PENGARUH OPINI GOING CONCERN, AUDIT DELAY...
Transcript of PENGARUH OPINI GOING CONCERN, AUDIT DELAY...
PENGARUH OPINI GOING CONCERN, AUDIT DELAY DAN UKURAN
KANTOR AKUNTAN PUBLIK TERHADAP KUALITAS AUDIT
( Studi Emipiris Pada Perusahaan Property Dan Real Estate Yang Terdaftar
Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2010-2014
TESSY SEPTIANI
120462201147
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
2017
ABSTRAK
Tessy Septiani, 2017: Pengaruh opini going concern, audit delay, ukuran kantor akuntan publik
terhadap kualitas audit(studi empiris padaperusahaan property dan real estate yang terdaftar di
Bursa efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2014). Tim promotor : Jack Febriand Adel, SE,
M.Si.,Akt,CA Dan Sri Ruwanti,SE.,M.Sc
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh opini going concern, audit delay, ukuran
kantor akuntan publik terhadap kualitas audit pada perusahaan property dan real estate yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2010-2014. purposive sampling, berdasarkan
kriteria yang ada maka didapat 20 perusahaan 2010-2014. Metode analisis data menggunakan uji
asumsi klasik,yaitu uji normalitas, multikolonieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi.
Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi berganda, uji f dan uji t.
Hasil dari penelitian ini adalah opini going concern, audit delay, ukuran akantor akuntan
publik secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Secara parsial hanya opini
going concern saja yang berpengaruh terhadap kualitas audit, sedangkan audit delay dan ukuran
kantor akuntan publik tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.
Kata Kunci : Opini Going Concern, Audit Delay, Ukuran Kantor Akuntan Publik, kualitas
Audit
ABSTRACT
Tessy Septiani, 2017: The effek of opinion Going Concern, audit delay, measurement public
accountant public accountant office toward the quality of audit in industry of property and real
estate that has been registered in Bursa Efek Indonesia Period Years between 2010-2014. The
prommotor : Jack Febriand Adel, SE,.,M.Si,Akt, CA and Sri Ruwanti,SE.,M.Sc
This research purpose to examine the influence of opinion going concern, audit delay,
measurement public accountant office towards the quality of audit in industry of property and
real estate that has been registered in Bursa Efek Indonesia period years between 2010-2014.
Purpossive sampling based on the criteria that has been registered, there are 20 industry 2010-
2014. Analysis methode uses classic assumption examination, there are normality examination,
multikolonieritas, heteroscedasticity and autocorrelation. Hipothesis examination uses doubled
regression analysis, f examination and t examination.
Thr result of the research are going concern opinion, audit delay, the measurement
accountant office public based on simultant influence significantly toward the quality of audit. In
partial, only going concern opinion that influence toward quality of audit, whereas audit delay
and the measurement public accountant office did not give influence to the quality of audit.
Key Words : Going Concern Opinion, Audit Delay, The measurement public accountant office.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kualitas audit adalah kemampuan auditor dalam mengaudit laporan keuangan dalam
memberikan jaminan bahwa tidak ada salah saji yang material atau kecurangan dalam laporan
keuangan. Untuk menilai kualitas audit yang baik diharapkan auditor bekerja sesuai dengan
profesionalitas mereka serta dapat menilai risiko binis dengan tujuan untuk meminimalisasi
ketidakpuasan auditee. Kualitas audit yang baik akan menghasilkan informasi yang sangat
berguna bagi para pemakai laporan keuangan dalam pengambilan keputusan (Werastuti, 2013).
Auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kemampuan entitas
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu yang pantas tidak lebih
dari 1 tahun sejak tanggal pelaporan keuangan yang sedang diaudit (selanjutnya periode tersebut
akan disebut dengan jangka waktu pantas. Dengan adanya opini going concern dapat membantu
perusahaan dalam masalah laporan keuangan.
Audit delay merupakan keterlambatan dalam penerbitan laporan keuangan auditor dengan
tanggal laporan keuangan. Audit inilah yang mempengaruhi ketepatan informasi yang akan
dipublikasikan, sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat ketidakpastian yang berdasarkan
informasi yang dipublikasikan.
Ukuran kantor akuntan publik yang baik memiliki keberanian dan kemampuan untuk
mengungkapkan permasalahan yang ada dalam perusahaan mengenai kelangsungan hidup suatu
entitas.
Penelitian ini mereplikasi dari skripsi dengan judul :” Pengaruh Tenure, Ukuran KAP
dan Spesialis Auditor Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
Berdasarkan uraian yang dipaparkan diatas, maka penelitian tertarik untuk melakukan
penelitian terkait dengan kualitas audit dengan judul:”Pengaruh Opini Going Concern, Audit
Delay, Ukuran Kantor Akuntan Publik Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada
Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
Tahun 2010-2014)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Kualitas Audit
Kualitas audit adalah kemampuan auditor dalam mengaudit laporan keuangan dalam
memberikan jaminan bahwa tidak ada salah saji yang material atau kecurangan dalam laporan
keuangan. Untuk menilai kualitas audit yang baik diharapkan auditor bekerja sesuai
profesionalitas serta nereka dapat menilai risiko bisnis dengan tujuan untuk meminimalisasi
ketidakpuasan auditee. Kualitas audit yang baik akan menghasilkan informasi yang sangat
berguna bagi para pemakai laporan keuangan dalam hal pengambilan keputusan (Werastuti,
2013). Tujuan dari audit atas laporan keuangan adalah untuk memastikan apakah laporan
keuangan telah bebas dari salah saji material, sehingga tidak merugikan pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap perusahaan dalam Arens (2009).
Menurut Mulyadi (2002), secara umum audit adalah suatu proses sistematik untuk
memperolah dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan tentang kejadian
ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuia antara pernyataan tersebut dengan
kriteria yang telah ditetapkan. Opini auditor memberikan peran penting dalam integritas dan
kredibilitas laporan keuangan.
Kualitas audit memiliki arti yang berbeda-beda. Dari sisi auditor, kualitas audit
merupakan hasil kerja mereka yang telah sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan
serta kode etik profesi. Kualitas audit diharapkan dapat mengurangi ketidakpuasan para pemakai
informasi dan menjaga laporan reputasi auditor. Sedangkan kualitas audit menurut para
pengguna laporan keuangan adalah jika auditor dapat memberikan opini yang sesuai dan
bertanggung jawab serta memberikan jaminan bahwa tidak terdapat kecurangan atau salah saji
material. Baik tidaknya suatu kualitas audit bergantung pada kemampuan penyedia jasa audit
dalam memenuhi harapan klien secara konsisten.
Auditor yang berkualitas merupakan auditor yang harus memenuhi standar professional
akuntan publik (SPAP). Dalam standar umum yang pertama menyebutkan bahwa auditor harus
dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup
sebagai auditor. Kualitas audit adalah laporan keuangan yang disampaikan kepada BAPEPAM
merupakan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik. Auditor bertanggung jawab
untuk menyediakan informasi yang mempunyai kualitas tinggi yang akan berguna untuk
pengambilan keputusan para pemakai laporan keuangan. Auditor yang mempunyai kualitas audit
yang baik akan lebih cenderung mengeluarkan opini audit going concern apabila klien terdapat
masalah mengenai going concern. Auditor skala besar yang dapat menyelesaikan kualitas audit
yang baik dibanding auditor skala kecil termasuk dalam masalah going concern. Auditor skala
besar memiliki insentif yang lebih baik untuk menghindari kritikan, auditor skala besar juga
lebih cenderung untuk mengungkapkan masalah-masalah yang ada karena mereka lebih kuat
untuk menghadapi risiko pengadilan.
Kualitas auditor menjadi hal yang penting terhadap opini auditor yang akan diberikan
untuk laporan keuangan. Kualitas auditor dapat dilihat dari segi independensi yang dimiliki serta
masa kerja yang lama juga menentukan kualitas audit yang dimiliki oleh seorang auditor.
Kualitas auditor bergantung kepada dimana auditor itu berada, meskipun tidak berada dalam
KAP besar seperti KAP Big Four, kualitas auditor juga masih tetap terjaga diberbagai KAP
kecil.
Menurut Andi Kartika (2011), kualitas auditan berpengaruh terhadap kredibilitas laporan
keuangan ketika perusahaan go public. Oleh karena itu, underwriter yang memiliki reputasi
tinggi, menginginkan emitmen yang dijaminnya, memakai auditor yang mempunyai reputasi
tinggi pula. Auditor memiliki reputasi tinggi, akan menggunakan auditor yang memiliki reputasi.
Adapun beberapa hal yang berhubungan kualitas audit:
1. Lama waktu auditor telah melaksanakan audit pada klien yang sama maka kualitas yang
akan dihasilkan akan semakin rendah.
2. Jumlah klien, semakin banyak jumlah klien maka kualitas audit semakin baik karena
auditor dengan jumlah klien yang banyak akan menjaga reputasinya.
3. Kesehatan keuangan klien, semakin sehat kondisi keuangan klien maka akan ada
kecenderungan klien tersebut untuk menentukan auditor agar tidak mengikuti standar.
4. Review oleh pihak ketiga, kualitas audit akan meningkat jika auditor tersebut mengetahui
bahwa hasil pekerjaaannya akan direview oleh pihak ketiga.
Menurut Putri (2014), audit yang berkualitas adalah audit yang dilaksanakan oleh orang yang
kompeten dan independen. Auditor yang berkompeten adalah auditor yang memiliki kemampuan
teknologi dan pengetahuna akuntansi serta memahami dan melaksanakan prosedur audit yang
benar. Sedangkan auditor yang independen adalah auditor yang jika menemukan pelanggaran,
akan secara independen melaporkan pelanggaran tersebut. Probabilitas auditor dalam
melaporkan pelanggaran tersebut tergantungpada tingkat kompetensi mereka. Kualitas audit
yang diproksikan dengan manajeman laba, pengukuran kualitas audit diukur dengan cara
mengukur tingkat akrual diskresioner yang merupakan proksi dari kualitas laba.
