PENGARUH REALISASI BELANJA DAERAH DAN...

25
PENGARUH REALISASI BELANJA DAERAH DAN ANGKATAN KERJA TERHADAP OUTPUT DAN PENDAPATAN PER KAPITA (Studi Kasus Provinsi Jawa Tengah) Nisa Maharani S. Dr. Hadi Sasana SE, M.Si ABSTRACT Income per capita is often used to measure the economic prosperity in a region, how many goods and services available to the average population for consumption and investment activities. Factors affecting the income per capita is the output and population and the factors that affect the output of local spending and the labor force. This study aims to analyze the effect of regional expenditure and labor on output and income per capita. The research was conducted in Central Java Province during the period 2005-2009. In this study used path analysis. The results showed that there are a direct positive relationship between the variable realization of indirect spending, direct spending, and labor on output. So is the relationship of output to income per capita. But there is a negative direct influence between variable labors to income per capita. Key words: regional expenditure, labor, income per capita, output, path analysis

Transcript of PENGARUH REALISASI BELANJA DAERAH DAN...

PENGARUH REALISASI BELANJA DAERAH DAN ANGKATAN KERJA

TERHADAP OUTPUT DAN PENDAPATAN PER KAPITA

(Studi Kasus Provinsi Jawa Tengah)

Nisa Maharani S.

Dr. Hadi Sasana SE, M.Si

ABSTRACT

Income per capita is often used to measure the economic prosperity in a

region, how many goods and services available to the average population for

consumption and investment activities. Factors affecting the income per capita is the

output and population and the factors that affect the output of local spending and the

labor force.

This study aims to analyze the effect of regional expenditure and labor on

output and income per capita. The research was conducted in Central Java Province

during the period 2005-2009. In this study used path analysis.

The results showed that there are a direct positive relationship between the

variable realization of indirect spending, direct spending, and labor on output. So is

the relationship of output to income per capita. But there is a negative direct

influence between variable labors to income per capita.

Key words: regional expenditure, labor, income per capita, output, path analysis

PENDAHULUAN

Otonomi daerah diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 2001. Pemberlakuan

otonomi daerah ini merubah pola pemerintahan dari era sentralistik menjadi

desentralisasi. Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi

menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 25

Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah yang direvisi

menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Kedua undang-undang di bidang

otonomi daerah tersebut telah menetapkan pemberian kewenangan otonomi dalam

wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah, pemerintah

daerah diberi wewenang untuk menggali potensi daerahnya dan menetapkan prioritas

pembangunan.

Ahmad Yani (2009) menjelaskan bahwa pembentukan Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

pemerintahan daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan

urusan kepada pemerintahan daerah yang diatur dalam Undang-Undang tentang

Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menyebutkan sumber penerimaan

yang digunakan untuk pendanaan pemerintah daerah dalam pelaksanaan

desentralisasi fiskal adalah : Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan,

pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah. Pemberian dana perimbangan

bertujuan untuk mengurangi adanya disparitas fiskal vertikal (antara pemerintah pusat

dengan pemerintah daerah) dan horizontal (antar pemerintah daerah), sekaligus

membantu daerah dalam membiayai pengeluaran pembangunannya.

Halim (2001) menjelaskan bahwa ciri utama suatu daerah yang mampu

melaksanakan otonomi dan desentralisasi, yaitu:

1. Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan

dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola

dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk

membiayai penyelenggaraan pemerintahannya. Artinya daerah harus

mampu mengelola keuangan daerahnya baik penerimaan maupun

pengeluarannya, dimana penerimaan yang diperoleh daerah kemudian

dialokasikan sebagai pembiayaan belanja daerahnya.

2. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus siminimal mungkin, agar

pendapatan asli daerah (PAD) dapat menjadi bagian sumber keuangan

terbesar sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar

(Dwirandra, 2006). Jadi, PAD harus lebih tinggi dibandingkan Dana

Perimbangan yang menandakan daerah tersebut sudah mandiri dan tujuan

dari otonomi daerah dan desentralisasi tercapai.

Indikator pendapatan per kapita merupakan indikator yang sering digunakan

untuk mengukur kemakmuran suatu daerah. Dari Tabel 1 dapat dilihat pendapatan per

kapita di Provinsi Jawa Tengah sebagai berikut.

Tabel 1

Pendapatan Per Kapita Tanpa Migas

Atas Dasar Harga Berlaku di Pulau Jawa Tahun 2005-2009 (Ribu Rupiah)

Provinsi Tahun

2005 2006 2007 2008 2009

DKI Jakarta 48.570 55.610 62.199 73.713 81.746

Jawa Barat 9.468 11.280 12.434 13.987 15.121

Jawa Tengah 6.372 7.565 8.419 9.543 10.416

DI Yogyakarta 7.529 8.652 9.584 10.985 11.830

Jawa Timur 11.033 12.796 14.456 16.635 18.285

Banten 9.329 10.585 11.408 12.756 13.598

Sumber: PDRB Provinsi di Indonesia Menurut lapangan Usaha 2005-2009

Dari Tabel 1 diketahui bahwa dari enam provinsi di Pulau Jawa, Provinsi

Jawa Tengah memiliki pendapatan per kapita terendah dibandingkan dengan provinsi

di Pulau Jawa lainnya walaupun setiap tahun mengalami kenaikan tetapi nilai absolut

masih lebih rendah dibandingkan provinsi lain.

