk., tahun 2006, Ferreres, dkk., tahun 1993, dan

Azeredo, dkk., tahun 2003, dinyatakan bahwa madu sedikitnya memiliki 181

komponen berupa larutan yang jenuh gula yaitu fruktosa sebanyak 38 % dan

glukosa 31 %. Kandungan komponen lain dalam jumlah yang sedikit yaitu asam-

asam fenolat, flavonoid, enzim glukose oksidase dan katalase, asam askorbat,

karotenoid, asam-asam organik, asam-asam amino, protein dan α-tokopherol.

Kadar air sekitar 17,7 %, total keasaman 0,08 %, dan kadar abu 0,18 %.

Perbedaan komposisi dari bermacam-macam madu dipengaruhi oleh kandungan

serbuk sari dari tanaman, iklim, kondisi lingkungan dan proses pengolahannya.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Agricultural Research Service United States

Department of Agriculture, madu dimasukkan ke dalam golongan pangan pemanis.

Madu tidak mengandung lemak dan kafein, dan kandungan nutrisi yang terdapat

dalam madu dapat dilihat pada Tabel II.1.

Page 19: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

5

Tabel II.1. Kandungan Nutrisi dalam Madu

Nutrisi Satuan Kandungan per

100 g

Kemasan cup

339 g

Proksimat Air g 17,10 57,97

Energi kcal 304 1031

Protein g 0,3 1,02

Karbohidrat g 82,40 279,34

Fiber, total dietary g 0,2 0,7

Gula, total g 82,12 278,39

Mineral Kalsium mg 6 20

Besi mg 0,42 1,42

Magnesium mg 2 7

Fosfor mg 4 14

Kalium mg 52 176

Natrium mg 4 14

Seng mg 0,22 0,75

Vitamin Vit C, total asam

askorbat

mg 0,5 1,7

Riboflavin mg 0,038 0,129

Niacin mg 0,121 0,410

Vitamin B-6 mg 0,024 0,081

Folat, DFE µg 2 7

(http://ndb.nal.usda.gov/ndb/foods/)

Madu berperan dalam meningkatkan pertumbuhan bifidobakteria, salah satu

bakteri yang berperan dalam kesehatan saluran pencernaan, untuk sistem imun

dan anti kanker karena adanya kandungan prebiotik (Ustunol, Z., 2001). Selain

daripada itu, madu juga berperan sebagai antioksidan karena adanya kandungan

senyawa-senyawa fenolat, flavonoid, enzim glukose oksidase, enzim katalase,

asam askorbat, asam-asam organik, produk reaksi Maillard, asam-asam amino dan

protein (Gheldof, N., dkk., 2002).

Madu sebagai bahan yang berasal dari alam, tidak boleh ditambah zat aditif, dan

mengandung antibiotik. Antibiotik dilarang terkandung dalam produk makanan

yang berasal dari hewan, baik di Eropa maupun di Amerika. Penggunaan

antibiotik dilakukan untuk mencegah atau mengobati hewan yang terkena suatu

penyakit, akan tetapi jika hewan tersebut menghasilkan produk makanan yang

Page 20: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

6

dapat dikonsumsi, dikhawatirkan meninggalkan residu pada hasil produknya

tersebut. Hal ini terjadi juga pada madu, yang merupakan produk yang dihasilkan

oleh lebah. Lebah yang terinfeksi penyakit American foul-brood mungkin akan

meninggalkan residu dalam madu apabila lebah-lebah tersebut, diobati dengan

antibiotik selama masa panen. Antibiotik yang umum digunakan adalah golongan

amphenikol (kloramfenikol, thiamfenikol, dan florfenikol), sulfonamid,

streptomisin, dan tetrasiklin (Li, J., dkk., 2008, Verzegnassi, L., dkk., 2003).

II.2 Kloramfenikol

Kloramfenikol atau D-treo-(-)-2,2-Dikloro-N-[β-hidroksi-α-(hidroksimetil)-p-

nitrofenetil]asetamida memiliki nama lain Chloromycetin, Detreomycin, Fenicol,

Levomicetina, Mycetin, Sopamycetin, Tevcocin, dan lain-lain serta memiliki

nama IUPAC 2,2-Dichloro-N-[(1R,2R)-1,3-dihydroxy-1-(4-nitrophenyl)propan-

2-yl]acetamide. Kloramfenikol memiliki rumus empirik C11H12Cl2N2O5 dengan

berat molekul (BM) 323,13. Kloramfenikol berupa hablur halus dengan bentuk

jarum atau lempeng memanjang, berwarna putih sampai putih keabu-abuan, atau

putih kekuningan dengan titik lebur 149-153 ºC. Kloramfenikol sukar larut dalam

air, kelarutan dalam air 1 dalam 400, mudah larut dalam etanol, propilen glikol,

aseton dan etil asetat, sedikit larut dalam kloroform dan eter. Dalam etanol akan

membentuk dextrorotatori dan dalam etil asetat akan membentuk laevorotatori.

Nilai dari rotasi jenis antara + 17,0º dan +20,0 (dalam larutan etanol mutlak 0,05

g/mL), dan nilai pH dalam air (25 mg/mL) antara 4,5-7,5 dan nilai pKa nya 7,49

(asam kuat) dan pKa -2,8 (basa kuat) (FI IV, 1995, Moffat, dkk., 2011,

http://www.inchem.org/documents/iarc/vol50/08-chloramphenicol.html,

http://www.drugbank.ca/drugs/DB00446). Struktur dari kloramfenikol dapat

dilihat pada Gambar II.1.

Gambar II.1. Struktur kloramfenikol (http://www.drugbank.ca/drugs/DB00446).

Page 21: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

7

Kloramfenikol pertama kali diisolasi pada tahun 1947 dari organisme tanah

Streptomyces venezuelae dalam media yang sesuai, akan tetapi sekarang dibuat

secara sintesis dalam 3 bentuk umum yaitu kloramfenikol, kloramfenikol palmitat

dan kloramfenikol suksinat. Pada manusia, kloramfenikol digunakan untuk

mengobati infeksi yang diakibatkan oleh Salmonella typhi (typhoid) dan bentuk

lain dari salmonellosis, serta digunakan juga untuk pengobatan infeksi pada

sistem saraf pusat dan saluran pernafasan. Selain pada manusia, kloramfenikol

juga digunakan dalam veteriner untuk mengobati berbagai macam infeksi yang

terjadi pada hewan, terutama yang disebabkan oleh bakteri anaerob atau yang

resisten terhadap antimikroba lain. Dalam tubuh hewan, kloramfenikol terabsorbsi

dengan baik secara oral maupun parenteral

(http://www.inchem.org/documents/jecfa/jecmono/v53je03.htm).

Kloramfenikol bersifat bakteriostatik dan mungkin bersifat bakterisidal terhadap

H. influenza, Neisseria meningitides, dan S. pneumonia. Banyak bakteri gram

negatif dan anaerob yang dihambat secara in vitro. Beberapa gram positif aerob

termasuk Streptococcus pyogenes, S. agalactiae, dan S. pneumoniae. S. aureus

cenderung kurang rentan. Kloramfenikol aktif terhadap Mycoplasma, Chlamydia,

dan Rickettsia.

Kloramfenikol menghambat sintesis protein dalam bakteri pada bagian dalam

membran mitokondria, kemungkinan dengan menghambat peptidiltransferase

ribosom. Kloramfenikol berikatan secara reversible dengan subunit 50S ribosom

(dekat dengan sisi untuk berikatan (binding site) dengan antibiotik makrolida dan

klindamisin), pada sisi peptidiltransferase dan menghmbat reaksi transpeptidasi.

Kloramfenikol mencegah ikatan asam amino pada ujung aminoasil tRNA dengan

sisi akseptor pada subunit 50S ribosom. Interaksi antara peptidiltransferase dan

subsrat asam aminonya dihambat, sehingga menghambat pembentukan ikatan

peptida. Kloramfenikol juga menghambat sintesis protein dalam mitokondria

mamalia melalui mekanisme yang sama. Hal ini mungkin disebabkan ribosomnya

agak menyerupai ribosom bakteri (Brunton, L., dkk., 2008).

Page 22: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

8

Rentang terapetik dari kloramfenikol dalam serum di banyak hewan adalah 5-15

µg/mL. Setelah pemberian kloramfenikol, obat ini terdistribusi ke seluruh tubuh.

Dalam WHO Food Additive 53, dinyatakan bahwa efek sitotoksik dan genotoksik

kloramfenikol dan beberapa metabolitnya seperti chloramphenicol-glucuronide,

nitrophenylaminopropanedione-chloramphenicol (NPAP-chloramphenicol),

nitrosochloramphenicol, dehydrochloramphenicol (merupakan bakteri usus yang

berhubungan dengan anemia aplastik yang fatal pada manusia, dapat terjadi juga

pada jaringan hewan yang diobati dengan kloramfenikol), kloramfenikol base

(NAPD), dan turunan alkohol (hydroxy-amphenicol, HAP), diamati pada sel

sumsum tulang manusia (sel RiBM) secara in vitro. Efek sitotoksik ditemukan

dalam tiga metabolit yaitu nitrosochloramphenicol, dehydrochloramphenicol dan

NPAP-chloramphenicol, pada konsentrasi berkisar 2×105

sampai 2×104 mol/L,

dan nitrosochloramphenicol yang paling berpotensi memberi efek sitotoksik.

Potensi genotoksik terdapat pada nitrosochloramphenicol dan

dehydrochloramphenicol pada konsentrasi 1×104

mol/L sampai 2×104

mol/L.

Kloramfenikol menginduksi anemia aplastik dan kondisi ini berhubungan dengan

terjadinya leukemia

(http://www.inchem.org/documents/jecfa/jecmono/v53je03.htm

dan http://www.inchem.org/documents/iarc/vol50/08-chloramphenicol.html).

Toksisitas dari kloramfenikol meningkat secara reversible pada terjadinya

penurunan sumsum tulang ketika konsentrasi kloramfenikol dalam plasma

melebihi 25 mg/L. Sindrom “abu-abu” (kardiovaskular kollaps, penurunan

pernafasan, dan koma) terjadi pada pasien dengan konsentrasi kloramfenikol

dalam plasmanya sekitar 40-200 mg/L. Dosis fatal dari kloramfenikol yang

pernah dilaporkan kemungkinan sekitar 2,5 g – 4 g pada anak laki-laki berusia 5

tahun (Moffat, dkk., 2011).

II.3 Kafein

Kafein atau 1,3,7-trimetil xantin dan memiliki nama lain 1-metiltheobromin,

memiliki rumus molekul C8H10N4O2 dengan bobot molekul 194,19 (dalam bentuk

anhidrat). Kafein berbentuk serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih,

Page 23: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

9

biasanya menggumpal, tidak berbau, berasa pahit. Larutan bersifat netral terhadap

kertas lakmus, bersifat agak sukar larut dalam air, larut dengan perbandingan 1

dalam 66 alkohol, 1 dalam 22 alkohol bersuhu 60 ºC, sangat larut dalam pyrrole

dan tetrahidrofuran yang mengandung sekitar 4 % air, mudah larut dalam

kloroform, sukar larut dalam eter, larut dalam air dengan perbandingan 1 dalam

46, 1 dalam 5,5 air bersuhu 80 ºC, dan 1 dalam 1,5 dalam air mendidih. Kelarutan

dalam air meningkat dengan adanya alkali benzoat, cinnamat, sitrat atau salisilat.

Kafein mengalami sublimasi pada 178 ºC, titik lebur 235-237,5 ºC. Konstanta

disosiasi, pKa 14,0 (25 ºC) dan 10,4 (40 ºC).

Kafein merupakan alkaloid yang diperoleh dari ampas teh, atau kopi, atau dari

daun-daun kering Camellia sinesis (Theaceae), atau dibuat secara sintesis, juga

terdapat dalam guarana, mate dan kola. Struktur dari kafein dapat dilihat pada

Gambar II.2. (http://www.drugbank.ca/drugs/DB00201, FI IV, 1995, Moffat, A.,

dkk., 2011).

Kafein sering digunakan sebagai baku internal salah satunya adalah dalam

pengujian fenobarbital, karena sifat kafein yang stabil, dan adanya kemiripan sifat

fisika dan kimia antara kafein dengan analit. Selain daripada itu, kafein umum

digunakan untuk memverifikasi kemampuan instrument dalam mengkuantitasi

analit dalam jumlah kecil dan besar, baik dalam sistem KCKT maupun sistem

KCKT-MS, karena kemudahan persiapannya dan penanganan analitnya

(operational qualification untuk mengecek atau memverifikasi instrument baik

presisi, linearitas, dan akurasi panjang gelombang) (FI IV, 1995, Chan, dkk.,

2004).

