PENGARUH LOCUS OF CONTROL , KULTUR KELUARGA, DAN …PENGARUH LOCUS OF CONTROL , KULTUR KELUARGA, DAN...

280
PENGARUH LOCUS OF CONTROL, KULTUR KELUARGA, DAN KULTUR SEKOLAH PADA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA Survei pada siswa-siswi kelas IX SMP Negeri dan Swasta di Kabupaten Bantul, Yogyakarta SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Akuntansi Oleh : Petrus Sigit Jinianto NIM : 021334103 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Transcript of PENGARUH LOCUS OF CONTROL , KULTUR KELUARGA, DAN …PENGARUH LOCUS OF CONTROL , KULTUR KELUARGA, DAN...

  • PENGARUH LOCUS OF CONTROL, KULTUR KELUARGA, DAN

    KULTUR SEKOLAH PADA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN

    EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA Survei pada siswa-siswi kelas IX SMP Negeri dan Swasta di Kabupaten Bantul, Yogyakarta

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Akuntansi

    Oleh :

    Petrus Sigit Jinianto

    NIM : 021334103

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI

    JURUSAN PENDIDIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2007

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • iii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Kita sering berkata : “Hal itu tidak mungkin bisa aku lakukan”.

    Tetapi Tuhan menjawab : “Semua hal Mungkin”.

    Kita sering kesal dan berkata : “Saya tidak mampu menyelesaikannya”.

    Tetapi Tuhan bersabda : “Aku akan membimbing langkah- langkahmu”.

    Kita sering tidak tahan dan berkata : “Saya tidak dapat melanjutkan lagi”.

    Tetapi Tuhan meyakinkan : “Aku sabar menantimu bangun lagi”.

    dan........

    Kita suatu saat berkata : “Saya lelah dan letih sekali”.

    Tuhan- pun menghibur : “Aku akan mengijinkanmu istirahat”.

    Kupersembahkan untuk:

    Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat-Nya

    Bunda Maria atas bimbingan dan tuntunan-Nya

    Bapak dan Ibu serta Adik tercinta

    Teman-teman yang selalu mendukungku

    Almamaterku

    iv

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

    Nama : PETRUS SIGIT JINIANTO Nomor Mahasiswa : 021334103

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : PENGARUH LOCUS OF CONTROL, KULTUR KELUARGA, DAN KULTUR SEKOLAH PADA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA

    beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupaun memberikan royalty kepada saya selamA tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyatan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 29 Februari 2008 Yang menyatakan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • v

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ABSTRAK

    PENGARUH LOCUS OF CONTROL, KULTUR KELUARGA, DAN KULTUR SEKOLAH PADA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN

    EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA Survei pada siswa-siswi kelas IX SMP Negeri dan Swasta di Kabupaten Bantul, Yogyakarta

    Petrus Sigit Jinianto Universitas Sanata Dharma

    Yogyakarta 2007

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah: (1) ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa; (2) ada pengaruh positif kultur keluarga pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa; (3) ada pengaruh positif kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari s/d Mei. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX SMP yang ada di Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Sampel penelitian sejumlah 378 siswa. Teknik pegambilan sampel yang digunakan adalah propotional sampling dan purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dan dokumentasi. Teknik analisis data adalah model persamaan regresi yang dikembangkan oleh Chow. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa (koefisien regresi sebesar 0,039 dan signifikansi koefisien regresi = ρ = 0,000 < α = 0,05); (2) ada pengaruh positif kultur keluarga pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa (koefisien regresi sebesar 0,016 dan signifikansi koefisien regresi = ρ = 0,032 < α = 0,05); (3) ada pengaruh positif kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa ( koefisien regresi sebesar 0,017 dan signifikansi koefisien regresi = ρ = 0,026 < α = 0,05).

    vi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ABSTRACT

    THE EFFECT OF LOCUS OF CONTROL, FAMILY CULTURE, AND SCHOOL CULTURE TOWARDS THE

    RELATION BETWEEN EMOTIONAL INTELLIGECE AND THE STUDENT’S LEARNING ACHIEVEMENT

    A Survey on the year students of State and Private Junior High School in Kabupaten Bantul, Regency Yogyakarta rd3

    Petrus Sigit Jinianto Sanata Dharma University

    Yogyakarta 2007

    The research aims to find out whether: (1) there is a positive effect of locus of control towards the relation between emotional intelligence and the student’s learning achievement; (2) there is a positive effect of family culture towards the relation between emotional intelligence and the student’s learning achievement; (3) there is a positive effect of school culture towards the relation between emotional intelligence and the student’s learning achievement.

    The research conducted from February to May 2007. The subject of the study was the year students of all junior high schools in Bantul, Regency Yogyakarta. The samples of the research were 378 students. The techniques applied to gather the samples were propotional sampling and purposive sampling. The techniques of gathering the data were questionnaire and documentation. The data analysis technique was Chow’s regression equivalent model.

    rd3

    The result of the research shows that : (1) there is a positive effect of locus of control towards the relation between emotional intelligence and the student’s learning achievement (regression coefficient = 0.039 and the significance of regression coefficient = ρ = 0.000 < α = 0.05); (2) there is a positive effect of family culture towards the relation between emotional intelligence and the student’s learning achievement (regression coefficient = 0.016 and the significance of regression coefficient = ρ = 0.032 < α = 0.05); (3) there is a positive effect of school culture towards the relation between emotional intelligence and the student’s learning achievement(regression coefficient = 0.017 and the significance of regression coefficient = ρ = 0.026 < α = 0.05).

    vii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur dan terima kasih penulis haturkan kepada Tuhan atas berkat,

    rahmat dan penyertaan-Nya selama dalam proses pengerjaan skripsi sehingga

    penulis dapat menyelesaikannya. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Locus of

    Control, Kultur Keluarga dan Kultur sekolah pada Hubungan Antara

    Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Belajar Siswa” ini disusun untuk

    memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi

    Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

    Sanata Dharma.

    Keberhasilan penyusunan skripsi ini juga tidak lepas dari bantuan,

    dukungan, bimbingan dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak. Bersamaan

    dengan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:

    1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

    Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

    2. Bapak Yohanes Harsoyo, S. Pd., M. Si, selaku Ketua Jurusan Pendidikan

    Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma.

    3. Bapak L. Saptono, S. Pd., M. Si, selaku Ketua Program Studi Pendidikan

    Akuntansi, Universitas Sanata Dharma.

    4. Bapak L. Saptono, S. Pd., M. Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah

    memberi masukan, saran, semangat dan sabar mau membimbing dalam

    menyelesaikan skripsi. Nuwun ngih Pak.............matur nuwun sanget.

    5. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M. Si, yang telah memberi masukan,

    sumbangan pemikiran dan saran dalam penulisan skripsi.

    6. Ibu Natalina Premastuti Brataningrum, S.Pd, yang telah menguji dan

    memberi masukan dan sumbangan pemikiran dalam penulisan skripsi ini.

    7. Para dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi, Universitas Sanata Dharma

    yang telah memberi bekal ilmu selama penulis belajar dan kuliah di kelas.

    Mohon maaf jika banyak kesalahan selama penulis mengikuti kegiatan

    perkuliahan.

    viii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 8. Para karyawan sekretariat Pendidikan Akuntansi, Universitas Sanata Dharma

    yang telah banyak membantu dalam menyampaikan dan memberikan

    informasi kepada penulis.

    9. Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Pandak, SMP Muhammadiyah Piyungan,

    SMP Bopkri Bantul, SMP Nasional Bantul, SMP Pangudi Luhur Sedayu,

    SMP Negeri 4 Sewon dan segenap guru dan karyawan yang telah memberi

    kesempatan penulis melakukan penelitian serta membantu penulis dalam

    melengkapi segala kebutuhan yang diperlukan dari sekolah.

    10. Bapak, Ibu (terima kasih atas doanya) dan adik atas segala dukungan baik

    secara moril maupun materiil selama proses pengerjaan dan penyelesaian

    skripsi.

    11. Keluarga Bapak Ruslan yang telah banyak membantu dengan menyediakan

    sarana dan prasarananya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

    Matur nuwun sanget sampun dipun biantu..........nyuwun ngapunten amargi

    sampun ngrepoti.

    12. Teman seperjuangan Tadeus, Edi dan Ima terima kasih atas segala bantuan

    dan pengalamannya semoga perjuangan kita dulu membuat persaudaraan kita

    semakin dekat........ocre!!!! Ima.......tetap semangat ya kami tetap memberi

    semangat untuk perjuanganmu.

    13. Untuk Toro (nuwun yo wis entuk ngrepoti), Tomas, Banu, Cipluk, Nina,

    MM, Cat, Uci, Sari (trims bukunya), Astuti, Sastro, Gabuk, Andre, Valent,

    Boim, Bowo terima kasih atas bantuan dan dukungan semangatnya.

    14. Untuk teman-teman PAK’02 lainnya khususnya PAK C’02 terima kasih

    semua.......jangan lelah belajar dan tetap semangat.

    15. Mbak Manis dan Mbak Asih yang sudah mau sedikit direpotkan sehingga

    persiapan untuk presentasi dapat terselesaikan.