Dari fenomena tersebut jelaslah bahwa sumber daya yang dimiliki suatu

daerah sangat mempengaruhi pendapatan hingga pendapatan per kapita dari suatu

daerah. Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu

wilayah atau provinsi dalam periode tertentu ditunjukkan oleh data Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) atau output, baik atas dasar harga konstan maupun atas dasar

harga berlaku. PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh

seluruh unit usaha dalam dalam suatu wilayah, atau jumlah seluruh unit barang dan

jasa yag dihasilkan di suatu daerah.

Output (PDRB) di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar 1 yang

mengalami peningkatan disetiap tahunnya sebagai berikut.

Gambar 1

Pendapatan Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha

Atas Dasar Harga Berlaku di Jawa Tengah Tahun 2005-2009 (juta rupiah)

0

20000000

40000000

60000000

80000000

100000000

120000000

140000000

2005 2006 2007 2008 2009

Pertanian

Pertambangan dan Galian,

Listrik, Gas, dan Air

BersihIndustri

Konstruksi

Perdagangan

Komunikasi

Keuangan

Jasa

Sumber: BPS, diolah

Gambar 1 menggambarkan bahwa dari tahun 2005-2009 sektor industri

pengolahan memberikan sumbangan tertinggi terhadap ekonomi Jawa Tengah.

Kondisi dan potensi yang berbeda-beda dari masing-masing daerah, menyebabkan

perbedaan kemampuan daerah dalam menjalankan kewenangannya tersebut.

Kebijakan pengeluaran pemerintah yang secara langsung dapat mendorong

pertumbuhan ekonomi adalah belanja karena variabel ini diwujudkan dalam bentuk

pembangunan prasarana ekonomi dan sosial. Perkembangan pengeluaran pemerintah

yang diukur dari besarnya belanja langsung dan belanja tidak langsung.

Pengklasifikasin belanja langsung dan tidak langsung ini digunakan dalam sistem

penganggaran pemerintah baik pusat maupun daerah, yaitu sejak penerapan PP No.

105 Tahun 2000 tentang Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Daerah dan

Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 yang kemudian direvisi menjadi PP No. 58 Tahun

2008 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No. 59 Tahun 2007

sebagai revisi Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah.

Gambar 2

Realisasi Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah

Tahun 2005-2009 (ribu rupiah)

0

2000000000

4000000000

6000000000

8000000000

10000000000

12000000000

14000000000

16000000000

18000000000

20000000000

2005 2006 2007 2008 2009

Belanja Tidak Langsung

Belanja Langsung

Sumber: BPS, diolah

Klasifikasi belanja dalam sistem anggaran diperbaiki menjadi Belanja Tidak

Langsung dan Belanja Langsung. Realisasi Belanja Tidak langsung dan Belanja

Langsung dapat dilihat pada Gambat 2. Realisasi belanja tidak langsung dari tahun

ketahun selalu mengalami peningkatan, namun dari sisi belanja langsung terjadi

fluktuasi, dari tahun 2005 ke tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 21 persen,

namun dari tahun 2006 sampai tahun 2008 mengalami kenaikan lagi disetiap

tahunnya, tetapi dari tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan lagi sebesar 12

persen.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi output adalah sumber daya manusia,

yang terefleksikan dengan penduduk yang bekerja. Jumlah penduduk yang bertambah

dari waktu ke waktu dapat menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi bila tidak

diimbangi dengan peningkatan produksi, namun disisi lain, penduduk yang

bertambah akan menambah jumlah tenaga kerja, dan penambahan tersebut

memungkinkan suatu daerah untuk menambah produksi. Jika pertambahan jumlah

penduduk tidak seimbang dengan faktor produksi lain yang juga terjadi penambahan

tenaga kerja maka tidak akan menimbulkan penambahan dalam tingkat produksi

(Amin Pujiati). Berdasarkan Gambar 3 jumlah penduduk yang bekerja menurut

lapangan usaha paling besar yaitu disektor pertanian, disetiap tahunnya sektor

pertanian selalu menduduki peringkat pertama dalam penyerapan tenaga kerja.

