PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KNISLEY...

16
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KNISLEY (MPMK) KOLABORASI BRAIN GYM TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS BAGI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 7 SALATIGA JURNAL Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika Oleh : EVARIYANI ( 202013054 ) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2017

Transcript of PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KNISLEY...

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KNISLEY (MPMK)

KOLABORASI BRAIN GYM TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS

BAGI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 7 SALATIGA

JURNAL

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

EVARIYANI

( 202013054 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2017

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KNISLEY (MPMK) KOLABORASI

BRAIN GYM TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS

BAGI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 7 SALATIGA

Evariyani1, Kriswandani

2

Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711 1Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email: [email protected]

2Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian eksperimen semu ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh Model

Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK) berbantuan Brain Gym terhadap kemampuan

komunikasi matematis pada materi bangun ruang sisi datar bagi siswa kelas VIII SMP 7 Salatiga

tahun pelajaran 2016/2017. Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 7

Salatiga yang terdiri dari 8 kelas. Sampel penelitian ini diambil dengan teknik simple random

sampling dan diperoleh sampelnya adalah siswa kelas VIII D (28 siswa) sebagai kelas kontrol

dan VIII F (28 siswa) sebagai kelas eksperimen. Teknik pengumpulan data menggunakan

instrumen tes. Teknik analisis datanya menggunakan uji Mann-Whitney U. Berdasarkan hasil

penelitian diperoleh nilai signifikansinya sebesar 0,031 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan

bahwa terdapat pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK) kolaborasi Brain

Gym terhadap kemampuan komunikasi matematis bagi siswa kelas VIII SMP 7 Salatiga.

Kata Kunci: Model Pembelajaran Matematika Knisley, Brain Gym, Kemampuan Komunikasi

Matematis

PENDAHULUAN

Susanto (2013:185) menyatakan bahwa matematika adalah salah satu disiplin ilmu yang

dapat meningkatkan kemampuan berpikir, berargumentasi dan memberikan kontribusi dalam

menyelesaikan masalah sehari-hari serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya Fitri (2014) menyatakan bahwa matematika merupakan

salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan penting dalam kehidupan karena banyak

permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat diselesaikan dengan matematika.

Mengingat pentingnya peranan matematika tersebut, maka pembelajaran matematika perlu

diajarkan mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi

Hamzah (2010) menyatakan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu aktivitas mental

untuk memahami arti, hubungan dan simbol kemudian diterapkan pada situasi nyata. Melalui

pembelajaran matematika diharapkan siswa dapat mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,

tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keaadaan (Mahmudi, 2009). Hal ini juga

didukung Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi yang menyatakan bahwa

tujuan mata pelajaran matematika tingkat SMP/MTs matematika adalah agar peserta didik

memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan

keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma, secara luwes, akurat,

efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat,

melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi

kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan

menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram

atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan 5) memiliki sikap menghargai

kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki keingintahuan, perhatian, dan minat

dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan tujuan mata pelajaran matematika salah satu kemampuan yang harus diperhatikan

oleh guru dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan komunikasi matematis.

Komunikasi matematis secara konseptual yaitu memberitahukan dan menyebarkan berita

matematika, pengetahuan ide matematis, pikiran dan nilai dengan maksud menggugah partisipasi

agar hal-hal yang diberitahukan secara lisan maupun tulisan menjadi milik bersama. Komunikasi

matematis menyebabkan guru dapat lebih memahami kemampuan siswa dalam

menginterpretasikan dan mengekpresikan pemahamannya tentang konsep yang mereka pelajari

bersama (Sardiman dalam Darkasyi, 2014). Kemampuan komunikasi matematis merupakan

suatu hal yang sangat mendorong untuk seorang guru memahami kemampuan siswa dalam

pembelajaran matematika, hal ini didukung oleh National Council of Teachers of Mathematics

(NCTM) yang menyatakan bahwa tanpa komunikasi dalam matematika, guru akan kekurangan

keterangan, data, fakta tentang pemahaman siswa dalam proses dan aplikasi matematika (Van de

Wall, 2008). Pentingnya komunikasi tersebut mencangkup beberapa hal yaitu untuk menyatakan

ide melalui percakapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskan secara visual dalam tipe yang

berbeda, memahami, menginterprestasikan, dan mengevaluasi ide yang disajikan dalam tulisan

atau dalam bentuk visual, mengkonstruksi, memginterpretasi, dan mengaitkan berbagai bentuk

representasi ide dan berhubungannya, membuat pengamatan dan konkekture, merumuskan

pertanyaan, membawa dan mengevaluasi informasi, menghasilkan dan menyatakan argumen

secara persuasive (Greenes dan Schulman dalam Armiati, 2009:3). Kenyataannya, kemampuan

komunikasi matematis pada mata pelajaran matematika diIndonesia masih belum berkembang

secara optimal.