    16. Temen-temen Persekutuan Doa Malam Minggu yang telah memberikan

    banyak pelajaran untuk menjalani segala sesuatu dengan penuh syukur dan

    suka cita..............maaf kalau beberapa bulan ini aku tidak datang untuk

    kumpul bareng dengan teman-teman, doakan supaya aku tetap semangat

    dalam menjalani hidup.

    ix

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 17. Temen-temen Mudika St. Eduardus dan St. Vincentius terima kasih atas

    segala pengalaman yang berguna bagiku, dengan berkumpul bersama

    menjadikan aku tahu bahwa Tuhan selalu menyertaiku.

    18. Teman-teman Jubilate Deo .............(mbak Vista, mas Narno, bung Didit,

    bung Indra, mas lucky, Bowo, Tyas, mas Heru, mas Paul, Rian, Thokrik,

    Angki, mbak Lucy, Tesi, Nia, Momon, Epi, Nora.......dan teman-teman lain)

    yang telah menjadi teman belajar dalam berbagi pengalaman, tempat ber sing

    and song bareng.

    19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

    Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa penulisan skripsi

    ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu untuk menyempurnakan skripsi ini

    dimohon untuk memberikan masukan, saran dan kritikan yang membangun.

    Sekiranya apa yang telah penulis buat ini berguna dan bermanfaat bagi pembaca

    dan semua pihak yang berhubungan dengan pendidikan

    Penulis

    x

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL……………………………………………………… i

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………… ii

    HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………. Iii

    MOTTO…………………………………………………………………… iv

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………….. v

    ABSTRAK………………………………………………………………… vi

    ABSTRACT……………………………………………………………….. vii

    KATA PENGANTAR…………………………………………………….. viii

    DAFTAR ISI………………………………………………………………. xi

    DAFTAR TABEL………………………………………………………… xiv

    DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………… xvi

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah………………………………..

    B. Batasan Masalah………………………………………..

    C. Rumusan Masalah………………………………………

    D. Tujuan Penelitian……………………………………….

    E. Manfaat Penelitian……………………………………...

    1

    7

    7

    7

    8

    BAB II KAJIAN PUSTAKA

    A. Locus of Control…..…………………………………….

    1. Pengertian locus of control………………………...

    2. Penggolongan locus of control…………………….

    3. Perbedan orientasi locus of control internal dan

    eksternal……………………………………………

    4. Faktor pembentuk locus of control………………...

    B. Kultur Keluarga………………………………………….

    1. Pengertian kultur keluarga…………………………

    2. Dimensi kultur keluarga…………………………...

    9

    9

    11

    12

    13

    16

    16

    17

    xi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • C. Kultur Sekolah..…………………………………………

    1. Pengertian kultur sekolah………………………….

    2. Dimensi kultur sekolah…………………………….

    D. Kecerdasan Emosional…………………………………..

    1. Definisi kecerdasan emosional…………………….

    2. Ciri-ciri kecerdasan emosional…………………….

    3. Perbedaan kecerdasan emosional dan kecakapan

    emosional………………………………………….

    E. Prestasi Belajar………………………………………….

    1. Pengertian prestasi belajar…………………………

    2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar..

    F. Kerangka Teoretik dan Hipotesis……………………….

    19

    19

    21

    22

    22

    23

    25

    25

    25

    27

    32

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian…………………………………………..

    B. Tempat dan Waktu Penelitian…………………………...

    C. Subjek dan Objek Penelitian…………………………….

    D. Variabel Penelitian dan Pengukuran…………………….

    E. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel…….

    F. Teknik Pengumpulan Data...…………………………….

    G. Pengujian Validitas dan Reliabilitas ……………………

    1. Pengujian Validitas…………………………………

    2. Pengujian Reliabilitas………………………………

    H. Teknik Analisa Data….………………………………….

    38

    38

    38

    39

    46

    47

    48

    48

    52

    53

    BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

    A. Deskripsi Data…………………………………………... 58

    1. Deskripsi Data Responden Penelitian………………

    2. Deskripsi Variabel Penelitian……………………….

    58

    61

    B. Analisis Data…………………………………………….

    1. Uji Normalitas………………………………………

    2. Uji Linearitas……………………………………….

    74

    74

    75

    xii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • C. Pengujian Hipotesis……………………………………..

    1. Hipotesis I…………………………………………..

    2. Hipotesis II………………………………………….

    3. Hipotesis III…………………………………………

    D. Pembahasan Hasil Penelitian…………………………….

    75

    75

    77

    82

    88

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan…………………………………….......... 98

    B. Keterbatasan Penelitian………………………………

    C. Saran Penelitian………………………………………

    100

    100

    DAFTAR PUSTAKA

    xiii

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • DAFTAR TABEL

    Tabel 3.1 : Tabel Operasional Variabel Locus of Control.......................

    Tabel 3.2 : Tabel Operasional Variabel Kultur Keluarga........................

    Tabel 3.3 : Tabel Operasional Variabel Kultur Sekolah..........................

    Tabel 3.4 : Tabel Operasional Variabel Kecerdasan Emosional.............

    Tabel 3.5 : Asal Sekolah dan Jumlah Sampel..........................................

    Tabel 3.6 : Tabel Hasil Pengujian Validitas Variabel Locus of Control.

    Tabel 3.7 : Tabel Hasil Pengujian Validitas Variabel Kultur Keluarga..

    Tabel 3.8 : Tabel Hasil Pengujian Validitas Variabel Kultur Sekolah....

    Tabel 3.9 : Tabel Hasil Pengujian Validitas Variabel Kecerdasan

    Emosional.............................................................................

    Tabel 3.10 : Tabel Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Penelitian........

    Tabel 4.1 : Jenis Kelamin Responden.....................................................

    Tabel 4.2 : Jenis Pekerjaan Orang Tua (Ayah).......................................

    Tabel 4.3 : Jenis Pekerjaan Orang Tua (Ibu)...........................................

    Tabel 4.4 : Asal Sekolah Siswa………………………………………..

    Tabel 4.5 : Locus of Control……………………………………………

    Tabel 4.6 : Deskripsi Kultur Keluarga pada Dimensi Power Distance...

    Tabel 4.7 : Deskripsi Kultur Keluarga pada Dimensi Collectivism vs

    Individualism……………………………………………….

    Tabel 4.8 : Deskripsi Kultur Keluarga pada Dimensi Masculinity vs

    Femininity………………………………………………….

    Tabel 4.9 : Deskripsi Kultur Keluarga pada Dimensi Uncertainty

    Avoidance………………………………………………….

    Tabel 4.10 : Deskripsi Kultur Keluarga…………………………………

    Tabel 4.11 : Deskripsi Kultur Sekolah pada Dimensi Power Distance....

    Tabel 4.12 : Deskripsi Kultur Sekolah pada Dimensi Collectivism vs

    Individualism........................................................................

    39

    41

    42

    44

    46

    49

    49

    50

    51

    52

    58

    59

    59

    60

    61

    62

    63

    64

    65

    66

    67

    68

    xiv

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Tabel 4.13 : Deskripsi Kultur Sekolah pada Dimensi Masculinity vs

    Femininity............................................................................

    Tabel 4.14 : Deskripsi Kultur Sekolah pada Dimensi Uncertainty

    Avoidance............................................................................

    Tabel 4.15 : Deskripsi Kultur Sekolah......................................................

    Tabel 4.16 : Deskripsi Kecerdasan Emosional..........................................

    Tabel 4.17 : Deskripsi Prestasi Belajar......................................................

    Tabel 4.18 : Hasil Pengujian Normalitas...................................................

    Tabel 4.19 : Hasil Pengujian Linieritas.....................................................

    69

    70

    71

    72

    73

    74

    75

    xv

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xvi

    LAMPIRAN

    Lampiran 1 : Kuesioner............................................................................

    Lampiran 2 : Validitas dan Reliabilitas....................................................

    Lampiran 3 : Data Induk Penelitian.........................................................

    Lampiran 4 : Data Korelasi......................................................................

    Lampiran 5 : Tabel Frekuensi..................................................................

    Lampiran 6 : Distribusi Frekuensi...........................................................

    Lampiran 7 : PAP Tipe II........................................................................

    Lampiran 8 : Kuder Richardson. 20.........................................................

    Lampiran 9 : Normalitas dan Linearitas...................................................

    Lampiran 10 : Regresi dan Korelasi...........................................................

    Lampiran 11 : Penilaian Koefisien Korelasi..............................................

    Lampiran 12 : Surat Ijin.............................................................................

    107

    115

    124

    162

    169

    210

    230

    237

    239

    241

    253

    255

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa kemajuan

    pada berbagai aspek kehidupan. Hal tersebut menuntut setiap orang untuk bisa

    mengikuti perkembangan agar tidak ketinggalan jaman. Sejalan dengan

    perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu ada usaha peningkatan

    kualitas sumber daya manusia. Seseorang perlu belajar agar terus dapat

    mengembangkan potensi dan daya yang mereka miliki. Dengan kata lain perlu

    ada kegiatan pendidikan bagi individu-individu menjadi orang yang

    berkemampuan.

