PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP ANAK … · anak yang diberi vitamin C dan kelompok kontrol...
Transcript of PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP ANAK … · anak yang diberi vitamin C dan kelompok kontrol...
i
PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP ANAK YANG
MENGALAMI GINGIVITIS ERUPSI PADA SISWA KELAS I-VI SDIT
AR-RAHMAH
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran
Gigi
OLEH:
SHINTA C. ANDRIES
J111 13 312
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
ii
PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP ANAK YANG
MENGALAMI GINGIVITIS ERUPSI PADA SISWA KELAS I-VI SDIT
AR-RAHMAH
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin Untuk Melengkapi Salah Satu
Syarat Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
SHINTA C. ANDRIES
J111 13 312
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
iii
iv
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan mahasiswa yang tercantum dibawah ini:
Nama : Shinta C. Andries
NIM : J111 13 312
Judul Skripsi : “Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Anak yang
Mengalami Gingivitis Erupsi pada Siswa Kelas I-VI
SDIT Ar-Rahmah”
Menyatakan bahwa judul skripsi yang diajukan adalah judul yang baru dan tidak
terdapat di Perpustakaan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.
Makassar, 17 November 2016
Staf Perpustakaan FKG UNHAS
Amiruddin, S. Sos
NIP. 19661121 199201 1 001
v
ABSTRAK
Latar belakang: Penyakit periodontal pada anak-anak dan remaja umum terjadi.
Penuakir periodontal yang sebagian besar terjadi pada anak-anak dan remaja
merupakan peradangan pada jaringan gingiva. Inflamasi pada jaringan gingiva
disebut gingivitis. Gingivitis yang berhubungan dengan erupsi gigi sering terjadi.
Gingivitis ini dapat diakibatkan oleh risiko tinggi akumulasi plak pada daerah gigi
sulung yang keluar dan gigi permanen yang sedang erupsi, karena oral hygiene
mungkin sulit atau tidak nyaman dilakukan. Nutrisi yang berasal dari makanan
berperan sebagai antioksidan, koenzim dalam pembentukan energi dan proses
metabolisme, dan komponen struktur jaringan yang menjaga sistem pada tubuh
berfungsi dengan tepat dan menjaga kesehatan secara umum, termasuk kesehatan
rongga mulut. Asam askorbat atau yang disebut juga vitamin C memainkan
beberapa peran metabolik yang menjadikan zat ini penting untuk memelihara
integritas jaringan ikat. Vitamin ini juga bertindak sebagai antioksidan intraseluler
untuk melindungi DNA dari kerusakan oksidatif. Bahan dan metode: Jenis
penelitian ini adalah penelitian ekperimental dengan desain pretest-posttest with
control group dengan teknik purposive sampling. Pemeriksaan untuk mendapatkan
anak yang mengalami gingivitis erupsi dilakukan pada seluruh siswa kelas I-VI
SDIT Ar-Rahmah dan diperoleh 30 orang anak yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Sampel yang diperoleh dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok
anak yang diberi vitamin C dan kelompok kontrol yang tidak diberi vitamin C.
Peradangan gingiva diukur menggunakan gingival index pada periode waktu
sebelum pemberian vitamin C, satu minggu, dan dua minggu setelah pemberian
vitamin C. Pengukuran dilakukan baik pada kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol. Uji statistik yang digunakan adalah uji Repeated ANOVA. Hasil: Hasil uji
Repeated ANOVA menunjukkan perbedaan yang signifikan nilai rata-rata gingival
index antara kelompok yang diberi vitamin C dan kelompok kontrol (p < 0,05).
Kesimpulan: Terdapat pengaruh pemberian vitamin C terhadap anak yang
mengalami gingivitis erupsi.
Kata kunci: gingivitis erupsi, vitamin C, gingival index
vi
ABSTRACT
Background: Periodontal disease in children and adolescents is common.
Periodontal disease mostly occurs in children and adolescents is an inflammation
of the gingival tissues. Inflammation of the gingival tissue is called gingivitis.
Gingivitis associated with tooth eruption occurs frequently. Gingivitis can be
caused by the accumulation of plaque in the high risk area of shedding primary teeth
and erupted permanent teeth, because oral hygiene may be difficult or
uncomfortable to do. Nutrients derived from food acts as an antioxidant, coenzyme
in energy production and metabolic processes, and components that keep the tissue
structure of the body systems function properly and maintain general health,
including oral health. Ascorbic acid also called vitamin C, played several metabolic
roles that make these substances essential for maintaining the integrity of
connective tissue. This vitamin also acts as an intracellular antioxidant to protect
DNA from oxidative damage. Materials and methods: The study is an
experimental study with pretest-posttest design with control group by using
purposive sampling. Examination to obtain children with gingivitis eruption
performed on all students in the class I-VI SDIT Ar-Rahmah and obtained 30
children who meet the inclusion and exclusion criteria. The samples obtained were
divided into two groups, the children who were given vitamin C and a control group
who were not given vitamin C. Gingival inflammation was measured using gingival
index in the period of time prior to administration of vitamin C, one week and two
weeks after administration of vitamin C. Measurement performed both in the
treatment group and the control group. The statistical test used was ANOVA
Repeated. Results: Repeated ANOVA test results showed significant difference of
gingival index mean value between the group given vitamin C and control group (p
<0.05). Conclusion: There is effect of vitamin C to children with gingivitis
eruption.
Keywords: eruption gingivitis, vitamin C, gingival index
vii
KATA PENGANTAR
Segala ungkapan puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa, sebab oleh berkat rahmat dan bimbingan-Nya, penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Anak yang
Mengalami Gingivitis Erupsi pada Siswa Kelas I-VI SDIT Ar-Rahmah” ini dapat
selesai dan sekaligus merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata satu di
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan,
bantuan, semangat, doa, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini, penulis ingin menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Kedua orang tua yang tercinta, Maryana Chitra dan Hengky Andries, serta
saudara-saudara penulis, Evan Andries dan Cindy Ivana Andries yang telah
memberikan doa, dukungan, semangat, dan pengertia yang sangat besar dalam
proses pembuatan skripsi ini.
2. Dr. drg. Bahruddin Thalib, M.Kes, Sp.Pros sebagai Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin yang telah memberikan kepercayaan
dan atas bantuannya selama penulis menimba ilmu di Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Hasanuddin.
3. Dr. drg. Marhamah, M.Kes sebagai dosen pembimbing yang telah
mendampingi, membimbing, mengarahkan, memberi nasehat serta perhatian,
dan bantuan yang sangat banyak kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
viii
4. drg., Nurhayaty Natsir, Ph.D., Sp. KG sebagai penasehat akademik atas
bimbingan, perhatian, nasehat, dan dukungan bagi penulis selama perkuliahan.
5. Teman-teman terdekatku dalam menjalani proses perkuliahan, mulai dari awal
kita bersama-sama memulai studi di FKG hingga sekarang, Wenni Puspa,
Jennifer Tjokro, Desy Setiady, Chessia Natalia, Widya Aprilia, Dwayne
Daniel F. Rehatta, Gabryela, Octhavya Devin P., Grace Aprilia, Chrysela
Olivia, Kezia Rachellea M., Sovia S. Polan, dan Julian Marchel. Terima
kasih atas berbagai dukungan, semangat, banyak kejadian seru dan
menyenangkan yang kita alami bersama. Persaudaraan kita akan terus berlanjut
hingga kita lanjut usia nanti.
6. Teman-teman FKG yang bersedia meluangkan waktunya untuk membantu
dalam proses penelitian ini, Wenni, Devin, Widya, Chessia, Desy, Grace,
Dwayne, Marchel, Khalida, Ghina, Aznira, Ina, Visty, Ninis, Heri,
Rahmat, Bagus, Ratu, Tesa, Chrysela, dan Ayong, yang telah membantu
penulis memeriksa para siswa serta selama melakukan penelitian serta
membantu menyediakan sarana dan prasarana yang penulis butuhkan selama
penelitian berlangsung.
7. Teman-teman seperjuangan skripsi bagian IKGA, Nurul Afiyah H., Andi
Sakinah Tri Meilana, Fynna Rabbani, Meilisa Yusriyanti, Aldy Anzhari
Ayub, Nurjannah, Aiunun Nur Arifah, Uce Ayuandyka, Sustia Rizki,
Nauval Faruq, dan Fuad Adhiswara. Terima kasih atas dukungan dan
menjadi tempat untuk berbagi suka dan duka skripsi.
ix
8. Terima kasih kepada Jenni, Ninis, Wenni, Devin, Khalida, dan Ghina yang
telah banyak direpotkan, terima kasih atas bantuan kalian, terutama karena
sudah mendengar keluh kesah, berbagi saran dan masukan, serta telah
memberikan bantuan yang sangat berarti untuk penulis.
9. Seluruh teman-teman Restorasi 2013 atas segala kebersamaan yang telah kita
lalui, berbagai dukungan, semangat, dan persaudaraan yang telah diberikan
kepada penulis. Kalian teman-teman yang berharga dan kompak, saya bangga
bisa berada di tengah-tengah kalian.
10. Senior-senior dan junior Adrian Yohanes, Tommy Dharmaji, Alicia
Linardi, Melinda N. Leonarto, yang telah memberikan bantuan dan masukan
dalam proses pembuatan skripsi ini, serta Wilson P, Levina Priscilla, Febrina
Liana Jifary membantu penulis membentuk dan menyusun PKM tahun ini.
11. Teman-teman seposko KKN-PK angkatan 53, Nisrina Ekayani, Gracelia
Widya, Suly Septiyani, Citra, Mugfirah Mayangsari, kak Nadeera, Rini
Astriyani, Reza Anzhari, dan Rizal. Terima kasih telah membantu,
memberikan semangat, dan meninggalkan banyak momen-momen berkesan
selama kita KKN bersama.
12. Seluruh Dosen, Staf Akademik, Staf Tata Usaha, Staf Perpustakaan
FKG UNHAS, Staf Komisi Etik Kedokteran, dan Staf Bagian IKGA yang
telah banyak membantu penulis.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan dalam penyelesaian skripsi ini. Tidak ada gading yang tak retak adalah
ungkapan yang serupa untuk skripsi ini. Tulisan ini tidak terlepas dari kekurangan dan
x
ketidaksempurnaan mengingat keterbatasan kemampuan penulis. Semoga hasil
penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu kedokteran gigi ke depannya.
Makassar, 17 November 2016
Shinta C. Andries
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i
SAMPUL DALAM ...................................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN ........................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah .......................................................................................... 4
1.3 Tujuan penelitian ........................................................................................... 4
1.4 Hipotesis ........................................................................................................ 4
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 6
2.1 Struktur Normal Periodonsium pada Anak-Anak .............................................. 6
2.2 Gingivitis ............................................................................................................ 7
2.3 Gambaran Klinis Gingivitis ............................................................................. 10
2.4 Etiologi Gingivitis ............................................................................................ 13
2.5 Klasifikasi Gingivitis pada Anak dan Remaja ................................................. 17
xii
2.6 Pencegahan Penyakit Periodontal .................................................................... 29
2.7 Erupsi Gigi ....................................................................................................... 32
2.8 Vitamin C ......................................................................................................... 37
BAB III KERANGKA KONSEP ............................................................................. 41
BAB IV METODE PENELITIAN ........................................................................... 42
4.1 Rancangan Penelitian ........................................................................................ 42
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................ 42
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................................ 42
4.4 Metode Sampling .............................................................................................. 42
4.5 Variabel Penelitian ............................................................................................ 43
4.6 Definisi Operasional Variabel ........................................................................... 43
4.7 Kriteria Sampel ................................................................................................. 43
4.8 Kriteria Penilaian dan Alat Ukur ...................................................................... 44
4.9 Alat dan Bahan .................................................................................................. 45
4.10 Prosedur Kerja ................................................................................................ 46
4.11 Jenis Data ........................................................................................................ 47
4.12 Analisis yang Digunakan ................................................................................ 47
4.13 Alur Penelitian ................................................................................................ 48
BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................................. 49
BAB VI PEMBAHASAN ......................................................................................... 60
BAB VII PENUTUP ................................................................................................. 66
7.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 66
7.2 Saran ................................................................................................................. 67
xiii
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 68
LAMPIRAN ............................................................................................................... 71
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kronologi pembentukan struktur gigi dan erupsi gigi sulung serta
permanan pada manusia ............................................................................ 36
Tabel 5.1 Distribusi usia, kelas, dan jenis kelamin sampel pada kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol ............................................................................... 50
Tabel 5.2 Distribusi rata-rata nilai gingival index sebelum konsumsi vitamin C, pada
1 minggu konsumsi vitamin C, dan pada 2 minggu konsumsi vitamin C 51
Tabel 5.3 Presentase keparahan gingivitis pada kelompok perlakuan dan kontrol
sebelum konsumsi vitamin C (Pre-test)istribusi rata-rata nilai gingival
index sebelum konsumsi vitamin C, pada 1 minggu konsumsi vitamin C,
dan pada 2 minggu konsumsi vitamin C .................................................. 53
Tabel 5.4 Perbedaan skor gingival index antara kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol pada setiap periode pemeriksaan ................................................ 55
Tabel 5.5 Perbandingan skor gingival index pada periode pre, post 1, dan post 2 intra
kelompok perlakuan ................................................................................. 56
Tabel 5.6 Perbandingan skor gingival index antara tiap periode pengukuran intra
kelompok perlakuan ................................................................................. 56
Tabel 5.7 Perbandingan skor gingival index pada periode pre, post 1, dan
post 2 intra kelompok kontrol .................................................................... 57
Tabel 5.8 Perbandingan skor gingival index antara tiap periode pengukuran intra
kelompok kontrol ...................................................................................... 57
Tabel 5.9 Perbandingan skor gingival index pada periode pre, post 1, dan post 2
antara kelompok perlakuan dan kontrol (inter kelompok intervensi) ...... 58
xv
Tabel 5.10 Perbandingan skor gingival index antara tiap periode pengukuran pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (inter kelompok intervensi)
................................................................................................................ 59
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambaran klinis periodonsium yang sehat pada gigi-geligi sulung ........ 6
Gambar 2.2 Gambaran klinis perubahan gingiva pada gingivitis kronis .................. 12
Gambar 2.3 Inflamasi ringan pada jaringan yang menutupi sebagian mahkota
molar pertama permanen yang sedang erupsi ...................................... 19
Gambar 2.3 Keadaan periodonsium pada gigi yang sedang erupsi .......................... 35
Gambar 2.3 Marginal gingiva yang merah dan membulat di sekitar gigi yang
erupsi ...................................................................................................... 35
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit gigi dan mulut dapat dialami oleh berbagai orang pada kelompok
usia yang bervariasi, tidak terkecuali pada anak-anak. Penyakit gigi dan mulut
yang umum dialami yaitu karies dan penyakit periodontal. Penyakit periodontal
adalah penyakit yang menyerang jaringan pendukung gigi yaitu gingiva,
ligamentum periodontal, sementum, dan tulang alveolar. Penyakit periodontal
yaitu semua kelainan bawaan atau kelainan yang didapat pada jaringan
pendukung gigi, dan ada pula yang mendefinisikan penyakit periodontal
sebagai infeksi kronis yang utamanya disebabkan oleh bakteri.1
Penyakit periodontal pada anak-anak dan remaja umum terjadi. Penyakit
periodontal yang sebagian besar terjadi pada anak-anak dan remaja merupakan
peradangan pada jaringan gingiva. Gingivitis dicirikan dengan adanya
peradangan pada gingiva tanpa adanya perlekatan jaringan ikat atau kehilangan
tulang. Periodontitis pada anak-anak dan remaja dapat memiliki manifestasi
yang bervariasi, dalam bentuk agresif (parah) dan kronis (sedang).2
Mikroorganisme plak dapat mempengaruhi periodonsium dengan melepaskan
produk-produk tertentu yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan
epitel dan jaringan ikat.3
2
Beberapa penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa gingivitis dari berbagai
tingkat keparahan pada umumnya ditemukan pada anak-anak dan remaja.
Prevalensi gingivitis pada anak-anak meningkat seiring dengan pertambahan usia
hingga mencapai puncak pubertas.4 Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013,
permasalahan gigi dan mulut yang dialami oleh anak usia 5-9 tahun adalah 28,9%
dan anak usia 10-14 tahun sebesar 28,5%, dan prevalensi penduduk yang memiliki
permasalahan gigi dan mulut tertinggi di Indonesia yaitu pada provinsi Sulawesi
Selatan sebesar 36,2%.5
Erupsi gigi didefinisikan sebagai pergerakan gigi, terutama dalam arah aksial,
dari tempat perkembangannya di dalam tulang rahang ke posisi fungsionalnya di
dalam rongga mulut sampai gigi tersebut mencapai kontak oklusal dengan gigi
yang dekat dengannya.2,6 Terjadi perubahan pada periodonsium sejalan dengan
pergantian dari gigi-geligi dari sulung ke permanen. Kebanyakan perubahan
tersebut berhubungan dengan erupsi dan perubahan fisiologis. Ketika gigi erupsi,
marginal gingiva dan sulkus berkembang. Marginal gingiva tampak membulat,
edematous, dan kemerahan. Selama periode aktif erupsi gigi, marginal gingiva
yang tampak menonjol di sekeliling gigi yang erupsi sebagian adalah hal yang
normal. Penonjolan ini disebabkan oleh ketinggian kontur gigi yang sedang erupsi
dan inflamasi ringan dari proses mastikasi.7
Pada saat erupsi gigi, dapat terjadi peradangan pada jaringan gingiva yang
disebut dengan gingivitis erupsi. Gingivitis ini dapat diakibatkan oleh risiko tinggi
akumulasi plak pada daerah gigi sulung yang telah tanggal dan gigi permanen yang
sedang erupsi, karena oral hygiene mungkin sulit atau tidak nyaman dilakukan.8
3
Nutrisi yang berasal dari makanan berperan sebagai antioksidan, koenzim
dalam pembentukan energi dan proses metabolisme, dan komponen struktur
jaringan yang menjaga sistem pada tubuh berfungsi dengan tepat dan menjaga
kesehatan secara umum, termasuk kesehatan mulut.9 Berbagai nutrisi berperan
penting dalam memelihara kesehatan periodonsium. Sebagai contoh, folat, vitamin
A dan vitamin C menjamin perkembangan dan perbaikan jaringan mukosa dan
jaringan ikat; protein, kalsium, dan fosfor merupakan komponen penyusun struktur
kolagen, gigi, dan tulang; asam lemak omega dan vitamin D membantu regulasi
sistem imun. 9
Asam askorbat atau yang disebut juga vitamin C memainkan beberapa peran
metabolik yang menjadikan zat ini penting untuk memelihara integritas jaringan
ikat. Hubungan antara vitamin C dan penyakit periodontal telah menarik perhatian
sejak dilakukan pengamatan bahwa orang-orang dengan defisiensi vitamin C
mengalami kegoyangan gigi serta gingiva mereka menjadi merah dan bengkak.
