Pengelolaan K3 Pada Industri Pertambangan

9

Click here to load reader

description

k3

Transcript of Pengelolaan K3 Pada Industri Pertambangan

  • PENGELOLAAN K-3 PADA INDUSTRI PERTAMBANGAN

    A. PENDAHULUAN

    Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) terutama di industri pertambangan

    merupakan salah satu faktor yang sangat penting demi kelancaran kegiatan

    operasional sehingga timbulnya rasa aman dan nyaman bagi pekerja untuk dapat

    bekerja secara optimal dan produktif. Oleh karena itu, agar dapat terlaksana dengan

    baik dan benar maka diperlukan Sumber Daya Manusia yang dapat mengelola

    manajemen K-3 tersebut.

    Dasar Hukum K-3 Pertambangan

    a. UU Nomor 11 TH 1967 (Pasal 29)

    b. UU Nomor 1 TH 1970 (Menimbang, Ps.3 ayat 1a-z)

    c. UU Nomor 13 TH 2003 (Pasal 86 dan 87)

    d. PP Nomor 32 TH 1969 (Pasal 64 dan 65)

    e. PP Nomor 19 TH 1973 (Pasal 1, 2, dan 3)

    f. MPR Nomor 341 LN 1930

    g. KEPMEN Nomor 2555.K/201/M.PE/1993

    h. KEPMEN Nomor 555.K/26/M.PE/1995

    Tugas Dan Tanggung Jawab Pengelolaan K-3

    Dalam melakukan pengelolaan K-3 seperti yang termaktub dalam Kepmen

    Nomor 555.K/26/M.PE/1995, seorang Kepala Teknik Tambang (KTT) yang

    ditunjuk sebagai penanggung jawab penuh terhadap K-3 , dimana dalam

    melaksanakan tugasnya dibantu oleh Pengawas Operasional dan Pengawas Teknis

    dengan memperhatikan beberapa hal sebagai pedomannya, yaitu :

    1. Perkembangan keselamatan sebagai faktor utama.

    2. K-3 merupakan sistem yang terpadu.

    3. Sistem K-3 mampu mengantisipasi peraturan perudangan dan kesadaran

    masyarakat di bidang K-3.

    4. Sistem K-3 terintegrasi dalam pengendalian manajemen.

    5. Sistem K-3 terintegrasi dalam sistem proses desain dan modifikasi

    peralatan.

  • 6. Sistem K-3 mampu mengantisipasi teknologi keselamatan bagi SDM

    operasi.

    Kendala Penghambat Pelaksanaan K-3

    Dalam pelaksanaan K-3 pada industri pertambangan seringkali dihadapkan

    dengan segala macam kendala yang menghambat kelancaran dalam pelaksanaan

    program pelaksanaan K-3, kendala ini antara lain :

    1. Untuk menerapkan kebijakan dan strategi K-3 diperlukan dana yang tidak

    sedikit. Fakta yang sering terjadi adalah keterbatasan terhadap dana.

    2. Rendahnya budaya dan disiplin K-3 menyebabkan rendahnya kendali

    manajemen.

    3. Pengetahuan K-3 rendah.

    4. Aspek K-3 tidak dipandang sebagai salah satu faktor utama, akibatnya

    keputusan yang dibuat masih berisiko tinggi.

    B. KONDISI SAAT INI

    Potret K-3

    Sesuai dengan prinsip ekonomi profit oriented, dimana pihak perusahaan akan

    mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan mengeluarkan

    modal/biaya seminimal mungkin. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3)

    khususnya pada industri Mineral Batubara dan Panas Bumi (Minerbapabum) yang

    dilakukan oleh pihak perusahaan milik pemerintah maupun swasta dalam negeri

    atau asing pada saat ini memang telah mempunyai organisasi K-3.

    Sesuai dengan pernyataan prinsip ekonomi diawal maka munculnya dilema

    yang terjadi saat ini adalah dimana organisasi K-3 tersebut juga mendapatkan tugas

    dari pemilik perusahaan untuk menekan biaya operasional, sehingga berusaha

    melakukan penghematan terhadap biaya operasi, yang kenyataannya keputusan

    yang diambil tidak memperhatikan aspek keselamatan. Karena keputusan tersebut

    masih mengandung risiko tinggi tanpa melakukan pengamanan yang baik, maka

    mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja.

    Sebenarnya SDM K-3 harus Memahami manajemen perubahan, memiliki

    pengetahuan proses produksi serta mampu mengendalikan manajemen. Sehingga

  • dapat menjaga Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) dengan tetap

    memperhatikan prinsip ekonomi.

    Sumber Daya Manusia (SDM)

    Untuk membentuk ataupun meningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM)

    memang tidaklah begitu mudah, dibutuhkan komitmen yang kuat, tenaga pelatih

    yang berkompeten serta ditunjang oleh fasilitas dan dana yang memadai. Kondisi

    Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) pada saat ini dapat dilihat pada skema

    berikut ini :

    Seharusnya dimana SDM sebagai target perubahan dalam pelaksanaan K-3 di

    industri pertambangan, diharapkan semua karyawan harus memiliki pengetahuan

    dan kepahaman yang sama tentang aspek-aspek K-3 dan operasi dalam industri

    pertambangan.