    Sekolah telah menjadi tempat bagi orang-orang menimba ilmu

    pengetahuan dan teknologi yang semakin hari semakin berkembang. Di

    sekolah, kemampuan individu (siswa) sebagai orang yang mencari ilmu akan

    dikembangkan. Perkembangan kemampuan siswa tersebut ditunjukkan dari

    capaian prestasi belajar. Tentu saja prestasi yang dicapai siswa dalam belajar

    di sekolah ini tidak hanya dari apa yang telah diberikan dan dipelajari di

    sekolah, tetapi juga dari pengalaman belajar serta dorongan baik dari dalam

    dan luar diri siswa (http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0505/16/1104

    .htm).

    Tinggi rendahnya prestasi belajar siswa diduga kuat berhubungan

    dengan tingkat kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional adalah

    1

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 2

    kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain,

    kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi

    dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain

    (Goleman, 1999:512). Siswa yang bisa memotivasi diri untuk belajar dan

    dapat mengolah emosi untuk mendorong diri sendiri dalam hal membangun

    sikap positif menanggapi masalah, maka akan mudah meraih prestasi

    belajarnya. Sebaliknya pada siswa yang tidak dapat memotivasi diri dan

    mengolah, maka akan menghambat mereka dalam mencapai prestasi

    belajarnya.

    Derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa

    diduga kuat dipengaruhi oleh locus of control, kultur keluarga, dan kultur

    sekolah. Locus of control merupakan suatu keyakinan atau kepercayaan dari

    individu atas penentu hidupnya. Ada individu yang memiliki kepercayaan diri

    tinggi, namun ada individu yang hidupnya ditentukan dari luar dirinya.

    Dengan demikian derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi

    belajar siswa diduga kuat berbeda pada locus of control yang berbeda. Pada

    locus of control internal, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan

    prestasi belajar siswa akan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang

    memiliki locus of control eksternal. Hal demikian disebabkan siswa memiliki

    keyakinan bahwa apa yang terjadi pada dirinya disebabkan oleh dirinya sendiri

    sehingga berdasarkan kesadaran itu siswa akan belajar giat untuk mencapai

    prestasi belajar. Sebaliknya siswa dengan locus of control eksternal cenderung

    lebih pasrah dan menerima nasibnya.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 3

    Kultur keluarga adalah suatu nilai-nilai yang dimiliki suatu

    masyarakat/keluarga yang merupakan hasil kajian/pengalaman yang

    berlangsung turun temurun. Derajat hubungan kecerdasan emosional dengan

    prestasi belajar siswa diduga kuat berbeda pada kultur keluarga yang berbeda.

    Pada kultur keluarga yang bercirikan power distance kecil, derajat hubungan

    kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa lebih tinggi dibandingkan

    siswa yang berasal dari kultur keluarga dengan power distance besar. Hal ini

    disebabkan siswa yang berasal dari kultur keluarga dengan power distance

    kecil yang tampak dari ketaatan pada norma keluarga, menghormati orang tua,

    orang tua punya otoritas, dan punya ketergantungan orang tua maka

    kecerdasan emosionalnya lebih tinggi. Sebaliknya pada siswa yang berasal

    dari kultur keluarga dengan power distance besar, maka kecerdasan

    emosionalnya rendah.

    Pada kultur keluarga yang bercirikan collectivism, derajat hubungan

    kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa lebih tinggi dibandingkan

    siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan individualism. Hal ini

    disebabkan siswa yang berasal dari kultur keluarga bercirikan collectivism

    yang tampak dari adanya demokrasi dalam keluarga, setia pada kelompok,

    mampu mengelola keuangan untuk keluarga, merasa bersalah jika melanggar

    peraturan, dan keluarga menjadi tempat berkumpul anggota keluarga maka

    kecerdasan emosionalnya lebih tinggi. Sebaliknya pada siswa yang berasal

    dari kultur keluarga yang bercirikan individualism, maka kecerdasan

    emosionalnya rendah.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 4

    Pada kultur keluarga yang bercirikan femininity, derajat hubungan

    kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa lebih rendah dibandingkan

    siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan masculinity. Hal ini

    disebabkan siswa yang berasal dari kultur keluarga bercirikan femininity yang

    tampak dari adanya jarak relasi antara anak dan orang tua, perbedaan peran

    orang tua, peran wanita lebih rendah dari pria, dan belajar bersama menjadi

    rendah hati maka kecerdasan emosionalnya lebih rendah. Sebaliknya pada

    siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan masculinity, maka

    kecerdasan emosionalnya lebih tinggi.

    Pada kultur keluarga yang bercirikan uncertainty avoidance lemah,

    derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa lebih

    tinggi dibandingkan siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan

    uncertainty avoidance kuat. Hal ini disebabkan siswa yang berasal dari kultur

    keluarga bercirikan uncertainty avoidance lemah yang tampak dari adanya

    inisiatif terhadap situasi yang tidak pasti, keluarga menjadi tempat untuk

    belajar, dan memiliki aturan maka kecerdasan emosionalnya lebih tinggi.

    Sebaliknya pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan

    uncertainty avoidance kuat, maka kecerdasan emosionalnya lebih rendah.

    Kultur sekolah adalah suatu nilai yang dianut oleh sekolah yang

    mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya kualitas kehidupan sekolah.

    Derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa diduga

    kuat berbeda pada kultur sekolah yang berbeda. Pada kultur sekolah yang

    bercirikan power distance kecil, derajat hubungan kecerdasan emosional siswa

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 5

    akan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang berasal dari kultur sekolah

    dengan power distance besar. Hal ini disebabkan siswa yang berasal dari

    sekolah dengan power distance kecil yang tampak dari adanya pembelajaran

    berpusat pada siswa, kesempatan bertanya, bebas berpendapat, ada komunikasi

    dua arah, orang tua mempunyai peran, pengembangan kemampuan dan bakat,

    dan aturan serta norma di sekolah maka kecerdasan emosionalnya lebih tinggi.

    Sebaliknya siswa yang berasal dari kultur sekolah dengan power distance

    besar, maka kecerdasan emosionalnya lebih rendah.

    Pada kultur sekolah yang bercirikan collectivism, derajat hubungan

    kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa lebih rendah dibandingkan

    siswa yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan individualism. Hal ini

    disebabkan siswa yang berasal dari kultur sekolah bercirikan individualism

    yang tampak dari adanya kebebasan mengungkapkan pendapat, penyelesaian

    tugas, tingkat penerimaan diri terhadap orang lain, bersikap positif dalam

    mengerjakan tugas, dan punya tujuan untuk berprestasi maka kecerdasan

    emosionalnya lebih tinggi. Sebaliknya pada siswa yang berasal dari kultur

    sekolah yang bercirikan collectivism, maka kecerdasan emosionalnya rendah.

    Pada kultur sekolah yang bercirikan femininity, derajat hubungan

    kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa lebih rendah dibandingkan

    siswa yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan masculinity. Hal ini

    disebabkan siswa yang berasal dari kultur sekolah bercirikan femininity yang

    tampak dari kurang adanya kompetensi di dalam kelas, siswa tidak

    berorientasi pada prestasi, dan kurangnya kompetensi guru maka kecerdasan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 6

    emosionalnya lebih rendah. Sebaliknya pada siswa yang berasal dari kultur

    sekolah yang bercirikan masculinity, maka kecerdasan emosionalnya lebih

    tinggi.

    Pada kultur sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance lemah,

    derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa lebih

    tinggi dibandingkan siswa yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan

    uncertainty avoidance kuat. Hal ini disebabkan siswa yang berasal dari kultur

    sekolah bercirikan uncertainty avoidance lemah yang tampak dari adanya

    kejelasan guru dalam menerangkan, kedekatan hubungan antara guru, siswa

    dan orang tua, dan tingkat penerimaan siswa dengan kekurangan guru maka

    kecerdasan emosionalnya lebih tinggi. Sebaliknya pada siswa yang berasal

    dari kultur sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance kuat, maka

    kecerdasan emosionalnya lebih rendah.

    Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin mengidentifikasi apakah locus

    of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah yang berbeda berpengaruh pada

    hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa yang

    berbeda pula. Penelitian ini selanjutnya dituangkan dalam judul “Pengaruh

    Locus of Control, Kultur Keluarga, dan Kultur Sekolah pada Hubungan

    Antara Kecerdasan Emosional dengan Prestasi Belajar Siswa”. Penelitian

    ini merupakan survei pada siswa SMP Negeri dan Swasta di Kabupaten

    Bantul.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 7

    B. Batasan Masalah

    Ada banyak faktor yang berhubungan dengan tinggi rendahnya prestasi belajar

    anak di sekolah, diantaranya: locus of control, motivasi belajar, sarana dan

    prasarana, kecerdasan emosional, kultur keluarga, kultur masyarakat, kultur

    sekolah dan sebagainya. Secara khusus penulis dalam penelitian ini

    bermaksud untuk menyelidiki secara lebih spesifik bagaimana pengaruh locus

    of control, kultur keluarga dan kultur sekolah pada hubungan antara

    kecerdasan emosi dengan prestasi belajar.

