PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

104
PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT TERHADAP OPTIMALISASI PENERIMAAN PPh PASAL 25 WAJIB PAJAK BADAN (Studi Kasus pada KPP Pratama Jakarta Kramat Jati) Oleh Ilham Teruna Bakti NIM: 103082029345 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M

Transcript of PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

Page 1: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

TERHADAP OPTIMALISASI PENERIMAAN PPh PASAL 25

WAJIB PAJAK BADAN

(Studi Kasus pada KPP Pratama Jakarta Kramat Jati)

Oleh

Ilham Teruna Bakti

NIM: 103082029345

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M

Page 2: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

TERHADAP OPTIMALISASI PENERIMAAN PPh PASAL 25

WAJIB PAJAK BADAN

(Studi Kasus pada KPP Pratama Jakarta Kramat Jati)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial

Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh

Ilham Teruna Bakti

NIM: 103082029345

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr.Abdul Hamid, MS Afif Sulfa, SE, MSi, Ak. NIP : 131.474.891

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H/2009 M

Page 3: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

Hari ini Senin Tanggal 03 Bulan Desember Tahun Dua Ribu tujuh telah dilakukan

Ujian Komprehensif atas nama Ilham Teruna Bakti NIM: 103082029345 dengan

judul skripsi “PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

TERHADAP OPTIMALISASI PENERIMAAN PPh PASAL 25 WAJIB PAJAK

BADAN” (Studi Kasus pada KPP Pratama Jakarta Kramat Jati). Memperhatikan

penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah

dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 03 Desember 2007

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak.,MBA. Yessi Fitri, SE, Ak., Msi Ketua Sekretaris

Prof.Dr.Abdul Hamid, MS. Penguji Ahli

Page 4: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

Hari ini Jum’at Tanggal 15 Bulan Agustus Tahun Dua Ribu Delapan telah

dilakukan Ujian Skripsi atas nama Ilham Teruna Bakti NIM: 103082029345

dengan judul skripsi “PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF

ASSESSMENT TERHADAP OPTIMALISASI PENERIMAAN PPh PASAL 25

WAJIB PAJAK BADAN” (Studi Kasus pada KPP Pratama Jakarta Kramat Jati).

Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka

skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 15 Agustus 2008

Tim Penguji Ujian Skripsi

Prof.Dr.Abdul Hamid, MS. Afif Sulfa, SE, MSi, Ak. Ketua Sekretaris Yessi Fitri, SE, Ak., Msi Penguji Ahli

Page 5: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

Daftar Riwayat Hidup

I. Identitas Pribadi

1. Nama : Ilham Teruna Bakti

2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 04 Juli 1985

3. Alamat : Jl. Aster Raya Cs 12 No.11 Rt 011/011 Perumahan

Kranggan Permai, Pondok Gede, Bekasi

4. Telepon : 0218511302

II. Pendidikan

1. SDN Kranggan Permai Bekasi.

2. SLTPN 230 Jakarta Timur.

3. SMUN 58 Jakarta Timur.

4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

i

Page 6: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

ABSTRACT The goal of this research for knowing what of influence to applying of system done by Office of Tax Service to optimal of acceptance, analyzing compliance of Taxpayer in paying installment of the tax credit in applied system, that is system of self assessment. Self assessment system is a tax imposition system which giving authority, trust and responsibility to Taxpayer to count, calculating, paying and reporting amount ot tax debt himself. Optimalization or optimum is the best and tax acceptance the most beneficial to the state. Income tax section 25 that is income tax installment to be paid itself by Taxpayer each month in tax year walk. Income tax section 25 can be made as tax credit to tax, which is debt to the entire or all production of Taxpayer by the end of tax year, which is reported in Report Tax Of Income Tax. Based on to result of research in Tax Office Service of Jakarta Kramat Jati, by using Chi-Square statistic analysis method, Chi-Square amount 13,48 > table Chi-Square amount 9,488 by significant 5%. That Execution of self assessment system have a very effect on to tax acceptance optimalization (income tax section 25 board). Key Word : Self Assessment System, Tax Acceptance Optimalization.

ii

Page 7: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah ada pengaruh terhadap penerapan sistem yang dilakaukan oleh Kantor Pelayanan Pajak terhadap optimalisasi penerimaan. Menganalisis kepatuhan wajib pajak dalam membayar angsuran kredit pajak didalam sistem yang diterapkan, yaitu sistem self assessment.

Sistem self assessment adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang. Optimalisasi atau optimum adalah yang terbaik dan penerimaan pajak yang paling menguntungkan bagi Negara.

Pajak Penghasilan Pasal 25, yaitu angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Pajak Penghasilan Pasal 25 dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

Berdasarkan hasil penelitian di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kramat Jati, dengan menggunakan metode analisis statistik yaitu dengan Chi-Kuadrat. Didapat nilai Chi-Kuadrat sebesar 13,48 > dari nilai tabel Chi-Kuadrat sebesar 9,488 dengan taraf signifikan 5%. Dengan demikian bahwa penerapan ssitem self assessment sangat berpengaruh terhadap optimalisasi penerimaan pajak (PPh Pasal 25 badan).

Kata Kunci : Sistem self assessment,Optimalisasi penerimaan pajak .

iii

Page 8: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang

telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahNya, sehingga penulisan skripsi ini

dapat terselesaikan. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan

Nabi besar Muhammad Saw, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya. Atas

jasanya yang telah membawa umat manusia dari jalan kegelapan dan

mengantarakannya menuju masyarakat yang beradab.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari betul sepenuhnya masih

terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Hal tersebut terjadi karena

keterbatasan kemampuan dan wawasan yang dimiliki penulis. Ketika rasa

kecemasan dan rasa enggan datang menyelimuti penulis, bantuan dari berbagai

pihak penulis rasakan sangat begitu berarti. Karena itu penulis tak lupa ucapkan

terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada mereka yang telah memberikan

bantuannya baik secara moril maupun materiil dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga segala bantuan dan amal baik yang telah diberikan kepada penulis akan

dibalas oleh Allah SWT dengan pahala yang berlipat ganda.

Penulis akan menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang

tulus kepada :

1. Kedua Orang tuaku, kakak dan adik-adikku yang telah memberikan

dorongan semangat, serta perhatiannya yang begitu besar dan tulus kapada

penulis selama ini.

iv

Page 9: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

2. Bapak Prof.Dr.Abdul Hamid, MS selaku dosen pembimbing I yang

dengan ikhlas meluangkan waktu untuk memberikan petunjuk dan

bimbingan selama penulisan skripsi ini.

3. Bapak Afif Sulfa, SE, MSi, Ak selaku dosen pembimbing II yang dengan

ikhlas dan sabar meluangkan waktu untuk memberikan petunjuk dan

bimbingan selama penulisan skripsi ini.

4. Pimpinan dan Karyawan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kramat

Jati, ibu Kamti, bapak Gunung, dan yang lainnya yang tidak dapat

disebutkan satu per satu, terima kasih atas kesediannya membimbing dan

memberikan data-data yang dibutuhkan penulis selama penyusunan skripsi

ini.

5. Bapak Drs. Faisal Badroen, MBA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.

6. Bapak Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak., MBA Selaku Ketua Jurusan

Akuntansi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Bapak Amilin SE, Ak., Msi selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Bapak dan Ibu dosen yang banyak berjasa mengajarkan penulis dengan

berbagai macam ilmu pengetahuan selama mengikuti perkuliahan, serta

staf Fakultas Ekonomi Jurusan akuntansi.

v

Page 10: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

9. Semua sahabatku, terima kasih atas semua saran dan bantuannya dalam

penyelesaian skripsi ini.

10. Regina Ayuningrum, terima kasih atas semua bantuan selama ini, jasa-

jasamu tak akan terlupakan.

11. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang

tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis hanya bisa berdoa kepada Allah SWT dan mohon maaf

yang sebesar-besarnya atas kesalahan dan kekhilafan penulis dalam penyusunan

skripsi ini dan berharap sumbangan pemikiran melalui skripsi ini bisa bermanfaat.

Jakarta, oktober 2010

Penulis

vi

Page 11: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

DAFTAR ISI

Daftar Riwayat Hidup…………………………………………………………...…i

Abstract……………………………………………………………………………ii

Abstrak…………………………………………………………………………....iii

Kata Pengantar……………………………………………………………………iv

Daftar Isi……………………………………………………………….……...…vii

Daftar Tabel…………………………………………………………………….....x

Daftar Gambar……………………………………………………………...…..…xi

Daftar Lampiran……………………………………………………………….....xii

BAB I : PENDAHULUAN………………………………………………………..1

A. Latar Belakang Penelitian…………………………………………...1

B. Perumusan Masalah…………………………………………............6

C. Tujuan dan Manfaat………………………………….………...……6

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………9

A. Dasar-dasar Perpajakan………………………………...……………9

1. Pengertian Pajak………..………………………………………..9

2. Subjek dan Objek Pajak……………………….……………….12

3. Sistem Pemungutan Pajak……………...………………...…….13

4. Hambatan Pemungutan Pajak………………………………….15

5. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak…………………………........16

6. Kewajiban dan Wewenang Fiskus…….……………………….23

7. Surat Pemberitahuan (SPT)…………………………………….23

8. Tarif Pajak…………………………………………………...…25

vii

Page 12: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

B. Pajak Penghasilan Pasal 25…………………………………….......27

1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25………………………...27

2. Cara Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25…………………29

3. Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 25…………………….....30

4. Perubahan Keadaan Usaha Wajib Pajak……………………….30

5. PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha

Dengan Hak Opsi, BUMN dan BUMD…………………..……32

C. Sistem Self Assessment dalam Perpajakan di Indonesia……….…...35

D. Optimalisasi Penerimaan Pajak…………………………………… 38

E. Penelitian-penelitian Terdahulu......….…………………………...39

F. Hipotesis.................................................................................44

BAB III : METODELOGI PENELITIAN………………………………………46

A. Ruang Lingkup Penelitian………………………………………. 46

B. Metode Penentuan Sampel……………………………….............46

C. Metode Pengumpulan Data…………………………….………...47

D. Metode Analisis……………………………………..………........47

E. Operasional Variabel Penelitian…………………..………...........50

BAB IV : PENEMUAN DAN PEMBAHASAN………………….……………..51

A. Gambaran Umum Tentang Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Jakarta Kramat Jati........................................................................51

1. Sejarah dan Perkembangan KPP Pratama Jakarta Kramat

Jati............................................................................................51

viii

Page 13: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

2. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta

Kramat Jati dan Uraian Tugas.................................................54

B. Penemuan dan Pembahsan…………………………………………56

1. Penerapan Sistem Self Assessment…………………..............57

2. Optimalisasi Penerimaan Pajak………………………...........61

3. Penerapan Sistem Self Assessment dan Optimalisasi

Penerimaan Pajak……………………………………………67

C. PengujianHipotesis………………………………………………...69

BAB V : KESIMPULAN DAN IMPLIKASI……………………………………72

A. Kesimpulan………………………………………………………...72

B. Implikasi……………………………………………………….......74

Daftar Pustaka……………………………………………………………………76

Lampiran…………………………………………………………………………78

ix

Page 14: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

2.1 Lapisan Penghasilan Kena Pajak Untuk 26

Wajib Pajak Tarif Orang Pribadi

2.2 Lapisan Penghasilan Kena Pajak Untuk Wajib 27

Pajak Tarif Badan

4.1 Jumlah Karyawan Berdasarkan Jenis Kelamin 52

4.2 Jumlah Karyawan Berdasarkan Urutan Jabatan 53

4.3 Nilai Skor Penerapan Sistem Self Assessment 58

4.4 Skor Hasil Penerapan Sistem Self Assessment 58

4.5 Distribusi Frekuensi Penerapan Sistem Self 60

Assessment

4.6 Daftar Jumlah Sampel Untuk Penerapan Sistem 61

Self Assessment

4.7 Nilai Skor Optimalisasi Penerimaan Pajak 62

4.8 Skor Hasil Optimalisasi Penerimaan Pajak 62

4.9 Distribusi Frekuensi Optimalisasi Penerimaan 64

Pajak

4.10 Daftar Jumlah Sampel Untuk Optimalisasi 65

Penerimaan Pajak

4.11 Rencana dan Realisasi Penerimaan PPh Pasal 65

25 Untuk Wajib Pajak Badan KPP Pratama

Jakarta Kramat Jati

4.12 Frekuensi Observasi Antara Penerapan Sistem 66

Self Assessment Terhadap Optimalisasi

Penerimaan Pajak

4.13 Distribusi Frekuensi Yang Sebenarnya (f0) dan 68

Frekuensi Harapan (fh) Penerapan sistem

Self Assessment dan Optimalisasi Penerimaan Pajak

4.14 Perhitungan Chi-Kuadrat 69

x

Page 15: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

3.1 Bentuk Kurva Xh2 > Xα

2 atau tolak Ho 49

3.2 Bentuk Kurva Xh2 < Xα

2 atau terima Ho 49

4.1 Kurva hasil pe ngolahan data dimana Xh2 > Xα

2 70

xi

Page 16: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman

1 Struktur organisasi KPP Pratama Jakarta Kramat Jati 78

2 Rencana dan Realisasi Penerimaan PPh Pasal 25 79

untuk Wajib Pajak Badan pada KPP Pratama Jakarta

Kramat Jati

3 30 Sampel Wajib Pajak PPh Badan Dalam Penyampaian/ 80

Pelaporan

4 30 Sampel Wajib Pajak PPh Badan Dalam Penyetoran/ 82

Pembayaran PPh Pasal 25

5 Tabel Chi-Kuadrat 84

6 Daftar Kuesioner 86

Page 17: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Adanya pelaksanaan reformasi perpajakan nasional atau tax reform pada

tahun 1983, penerimaan negara dari sektor pajak semakin meningkat. Oleh karena

itu akan menjadi hal yang sangat menarik sekali untuk dibahas tentang perpajakan

saat ini. Betapa tidak, pajak adalah sebagai salah satu unsur penerimaan negara

yang sangat besar untuk kepentingan pembangunan nasional disamping

penerimaan dalam negeri lainnya. Disamping itu penerimaan dari sektor pajak ini

merupakan sumber pendanaan yang sangat potensial karena pemerintah dapat

mengumpulkan dana-dana dari masyarakat secara cepat melalui pemungutan atau

pemotongan pajak berdasarkan undang-undang yang berlaku.