Permasalahan tersebut juga terjadi di SMP Negeri 7 Salatiga. Hasil wawancara dengan

salah satu guru pengampu pelajaran matematika di SMP Negeri 7 Salatiga diketahui bahwa

proses pembelajaran masih terpusat pada guru yang terpaku pada materi dan drill soal yang

membuat siswa cepat kehilangan konsentrasi sehingga cepat lelah berfikir, mengantuk dan pasif.

Pada kelas VIII SMP 7 Salatiga tingkat kemampuan komunikasi matematis siswa belum

berkembang secara optimal dan bervariasi. Sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan

dalam menjelaskan ide atau gagasan secara lisan maupun tulisan serta menyatakan suatu situasi,

gambar, diagram atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika. Siswa

yang kurang berinteraksi dan menjalin komunikasi dengan guru maupun siswa lainya dapat

menghambat proses pembelajaran. Hal ini diperkuat dengan data hasil pretest kemampuan

komunikasi matematis pada kategori sedang terdapat 48 siswa dengan persentase 85.71%,

kategori tinggi terdapat 2 siswa persentasenya 3,57% dan pada kategori rendah terdapat 6 siswa

persentasenya 10,71%. Berdasarkan data tersebut menunjukan bahwa mayoritas siswa

mempunyai kemampuan komunikasi matematis pada kategori sedang dikarenakan peran

dominan guru dan informasi hanya berjalan satu arah dari guru ke siswa sehingga kesempatan

siswa untuk mengkomunikasikan gagasannya pun sangat sedikit. Salah satu cara untuk

memperbaiki permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang

tepat.

Model pembelajaran yang berpotensi untuk memberikan kesempatan siswa untuk

mengkomunikasi pengetahuan yang dimilikinya adalah Model Pembelajaran Matematika

Knisley. Hal ini sesuai dengan penelitian Yasar Rosidin dalam Erlina (2016) yang menyatakan

peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas yang mendapatkan

pembelajaran dengan MPMK lebih baik daripada peningkatan kemampuan komunikasi

matematis matematis siswa pada kelas yang mendapatkan pembelajaran matematika biasa.

Model Pembelajaran Matematika Knisley didasarkan pada program penelitian yang

dikembangkan oleh Jeff Knisney pada tahun 2003 yang berpotensi memenuhi standar. Model

Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK) adalah model pembelajaran matematika yang

dikembangkan atas teori gaya belajar Kolb yang ditafsirkan menjadi empat tahapan belajar

matematika. Model MPMK ini bertujuan agar siswa memahami suatu konsep matematika dan

melihat keterkaitan konsep tersebut secara internal dan eksternal (Mulyana, 2009). Tahap-tahap

MPMK adalah 1) konkrit-reflektif yaitu guru menjelaskan konsep yang figurative dalam konteks

yang familiar berdasarkan istilah- istilah yang terkait dengan konsep yang telah diketahui siswa;

2) kongkrit-aktif yaitu guru memberikan tugas dan dorongan agar siswa melakukan eksplorasi,

percobaan, mengukur, atau membandingkan sehingga dapat membedakan konsep baru dengan

konsep yang telah diketahuinya; 3) abstrak-reflektif yaitu siswa membuat atau memilih

pernyataan yang terkait dengan konsep baru, memberi contoh kontra untuk menyangkal

pernyataan yang salah, dan membuktikan pernyataan yang benar bersama-sama dengan guru;

serta 4) abstrak–aktif: Siswa melakukan practice (latihan) menggunakan konsep baru untuk

memecahkan masalah dan mengembangkan strategi. Kelebihan dan kekurangan Model

Pembelajaran Matematika Knisley menurut Dedy (2012) adalah: 1) Memudahkan

mengidentifikasi tingkat pemahaman peserta didik ketika pembelajaran berlangsung; 2) Terjadi

pergantian tingkat keaktifan antara guru dengan peserta didik; 3) Model Pembelajaran

Matematika Knisle memuat aktifitas paradigma pembelajaran; 4) Suasana pembelajaran menjadi

menyenangkan dan tidak tegang. Adapun kelemahannya yaitu 1) kesulitan adaptasi yang akan

dialami siswa pada awal penggunaan model MPMK serta 2) tahapan dalam model ini menuntut

siswa untuk mengembangkan kemampuan berfikirnya, maka siswa akan merasa jenuh dan cepat

lelah berfikir jika tidak diimbangi dengan kegiatan lainnya.