Vitamin C diketahui berperan dalam sintesis substansi interseluler dan
pembentukan serat kolagen pada berbagai jaringan ikat, contohnya jaringan otot
dan wajah, serta matriks jaringan yang terkalsifikasi seperti tulang alveolar dan
gigi. Vitamin C sebagai vitamin yang larut air tidak tersimpan dengan baik di
dalam tubuh dan memerlukan pemasukan yang kontinyu ke dalam tubuh. Oleh
karena itu, mungkin bahwa kebutuhan vitamin C yang tidak cukup dapat
memperparah periodontitis.10 Penelitian yang dilakukan oleh Nishida (2000)
menunjukkan bahwa penurunan intake vitamin C merupakan faktor risiko yang
berkonstribusi terhadap penyakit periodontal, khususnya pada kalangan perokok.11
4
Penyembuhan jaringan gingiva yang mengalami inflamasi pada saat erupsi gigi
dapat dibantu dengan tambahan nutrisi, salah satunya adalah dengan mengonsumsi
vitamin. Berdasarkan uraian latar belakang mengenai gingivitis erupsi pada anak
serta peran vitamin C untuk kesehatan jaringan, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian “Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Anak yang Mengalami
Gingivitis Erupsi pada Siswa Kelas I-VI SDIT Ar-Rahmah Makassar”.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh pemberian
vitamin C terhadap anak yang mengalami gingivitis erupsi pada siswa kelas I-VI
SDIT Ar-Rahmah Makassar?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin C
terhadap anak yang mengalami gingivitis erupsi pada siswa kelas I-VI SDIT Ar-
Rahmah Makassar.
1.4 Hipotesis
Ada pengaruh pemberian vitamin C terhadap anak yang mengalami gingivitis
erupsi.
5
1.5 Manfaat penelitian
Manfaat penelitian ini bagi masyarakat yaitu orang tua semakin paham dan
memperhatikan kesehatan gigi dan mulut anak terutama pada periode erupsi gigi
dan mengetahui manfaat pemberian vitamin C untuk kesehatan gigi dan mulut
anak. Manfaat bagi penulis yaitu memberi penulis kesempatan untuk
mengembangkan kemampuan dalam meneliti pengaruh pemberian vitamin C
terhadap gingivitis erupsi pada anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struktur Normal Periodonsium pada Anak-Anak
Gingiva normal pada gigi geligi sulung agak berbeda dengan orang
dewasa. Jaringannya merah muda pucat dengan perlekatan gingiva yang
lebih rendah karena ketebalan lapisan keratinisasi menyebabkan pembuluh
darah pada anak-anak lebih terlihat. Stipling muncul pada usia sekitar 3-10
tahun, interdental gingiva meluas ke arah bukolingual dan menyempit
secara mesiodistal, konsisten dengan morfologi gigi sulung. Kedalaman
sulkus gingiva lebih dangkal pada gigi geligi sulung daripada gigi permanen
dengan kedalaman berkisar satu sampai dua milimeter. Attached gingiva
berkisar antara tiga sampai enam milimeter. Junctional epithelium pada
gigi-geligi sulung lebih tebal dibandingkan dengan gigi geligi permanen,
dianggap merupakan fenomena yang terjadi untuk mengurangi
permeabilitas epitelium terhadap toksin bakteri. Secara radiografi, lamina
dura terlihat jelas pada gigi geligi permanen, dengan ruang periodontal yang
lebar daripada pada gigi geligi permanen. Sumsum tulang lebih besar, dan
crest alveolar datar, berjarak satu sampai dua milimeter dari cementoenamel
junction.7
7
Gambar 2.1 Gambaran klinis periodonsium yang sehat pada gigi geligi sulung
(Sumber: Koch, G, Sven P. Pediatric dentistry a clinical approach. 2nd Ed.
Copenhagen: Blackwell Munksgaard; 2009. 166)
2.2 Gingivitis
Inflamasi pada gingiva disebut gingivitis. Mikroorganisme plak dapat
mempengaruhi periodonsium dengan melepaskan produk-produk tertentu yang
dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan epitel dan jaringan ikat. Ruang
interseluler di antara sel-sel junctional epithelium dirusak dan dapat membuat
produk-produk bakteri atau bakteri itu sendiri untuk masuk ke dalam jaringan
ikat.3 Inflamasi gingiva dapat dibagi dalam empat tahap, yaitu initial lesion,
early lesion, established lesion, dan advanced lesion.
2.2.1 Gingivitis tahap I: initial lesion
Manifestasi pertama inflamasi gingiva adalah perubahan vaskular yang
terdiri dari dilatasi kapiler dan peningkatan aliran darah. Perubahan
inflamasi awal ini timbul sebagai respon terhadap aktivasi mikroba dari
leukosit residen dan stimulasi lanjut sel-sel endotelial. Secara klinis,
respon awal gingiva ini terhadap plak bakteri tidak terlihat jelas. 7
8
2.2.2 Gingivitis tahap II: early lesion
Early lesion berkembang dari initial lesion sekitar satu minggu setelah
akumulasi plak. Secara klinis, early lesion dapat tampak seperti gingivitis
awal, dan tumpang tindih dengan perkembangan initial lesion dengan
batasan yang tidak jelas. Sejalan dengan waktu, tanda-tanda klinis
eritema dapat muncul, terutama karena poliferasi kapiler, dapat pula
ditemukan pendarahan saat probing. Aliran cairan gingiva dan jumlah
leukosit yang bertransmigrasi mencapai jumlah maksimumnya antara
enam sampai dua belas hari setelah puncak gingivitis. Jumlah kerusakan
kolagen meningkat, 70% kolagen rusak di sekitar infiltrasi selular. PMN
yang telah keluar dari pembuluh darah sebagai respon stimulus
kemotaksis terhadap komponen plak ke epitelium, melewati lamina
basalis, dan ditemukan pada epitelium, kemudian muncul ke daerah
poket. 7
2.2.3 Gingivitis tahap III: established lesion
Tahap ini ditandai dengan dominasi sel plasma dan limfosit B dan
mungkin berhubungan dengan pembentukan poket gingiva yang dangkal.
Pada gingivitis kronis, yang muncul dua sampai tiga minggu setelah
permulaan akumulasi plak, pembuluh darah menjadi besar dan memadat,
vena terganggu, dan aliran darah menjadi lambat. Terjadi gingival
anoxemia, yaitu tampilan kebiruan pada gingiva yang kemerahan.
Ekstravasasi eritrosit ke dalam jaringan ikat dan kehancuran hemoglobin
beserta komponen-komponen pigmennya juga dapat mempergelap warna
9
gingiva yang inflamasi kronis. Presentase sel-sel plasma sangat menurun
dan limfosit bertambah secara proporsional.7 Poliferasi, migrasi apikal,
dan perluasan lateral junctional epithelium terlihat. Pembentukan poket
awal mungkin terjadi atau tidak.3 Established lesion merupakan inflamasi
gingiva yang sedang hingga parah. Terdapat dua jenis established lesion
yaitu lesi yang stabil dan tidak berkembang berbulan-bulan hingga
bertahun-tahun dan jenis lain yang menjadi lebih aktif dan berubah
menjadi lesi yang destruktif. Established lesion bersifat reversibel,
gingivitis dapat kembali menjadi normal setelah dilakukan terapi
periodontal. 7
2.2.4 Gingivitis tahap IV: advanced lesion
Perluasan lesi ke tulang alveolar adalah karakteristik tahap keempat,
yaitu advanced lesion atau fase kerusakan periodontal. Pasien
memperlihatkan akumulasi plak yang lebih banyak, konsentrasi IL-1β
meningkat, serta konsentrasi IL-8 yang menurun dalam dua puluh
delapan hari. Gingivitis akan berkembang menjadi periodontitis hanya
pada individu yang rentan. Pasien yang memiliki daerah yang mengalami
pendarahan saat probing memiliki kehilangan perlekatan 70% daripada
daerah yang tidak mengalami inflamasi secara konstan. Gingivitis yang
persisten menggambarkan faktor risiko kehilangan perlekatan
periodontal dan kehilangan gigi. Secara mikroskopis, terdapat fibrosis
gingiva dan manifestasi klinis yang luas serta kerusakan jaringan yang
imunopatologis. Pada advance lesion, kehadiran sel-sel plasma
10
mendominasi jaringan ikat dan neutrofil berlanjut mendominasi
junctional epithelium.7
2.3 Gambaran Klinis Gingivitis
2.3.1 Pendarahan gingiva saat probing
Dua tanda paling awal inflamasi gingiva yang mendahului gingivitis
adalah peningkatan produksi gingival crevicular fluid dan pendarahan
sulkus gingiva pada probing. Pendarahan gingiva bervariasi pada
keparahan, durasi, dan kemudahan rangsangan. Pendarahan saat
probing mudah dilihat secara klinis dan oleh karena itu penting untuk
diagnosis awal dan pencegahan gingivitis yang lebih parah. Pendarahan
saat probing timbul lebih awal daripada perubahan warna atau tanda
visual inflamasi yang lain. Pendarahan saat probing adalah tanda yang
lebih objektif untuk mendiagnosis gingivitis awal daripada
pemeriksaan dengan memerhatikan perubahan warna gingiva. Secara
umum, pendarahan saat probing mengindikasikan peradangan baik
pada epitelium dan jaringan ikat yang menunjukkan perbedaan
histologis yang spesifik dibandingkan gingiva normal. Faktor yang
menyebabkan pendarahan pada gingiva dibagi menjadi faktor lokal dan
faktor sistemik. Faktor lokal antara lain akumulasi plak dan kalkulus
sehingga menyebabkan inflamasi, trauma sikat gigi, impaksi atau
serpihan tajam makanan yang keras, cedera akibat makanan yang panas
atau bahan kimia tertentu, kondisi seperti pada acute necrotizing
11
ulcerative gingivitis (ANUG). Faktor sistemik yaitu penyakit kelainan
pendarahan, defisiensi vitamin C, alergi, kelainan trombosit, defisiensi
vitamin K, dan defek koagulasi (hemofilia, leukemia). Pendarahan juga
dapat disebabkan oleh penggunaan obat-obatan yang berlebihan seperti
salisilat dan antikoagulan seperti dicumarol dan heparin. Perubahan
hormon androgenik sejak lama diketahui juga sebagai faktor yang
memodifikasi gingivitis, khususnya pada kalangan remaja.3,7
2.3.2 Perubahan warna gingiva
Warna gingiva yang normal adalah coral pink dan warna ini
dipengaruhi oleh vaskularisasi jaringan, tingkat keratinisasi, dan
ketebalan epitelium. Perubahan warna gingiva terjadi dari merah
kebiruan hingga pink pucat. Gingiva berwarna lebih merah ketika
terjadi peningkatan vaskularisasi atau penurunan keratinisasi epitel.
Sebaliknya, warna gingiva menjadi pucat ketika vaskularisasi
berkurang dan keratinisasi epitel meningkat. Warna gingiva berubah
sejalan dengan kronisnya proses inflamasi. Perubahan warna mulai
terjadi pada papilla interdental dan marginal gingiva dan meluas ke
attached gingiva. Logam berat yang diserap secara sistemik misalnya
bismut, arsenik, merkuri, timbal, dan perak juga dapat menyebabkan
pigmentasi gingiva. Pigmentasi melanin yang tidak normal juga dapat
diperhatikan pada kondisi penyakit Addison, sindrom Peutz-Jeghers,
dan penyakit von-Recklinghausen.3,7
2.3.3 Perubahan konsistensi gingiva
12
Konsistensi gingiva berubah sesuai dengan keadaan gingivitis yang
terjadi yaitu kronis dan akut. Pada gingivitis akut, pembengkakan
menyebar dan konsistensi gingiva menjadi lunak, terjadi pengelupasan
menyerupai partikel debris yang berwarna keabu-abuan pada
permukaan yang mengalami pengikisan, serta terjadi pembentukan
vesikel. Pada gingivitis kronis, gingiva menjadi lunak dan pada saat
diperiksa dengan probe, permukaannya kemerahan dan mengalami
deskuamasi.7
Gambar 2.2 Gambaran klinis perubahan pada gingiva pada gingivitis kronis
(Sumber: Koch, G, Sven P. Pediatric dentistry a clinical approach. 2nd Ed.
Copenhagen: Blackwell Munksgaard; 2009. 167)
2.3.4 Perubahan tekstur permukaan gingiva
Permukaan gingiva normal memiliki tampilan yang disebut stippling,
terbatas pada daerah attached gingiva, sebagian besar terlokalisir pada
area di bawah papilla, tetapi meluas pada berbagai tingkatan hingga
papilla interdental. Pada inflamasi kronis, permukaan gingiva halus dan
13
mengkilap atau keras dan nodular, tergantung pada perubahan dominan
yang terjadi adalah eksudat atau fibrotik.7
2.3.5 Perubahan posisi gingiva
Normalnya, gingiva melekat ke permukaan gigi pada cementoenamel
junction. Pada saat kondisi patologis, posisi gingiva dapat berubah
lebih ke koronal (poket semu) atau apikal terhadap cementoenamel
junction (resesi gingiva).3
2.3.6 Perubahan kontur gingiva
Pada keadaan normal, marginal gingiva berlekuk dan berujung tajam,
sedangkan papilla interdental di bagian anterior berbentuk piramid dan
di bagian posterior berbentuk seperti tenda. Faktor-faktor yang
mempertahankan kontur normal adalah bentuk gigi dan susunannya
pada rahang, tempat dan ukuran kontak proksimal, dan dimensi
embrasure fasial dan lingual gingiva. Pada kondisi patologis, marginal
gingiva dapat menjadi membulat atau menggulung sementara papilla
interdental dapat menjadi tumpul dan datar.3
2.4 Etiologi Gingivitis
2.4.1 Plak gigi
Plak gigi adalah matriks interseluler yang saling berikatan, terutama
mengandung mikroorganisme yang berpoliferasi bersama dengan sel-
sel epitel yang tersebar, leukosit, dan makrofag. Plak dapat
didefinisikan sebagai deposit lunak yang membentuk biofilm yang
14
melekat pada permukaan gigi atau permukaan keras lainnya pada
rongga mulut, termasuk restorasi lepasan dan restorasi cekat. Biofilm
diartikan sebagai sebuah matriks, populasi bakteri tertutup yang
melekat satu sama lain dan/atau ke permukaan atau antar dua
permukaan.3 Plak gigi adalah sebuah biofilm mikroba, sebuah
komunitas mikroba yang beragam ditemukan pada permukaan gigi
yang tertutupi oleh matriks polimer yang berasal dari bakteri dan
saliva.12
Plak yang berhubungan dengan penyakit periodontal adalah plak
yang terdiri atas mikroorganisme padat yang menumpuk pada
permukaan gigi dan berkolonisasi di sana. Jenis plak ini dapat berupa
plak supragingiva dan subgingiva. Morfologi plak supragingiva pada
gingivitis dan periodontitis tidak berbeda. Komposisi mikroba terdiri
atas bakteri kokus dan beberapa bakteri berbentuk filamen. Flagella dan
spirochaeta terdapat pada daerah apikal dan permukaan luar plak
supragingiva. Plak subgingiva pada periodontitis tersusun atas lapisan
dalam dan lapisan luar. Lapisan dalam yang tersiri atas bakteri yang
melekat erat dilanjutkan oleh plak supragingiva meski lebih tipis dan
kurang teratur. Di luar lapisan yang melekat erat ini dan di dekat
jaringan lunak poket terdapat lapisan mikroorganisme yang melekat
dengan bebas. Mikroorganisme yang menyusunnya terdiri atas
sejumlah spirochaeta, bakteri Gram negatif, dan bakteri yang
membentuk formasi tertentu.13
15
Pembentukan plak meningkat selama inflamasi marginal gingiva,
baik ketebalan maupun luasnya permukaan gigi yang ditutupi.
Mekanismenya yaitu meningkatnya GCF selama inflamasi
meningkatkan suplai nutrien untuk bakteri pembentuk plak dan edema
pada marginal gingiva merupakan tempat anatomis bagi plak yang
sedang berkembang. Penjelasan tentang mekanisme pembentukan plak
yang lain adalah peningkatan protein plasma pada pelikel dapat
berdampak pada komposisi bakteri pada plak gigi. Gingivitis
dihubungkan dengan perkembangan plak gigi yang lebih terorganisasi.
Biofilm seperti tu dicirikan dengan beberapa lapisan sel, dengan
stratifikasi bakteri diatur oleh metabolisme dan toleransi terhadap
oksigen. Pada keadaan gingivitis, jumlah bakteri kokus, batang, dan
dilamen Gram negatif meningkat dan bakteri anaerob muncul
(Fusobacterium nucleatum, Campylobacter gracilis, Tannerella
forsythia, capnocytophaga spp.). Spesies yang terlibat bervariasi
tergantung pada karakteristik lingkungan lokal, tetapi pola kolonisasi
selalu sama. Bentuk gingivitis yang parah berhubungan dengan adanya
Porphyromonas gingivalis pada daerah subgingiva.13
2.4.2 Faktor Lokal dan Faktor Sistemik
Selain bakteri pada plak gigi, terdapat faktor lokal dan faktor
sistemik yang turut berperan dalam terjadinya penyakit periodontal.
Faktor lokal yang turut berperan dalam terjadinya penyakit periodontal
yaitu faktor anatomi, faktor iatrogenik, kalkulus, trauma, cedera
16
kimiawi, dan trauma akibat oklusi.12 Faktor anatomi meliputi morfologi
akar gigi, letak gigi dalam lengkung rahang, dan jarak antar akar gigi.
Faktor iatrogenik meliputi prosedur kedokteran gigi restoratif seperti
pemasangan matriks, benang retraksi, bur, serta restorasi sementara.