Tingkat kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia walaupun dari tahun ke tahun

terus mengalami peningkatan, namun dinilai masih sangat rendah. Hal ini

dikarenakan oleh adanya rasa keengganan dan ketidakinginan para Wajib Pajak

dalam melaporkan kewajiban pajaknya dengan konsekuensi secara benar masih

sangat tinggi. Kondisi ini makin diperparah dengan tingkat kesadaran wajib pajak

akan pengetahuan peraturan perpajakan yang juga masih sangat kurang. Hal ini

menjadi suatu kendala dan potensi besar yang harus disikapi oleh Direktorat

Jenderal Pajak sebagai instansi pemerintah yang bertanggung jawab dan mencari

penanggulangannya dalam menangani perpajakan. Jika kesadaran Wajib Pajak

dapat ditingkatkan, maka penerimaan pajak pun diharapkan akan meningkat

1

Page 18: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

dengan pesat karena tingkat kepatuhan Wajib Pajak sangat memegang peranan

penting dalam menentukan tingkat realisasi penerimaan pajak.

Untuk menanggulangi masalah-masalah tersebut, Direktorat Jenderal

Pajak yang berada dibawah Departemen Keuangan telah melakukan usaha-usaha

baik yang bersifat preventif maupun represif. Usaha-usaha tersebut terutama

adalah penyuluhan pajak, pelayanan pajak, dan pemeriksaan pajak yang

merupakan alternatif tindakan terakhir. Namun dengan kondisi tingkat kesadaran

yang masih rendah itu, Indonesia dengan sengaja memakai sistem self assessment,

karena sistem pemungutan self assessment ini sendiri memberikan kepercayaan

penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan

melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang. Dengan cara ini maka kesadaran

yang rendah dalam membayar pajak bisa ditingkatkan sehingga tercapainya

penerimaan pajak optimal, yakni berimbangnya tingkat penerimaan pajak aktual

dengan penerimaan pajak potensial, dengan kata lain tidak ada selisih antara

penerimaan aktual dengan penerimaan pajak potensial, atau sering disebut sebagai

tax gap yang mencerminkan tingkat kepatuhan membayar pajak atau tax

compliance.

Penerimaan pajak meliputi penerimaan dari pajak-pajak langsung dan

penerimaan dari pajak-pajak tidak langsung, namun seringkali negara-negara yang

sedang berkembang terlalu tergantung pada penerimaan pajak-pajak tidak

langsung. Hal ini terjadi karena tingkat pendidikan yang masih rendah. Pada

hakekatnya pajak tidak langsung ini sudah tidak tepat lagi untuk diterapkan pada

masa sekarang dikarenakan kurang mencerminkan keadilan bagi Wajib Pajak.

2

Page 19: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

Oleh karena itu, di Indonesia diberlakukan sistem self assessment yang diharapkan

dapat melaksanakan administrasi perpajakan dengan rapi, terkendali, sederhana

dan mudah untuk dipahami oleh masyarakat Wajib Pajak.

Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Antariksa Budileksana

yang berjudul Pemeriksaan Pajak Sebagai Upaya Untuk Mendorong Kepatuhan

Wajib Pajak berkesimpulan bahwa berdasarkan sistem self assessment Wajib

Pajak menghitung, membayar dan melaporkan kewajibannya perpajakannya.

sebagai konsekuensi logis dari sistem tersebut, Direktorat Jenderal Pajak

melakukan pemeriksaan dengan tujuan utama untuk menguji kepatuhan

pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka meningkatkan kepatuhan Wajib

Pajak.

Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lea Endang

Wahyuningsih yang berjudul Keefektifan Pengawasan Pembayaran PPh Pasal 25

dan Pengaruhnya Terhadap Penerimaan Pajak (KPP Kebayoran Lama) yang

berkesimpulan bahwa penerimaan PPh Pasal 25 tahun 2000 untuk Wajib Pajak

mengalami peningkatan sebesar 2,28% dari 7,33% pada tahun 2000 menjadi

10,21% pada tahun 2001.

Dalam penelitian yang lain yang dilakukan oleh Sunarni yang berjudul

Pelaksanaan Pengawasan Pembayaran Pajak PPh Pasal 25 Badan dalam Upaya

Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak di KPP Kebayoran Lama berkesimpulan

bahwa tingkat kepatuhan pembayaran PPh Pasal 25 Badan masih sangat rendah,

hal ini dapat dilihat dari rata-rata tingkat kepatuhan pembayaran PPh Pasal 25

pada tahun 2001 yaitu sebesar 52,29% dan pada tahun 2002 sebesar 57,54%,

3

Page 20: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

walaupun mengalami peningkatan, namun tingkat kepatuhan masih dikatakan

sangat rendah karena belum memenuhi target atau rencana yang ditetapkan.

John Hutagaol dalam jurnal berjudul Self Assessment: Implementasi dan

Kendalanya, menjelaskan bahwa dalam sistem self assessment, peran serta

masyarakat di dalam pemenuhan kewajiban perpajakan sangat penting dan bahkan

menjadi faktor penentu di dalam keberhasilan pengumpulan pajak. Agar Wajib

Pajak membayar pajak sesuai ketentuan maka diperlukan alat monitoring yaitu

data.

Dalam penelitian yang sama juga dilakukan oleh Waluyo yang berjudul

Perhitungan PPh Pasal 25, yaitu menyebutkan bahwa:

1. Secara yuridis dasar hukum pembayaran pajak penghasilan Pasal 25

adalah undang-undang no.17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan yang

menyebutkan angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus

dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan. Aturan

pelaksanaannya sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan No.

522/KMK.04/2002 sebagaimana telah diubah dengan keputusan Menteri

Keuangan No.84/KMK.04/2002.

2. Besarnya angsuran pajak tersebut yaitu sebesar pajak penghasilan yang

terutang menurut SPT tahunan pajak penghasilan tahun pajak yang lalu

dikurangi dengan:

a. Pajak penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal

21 dan pasal 23 serta pajak penghasilan yang dipungut sebagaimana

dimaksud dalam pasal 22.

4

Page 21: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

b. Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh

dikreditkan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 24 dibagi 12 atau

banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

3. Perlu diketahui bahwa dalam SPT Tahunan juga harus diisi butir pajak

penghasilan Pasal 25 yaitu : Angsuran pajak dalam tahun berjalan dalam

hal-hal tertentu dapat diimplementasikan sebagai berikut:

a. Dalam hal tertentu seperti telah diatur pada Pasal 25 ayat (6) yang

memberikan kewenangan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk

menentukan perhitungan besarnya angsuran pajak tahun berjalan

dalam hal-hal tertentu. Salah satu hal tertentu tersebut antara lain

Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian.

b. Besarnya PPh Pasal 25 dalam wajib pajak berhak atas kompensasi

kerugian yaitu sebesar pajak penghasilan yang dihitung dengan dasar

jumlah penghasilan neto menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang

lalu (setelah dikurangi kompensasi kerugian) dikurangi dengan PPh

yang dibayar atau terhutang di luar negeri yang boleh dikreditkan

dibagi 12 atau banyak bulan dalam bagian tahun pajak.

Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, maka skripsi ini diberi judul

“Pengaruh Penerapan Sistem Self Assessment terhadap Optimalisasi

Penerimaan PPh Pasal 25 Wajib Pajak Badan (Studi Kasus pada KPP

Pratama Jakarta Kramat Jati).”

5

Page 22: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan apa yang telah diuraikan di dalam latar belakang penelitian,

maka masalah yang akan dirumuskan di dalam skripsi ini adalah: Apakah ada

pengaruh yang signifikan antara penerapan sistem self assessment terhadap

optimalisasi penerimaan PPh Pasal 25 Wajib Pajak Badan khususnya.

C. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan Penelitian

Hasil utama dari suatu penelitian adalah berupa data yang berhasil

dikumpulkan, diolah dan kemudian dianalisa. Untuk memberikan arah

atau pedoman dalam kegiatan penelitian ini agar sesuai dengan rencana

yang telah ditentukan maka diperlukan adanya suatu tujuan penelitian.

Adapun kegiatan penelitian yang penulis lakukan ini mempunyai tujuan

yaitu untuk mengetahui adanya pengaruh yang signifikan antara

pelaksanaan sistem self assessment terhadap optimalisasi penerimaan PPh

Pasal 25 Wajib Pajak Badan.

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi Peneliti

1) Untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana ekonomi

program studi akuntansi.

2) Sebagai langkah penerapan ilmu pengetahuan yang diperoleh di

bangku kuliah yang berupa teori-teori dengan kenyataan yang

terjadi di lapangan sehingga teori yang diperoleh dapat diterapkan

6

Page 23: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

dengan keadaan yang sesungguhnya, dengan demikian pemahaman

tentang teori akan lebih mendalam.

3) Untuk menambah pengetahuan peneliti jika terjun di masyarakat

dan dapat memperluas cakrawala berpikir, terutama yang

berhubungan dengan penerapan sistem self assessment dan

pengaruhnya terhadap optimalisasi penerimaan pajak.

b. Bagi Pembaca

1) Dapat mengetahui tata cara dalam pelaksanaan sistem self

assessment dari cara menghitung, membayar, dan melaporkan

pajak terutangnya.

2) Memberikan gambaran pengetahuan dan sumbangan pemikiran

kepada masyarakat umum untuk lebih memahami perpajakan, agar

mengurangi kemungkinan timbulnya sengketa pajak akibat

ketidaktahuan Wajib Pajak tentang hak dan kewajibannya di

bidang perpajakan.

c. Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kramat Jati

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi KPP

Pratama Jakarta Kramat Jati untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan

perpajakan dan sebagai bahan acuan untuk mengetahui sejauh mana

tingkat ketaatan Wajib Pajak dengan penerapan sistem self assessment

dalam rangka mengoptimalkan penerimaan pajak.

7

Page 24: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

d. Bagi Lembaga Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi

perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

dalam memberikan sumbangan pemikiran untuk bidang pendidikan

dan pengajaran agar dapat menambah cakrawala pengetahuan di

bidang perpajakan.

8

Page 25: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar-dasar Perpajakan

1. Pengertian Pajak

Pengertian pajak secara umum berbeda-beda. Dilihat dari tujuan

penggunaan penerimaan pajak bagi negara, pajak merupakan iuran dari

rakyat kepada negara untuk penyelenggaraan kegiatan pembangunan

bangsa. Menurut karangan (Waluyo dan Wirawan, 2003:4), terdapat

definisi-definisi pajak diantaranya:

Menurut Rochmat Soemitro, mendefinisikan pajak sebagai berikut:

Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Menurut P. J. A. Andiani yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso

Brotodiharjo,

Pajak adalah iuran kepada kas negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.

Menurut Soeparman Soemahamidjaja,

Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutupi biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

9

Page 26: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak

memiliki unsur-unsur dan ciri-ciri yang melekat pada pengertiannya.

Adapun unsur-unsur pengertian pajak diantaranya masyarakat, undang-

undang, pemungut pajak dan obyek pajak.

Sedangkan ciri-ciri pada pengertian pajak adalah:

a. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang

serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.

b. Tanpa jasa timbal (kontraprestasi) dari negara yang secara langsung

dapat ditunjuk, dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya

kontraprestasi individu oleh pemerintah.

c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah

daerah.

d. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang

bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk

membiayai investasi masyarakat.

e. Pajak berfungsi sebagai sumber pembiayaan negara (fungsi budgeter)

dan untuk tujuan mengatur dan meksanakan kebijakan pemerintah

dalam bidang sosial dan ekonomi (fungsi reguleren).

f. Pajak merupakan paralihan kekayaan dari seorang pribadi atau badan

ke pemerintah.

g. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.

10

Page 27: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

Sebagaimana telah diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian

pajak, terlihat adanya dua fungsi pajak, yaitu:

a. Fungsi penerimaan yaitu pajak berfungsi sebagai sumber dana yang

diperuntukan bagi pembiayaan-pembiayaan pemerintah, seperti

dimasukannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.

b. Fungsi mengatur yaitu pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur

atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi, seperti

dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minuman keras sehingga

konsumsi minuman keras dapat ditekan, demikian pula terhadap

barang mewah.

Mengacu pada Undang-Undang No.16 Pasal 1 Tahun 2000

pengertian-pengertian dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

menurut (Waluyo dan Wirawan, 2003:26) antara lain, meliputi:

a. Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

b. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi sejenis, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap, serta bentuk badan lainnya.

c. Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim, kecuali ditentukan lain oleh Menteri Keuangan paling lama tiga bulan takwim.

d. Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwim kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.

e. Bagian tahun pajak adalah bagian dari jangka waktu satu tahun pajak. f. Pajak yang terhutang adalah pajak yang harus dibayar pada satu saat,

dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

11

Page 28: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

g. Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

h. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

i. Penanggung pajak adalah orang pribadi yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Subjek dan Obyek Pajak

Subjek pajak diartikan sebagai yang dituju oleh undang-undang

untuk dikenakan pajak. Pajak Penghasilan dikenakan terhadap subjek

pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya

dalam tahun pajak.

Dalam UU No. 17 Tahun 2000 Pasal 2 ayat (3) yang dimaksud

dengan subjek pajak adalah:

a. Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.

b. Badan atau perusahaan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu-kesatuan menggantikan yang berhak.

Adapun dalam Pasal 2 ayat (4) yang dimaksud subjek pajak luar

negeri terdiri atas:

a. Orang pribadi yang tidak bertempat tingal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

12

Page 29: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Objek pajak menurut (Gunadi dkk, 2000:50) adalah sasaran kena

pajak dan dasar untuk menghitung pajak terutang. Dengan demikian yang

menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan

kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik

yang berasala dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat

dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Waib Pajak yang

bersangkutan dengan nama dan bentuk apapun.

3. Sistem Pemungutan Pajak

Didalam perpajakan menurut (Mardiasmo, 2002:7) dikenal tiga

macam sistem pemungutan pajak, yaitu:

a. Official Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang

kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang oleh Wajib Pajak. Seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Cir-cirinya:

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

fiskus.

2) Wajib Pajak bersifat pasif.

13

Page 30: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh

Fiskus.

b. Self Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang,

kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung,

memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak

yang terutang.

Ciri-cirinya:

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

Wajib Pajak sendiri.

2) Wajib Pajak diharuskan aktif, mulai dari menghitung, menyetor,

dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c. With Holding System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak

yang bersangkutan) untuk memotong dan memungut besarnya pajak

yang terutang oleh Wajib Pajak. Contohnya : PPh Pasal 21, 22, 23, 26

dan PPN.