Selain penggunaan model yang tepat, guru juga memiliki kewajiban untuk membantu

siswa dalam mengembangkan kemampuan belajar sehingga siswa dapat belajar dengan

menggunakan seluruh potensi yang dimilikinya. Denison & Denison (2009) mengatakan Brain

Gym adalah serangkaian gerak sederhana untuk meningkatkan kemampuan belajar mereka

dengan menggunakan keseluruhan otak, manfaat Brain Gym guna menstimulasi (dimensi

lateralitas) untuk meringankan (dimensi pemfokusan), untuk merelaksasi (dimensi pemusatan)

murid yang terlibat dalam situasi belajar tertentu, gerakan-gerakannya mencakup gajah (the

elephant), burung hantu (the owl), luncuran gravitasi (gravity glider), dan coretan ganda

(double dooble). Lebih lanjut Gunawan (2006) mengatakan Brain Gym adalah serangkaian

gerakan tubuh yang sederhana digunakan untuk memadukan semua bagian otak untuk

meningkatkan kemampuan belajar, membangun harga diri dan rasa kebersamaan. Brain Gym

digunakan menurut kecepatan gerakan anak itu sendiri, akan tetapi secara efektif membantu anak

kembali pada kondisi mental yang optimal untuk pembelajaran (Gunawan dalam Nurholilah,

2013).

Model Pembelajaran Matematika Knisley yang dikolaborasikan dengan Brain Gym,

merupakan suatu model pembelajaran dengan serangkaian gerak sederhana yang mampu

meningkatkan kemampuan belajar siswa serta dapat menghilangkan rasa jenuh, mengembalikan

konsentrasi sehingga membantu siswa untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya.

Langkah-langkah pembelajaran mengunakan MPMK yang dikolaborasikan dengan Brain Gym

yaitu : 1) Pengenalan kepada siswa mengenai gerakan Brain Gym ; 2) Guru menjelaskan konsep

yang terkait dengan konsep yang telah diketahui siswa; 3) Guru memberikan tugas dan dorongan

agar siswa melakukan eksplorasi, percobaan, mengukur, atau membandingkan sehingga dapat

membedakan konsep baru dengan konsep yang telah diketahuinya; 4) Melakukan gerakan Brain

Gym untuk jeda sejenak sebagai penawar rasa jenuh dan untuk mengembalikan konsentrasi; 5)

Siswa membuat atau memilih pernyataan yang terkaitdengan konsep baru, memberi contoh

kontra untuk menyangkal pernyataan yang salah, dan membuktikan pernyataan yang benar

bersama-sama dengan guru; 6) Siswa melakukan practice (latihan) menggunakan konsep baru

untuk memecahkan masalah dan mengembangkan strategi.

Berdasarkan uraian masalah tersebut maka dapat dilakukan penelitian yang bertujuan

untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley

(MPMK) kolaborasi dengan Brain Gym terhadap kemampuan komunikasi matematis bagi siswa

kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini mengunakan eksperimen semu. Menurut Sandjaja (2006: 105), penelitian

eksperimen semu dilakukan untuk menguji hipotesis tentang ada tidaknya pengaruh suatu

tindakan bila dibandingkan dengan tindakan lain dengan pengontrolan variabelnya sesuai dengan

kondisi yang ada (situasional). Kegiatan dalam penelitian ini dengan memberikan perlakuan

serta menguji ada tidaknya pengaruh kepada kelompok eksperimen dengan memberi Model

Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK) kolaborasi Brain Gym dan membandingkan dengan

kelompok kontrol menggunakan pembelajaran langsung. Desain penelitian yang digunakan the

randomized pre test-post test control group design yaitu desain penelitian yang memberikan pre

test sebelum perlakuan, serta posttesst sesudahnya pada kelompok kontrol dan eksperimen

(Budiono, 2003).

