PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF...
Transcript of PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF...
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) TERHADAP PEMAHAMAN
KONSEP MATEMATIS SISWA PADA SEKOLAH DASAR
(Kuasi Eksperimen di MI Pembangunan UIN Jakarta)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Ziaratul Fadillah
11150183000077
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019 M / 1441 H
i
ABSTRAK
Ziaratul Fadillah (11150183000077), Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Teams Games Tournament Terhadap Pemahaman Konsep
Siswa Pada Sekolah Dasar. Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe teams games tournament terhadap pemahaman konsep pada siswa
Sekolah Dasar. Pemahaman konsep mengacu kepada indikator pemahaman oleh
Russefendi yaitu: translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi. Penelitian ini
dilaksanakan di MI Pembangunan UIN Jakarta pada bulan September 2019.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasi eksperimen dan desain
penelitian yang digunakan adalah Non-Equivalent Control Group Design. Desain
ini tidak dipilih secara random namun pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan teknik purposive sampling sampel penelitian kelas II E (Kelas
Eksperimen) berjumlah 28 siswa dan kelas II F (Kelas Kontrol) berjumlah 28
siswa. Instrumen penelitian yang digunakan tes berupa uraian dan instrumen
nontes berupa observasi dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini dengan uji normalitas menggunakan uji Lilliefors dengan
teknik Shapiro Wilk. Uji homogenitas dengan menggunakan One Way Anova.
Kemudian dilanjutkan dengan uji hipotesis menggunakan Independent Sample T-
test. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t pada taraf
nyata 5% diperoleh nilai signifikansi 0,003 yang bernilai kurang dari α = 0,05 dan
berdasarkan hasil perhitungan uji pengaruh dengan menggunakan effet size
dengan nilai 0,42 maka disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
teams games tournament berpengaruh terhadap pemahaman konsep siswa pada
Sekolah Dasar.
Kata Kunci : Kuasi Eksperimen, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams
Games Tournament, Pemahaman Konsep.
ii
ABSTRACT
Ziaratul Fadillah (11150183000077), The Effect of Cooperative Learning Type
Teams Games Tournament on Students' Understanding of Concepts in Primary
Schools. Thesis Department of Madrasah Ibtidiyah Teacher Education, Faculty of
Tarbiyah and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University
Jakarta.
This study aims to determine the effect of cooperative Learning Type Teams
Games Tournament on students understanding of concepts in primary schools.
Understanding the idea alludes to pointers of comprehension by Russefendi, to be
specific: interpretation, translation, and extrapolation. This examination was led
at the MI Pembangunan UIN Jakarta in September 2019. The method used in this
research is quasi experiment and Non-Equivalent Control Group Design. This
structure was not picked haphazardly, yet the inspecting was finished utilizing
purposive sampling method inquire about examples class II E (Experiment Class)
totaling 28 understudies and class II F (Control Class) totaling 28 understudies.
The exploration instrument utilized as test depictions and non-test instruments as
perception and meetings. The information examination strategy utilized in this
investigation was the typicality test utilizing the Lilliefors test with the Shapiro
Wilk method. Homogeneity test utilizing One Way Anova. At that point continue
with the theory test utilizing the Autonomous Example T-test. In view of the
consequences of speculation testing utilizing the t-test at 5% centrality level, an
essentialness estimation of 0.003 was acquired which is not exactly α = 0.05 and
dependent on the after effects of the figuring of the impact test utilizing an effect
size of 0.42, it was reasoned that the agreeable kind learning model of the teams
games competition impacts the comprehension of understudies' ideas in grade
school.
Keywords: Quasi Experiment, Model Coooperative Learning Type Teams Games
Tournament, Understanding of Concept.
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya
kemudahan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu
tercurahkan kepada baginda tercinta yaitu Nabi Muhammad SAW, keluarga,
sahabat, tabi’in serta umatnya yang istiqamah dalam syariat islam.
Selama penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Metode Pembelajaran
Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Terhadap Pemahaman Konsep
Matematis Pada Sekolah Dasar”, penulis menyadari bahwa tidak sedikit kesulitan
dan hambatan yang dialami. Namun, atas kesungguhan usaha dan doa serta
masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak sehingga dalam kesempatan
ini penulis menyampaikan secara khusus ucapan terima kasih, antara lain kepada :
1. Dr. Sururin, M.Ag, Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Asep Ediana Latip, M.Pd, selaku Ketua Prodi Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah (PGMI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Rohmat Widiyanto, M.Pd, selaku Sekretaris Prodi Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
sekaligus dosen pembimbing telah meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan, motivasi, dan semangat selama proses penyusunan skripsi.
4. Takkidin, M.Pd, selaku Dosen Penasehat Akademik yang memberikan
semangat untuk segera menyelesaikan skripsi.
5. Fatkhul Arifin, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing skripsi yang selalu
memberikan bimbingan dan semangat selama proses penyusunan skripsi.
6. Dosen-dosen Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan
bimbinganya kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu
yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah
SWT.
7. Guru-guru MI Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
menerima dengan baik, membimbing dan memberikan bantuan selama
iv
melakukan penelitian serta siswa dan siswi MI Pembangunan UIN Jakarta
khususnya kelas II E dan II F yang telah bersikap kooperatif selama
melakukan penelitian.
8. Terkhusus untuk keluargaku tercinta yang selalu mendoakan dan
memberikan perhatian serta kasih sayang kepada penulis.
9. Teristimewa untuk sahabat-sahabatku terutama Anis Fathya Rizqi,
Muthi’ah Nursa’diyah, Titin Zuliatin, dan Riana Ramadhanty yang selalu
memberikan motivasi menjadi tempat berkeluh kesah serta selalu
menemani selama proses penyusunan skripsi.
10. Teristimewa untuk sahabat PLP (Pengenalan Lapangan Persekolahan)
terutama Nur Fitriani dan One Soekawati yang berjuang bersama dan
selalu membantu pada proses penyusunan skripsi.
11. Teristimewa untuk sahabat KKN yaitu Fanny yang menginspirasi untuk
cepat menyelesaikan skripi.
12. Rekan mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun Akademik 2015 yang telah berjuang bersama
dan memberi dukungan sampai saat ini.
13. Teruntuk semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi yang
tidak bisa disebutkan satu persatu.
Dan penulis hanya dapat memohon dan berdoa atas kebaikan yang telah
diberikan agar dibalas dengan keberkahan hidup oleh Allah di dunia maupun
akhirat. Karena atas keterbatasan kemampuan yang dimiliki, maka penulis
menyadari terdapat kekurangan pada skripsi ini. Sehingga kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan dari berbagai pihak agar nantinya menjadi
lebih baik dan dapat memberikan manfaat.
Jakarta, 28 Juli 2019
Ziaratul Fadillah
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ILMIAH
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ................................................................................................................ i
ABSTRACT ................................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... iii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. x
DAFTAR BAGAN .................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................. 5
C. Pembatasan Masalah ................................................................................ 6
D. Rumusan Masalah .................................................................................... 6
E. Tujuan penelitian ...................................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian .................................................................................... 6
BAB II KAJIAN TEORI ........................................................................................... 8
A. Deskripsi Teoritik ..................................................................................... 8
vi
1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament ...... 8
2. Model Pembelajaran Langsung ............................................................. 24
3. Pemahaman Konsep Matematis ............................................................ 29
4. Karakteristik Siswa SD/MI ................................................................... 35
5. Konsep Pembagaian ............................................................................. 38
B. Hasil Penelitian yang Relevan ................................................................. 40
C. Kerangka Berfikir ..................................................................................... 44
D. Hipotesis Penelitian .................................................................................. 45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 46
A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. 46
B. Metode Penelitian dan Desain Penelitian ................................................. 46
C. Populasi dan Sampel ................................................................................ 48
D. Variabel Penelitian .................................................................................... 43
E. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 49
F. Instrumen Penelitian ................................................................................. 51
G. Kontrol Terhadap Validitas Internal ........................................................ 54
H. Teknik Analisis Data ................................................................................ 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................................... 70
A. Deskripsi Data .......................................................................................... 70
B. Pengujian Persyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis ....................... 81
C. Pembahasan Hasil Penelitian .................................................................. 87
D. Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 103
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 104
A. Kesimpulan ............................................................................................... 104
vii
B. Implikasi ................................................................................................... 104
C. Saran ......................................................................................................... 105
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 106
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1Perbedaan Kelompok Belajar ................................................................... 10
Tabel 2.2 Perhitungan Poin Turnamen Untuk Empat Pemain .................................. 19
Tabel 2.3 Taksonomi Bloom Baru Oleh Peggy Dettmee, Domain Kognitif ............ 32
Tabel 3.1 Desain Penelitian ....................................................................................... 42
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Pemahaman Konsep Matematis ................................ 47
Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Pemahaman Konsep ................................................ 48
Tabel 3.4 Kategori Penilaian Lembar Observasi ...................................................... 49
Tabel 3.5 Kriteria Validasi Instrumen ....................................................................... 50
Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Instrumen Tes Pemahaman Konsep ........................... 51
Tabel 3.7 Kriteria Reliabilitas Instrumen .................................................................. 52
Tabel 3.8 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Tes Pemahaman Konsep ....................... 53
Tabel 3.9 Indeks Daya Pembeda ............................................................................... 53
Tabel 3.10 Rekapitulasi Hasil Uji Daya Pembeda Soal Pemahaman Konsep .......... 54
Tabel 3.11 Indeks Taraf Kesukaran .......................................................................... 55
Tabel 3.12 Hasil Uji Tingkat Kesukaran ................................................................... 55
Tabel 3.13 Kriteria Effect Size .................................................................................. 63
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Hasil Pretest Eksperimen ......................................... 66
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Hasil Pretest Kelas Kontrol ..................................... 67
Tabel 4.3 Hasil Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ................................. 68
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Hasil Posttest Kelas Eksperimen ............................. 70
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Hasil Posttest Kelas Kontrol ................................... 72
ix
Tabel 4.6 Hasil Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ................................ 73
Tabel 4.7 Rekapitulasi Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ........... 71
Tabel 4.8 Presentase Hitung Lembar Observasi ....................................................... 75
Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ................... 76
Tabel 4.10 Hasil Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ............... 76
Tabel 4.11 Hasil Uji Homogenitas Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ............. 77
Tabel 4.12 Hasil Uji Homogenitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ............ 79
Tabel 4.13 Hasil Uji-T Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ............................... 79
Tabel 4.14 Hasil Uji-T Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ............................... 79
Tabel 4.15 Hasil Uji-T Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol .............................. 80
Tabel 4.16 Data Pretest Persentase Ketercapaian Pemahaman Konsep Siswa
Kelas Eksperimen dan Kontrol .............................................................. 95
Tabel 4.17 Data Posttest Persentase Ketercapaian Pemahaman Konsep Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol .............................................................. 95
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Penempatan Anggota Kelompok Dalam Meja Turnamen .................... 17
Gambar 2.2 Langkah Pembelajatan TGT................................................................... 18
Gambar 2.3 Pembagian ............................................................................................. 34
Gambar 4.1 Diagram Pie Hasil Pretest Kelompok Eksperimen ............................... 66
Gambar 4.2 Diagram Pie Hasil Postest Kelompok Kontrol ..................................... 68
Gambar 4.3 Diagram Batang Hasil Pretest Kelompok Eksperimen dan Kelompok
Kontrol ................................................................................................. 69
Gambar 4.4 Diagram Pie Hasil Posttest Kelompok Eksperimen .............................. 71
Gambar 4.5 Diagram Pie Hasil Posttest Kelompok Kontrol .................................... 78
Gambar 4.6 Diagram Batang Hasil Postest Kelompok Eksperimen dan Kelompok
Kontrol ................................................................................................. 80
Gambar 4.7 Tahapan Penyajian Kelas ...................................................................... 85
Gambar 4.8 Belajar dalam Kelompok ....................................................................... 85
Gambar 4.9 Permainan .............................................................................................. 86
Gambar 4.10 Penghargaan ........................................................................................ 87
Gambar 4.11 Contoh Jawaban Kelas Kontrol Indikator Translasi ........................... 88
Gambar 4.12 Contoh Jawaban Kelas Eksperimen Indikator Translasi ..................... 89
Gambar 4.13 Contoh Jawaban Kelas Kontrol Indikator Interpretasi ........................ 91
Gambar 4.14 Contoh Jawaban Kelas Eksperimen Indikator Interpretasi ................. 92
Gambar 4.15 Contoh Jawaban Kelas Kontrol Indikator Ekstrapolasi ...................... 93
Gambar 4.16 Contoh Jawaban Kelas Eksperimen Indikator Ekstrapolasi ................ 94
xi
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Bepikir ..................................................................................... 38
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Wawancara Guru
Lampiran 2 Silabus Pembelajaran
Lampiran 3 Kisi-kisi Instrumen Pemhaman Konsep
Lampiran 4 Soal Uji Instrumen Pemahaman Konsep
Lampiran 5 Kunci Jawaban Instrumen Konsep
Lampiran 6 Hasil Uji Validasi Instrumen Pemahaman Konsep
Lampiran 7 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Tes Pemahaman Konsep
Lampiran 8 Daya Beda Instrumen Pemahaman Konsep
Lampiran 9 Tingkat Kesukaran
Lampiran 10 Kisi-Kisi Instrumen Pemahaman Konsep Pretest dan Posttest
Lampiran 11 Instrumen Pemahaman Konsep Soal Pretest dan Posttest
Lampiran 12 Kunci Jawaban Instrumen Pretest dan Postest
Lampiran 13 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen
Lampiran 14 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol
Lampiran 15 Lembar Kerja Siswa
Lampiran 16 Nilai Pretest dan Postest Kelas Kontrol
Lampiran 17 Nilai Pretest dan Postest Kelas Eksperimen
Lampiran 18 Lembar Observasi Aktivitas Mengajar Kelas Eksperimen
Lampiran 19 Distribusi Frekuensi Pretest Eksperimen
Lampiran 20 Distribusi Frekuensi Pretest Kontrol
Lampiran 21 Distribusi Frekuensi Posttest Eksperimen
xiii
Lampiran 22 Distribusi Frekuensi Posttest Kontrol
Lampiran 23 Hasil Indikator Pretest Eksperimen
Lampiran 24 Hasil Indikator Pretest Kontrol
Lampiran 25 Hasil Indikator Posttest Eksperimen
Lampiran 26 Hasil Indikator Posttest Kontrol
Lampiran 27 Perhitungan Uji Normalitas Posttest
Lampiran 28 Perhitungan Uji Normalitas Pretest
Lampiran 29 Perhitungan Uji Homogenitas Pretest dan Posttets
Lampiran 30 Perhitungan Uji Hipotesis Pretest dan Posttest
Lampiran 31 Surat Pengajuan Dosen Pembimbing
Lampiran 32 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian
Lampiran 33 Lembar Uji Refrensi
Lampiran 34 Surat Permohonan Penelitian
Lampiran 35 Biografi Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan proses untuk mengembangkan potensi diri
dalam mencapai manusia yang seutuhnya. Sependapat dengan Susanto
bahwa pendidikan adalah upaya yang terorganisir, berencana, dan
berlangsung secara terus menerus sepanjang hayat untuk membina anak
didik menjadi manusia paripurna, dewasa, dan berbudaya.1
Definisi pendidikan juga dijelaskan dalam UUSPN No 20 tahun
2003 yang berisi:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengenalan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.2
Usaha sadar ini tentunya berorientasi pada pengembangan seluruh
aspek potensi peserta didik, seperti aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Hal ini dapat ditempuh melalui proses pembelajaran yang
direncanakan sehingga sesuai dengan tujuan yang ini dicapai.
Pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri atas berbagai
komponen yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Komponennya
meliputi tujuan, materi, metode, dan evaluasi.3 Komponen tersebut harus
diperhatikan oleh guru agar tercipta ilklim belajar yang menunjang.