Dasar-dasar pemungutan pajak meliputi beberapa hal, yaitu:

a. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan).

Hukum pajak harus berdasarkan pada keadilan, selanjutnya keadilan

inilah sebagai asas atau dasar pemungutan pajak.

14

Page 31: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

b. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang (syarat yuridis).

Untuk menyatakan suatu keadaan, hukum pajak harus memberikan

jaminan hukum kepada negara atau warganya. Oleh karena itu

pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang.

c. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomi).

Seperti pada uraian sebelumnya bahwa pajak mempunyai fungsi

reguler dan fungsi budgetair. Pada asas atau dasar ekonomi ini lebih

menekankan pada pemikiran bahwa negara menghendaki agar

kehidupan masyarakat terus meningkat. Untuk itu pemungutan pajak

harus diupayakan tidak menghambat kelancaran ekonomi.

d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial).

Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan itu diharapkan seminimum

mungkin, demikian pula beban yang dipikul oleh Wajib Pajak.

4. Hambatan Pemungutan Pajak

Terdapat beberapa hambatan menurut (Mardiasmo, 2002:9) dalam

pemungutan pajak yang dapat dikelompakan menjadi:

a. Perlawanan Pasif.

Masyarakat enggan (pasif) menyampaikan atau melaporkan

pembayaran pajak, yang disebabkan antara lain:

1) Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.

2) Sistem perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat.

15

Page 32: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

3) Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan

baik.

b. Perlawanan Aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara

langsung ditujukan kepada Fiskus dengan tujuan untuk menghindari

pajak, antara lain:

1) Tax avoidance yaitu usaha untuk meringkankan beban pajak

dengan tidak melanggar undang-undang.

2) Tax evasion yaitu uasaha meringkan beban pajak dengan cara

melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).

5. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

a. Hak Wajib Pajak

Mengenai hak-hak Wajib Pajak menurut (Mardiasmo, 2001:40)

adalah sebagai berikut:

1) Hak mengajukan keberatan

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada

Direktorat Jenderal Pajak atas waktu:

a) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).

b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).

c) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

d) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).

16

Page 33: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

e) Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia

dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah

pajak yang dipotong atau jumlah rugi menurut perhitungan Wajib

Pajak disertai alasan-alasan yang jelas. Keberatan harus diajukan

dalam jangka waktu tiga bulan sejak tanggal surat, tanggal

pemotongan atau pemungutan, kecuali Wajib Pajak dapat

menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dipenuhi karena

keadaan diluar kekuasaannya.

2) Hak mengajukan banding.

Wajib Pajak dapat mengajukan banding hanya kepada

badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya

yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Permohonan

banding diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia, dengan

alasan waktu tiga bulan sejak keputusan keberatan diterima,

dengan dilampiri salinan dari surat keputusan tersebut. apabila

pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian

atau seluruhnya maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan

ditambah imbalan bunga 2% sebulan untuk selama-lamanaya 24

bulan.

17

Page 34: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

3) Hak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran

pajak (restitusi).

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian

dan meminta kembali pembayaran pajak dengan catatan Wajib

Pajak tersebut tidak mempunyai hutang pajak yang terlebih dahulu.

4) Hak penundaan pemasukan SPT Tahunan.

Penundaan pemasukan SPT Tahunan ini dilakukan oleh

Wajib Pajak baik Orang Pribadi maupun Badan apabila tidak dapat

menyiapkan laporan keuangan tahunan atau neraca perusahaan

beserta daftar rugi laba dalam jangka waktu yang diperlukan

karena luasnya kegiatan usaha dan masalah teknis penyusunan

neraca dan penyusunan laporan keuangan.

5) Hak pembetulan atas SPT yang telah dimasukkan .

Wajib Pajak dapat membetulkan SPT atas kemauan sendiri

menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu dua tahun

setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian

tahun pajak, atau tahun pajak, dengan syarat Direktorat Jenderal

Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.

6) Hak mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan untuk

mengangsur, mencicil, atau menunda pembayaran pajak yang

terutang sebagaimana yang tercantum pada Surat Ketetapan Pajak

Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan

18

Page 35: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

(SKPKBT) atau pada Surat Tagihan Pajak (STP). Untuk

mendapatkan kelonggaran tersebut, Wajib Pajak harus memenuhi

persyaratan yang telah ditentukan antara lain:

a) Wajib Pajak benar-benar sedang mengalami kesulitan

likuiditas.

b) Wajib Pajak harus memberikan jaminan atas utang perpajakan

yang berupa harta gerak maupun harta tak bergerak kepada

Direktorat Jenderal Pajak.

c) Wajib Pajak membayar bunga 2% perbulan atas tunggakan

pajaknya.

7) Hak mengajukan permohonan penghapusan sanksi administrasi.

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan penghapusan

atau pengurangan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan

kenaikan yang ternyata diadakan karena adanya kekhilafan dan

bukan kesalahan Wajib Pajak, kepada Direktorat Jenderal Pajak

permohonan harus disampaikan tertulis kepada Wajib Pajak dalam

jangka waktu tiga bulan sejak tanggal diterbitkannya Surat Tagihan

Pajak (STP) atau Surat Ketetapan Pajak (SKP) dengan

menyebutkan alasan yang jelas.

b. Kewajiban Wajib Pajak

Kewajiban Wajib Pajak dalam ketentuan umum perpajakan no. 16

tahun 2000, antara lain:

19

Page 36: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

1) Kewajiban mendaftarkan diri

Setiap Wajib Pajak mendaftarkan diri pada Kantor

Direktorat Jenderal Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok

Wajib Pajak (NPWP). Setiap orang pribadi yang memperoleh

penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) wajib

mendaftarkan diri pada KPP dimana Wajib Pajak berdomisili atau

berkedudukan dengan mengisi formulir pendaftaran, kemudian

KPP memberikan NPWP kepada Wajib Pajak yang bersangkutan.

2) Kewajiban menyampaikan SPT

Setiap Wajib Pajak berkewajiban mengisi SPT,

menandatangani dan menyampaikan pengembalian SPT pada KPP

dimana Wajib Pajak berdomisili atau terdaftar. Batas pengembalian

kembali SPT:

(a) Untuk SPT Masa, selambat-lambatnya 20 hari setelah akhir

masa pajak.

(b) Untuk SPT Tahunan, selambat-lambatnya 3 bulan setelah akhir

tahun pajak.

3) Kewajiban membayar dan menyetorkan pajak terutang.

(a) Wajib Pajak membayar atau menyetor pajak yang terutang di

kas negara atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk Menteri

Keuangan.

20

Page 37: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

(b) Tata cara pembayaran, penyetoran, dan pelaporan serta tata cara

untuk mengangsur dan menunda pembayaran diatur oleh

Menteri Keuangan.

Sarana yang diperlukan untuk menyetor pajak adalah

mengisi formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat diperoleh

di kantor-kantor pelayanan pajak atau tempat yang telah

disediakan. Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo

pembayaran dan penyetoran pajak terutang yang suatu saat atau

suatu masa pajak setelah terutangnya pajak atau masa pajak

berakhir. Untuk setoran akhir harus sudah dilunasi selambat-

lambatnya pada tanggal 25 maret sebelum SPT tahunan

disampaikan.

4) Kewajiban menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan.

(a) Orang atau badan yang melakukan kegiatan usaha atau

pekerjaan bebas di Indonesia diwajibkan membuat

pembukuan yang dapat menyajikan keterangan-keterangan

yang cukup untuk menghitung peredaran usaha, harga

perolehan, penyerahan barang dan jasa, penghasilan neto,

guan penghitungan jumlah pajak yang terutang.

(b) Bagi Wajib Pajak yang dibebaskan dari kewajiban pembukuan,

karena kemampuan belum memadai harus melakukan

pencatatan sebagai dasar pengenaan pajak yang terutang

(pembukuan sederhana), dengan menggunakan norma

21

Page 38: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

perhitungan penghasilan neto pembukuan dan pencatatan

harus dilakukan dengan itikad baik dan mencerminkan

keadaan yang sebenarnya dan harus memenuhi syarat-sayrat

minimal pembukuan.

(c) Syarat minimal pembukuan adalah catatan mengenai harta,

catatan mengenai kewajiban atau hutang, catatan mengenai

modal, catatan mengenai penjualan dan pembelian, dan

catatan mengenai penghasilan dan biaya.

5) Kewajiban pada waktu pemeriksaan

Direktorat Jenderal Pajak berwenang melakukan

pemeriksaan atau menguji keputusan pemenuhan kewajiban

perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan

ketentuan perundang-undangan perpajakan. Kewajiban Wajib

Pajak dalam pemeriksaan adalah:

(a) Memperlihatkan atau meminjamkan buku catatan, dokumen

yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan

dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha pekerjaan

bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.

(b) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang

yang dipandang perlu.

(c) Memberikan bantuan guna melancarkan pemeriksaan.

(d) Memberikan keterangan yang diperlukan.

22

Page 39: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

6. Kewajiban dan Wewenang Fiskus.

Aparatur pajak atau Fiskus memiliki beberapa wewenang dalam

rangka menunjang pelaksanaan mekanisme dan peraturan perundang-

undangan perpajakan diantaranya wewenang untuk menerbitkan surat

ketetapan, melakukan penagihan pajak, mengadakan pemeriksaan dan

penyidikan. Aparat pajak mempunyai kewajiban utama yaitu melayani,

membina dan membimbing Wajib Pajak.

7. Surat Pemberitahuan (SPT).

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak

digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang

terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan.

a. Fungsi SPT

Fungsi SPT dapat dilihat dari Wajib Pajak, pengusaha kena pajak

atau pemotong/ pemungut pajak sebagai berikut:

1) Fungsi SPT bagi Wajib Pajak penghasilan

(a) Sarana melapor dan mempertangungjawabkan perhitungan pajak

yang sebenarnya terutang.

(b) Melaporkan pembayaran atau pelunasan yang telah dilaksanakan

sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain

dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak.

23

Page 40: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

(c) Melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang

pemungutan atau pemotongan pajak orang pribadi atau badan lain

dalam satu masa pajak, sesuai dengan peraturan perundang-

undangan perpajakan yang berlaku.

2) Fungsi SPT bagi pengusaha kena pajak.

(a) Sarana untuk melapor dan mempertanggungjawabkan perhitungan

jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan pajak penjualan atas barang

yang sebenarnya terutang.

(b) Melaporkan perkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran.

(c) Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah

dilaksanakan dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak

sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang

berlaku.

b. SPT lampiran

Hal yang perlu dilampirkan dalam SPT:

1) Wajib Pajak yang melakukan pembukuan, SPT harus dilampiri atau

di dilengkapi dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan

laba rugi serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk

menghitung besarnya penghasilan kena pajak.

2) Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan, dalam SPT

harus dilampiri atau dilengkapi peredaran yang terjadi dalam tahun

pajak yang bersangkutan.

24

Page 41: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

c. Jenis SPT

1) SPT Masa adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk

melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang

dalam satu masa pajak.

2) SPT Tahunan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk

melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang

dalam satu tahun pajak.

d. Batas waktu penyampaian SPT

Sesuai Pasal 3 ayat (3) undang-undang nomor 16 Tahun 2000

tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan bahwa batas waktu

penyampaian SPT diatur:

1) Untuk SPT Masa selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak

berakhir.

2) Untuk SPT Tahunan selambat-lambatnya 3 bulan setelah masa pajak

berakhir.

8. Tarif Pajak

Pemungutan pajak tidak terlepas dari keadilan sebab keadilan dapat

menciptakan keseimbangan sosial yang sangat penting untuk kesejahteraan

masyarakat. Dalam penetapan tarif pun harus berdasarkan pada keadilan.

Besarnya tarif pajak dapat dinyatakan dalam presentase, yaitu:

25

Page 42: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

a. Tarif pajak proporsional atau sebanding.

Tarif pajak proporsional yaitu tarif berupa presentase tetap

terhadap jumlah berapapun yang menjadi dasar pengenaan pajak. Contoh

dikenakan Pajak Pertambahan Nilai 10% atas penyerahan barang kena

pajak.

b. Tarif pajak progresif

Tarif pajak yang presentasenya menjadi lebih besar apabila jumlah

yang menjadi dasar pengenaannya semakin besar, misalnya tarif pajak

penghasilan yang berlaku di Indonesia, yaitu:

Tabel 2.1 Lapisan Penghasilan Kena Pajak Untuk Wajib Pajak Tarif Orang

Pribadi Lapisan PKP Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 25.000.000 5%

> Rp 25.000.000 – Rp 50.000.000 10%

> Rp 50.000.000 – Rp 100.000.000 15%

> Rp 100.000.000 – Rp 200.000.000 20%

> Rp 200.000.000 35%

26

Page 43: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

Tabel 2.2 Lapisan Penghasilan Kena Pajak Untuk Wajib Pajak Tarif Badan

Lapisan PKP Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000 10%

> Rp 50.000.000 – Rp 100.000.000 15%

Diatas Rp 100.000.000 30%

c. Tarif pajak degresif

Tarif pajak degresif yaitu presentase tariff pajak yang semakin

menurun apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak semakin

besar.

d. Tarif pajak tetap.

Tarif pajak tetap adalah tarif berupa jumlah yang tetap (sama

besarnya) terhadap berapapun jumlah yang menjadi dasar pengenaan

pajak. Oleh karena itu besarnya pajak yang terutang tetap.

B. Pajak Penghasilan Pasal 25

1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25

Menurut (Waluyo dan Wirawan, 2003:207) dijelaskan mengenai pajak

penghasilan Pasal 25, yaitu angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar

sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan dalam tahun pajak berjalan.

Dari pengertian diatas dapat kita ketahui bahwa angsuran pajak

penghasilan (PPh) Pasal 25 dapat dijadikan kredit pajak terhadap pajak

27

Page 44: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak

yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak

penghasilan.

Ada beberapa ketentuan pelaksanaan PPh Pasal 25 menurut

Undang-undang No.17 Tahun 2000, antara lain:

a. Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan pajak penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan : 1) Pajak penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal

21 dan Pasal 23 serta pajak pengahasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dan

2) Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

b. Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan, sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.

c. Apabila tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan dipenerbitannya Surat Ketetapan Pajak.

d. Direktorat Jenderal Pajak berwenang menetapkan penghitunagn besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, yaitu : 1) Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian. 2) Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur. 3) Surat Pemberitahuan Tahunan pajak penghasilan tahun yang lalu

disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan. 4) Wajib Pajak diberikan perpanjangan penyampaian Surat

Pemberitahuan tahunan pajak penghasilan. 5) Wajib Pajak membetulkan sendiri surat pemberitahuan tahunan pajak

penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan.

6) Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan wajib pajak. e. Penghitungan besarnya angsuran pajak bagi Wajib Pajak baru, Badan

Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Wajib Pajak tertentu lainnya termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha diatur dengan keputusan Menteri Keuangan.

f. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang bertolak ke luar negeri wajib membayar pajak yang ketentuannya diatur dalam peraturan pemerintah.

28

Page 45: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

g. Pajak yang telah dibayar sendiri dalam tahun pajak berjalan oleh Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu merupakan pelunasan pajak terutang untuk tahun pajak bersangkutan, kecuali apabila Wajib Pajak yang bersangkutan menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final menurut undang-undang ini.

2. Cara Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25

Besarnya angsuran pajak penghasilan Pasal 25 adalah sebesar pajak

penghasilan yang terutang menurut SPT tahunan pajak penghasilan tahun

pajak yang lalu dikurangi pajak penghasilan yang dipotong dan atau

dipungut serta pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri

yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, 22, 23, dan

Pasal 24 kemudian dibagi 12 bulan atau banyaknya bulan dalam tahun pajak

(Waluyo dan Wirawan,2000:196).

Contoh:

Pajak penghasilan yang terutang berdasarkan:

SPT Tahunan pajak penghasilan tahun 2001 Rp. 50.000.000

Dikurangi :

a. Pajak penghasilan yang dipotong

pemberi kerja (PPh Pasal 21) Rp. 15.000.000

b. Pajak penghasilan yang dipungut

oleh pihak lain (PPh Pasal 22) Rp. 10.000.000

c. Pajak penghasilan yang dipotong

oleh pihak lain (PPh Pasal 23) Rp. 2.500.000

29

Page 46: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

d. Kredit pajak penghasilan luar negeri

(PPh Pasal 24) Rp. 7.500.000

Jumlah kredit pajak Rp. 35.000.000

Selisih Rp. 15.000.000

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayar sendiri setiap

bulan untuk tahun 2002 sebesar Rp. 15.000.000 X 1/12 = Rp. 1.250.000.

3. Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 25.

Wajib Pajak berkewajiban untuk selalu menyetorkan dan melaporkan

PPh Pasal 25 menurut ketentuan yang berlaku, sebagaimana yang dijelaskan

oleh Waluyo dan Wirawan (2003:211), adalah sebagai berikut:

a. PPh Pasal 25 harus dibayar atau disetorkan selambat-lambatnya tanggal

15 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir.

b. Wajib Pajak diwajibkan untuk menyampaikan SPT Masa selambat-

lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir dalam bentuk Surat

Setoran Pajak (SSP) lembar ketiga.

4. Perubahan Keadaan Usaha Wajib Pajak

Perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak dapat terjadi

karena penurunan peningkatan usaha. apabila sudah enam bulan atau lebih

berjalannya suatu tahun pajak Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa pajak

penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang 75% dari

pajak penghasilan yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya

30

Page 47: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

pajak penghasilan Pasal 25, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan

pengurangan besarnya PPh Pasal 25 tersebut.

Pengajuan permohonan pengurangan tersebut dilaksanakan dengan

cara:

a. Diajukan dengan cara tertulis kepada KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.

b. Wajib Pajak harus menyampaikan perhitungan besarnya PPh Pasal 25

yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan

diterima atau diperoleh dan besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan

yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.

c. Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya

dengan lengkap surat permohonan pengurangan tersebut, Kepala Kantor

Pelayanan Pajak (KPP) tidak memberikan keputusan maka permohonan

tersebut dianggap diterima dan Wajib Pajak dapat melakukan

pembayaran PPh Pasal 25 sesuai perhitungannya.

Apabila dalam suatu tahun pajak Wajib Pajak mengalami

peningkatan usaha dan diperkirakan pajak penghasilan yang akan terutang

untuk tahun pajak tersebut lebih dari 150% dari pajak penghasilan yang

terutang yang menjadi dasar perhitungan besarnya PPh Pasal 25, maka

besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa sampai dengan akhir

tahun pajak yang bersangkutan dihitung berdasarkan pajak penghasilan

yang diperkirakan terutang tersebut.

31

Page 48: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

Sebagai contoh, misalnya PT A yang bergerak di bidang produksi

makanan dalam tahun 2001 membayar angsuran bulanan sebesar Rp.

45.000.000, dalam bulan juli 2001 pabrik milik PT A terbakar, oleh karena

itu berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal pajak mulai bulan agustus

2001 angsuran PT A dapat disesuaikan menjadi lebih kecil dari Rp

45.000.000 sebaliknya apabila PT A mengalami peningkatan usaha,

misalnya dikarenakan adanya peningkatan penjualan dan diperkirakan

penghasilan kena pajaknya akan menjadi lebih besar dibandingkan dengan

tahun sebelumnya, maka kewajiban angsuran bulanan PT A dapat

disesuaikan oleh Direktorat JENDERAL pajak.

5. PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha Dengan

Hak Opsi, BUMN dan BUMD

Sesuai dengan Pasal 25 ayat 1 undang-undang nomor 17 Tahun

2000, penghitungan PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak, bank, sewa guna usaha

dengan hak opsi, BUMN dan BUMD ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

a. PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak baru.

Wajib Pajak baru adalah Wajib Pajak yang baru pertama kali

memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebasnya dalam

tahun pajak berjalan. Bagi Wajib Pajak baru yang mulai menjalankan

atau melakukan kegiatannya dalam tahun pajak berjalan, perlu diatur

mengenai besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh

Wajib Pajak dalam tahun pajak berjalan karena Wajib Pajak baru

belum memasukkan Surat Pemberitahuan pajak penghasilan.

32

Page 49: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

Penentuan besarnya angsuran pajak didasarkan pada kenyataan usaha

atau kegiatan Wajib Pajak. Besarnya angsuran pajak panghasilan

dalam tahun pajak berjalan untuk setiap bulan yang harus dibayar

sendiri oleh Wajib Pajak baru dihitung berdasarkan jumlah pajak yang

diperoleh dari penetapan tarif 10% atas penghasilan neto sebulan yang

diserahkan, lalu dibagi 12. Besarnya PPh Pasal 25 dihitung untuk

setiap bulan dalam tahun pajak yang bersangkutan.

b. PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha dengan hak

opsi.

Besarnya angsuran pajak penghasilan dalam tahun pajak berjalan

untuk setiap bulan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak yang

bergerak dalam bidang perbankan atau sewa guna usaha dengan hak

opsi adalah jumlah pajak penghasilan terutang berdasarkan laporan

keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dibagi 12.

Contoh perhitungan, Bank X berdiri dan terdaftar sebagai Wajib

Pajak pada KPP Pratama Jakarta Kramat Jati sejak tanggal 1 April

2001, dalam perkiran laporan keuangan triwulan April-Juni 2001

menunjukan penghasilan neto sebesar Rp. 80.000.000. besarnya PPh

Pasal 25 masing-masing untuk bulan April, Mei, dan Juni 2001 sebagai

berikut :

1) Perkiraan penghasilan neto triwulan yang disetahunkan

(3 x Rp. 80.000.000 = Rp. 240.000.000)

33

Page 50: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

2) PPh terutang berdasarkan tarif Pasal 17 UU PPh

10% x Rp. 50.000.000 = Rp. 7.500.000

15% x Rp. 50.000.000 = Rp. 7.500.000

30% x Rp. 140.000.000 = Rp. 42.000.000 +

Rp. 54.000.000

3) Besarnya PPh Pasal 25 masing-masing bulan April, Mei, dan Juni

2001 = Rp. 4.541.666 (Rp. 54.500.000 : 12).

c. PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak BUMN dan BUMD.

1) Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi BUMN dan

BUMD selain Bank dengan nama dan bentuk apapun, adalah

jumlah pajak penghasilan kena pajak berdasarkan Rencana Kerja

dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RKAP) tahun

pajak yang bersangkutan telah disahkan, dikurangi dengan

pemotongan dan pemungutan pajak sebagai dimaksud dalam Pasal

22 dan Pasal 23 serta pajak penghasilan yang dibayar atau terutang

di luar negeri sebagai dimaksud dalam Pasal 24 tahun pajak.

2) Dalam hal RKAP belum disahkan maka besarnya angsuran pajak

penghasilan Pasal 25 adalah sama dengan angsuran pajak

penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya.

Setiap RKAP disahkan maka besarnya PPh Pasal 25 dihitung

dengan cara sebagaimana dimaksud pada butir 1, mulai awal tahun

pajak yang bersangkutan.

34

Page 51: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

3) Apabila dalam tahun pajak yang bersangkutan terdapat sisa

kerugian yang dapat dikompensasikan, maka dasar penghitungan

pajak penghasilan Pasal 25 adalah pajak penghasilan yang terutang

atas penghasilan kena pajak yang dihitung dari penghasilan neto

menurut RKAP setelah dikurangi dengan jumlah sisa kerugian

yang belum dikompensasikan tersebut.

4) Dalam hal Wajib Pajak BUMN dan BUMD tersebut adalah Wajib

Pajak baru, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 tidak dapat

dihitung sebagaimana halnya Wajib Pajak baru, tetapi dihitung

berdasarkan RKAP sebagaimana dimaksud pada butir 1.

5) Dalam hal Wajib Pajak BUMN dan BUMD tersebut adalah Bank

atau Wajib Pajak sewa guna usaha dengan hak opsi, maka besarnya

angsuran PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan laporan triwulan

sebagaimana berlaku untuk Wajib Pajak Bank atau sewa guna

usaha dengan hak opsi.

C. Sistem Self Assessment dalam Perpajakan di Indonesia.

Kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan negara terus mengalami

peningkatan yang signifikan semenjak diberlakukannya undang-undang

perpajakan tahun 1984. Pada saat itu pemerintah melakukan reformasi perpajakan

dengan menerapkan sistem self assessment yang sebelumnya menggunakan sistem

official assessment dalam pemungutan pajak.

Dari ketiga sistem pemungutan pajak, di Indonesia pelaksanaan sistem

official assessment telah berakhir pada tahun 1967. Dari tahun 1968-1983 di

35

Page 52: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

Indonesia masih menggunakan sistem semi self assessment dan withholding.

Barulah pada tahun 1984 ditetapkan sistem self assessment secara penuh dalam

sistem pemungutan pajak Indonesia, yaitu dalam diberlakukannya Undang-

undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan

yang mulai berjalan pada 1 Januari 1984.

Perubahan ini dimaksudkan untuk lebih memberdayakan Wajib Pajak

dalam sistem perpajakan nasional. Implementasi dari perubahan sistem ini

dirasakan sangat berat karena pada saat itu:

1. Masyarakat belum siap untuk menjadi subjek dalam sistem perpajakan

nasional.

2. Sumber daya manusia yang dimiliki oleh aparat perpajakan sendiri

sebenarnya masih belum siap untuk melaksanakan sistem self assessment.

3. Prasarana, sarana, dan data base yang diperlukan untuk menggali

informasi dari Wajib Pajak masih belum memadai.

Reformasi perpajakan pertama, walaupun dilihat dari sisi peningkatan

penerimaan negara menunjukan peningkatan yang sangat berarti jika dilihat dari

strukturnya cenderung progresif, namun masih ada beberapa masalah yang perlu

diperhatikan, antara lain:

1. Reformasi perpajakan ternyata belum mampu memperkecil presaentase

bantuan luar negeri.

2. Masih belum banyak mengantisipasi aktivitas ekonomi yang semakin

global.

3. Belum dapat mengantisipasi upaya-upaya penghindaran pajak.

36

Page 53: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

Sedangkan pada reformasi yang kedua diarahkan untuk mengatasi

permasalahan yang ada pada reformasi pertama. Karena telah melahirkan

ketentuan perpajakan yang lebih akomodatif terhadap perubahan eksternal seperti

semakin kuatnya keinginan untuk meningkatkan kemandirian dalam penerimaan

negara. Pada tahun 1991 telah ada UU. No. 7 Tahun 1991 tentang perubahan atas

UU No.7 Tahun 1983 tentang PPh. Kemudian diubah pada Tahun 1994 dengan

UU No. 10 Tahun 1994, dan terakhir diubah kembali dengan UU No. 17 Tahun

2000 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2001.

Sistem self assessment mewajibkan Wajib Pajak untuk menyelenggarakan

pembukuan yang akan digunakan sebagai dasar untuk menghitung pajak

terutangnya. Wajib Pajak kemudian melaporkan pajak terutangnya tersebut,

beserta pembayaran-pembayaran yang dilakukan (seperti cicilan PPh, pajak

masukan, dan lain sebagainya) kepada pemerintah RI dalam hal ini Dirjen pajak

dengan menggunakan Surat Pemberitahuan tahunan (SPT). Sistem self assessment

memberikan hak dan kewajiban kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor,

dan melaporkan kewajiban pajaknya sendiri.

Penerapan sistem self assessment menyebabkan peranan fiskus hanya

sebagai fasilitator dan pengawas atas pelaksanaan pemenuhan kewajiban

perpajakan oleh Wajib Pajak, sehingga penerimaan negara dari sektor pajak

menjadi sangat dipengaruhi oleh kepatuhan Wajib Pajak dan pengetahuan Wajib

Pajak tentang peraturan perundang-undangan perpajakan.

37

Page 54: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

D. Optimalisasi Penerimaan Pajak

1. Pengertian Optimalisasi Penerimaan Pajak

a. Optimalisasi atau optimum yaitu yang terbaik, yang paling

menguntungkan.

b. Optimalisai penerimaan pajak dapat diartikan bahwa penerimaan pajak

yang optimal (yang paling menguntunkan bagi negara).

2. Cara-Cara Untuk Mencapai Optimalisasi Penerimaan Pajak

a. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya membayar pajak.

Karena fungsi yang tidak memberikan jasa timbal balik

(kontraprestasi) secara langsung kepada Wajib Pajak membuat Wajib

Pajak enggan untuk membayar karena kegunaannya tidak dirasakan

langsung oleh Wajib Pajak. Maka dari itu tugas fiskus adalah

memberikan pengertian dan arahan kepada Wajib Pajak bahwa pajak itu

nantinya juga akan berguna bagi mereka dan pembangunan negaranya.