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga dengan

seluruh karakteristiknya. Sampel pada penelitian ini diambil menggunakan teknik simple random

sampling, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata

yang ada dalam populasi. Sampel yang didapatkan sebanyak 2 kelas yaitu kelas VIII D dengan

jumlah 28 siswa sebagai kelas kontrol dan kelas VIII F sebanyak 28 siswa sebagai kelas

eksperimen.

Instrumen dalam penelitian ini adalah instrumen tes yang terdiri dari pretest sebelum

mengikuti pembelajaran pada materi bangun ruang sisi datar dan posttest dengan materi bangun

ruang sisi datar. Instrumen tes disusun untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis

siswa kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Instrumen yang digunakan berbentuk soal uraian

berjumlah 5. Adapun sistem penskoran tes kemampuan komunikasi matematis yang telah

termodifikasi oleh kurniawan (2016) menggunakan rubrik nilai yang mengacu pada Marryland

Math Communication Rubric, Maine Holistic Rubric, Dan Quasar Communication Mathtematic

Rubric. Rubrik penskoran kemampuan komunikasi matematis dapat dilihat pada Tabel 1. Teknik

analisis data menggunakan uji Man Whitney U.

Tabel 1. Pedoman Penskoran Komunikasi Matematis Mengacu Pada Marryland Math

Communication Rubric, Maine Holistic Rubric, Dan Quasar Communication Mathtematic Rubric

No Indikator Skor Kriteria

1 Menuliskan jawaban

menggunakan bahasa

matematis (label,

simbol, tanda, operasi

dan istilah matematis)

4 Penulisan label, simbol, tanda, operasi dan istilah matematis

secara lengkap, dan benar

3 Penulisan label, simbol, tanda, operasi, dan istilah matematis

dengan lengkap tapi tidak benar

2 Penulisan label, simbol, tanda, operasi, dan istilah matematis

kurang lengkap tapi ada yang benar sebagian

1 Penulisan label, simbol, tanda, operasi, dan istilah matematis

tidak lengkap dan salah

0 Tidak ada jawaban, kosong atau tidak dikerjakan

2 Menuliskan jawaban

matematika dengan

langkah-langkah

(model matematika)

dalam menjawab.

4 Langkah-langkah dalam pengerjaan rinci, runtut,lengkap, tepat

dan benar seperti perintah

3 Langkah-langkah dalam pengerjaan secara rinci, runtut,kurang

lengkap tapi benar

2 Langkah-langkah dalam pengerjaan kurang rinci, tidak runtut,

belum lengkap tapi ada yang benar sesuai perintah.

1 Langkah-langkah ada dan salah

0 Tidak ada jawaban, kosong atau tidak dikerjakan

3 Menyatakan hasil

pehitungan dari

4 Perhitungan dari setiap langkah benar, benar dan hasil benar.

3 Perhitungan dari setiap langkah 75 % benar dan hasil akhir salah

langkah-langkah setiap

jawaban suatu

pernyataan

2 Perhitungan dari setiap langkah 25 % benar dan hasil salah

1 Perhitungan dari setiap langkah salah tapi ada pekerjaan , tidak

kosong

0 Tidak ada jawaban, kosong atau tidak dikerjakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Awal (sebelum diberikan perlakuan)

Data kemampuan komunikasi matematis awal diperoleh berdasarkan pengkategorian dan Uji

Mann-Whitney pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat sebagai berikut:

1. Kategori Kemampuan Komunikasi Matematis pada Kondisi Awal

Kategori kemampuan komunikasi matematis pada kondisi awal dilakukan dengan

pengambilan data melalui skor pretest. Hasil skor pretest dari kelas eksperimen VIII F dan

kelas kontrol VIII D kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori kemampuan komunikasi

matematis yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Adapun diskripsi kategori kemampuan komunikasi

matematis siswa pada kelas eksperimen VIII F dan kelas kontrol VIII D dapat dilihat pada tabel

2 sebagai berikut:

Tabel 2. Kategori Kemampuan Komunikasi Matematis Awal

Interval kategori Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

40< skor ≤ 60 Tinggi 1 3,57% 1 3,57%

20 < skor ≤ 40 Sedang 22 78,57% 26 92,6%

0 ≤ skor ≤ 20 Rendah 5 17,6% 1 3,57%

Berdasarkan Tabel 2 tampaklah bahwa hasil pretest pada siswa VIII F sebagai kelas

eksperimen memiliki kemampuan komunikasi matematis berkategori tinggi sebanyak 1 siswa

dengan persentase 3,57%, kategori sedang sebanyak 22 siswa persentasenya 78,57% dan

kategori rendah sebanyak 5 siswa dengan persentase 17,86% sedangkan hasil pretest VIII D

sebagai kelas kontrol siswa yang memiliki kemampuan komunikasi berkategori tinggi sebanyak

1 siswa persentasenya 3,57%, kategori sedang sebanyak 26 siswa persentasenya 92,86% dan

kategori rendah sebanyak 1 siswa dengan persentase 3,57%. Berdasarkan data tersebut

menunjukan bahwa mayoritas siswa mempunyai kemampuan komunikasi matematis pada

kategori sedang di kedua kelas tersebut.