Salah satu pembelajaran penting yang diajarkan sejak sekolah
dasar adalah pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika itu
merupakan ide-ide abstrak yang berisi simbol-simbol maka konsep-konsep
matematika harus dipahami terlebih dahulu sebelum memanipulasi
1Ahmad Susanto, Teori Belajar Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2013), h.85. 2Syaifyrahman dan Tri Ujiati, Manajemen Dalam Pembelajaran, (Jakarta: Indeks, 2013),
h.53. 3Rusman, Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi
Kedua, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014), h.133.
2
simbol-simbol itu.4 Jadi tidak hanya sekedar mengetahui konsep namun
dalam belajar matematika perlu adanya cara untuk memahami sehingga
mampu mengkontruksi pengetahuannya.
Pemahaman berbeda dengan hafalan atau sekedar mengetahui,
yakni proses pembelajaran yang hanya memberikan pengetahuan berupa
teori-teori tanpa adanya proses pemahaman yang mendalam sehingga
pengetahuannya mudah dilupakan. Sependapat dengan Heruman yang
menyatakan bahwa dalam matematika setiap konsep abstrak yang baru
dipahami siswa perlu diberi penguatan, agar mengendap dan tahan lama
dalam memori siswa sehingga melekat dalam pola pikir dan pola
tindakannya.5 Hal ini akan tercipta pembelajaran yang bermakna untuk
siswa.
Konsep-konsep matematika itu terorganisir secara sistematis, logis,
dan hierarkis dari yang paling sederhana sampai yang kompleks.
Pemahaman dan penguatan suatu materi atau konsep merupakan prasyarat
untuk menguasai materi atau konsep materi selanjutnya. Hal ini
menunjukan bahwa kemampuan pemahaman konsep matematis
merupakan hal yang sangat fundamental dalam pembelajaran matematika
agar belajar menjadi lebih bermakna.6 Dengan kata lain bahwa demi
tujuan pembelajaran matematika maka perlu menanamkan keterampilan
dalam memahami suatu konsep.
Disimpulkan bahwa dalam belajar matematika penting memiliki
kemampuan memahami suatu konsep. Hal ini disebutkan dalam standar
kompetensi matematika yang dirumuskan dalam kurikulum salah satunya
mencakup pemahaman konsep.7 Pemahaman disini dapat diartikan dengan
kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan
4Ahmad Susanto, Op.cit., h.183
5Heruman, Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2010), cet 3 ,h.2. 6Ibid., h.210.
7Ibid., h.184
3
atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan
yang pernah diterimanya.8
Lebih lanjut menurut NCTM (The National Council for Teacher of
Mathematics) dalam Fitriyane mengungkapkan bahwa alasan penting
mengapa mengajarkan pemahaman tentang sebuah konsep sangat
bermanfaat pada abad 21 ini, karena siswa perlu memiliki pemahaman
konseptual agar siswa berkembang dan mampu memecahkan masalah
sebagai orang yang dewasa dilingkungan yang semakin mengalami
perubahan.9 Pernyataan ini sangat memperkuat bahwa pemahaman
konseptual sangat berkaitan dengan pembelajaran matematika dan lebih
dari itu untuk mengikuti perkembangan zaman saat ini. Sehingga
berimplikasi siswa terbiasa mampu memahami sesuatu hal dengan benar.
Namun kenyataanya dari hasil wawancara dengan salah satu guru
MI Pembangunan UIN Jakarata yaitu Ibu Himatun, M.Pd pada Rabu, 17
Juli 2019. Diperoleh informasi bahwa dalam pembelajaran matematika
cenderung menggunakan hafalan sehingga masih rendah kemampuan
siswa untuk memahami suatu konsep. Sedangkan karakteristik siswa kelas
II yang masih suka bermain semakin membuat suasana pembelajaran di
dalam kelas kurang kondusif sehingga siswa tidak memahami konsep dan
tidak mampu menjawab pertanyaan.
Beberapa siswa juga masih memiliki rasa malu-malu sehingga
tidak terjalin komunikasi yang baik diantara siswa. Kejadian di dalam
kelas terdapat penguasa kelas dan ada juga yang hanya menjadi pendiam.
Dan masih ada siswa yang suka menggambar ataupun mengobrol sendiri
ketika proses pembelajaran.10
Peneliti melakukan tes awal untuk mengetahui pemahaman awal
siswa pada konsep pembagian. Diperoleh nilai rata-rata yang didapatkan
8Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), cet.8, h.36.
9Fitriyane Laila Apriliani Rahmat, dkk, Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa
Melalui Teams Games Tournament, Sosio DIDAKTIKA:Social Science Education Journal, 5(1),
2018, h.15-23. 10
Wawancara pribadi dengan Guru, MI Pembangunan, 17 Juli 2019
4
pada tes awal dari dua kelas adalah 38,29 dan 43,96 sehingga menunjukan
bahwa pemahaman konsep siswa masih tergolong rendah terutama pada
konsep pembagian.11
Penelitian ini dilaksanakan pada kelas II Madrasah Ibtidaiyah
dengan karakteristik siswanya yaitu senang bermain dan bekerja dalam
kelompok.12
Jika dikaitkan dalam proses pembelajaran maka model
pembelajaran yang diterapkan dapat disesuaikan dengan karakteristik
siswa.
Memperhatikan masalah yang ada di atas maka pembelajaran
matematika perlu menerapkan sebuah model pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik siswa SD/MI agar memudahkan siswa dalam
memahami suatu konsep. Peneliti menentukan model pembelajaran yang
dipilih untuk mengatasi hal tersebut dengan cara menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT).
Model TGT ini dapat menciptakan lingkungan kelas yang efektif
dimana siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan secara
konsisten menerima dorongan untuk kinerja yang sukses serta mampu
memperjelas pemahaman konsep yang sedang dipelajari.13
Diharapkan
melalui model TGT ini siswa mendapatkan pengalaman belajar yang baru
dan tidak merasa bosan di kelas.14
Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT mampu
membentuk kelompok siswa yang bekerja sama dalam tim mereka untuk
memastikan bahwa seluruh anggota tim telah mencapai tujuan, yakni
menguasai pelajaran tersebut dan dapat memahami dengan baik.15
Hal ini
akan membuat siswa mampu mengutarakan pengetahuan yang diterimanya
kebentuk lain. Lalu kelompok yang telah berhasil memahami konsep akan
11
Lampiran 17 12
M. Hosnan, Psikologi Perkembangan Anak, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2016), h.58. 13
Pradipta Annurwanda, The Effect of Teams Games Tournament On Mathematics Self-
Efficacy in Junior High Schools, SHS Web Conferences 42, 2018, h.1-6. 14
Ardian,dkk, Using Reading Concept Map Teams Games Tournament (Remap-TGT) to
Improve Reading Intetest of Tenth Grade Student of Laboratory Senior High School State
University of Malang, American Journal of Educational Research, 2015,Vol.3, No.2, h.250-254. 15
Robert E.Slavin, Cooperative Learning, (Bandung: Nusa Media, 2005), h.144.
5
melaksanakan games tournament, disini siswa yang paham akan mampu
menafsirkan pengetahuannya baik dalam bentuk gambar, grafik, dll.
Kelompok yang mendapatkan skor tertinggi akan dikatakan pemenang,
dimana siswa mampu menyimpulkan maupun membedakan pengetahuan
yang ada.
Hasil penelitian Devita memperkuat pernyataan bahwa pemahaman
konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih tinggi daripada siswa yang
menggunakan pembelajaran konvensional, baik secara keseluruhan
maupun siswa yang berkemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah.16
Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Teams Games Tournament (TGT) terhadap pemahaman konsep matematis
siswa dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Teams Games Tournament Terhadap Pemahaman
Konsep Matematis Siswa Pada Sekolah Dasar”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi
masalahnya sebagai berikut:
1. Sistem pembelajaran masih cenderung pada kegiatan menghafal materi
sehingga pemahaman mengenai konsep masih rendah.
2. Kurang kooperatif diantara siswa.
3. Model pembelajaran kurang bervariasi.
4. Siswa melakukan aktivitas selain pada proses pembelajaran seperti
berlari-lari, menggambar, mengobrol, dan lain-lain pada saat proses
pembelajaran.
16
Dewi Devita, Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games
Tournament Terhadap Pemahaman Konsep Dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas
VIII SMPN DI Kecamatan Lubuk Begalung Padang, Jurnal Pendidikan dan Teknologi Informasi,
Vol 4 No 1, April 2017, h. 191-195.
6
5. Pembelajaran kurang memfasilitasi siswa untuk aktif dan percaya diri
sehingga siswa belum mampu mengkritisi pembelajaran.
6. Konsep pembagian merupakan materi yang masih sulit untuk kelas II.
C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini lebih difokuskan agar tidak meluas pembahasanya
maka peneliti membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Indikator pemahaman konsep yang digunakan meliputi translasi,
interpretasi dan ekstrapolasi.
2. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Game Tournament.
3. Materi pokok bahasan yang digunakan dalam penelitian adalah
pembelajaran matematika dengan materi pembagian pada kelas II
Madrasah Ibtidaiyah.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah
dikemukakan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
“Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe teams
game tournament terhadap pemahaman konsep matematis pada sekolah
dasar?”.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka dapat diketahui tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Game Tournament (TGT) terhadap pemahaman
konsep matematis siswa pada sekolah dasar.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara teoritis dan
praktis sebgai berikut :
7
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan kontribusi mengembangkan model pembelajaran
kooperatif khususnya pembelajaran Matematika.
b. Sebagai refrensi bagi kegiatan penelitian pengembangan model
pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran Matematika.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, penelitian ini dijadikan refrensi dan tambahan
pengetahuan mengenai pemilihan metode pembelajaran kooperatif
yang tepat untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran
khususnya pada pembelajaran matematika.
b. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan dapat menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Game Tournament pada
materi dan mata pelajaran lainnya sehingga dapat meningkatkan
pemahaman konsep serta meningkatkan motivasi belajar dan hasil
belajar siswa.
c. Bagi peneliti, dapat menjadi penelitian yang relevan dengan fokus
yang sama.
8
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoritik
1) Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament
a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk
merencanakan pembelajaran di kelas. Sesuai pendapat Joyce dan Weil
dalam Rusman bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau
pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana
pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran,
dan membimbing pembelajaran dikelas atau yang lain.17
Artinya
bahwa model pembelajaran dapat dijadikan pilihan untuk menentukan
model pembelajaran apa yang sesuai dengan kondisi kelas.
Pemilihan model pembelajaran harus memiliki berbagai
pertimbangan seperti mempertimbangkan tujuan yang hendak dicapai,
materi pembelajaran, siswa dan lain – lain.18
Salah satu macam model
pembelajaran yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran adalah
model pembelajaran kooperatif. Menurut Tom V. Savage dalam
Rusman mengemukaan bahwa cooperative learning atau pembelajaran
kooperatif adalah suatu pendekatan yang menekankan kerja sama
dalam kelompok.19
Pembelajaran kooperatif tidak hanya sekedar belajar dalam
kelompok saja, karena pembelajaran kooperatif dilaksanakan melalui
sharing proses antara peserta belajar, sehingga dapat mewujudkan
pemahaman bersama diantara peserta belajar itu sendiri.20
Hal ini akan
tercipta pembelajaran yang interaktif baik antara guru dengan siswa
maupun siswa dengan siswa. Dari sharing yang dilakukan juga
17
Rusman, Op.cit., 133 18
Ibid. 19
Ibid., h.203 20
Ibid.
9
diharapkan setiap siswa mampu mengutarakan pengetahuan yang
diperoleh kedalam bentuk ia pahami.
Sependapat dengan Nurulhayati dalam Rusman menyatakan
bahwa pembelajaran kooperatif adalah startegi pembelajaran yang
melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling
berinteraksi.21
Sehingga aktivitas pembelajaran kooperatif menekankan
pada kesadaran siswa untuk saling membantu mencari dan mengolah
informasi, mengaplikasikan pengetahuan, dan ketrampilan.22
Maka
yang diharapkan semua anggota kelompok dapat bekerja sama dalam
memahami suatu materi.
Pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dalam beberapa
perspektif, yaitu:23
1. Perspektif motivasi artinya hal ini akan menjadi motivasi
untuk tim agar selalu kompak untuk mencapai keberhasilan
karena akan diberikan penghargaan kepada kelompok yang
dalam kegiatannya saling membantu untuk mencapai
keberhasilan.
2. Perspekti sosial artinya hal ini akan menjadi media siswa
untuk meningkatkan kepedulian sosial antar siswa karena
setiap siswa akan saling membantu dalam belajar sehingga
semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan bersama.
3. Perspektif perkembangan kognitif artinya dengan adanya
interaksi antara anggota kelompok akan terjadi pertukaran
informasi sehingg dapat mengembangkan prestasi siswa untuk
berpikir mengolah berbagai informasi.
Perspektif diatas memperkuat untuk memilih model pembelajaran
kooperatif dibandingkan kelompok belajar konvensional pada saat
21
Ibid. 22
Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2016), h.131. 23
Rusman, Op.cit., h.206-207.
10
proses pembelajaran di kelas. Karena keduanya memiliki perbedaan
yaitu:24
Tabel 2.1 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan
Konvensional
Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar
Adanya saling ketergantungan
positif, saling memberikan motivasi
sehingga ada interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya
siswa yang mendominasi kelompok
atau menggantungkan diri pada
kelompok.
Kelompok heterogen, baik dalam
kemampuan akademik, jenis
kelamin, ras, etnik dll, sehingga
dapat saling mengetahui yang
memerlukan bantuan dan siapa
yang memberikan bantuan.
Kelompok belajar biasanya
homogen.
Pimpinan kelompok dipilih secara
demokratis atau bergilir untuk
memberikan pengalaman
memimpin bagi para anggota
kelompok.
Pemimpin kelompok sering
ditentukan guru atau kelompok
dibiarkan memilih pemimpinnya
dengan cara masing-masing.
Ketrampilan sosial yang diperlukan
dalam kerja gotong royong seperti
kepemimpinan, kemampuan
berkomunikasi, mempercayai orang
lain, dan mengelola konflik secara
langsung diajarkan.
Ketrampilan sosial sering tidak
secara langsung diajarkan.
Guru memperhatikan secara proses
kelompok yang terjadi dalam
kelompok belajar.
Guru sering tidak memperhatikan
proses kelompok yang terjadi dalam
kelompok belajar.
24
Trianto Ibnu Badar A, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan
Kontekstual, (Jakarta: Kencana, 2014), h.110.
11
Jadi pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri yang membedakan
dengan model pembelajaran yang lain, diantaranya sebagai berikut:25
1. Adanya suatu kerjasama antar siswa dalam kelompok secara
kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya. Hal ini
membuat setiap kelompok saling membantu anggotanya
sehingga akan lebih mudah untuk memahami suatu konsep.
2. Kelompok dibentuk terdiri dari siswa yang memiliki
kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
3. Jika ada, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku,
jenis kelamin berbeda-beda.
4. Adanya penghargaan lebih berorientasi untuk kelompok
bukan untuk individu.
Johson & Johson dalam Trianto menyatakan bahwa tujuan pokok
belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk
meningkatkan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu
maupun secara kelompok.26
Sedangkan menurut Zamroni dalam
Trianto mengemukan mengenai manfaat penerapan pembelajaran
kooperatif yakni dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya
dalam wujud input pada level individual. Selain itu dapat
mengembangkan solidaritas sosial dikalangan siswa.27
Sehingga yang
diharapkan akan muncul generasi yang berprestasi dan memiliki
solidaritas sosial yang kuat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif
adalah bentuk pembelajaran siswa dengan cara bekerjasama dalam
kelompok dimana tercipta interaksi yang baik antar anggota kelompok
belajar maupun siswa dengan guru sehingga dapat mewujudkan
pemahaman bersama dan melatih keterampilan sosial.
25
Ibid., h.208-207. 26
Ibid., h.109. 27
Ibid,.