Jika kesadaran untuk membayar pajak sudah ada pada diri Wajib Pajak

maka jumlah obyek akan bertambah kalau Wajib Pajak sudah bertambah

maka secara otomatis akan dapat mengoptimalkan penerimaan pajak.

b. Penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan wajib pajak.

Bimbingan dan penyuluhan dari aparat pajak diperlukan agar

Wajib Pajak bisa menyelesaikan kewajibannya dengan baik.

38

Page 55: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

E. PENELITIAN-PENELITIAN TERDAHULU

Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Antariksa Budileksana

(2001) yang berjudul Pemeriksaan Pajak Sebagai Upaya Untuk Mendorong

Kepatuhan Wajib Pajak berkesimpulan bahwa berdasarkan sistem self assessment

Wajib Pajak menghitung, membayar dan melaporkan kewajiban perpajakannya.

sebagai konsekuensi logis dari sistem tersebut, Direktorat Jenderal Pajak

melakukan pemeriksaan dengan tujuan utama untuk menguji kepatuhan

pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka meningkatkan kepatuhan Wajib

Pajak. Untuk itu pemeriksaan akan dilakukan terus dengan meningkatkan mutu

atau kualitas pemeriksaan maupun pemeriksa yang ada, disertai penyempurnaan

ketentuan yang berlaku. Dari pihak Wajib Pajak sendiri dituntut peran serta aktif,

agar pelaksanaan pemeriksaan dapat dilakukan secara efektif. Dengan adanya

pemerikasaan pajak memungkinkan diperolehnya umpan balik guna

meningkatkan pamahamannya tentang penerapan peraturan perpajakan yang

benar, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesadaran untuk memenuhi

kewajiban perpajakannya. Pemerikasaan tanpa dukungan dari Wajib Pajak akan

lebih bersifat pemborosan sumber daya di pihak administrasi pajak.

Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lea Endang

Wahyuningsih (2002) yang berjudul Keefektifan Pengawasan Pembayaran PPh

Pasal 25 dan Pengaruhnya Terhadap Penerimaan Pajak (KPP Kebayoran Lama)

yang berkesimpulan bahwa penerimaan PPh Pasal 25 tahun 2000 untuk Wajib

Pajak mengalami peningkatan sebesar 2,28% dari 7,33% pada tahun 2000 menjadi

10,21% pada tahun 2001. Beberapa kendala yang dihadapi dalam pengawasan

39

Page 56: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

pembayaran PPh Pasal 25 adalah masalah masalah kepatuhan WP, tingkat

kepatuhan mengalami peningkatan sebesar 0,32% dari 50,38% pada tahun 2000

menjadi sebesar 50,70% pada tahun 2001. Tingkat pembayaran PPh Pasal 25

secara keseluruhan pada tahun 2000 dari 2001 masing-masing adalah 25,56%, dan

12,285, sedangkan pengawasan pembayaran PPh Pasal 25 secara keseluruhan

pada tahun 2000 adalah 6,17% dan pada tahun 2001 sebesar 8,87% dari

perbandingan antara tingkat pengawasan terhadap Wajib Pajak Badan dan Wajib

Pajak Orang Pribadi, dapat disimpulkan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh

seksi PPh Badan lebih tinggi daripada seksi perorangan. Pelaksanaan pengawasan

hanya dilakukan terhadap Wajib Pajak Badan 500 besar secara keseluruhan pada

tahun 2000 menurun 4, 36% dari 77, 86% menjadi 73,50%. Sedangkan tingkat

pengawasan pembayaran PPh Pasal 25 Orang Pribadi mengalami peningkatan

sebesar 13,75% dari 65,55% menjadi 79,30% tahun 2001. Peranan penerimaan

PPh Pasal 25 dari WP 500 besar terhadap penerimaan PPh Pasal 25 Badan pada

tahun 2000 dan 2001 masing-masing adalah 97,27% dan 96,85%. Sedangkan

peranan penerimaan PPh Pasal 25 dari 500 besar Wajib Pajak Orang Pribadi pada

tahun 2000 dan 2001 adalah 91,84% dan 91,62%.

Dalam penelitian yang lain yang dilakukan oleh Sunarni (2004) yang

berjudul Pelaksanaan Pengawasan Pembayaran Pajak PPh Pasal 25 Badan dalam

Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak di KPP Kebayoran Lama adalah

mengingat pentingnya peranan pajak penghasilan PPh Pasal 25, maka diharapkan

Wajib Pajak dapat memenuhi kewajiban perpajakan yang berlaku. Tingkat

kepatuhan pembayaran PPh Pasal 25 Badan masih sangat rendah, hal ini dapat

40

Page 57: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

dilihat dari rata-rata tingkat kepatuhan pembayaran PPh Pasal 25 pada tahun 2001

yaitu sebesar 52,29% dan pada tahun 2002 sebesar 57,54%, walaupun mengalami

peningkatan, namun tingkat kepatuhan masih dikatakan sangat rendah karena

belum memenuhi target atau rencana yang ditetapkan. Dalam metodelogi

penelitian yang dilakukan adalah deskriptif dalam bentuk keterangan-keterangan

yang sesuai dengan materi atau data-data dan dalam teknik pengumpulan data

yang dipakai ialah studi kepustakaan dan lapangan dimana dilakukan observasi

dan quesioner.

John Hutagaol (2004) dalam jurnal berjudul Self Assessment:

Implementasi dan Kendalanya, menjelaskan bahwa dalam sistem self assessment,

peran serta masyarakat di dalam pemenuhan kewajiban perpajakan sangat penting

dan bahkan menjadi faktor penentu di dalam keberhasilan pengumpulan pajak.

Agar Wajib Pajak membayar pajak sesuai ketentuan maka diperlukan alat

monitoring yaitu data.

Dalam kenyataannya, data mengenai kegiatan usaha Wajib Pajak tersebar

di berbagai instansi/lembaga pemerintahan dan swasta dan tidak terintegrasi.

Selain itu, Wajib Pajak memiliki nomor identitas yang beragam dan belum

memiliki identitas tunggal.

Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah harus memiliki political

will dengan mengeluarkan ketentuan yang mewajibkan instansi atau lembaga

pemerintahan misalnya BI dan BAPEPAM agar melaporkan data mengenai Wajib

Pajak yang dimilikinya kepada DJP. Selain itu, pemerintah mengeluarkan

ketentuan yang memberikan izin kepada DJP untuk melakukan akses pada data

41

Page 58: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

perbankan yang berhubungan dengan Wajib Pajak. Sebaliknya, DJP harus dapat

menjamin penyimpanan, pengolahan, dan pemanfaatan data tersebut secara aman.

Apabila hal-hal diatas dapat dipenuhi, maka diyakini bahwa kepatuhan

sukarela akan meningkat secara otomatis karena “tiada ruang lagi” bagi Wajib

Pajak untuk melakukan tax evasion. Sejalan dengan hal tersebut, tax coverage

ratio akan meningkat dan berpengaruh langsung atas peningkatan penerimaan

pajak. Apabila penerimaan pajak dapat membiayai seluruh atau sebagian besar

APBN maka penerimaan pajak sebagai soko guru.

Dalam penelitian yang sama juga dilakukan oleh Waluyo (2004) yang

berjudul Perhitungan PPh Pasal 25, yaitu menyebutkan bahwa :

1. Secara yuridis dasar hukum pembayaran pajak penghasilan Pasal 25

adalah undang-undang no.17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan yang

menyebutkan angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus

dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan. Aturan

pelaksanaannya sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan No.

522/KMK.04/2002 sebagaimana telah diubah dengan keputusan Menteri

Keuangan No.84/KMK.04/2002.

2. Besarnya angsuran pajak tersebut yaitu sebesar pajak penghasilan yang

terutang menurut SPT tahunan pajak penghasilan tahun pajak yang lalu

dikurangi dengan :

a. Pajak penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal

21 dan Pasal 23 serta pajak penghasilan yang dipungut sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 22.

42

Page 59: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

b. Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh

dikreditkan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 24 dibagi 12 atau

banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

3. Perlu diketahui bahwa dalam SPT tahunan juga harus diisi butir pajak

penghasilan Pasal 25 yaitu : Angsuran pajak dalam tahun berjalan dalam

hal-hal tertentu dapat diimplementasikan sebagai berikut :

a. Dalam hal tertentu seperti telah diatur pada Pasal 25 ayat (6) yang

memberikan kewenangan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk

menentukan perhitungan besarnya angsuran pajak tahun berjalan

dalam hal-hal tertentu. Salah satu hal tertentu tersebut antara lain

Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian.

b. Besarnya PPh Pasal 25 dalam Wajib Pajak berhak atas kompensasi

kerugian yaitu sebesar pajak penghasilan yang dihitung dengan dasar

jumlah penghasilan neto menurut SPT tahunan PPh tahun pajak yang

lalu (setelah dikurangi kompensasi kerugian) dikurangi dengan PPh

yang dibayar atau terhutang di luar negeri yang boleh dikreditkan

dibagi 12 atau banyak bulan dalam bagian tahun pajak.

Ketentuan tersebut dapat diimplementasikan dalam contoh perhitungan :

Penghasilan PT ABC tahun 2007 Rp 120.000.000

Sisa kerugian tahun lalu (dapat dikompensasikan) Rp 150.000.000

Sisa kerugian yang belum dikompensasikan Rp 30.000.000

Kredit pajak (Ps.21 + Ps. 22 + Ps.24) Rp 3.800.000

43

Page 60: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

Perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2008 :

Penghasilan yang digunakan sebagai dasar perhitungan dikurangi sisa

kerugian yang belum dikompensasikan :

Rp 120.000.000 – Rp 30.000.000 = Rp 90.000.000

PPh terutang :

10% x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000

15% x Rp 40.000.000 = Rp 6.000.000

Total = Rp 11.000.000

PPh Pasal 25 tahun 2008 :

Rp 11.000.000 – Rp 3.800.000 = Rp 600.000

12

F. HIPOTESIS

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang

diteliti yang kebenarannya perlu diuji. Secara garis besar hipotesis dapat

dibedakan menjadi dua macam yaitu: hipotesis tentang hubungan dan hipotesis

tentang pengaruh. Hipotesis tentang hubungan adalah hipotesis yang menyatakan

tentang saling berhubungan antara dua variabel atau lebih. Hipotesis ini biasanya

digunakan pada penelitian korelasi. Sedang hipotesis tentang pengaruh ialah

hipotesis yang menyatakan pengaruh satu variabel dengan variabel yang lain atau

pengaruh suatu variabel tertentu pada kelompok yang berbeda, hipotesis ini

digunakan pada penelitian kausal.

44

Page 61: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

Untuk metode penelitian kausal yang digunakan dalam penelitian ini,

apakah ada pengaruh yang signifikan antara penerapan sistem self assessment

terhadap optimalisasi penerimaan pajak (dalam hal ini PPh Pasal 25 untuk Wajib

Pajak Badan) menggunakan hipotesis tentang pengaruh, yaitu yang ditentukan

dalam bentuk :

Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara penerapan sistem self

assessment terhadap optimalisasi penerimaan pajak.

H1 = Ada pengaruh yang signifikan antara penerapan sistem self assessment

terhadap optimalisasi penerimaan pajak.

45

Page 62: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dalam skripsi ini dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

Pratama Jakarta Kramat Jati. Penelitian yang dilakukan yaitu dengan cara

mengadakan wawancara dan pengisisan angket (kuesioner) kepada Wajib Pajak

Badan di KPP Prartama Jakarta Kramat Jati. Adapun penelitian ini akan

membahas mengenai penerapan sistem self assessment terhadap optimalisasi

penerimaan Pajak PPh Pasal 25 Wajib Pajak Badan apakah mempunyai pengaruh

yang signifikan atau tidak signifikan.

B. Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan atau Wajib Pajak

Badan yang terdaftar pada KPP Pratama Jakarta Kramat Jati, yang terdiri dari

8.322 wajib badan yang terdaftar dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007.

Teknik pengambilan sampel penelitian yang dipakai yaitu simple random

sampling technique terhadap 30 perusahaan atau Wajib Pajak Badan yang

terdaftar di KPP Pratama Jakarta Kramat Jati. Maksud dari random sampling ini

adalah pengambilan sampel dari suatu populasi yang memungkinkan diperolehnya

sampel sejumlah tertentu sehingga setiap individu populasi mempunyai

kemungkinan secara bebas terpilih atau terwakili sebagai sampel.

46

Page 63: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

C. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

adalah:

1. Penelitian lapangan (field research) adalah metode yang dikumpulkan dari

observasi dan wawancara. Dari penelitian ini diperoleh data primer dan

data sekunder. Data primer berupa data yang diperoleh dari KPP Pratama

Jakarta Kramat Jati yang mempunyai hubungan dengan pembahsan skripsi

ini, misalnya dengan wawancara dan pengisisan angket (kuesioner) kepada

Wajib Pajak Badan di KPP Prartama Jakarta Kramat Jati. Sedangkan data

sekunder berupa data yang dapat langsung dimanfaatkan dan telah

disediakan oleh pihak KPP Prartama Jakarta Kramat Jati.

2. Penlitian kepustakaan (library research) adalah studi yang dilakukan

untuk memperoleh dan mengumpulkan data yang bersifat teoritis. Dengan

kata lain, metode yang didapat dari membaca dan memhami buku-buku

referensi, pedoman (UU), catatan-catatan (diktat) perkuliahan, artikel,

majalah, dan sumber-sumber lainnya yang berhubungan dengan

permasalahan.

D. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan adalah metode analistik statistik. Untuk

mengetahui penerapan sistem self assessment terhadap optimalisasi penerimaan

pajak pada KPP Prartama Jakarta Kramat Jati, digunakan teknik analisa data

dengan rumus Chi-Kuadrat.

47

Page 64: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

1. Alasan penggunaan rumus Chi-Kuadrat, yaitu:

a. Dapat digunakan untuk menguji suatu populasi yang didasarkan pada

data sampel.

b. Merupakan teknik statistik yang dapat digunakan untuk menganalisa

data nominal. Data ini diperoleh dari hasil perhitungan bukan

pengukuran.

c. Dapat digunakan untuk menguji data frekuensi yang sesungguhnya

berdasarkan fakta dengan frekuensi yagn diharapkan atau yang

seharusnya.

d. Penguian hipotesis dengan model penggunaan rumus Chi-Kuadrat tidak

dapat scara pasti berapa besarnya, namun dapat diketahui apakah

pengaruh antara dua rangkaian frekuensi signifikan atau tidak.