Menurut Wardhani dalam Panjaitan, (2014), menyatakan laba yang berkualitas jika
memenuhi beberapa kondisi yaitu bersifat netral, mampu untuk diprediksi, disajikan tepat waktu,
disajikan secara jujur, dan mengedepankan prinsip konservatisme.
Menurut Jones dalam Panjaitan, (2014), menyatakan bahwa akrual diskresioner adalah
dikresi yang dijalankan oleh manajemen untuk mencapai tujuan tertentu yang merupakan selisih
antara total akrual dan non akrual dikresioner, sedangkan non diskresioner adalah akrual yang
terjadi seiring berubahnya aktivitas operasional perusahaan.
2.1.2 Pengertian Opini Going Concern
Dalam SPAP 2011,SA Seksi 341” Auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi
apakah terdapat kemampuan entitas dalam memperthankan kelangsungan hidupnya (going
concern) dalam periode waktu pantas, tidak lebih dari 1 tahun sejak tanggal pelaporan keuangan
yang sedang diaudit (selanjutnya periode tersebut akan disebut dengan jangka pantas). Evaluasi
auditor berdasarkan atas pengetahuan tentang kondisi dan peristiwa yang ada pada atau telah
terjadi sebelum pekerjaan lapangan selesai. Informasi tentang kondisi dan peristiwa diperoleh
auditor dari penerapan prosedur audit yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai
tujuan audit yang bersangkuatan dengan asersi manajemen yang terkandung dalam laporan
keuangan yang sedang diaudit sebagaimana dielaskan dengan SA SEKSI 326 ( PSA N0.07 )
Bukti audit.
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2011) going concern merupakan asumsi dasar
dalam penyusunan laporan keuangan, suatu perusahaan diasumsikan tidak bermaksud atau
berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara material skala usahanya. Going concern
menilai apakah suatu perusahaan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka
waktu panjang dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu panjang.
Menurut Harahap (2011) dalam menyusun atau memahami laporan harus dianggap
bahwa perusahaan (entity) yang dilaporkan beroperasi di masa-masa yang akan datang, tidak ada
sama sekali asumsi perusahaan atau usaha ini yang dicantumkan dalam informasi keuangan.
Prinsip ini menjadi dasar bagi kewajaran nilai yang dicantumkan dalam informasi keuangan.
Nilai kekayaan dari suatu perusahaan dianggap hidup terus atau going concern tidak akan sama
dengan nilai atau harga kekayaan atau kewajiban dari suatu perusahaan atau lembaga yang akan
dilikuidasi. Biasanya harga atau nilai asset dari suatu perusahaan yang sudah dinyatakan bubar
atau likuidasi akan jatuh lebih murah dibandingkan dengan harga atau nilai asset yang masih
berjalan.
Going Concern menurut Belkaoui, 2006:135 dalam Handayani (2015) adalah suatu dalil
yang menyatakan bahwa kesatuan usaha akan menjalankan terus operasinya dlam jangka waktu
yang cukup lama untuk mewujudkan proyeknya, tanggung jawab serta aktivitas-aktivitasnya
yang tidak berhenti. Dalil ini memberikan gambaran bahwa suatu entitas akan diharapkan untuk
beroperasi dalam jangka waktu yang tidak terbatas atau tidak diarahkan menuju kearah likuidasi.
Diperlukannya suatu operasi yang berlanjut dan berkesinambungan untuk menciptakan suatu
konsenkuensi bahwa laporan keuangan yang terbit disuatu periode mempunyai sifat sementara
sebab masih merupakan suatu rangkaian laporan keuangan yang berkelanjutan.
SPAP 2011 (PSA NO.30 ) memberikan pedoman kepada auditor tentang dampak
kemampuan suatu usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap opini auditor
sebagai berikut:
1. Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kemampuan suatu usaha dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka wajtu yang pantas.
a. Memperoleh informasi mengenai rencaba manajemen yang ditinjukan untuk
mengurangi dampak kondisi dari peristiwa tersebut.
b. Menentukan apakah kemungkinan bahwa rencana tersebut dapat secara efektif
dilaksanakan.
2. Jika manajemen tidak memiliki rencana yang mengurangi dampak kondisi dan peristiwa
terhadap kemampuan suatu usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya,
auditor mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan yang tidak memiliki
pendapat.
3. Jika manajemen memiliki rencana tersebut, langkah selanjutnya yang harus dilakukan
oleh auditor adalah menyimpulkan bahwa efektifitas rencana tersebut, diantaranya:
a. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut tidak efektif, auditor menyatakan
tidak memberkan pendapat.
b. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebur efektif dan klien mengungkapkan
dalam catatan laporan keuangan, auditor menyatakan pendapat wajar tanpa
pengecualian.
c. Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif akan tetapi klien tidak
mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor pendapat tidak wajar.
Berikut ini adalah contoh kondisi dan peristiwa yang mengarah kepada pada kesangsian
atas kelngsungan hidup perusahaan (SPAP SA Seksi 341,2011)
1. Tren negatif. Contoh : Kerugian operasi yang berulang kali terjadi, kekurangan modal
kerja, arus kas negatif dari kerugian usaha , rasio keuangan yang penting yang jelek.
2. Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan. Contoh : Kegagalan dalam
memenuhi kewajiban utangnya atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran dividen,
penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit biasa.
3. Masalah intern. Contoh: Pemogokan kerja atau kesulitan hubungan perburuhan yang
lain, ketergantungan yang besar atas sukses proyek tertentu, komitmen jangka panjang
yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan untuk signifikan memperbaiki operasi.
4. Masalah luar yang telah terjadi. Contoh: Pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya
undang-undang, atau masalah-masalah lain yang kemungkinan membahayakan
kemampuan entitas untuk beroperasi.
Going Concern merupakan asumsi dasar dalam penyusunan laporan keuangan, suatu
perusahaan diasumsukan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara
material skala usahanya (Standar Akuntansi Keuangan,2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi
going concern adalah:
a. Ketidakmampuan untuk membayar hutang.
b. Ketidakmampuan melanjutkan bisnis.
c. Ketidakmampuan mengatur harta sehingga merugikan bisnis yang sedang dijalankan.
Menurut Standar Profesional Akuntan Publik SA Seksi 110, tujuan audit atas laporan
keuangan oleh auditor independen pada umumya adalah untuk menyatakan pendapat tentang
kewajaran dalam semua hal yang material,posisi keuangan , hasil usaha, perubahan ekuitas, dan
arus kas sesuai dengan prinsip akuntan yang berlaku diindonesia.
Menurut Standar Profesional Akuntan Publik per 31 Maret 2011 (PSA 29 SA SEKSI 508
) ada lima jenis pendapat akuntan yaitu :
1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian ()
Laporan audit ini diterbitkan oleh auditor eksternal apabila semua kondisi audit telah
terpenuhi dan tidak ada salah saji yang signifikan serta laporan keuangan secara wajar sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas ( Unqualifield opini with
explanatory laguage)
Pendapat ini diberikan jika terdapat keadaan tertentu yang mengharuskan auditor
menambahkab paragraf penjelasan ( atau bahasa penjelasan lainnya) dalam laporan audit
meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian yang dinyatakan oleh auditor.
Keadaan tersebut meliputi :
a. Pendapat wajar sebagaian didasarkan atas laporan auditor independen lain.
b. Untuk memcegah agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena keadaan – keadaan
yang luar biasa, laporan keuangan disajikan menyimpang dari suatu standar akuntansi
yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI).
c. Jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakni tantang
adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas namun setelah
mempertimbangkan rencana manajemen auditor berkesimpulan bahwa rencana
manajemen tersebut.
3. Pendapat wajar dengan pegecualian (Qualified Opinion)
Pendapat wajar dengan pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan secara wajar,
dalam semua hal material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas sesuai
dengan yang dikecualikan pendapat yang dinyatakan bila mana:
1. Ketiadaan bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkungan
audit yang mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa ia tidak dapat menyatakan
pendapat wajar tanppa pengecualian dan ia berkesimpulan tidak menyatakan tidak
memberikan pendapat.
2. Auditor yakin atas dasar auditnya bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari
SAK/ETAP/IFRS yang berdampak material, ia berkesimpulan untuk tidak
menyatakan pendapat tidak wajar.
4. Pendapat tidak wajar (Adverse Opinion)
Suatu pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan
secara wajar, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas sesuai dengan
SAK/ETAP/IFRS.
Apabila auditor menyatakan pendapat tidak wajar, ia harus menjelaskan dalam paragraf
terpisah sebelum paragraf pendapat dalam laporannya meliputi :
a. Semua alasan yang mendukung pendapat tidak wajar.
b. Dampak utama hal yang menyebabkan pemberian pendapat tidak wajar terhadap
posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas jika secara praktis untuk
dilaksanakan.
5. Pernyataan tidak memberikan pendapat
a. Suatu pernyataan tidak memberikan pedapat menyatakan bahwa auditor tidak
menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Auditor tidak dapat menyatakan suatu
pendapat bila mana ia tidak dapat merumuskan atau tidak merumuskan suatu
pendapat tentang kewajaran laporan keuangan sesuai dengan SAK/ETAP/IFRS.
b. Pernyataan tidak dapat memberikan pendapat harus tidak diberikan karena auditor
yakin, atas dasar auditnya, bahwa terdapat penyimpangan material dari
SAK/ETAP/IFRS. Jika pernyataan tdak memberikan pendapat disebabkan
pembatasan lingkungan audit, auditor harus menunjukkan dalam paragraf terpisah
semua alasan subtantif yang mendukung pernyataan tersebut.