    C. MANAGEMEN K-3

    Pengelolaan K-3 Pertambangan Umum Secara Bersistem

    Dengan memperhatikan karakter-karakter lingkungan pertambangan maka

    pengelolaan program K-3 pertambangan umum tidak mungkin dilakukan secara

    super ficial, bahkan untuk dapat mencakup seluruh karakter tersebut serta untuk

  • mendapatkan kinerja K-3 yang tinggi maka pengelolaan K-3 harus dilakukan secara

    bersistem.

    Sistem menejemen K-3 di lingkungan pertambangan umum berkembang

    seiring dengan perkembangan industri itu sendiri, utamanya setelah masuknya

    swasta asing. Dalam peraturan perundangan sub-sektor pertambangan umum tidak

    secara eksplisit disebut adanya sistem menejemen K-3, namun dalam prakteknya

    seluruh perusahaan pertambangan umum telah menerapkan dengan berbagai

    variasinya.

    Khusus untuk beberapa perusahaan swasta asing ada yang langsung

    mengadopsi sistem menejemen K-3 yang ada di negara asalnya atau dari negara

    lain, seperti nasional occupational safety agency ( NOSA) dari afrika selatan,

    international safety rating (ISR), international Loss control institute (ILCI) dari

    amareika, dan beberapa sistem yang dikembangakan di australia. Dengan demikian

    perusahaan pertambangan umum tidak di wajibkan untuk hanya menerapkan satu

    model sistem menejemen K-3 yang seragam.

    Sistem K-3 negara lain yang diterapkan di indonesia, umumnya hanya

    menekankan pengaturan dan pengawasan internal di dalam unit organisasi

    perusahaan dan tidak menjelaskan bagaimana korelasi sistem manejemen K-3

    tersebut dengan pengawasan dan pembinaan dari sisi pemerintah ( inspektur

    tambang ).

    Sistem Manejemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

    Manajemen keselamatan pertambangan meliputi :

    1. Menimbang dan memperhitungkan bahaya yang potensial dimana akan

    membahayakan para pekerja dan peralatan.

    2. Melaksanakan dan memelihara / menjaga kendali yang memadai termasuk

    kontrol terhadap :

    - pola penambangan

    - pendidikan dan latihan

    - pemeliharaan peralatan tambanng

    3. Struktur menejemen yang ada harus memadai untuk mengidentifikasi resiko

    dan penerapan kontrol.

  • Elemen-elemen yang terkandung dalam menejemen keselamatan pertambangan

    adalah :

    1. Harus ada KTT yang merupakan orang dari jajaran top menejemen yang

    bertanggung jawab terhadap terlaksananya serta ditaatinya peraturan

    perundangan K-3.

    2. Harus ada struktur organisasi yang menjalankan program K-3.

    3. Harus ada orang yang kompeten dan menguasai K-3, baik teori maupun

    praktek, yang duduk dalam struktur.

    4. Ada lembaga perwakilan karyawan yang independen di dalam perusahaan

    yang mampu sebagai tempat menejemen berkonsultasi dan memberi masukan.

    5. Ada sistem dokumentasi dan administrasi K-3.

    6. Ada program identifikasi dan pengendalian bahaya dan sistem evakuasi.

    7. Ada tersedia peraturan, pedoman dan standar K-3 yang relevan.

    8. Ada program sertifikasi alat, operator, dan tenaga teknik khusus.

    9. Ada program pelatihan K-3, baik tingkat pelaksana maupun pengawas.

    10. Ada program perawatan dan pemeliharaan peralatan / permesinan serta

    pengadaan alat proteksi diri.

    11. Ada program pengawasan, pemeriksaan, dan perawatan kesehatan.

    12. . Ada program pengawasan ( internal planed inspection ) dan kompliance.

    13. Ada program audit secara berkala.

    14.Ada mekanisme evaluasi perbaikan, dan peningkatan program K-3.

    15. Ada program pengawasan secara berkala dari pemerintah.

    16.Ada program bench marking dari kinerja antar perusahaan pertambangan

    umu dalam aspek K-3.

    17. Ada komunikasi dalam bentuk pelaporan dari perusahaan ke pemerintahan.

    Dengan adanya Pengendalian manajemen oleh sistem K-3, berarti akan

    meningkatkan:

    1. Kesadaran manajemen terhadap risiko tinggi.

    2. Antisipasi terhadap peraturan perundangan.

    3. Integrasi dengan teknologi proses sejak fase desain hingga modifikasi.

    4. Integrasi dengan prosedur kerja.

    5. Antisipasi terhadap perkembagan teknologi.

  • Pola Pengelolaan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

    Pada awalnya, pola pengelolaan K-3 pada industri subsektor pertambangan

    umum adalah merupakan warisan dari era Hindia Belanda. Pola tersebut cukup

    lama dipakai Indonesia.dalam pola tersebut, posisi Inspektur Tambang sangat

    sentral dan menentukan. Bahkan, fungsi Inspektur Tambang saat itu lebih

    cenderung kepada aktif watch dog daripada berperan kearah upaya pemandirian

    dalam bentuk Sistem Mannagemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK-3).