Gambar II.2. Struktur kafein (http://www.drugbank.ca/drugs/DB00201).

Page 24: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

10

II.4 Solid Phase Extraction (SPE)

Teknik ekstraksi fase padat merupakan teknik untuk mengekstraksi dan

memurnikan analit dalam suatu larutan. Dengan teknik SPE, masalah yang terjadi

pada ekstraksi cair-cair seperti pemisahan fase yang kurang sempurna, rekoveri

yang rendah, dan penggunaan pelarut organik dalam jumlah banyak dapat

dicegah. Selain daripada itu, fase padat dari adsorben tidak dapat bercampur

dengan pelarut sehingga setelah sampel dimasukkan (loading), serangkaian

kondisi pencucian dapat digunakan untuk menghilangkan pengganggu dengan

memiliki banyak pilihan pelarut untuk pencuci, tidak terbentuk emulsi diantara

kedua fase, sampel dalam larutan bervolume besar dapat diperangkap pada kolom

sehingga menjadi pekat, sifat kimia adsorban yang bervariasi sehingga selektif

untuk satu gugus fungsi tertentu di dalam analit, cepat, mudah digunakan dan

dapat diotomatisasi. Keuntungan-keuntungan tersebut menjadikan teknik SPE

lebih efisien dibanding dengan ekstraksi cair-cair (Scott, 1996, Supelco, 1998,

Watson, 2010).

SPE sering digunakan untuk sampel cair dan ekstraksi analit yang semi volatile

atau non volatile. Selain daripada itu, dapat digunakan untuk padatan yang

diekstraksi terlebih dahulu dengan pelarut. Jika konsentrasi analit sampel kecil,

sejumlah komponen matriks berpotensi mengganggu baik kuantifikasi maupun

identifikasi sehingga meningkatkan dan membutuhkan selektivitas dan

sensitivitas metoda analisa. Pemilihan sorben dari SPE yang tepat merupakan hal

penting dan dapat memaksimalkan rekoveri dari analit. Sistem SPE yang

otomatis, dikembangkan oleh Scott dan Kucera untuk menentukan metabolit-

metabolit obat dalam darah. Sistem ini memberi sensitivitas massa yang tinggi

yang dapat mengukur konsentrasi metabolit obat yang rendah dalam darah dan

serum (Scott, 1994, Supelco, 1998).

SPE digunakan untuk clean up sampel dan pemekatan analit tanpa memerlukan

prosedur untuk evaporasi terlebih dahulu, yang selanjutnya analit akan dianalisa

baik secara kromatografi cair, dan gas. Clean up sampel yang merupakan aplikasi

dari SPE bermanfaat untuk studi farmakokinetik, uji disolusi, isolasi analit dari

Page 25: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

11

matriks yang kompleks seperti urine dan plasma, menghilangkan gangguan, dan

mengeliminasi pengelusian yang lambat pada analisis secara isokratik. SPE dapat

digunakan untuk desalting, pertukaran pelarut, analisis senyawa dalam jumlah

sangat kecil seperti analisis lingkungan (air, atau air limbah), dan aplikasi dalam

dunia farmasi dan agrokimia. Optimasi pada sistem SPE diperlukan untuk

memeperoleh analit yang bersih dan pekat (Ahuja dan Dong, 2005).

Jenis cartridge yang digunakan pada ekstraksi fase padat untuk analisa analit

adalah sorben dengan fase terbalik (RP-SPE), fase normal (NP-SPE), penukar ion

baik anion maupun kation (IE-SPE) dan adsorpsi. Selain daripada itu

dikembangkan juga jenis polimer. Pemisahan fase terbalik meliputi larutan polar

atau kepolaran dari matriks sampel yang sedang (fasa gerak) dan fase diam yang

non polar. Analit memiliki kepolaran sedang sampai non polar. Pemisahan fase

normal meliputi analit yang bersifat polar, matriksnya memiliki kepolaran sedang

sampai nonpolar dan fase diam yang polar. SPE tipe penukar ion dapat digunakan

untuk komponen-komponen yang bermuatan ketika dilarutkan dalam suatu

larutan, tetapi kadang-kadang berupa zat organik (Supelco, 1998).

Tahapan yang dilakukan untuk memperoleh eluat melalui cartridge SPE meliputi

persiapan atau pengkondisian sorben dari cartridge yang dapat dilakukan dengan

penambahan pelarut atau campuran pelarut dengan polaritas yang hampir sama

dengan pelarut sampel dan umumnya adalah metanol atau asetonitril jika

digunakan RP-SPE. Dilanjutkan dengan loading sampel ke dalam cartridge

dimana analit akan teretensi dan komponen matriks ada yang teretensi atau keluar

dari sorben. Tahap selanjutnya adalah pencucian menggunakan pelarut yang

dapat mengelusi analit-analit yang tidak diinginkan dari sorben dan yang

tertinggal di sorben adalah analit dan matriks lain yang tidak tertelusi yaitu pelarut

yang polaritasnya berlawanan dengan sorben. Tahapan terakhir adalah elusi analit

dalam volume kecil yang memungkinkan, meninggalkan komponen lain yang

tertahan kuat di sorben. Analit akan terelusi dari cartridge SPE baik melalui gaya

gravitasi atau dengan bantuan vakum, dan ditampung dalam wadah (Nickerson,

B., 2011). Tahapan umum dari SPE dapat dilihat pada Gambar II.3.

Page 26: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

12

Gambar II.3. Tahapan umum SPE (Nickerson, B., 2011).

II.5 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu

proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau

lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah

tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan

adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul

atau kerapatan muatan ion. Terdapat beberapa jenis kromatografi yaitu

kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom (kromatografi

kolom adsorpsi, kromatografi kolom partisi), kromatografi eksklusi, kromatografi

cair kinerja tinggi, dan kromatografi gas (FI IV, 1995).

Kromatografi cair merupakan teknik pemisahan analitik yang paling banyak

digunakan. Hal ini disebabkan oleh sensitivitasnya, dapat digunakan untuk uji

kualitatif dan kuantitatif, mudah untuk diotomatisasi, sesuai untuk pemisahan

komponen yang tidak mudah menguap, dan dapat diaplikasikan secara luas untuk

industri, ilmu pengetahuan seperti analisa asam amino, protein, asam nukleat,

hidrokarbon, karbohidrat, obat, terpenoid, pestisida, antibiotik, steroid logam

organik, dan berbagai senyawa anorganik (Skoog, dkk., 2007).

Kromatografi cair kinerja tinggi diengkapi dengan pompa bertekanan, baik

program gradient tekanan tinggi (high pressure gradient) maupun tekanan rendah

Page 27: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

13

pelarut (low pressure solvent). Kolom yang digunakan disesuaikan dengan sifat

komponen yang akan dianalisa, apakah bersifat polar atau non polar dan fasa

gerak yang digunakan. Kolom yang dapat digunakan untuk analisa adalah kolom

L1 (oktadesilsilan, C18), L7 (oktisilan, C8), fenil, silika, nitril, amina, dan lain-

lain, dengan panjang kolom yang bermacam-macam, demikian juga dengan

ukuran partikelnya (FI IV, 1995).

Komponen utama dari sistem KCKT adalah reservoir fasa gerak yang tersambung

dengan filter khusus untuk mengisolasi fasa gerak dari pengaruh lingkungan,

pompa untuk mengontrol pencampuran fasa gerak dari reservoir yang berbeda

yang dicampur dalam sistem KCKT, injektor yang dapat diatur volume

penyuntikannya, kolom untuk pemisahan analit dari komponen-komponen lain,

detektor dan sistem kontrol. Detektor yang digunakan dalam suatu analisa

menggunakan KCKT diantaranya adalah absorbsi pada daerah ultraviolet dan

visible, infra red, fluorescen, refraktif index, detektor elektrokimia, diode array,

dan spektrometri massa dimana penggunaannya cukup popular pada masa

sekarang ini.

Fase gerak yang digunakan terdiri dari dua sistem, fase terbalik (reverse phase)

dan fase normal (normal phase). Fase terbalik dimana fasa gerak yang digunakan

bersifat polar dan fasa diam bersifat non polar, sedangkan yang disebut fase

normal dimana fasa gerak bersifat non polar dan fasa diam bersifat polar. (Scott,

1994, Skoog, dkk., 2007, Kazakevich dan Lobrutto, 2007)

Analisa menggunakan KCKT didahului dengan uji kesesuaian sistem terlebih

dahulu untuk memastikan keefektifan sistem operasional baik elektronik,

peralatan, zat uji, dan kondisi operasional analitik yang membentuk satu sistem

analitik tunggal yang dapat diuji fungsinya secara keseluruhan. Hal ini dilakukan

melalui penyuntikan berulang larutan baku dan dilihat parameter

keberterimaannya seperti yang tertera pada masing-masing monografi yang

meliputi simpangan baku relatif penyuntikan berulang dari baku, tailing faktor,

Page 28: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

14

jumlah lempeng teoritis, dan resolusi. Persyaratan umum nilai keberterimaan dari

uji kesesuaian sistem dapat dilihat pada Tabel II.2.

Tabel II.2. Parameter dan Kriteria Penerimaan Uji Kesesuaian Sistem

Parameter Kriteria Penerimaan

SBR penyuntikan berulang ≤ 2,0 % Tailing faktor 0,9-1,4

Resolusi ≥ 1,5

Jumlah lempeng teoritis ˃ 2000

Pemisahan dari komponen dalam kolom, dapat dilihat dari efisensi kolom, di

mana kolom yang efisien dapat mencegah pelebaran puncak sehingga puncak

menjadi sempit. Efisiensi kolom didefinisikan sebagai jumlah lempeng teoritik

yang dapat dihitung secara empiris dari kromatogram dengan rumus sebagai

berikut.

[

]2

Dimana W adalah lebar dasar puncak. dan tR adalah retensi dari analit.

Resolusi dari suatu kolom adalah kemampuan kolom untuk memisahkan dua

analit. Resolusi dinyatakan dengan rumus sebagai berikut.

Dimana tR,2 dan tR,1 adalah waktu retensi komponen 2 dan komponen 1,

sedangkan W1 dan W2 adalah lebar alas puncak komponen 1 dan 2. Nilai R > 1,5

menunjukkan puncak 1 dan 2 terpisah dengan sempurna (Kazakevich dan

Lobrutto, 2007).

II.6 Validasi Metoda

Validasi metode analisa adalah proses yang dibuktikan melalui penelitian

laboratorium, bahwa karakteristik kinerja prosedur metode tersebut memenuhi

persyaratan sesuai tujuan penggunaannya. Suatu metode memerlukan validasi atau

revalidasi pada kondisi sebagai berikut.

1. Perubahan dalam sintesis senyawa obat.

Page 29: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

15

2. Perubahan prosedur analisis.

3. Perubahan penggunaan prosedur yang sudah dipublikasi untuk bentuk sediaan

yang berbeda dari yang telah ditentukan.

4. Perubahan komposisi produk akhir obat (ICH, 2005, USP 35, 2012).

II.6.1 Spesivisitas

Menurut ICH, 2005, spesivisitas adalah kemampuan metode yang hanya dapat

mengukur analit, tanpa dipengaruhi oleh adanya komponen lain seperti pengotor,

hasil degradasi, dan komponen matriks. Pada kasus penetapan kadar, spesivisitas

ditunjukkan dengan tidak dipengaruhinya analit karena adanya pengotor atau

eksipient. Pada uji kualitatif, metoda harus bisa menyeleksi antara analit dengan

senyawa lain yang memiliki kemiripan struktur, sehingga dengan metode tersebut

yang terdeteksi hanya analit saja. Pada sistem kromatografi, spesivisitas

ditunjukkan dengan derajat selektivitas, dan masing-masing puncak ditandai.

Kemurnian dari puncak diukur menggunakan diode array atau spektrometri massa

(USP 35, 2012).

II.6.2 Linearitas dan Rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisa dalam memberikan hasil secara

langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional

terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Linearitas mengacu pada kelinieran

hubungan antara konsentrasi dengan pengukuran kadar. Linearitas ditentukan

secara visual dengan memplot signal terhadap fungsi dari konsentrasi analit, dan

datanya menunjukkan hasil yang linear. Data dari garis regresi membantu

menyediakan perkiraan matematik dari derajat kelinearan. Koefisien korelasi, y-

intersep, slope dari garis regresi, nilai R2 dan r harus dinyatakan (USP 35, 2012).