12
b. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
Model pembelajaran kooperatif memiliki berbagai tipe, dalam
penelitian ini hanya akan membahas tentang model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT). Model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament dikembangkan secara asli
oleh David De Vries dan Keath Edward.28
TGT adalah salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-
kelompok belajar beranggota 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki
kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang berbeda.29
Pengelompokan yang secara heterogen akan mendorong interaksi
siswa yang mendukung perkembangan kognitif.
Model ini siswa memainkan permainan dengan anggota tim lain
untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka.30
Jadi dalam
pelaksanaan TGT, setiap siswa ditempatkan dalam satu kelompok
yang di dalamnya harus ada siswa berkemampuan rendah, sedang dan
tinggi. Kemudian setiap anggota kelompok ditugaskan untuk
mempelajari materi terlebih dahulu secara bersama-sama. Dengan
adanya berbagai kemampuan yang disatukan dalam kelompok maka
membuat siswa saling sharing pengetahuanya sehingga setiap siswa
akan terlatih mampu mengungkapkan pengetahuaanya sendiri dari
pengetahuan yang telah diterimanya.
Permainan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang
ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap siswa, misalnya akan
mengambil sebuah kartu yang diberi angka tadi dan berusaha untuk
menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut.31
Permainan
ini dapat dimodifikasi dengan cara lain sesuai dengan kreatifitas guru
sehingga akan lebih menarik siswa untuk semangat belajar.
28
Abdus Salam, et al., Effects of Using Teams Games Tournaments (TGT) Cooperative
Technique for Learning Mathematics in Secondary Schools of Bangladesh, Malaysian Online
Journal of Educational Technology, Volume 3 Issue 3, 2015, h. 1-10. 29
Rusman,Op.cit., h.224. 30
Trianto Ibnu Badar A, Op.cit., h.131. 31
Rusman, op.cit. , h.224.
13
Permaianan yang dikemas dalam bentuk turnamen ini dapat berperan
sebagai penilaian alternatif atau dapat pula sebagai review materi
pembelajaran.
Siswa diminta menafsirkan pengetahuannya dalam bentuk gambar
ataupun bentuk lainnya melalui game akademik. Nilai yang mereka
peroleh dari game tersebut menentukan skor kelompok mereka.
Kemudian siswa diminta menyimpulkan pengetahuan yang telah
diperoleh yang dapat menambah skor k. Kelompok yang mendapatkan
skor tertinggi akan menjadi pemenang dan mendapatkan penghargaan.
Jadi dapat simpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
teams games tournament adalah bentuk pembelajaran siswa dengan
cara bekerjasama membentuk tim kelompok yang membuat siswa
mampu mengungkapkan pengetahuan yang diterimanya dalam bentuk
pemahaman sendiri kemudian untuk melakukan sebuah turnamen
akademik dapat diterapkan pertanyaan-pertanyaan yang membuat
siswa menafsirkan pengetahuaanya dan siswa diminta menyimpulkan
pengetahuannya yang akan menambah skor sehingga kelompok yang
menjadi pemenang akan mendapatkan penghargaan.
c. Langkah-langkah Pembelajaran TGT
Pelaksanan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournament (TGT) memerlukan beberapa tahapan sebagai jalan
berlangsungnya pembelajaran. Menurut Slavin pembelajaran
kooperatif tipe TGT terdiri dari lima langkah tahapan, yaitu tahap
penyajian kelas (class precentation), belajar dalam kelompok (teams),
permainan (games), pertandingan (tournament) dan penghargaan
kelompok (team recognition).32
Langkah ini adalah satu kesatuan yang
harus dilalui agar tercapai tujuan pembelajaran. Adapun prosedur
pembelajaran TGT secara umum adalah sebagai berikut:33
32
Robert Slavin, op.cit., h. 166. 33
Ridwan Abdullah Sani, op.cit., h.135.
14
1. Guru memilih topik pembelajaran dan menyajikannya dengan
berbagai cara pada peserta didik. Baik dengan gambar, power
point, video, dan media yang lainnya agar lebih mudah dalam
memahami materi.
2. Guru membuat kartu soal pertanyaan yang diberi nomor
sebanyak soal yang akan diberikan.
3. Guru membagi siswa kedalam berbagai kelompok secara
heterogen berdasarkan pada kemampuan dalam beberapa
kelompok. Jadi dalam satu kelompok ada siswa yang pintar, ada
yang kemampuannya menengah, dan ada yang kurang pintar.
Siswa diminta mengambil nomor dari sebuah kotak dan harus
menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor yang diambil.
Siswa dalam satu kelompok saling berbagi pengetahuan dengan
mendiskusikan jawaban untuk pertanyaan yang diberikan.
4. Guru menempatkan siswa dalam beberapa kelompok
pertandingan, dimana anggota kelompok yang baru tersebut
memiliki kompetensi yang sama (homogen). Masing-masing
kelompok mengahadapi “meja pertandingan”. Turnamen
dilakukan dengan menjawab pertanyaan yang diberikan (sama
atau mirip dengan pertanyaan yang didiskusikan). Siswa
memperoleh nilai dalam turnamen ini dan nilai tersebut
memberikan kontribusi terhadap nilai kelompok awal.
5. Peserta didik kembali ke meja kelompoknya (kelompok awal)
dan melaporkan perolehan nilainya. Guru membandingkan
akumulasi nilai kelompok dan memberikan penghargaan pada
kelompok pemenang.
6. Siswa mengikuti Ujian.
Adapun langkah-langkah pembelajaran TGT menurut Trianto
dimana diawali dengan siswa ditempatkan dalam tim belajar
beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut
tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyiapkan pelajaran,
15
dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan
bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut.
Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis, pada waktu kuis ini mereka tidak
saling membantu.34
Selanjutnya Isrok’atun dan Rosmala menyatakan bahwa tahapan
model pembelajaran kooperatif tipe teams games tournamen sebagai
berikut:35
1. Presentasi di Kelas
Suatu kegiatan belajar menyampaikan materi baik
secara langsung atau diskusi yang dibimbing oleh guru.
Perbedaan presentasi kelas dalam model pembelajaran tipe
TGT dengan pembelajaran lainnya adalah guru juga
menjelaskan mengenai tata cara pembelajaran TGT.
Kemudian siswa akan menyadari pentingnya suatu
pemahaman saat presentasi di kelas yang berguna untuk
membantu kegiatan dan turnamen. Oleh sebab itu, siswa akan
lebih semangat dan sungguh-sungguh untuk memahami
materi yang sedang dipelajari.
2. Belajar Kelompok
Siswa berkelompok untuk memahami suatu materi
dimana kelompok dibentuk berdasarkan kemampuan
akademik siswa yakni yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang dan rendah. Tujuannya adalah agar setiap anggota
kelompok benar-benar belajar, mempersiapkan, dan
membantu setiap anggotanya untuk menjawab soal.
Pelaksanaannya, dalam kelompok membahas permasalahan
yang dihadapi bersama kemudian membandingkan jawaban
atau pendapat setiap anggota. Oleh sebab itu akan terjadi
diskusi belajar yang efektif dimana antar siswa saling
34
Trianto Ibnu Badar A, op.cit., h.131. 35
Isrok’atun dan Amelia Rosmala, , op.cit., h.143-144.
16
membantu agar setiap anggota lebih mudah memahami materi
dan mampu mengkonstruksui pengetahuannya.
3. Turnamen
Suatu kegiatan berlangsungnya game dimana
dilakukan dengan cara membagi siswa ke dalam beberapa
meja turnamen. Siswa yang memiliki kemampuan akademik
yang relatif sama pada setiap kelompoknya duduk dalam meja
yang sama untuk melakukan turnamen. Poin turnamen setiap
anggota kelompok digabungkan untuk memperoleh skor
kelompok. Dengan demikian, setiap anggota bertanding untuk
mendapatkan skor terbaik. Pelaksanaanya turnamen dapat
menggunakan kartu yang berisi pernyataan yang akan
membuat siswa menafsirkan pengetahuan lain melalui
berbagai bentuk seperti gambar, grafik, tabel, dll.
4. Penghargaan
Kelompok pemenang akan mendapatkan penghargaan
sertifikat atau bentuk penghargaan lain. Penghargaan ini
penting untuk memberikan pengertian bahwa keberhasilan
kelompok diperoleh dari semua anggota. Oleh sebab itu akan
memotivasi siswa untuk saling membantu antar kelompok
sehingga siswa mampu menyimpulkan pengetahuannya.
Jadi langkah-langkah yang diterapkan pada pembelajaran TGT
pada penelitian ini menggunakan teori Isrok’atun dan Rosmala yaitu
diawali dengan presentasi oleh guru (class presentation) kemudian
membentuk tim (teams) secara heterogen yang bertujuan agar siswa
dengan kemampuan yang lebih pintar, sedang dan kurang bisa belajar
bersama dalam satu tim sehingga secara bersama-sama mampu
mengkonstruksi pengetahuannya. Kemudian melaksanakan permainan
untuk menambah skor tiap tim (games) dengan cara membuat
pernyataan-pernyataan dalam bentuk gambar, grafik atau yang lainnya
sehingga siswa mampu menafsirkannya. Setelah itu, siswa diminta
17
menyimpulkan pengetahuan yang diperoleh lalu dihitung perolehan
nilai yang di dapat dan memberikan penghargaan kepada kelompok
yang menang (recognition).
Berikut adalah contoh penempatan anggota kelompok dalam meja
turnamen :36
Gambar 2.1 Penempatan Anggota Kelompok Dalam
Meja Turnamen
Gambar 2.1 contoh cara penempatan anggota kelompok pada saat
turnamen. Terdapat 3 tim kelompok setiap tim terdiri dari 4 anggota.
Kemudian tim kelompok dibentuk terdiri dari berbagai kemampuan
seperti yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
Harapannya agar anggota tim saling membantu dan berbagi informasi
dengan anggotanya agar dalam satu tim secara kompak mampu
memenangkannya.
36
Robert E. Slavin, op.cit., h.168.
18
Langkah-langkah model pembelajaran TGT dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 2.2 Langkah Pembelajaran TGT
Penyajian
Kelas
Kelompok
TIM A TIM B TIM C TIM D
Permainan
Turnamen
Bergeser Tempat
TIM A
A-1 Tinggi A-2 Sedang A-3 Sedang A-4 Rendah
TIM B
TIM C
TIM D
B-1 Tinggi B-2 Sedang B-3 Sedang B-4 Rendah
C-1 Tinggi C-2 Sedang C-3 Sedang C-4 Rendah
D-1 Tinggi D-2 Sedang D3 Sedang D-4 Rendah
Meja Permainan Turnamen
A-1 Tinggi
Tim
A
A-2 Sedang
A-3 Sedang
A-4 Rendah
B-1 Tinggi
Tim
B
B-2 Sedang
B-3 Sedang
B-4 Rendah
Meja 1
Meja 2
Meja 3
Meja 4
C-1 Tinggi
Tim
C
C-2 Sedang
C-3 Sedang
C-4 Rendah
D-1 Tinggi
Tim
D
D-2 Sedang
D-3 Sedang
D-4 Rendah
Penghargaan
19
d. Sistem Perhitungan Poin Turnamen
Skor siswa dibandingkan dengan rerata skor yang lalu dan poin
diberikan berdasarkan pada seberapa jauh siswa melampaui prestasi.
Poin tiap anggota tim ini dijumlah untuk mendapatkan skor tim, dan
tim yang mencapai kriteria tertentu dapat diberikan penghargaan.37
Berikut adalah tabel perhitungan poin turnamen pada model
pembelajaran Teams Games Tournament (TGT):38
Tabel 2.2 Perhitungan Poin Turnamen Untuk Empat Pemain
Berdasarkan tabel diatas menunjukan kriteria poin turnamen
untuk empat pemain seperti point peraih skor tertinggi, peraih skor
tengah atas, peraih tengah bawah dan peraih skor rendah. Hal ini
tergantung berapa banyak pemainnya. Kemudian setiap tim pasti akan
ada nilai yang seri atau tidak.
e. Kelebihan Model Pembelajaran TGT
Penerapan berbagai tipe model pembelajaran kooperatif
membutuhkan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran yang
akan digunakan. Salah satu pertimbangannya adalah mengenai
kelebihan masing-masing model pembelajaran yang akan diterapkan
pada mata pelajaran agar tercapai tujuan yang ingin dihendaki. Berikut
37
Trianto Ibnu Badar A, Op.cit., h.133-134. 38
Robert E. Slavin, Op.cit., h.175.
20
kelebihan dari model pembelajaran TGT yang digunakan dalam
penelitian:39
1. Pembelajaran kooperatif memfasilitasi siswa dalam
berdiskusi dan menyampaikan pendapat mereka. Tim akan
bekerja sama dalam menemukan pengetahuan baru dari
materi yang akan dipelajari. Jadi pengetahuan yang akan
diperoleh melalui penemuan-penemuan dari hasil kerja
sama akan lebih bernilai permanen dalam pemahaman
masing-masing siswa.
2. Pembelajaran kooperatif membantu siswa dalam hal saling
memahami materi dan bekerja sama membantu anggota
timnya yang belum memahami materi secara maksimal.
Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa
kelompok bawah. Jadi proses tutorial siswa kelompok atas
meningkat kemampuan akademiknya karena memberikan
pelayanan sebagai tutor kepada teman sebaya yang
membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang
hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu.
3. Game dalam turnamen akademik yang membuat siswa
kompak dalam kelompok karena saling menantang jawaban
mereka demi memperebutkan poin yang akan diberikan
guru. Maka permainan ini akan memacu siswa untuk aktif
dalam kegiatan pembelajaran.
4. Penghargaan yang diberikan dapat memotivasi siswa dalam
belajar, sehingga mereka akan lebih maksimal dalam
memahami materi pada pertemuan berikutnya. Pemberian
penghargaan ini terhadap prestasi yang dicapai anak didik
dapat merangsang untuk mendapatkan prestasi yang lebih
baik dikemudian hari.
39
Dewi Devita, Op.cit., h.193
21
Tidak hanya itu, menurut Annurwanda menyatakan bahwa model
pembelajaran TGT ternyata memberikan pengaruh positif terhadap
siswa yaitu membawa lebih banyak latihan, menciptakan yang lebih
besar kesadaran suatu hasil belajar serta memberikan motivasi ekstra
bagi siswa dan untuk membangun pengalaman belajar yang lebih
menyenangkan. Selain itu, penggunaan teams games tournament
(TGT) dapat meningkatkan kemampuan siswa, motivasi, hasil belajar
dan terutama self-efficacy atau percaya diri.40
Pendapat Ratna menyatakan lebih rinci mengenai kelebihan
model pembelajaran kooperatif tipe teams games tournament (TGT)
adalah sebagai berikut:41
1. Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas
2. Mengedepankan penerimaan terhadap individu
3. Proses pembelajaran berlangsung dengan keaktifan dari siswa
4. Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang
lain
5. Motivasi belajar lebih tinggi
6. Hasil belajar lebih baik
7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.
Dari kelebihan ini maka penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe teams games tournament (TGT) pada saat pembelajaran
dikelas yang diharapkan mampu meningkatkan motivasi belajar dan
memudahkan siswa dalam memahami materi yang sedang dipelajari.
Kegiatan belajar pada model pembelajaran kooperatif tipe teams
games tournament berpusat pada siswa sehingga memiliki beberapa
kelebihan sebagai berikut:42
40
Pradipta Annurwanda, loc.cit. 41
Sitti Ratna Dewi, dkk, Perbandingan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Melalui
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Gamed Tournament (TGT) Dan Tipe Jigsaw Pada
Siswa Kelas X Di SMA Negeri 2 Wakorumba Selatan Kabupaten Muna, Jurnal Al-Ta’dib, Vol.9
No.2, 2016, h. 1-21. 42
Isrok’atun dan Amelia Rosmala, op.cit., h.145.
22
1. Semua siswa memiliki kesempatan untuk mengemukakan
pendapat atau memperoleh pengetahuan dari diskusi
kelompok.