    C. Rumusan Masalah

    Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai

    berikut:

    1. Apakah ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara

    kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa ?

    2. Apakah ada pengaruh positif kultur keluarga pada hubungan antara

    kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa ?

    3. Apakah ada pengaruh positif kultur sekolah pada hubungan antara

    kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa ?

    D. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam

    penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif locus of control pada

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 8

    hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.

    2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif kultur keluarga pada

    hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.

    3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif kultur sekolah pada

    hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa.

    E. Manfaat Penelitian

    1. Bagi Sekolah

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak

    sekolah untuk menentukan perlakuan yang tepat kepada siswa bahwa sifat,

    sikap dan perilaku siswa berbeda, maka pihak sekolah harus memberikan

    perlakuan yang berbeda dalam rangka pencapaian prestasi siswa.

    2. Bagi penelitian selanjutnya

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

    bagi penelitian selanjutnya sehingga akan lebih banyak lagi penelitian

    yang bisa memajukan pendidikan di Indonesia dan mutu pendidikan bisa

    semakin meningkat.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 9

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    A. Locus of Control

    1. Pengertian locus of control

    Konsep locus of control dikemukakan pertama kali oleh Rotter

    adalah suatu konsep yang memberikan gambaran tentang keyakinan

    seseorang mengenai sumber penentu perilakunya (Jung, 1978:107). Ia

    mengelompokkan locus of control ke dalam 2 kelompok, yaitu locus of

    control internal dan locus of control eksternal. Individu yang mempunyai

    locus of control internal memiliki keyakinan bahwa apa yang terjadi pada

    dirinya adalah pengaruh dari dirinya. Dari apa yang ia lakukan, ia mampu

    mengontrol tujuan hidupnya dengan kekuatannya sendiri.

    Jika individu percaya bahwa mereka hanya mempunyai sedikit

    kendali atas apa yang terjadi, maka mereka termasuk dalam golongan

    locus of control eksternal. Demikian juga dengan individu yang percaya

    bahwa peristiwa yang terjadi dalam hidupnya merupakan hasil dari takdir,

    kesempatan, keberuntungan dan nasib dikelompokkan sebagai individu

    dengan locus of control eksternal. Keberhasilan atau kegagalan dalam

    hidupnya dipandang sebagai nasib, faktor keberuntungan, kesempatan,

    karena kekuasaan orang lain atau karena kondisi-kondisi yang tidak dapat

    dikuasainya. Konsep locus of control diajukan oleh Rotter atas dasar teori

    belajar sosial (social learning theory). Tiga istilah utama yang digunakan

    9

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 10

    Rotter, yaitu: potensi perilaku (behaviour potential), harapan (expectancy),

    dan nilai penguatan (reinforcement value). Mc Millan (Jung 1978:107)

    menjelaskan hubungan dari tiga istilah tersebut, yaitu perilaku individu

    tergantung pada harapan-harapan dalam suatu tingkah laku tertentu akan

    memberikan penguatan, dan nilai penguatan tersebut dapat memuaskan

    kebutuhan individu. Jika individu berhasil memperoleh penguatan yang

    diharapkan, maka selanjutnya individu tersebut akan cenderung meyakini

    bahwa penguatan tersebut diperoleh bukan dari dirinya sendiri.

    Gibson Ivancevich Donelly (1997:113) menyebutkan letak

    kendali (locus of control) individu mencerminkan tingkat dimana mereka

    percaya bahwa perilaku mereka mempengaruhi apa yang terjadi dalam diri

    mereka. Sebagian orang percaya bahwa mereka adalah penentu dari takdir

    mereka sendiri. Tetapi sebagian yang lain mengatakan bahwa mereka

    sebagai korban dari takdir, mereka percaya bahwa apa yang terjadi pada

    diri mereka disebabkan oleh keberuntungan atau kesempatan (Robbinson,

    2002:42).

    Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan locus of

    control adalah keyakinan individu terhadap sumber penentu perilakunya

    baik perilaku yang dipengaruhi oleh faktor internal maupun perilaku yang

    dipengaruhi oleh faktor eksternal. Individu dengan locus of control

    internal akan mempunyai tingkat kepercayaan diri yang tinggi.

    Keberhasilan dirinya tergantung dari diri sendiri. Sedangkan individu

    dengan locus of control…………………………………………………

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 11

    dengan locus of control eksternal keberhasilan dirinya tergantung dari luar

    dirinya.

    2. Penggolongan locus of control

    Locus of control adalah suatu keyakinan individu mengenai

    sumber penentu perilaku dan peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.

    Secara garis besar terdiri dari: 1) kecenderungan internal, yaitu individu

    merasa bahwa segala peristiwa hidupnya terjadi karena dikendalikan dari

    dirinya sendiri; 2) kecenderungan eksternal chance, yaitu individu merasa

    kejadian dalam hidupnya dikendalikan dari luar dirinya seperti

    keberuntungan, nasib, peluang dsb; 3) kecenderungan eksternal powerfull

    others, yaitu individu merasa peristiwa dalam hidupnya dikendalikan

    kekuasaan orang lain (www.ballarat.edu.au/bssh/psych/rot.htm - 8k).

    Seseorang kemungkinan memiliki faktor internal lebih besar dari

    pada faktor eksternal, demikian juga sebaliknya. Keyakinan seseorang

    akan locus of control ada pada sepanjang kontinum tersebut, semakin

    dominan locus of control internal seseorang akan semakin lemah locus of

    control eksternalnya, dan sebaliknya (London dan Exner, 1978:264).

    Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

    individu dengan locus of control internal adalah individu yang merasakan

    adanya hubungan antara usaha yang dilakukannya dengan akibat-akibat

    yang diterimanya. Sedangkan individu dengan locus of control eksternal

    merasa bahwa akibat yang terjadi pada dirinya merupakan akibat yang

    didapat di…………………………………………………………………

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 12

    berasal dari campur tangan orang lain, nasib, keberuntungan dan juga

    karena suatu kesempatan.

    3. Perbedaan orientasi locus of control internal dan eksternal

    Dengan adanya perbedaan individu dengan locus of control

    internal dan individu dengan locus of control eksternal ternyata

    berdampak pada adanya perbedaan sikap, sifat perilaku dan cara

    hidupnya. Dalam hubungan dengan orang lain, individu dengan locus of

    control internal cenderung untuk tidak mudah terpengaruh, mempunyai

    rasa percaya diri yang tinggi, mempunyai motif berprestasi yang tinggi.

    Orang yang mempunyai locus of control internal kurang konformis

    karena rasa percaya diri yang dimilikinya begitu tinggi dan dapat

    melakukan kontrol dengan kemampuannya sendiri, mengandalkan

    kemampuan dan keterampilan dirinya serta usaha-usaha yang

    dilakukannya.

    Seseorang dengan locus of control eksternal cenderung menarik

    diri, penyesuaian diri kurang baik dan konformis terhadap otoritas

    (Lefcourt, 1969 dalam London dan Exner, 1978:278). Individu dengan

    locus of control eksternal cenderung conform terhadap pengaruh-

    pengaruh dari luar, memiliki anggapan bahwa kegagalan yang terjadi

    disebabkan oleh faktor dari luar dirinya. Individu juga cenderung

    mempunyai sikap menyerah, pesimis, pasrah, merasa tak berdaya dan

    memiliki kecemasan yang tinggi.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 13

    Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan individu

    mempunyai kecenderungan locus of control internal apabila individu

    merasakan adanya hubungan antara usaha yang dilakukan dengan akibat-

    akibat yang diterimanya, sedang individu dengan kecenderungan locus of

    control eksternal merasa bahwa akibat-akibat yang diterimanya adalah

    berasal dari kesempatan, nasib, campur tangan orang lain dan

    keberuntungan.

    4. Faktor-faktor pembentuk locus of control

    Locus of control dikembangkan dari teori belajar sosial (social

    learning theory), berarti bahwa locus of control berhubungan dengan

    lingkungan sekitarnya. Lingkungan sekitar mempunyai pengaruh yang

    dominan dalam pembentukan pribadi menjadi individu dengan locus of

    control internal atau menjadi individu dengan locus of control eksternal.