ICH, 2005 merekomendasikan bahwa linearitas minimum dinyatakan dalam lima

kosentrasi, pada rentang yang tertentu. Nilai r ˃ 0,999 dan Vxo ≤ 2,0 % (Ahuja

dan Dong, 2005).

Rentang adalah interval antara level teratas dengan level terendah dari konsentrasi

analit pada penetapan akurasi, presisi dan linearitas sesuai metode yang ditentukan

dan dapat diterima. Untuk penetapan bahan baku obat (atau sebagai produk jadi)

Page 30: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

16

berkisar dari 80-120%. Penentuan pengotor dari rentang 50-120% dari kriteria

penerimaan. Untuk uji keseragaman kandungan, berkisar antara 70-130% (ICH,

2005, USP 35, 2012).

II.6.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantifikasi

Batas deteksi merupakan nilai teredah dari analit dalam sampel yang dapat

terdeteksi tetapi tidak terlalu dapat terkuantitasi pada kondisi percobaan. Nilainya

dapat berada di atas atau di bawah level tertentu, yang diyatakan sebagai

konsentrasi analit dalam sampel (persentase, ppb). Beberapa pendekatan

pengukuran batas deteksi adalah :

1. Didasarkan pada evaluasi visual, dengan menganalisa sampel yang

konsentrasinya diketahui, dan diencerkan sampai analit tidak dapat terdeteksi

(non-instrumental).

2. Didasarkan pada signal to noise, yaitu mengukur signal dari sampel pada

konsentrasi rendah. Rasio signal to noise antara 3 atau 2:1.

3. Didasarkan pada standar deviasi respon dan slope yang ditentukan dengan

rumus:

di mana σ adalah standar deviasi dari respon baik ditentukan dari blanko yang

diukur beberapa kali dan ditentukan standar deviasinya atau dari kurva

kalibrasi dengan nilai α adalah standar deviasi residu dari garis regresi atau

standar deviasi y-intersep dari garis regresi. Nilai S adalah slope dari kurva

kalibrasi.

Batas kuantitasi adalah penetapan kuantitasi pada level terendah dari komponen

dalam matriks sampel, seperti pengotor obat dalam bentuk ruahan, dan hasil urai

dari produk akhir farmasi. Batas kuantitasi merupakan jumlah analit terendah

yang dapat terdeteksi pada keadaan presisi dan akurasi yang dapat diterima, pada

kondisi percobaan. Batas kuantitasi dinyatakan sebagai konsentrasi dari analit

dalam sampel yang dinyatakan sebagai persen, ppb (USP 35, 2012). Penentuan

batas kuantitasi dari analit hampir sama dengan penentuan batas deteksi, akan

Page 31: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

17

tetapi pada batas deteksi signal to noise adalah 10 dan rumus penentuan batas

kuantitasi adalah sebagai berikut.

Batas kuantitasi

(ICH, 2005).

II.6.4 Akurasi

Akurasi adalah kedekatan hasil antara hasil uji dari prosedur dengan nilai benar.

Akurasi ditentukan melalui aplikasi prosedur analisa terhadap analit yang

kemurniannya diketahui (standar baku). Pada uji kuantitatif pengotor, akurasi dari

sampel ditentukan dengan cara di-spike menggunakan pengotor yang

konsentrasinya diketahui. Akurasi dihitung sebagai persentase keberolehan

melalui penentapan dimana jumlah analit yang ditambahkan ke dalam sampel

yang konsentrasinya diketahui atau sebagai perbedaan antara rata-rata dan nilai

benar yang diterima (USP 35, 2012).

ICH, 2005, merekomendasikan bahwa akurasi dapat dilakukan menggunakan

minimal sembilan penetapan, dengan minimum tiga konsentrasi dengan masing-

masing tiga replikasi. Nilai rekoveri dari akurasi dapat dilihat pada Tabel II.3.

(AOAC, Apendix F, 2012).

Tabel II.3. Rekoveri sebagai Fungsi dari Konsentrasi Analit

Analit (%) Rasio Analit Unit Rekoveri rata-rata (%)

100 1 100 % 98-102

10 10-1

10 % 98-102

1 10-2

1 % 97-103

0,01 10-3

0,1 % 95-105

0,001 10-4

100 ppm 90-107

0,0001 10-5

10 ppm 80-100

0,00001 10-6

1 ppm 80-100

0,000001 10-7

100 ppb 80-100

0,0000001 10-8

10 ppb 60-115

0,00000001 10-9

1 ppb 40-120

II.6.5 Presisi

Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji

masing-masing, jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel

yang diambil dari campuran yang homogen. Presisi biasanya dinyatakan sebagai

Page 32: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

18

standar deviasi atau relatif standar deviasi (koefisien variasi). Presisi dinyatakan

sebagai reprodusibilitas atau keberulangan. Reprodusibilitas mengacu pada

penggunaan prosedur analisa pada laboratorium-laboratorium yang berbeda,

sebagai uji kolaborasi (dikenal sebagai ruggedness). Sedangkan keberulangan

dilakukan dalam satu laboratorium pada periode yang pendek, menggunakan

analis dan peralatan yang sama.

ICH, 2005 merekomendasikan bahwa keberulangan dilakukan menggunakan

minimal sembilan penetapan (tiga konsentrasi dan tiga replikasi pada masing-

masing konsentrasi) atau minimal penetapan enam kali pada kondisi 100% pada

konsentrasi uji (USP, 35, 2012).

Nilai keberterimaan dari presisi adalah simpangan baku relatif dan Horrat yang

dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Simpangan baku relatif (RSD)

Persamaan Horwitz

Horwitz

Horrat

RSDobsadalah nilai RSD yang diperoleh dari penetapan presisi

RSDcalc adalah nilai RSD yang dihitung dari persamaan Horwitz

(AOAC Appendix F, 2012, Gustavo dan Angeles, 2007).

II.6.6 Robustness

Robustness prosedur analisis adalah ukuran kemampuan prosedur untuk tetap

bertahan dan tidak terpengaruh oleh perubahan kecil yang dilakukan dengan

sengaja. Pengujian robustness ketegaran dapat ditentukan pada waktu

pengembangan prosedur analisis atau optimasi (USP 35, 2012).

Page 33: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

19

Bab III Metodologi Penelitian

Madu yang akan dijadikan sebagai blanko pada penelitian diuji mutunya terlebih

dahulu, baik secara organoleptik, mikroskopik maupun uji kimia apakah sesuai

dengan persyaratan dalam SNI 3545 tahun 2013 atau tidak. Setelah itu, dilakukan

pengembangan metode analisa menggunakan blanko yang telah diuji mutunya.

Pengembangan metode pengujian kloramfenikol dalam madu dengan baku

internal kafein, menggunakan SPE pada tahapan preparasi sampel, yang

dilanjutkan dengan analisa menggunakan KCKT dengan detektor UV 275 nm,

diawali dengan optimasi, baik SPE maupun sistem KCKT. Kondisi SPE yang

dioptimasi adalah pemilihan cartridge SPE (HLB dan C18), dan volume

pengelusi. Sedangkan sistem KCKT yang dioptimasi adalah konsentrasi pelarut,

panjang gelombang maksimum untuk kloramfenikol maupun baku internal kafein,

komposisi fasa gerak, laju alir, dan volume penyuntikan.

Tahap selanjutnya setelah diperoleh kondisi optimum pengujian adalah uji

kesesuaian sistem dan validasi metode yang meliputi spesivisitas, linearitas dan

rentang, presisi intra hari, presisi antar hari, akurasi (rekoveri), batas deteksi dan

batas kuantitasi yang dihitung secara statistik dari persamaan regresi linear yang

diperoleh, serta robustness. Teknik validasi yang digunakan adalah spiked placebo

recovery method, di mana sejumlah analit ditambahkan ke dalam blanko sampel

dan menggunakan air sebagai pelarut. Pengujian kloramfenikol dalam sampel

madu yang beredar di pasaran dilakukan setelah semua parameter validasi

memenuhi persyaratan.

Page 34: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

20

Bab IV Percobaan

IV.1 Bahan

Baku pembanding kloramfenikol BPFI dengan NK 212016, baku pembanding

kafein BPFI dengan NK 413017, metanol pro KCKT (Merck), etanol (Merck), air

suling yang dimurnikan kembali, matriks sampel (madu), sampel madu yang

diperoleh dari pasaran, natrium hidroksida (Merck), fenolftalein (Merck), kalium

biftalat (Merck), potassium iodide (Merck), asam sulfat (Merck), natrium tiosulfat

(Merck), asam klorida (JTB), timbal asetat (Merck), starch (Merck), diammonium

hidrogen fosfat (Merck), natrium karbonat anhidrat (Merck), asam sitrat (Merck),

tembaga sulfat (Merck), baku timbal 1000 mg/L (Merck), baku cadmium 1000

mg/L (Merck), baku raksa 1000 mg/L (Merck), asam nitrat (Merck), kalium

feroksianida (Merck), seng asetat (Merck), natrium disulfit (Merck).

IV.2 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah KCKT Shimadzu 20AD

autosampler, detektor SPD-M20A, CBM-20A, sonikator Bronson, sonikator Elma

Transsonic/T1040/H, sonikator Falc LBS2 10L, Eppendorf 100-1000 μL, alat SPE

Agilent yang dilengkapi dengan pompa vakum, penyaring membrane 0.45 μm,

timbangan analitik Mettler Toledo AB204 dan XP205, timbangan semi mikro

Mettler Toledo XP6, kolom YMC triart C18 5 μm (4,6x150 mm), μ Bondapak

C18 10 μm (3,9x150 mm), μ Bondapak C18 10 μm (3,9x30 mm), cartridge HLB 3

cc 60 mg (Waters), cartridge Sep-pak Vac tC18 3 cc 500 mg (Waters),

Spektrofotometer Shimadzu UV-2101PC, labu tentukur, pipet volume, buret,

erlenmeyer, gelas piala, kui porselen, desikator, oven Memmert, Hot Plate

Gerhardt EV-14, Furnace Barnstead Thermolyne 6000, Heating Mantle Labmaster

Isopad, Thermolyne Nuova Stir Plate, penangas air Memmert, Olympus CX 31,

Abbe refraktometer, pendingin tegak. Microwave digestion SPD Discover CEM,

vessel destruksi quartz 35 mL, vial cap SPD 35 mL, AAS Shimadzu AA-7000,

GFA Shimadzu AA–7000, lampu katoda berongga (untuk logam Pb, Cd), AAS

Shimadzu AA-6800, MVU-1A Shimadzu.

Page 35: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

21

IV.3 Pengujian Mutu Madu

IV.3.1 Pengujian secara Organoleptik dan Mikroskopik

Pengujian secara organoleptik meliputi warna, rasa, bau sedangkan pengujian

secara mikroskopik dilakukan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400

kali. Hasil mikroskopik dilihat apakah mengandung serbuk sari/benang sari atau

tidak. Jika mengandung serbuk sari/benang sari menunjukkan madu tersebut

bersifat alami.

IV.3.2 Keasaman

Sampel ditimbang dengan teliti sebanyak 10 g, dimasukkan ke dalam erlenmeyer

250 mL, kemudian dilarutkan dengan 75 mL air bebas CO2, dan ditambah 4-5

tetes indikator fenolftalein. Dititar dengan larutan NaOH 0,1 N sampai titik akhir

yang tetap selama 10 detik. Volume NaOH 0,1 N yang digunakan untuk titrasi

dicatat.

IV.3.3 Kadar Abu

Sampel ditimbang dengan seksama sebanyak dua gram dan dimasukkan ke dalam

cawan porselen yang telah diketahui bobot konstannya. Sampel madu dipanaskan

di atas nyala pembakar sampai mengarang dengan sempurna, kemudian

dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 550 ºC sampai pengabuan sempurna.

Kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot konstan. Kadar air sampel

merupakan selisih bobot cawan berisi abu dengan bobot cawan kosong (SNI 01-

2891-1992).

IV.3.4 Padatan yang Tidak Larut dalam Air

Sampel ditimbang dengan seksama sebanyak 20 g dan dimasukkan ke dalam gelas

piala 250 mL. Ditambah 200 mL air panas, dienap tuangkan bagian yang tidak

larut ke dalam kertas saring yang telah dikeringkan dan ditimbang. Gelas piala

dan kertas saring dibilas dengan air panas. Kertas saring dikeringkan dalam oven

bersuhu 105 ºC selama 2 jam, didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap.