2. Saling menghargai diantara siswa.
3. Siswa mendapat ketrampilan bekerja sama.
4. Menumbuhkan keberanian dan membiasakan bersaing sportif.
Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe Teams Games Tournament memiliki kelebihan dibandingkan
dengan pembelajaran konvensional, dimana siswa lebih berpartisipasi
aktif dalam pembelajaran dan mampu menjalin keakraban antar siswa
melalui kerjasama dalam kelompok sehingga memudahkan dalam
memahami suatu konsep, menafsirkan serta menyimpulkan materi
yang sedang dipelajari. Sedangkan pembelajaran dengan kelompok
belajar biasa itu aktifitas siswa lebih sering mendengarkan materi yang
disampaikan oleh guru.
f. Kekurangan Model Pembelajaran TGT
Model pembelajaran kooperatif teams games tournamen selain
memiliki kelebihan juga memiliki kekurangan. Berikut kekurangan
penerapan model pembelajaran kooperatif teams games tournamen
yaitu:43
1. Tidak semua siswa ikut serta menyumbangkan pendapatnya.
Hal ini terjadi jika guru tidak secara cermat memperhatikan
proses diskusi dalam kelompok.
2. Membutuhkan waktu yang lebih lama. Hal ini dapat terjadi
jika guru tidak mampu merencanakan pembelajaran dengan
baik.
3. Kemungkinan terjadinya kegaduhan. Hal ini dapat terjadi jika
guru tidak dapat mengelola kelas dengan baik sehingga anak
43
Fitriyane Laila Apriliani Rahmat, dkk,op.cit., h.19
23
melakukan aktifitas lain pada saat pembelajara seperti
mengobrol, lari-larian, dan lain-lain.
Menurut Isrok’atun dan Rosmala model pembelajaran TGT
memiliki kekurangan dalam penerapannya, yaitu sebagai berikut:44
1. Penggunaan waktu yang relatif lama dan biaya yang besar.
2. Jika kemampuan guru sebagai motivator dan fasilitator kurang
memadai atau sarana tidak cukup tersedia, maka pembelajaran
TGT sulit dilakukan.
3. Apabila sportivitas siswa kurang maka ketrampilan
berkompetisi siswa yang terbentuk bukanlah yang diharapkan.
4. Penerapan model TGT juga memiliki kelemahan bagi siswa
dalam mentrasfer pengetahuannya kepada siswa lain.
Namun setiap kekurangan model pembelajaran dapat diatasi jika
guru yang bertindak sebagai fasilitator secara cermat memperhatikan
proses pembelajaran. Berikut penjelasan mengenai kekurangan dari
model pembelajaran kooperatif teams games tournamen dan cara
mengatasinya yaitu:45
1. Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan
heterogen dari segi akademis. Tetapi kelemahan ini dapat
diatasi jika guru yang bertindak sebagai pemegang kendali
secara cermat dalam menentukan pembagian kelompok.
2. Waktu yang dibutuhkan untuk diskusi oleh siswa cukup
banyak sehingga melewati waktu yang sudah ditetapkan.
Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas
secara menyeluruh.
3. Masih terdapat siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa
dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk
mengatasi kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing
dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan akademik
44
Isrok’atun dan Amelia Rosmala, op.cit., h.146. 45
Sitti Ratna Dewi, dkk, op.cit., h.8.
24
tinggi agar dapat dan mampu berbagi pengetahuannya kepada
siswa yang lain.
Dengan demikian, dibalik kekurangan model pembelajaran
kooperatif teams games tournamen (TGT) yang dapat teratasi maka
penggunaan model ini masih menjadi pilihan untuk digunakan dalam
pembelajaran di kelas.
2) Model Pembelajaran Langsung ( Direct Instruction)
a. Pengertian Model Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah model pembelajaran langsung (Direct
Instruction). Menurut Arends dalam Trianto, model pembelajaran
langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang
khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan
dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang
terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan
yang bertahap.46
Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan
tentang sesuatu sedangkan pengetahuan prosedural adalah
pengetahuan bagaimana melakukan sesuatu.47
Jadi pelaksanaanya
dilakukan selangkah demi langkah yang dimulai dari keterampilan
mendasar sampai kompleks sehingga memudahkan siswa untuk
memahami suatu materi.
Lebih lanjut Arend dalam Fathurrohman menyatakan
bahwa pembelajaran langsung itu memerlukan perencanaan yang
hati-hati oleh guru dan lingkungan belajar yang menyenangkan dan
berorientasi tugas. 48
Dalam penerapan pada pembelajaran
dibutuhkan keaktifan, kelihaian, keterampilan dan kreativitas guru
46
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2013),
h.110. 47
Muhammad Fathurrohman, Model-model Pembelajaran Inovatif, (Yogyakarta: Ar
RuZZ Media, 2015), h. 169. 48
Ibid., h. 168.
25
tanpa menghilangkan peran siswa sebagai peserta didik.49
Jadi
dapat dikatakakan model pembelajaran langsung itu bersifat
teacher center. Hal ini bukan berarti dalam kelas guru bersikap
otoriter namun tetap menjamin keterlibatan siswa dengan cara
memperhatikan, mendengarkan, dan resitasi (tanya jawab) yang
terencana.
Model pembelajaran langsung menurut Kardi dalam
Fathurrohman dapat berbentuk ceramah, demonstrasi, pelatihan
atau praktek dan kerja kelompok.50
Hal ini memberikan
kesempatan pada siswa untuk mengamati dengan baik maupun
menirukan apa yang sedang dipraktekkan.
Disimpulkan bahwa model pembelajaran langsung adalah
model pembelajaran berpusat pada guru dimana guru aktif
menyampaikan materi secara langsung kepada siswa tanpa
menghilangkan peran siswa.
b. Langkah Model Pembelajaran Langsung
Pelaksanaan model pembelajaran langsung membutuhkan
langkah-langkah sebagai ciri yang membedakan dengan model
pembelajaran lain. Menurut Kardi dalam Trianto, langkah-langkah
pembelajaran langsung meliputi tahapan sebagai berikut:51
1. Menyampaikan tujuan dan menyiapkan siswa
2. Menyampaikan tujuan
3. Menyiapkan siswa
4. Presentasi dan demonstrasi
5. Mencapai kejelasan
6. Melakukan demonstrasi
7. Mencapai pemahaman dan pengusaan
8. Berlatih
49
Ibid., h. 167. 50
Muhammad Fathurrohman, Op.cit., h.169. 51
Trianto, Op.Cit., h.47-50.
26
9. Memberikan latihan terbimbing
10. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
11. Memberikan kesempatan latihan mandiri
Langkah-langkah model pembelajaran langsung yang
disebutkan diatas kemudian dipersingkat dan disajikan dalam lima
tahap sebagai berikut:52
Fase 1 menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
dimana peran guru menjelaskan TPK, informasi latar belakang
pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk
belajar.
Fase 2 mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan
dimana peran guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar
atau menyajikan informasi tahap demi tahap.
Fase 3 membimbing pelatihan dimana peran sebagai guru
merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal.
Fase 4 mengecek pemahaman dan memberikan umpan
balik dimana peran guru mengecek apakah siswa telah berhasil
melakukan tugas dengan baik dan memberi umpan balik.
Fase 5 memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan
dan penerapan dimana peran guru itu mempersiapkan kesempatan
melakukan pelatihan lanjutan dengan perhatian khusus pada
penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-
hari.
Guru harus merencakan pembelajaran agar dapat diterapkan
secara efektif setiap langkah-langkahnya. Slavin menyatakan tujuh
langkah dalam pembelajaran langsung sebagai berikut:53
1. Menginformasikan tujuan dalam pembelajaran dan orientasi
pelajaran kepada siswa. Sebelum menyampaikan materi
52
Muhammad Fathurrohman, Op.cit., h.170. 53
Ibid., h.175.
27
sebaiknya guru memberikan informasi mengenai hal-hal
apa saja yang akan dilakukan selama pembelajaran.
2. Mereview pengetahuan dan keterampilan prasyarat. Tahap
ini seorang guru melakukan apersepsi dengan cara
mengajukan pertanyaan, permainan, atau cara yang lain
agar seorang siswa selalu mengingat pengetahuan yang
telah dikuasi.
3. Menyampaikan materi. Tahap ini guru menjelaskan materi
dengan cara berbagai hal seperti memberikan contoh,
demonstrasi dan cara lainnya.
4. Melaksanakan bimbingan. Tahap ini guru berperan
memonitoring pekerjaan siswa kemudian dapat menilai
tingkat pemahaman siswa.
5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih.
Tahap ini guru memberikan kesempatan pada siswa untuk
menerapkan informasi yang telah didapat baik secara
individu maupun kelompok.
6. Menilai kinerja siswa dan memberikan umpan balik. Tahap
ini guru memberikan respon kepada pekerjaan siswa dan
mengulang keterampilan jika diperlukan.
7. Memberikan latihan mandiri. Tahap ini guru memberikan
tugas-tugas mandiri kepada siswa untuk meningkatkan
pemahamannya pada materi yang telah dipelajari.
Jadi langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini
adalah lima fase atau tahapan. Dimulai dari seorang guru
menyampaikan tujuan materi dan mempersiapkan siswa agar dapat
secara fokus memperhatikan penjelasan guru kemudian siswa
dibimbing secara langsung untuk mengerjakan sesuatu yang akan
dicek bagaimana tingkat pemahamannya lalu siswa diminta untuk
mengerjakan latihan-latihan secara mandiri.
28
c. Kelebihan Model Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran langsung dipilih untuk diterapkan
pada pembelajaran di kelas karena memiliki kelebihan yaitu
sebagai berikut:54
1. Guru mampu mengendalikan isi materi dan urutan
informasi yang terima oleh siswa sehingga dapat
mempertahannkan fokus dengan apa yang ingin dicapai.
2. Dapat diterapkan dalam kelas yang besar maupun kecil.
3. Merupakan suatu cara yang efektif dalam megajarkan
informasi dan pengetahuan faktual yang terstruktur.
4. Dapat menjadi cara untuk menyampaikan informasi yang
banyak dalam waktu yang relatif singkat yang dapat diakses
secara setara oleh siswa.
5. Dapat digunakan untuk membangun model pembelajaran
dalam bidang studi tertentu. Guru dapat menunjukan
bagaimana suatu permasalahan dapat didekati, bagaimana
informasi dianalisis dan bagaimana suatu pengetahuan
dihasilkan.
Dengan adanya kelebihan ini proses pembelajaran dapat
berlangsung secara efektif dan mencapai tujuan yang diinginkan
jadi model pembelajaran langsung dapat dijadikan pilihan model
yang dapat diterapkan dalam pembelajaran.
d. Kekurangan Model Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran langsung selain memiliki kelebihan
juga memilki kekurangan sebagai berikut:55
1. Model pembelajaran langsung bersandar pada kemampuan
siswa untuk mengasimilasikan informasi melalui kegiatan
mendengarkan, mengamati, dan mencatat. Karena tidak
54
Ibid., h.176. 55
Ibid., h.178.
29
semua siswa memiliki keterampilan dalam hal-hal tersebut,
guru masih harus mengajarkannya kepada siswa.
2. Dalam model pembelajaran langsung, sulit untuk mengatasi
perbedaan dalam hal kekampuan, pengetahuan awal, tingkat
pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar atau
ketertarikan siswa.
3. Karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk
terlibat secara aktif, sulit bagi siswa untuk mengembangkan
keterampilan sosial dan interpersonal mereka.
4. Karena guru memainkan peran pusat dalam model ini,
kesuksesan strategi pembelajaran ini bergantung pada
kesiapan guru, berpengetahuan, percaya diri, antusias dan
terstruktur sehingga siswa menjadi bosan, teralihkan
perhatiannya dan pembelajaran mereka akan terhambat.
5. Terdapat beberapa bukti penelitian bahwa tingkat struktur
dan kendali guru yang tinggi dalam kegiatan pembelajaran
yang menjadi karakteristik model pembelajaran langsung,
dapat berdampak negatif terhadap kemampuan penyelesaian
masalah, kemandirian, dan keingintahuan siswa.
Jadi model pembelajaran langsung ini meskipun memiliki
kekurangan tetapi dapat diatasi dengan berbagai cara misalnya
dalam pengembangan diri kurang melatih keterampilan sosial
maka seorang guru akan berperan aktif dalam proses
pengembangan diri setiap siswa untuk mendapatkan hasil yang
lebih baik dengan menerapkan pembelajaran ini.
3) Pemahaman Konsep Matematis
a. Pengertian Pemahaman Konsep Matematis
Pemahaman konsep merupakan salah satu aspek yang sangat
penting dalam pembelajaran, dengan memahami suatu konsep maka
yang diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuaanya untuk
setiap pembelajaran yang akan dipelajari. Sependapat dengan
30
Kilpatrick, Swafford dan Findel dalam Arifin menyatakan bahwa
pemahaman konsep adalah kemampuan dalam memahami konsep,
operasi dan relasi dalam matematika.56
Jadi dalam mempelajari suatu
materi matematika diperlukan kemampuan dalam memahami konsep.
Sedangkan dalam istilah pemahaman berasal dari kata paham,
yang menurut Kamus Besar Indonesia diartikan sebagai pengetahuan
banyak, pendapat, aliran, mengerti benar.57
Pemahaman dapat
diartikan dengan suatu proses dan cara memahami atau memahamkan
dari pengetahuan yang banyak atau informasi yang akan diperoleh
memberikan interpretasi yang lengkap sesuai dengan tingkat
kemampuannya sehingga akan memperkaya pengetahuannya setiap
siswa.
Memahami merupakan tindak lanjut dari kegiatan mengingat.
Dengan pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia
memahami hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau
konsep.58
Dalam hal ini siswa yang sudah benar-benar memahami
maka mampu mengolah fatkta-fakta yang akan diutarakan olehnya.
Susanto berpendapat bahwa pemahaman merupakan kemampuan
menjelaskan sesuatu dalam bentuk yang berbeda sehingga dapat
mengiterpretasikan serta menarik kesimpulan dari tabel, data, grafik
dan sebagainya.59
Jadi pemahaman seseorang dapat diketahui melalui
ketepatan konsep yang diutarakan oleh orang tersebut.
Pemahaman menurut Bloom diartikan sebagai kemampuan untuk
menyerap arti dari materi atau bahan yang dipelajari.60
Dapat
dikatakan bahwa pemahaman bukan hanya mengingat fakta tetapi
berkenaan dengan kemampuan menjelaskan, menerangkan,
56
Fatkhul Arifin dan Tatang Herman, The Influence E-learning Model Web Enhanced
Course to Conceptual Understanding and Self Regulated Learning In Mathematics For Elementary
School Students, TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society, Vol 4 (1), 2017, h.45-52. 57
Ibid,.h.208. 58
Suharismi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013),
h.131. 59
Ahmad Susanto, Op.cit., h. 210. 60
Ibid., h.6.
31
menafsirkan atau kemampuan menangkap makna atau arti sebuah
konsep.
Adanya sebuah konsep akan memperkuat pemahaman seseorang
karena konsep merupakan sekelompok objek, peristiwa, atau simbol
yang memiliki karakteristik yang sama yang dapat diidentifikasi
dengan nama yang sama.61
Artinya bahwa konsep terbentuk dari fakta-
fakta yang memiliki hubungan sehingga membantu dalam
pemahamannya.
Konsep menurut Hamalik adalah suatu kelas atau kategori stimuli
yang memiliki ciri – ciri umum. Stimuli adalah objek-objek atau
orang-orang.62
Maka konsep diibaratkan sebuah objek yang ingin
dipahami. Sedangkan menurut Sagala dalam Fitriyane, konsep
merupakan buah pikiran seseorang yang dinyatakan dalam definisi
sehingga melahirkan pengetahuan meliputi prinsip, hukum atau teori.63
Maka konsep itu diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman hasil dari
berpikir yang memiliki kegunaan untuk menjelaskan.
Sependapat dengan Ahmed,dkk menyatakan bahwa konsep terdiri
dari mengintegrasikan informasi yang disajikan dengan mengaitkan
pengetahuan sebelumnya untuk membangun representasi terpadu64
.