Gambar 3

Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan

Pekerjaan Utama di Jawa Tengah Tahun 2005-2009 (orang)

0

1000000

2000000

3000000

4000000

5000000

6000000

7000000

2005 2006 2007 2008 2009

Pertanian

Pertambangan dan Galian,

Listrik, Gas, dan Air BersihIndustri

Konstruksi

Perdagangan

Komunikasi

Keuangan

Jasa

Sumber: BPS, diolah

Tetapi tidak semua daerah yang dengan karakteristik tenaga kerja terserap

yang cukup tinggi memiliki PDRB atau output daerah yang tinggi pula. Di Jawa

Tengah, PDRB tertinggi dimiliki sektor industri sedangkan untuk tenaga kerja yang

terserap terbanyak adalah sektor pertanian.

Provinsi Jawa Tengah memiliki nilai pendapatan per kapita terendah

dibandingkan provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan output Provinsi Jawa Tengah pun

selalu meningkat dan sektor industri pengolahan memberikan sumbangan tertinggi

terhadap ekonomi Jawa Tengah. Belanja daerah sebagai salah satu faktor yang

mempengaruhi output diklasifikasin menjadi belanja langsung dan belanja tidak

langsung. Belanja tidak langsung selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,

sedangkan belanja langsung mengalami fluktuasi. Faktor lain yang mempengaruhi

output suatu daerah adalah tenaga kerja, dalam penelitian ini menggunakan angkatan

kerja yang bekerja karena secara langsung berpengaruh pada jumlah produksi yang

dihasilkan. Angkatan kerja yang bekerja di Jawa Tengah paling besar terserap di

sektor pertanian.

Dari latar belakang yang diuraikan di atas, didapat beberapa pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh belanja tidak langsung terhadap output (PDRB)?

2. Bagaimana pengaruh belanja langsung terhadap output (PDRB)?

3. Bagaimana pengaruh tenaga kerja terhadap output (PDRB)?

4. Bagaimana pengaruh output terhadap pendapatan per kapita?

Berdasarkan latar belakang dan permasalah yang telah dijabarkan di atas,

maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis pengaruh belanja tidak langsung terhadap output.

2. Menganalisis pengaruh belanja langsung terhadap output.

3. Menganalisis pengaruh tenaga kerja terhadap output.

4. Menganalisis pengaruh output terhadap pendapatan per kapita.

TELAAH TEORI

Hubungan Output dengan Pendapatan per Kapita

Todaro (2003 : 18) menyebutkan bahwa pendapatan per kapita pada dasarnya

mengukur kemampuan dari suatu negara untuk memperbesar outputnya dalam laju

pertumbuhan pendapatan per kapita riil sering digunakan untuk mengukur

kemakmuran suatu negara.

Pendapatan per kapita dihitung dengan perbandingan PDRB dengan jumlah

penduduk. PDRB merupakan output di suatu daerah. PDRB sering digunakan sebagai

salah satu indikator pertumbuhan ekonomi. PDRB dan pendapatan per kapita

memiliki hubungan yang positif, sehingga jika PDRB mengalami kenaikan maka

pendapatan per kapita pun akan semakin besar.

Hubungan Angkatan Kerja dengan Output

Tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang mencari pekerjaan,

dan yang melakukan kegiatan lain seperti besekolah dan mengurus rumah tangga.

Pencari kerja, bersekolah, dan mengurus rumah tangga walaupun sedang tidak

bekerja, mereka dianggap secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja.

Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja hanya dibedakan oleh batas umur.

Sumber daya atau input dikelompokkan menjadi sumber daya manusia,

termasuk tenaga kerja dan kemampuan manajerial, modal (capital), tanah ataupun

sumber daya alam. Adapun yang dimaksud dengan kemampuan manajerial adalah

kekmampuan yang dimiliki individu dalam melihat berbagai kemungkinan untuk

mengkombinasikan sumber daya untuk menghasilkan output dengan cara yang lebih

efisien, baik produk baru maupun produk yang sudah ada.

Jumlah angkatan kerja yang bekerja merupakan gambaran kondisi dari

lapangan kerja yang tersedia. Semakin bertambah besar lapangan kerja yang tersedia,

maka akan menyebabkan semakin meningkatnya total produksi di suatu daerah.

(Kuncoro, 2004)

Hubungan Pengeluaran Pemerintah dengan Output

Belanja pada umumnya hanya digunakan di sektor publik, tidak di sektor

bisnis. Belanja di sektor publik terkait dengan penganggaran, yaitu menunjukkan

jumlah uang yang telah dikeluarkan selama satu tahun anggaran. Belanja/biaya

berdasarkan hubungannya dengan aktivitas di bagi dua, yaitu biay alangsung dan

biaya tidak langsung. Pengklasifikasian tersebut berdasarkan PP No. 15 Tahun 2000

tentang Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kepmendagri No.