Kadar padatan tidak larut air merupakan selisih bobot kertas saring setelah

penyaringan dengan bobot kertas saring kosong (SNI 01-2891-1992).

Page 36: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

22

IV.3.5 Gula sebelum inversi

Ditimbang seksama dua gram sampel dalam gelas piala kemudian dipindahkan

secara kuantitatif ke dalam labu tentukur 250 mL. Ditambah 10 mL timbal asetat

setengah basa dan digoyangkan. Larutan diamonium hidrogen fosfat 10 %,

diteteskan sebanyak 1 tetes (jika terbentuk endapan maka penambahan timbal

asetat setengah basa sudah cukup). Ditambah 15 mL larutan diamonium hidrogen

fosfat 10 % untuk menguji apakah timbal asetat setengah basa sudah diendapkan

seluruhnya. Kemudian ditambah 1-2 tetes larutan diamonium hidrogen fosfat

10 %, jika tidak timbul endapan, berarti penambahan larutan diamonium hidrogen

fosfat sudah cukup. Kemudian ditambah air sampai tanda batas dan dikocok 12

kali, dibiarkan dan disaring.

Sebanyak 10,0 mL filtrat dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 mL,

ditambah 15,0 mL air dan 25,0 mL larutan Luff Schroll serta beberapa batu didih.

Dipipet juga untuk blanko sebanyak 25,0 mL air dan 25,0 mL larutan Luff Schroll

serta beberapa butir batu didih. Sampel dan blanko direfluks dan setelah

mendidih proses refluks dilanjutkan selama 10 menit dan didinginkan. Setelah

dingin, ditambah 10 mL larutan kalium iodide 20 % dan 25 mL larutan asam

sulfat 25 %. Setelah itu, dititrasi dengan larutan tiosulfat 0,1 N menggunakan

indikator kanji 0,5 % dan dititrasi sampai terbentuk warna putih susu. Kemudian

jumlah pentiter dicatat.

Penetapan gula sebelum inversi dilakukan dengan menghitung selisih volume

natrium tiosulfat pada titrasi blanko dengan sampel. Hasilnya digunakan untuk

menentukan bobot glukosa dalam sampel dengan membandingkan volume yang

diperoleh dengan bobot glukosa pada Tabel IV.1. Nilai gula sebelum inversi

dihitung dengan mengalikan bobot glukosa dengan pengenceran dan dibagi bobot

sampel yang ditimbang (SNI 01-2892-1992).

Page 37: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

23

Tabel IV.1. Hubungan Volume Titrasi Natrium Tiosulfat dengan Bobot Glukosa

dan Gula Inversi

Volume Natrium

Tiosulft 0,1 N (mL)

Bobot Glukosa dan

Gula Inversi (mg)

Volume Natrium

Tiosulft 0,1 N (mL)

Bobot Glukosa dan

Gula Inversi (mg)

1 2,4 13

14

15

16

17

18

19

33,0 2 4,8

14

35,7 3 7,2 15 38,5 4 9,7 16 41,3 5 12,2 17 44,2 6 14,7 18 47,1 7 17,2 19 50,0 8 19,8 20 53,0 9 22,4 21 56,0

10 25,0 22 59,1 11 27,6 23 62,2 12 30,3

IV.3.6 Sakarosa

Sebanyak 50,0 mL filtrat pada penetapan gula pereduksi dipipet dan dimasukkan

ke dalam labu tentukur 200 mL. Ditambah 25 mL asam klorida 25 %, dan

dilakukan hidrolisis di atas penangas air, apabila suhu mencapai 68-70 ºC,

dipertahankan selama 10 menit (dicek menggunakan thermometer), kemudian

didinginkan. Ditambah larutan natrium hidroksida 30 % sampai netral, kemudian

diencerkan dengan air sampai tanda batas.

Sebanyak 10,0 mL larutan tersebut dipipet dan diperlakukan sama seperti pada

penetapan gula sebelum inversi. Sakarosa merupakan hasil kali 0,95 dengan

selisih hasil gula sesudah inversi dengan sebelum inversi (SNI 01-2892-1992).

IV.3.7 Kadar Air

Pembacaan indeks bias sampel dilakukan pada suhu 27 ºC dengan menggunakan

alat refraktometer. Kadar air dalam sampel diperoleh dengan membandingkan

nilai indeks bias pada saat pengukuran dengan kadar air pada Tabel IV.2.

Page 38: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

24

Tabel IV.2. Hubungan Indeks Bias dengan Kadar Air pada Madu

Indeks bias (20 ºC) Kadar Air (%) Indeks bias (20 ºC) Kadar Air (%)

1,5044 13,0 1,4890 19,0

1,5038 13,2 1,4885 19,2

1,5033 13,4 1,4880 19,4

1,5028 13,6 1,4875 19,6

1,5023 13,8 1,4870 19,8

1,5018 14,0 1,4865 20,0

1,5012 14,2 1,4860 20,2

1,5007 14,4 1,4855 20,4

1,5002 14,6 1,4850 20,6

1,4997 14,8 1,4845 20,8

1,4992 15,0 1,4840 21,0

1,4987 15,2 1,4835 21,2

1,4982 15,4 1,4830 21,4

1,4976 15,6 1,4825 21,6

1,4971 15,8 1,4820 21,8

1,4966 16,0 1,4815 22,0

1,4961 16,2 1,4810 22,2

1,4956 16,4 1,4805 22,4

1,4951 16,6 1,4800 22,6

1,4946 16,8 1,4795 22,8

1,4940 17,0 1,4790 23,0

1,4935 17,2 1,4785 23,2

1,4930 17,4 1,4780 23,4

1,4925 17,6 1,4775 23,6

1,4920 17,8 1,4770 23,8

1,4915 18,0 1,4765 24,0

1,4910 18,2 1,4760 24,2

1,4905 18,4 1,4755 24,4

1,4900 18,6 1,4750 24,6

1,4895 18,8 1,4745 24,8

1,4740 25,0

Keterangan:

Jika indeks bias diukur pada suhu di bawah 20 ºC ditambahkan 0,000023 ºC dan

bila pengukuran dilakukan pada suhu di atas 20 ºC, dikurang 0,000023/ºC.

Hasilnya kemudian dicocokkan dengan tabel.

Page 39: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

25

IV.3.8 Cemaran Logam Pb, Cd dan Hg

IV.3.8.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi

Kurva kalibrasi dibuat dengan menghubungkan konsentrasi dengan absorbansi

larutan baku Pb, Cd, dan Hg. Konsentrasi baku seri yang digunakan adalah 5-50

ng/mL untuk Pb, 0,5-4 ng/mL untuk Cd, dan 0,5-5 ng/mL untuk Hg (masing-

masing dibuat dari larutan baku induk dengan konsentrasi 1000 mg/mL, yang

kemudian diencerkan menjadi larutan baku antara dengan konsentrasi 5 mg/L

untuk Pb, 1 mg/L untuk Cd dengan pelarut asam nitrat 3 % dan Hg dengan

konsentrasi 1 mg/L dengan pelarut asam klorida 3 %. Dari hubungan konsentrasi

larutan baku terhadap serapan yang terukur diperoleh persamaan regresi linear.

Pengukuran dilakukan enam tingkat konsentrasi untuk logam Pb dan lima tingkat

konsentrasi untuk Cd dan Hg. Masing-masing tingkat konsentrasi dianalisa

sebanyak dua kali. Pengukuran Pb dan Cd dilakukan menggunakan GF-AAS dan

Hg dengan MVU.

IV.3.8.2 Penentuan Logam Pb, Cd dan Hg dalam Madu

Sampel madu ditimbang dengan saksama lebih kurang 0,25 g dimasukkan ke

dalam labu digesti 35 mL, ditambahkan asam nitrat pekat 10,0 mL, dan

didestruksi dengan alat microwave digestion. Alat microwave digestion diset pada

suhu 200 ºC, tekanan 400 PSI, power 300 W, sistem pengadukan sedang

(medium), ramp time 4 menit dan hold time 2 menit (Application Note for Acid

Digestion SPD Discover CEM). Larutan hasil destruksi dimasukkan ke dalam

labu tentukur 20 mL dan ditepatkan sampai tanda dengan air. Larutan sampel

disuntikkan ke sistem GF-AAS dengan volume sampel 20 μL. Kadar Pb dan Cd

ditetapkan secara GF-AAS dengan menggunakan gas argon UHP. Penentuan

kadar logam timbal dan cadmium dalam sampel dilakukan dua kali pengulangan,

masing-masing dua kali penyuntikkan.

Pada penentuan Hg, larutan hasil destruksi dimasukkan ke dalam labu tentukur 50

mL dan ditepatkan sampai tanda dengan air. Dipipet 25,0 mL dan diencerkan ke

dalam labu tentukur 100 mL dengan air sebagai pelarut. Sebelum dianalisa

menggunakan MVU, sampel dan baku ditambah larutan SnCl2 10%.

Page 40: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

26

IV.3.9 Hidroksimetilfurfural (HMF)

Sampel ditimbang sebanyak lima gram dalam gelas piala kecil. Ditambah air

kurang lebih 15 mL kemudian diaduk. Larutan dimasukkan ke dalam labu

tentukur 50 mL, dan gelas piala dibilas dengan air sampai volume larutan dalam

labu tentukur sebanyak 25 mL. Kemudian ditambah 0,5 mL larutan Carrez I,

dikocok, dan ditambah lagi larutan Carrez II, dikocok kembali dan ditambah air

sampai tanda batas. Larutan disaring dan 10 mL filtrat pertama dibuang.

Filtrat dipipet sebanyak 5,0 mL ke dalam dua tabung reaksi. Tabung reaksi satu

ditambah 5,0 mL air (larutan sampel) dan tabung reaksi dua ditambah 5,0 mL

larutan natrium bisulfit 0,2% (larutan pembanding), kemudian kedua tabung

dikocok. Kedua larutan diukur pada panjang gelombang 284 nm dan 336 nm. Jika

absorbansi melebihi 0,6, maka larutan sampel dan pembanding diencerkan.

Larutan sampel diencerkan dengan air dan larutan pembanding dengan larutan

natrium bisulfit. Nilai absorban yang diperoleh, dikalikan dengan faktor

pengenceran (IHC, 2009).

IV. 4 Pengembangan dan Validasi Metode

IV.4.1 Pembuatan Larutan Baku Induk Kloramfenikol dan Baku Internal

Kafein

Larutan baku induk kloramfenikol dan baku internal kafein dibuat dengan

melarutkan baku kloramfenikol BPFI dan kafein BPFI dalam etanol sampai

konsentrasi masing-masing 32 μg/mL dan 50 μg/mL.

IV.4.2 Pembuatan Baku Campur Kloramfenikol dan Baku Internal

Kafein

Larutan baku campur kloramfenikol dan kafein dibuat dengan mengencerkan baku

induk kloramfenikol dan kafein dengan etanol 10 % sampai konsentrasi masing-

masing larutan dalam campuran sebesar 0,2 μg/mL dan 0,125 μg/mL.

Page 41: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

27

IV.4.3 Pembuatan Fasa Gerak

Fasa gerak dibuat dari campuran metanol dengan air pada perbandingan

(22,5:77,5), dan dicampur dalam sistem KCKT. Sebelum digunakan, masing-

masing komponen fasa gerak diawaudarakan terlebih dahulu.

IV.4.4 Uji Kesesuaian Sistem

Uji kesesuaian sistem dilakukan sebelum pengujian dengan KCKT dilakukan. Uji

kesesuaian sistem dilakukan dengan menyuntikkan baku campur kloramfenikol

dan baku internal kafein pada salah satu konsentrasi yaitu 0,2 μg/mL dan 0,125

μg/mL sebanyak enam kali. Parameter yang perlu diperhatikan untuk

keberterimaan uji kesesuaian sistem adalah simpangan baku relatif rasio dari

waktu retensi dan area kloramfenikol terhadap kafein ≤ 2,0 %, tailing faktor, dan

resolusi.