    Peraturan-peraturannya pada waktu itu sangat rinci dan kaku serta kurang

    mempertimbangkan pemberian ruang terhadap pengelolaan aspek efisiensi dan

    produktivitas. Hal inidapat dimengerti karena kepemilikan dan pemanfaatan seluruh

    bahan galian tersebut langsung dikelola pemerintah Hindia Belanda, artinya tidak

    berorientasi pasar.

    Setelah pemerintah Indonesia mengambil alih perusahaan-perusahaan

    pertambangan tersebut dan penjualan produknya berorientasi pasar dan karena

    dituntut harus menghasilkan devisa maka aspek efisiensi, produktivitas, dancost

    effective menjadi mengemuka agar tetap kompetitif dan menghasilkan

    keuntungan. Sejak itu sifat peraturan perundangannya berubah dari rinci dan kaku

    ke arah umum dan fleksibel. Dalam hal ini lebih banyakdirencanakan dalam bentuk

    pedoman-pedoman, baikyang bersifat operasional maupun teknis.

    SMK-3 di subsektor pertambangan umum tercermin secara tidak langsung di

    dalam pasal-pasal Kepmen Pertambangan dan Energi Nomor 555.K/ 26/ M.PE /

    1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum. Dalam

    kaitannya dengan elemen-elemen SMK-3 sebagaimana dijelaskan sebelumnya (ada

    17 elemen) maka dalam Keputusan Menteri tersebut diatur bahwa :

    1) Komitmen dan Kepemimpinan K-3

    Penanggung jawab pelaksanaan K-3 dalam perusahaan adalah seorang dari

    pimpinan tertinggi atau Chief Executive Officer (CEO) di lapangan yang bidang

    tanggung jawabnya adalah bersifat teknis operasional atau produksi. Orang

    tersebut harus memiliki sertifikat KTT. Kemudian, penunjukannya

    harusmendapat pengesahan dari Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang/ Kepala

    Inspektur Tambang (KAPIT/ KIT).

    2) Struktur Organisasi K-3

  • Berdasarkan jumlah pekerja, sifat, dan luasnya pekerjaan maka Kepala

    Inspektur Tambang dapat mewajibkan perusahaan membentuk unit organisasi

    yang mengelola K-3. Pada kenyataannya hanya perusahaan-perusahaan yang

    skalanya sangat kecil yang dibebaskan dari kewajiban membentuk unit

    organisasi K-3. Artinya, semua perusahaan di lingkungan pertambangan umum

    memiliki unit organisasi K-3 yang dipimpin oleh orang setingkat Manager atau

    sekurang-kurangnya Superintenden.

    3) Pengawas K-3

    Untuk dapat melakukan pola pengelolaan terhadap K-3 maka perlu adanya

    implementasi strategi K-3, yaitu :

    a. Menetapkan aspek K-3 diantara SDM pada departemen operasi.

    b. K-3 harus prediktif dan proaktif pada fase disain dan modifikasi.

    c. Mempercepat SMK-3 (ISO 14000).

    d. Membentuk spesialis K-3.

    e. Menetapkan indikator kinerja Zero accident, Zero on fire, dan Zero

    on occupational disease.

    Tindakan Mengatasi Hambatan

    1. Perbaikan program K-3 yang berkelanjutan berdasarkan prioritas.

    2. Memasukkan K-3 secara formal dalam proyek perusahaan sejak fase desain

    dan modifikasi .

    3. Mempercepat SMK-3 ISO 14000 di industri minerba.

    4. Pelatihan tidak hanya fokus pada lingkup pekerjaan, tapi juga aspek-aspek

    lainnya.

  • 5. Memasukkan aspek K-3 sebagai syarat kompetensi dasar bagi SDM bidang

    operasi.

    6. Rotasi pekerjaan antara SDM departemen:

    a. SDM Operasi

    b. SDM Perawatan

    c. SDM K-3

    D. KESIMPULAN

    Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat ditarik

    dua kesimpulan utama secara garis besar, yaitu :

    1) Faktor penghambat pelaksanaan K-3 yaitu ; keterbatasan dana, rendahnya

    budaya dan disiplin K-3 menyebabkan rendahnya kendali manajemen,

    pengetahuan K-3 rendah, dan aspek K-3 tidak dipandang sebagai salah satu

    faktor utama, akibatnya keputusan yang dibuat masih berisiko tinggi.

    2) Dalam melakukan pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada industri

    pertambangan minerba-pabum (mineral, batubara dan panas bumi) kita harus :

    - Memahami perubahan lingkungan.

    - Memiliki Sistem Managemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK-3)

    yang terintegrasi.

    - Memiliki kebijakan dan strategi K-3 yang menciptakan SDM berbudaya K-

    3 khususnya di departemen operasi.

    - Perlu adanya rotasi jabatan di antara SDM Operasi, K-3 dan Perawatan

    untuk mendapatkan SDM yang kompeten.