2. Rumus Chi-Kuadrat

Dalam pengujian Chi-Kuadrat ada dua hal yang harus diketahui yaitu

cara menentukan frekuensi yang diharapkan dan menentukan derajat

kebebasan.

a. Cara menentukan frekuensi yang diharapkan menggunakan rumus:

Fh = Jumlah pada baris X jumlah pada kolom

Jumlah pada kolom

b. Cara menentukan derajat kebebasan (uji kontigensi) menggunakan rumus

d.b = (baris – 1) x (kolom – 1)

48

Page 65: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

c. Cara menentukan Chi-Kuadrat dapat dirumuskan sebagai berikut:

X2h = Σ (F0 – Fh)2

Fh

Dimana : X2h = Harga Chi-Kuadrat yang diperoleh atau dihitung

F0 = Frekuensi yang berdasarkan data yang ada atau fakta

Fh = Frekuensi yang diharapkan

X2h dibandingkan dengan Xα2 (tabel Chi-Kuadrat) dengan

memperhatikan taraf signifikannya.

Bila X2h > Xα2, yaitu:

Gambar 3.1

Bentuk kurva X2h > Xα2 atau tolak Ho

Terima Ho

Tolak Ho

0 Xα2 X2h

Maka tolak Ho dengan kata lain terima H1 (hipotesa alternatif).

Bila X2h < Xα2, yaitu:

Gambar 3.2

Bentuk kurva X2h < Xα2 atau terima Ho

Terima Ho

Tolak Ho

0 X2h Xα2

Maka terima Ho

49

Page 66: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

50

E. Operasional Variabel Penelitian

Variabel-variabel utama dalam penelitian ini adalah:

1. Sistem self assessment yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan

melaporkan sendiri pajak terutangnya.

2. Optimalisasi penerimaan pajak yaitu yang terbaik, yang paling

menguntungkan, dalam hal ini penerimaan pajak yang optimal

(menguntungkan bagi negara).

Didalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas atau independent

variable and variabel tergantung atau dependent variable, yaitu:

1. Variabel x (independent) = Penerapan sistem self assessment.

2. Variabel y (dependent) = Optimalisasi penerimaan PPh Pasal 25.

Untuk tujuan pengukuran variabel digunakan X sebagai representasi

pengolahan SPT dan Y sebagai representasi optimalisasi penerimaan pajak

penghasilan untuk Wajib Pajak Badan yang memiliki kewajiban pajak pada

Kantor Pelayanan Pajak. Selanjutnya, skala pengukuran yang digunakan untuk

variabel X dan Y adalah skala nominal.

Page 67: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

51 

 

BAB IV

PENEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Tentang Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta

Kramat Jati

1. Sejarah dan Perkembangan KPP Pratama Jakarta Kramat Jati

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kramat Jati semula

bernama Kantor Inspeksi Pajak Timur Dua, kemudian pada tahun 1992

dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI melalui pemecahan wilayah

kerja, berubah nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kramat Jati.

Pada tanggal 26 Juni 2007 dengan adanya pelaksanaan Sistem Administrasi

Perpajakan Modern (SAPM), KPP Jakarta Kramat Jati dipecah menjadi dua

yaitu KPP Pratama Jakarta Kramat Jati dan KPP Pratama Jakarta Pasar

Rebo, dengan saat mulai operasi tanggal 3 Oktober 2007. Perlu diketahui

dengan adanya SAPM, kantor-kantor pajak seperti KPP, Karikpa, KP PBB

telah dilebur menjadi satu sehingga berubah nama menjadi KPP Pratama,

oleh sebab itu KPP Jakarta Kramat Jati berubah nama menjadi KPP Pratama

Jakarta Kramat Jati.

KPP Pratama Jakarta Kramat Jati ini beralamat di Jalan Dewi Sartika

Nomor 189 A Jakarta Timur dengan luas kerja mencapai 30, 19 ha dan

Page 68: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

wilayah kerjanya meliputi 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Kramat Jati

dan Kecamatan Makasar, dengan jumlah kelurahan dari kedua kecamatan

tersebut sebanyak 12 kelurahan.

Wajib Pajak (WP) yang terdaftar di KPP Pratama Jakarta Kramat Jati

saat ini per 31 April 2008 berjumlah 33.436 Wajib Pajak Orang Pribadi dan

8.322 Wajib Pajak Badan dengan rencana penerimaan pajak sebesar Rp

94.236 340.520. Kegiatan usaha para Wajib Pajak yang terdaftar di KPP

Pratama Jakarta Kramat Jati sebagian besar bergerak dalam perdagangan,

hotel, restoran, tempat-tempat perbelanjaan, industri jasa pengangkutan dan

komunikasi, dan pertanian. Adapun fiskal luar negeri dialihkan

pengawasannya pada KPP Madya Jakarta Timur mulai bulan April 2007.

Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kramat Jati saat ini

adalah Ir. Kartiwa MBA dengan sumber daya manusia yang dimiliki Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kramat Jati saat ini (per 31 April 2008)

berjumlah 106 orang pegawai, dengan penggolongan sebagai berikut:

Tabel 4.1

Jumlah Karyawan Berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kramat Jati

No. Jenis Kelamin Jumlah (Orang)

1 Perempuan 41

2 Laki-laki 65

Total 106

52 

 

Page 69: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

53 

 

Tabel 4.2

Jumlah Karyawan Berdasarkan Urutan Jabatan

No. Urutan Jabatan Jumlah (Orang)

1 Eselon III (Kepala Kantor) 1

2 Eselon IV (Kepala Seksi) 10

3 Account Representative (AR) 18

4 Fungsional Pemeriksaan 7

5 Fungsional Penilai PB 1

6 Pelaksana 69

Total 106

Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kramat Jati

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kramat Jati mempunyai

tugas, antara lain:

1. Menggali potensi dan mengamankan penerimaan pajak yang ditugaskan

oleh Kantor Wilayah sebagai atasannya.

2. Memberikan pelayanan dan penyuluhan perpajakan kepada masyarakat

Wajib Pajak dalam rangka mewujudkan masyarakat yang sadar dan

peduli pajak.

Page 70: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

54 

 

2. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kramat

Jati dan Uraian Tugas.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kramat Jati dipimpin oleh

seseorang Kepala Kantor setingkat Eselon III yang membawahi 10 orang

Kepala Seksi (Kasi), 1 orang ketua kelompok pemeriksa pajak, 69 orang

tenaga pelaksana, 17 Account Representative, 7 orang tenaga fungsional

pemeriksaan dimana 1 orang ketua kelompok, 2 orang ketua tim, dan 4

orang fungsional pemeriksaan, dan 1 orang fungsional penilai PB.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kramat Jati memiliki 9 seksi

dan sub bagian umum dengan struktur organisasi dan uraian tugas-tugas

kedelapan seksi dan 1 sub bagian umum tersebut sebagai berikut:

a. Sub Bagian Umum bertugas untuk memberikan pelayanan kepada

seluruh pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kramat Jati di

bidang kepegawaian, keuangan, sarana dan prasarana dalam rangka

kelancaran pelaksanaan tugas.

b. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (Seksi PDI) bertugas mengolah dan

menyajikan data baik intern maupun ekstern kepada seluruh pegawai dan

wajib pajak yang membutuhkan.

c. Seksi Pelayanan bertugas untuk memberikan pelayanan di bidang tata

usaha perrpajakan mulai dari penerbitan NPWP, pengelolaan SPT-

Tahunan, penerbitan hasil pemeriksaan, pemberkasan/arsip dan

Page 71: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

55 

 

penghapusan NPWP serta memberikan penyuluhan kepada para Wajib

Pajak.

d. Seksi Penagihan bertugas menadministrasikan seluruh utang pajak untuk

seluruh jenis pajak untuk kemudian dilakukan penagihan baik melalui

penagihan aktif maupun persuasif kepada para Wajib Pajak yang

mempunyai tunggakan pajak dalam rangka pengamanan penerimaan

pajak.

e. Seksi Pemeriksaan bertugas dalam rangka pemeriksaan perpajakan,

diantaranya mempersiapkan berkas-berkas pemeriksaan dan

mengadministrasikan laporan hasil pemeriksaan.

f. Seksi Ekstensifikasi bertugas untuk melakukan ekstensifikasi Wajib Pajak

dalam rangka peningkatan dan pengamanan penerimaan dan juga

mempersiapkan penentuan besarnya NJOP (Nilai Jual Objek Pajak)

tahunan.

g. Pengawasan dan Konsultasi merupakan peleburan seksi PPh Orang

Pribadi, PPh Badan, Pemotongan dan Pemungutan Pajak (P2PPh) dan

seksi PPN yang memiliki tugas untuk menggali potensi dan

mengamankan penerimaan semua jenis pajak (PPh, PPN, PBB, dan

BPHTB) serta memberikan konsultasi mengenai semua aspek perpajakan

di KPP Pratama Jakarta Kramat Jati. Terdapat 4 seksi Pengawasan dan

Page 72: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

56 

 

Konsultasi (Waskon) yang pembedaan masing-masing seksi berdasarkan

batas wilayah.

Waskon I : Kelurahan Halim Perdana Kusumah, Kelurahan

Cipinang Melayu dan Kelurahan Kebon Pala

Waskon II : Kelurahan Cawang, Kelurahan kramat jati, dan

Kelurahan Makasar

Waskon III : Kelurahan Cililitan, Kelurahan Batu Ampar, dan

Kelurahan Bale Kambang.

Waskon IV : Kelurahan Dukuh, Kelurahan Pinang Ranti, dan

Kelurahan Kampung Tengah.

B. Penemuan dan Pembahasan

Di dalam penelitian ini membutuhkan beberapa data pendukung, adapun

beberapa data pendukung yang telah berhasil dikumpulkan dapat diikhtisarkan

menjadi:

1. Mengingat keterbatasan waktu yang dimiliki dalam melakukan penelitian

ini, maka diambil sampel sebanyak 30 responden (Wajib Pajak Badan

yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kramat Jati)

Page 73: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

57 

 

dengan menyebarkan kuisioner yang telah diisi oleh 30 responden Wajib

Pajak Badan yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta

Kramat Jati.

2. Dari data yang menjadi objek penelitian (sampel) dengan menyebar

kuesioner tersebut, maka dibagi menjadi dua jenis data, yaitu:

a. Penerapan sistem self assessment, berdasarkan pertanyaan di kuesioner

yaitu tentang penyampaian SPT, pengisian SPT, dan pelaporan

SPT/ketepatan waktu melaporkan SPT mewakili dari Wajib Pajak yang

melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) dan yang tidak melaporkan

Surat Pemberitahuan (SPT).

b. Optimalisasi penerimaan pajak, berdasarkan atas pertanyaan di

kuesioner yaitu tentang membayar/menyetor PPh Pasal 25 dan

ketepatan waktu dalam membayar/menyetor PPh Pasal 25 Badan serta

apakah Wajib Pajak pernah mendapatkan surat teguran pajak mewakili

dari Wajib Pajak yang menyetorkan pembayaran PPh Pasal 25 dan yang

tidak menyetorkan pembayaran PPh Pasal 25.

1. Penerapan Sistem Self Assessment

Dalam mengetahui tentang adanya pelaksanaan sistem self

assessment di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kramat Jati, dapat

diketahui dari Wajib Pajak yang menyampaikan SPT dan yang tidak

menyampaikan SPT. Dari penerapan sistem tersebut Wajib Pajak yang

Page 74: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

58 

 

menyampaikan SPT dan yang tidak menyampaikan SPT mempunyai nilai

skor sebagai berikut:

Tabel 4.3

Nilai Skor Penerapan Sistem Self Assessment

Sistem Self Assessment Skor Nilai

Wajib Pajak menyampaikan SPT 2

Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT 1

Berdasarkan nilai skor penerapan sistem self assessment pada

tabel 4.3 maka hasil dari Penerapan sistem self assessment adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.4

Skor Hasil Penerapan Sistem Self Assessment.

Wajib Pajak

Tahun 2003

Tahun 2004

Tahun 2005

Tahun 2006

Tahun 2007

Jumlah

A. 1 1 1 1 1 5

B. 2 2 2 2 2 10

C. 1 1 1 1 2 6

D. 1 1 1 1 1 5

E. 2 2 2 2 2 10

F. 1 2 2 2 2 9

G. 2 2 2 2 2 10

H. 1 1 1 1 1 5

I. 1 1 1 1 1 5

Page 75: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

59 

 

J. 2 2 2 2 2 10

K. 1 2 2 2 2 9

L. 2 2 2 2 2 10

M. 1 1 1 2 1 6

N. 2 2 2 2 2 10

O. 1 1 2 1 1 6

P. 1 2 2 2 2 9

Q. 1 2 2 2 2 9

R. 1 1 1 1 1 5

S. 1 2 2 2 2 9

T. 1 1 2 2 2 8

U. 1 1 1 1 1 5

V. 1 2 2 2 2 9

W. 1 1 1 1 1 5

X. 1 1 1 1 1 5

Y. 1 1 1 1 2 6

Z. 1 2 2 2 2 9

AA. 1 1 1 1 1 5

AB. 2 1 2 2 2 9

AC. 1 1 1 1 1 5

AD. 2 2 2 2 2 10

Sumber: Data yang diolah penulis dari KPP Pratama Jakarta Kramat Jati.

Page 76: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

60 

 

Berdasarkan perhitungan data pada tabel 4.4 penerapan sistem self

assessment tersebut sebagai variabel (X) memperlihatkan skor nilai

observasi tertingi sebesar 10 dan skor nilai terendah sebesar 5. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini:

Tabel 4.5

Distribusi Frekuensi Penerapan Sistem Self Assessment.

Penerapan sistem self Assessment Frekuensi

5 10

6 4

8 1

9 8

10 7

Jumlah 30

Sumber: Hasil Olahan Data

Setelah itu, kemudian dibentuk 2 klasifikasi sistem self assessment

aktif dan pasif.

a. Skor nilai 5-7, dikategorikan penerapan sistem self assessment pasif

b. Skor nilai 8-10, dikategorikan penerapan sistem self assessment aktif.