Menurut Standar Profesional Akuntan Publik per 31 Maret 201, SA seksi 341 yang
termasuk opini going concern adalah:
1. Opini Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Bahasa Penjelas (Unqualified with explanatonary
language)
Pendapat ini diberikan jika terdapat keadaan tertentu yang mengharuskan auditor
menambahkab paragraf penjelasan ( atau bahasa penjelasan lainnya) dalam laporan audit
meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian yang dinyatakan oleh auditor.
Keadaan tersebut meliputi :
a. Pendapat wajar sebagaian didasarkan atas laporan auditor independen lain.
b. Untuk mencegah agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena keadaan – keadaan
yang luar biasa, laporan keuangan disajikan menyimpang dari suatu standar akuntansi
yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI).
c. Jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakni tentang
adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas namun setelah
mempertimbangkan rencana manajemen auditor berkesimpulan bahwa rencana
manajemen tersebut.
2. Pendapat Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
Pendapat wajar dengan pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan secara wajar,
dalam semua hal material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas sesuai
dengan yang dikecualikan pendapat yang dinyatakan bila mana:
a. Ketiadaan bukti yang kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap
lingkungan audit yang mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa ia tidak dapat
menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian dan ia berkesimpulan tidak menyatakan
tidak memverikan pendapat.
b. Auditor yakin atas dasar auditnya bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari
SAK/ETAP/IFRS yang berdampak material, ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan
pendapat tidak wajar.
3. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion )
Suatu pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan
secara wajar, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas sesuai dengan
SAK/ETAP/IFRS.
Apabila auditor menyatakan pendapat tidak wajar, ia harus menjelaskan dalam paragraf
terpisah sebelum paragraf pendapat dalam laporannya meliputi :
a. Semua alasan yang mendukung pendapat tidak wajar.
b. Dampak utama hal yang menyebabkan pemberian pendapat tidak wajar terhadap posisi
keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas jika secara praktis untuk
dilaksanakan.
4. Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer Opinion)
a. Suatu pernyataan tidak memberikan pedapat menyatakan bahwa auditor tidak
menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Auditor tidak dapat menyatakan suatu
pendapat bila mana ia tidak dapat merumuskan atau tidak merumuskan suatu pendapat
tentang kewajaran laporan keuangan sesuai dengan SAK/ETAP/IFRS.
b. Pernyataan tidak dapat memberikan pendapat harus tidak diberikan karena auditor yakin,
atas dasar auditnya, bahwa terdapat penyimpangan material dari SAK/ETAP/IFRS. Jika
pernyataan tdak memberikan pendapat disebabkan pembatasan lingkungan audit, auditor
harus menunjukkan dalam paragraf terpisah semua alasan subtantif yang mendukung
pernyataan tersebut.
2.1.3 Audit Delay
Dalam standar profesional akuntan publik (SPAP) dijelaskan bahwa standar pekerjaan
lapangan yaitu pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus
disupervisi dengan semestinya pemahaman memadai atas pengendalian ntern harus diperoleh
untuk merencanakan audit dan menentukan seft, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan
seperti bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
permintaan ketenaran, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk mrnyatakan pendapat atas
laporan keuangan yang diaudit ( Ikatan Akuntan Indonesia 2011). Dengan adanya standar
tersebut, auditor membutuhkan waktu yang tidak sebentar dalam melaksanakan proses audit.
Konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan kuangan yang
diaudit (Ikatan Akuntan Indonesia 2011).
Setiap usaha baik badan maupun perseorangan tidak dapat terlepas dari kebutuhan
informasi. Informasi yang dibutuhkan berupa informasi akuntansi dalam bentuk laporan
keuangan. Laporan keuangan terdiri dari neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan posisi
keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya sebagai laporan arus kas, atau
laporan arus dana), catatan dan laporan lain. Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi
tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industry
dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga (IAI, 2011).
Laporan keuangan memberikan informasi penting mengenai perusahaan yang dapat
dinyatakan secara kuantitatif dalam satuan uang. Laporan keuangan sebagi hasil akhir dari
penyelenggaraan akuntansi dalam peusahaan hanya mampu menghasilkan informasi sesuai
dengan kemampuan akuntansi. Laporan keuangan sangat penting bagi pihak-pihak terlibat dalam
perusahaan, yaitu kreditur, pemegang saham, dan manajemen itu sendiri. Dengan pentingnya
informasi laporan keuangan tersebut, maka ketepatan waktu pelaporan sangat ditunggu oleh
pihak-pihak terkaiy tersebut (Badriyah,et,al. 2013).
Karena kreditur harus melakukan beberapa standar auditing untuk memastikan bahwa
alat bukti yang diharapkan dilapangan bener-bener relevan dan dapat mendukung pemberian
opini atas laporan keuangan perusahaan. Hal ini yang mendukung munculnya audit delay, yaitu
lamanya waktu antara dikeluarkan laporan keuangan perusahaan dan laporan keuangan yang
telah diaudit.
Berdasarkan peraturan tentang kewajiban penyampaian laporan keuangan diindonesia
diatur dalam Undang-Undang (UU) No.8 Tahun 1995 tentang pasar modal. Undang-undang
(UU) menyatakan bahwa kewajiban penyampaian laporan tahunan emiten perusahaan public
diatur dalam peraturan nomor X.K.6 sebagaiman dimuat dalam lampiran keputusan ini berlaku
untuk menyusun laporan tahunan untuk tahun buku yang berakhir pada atau setelah tanggal 31
Desember 2012. Keputusan Bdan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor:
Kep-134/BL/2006 tanggal 7 Desember 2006 tentang kewajiban penyampaian laporan tahunan
bagi emiten dan perusahaan publik. Berdasarkan keputusan BAPEPAM-LK Nomor: Kep-
431/BL/2012 tentang penyampaian laporan tahunan emiten atau perusahaan public yang
menyatakan pendaftarannya telah menjadi efektif wajib menyampaikan laporan tahunan kepada
BAPEPAM-LK paling lambat 4 (Empat) bulan setelah tahun berakhir atau 120 hari.
Study tentang audit delay ini biasanya berhubungan dengan ketepatan penyampaian
kaporan keuangan (timelines financial reporting), karena jangka waktu antara keluarnya laporan
keuangan oleh perusahaan dan laporan audit akan mempengaruhi ketepatan waktu pengumpulan
laporan keuangan kepada BAPEPAM untuk perusahaan publik diindonesia.
Menurut Juriica (2013) jangka waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses audit
akan mempengaruhi lamanya proses pengumuman laporan keuangan perusahaan. Semakin lama
jangka waktu antara penerbitan dan pengumuman laporan keuangan maka akan berkurang
manfaat dari laporan keuangan tersebut. Pada proses ini, proses audit bisa menjadi suatu
penghambat dalam ketepatan waktu pengumuman dan penyampaian laporan keuangan. Salah
satu ukuran ketepatan dalam menyampaikan laporan keuangan (timesline of financial reporting)
adalah audit delay. Penelitian terkait dengan ketepatan waktu penyajian laporan keuangan yang
selama ini dilakukan menitik beratkan pada faktor-faktor yang menyebabkan audit delay.
2.1.4 UKURAN KANTOR KUNTAN PUBLIK
Ukuran kantor akuntan publik yang memeriksa perusahaa yang bersangkutan. Secara
umum, bila KAP baik, seperti perusahaan big Four , tingkat independensi dari auditor mereka
akan lebih terpercaya. Tapi apabila reputasi KAP kurang baik dimata publik, kepercayaan
terhadap hasil opini audit dengan paragraf going concern pun bias saja diragukan. Reputasi
kantor akuntan publik dipertaruhkan ketika opini yang diberikan ternyata tidak sesuai dengan
kondisi perusahaan yang sesungguhnya. Auditor harus memiliki keberanian untuk mengungkap
permasalahan yang ada dalam perusahaan mengenai kelangsungan hidupnya. Kualitas audit yang
akan menjadi faktor penting bagi pengguna hasil laporan keuangan, kualitas KAP yang baik akan
menjadi faktor yang cukup penting juga untuk para investor, dan juga pihak luar perusahaan.
De Angelo Sylvia, (2012), menyatakan bahwa kualitas audit dari akuntan public dapat
dilihat dari ukuran KAP yang melakukan audit. KAP besar (Big 4 accountig firms) yakni
melakukan audit lebih berkualitas dibandingkan dengan KAP kecil (Non Big 4 accounting
firms). Namun pada tahun 2001, terjadi financial statement fraund di Enron dan juga beberapa
kasus lainnya. Dalam kasus-kasus tersebut akuntan public yang mengaudit termasuk kantor
akuntan publik yang berukuran besar dan memiliki reputasi baik. Kasus- kasus tersebut
menunjukkan bahwa tidak semua kantor akuntan public yang berukuran besar malakukan audit
yang berkualitas tinggi.
Kualitas audit yang akan berpengaruh pada laporan audit yang dikeluarkan oleh auditor.
Terdapat empat katagori laporan audit menurut Arens et.al (2009) yaitu, wajar tanpa
pengecualian, wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan atau modifikasi kalimat,
wajar dengan pengecualian, dan tidak wajar atau menolak memberikan pendapat. Masing-masing
dari laporan audit tersebut dikeluarkan dengan kondisi yang berbeda-beda. Auditor dituntut
untuk menggunakan kompetensi dan independensinya semaksimal mungkin dalam melaporkan
poeses audit agar menghasilkan opini audit yang sesui karena reputasi auditor juga ikut
dipertaruhkan ketika opini ternyata tidak sesuai dengan kondidi perusahaan yang sesungguhnya.