Bahan restorasi yang overhanging atau yang permukaannya kasar dapat
menjadi tempat untuk perlekatan dan pembentukan plak. Gigi tiruan
lepasan dapat menekan jaringan lunak jika desainnya tidak sesuai. Alat
ordontontik cekat nerupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan
bakteri sehingga dapat menyebabkan inflamasi pada jaringan
penyangga gigi. Faktor kalkulus bukan penyebab langsung terjadinya
inflamasi, tetapi berperan dalam perkembangan penyakit dengan
bertindak sebagai tempat mikroorganisme berkembang biak dan
melepaskan produk toksinnya. Trauma terhadap jaringan periodontal
dapat diakibatkan karena teknik penyikatan gigi yang tidak tepat,
kebiasaan buruk pasien seperti mencungkil atau mengorek gingiva, dan
impaksi makanan karena kontak terbuka, tepi lingir yang tidak rata,
letak gigi yang tidak teratur, serta kontur gigi dan tambalan yang tidak
sesuai dengan bentuk fisiologis. Cedera kimiawi dapat diakibatkan oleh
penggunaan tablet aspirin secara topikal yang tidak sesuai aturan, obat
kumur yang mengiritasi, dan kecerobohan dokter gigi dalam
menggunakan bahan pemutih gigi.12
Berbagai faktor sistemik juga dapat berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit dan keparahan penyakit periodontal. Penyakit
17
gangguan endokrin yang berpengaruh, yaitu diabetes mellitus,
perubahan hormonal pada wanita, dan hipertiroidisme. Gangguan darah
dan defisiensi imun seperti gangguan leukosit, leukemia, anemia,
trombopenia, dan defisiensi antibodi. Gangguan genetik yaitu sindrom
Chédiak-Higashi, sindrom Lazy Leukocyte, defisiensi adesi leukosit,
sindrom Papillon-Lefèvre, dan sindrom Down. Selain itu, stress dan
kalainan psikosomatik, defisiensi nutrisi, penggunaan obat-obatan, dan
kondisi lain seperti osteoporosis, penyakit jantung kongenital,
hipopospatasia juga dapat berpengaruh terhadap penyakit periodontal.7
2.5 Klasifikasi Gingivitis Pada Anak-Anak dan Remaja
2.5.1 Gingivitis yang diinduksi plak
2.5.1.1 Tanpa kontribusi faktor lokal
Gingivitis kronis umum pada anak-anak dan remaja, inflamasi
umumnya terbatas pada marginal gingiva tanpa kehilangan tulang
atau perlekatan jaringan lunak. Penyebab utamanya adalah plak gigi
akibat buruknya kebersihan gigi dan mulut. Tanda klinis gingivitis
kronis adalah inflamasi pada marginal gingiva, peningkatan
vaskularisasi, pembengkakan, dan hiperplasia. Pendarahan dan
peningkatan kedalaman poket jarang ditemukan pada anak-anak
dibandingkan dengan orang dewasa, tetapi perubahan ini dapat
diamati pada hipertrofi atau hiperplasia yang parah. Deposit
18
kalkulus jarang terlihat pada balita tetapi dapat meningkat sesuai
dengan usia.14
2.5.1.2 Dengan kontribusi faktor lokal
a. Gingivitis erupsi
Gingivitis erupsi adalah peradangan gingiva yang bersifat
sementara, timbul pada gingiva di sekeliling gigi yang sedang
erupsi. Peningkatan insiden gingivitis terjadi karena marginal
gingiva tidak mendapat perlindungan dari kontur koronal gigi
selama tahap awal erupsi aktif, dan makanan yang mengenai
gingiva saat proses pengunyahan menyebabkan terjadinya
inflamasi. Debris makanan, material alba, dan bakteri plak sering
terkumpul di sekitar dan di bawah jaringan bebas, kemudian
menutupi sebagian mahkota gigi yang sedang erupsi sehingga dapat
menyebabkan perkembangan proses inflamasi. Akumulasi plak
pada daerah tanggalnya gigi sulung dan gigi permanen yang erupsi
menyebabkan anak-anak mungkin merasakan ketidaknyamanan
yang akan membuat penyikatan gigi menjadi sulit. Kadang-kadang,
anak bahkan menolak untuk menyikat gigi sama sekali dan hal ini
akan membuat peningkatan akumulasi plak dan terjadi inflamasi.
Selama fase erupsi, epitel menampakkan perubahan degeneratif
pada pertemuan epitel gigi dan epitel rongga mulut. Daerah ini
rentan menjadi tempat akmulasi plak. Biasanya, kondisi ini akan
mereda sejalan dengan peningkatan kebersihan mulut dan gigi
19
mencapai oklusi normal. Perawatan gingivitis erupsi adalah dengan
melakukan kontrol plak.1,8,14,15,16
Gambar 2.3 Inflamasi ringan pada jaringan yang menutupi
sebagian mahkota molar pertama permanen yang sedang erupsi
(Sumber: Dean, Avery, McDonald. McDonald’s and Avery
dentistry for the child and adolescent. 9th Ed. Missouri: Mosby
Elsevier; 2011. 167)
b. Bernapas melalui mulut
Bernapas melalui mulut membuat jaringan rongga mulut
menjadi kering dan menyebabkan peradangan gingiva dan
halitosis. Penanganan langsung untuk masalah ini adalah
menjaga kebersihan mulut yang baik, lubrikasi jaringan, dan
penggunaan oral screen untuk menutupi jaringan selama tidur.
Penghilangan masalah memerlukan rencana perawatan yang
luas oleh ahli ortodontik dan otolaringologis.1
c. Penggunaan alat ortodontik
20
Jalan untuk penyikatan gigi pada daerah interproksimal
sangat berkurang selama terapi ortodontik menggunakan alat
cekat. Deposit plak supragingiva berpindah ke subgingiva oleh
pergerakan tipping. Sebaliknya, pergerakan bodily
menginduksi relokasi plak supragingiva. Perubahan gingiva
dapat timbul satu sampai dua bulan setelah pemasangan alat
ortodontik dan umumnya bersifat sementara. Penggunaan sikat
gigi khusus dan peralatan permbersih gigi dan mulut lain
direkomendasikan untuk kontrol plak yang lebih baik.8,14
2.5.2 Gingivitis yang dimodifikasi penyakit sistemik
2.5.2.1 Berhubungan dengan sistem endokrin
a. Gingivitis pubertas
Gingivitis pubertas atau yang juga disebut gingivitis yang
berhubungan dengan hormon steroid adalah eksaserbasi
gingivitis oleh fluktuasi tingkat hormon gonadotropik selama
pubertas. Kondisi ini dapat dijelaskan yaitu karena peningkatan
estrogen dan progesteron dalam jaringan gingiva menyebabkan
vasodilatasi dan poliferasi, peningkatan vaskularisasi gingiva,
dan peningkatan kerentanan terjadinya inflamasi dengan
adanya faktor lokal. Gingivitis pubertas dicirikan dengan
pembengkakan papilla interdental dengan pendarahan gingiva
yang spontan.1
21
b. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus adalah salah satu dari penyakit metabolik
kronis yang umum pada metabolisme glukosa yang berdampak
pada semua organ tubuh. Diabetes mellitus tipe I adalah tipe
yang muncul pada anak-anak. Abnormalitas yang berhubungan
dengan diabetes adalah gangguan penyerapan glukosa pada
hati, perubahan pada fungsi imun, penuaan dini seluler dan
apoptosis prematur. Penyakit periodontal pada penderita
diabetes mellitus ditandai dengan terjadinya gingivitis,
hilangnya perlekatan, dan kehilangan tulang lebih sering terjadi
pada kasus dengan penyakit yang tidak terkontrol. Selain itu,
terjadi pula penurunan fungsi PMN (kemotaksis, adesi, dan
fagositosis), penurunan sintesis kolagen dan peningkatan
aktivitas kolagenase, penyembuhan luka yang terhambat, serta
peningkatan kerentanan terhadap infeksi.1,15
2.5.2.2 Berhubungan dengan kelainan darah
Leukemia adalah jenis kanker yang paling umum pada anak-
anak, dan leukemia limfoblastik adalah yang paling umum terjadi.
Pasien ini memiliki resistensi jaringan yang rendah terhadap
infeksi, akibat kurangnya jumlah leukosit yang bersirkulasi
ditambah dengan penggunaan obat-obatan sitotoksin dalam
perawatan leukemia. Oleh karena itu, kontrol plak yang teliti harus
dilakukan sebelum memberikan perawatan sitotoksik dan selama
22
perawatan berlangsung. Tanda klinis kerusakan periodontal pada
pasien leukemia adalah gingiva yang membengkak, mengkilap, dan
jaringannya lunak, berwarna merah hingga ungu gelap, dan
pendarahan gingiva. Pembengkakan dapat tampak sebagai
pembesaran yang difus pada mukosa gingiva, ukuran marginal
gingiva yang berlebih, atau massa seperti tumor pada
interproksimal. Konsistensinya keras, tetapi ada kecenderungan
rapuh dan mudah berdarah, baik secara spontan atau pada iritasi
ringan. Gambaran klinis lain pada anemia limfoblastik adalah
letargi, malaise, sakit leher, demam, infeksi kulit yang tidak
sembuh, purpura, limfanedopati servikal, spleenomegaly,
hepatomegaly, dan petechiae.8,15
2.5.2.3 Berhubungan dengan malnutrisi
Terdapat bukti yang kuat bahwa hipovitaminosis dan defisiensi
mineral berhubungan dengan manifestasi spesifik pada mulut dapat
mengakibatkan penyakit periodontal. Sebagai contoh, defisiensi
vitamin C akan menyebabkan scurvy, yang bermanifestasi sebagai
penurunan produksi dan pemeliharaan kolagen. Scurvy pada rongga
mulut dicirikan dengan pembengkakan gingiva yang terasa sakit,
edema pada gingiva, dan pendarahan pada gingiva.
Scorbutic gingivitis berhubungan dengan defisiensi vitamin C,
pada tampakan klinis, terdapat peradangan dan pembesaran
jaringan marginal dan papilla gingiva tanpa adanya faktor
23
predisposisi lokal. Anak yang mengalami scorbutic gingivitis
mungkin mengeluhkan rasa sakit yang parah dan pendarahan yang
terjadi secara spontan. Scorbutic gingivitis yang parah jarang terjadi
pada anak-anak. Namun, scorbutic gingivitis dapat terjadi pada
anak-anak yang alergi terhadap jus buah saat pemberian suplemen
diet yang cukup vitamin C diabaikan. Respon penyembuhan cepat
terjadi pada pemberian 250-500 mg asam askorbat per hari. Pada
anak yang lebih tua dan orang dewasa, diperlukan satu gram
vitamin C selama dua minggu untuk menghasilkan penyembuhan
yang cepat.
Nutrisi lain seperti protein dan karbohidrat juga dapat
memengaruhi kapasitas buffering saliva, dan memengaruhi
komposisi saliva sehingga saliva tidak dapat berperan maksimal
dalam proses pertahanan di dalam rongga mulut. Defisiensi kronis
zat besi, kelompok vitamin B dan asam folat juga memengaruhi
terjadinya glositis dan gingivitis, khusunya pada anak kecil. 1,16
2.5.2.4 Gingivitis yang dimodifikasi oleh obat-obatan
Obat-obatan tertentu telah terbukti menyebabkan pertumbuhan
berlebih gingiva dan memperburuk inflamasi yang disertai dengan
faktor lokal penyebab inflamasi. Obat-obatan tersebut adalah
siklosporin (imunodepresan), phenytoin (antikonvulsan), dan
calcium channel blocker (antihipertensi). Pertumbuhan berlebih
24
gingiva terlihat pada 30% pasien yang mengonsumsi siklosporin,
50% pada pasien yang mengonsumsi phenytoin, dan 15% pada
pasien yang mengonsumsi calcium channel blocker seperti
nifedipine, veparamil, dan amlodipine. Pembesaran gingiva ini
biasanya berawal pada daerah interdental dan menyebar hingga
marginal gingiva. Kadang-kadang pembesaran ini sangat parah
bahkan hingga menutupi permukaan insisal dan oklusal gigi.
Keparahannya berhubungan dengan jumlah plak yang
terakumulasi. Patogenesis kondisi masih belum jelas. Namun,
interaksi antara obat-obatan ini dan/atau metabolitnya dengan
fibroblas akan menyebabkan pertumbuhan berlebih fibroepitelial
gingiva, epithelial scanthosis, peningkatan jumlah fibroblas, dan
peningkatan produksi kolagen. 1
2.5.3 Gingivitis yang tidak diinduksi plak
2.5.3.1 Infeksi virus
a. Primary Herpetic Gingivostomatitis
Gingivitis jenis ini umumnya terlihat pada anak-anak
dengan usia kurang dari tiga tahun. Penyebabnya ada virus
Herpes Simpleks tipe 1. Timbulnya gingivitis umum didahului
oleh periode prodromal dengan gejala seperti mudah marah,
malaise, muntah dan demam dan munculnya vesikel kecil yang
pecah menampilkan luka yang terasa sakit, berwarna
25
kekuningan dengan margin eritematosa. Kondisi ini
berhubungan dengan dengan saliva, ketidakmampuan untuk
mengunyah dan menelan dan anak mungkin menjadi semakin
tidak kooperatif selama menyikat gigi. Kondisi ini terbatas pada
satu orang saja dan penanganannya adalah dengan beristirahat,
meminum banyak air, dan menjaga kebersihan mulut melalui
pembersihan yang hati-hati. Aplikasi gel anestesi topikal
berguna pada anak kecil dan mengurangi rasa tidak nyaman.
Analgesik dan antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi
bakteri yang mungkin menyertai infeksi virus.15
b. Gingivitis yang berhubungan dengan HIV
Manifestasi rongga mulut infeksi HIV adalah bagian
penting dari riwayat penyakit infeksi HIV. Banyak penelitian
melaporkan bahwa linear gingival erythema, necrotizing
ulcerative gingivitis, dan periodontitis merupakan lesi yang
umum terlihat pada pasien dengan infeksi HIV. Prevalensi
gingivitis lebih tinggi pada kelompok HIV positif (89.4%)
dibandingkan dengan kelompok yang sehat (40.5%).
Ditemukan pula bahwa adanya infeksi kandida pada gingiva
yang mengalami peradangan. Pada penelitian, banyak spesies
kandida yang diisolasi dari subgingiva anak-anak yang positif
HIV. Spesies kandida tersebut yaitu C. albicans, C.
dubliniensis, C. globrata and C. tropicalis. Penemuan ini
26
memastikan bahwa terjadi berbagai kolonisasi mikroba pada
lesi gingiva pada penderita infeksi HIV.15
2.5.3.2 Infeksi bakteri
a. Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG)
Ini adalah kondisi infeksi akut multipel bakteri pada
gingiva. Lesi bermula pada papilla interdental, menyebar
sepanjang marginal gingiva dan bila tidak dirawat, mulai
merusak jaringan ikat dan tulang di bawahnya. Terdapat
karakteristik bau nekrosis yang berhubungan dengan kondisi ini
dan mulut terasa sakit dengan peluruhan ulser nekrotik pada
gingiva. Ulser menjadi eritematous dan berdarah karena trauma
yang minimal, khususnya pada saat menyikat gigi. Limfonodus
regional membesar dan menjadi lembek. Jika tidak dirawat,
terjadi kerusakan jaringan lunak pada mulut, pipi, serta tulang
wajah, kondisi ini disebut cancrum oris atau Noma.15
Penyakit ini terjadi dalam frekuensi yang rendah (<1%) pada
anak-anak di negara maju tetapi lebih tinggi (2-5%) pada anak-
anak dan remaja di negara berkembang pada Afrika, Asia, dan
Amerika Selatan. Ini juga sering terlihat pada anak-anak dan
remaja dengan disabilitas intelektual dan kesehatannya
terganggu serta tidak dapat melakukan kegiatan kebersihan
mulut rutin. Faktor predisposisi lain yaitu kebersihan mulut
yang buruk, malnutrisi, tertekannya imunitas, dan rawat inap
27
dalam waktu yang lama. Bakteri yang awalnya terlibat yaitu
Fusobacteria fusiformis dan Borrelia vincentii. Namun, melalui
kemajuan mikroskop electron, diketahui bahwa lesi
dikolonisasi oleh spesies bakteri Gram negatif anaerob dan
spirochaeta seperti spesies Treponema, Bacteriodes, Veilonella,
Fusobacteria, dan Actinomyces.15
b. Infeksi streptokokus
Catarrhal gingivitis (gingivitis streptokokal) disebabkan oleh
streptokokus hemolitik pada kasus langka streptokokal
tonsillitis, infeksi dapat menyebar hingga ke jaringan gingiva.
Tampakan klinisnya yaitu deman, sakit kepala, mialgia, dan
artalgia. Gingiva terasa sakit, tampak kemerahan, lembek dan
rapuh, dan cenderung berdarah secara spontan. Peningkatan
kesehatan mulut, penggunaan obat kumur, dan konsumsi
antibiotik direkomendasikan untuk perawatan.2,14
2.5.3.3 Trauma
Lesi trauma dapat terjadi karena iatrogenik, akibat kesalahan
individu, kecelakaan, dan cedera karena kimiawi, fisik, atau termal.
Abrasi sikat gigi karena teknik menyikat yang salah sangat umum,
terlihat sebagai ulserasi yang terasa sakit dengan lingkaran yang
kemerahan. Biasanya dapat terjadi infeksi oleh mikroflora normal
rongga mulut ketika ulser ini ditutupi oleh eksudat kekuningan.
28
Gingivitis palsu adalah cedera fisik pada gingiva yang
diakibatkan diri sendiri, dapat berasal dari kebiasaan, kecelakaan,
atau psikologis seseorang. Bentuk minor diakibatkan oleh
menggosok atau menarik gingiva dengan jari tangan atau makanan
yang abrasif, sementara bentuk mayor lebih parah dan tersebar luas,
melibatkan jaringan periodontal yang lebih dalam. Daerah lain pada
mulut dapat mengalami cedera, dengan ditemukannya pula cedera
ekstraoral pada kulit kepala, wajah, atau tungkai. Penanganannya
adalah dengan menghilangkan sumber iritasi, perbaikan kebiasaan,
dan pemberian dressing untuk menutup luka. Pada kebanyakan
kasus, konsultasi psikologis atau psikiatrik mungkin disarankan.14
2.5.3.4 Genetik
Hereditary gingival fibromatosis adalah pertumbuhan berlebih
yang jarang terjadi, biasanya diturunkan melalui sifat dominan.