IV.4.5 Validasi Metode

Validasi metode meliputi spesivisitas, linearitas dan rentang, batas deteksi dan

batas kuantitasi, presisi, presisi antar hari, dan akurasi. Validasi dilakukan dengan

teknik spiked placebo recovery method. Pengujian dilakukan dengan teknik yang

sama, di mana blanko terlebih dahulu dilarutkan dengan larutan baku induk

kloramfenikol dengan jumlah tertentu dan larutan baku induk internal kafein

dengan jumlah yang tetap untuk setiap parameter validasi (250 μL). Konsentrasi

akhir baku internal dalam larutan sebesar 0,125 μg/mL. Setelah itu disonikasi

selama 10 menit, ditambah air sebagai pelarut dan disonikasi kembali selama 15

menit, diencerkan dengan air sampai tanda batas, selanjutnya disaring. Filtrat

dimasukkan ke dalam cartridge SPE. Pengkondisian cartridge SPE C18 adalah

menggunakan 1 mL metanol dan 1 mL air. Filtrat dari blanko, blanko yang di-

spike atau sampel dipipet sebanyak 0,5 mL dan dimasukkan ke dalam cartridge

tersebut. Tahap selanjutnya adalah pencucian menggunakan 1 mL air. Analit yang

tertahan dielusi menggunakan 1 mL etanol yang ditampung dalam labu tentukur 5

mL dan diencerkan dengan etanol 10 %. Larutan disaring dengan membrane filter

0,45 μm dan dilakukan pengujian menggunakan KCKT.

Page 42: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

28

Kondisi KCKT yang digunakan pada validasi metode adalah : fasa gerak metanol-

air (22,5:77,5), laju alir 1,1 mL/menit, volume penyuntikan 100 μL, kolom yang

digunakan μ Bondapak C18 10μm (3,9 x 300 mm). Pengujian dilakukan

menggunakan detektor UV dengan panjang gelombang 275 nm pada suhu kamar.

IV.4.5.1 Spesivisitas

Blanko ditimbang sebanyak dua gram dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 10

mL. Dilarutkan dengan air sampai setengah volume labu, disonikasi 15 menit,

kemudian ditambah air sampai tanda batas, dan disaring. Selanjutnya, dilakukan

SPE dan hasil elusi dari SPE disuntikkan ke sistem KCKT (data sebagai blanko).

Blanko ditimbang sebanyak dua gram, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10

mL. Ditambah larutan baku induk kloramfenikol sebanyak 625 μL dan larutan

baku internal kafein. Disonikasi selama 10 menit, kemudian diperlakukan sama

seperti pada pengujian blanko (konsentrasi akhir 0,2 µg/mL dan data digunakan

sebagai sampel spike).

Selain kedua hal di atas, disuntikkan juga ke sistem KCKT, pelarut yang di SPE

serta larutan baku campur kloramfenikol dan baku internal kafein. Baik blanko,

sampel spike maupun pelarut, masing-masing disuntikkan sebanyak tiga kali.

Syarat keberterimaan dari uji spesivisitas ini adalah tidak adanya gangguan pada

puncak retensi baku kloramfenikol maupun baku internal yang berasal dari pelarut

dan blanko (ICH, 2005).

IV.4.5.2 Linearitas dan Rentang

Blanko ditimbang sebanyak dua gram. Masing-masing blanko ditambah larutan

baku seri kloramfenikol dari rentang 0,04-0,28 µg/mL (tujuh tingkat konsentrasi

dari 20-140 %) dan larutan baku internal kafein dengan jumlah yang tetap.

Masing-masing tingkat konsentrasi ditimbang sebanyak satu kali, dan disuntikkan

ke dalam sistem KCKT sebanyak tiga kali (Huber, 2003).

Page 43: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

29

Persamaan garis regresi linear diperoleh dengan memplot konsentrasi

kloramfenikol dengan rasio area kloramfenikol terhadap baku internal kafein,

sehingga diperoleh persamaan garis y = bx + a. Sebagai parameter adanya

hubungan yang linear digunakan koefisien korelasi (r) dan koefisien variasi fungsi

regresi (Vxo) (Ahuja dan Dong, 2005, Ibrahim, S., 2005).

IV.4.5.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Penentuan batas deteksi dan batas kuantitasi dihitung secara statistik melalui

persamaan garis regresi linear yang diperoleh. dengan rumus sebagai berikut.

Batas

di mana σ = standar deviasi dari respon

s = slope dari kurva kalibrasi (ICH, 2005).

IV.4.5.4 Presisi Intraday dan Presisi Interday

Blanko ditimbang sebanyak dua gram, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10

mL, ditambah larutan baku kloramfenikol pada konsentrasi 100% (konsentrasi

akhir 0,2 µg/mL) sebanyak 625 μL dan larutan baku internal kafein. Selanjutnya

diperlakukan sama seperti pada pengujian sampel spike pada uji spesivisitas.

Penetapan presisi dilakukan sebanyak enam kali dengan penyuntikan masing-

masing sebanyak tiga kali. Presisi antar hari dilakukan juga dengan teknik yang

sama dan dilakukan sebanyak tiga kali (ICH, 2005).

Hasil pengujian presisi intra hari dan presisi antar hari dihitung dari nilai

simpangan baku relatif (SBR) dan Horrat. (AOAC Appendix F, 2012, Gustavo

dan Angeles, 2007).

IV.4.5.5 Akurasi

Blanko ditimbang sebanyak dua gram, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10

mL, ditambah larutan baku induk kloramfenikol dengan konsentrasi 80–120 %

(0,16–0,24 µg/mL) dari konsentrasi kloramfenikol yang mampu terdeteksi dan

ditambah larutan baku internal kafein. Selanjutnya diperlakukan sama seperti

Page 44: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

30

pada pengujian sampel spike pada uji spesivisitas. Masing-masing tingkat

konsentrasi ditimbang sebanyak tiga kali, dengan penyuntikan masing-masing

sebanyak tiga kali. Kadar analit (kloramfenikol) dihitung melalui perbandingan

rasio pengukuran kloramfenikol terhadap kafein dengan rasio kloramfenikol

teoritis dan dihitung persen keberolehan kembali (rekoveri) (ICH, 2005).

IV.5 Penetapan Kloramfenikol pada Sampel Madu di Pasaran

Sampel ditimbang sebanyak dua gram dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 10

mL, ditambah larutan baku internal dan diperlakukan sama seperti pada pengujian

sampel spike pada uji spesivisitas. Dilakukan tiga kali penetapan dengan masing-

masing penyuntikan sebanyak tiga kali.

Selain daripada itu, dilakukan juga pengujian sampel yang ditambah larutan baku

kloramfenikol (konsentrasi 0,2 µg/mL) dan larutan baku internal standar dengan

teknik pengerjaan yang sama, dan hanya dilakukan satu kali dengan penyuntikan

sebanyak tiga kali (sampel spike).

Page 45: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

31

Bab V Hasil dan Pembahasan

V.1 Pengujian Mutu Madu

Pengujian mutu madu dilakukan untuk mengetahui apakah blanko yang akan

digunakan untuk pengembangan metode sesuai dengan spesifikasi yang telah

ditentukan atau tidak. Pada penelitian, digunakan 2 jenis madu manis yang berasal

dari 2 daerah yang berbeda. Kedua jenis madu tersebut memiliki karakteristik

yang berbeda, disebabkan oleh jenis vegetasi tumbuhan asal nektar, kondisi

geografis tempat madu tersebut berasal, dan masa panen. Hal tersebut

mempengaruhi organoleptik madu yaitu rasa, warna dan bau. Hasil uji

organoleptik dari kedua jenis madu tersebut dapat dilihat pada Tabel V.1.

Tabel V.1. Organoleptik Madu

Jenis Madu Warna Rasa Bau

A Coklat terang Manis-Asam Aroma madu

B Coklat kekuningan Manis-Asam Aroma madu

Selain uji organoleptik, dilakukan uji mikroskopik dan uji kimia mutu madu

menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 3545 tahun 2013 Hasil uji

mikroskopis dari sampel madu dapat dilihat pada Gambar V.1. Pengujian kimia

mutu madu meliputi uji kadar air, gula pereduksi, sukrosa, keasaman, padatan

yang tidak larut air, kadar abu, cemaran logam timbal, kadmium, dan raksa serta

uji hidroksimetilfurfural. Hasil pengujian kimia mutu madu dapat dilihat pada

Tabel V.2.

a b

Gambar V.1. Mikroskopik madu (a) sampel a dan (b) sampel b.

Page 46: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

32

Madu alami jika dilihat di bawah mikroskop, akan menunjukkan adanya fragmen

dari benang sari atau serbuk sari atau sel-sel khas sari tumbuhan asal nektar madu.

Kedua jenis madu tersebut, menunjukkan adanya fragmen benang sari atau serbuk

sari.

Tabel V.2. Hasil Uji Kimia Mutu Madu

No Jenis Uji Satuan Persyaratan Hasil

Madu A Madu B

1 Kadar Air % b/b ≤ 22 20,2

,2

20,2 16,0

61,713** 72.072

4,652 0.940

53,916** 57,106**

0,473 1,351**

0,165 0,377

16,0

2 Gula pereduksi (dihitung

sebagai glukosa) % b/b ≥ 65 61,713* 72,072

3 Sukrosa % b/b ≤ 5 4,652 0,940

4 Keasaman mL NaOH/kg ≤ 50 53,916* 57,106*

5 Padatan tidak larut dalam air % b/b ≤ 0,5 0,473 1,351*

6 Abu % b/b ≤ 0,5 0,165 0,377

7 Cemaran Logam

7.1 Timbal (Pb) mg/kg ≤ 2,0 TD TD

7.2 Cadmium (Cd) mg/kg ≤ 0,2 TD TD

7.3 Merkuri (Hg) mg/kg ≤ 0,03 TD TD

8 Hidroksimetilfurfural (HMF) mg/kg ≤ 50 36,25 40,08

Keterangan : *) Tidak memenuhi persyaratan SNI

Kadar air kedua sampel yang diuji memenuhi syarat. Kadar air madu dipengaruhi

oleh tingginya curah hujan (iklim lingkungan) di mana madu itu dipanen dan

kelembabannya. Kadar air madu berkisar 13-25 %. Jika madu tersebut memiliki

kadar air lebih dari 17 %, dan memiliki jumlah spora ragi yang cukup maka akan

mengalami fermentasi. Cara untuk menghindarinya adalah dengan dipasteurisasi

terlebih dahulu pada suhu 145 oF selama 30 menit (White, J. W. Jr. dan L. W.

Doner, 1980).

Madu memiliki kandungan glukosa dan fruktosa yang tinggi. Kedua jenis gula ini

merupakan gula pereduksi, karena adanya gugus aldehid atau keton bebas dalam

molekul karbohidrat. Sifat mereduksi ini terjadi baik pada monosakrida atau pun

disakarida dan dilakukan pada suasana basa (Poedjiadi, 1994).

Tingginya kadar padatan yang tidak larut dalam air, menunjukkan adanya

pengotor dalam madu, baik itu pasir atau komponen lain yang tidak larut dalam

Page 47: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

33

air, seperti lilin lebah. Kadar abu dari kedua jenis madu tersebut memenuhi syarat

yaitu lebih kecil dari 0,5 %b/b. Hal ini menunjukkan tingkat kemurnian dari

sampel tersebut, menunjukkan tingkat kebersihan pengolahan dari produk

tersebut, dan kadar mineral yang terkandung di dalamnya.

Kadar cemaran logam dan raksa dalam kedua sampel madu tidak terdeteksi,

karena berada di bawah batas deteksi dari metode. Rentang linear untuk logam

kadmium yaitu 0,5-4 ppb, raksa adalah 0,5-5 ppb sedangkan timbal pada rentang

konsentrasi 5-50 ppb. Hal ini menunjukkan bahwa kadar cemaran logam kadmium

dan raksa di bawah 0,5 ppb, sedangkan timbal di bawah 5 ppb.

Hidroksimetilfurfural (HMF) merupakan produk dekomposisi dari gula. HMF

terbentuk karena dehidrasi gula heksosa dalam suasana asam kuat dan panas, juga

dihasilkan pada tahap awal reaksi Maillard. Selain dalam madu, HMF juga secara

alami terdapat dalam makanan yang mengandung gula segar yaitu susu, jus buah,

dan roti, tapi dalam jumlah yang sangat kecil (Poedjiadi, 1994, Basumallick dan

Rohrer, 2013). Teknik penyimpanan madu yang baik dapat mengurangi

terbentuknya HMF.

V.2 Pengembangan dan Validasi Metode Analisa

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan satu dari banyak teknik

analisa yang paling umum digunakan karena merupakan alat yang paling banyak

dimiliki laboratorium kimia. Kemampuan memisahkan analit dari senyawa lain

yang tidak diinginkan (spesifik) menjadi salah satu alasan penggunaan KCKT

secara umum dan KCT memiliki sensitivitas yang cukup tinggi.