29 Tahun 2002 yang kemudian direvisi menjadi PP No. 58 Tahun 2005 tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No. 59 Tahun 2007 sebagai revisi

Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Dalam Kepmendagri No. 29 Tahun 2002, belanja daerah diklasifikasikan menjadi

Belanja Administrasi Umum (BAU), Belanja Operasi dan Pemeliharaan (BOP),

belanja Modal, Belanja Tidak tersangka, dan Belanja Bantuan Keuangan. Sedangkan

berdasarkan peraturan yang baru yaitu Permendagri No. 59 Tahun 2007 (Revisi atas

Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah),

klasifikasi belanja diperbaiki dan dikelompokkan menjadi belanja langsung dan

belanja tidak langsung. Belanja langsung yaitu belanja yang terkait langsung dengan

program dan kegiatan. Suatu kegiatan tidak akan terlaksana tanpa adanya biaya

tersebut. Sedangkan belanja tidak langsung adalah belanja yang tidak terkait langsung

dengan program dan kegiatan.

Teori Peacock dan Wiseman menyebutkan bahwa perkembangan ekonomi

menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupn tarif pajak tidak

berubah; dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah

juga semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam keadaan normal, meningkatnya GDP

menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan

pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar.

Maka pengeluaran pemerintah yang diklasifikasikan menjadi belanja langsung

dan belanja tidak langsung jika meningkat maka menyebabkan GNP (dalam

penelitian ini adalah output) meningkat pula

Penelitian Terdahulu

1. Hadi Sasana melakukan penelitian dengan judul Peran Desentralisasi Fiskal

terhadap Kinerja Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah.

Variabel endogen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan

ekonomi, tenaga kerja terserap, jumlah penduduk miskin, dan kesejahteraan

dan variabel eksogen dalam penelitian ini adalah desentralisasi fiskal. Hasil

penelitian ini yaitu desentralisasi fiskal berpengaruh signifikan dan positif

terhadap laju pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi berpengaruh

signifikan dan positif terhadap tenaga kerja terserap, pertumbuhan ekonomi

berpengaruh signifikan dan negatih terhadap jumlah penduduk miskin,

pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan positif terhadap

kesejahteraan masyarakat, tenaga kerja terserap berpengaruh signifikan dan

positif terhadap kesejahteraan masyarakat, jumlah penduduk miskin

berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kesejahteraan masyarakat.

2. Adi Raharjo dengan judul Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi,

Swasta, dan Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan variabel

endogen pertumbuhan ekonomi dan variabel eksogen belanja rutin, belanja

pembangunan pemerintah, investasi, dan angkatan kerja. Hasil dari penelitian

ini adalah pengaruh belanja rutin pemerintah memiliki hubungan yang

signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi, belanja pembangunan

memiliki pengaruh yang positif namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi, investasi swasta memiliki pengaruh yang positif dan signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja memiliki pengaruh yang

positif namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

3. Suwandi dengan judul Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan

Ekonomi, Ketenagakerjaan, dan Kemiskinan di Provinsi Papua. Variabel

endogen dalam penelitian ini adalah belanja langsung, belanja tidak langsung,

pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, penyerapan tenaga kerjaan, dan

kesejahteraan, dan variabel eksogen yaitu desentralisasi fiskal dan otonomi

khusus Papua. Hasil penelitian ini yaitu desentralisasi fiskal berpengaruh

positif dan signifikan terhadap belanja langsung, desentralisasi fiskal tidak

berpengaruh signifikan terhadap belanja langsung, desentralisasi fiskal

berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, belanja

langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,

belanja tidak langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan

positif terhadap penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi berpengaruh

signifikan dan positif terhadap jumlah penduduk miskin, pertumbuhan

ekonomi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kesejahteraan

masyarakat, tenaga kerja terserap berpengaruh signifikan dan positif terhadap

kesejahteraan masyarakat, jumlah penduduk miskin mempunyai hubungan

yang signifikan dan negatif terhadap kesejahteraan masyarakat.

Dari data, teori, dan penelitian terdahulu tersebut maka disusunlah kerangka

pemikiran sebagai berikut:

H1

H2

H3

H4

Belanja Tidak

Langsung

(X1)

Belanja

Langsung

(X2)

Angkatan kerja

yang bekerja

(X3)

Pendapatan

Per Kapita

(Y2)

Output

(Y1)

Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu, maka disusun hipotesis dalam

penelitian ini sebagai berikut:

1. Diduga belanja tidak langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap

output dan pendapatn per kapita di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah.

2. Diduga belanja langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap

output dan pendapatan per kapita di kabupaten/kota Provinsi Jawa

Tengah.

3. Diduga angkatan kerja yang bekerja berpengaruh positif dan signifikan

terhadap output dan pendapatan per kapita di kabupaten/kota Provinsi

Jawa Tengah.

4. Diduga output berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan per

kapita di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah.

METODE PENELITIAN

Adapun definisi operasional untuk masing-masing variabel adalah sebagai

berikut:

1. Output (Y1)

Output adalah nilai bersih dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu daerah. Data

output dalam penelitian ini diproksi dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

tahun 2005-2009. PDRB yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan PDRB

tanpa migas atas dasar harga berlaku digunakan PDRB atas dasar harga berlaku

karena variabel eksogen dalam penilitian ini yaitu belanja langsung dan belanja tidak

langsung mengikuti nilai mata uang yang berlaku (terkena inflasi). Variabel PDRB

ini diukur dalam satuan juta rupiah.