Pembesaran jaringan gingiva biasanya normal, pink, kuat, dan keras
dengan sedikit peradangan yang melibatkan interdental, marginal,
dan attached gingiva. Dapat terjadi permasalahan estetik atau
fungsional, seperti malposisi gigi, persistensi gigi sulung, dan
terhambatnya erupsi gigi permanen. Sebagai tambahan, regio yang
hiperplastik menyebabkan kondisi yang menguntungkan untuk
akumulasi plak gigi sehingga mengakibatkan perubahan
peradangan sekunder. Perawatannya adalah penghilangan jaringan
hiperplastik dengan gingivektomi konvensional.14
29
2.6 Pencegahan Penyakit Peridontal
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, plak bakteri merupakan etiologi
utama dari penyakit periodontal. Tanpa adanya pengendalian plak, jaringan
periodontal yang sehat tidak dapat dipertahankan. Pengendalian plak dapat
dikategorikan dalam pengendalian plak secara professional dan pengendalian
plak yang dilakukan oleh pasien. Pengendalian secara profesional yang
dimaksudkan adalah pengendalian yang dilakukan oleh dokter gigi. Dokter
gigi mempunyai kewajiban untuk mengkondisikan pasien agar terbebas dari
plak dan kalkulus sebaik mungkin. Begitu hal ini tercapai, yang menjadi
tanggung jawab selanjutnya dimiliki oleh pasien untuk menjaganya.
Pengendalian secara professional tetap penting, namun pengendalian plak
sehari-hari yang rutin dilakukan oleh pasien lebih penting lagi demi
keberhasilan perawatan.12
2.6.1 Zat pewarna plak (disclosing)
Zat pewarna plak dapat digunakan untuk menunjukan adanya plak
kepada pasien, dan bermanfaat sebagai alat penyuluhan dan pemberi
motivasi yang sangat baik. Pemakaian bahan ini dapat disertakan dalam
instruksi higine mulut untuk semua pasien, khususnya pasien anak-
anak dan dewasa yang memiliki oral hygine yang buruk. Dahulu,
yodium, pewarna makanan, Bismarck brown, mercurochrome dan
basic fuscin. Sekarang, eritrosin adalah zat yang paling sering
digunakan. Cairan ini dapat dioleskan ke permukaan gigi menggunakan
30
aplikator berujung kapas, atau diletakan di bawah lidah pasien
sebanyak beberapa tetes dan kemudian pasien diminta untuk meratakan
cairan tersebut ke seluruh permukaan gigi dengan ujung lidahnya, lalu
diludahkan. Bahan pewarna fluoresen, zat pewarna ini hampir tidak
terlihat di bawah penerangan lampu biasa, tetapi dapat terpendar di
bawah sinar biru. (Zat ini ideal untuk pasien yang tidak menyukai
pewarnaan dengan eritrosin).12
2.6.2 Penyikatan gigi
2.6.2.1 Sikat gigi manual
Sikat gigi yang ideal harus berukuran kecil sehingga dapat
menjangkau semua daerah di dalam rongga mulut, mempunyai bulu
yang lembut, dan dapat membersihkan plak dengan efektif tanpa
menyebabkan trauma pada jaringan lunak maupun jaringan keras.12
2.6.2.2 Sikat gigi elektrik
Sikat gigi elektrik digunakan khusus untuk pasien yang memiliki
keterampilan terbatas, kelainan fisik atau mental, motivasi yang
kurang dalam pengendalian plak, atau pasien yang memakai alat
ortodonti atau implan gigi.12
2.6.3 Pembersihan daerah proksimal
2.6.3.1 Benang atau pita pembersih gigi
Benang gigi yang tidak berlapis lilin cocok untuk membersihkan
daerah kontak yang agak renggang, sementara benang gigi yang
31
berlapis lilin cocok untuk ruang interdental yang sempit.
Memegang benang gigi dilakukan dengan kedua tangan dalam
jarak yang berdekatan, kemudian digeserkan maju mundur pada
celah antara dua gigi sambil didorong ke arah apikal. Dalam
penggunaannya, benang gigi ditekan serapat mungkin ke
permukaan gigi dan agak dilingkarkan di sekeliling gigi.
Kemudian, benang gigi ditarik ke atas dan ke bawah terhadap
permukaan gigi, sehingga dapat mengikis plak dari permukaan
datar atau cembung.12
2.6.3.2 Pembersih interdental
Alat pembersih interproksimal berujung karet atau plastik dapat
digunakan sebagai alat bantu untuk membersihkan permukaan
proksimal. Tusuk gigi dan pembersih interdental dari kayu lainnya
dapat digunakan dengan baik oleh pasien-pasien yang telah diberi
petunjuk tentang cara penggunaan yang benar.12
2.6.4 Alat bantu untuk membersihkan daerah-daerah yang sulit dijangkau
2.6.4.1 Alat irigasi mulut
Alat irigasi mulut yang baik dapat terus menyemprotkan cairan
secara terus-menerus atau berdenyut, dianggap sebagai alat
pembantu sikat gigi, untuk pasien dengan kebersihan mulut yang
buruk, pasien yang memakai alat ortodonti cekat, atau pasien yang
berada dalam tahap fiksasi setelah pembedahan ortognati.12
2.6.4.2 Obat kumur
32
Awalnya, obat kumur hanya dianggap sebagai larutan penyegar
nafas yang mempunyai aroma dengan sedikit atau tanpa efek
terhadap kesehatan rongga mulut. Namun sekarang penggunaan
obat kumur yang telah mengandung bahan antimikroba dan
beberapa diantaranya dapat membantu mengendalikan
pertumbuhan plak supragingiva dan gingivitis. Obat kumur yang
mengandung minyak esensial ini terbukti dapat mengurangi plak
dan gingivitis sekitar 18% hingga 25%.12
2.6.5 Penyuluhan pengendalian plak
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memberi penyuluhan kepada
pasien tentang cara pengendalian plak yang efektif. Cara yang paling
efektif untuk menyampaikan adanya penyakit dan perlunya
pengendalian plak yang lebih baik adalah dengan memperlihatkan
kepada pasien keadaan penyakit di dalam rongga mulutnya. Pamflet,
poster dan alat peraga adalah alat bantu yang bermanfaat, tetapi alat-
alat peraga saja hanya memberi sedikit pengaruh.12
2.7 Erupsi Gigi
Erupsi gigi didefinisikan sebagai pergerakan gigi, terutama dalam arah aksial,
dari tempat perkembangannya di tulang rahang hingga ke posisi
fungsionalnya di rongga mulut. Proses ini berlanjut, hingga gigi tersebut
bertemu gigi antagonisnya pada rahang yang berlawanan.2
33
2.7.1 Fase Erupsi
Fase erupsi dibagi menjadi tahapan berikut: pre-erupsi, intraosseus,
penetrasi mukosa, preoklusal, dan postoklusal. Pada tahap pre-erupsi,
mahkota gigi terbentuk dan posisi gigi dalam tulang rahang relatif
stabil. Ketika akar mulai terbentuk, gigi mulai bergerak di dalam tulang
rahang ke arah rongga mulut (tahap intraosseus). Jalur erupsi untuk
kebanyakan gigi, tidak hanya melalui tulang, tetapi juga melalui akar
gigi sulung. Tahap penetrasi mukosa relatif pendek (beberapa bulan),
sementara tahap postoklusal lebih lama (beberapa tahun) dan dicirikan
dengan pergerakan gigi yang lebih lambat. 2
2.7.2 Mekanisme Erupsi
Erupsi gigi adalah suatu proses biologis yang belum sepenuhnya
dipahami. Proses ini diikuti beberapa perubahan jaringan, seperti
resorpsi dan aposisi tulang alveolar, dan perkembangan akar serta
periodonsium. Mekanisme erupsi telah diteliti dalam waktu yang lama
dan telah dikemukakan beberapa teori. Sekarang, “teori polarisasi
folikel” mungkin dapat menjelaskan tahap awal erupsi gigi pada
manusia. Berdasarkan teori ini, bagian koronal folikel akan memulai
aktivitas resorpsi kertika permulaan pembentukan akar. Proses ini
dikoordinasi oleh pertumbuhan tulang tertentu pada bagian apikal
folikel. Karena aktivitas osteoklas/osteoblas yang terkoordinasi ini,
pergerakan erupsi gigi sakan selesai. Arah pergerakan ini rupanya
diarahkan oleh korda gubernakular, sebuah saluran dalam tulang yang
34
terisi dengan jaringan mesenkimal odontogenik dengan kelompok
epitel odontogenik. Cord ini akan meluas selama erupsi, dan dengan
demikian mengarahkan gigi ke posisinya yang tepat pada rahang.
Ketika gigi permanen yang erupsi telah meresorpsi gigi sulung dan/atau
tulang di atasnya, langkah selanjutnya yaitu penetrasi mukosa rongga
mulut (biasanya ketika tiga perempat akar terbentuk). Setelah penetrasi
mukosa, erupsi di luar tulang alveolar berlangsung dengan cepat,
kemungkinan tahap erupsi ini berhubungan dengan daya tarik
ligamentum periodontal dan/atau pembentukan akar.2
2.7.3 Perubahan Periodonsium Selama Erupsi Gigi Permanen
Sebelum erupsi gigi sulung atau permanen, gingiva tampak seperti
penonjolan yang keras dan berwarna merah muda atau pucat karena di
bawah gingiva terdapat mahkota gigi yang akan erupsi. Pada tahap ini,
marginal gingiva membulat, bengkak, dan kemerahan. Selama periode
erupsi aktif, hal yang normal bila marginal gingiva yang mengelilingi
gigi yang erupsi menjadi menonjol, ini sangat jelas pada regio anterior
rahang atas. Penonjolan ini disebabkan oleh ketinggian kontur gigi
yang erupsi dan inflamasi ringan akibat mastikasi. Kebersihan mulut
yang buruk dapat berperan dalam perkembangan gingivitis pada daerah
gingiva yang tidak terlindungi. Setelah gigi erupsi, gingiva kurang
menonjol dan menjadi lebih tipis serta melekat dengan kuat di
sekeliling bagian servikal gigi.6,7
35
Gambar 2.4 Keadaan periodonsium pada gigi yang sedang erupsi (Sumber:
Rao, A. Principle and practice of pedodontics. 3rd Ed. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers (P) Ltd; 2012. 400)
Gambar 2.5 Marginal gingiva yang merah dan membulat di sekitar gigi yang
erupsi (Sumber: Rao, A. Principle and practice of pedodontics. 3rd Ed. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd; 2012. 401)
36
Tabel 2.1 Kronologi perkembangan dan erupsi gigi geligi manusia
Gigi Permulaan
pembentukan
jaringan
keras
Jumah
enamel
yang
terbentuk
saat lahir
Enamel
terbentuk
sempurna
Erupsi Akar
terbentuk
sempurna
Gigi geligi
sulung
Maksila
Insisivus
sentralis
4 bulan dalam
kandungan
Lima
perenam
1 ½ bulan 7 ½ bulan 1 ½ tahun
Insisivus
lateralis
4 ½ bulan
dalam
kandungan
Dua pertiga 2 ½ bulan 9 bulan 2 tahun
Kaninus 5 bulan dalam
kandungan
Sepertiga 9 bulan 18 bulan 3 ¼ tahun
Molar
pertama
5 bulan dalam
kandungan
Cusp
menyatu
6 bulan 14 bulan 2 ½ tahun
Molar kedua 6 bulan dalam
kandungan
Ujung cusp
masih
terisolasi
11 bulan 24 bulan 3 tahun
Mandibula
Insisivus
sentralis
4 ½ bulan
dalam
kandungan
Tiga
perlima
2 ½ bulan 6 bulan 1 ½ tahun
Insisivus
lateralis
4 ½ bulan
dalam
kandungan
Tiga
perlima
3 bulan 7 bulan 1 ½ tahun
Kaninus 5 bulan dalam
kandungan
Sepertiga 9 bulan 16 bulan 3 ¼ tahun
Molar
pertama
5 bulan dalam
kandungan
Cusp
menyatu
5 ½ bulan 12 bulan 2 ¼ tahun
Molar kedua 6 bulan dalam
kandungan
Ujung cusp
masih
terisolasi
10 bulan 20 bulan 3 tahun
Gigi geligi
permanen
Maksila
Insisivus
sentralis
3-4 bulan 4-5 tahun 7-8 tahun 10 tahun
Insisivus
lateralis
10-12 bulan 4-5 tahun 8-9 tahun 11 tahun
Kaninus 4-5 bulan 6-7 tahun 11-12 tahun 13-15 tahun
37
2.8 Vitamin C
Vitamin C yang dikenal juga sebagai asam askorbat, terlibat dalam
banyak proses dalam tubuh manusia, terutama sebagai donor elektron.
Manusia adalah salah satu dari beberapa mamalia yang tidak dapat
mensintesis vitamin C. Istilah vitamin C sebenarnya tidak hanya merujuk
kepada asam askorbat tetapi juga bentuk teroksidasinya yaitu asam
dehidroaskorbat. Kedua bentuk vitamin C tersebut ditemukan pada
makananan yang kita makan. Absorbsi vitamin C terjadi pada usus halus
melalui transport aktif untuk asam askorbat dan difusi terfasilitasi untuk asam
dehidroaskorbat. Efisiensi mekanisme absorpsi menurun jika pemasukan
Premolar
pertama
1 ½ - 1 ¾
tahun
5-6 tahun 10-11 tahun 12-13 tahun
Premolar
kedua
2 – 2 ¼ tahun 6-7 tahun 11-12 tahun 12-14 tahun
Molar
pertama
Saat lahir 2 ½- 3 tahun 6-7 tahun 9-10 tahun
Molar kedua 2 ½ - 3 tahun 7-8 tahun 12-13 tahun 14-16 tahun
Molar ketiga 7-9 tahun 12-16 tahun 17-21 tahun 18-25 tahun
Mandibula
Insisivus
sentralis
3-4 bulan 4-5 tahun 6-7 tahun 9 tahun
Insisivus
lateralis
3-4 bulan 4-5 tahun 7-8 tahun 10 tahun
Kaninus 4-5 bulan 6-7 tahun 9-10 tahun 12-14 tahun
Premolar
pertama
1 ¾ - 2 tahun 5-6 tahun 10-11 tahun 12-13 tahun
Premolar
kedua
2 ¼ - 2 ½
tahun
6-7 tahun 11-12 tahun 13-14 tahun
Molar
pertama
Saat lahir 2 ½- 3 tahun 6-7 tahun 9-10 tahun
Molar kedua 2 ½ -3 tahun 7-8 tahun 11-13 tahun 14-15 tahun
Molar ketiga 8-10 tahun 12-16 tahun 17-21 tahun 18-25 tahun
38
vitamin meningkat. Sekitar 70-90% vitamin C diabsorpsi melalui asupan
harian yaitu 30-200 mg, sementara efisiensi absorpsi berkurang pada dosis
yang melewati jumlah tersebut. Ekskresi oleh ginjal meningkat seiring
dengan peningkatan asupan vitamin. Jumlah vitamin C bervariasi secara luas
pada jaringan. Konsentrasi tertinggi ditemukan di kelejar pituitari dan
adrenal, sel-sel darah putih, mata, dan otak. Konsentrasi terendah ada pada
darah dan saliva. Jumlah total vitamin C pada tubuh bervariasi.17
Sumber terbaik vitamin C pada makanan adalah asparagus, pepaya, jeruk,
jus jeruk, kembang kol, brokoli, paprika hijau, anggur, jus anggur, kale,
lemon, dan stroberi. Dari produk-produk ini, produk jeruk paling umum di
anggap sebagai sumber signifikan vitamin C. Rose hip (Rosa), sebuah kapsul
biji yang ditemukan pada mawar, juga mengandung vitamin C dan digunakan
secara luas pada suplemen vitamin C, tetapi tidak lebih baik daripada sumber
vitamin C lain.18
Asam askorbat diperlukan pada beberapa reaksi yang terlibat dalam
tubuh, termasuk sintesis kolagen, sintesis kartinin, sintesis dan katabolisme
tirosin, dan sintesis neurotransmintter. Pada reaksi-reaksi ini, fungsi vitamn
C sebagai agen pereduksi (antioksidan) untuk menjaga atom besi dan tembaga
dalam metaloenzim pada keadaan tereduksi. Sebagai tambahan perannya
sebagai agen pereduksi pada reaksi enzimatik, fungsi lain vitamin C pada
yaitu sebagai antioksidan yang penting di dalam tubuh.18
Kolagen adalah protein fibrous yang memberikan kekuatan pada jaringan
ikat. Serat kolagen merupakan struktur yang penting dalam tulang dan
39
pembuluh darah, dan penting dalam penyembuhan luka. Molekul kolagen
menyerupai tali dengan tiga untaian, terdiri dari tiga ikatan polipeptida yang
terikat bersama membentuk triple helix. Untuk memperoleh struktur kolagen
seperti ini, vitamin C dibutuhkan. Vitamin C membantu mengubah struktur
dua asam amino pada kolagen, lisin dan prolin menjadi hidrokslisin dan
hidroksiprolin. Peran vitamin C dalam pembentukan asam amino ini adalah
untuk berinteraksi dengan enzim yang terlibat dalam konversi asam amino
tersebut.17 Konsentrasi vitamin C yang tinggi pada sel darah putih
memberikan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif yang berhubungan
dengan respirasi seluler. Radikal bebas yang terbentuk selama fagositosis dan
aktivasi neutrofil, juga dapat merusak sel-sel imun. Vitamin C dapat
mengurangi penghancuran ini dengan bertindak sebagai aktioksidan.17
Rekomendasi kecukupan gizi vitamin C untuk laki-laki dewasa adalah 90
mg dan perempuan dewasa adalah 75 mg. Selama periode ibu hamil dan
menyusui, rekomendasi kecukupan gizi ini meningkat menjadi 100 mg dan
120 mg. Defisiensi intake vitamin C adalah kondisi yang disebut scurvy.