Laporan keuangan menjadi sumber informasi keuangan yang penting bagi investor dan
kreditur. Salah satu unsur laporan keuangan yang sering diperhatikan adalah laporan laba rugi
yang dimana informasi mengenai laba akan dilaporkan. Namun pelaporan laba tersebut belum
tentu menunjukkan laba yang sesungguhnya, karena laba tersebut mungkin mengandung unsur
akrual yang dapat menjadi risiko informasi akibat manajemen laba yang dilakukan perusahaan.
Auditor dituntut untuk menilai kewajaran laba tersebut dalam Chairunissa, (2012).
Banyaknya kasus terkait kesalahan auditor dalam menjalankan perannya, menyebabkan
para pengguna laporan keuangan memiliki penilaian spektis terhadap auditor. Salah satunya
adalah pendapat bahwa kantor akuntan publik berukuran besar atau disebut dengan Big 4.
Auditor memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas, seperti pelatihan
dan juga pengakuan internasional. Namun dalam kenyataannya terdapat beberapa kasus yang
menunjukkan sebaliknya. Salah satunya adalah kaus Enron yang membuktikan ukuran KAP
yang besar belum tentu menghasilkan kualitas audit yang tinggi. Hal ini menyebabkan makin
banyak penelitian-penelitian yang mencoba mengkaji kembali hubungan antara ukuran KAP
dengan kualitas audit dengan menggunakna berbagai macam ukuran KAP maupun kualitas audit.
Menurut Arens et.al (2009) mengkategorikan ukuran kantor akuntan publik enjadi empat
ketegori yaitu:
1. Ernst and Young (EY) dengan KAP Purwantoro, Sarwoko, dan Sandjaja.
2. Pricewaterhouse (Pwc) dengan KAP Tanudiredja, Wibisana, dan Rekan.
3. Deloitte Touche Tohmatsu (DTT) dengan KAP Osman Bing Satrio dan Rekan.
4. Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) dengan KAP Sidharta dan Widjaja.
Perusahaan dalam menyampaikan laporan atau informasi akan kinerja perusahaan kepada
publik dan akurat dan terpercaya diminta untuk mengunakan jasa KAP. Dan untuk meningkatkan
kredibilitas dari laporan itu, perusahaa menggunakan jasa KAP yang mempunyai reputasi atau
nama baik. Hal ini ditunjukkan dengan KAP yang berafliasi dengan KAP besar yang berlaku
universal yang dikenal dengan Big 4 accounting firms dan Non big 4 accounting firms.
Hal ini diasumsikan karena KAP besar memiliki karyawan dalam jumlah yang besar,
dapat mengaudit lebih efisien dan efektif, memiliki jadwal yang fleksibel sehingga
memungkinkannya untuk menyelesaikan audit tepat waktu, dan memiliki dorongan yang lebih
kuat untuk menyelesaikan auditnya lebih cepat, guna menjaga reputasinya. Maka dapat
disimpulkan bahwa perusahaan yang memakai jasa KAP cenderung tepat waktu dalam
menyampaikan laporan keuangannya.
2.3 Pengembangan Hipotesis
2.3.1 Pengaruh Going Concern Terhadap Kualitas Audit
Dalam SPAP 2011, SA Seksi 341” Auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi
apakah terdapat kemampuan entitas dalam memperthankan kelangsungan hidupnya (going
concern) dalam periode waktu pantas, tidak lebih dari 1 tahun sejak tanggal pelaporan keuangan
yang sedang diaudit (selanjutnya periode tersebut akan disebut dengan jangka pantas). Evaluasi
auditor berdasarkan atas pengetahuan tentang kondisi dan peristiwa yang ada pada atau telah
terjadi sebelum pekerjaan lapangan selesai.
Informasi tentang kondisi dan peristiwa diperoleh auditor dari penerapan prosedur audit
yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan audit yang bersangkuatan dengan
asersi manajemen yang terkandung dalam laporan keuangan yang sedang diaudit sebagaimana
dielaskan dengan SA SEKSI 326 ( PSA N0.07 ) Bukti audit.
Menurut Kartika (2013) Auditor skala besar dapat menyediakan kualitas audit yang lebih
baik dibandingkan dengan skala kecil, termasuk dalam mengungkapkan masalah going concern,
semakin besar skala auditor maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk mengeluarkan
opini going concern. Auditor skala besar memiliki kemungkinan yang lebih besar dibanding
auditor skala kecil dalam melaporkan masalah kelangsungan usaha kepada kliennya terbukti
bahwa kliennya mengalami masalah dalam kelangsungan usahanya.
2.3.2 Pengaruh Audit Delay Terhadap Kualitas audit
Dalam standar profesional akuntan publik (SPAP) dijelaskan bahwa standar pekerjaan
lapangan yaitu pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus
disupervisi dengan semestinya pemahaman memadai atas pengendalian ntern harus diperoleh
untuk merencanakan audit dan menentukan seft, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan
seperti bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
permintaan ketenaran, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk mrnyatakan pendapat atas
laporan keuangan yang diaudit ( Ikatan Akuntan Indonesia, 2011). Dengan adanya standar
tersebut, auditor membutuhkan waktu yang tidak sebentar dalam melaksanakan proses audit.
Konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan kuangan yang
diaudit (Ikatan Akuntan Indonesia, 2011).
Audit delay adalah lamanya waktu penyelesaian audit dari akhir tahun fiscal perusahaan
sampai tanggal laporan audit dilaporkan. Audit delay merupakan lamanya waktu atau rentang
waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku sampai dengan tanggal
diterbitkannya laporan audit. Audit delay ini lah yang dapat mempengaruhi ketepatan informasi
yang dipublikasikan, sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat ketidakpastian keputusan yang
berdasarkan informasi yang dipublikasikan. Audit delay berpengaruh terhadap kualitas audit
karena semakin lama auditor mengeluarkan laporan keuangan sesuai dengan peraturan yang
telah diterapkan yaitu dengan laporan akuntan public dengan pendapat yang lazim disampaikan
kepada BAPEPAM –LK selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga (90) hari setelah tanggal
laporan keuangan tahunan, yang sebelumnya adalah 120 hari.
Menurut Herianti (2016) audit delay ialah yang menyatakan bahwa audit delay
berpengaruh negatif terhadap kualitas audit secara empiris tidak terdukung. Hasil ini disebabkan
karena perusahaan perbankan yang menyampaikan laporan keuangan telah tepat waktu yang
dapat dilihat dari rata-rata audit delay sebesar 60 hari, sehingga dapat dikatakan bahwa
perbankan lebih cepat dalam menyampaikan laporan keuangan auditan.
2.3.3 Pengaruh Ukuran Kantor Akuntan Publik Terhadap Kualitas Audit
Ukuran kantor akuntan publik harus memiliki keberanian untuk mengungkapkan
permasalahan yang ada dalam perusahaan mengenai kelangsungan hidupnya. Kualitas audit akan
menjadi faktor penting bagi pengguna hasil laporan keuangan, kualitas KAP yang baik akan
menjadi faktor yang cukup penting juga untuk para investor, dan juga pihak luar perusahaan.
Semakin besar ukuran kantor akuntan publik semakin baik kualitas audit yang dihasilkan. Oleh
karena itu secara tidak langsung kantor akuntan public Big 4(four) yang memiliki ukuran yang
besar dianggap memiliki kualitas audit yang baik.
Menurut Kartika (2012) auditor skala besar memiliki insentif yang lebih untuk
menghindari kritikan. Reputasi dibandingkan pada auditor skala kecil. Auditor skala besar juga
lebih cenderung untuk mengungkapkan masalah-masalah yang ada karena mereka lebih kuat
menghadapi risiko preses pengadilan. Kualitas auditor menjadi hal yang penting terhadap opini
audit untuk laporan keuangan. Kualitas auditor dapat dilihat dari segi independensi yang dimiliki
serta masa kerja yang lama juga menentukan kualitas yang dimiliki oleh seorang auditor.
Kualitas auditan berpengaruh terhadap kredibititas laporan keuangan ketika perusahaan go
public. Oleh karena itu, underwriter yang memiliki reoutasi tinggi, menginginkan emitmen yang
dijaminnya, memakai auditor yang mempunyai reputasi tinggi pula. Auditor yang memiliki
reputasi tinggi, akan menggunakan auditor yang memiliki reputasi.
Menurut Yavina (2014) semakin sering KAP melakukan pemeriksaan terhadap
perusahaan yang sejenis maka KAP tersebut merupakan KAP spesialis dalam kelompok
perusahaan tersebut serta semakin baik pula reputasi Kantor Akuntan Publik tersebut. Tidak
hanya pengetahuan mengenai audit dan akuntansi, auditor pada KAP spesialis industri memiliki
pengetahuan yang lebih baik mengenai kondisi suatu industri sehingga dapat memberikan
kualitas audit yang lebih tinggi dan dapat mendeteksi adanya kecurangan yang dilakukan oleh
manajemen perusahaan.
Perusahaan dalam menyampaikan laporan atau informasi akan kinerja perusahaan
kepada publik dan akurat dan terpercaya diminta untuk mengunakan jasa KAP. Dan untuk
meningkatkan kredibilitas dari laporan itu, perusahaa menggunakan jasa KAP yang mempunyai
reputasi atau nama baik. Hal ini ditunjukkan dengan KAP yang berafliasi dengan KAP besar
yang berlaku universal yang dikenal dengan Big 4 accounting firms dan Non big 4 accounting
firms.