2. Pendapatan per kapita (Y2)

Pendapatan per kapita merupakan total pendapatan rata-rata penduduk suatu

daerah di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah. Diperoleh dari pembagian PDRB

tanpa migas dengan jumlah penduduk. Data diperoleh dari Jawa Tengah dalam

Angka di BPS, dalam satuan rupiah.

Pendapatan per kapita diperoleh dari rumus:

PDRB tanpa migas atas dasar harga berlaku

Jumlah Penduduk

3. Belanja Tidak Langsung (X1)

Belanja tidak langsung adalah belanja yang tidak terkait langsung dengan

program dan kegiatan pemerintah. Yang termasuk kedalam belanja tidak langsung

adalah belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja

bantuan keuangan, belanja banuan sosial, belanja tidak terduga dan ditunjukkan

dalam satuan ribu rupiah.

4. Belanja Langsung (X2)

Belanja langsung adalah belanja yang terkait langsung dengan program dan

kegiatan pemerintah. Belanja langsung meliputi belanja pegawai, belanja barang dan

jasa, dan belanja modal dalam satuan ribu rupiah.

5. Angkatan Kerja yang Bekerja (X3)

Angkatan Kerja yang bekerja dalam penelitian ini adalah data jumlah

penduduk berumur 10 tahun ke atas yang melakukan pekerjaan dengan maksud

memperoleh upah, dimasing-masing kabupaten/kota Provinsi Jawa tengah dalam

satuan orang.

Spesifikasi Model

Berdasarkan tujuan penelitian yang akan dicapai yaitu untuk mengetahui

hubungan langsung dan tidak langsung antar variabel, maka analisis yg digunakan

adalah analisis jalur dengan model ekonometrika sebagai berikut:

Y1(t) = α1X1(t-1) + α2X2(t-1) + α3X3(t) + μ1

Y2(t) = β1Y1(t) + μ2

Dimana:

X1(t-1) adalah belanja tidak langsung pada t-1

X2(t-1) adalah belanja langsung pada t-1

X3(t) adalah angkatan kerja yang bekerja pada tahun t

Y1(t) adalah output pada tahun t

Y2(t) adalah pendapatan per kapita

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Asumsi Klasik

1. Normalitas Data

Normalitas data merupakan salah satu syarat dalam permodelan Analisis

Jalur. Pengujian normalitas ini adalah dengan mengamati nilai (P-value) skewness

dan kurtosis yang memiliki nilai lebih besar daripada 0.05. Hasil pengujian

normalitas data ditampilkan pada Tabel 2

Tabel 2

Uji Normalitas Data

Sumber : Data primer yang diolah, 2011

Skewness Kurtosis Skewness and Kurtosis Variable Z-Score P-Value Z-Score P-Value Chi-Square P-Value X1 0.000 1.000 0.104 0.917 0.011 0.995 X2 0.000 1.000 0.104 0.917 0.011 0.995 X3 0.000 1.000 0.104 0.917 0.011 0.995 Y1 0.000 1.000 0.104 0.917 0.011 0.995 Y2 0.000 1.000 0.104 0.917 0.011 0.995 Y3 0.001 0.999 0.103 0.918 0.011 0.995

Evaluasi normalitas secara univariate menunjukkan P-value untuk skewness dan

kurtosis lebih besar daripada 0.05 yang berarti data terdistribusi normal.

2. Multikolinieritas

Identifikasi korelasi antar variabel diperlukan untuk melihat kemungkinan

adanya korelasi yang sangat tinggi khususnya antar variabel bebas. Hal ini

dikarenakan adanya korelasi antar variabel bebas yang tinggi akan memberikan

masalah multikolinieritas yang mengganggu hasil penelitian. Batas nilai korelasi

adalah 0.9 atau lebih. Hasil perhitungan korelasi antar variabel diperoleh sebagai

berikut :

Tabel 3

Correlation Matrix of Y and X

S

Sumber: data primer diolah

Hasil pengujian menunjukkan bahwa korelasi antar variabel menunjukkan nilai

korelasi yang relatif rendah dimana nilai korelasi yang tertinggi diperoleh antara X3

dan Y1 yaitu sebesar 0,53. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak adanya

multikolinieritas antar variabel.