    Locus of control bukan merupakan suatu konsep yang ada dalam

    diri individu yang bersifat bawaan namun terbentuk dan berkembang

    dikarenakan berbagai faktor. Karena bukan bersifat bawaan, maka locus

    of control dapat berubah dan berkembang tergantung dari kemauan dan

    kemampuan setiap individu. Faktor-faktor yang bisa membentuk dan

    mengembangkan locus of control sebagai berikut (London dan Exner,

    1978:291).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 14

    Faktor- faktor yang mempengaruhinya adalah:

    a. Faktor usia

    Seiring anak berkembang, ia menjadi seorang manusia yang lebih

    efektif, sehingga ia meningkatkan kepercayaan bahwa dirinya

    mampu mengendalikan bermacam-macam hal dan kejadian dalam

    hidunya. Dengan kata lain, locus of control bergerak dari

    kecenderungan eksternal ke arah internal sejalan dengan

    bertambahnya usia.

    b. Pengalaman akan suatu perubahan

    Penelitian Kiehlbauch (1967) dalam London dan Exner (1978:292)

    menemukan bahwa teman serumah yang masih baru menunjukkan

    locus of control yang relatif lebih eksternal dari pada teman serumah

    yang telah lama bersama. Locus of control teman serumah yang akan

    berpisah juga cenderung bergeser ke arah eksternal. Keadaan yang

    cenderung labil dan tak pasti selama masa transisi mendorong locus

    of control individu ke arah eksternal.

    c. Generalitas dan stabilitas perubahan

    Adanya berbagai perubahan di tempat tinggal sekitar akan

    mempengaruhi locus of control, misalnya adanya bom nuklir,

    perang, skandal politik. Pengalaman dari perubahan peristiwa

    tersebut menyebabkan kecenderungan ke arah locus of control

    eksternal. Perilaku individu mengalami pergeseran dari rasa aman

    menjadi rasa takut dan kehilangan kemampuan untuk menganalisa

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 15

    dan mempersiapkan diri terhadap jalannya peristiwa dalam hidup

    mereka.

    d. Pelatihan dan pengalaman

    De Charms dalam London dan Exner 1978:293 berhasil

    membuktikan efektifitas program pelatihan untuk meningkatkan

    locus of control internal. Selain itu, penelitian Barnes (dalam

    London dan Exner, 1978:293) menemukan bahwa pengalaman

    berkemah yang terstruktur dapat meningkatkan locus of control

    internal. Demikian pula dengan penelitian Levens serta Gottesfeld

    dan Dozier (dalam London dan Exner, 1978:293) mengenai

    pengalaman berorganisasi dalam masyarakat. Penelitian-penelitian

    tersebut menunjukkan bahwa locus of control dapat berubah karena

    pengalaman-pengalaman yang bisa meningkatkan kepercayaan diri,

    keberanian dan kemandirian pribadi.

    e. Efek terapi

    Beberapa peneliti (Lefcourt, Dua, Gillis dan Jessor, Smith dalam

    London dan Exner, 1978:293) menunjukkan bahwa psikoterapi

    berpengaruh positif terhadap perubahan locus of control internal.

    Psikoterapi bertujuan meningkatkan kemampuan individu dalam

    mengatasi masalah-masalahnya.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 16

    B. Kultur Keluarga

    1. Pengertian kultur keluarga

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1992:473), kultur merujuk

    pada istilah kebudayaan yang berarti keseluruhan cara hidup, cara berpikir,

    dan pandangan hidup masyarakat di suatu tempat. Dalam ilmu antropologi

    istilah kultur digunakan untuk menjelaskan: (1) keunikan sekelompok

    masyarakat dibandingkan kelompok masyarakat lainnya; (2) mengapa

    perilaku sekelompok masyarakat dapat bertahan dari satu generasi ke

    generasi lainnya (Kotter dan Heskett, 1992:3-4).

    Hingga saat ini muncul berbagai definisi kultur dari para teoritikus

    dan peneliti. Schien (1985:9) mendefinisakan kultur sebagai:

    “a pattern of basic assumption invented, or developed by a group as it learns to cope with its problems of external adaptation and internal integration that has worked well enough to be considered valid and therefore to be taught to new members as the correct way to perceived, think, and feel in relation to those problems”.

    Kultur merupakan asumsi dasar yang ditemukan, dipahami, dan

    dikembangkan oleh anggota kelompok/grup. Karena asumsi terbukti benar

    saat digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi kelompok,

    maka asumsi tersebut diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara

    pandang, pola pikir, dan perasaan yang benar ketika menghadapi masalah di

    masa mendatang.

    Hofstede (1991:5) mengartikan kultur sebagai:

    “ a collective phenomenon, because it is at least partly shared with people who live or lived within the same social environment, which is there it was learned. It is the collective programming of the mind wich distinguishes the members of one group or category of people from another.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 17

    Hofstede (1991:4) menyebut kultur sebagai : “software of the mind”.

    Substansi perbedaan tersebut lebih tampak pada praktik kultur daripada

    nilai-nilai. Sebagai bentuk pemrograman mental secara kolektif, kultur

    cenderung sulit berubah, kalaupun berubah akan membutuhkan waktu yang

    lama dan perlahan-lahan.

    2. Dimensi kultur keluarga

    Kultur dalam suatu kelompok cenderung sangat sulit untuk berubah,

    jikalau berubah ini akan membutuhkan waktu yang lama dan secara

    bertahap. Hal ini disebabkan karena kultur telah terkristalisasi ke dalam

    lembaga yang telah mereka bangun selama ini. La Midjan (1995:7)

    menyebut bahwa lembaga yang dimaksud antara lain: struktur keluarga,

    struktur pendidikan, organisasi keagamaan, asosiasi-asosiasi, bentuk

    pemerintahan, organisasi kerja, lembaga hukum, kepustakaan, pola tata

    ruang, bentuk bangunan gedung, dan juga teori-teori ilmiah.

    Kultur dapat dibedakan ke dalam enam tingkatan, yaitu: a national

    level, a regional level etc, a gender level, a generation level, a social class

    level, dan an organization or coporate level (Hofstede, 1991:10). Pada

    tingkatan nasional, kultur dapat dikenali berdasarkan dimensi yang

    mencakup: power distance (from small to large), collectivism vs

    individualism, femininity vs masculinity, dan uncertainty avoidance (from

    weak to strong).

    Dimensi power distance (jarak kekuasaan) merupakan tingkat dalam

    nama kekuasaan anggota dalam institusi didistribusikan secara berbeda.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 18

    Dimensi individualism menggambarkan suatu masyarakat dimana pertalian

    antar individu cenderung memudar. Dimensi collectivism menunjukkan

    suatu kondisi kelompok di mana individu sejak lahir diintegrasikan secara

    kuat sehingga mereka menjadi sangat loyal. Dimensi masculinity

    menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender terdapat

    perbedaan yang jelas. Dimensi femininity menunjukkan masyarakat dimana

    individu akan merasa terancam dalam suatu ketidakpastian. Dimensi

    uncertainty avoidance menunjukkan suatu perasaan cemas masyarakat dan

    adanya ketidakpastian serta situasi dualisme serta usaha untuk

    menghindarinya.

    Dimensi power distance mencakup indikator: aturan dan norma dalam

    keluarga, menghormati orang tua dan orang yang lebih tua, orang tua

    mempunyai otoritas, dan ketergantungan. Indikator dari collectivism vs

    individualism, mencakup: demokrasi dalam keluarga, kesetiaan kepada

    kelompok adalah sumber daya bersama, mampu mengelola keuangan,

    upacara keagamaan tidak boleh dilupakan, merasa bersalah jika melanggar

    peraturan, dan keluarga menjadi tempat bersatunya keluarga. Indikator dari

    femininity vs masculinity, mencakup: relasi antara orang tua dan anak ada

    jarak, perbedaan peran orang tua, peran wanita lebih rendah dari pria, dan

    belajar bersama menjadi rendah hati. Indikator dari uncertainty avoidance

    mencakup: toleransi terhadap situasi yang tidak pasti dan mempunyai

    inisiatif, keluarga menjadi tempat belajar, dan memiliki aturan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 19

    C. Kultur Sekolah

    1. Pengertian kultur sekolah

    Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh

    suatu kelompok masyarakat, yang mencakup cara berfikir, perilaku, sikap,

    nilai yang tercermin baik dalam bentuk fisik maupun abstrak. Kultur ini

    juga dapat dilihat sebagai suatu perilaku, nilai-nilai, sikap hidup, dan cara

    hidup untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan, dan sekaligus

    cara untuk memandang persoalan dan memecahkannya. Oleh karena itu,

    suatu kultur secara alami akan diwariskan oleh satu generasi kepada

    generasi berikutnya.

    Sekolah merupakan lembaga utama yang didesain untuk

    memperlancar proses transmisi kultural antar generasi tersebut.

    Antropolog Clifford Geertz (dalam Sumarni, 2005) mendefinisikan kultur

    sebagai pola nilai, norma, sikap hidup, ritual, dan kebiasaan yang baik

    dalam lingkungan sekolah, sekaligus cara memandang persoalan dan

    memecahkannya. Merujuk pada konteks organisasi (Depdiknas, 2002)

    kultur adalah kualitas kehidupan yang diwujudkan dalam aturan-aturan

    atau norma, tata kerja, kebiasaan, gaya seorang anggota. Kualitas itu

    tumbuh dan berkembang sesuai nilai-nilai dan spirit atau keyakinan yang

    dianut oleh organisasi. Kultur dapat dipahami dari dua sisi batiniah dan

    lahiriah. Dari sisi batiniah berupa nilai, prinsip, semangat, keyakinan yang

    dianut oleh organisasi. Pada sisi lahiriah berupa aturan atau prosedur yang

    mengatur hubungan antar anggota organisasi baik formal maupun

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 20

    informal, prosedur kerja yang harus diikuti anggota organisasi, kebiasaan

    kerja yang dimiliki keseluruhan anggota kelompok.