Artinya bahwa konsep akan muncul pada seseorang setelah
mengaitkan fakta-fakta yang telah diamati sehingga mengembangkan
kemampuan menganalisis bahkan kemampuan memecahkan masalah.
Dari penjelasan diatas mengenai pemahaman dan konsep dapat
disimpulkan bahwa pengertian pemahaman konsep adalah kemampuan
seseorang untuk mengartikan sesuatu yang telah diketahui atau diingat,
61
Hamzah B. Uno & Satria Koni, Assesment Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara,
2013), cet. 3, h. 102. 62
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta:
Bumi Aksar, 2010), h.162. 63
Fitriyane Laila Apriliani Rahmat, dkk, op.cit., h.17. 64
Ahmed Sher Awan, dkk, Student Understanding about Learning the Concept of
Solution, Journal of Elementary Education, Vol.21, No 2, 2011, h. 23-34.
32
sehingga dapat menafsirkan dengan caranya sendiri kebentuk lain yang
lebih berarti dan menyimpulkan data yang telah diperolehnya.
b. Indikator Pemahaman Konsep Matematis
Dalam pembelajaran, pemahaman yang dimaksud adalah suatu
kemampuan siswa untuk mengerti apa yang telah diajarkan oleh guru.
Sebagai indikator bahwa siswa dapat dikatakan paham terhadap
konsep matematika, menurut Salimi dalam susanto dapat dilihat dari
kemampuan siswa dalam beberapa hal, sebagai berikut:65
1. Mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan. Artinya
bahwa kemampuan siswa untuk mengutarakan informasi yang
telah dipelajari.
2. Membuat contoh dan noncontoh penyangkal. Artinya bahwa
dapat menemukan contoh yang mewakili suatu konsep.
3. Mempresentasikan suatu konsep dengan model, diagram, dan
simbol. Artinya kemampuan siswa dalam menganalisis model,
diagram dan simbol.
4. Mengubah suatu bentuk representasi kebentuk lain. Artinya
bahwa kemampuan siswa dapat menafsirkan suatu materi ke
bentuk yang lain tanpa mengubah maknanya.
5. Mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep. Siswa
mampu mengkonstruksi informasi-informasi.
6. Mengindetifikasi sifat – sifat suatu konsep dan mengenal
syarat-syarat yang menentukan suatu konsep.
7. Membandingkan dan membedakan konsep-konsep. Siswa
mendeteksi keserupaan dan perbedaan antara dua hal atau
lebih.
Anderson dan Kratwohl dalam Fitriyane juga menyatakan
indikator pemahaman konsep sebagai berikut:66
65
Ahmad Susanto,op.cit., h.209. 66
Fitriyane Laila Apriliani Rahmat, dkk,op.cit., h.18
33
1. Menginterpretasikan atau menafsirkan artinya siswa mampu
mengungkapkan kembali suatu konsep tanpa mengubah
maknanya.
2. Memberikan contoh artinya siswa mampu menemukan
penggambaran suatu konsep.
3. Mengklasifikasi artinya siswa mampu mengkategorika suatu
konsep yang sudah dipahami.
4. Meringkas artinya siswa mampu mengutarakan suatu konsep
secara general.
5. Menduga artinya siswa mampu menemukan sebuah bentuk
lain dari sejumlah contoh-contoh yang serupa.
6. Membandingkan artinya siswa mampu mengetahui persamaan
dan perbedaan antara dua atau lebih suatu objek.
7. Menjelaskan artinya siswa mengkonstruksi model sebab
akibat dari suatu sistem.
Dilihat dari segi jenisnya, menurut Russefendi dalam Susanto ada
3 hal yang dikatakan pemahaman matematis, yaitu: 67
1. Pengubah (translation)
Pemahaman translasi digunakan untuk menyampaikan
informasi dengan bahasa dan bentuk yang lain dan
menyangkut pemberian makna dari suatu informasi yang
bervariasi. Jadi kata kerja operasional yang dapat digunakan
dalam indikator ini adalah menerjemahkan, mengubah,
mengilustrasikan, member definisi, dan menjelaskan kembali.
2. Pemberian arti (interpretation)
Interpretasi digunakan untuk menafsirkan maksud dari
bacaan, tidak hanya dengan kata – kata dan frasa, tetapi juga
mencakup pemahaman suatu informasi dari sebuah ide.
Misalnya diberikan suatu diagram, tabel, grafik atau gambar
dan ditafsirkan. Jadi kata kerja operasional yang digunakan
67
Ahmad Susanto,op.cit., h. 210-211.
34
adalah menginterpretasikan, membedakan, menjelaskan dan
menggambarkan.
3. Pembuatan (ekstrapolasi)
Ektrapolasi mencakup estimasi dan prediksi yang
didasarkan pada sebuah pemikiran, gambaran dari suatu
informasi, juga mencakup pembuatan kesimpulan dengan
konsekuensi yang sesuai dengan informasi jenjang kognitif
yang ketiga yaitu penerapan yang menggunakan suatu bahan
yang sudah diperlajari kedalam situasi baru, yaitu berupa ide
atau petunjuk teknis. Kata kerja operasioanal yang dapat
digunakan dalam indikator ini adalah memperhitungkan,
menduga, menyimpulkan, meramalkan, membedakan,
menentukan, dan mengisi.
Adapun menurut SKemp dalam Susanto, pemahaman dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut:68
1. Pemahaman instrumental diartikan memahami konsep tanpa
mengaitkan dengan konsep lainya dan dapat menerapkan
rumus dalam perhitungan sederhana. Dalam hal ini, hanya
hafal rumus dan memahami urutan pengerjaan atau algoritme.
2. Pemahaman relasional, termuat skema dan struktur yang dapat
digunakan pada penyelesaian masalah yang lebih luas, dapat
mengaitkan suatu konsep atau prinsip dengan konsep lainnya
dan sifat pemakaiannya lebih bermakna.
Dan pemahaman matematika yang perlu diterapkan kepada siswa
sekolah dasar sebagai pemahaman mendasar meliputi: kemampuan
merumuskan strategi penyelesaian, menerapkan perhitungan
sederhana, menggunakan simbol untuk mempresentasikan konsep, dan
mengubah suatu bentuk ke bentuk lain.69
68
Ahmad Susanto, op.cit., h.211. 69
Ibid., h.212.
35
Jadi dapat disimpulkan berdasarkan penjelasan diatas, indikator
pemahaman konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah
translasi, interpretasi dan ekstrapolasi.
4) Karakteristik Siswa SD/MI
Karakteristik siswa SD/MI penting untuk dipahami agar mampu
menentukan cara yang tepat untuk memberikan perlakuan dalam suatu
pembelajaran. Siswa sekolah dasar biasanya berusia kisaran antara 7
tahun sampai 12 tahun. Adapun karakteristik dan kebutuhan peserta
didik adalah sebagai berikut:70
1. Senang bermain
Karakteristik ini membuat seorang guru melaksanakan
pembelajaran dengan adanya suatu permainan.
2. Senang bergerak
Karakteristik ini membuat guru untuk merencanakan
model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk leluasa
bergerak.
3. Anak senang bekerja dalam kelompok
Karakteristik ini akan membuat seorang guru untuk
merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk
bekerja dalam kelompok. Jadi guru akan meminta kepada
siswa membentuk kelompok untuk mempelajari atau
menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.
4. Senang merasakan atau melakukan, memperagakan sesuatu
secara langsung
Karakteristik ini membuat seorang guru untuk
melaksanakan pembelajaran yang memungkinkan siswa
untuk terlibat secara langsung. Seperti yang di ungkapkan
oleh Jean Piaget dengan teori perkembangan kongnitifnya,
70
Hosnan, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2016), h.
58-61.
36
bahwa anak sekolah dasar dalam tahapan operasional
konkret. Pada tahap ini anak bertindak dan berpikir mengenai
fenomena konkret yang terdapat dalam kehidupannya.71
Jadi
akan lebih bermakna ketika siswa melakukan secara langsung
dalam pembelajaran.
5. Anak suka cengeng
Karakteristik ini membuat guru untuk merancang suatu
model pembelajaran yang mengarahkan dan membentuk
mentak siswa agar tidak mudah cengeng.
6. Anak sulit memahami isi pembicaraan orang lain
Karakteristik ini membuat guru untuk memilih model
pembelajaran yang tepat agar memudahkan siswa untuk
memahami setiap materi yang sedang dipelajari.
7. Senang diperhatikan
Karakteristik ini membuat seorang guru harus selalu
memperhatikan setiap siswa dengan cermat agar tidak ada
satupun siswa yang merasa diabaikan.
8. Senang meniru
Karakteristik ini membuat guru untuk tetap menjaga
setiap tindakan, sikap, perkataan, penampilan yang bagus dan
rapi agar dapat memberikan contoh yang baik untuk siswa.
Dalam hal ini diharapkan siswa akan meniru hal-hal baik dari
seorang guru.
Penelitian ini dilaksanakan pada kelas II yang tergolong dalam
dalam masa kelas rendah, adapun bebarapa sifat khas anak-anak pada
masa ini yaitu:72
1. Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan
pertumbuhan jasmani dengan prestasi sekolah.
71
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2012), h.101. 72
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), h.124.
37
2. Adanya sikap yang cenderung untuk mematuhi peraturan
permainan yang tradisional.
3. Ada kecenderungan memuji sendiri.
4. Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain.
5. Kalau tidak dapat menyelesaikan sesuatu soal maka soal itu
dianggapnya tidak penting.
6. Pada masa ini anak menghendaki nilai rapor yang baik tanpa
mengingat prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau
tidak.
Peggy Dettmer merumuskan mengenai taksonomi operasional
yang dikembangkan dari Taksonomi operasional Bloom. Taksonomi
operasional yang dikembangkan oleh Peggy Dettmer mencakup ranah
kognitif, afektif, sensorimotor, dan sosial.
Dalam setiap ranah operasional yang dikembangkan Peggy
Dettmer terdapat 8 fase. Penjelasan pada pembagian fase menurut
Peggy Dettemer yaitu sebagai berikut:73
Fase 1 dan 2 termasuk pembelajaran mendasar (basic learning)
tahap dasar. Bercirikan paham realisme dengan mengacu pada apa
yang seharusnya diketahui siswa. Berbentuk penerimaan, bersifat
mendasar, dan dibutuhkan oleh seluruh siswa. Pada ranah kognitif,
fase 1 adalah mengetahui (know), dan fase 2 adalah memahami
(comprehend).
Fase 3, 4, dan 5 termasuk dalam pembelajaran menerapkan
(applied learning) tahap perkembangan. Bercirikan paham
pragmatisme dengan mengacu pada apa yang dapat dilakukan oleh
siswa. Berbentuk pemanfaatan, bersifat kompleks, diperuntukkan
secara individual untuk setiap siswa. Pada ranah kognitif, fase 3
adalah menerapkan (apply), fase 4 adalah menganalisa (analyze), dan
fase 5 adalah mengevaluasi (evaluate).
73
Peggy Dettmer, New Blooms in Established Fields: Four Domain of Learning and
Doing, ProQuest Education Journals, vol. 28, no. 2, Winter 2006, h. 70-78.
38
Fase 6, 7, dan 8 termasuk dalam pembelajaran gagasan
(ideational learning) tahap generative. Bercirikan paham idealisme
dengan mengacu pada apa yang ingin dilakukan pembelajar.
Berbentuk pembaharuan, bersifat baru, dan diperuntukkan secara
personal untuk setiap siswa. Pada ranah kognitif, fase 6 adalah
mensintesis (synthesize), fase 7 adalah membayangkan (imagine), dan
fase 8 adalah mencipta (create).
Tabel 2.3 Taksonomi Bloom Baru Oleh Peggy Dettmee,
Domain Kognitif74
Fase Domain Kognitif
1 Mengetahui
2 Memahami
3 Menerapkan
4 Menganalisa
5 Mengevaluasi
6 Mensitesa
7 Membayangkan
8 Mencipta
Berdasarkan taksonomi yang dikembangkan oleh Peggy Dettmer,
karakteristik siswa kelas II sekolah dasar sudah mencapai fase 2 yaitu
memahami. Oleh sebab itu siswa sudah mampu memahami suatu
konsep yang sedang dipelajari. Memahami disini berarti dapat
mengartikan, menafsirkan dan menyimpulkan pengetahuan yang telah
diterimanya.
5) Konsep Pembagian
Pembagian disebut pengurangan berulang sampai habis. Maka
kemampuan prasyarat yang harus dimiliki siswa dalam mempelajari
74
Ibid.
39
konsep pembagian adalah pengurangan dan perkalian.75
Pembagian
terjadi apabila sebuah bilangan a dibagi dengan sebuah bilangan b,
maka hasil bagi yang diperoleh ditulis a : b atau a/b, dimana a disebut
yang dibagi dan b itu pembaginya.76
Pembagian dapat didefinisikan dalam bentuk perkalian, yaitu dapat
kita pandang a/b sebagai suatu bilangan x yang setelah dikalikan
dengan b sama dengan a, atau bx = a, contohnya, 6/3 adalah bilangan x
sedemikian rupa sehingga 3 dikalikan dengan x sama dengan 6, atau
3x =6, jadi 6/3=2.77
Agar mudah dipahami maka berbagai benda yang dimiliki siswa
dapat digunakan sebagai media dalam pembelajaran, seperti pensil,
penghapus, buku, penggaris dan lain – lain. Misalnya :78
Bu Zia mempunyai 6 buah buku. Buku tersebut akan
dibagikan sama banyak pada 2 orang anak. Berapa buah buku yang
didapatkan setiap anak?
Soal di atas dapat digambarkan dengan media sebagai
berikut:
Gambar 2.3 Pembagian
75
Heruman, Op.cit,h.26. 76
Murray R. Spiegel, Matematika Dasar, (Jakarta: Erlangga, 2006),h.1. 77
Ibid. 78
Heruman, Op.cit,h.26-27.
Anak 1
Anak 2
40
Perintah peragaan !
Ambil 2 buku, bagikan!
Ambil 2 lagi, bagikan!
Ambil 2 lagi, bagikan! (habis)
Kemudian guru meminta siswa menjawab pertanyaan!
1. Berapa buah buku yang didapatkan masing – masing anak?
(jawaban yang diharapkan adalah 2 buah buku).
Dengan kata lain, peragaan di atas sama seperti 6 ambil 2,
ambil 2, ambil 2 = habis. Apabila ditulis dalam pengurangan,
perintah di atas menjadi 6 – 2 – 2 – 2 = 0
2. Berapa kali bu Zia mengambil 2 buku sekaligus?
(jawaban yang diharapkan adalah 3 buah buku)
Apabila ditulis dalam pembagian 6 : 2 = 3
Sifat pembagian: memiliki elemen invers (kebalikan), yaitu
1/a maka a x 1/a = 1.79
B. Penelitian Yang Relevan
Ada beberapa peneltian yang relevan yang telah dilakukan oleh para
peneliti tentang penggunaan model pembelajaran dalam pembelajaran
matematika diantaranya sebagai berikut:
1) Penelitian Amanda Purwandari dan Dyah Tri Wahyuningtyas yang
berjudul “Eksperimen Model Pembelajaran Team Games Tournament
(TGT) Berbantuan Media Keranjang Biji – Bijian Terhadap Hasil
Belajar Kelas II SDN Saptorenggo 02”. Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar
2017. Hasil dari penelitian diperoleh rata-rata nilai kelas kontrol yaitu:
59,96. Sedangkan rata-rata nilai kelas eksperimen yaitu: 64,88. Antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki perbedaan sebesar 4,92.
Dari perbedaan rata-rata nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran TGT berbantuan
media keranjang biji-bijian lebih tinggi 10,25% dari pada siswa yang
79Afidah dan Khairunnisa, Matematika Dasar, (Jakarta: Rajawali Pers,2015), h.90.