3. Goodness of Fit Model

Uji terhadap kelayakan model analisis Jalur ini diuji dengan menggunakan

Chi-square, CFI, RMSEA, GFI, dan AGFI berada dalam rentang nilai yang kurang

baik, dapat dikatakan model tidak fit, dapat dilihat dalam Tabel 4 berikut

Tabel 4

Hasil Pengujian Kelayakan Model

Structural Equation

Model (SEM)

Goodness of Fit

Indeks

Cut-off Value

Hasil Analisis

Evaluasi

Model

Chi – Square 87.71 Kurang baik

Probability 0.05 0.0 Kurang baik

CFI > 0.9 0.68 Kurang baik

RMSEA < 0.1 0.00 Kurang baik

GFI > 0.09 0.37 Baik

AGFI > 0.9 0.33 Kurang baik

Sumber : Data primer yang diolah

Dari hasil pengujian model didapat bahwa model belum fit sehingga perlu

dilakukan modifikasi model. Arah modifikasi model didapat dari residual yang paling

besar. Residuals yang baik yaitu 0 atau mendekati 0. Maka diperoleh hubungan baru

antara variabel X3 (angkatan kerja) dan Y2 (pendapatan per kapita), dan didapat hasil

pengujian model sebagai berikut:

Tabel 5

Hasil Pengujian Kelayakan Model 1

Structural Equation Model (SEM)

Goodness of Fit

Indeks

Cut-off Value

Hasil Analisis

Evaluasi

Model

Chi – Square Diharapkan kecil 5.01 Baik

Probability 0.05 0.085 Baik

CFI > 0.9 0.99 Baik

RMSEA < 0.1 0.18 Baik

GFI > 0.09 0.99 Baik

AGFI >0.9 0.92 Baik

Sumber: Lampiran, diolah

Dari hasil pengujian kelayakan model 1 tersebut dikatakan bahwa modifikasi model

yang ketiga dapat dikatakan sudah fit atau sudah memenuhi aturan. Dari tiga kali

modifikasi model yang didasari atas standardize residual, maka diperolehlah diagram

path yang baru seperti pada Gambar 4 berikut.

Gambar 4

Modifikasi Model 1

Sumber : Data mentah diolah

ANALISIS DAN INTERPRETASI

Berdasarkan hasil analisis jalur, maka didapat persamaan sebagai berikut:

Berdasarkan hasil analisis jalur, didapat pengaruh langsung dan tidak

langsung yang ditujukan pada Tabel 6.

Tabel 6

Analisis Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung

Pengaruh Langsung

Pengaruh Tidak

Langsung Pengaruh Total

X1 X2 X3 Y1 X1 X2 X3 Y1 X1 X2 X3 Y1

Y1 0,38 0,57 0,28 - - - - - 0,38 0,57 0,28 -

Y2 - - -0,56 0,59 0,22 0,34 0,16 - 0,22 0,34

-

0,39 0,59

Berdasarkan hasil dari persamaan struktural tersebut diperoleh hasil pengujian

hipotesis dalam penelitian ini yaitu:

1. Pengaruh Belanja Tidak Langsung terhadap Output dan Pendapatan Per

Kapita

Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh belanja tidak langsung (X1)

terhadap output (Y1) menunjukkan nilai t sebesar 6,77. Nilai tersebut lebih besar dari

t tabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu 1,96 atau t hitung (6,77) > t tabel (1,96).

Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa Belanja langsung berpengaruh

signifikan positif terhadap Output. Hal ini berarti Hipotesis 1 diterima. Pengaruh

positif ini mengandung makna bahwa peningkatan belanja tidak langsung yang

dilakukan oleh pemerintah daerah di Jawa Tengah dapat meningkatkan output pada

tahun yang akan datang, demikian pula sebaliknya bahwa daerah kabupaten kota

yang memiliki belanja tidak langsung yang lebih rendah cenderung memiliki output

yang rendah pula. Hasil ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Raharjo

(2006) dan Suwandi (2006) yang menyatakan belanja tidak langsung berpengaruh

signifikan positif terhadap output.

Dengan signifikannya pengaruh belanja tidak langsung terhadap output,

memberikan makna bahwa pemerintah kabuaten/kota di Provinsi Jawa Tengah telah

melalukan perubahan struktur anggaran berupa belanja tidak langsung ke arah yang

lebih memberikan kesempatan kepada pegawai untuk menunjang dan mendorong

kinerjanya sehingga dapat mempercepat pembangunan dan output di daerah tersebut.

Dari hasil perhitungan diketahui bahwa belanja tidak langsung (X1)

mempunyai hubungan yang positif secara langsung sebesar 0,38 terhadap output,

selain itu belanja tidak langsung (X1) juga mempunyai hubungan yang positif dan

berpengaruh secara tidak langsung sebesar 0,22 terhadap pendapatan per kapita (Y2)

melalui output (Y1) Hal ini berarti bahwa peningkatan belanja tidak langsung akan

mempengaruhi kenaikan output secara langsung, sedangkan secara tidak langsung

akan meningkatan pendapatan per kapita melalui output.

2. Pengaruh Belanja Langsung terhadap Output dan Pendapatan Per Kapita

Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh Belanja Langsung (X2)

terhadap Output (Y1) menunjukkan nilai t sebesar 6,08. Nilai tersebut lebih besar

dari t tabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu 1,96 atau t hitung (6,08) > t tabel

(1,96). Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa Belanja langsung

berpengaruh signifikan positif terhadap Output. Hal ini berarti Hipotesis 2 diterima.