Scurvy bermanifestasi dengan khas ketika vitamin C dalam tubuh menurun di
bawah 300 mg dan konsentrasi vitamin C dalam plasma menurun hingga <0.2
mg/dL. Scurvy dapat dikarakteristikkan dengan tanda dan gejala yang luas,
kebanyakan adalah hasil dari terhalangnya sintesis hidroksiprolin dan
hidroksilisin yang dibutuhkan untuk sintesis kolagen. Tanda dan gejala yang
dapat terlihat yaitu gusi berdarah, diskolorisasi kecil berwarna merah pada
permukaan kulit yang diakibatkan oleh rupturnya pembuluh darah kecil,
40
pendarahan sublingual, mudah lebam (ekimosis dan purpura), gangguan pada
penyembuhan luka dan tulang, rasa sakit pada sendi (arthralgia), gigi goyang
dan berlubang, dan hyperkeratosis folikel rambut, khususnya pada lengan,
kaki, dan bokong. Orang-orang yang memiliki pola makan yang buruk,
khususnya disertai dengan konsumsi alkohol atau penyalahgunaan obat-
obatan, orang dengan diabetes mellitus dan beberapa kanker, cenderung untuk
mengalami defisiensi vitamin ini.17
41
BAB III
KERANGKA KONSEP
Variabel yang tidak diteliti
Variabel yang diteliti
Gingivitis
erupsi
Vitamin C
Nutrisi
Erupsi gigi
permanen
Perubahan pada
jaringan
periodonsium Akumulasi plak
di sekitar gigi
yang sedang
erupsi
Keadaan
peradangan
gingiva
Makanan yang
mengenai
gingiva di sekitar
gigi yang sedang
erupsi
42
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian ekperimental dengan desain penelitian
yaitu pretest-posttest with control group design.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDIT Ar-Rahmah Tamalanrea Makassar pada bulan
Mei-Juni 2016.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah anak kelas I-VI SDIT Ar-Rahmah Makassar.
Sampel penelitian adalah 30 orang anak kelas I-VI SDIT Ar-Rahmah yang
mengalami gingivitis erupsi.
4.4 Metode Sampling
Metode pengambilan sampel yang dilakukan adalah menggunakan teknik
purposive sampling.
43
4.5 Variabel Penelitian
Variabel sebab: vitamin C
Variabel akibat: keparahan peradangan gingiva pada gingivitis erupsi
4.6 Definisi operasional variabel
a. Keparahan peradangan gingiva adalah tingkat keparahan peradangan pada
gingiva yang diukur menggunakan gingival index, meliputi perubahan warna,
pembengkakan, dan perndarahan pada gingiva
b. Gingivitis erupsi adalah penyakit pada gingiva pada gigi yang sedang erupsi
dengan tanda klinis berupa warna kemerahan, pembengkakan pada gingiva di
sekitar gigi yang sedang erupsi, terjadi pendarahan saat probe dimasukkan ke
sulkus gingiva.
c. Vitamin C adalah suatu bentuk asam askorbat yang tersedia dalam bentuk
tablet dengan dosis 50 mg/tablet.
4.7 Kriteria sampel
4.7.1 Kriteria Inklusi
1. Siswa yang sedang mengalami erupsi gigi permanen.
2. Siswa yang hadir pada saat dilakukan pemeriksaan.
3. Siswa yang bersedia menjadi sampel dalam penelitian.
4. Siswa yang tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.
4.7.2 Kriteria Eksklusi
1. Siswa yang tidak hadir pada saat dilakukan pemeriksaan awal.
44
2. Siswa yang tidak bersedia ikut serta dalam proses penelitian.
3. Siswa yang tidak menjalani pemeriksaan ulang pada saat dilakukan
posttest.
4.8 Kriteria penilaian dan alat ukur
Kriteria penelitian yang digunakan adalah gingival index (GI) dan alat ukur yang
digunakan adalah probe William.
Gingival index digunakan untuk mengukur keparahan gingivitis berdasarkan
warna, konsistensi, dan pendarahan saat probing. Ini menjelaskan keparahan klinis
peradangan gingiva beserta lokasinya. Permukaan mesial, lingual, distal, dan fasial
(atau bukal) dari tiap gigi diperiksa. Probe digunakan untuk menekan gingiva
untuk menentukan derajat kekerasannya, dan untuk menyusuri dinding jaringan
lunak yang berdekatan terhadap jalan masuk ke sulkus gingiva.18
Skor untuk interpretasi:
0 – Gingiva normal/tidak ada peradangan.
1 – Peradangan ringan: sedikit perubahan warna, sedikit edema, tidak terjadi
pendarahan saat dilakukan probing
2 – Peradangan sedang: edema yang berwarna kemerahan dan mengkilap,
pendarahan saat dilakukan probing.
3 – Peradangan parah: warna kemerahan dan edema, ulserasi dan kecenderungan
berdarah dengan spontan.
Setiap permukaan diberi nilai, dan kemudian nilai tersebut dijumlahkan dan dibagi
empat untuk mendapatkan nilai untuk setiap gigi. Jumlah semua nilai masing-
45
masing gigi yang diperiksa dan bagi sesuai dengan jumlah gigi yang diperiksa
untuk mendapatkan nilai indeks gingiva untuk masing-masing individu.3
Interpretasi gingival index:
< 0.1 sangat baik (tidak ada gingivitis)
0.1– 1.0 baik (gingivitis ringan)
1.1– 2.0 sedang (gingivitis sedang)
2.1 – 3.0 buruk (gingivitis parah)
4.9 Alat dan Bahan
1. Handscoen
2. Masker
3. Probe periodontal William
4. Kaca mulut
5. Larutan povidone iodine
6. Nierbekken
7. Gelas kumur
8. Senter
9. Informed consent
10. Kartu status
11. Alat tulis
12. Vitamin C tablet
46
13. Plastik obat
4.10 Prosedur Kerja
1. Melakukan pemeriksaan kepada siswa siswi kelas I-VI SDIT Ar-Rahmah
untuk menentukan calon partisipan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
2. Peneliti menjelaskan kepada calon partisipan mengenai penelitian yang akan
dilakukan.
3. Peneliti mengisi informed consent untuk siswa yang memenuhi kriteria
inklusi dan bersedia menjadi sampel dalam penelitian.
4. Selanjutnya, peneliti melakukan pemeriksaan untuk menentukan tingkat
keparahan peradangan gingiva pada gingiva di sekitar gigi yang sedang erupsi
menggunakan probe periodontal yang dimasukkan ke sulkus gingiva dan
dijalankan sepanjang dinding jaringan lunak gingiva. Keadaan yang diperoleh
dicatat sesuai dengan indeks yang digunakan.
5. Mencatat hasil pemeriksaan pada kartu status.
6. Membagi keseluruhan sampel menjadi kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol. Kelompok perlakuan yaitu kelompok yang diberi vitamin C,
sedangkan kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak diberi vitamin C.
7. Kemudian, dilakukan pemberian vitamin C tablet untuk kebutuhan selama dua
minggu dihitung sejak hari permeriksaan. Untuk kelompok yang diberi
vitamin C, banyaknya vitamin yang dikonsumsi adalah 1 tablet per hari.
8. Pemeriksaan ulang untuk menilai peradangan gingiva dilakukan sebanyak dua
kali, yaitu satu minggu dan dua minggu setelah hari permeriksaan pertama.
47
Pada satu minggu dan dua minggu setelah pemeriksaan awal, peneliti
melakukan pemeriksaan ulang pada setiap sampel sesuai kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol. Pemeriksaan ulang dilakukan serupa dengan
pemeriksaan awal, yaitu memeriksa tingkat peradangan gingiva pada gingiva
di sekitar gigi yang sedang erupsi.
9. Peneliti mencatat setiap hasil pemeriksaan posttest pada kartu status.
4.11 Jenis data
Jenis data yang digunakan adalah data primer.
4.12 Analisis yang digunakan
Analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan uji ANOVA repeated.
48
4.13 Alur Penelitian
Pemeriksaan untuk menentukan siswa
yang mengalami gingivitis erupsi
Siswa yang mengalami gingivitis erupsi
diberi penjelasan mengenai tujuan dan
prosedur penelitian yang akan dilakukan
secara singkat dan mudah dipahami
Pengisian informed consent untuk siswa
yang bersedia sebagai sampel penelitian
Kelompok
perlakuan (diberi
vitamin C)
Peradangan gingiva diperiksa satu
minggu setelah pemeriksaan awal
Peradangan gingiva diperiksa dua
minggu setelah pemeriksaan awal
Hasil diukur dengan GI dan dicatat
Penilaian peradangan gingiva
menggunakan gingival index (GI)
Kelompok
kontrol (tidak
diberi vitamin C)
Hasil diukur dengan GI dan dicatat
49
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian mengenai pengaruh pemberian vitamin C terhadap anak yang
mengalami gingivitis erupsi telah dilakukan. Pengambilan sampel dilakukan pada
siswa kelas I-VI SDIT Ar-Rahmah yang memenuhi kriteria. Jumlah sampel secara
keseluruhan adalah 30 orang. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan
rancangan pre and post-test with control group design. Pemeriksaan awal dilakukan
untuk memilih siswa yang mengalami gingivitis erupsi kemudian, nilai gingival index
diukur pada siswa tersebut. Sampel yang dipilih adalah siswa yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan peneliti. Sampel kemudian dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu 15 orang pada kelompok perlakuan (diberi vitamin C) dan 15
orang pada kelompok kontrol (tidak diberi vitamin C). Setiap sampel pada kelompok
perlakuan diberikan vitamin C untuk dikonsumsi selama dua minggu. Pengukuran
gingival index baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol dilakukan
pada periode satu minggu dan dua minggu setelah sampel kelompok perlakuan mulai
mengonsumsi vitamin C. Setelah dilakukan penelitian, data yang dikumpulkan
kemudian diolah menggunakan program SPSS versi 24. Hasil penelitian disajikan
dalam bentuk tabel sebagai berikut.
50
Tabel 5.1. Distribusi usia, kelas, dan jenis kelamin sampel pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol
Grafik 5.1. Distribusi usia, kelas, dan jenis kelamin sampel pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol
Tabel 5.1 dan grafik 5.1 menunjukkan distribusi usia siswa pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontol. Pada kelompok perlakuan, terdapat lima orang siswa
yang berusia delapan tahun (33,3%), delapan orang siswa yang berusia sembilan tahun
(53,3%), dan dua orang siswa yang berusia sepuluh tahun (13,3%). Pada kelompok
Karakteristik
Kelompok intervensi
Perlakuan Kontrol Total
n % n % n %
Usia
8 tahun 5 33,3 4 26,7 9 30,0
9 tahun 8 53,3 6 40,0 14 46,7
10 tahun 2 13,3 5 33,3 7 23,3
Total 15 100,0 15 100,0 30 100,0
Kelas
III 4 26,7 4 26,7 8 26,7
IV 8 53,3 8 53,3 16 53,3
V 3 20,0 3 20,0 6 20,0
Total 15 100,0 15 100,0 30 100,0
Jenis kelamin
Laki-laki 7 46,7 8 53,3 15 50,0
Perempuan 8 53,3 7 46,7 15 50,0
Total 15 100,0 15 100,0 30 100,0
0
2
4
6
8
10
Perlakuan Kontrol
51
kontrol, terdapat empat orang siswa yang berusia delapan tahun (26,7%), enam orang
siswa yang berusia sembilan tahun (40,0%), dan lima orang siswa yang berusia
sepuluh tahun (33,3%). Sampel yang terdapat pada penelitian ini yaitu siswa yang
berasal dari kelas III, IV, dan V. Jumlah siswa masing-masing pada kelompok
perlakuan dan kontrol berdasarkan kelas adalah sama, terdapat empat orang siswa
kelas III (26,7%), delapan orang siswa kelas IV (53,3%), dan tiga orang siswa kelas V
(20.0%). Tidak terdapat siswa yang berasal dari kelas I, II, dan VI sebab siswa tersebut
tidak bersedia mengikuti penelitian. Pada kelompok perlakuan, terdapat tujuh orang
siswa laki-laki (46,7%) dan delapan orang siswa perempuan (53,3%). Pada kelompok
kontrol, terdapat delapan orang siswa laki-laki (53,3%) dan tujuh orang siswa
perempuan (46,7%).
Tabel 5.2. Distribusi rata-rata nilai gingival index sebelum konsumsi vitamin C, pada 1
minggu konsumsi vitamin C, dan pada 2 minggu konsumsi vitamin C
Karakteristik sampel
Nilai gingival
index sebelum
konsumsi vitamin
C (Pre)
Nilai gingival
index setelah 1
minggu konsumsi
vitamin C (Post 1)
Nilai gingival
index setelah 2
minggu konsumsi
vitamin C (Post 2)
Rerata ± s.b Rerata ± s.b Rerata ± s.b
Kelompok intervensi
Perlakuan 0,9982 ± 0,48629 0,9375 ± 0,29599 0,8065 ± 0,26080
Kontrol 1,1917 ± 0,33027 1,1028 ± 0,39806 1,0416 ± 0,40853
Usia
8 tahun 0,7500 ± 0,40020 0,7963 ± 0,34576 0,7592 ± 0,26080
9 tahun 1,2098 ± 0,39802 1,1295 ± 0,30860 1,0416 ± 0,40853
10 tahun 1,3086 ± 0,18386 1,0893 ± 0,36596 0,9241 ± 0,35736
Kelas
III 0,7969 ± 0,40054 0,8646 ± 0,29777 0,7916 ± 0,27910
IV 1,1077 ± 0,40054 1,0117 ± 0,38066 0,8733 ± 0,38112
V 1,4583 ± 0,12910 1,0201 ± 0,35476 0,9241 ± 0,35736
Jenis Kelamin
Laki-laki 1,0250 ± 0,48917 0,9444 ± 0,40663 0,8249 ± 0,43530
Perempuan 1,1648 ± 0,34037 1,0958 ± 0,28822 1,0232 ± 0,23235
Total 1,0949 ± 0,42012 1,0201 ± 0,35476 0,9241 ± 0,35736
52
Tabel 5.2 menunjukkan distribusi rata-rata nilai gingival index berdasarkan
kelompok intervensi, usia, kelas, dan jenis kelamin pada tiga periode waktu
pengukuran, yaitu sebelum konsumsi vitamin C, pada satu minggu konsumsi vitamin
C, dan pada dua minggu konsumsi vitamin C. Berdasarkan kelompok intervensi,
terjadi penurunan nilai rata-rata gingival index pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol. Pada kelompok perlakuan, rata-rata nilai gingival index periode Pre
yaitu 0,9982 menjadi 0,9357 pada Post 1, dan 0,8065 pada Post 2. Pada kelompok
kontrol, rata-rata nilai gingival index periode Pre yaitu 1,1917 menjadi 1,1028 pada
Post 1, dan 1,0416 pada Post 2. Berdasarkan usia, nilai rata-rata gingival index pada
kelompok usia delapan tahun yaitu 0,7500 pada periode Pre, 0,7963 pada periode Post
1, dan 0,7592 pada periode Post 2. Nilai rata-rata gingival index pada kelompok usia
sembilan tahun yaitu 1,2098 pada periode Pre, 1,1295 pada periode Post 1, dan 0,9330
pada periode Post 2. Nilai rata-rata gingival index pada kelompok usia sepuluh tahun
yaitu 1,3086 pada periode Pre, 1,0893 pada periode Post 1, dan 1,1180 pada periode
Post 2. Berdasarkan kelas, nilai rata-rata gingival index pada kelas III yaitu 0,7969
pada periode Pre, 0,8646 pada periode Post 1, dan 0,7916 pada periode Post 2. Nilai
rata-rata gingival index pada kelas IV yaitu 1,1077 pada periode Pre, 1,0117 pada
periode Post 1, dan 0,8733 pada periode Post 2. Nilai rata-rata gingival index pada
kelas V yaitu 1,0949 pada periode Pre, 1,0201 pada periode Post 1, dan 0,9241 pada
periode Post 2. Berdasarkan jenis kelamin, nilai rata-rata gingival index pada siswa
laki-laki yaitu 1,0250 pada periode Pre, 0,9444 pada periode Post 1, dan 0,8249 pada
periode Post 2. Nilai rata-rata gingival index pada siswa perempuan yaitu 1,1648 pada
periode Pre, 1,0958 pada periode Post 1, dan 1,0232 pada periode Post 2.
53
Tabel 5.3. Presentase keparahan gingivitis pada kelompok perlakuan dan kontrol sebelum
konsumsi vitamin C (Pre-test)
Interpretasi
gingivitis
Kelompok intervensi
Perlakuan Kontrol Total
n % n % n %
Pre
Gingivitis ringan 8 53,3 6 40,0 14 46,7
Gingivitis sedang 7 46,7 9 60,0 16 53,3
Total 15 100,0 15 100,0 30 100,0
Post 1
Gingivitis ringan 12 80,0 7 46,7 19 63,3
Gingivitis sedang 3 20,0 8 53,3 11 36,7
Total 15 100,0 15 100,0 30 100,0
Post 2
Gingivitis ringan 12 80,0 7 46,7 19 63,3
Gingivitis sedang 3 20,0 8 53,3 11 36,7
Total 15 100,0 15 100,0 30 100,0
Grafik 5.2. Distribusi tingkat keparahan gingivitis pada kelompok perlakuan pada setiap
periode pengukuran gingival index
0
2
4
6
8
10
12
14
Pre Post 1 Post 2
Gingivitis ringan Gingivitis sedang
54
Grafik 5.3. Distribusi tingkat keparahan gingivitis pada kelompok kontrol pada setiap periode
pengukuran gingival index
Persentase interpretasi keparahan gingivitis pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol sebelum dilakukan intervensi (pemberian vitamin C) ditunjukkan
pada tabel 5.3. Interpretasi gingival index didasarkan pada skor gingival index setiap
individu, di mana skor 0,1- 1,0 menandakan gingivitis ringan, skor 1,1 – 2,0
menandakan gingivitis sedang, dan skor 2,1 – 3,0 yang menandakan gingivitis parah.
Pada kelompok perlakuan, terdapat delapan orang siswa yang megalami gingivitis
ringan (53,3) dan tujuh orang yang mengalami gingivitis sedang (46,7%). Pada
kelompok kontrol terdapat enam orang siswa yang mengalami gingivitis ringan
(40,0%) dan sembilan orang siswa yang mengalami gingivitis sedang (60,0%).
Persentase interpretasi keparahan gingivitis pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol yang diukur pada periode satu minggu dan dua minggu setelah
konsumsi vitamin C adalah sama. Pada kelompok perlakuan, terdapat dua belas orang
siswa yang mengalami gingivitis ringan (80%) dan 3 orang siswa yang mengalami
gingivitis sedang (20%). Pada kelompok kontrol, terdapat tujuh orang siswa yang
0
2
4
6
8
10
Pre Post 1 Post 2
Gingivitis ringan Gingivitis sedang
55
mengalami gingivitis ringan (46,7%) dan delapan orang siswa yang mengalami
gingivitis sedang (53,3%).