    Kultur sekolah merupakan suatu sistem sosial yang mempunyai

    organisasi yang unik dan pola relasi sosial diantara anggotanya yang

    bersifat unik pula (Vembrianto, 1993:81-82). Tiap-tiap sekolah

    mempunyai kultur yang bersifat unik. Tiap-tiap sekolah mempunyai

    aturan, kebiasaan, serta lambang-lambang yang memberikan corak khas

    kepada sekolah yang bersangkutan. Kultur mempunyai pengaruh

    mendalam terhadap proses dan cara belajar siswa. Apa yang dihayati siswa

    berupa sikap dalam belajar, sikap terhadap kewibawaan dan juga sikap

    terhadap nilai-nilai bukan berasal dari kurikulum sekolah yang bersifat

    formal melainkan berasal dari kultur sekolah.

    Kultur sekolah diartikan sebagai kualitas kehidupan sebuah

    sekolah yang tumbuh dan berkembangan berdasarkan nilai atau spirit yang

    dianut sekolah tersebut. Kualitas ini mewujudkan pada keseluruhan

    anggota sekolah (Depdiknas, 2002). Jadi, sesuai dengan hal yang terkait

    dengan kultur, maka kultur sekolah bisa diartikan sebagai suatu nilai yang

    dianut oleh sekolah yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya

    kualitas kehidupan sekolah.

    Menurut Dapiyanta (1995:93), kultur sekolah merupakan

    perilaku lahir batin dari komunitas sekolah dalam menjalankan kehidupan

    sekolah yang berpola dan mentradisi. Mentradisi disini tidak berarti

    berhenti, melainkan dinamis dan selalu berproses. Kultur sekolah yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 21

    positif dapat menghasilkan produk kultur yang baik seperti: peningkatan

    kinerja individu dan kelompok, peningkatan kinerja sekolah dan institusi,

    terjamin hubungan yang sinergi antara warga sekolah, timbul iklim

    akademik yang baik serta interaksi yang menyenangkan.

    Berdasarkan pengertian kultur tersebut di atas, kultur sekolah

    dapat dideskripsikan sebagai pola nilai-nilai, norma-norma, sikap, ritual,

    mitos dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang

    sekolah.

    2. Dimensi kultur sekolah

    Kultur dapat dibedakan ke dalam enam tingkatan, yaitu: a

    national level, a regional level etc, a gender level, a generation level, a

    social class level, dan an organizational or corporate level (Hofstede,

    1991:10). Pada tingkat nasional kultur dapat dikenali berdasarkan dimensi

    yang mencakup: power distance, collectivism vs individualism, femininity

    vs masculinity, dan uncertainty avoidance (from weak to strong).

    Dimensi power distance (jarak kekuasaan) merupakan tingkat

    dalam nama kekuasaan anggota dalam institusi didistribusikan secara

    berbeda. Dimensi individualism menggambarkan suatu masyarakat dimana

    pertalian antar individu cenderung memudar. Dimensi collectivism

    menunjukkan suatu kondisi kelompok dimana individu sejak lahir

    diintegrasikan secara kuat sehingga mereka menjadi sangat loyal. Dimensi

    masculinity menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender

    terhadap perbedaan yang jelas. Dimensi femininity menunjukkan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 22

    masyarakat dimana individu akan merasa terancam dalam suatu

    ketidakpastian. Dimensi uncertainty avoidance menunjukkan suatu

    perasaan cemas masyarakat dan adanya ketidakpastian serta situasi

    dualisme serta usaha untuk menghindarinya.

    Dimensi power distance mencakup indikator: perlakuan guru

    terhadap proses pembelajaran, proses pembelajaran terpusat pada siswa,

    kesempatan bertanya, kebebasan menyampaikan kritik, komunikasi dua

    arah (di kelas), peran orang tua di sekolah, aturan dan norma di sekolah,

    pengembangan kemampuan dan bakat, dan orang tua diuntungkan dengan

    proses pembelajaran sekolah. Indikator dari collectivism vs individualism,

    mencakup: kebebasan mengungkapkan pendapat, penyelesaian tugas dari

    guru, tingkat penerimaan diri oleh orang lain, sikap positif dalam

    mengerjakan tugas, dan tujuan berprestasi. Indikator dari femininity vs

    masculinity, mencakup: suasana kompetisi kelas, berorientasi pada

    prestasi, dan kompetesi guru. Indikator dari uncertainty avoidance,

    mencakup: tingkat penerimaan siswa dengan kekurangan guru, kejelasan

    guru dalam menerangkan, dan kedekatan hubungan antara guru, siswa dan

    orang tua.

    D. Kecerdasan Emosional

    1. Definisi kecerdasan emosional

    Kecerdasan emosional atau emotional intelligence adalah

    kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 23

    kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi

    dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain

    (Goleman, 1999:512). Kecerdasan emosional mencakup kemampuan yang

    berbeda-beda, tetapi saling melengkapi, dengan kecerdasan akademik

    (academic intelligence), yaitu kemampuan-kemampuan kognitif murni

    yang diukur dengan IQ.

    Definisi lain diberikan oleh ahli yang menciptakan istilah

    kecerdasan emosional, yakni John Mayer dan Peter Salovey (dalam

    Goleman, 1999:513) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai

    kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang

    lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran

    dan tindakan.

    Dua macam kecerdasan yang berbeda ini, intelektual dan

    emosional mengungkapkan aktivitas bagian-bagian yang berbeda dalam

    otak. Kecerdasan intelektual terutama didasarkan pada kerja neokorteks,

    lapisan yang dalam evolusi berkembang paling akhir di bagian atas otak.

    Sedangkan pusat-pusat emosi berada di bagian otak yang lebih dalam,

    dalam subkorteks yang secara evolusi lebih kuno. Kecerdasan emosional

    dipengaruhi oleh kerja pusat-pusat emosi ini, tetapi dalam keselarasan

    dengan pusat-pusat intelektual.

    2. Ciri-ciri kecerdasan emosional

    Salovey dan Mayer (Goleman, 1999:513) mendefinisikan

    kecerdasan emosional sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 24

    perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu

    untuk memandu pikiran dan tindakan. Dasar-dasar kecakapan emosional

    dan sosial menurut Goleman adalah:

    a. Kesadaran diri; mengetahui apa yang kita rasakan pada saat, dan

    menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri;

    memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri dan

    kepercayaan diri yang kuat.

    b. Pengaturan diri; menangani emosi kita sedemikian sehingga

    berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati

    dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran;

    mampu pulih kembali dari tekanan emosi.

    c. Motivasi; menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk

    menggerakkan dan menuntun kita menuju sasaran, membantu kita

    mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, dan untuk bertahan

    menghadapi kegagalan dan frustasi.

    d. Empati; merasakan yang dirasakan orang lain, mampu memahami

    perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan

    menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang.

    e. Ketrampilan sosial; menangani emosi dengan baik ketika berhubungan

    dengan orang lain, dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan

    sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan-

    keterampilan untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah

    dalam …….………………………………………………………….

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 25

    dan menyelesaikan perselisihan, dan untuk bekerjasama dan bekerja

    dalam tim.

    3. Perbedaan kecerdasan emosional dan kecakapan emosional

    Goleman (1999:39) membedakan antara kecerdasan emosional

    dan kecakapan emosi. Goleman berpendapat bahwa kecakapan emosi

    adalah kecakapan hasil belajar yang didasarkan pada kecerdasan

    emosional. Inti kecakapan emosi adalah dua kemampuan: empati, yang

    melibatkan kemampuan membaca perasaan orang lain, dan keterampilan

    sosial yang berarti mampu mengelola perasaan orang lain dengan baik.

    Sedangkan kecerdasan emosional menentukan potensi kita untuk

    mempelajari keterampilan-keterampilan praktis yang didasarkan pada lima

    unsurnya: kesadaran diri, motivasi, pengaturan diri, empati dan kecakapan

    dalam membina hubungan dengan sesama.

    Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan kecerdasan

    emosional adalah kemampuan individu untuk menyadari perasaan diri

    pada saat ini, memotivasi diri, berempati, mampu mengatur emosinya dan

    mampu menjalin hubungan baik dengan orang lain. Kelima aspek tersebut

    akan mendasari penelitian ini.

    E. Prestasi Belajar

    1. Pengertian prestasi belajar

    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:700), prestasi

    adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 26

    dsb), sedangkan prestasi belajar adalah penguasaaan pengetahuan atau

    ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditujukan

    dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru. Menurut Arifin

    (1990:3) prestasi yang dimaksud tidak lain adalah kemampuan,

    keterampilan, dan sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu hal.

    Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung

    dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-

    perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan sikap (W.S

    Winkel, 2004:59). Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku

    seseorang terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh

    pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan

    tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon

    pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (Hilgard

    dan Bower dalam Ngalim Purwanto, 1990:84). Belajar merupakan suatu

    proses yang tidak dapat dilihat dengan nyata; proses itu terjadi di dalam

    diri seseorang yang sedang mengalami belajar.

    Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar

    adalah penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang dikembangkan oleh

    mata pelajaran lazimnya ditunjukkan dengan nilai/angka hasil tes yang

    diberikan oleh guru. Keberhasilan dalam kegiatan yang disebut belajar

    akan nampak dalam prestasi belajar yang diraihnya. Prestasi belajar dapat

    diketahui dari hasil evaluasi belajarnya. Evaluasi merupakan pemberian

    keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 27

    gagasan, cara kerja, pemecahan metode materiil, dsb (Nana Sudjana,

    1992:28). Usaha untuk mengevaluasi hasil belajar, biasanya dilakukan

    dengan mengadakan pengukuran dalam bentuk tertulis, lisan maupun

    praktek yang kemudian diberi skor yang biasanya berwujud angka. Hasil

    dari pengukuran ini merupakan informasi-informasi atau data yang

    diwujudkan dalam bentuk angka-angka yang disebut prestasi belajar.

    Prestasi belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

    penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan oleh mata

    pelajaran. Lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka yang diberikan

    guru. Kegiatan penilaian, yaitu suatu tindakan untuk melihat sejauh mana

    tujuan instrusional telah dapat dicapai oleh siswa-siswi dalam hasil belajar.

    2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

    Faktor–faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dapat

    digolongkan menjadi dua, yaitu (Dimyati dan Mujiono, 1999;235-253):

    a. Faktor internal :

    1) Sikap terhadap belajar

    Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang

    sesuatu yang membawa diri sesuai dengan penilaian tentang

    sesuatu, mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak,

    atau mengabaikan kesempatan belajar.

    2) Motivasi belajar

    Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong

    terjadinya proses belajar. Motivasi ini dapat menjadi lemah.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 28

    Lemahnya motivasi, atau tiada motivasi belajar akan

    melemahkan kegiatan belajar yang selanjutnya mutu hasil belajar

    akan menjadi rendah. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri

    sendiri (siswa) perlu diperkuat terus menerus agar siswanya

    memiliki hasil belajar yang baik hingga pada akhirnya nanti

    semakin meningkatkan motivasi berprestasi.

    3) Konsentrasi belajar

    Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan

    perhatian pada pelajaran yang tertuju pada isi bahan belajar

    maupun proses memperolehnnya. Untuk memperkuat perhatian

    pada pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam

    strategi belajar mengajar, dan memperhitungkan waktu belajar

    serta selingan istirahat.

    4) Mengolah bahan belajar

    Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk

    menerima isi dan cara memperoleh ajaran yang dikembangkan di

    berbagai mata pelajaran sehingga lebih bermakna bagi siswa. Isi

    bahan belajar berupa pengetahuan, nilai kesusilaan, nilai agama,

    kesenian, serta ketrampilan mental dan jasmani. Cara

    memperoleh ajaran berupa bagaimana menggunakan kamus,

    daftar logaritma, atau rumusan matematika.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 29

    5) Menyimpan perolehan hasil belajar

    Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan

    menyimpan isi pesan dan cara peroleh pesan. Kemampuan

    menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam waktu yang

    pendek (hasil belajar cepat dilupakan) dan waktu yang lama

    (hasil belajar tetap dimiliki siswa). Proses belajar terdiri dari

    proses penerimaan, pengolahan, dan pengaktifan yang berupa

    penguatan serta pembangkitan kembali untuk dipergunakan.

    Dalam kehidupan sebenarnya tidak berarti semua proses tersebut

    berjalan lancar, akibatnya proses penggunaan hasil belajar

    terganggu.

    6) Kemampuan berprestasi

    Kemampuan berprestasi merupakan suatu puncak proses belajar

    yang membuktikan keberhasilan belajar dalam memecahkan

    tugas-tugas belajar atau mentrasfer hasil belajar. Kemampuan

    berprestasi terpengaruh oleh proses penerimaan, pengaktifan,

    pra-pengolahan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan

    dan pengalaman.

    7) Cita-cita siswa

    Cita-cita sebagai motivasi intrinsik perlu didikan yang harus

    dimulai sejak sekolah dasar. Cita-cita merupakan wujud

    ekplorasi dan emansipasi siswa.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 30

    b. Faktor eksternal :

    1) Guru sebagai pembina siswa belajar

    Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia mengajar bidang studi

    yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik

    generasi muda bangsanya. Sebagai pendidik, ia memusatkan

    perhatian kepribadian siswa, khususnya berkenaan dengan

    kebangkitan belajar yang merupakan wujud emansipasi diri

    siswa. Sebagai pengajar, guru bertugas mengelola kegiatan

    belajar siswa di sekolah. Adapun tugas pengelolaan pembelajaran

    siswa meliputi: membangun hubungan baik dengan siswa,

    menggairahkan minat, perhatian dan memperkuat motivasi

    belajar untuk berprestasi, mengorganisasi belajar, melaksanakan

    pendekatan pembelajaran secara tepat, mengevaluasi hasil belajar

    secara jujur dan obyektif, melaporkan hasil belajar kepada orang

    tua/wali siswa.

    2) Prasarana dan sarana pembelajaran

    Lengkapnya prasarana dan sarana pembelajaran merupakan

    kondisi pembelajaran yang baik. Hal ini tidak berarti lengkapnya

    prasarana dan sarana menetukan jaminan terselenggaranya proses

    belajar dengan baik.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 31

    3) Faktor keluarga

    Hubungan yang baik antar anggota keluarga dapat membantu

    dalam kegiatan belajar anak, sehingga dimungkinkan prestasi

    belajar menjadi baik.

    4) Faktor lingkungan

    Lingkungan di mana siswa tinggal yang dapat berpengaruh

    terhadap kehidupan siswa.

    5) Kurikulum sekolah

    Program pembelajaran di sekolah mendasarkan pada suatu

    kurikulum. Kurikulum yang diberlakukan sekolah adalah

    kurikulum yang disyahkan oleh pemerintah, atau suatu

    kurikulum yang disyahkan oleh suatu yayasan pendidikan dan

    disusun berdasarkan kemajuan masyarakat. Perubahan kurikulum

    dapat mempengaruhi: tujuan yang akan dicapai, isi pendidikan,

    kegiatan belajar mengajar, evaluasi yang dapat berubah.

    Perubahan kurikulum dapat menimbulkan masalah bagi guru,

    siswa maupun elemen-elemen dalam sekolah dan juga orang tua

    siswa.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 32

    F. Kerangka Teoretik dan Hipotesis

    1. Pengaruh locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional

    dengan prestasi belajar.

    Locus of control merupakan suatu keyakinan atau kepercayaan

    dari individu atas penentu hidupnya. Dimensi locus of control meliputi

    locus of control internal dan locus of control eksternal. Locus of control

    internal adalah individu yang merasakan adanya hubungan antara usaha

    yang dilakukannya dengan akibat-akibat yang diterimanya. Sedangkan

    locus of control eksternal adalah individu yang merasa bahwa akibat yang

    terjadi pada dirinya merupakan akibat yang berasal dari campur tangan

    orang lain, nasib, keberuntungan dan juga karena suatu kesempatan.

    Seorang individu dengan demikian dapat diklasifikasikan ke dalam locus

    of control internal atau locus of control eksternal.

    Derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar

    diduga kuat berbeda pada locus of control yang berbeda. Pada locus of

    control internal, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi

    belajar siswa akan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki

    locus of control eksternal. Hal demikian disebabkan siswa memiliki

    keyakinan bahwa apa yang terjadi pada dirinya disebabkan oleh dirinya

    sendiri sehingga berdasarkan kesadaran itu siswa akan belajar giat untuk

    mencapai prestasi belajar. Sebaliknya siswa dengan locus of control

    eksternal cenderung lebih pasrah dan menerima nasibnya.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 33

    Berdasarkan penjelasan di atas diturunkan hipotesis sebagai berikut:

    H 1 : Ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara

    kecerdasan emosional dengan prestasi belajar.

    2. Pengaruh kultur keluarga pada hubungan antara kecerdasan emosional

    dengan prestasi belajar

    Kultur keluarga adalah suatu nilai-nilai yang dimiliki suatu

    masyarakat/keluarga yang merupakan hasil kajian/pengalaman yang

    berlangsung turun temurun. Kultur keluarga dapat diklasifikasikan ke

    dalam empat dimensi, meliputi: 1). power distance; 2). collectivism vs

    individualism; 3). femininity vs masculinity; 4). uncertainty avoidance.

    Derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar

    diduga kuat berbeda pada kultur keluarga yang berbeda. Pada kultur

    keluarga yang bercirikan power distance kecil, derajat hubungan

    kecerdasan emosional siswa lebih tinggi dibandingkan siswa yang berasal

    dari kultur keluarga dengan power distance besar. Hal ini disebabkan

    siswa yang berasal dari kultur keluarga dengan power distance kecil yang

    tampak dari ketaatan pada norma keluarga, menghormati orang tua, orang

    tua punya otoritas, dan punya ketergantungan orang tua maka kecerdasan

    emosionalnya lebih tinggi. Sebaliknya pada siswa yang berasal dari kultur

    keluarga dengan power distance besar, maka kecerdasan emosionalnya

    rendah.