Hal ini diasumsikan karena KAP besar memiliki karyawan dalam jumlah yang besar,
dapat mengaudit lebih efisien dan efektif, memiliki jadwal yang fleksibel sehingga
memungkinkannya untuk menyelesaikan audit tepat waktu, dan memiliki dorongan yang lebih
kuat untuk menyelesaikan auditnya lebih cepat, guna menjaga reputasinya. Maka dapat
disimpulkan bahwa perusahaan yang memakai jasa KAP cenderung tepat waktu dalam
menyampaikan laporan keuangannya.
2.4 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap perumusan masalah penelitan.
Dikatakan sementara, karena jawabab yang diberikan berdasarkan pada teori yang relevan,
didasarkan pada foktor-faktor empiris yang yang diperoleh melalui pengmoulan data (Sugiyono,
2015 :134)
Berdasrkan uraian diatas dan mengacu pada penelitian sebelumnya, maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah:
H1 : Opini Going Concern berpengaruh terhadap Kualitas Audit.
H2 : Audit Delay berpengaruh terhadap Kualitas Audit.
H3 : Ukuran Kator Akuntan Publik berpengaruh terhadap Kualitas Audit.
H4 :Opini Going Concern, Audit Delay¸Ukuran Kantor Akuntan Publik berpengaruh
terhadap Kualitas Audit.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kuantitafif dan menggunakan
data sekunder yaitu berupa laporan keuangan perusahaan-perusahaan Property dan Real Estate
yang terdaftar diBursa Efek Indonesia periode 2010-2014. Data diperoleh dari Bursa Efek
Indonesia.
3.2 Definisi Operasional Penelitian
3.2.1 Definisi Operasional Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam
bahasa indonesia sering disebut sebagai variabel terikat, variabel terikat merupakan varibel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono,2006) variabel
dependen dalam penelitian ini adalah kualitas audit. Variabel ini diukur dengan proksi akrual
diskresioner menggunakan model akrual diskresioner, yaitu Kasznik (1999). Model tersebut
merupakan cara untuk mendekompesisi total akrual menjadi komponen diskresioner dan non
diskresioner.
a) Menghitung total akrual perusahaan
Menggunakan pendekatan cash flow dengan menghitung selisih antara laba bersih
sebelum pos luar biasa, diskontinyu operasional, dan akumulasi perubahan metode
akuntansi perusahaan dengan arus kas bersih dari kegiatan operasinal (CFO). Dengan
rumus sebagai berikut:
TACCit = INCBFXTit – CFOit
Keterangan :
TACCit = Total akrual untuk perusahaan t
INCBXTit = Laba perusahaan sebelum pos-pos luar biasa untuk periode t
CFOit = Arus kas operasi untuk periode t
b) Menghitung Non- akrual diskresioner
Menghitung non akrual diskresionr dengan menggunakan model Kasznik (1999). Model
Kasznik (1999) mempertimbangkan cash flow operations sebagai variabel penjelas yang
tidk dipertimbangkan dalam Modified Jones (1995). Kasznik (1999) menyatakan bahwa
non diskresioner akrual merupakan fungsi dari perubahan pendapatan yang disesuaikan
dengan adanya perubahan piutang , PPE dan CFO. Persamaan model ini adalah:
TACCit/TAit ─1=αi (1/TAit─1) + α1[ΔREVit/TAit─1 ΔRECit/TAit ─1] + α2
(PPEit/TAit─1) + α3 (ΔCFOit/TAit─1) + eit
Keterangan:
TACCit/TAit = Total akrual perusahaan I dalam periode t
ΔREVit = Perubahan pendapatan dari tahun t-1 ketahun t (REVt─REVt-1)
ΔRECit = Perubahan nilai bersih piutang dari tahun 1 ketahun t ( RECt─RECt-1)
PPEit = Nilai kotor aktiva tetap perusahaan I dalam periode t
CFO = Perubahan dalam arus kas operasi dari tahun t-1 ketahun t (CFOt ─
CFOt-1)
Semua variabel diskala dengan total aktiva tahun sebelumnya.
c) Akrual diskresioner dapat dihitung setelah kita memperoleh total nilai perusahaan
(TACC) dan nilai non akrul diskresioner (NDAC). Berikut ini adalah rumus untuk
menghitung akrual diskresioner perusahaaan.
DACCit = TACCit ─ NDACit
d) Kualitas audit adalah nilai negatif dari nilai diskresioner akrual (Al-Thuneibat et al.,
2011).
AQ = -DACC
3.2.2 Definisi Operasional Variabel Independen (X)
Variabel independen sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor, antecendent.
Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas, variabel bebas merupakan
variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
independen antara lain sebagai berikut:
a) Going Concern
Variabel ini diukur dengan menggunakan variabel dummy yaitu opini audit yang
termasuk dalam opini going concern, diberi angka 1 apabila perusahaan menerima opini going
concern dan diberi angka 0 apabila perusahaan menerima opini going concern.
b) Audit Delay
Variabel ini diukur dengan melihat keterlambatan penyampaian atas laporan keuangan
sesuai dengan peraturan BAPEPAM-LK atas penyampaian laporan keuangan.
c) Ukuran Kantor Akuntan Publik
Variabel ini diukur dengan KAP yang dikategorikan menjadi Big Four dan Non Big
Four. kategori KAP menggunakan variabel Dummy dimana yang memiliki hubungan diberi nilai
1, dan yang tidak memiliki hubungan diberi nilai0.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpul menggungkan studi dokumentasi yaitu menggunakan data dan data
sekunder berupa catatan-catatan, laporan keuangan, informasi yang berkaitan dengan penelitian
ini. Data yang berkenaan dengan objek yang diteliti dan diperoleh dari data di bursa efek
Indonesia selama periode penelitian. Peneliti juga melakukan penelitian perpustakaan dengan
cara mengkaji dan mendalami literature-literature, jurnal, buku, dan laporan penelitian yang
berkaitan dengan masalah-masalah yang diteliti.
3.5.1 Analisis Statistik Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan agar dapat memberikan gambaran tentang suatu data yang
dilihat dari nilai minimum, maksimum, rata – rata (mean), standar deviasi, Dan memberikan
gambaran terhadap variabel – variabel yang digunakan dengan tujuan untuk mengetahui
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2013).
3.5.2 Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik meliputi uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas,
dan uji autokolerasi.
3.5.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. seperti diketahui bahwa uji F dan t
mengasumsi bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. kalau asumsi ini dilanggar maka
uji statistik tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah
residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik histogram dan probability
plot atau p-plot dan uji statistik kolmogrov – smirnov (Ghozali, 2013). Hipotesis pengujiannya
yaitu Hipotesis nol (Ho) = > 0,05 data terdistribusi secara normal dan Hipotesis alternatif (Ha) =
< 0,05 data tidak berdistribusi secara normal.
3.5.2.2 Uji Multikolinearitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar
variabel bebas (independen), model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
variabel independen, namun jika variabel independen saling berkorelasi maka variabel – variabel
ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar
sesama variabel independen sama dengan nol (Ghozali, 2013). Untuk mendeteksi ada atau
tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi adalah sebagai berikut :
1 Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi
secara individual variabel – variabel independen banyak yang tidak signifikan
mempengaruhi variabel dependen.
2 Menganalisis matrik korelasi variabel – variabel independen. Jika antar variabel
independen ada korelasi yang cukup tinggi, maka hal ini merupakan indikasi adanya
multikolonieritas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar varibel independen tidak
berarti bebas dari multikolonieritas. Multikolonieritas dapat disebabkan karena adanya
efek kombinasi dua atau lebih variabel independen.
3 Multikolonieritas dapat juga dilihat dari (1) nilai tolerance dan lawannya (2) variance
inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen
manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerance mengukur
variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel
independen lainnya. Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan tidak terjadi
multikolonieritas adalah nilai Tolerance > 0,10 atau sama dengan nilai VIF < 10
(Ghozali, 2013)
3.5.2.3 Uji Heterokedastisitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaa
variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas, dan jika variance dari
residual satu pengamatan ke pengamatan lain berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi
yang baik adalah yang homokesdatisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas, kebanyakan data
crossection mengandung situasi heteroskedastisitas karena data ini menghimpun data yang
mewakili berbagai ukuran (kecil, sedang dan besar) (Ghozali, 2013).
Dalam penelitian ini cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah
dengan Melihat grafit plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPERED
dengan residualnya (independen) yaitu SRESID. Untuk mendeteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik
scatterplot. Jika ada pola tertentu, seperti titik – titik yang ada membentuk pola tertentu yang
teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka mengindikasikan telah tejadi
heteroskedastisitas dan jika tidak ada pola yang jelas, serta titik menyebar diatas dan dibawah
angka 0 pada sumbu Y maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Dan menggunakan uji statistik
yaitu uji park dengan asumsi apabila koefisien parameter beta dari persamaan regresi tersebut
signifikan secara statistik, hal ini menunjukkan bahwa dalam data model empiris yang estimasi
terdapat heteroskedastisitas, dan sebaliknya jika parameter beta tidak signifikan secara statistik
maka data dalam model empiris yang estimasi tidak terjadi heteroskedastisitas.
3.5.2.4 Uji Autokorelasi
Uji autokolerasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada kolerasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 atau sebelumnya.