Tabel 5.4. Perbedaan skor gingival index antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
pada setiap periode pemeriksaan
Periode
Kelompok
Nilai p Perlakuan Kontrol
Rerata ± s.b Rerata ± s.b
Pre 0.9982 ± 0.48629 1.1917 ± 0.33027 0.213
Post 1 0.9375 ± 0.29599 1.1028 ± 0.39806 0.207
Post 2 0.8065 ± 0.26080 1.0416 ± 0.40853 0.073 Uji t-independent: p<0.05; significant
Grafik 5.4. Perbandingan skor gingival index pada periode pre, post 1, dan post 2 antara
kelompok perlakuan dan kontrol
Perbedaan skor gingival index antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
pada setiap periode pemeriksaan ditunjukkan pada tabel 5.4. Hasil uji statistik pada
periode Pre (sebelum konsumsi vitamin C) antara kelompok perlakuan dan kontrol
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor gingival index
pada kedua kelompok intervensi tersebut (p > 0,05). Hasil uji statistik pada periode
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
Pre Post 1 Post 2
Perlakuan Kontrol
56
Post 1 (satu minggu konsumsi vitamin C) antara kelompok perlakuan dan kontrol
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor gingival index
pada kedua kelompok intervensi (p > 0,05). Hasil uji statistik pada periode Post 2 (dua
minggu konsumsi vitamin C) antara kelompok perlakuan dan kontrol menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor gingival index pada kedua
kelompok intervensi (p > 0,05).
Tabel 5.5 Perbandingan skor gingival index pada periode pre, post 1, dan post 2 intra
kelompok perlakuan
Periode Rerata ± s.b Nilai p
Pre 0.9982 ± 0.48629
0.031 Post 1 0.9375 ± 0.29599
Post 2 0.8065 ± 0.26080 Uji ANOVA Repeated: p<0.05; signifikan
Pada tabel 5.5, diperlihatkan perbandingan skor gingival index pada periode pre,
post 1, dan post 2 intra kelompok perlakuan. Dari hasil uji statistik, diperoleh nilai p =
0,031 (p < 0,05), artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada skor gingival index
antara periode pre, post 1, dan post 2 intra kelompok perlakuan.
Tabel 5.6 Perbandingan skor gingival index antara tiap periode pengukuran intra kelompok
perlakuan
Periode waktu Periode waktu
yang dibandingkan
Selisih Rerata Nilai p
Pre Post 1 0,061 0,556*
Post 2 0,192 0,064*
Post 1 Pre -0,061 0,556*
Post 2 0,131 0,018**
Post 2 Pre -0,192 0,064*
Post 1 -0,131 0,018** Uji beda lanjut (Least Significant Difference): p > 0.05; tidak signifikan ** Uji beda lanjut (Least Significant Difference): p < 0.05; signifikan
Tabel 5.6 memperlihatkan hasil uji beda lanjut (Least Significant Difference)
antara setiap periode pengukuran intra kelompok perlakuan. Pada perbandingan antara
periode Pre dan Post 1, terdapat selisih nilai rata-rata gingival index sebesar 0,061,
57
tetapi tidak ada perbedaan bermakna (p > 0,05) antara hasil pengukuran nilai gingival
index antara periode Pre dan Post 1. Pada perbandingan antara periode Pre dan Post 2,
terdapat selisih nilai rata-rata gingival index sebesar 0,192. Tidak terdapat perbedaan
yang bermakna (p > 0,05) antara hasil pengukuran nilai gingival index antara periode
Pre dan Post 2. Pada perbandingan antara periode Post 1 dan Post 2, terdapat selisih
nilai rata-rata gingival index sebesar 0,131. Terdapat perbedaan yang bermakna (p <
0,05) antara hasil pengukuran nilai gingival index antara periode Post 1 dan Post 2.
Tabel 5.7 Perbandingan skor gingival index pada periode pre, post 1, dan post 2 intra
kelompok kontrol
Periode Rerata ± s.b Nilai p
Pre 1.1917 ± 0.33027
0.278 Post 1 1.1028 ± 0.39806
Post 2 1.0416 ± 0.40853 Uji ANOVA Repeated: p>0.05; tidak signifikan
Pada tabel 5.7, diperlihatkan perbandingan skor gingival index pada periode pre, post
1, dan post 2 intra kelompok kontrol. Dari hasil uji statistik, diperoleh nilai p = 0,278
(p > 0,05), artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada skor gingival index
antara periode pre, post 1, dan post 2 intra kelompok kontrol.
Tabel 5.8 Perbandingan skor gingival index antara tiap periode pengukuran intra kelompok
kontrol
Periode waktu Periode waktu
yang dibandingkan
Selisih Rerata Nilai p
Pre Post 1 0,089 0,301*
Post 2 0,150 0,103*
Post 1 Pre -0,089 0,301*
Post 2 0,061 0,433*
Post 2 Pre -0,150 0,103*
Post 1 -0,061 0,433* Uji beda lanjut (Least Significant Difference): p < 0.05; tidak signifikan
Tabel 5.8 memperlihatkan hasil uji beda lanjut (Least Significant Difference) antara
setiap periode pengukuran intra kelompok kontrol. Pada perbandingan antara periode
58
Pre dan Post 1, terdapat selisih nilai rata-rata gingival index sebesar 0,089, tetapi tidak
ada perbedaan bermakna (p > 0,05) antara hasil pengukuran nilai gingival index antara
periode Pre dan Post 1. Pada perbandingan antara periode Pre dan Post 2, terdapat
selisih nilai rata-rata gingival index sebesar 0,150. Tidak terdapat perbedaan yang
bermakna (p > 0,05) antara hasil pengukuran nilai gingival index antara periode Pre
dan Post 2. Pada perbandingan antara periode Post 1 dan Post 2, terdapat selisih nilai
rata-rata gingival index sebesar 0,061. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p >
0,05) antara hasil pengukuran nilai gingival index antara periode Post 1 dan Post 2.
Tabel 5.9. Perbandingan skor gingival index pada periode pre, post 1, dan post 2 antara
kelompok perlakuan dan kontrol (inter kelompok intervensi)
Periode
Kelompok
Nilai p Perlakuan Kontrol
Rerata ± s.b Rerata ± s.b
Pre 0.9982 ± 0.48629 1.1917 ± 0.33027
0.022 Post 1 0.9375 ± 0.29599 1.1028 ± 0.39806
Post 2 0.8065 ± 0.26080 1.0416 ± 0.40853 Uji ANOVA Repeated: p<0.05; signifikan
Tabel 5.9 menunjukkan terjadi penurunan nilai rata-rata gingival index baik pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pada kelompok perlakuan, rata-rata nilai
gingival index periode Pre yaitu 0,9982 menjadi 0,9357 pada Post 1, dan 0,8065 pada
Post 2. Pada kelompok kontrol, rata-rata nilai gingival index periode Pre yaitu 1,1917
menjadi 1,1028 pada Post 1, dan 1,0416 pada Post 2. Dari hasil uji statistik, diperoleh
nilai p = 0,022 (p < 0,05) yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada skor
gingival index antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada periode
pengukuran Pre (sebelum konsumsi vitamin C), Post 1 (satu minggu konsumsi vitamin
C), dan Post 2 (dua minggu konsumsi vitamin C).
59
Tabel 5.10 Perbandingan skor gingival index antara tiap periode pengukuran pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol (inter kelompok intervensi)
Periode waktu Periode waktu
yang dibandingkan
Selisih Rerata Nilai p
Pre Post 1 0,075 0,253*
Post 2 0,171 0,011*
Post 1 Pre -0,075 0,253*
Post 2 0,096 0,041**
Post 2 Pre -0,171 0,011*
Post 1 -0,096 0,041** Uji beda lanjut (Least Significant Difference): p > 0.05; tidak signifikan ** Uji beda lanjut (Least Significant Difference): p < 0.05; signifikan
Tabel 5.10 memperlihatkan hasil uji beda lanjut (Least Significant Difference)
antara setiap periode pengukuran. Pada perbandingan antara periode Pre dan Post 1,
terdapat selisih nilai rata-rata gingival index sebesar 0,075, tetapi tidak ada perbedaan
bermakna (p > 0,05) antara hasil pengukuran nilai gingival index antara periode Pre
dan Post 1. Pada perbandingan antara periode Pre dan Post 2, terdapat selisih nilai rata-
rata gingival index sebesar 0,171. Terdapat perbedaan yang bermakna (p < 0,05) antara
hasil pengukuran nilai gingival index antara periode Pre dan Post 2. Pada perbandingan
antara periode Post 1 dan Post 2, terdapat selisih nilai rata-rata gingival index sebesar
0,096. Terdapat perbedaan yang bermakna (p < 0,05) antara hasil pengukuran nilai
gingival index antara periode Post 1 dan Post 2.
60
BAB VI
PEMBAHASAN
Gingivitis adalah salah satu penyakit periodontal yang umum dialami oleh
anak-anak. Peradangan pada gingiva ini menimbulkan kerusakan pada jaringan
gingiva akibat interaksi antara bakteri patogen dan repon pertahanan tubuh host.
Terdapat pula beberapa faktor lokal dan sistemik yang berhubungan dengan
keparahan dan risiko terjadinya penyakit periodontal. Faktor yang turut
memengaruhi penyakit periodontal adalah nutrisi.11 Asam askorbat adalah
antioksidan yang dapat melakukan beberapa fungsi. Terdapat peningkatan tanda-
tanda peradangan awal seperti kemerahan dan pembengkakan pada gingiva ketika
asupan asam askorbat tidak cukup. Perubahan pada gingiva tersebut dikaitkan
dengan kerusakan pembuluh darah yang diakibatkan oleh defisiensi produksi dan
degradasi kolagen.20 Pengukuran tingkat keparahan peradangan pada gingiva dapat
dilakukan menggunakan gingival index. Gingival index mengukur tingkat dan
keparahan peradangan gingiva berdasarkan penilaian warna, kontur, dan
pendarahan pada gingiva.21
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin C
terhadap anak yang mengalami gingivitis erupsi sehingga dapat diketahui
perbedaan efek vitamin C terhadap tingkat keparahan gingiva antara anak yang
diberi vitamin C dan yang tidak diberi vitamin C. Pada penelitian ini, siswa yang
menjadi sampel penelitian adalah siswa yang berusia delapan sampai sepuluh tahun
61
dan berada pada kelas III, IV, dan V (Tabel 5.1 dan grafik 5.1).
Usia delapan sampai dengan sepuluh tahun merupakan salah satu rentang usia yang
termasuk periode gigi bercampur. Periode gigi bercampur merupakan periode gigi-
geligi di mana terdapat gigi sulung dan gigi permanen.22 Periode ini dimulai pada
sekitar usia enam tahun ketika molar pertama permanen erupsi dan berakhir pada
sekitar usia dua belas tahun ketika semua gigi sulung telah digantikan oleh gigi
permanen.22 Saat periode pergantian dari gigi sulung ke gigi permanen, dapat terjadi
suatu kondisi peradangan pada gingiva di sekitar gigi permanen yang sedang erupsi
yang disebut gingivitis erupsi. Rasa tidak nyaman yang dirasakan anak pada saat erupsi
gigi kadang-kadang menyebabkan anak menolak untuk membersihkan gigi sehingga
dapat terjadi akumulasi plak dan memicu terjadinya gingivitis.1,8
Pada penelitian ini, rata-rata nilai gingival index siswa berjenis kelamin laki-laki
lebih rendah dibandingkan siswa perempuan pada setiap periode pemeriksaan (Tabel
5.2). Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rania Rodan, et
al. (2015) dan Vijayta Sharva et. al. (2014)23,24 Pada kedua penelitian tersebut, anak
laki-laki memiliki nilai plak dan skor gingiva yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perempuan. Anak laki-laki memiliki nilai plak dan skor gingiva yang lebih tinggi
berhubungan dengan perbedaan pola kebersihan gigi dan mulut pada laki-laki dan
perempuan. Anak laki-laki cenderung melakukan tindakan kebersihan gigi dan mulut
yang kurang tepat sedangkan anak perempuan lebih memperhatikan kesehatan gigi
dan mulut mereka. Hasil yang berbeda ini mungkin disebabkan karena kebiasaan
menyikat gigi yang kurang teratur pada siswa perempuan dibandingkan dengan siswa
laki-laki yang menjadi sampel pada penelitian.
62
Tingkat keparahan gingivitis pada penelitian ini berbeda antara periode waktu
sebelum pemberian vitamin C, satu minggu konsumsi vitamin C, dan dua minggu
konsumsi vitamin C baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol. Pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dari periode pre ke periode post 1, terdapat
perubahan jumlah siswa yang mengalami gingivitis sedang menjadi gingivitis ringan,
dan pada periode Post 1 ke Post 2 tidak terdapat perubahan jumlah siswa yang
mengalami gingivitis sedang menjadi gingivitis ringan (Tabel 5.3).
Pada perbandingan intra kelompok perlakuan, didapatkan hasil uji statistik yang
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan pada perbandingan skor gingival
index intra kelompok perlakuan (p = 0,031). Uji beda lanjut yang dilakukan untuk
membandingkan skor gingival index antara setiap periode pemeriksaan menunjukkan
bahwa hanya skor gingival index pada periode Post 1-Post 2 (p = 0,018) yang memiliki
perbedaan yang bermakna, sedangkan perbandingan Periode Pre-Post 1 dan Pre-Post
2 tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (Tabel 5.5 dan 5.6). Artinya, terdapat
pengaruh vitamin C terhadap siswa yang mengalami gingivitis erupsi pada kelompok
perlakuan. Pengaruh vitamin C yang bermakna dapat dilihat pada periode Post 1-Post
2.
Pada perbandingan intra kelompok kontrol, didapatkan hasil uji statistik yang
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada perbandingan skor
gingival index intra kelompok kontrol (p = 0,278). Uji beda lanjut yang dilakukan
untuk membandingkan skor gingival index antara setiap periode pemeriksaan
menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara periode Pre-Post 1, Pre-Post
2, dan Post 1-Post 2 (Tabel 5.7 dan 5.8). Artinya, tidak ada perubahan yang bermakna
63
antara setiap periode pemeriksaan. Tidak adanya perubahan ini dikarenakan kelompok
kontrol yang bertindak sebagai kelompok pembanding tidak diberi vitamin C.
Perbandingan nilai gingival index antara kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol pada setiap periode pemeriksaan menunjukkan tidak ada perbedaan yang
bermakna antara periode Pre kelompok kontrol dan perlakuan, periode Post 1
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, dan periode Post 2 kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan (Tabel 5.4). Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat perbedaan
yang signifikan pada perbandingan skor gingival index antara kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol (p = 0,022). Pada perbandingan lanjut antara setiap periode
pengukuran, perbandingan skor gingival index antara periode Pre-Post 2 (p = 0,011)
dan Post 1-Post 2 (p = 0,041) memiliki perbedaan yang bermakna (Tabel 5.9 dan 5.10).
Artinya, ada pengaruh vitamin C terhadap gingivitis erupsi yang dialami oleh siswa
pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan siswa pada kelompok kontrol.
Perubahan yang terlihat yaitu terjadi penurunan nilai gingival index dan terdapat
perbedaan yang bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak diberi
vitamin C.
Hasil yang serupa terdapat pada penelitian Jaeri et al. (2014) yang meneliti efek
minuman bersuplemen nutrisi terhadap penyembuhan luka pasien setelah menjalani
bedah periodontal. Nilai indeks plak meningkat secara signifikan jika dibandingkan
dengan awal pemeriksaan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada
periode 1, 4, dan 8 minggu. Nilai gingival index tidak berbeda antara kedua kelompok
pada awal pemeriksaan, tetapi berkurang secara signifikan setelah satu minggu pada
kelompok intervensi (0.61 ±0.12 vs. 1.01 ±0.09 pada 0 minggu, p < 0,05) tetapi tidak
64
pada kelompok kontrol. Setelah 8 minggu, tidak ada perbedaan signifikan yang
diamati antara nilai gingival index kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Kedua
parameter klinis (plaque index dan gingival index) menurun secara signifikan
sepanjang periode penyembuhan pada kedua kelompok. Ini mengindikasikan bahwa
status kebersihan mulut semua pasien meningkat selama periode intervensi dan
inflamasi gingiva menurun.25
Jacob et al. (1987) meneliti efek rotasi makanan dengan kekurangan vitamin C,
normal, dan diberi suplemen pada subjek dengan kondisi periodontal yang sehat. Hasil
mereka menunjukkan bahwa kecenderungan gingiva menjadi terinflamasi atau
berdarah pada saat probing berkurang setelah mengonsumsi vitamin C dalam jumlah
yang normal (65 mg/hari) dibandingkan dengan yang mengalami defisiensi (5
mg/hari), serta ketika mengonsumsi tambahan vitamin C (605 mg/hari) dibandingkan
dengan konsumsi normal. Hasil penelitian jangka pendek ini menunjukkan bahwa
status vitamin C dapat memengaruhi tahap awal inflamasi gingiva dan pendarahan
krevikular.26 Penelitian yang dilakukan Nishida et al.(2000)11 menunjukkan terdapat
hubungan yang signifikan antara konsumsi vitamin C dan kondisi periodontal setelah
menyesuaikan usia, jenis kelamin, pendarahan gingiva, dan konsumsi tembakau.
Hubungan ini meskipun signifikan secara statistik, signifikansinya sedang jika
diperiksa pada seluruh populasi.
Vitamin C memainkan peran penting dalam sintesis kolagen. Vitamin C bertindak
sebagai ko-faktor untuk hidroksilasi prolin dan lisin dan memengaruhi transkripsi gen.
Defisiensi produksi kolagen menyebabkan permeabilitas jaringan gingiva yang lebih
tinggi, yang diamati pada individu yang mengalami defisiensi vitamin C.10 Alvares
65
dan Siegel (1981) melaporkan peningkatan permeabilitas jaringan gingiva pada hewan
dengan defisiensi makanan yang mengandung vitamin C dan perubahan ini karena
perkembangan gingivitis skorbutik. Ini menunjukkan bahwa permeabilitas substansi
yang berbahaya dari bakteri pada permukaan epitel meningkat, membolehkan jalan
masuk yang lebih mudah ke jaringan periodontal. Vitamin C mungkin memainkan
peran dalam mengurangi permeabilitas epitel gingiva dan menghindarkan penetrasi
substansi toksik ini ke dalam jaringan periodontal. 27
66
BAB VII
PENUTUP
7.1 Simpulan
Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pemberian vitamin C terhadap
anak yang mengalami gingivitis erupsi pada siswa kelas I-VI SDIT Ar-Rahmah.