2. Uji Mann-Whitney untuk Data Kemampuan Komunikasi Matematis Awal

Pengujian hipotesis berdasarkan data pretest dilakukan dengan menggunakan uji beda

rerata statistik nonparametrik yaitu uji Mann-Whitney. Adapun hasil perhitungan uji Mann-

Whitney pada skor pretest sebagai berikut

Tabel 3. Uji Mann-Whitney pada Kemampuan Komunikasi Matematis Awal

Berdasarkan Tabel 3 didapatkan signifikansi uji Mann-Whitney pada skor pretest kemampuan

komunikasi matematis siswa kelas eksperimen dan kontrol sebesar 0,155>0,05 yang artinya

tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi antara kedua kelas tersebut atau kedua kelas

tersebut dalam kondisi seimbang sehingga dapat diberikan perlakuan yang berbeda. Kelas

eksperimen diberi perlakuan berupa Model Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK)

kolaborasi Brain Gym sedangkan kelas kontrol diberi perlakuan berupa Model Pembelajaran

Konvensional.

B. Kondisi Akhir (setelah diberikan perlakuan)

Data kemampuan komunikasi matematis akhir diperoleh berdasarkan pengkategorian dan Uji

Mann-Whitney pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat sebagai berikut:

1. Kategori Kemampuan Komunikasi Matematis pada Kondisi Akhir

Kategori kemampuan komunikasi matematis pada kondisi akhir didasarkan pada skor

posttest. Hasil skor dari kelas eksperimen VIII F dan kelas kontrol VIII D kemudian

dikelompokkan menjadi tiga kategori kemampuan komunikasi matematis yaitu tinggi, sedang,

dan rendah. Adapun diskripsi kategori kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas

eksperimen dan kelas kontrol pada kondis akhir dilihat pada tabel 4 sebagai berikut:

Tabel 4. Kategori Kemampuan Komunikasi Matematis Akhir

Interval kategori Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

40< skor ≤ 60 Tinggi 25 89,29 % 18 64,29%

20 < skor ≤ 40 Sedang 2 7,14% 10 35,71%

0 ≤ skor ≤ 20 Rendah 1 3,57% 0 0%

KKM Awal

Mann-Whitney U 305.500

Wilcoxon W 711.500

Z -1.424

Asymp. Sig. (2-tailed) .155

Berdasarkan Tabel 4, siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis berkategori

tinggi sebanyak 25 siswa persentasenya 89,29%, kategori sedang sebanyak 2 siswa

persentasenya 7,14% dan kategori rendah sebanyak 1 siswa dengan persentase 3,57% pada

kelas eksperimen. Sedangkan untuk kelas kontrol, siswa yang memiliki kemampuan

komunikasi berkategori tinggi sebanyak 18 siswa persentasenya 64,29%, kategori sedang

sebanyak 10 siswa dengan persentase 35,71% dan tidak ada siswa yang mempunyai kategori

kemampuan komunikasi matematis yang rendah. Jika dilihat perbandingan kemampuan awal

siswa tampak terdapat peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa setelah diberi

perlakuan baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Selain itu, jumlah siswa yang

mempunyai kategori kemampuan komunikasi matematis tinggi di kelas eksperimen lebih

banyak daripada jumlah siswa yang mempunyai kategori kemampuan komunikasi matematis

tinggi di kelas kontrol. Hal serupa juga terjadi di kategori sedang. Akan tetapi, masih

ditemukan 1 siswa di kelas eksperimen yang mempunyai kategori kemampuan komunikasi

matematis rendah sedangkan di kelas kontrol tidak ditemukan siswa yang mempunyai kategori

rendah.