Berdasarkan data yang diperoleh dari 30 Wajib Pajak Badan yang

dijadikan sampel tersebut, didapat 16 Wajib Pajak Badan, yang berarti

53,3% dikategorikan menerapkan sistem self assessment secara aktif dan

juga berarti Wajib Pajak Badan tersebut menyampaikan atau melaporkan

Page 77: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

61 

 

SPT ke KPP Pratama Jakarta kramat jati secara aktif. Kemudian 14 Wajib

Pajak Badan, yang berarti 46,7% lainnya menerapkan sistem self

assessment secara pasif. Ini berarti Wajib Pajak Badan tersebut tidak

menyampaikan atau melaporkan SPT ke KPP Pratama Jakarta Kramat Jati.

Untuk lebih jelas dapat terlihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.6

Daftar Jumlah Sampel Untuk Penerapan Sistem Self Assessment.

No Kategori Jumlah Sampel Prosentase

1 Aktif 16 53.3%

2 Pasif 14 46.7%

Jumlah 30 100%

Sumber: Hasil Olahan Data

2. Optimalisasi Penerimaan Pajak

Optimalisasi penerimaan pajak dapat diketahui dari Jumlah Wajib

Pajak Badan yang menyetorkan pembayaran PPh Pasal 25 dan yang tidak

menyetorkan pembayaran PPh Pasal 25. Dan juga dari rencana dan

realisasi penerimaan Pajak Penghasilan Badan. Untuk Wajib Pajak Badan

yang menyetorkan pembayaran PPh Pasal 25 dan yang tidak menyetorkan

pembayaran PPh Pasal 25 juga menggunakan skor penilaian sebagai

berikut:

Page 78: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

62 

 

Tabel 4.7

Nilai Skor Optimalisasi Penerimaan Pajak.

Optimalisasi Penerimaan Pajak Skor nilai

Wajib Pajak menyetorkan pembayaran PPh Pasal 25.

2

Wajib Pajak tidak menyetorkan pembayaran PPh Pasal 25.

1

Berdasarkan nilai skor optimalisasi penerimaan pajak pada tabel

4.7, maka hasil tentang optimalisasi penerimaan pajak adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.8

Skor Hasil Optimalisasi Penerimaan Pajak

Wajib pajak

Tahun 2003

Tahun 2004

Tahun 2005

Tahun 2006

Tahun 2007

Jumlah

A. 1 1 1 1 1 5

B. 2 2 2 2 2 10

C. 1 1 1 1 2 6

D. 1 1 1 1 1 5

E. 2 2 2 2 2 10

F. 1 2 2 2 2 9

G. 2 2 2 2 2 10

H. 1 1 1 1 1 5

I. 1 1 1 1 1 5

J. 2 2 2 2 2 10

K. 1 2 2 2 2 9

Page 79: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

63 

 

L. 2 2 2 2 2 10

M. 1 1 1 2 1 6

N. 2 2 2 2 2 10

O. 1 1 2 1 1 6

P. 1 2 2 2 2 9

Q. 1 2 2 2 2 9

R. 1 1 1 1 1 5

S. 1 2 2 2 2 9

T. 1 1 2 2 2 8

U. 1 1 1 1 1 5

V. 1 2 2 2 2 9

W. 1 1 1 1 1 5

X. 1 1 1 1 1 5

Y. 1 1 1 1 2 6

Z. 1 2 2 2 2 9

AA. 1 1 1 1 1 5

AB. 2 1 2 2 2 9

AC. 1 1 1 1 1 5

AD. 2 2 2 2 2 10

Sumber: Data yang diolah penulis dari KPP Pratama Jakarta Kramat Jati.

Berdasarkan perhitngan pada tabel 4.8, optimalisasi penerimaan

pajak sebagai variabel (Y), mempelihatkan skor nilai terendah sebesar 5

dan skor nilai observasi tertinggi sebesar 10. Seperti terlihat pada tabel

dibawah ini:

Page 80: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

64 

 

Tabel 4.9

Distribusi Frekuensi Optimalisasi Penerimaan Pajak.

Optimalisasi Penerimaan Pajak Frekuensi

5 10

6 4

8 1

9 8

10 7

Jumlah 30

Sumber: Hasil Olahan Data

Kemudian dibentuk 2 klasifikasi optimalisasi penerimaan pajak

sebagai berikut:

a. skor nilai 5-7, dikategorikan optimalisasi penerimaan pajak rendah.

b. Skor nilai 8-10, dikategorikan optimalisasi penerimaan pajak tinggi.

Berdasarkan data yang diperoleh dari 30 Wajib Pajak Badan yang

dijadikan sampel tersebut, didapat 16 Wajib Pajak Badan yang berarti

53,3% dikategorikan menghasilkan optimalisasi penerimaan pajak tinggi

yang juga berarti Wajib Pajak Badan tersebut menyetorkan pembayaran

PPh Pasal 25 ke Kantor Pelayananan Pajak Pratama Jakarta Kramat Jati.

Kemudian 14 Wajib Pajak Badan yang berarti 46,7% lainnya

menghasilkan optimalisasi penerimaan pajak rendah, ini berarti Wajib

Page 81: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

65 

 

Pajak Badan tersebut tidak menyetorkan pembayaran pajak ke Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kramat Jati. Untuk lebih jelas dapat

terlihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.10

Daftar Jumlah Sampel Untuk Optimalisasi Penerimaan Pajak.

No Kategori Jumlah Sampel Prosentase

1 Tinggi 16 53.3%

2 Rendah 14 46.7%

Jumlah 30 100%

Sumber: Hasil Olahan Data

Berikut ini rencana dan realisasi penerimaan Pajak Penghasilan

Pasal 25 pada tahun 2004, 2005, 2006 dan 2007.

Tabel 4.11

Rencana dan Realisasi Penerimaan PPh Pasal 25 Untuk Wajib Pajak Badan KPP Pratama Jakarta Kramat Jati

Tahun rencana Realisasi

2004 1.353.336.021.149 1.624.573.314.560

2005 1.643.059.900.000 1.868.491.880.000

2006 1.934.898.540.256 2.135.674.789.250

2007* 2.209.071.850.000 2.220.547.321.543

Sumber: KPP Prtama Jakarta Kramat Jati

*Oktober 2007

Page 82: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

66 

 

Berdasarkan tabel 4.11, untuk rencana penerimaan PPh Pasal 25

tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 dapat tercapai, bahkan dapat

melampaui dari target penerimaannya. Hal ini dapat terjadi karena banyak

Wajib Pajak yang mengalami perubahan keadaan usaha. Dilihat dari

realisasi pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 penerimaan PPh

Pasal 25 dikatakan sudah optimal karena mengalami peningkatan 100%.

Hubungan antara pnerapan sistem self assessment dengan

optimalisasi penerimaan pajak dapat diketahui dengan menunjukkan

jumlah sampel Wajib Pajak Badan yang berpartisipasi aktif dan pasif

dalam pelaksanaan sistem self Assessment, terhadap tinggi dan rendahnya

dalam tingkat optimalisasi penerimaan pajak. Untuk lebih jelasnya

dilakukan perhitungan frekuensi observasi yang terlihat pada tabel

dibawah ini:

Tabel 4.12

Frekuensi Observasi Antara Penerapan Sistem Self Assessment Terhadap Optimalisasi Penerimaan Pajak.

Optimalisasi Penerimaan

Pajak

Penerapan Sistem Self Assessment

Aktif Pasif Jumlah

Tinggi 14 2 16

Rendah 2 12 14

Jumlah 16 14 30

Sumber: Hasil Olahan Data

Page 83: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

67 

 

Berdasarkan data yang telah tersusun dalam tabel 4.12, dapat

diketahui bahwa dari 30 Wajib Pajak Badan yang menjadi sampel, ternyata

ada 16 Wajib Pajak Badan yang menerapkan sistem self assessment secara

aktif ternyata terdapat 14 Wajib Pajak yang menghasilkan optimalisasi

penerimaan pajak yang tinggi dan 2 Wajib Pajak Badan yang

menghasilkan optimalisasi penerimaan pajak rendah. Dari 14 Wajib Pajak

Badan yang menerapkan sistem self assessment secara pasif ternyata ada 2

Wajib Pajak Badan yang menghasilkan optimalisasi pajak yang tinggi dan

12 Wajib Pajak Badan yang menghasilkan optimalisasi pajak yang rendah.

3. Penerapan Sistem Self Assessment dan Optimalisasi Penerimaan

Pajak.

Setelah frekuensi observasi diketahui, kemudian dilakukan

perhitungan frekuensi harapan sebagai berikut:

Rumus = Bni x Kni

n

1. fh1 = 16 x 16 = 8,53 dibulatkan menjadi 9

30

2. fh2 = 16 x 14 = 7,46 dibulatkan menjadi 7

30

3. fh3 = 14 x 16 = 7,46 dibulatkan menjadi 7

30

4. fh4 = 14 x 14 = 6,53 dibulatkan menjadi 7

30

Page 84: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

68 

 

Berdasarkan hasil perhitungan frekuensi harapan, diketahui

terdapat 9 Wajib Pajak Badan yang menerapkan sistem self assessment

secara aktif dan optimalisasi penerimaan pajak tinggi. Serta 7 Wajib Pajak

Badan yang menerapkan sistem self assessment secara pasif dan

optimalisasi penerimaan pajak tinggi. Kemudian terdapat 7 Wajib Pajak

Badan yang menerapkan sistem self assessment secara aktif dan

optimalisasi penerimaan pajak rendah. Dan 7 Wajib Pajak Badan yang

menerapkan sistem self assessment secara pasif dan optimalisasi

penerimaan pajak rendah.

Untuk memperjelas data tersebut, dibuat tabel distribusi frekuensi

harapan (fe) sebagai berikut:

Tabel 4.13

Distribusi Frekuensi Yang Sebenarnya (f0) dan Frekuensi Harapan (fh) Penerapan sistem Self Assessment dan Optimalisasi Penerimaan Pajak.

Optimalisasi Penerimaan

Pajak

Penerapan Sistem Self Assessment

Aktif pasif Jumlah

Tinggi 14

9

2

7

16

Rendah 2

7

12

7

14

Jumlah 16 14 30

Sumber: Hasil Olahan Data

Page 85: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

69 

 

C. Pengujian Hipotesis

Besar atau kecilnya hubungan penerapan sistem self assessment dengan

optimalisasi penerimaan pajak pada KPP Pratama Jakarta Kramat Jati dapat

diketahui dengan menggunakan uji Chi-Kuadrat guna memperoleh harga X2

observasi.

Tabel 4.14

Perhitungan Chi-Kuadrat

Sel Fo Fh Fo-Fh (Fo-Fh)2 (Fo-Fh)2

Fh

1. 14 9 5 25 2.77

2. 2 7 -5 25 3.57

3. 2 7 -5 25 3.57

4. 12 7 5 25 3.57

Jumlah 13.48

Sumber: Hasil Olahan Data

Atau : X2h = ∑(Fo-Fh)2

Fh

= (14-9)2 + (2-7)2 + (2-7)2 + (12-7)2

9 7 7 7

= 25 + 25 + 25 + 25

9 7 7 7

= 25 + 25 + 25 + 25

= 13.48

Page 86: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

Dengan derajat kebebasan (d.b) = (B-1) (K-1)

= (3-1) (3-1)

= 2 x 2

= 4

Berdasarkan dengan derajat kebebasan (d.b) = 4, maka selanjutnya kita

melihat tabel Chi-Kuadrat. Ternyata untuk harga Chi-Kuadrat tabel (Xα2) dengan

taraf signifikan atau derajat kesalahan 5% = 9,4888. Sedangkan harga Chi-

Kuadrat yang diperoleh atau dihitung (Xh2) adalah 13,48 maka Xh

2 > Xα2, yaitu

13,48 > 9,488. Apabila dari data-data yang telah diketahui di atas dituangkan

kedalam bentuk kurva, maka akan terjadi sebagai berikut:

Gambar 4.1

Kurva hasil pengolahan data dimana Xh2 > Xα

2

Terima Ho

Tolak Ho

0 Xα2 X2

h

= 9,4888 =13,48

70 

 

Page 87: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

71 

 

Berdasarkan gambar 4.1, maka (Ho) yang berarti tolak untuk hipotesa yang

berbunyi “Tidak ada pengaruh yang signifikan antara penerapan sistem self

assessment terhadap optimalisasi pajak penghasilan“. Dan berarti (H1) diterima

yang berbunyi “Ada pengaruh yang signifikan antara penerapan sistem self

assessment terhadap optimalisasi pajak penghasilan.“

Jadi dapat diketahui bahwa penerapan sistem self assessment sangat

berpengaruh terhadap optimalisasi penerimaan pajak (dalam hal ini PPh Pasal 25

Wajib Pajak Badan), baik dilihat dari Wajib Pajak yang melaporkan Surat

Pemberitahuan Tahunan (SPT) dalam hal penerapan sistem self assessment,

maupun dari Wajib Pajak dalam penyetoran pembayaran PPh Pasal 25 dalam hal

optimalisasi penerimaan pajak.

Page 88: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

72 

 

BAB V

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan.

Setelah penulis melakukan pembahasan-pembahasan dari hasil penelitian

yang diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kramat Jati,

sehubungan dengan pengaruh penerapan sistem self assessment terhadap

optimalisasi penerimaan pajak penghasilan Pasal 25 Wajib Pajak Badan. Dan juga

berdasarkan analisa statistik dari data yang diperoleh.

Dari hasil penelitian ini penulis akhirnya mengambil kesimpulan bahwa

ditinjau dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Chi-Kuadrat, maka

dapat diketahui ada pengaruh yang signifikan antara penerapan sistem self

assessment terhadap optimalisasi penerimaan pajak (dalam hal ini PPh Pasal 25

untuk Wajib Pajak Badan) pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kramat

Jati. Pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2007, karena Xh2 > Xα

2 dengan taraf

signifikan atau derajat kesalahan 5% = 9,488 yaitu 13,48 > 9,488. Dengan

demikian hipotesa yang menyatakan bahwa “Ada pengaruh yang signifikan antara

penerapan sistem self assessment terhadap optimalisasi penerimaan pajak

penghasilan Pasal 25 Wajib Pajak Badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Jakarta Kramat Jati” terbukti kebenerannya, berdasarkan data yang diperoleh dari

30 Wajib Pajak Badan yang terdaftar dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007

yang dijadikan sampel, terdapat 16 Wajib Pajak Badan (53,3%) dikategorikan

Page 89: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

73 

 

menerapkan sistem self assessment secara aktif kemudian 14 Wajib Pajak Badan

(46,7%) lainnya menerapkan sistem self assessment secara pasif. Dan optimalisasi

penerimaan pajak, dari hasil data yang diperoleh dari 30 Wajib Pajak Badan yang

terdaftar dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 yang dijadikan sampel.