41
tidak menggunakan model pembelajaran TGT berbantuan media
keranjang biji-bijian.80
2) Penelitian Dewi Devita yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Teams Games Tournament Terhadap Pemahaman
Konsep dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas VIII
SMPN di Kecamatan Lubuk Begalung Padang”, Jurnal Pendidikan dan
Teknologi Informasi 2017. Penelitian ini merupakan penelitan
kuantitatif dengan metode quasi-eksperiment (eksperimen semu).
Siswa kelas eksprimen dan kelas kontrol sama-sama terdiri dari 32
orang siswa. Skor rata-rata pemahaman konsep matematis siswa yang
diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah 12,78,
skor ini lebih tinggi daripada rata-rata siswa yang diajar dengan
konvensional yaitu 9,25. Begitu juga dengan siswa yang
berkemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah. Rata-rata pada kelas
eksperimen juga lebih tinggi daripada kelas kontrol. Skor rata-rata
kemampuan komunikasi kelas eksperimen adalah 7,66, ini juga lebih
tinggi daripada kelas kontrol yang nilai rata-ratanya 5,88. Hal ini juga
terjadi pada siswa berkemampuan awal tinggi, sedang, dan rendah.81
3) Penelitian Abdus Salam, Anwar Hossain dan Shaidur Rahman yang
berjudul “Effects of using Teams Games Tournaments (TGT)
Cooperative Technique for Learning Mathematics in Secondary
Schools of Bangladesh”. Malaysian Online Journal of Educational
Technology 2015. Hasilnya menyatakan kelompok eksperimen
mengalami peningkatan 12,71 dari pretest ke posttest. Sejak kelompok
kontrol telah menjalani metode ceramah tradisional yang sama seperti
sebelumnya, mereka hanya mengalami peningkatan 1,75 dari pretest
ke posttest. Ada perbedaan 10,96 antara peningkatan eksperimental
selama kelompok kontrol. Jelas dari hasil penyelidikan ini bahwa ada
80
Amanda dan Dyah Tri Wahyuningtyas, Eksperimen Model Pembelajaran Team Games
Tournament (TGT) Berbantuan Media Keranjang Biji – Bijian Terhadap Hasil Belajar Kelas II
SDN Saptorenggo 02, Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar, 2017, Volume.1(3)pp.163-170, h.163-170. 81
Dewi Devita,Op.cit., h.194.
42
perbedaan yang signifikan dalam skor prestasi (rata-rata 24,56) siswa
yang terpapar TGT sebagai pembelajaran kooperatif teknik mengajar
dibandingkan dengan metode pengajaran ceramah.82
4) Penelitian Arsayhamby, Ruzlan Md-Ali, dan Sitie Chairany yang
berjudul “Using Cooperative Teams Game Tournament in 11
Religious School to Improve Mathematics Understaning and
Communication”. Malaysian Journal of Learning and Instruction 2016.
Penelitian dilakukan tiga periode waktu (pre-test, post-test 1 dan post-
test 2 (tanpa TGT). Hasilnya menyatakan bahwa nilai rata-rata
pemahaman matematika dalam pre-test untuk kelompok eksperimen M
= 6.16 dan kelompok kontrol M= 6.13. Skor pemahaman matematika
post 1 untuk kelompok eksperimen (14,53) lebih tinggi dari kelompok
kontrol (11.09). Namun, ketika menggunakan koperasi TGT
dihentikan setelah Post-test 1, skor MU (11,13) untuk kelompok
eksperimen sama dengan skor untuk kelompok kontrol (pendekatan
konvensional). Skor serupa ini bisa jadi efek dari menarik TGT
koperasi dari pengajaran.83
Dari penelitian tersebut, adanya perbedaan dan persamaan dengan
penelitian yang peneliti lakukan adalah terkait dengan sampel dan
metode yang digunakan. Berikut penjelasnya:
1) Penelitian yang dilakukan oleh Purwandari dan Dyah Tri
Wahyuningtyas memiliki persamaan menggunakan metode
kuantitatif dan model pembelajaran kooperatif tipe teams games
tournament serta sampel kelas II pada pembelajaran matematika
materi perkalian dan pembagian. Adapun perbedaanya adalah pada
penelitian Purwandari mengukur hasil belajar sedangkan pada
penelitian ini mengukur pemahaman konsep matematis.
82
Abdus Salam, Anwar Hossain dan Shaidur Rahman, op.cit., h.11. 83
Arsayhamby, Ruzlan Md-Ali, dan Sitie Chairany, Using Cooperative Teams Game
Tournament in 11 Religious School to Improve Mathematics Understaning and Communication,
Malaysian Journal of Learning and Instruction, vol.13No.2, 2016, h. 97-123.
43
2) Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Devita memiliki persamaan
menggunakan metode penelitian kuantitatif tipe kuasi eksperimen
dengan model pembelajaran kooperatif tipe teams games
tournament (TGT) untuk mengukur pemahaman konsep. Adapun
perbedaanya adalah pada penelitian Dewi menggunakan sampel
kelas VIII SMP sedangkan pada penelitian ini menggunakan
sampel kelas II.
3) Penelitian yang dilakukan oleh Abdus Salam, Anwar Hossain dan
Shaidur Rahman memiliki persamaan menggunakan metode
penelitian kuantitatif tipe kuasi eksperimen dengan model
pembelajaran teams games tournament (TGT). Adapun
perbedaannya adalah pada penelitian Abdus Salam,dkk
menggunakan sampel kelas VIII di Bangladesh sedangkan pada
penelitian ini menggunakan kelas II Tangerang Selatan.
4) Penelitian yang dilakukan oleh Arsayhamby, Ruzlan Md-Ali, dan
Sitie Chairany memiliki persamaan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe teams games tournamentuntuk
meningkatkan pemahaman konsep. Adapun perbedaannya adalah
dalam penelitian Arsayhamby,dkk menggunakan sampel siswa
madrasah Aliyah dengan metode penelitian tindak kelas.
Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan peneliti menggunakan
sampel madrasah ibtidaiyah dengan metode penelitian kuantitatif
tipe kuasi eksperimen.
Berdasarkan empat hasil penelitian yang dianggap relevan dengan
penelitian peneliti, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya
keterkaitan antara variabel x dan variabel y yang peneliti teliti. Dari
penelitian relevan di atas adanya pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe TGT, hal ini sesuai dengan variabel x yang peneliti
teliti. Adanya pengaruh pemahaman konsep, hal ini sesuai dengan
variabel y yang peneliti teliti.
44
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan masalah yang telah ditemukan, maka kerangka berpikir
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan alur penalaran yang disesuaikan dengan
permasalahan dalam penelitian yang didasarkan pada kajian teoritis.
Kerangka berpikir ini digambarkan dengan skema secara sistematik.
Selaras dengan judul penelitian “Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap Pemahaman
Konsep Siswa II MI Pembangunan UIN Jakarta”.
Matematika adalah suatu pembelajaran yang dianggap masih sulit oleh
sebagian siswa. Apalagi dengan adanya simbol-simbol maupun rumus
Dapat diatasi dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament
(TGT)
Pemahaman konsep matematis siswa rendah
Class Presentation
Teams
Games Tournament
Recognition
Translation
Interpretation
Ekstrapolation
Langkah TGT Indikator
Pemahaman
konsep
Pemahaman konsep matematis siswa
meningkat
45
sehingga cenderung mengalami kesulitan dalam memahami suatu konsep.
Sedangkan karakteristik siswa kelas II yang masih suka bermain semakin
membuat suasana pembelajaran di dalam kelas kurang kondusif sehingga
tidak memahami konsep dan tidak mampu menjawab pertanyaan.
Beberapa siswa juga masih memiliki rasa malu-malu sehingga tidak
terjalin komunikasi yang baik diantara siswa. Maka yang terjadi di dalam
kelas terdapat penguasa kelas dan ada juga yang hanya menjadi pendiam.
Sudah seharusnya guru menciptakan pembelajaran yang aktif dan
menyenangkan serta agar siswa mendapatkan pembelajaran yang
bermakna dan mudah memahami konsep pembelajaran matematika. Salah
satu caranya adalah dengan menggunakan model pembelajaran tipe Teams
Games Tournament (TGT) yang dapat mendukung tercapainya tujuan
pembelajaran serta memberikan kesan baru dalam pembelajaran.
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini siswa akan
membentuk suatu kerjasama dalam kelompok untuk memahami konsep
sehingga mampu mengkonstruksi pengetahuannya. Dalam permainan
akademik berupa pertanyaan yang membuat siswa mampu menafsirkan
pengetahuaanya lalu siswa diminta menyimpulkan agar mendapatkan
tambahan skor. Kemudian apabila siswa ingin timnya berhasil dan
mendapatkan penghargaan maka mendorong anggota lainnya untuk lebih
baik lagi. Dengan demikian diharapkan situasi pembelajaran yang seperti
ini akan membuat siswa lebih aktif dan menyenangkan sehingga
pemahaman siswa terhadap konsep matematika meningkat.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah
dikemukakan, maka hipotesis penelitian ini adalah : “terdapat pengaruh
model pembelajaran kooperatif tipe teams game tournament terhadap
pemahaman konsep matematis pada siswa Sekolah Dasar”.
46
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MI Pembangunan UIN Jakarta yang
beralamat Jalan Ibnu Taimia IV Kel. Pisangan, Kec. Ciputat Timur,
Tangerang Selatan, Banten. Penelitian ini dilaksanakan pada kelas II
semester ganjil tahun ajaran 2019/2020 pada bulan September 2019.
B. Metode Penelitian dan Desain Penelitian
Metode penelitian harus ditentukan terlebih dulu sebelum
melakukan penelitian. Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.84
Ada macam-
macam metode penelitian, yang peneliti gunakan dalam penelitian ini
adalah metode kuantitatif.
Metode penelitian kuantitatif merupakan metode penelitian berupa
angka-angka dan analisis menggunakan statistik.85
Sugiyono menyatakan
bahwa metode kuantitatif dapat diartikan sebagai “metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat positivisme,digunakan untuk meneliti pada
populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen
penelitian, analisis data bersifat kuanitatif/statistik, dengan tujuan untuk
menguji hipotesis yang telah ditetapkan”.86
Model penelitian kuantitatif yang digunakan adalah model
eksperimen. Dalam model eksperimen terdapat perlakuan, dimaksudkan
untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap hal lain dalam kondisi
yang terkendalikan. Metode eksperimen mempunyai ciri dengan adanya
kelompok kontrol.87
84
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung: Alfabeta,
2010), h.2. 85
Ibid., h.7. 86
Ibid., h.8. 87
Ibid., h.72.
47
Jenis penelitian eksperimen yang digunakan pada penelitian ini
adalah kuasi eksperimen. Kuasi eksperimen adalah suatu metode yang
mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya
untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan
eksperimen.88
Pada penelitian ini desain yang digunakan adalah The
Nonequivalent Control Group Design. Desain penelitian ini melibatkan
dua kelompok yang dibandingkan, yaitu kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol.89
Sebelum mendapatkan perlakuan dua kelompok diberikan tes awal
yang sama. Setelah itu kelompok eksperimen mendapatkan perlakuan
dengan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament,
sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan. Setelah selesai
perlakuan maka masing-masing kelompok mendapatkan tes akhir yang
sama.90
Rancangan penelitiannya dapat digambarkan sebagai berikut:91
Tabel 3.1
Desain Penelitian
Kelompok Kelas Pretest Perlakuan Postest
Eksperimen O1 X1 O2
Kontrol O1 X2 O2
Keterangan:
O1 : Tes awal (Pretest) pada kelas eksperimen dan kontrol.
O2 : Tes akhir (Postest) pada kelas eksperimen dan kontrol.
X1 : Pembelajaran matematika materi pembagian dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament.
88
Ibid., h.86 89
Emzir. Metode Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif, (Depok: Rajawali
Press, 2017), h.9102. 90
Ibid. 91
Ibid., h.105.
48
X2 : Pembelajaran Matematika materi pembagian tanpa model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament.
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.92
Dalam penelitian
ini populasi yang digunakan yaitu siswa kelas II semester ganjil MI
Pembangunan UIN Jakarta tahun ajaran 2019/2020.
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.93
Sampel
merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut.94
Sampel ini diambil dengan teknik Cluster Random
Sampling, yaitu mengambil sampel secara acak dari objek yang sangat
luas.95
Jadi peneliti menentukan kelas untuk penelitian dilakukan secara
acak. Kemudian terpilih kelas II E dengan jumlah 28 siswa sebagai kelas
eksperimen dan kelas II F dengan jumlah 28 siswa sebagai kelas kontrol.
D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari
orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.96
Variabel dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi dua yaitu
variabel X (variabel bebas/ variabel independen dan variabel Y (variabel
terikat/ variabel dependen). Berikut penjelasanya:
1. Variabel X (Variabel Bebas/Variabel Independent)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen
92
Suharismi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka
Cipta, 2013), h. 173. 93
Ibid., h. 174 94
Sugiyono,op.cit., h. 85. 95
Ibid., h. 245. 96
Ibid., h. 42
49
(terikat).97
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model
pembelajaran koperatif tipe Teams Games Tournament.
2. Variabel Y (Variabel Terikat/ Variabel Dependen)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variabel bebas.98
Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah pemahaman konsep matematis.
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.99
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dapat digolongkan menjadi
dua macam yaitu instrumen tes dan non tes.100
1. Teknik Tes
Dalam penelitian ini data didapatkan dari hasil tes pemahaman
konsep yang diberikan pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol.
Tes diberikan sebelum dan sesudah pembelajaran menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament untuk
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tanpa menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament. Tes
tersebut untuk mengukur pemahaman konsep siswa Sekolah Dasar
yang berbentuk uraian. Jumlah butir soal yang dikembangkan dalam
penelitin ini adalah 6 soal.
2. Teknik Non tes
Teknik non tes digunakan sebagai pendukung pencapaian dalam
penelitian ini. Adapun teknik pengumpulan data non tes yang
97
Ibid, h. 43 98
Ibid. 99
Ibid., h. 253. 100
Suharsimi Arikunto, op.cit, h 193.
50
digunakan terdiri dari wawancara dan observasi. Dengan adanya data
ini semakin memperkuat hasil dari penelitian ini, berikut
penjelasannya:
a) Wawancara
Penelitian kali ini mengumpulkan data dengan cara wawancara.
Karena wawancara merupakan teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti.101
Pada penelitian ini peniliti melakukan wawancara dengan salah
satu guru kelas II untuk memperoleh data awal tentang proses
pembelajaran yang dilakukan olehnya. Wawancara yang digunakan
adalah wawancara terstruktur, oleh karena itu dalam melakukan
wawancara, peneliti telah menyiapkan lembar berupa pertanyaan –
pertanyaan tertulis. Adapun hasil wawancara terdapat pada
lampiran.
b) Observasi
Spesifikasi data bisa dilakukan dengan cara observasi.
Karena observasi merupakan salah satu intrumen yang dapat
digunakan apabila objek bersifat perilaku manusia, proses kerja,
gejala alam, dan responden yang diamati tidak terlalu besar.102
Sehingga penilaian observasi bisa diambil berdasarkan indikator
langkah –langkah pembelajaran siswa.
Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan dan
pencatatan mengenai kegiatan guru selama pembelajaran. Oleh
sebab itu lembar observasi mengacu pada skala Likert. Karena
skala Likert dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan
persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena
101
Sugiyono,op.cit., h. 154. 102
Ibid., h. 162.
51
sosial.103
Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur
dijabarkan menjadi indikator variabel.104
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat penelitian yang digunakan
untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.105
Sedangkan menurut Arikunto diartikan bahwa isntrumen penelitian adalah
suatu alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih mudah dan hasilnya lebih
baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih
mudah diolah.106
Jadi penting dibuatkannya sebuah instrumen agar peneliti
lebih mudah untuk mengolah data yang sedang dikerjakan.
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
instrumen tes dan non tes. Instrumen tes diberikan pada siswa sedangkan
instrumen non tes diberikan kepada guru berupa lembar wawancara dan
lembar observasi. Berikut adalah isntrumen yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu:
1. Instrumen Tes
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
instrumen tes. Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat
lain yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan
intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau
kelompok.107
Untuk lebih jelas menggambarkan intrumen maka dibuat
dalam bentuk kisi-kisi instrumen.