Jika terjadi kolerasi maka dinamakan ada problem autokolerasi. Autokolerasi muncul karena
observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. masalah ini timbul
karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal
ini sering ditemukan pada data runtut waktu (time series). Model regresi yang baik adalah regresi
yang bebas dari autokolerasi. Untuk mendeteksi masalah autokolerasi diantaranya dengan uji
Durbin – Watson (DW) hipotesis yang akan diuji adalah jika H0 diterima = tidak ada
autokorelasi dan jika HA diterima = adanya autokorelasi (Ghozali, 2013). Adapun kriteria
pengambilan keputusan ada atau tidak adanya autokorelasi adalah sebagai berikut :
Hipotesis Nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dl
Tidak ada autokorelasi positif No decision dl < d < du
Tidak ada autokorelasi negative Tolak 4 – dl < d <
4
Tidak ada autokorelasi negative No decision 4 – du < d
< 4 – dl
Tidak ada autokorelasi positif atau
negative
Tidak ditolak Du < < 4
– du
Sumber : (Ghozali, 2013)
3.5.3 Analisis Regresi Linear Berganda
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear
berganda. Menurut Sugiyono (2006) analisis regresi linear berganda dapat digunakan peneliti,
bila peneliti bermaksud meramalkan keadaan (naik turunnya) variabel dependen, bila dua atau
lebih variabel independen sebagai faktor prediktor atau teknik statistik yang digunakan untuk
meramalkan bagaimana keadaan atau pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen,
baik secara parsial maupun secara simultan. Bentuk rumusan persamaan matematis dari analisi
regresi linear berganda dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Keterangan :
Y = Kualitas Audit
a = konstanta atau intercept
X1 = Opini Going Concern
X2 = Audit Delay
X3 = Ukuran Kantor Akuntan Publik
b1–b5 = koefisien regeresi masing – masing variabel bebas
e = faktor gangguan pada observasi
sumber : (Sugiyono, 2006)
3.5.4 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan pengujian secara parsial (uji t)
dan penyajian secara simultan (uji F).
3.5.4.1 Uji Statistik t
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2013).
Hipotesis nol (Ho) yang hendak diuji adalah apakah suatu parameter (bi) sama dengan nol, atau :
Ho : bi = 0 Artinya apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan
terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatif (HA) parameter suatu variabel tidak sama
dengan nol, atau HA : bi 0 Artinya variabel tersebut merupakan penjelas yang signifikan
terhadap variabel dependen (Ghozali, 2013).
Pengambilan keputusan jika probabilitas > 0,05 maka Ho tidak dapat ditolak dan jika
probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak. adapun kriteria pengujian yang digunakan adalah sebagai
berikut :
1) Ho ditolak dan Ha diterima apabila thitung < ttabel, Artinya variabel bebas secara parsial
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat.
2) Ho diterima dan Ha ditolak apabila thitung > ttabel, Artinya variabel bebas secara parsial
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat.
3.5.4.2 Uji Statistik F
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau
bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama – sama terhadap
variabel dependen / terikat. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan uji dua arah dengan
hipotesis sebagai berikut:
1) Ho : b1 = b2 = b3 = b4 = b5 = 0, artinya tidak ada pengaruh secara signifikan dari
variabel bebas secara bersama-sama.
2) HA : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ b4 ≠ b5 ≠ 0, artinya ada pengaruh secara signifikan dari variabel
bebas secara bersama-sama.
adapun kriteria pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut :
1) Ho ditolak dan Ha diterima apabila F hitung < F tabel, Artinya variabel bebas secara
bersama-sama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat.
2) Ho diterima dan Ha ditolak apabila F hitung ˃ F tabel, Artinya variabel bebas secara
bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat.
3.5.4.3 Koefisien Determinasi
Menurut Ghozali (2013) koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi
adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel – variabel
independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati
satu berarti variabel – variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Secara umum koefisien determinasi
untuk data silang (crossection) relatif rendah karena adanya variasi yang besar antara masing –
masing pengamatan, sedangkan untuk data runtun waktu (time series) biasanya mempunyai nilai
koefisien determinasi yang tinggi (Ghozali, 2013).
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1
Hasil Pengujian Deskrtiptif Statistik
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
GC 100 0 1 .56 .499
AD 100 35 136 77.49 15.230
UKAP 100 0 1 .35 .479
KA 100 -.76 .42 .1502 .13285
Valid N
(listwise)
100
Sumber : Data sekunder yang diolah versi SPSS 21.0
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah sampel penelitian (N) adalah sebanyak
100 sampel. Hasil analisis dengan menggunakan deskrtiptif statistik variabel dependen KA
mempunyai nilai mnimum sebesar -0,76, nilai maksimum sebesar 0,42 dengan rata-rata sebesar
0,1502 dan standar deviasi sebesar 0,13285. Hasil analisis dengan menggunakan deskriptif
statistik variabel independen opini going concern mempunyai nilai minimum sebesar 0, nilai
maksimum sebesar 1 dengan rata-rata sebesar 0,56 dan standar deviasi 0,499. Hasil analisis
dengan menggunakan deskriptif statistik untuk variabel independen audit delay memiliki nilai
minimum sebesar 35, nilai maksimum 136 dengan rata-rata sebesar 77,49 dan standar deviasi
sebesar 15,230. Hasil analisis dengan menggunakan deskriptif statistik untuk variabel
independen ukuran kantor akuntan publik memiliki nilai minimum sebesar 0, nilai maksimum
sebesar 1 dengan rata-rata 0,35 dan standar deviasi sebesar 0,479.
Tabel 4.1
Hasil Pengujian Deskriptif Statistik Setelah Dioutlier
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
GC 97 0 1 .55 .500
AD 97 35 136 77.46 15.414
UKAP 97 0 1 .35 .480
KA 97 -.16 .42 .1683 .07347
Valid N
(listwise)
97
Sumber : Data Sekunder Yang Diolah Versi SPSS 21.0
4.1.1 Uji Asumsi Klasik
4.1.1.1 Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak. Ada dua cara untuk mendeteksi
apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Hasil
pengujian dengan menggunakan analisis grafik histogram dan p-p plot dapat dilihat pada gambar
4.1 berikut ini :
Sumber : Data skunder diolah versi SPSS 21.0
Sumber : Data sekunder yang diolah versi SPSS 21.0
Gambar 4.2
Hasil Uji Normalitas Grafik P-P Plot Sebelum Dioutlier
Sumber : Data sekunder yang dioleh versi SPSS 21.0
Gambar 4.2
Hasil Uji Normalitas Grafik P-P Plot Sesudah Dioutlier
Sumber : data skunder diolah versi SPSS 21.0
Berdasarkan pada hasil pengujian dengan analisis grafik histogram dan p-p plot
menunjukkan bahwa data berdistribusi normal. Hal ini dikarenakan histogramnya menunjukkan
pola berdistribusi normal atau pola distribusi skewness tidak menceng kekiri. Dan p-p plot nya
sesuai dengan data normalitas yaitu data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal.
Namun untuk memperkuat pengujian normaritas, maka dapat dilakukan dengan
menggunakan uji analisis statistik yaitu uji one- sampel kolmogorov-smirnov. Dasar
pengambilan keputusan untuk penguji one-sampel kolmogorov-smirnov adalah jika nilai
perputran total aset untuk residual lebih besar dari 0,05. Hasil pengujian one-sampel
kolmogorov-smirnov pada tabel 4.2
Tabel 4.2
Hasil Uji Normalitas Data Sebelum Dioutlier
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 100
Normal
Parametersa,b
Mean .0000000
Std. Deviation .13175237
Most Extreme
Differences
Absolute .242
Positive .176
Negative -.242
Kolmogorov-Smirnov Z 2.416
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber : data sekunder yang diolah versi SPSS 21.0
Berdasarkan uji normalitas dengan menggunakan uji one-sampel kolmogorov-smirnov,
terlihat bahwa nilai kolmogorov–smirnov untuk variabel residual sebesar 2,416 dan signifikan
pada 0,000 ˂ 0,05. Hal ini menunjukan bahwa data residual berdistribusi tidak normal dan tidak
memperkuat hasil pengujian dengan menggunakan grafik histogram dan p - p plot
Tabel 4.2
Hasil Uji Normalitas Data Sesudah Dioutlier
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 97
Normal
Parametersa,b
Mean .0000000
Std. Deviation .06846357
Most Extreme
Differences
Absolute .121
Positive .121
Negative -.101
Kolmogorov-Smirnov Z 1.189
Asymp. Sig. (2-tailed) .118
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber : Data sekunder yang diolah versi SPSS 21,0
Berdasarkan uji normalitas diatas dengan menggunakan uji one- sampel kolmogrov-
smirnov, dengan outlierkan data dengan dibuang 3 perusahaan untuk variabel residual 1,189 dan
signifikan pada 0,118 > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa data residual berdistribusi normal dan
memperkuat hasil pengujian dengan menggunakan grafik histogram dan p-p plot.
4.2.2.2 Hasil Uji Multikolinieritas
Untuk mengetahui apakah terjadi multikolonieritas atau tidak dapat dilihat dari nilai VIF
dan Tolerance, apabila nilai VIF < 10 maka antara variabel independen yaitu opini going
concern, audit delay, ukuran kantor akuntan public tidak terjadi multikolinieritas dan apabila
nilai Tolerance >0,10 maka diantra variabel independen tidak terjadi multikolinieritas. Berikut
ini adalah hasil uji multikolinieritas :
Tabel 4.3
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .127 .037
3.450 .001
GC .046 .014 .314 3.215 .002 .976 1.024
AD .000 .000 .024 .249 .804 .982 1.018
UKAP .020 .015 .134 1.358 .178 .964 1.037
a. Dependent Variable: KA
Sumber : data skunder yang diolah versi SPSS 21.0
Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa nilai variance inflation factor (VIF)
dari going concern sebesar 1,024, audit delay sebesar 1,018, dan ukuran kantor akuntan publik
sebesar 1,037. Nilai VIF untuk semua variabel independen lebih kecil dari 10 (VIF<10), maka
dapat dismpulkan bahwa kelima variabel independen pada penelitian ini tidak terjadi
multikolinieritas. Dan dapat dilihat juga bahwa nilai Tolerance dari going concern sebesar 0,967,
audit delay sebesar 0,982, dan ukuran kantor akuntan publik sebesar 0,964. Nilai Tolernce untuk
semua variabel independen lebih besar dari 0,10 (tolerance > 0,10), maka dapat disimpulkan
bahwa keempat variabel independen pada penelitian ini tidak terjadi multikolinieritas.