Baku internal yang digunakan dalam penelitian adalah kafein. Penggunaan baku

internal dapat mengkompensasi kehilangan analit untuk meningkatkan rekoveri

dan presisi, serta mengurangi pengaruh suppresi ion dari matriks. Baku internal

harus memiliki kemurnian yang tinggi, tidak terdapat dalam matriks dan terpisah

dari analit yang diinginkan atau dari komponen lain yang terdapat dalam matriks.

Selain daripada itu, baku internal harus memiliki sifat fisika dan kimia yang sama

Page 48: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

34

dengan analit yang diinginkan (Ahuja dan Dong, 2005, Ermer dan Miller, 2005,

Adamovics, 1997, Chan, dkk., 2004). Kloramfenikol dan kafein memiliki sifat

yang sama yaitu dalam kelarutannya. Pada perbandingan tertentu, kedua analit

larut dalam etanol, kemurnian kafein yang tinggi, dan dapat terpisah dengan baik

dengan kloramfenikol, yang terlihat dari nilai resolusi yang lebih dari 1,5 pada

saat penelitian.

Pengembangan suatu metode didahului dengan optimasi. Hal ini dilakukan juga

pada penetapan kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein

menggunakan SPE dan KCKT. Optimasi SPE meliputi jenis cartridge yang

digunakan, dan jumlah volume pengelusi. Optimasi KCKT meliputi panjang

gelombang maksimum, penentuan konsentrasi pelarut yang digunakan, volume

penyuntikan, dan komposisi fasa gerak.

V.2.1 Optimasi Jenis Cartridge dan Volume Pengelusi

Analit yang terikat pada cartridge dielusi dengan etanol, baik dalam blanko yang

di-spike maupun dalam sampel. Jenis cartridge yang dioptimasi adalah HLB dan

C18. Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh Verzegnassi, L., dkk.,

2003 dan Sheridan, R., dkk., 2008, cartridge yang digunakan adalah HLB.

Cartridge C18 digunakan oleh Forti, A.F., dkk., tahun 2005, Shen, H. Y., dkk.,

tahun 2005, Rejtharova, M., dkk., tahun 2009, dan Scorthicini, G., dkk., tahun

2005. Analit dan baku internal dapat terikat baik pada HLB dan C18, karena

kedua sorben memiliki sifat nonpolar (HLB memiliki sifat dapat mengikat

senyawa polar dan nonpolar). Cartridge yang dipilih adalah C18 karena hasil dari

rekoveri blanko yang di-spike lebih tinggi dibandingkan menggunakan HLB, dan

bentuk puncak yang lebih runcing serta jumlah lempeng teoritis yang lebih besar

yaitu 1681 untuk C18 dan 891 untuk HLB. Baku internal akan terelusi lebih

dahulu karena lebih polar dibandingkan dengan kloramfenikol.

Pemilihan pengelusi dan jumlah volume pengelusi mempengaruhi hasil rekoveri.

Pengelusi yang digunakan adalah etanol (kelarutan tinggi untuk kloramfenikol dan

kafein) dengan jumlah volume yang dioptimasi yaitu 1, 1,125 dan 1,25 mL. Hasil

Page 49: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

35

rekoveri pada penggunaan C18 dengan volume 1 dan 1,25 tidak berbeda jauh akan

tetapi dipilih volume 1 mL untuk menghindari komponen lain yang larut dalam

etanol menjadi ikut terelusi. Hasil dari optimasi volume pengelusi tersebut dapat

dilihat pada Tabel V.3.

Tabel V.3. Jenis Cartridge SPE dan Volume Pengelusi

Etanol

(mL)

Baku Campur Spike Reko-

veri

(%)

IS Kafein Kloramfenikol IS Kafein Kloramfenikol

HLB Rt Area Rt Area Rt Area Rt Area

1 11,66

4

38667 16,39

0

188635 11,632 41865 16,39

9

182977 91,16

1,125 11,66

4

38667 16,39

0

188635 11,632 43237 16,33

9

180271 86,35

1,25 11,66

4

38667 16,39

0

188635 11,711 41070 16,32

8

178999 90,98

C18

1 11,66

4

38667 16,39

0

188635 11,697 40933 16,41

6

184770 94,25

1,125 11,66

4

38667 16,39

0

188635 11,724 40388 16,46

3

182280 93,15

1,25 11,66

4

38667 16,39

0

188635 11,746 41317 16,44

7

185970 94,29

V.2.2 Optimasi Konsentrasi Pelarut

Pada tahap awal penelitian, ditentukan pelarut yang digunakan untuk dapat

melarutkan dengan sempurna kedua baku baik kloramfenikol maupun baku

internal kafein. Pelarut tersebut adalah etanol. Pemilihan pelarut ini didasarkan

pada kelarutannya. Dalam Farmakope Indonesia IV tahun 1999, kloramfenikol

larut dalam etanol, sedangkan kafein agak sukar larut dalam etanol. Akan tetapi

dalam Farmakope Eropa edisi 5 tahun 2005, dinyatakan bahwa kafein sedikit larut

dalam etanol (larut sekitar 1 gram dalam 100-1000 mL pelarut), sehingga pada

percobaan dipastikan bahwa kafein terlarut sempurna karena penimbangan

sebanyak 5 mg dan dilarutkan dalam 100 mL pelarut. Pada saat disuntikkan ke

dalam sistem KCKT, kedua baku yang dilarutkan dalam etanol mutlak mengalami

fronting. Hasil penyuntikan dari baku dapat dilihat pada Tabel V.4.

Page 50: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

36

Tabel V.4. Hasil Penyuntikan Baku Campur dengan Pelarut Etanol 100%

Kafein Kloramfenikol

Rt Area TF R N Rt Area TF R N

1 2,892 52798 - 0,521 35 6,543 34109 0,737 2,676 1152

2 2,899 56387 - 0,516 34 6,559 34902 0,713 2,656 1127

3 2,91 53695 - 0,546 39 6,554 34504 0,738 2,762 1151

Rata-

rata 2,900 54293,3

6,552 34505

SD 9,07x10-3 1867,81

8,19x10-3 396,5

SBR 0,31 3,44

0,12 1,15

Fronting terjadi karena terlalu kuatnya pelarut yang digunakan, kolom yang

overload, atau reaksi kimia selama proses kromatografi berlangsung. Hal lain

yang perlu diperhatikan juga adalah tailing faktor. Tailing faktor dinyatakan baik

apabila berkisar 0,9-1,4 (Ahuja dan Dong, 2005).

Puncak yang dihasilkan menggunakan pelarut etanol mengalami fronting,

sehingga dipilih pelarut (etanol) dengan tingkat konsentrasi yang lebih rendah,

yaitu etanol 10-50 %. Volume penyuntikkan dioptimasi pada 20, 50, dan 100 μL.

Konsentrasi etanol yang dipilih sebagai pelarut akhir yang disuntikkan ke sistem

KCKT adalah etanol 10 % dengan volume penyuntikan 100 μL. Volume

penyuntikan dibuat besar karena diperlukan area yang besar pada konsentrasi

rendah, sehingga limit deteksi dari metode menjadi kecil. Selain daripada itu, nilai

tailing faktor dan jumlah lempeng teoritis juga harus memenuhi persyaratan.

Optimasi konsentrasi pelarut dan volume penyuntikan dapat dilihat pada Tabel

V.5. dan Tabel V.6.

Tabel V.5. Hasil Tailing Faktor dan Lempeng Teoritis Baku Campur

Kloramfenikol dan Kafein pada Variasi Konsentrasi Etanol dan

Volume Penyuntikan

Kafein

Kloramfenikol

Etanol 20 μL 50 μL 20 μL 50 μL

TF N TF N TF N TF N

10% 1,214

3658,386 1,242

3870,387

1,09

5626,074

1,095

5669,282

20% 1,206

3029,421

1,255

2365,072

1,084

5491,468

1,099

5408,153

30% 1,216

2228,516

1,194

1009,903

1,08

5237,947

1,109

4963,906

40% 1,202

2228,516

0,779

1009,903

1,08

5237,947

1,109

4963,906

50% 1,208

866,516

1,082

4319,121

Page 51: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

37

Tabel V.6. Hasil Tailing Faktor dan Lempeng Teoritis Baku Campur

Kloramfenikol dan Kafein pada Variasi Konsentrasi Etanol dan

Volume Penyuntikan 100 µL

V.2.3 Optimasi Panjang Gelombang Maksimum

Berdasarkan USP 35, 2012, panjang gelombang untuk kafein adalah 275 nm,

sedangkan kloramfenikol 280 nm (FI IV, 1995). Panjang gelombang yang dipilih

untuk analisa adalah 275 nm karena pada panjang gelombang tersebut, diperoleh

area kafein dan kloramfenikol tertinggi dibanding pada panjang gelombang yang

lain. Pengukuran panjang gelombang dilakukan menggunakan detektor PDA

dengan perbedaan rentang 5 nm. Hasil optimasi panjang gelombang dapat dilihat

pada pada Tabel V.7.

Tabel V.7. Hasil Optimasi Panjang Gelombang

No Panjang Gelombang (nm) Area Kafein Area Kloramfenikol

1 240 19477 13148

2 245 17103 14578

3 250 20024 17393

4 255 27623 21426

5 260 38626 27062

6 265 48208 31802

7 270 54517 35198

8 275 55098 37565

9 280 46540 36944

V.2.4 Optimasi Komposisi Fasa gerak

Fasa gerak yang digunakan adalah campuran metanol air, yang merupakan

modifikasi dari fasa gerak baku kloramfenikol yang tercantum dalam Farmakope

Indonesia IV tahun 1995. Pada optimasi, tidak digunakan asam asetat glasial

seperti pada Farmakope Indonesia karena fasa gerak dicampur di dalam sistem

KCKT dan kloramfenikol stabil pada pH 6-10 sehingga tidak memerlukan

Kafein Kloramfenikol

Etanol 100 μL 100 µL

TF N TF N

10% 1,302

3953,515

1,116

5704,259

20% 1,289

1574,721

1,124

5334,016

30% 0,916

342,284

1,153

4548,125

40% 0 122,474

1,194

2572,807

Page 52: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

38

pengaturan pH (Han, J., dkk., 2011). Penggunaan campuran metanol air juga telah

dilakukan oleh Han, J., dkk., tahun 2011 dengan perbandingan (45:55). Hasil

optimasi fasa gerak dapat dilihat pada Tabel V.8.

Tabel V.8. Hasil KCKT menggunakan Kolom μ Bondapak C18 10 μm

(3,9x150 mm)

Metanol-air

Baku Campur Spike

IS Kafein Kloramfenikol IS Kafein Kloramfenikol

Retensi Area Retensi Area Retensi Area Retensi Area

20:80 8,659 47307 13,492 46845 8,599 38461 13,487 44804

15:85 15,061 45619 20,006 45865 14,981 36244 19.929 43666

17,5:82,5 11,093 78190 16,148 91778 11,161 76080 16,209 90480

Pada komposisi metanol-air 20:80, puncak dari baku internal yang ditambahkan

ke blanko tidak mencapai titik dasar. Pada perbandingan 15:85 sudah mencapai

titik dasar akan tetapi waktu analisa terlalu panjang, sekitar 23 menit,

menyebabkan kurang efektif dalam pengujian, sehingga dioptimasi kembali

dengan perbandingan 17,5:82,5. Perbandingan komposisi fasa gerak yang dipilih

adalah 17,5:82,5 dengan waktu analisa 20 menit. Pada saat akan dilakukan

validasi, puncak kafein dan kloramfenikol pecah. Hal ini disebabkan oleh efisiensi

kolom yang sudah berkurang sehingga kolom diganti dengan jenis yang sama

akan tetapi ukuran lebih panjang yaitu μ Bondapak C18 10μm (3,9x300 mm), dan

dilakukan optimasi kembali fasa gerak. Fasa gerak dioptimasi dengan

perbandingan metanol-air (17,5:82,5), (25:75), (22,5:77,5 dengan laju alir 1; 1,1;

dan 1,2 mL/menit). Hasil optimasi fasa gerak yang terbaik diperoleh pada

perbandingan metanol air (22,5:77,5) dengan laju alir 1,1 mL/menit. Hasil

optimasi dengan variasi komposisi fasa gerak dapat dilihat pada Tabel V.9. dan

Gambar V.2.