Kisi-kisi instrumen akan menunjukan kaitan antara variabel
yang diteliti dengan sumber data dari mana data akan diambil, metode
103
Ibid., h. 104. 104
Ibid. 105
Ibid, h. 114. 106
Suharsimi Arikunto,op.cit., h. 203. 107
Ibid,.
52
yang digunakan dan instrumen yang disusun.108
Tes ini diberikan
dengan indikator pemahaman konsep matematis. Soal tes disusun
berupa uraian yang diberikan dalam bentuk pretest dan posttest.
Berikut adalah kisi – kisi instrumen tes pemahaman konsep:
Tabel 3.2
Kisi-kisi Instrumen
Pemahaman Konsep Matematis
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/Semester : II (Dua)
108
Ibid, h.205
53
Tes akan diberikan kepada kedua kelompok, yaitu kelompok
eksperimen sebagai kelompok yang diberikan model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament pada mata pelajaran matematika
dengan materi pembagian. Sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan
perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournamen.
Data kuantitatif diperoleh dari pretest dan postest pemahaman
konsep siswa dengan penskoran yang diberikan sesuai pedoman penskoran
tes pemahaman konsep yang terdapat pada taebel berikut:109
Tabel 3.3
Pedoman Penskoran Pemahaman Konsep
Tingkat
Pemahaman
Kriteria Skor
Tidak Paham Tidak menjawab sama sekali. 0
Miskonsepsi Ada jawaban tetapi konsep dan perhitungan
salah semua.
1
Miskonsepsi
Sebagian
Memberikan informasi yang dibutuhkan dalam
menerapkan konsep, namun jawaban salah
karena menunjukan kesalahan konsep dalam
menjelaskan.
2
Paham Sebagian Jawaban hampir benar karena adanya sedikit
kesalahan perhitungan dan membuat
kesimpulan.
3
Paham
Seleruhnya
Perhitungan benar, jawaban benar dan
mengandung seluruh konsep serta membuat
kesimpulan.
4
109
Ramon Muhandaz, Ovi Trisnawita dan Risnawati, Pengaruh Model Pembelajaran
Course Review Horay terhadap Kemampuan Pehaman Konsep Matematis Berdasarkan
Kemandirian Belajar Siswa SMK Pekanbaru, Journal for Researchin Mathematics Learning,
2018, Vol.01, h. 137-146.
54
Tabel diatas menunjukan pedoman penskoran dalam menjawab
soal pemahaman konsep. Maka setiap siswa menjawab akan diberikan
skor sesuai tingkat pemahamannya.
2. Instrumen Non-Tes
Instrumen non tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah
lembar observasi. Lembar observasi mengacu pada skala Likert. Dan
jawaban setiap item mempunyai gradasi dari sangat positif seperti 4 =
sangat baik, 3= baik, 2=cukup, dan 1= kurang.
Jumlah skor yang diperoleh selanjutnya dihitung presentasenya
menggunakan rumus sebagai beriku:110
Presentase nilai =
x 100%
Presentase yang diperoleh selanjutnya diinterpretasikan
berdasarkan tabel skala berikut:111
Tabel 3.4
Kategori Penilaian Lembar Observasi
Presentase (%) Kategori
0-25 Kurang
26-50 Cukup
51-75 Baik
76-100 Sangat baik
Adapun lembar observasi yang digunakan peneliti dalam penelitian
ini dapat dilihat pada lampiran.
G. Kontrol terhadap Validitas Internal
Sebelum instrumen penelitian digunakan pada pretest dan posttest,
instrumen diujikan terlebih dahulu melalui uji validitas, uji reliabilitas, uji
110
Suharsimi Arikunto, op.cit., h.106. 111
Ibid.
55
daya pembeda, dan uji taraf kesukaran. Pengujian dimaksudkan untuk
mengetahui kelayakan instrumen sebelum digunakan pada penelitian.
1. Uji Validitas
Validitas tes berhubungan dengan ketepatan suatu tes terhadap
variabel yang akan diukur.112
Uji validitas dilakukan agar dapat
diketahui apakah instrumen mampu mengukur pemahaman konsep.
Pengujian validitas soal dapat menggunakan rumus korelasi product
moment yang dikemukakan oleh pearson sebagai berikut:113
= ∑ ∑ ∑
√ ∑ ∑ ∑
Keterangan:
= Koefisien korelasi antara vaiabel X dan variabel Y
X = Skor butir soal
∑ = Skor total
N = Banyaknya siswa
Validitas instrumen pada penelitian ini menggunakan software
Anates. Uji validitas instrumen dilakukan untuk membandingkan hasil
perhitungan dengan pada taraf signifikansi 0,05 dan derajat
kebebasan yaitu dk = n untuk membandingkan ( ) dengan
. Jika maka soal dikatakan valid. Sebaliknya, jika
maka soal dikatakan tidak valid. Kemudian nilai
koefisien korelasi dapat diklasifikasikan menggunakan kriteria sebagai
berikut:
112
Hamzah B. Uno & Satria Koni, op.cit., h. 151. 113
Ibid.,h. 159.
56
Tabel 3.5
Kriteria Validasi Instrumen114
Nilai Koefisien Kriteria
0,81 – 1,00 Sangat Tinggi
0,71 – 0,80 Tinggi
0,41 – 0,70 Cukup
0,21 – 0,40 Rendah
0,00 – 0,20 Sangat Rendah
Peneliti membuat 10 butir soal pemahaman konsep yang
diujicobakan pada kelas III MI Pembangunan UIN Jakarta yang
berjumlah 29 siswa. Adapun hasil perhitungannya dapat dilihat
sebagai berikut:
Tabel 3.6
Hasil Uji Validitas Instrumen Tes Pemahaman Konsep
Butir Soal Korelasi Signifikasi
1 0,621 Signifikan
2 0,722 Sangat Signifikan
3 0,627 Signifikan
4 0,327 -
5 0,320 -
6 0,677 Signifikan
7 0,502 -
8 0,873 Sangat Signifikan
9 0,734 Sangat Signifikan
10 0,454 -
Dari hasil uji validitas instrumen di atas dapat diketahui bahwa dari
10 butir soal instrumen tes pemahaman konsep siswa, terdapat 6 yang
valid dengan hasil 3 butir soal sangat signifikan dan 3 soal signifikan
114
Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2010). Cet. 16. h. 139.
57
dan 4 soal lainnya tidak valid. Sehingga instrumen tes pemahaman
konsep materi pembagian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
6 butir soal.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas tes berhubungan dengan konsistensi hasil pengukuran
skor tes dari satu pengukuran ke pengukuran berikutnya.115
Reliabilitas berarti menguji sejauh mana hasil dari suatu pengukuran
dapat dipercaya. Suatu instrumen dapat dikatakan memiliki tingkat
kepercayaan yang tinggi jika diperoleh hasil pengukuran yang tetap
dalam beberapa kali pengukuran pada kelompok yang sama.116
Untuk mengetahui reliabilitas instrumen tes, maka digunakan
rumus Alpha Cronbach sebagai berikut:117
= (
) (
∑
) dengan Variansi:
∑
∑
Keterangan:
= Nilai realibilitas
∑ = Jumlah varians butir
= Varians total
= Banyaknya item pertanyaan
= Skor tiap soal
= Banyaknya siswa
Untuk menginterpretasikan kriteria reliabilitas intrumen, dapat
dilihat pada nilai reliabilitas koefisien korelasi sebagai berikut:
115
Hamzah B. Uno dan Satria Koni, op.cit., h. 153. 116
Suharismi Arikunto, op.cit., h. 100. 117
Ibid., h. 239.
58
Tabel 3.7
Kriteria Reliabilitas Instrumen118
Koefisien Kolerasi Kriteria
0,91 – 1,00 Sangat Tinggi
0,71 – 0,90 Tinggi
0,41 – 0,70 Cukup
0,21 – 0,40 Rendah
0,00 – 0,40 Sangat Rendah
Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan software Anatest
dengan perhitungan lengkap dalam lampiran. Adapun hasil
perhitungannya sebagai berikut:
Tabel 3.8
Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Tes Pemahaman Konsep Rata-
rata
Simpangan
Baku
Korelasi XY Reliabilitas Interpretasi
Reliabilitas
24,55 7,26 0,80 0,89 Tinggi
Dari tabel diatas menunjukan hasil uji reliabilitas 0,89 pada
penelitian dengan kategori yaitu tinggi.
3. Daya Pembeda
Uji daya pembeda soal perlu dilakukan untuk mengkaji
kemampuan soal untuk membedakan antara siswa yang memiliki
prestasi tinggi dan yang memiliki prestasi rendah.119
Rumus yang
digunakan untuk mengatahui daya pembeda sebagai berikut:120
Dp =
Keterangan:
Dp : Daya pembeda
: Banyaknya kelompok atas yang menjawab benar
: Banyaknya kelompok bawah yang menjawab benar
118
E.T Ruseffendi, Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya.
(Bandung: PT. Tarsito Bandung, 2005), h.160. 119
Hamzah B. Uno & Satria Koni, op.cit., h. 157 120
Ibid., h. 157
59
TA : Banyaknya peserta kelompok atas
TB : Banyaknya peserta kelompok bawah
Adapun klasifikasi indeks daya pembeda dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut:121
Tabel 3.9
Indeks Daya Pembeda Daya Pembeda Soal Keterangan
0,00-0,20 Jelek
0,21-0,40 Cukup
0,41-0,70 Baik
0,71-1,00 Baik Sekali
Perhitungan daya pembeda ini menggunakan Sofware Anatest.
Berdasarkan hasil perhitungan uji instrumen, didapatkan bahwa daya
pembeda soal berada pada rentang nilai 0,00 – 0,90. Berikut
rekapitulasi hasil uji daya pembeda soal pemahaman konsep:
Tabel 3.10
Rekapitulasi Hasil Uji Daya Pembeda
Soal Pemahaman Konsep
Interpretasi Jumlah Soal Nomor Soal
Baik Sekali 1 8
Baik 4 1,2,6,9
Cukup 3 3,7,10
Jelek 2 4,5
Hasil daya pembeda instrumen tes pada penelitian ini dapat dilihat
pada lampiran.
4. Uji Taraf Kesukaran
Uji taraf kesukaran dilakukan untuk mengkaji soal yang mudah,
sedang, dan sukar, sehingga bisa menyeimbangkan proporsi soal yang
121
Nur Efendi, Pengaruh Pembelajaran Reciprocal Teaching Dipadukan Think Pair Share
terhadap Peningkatan Kemampuan Metakognitif Belajar Biologi Siswa SMA Berkemampuan
Akademik Berbeda di Kabupaten Sidoarjo, Jurnal Santiaji Pendidikan, Vol. 3, 2013, h. 93.
60
mudah, sedang, dan sukar dalam tes.122
Rumus untuk mengetahui taraf
kesukaran suatu soal yaitu sebagai berikut:123
P=
Keterangan:
P : Ideks tingkat kesukaran
B : Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan betul
: Banyak siswa yang mengikuti tes
Setelah menemukan nilai P, maka kriteria taraf kesukaran setiap
butir soal diklasifikasikan sebagai berikut:124
Tabel 3.11
Indeks Taraf Kesukaran
Indeks Keterangan
0,00-0,30 Sukar
0,31-0,70 Sedang
0,71-1,00 Mudah
Perhitungan tingkat kesukaran dalam penelitan ini menggunakan
sofware Anates. Rekapitulasi hasil perhitungan tingkat kesukaran
sebagai berikut:
Tabel 3.12
Hasil Uji Tingkat Kesukaran
Interpretasi Jumlah
Soal
Nomor Soal
Sedang 8 1,2,3,6,7,8,9,10
Mudah 2 4,5
122
Hamzah B. Uno & Satria Koni, op.cit., h. 156. 123
Ibid., 124
Ibid., h.175
61
Tabel diatas menunjukan hasil uji tingkat kesukaran instrumen tes
pada penelitian ini yaitu terdapat 8 soal dengan kategori sedang dan 2
soal dengan kategori mudah.
H. Teknik Analisis Data
1. Uji Prasyarat Analisis Data
a) Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel
yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dapat
menggunakan uji Chi-Kuadrat (Chi Square).125 Dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
1) Mentukan taraf signifikansi α yaitu 5%
2) Perumusan hipotesis
H0 : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
H1 : sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal
3) Menentukan rata-rata
M = ∑
Keterangan:
M : Mean
N : Jumlah total
Fx : Frekuensi banyaknya nomor pada variabel x
4) menentukan standar deviasi untuk data kelompok
√ ∑ ∑
Keterangan:
SD : Standar deviasi
x : Skor x
N : Jumlah responden
125
Edi Riadi, Statistika Penelitian (Analisis Manual dan IBM SPSS) (Yogyakarta:
CV,Andi Offset, 2016), h. 106.
62
5) Menentukan batas nyata (tepi kelas) tiap interval kelas dan
menjadikannya Xi
6) Mengonversi setiap nilai tepi kelas (Xi) menjadi nilai baku Zi
dengan rumus
7) Menentukan besar peluang setiap nilai Z berdasarkan tabel Z
(luas lengkungan di bawah kurva normal)
8) Menentukan frekuensi ekspektasi (Fe) dengan cara membagi
luas kelas tiap interval dibagi number of cases
a. Rumus banyak kelas ( K = 1 + 3,3 log (n) dengan n
banyaknya subjek
b. Rentang (R) = skor terbesar – skor terendah
c. Panjang kelas
9) Masukan frekuensi observasi (Fo)
10) Mencari nilai setiap interval
11) Mencari hitung dengan rumus
hitung = ∑
12) Cari tabel dengan derajat kebebasan (dk) = banyak kelas (K)
– 3 dan taraf kepercayaan 95% atau taraf signifikansi α = 5%
13) Kriteria pengujian:
Jika hitung <
tabel, maka H0 diterima
Jika hitung>
tabel, maka H1 diterima
Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan SPSS 22,0
dengan uji Shapiro-Wilk yang pengambilan keputusan dengan
melihat angka probabilitas dengan ketentuan:126
1) Jika Probobalitas > 0,05 maka H0 diterima data
berdistribusi normal.
126
Jaka Nugraha, Pengantar Analisis Data Kategorik Metode dan Aplikasi Menggunakan
Program R. (Yogyakarta: Deepublish, 2013), h. 207.
63
2) Jika Probobalitas < 0,05 maka H0 ditolak data
berdistribusi tidak normal.
Uji Shapiro-Wilk digunakan untuk menguji apakah data
berdistribusi normal. Hipotesis nol memuat pernyataan bahwa data
berdistribusi normal, oleh karena itu jika nilai p berada dibawah
ambang batas signifikansi (biasanya 0,05) maka hipotesis nol
ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Hipotesis alternatif adalah
bahwa data tidak berasal dari distribusi normal. Langkah-langkah
uji Shapiro-Wilk sebagai berikut:
1. Siapkan data yang akan di analisis
2. Buka program SPSS, selanjutnya klik variabel view.
3. Pada bagian name untuk variabel baris pertama tuliskan
nomor siswa, dan untuk name variabel baris kedua
tuliskan pretest atau posttest. Pada bagian decimals ubah
menjadi angka 0, dan abaikan yang lainnya.
4. Masukan data nilai pretest ataupun posttest yang akan
kamu analasis ke data view.
5. Klik analyze, lalu pilih descriptive statistic, dan pilih
explore.
6. Pada bagian di data bawah terdapat baca disply diganti
dengan plots dan pada bagian atas klik plots.
7. Setelah itu, ketika sudah diplots tandai non, kemudian
ceklis normality plots wits test dan hilangkan ceklis pada
stem-and-leaf, lalu klik continue.
8. Setelah selesai, pindahkan data pretest maupun posttest
ke data dependent list.
9. lalu, klik ok. Maka hasil data normality akan keluar.
b) Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kedua
kelompok sampel berasal dari populasi yang sama atau tidak.