Terdapat perbedaan yang bermakna antara nilai rata-rata gingival index antara
kelompok perlakuan (diberi vitamin C) dan kelompok kontrol (tidak diberi vitamin
C). Artinya, ada pengaruh vitamin C terhadap gingivitis erupsi yang dialami oleh
siswa pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan siswa pada kelompok
kontrol. Pada intra kelompok perlakuan, terdapat perbedaan yang bermakna antara
rata-rata nilai gingival index pada periode pengukuran Pre, Post 1, dan Post 2.
Artinya, terdapat pengaruh vitamin C terhadap siswa yang mengalami gingivitis
erupsi pada kelompok perlakuan. Pada intra kelompok kontrol, tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara rata-rata nilai gingival index pada periode
pengukuran Pre, Post 1, dan Post 2. Artinya, tidak ada perubahan inflamasi gingiva
yang bermakna sebab kelompok kontrol tidak diberi vitamin C.
Vitamin C memiliki hubungan dengan kesehatan jaringan periodontal dan
memiliki berbagai fungsi untuk jaringan periodontal. Vitamin C merupakan
antioksidan yang berperan dalam menangkal radikal bebas dari hasil metabolisme
sel di dalam tubuh, sebagai kofaktor dalam proses pembentukan prolin dan lisin
67
yang merupakan asam amino pembentuk kolagen, serta merangsang peningkatan
aktivitas sel-sel pertahanan tubuh.
7.2 Saran
Pada penelitian selanjutnya yang sehubungan dengan pengaruh pemberian vitamin
C terhadap anak yang mengalami gingivitis erupsi, perlu diteliti efek berbagai dosis
vitamin terhadap gingivitis, serta rentang waktu evaluasi pemeriksaan setelah
gingivitis yang lebih diperpanjang agar dapat diketahui lebih lanjut efek vitamin C
terhadap gingivitis erupsi. Untuk mengurangi bias penelitian, sampel pada kelompok
perlakuan sebaiknya tidak mengonsumsi makanan lain yang mengandung vitamin C
seperti buah-buahan selama proses penelitian agar dapat diketahui secara pasti efek
vitamin C terhadap gingivitis erupsi dan memperbanyak jumlah sampel penelitian.
Selain itu, indikator yang digunakan untuk evaluasi efek vitamin C terhadap keadaan
gingivitis erupsi juga dapat dilakukan dari berbagai aspek, selain dari segi keparahan
gingiva.
68
DAFTAR PUSTAKA
1. Ghutaimel H, Hisham R, Salem K, and Saad D. Common Periodontal
Diseases of Children and Adolescents. International Journal of Dentistry.
2014.
2. Koch, G, Sven P. Pediatric dentistry a clinical approach. 2nd Ed.
Copenhagen: Blackwell Munksgaard; 2009. p. 166-7, 197
3. Reddy, S. Essentials of clinical periodontology and periodontics. 2nd Ed.
New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd; 2008. p. 44, 140,
148-150
4. Karim, CAA, Paulina G, Dinar AW. Gambaran Status Gingiva pada Anak
Usia Sekolah Dasar di SD GMIM Tonsea Lama. Kedokteran Gigi Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.
5. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI; 2013. 111-2.
6. Rao, A. Principle and practice of pedodontics. 3rd Ed. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers (P) Ltd; 2012. p. 86, 400
7. Newman, MG, Henry HT, Perry RK, Fermin, AC. Carranza’s clinical
periodontology. 11th Ed. Missouri: Elsevier Saunders; 2012. p. 71-81, 104-
5, 197.e2, 304
69
8. Pari, A, Paavai I, Venkat S, Vineela K, Harinath P. Gingival diseases in
childhood – a review. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2014 Oct,
8(10):1-4.
9. Kaye, EK. Nutrition, dietary guidelines and optimal periodontal health.
Periodontology 2000, 2012; 58:93–111
10. Staudte H, W Sigusch, E Glockman. Grapefruit consumption improves vitamin
C status in periodontitis patients. British Dental Journal, August
2005;199(4):213-7.
11. Nishida M, Sara GG, Robert GD, Alex WH, Maurizio T, Robert JG. Dietary
vitamin C and the risk for periodontal disease. J Periodontol. August
2000;71(8):1215-1223.
12. Fedi PF, Arthur RV, John LG. Silabus Periodonti. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2012.
p. 18-20, 73-82
13. Dumitrescu, AL. Etiology and pathogenesis of periodontal disease. New York:
Springer; 2010. 8
14. Verma D, Apruv J, Navreet K, Dmeena A. Gingival disease in childhood - a
review. Global Journal of Medical Research 2014;14(3):17-22.
15. Oredugba, F, Patricia A, Mandeep Virdi, editor. Gingivitis in children and
adolescents, oral health care - pediatric, research, epidemiology and clinical
practices, InTech, 2012. Available from:
http://www.intechopen.com/books/oral-health-care-pediatric-research-
epidemiologyand-clinical-practices/gingivitis-in-children-and-adolescents
70
16. Dean, Avery, McDonald. McDonald’s and Avery dentistry for the child and
adolescent. 9th Ed. Missouri: Mosby Elsevier; 2011. p. 151, 367
17. Wardlaw, GM, Jeffrey SH. Perspectives in nutrition. 7th Ed. New York:
McGraw Hill; 2007. p. 365-8.
18. Gropper, SS, Jack LS, James LG. Advanced nutrition and human metabolism.
5th Ed. Belmont: Wadsworth Cengage Learning; 2009. p. 312-6.
19. Marya CM. Textbook of public health dentistry. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers (P) Ltd; 2011. p. 193
20. Shimabukuro, Y, Yohei N, Yorimasa O, Kaoru T, Hidetoshi S, Tetsuya N, et
al. Effect of an ascorbic acid- derivative dentifrice in patients with gingivitis:
a double-masked, randomized, controlled clinical trial. J Periodontol, January
2015;86(1):27-35
21. Akyüz S, Burcu N D, Leyla K. Dietary Habits and Oral Health of Children in
Deciduous, Early and Late Mixed Dentition. Journal of Marmara University
Institute of Health Sciences, 2012;2(3):113-18
22. Scheid RC, Gabriela W. Woelfel’s Dental Anatomy. 8th Ed. Philadelphia:
Lippincott William & Wilkins; 2012. p. 169
23. Rodan R, Feryal K, Leena S, Reem A, Asma A. Prevalence and severity of
gingivitis
in school students aged 6–11 years in Tafelah Governorate, South Jordan:
results of the survey executed by National Woman’s Health Care Center. BMC
Res Notes, 2015; 8(622).
71
24. Sharva V, Venugopal R, Ajay B, Rohit A. Prevalence of Gingivitis among
Children of Urban and Rural Areas of Bhopal District, India. Journal of
Clinical and Diagnostic Research. 2014 Nov, Vol-8(11): ZC52-ZC54
25. Lee J, Jung CP, Ui WJ, Seong HC, Kyoo SC, Yoo KP, et al. Improvement in
periodontal healing after periodontal surgery supported by nutritional
supplement drinks. J Periodontal Implant Sci 2014;44:109-117
26. Jacob RA, Omaye ST, Skala JH, Leggot PJ, Rothman DL, Murray PA.
Experimental vitamin C depletion and supplementation in young men. Nutrient
interactions and dental health effects. Annals of the New York Academy of
Sciences, 1987, 498, 333-346
27. Alvares O, Siegel I. Permeability of gingival sulcular epithelium in the
development of scorbutic gingivitis, J Oral Pathol 1981;10:40-8
72
LAMPIRAN
73
Dokumentasi Kegiatan
74
75
SAVE OUTFILE='C:\Users\toshiba\Documents\Data Oryza.sav'
/COMPRESSED.
NEW FILE.
DATASET NAME DataSet4 WINDOW=FRONT.
DATASET ACTIVATE DataSet4.
DATASET CLOSE DataSet3.
CROSSTABS
/TABLES=Usia Sex Kelas BY Kelompok
/FORMAT=AVALUE TABLES
/CELLS=COUNT COLUMN
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
Notes
Output Created 20-SEP-2016 07:31:26
Comments
Input Active Dataset DataSet4
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 30
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are
treated as missing.
76
Cases Used Statistics for each table are
based on all the cases with valid
data in the specified range(s) for
all variables in each table.
Syntax CROSSTABS
/TABLES=Usia Sex Kelas BY
Kelompok
/FORMAT=AVALUE TABLES
/CELLS=COUNT COLUMN
/COUNT ROUND CELL.
Resources Processor Time 00:00:00.02
Elapsed Time 00:00:00.01
Dimensions Requested 2
Cells Available 349496
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Usia * Kelompok 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
Sex * Kelompok 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
Kelas * Kelompok 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
77
Usia * Kelompok Crosstabulation
Kelompok
Total Perlakuan Kontrol
Usia 8.00 Count 5 4 9
% within Kelompok 33.3% 26.7% 30.0%
9.00 Count 8 6 14
% within Kelompok 53.3% 40.0% 46.7%
10.00 Count 2 5 7
% within Kelompok 13.3% 33.3% 23.3%
Total Count 15 15 30
% within Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%
Sex * Kelompok Crosstabulation
Kelompok
Total Perlakuan Kontrol
Sex Laki-laki Count 7 8 15
% within Kelompok 46.7% 53.3% 50.0%
Perempuan Count 8 7 15
% within Kelompok 53.3% 46.7% 50.0%
78
Total Count 15 15 30
% within Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%
Kelas * Kelompok Crosstabulation
Kelompok
Total Perlakuan Kontrol
Kelas 3.00 Count 4 4 8
% within Kelompok 26.7% 26.7% 26.7%
4.00 Count 8 8 16
% within Kelompok 53.3% 53.3% 53.3%
5.00 Count 3 3 6
% within Kelompok 20.0% 20.0% 20.0%
Total Count 15 15 30
% within Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%
MEANS TABLES=Pre Post_1 Post_2 BY Kelompok Usia Sex Kelas
/CELLS=MEAN COUNT STDDEV.
79
Means
Notes
Output Created 20-SEP-2016 07:31:42
Comments
Input Active Dataset DataSet4
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 30
Missing Value Handling Definition of Missing For each dependent variable in a
table, user-defined missing
values for the dependent and all
grouping variables are treated as
missing.
Cases Used Cases used for each table have
no missing values in any
independent variable, and not all
dependent variables have
missing values.
Syntax MEANS TABLES=Pre Post_1
Post_2 BY Kelompok Usia Sex
Kelas
/CELLS=MEAN COUNT
STDDEV.
Resources Processor Time 00:00:00.02
80
Elapsed Time 00:00:00.01
Case Processing Summary
Cases
Included Excluded Total
N Percent N Percent N Percent
Pre * Kelompok 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
Post_1 * Kelompok 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
Post_2 * Kelompok 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
Pre * Usia 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
Post_1 * Usia 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
Post_2 * Usia 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
Pre * Sex 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
Post_1 * Sex 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
Post_2 * Sex 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
Pre * Kelas 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
Post_1 * Kelas 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
Post_2 * Kelas 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
81
Pre Post_1 Post_2 * Kelompok
Kelompok Pre Post_1 Post_2
Perlakuan Mean .9982 .9375 .8065
N 15 15 15
Std. Deviation .48629 .29599 .26080
Kontrol Mean 1.1917 1.1028 1.0416
N 15 15 15
Std. Deviation .33027 .39806 .40853
Total Mean 1.0949 1.0201 .9241
N 30 30 30
Std. Deviation .42012 .35476 .35736
Pre Post_1 Post_2 * Usia
Usia Pre Post_1 Post_2
8.00 Mean .7500 .7963 .7592
N 9 9 9
Std. Deviation .40020 .34576 .27858
9.00 Mean 1.2098 1.1295 .9330
N 14 14 14
Std. Deviation .39802 .30860 .37054
10.00 Mean 1.3086 1.0893 1.1180
N 7 7 7
Std. Deviation .18386 .36596 .36256
82
Total Mean 1.0949 1.0201 .9241
N 30 30 30
Std. Deviation .42012 .35476 .35736
Pre Post_1 Post_2 * Sex
Sex Pre Post_1 Post_2
Laki-laki Mean 1.0250 .9444 .8249
N 15 15 15
Std. Deviation .48917 .40663 .43530
Perempuan Mean 1.1648 1.0958 1.0232
N 15 15 15
Std. Deviation .34037 .28822 .23235
Total Mean 1.0949 1.0201 .9241
N 30 30 30
Std. Deviation .42012 .35476 .35736
Pre Post_1 Post_2 * Kelas
Kelas Pre Post_1 Post_2
3.00 Mean .7969 .8646 .7916
N 8 8 8
Std. Deviation .40054 .29777 .27910
83
4.00 Mean 1.1077 1.0117 .8733
N 16 16 16
Std. Deviation .40055 .38066 .38112
5.00 Mean 1.4583 1.2500 1.2360
N 6 6 6
Std. Deviation .12910 .26220 .20682
Total Mean 1.0949 1.0201 .9241
N 30 30 30
Std. Deviation .42012 .35476 .35736
MEANS TABLES=Pre Post_1 Post_2 BY Kelompok BY Usia Sex Kelas
/CELLS=MEAN COUNT STDDEV.
Means
Notes
Output Created 20-SEP-2016 07:31:49
Comments
Input Active Dataset DataSet4
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 30
84
Missing Value Handling Definition of Missing For each dependent variable in a
table, user-defined missing
values for the dependent and all
grouping variables are treated as
missing.
Cases Used Cases used for each table have
no missing values in any
independent variable, and not all
dependent variables have
missing values.
Syntax MEANS TABLES=Pre Post_1
Post_2 BY Kelompok BY Usia
Sex Kelas
/CELLS=MEAN COUNT
STDDEV.
Resources Processor Time 00:00:00.00
Elapsed Time 00:00:00.02
Case Processing Summary
Cases
Included Excluded Total
N Percent N Percent N Percent
Pre * Kelompok * Usia 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
85
Post_1 * Kelompok * Usia 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
Post_2 * Kelompok * Usia 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
Pre * Kelompok * Sex 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
Post_1 * Kelompok * Sex 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
Post_2 * Kelompok * Sex 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
Pre * Kelompok * Kelas 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
Post_1 * Kelompok * Kelas 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
Post_2 * Kelompok * Kelas 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
Pre Post_1 Post_2 * Kelompok * Usia
Kelompok Usia Pre Post_1 Post_2
Perlakuan 8.00 Mean .5250 .7250 .6250
N 5 5 5
Std. Deviation .37914 .33541 .17678
9.00 Mean 1.2422 1.0078 .8203
N 8 8 8
Std. Deviation .38735 .21244 .22018
10.00 Mean 1.2050 1.1875 1.2050
N 2 2 2
Std. Deviation .06364 .26517 .06364
Total Mean .9982 .9375 .8065
N 15 15 15
86
Std. Deviation .48629 .29599 .26080
Kontrol 8.00 Mean 1.0313 .8854 .9270
N 4 4 4
Std. Deviation .21348 .38697 .31262
9.00 Mean 1.1667 1.2917 1.0833
N 6 6 6
Std. Deviation .44488 .35940 .49160
10.00 Mean 1.3500 1.0500 1.0832
N 5 5 5
Std. Deviation .20540 .42019 .43688
Total Mean 1.1917 1.1028 1.0416
N 15 15 15
Std. Deviation .33027 .39806 .40853
Total 8.00 Mean .7500 .7963 .7592
N 9 9 9
Std. Deviation .40020 .34576 .27858
9.00 Mean 1.2098 1.1295 .9330
N 14 14 14
Std. Deviation .39802 .30860 .37054
10.00 Mean 1.3086 1.0893 1.1180
N 7 7 7
Std. Deviation .18386 .36596 .36256
Total Mean 1.0949 1.0201 .9241
N 30 30 30
87
Std. Deviation .42012 .35476 .35736
Pre Post_1 Post_2 * Kelompok * Sex
Kelompok Sex Pre Post_1 Post_2
Perlakuan Laki-laki Mean .7679 .7679 .5893
N 7 7 7
Std. Deviation .52256 .30981 .15670
Perempuan Mean 1.1997 1.0859 .9966
N 8 8 8
Std. Deviation .37343 .19747 .16286
Total Mean .9982 .9375 .8065
N 15 15 15
Std. Deviation .48629 .29599 .26080
Kontrol Laki-laki Mean 1.2500 1.0990 1.0311
N 8 8 8
Std. Deviation .34718 .43584 .50380
Perempuan Mean 1.1250 1.1071 1.0536
N 7 7 7
Std. Deviation .32275 .38479 .30497
Total Mean 1.1917 1.1028 1.0416
88
N 15 15 15
Std. Deviation .33027 .39806 .40853
Total Laki-laki Mean 1.0250 .9444 .8249
N 15 15 15
Std. Deviation .48917 .40663 .43530
Perempuan Mean 1.1648 1.0958 1.0232
N 15 15 15
Std. Deviation .34037 .28822 .23235
Total Mean 1.0949 1.0201 .9241
N 30 30 30
Std. Deviation .42012 .35476 .35736
Pre Post_1 Post_2 * Kelompok * Kelas
Kelompok Kelas Pre Post_1 Post_2
Perlakuan 3.00 Mean .5625 .8438 .6563
N 4 4 4
Std. Deviation .42696 .23662 .18750
4.00 Mean 1.0434 .8828 .7778
N 8 8 8
Std. Deviation .42762 .31770 .26140
5.00 Mean 1.4583 1.2083 1.0833
N 3 3 3
89
Std. Deviation .19094 .19094 .14434
Total Mean .9982 .9375 .8065
N 15 15 15
Std. Deviation .48629 .29599 .26080
Kontrol 3.00 Mean 1.0313 .8854 .9270
N 4 4 4
Std. Deviation .21348 .38697 .31262
4.00 Mean 1.1719 1.1406 .9688
N 8 8 8
Std. Deviation .38924 .41424 .47127
5.00 Mean 1.4583 1.2917 1.3887
N 3 3 3
Std. Deviation .07217 .36084 .12722
Total Mean 1.1917 1.1028 1.0416
N 15 15 15
Std. Deviation .33027 .39806 .40853
Total 3.00 Mean .7969 .8646 .7916
N 8 8 8
Std. Deviation .40054 .29777 .27910
4.00 Mean 1.1077 1.0117 .8733
N 16 16 16
Std. Deviation .40055 .38066 .38112
5.00 Mean 1.4583 1.2500 1.2360
N 6 6 6
90
Std. Deviation .12910 .26220 .20682
Total Mean 1.0949 1.0201 .9241
N 30 30 30
Std. Deviation .42012 .35476 .35736
CROSSTABS
/TABLES=Kategori_Pre Kategori_Post_1 Kategori_Post_2 BY Kelompok
/FORMAT=AVALUE TABLES
/CELLS=COUNT COLUMN
/COUNT ROUND CELL.