Page 53: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

39

Tabel V.9. Optimasi Fasa Gerak menggunakan Kolom μ Bondapak C18 10 μm

(3,9x300 mm)

Metanol-air

Baku Campur Spike

IS Kafein Kloramfenikol IS Kafein Kloramfenikol

Retensi Area Retensi Area Retensi Area Retensi Area

17,5:82,5 22,460 35909 31,959 33933 23,860 35885 32,932 34170

25:75 11,931 39851 19,911 35497 12,233 39280 20,129 35691

22,5:77,5

(1mL/mnt) 14,506 38076 23,341 34819 14,649 38144 23,354 36490

22,5:77,5

(1,1mL/mnt) 12,524 34693 20,196 31188 12,675 35706 20,171 33677

22,5:77,5

(1,2mL/mnt) 11,474 32170 18,492 29669 11,588 32957 18,497 30904

Page 54: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

40

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

(g)

(g)

(h)

(h)

(i)

(j)

Gambar V.2. Kromatogram optimasi komposisi fasa gerak metanol-air (a)

(17,5:82,5) laju alir 1,0 mL/menit (b) spike matriks (c) (25:75)

laju alir 1,0 mL/menit (d) spike matriks (e) (22,5:77,5) laju alir

1,0 mL/menit (f) spike matriks (g) (22,5:77,5) laju alir 1,1

mL/menit (h) spike matriks (i) (22,5:77,5) laju alir 1,2 mL/menit

(j) spike matriks.

Page 55: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

41

V.2.5 Validasi Metode

Validasi metode dilakukan dengan parameter-parameter spesivisitas, linearitas

dan rentang, batas deteksi dan batas kuantitasi yang diperoleh melalui perhitungan

statistik dari kurva regresi linear yang diperoleh, presisi, presisi antar hari, akurasi,

serta robustness.

V.2.5.1 Uji Kesesuaian Sistem

Setiap melakukan analisa, harus dilakukan uji kesesuaian sistem terlebih dahulu

untuk memastikan kesesuaian dan keefektifan sistem yang dilakukan baik itu

peralatan maupun zat uji. Parameter yang perlu diperhatikan adalah nilai

simpangan baku relatif (SBR) penyuntikan berulang, resolusi, tailing faktor (TF),

dan jumlah lempeng teoritis (N). Nilai simpangan baku relatif penyuntikan

berulang tergantung dari monografi. Bila tidak dinyatakan nilainya maka

persyaratan adalah ≤ 2,0 %, resolusi ≥ 1,5 dan tailing faktor 0,9-1,4 (FI IV, 1995,

Adamovics, 1997, dan Ahuja dan Dong, 2005). Hasil dari uji kesesuaian sistem

dapat dilihat pada Tabel V.10. dan Tabel V.11.

Tabel V.10. Hasil Uji Kesesuaian Sistem

Kafein Kloramfenikol Rasio

Retensi Area Retensi Area Retensi Area

1 12,315 32441 19,644 32427 1,60 1,00

2 12,320 32653 19,639 32172 1,59 0,99

3 12,267 32457 19,568 32402 1,60 1,00

4 12,273 32339 19,614 32222 1,60 1,00

5 12,260 32697 19,559 32531 1,60 1,00

6 12,257 32412 19,555 32192 1,60 0,99

Rata-rata 12,28 32499,83 19,60 32324,33 1,60 1,00

SD 0,03 142,28 0,04 148,64 1,36 x 10-3

5,11 x 10-3

SBR 0,23 0,44 0,21 0,46 0,09 0,51

Page 56: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

42

Tabel V.11. Data Faktor Ikutan, Jumlah Lempeng Teoritis, Faktor Kapasitas dan

Resolusi Larutan Baku Campur Kloramfenikol dan Baku Internal

Kafein

Kafein Kloramfenikol

TF R N TF R N

1 0,996 11,88 1629 1,003 5,947 3989

2 0,988 12,186 1595 1,058 5,947 4095

3 1,012 12,577 1684 1,035 5,982 3952

4 1,012 12,105 1581 1,01 5,959 4076

5 0,994 12,552 1665 1,067 5,935 3870

6 0,975 11,994 1502 1,005 5,922 4251

Rata-rata 1,00 12,22 1609,33 1,03 5,95 4038,83

SD 0,01 0,29 65,71 0,03 0,02 132,72

SBR 1,43 2,37 4,08 2,72 0,35 3,29

SBR rasio dari peyuntikan berulang baku campur, diperoleh hasil masing-masing

0,09 % dan 0,51 % untuk retensi dan area yang memenuhi persyaratan yaitu <

2,0 %. Hasil ini diperoleh dari perbandingan area atau retensi kloramfenikol

terhadap baku internal kafein. Tailing faktor menunjukkan puncak memiliki

kesimetrisan yang baik yaitu mendekati 1. Hasil resolusi rata-rata 12,22 untuk

kafein dan 5,95 untuk kloramfenikol dengan persyaratan > 1,5. Hasil ini

menunjukkan baik baku internal kafein maupun kloramfenikol memiliki

pemisahan yang baik. Jumlah lempeng teoritis > 2000 menunjukkan efisiensi

kolom yang baik (kloramfenikol).

V.2.5.2 Spesivisitas

Spesifisitas dilakukan untuk memastikan analit tidak terpengaruh oleh adanya

komponen lain. Uji spesifisitas dilakukan dengan membandingkan pelarut,

blanko, baku, dan blanko yang di-spike dengan analit. Hasil dari uji spesivisitas

ini dapat dilihat pada Gambar V.3.

Page 57: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

43

(a) (b)

(c) (d)

Gambar V.3. Kromatogram uji spesivisitas (a) pelarut (b) blanko (c) larutan baku

campur (d) blanko yang di-spike.

Dari kromatogram di atas, tidak terdapat gangguan pada puncak retensi baku

campur maupun blanko yang di-spike dengan baku, yang berasal dari retensi

blanko dan pelarut serta nilai resolusi ≥ 1,5.

V.2.5.3 Linearitas dan Rentang

Rentang linear konsentrasi kloramfenikol terhadap rasio area kloramfenikol

terhadap baku internal kafein adalah 0,04-0,28 μg/mL (7 tingkat konsentrasi),

dengan nilai persamaan regresi linear y = 4,911x – 0,012. Nilai koefisien korelasi

(r) sebesar 0,9998. Selain daripada itu, koefisien variasi regresi linear (Vx0)

sebesar 0,94 % memenuhi persyaratan ≤ 2,0 %. Semakin kecil nilai Vx0 semakin

baik dan nilai r > 0,999 menunjukkan kelinearan yang baik. Data dari hasil uji

linearitas tersebut dapat dilihat pada Tabel V.12. dan kurva regresi linearnya pada

Gambar V.4.

Page 58: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

44

Tabel V.12. Konsentrasi dan Rasio Area Kloramfenikol terhadap Baku Internal

Kafein

Konsentrasi (μg/mL) Rasio Rasio rata-rata

0,04 (20%)

0,18

0,18 0,18

0,18

0,08 (40%)

0,39

0,39 0,39

0,38

0,12 (60%)

0,57

0,57 0,57

0,57

0,16 (80%)

0,77

0,77 0,78

0,77

0,20 (100%)

0,98

0,98 0,98

0,98

0,24 (120%)

1,16

1,16 1,16

1,16

0,28 (140%)

1,37

1,36 1,37

1,35

Gambar V.4. Kurva kalibrasi kloramfenikol.

y = 4,911x - 0,012

R² = 0,9997

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30

Ra

sio

Are

a

C (μg/mL)

Page 59: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

45

V.2.5.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Dari persamaan kurva regresi linear dapat ditentukan nilai batas deteksi dan batas

kuantitasi dengan menghitung secara statistik nilai simpangan baku y-intersep

(simpangan baku titik potong dengan sumbu y) terhadap slope yang diperoleh dari

persamaan regresi linear (ICH, 2005).

Hasil dari batas deteksi dan batas kuantitasi masing-masing 4,20 ng/mL dan 12,73

ng/mL. Beberapa penelitian yang menggunakan SPE baik dengan ekstraksi cair-

cair terlebih dahulu yang dilanjut dengan SPE memperoleh nilai batas deteksi

sebesar < 0,1 µg/kg (Verzegnassi, L., dkk., 2002), 0,2 ng/g (Sheridan, R., dkk.,

2008), 0,07 µg/kg (Forti, A. F., dkk., 2004), 0,027 ng/g (Ozcan and Oycan 2013),

di mana semuanya menggunakan detektor MS atau MS/MS. Sedangkan dengan

HPLC dengan teknik ekstraksi cair-cair menggunakan campuran dua fasa larutan

ionik dan garam natrium sitrat, diperoleh hasil nilai batas deteksi dan kuantitasi

yang lebih kecil dari yang diperoleh dari penelitian yaitu masing-masing 0,3

ng/mL dan 1,0 ng/mL (Han, dkk., 2010). Hal ini disebabkan oleh perbedaan

kelarutan kloramfenikol dengan teknik penelitian yang telah dilakukan dengan

yang dikembangkan, sensitivitas detektor pada alat KCKT yang digunakan, dan

jenis kolom.

V.2.5.5 Presisi

Presisi menunjukkan kedekatan hasil antara pengukuran sampel satu dengan

lainnya yang diperoleh dari beberapa kali sampling dari sampel yang homogen

pada kondisi tertentu. Uji presisi dilakukan intraday (keberulangan atau

repeatability) dan interday (intermediate precision). Presisi interday dilakukan

sebanyak 3 kali pada hari yang berbeda. Parameter keberterimaan dari presisi

adalah SBR dan nilai Horrat. Hasil uji presisi dapat dilihat pada Tabel V.13.

Page 60: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

46

Tabel V.13. Hasil Uji Presisi Intraday dan Presisi Interday

Parameter Hari Antar Hari

1 2 3

Konsentrasi rata-rata (mg/mL) 1,94 x 10-4

1,97 x 10-4

1,94 x 10-4

1,95 x 10-4

SD 1,88 x 10-6

3,44 x 10-6

3,21 x 10-6

1,85 x 10-6

SBR (%) 0,97 1,74 1,66 0,95

Fraksi persen 1,94 x 10-5

1,97 x 10-5

1,94 x 10-5

1,95 x 10-5

KV Horwitz (%) 10,24 10,21 7,24 10,23

2/3 KV Horwitz 6,82 6,81 4,83 6,82

Horrat 0,09 0,17 0,23 0,09

Dari perhitungan fraksi persen yang diperoleh pada percobaan, diperoleh nilai

persyaratan SBR < 11%, nilai KV Horwitz < 16%, dan nilai Horrat (Horwitz

ratio) < 2 (AOAC Appendix F, 2012). Berdasarkan teori terompet Horwitz,

simpangan baku relatif akan meningkat dengan menurunnya konsentrasi. Nilai

Horrat < 2, menunjukkan metode analisa mempunyai presisi yang memadai. Hasil

yang diperoleh dari uji presisi intraday dan presisi interday memenuhi persyaratan

yang telah ditentukan.

V.2.5.6 Akurasi

Akurasi adalah kedekatan hasil analisa dengan nilai yang dapat diterima baik

sebagai nilai benar atau hasil yang diperoleh dari referensi. Teknik yang dilakukan

pada penelitian adalah menganalisa sampel dengan sejumlah bahan baku yang

konsentrasinya diketahui dan membandingkan hasil yang diperoleh dengan baku

yang telah ditambahkan yang dinyatakan sebagai nilai keberolehan kembali

(rekoveri) (ICH, 2005 dan Huber, L., 2003). Hasil keberolehan kembali dari baku

kloramfenikol yang ditambahkan ke dalam blanko dapat dilihat pada Tabel V.14.

Page 61: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

47

Tabel V.14. Hasil Rekoveri dari Baku Kloramfenikol yang Di-spike ke dalam

Blanko

Konsentrasi Jumlah Baku yang

Ditambahkan (mg)

Keberolehan

Kembali (mg) Rekoveri (%)

80% 0,016

0,016 97,38

0,016 101,04

0,016 98,85

100% 0,020

0,019 97,39

0,020 102,03

0,019 96,41

120% 0,024

0,023 97,41

0,024 98,86

0,023 96,02

Rata-rata

98,38

SD

2,04

SBR

2,07

Nilai rekoveri dari baku kloramfenikol yang ditambahkan adalah 96,02-102,03 %

dengan penambahan baku 80–120 %. Hal ini memenuhi syarat keberterimaan

dari akurasi yaitu 80–100% (AOAC Appendix F, 2012).

V.2.5.7 Robustness

Robustness adalah ketahanan dari metode yang tidak terpengaruh oleh adanya

perubahan atau variasi kecil yang sengaja dilakukan, yang memberikan indikasi

adanya kesesuaian selama penggunaan normal. Ketahanan dari metode dilakukan

melalui optimasi yang telah dikerjakan. Hal ini seperti tercantum dalam ICH

Q2(R1) tahun 2005 dan dalam USP 35, 2012.