64
Persyaratan dalam uji homogenitas diperlukan untuk melakukan
analisis inferensial parametrik dalam uji komparasi yang peneliti
gunakan. Dalam penelitian ini, pengujian homogenitas
menggunakan uji Fisher (F) karena data yang diuji hanya ada dua
kelompok data sampel. Adapun langkah-langkahnya sebagai
berikut:127
∑ ∑
Keterangan:
F : Nilai uji F
S1 : Varians besar atau nilai kuadrat deviasi standar
data kelompok yang mempunyai deviasi standar
terbesar.
S2 : Varians kecil atau nilai kuadrat deviasi standar
data kelompok yang mempunyai standar terkecil.
Adapun langkah-langkahnya, yaitu:
1) Tentukan hipotesis
2) Bagi data menjadi dua kelompok
3) Tentukan simpangan baku dari rumus masing-masing
kelompok
4) Tentukan Fhitung dengan rumus:
5) Tentukan Ftabel dengan rumus:
Ftabel =
6) Tentukan kriteria pengujian:
Jika Fhitung< Ftabel maka H0 diterima, yang berarti varians
Jika Fhitung> Ftabel maka H0 ditolak, yang berarti varians
keuda populasi tidak homogen.
127
Edi Riadi., op. cit., h. 127
65
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan uji homogenitas
dengan menggunakan aplikasi SPSS 22,0 dengan menggunakan
One Way Anova. Dengan bantuan Uji Homogenity of Variance
Test pada One-way Anova. Jika hasil nilai signifikansi 0,05 maka
dapat dikatakan bahwa varian dari data atau lebih kelompok
populasi data terbukti sama (homogen). Tetapi, jika nilai
signifikansi 0,05 maka dikatakan bahwa varian dari data atau lebih
kelompok populasi data terbukti tidak sama (tidak homogen).
2. Pengujian Hipotesis
Setelah dilakukan pengujian populasi data yang menggunakan uji
normalitas dan uji homogenitas, apabila data populasi berdistribusi
normal dan data populasi homogen, maka dilakukan uji hipotesis dengan
uji-t. Uji hipotesis adalah pengujian yang dilakukan untuk memastikan
kebeneran dari jawaban sementara (hipotetsis) terhadap rumusan masalah
yang telah dilakukan dan dibuktikan melalui data yang terkumpul selama
penelitian.128
Langkah-langkah pengujian hipotesis:
a. Merumuskan hipotesis.
H0 : µ1 ≤ µ2
H1 : µ1 ≥ µ2
b. Menentukan uji statistik
1. Jika data berdistribusi normal dan varians populasi heterogen.
Dengan rumus t:
thitung =
√
2. Jika data berdistribusi normal dan varians populasi homogen.
Dengan rumus t:
thitung =
√
dengan:
128
Sugiyono, op. cit., h. 159.
66
√
Keterangan:
X1 : Rata-rata skor kelompok eksperimen
X2 : Rata-rata skor kelompok kontrol
Sgab : Varians gabungan
: Varians kelompok eksperimen
: Varians kelompok kontrol
n1 : Jumlah anggota sampel kelompok eksperimen
n2 : Jumlah anggota sampel kelompok kontrol
3. Menentukan taraf signifikansi
Tingkat singnifikansi yang diambil dalam penelitian adalah derajat
kebebasan α = 0,05
4. Menentukan kriteria pengujian
Untuk menentukan kriteria pada pengelolaan data dilakukan
dengan operasi perhitungan, pengujiannya dengan melihat
perbandingan antara thitung dengan ttabel.
5. Pengambilan kesimpulan
Jika hasil operasi perhitungan pada poin (d) ternyata:
thitung< ttabel, maka H0 diterima, dan
thitung> ttabel, maka H0 ditolak
Pada penelitian ini, peneliti melakukan uji hipotesis menggunakan
Uji-t (t-test) dengan menggunakan program SPSS 22,0 yaitu dengan Uji
Independent Samples Test. Langkah-langkah Uji-t yaitu:
1. Merumuskan Ha dan H0 dalam bentuk kalimat:
Ha : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok
eksperimen yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dengan
kelompok kontrol yang tidak menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament
(TGT).
67
H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas
eksperimen yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dengan
kelas kontrol yang tidak menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT).
2. Merumuskan Ha dan H0 model statistik :
H0 : µ1 ≤ µ2
H1 : µ1 ≥ µ2
Keterangan :
µ1 = rata-rata pemahaman konsep dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe kooperatif tipe Teams Games
Tournament (TGT).
µ2 = rata-rata pemahaman konsep dengan tanpa menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournament (TGT).
3. Mencari rata-rata, standar deviasi, varians (mencari thitung).
4. Menentukan kaidah pengujian.
5. Tingkat signifikansi yang diambil dalam penelitian adalah dengan
kebebasan α = 0,05.
6. Membandingkan ttabel dengan thitung menggunakan kriteria:
Jika ttabel < thitung < ttabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak.
Jika ttabel < thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima.129
3. Penentu Uji Pengaruh (Effect Size)
Dalam penelitian ini akan dilihat berapa besar pengaruh model
pembelajaran kooperatif tipe kooperatif tipe Teams Games Tournament
(TGT) terhadap pemahaman konsep siswa kelas II MI Pembangunan UIN
129
Riduwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula.
(Bandung: Alfabet, 2013), h. 166.
68
Jakarta. Adapun rumus yang dapat digunakan untuk menghitung besarnya
pengaruh yakni dengan menggunakan rumus Cohen’s d:130
Keterangan:
d = Nilai effect Sizes
= Nilai rata-rata kelas eksperimen
= Nilai rata-rata kelas kontrol
= Nilai standar deviasi gabungan
Hasil perhitungan effect size diinterpretasikan dengan menggunakan
klasifikasi menurut Cohen yaitu sebagai berikut:131
Tabel 3.13
Kriteria Effect Size
Besar d Interprestasi
0,9 d 2,0 Tinggi
0,6 d< 0,8 Sedang
0,2 d< 0,5 Rendah
4. Hipotesis Statistik
Hipotesis statistik dirumuskan sebagai berikut:
H0 : µ1 ≤ µ2
H1 : µ1 ≥ µ2
Keterangan:
µ1 :Rata-rata pemahaman konsep menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament.
µ2 :Rata-rata pemahaman konsep tanpa menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament.
130
Carl J. Dunst, Deborah W.Hamby, dan Carol M.Trivette, Guidelins for Calculating
Effect Sizes for Practice-Based Research Syntheses, Centerscope (Evidence-Based Approaches to
Early Childhood Development) Volume 3, Number 1, November 2004, h. 1-10.
http://www.courseweb.unt.edu/gknezek/06spring/5610/centerscopevol3nol.pdf) 131
Lee A. Becker, Effect Size (ES), Journal, 2000, h. 1-14.
69
Keputusan:
H0 :Diterima jika rata-rata hasil tes pemahaman konsep siswa kelompok
eksperimen kurang dari sama dengan rata-rata hasil tes pemahaman
konsep siswa kelompok kontrol.
H1 : Diterima jika rata-rata hasil tes pemahaman konsep siswa kelompok
eksperimen lebih dari rata-rata hasil tes pemahaman konsep siswa
kelompok kontrol.
104
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dari data yang diperoleh, maka dapat
disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe
Teams Games Tournament berpengaruh terhadap pemahaman konsep
matematis siswa kelas II MI Pembangunan UIN Jakarta. Hal tersebut
dapat dibuktikan dari hasil analisis data yang menunjukan bahwa nilai
rata-rata posttest kelas eksperimen yaitu 85,39 sedangkan untuk nilai rata-
rata postest kelas kontrol yaitu 80,00. Hasil postest tersebut menunjukan
bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen yang menggnunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) lebih
tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas kontrol tanpa
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournament (85,39>80,00). Hasil postest tersebut diperkuat dengan hasil
pengolahan data menggunakan pengujian hipotesis (Uji-t) menggunakan
program SPSS yang memperoleh nilai 0,003 0,05. Hasil pengujian dapat
dikatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap
pemahaman konsep matematis. Penggunaan model pembelajaran ini
memberikan pengaruh dalam kategori rendah. Hal ini berdasarkan pada
hasil perhitungan uji pengaruh (effect size) dengan rumus Cohen’s yang
diperoleh hasil 0,42.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa implikasi hasil
penelitian diantaranya adalah untuk meningkatkan pemahaman konsep
matematis materi konsep pembagian dimana siswa dapat dilibatkan secara
aktif dalam pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe
105
Teams Games Tournament (TGT). Sehingga dapat menarik minat belajar
siswa untuk lebih mudah memahami konsep pembagian.
Hasil penelitian yang telah dilakukan ini membuktikan bahwa
model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT)
memiliki pengaruh terhadap pemahaman konsep siswa maka dapat
dijadikan alternatif dalam pembelajaran matematika khususnya materi
konsep pembagian.
C. Saran
Agar dalam penelitian selanjutnya dapat lebih baik, terdapat saran
terkait hasil penelitian pada skripsi ini sebagai berikut:
1. Guru dapat menjadikan model pembelajaran kooperatif tipe teams
games tournament sebagai alternatif dalam meningkatkan pemahaman
konsep matematis materi pembagian. Pada pelaksanaanya dapat
dikombinasikan dengan penggunaan media agar lebih mudah untuk
memahami.
2. Dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe teams games
tournament sebaiknya merencanakan pembelajaran dengan baik agar
waktu yang digunakan lebih efektif dan tujuan pembelajaran dapat
tercapai.
3. Sekolah dapat menjadikan model pembelajaran kooperatif tipe teams
games tournament sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kualitas
pendidikan khususnya dalam pembelajaran matematika dengan materi
pembagian.
4. Pembaca dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai suatu bahan
kajian yang perlu diteliti lebih lanjut dan mendalam dengan sampel
yang lebih besar atau untuk mengukur kemampuan matematis yang
lain.
106
DAFTAR PUSTAKA
Afidah dan Khairunnisa. Matematika Dasar. Jakarta: Rajawali Pers. 2015
Amanda dan Dyah Tri Wahyuningtyas. 2017. Eksperimen Model Pembelajaran
Team Games Tournament (TGT) Berbantuan Media Keranjang Biji –
Bijian Terhadap Hasil Belajar Kelas II SDN Saptorenggo 02. Jurnal
Ilmiah Sekolah Dasar. Volume.1(3)pp. 163-170.
Anita dan Barnok Sinaga. 2015. Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep
Matematika Siswa Dengan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD Pada Siswa SMP Swasta Trisakti 2 Medan. Jurnal
Pendidikan. Vol 1. 1-9
Annurwanda, Pradipta. 2018. The Effect of Teams Games Tournamen On
Mathematics Self-Efficacy in Junior High Schools. SHS Web
Conferences 42. 1-6.
Ardian, dkk. 2015. Using Reading Concept Map Teams Games Tournament
(Remap-TGT) to Improve Reading Intetest of Tenth Grade Student of
Laboratory Senior High School State University of Malang. American
Journal of Educational Research. Vol.3.No.2. 250-254.
Arifin, Fatkhul dan Tatang Herman. 2017. The Influence E-learning Model Web
Enhanced Course to Conceptual Understanding and Self Regulated
Learning In Mathematics For Elementary School Students, TARBIYA:
Journal of Education in Muslim Society, Vol 4 (1). 45-52.
Arikunto, Suharismi. 2013. Dasar - dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Arikunto, Suharismi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Arsayhamby, Ruzlan Md-Ali, dan Sitie Chairany. 2016. Using Cooperative
Teams Game Tournament in 11 Religious School to Improve
Mathematics Understanding and Communication. Malaysian Journal of
Learning and Instruction. Vol.13, No.2. 97-123.
Awan, Ahmed Sher, dkk. 2011. Student Understanding about Learning the
Concept of Solution, Journal of Elementary Education. Vol.21. No 2.
23-34.
Badar, Trianto Ibnu. 2014. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif,
dan Kontekstual. Jakarta: Kencana.
Becker, Lee A. 2000. Effect Size (ES), Journal.
107
Desmita. 2012. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Dettmer, Peggy. 2006. New Blooms in Established Fields: Four Domain of
Learning and Doing, ProQuest Education Journals, Vol. 28, No. 2,
Winter. 70-78.
Devita, Dewi. 2017. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams
Games Tournament Terhadap Pemahaman Konsep Dan Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa Kelas VIII SMPN DI Kecamatan Lubuk
Begalung Padang. Jurnal Pendidikan dan Teknologi Informasi, Vol 4
No. 1. 191-195.
Dewi, Sitti Ratna, dkk. 2016. Perbandingan Hasil Belajar Pendidikan Agama
Islam Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Gamed
Tournament (TGT) Dan Tipe Jigsaw Pada Siswa Kelas X Di SMA
Negeri 2 Wakorumba Selatan Kabupaten Muna, Jurnal Al-Ta’dib, Vol.9
No. 2. 1-21.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Dunst, Carl J, dkk. 2004. Guidelins for Calculating Effect Sizes for Practice-
Based Research Syntheses, Centerscope (Evidence-Based Approaches to
Early Childhood Development) Volume 3, Number 1.
E.T Ruseffendi. 2005. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-
Eksakta Lainnya. Bandung: PT. Tarsito Bandung.
Efendi, Nur. 2013. Pengaruh Pembelajaran Reciprocal Teaching Dipadukan Think
Pair Share terhadap Peningkatan Kemampuan Metakognitif Belajar
Biologi Siswa SMA Berkemampuan Akademik Berbeda di Kabupaten
Sidoarjo. Jurnal Santiaji Pendidikan. Vol. 3
Emzir. 2017. Metode Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif. Depok:
Rajawali Press.
Fathurrohman, Muhammad. 2015. Model-model Pembelajaran Inovatif.
Yogyakarta: Ar RuZZ Media
Hamalik, Oemar. 2010. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan
Sistem. Jakarta : Bumi Aksar.
Heruman. 2010. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Hosnan. 2016. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bogor: Ghalia Indonesia.
108
Isrok’atun dan Amelia Rosmala. 2018. Model-model Pembelajaran Matematika.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Muhandaz, Ramon, Ovi Trisnawita dan Risnawati. 2018. Pengaruh Model
Pembelajaran Course Review Horay terhadap Kemampuan Pehaman
Konsep Matematis Berdasarkan Kemandirian Belajar Siswa SMK
Pekanbaru. Journal for Researchin Mathematics Learning. Vol. 01. 137-
146
Murray R. Spiegel. 2006. Matematika Dasar. Jakarta: Erlangga.
Nugraha, Jaka. 2013. Pengantar Analisis Data Kategorik Metode dan Aplikasi
Menggunakan Program R. Yogyakarta: Deepublish.
Purwanto, Ngalim. 2010. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Rahmat, Fitriyane Laila Apriliani, dkk. 2018. Meningkatkan Pemahaman Konsep
Siswa Melalui Teams Games Tournament, Sosio DIDAKTIKA:Social
Science Education Journal, 5(1). 15-23.
Riadi, Edi. 2016. Statistika Penelitian (Analisis Manual dan IBM SPSS.
Yogyakarta: CV Andi Offset.
Riduwan. 2013. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti
Pemula. Bandung: Alfabet.
Rusman. 2014. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme
Guru Edisi Kedua. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Salam, Abdus, et al. 2015. Effects of Using Teams Games Tournaments (TGT)
Cooperative Technique for Learning Mathematics in Secondary Schools
of Bangladesh. Malaysian Online Journal of Educational Technology,.
Volume 3 Issue 3. 1-10.
Sani, Ridwan Abdullah. 2016. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Syaifyrahman dan Tri Ujiati. 2013. Manajemen Dalam Pembelajaran. Jakarta:
Indeks.
109
Trianto. 2013. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Kencana.
Uno, Hamzah B & Satria Koni. 2013. Assesment Pembelajaran, Edisi I.Jakarta:
Bumi Aksara.
Wawancara pribadi dengan Guru, MI Pembangunan, 17 Juli 2019.