Pengaruh positif ini mengandung makna bahwa peningkatan belanja langsung yang

dilakukan oleh pemerintah daerah di Jawa Tengah dapat meningkatkan output pada

wilayah yang bersangkutan. Hasil ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang

telah dilakukan oleh Priyo Hari Adi (2006), Raharjo (2006), dan Suwandi (2010).

Belanja langsung (X2) mempunyai hubungan positif dan berpengaruh secara

langsung sebesar 0,57 terhadap output. Belanja langsung juga memiliki hubungan

yang positif dan berpengaruh secara tidak langsung terhadap pendapatan per kapita

(Y2) sebesar 0,34 melalui output (Y1).

Secara konseptual, pengeluaran daerah dalam bentuk belanja langsung

dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas infrastruktur atau program-program

langsung yang dapat merangsang pada produktivitas yang lebih besar pada pelaku

usaha di daerah. Dengan alokasi belanja langsung yang besar maka pembenahan

dalam infrastruktur daerah yang baik akan meningkatkan kualitas infrastruktur

sehingga secara kualitas dan kuantitasnya akan meningkatkan output daerah.

3. Pengaruh Tenaga Kerja terhadap Output dan Pendapatan Per Kapita

Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh tenaga kerja (X3) terhadap

Output (Y1) menunjukkan nilai t sebesar 3,62. Nilai tersebut lebih besar dari t tabel

dengan taraf signifikansi 5% yaitu 1,96 atau t hitung (3,62) > t tabel (1,96). Dengan

demikian maka dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja berpengaruh signifikan positif

terhadap Output. Hal ini berarti Hipotesis 3 diterima. Penelitian ini mendukung

penelitian sebelumnya Raharjo (2006) dan Amin Pujiati.

Angkatan kerja yang bekerja (X3) memiliki pengaruh langsung terhadap

output (Y1), pendapatan per kapita (Y2). Pengaruh langsung antara angkatan kerja

yang bekerja (X3) terhadap output (Y1) memiliki hubungan positif yaitu sebesar 0,28

sehingga jika terjadi kenaikan angkatan kerja yang bekerja maka output pun akan

meningkat. Pengaruh langsung antara angkatan kerja yang bekerja (X3) terhadap

pendapatan per kapita (Y2) sebesar -0,56 dan memiliki pengaruh tidak langsung

sebesar 0,16 terhadap pendapatan per kapita (Y2) melalui output (Y1). Hal ini berarti

pertambahan angkatan kerja yang bekerja (X3) secara langsung akan berdampak pada

menurunnya pendapatan per kapita, sedangkan secara tidak langsung akan

miningkatkan pendapatan per kapita melalui output. Hal ini mengidentifikasikan

bahwa kebijakan penyerapan tenaga kerja untuk peningkatan pendapatan per kapita

lebih baik melalui output.

Penyerapan tenaga kerja yang fluktuatif dan cenderung semakin berkurang

pada tahun 2008 yang menurun sebesar 7 persen tetapi output selalu mengalami

peningkatan, hal ini tidak sejalan dengan teori faktor produksi. Hal tersebut terjadi

karena sektor industri pengolahan yang memiliki kontribusi terbesar pada kegiatan

ekonomi, namun tenaga kerja paling banyak terserap pada sektor pertanian. Hal ini

menunjukkan bahwa pada sektor industri tidak terlalu banyak menyerap tenaga kerja

karena sudah digantikan oleh teknologi.

4. Pengaruh Output terhadap Pendapatan Per Kapita

Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh output (Y1) terhadap

pendapatan per kapita (Y2) menunjukkan nilai t sebesar 13,02. Nilai tersebut lebih

besar dari t tabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu 1,96 atau t hitung (13,02 > t tabel

(1,96). Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa output berpengaruh

signifikan positif terhadap pendapatan per kapita. Hal ini berarti Hipotesis 4

diterima. Apabila output bertambah maka pendapatan per kapita pun akan naik.

Pengaruh output (Y1) terhadap pendapatan per kapita memiliki pengaruh

langsung sebesar 0,59 hal ini menunjukkan bahwa peningkatan output akan

meningkatkan pendapatan per kapita.

Pendapatan per kapita pada dasarnya mengukur kemampuan dari suatu negara

untuk memperbesar outputnya dalam laju yang lebih cepat daripada tingkat

pertumbuhan penduduknya. Tingkat dan laju pertumbuhan pendapatan per kapita

sering digunakan untuk mengukur kemakmuran suatu negara, yaitu seberapa banyak

barang dan jasa yang tersedia bagi rata-rata penduduk untuk melakukan kegiatan

konsumsi dan investasi.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan pembahasan hasil analisis data dalam penelitian, dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Realisasi belanja tidak langsung berpengaruh secara langsung terhadap output dan

berpengaruh secara tidak langsung terhadap pendapatan per kapita melalui output.