V.2.6 Pengujian Sampel Madu di Pasaran

Pengujian terhadap sampel yang beredar di pasaran dilakukan setelah hasil dari

validasi metode memenuhi persyaratan. Sampel yang dianalisa adalah 11 sampel

yang diperoleh dari beberapa supermarket dan dari peternak lebah madu. Hasil

dari pengujian kloramfenikol dalam madu dapat dilihat pada Tabel V.15.

Page 62: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

48

Tabel V.15. Hasil Pengujian Kloramfenikol dalam Madu

SAMPEL HASIL

1 Tidak terdeteksi (TD)

2 TD

3 TD

4 TD

5 TD

6 TD

7 TD

8 TD

9 TD

10 TD

11 TD

Dari hasil tersebut tidak satu pun kloramfenikol terdeteksi dengan metoda yang

telah dikembangkan yaitu SPE yang dilanjutkan dengan KCKT. Hal ini

disebabkan kadar kloramfenikol dalam sampel berada di bawah batas deteksi

metode yang telah dikembangkan atau sampel tersebut benar-benar tidak

mengandung kloramfenikol. Dalam peraturan yang dikeluarkan oleh European

Union dalam Commision Regulation (EU) No 37/2010, dinyatakan bahwa

kloramfenikol tidak dapat ditetapkan batas residu maksimalnya (Maximum

Residu Limit) karena pada nilai berapun, senyawa tersebut jika terdapat dalam

produk yang berasal dari hewan akan berbahaya terhadap manusia. SNI 3545

tahun 2013 menyatakan bahwa kloramfenikol tidak terdeteksi dengan

menggunakan LC-MS.

Page 63: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

49

Bab VI Kesimpulan dan Saran

VI.1 Kesimpulan

Metode yang digunakan pada penetapan kloramfenikol dalam madu dengan baku

internal kafein menggunakan SPE dan KCKT menghasilkan hasil yang

memenuhi syarat di semua parameter validasi dengan nilai batas deteksi 4,20

ng/mL dan batas kuantitasi 12,73 ng/mL. Pengujian terhadap beberapa produk

madu yang ada di pasaran dengan menggunakan metode tersebut, menunjukkan

bahwa tidak terdeteksi kandungan kloramfenikol pada seluruh sampel uji.

VI.2 Saran

Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk kelanjutan penelitian, yaitu pemilihan

jenis cartridge yang berbeda dari yang telah digunakan, penggunaan jenis pelarut

lain sebagai pelarut pengelusi, serta pemanfaatan metode yang telah

dikembangkan untuk analisa kafein tunggal dalam jenis matriks yang berbeda

seperti dalam obat tradisional.

Page 64: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

50

DAFTAR PUSTAKA

Adamovics, J. A. (1997) : Chromatographic Analysis of Pharmaceuticals, Second

Edition, Marcel Dekker Inc, New York, 10-11.

Ahuja, S., M. W. Dong. (2005) : Handbook of Pharmaceutical Analysis by HPLC,

Volume 6, Elsevier, 262, 370-371, 387, 434.

Anonim. (2013) : CEM Application Note For Acid Digestion. CEM PO.BOX 200.

Matthews, NC 28106.

Assosiation of Official Analytical Chemist. (2012) : AOAC Official Methods of

Analyis, Appendix F : Guidelines for Standard Method Performance

Requirements.

Badan Standardisasi Nasional. (2013) : Standar Nasional Indonesia Madu, SNI

3545-2013.

Badan Standardisasi Nasional. (1992) : Standar Nasional Indonesia Cara Uji Gula,

SNI 01-2892-1992).

Basumallick, L., J. Rohrer. (2013) : Determination of Hydroxymethylfurfural in

Honey and Biomass, Thermo Fisher Scientific, Sunnyvale, CA, USA.

Brunton L., K. Parker, D. Blumenthal, Iain B. (2008) : Goodman Gillman’s

Manual of Pharmacology Therapeutics, McGraw Hill Companies Inc., 766-

768.

Chan, C. C., H. Lam, Y. C. Lee, X. M. Zhang (2004) : Analytical Methode

Validation and Instrument Performance Verification, John Wiley and Sons,

Inc. Publication, Hoboken, New Jersey, 108, 125, 177-179.

Chen, H., H. Chen, J. Ying, J. Huang, L. Liao. (2009) : Dispersive Liquid-Liquid

Microextraction Followed by High-Performance Liquid Chromatography

As an Efficient and Sensitive Technique for Simultaneous Determination of

Chloramphenicol and Thiamphenicol in Honey, Analytica Chimica Acta,

632, 80-85.

Commission European Pharmacopoeia. (2005) : European Pharmacopoeia, 5th

ed., 1145.

Commision Regulation (EU) No. 37/2010. (2009) : Phramacologically Active

Substances and Their Classification Regarding Maximum Residue Limits in

Foodstuffs of Animal Origin, Brussel.

Departemen Kesehatan. (1995) : Farmakope Indonesia, Edisi IV, 189, 1002-1018.

Page 65: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

51

Ermer J., dan J. H. McB. Miller. (2005) : Method Validation in Pharmaceutical

Analysis, Wiley-Vch Verlag GmbH & Co., KGaA, Weinheim, 318.

Forti, A. F., G. Campana, A. Simonella, M. Multari, G. Scortichini. (2005) :

Determination of Chloramphenicol in Honey by Liquid Chromatography-

Tandem Mass Spectrometry, Analytica Chimica Acta, 529, 257-263.

Gheldof, N., X. H. Wang, dan N. J. Engeseth. (2002) : Identification and

Quantification of Antioxidant Component of Honeys from Various Floral

Sources, J. Agric. Food Chem., Vol. 50, 5870-5877.

Gustavo A. G., M. A. Herrador. (2007) : A Practical Guide to Analytical Method

Validation, including Measurement Uncertainty and Accuracy Profiles,

Trends in Analytical Chemistry, Vol. 26, No. 3, 227-238.

Han, J., Y. Wang, C. L. Yu, Y. S. Yan. (2011) : Extraction and Determination of

Chloramphenicol in Feed Water, Milk, and Honey Samples using an Ionic

Liquid/Sodium Citrate Aqueous Two-Phase System Coupled with High

Performance Liquid Chromatography, Anal Bioanal Chem, 399, Springer,

1295-1304.

http://www.pom.go.id/webreg/ (diakses tanggal 17 Desember 2014).

http://ndb.nal.usda.gov/ndb/foods/ (diakses tanggal 1 Mei 2014).

http://www.inchem.org/documents/jecfa/jecmono/v53je03.htm (diakses tanggal

18 November 2014).

http://www.inchem.org/documents/iarc/vol50/08-chloramphenicol.html (diakses

tanggal 18 November 2014).

http://www.drugbank.ca/drugs/DB00201 (diakses tanggal 4 Februari 2015).

http://www.drugbank.ca/drugs/DB00446 (diakses tanggal 4 Februari 2015).

Huang, J. F., H. J. Zhang, Y. Q. Feng. (2006) : Chloramphenicol Extraction from

Honey, Milk, and Eggs Using Polymer Monolith Microextraction Followed

by Liquid Chromatography-Mass Spectrometry Determination, J. Agric.

Food Chem., Vol. 54, No. 25, 9279-9286.

Huber, L. (2003) : Validation of Analytical Methods and Processes. Agilent

Technology GmbH, Waldbronn, Germany, Marcel Dekker, Inc.

Ibrahim, S. (2005) : Berbagai Pendekatan Pengujian Kelinieran Kurva Baku pada

Metode Analisis Instrumental, Acta Pharmaceutica Indonesia, Vol. XXX,

No.1, 30-34.

Page 66: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

52

ICH Harmonised Tripartite Guideline. (2005) : Validation of Analytical

Procedures : Text and Methodology Q2(R1).

International Honey Commission. (2009) : Harmonised Methods of The

International Honey Commission.

Li, J., L. Chen, X. Wang, H. Jin, L. Ding, K. Zhang, H. Zhang. (2008) :

Determination of Tetracyclines Residues in Honey by On-Line Solid-Phase

Extraction High-Performance Liquid Chromatography, Talanta, 75, 1245-

1252.

Kazakevich, Y. dan R. Lobrutto. (2007) : HPLC for Pharmaceutical Scientists,

John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey, 9-10, 22, 26.

Martos, M. V., Y. R. Navajas, J. F. Lopez, J. A. P. Alvarez. (2008) : Functional

Properties of Honey, Propolis, and Royal Jelly, Journal of Food Science,

Vol. 73, Nr. 9, 117-124.

Moffat, A., M. D. Osselton, B. Widdop. (2011) : Clarke’s Analysis of Drugs and

Poisons, Fourth edition, Pharmaceutical Press, London, 1070-1071, 1028.

Nickerson, B. (2011) : Sample Preparation of Pharmaceutical Dosage Forms.

Challenges and Strategies for Sample Preparation and Extraction, Springer,

New York, 75, 80.

Ozcan, N., dan O. Aycan. (2013) : Determination of Chloramphenicol in Honey,

Milk, and Egg by Liquid Chromatography/Mass Spectrometry: Single-

Laboratory Validation, Journal of AOAC International, Vol. 96, No. 5,

1158-1163.

PERMENKES RI No 1168/MENKES/PER/X/1999 tentang perubahan atas

PERMENKES No 722/MENKES/PER/IX/1988, Bahan Tambahan

Makanan.

Poedjiadi, A. (1994) : Dasar-Dasar Biokimia, UI Press, 39, 41.

Pusat Standardisasi Industri Departemen Perindustrian (1992) : Standar Nasional

Indonesia Cara Uji Makanan dan Minuman, SNI 01-2891-1992.

Rejtharova, M., L. Rejthar. (2009) : Determination of Chloramphenicol in Urine,

Feed Water, Milk and Honey Samples using Molecular Imprinted Polymer

Clean-Up, J. Chromatogr. A, 1216, 8246-8253.

Scortichini, G., L. Annunziata, M. N. Haouet, F. Benedetti, I. Krusteva, R.

Galarini. (2005) : ELISA Qualitative Screening of Chloramphenicol in

Muscle, Eggs, Honey and Milk: Method Validation According to The

Commission Decision 2002/657/EC Criteria, Analytica Chimica Acta, 535,

43-48.

Page 67: PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE · PDF filepengembangan dan validasi metode penetapan residu kloramfenikol dalam madu dengan baku internal kafein menggunakan solid phase extraction

53

Scott, R. P. W. (1994) : Liquid Chromatography for the Analyst, Vol. 67, Marcel

Dekker, Inc., New York, 205-206.

Shen, H. Y., H. L. Jiang. (2005) : Screening, Determination and Confirmation of

Chloramphenicol in Seafood, Meat and Honey using ELISA, HPLC-UVD,

GC-ECD, GC-MS-EI-SIM and GCMS-NCI-SIM Methods, Analytica

Chimica Acta, 535, 33-41.

Sheridan, R., B. Policastro, S. Thomas, D. Rice. (2008) : Analysis and Occurrence

of 14 Sulfonamide Antibacterials and Chloramphenicol in Honey by Solid-

Phase Extraction Followed by LC/MS/MS Analysis, J. Agric. Food Chem.,

Vol. 56, No. 10, 3509-3516.

Skoog, D. A., F. J. Holler, S. R. Crouch. (2007) : Principle of Instrumental

Analysis. Six edition, Thomson Brooks/Cole, USA.

Supelco. (1998) : Guide to Solid Phase Extraction, Bulletin 910, Sigma-Aldrich

Co.

Ustunol, Z. (2001) : The Effect of Honey on The Growth of Bifidobaceria,

National Honey Board, Michigan State University.

The United States Pharmacopoeial Convention. (2012) : The United States

Pharmacopoeia, 35th ed., United States Pharmacopeial Convention Inc.,

Rockville, 878–881, 2427.

Verzegnassi, L., D. Royer, P. Mottler, R. H. Stadler. (2003) : Analysis of

Chloramphenicol in Honeys of Different Geographical Origin by Liquid

Chromatography Coupled to Eletrospray Ionization Tandem Mass

Spectrometry, Food Additives and Contaminants, Vol. 20, No. 4, 335-342.

Watson, D. G. (2010) : Analisis Farmasi Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi

dan Praktisi Kimia Farmasi, Diterjemahkan oleh Winny R. Syarief, Jakarta,

EGC.

White, J. W. Jr. dan L. W. Doner. (1980) : Honey Composition and Properties,

Beekeeping in The United States Agricultural Handbook, No. 335,

Philadelphia, 82-91.