4.2.2.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Menurut Ghozali (2006:105), uji heterokedastisitas bertujuan untuk melihat apakah
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan dengan
pengamatan yang lain. Jika varian dari residual atau pengamatan kepengamatan yang lain tetap,
maka disebut Homokedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang
baik yaitu homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas.
Ada beberapa metode pengujian yang bias digunakan diantaranya, yaitu uji spermam’s
rho, uji gletser¸uji park dan melihat pola grafik regresi.( priyatno,2010).
Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan uji heterokedastisitas dengan
menggunakan analisis grafik scatterplot, yaitu jika titik-titik yang terbatuk menyebar secara acak
baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y , maka tidak terjadi heteroskedastisitas pada
model yang digunakan.
Selain itu, peneliti juga akan menggunakan uji spearman’s Rank Corellation
(Spearman’s rho ), yaitu mengkorelasikan nilai residual (Unstandardized Residual) engan
masing –masing variabel indepeden. Jika signifikan korelasi kurang dari 0,05, maka pada model
regresi terjadi masalah heteroskedastisitas (Priyatno,2006)
Gambar 4.3
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber : data skunder yang diolah versi SPSS 20.0
Berdasarkan gambar 4.3 diatas dapat disimpulkan bahwa pada hasil pengujian grafik
scatterplot menunjukan bahwa data tersebut terlihat tidak terdapat pola yang jelas serta titik –
titik menyebar diatas dan dibahwa angka nol pada sumbu Y, hal ini menunjukan bahwa tidak
terjadi heteroskedasitisitas pada model regresi.
Tabel 4.4
Hasil Uji Heterokedastisitas
Correlations
GC AD UKAP Unstandard
ized
Residual
Spearma
n's rho
GC
Correlation
Coefficient
1.000 .103 .149 -.092
Sig. (2-tailed) . .317 .146 .372
N 97 97 97 97
AD
Correlation
Coefficient
.103 1.000 .025 -.026
Sig. (2-tailed) .317 . .807 .798
N 97 97 97 97
UKAP
Correlation
Coefficient
.149 .025 1.000 -.047
Sig. (2-tailed) .146 .807 . .647
N 97 97 97 97
Unstandardized
Residual
Correlation
Coefficient
-.092 -.026 -.047 1.000
Sig. (2-tailed) .372 .798 .647 .
N 97 97 97 97
Sumber: data diolah SPSS 21.0
Dari output correlation diatas, dapat diketahui oleh korelasi antara opini going concern
dengan Unstandarized Residual menghasilkan nilai signifikan 0,22, korelasi antar audit delay
dengan Unstandaerized residual menghasilkan nilai signifikan 0,923 dan korelasi antara ukuran
kantor akuntan public dengan Unstandarized Residual menghasilkan nilai signifikan 0,321.
Karena nilai signifikan lebih besar dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa pada model regresi
tidak ditemukan adanya masalah heteroskedastisitas.
4.2.2.4 Hasil Uji Autokorelasi
Penyimpangan model regresi klasik lainnya adalah Autokolerasi dalam model regresi.
Apabila dalam model regrasi terdapat autolerasi maka dalam penelitian terdapat korelasi antar
anggota sampel yang diurutkan berdasarkan waktu. Pinyimpangan asumsi ini biasanya terjadi
pada observasi yang menggunakan time series. Untuk mendeteksi adanya data autokoreasi pada
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Durbin – Watson (DW). Hasil pengujian
sebagai berikut :
Tabel 4.5
Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Mo
del
R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-Watson
1 .363a .132 .104 .06956 2.025
a. Predictors: (Constant), UKAP, AD, GC
b. Dependent Variable: KA
Sumber : data skunder yang diolah versi SPSS 21.0
Berdasarkan tabel 4.5 diatas menunjukan bahwa dari hasil uji autokolelasi tersebut dapat
diketahui DW sebesar 2.025 dari jumlah sampel sebanyak 97 dengan jumlah variabel berjumlah
4 (n=97 k=4), maka batas dl= 1,6063 du=1,7335. Dapat disimpulkan bahwa DW sebesar 2.025
lebih besar dari batas atas (du) 1,7335 dan kurang dari 2.025 (4-du adalah 4-1,2.267). Nilai
tersebut memenuhi syarat Durbin-Watson yaitu du<d<4-du, maka du˂d˂4˂du adalah 1.7335 ˂
2.025 ˂ 2.267, sehingga dapat disimpulkan dari hasil penelitian ini tidak terjadi autokorelasi
positif maupun negatif atau HO tidak dapat ditolak.
4.1.2 Hasil Uji Regresi Berganda
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh variabel independen
yaitu opini going concern, audit delay dan ukuran kantor akuntan publik terhadap kualitas audit.
Dengan menggunakn program SPSS 21.0 pengolahan data dapat dilakukan untuk mengetahui
ada atau tidanya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Berikut adalah hasil
regresi linier berganda:
Tabel 4.6
Hasil Uji Regresi Berganda
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) .127 .037 3.450 .001
GC .046 .014 .314 3.215 .002
AD .000 .000 .024 .249 .804
UKAP .020 .015 .134 1.358 .178
a. Dependent Variable: KA
Sumber : data skunder yang diolah versi SPSS 21.0
Berdasarkan tabel 4.6 diatas uji regresi berganda dapat diperoleh persamaan regresi
berganda sebagai berikut :
Y = a + b1X1+b2X2+b3X3+e
KA = 0,127 + 0,046GC + 0,000AD – 0,020UKAP
Berdasarkan persamaan regresi, nilai konstanta sebesar 0,127 artinya jika opini going
concern bernilai nol, audit delay bernilai nol, dan ukuran kantor akuntan publik bernilai nol,
maka kualitas audit pada suatu perusahaan adalah sebesar 0,127
Koefisien regresi variabel opini going concern adalah sebesar 0,046 yang menyatakan
bahwa setiap kenaikan 1 kali dengan asumsi bahwa nilai variabel lainnya tetap atau konstanta
maka akan mengakibatkan peningkatan kualitas audit (KA) sebesar 0.046. Namun sebaiknya jika
opini going concern turun 1 kali dengan asumsi bahwa nilai variabel lainnya tetap, maka akan
mengakibatkan penurunan kualitas audit (KA) sebesar 0.046.
Koefisien regresi variabel audit delay adalah sebesar 0,000 yang menyatakan bahwa
setiap kenaikan 1 kali dengan asumsi bahwa nilai variabel lainnya tetap konstanta maka akan
mengakibatkan penurunan kualitas audit (KA) sebesar 0,000. Namun sebaiknya jika audit delay
turun 1 kali dengan asumsi variabel lainnya tetap maka akan mengakibatkan peningkatan
kualitas audit (KA) sebesar 0,000.
Koefisien regresi variabel ukuran kantor akuntan public sebesar 0,020 yang menyatakan
bahwa setiap kenaikan 1 kali dengan asumsi bahwa nilai variabel lainnya tetap konstanta maka
akan mengakibatkan penurunan kualitas audit (KA) sebesar 0.020. Namun sebaiknya jika ukuran
kantor akuntan publik turun 1 kali dengan asumsi bahwa nilai variabel lainnya tetap maka akan
mengakibatkan peningkatan kualitas audit (KA) sebesar 0.,020.
4.2.4 Pengujian Hipoteisis
4.2.4.1 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (t)
Pengujian hipotesis yang dilakukan secara parsial bertujuan untuk mengetahui pengaruh
dan signifikan dari masing-masing variabel independen yaitu opini going concern,audit delay
dan ukuran kantor akuntan publik terhadap variabel dependen yaitu kualitas audit. Pengujian ini
dilakuakan dengan menggunakan besarnya nilai opini going concern ( p-value ) masing-masing
koefisen regresi variabel independen dibandingkan dengan tingkat signifikan 0,05. Dengan nilai
df (n-k-1), dimana n merupakan jumlah observasi dan nilai k adalah jumlah variabel independen.
Dasar kriteria yang digunakan adalah apabila kualitas audit > 0,05 maka Ho diterima dan Ha
dapat ditolak sedangkan apabila kualitas audit < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Berikut
ini adalah hasil pengujian secara parsial :
Tabel 4.7
Hasil uji statistic parsial
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) .127 .037 3.450 .001
GC .046 .014 .314 3.215 .002
AD .000 .000 .024 .249 .804
UKAP .020 .015 .134 1.358 .178
a. Dependent Variable: KA
Sumber : data skunder yang diolah versi SPSS 21.0
Berdasarkan hasil uji stastistik t pada tabel 4.7, terlihat bahwa variabel opini going
concern memiliki nilai t hitung sebesar 3.215 dengan nilai t tabel 1,661 sebesar dengan nilai df
=(97-3-1=93) sehingga nilai thitung > ttabel dengan nilai signifikan untuk variabel opini going
concern sebesar 0,002 dimana nilai ini lebih besar dari pada tingkat signifikan 0,05. Dapat
disimpulkan bahwa opini going concern berpengaruh terhadap kualitas audit. Berdasarkan nilai
tersebut maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya secara parsial opini going concern
mempengaruhi kualitas audit.