2. Realisasi belanja langsung memiliki pengaruh langsung terhadap output dan

pengaruh tidak langsung terhadap pendapatan per kapita melalui output.

3. Tenaga kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap output dan pendapatan per

kapita, namun pengaruh langsung terhadap pendapatan per kapita memiliki

pengaruh yang negatif.

4. Output berpengaruh langsung secara positif terhadap pendapatan per kapita.

Keterbatasan

1. Periode dalam penelitian ini yaitu setelah dilakukannya otonomi daerah sehingga

tidak dapat melihat perbedaan kebijakan pemerintah sebelum dan sesudah

otonomi daerah.

Saran

1. Untuk meningkatkan belanja daerah yang diklasifikasikan menjadi belanja

langsung dan belanja tidak langsung pemerintah harus meningkatkan PAD

dengan cara mencari potensi yang ada di daerah tersebut.

2. Untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan mengurangi pengangguran

pemerintah dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian

karena sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga

kerja, selain itu pemerintah juga diharapkan melakukan revitalisasi pada sektor

pertanian supaya tetap berkembang dan tidak dianggap kuno, sehingga para

tenaga kerja tertarik untuk bekerja pada sektor pertanian.

REFERENSI

Abdul Halim. 2007. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah: Pengelolaan

Keuangan Daerah. Edisi Kedua. UPP STIM. YKPN. Yogyakarta

Adi Raharjo. 2006. ”Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta, dan

Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahun 1982-2003 (Studi di

Kota Semarang.” Thesis Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi, Universitas

Diponegoro. Semarang

Amin Pujiati. n.d ”Analisis Pertumbuhan Ekonomi di Karesidenan Semarang Era

Desentralisasi Fiskal.” Jurnal Ekonomi Pembangunan, hal. 61-70

Bahrul Ulum. 2010. ” Analisis Determinan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah dan

Deteksi Ilusi Fiskal (Studi Kasus Provinsi di Indonesia Tahun 2005-2008).”

Skripsi Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.

Semarang

Badan Pusat Statistik (BPS). Jawa Tengah dalam Angka. Berbagai edisi penerbitan.

BPS Jawa Tengah

_______________________ Indeks Pembangunan Manusia. Berbagai edisi

Penerbitan. BPS Jawa Tengah

_______________________ PDRB Menurut Lapangan Usaha. Berbagai edisi

penerbitan. BPS Jawa Tengah

_______________________ Statistik Keuangan Kabupaten/Kota. Berbagai edisi

penerbitan. BPS Jawa Tengah

Boediono. 2008. Ekonomi Makro, BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta

David Harianto dan Priyo Hari Adi. 2007. ”Hubungan Antara Dana Alokasi Umum,

Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, dan Pendapatan Per Kapita.” Paper

disajikan pada Sinopsium Nasional Akuntansi X. Unhas. Makassar

Ghozali, Imam. 2005. Structural Equation Modeling, Badan Penerbit Universitas

Diponegoro, Semarang

Hadi Sasana. 2009. “Peran Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi di

Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah.” Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol

10, No. 1, Juni 2009, hal. 103-124

Mahmudi. 2010. Manajemen Keuangan Daerah, Erlangga, Jakarta

Mangkoesoebroto, Guritno. 2008. Ekonomi Publik, BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta

Mangkoesoebroto, Guritno. 1998. Teori Ekonomi Makro, STIE YKPN, Yogyakarta

Mankiw. 2006. Makro Ekonomi edisi keenam, Erlangga, Jakarta

Mudrajad Kuncoro. 2004. Otonomi & Pembangunan Daerah, Erlangga, Jakarta

Mudrajad Kuncoro. 2006. Ekonomika Pembangunan, UPP STIM YKPN, Yogyakarta

Norista Gathama Putra. 2011. ”Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi

terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah.” Skripsi Tidak

Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro. Semarang

Priyo Hari Adi. 2006. ”Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja

Pembangunan, dan Pendapatan Asli Daerah (Studi pada Kabupaten dan Kota se

Jawa-Bali).” Paper disajikan pada Sinopsium Nasional Akuntansi 9 Padang

Rifta Nujafar Wulansari. 2008. ”Pengaruh Pajak Daerah, Belanja Modal, dan

Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengangguran (Studi pada Kabupaten dan

Kota di Provinsi Sumatera Utara)”. Journal Akuntabilitas, Vol.1, No.2 Juni

2008

Riduwan dan Kuncoro. 2008. Cara Menguunakan dan Memakai Analisis Jalur,

Alfabeta, Bandung

Simanjuntak, Payman J. 1998. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia, Lembaga

Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta

Suparmoko. 2002. Ekonomi Publik Untuk Keuangan & Pembangunan Daerah, Andi,

Yogyakarta

Todaro dan Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Erlangga, Jakarta