2. Uji Mann-Whitney untuk Data Kemampuan Komunikasi Matematis Akhir

Adapun hasil perhitungan uji Mann-Whitney pada skor posttest sebagai berikut

Tabel 5. Perhitungan Uji Mann-Whitney U pada Postest

Nilai Gabungan

KKM

Mann-Whitney U 260.500

Wilcoxon W 666.500

Z -2.160

Asymp. Sig. (2-tailed) .031

Berdasarkan Tabel 5 diperoleh signifikansi uji Mann-Whitney U pada skor posttest kemampuan

komunikasi matematis 0,031<0,05 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai rerata antara

kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal ini menunjukkan

bahwa penerapan Model Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK) kolaborasi Brain Gym

berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 7

Salatiga.

KESIMPULAN

Berdasarkan Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa nilai signifikansi dengan

menggunakan uji Mann-Whitney diperoleh 0,031<0,05 yang berarti terdapat pengaruh Model

pembelajaran Matematika Knisley (MPMK) terhadap kemampuan komunikasi matematis bagi

siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga tahun pelajaran 2016/2017. Berdasarkan hasil

pengkategorian skor posttest diperoleh bahwa siswa yang memiliki kemampuan komunikasi

matematis berkategori tinggi pada kelas eksperimen sebanyak 25 siswa (89,29%), kategori

sedang sebanyak 2 siswa (7,14%) dan kategori rendah sebanyak 1 siswa (3,57%).

DAFTAR PUSTAKA

Armiati. 2009. Komunikasi Matematis dan Pembelajaran Berbasis Masalah. Bandung:

Semnas Matematika UNPAR Dijurnalkan Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan

Matematika, Part 2 : Hal. 77-82

Budiono.2003 .Metodologi Penelitian Pendidikan (Edisi Pertama Cetakan Pertama). Surakarta:

Universitas Sebelas Maret

Darkasyi, dkk. 2014. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Motivasi Siswa

denganPembelajaranPendekatan Quantum Learning padaSiswa SMP Negeri 5

Lhokseumawe.JurnalDidaktikMatematikaISSN : 2355-4185. Vol 1-2. Banda Aceh:

Program Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Syah Kuala.

Dedy, Endang. 2012. Pengembangan Ajar Kalkulus.jurnal Vol.7 n0 1

Dennison, Paul, E dan Dennison Gail, E. 2009. Brain Gym Senam Otak. Jakarta: PT. Gramedia

Depdiknas. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran Matematika SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA

(Permendiknas Nomor 23 tahun 2006). Jakarta: Depdiknas

Erlina. 2016. Implementasi Model Pembelajaran Matematika Knisley (Mpmk) Dalam Upaya

Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Dan Respon Siswa Dalam

Pembelajaran. Jurnal ISSN: 2502-6526

Fitri, Rahma. 2014. Penerapan Strategi The Firing Line Pada Pembelajaran Matematika Siswa

Kelas Xi Ips Sma Negeri 1 Batipuh. Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika: Part 2

Hal 18-22

Gunawan, Adi W. (2006). Genius Learning Strategy. PT. Gramedia. Jakarta

Hamzah, Uno. 2010. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif

dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara

Kurniawan Agus. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Terhadap

Hasil Belajar Matematika Ditinjau Dari Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Viii

Smp Negeri 1 Ambarawa Semester 2 Tahun Pelajaran 2015/2016 (Skripsi) : Universitas

Kristen Satya Wacana

Knisley, J. (2003). A Four-Stage Model of Mathematical Learning. Dalam Mathematics

Educator [Online], Vol 12 (1) 10 halaman. Tersedia: http//Wilson

Coe.uga.edu/DEPT/TME/Issues/ v12n1/ 3knisley. HTML

Mahmudi.Ali.2009. Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. Makalah Termuat pada

Jurnal MIPMIPA UNHALU/ Vol.8 No.1

Mulyana, E. 2009. Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley Terhadap Peningkatakan

Pemahaman dan Disposisi Matematika Siswa sekolah Menengah Atas Program Ilmu

pengetahuan Alam. Disertasi Doktor pada FPMIPA UPI.

Nurholilah, Siti. 2013. Pengaruh Penerapan Senam Otak (Brain Gym) Terhadap Peningkatan

Kemampuan Mengambar Anak Usia Taman Kanak- Kanak. Universitas pendidikan

Indonesia. Respository.upi.edu

Sandjaja.2006 .Panduan Penelitian.Hal 105-106.Jakarta : Prestasi Pustaka Karya

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: PT

Kharisma Putra Utama.

Van De Walle.2008. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah. Jakarta: Erlangga.