Diketahui bahwa Wajib Pajak Badan yang menghasilkan optimalisasi penerimaan

pajak tinggi sebanyak 16 Wajib Pajak Badan (53,3%). Kemudian diketahui

sebanyak 14 Wajib Pajak Badan yang menghasilkan optimalisasi penerimaan

pajak rendah. Maka dapat disimpulkan bahwa penerapan sistem self assessment

dapat menentukan optimalisasi penerimaan pajak.

Penerapan sistem self assessment pada KPP Pratama Jakarta Kramat Jati

sudah cukup baik namun masih ada kelemahan-kelemahan. Hal ini dapat dilihat

dari hasil penyebaran kuesioner pada saat penyampaian SPT hingga pembayaran

PPh Pasal 25. Ini terjadi karena masih rendahnya pemahaman dan pengetahuan

Wajib Pajak akan peraturan perpajakan sehingga kesadaran Wajib Pajak akan

kewajibannya masih sangat rendah. Adanya penerapan sistem self assessment ini

mengharapkan wajib pajak dengan kesadaran sendiri dapat memenuhi

kewajibannya dengan benar, sehingga aparatur pajak hanya bersifat mengawasi

dan membimbing. Apabila kepercayaan yang diberikan disalahgunakan oleh

Wajib Pajak maka UU perpajakan memberikan sanksi sesuai dengan UU

perpajakan yang berlaku.

Page 90: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

74 

 

B. Implikasi

Implikasi dari pengaruh penerapan sistem Self Assessment terhadap

optimalisasi penerimaan (dalam hal ini pajak penghasilan Pasal 25 untuk Wajib

Pajak Badan) pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kramat Jati adalah

sebagai berikut:

1. Dengan diterapkannya sistem self assessment ini Wajib Pajak diharuskan

aktif untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan

besarnya pajak yang terutang.

2. Akibat dari diberlakukannya sistem self assessment penerimaan pajak dari

tahun 2003 sampai dengan tahun 2007, di Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Jakarta Kramat Jati mengalami peningkatan dari tahun ke

tahunnya.

3. Penerapan sistem Self Assessment terhadap optimalisai penerimaan

(dalam hal ini pajak penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak Badan) pada

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kramat Jati, mempunyai

pengaruh yang signifikan di tinjau dari hasil perhitungan dengan

menggunakan rumus Chi-Kuadrat.

Page 91: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

75 

 

4. Dengan diberlakukannya sistem self assessment tersebut tidak berarti

bahwa peranan fiskus dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Jakarta Kramat Jati sudah tidak diperlukan, melainkan masih diperlukan

mengingat masih banyak administrasi perpajakan yang tidak mungkin

dilakukan oleh Wajib Pajak.

Page 92: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

76 

 

DARTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, “Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek”, Edisi Revisi V, Rieneka Cipta, Jakarta, 2003.

Brotodiharjo, Santoso, “Pengantar Ilmu Hukum Pajak”, Refika Aditama, Bandung, 2000.

Budileksama, Antariksa, “Pemeriksaan Pajak Sebagai Upaya Untuk Mendorong Kepatuhan Pajak”, Jurnal Akuntansi dan Investasi Vol. 2 Nomor 1, Universitas Trisakti, Jakarta, 2001.

Burton, Richard dan Wirawan B. Ilyas, “Hukum Pajak”, Edisi 1, Salemba Empat, 2001.

Gunadi, “Perpajakan”, Lembaga Penerbit FEUI, Edisi Revisi, Jakrta, 2001.

Hutagaol, John, “Self Assessment : Implementasi dan Kendalanya”, Jurnal Perpajakan Indonesia, Volume 4, Nomor 4, LIPI, Jakarta, 2005.

Mardiasmo, “Perpajakan”, Edisi Revisi Tahun 2002, PT Andi Offset, Yogyakarta, 2002.

Resmi, Siti, “Perpajakan : Teori dan Kasus”, Salemba Empat, Jakarta, 2003.

Sarwoko, “Statistik Inferensi untuk ekonomi dan bisnis”, Penerbit Andi, 2007.

Subiakto, Haryono, “Seri Diktat Kuliah Statistik 2”, Penerbit Gunadarma, 2000.

Suhartono, Rudi dan Wirawan B. Ilyas, “Panduan Komprehensif dan praktis pajak penghasilan”, Lembaga Penerbit FEUI, 2007.

Sunarni, “Pelaksanaan Pengawasan Pembayaran Pajak PPh Pasal 25 Badan Dalam Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak di KPP Kebayoran Lama”, Skripsi Sekolah Tinggi Ilmu Perpajakan Indonesia, Jakarta, 2005.

Wahyuningsih, Lea Endang, “Keefektifan Pengawasan Pembayaran PPh Pasal 25 dan Pengaruhnya Terhadap Optimalisasi Penerimaan Pajak (KPP Keayoran Lama)”, Skripsi Sekolah Tinggi Perpajakan Indonesia, Jakarta, 2005.

Page 93: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

77 

 

Waluyo, “Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk tahun 2004”, Jurnal Perpajakan Indonesia, Volume 3, Nomor 8, LIPI, Jakarta, 2005.

Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, “Perpajakan Indonesia”, Salemba Empat, Jakarta, 2003

Page 94: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

Lampiran 1: Struktur organisasi KPP Pratama Jakarta Kramat Jati

78 

 

Page 95: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

79 

 

Lampiran 2: Rencana Dan Realisasi Penerimaan PPh Pasal 25 Untuk Wajib Pajak Badan KPP Pratama Jakarta Kramat Jati

Tahun rencana Realisasi

2003 1.087.876.800.000 1.122.635.353.215

2004 1.353.336.021.149 1.624.573.314.560

2005 1.643.059.900.000 1.868.491.880.000

2006 1.934.898.540.256 2.135.674.789.250

2007* 2.209.071.850.000 2.220.547.321.543

Sumber: KPP Prtama Jakarta Kramat Jati

* Sampai dengan Oktober 2007

Page 96: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

80 

 

Lampiran 3: 30 Sampel Wajib Pajak PPh Badan Dalam Penyampaian/Pelaporan SPT

Wajib Pajak

Tahun 2003

Tahun 2004

Tahun 2005

Tahun 2006

Tahun 2007

A. 1 1 1 1 1

B. 2 2 2 2 2

C. 1 1 1 1 2

D. 1 1 1 1 1

E. 2 2 2 2 2

F. 1 2 2 2 2

G. 2 2 2 2 2

H. 1 1 1 1 1

I. 1 1 1 1 1

J. 2 2 2 2 2

K. 1 2 2 2 2

L. 2 2 2 2 2

M. 1 1 1 2 1

N. 2 2 2 2 2

O. 1 1 2 1 1

P. 1 2 2 2 2

Q. 1 2 2 2 2

R. 1 1 1 1 1

S. 1 2 2 2 2

T. 1 1 2 2 2

U. 1 1 1 1 1

V. 1 2 2 2 2

Page 97: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

81 

 

W. 1 1 1 1 1

X. 1 1 1 1 1

Y. 1 1 1 1 2

Z. 1 2 2 2 2

AA. 1 1 1 1 1

AB. 2 1 2 2 2

AC. 1 1 1 1 1

AD. 2 2 2 2 2

Sumber: Data yang diolah penulis dari KPP Pratama Jakarta Kramat Jati.

Keterangan Angka:

1. Angka 2 (Dua) yang berarti Menyampaikan atau Melaporkan SPT.

2. Angka 1 (Satu) yang berarti Tidak Menyampaikan atau Tidak Melaporkan SPT.

Page 98: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

82 

 

Lampiran 4: 30 Sampel Wajib Pajak PPh Badan Dalam Penyetoran/Pembayaran PPh Pasal 25

Wajib Pajak

Tahun 2003

Tahun 2004

Tahun 2005

Tahun 2006

Tahun 2007

A. 1 1 1 1 1

B. 2 2 2 2 2

C. 1 1 1 1 2

D. 1 1 1 1 1

E. 2 2 2 2 2

F. 1 2 2 2 2

G. 2 2 2 2 2

H. 1 1 1 1 1

I. 1 1 1 1 1

J. 2 2 2 2 2

K. 1 2 2 2 2

L. 2 2 2 2 2

M. 1 1 1 2 1

N. 2 2 2 2 2

O. 1 1 2 1 1

P. 1 2 2 2 2

Q. 1 2 2 2 2

R. 1 1 1 1 1

S. 1 2 2 2 2

T. 1 1 2 2 2

U. 1 1 1 1 1

V. 1 2 2 2 2

Page 99: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

83 

 

W. 1 1 1 1 1

X. 1 1 1 1 1

Y. 1 1 1 1 2

Z. 1 2 2 2 2

AA. 1 1 1 1 1

AB. 2 1 2 2 2

AC. 1 1 1 1 1

AD. 2 2 2 2 2

Sumber: Data yang diolah penulis dari KPP Pratama Jakarta Kramat Jati.

Keterangan:

1. Angka 2 (Dua) yang berarti Menyetorkan atau Membayar PPh Pasal 25.

2. Angka 1 (Satu) yang berarti Tidak Menyetorkan atau Tidak Membayar PPh Pasal 25.

Page 100: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

84 

 

Lampiran 5: Tabel Chi-Kuadrat

d.b 50% 30% 20% 10% 5% 1%

1 0,455 1,074 1,642 2,706 3,848 6,635

2 1,386 2,408 3,665 3,605 5,991 9,210

3 2,366 3,665 4,642 6,251 7,815 11,341

4 3,357 4,878 5,989 7,770 9,488 13,227

5 4,351 6,064 7,289 9,230 10,070 15,086

6 5,348 7,231 8,558 10,645 12,592 16,812

7 6,345 8,383 9,803 12,017 14,017 18,175

8 7,344 9,524 11,030 13,362 15,507 20,090

9 8,343 10,656 12,242 14,648 16,919 21,666

10 9,342 11,781 13,442 15,987 18,307 23,206

11 10,341 12,889 14,631 17,275 19,675 24,725

12 11,340 14,011 15,812 18,549 21,026 26,217

13 12,340 15,119 16,986 19,842 22,362 27,688

14 13,339 16,222 18,151 21,064 23,685 29,141

15 14,339 17,322 19,311 22,307 24,996 30,578

16 15,338 18,418 20,468 23,542 26,296 32,000

17 16,338 19,511 21,615 24,769 27,587 33,409

18 17,338 20,601 22,760 25,989 28,869 34,805

19 18,338 21,689 23,900 27,204 30,144 36,191

20 19,337 22,775 25,038 28,412 31,410 37,566

21 20,337 23,858 26,171 29,615 32,671 38,932

22 21,337 24,939 27,301 30,813 33,924 40,289

Page 101: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

85 

 

23 22,337 26,018 28,429 32,117 35,172 41,638

24 23,337 27,096 29,553 33,191 36,416 42,980

25 24,337 28,172 30,675 34,382 37,652 44,314

26 25,336 29,246 31,795 35,563 38,882 45,624

27 26,336 30,319 32,912 36,741 40,113 46,963

28 27,336 31,391 34,027 37,916 41,337 48,278

29 28,336 32,461 35,139 39,087 42,557 49,588

30 29,336 33,530 36,250 40,256 43,773 50,892

Page 102: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

86 

 

Lampiran 6: Daftar Kuesioner 1) Pengantar

Saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner berikut yang berkaitan dengan penelitian mengenai “Pengaruh Penerapan Sistem Self Assessment Terhadap Optimalisasi Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Wajib Pajak Badan (Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak X)”. Keberhasilan penelitian ini sangat tergantung pada partisipasi Bapak/Ibu dalam menjawab pertanyaan. Oleh karena itu, atas partisipasi Bapak/Ibu menjadi responden dalam penelitian ini. Atas semua kerjasamanya saya ucapkan terima kasih yang setingi-tingginya.

Hasil penelitian ini akan dijadikan karya tulis dalam bentuk skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana.

2) Petunjuk Penggunaan Kuesioner. Bapak/Ibu dimohon untuk menjawab atas dasar kuesioner yang tersedia

sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Jawaban yang Bapak/Ibu berikan tidak akan mengurangi ataupun menambah penilaian terhadap perusahaan. Bapak/Ibu dimohon untuk memberikan tanda (√) pada kolom yang telah disediakan.

Penulis

Ilham Teruna Bakti

Mengetahui

Dosen Pembimbing Dosen Pembimbing

Prof.Dr.Abdul Hamid, MS Afif Sulfa, SE, MSi, Ak. NIP : 131.474.891

Page 103: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

87 

 

Nama Perusahaan :…………………………………………………………………

NPWP :……………………………………………………………………………..

Alamat Perusahaan :………………………………………………………………..

Variabel pelaksanaan sistem self assessment pada pajak penghasilan pasal 25 wajib pajak badan dan optimalisasi penerimaan pajak.

Bapak/Ibu dimohon untuk memberikan tanda (√) pada kolom jawaban yang telah disediakan. No Pertanyaan Tahun Jawaban keterangan

Ya Tdk

1 Penyampaian SPT (Surat Pemberitahuan)

Apakah Bapak/Ibu melakukan penyampaian sendiri atas SPT?

2007

2006

2005

2004

2003

2 Pengisian SPT

Apakah Bapak/Ibu melakukan pengisian sendiri atas SPT?

2007

2006

2005

2004

2003

3 Pembayaran Pajak

Apakah Bapak/Ibu selalu menyetorkan/membayar PPh Pasal 25?

2007

2006

2005

2004

2003

4 Apakah membayar dengan tepat waktu? 2007

Page 104: PENGARUH PENERAPAN SISTEM SELF ASSESSMENT

88 

 

Jika tidak, kendala-kendala apa saja yang biasanya terjadi (mohon ditulis pada kolom keterangan).

2006

2005

2004

2003

5 Penyampaian laporan pembayaran pajak

Apakah Bapak/Ibu selalu melaporkan pembayaran pajak yang telah dilaksanakan?

2007

2006

2005

2004

2003

6 Apakah melaporkan pembayaran pajak dengan tepat waktu?

2007

2006

2005

2004

2003

7 Apakah Bapak/Ibu pernah mendapat Surat Teguran Pajak?

2007

2006

2005

2004

2003