Crosstabs
Notes
Output Created 20-SEP-2016 07:32:00
Comments
Input Active Dataset DataSet4
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 30
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are
treated as missing.
91
Cases Used Statistics for each table are
based on all the cases with valid
data in the specified range(s) for
all variables in each table.
Syntax CROSSTABS
/TABLES=Kategori_Pre
Kategori_Post_1
Kategori_Post_2 BY Kelompok
/FORMAT=AVALUE TABLES
/CELLS=COUNT COLUMN
/COUNT ROUND CELL.
Resources Processor Time 00:00:00.02
Elapsed Time 00:00:00.01
Dimensions Requested 2
Cells Available 349496
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kategori_Pre * Kelompok 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
Kategori_Post_1 * Kelompok 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
Kategori_Post_2 * Kelompok 30 100.0% 0 0.0% 30 100.0%
92
Kategori_Pre * Kelompok Crosstabulation
Kelompok
Total Perlakuan Kontrol
Kategori_Pre Gingivitis Ringan Count 8 6 14
% within Kelompok 53.3% 40.0% 46.7%
Gingivitis Sedang Count 7 9 16
% within Kelompok 46.7% 60.0% 53.3%
Total Count 15 15 30
% within Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%
Kategori_Post_1 * Kelompok Crosstabulation
Kelompok
Total Perlakuan Kontrol
Kategori_Post_1 Gingivitis Ringan Count 12 7 19
% within Kelompok 80.0% 46.7% 63.3%
Gingivitis Sedang Count 3 8 11
% within Kelompok 20.0% 53.3% 36.7%
Total Count 15 15 30
% within Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%
Kategori_Post_2 * Kelompok Crosstabulation
93
Kelompok
Total Perlakuan Kontrol
Kategori_Post_2 Gingivitis Ringan Count 12 7 19
% within Kelompok 80.0% 46.7% 63.3%
Gingivitis Sedang Count 3 8 11
% within Kelompok 20.0% 53.3% 36.7%
Total Count 15 15 30
% within Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%
T-TEST GROUPS=Kelompok(1 2)
/MISSING=ANALYSIS
/VARIABLES=Pre Post_1 Post_2
/CRITERIA=CI(.95).
T-Test
Notes
Output Created 20-SEP-2016 07:32:20
Comments
Input Active Dataset DataSet4
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
94
N of Rows in Working Data File 30
Missing Value Handling Definition of Missing User defined missing values are
treated as missing.
Cases Used Statistics for each analysis are
based on the cases with no
missing or out-of-range data for
any variable in the analysis.
Syntax T-TEST GROUPS=Kelompok(1
2)
/MISSING=ANALYSIS
/VARIABLES=Pre Post_1
Post_2
/CRITERIA=CI(.95).
Resources Processor Time 00:00:00.02
Elapsed Time 00:00:00.01
Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Pre Perlakuan 15 .9982 .48629 .12556
Kontrol 15 1.1917 .33027 .08527
Post_1 Perlakuan 15 .9375 .29599 .07642
Kontrol 15 1.1028 .39806 .10278
Post_2 Perlakuan 15 .8065 .26080 .06734
95
Kontrol 15 1.0416 .40853 .10548
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality
of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Pre Equal variances
assumed
1.511 .229 -1.275 28 .213 -.19350 .15178 -.50441 .11741
Equal variances
not assumed
-1.275 24.649 .214 -.19350 .15178 -.50632 .11932
Post_1 Equal variances
assumed
3.467 .073 -1.290 28 .207 -.16527 .12808 -.42763 .09709
Equal variances
not assumed
-1.290 25.857 .208 -.16527 .12808 -.42862 .09807
Post_2 Equal variances
assumed
7.132 .012 -1.879 28 .071 -.23510 .12514 -.49145 .02125
Equal variances
not assumed
-1.879 23.786 .073 -.23510 .12514 -.49351 .02331
96
GLM Pre Post_1 Post_2
/WSFACTOR=Pengamatan 3 Polynomial
/MEASURE=Skor_GI
/METHOD=SSTYPE(3)
/EMMEANS=TABLES(Pengamatan) COMPARE ADJ(LSD)
/CRITERIA=ALPHA(.05)
/WSDESIGN=Pengamatan.
General Linear Model
Notes
Output Created 20-SEP-2016 07:33:06
Comments
Input Active Dataset DataSet4
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 30
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are
treated as missing.
Cases Used Statistics are based on all cases
with valid data for all variables in
the model.
97
Syntax GLM Pre Post_1 Post_2
/WSFACTOR=Pengamatan 3
Polynomial
/MEASURE=Skor_GI
/METHOD=SSTYPE(3)
/EMMEANS=TABLES(Pengamat
an) COMPARE ADJ(LSD)
/CRITERIA=ALPHA(.05)
/WSDESIGN=Pengamatan.
Resources Processor Time 00:00:00.00
Elapsed Time 00:00:00.04
Within-Subjects Factors
Measure: Skor_GI
Pengamatan
Dependent
Variable
1 Pre
2 Post_1
3 Post_2
98
Multivariate Testsa
Effect Value F Hypothesis df Error df Sig.
Pengamatan Pillai's Trace .238 4.375b 2.000 28.000 .022
Wilks' Lambda .762 4.375b 2.000 28.000 .022
Hotelling's Trace .312 4.375b 2.000 28.000 .022
Roy's Largest Root .312 4.375b 2.000 28.000 .022
a. Design: Intercept
Within Subjects Design: Pengamatan
b. Exact statistic
Mauchly's Test of Sphericitya
Measure: Skor_GI
Within Subjects Effect Mauchly's W
Approx. Chi-
Square df Sig.
Epsilonb
Greenhouse-
Geisser Huynh-Feldt Lower-bound
Pengamatan .837 4.991 2 .082 .860 .909 .500
Tests the null hypothesis that the error covariance matrix of the orthonormalized transformed dependent variables is proportional to an identity matrix.
a. Design: Intercept
Within Subjects Design: Pengamatan
b. May be used to adjust the degrees of freedom for the averaged tests of significance. Corrected tests are displayed in the Tests of Within-Subjects
Effects table.
99
Tests of Within-Subjects Effects
Measure: Skor_GI
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Pengamatan Sphericity Assumed .440 2 .220 4.358 .017
Greenhouse-Geisser .440 1.719 .256 4.358 .023
Huynh-Feldt .440 1.817 .242 4.358 .021
Lower-bound .440 1.000 .440 4.358 .046
Error(Pengamatan) Sphericity Assumed 2.929 58 .050
Greenhouse-Geisser 2.929 49.859 .059
Huynh-Feldt 2.929 52.703 .056
Lower-bound 2.929 29.000 .101
Tests of Within-Subjects Contrasts
Measure: Skor_GI
Source Pengamatan
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Pengamatan Linear .438 1 .438 7.327 .011
Quadratic .002 1 .002 .055 .816
Error(Pengamatan) Linear 1.733 29 .060
Quadratic 1.196 29 .041
100
Tests of Between-Subjects Effects
Measure: Skor_GI
Transformed Variable: Average
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Intercept 92.361 1 92.361 280.681 .000
Error 9.543 29 .329
Estimated Marginal Means Pengamatan
Estimates
Measure: Skor_GI
Pengamatan Mean Std. Error
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1 1.095 .077 .938 1.252
2 1.020 .065 .888 1.153
3 .924 .065 .791 1.057
101
Pairwise Comparisons
Measure: Skor_GI
(I) Pengamatan (J) Pengamatan
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.b
95% Confidence Interval for Differenceb
Lower Bound Upper Bound
1 2 .075 .064 .253 -.056 .206
3 .171* .063 .011 .042 .300
2 1 -.075 .064 .253 -.206 .056
3 .096* .045 .041 .004 .188
3 1 -.171* .063 .011 -.300 -.042
2 -.096* .045 .041 -.188 -.004
Based on estimated marginal means
*. The mean difference is significant at the .05 level.
b. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments).
Multivariate Tests
Value F Hypothesis df Error df Sig.
Pillai's trace .238 4.375a 2.000 28.000 .022
Wilks' lambda .762 4.375a 2.000 28.000 .022
Hotelling's trace .312 4.375a 2.000 28.000 .022
Roy's largest root .312 4.375a 2.000 28.000 .022
Each F tests the multivariate effect of Pengamatan. These tests are based on the linearly
independent pairwise comparisons among the estimated marginal means.
a. Exact statistic
102
USE ALL.
COMPUTE filter_$=(Kelompok = 1).
VARIABLE LABELS filter_$ 'Kelompok = 1 (FILTER)'.
VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' 1 'Selected'.
FORMATS filter_$ (f1.0).
FILTER BY filter_$.
EXECUTE.
GLM Pre Post_1 Post_2
/WSFACTOR=Pengamatan 3 Polynomial
/MEASURE=Skor_GI
/METHOD=SSTYPE(3)
/EMMEANS=TABLES(Pengamatan) COMPARE ADJ(LSD)
/CRITERIA=ALPHA(.05)
/WSDESIGN=Pengamatan.
General Linear Model
Notes
Output Created 20-SEP-2016 07:33:24
Comments
Input Active Dataset DataSet4
Filter Kelompok = 1 (FILTER)
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 15
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are
treated as missing.
103
Cases Used Statistics are based on all cases
with valid data for all variables in
the model.
Syntax GLM Pre Post_1 Post_2
/WSFACTOR=Pengamatan 3
Polynomial
/MEASURE=Skor_GI
/METHOD=SSTYPE(3)
/EMMEANS=TABLES(Pengamat
an) COMPARE ADJ(LSD)
/CRITERIA=ALPHA(.05)
/WSDESIGN=Pengamatan.
Resources Processor Time 00:00:00.03
Elapsed Time 00:00:00.03
Within-Subjects Factors
Measure: Skor_GI
Pengamatan
Dependent
Variable
1 Pre
2 Post_1
3 Post_2
104
Multivariate Testsa
Effect Value F Hypothesis df Error df Sig.
Pengamatan Pillai's Trace .414 4.593b 2.000 13.000 .031
Wilks' Lambda .586 4.593b 2.000 13.000 .031
Hotelling's Trace .707 4.593b 2.000 13.000 .031
Roy's Largest Root .707 4.593b 2.000 13.000 .031
a. Design: Intercept
Within Subjects Design: Pengamatan
b. Exact statistic
Mauchly's Test of Sphericitya
Measure: Skor_GI
Within Subjects Effect Mauchly's W
Approx. Chi-
Square df Sig.
Epsilonb
Greenhouse-
Geisser Huynh-Feldt Lower-bound
Pengamatan .547 7.834 2 .020 .688 .739 .500
Tests the null hypothesis that the error covariance matrix of the orthonormalized transformed dependent variables is proportional to an identity matrix.
a. Design: Intercept
Within Subjects Design: Pengamatan
b. May be used to adjust the degrees of freedom for the averaged tests of significance. Corrected tests are displayed in the Tests of Within-Subjects
Effects table.
105
Tests of Within-Subjects Effects
Measure: Skor_GI
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Pengamatan Sphericity Assumed .288 2 .144 2.668 .087
Greenhouse-Geisser .288 1.377 .209 2.668 .109
Huynh-Feldt .288 1.478 .195 2.668 .106
Lower-bound .288 1.000 .288 2.668 .125
Error(Pengamatan) Sphericity Assumed 1.510 28 .054
Greenhouse-Geisser 1.510 19.275 .078
Huynh-Feldt 1.510 20.687 .073
Lower-bound 1.510 14.000 .108
Tests of Within-Subjects Contrasts
Measure: Skor_GI
Source Pengamatan
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Pengamatan Linear .276 1 .276 4.056 .064
Quadratic .012 1 .012 .310 .587
Error(Pengamatan) Linear .951 14 .068
Quadratic .559 14 .040
106
Tests of Between-Subjects Effects
Measure: Skor_GI
Transformed Variable: Average
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Intercept 37.597 1 37.597 132.282 .000
Error 3.979 14 .284
Estimated Marginal Means Pengamatan
Estimates
Measure: Skor_GI
Pengamatan Mean Std. Error
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1 .998 .126 .729 1.267
2 .938 .076 .774 1.101
3 .807 .067 .662 .951
107
Pairwise Comparisons
Measure: Skor_GI
(I) Pengamatan (J) Pengamatan
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.b
95% Confidence Interval for Differenceb
Lower Bound Upper Bound
1 2 .061 .101 .556 -.155 .277
3 .192 .095 .064 -.012 .396
2 1 -.061 .101 .556 -.277 .155
3 .131* .049 .018 .026 .236
3 1 -.192 .095 .064 -.396 .012
2 -.131* .049 .018 -.236 -.026
Based on estimated marginal means
*. The mean difference is significant at the .05 level.
b. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments).
Multivariate Tests
Value F Hypothesis df Error df Sig.
Pillai's trace .414 4.593a 2.000 13.000 .031
Wilks' lambda .586 4.593a 2.000 13.000 .031
Hotelling's trace .707 4.593a 2.000 13.000 .031
Roy's largest root .707 4.593a 2.000 13.000 .031
Each F tests the multivariate effect of Pengamatan. These tests are based on the linearly
independent pairwise comparisons among the estimated marginal means.
a. Exact statistic
108
USE ALL.
COMPUTE filter_$=(Kelompok = 2).
VARIABLE LABELS filter_$ 'Kelompok = 2 (FILTER)'.
VALUE LABELS filter_$ 0 'Not Selected' 1 'Selected'.
FORMATS filter_$ (f1.0).
FILTER BY filter_$.
EXECUTE.
GLM Pre Post_1 Post_2
/WSFACTOR=Pengamatan 3 Polynomial
/MEASURE=Skor_GI
/METHOD=SSTYPE(3)
/EMMEANS=TABLES(Pengamatan) COMPARE ADJ(LSD)
/CRITERIA=ALPHA(.05)
/WSDESIGN=Pengamatan.
General Linear Model
Notes
Output Created 20-SEP-2016 07:33:33
Comments
Input Active Dataset DataSet4
Filter Kelompok = 2 (FILTER)
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 15
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are
treated as missing.
109
Cases Used Statistics are based on all cases
with valid data for all variables in
the model.
Syntax GLM Pre Post_1 Post_2
/WSFACTOR=Pengamatan 3
Polynomial
/MEASURE=Skor_GI
/METHOD=SSTYPE(3)
/EMMEANS=TABLES(Pengamat
an) COMPARE ADJ(LSD)
/CRITERIA=ALPHA(.05)
/WSDESIGN=Pengamatan.
Resources Processor Time 00:00:00.02
Elapsed Time 00:00:00.03
Within-Subjects Factors
Measure: Skor_GI
Pengamatan
Dependent
Variable
1 Pre
2 Post_1
3 Post_2
110
Multivariate Testsa
Effect Value F Hypothesis df Error df Sig.
Pengamatan Pillai's Trace .179 1.416b 2.000 13.000 .278
Wilks' Lambda .821 1.416b 2.000 13.000 .278
Hotelling's Trace .218 1.416b 2.000 13.000 .278
Roy's Largest Root .218 1.416b 2.000 13.000 .278
a. Design: Intercept
Within Subjects Design: Pengamatan
b. Exact statistic
Mauchly's Test of Sphericitya
Measure: Skor_GI
Within Subjects Effect Mauchly's W
Approx. Chi-
Square df Sig.
Epsilonb
Greenhouse-
Geisser Huynh-Feldt Lower-bound
Pengamatan .979 .275 2 .872 .979 1.000 .500
Tests the null hypothesis that the error covariance matrix of the orthonormalized transformed dependent variables is proportional to an identity matrix.
a. Design: Intercept
Within Subjects Design: Pengamatan
b. May be used to adjust the degrees of freedom for the averaged tests of significance. Corrected tests are displayed in the Tests of Within-Subjects
Effects table.
111
Tests of Within-Subjects Effects
Measure: Skor_GI
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Pengamatan Sphericity Assumed .171 2 .085 1.708 .200
Greenhouse-Geisser .171 1.959 .087 1.708 .200
Huynh-Feldt .171 2.000 .085 1.708 .200
Lower-bound .171 1.000 .171 1.708 .212
Error(Pengamatan) Sphericity Assumed 1.400 28 .050
Greenhouse-Geisser 1.400 27.426 .051
Huynh-Feldt 1.400 28.000 .050
Lower-bound 1.400 14.000 .100
Tests of Within-Subjects Contrasts
Measure: Skor_GI
Source Pengamatan
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Pengamatan Linear .169 1 .169 3.048 .103
Quadratic .002 1 .002 .043 .839
Error(Pengamatan) Linear .776 14 .055
Quadratic .624 14 .045
112
Tests of Between-Subjects Effects
Measure: Skor_GI
Transformed Variable: Average
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Intercept 55.646 1 55.646 166.391 .000
Error 4.682 14 .334
Estimated Marginal Means Pengamatan
Estimates
Measure: Skor_GI
Pengamatan Mean Std. Error
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1 1.192 .085 1.009 1.375
2 1.103 .103 .882 1.323
3 1.042 .105 .815 1.268
113
Pairwise Comparisons
Measure: Skor_GI
(I) Pengamatan (J) Pengamatan
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.a
95% Confidence Interval for Differencea
Lower Bound Upper Bound
1 2 .089 .083 .301 -.089 .267
3 .150 .086 .103 -.034 .334
2 1 -.089 .083 .301 -.267 .089
3 .061 .076 .433 -.101 .224
3 1 -.150 .086 .103 -.334 .034
2 -.061 .076 .433 -.224 .101
Based on estimated marginal means
a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments).
Multivariate Tests
Value F Hypothesis df Error df Sig.
Pillai's trace .179 1.416a 2.000 13.000 .278
Wilks' lambda .821 1.416a 2.000 13.000 .278
Hotelling's trace .218 1.416a 2.000 13.000 .278
Roy's largest root .218 1.416a 2.000 13.000 .278
Each F tests the multivariate effect of Pengamatan. These tests are based on the linearly
independent pairwise comparisons among the estimated marginal means.
a. Exact statistic