Hasil uji stastistik t menunjukan bahwa variabel audit delay memiliki nilai t hitung
sebesar 0,249 dan nilai t tabel sebesar 1,661 dengan nilai df = (97-3-1=93) sehingga nilai thitung <
ttabel dengan nilai signifikan variabel audit delay sebesar 0.804 dimana nilai ini lebih besar dari
pada tingkat signifikan 0,05. Dapat disimpulkan bahwa audit delay secara persal tidak
berpengaruh terhadap kualitas audit, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya secara parsal
audit delay tidak mempengaruhi kualitas audit. Hal ini dapat disebabkan karena korelasi audit
delay yang sangat rendah dan terbukti tidak signifikan. Hal ini dapat disebabkan ukuran sampel
yang relatif kecil sehingga tidak dapat mewakili populasi.
Hasil uji statistik t menunjukan bahwa variabel ukuran kantor akuntan public memiliki
nilai t hitung sebesar 1.358 dengan nilai t tabel 1,661 sebesar dengan nilai df = (97-3-1=93)
sehingga nilai thitung < ttabel dengan signifikan untuk variabel ukuran kantor akuntan public sebesar
0.178 dimana nilai lebih besar dari pada tingkat signifikan 0,05. Dapat disimpulkan bahwa
ukuran kantor akuntan public tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Berdasarkan nilai
tersebut maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya secara parsial ukuran kantor akuntan public
tidak mempengaruhi kualitas audit.
4.2.4.2 Pengujian Hipotesis Secara Simultan (F)
Uji statistik F pada dasarnya menunjukan apakah semua variabel independen yaitu opini
going concern, audit delay, perputar, dan ukuran kantor akuntan publik yang dimasukan dalam
model mempunyai pengaruhi secara simultan terhadap variabel terikat atau dependen yaitu
kualitas audit. Dengan kriteria yang digunakan adalah apabila keseluruhan ˂ 0,05 maka Ho
ditolak dan Ha diterima. Berikut ini adalah hasil pengujian secara simultan :
Tabel 4.8
Hasil uji secara simultan
ANOVAa
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1
Regression .068 3 .023 4.697 .004b
Residual .450 93 .005
Total .518 96
a. Dependent Variable: KA
b. Predictors: (Constant), UKAP, AD, GC
Sumber : data skunder yang diolah versi SPSS 20.0
Berdasarkan tabel 4.8 hasil uji ANOVA atau F test diatas nilai Fhitung sebesar 4,697 dan
nilai Ftabel sebesar 2,70 pada tingkat signifikan 0,05. Dengan nilai df = (n-k) : (k-1), jumlah
sampel (n) sebanyak 97, k =4 yaitu seluruh variabel penelitian, maka df = ( 97-4 = 93) : (4-1=4),
sehingga nilai fhitung >ftabel dengan niali signifikan 0,010 nilai ini lebih kecil dengan tingkat
signifikan 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara simultan opini going concern, audit
delay dan ukuran kantor akuntan publik memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas audit,
maka Ho ditolak dan Ha diterima.
4.2.4.3 Pengujian Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi variabel dependen. Koefisien determinasi berguna untuk mengetahui
seberapa besar peran variabel opini going concern audit delay dan ukuran kantor akuntan publik
bersama-sama menjelaskan perubahan yang terjadi terhadap variabel dependen yaitu kualitas
audit. Berikut hasil pengujiannya :
Tabel 4.9
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .363a .132 .104 .06956
a. Predictors: (Constant), UKAP, AD, GC
b. Dependent Variable: KA
Sumber : data skunder yang diolah versi SPSS 21.0
Berdasarkan tabel 4.9 diatas dapat diketahui bahwa nilai koefisien determinasi sebesar
0,104 atau sebesar 10,4% Hal ini menunjukan bahwa persentase pengaruh variabel independen
opini going concern, audit delay dan ukuran kantor akuntan publik terhadap kualitas audit
sebagai variabel dependen sebesar 10,4%. Variasi variabel independen (kualitas audit).
Sedangkan sisanya 89% di pengaruhi oleh faktor lain diluar model penelitian ini.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan analisis data yang telah ditemukan pada bab sebelumnya maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Opini going concern (GC) berpengaruh terhadap kualitas audit pada perusahaan property
dan real estate yang terdaftar di Bursa efek Indonesia.
2. Audit delay ( AD) tidak berpengaruh terhadap kualitas audit pada perusahaan property
dan real estate yang terdaftar di Bursa efek Indonesia.
3. Ukuran kantor akuntan publik (UKAP) tidak berpengaruh terhadap kualitas audit pada
perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa efek Indonesia.
4. Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen ( Opini Going concern,
Audit delay, Ukuran kantor akutan publik) terhadap variabel dependen ( Kualitas Audit)
secara simultan atau secara bersama-sama pada peusahaan property dan real estate.
1.2 Keterbatasan Penulisan
Terdapat beberapa keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian:
1. Dalam penelitian ini sampel perusahaan yang diambil yang diambil hanya terbatas pada
perusahaan – perusahaan property dan real estate saja yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) periode tahun 2010-2014, sehingga sangat besar kemungkinan tidak
mampu mempresentasikan populasi dengan baik. Kecilnya ukuran sampel merupakan
salah satunya kelemahan dalam penelitian ini.
2. Penelitian ini menjelaskan bahwa pengaruh antara variabel independen terhadap variabel
dependen sebesar 10,4 % atau variabel independen dalam penelitian ini hanya
menjelaskan sebesar 10,4 %, artinya 89% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel-
variabel lainnya, yang berada diluar peneltian ini.
5.3 Saran
Dengan melihat keterbatasan yang dikemukakan diatas, penulis menyadari bahwa penelitian
ini sangat jauh dari sempurna baik dari segi faktor-faktor yang diteliti maupun junlah data yang
digunakan. Untuk itu beberapa saran dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Penelitian selanjutnya sebaiknya memperluas penelitian dengan cara memperpanjang
periode penelitian dengan menambah tahun pengamatan dan juga jumlah sampel.
2. Beberapa variabel yang tidak terbukti pada penelitian ini sebanyak pada penelitian
selanjutnya digunakan proksi yang lain dari variabel tersebut, sehingga diharapkan dapat
mencerminkan variabel yang diharapan.
3. Penelitian selanjutnya sebaiknya menambah jumlah variabel atau menggunakan variabel
independen lain yang mempengaruhi kualitas audit seperti auditor spesialis, dankuran
perusahaan. Hal ini dikarenakan nilai dari determinasi (R2) hanya mampu dijelaskan
sebesar 10,4% atau dengan kata lain 89% kualitas audit dipengaruhi oleh variabel lain
diluar model penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, S., & Hoesada, J. (2009). Bunga Rampai Auditing . Jakarta: Salemba Empat.
Arens, A. A., J.Elde, R., & Mark S, B. (2006). Auditing dan Pelayanan Verifikasi Pendekatan
Terpadu Edisi Sembilan Jilid 1. Jakarta: PT. Indeks.
Badriyah, S., Raharjo, K., & Andini, R. (2013). Pengaruh Size, Solvabilitas, Kualitas Audit,
Laba, Rugi, Opini Audit dan Kepemilikan Publik Terhadap Audit Delay Pada Perusahaan
Automotif di Bursa Efek Jakarta Tahun 2008-2013.Universitas Pandanaran.
Ghozali, Imam. (2013). SPSS 22. Semarang: Universitas Diponegoro.
Harianti, E. (2016, 2-3 Mei). Pengaruh Kualitas Auditor, Audit Delay, Audit Tenure Terhadap
Kualitas Audit Perbankan Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Periode 2012-2014.
(IAPI), Institut Akuntan Publik Indonesia (2011). Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta:
Salemba Empat.
Jurica Lucyanda, S. P. (n.d.). Pengujian Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Audit Delay.
Kartika, A. (2011). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Audit Delay Pada Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar di BEI. Dinamika Keuangan dan Perbankan, Nopember
2011, 3,NO.2, 151-171.
Kartika, A. (2011). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Audit Delay Pada Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. vol 3, No.2, ISSN:1979-4878 Hal:
152:171.
Kartika, A. (2012). Pengaruh Kondisi Keuangan dan Non Keuangan Tergadap Penerimaan Opini
Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia . 1,No.1, 25-
40.ISSN :1979-4878
Marathani, Dhea. Tiza. (2013). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketepatan Waktu
Penyampaian Laporan Keuangan (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang
Terdaftar di BEI Tahun 2010-2013). Universitas Briwijaya Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Nindita, C., & Siregar, S. V. (2012). Analisis Pengaruh Ukuran KAP di Indonesia Terhadap
Kualitas Audit diindonesia . 14,No.2.November
Nugrahanti, Y. (2013). Pengaruh Audit Delay, Tenure , Spesialis Kantor Akuntan Publik dan
Ukuran Perusahaan Terhadap Kualitas Audit . Universitas Diponegoro , Semarang.
Panjaitan, Clinton. M. (2014). Pengaruh Tenure, Ukuran KAP dan Spesialisasi Auditor
Terhadap Kualitas Audit . Universitas Diponegoro , Semarang.
Putri, Tifani. M. (2014). Pengaruh Auditor Tenure, Ukuran Kantor Akuntan Publik dan Ukuran
Perusahaan Klien Terhadap Kualitas Audit (Study Empiris Pada Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2010-2013).
Universitas Diponegoro , Semarang.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV,Alfabeta.
Werastuti, D. N. (n.d.). Pengaruh Auditor Client Tenure, Debt Default, Reputasi Auditor, Ukuran
Klien dan Kondisi Keuangan Terhadap Kualitas Audit Melalui Opini Audit Going
Concern .
www.idx.co.