    Pada kultur keluarga yang bercirikan collectivism, derajat

    hubungan kecerdasan emosional siswa lebih tinggi dibandingkan siswa

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 34

    yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan individualism. Hal ini

    disebabkan siswa yang berasal dari kultur keluarga bercirikan collectivism

    yang tampak dari adanya demokrasi dalam keluarga, setia pada kelompok,

    mampu mengelola keuangan untuk keluarga, merasa bersalah jika

    melanggar peraturan, dan keluarga menjadi tempat berkumpul anggota

    keluarga maka kecerdasan emosionalnya lebih tinggi. Sebaliknya pada

    siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan individualism,

    maka kecerdasan emosionalnya rendah.

    Pada kultur keluarga yang bercirikan femininity, derajat

    hubungan kecerdasan emosional siswa lebih rendah dibandingkan siswa

    yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan masculinity. Hal ini

    disebabkan siswa yang berasal dari kultur keluarga bercirikan femininity

    yang tampak dari adanya jarak relasi antara anak dan orang tua, perbedaan

    peran orang tua, peran wanita lebih rendah dari pria, dan belajar bersama

    menjadi rendah hati maka kecerdasan emosionalnya lebih rendah.

    Sebaliknya pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang bercirikan

    masculinity, maka kecerdasan emosionalnya lebih tinggi.

    Pada kultur keluarga yang bercirikan uncertainty avoidance

    lemah, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar

    siswa lebih tinggi dibandingkan siswa yang berasal dari kultur keluarga

    yang bercirikan uncertainty avoidance kuat. Hal ini disebabkan siswa yang

    berasal dari kultur keluarga bercirikan uncertainty avoidance lemah yang

    tampak dari adanya inisiatif terhadap situasi yang tidak pasti, keluarga

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 35

    menjadi tempat untuk belajar, dan memiliki aturan maka kecerdasan

    emosionalnya lebih tinggi. Sebaliknya pada siswa yang berasal dari kultur

    keluarga yang bercirikan uncertainty avoidance kuat, maka kecerdasan

    emosionalnya lebih rendah.

    Berdasarkan penjelasan di atas diturunkan hipotesis sebagai berikut:

    H 2 : Ada pengaruh positif kultur keluarga pada hubungan antara

    kecerdasan emosional dengan prestasi belajar.

    3. Pengaruh kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional

    dengan prestasi belajar.

    Kultur sekolah adalah suatu nilai yang dianut oleh sekolah yang

    mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya kualitas kehidupan sekolah.

    Kultur sekolah dapat diklasifikasikan ke dalam empat dimensi, meliputi:

    1). power distance; 2). collectivism vs individualism; 3). femininity vs

    masculinity; 4). uncertainty avoidance.

    Derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar

    siswa diduga kuat berbeda pada kultur sekolah yang berbeda. Pada kultur

    sekolah yang bercirikan power distance kecil, derajat hubungan

    kecerdasan emosional siswa akan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa

    yang berasal dari kultur sekolah dengan power distance besar. Hal ini

    disebabkan siswa yang berasal dari sekolah dengan power distance kecil

    yang tampak dari adanya pembelajaran berpusat pada siswa, kesempatan

    bertanya, bebas berpendapat, ada komunikasi dua arah, orang tua

    mempunyai peran, pengembangan kemampuan dan bakat, dan aturan serta

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 36

    norma di sekolah maka kecerdasan emosionalnya lebih tinggi. Sebaliknya

    siswa yang berasal dari kultur sekolah dengan power distance besar, maka

    kecerdasan emosionalnya lebih rendah.

    Pada kultur sekolah yang bercirikan collectivism, derajat

    hubungan kecerdasan emosional siswa lebih rendah dibandingkan siswa

    yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan individualism. Hal ini

    disebabkan siswa yang berasal dari kultur sekolah bercirikan individualism

    yang tampak dari adanya kebebasan mengungkapkan pendapat,

    penyelesaian tugas, tingkat penerimaan diri terhadap orang lain, bersikap

    positif dalam mengerjakan tugas, dan punya tujuan untuk berprestasi maka

    kecerdasan emosionalnya lebih tinggi. Sebaliknya pada siswa yang berasal

    dari kultur sekolah yang bercirikan collectivism, maka kecerdasan

    emosionalnya rendah.

    Pada kultur sekolah yang bercirikan femininity, derajat hubungan

    kecerdasan emosional siswa lebih rendah dibandingkan siswa yang berasal

    dari kultur sekolah yang bercirikan masculinity. Hal ini disebabkan siswa

    yang berasal dari kultur sekolah bercirikan femininity yang tampak dari

    kurang adanya kompetensi di dalam kelas, siswa kurang berorientasi pada

    prestasi, dan kurangnya kompetensi guru, maka kecerdasan emosionalnya

    lebih rendah. Sebaliknya pada siswa yang berasal dari kultur sekolah yang

    bercirikan masculinity, maka kecerdasan emosionalnya lebih tinggi.

    Pada kultur sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance

    lemah, derajat hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 37

    siswa lebih tinggi dibandingkan siswa yang berasal dari kultur sekolah

    yang bercirikan uncertainty avoidance kuat. Hal ini disebabkan siswa yang

    berasal dari kultur sekolah bercirikan uncertainty avoidance lemah yang

    tampak dari adanya kejelasan guru dalam menerangkan, kedekatan

    hubungan antara guru, siswa dan orang tua, dan tingkat penerimaan siswa

    dengan kekurangan guru maka kecerdasan emosionalnya lebih tinggi.

    Sebaliknya pada siswa yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan

    uncertainty avoidance kuat, maka kecerdasan emosionalnya lebih rendah.

    Berdasarkan penjelasan di atas diturunkan hipotesis sebagai berikut:

    H 3 : Ada pengaruh positif kultur sekolah pada hubungan antara

    kecerdasan emosional dengan prestasi belajar.

    Berikut ini gambar hubungan antara variabel satu dengan variabel lain:

    KECERDASAN EMOSIONAL

    KULTUR SEKOLAH

    LOCUS OF CONTROL

    KULTUR KELUARGA

    PRESTASI BELAJAR

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian

    Penelitian ini termasuk jenis penelitian verificative research dengan

    metode explanatory survey. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan apa

    yang akan terjadi bila variabel-variabel tertentu dikontrol atau dimanipulasi

    secara tertentu (Mardalis, 1990:26). Penelitian ini dimaksudkan untuk

    mendapatkan kejelasan atas pengaruh variabel locus of control, kultur

    keluarga dan kultur sekolah terhadap hubungan antara kecerdasan emosional

    terhadap prestasi belajar siswa.

    B. Tempat dan Waktu Penelitian

    1. Tempat penelitian

    Penelitian dilaksanakan di SMP-SMP Negeri dan Swasta di Kabupaten

    Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

    2. Waktu penelitian

    Penelitian dilakukan pada bulan Februari- Mei 2007

    C. Subjek dan Objek Penelitian

    1. Subjek penelitian

    Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMP Swasta dan SMP Negeri

    kelas IX yang ada di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

    38

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 39

    2. Objek Penelitian:

    Objek penelitian ini adalah locus of control, kultur keluarga, kultur

    sekolah, kecerdasan emosional, dan prestasi belajar.

    D. Variabel Penelitian dan Pengukurannya

    1. Variabel locus of control

    Locus of control merupakan suatu keyakinan atau kepercayaan diri

    individu atas penentu hidupnya. Dimensi locus of control meliputi locus of

    control internal dan locus of control eksternal. Dimensi locus of control

    didasarkan pendapat dari Rotter yang terdiri dari status-recognition,

    dominance, independence, protection-dependency, love and affection, dan

    physical comfort. Berikut disajikan tabel operasionalnya (lampiran 1):

    Tabel 3.1

    Tabel Operasional Variabel Locus of Control

    Dimensi Indikator No. Item

    1. Status-recognition (pengakuan status).

    a. Kebutuhan untuk dihargai. b. Ingin dianggap kompeten. c. Kesuksesan dalam berkarya.

    4,5,10,14,

    23

    2. Dominance (dominasi).

    a. Kebutuhan untuk mengontrol aktivitas orang lain.

    b. Kebutuhan untuk berkuasa.

    3,12,17, 22,24

    3. Independence (ketidaktergantungan).

    a. Keyakinan diri. b. Tergantung pada diri

    sendiri/usaha sendiri.

    8,9,11, 13,15,18, 21,25,28

    4. Protection-dependency (perlindungan-ketergantungan).

    a. Penghindaran terhadap frustasi dengan mencari perlindungan dan keamanan

    b. Ketergantungan pada orang lain.

    1,2,6,7, 19,29

    5. Love and affection (cinta dan kasih

    a. Kebutuhan untuk dicintai orang lain

    20,26

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 40

    sayang). b. Kehangatan, perhatian, cinta dan kasih sayang.

    6. Physical comfot (kenyamanan fisik).

    a. Kebutuhan akan kepuasan fisik (menghindari sakit, mencari kesenangan jasmani).

    27

    Pengukuran locus of control yang digunakan dalam penelitian ini

    merupakan pengembangan dari instrumen yang pernah digunakan

    Indriantoro (1993) yang bersumber pada penelitian Rotter (1966). Pada

    penelitian ini, item pertanyaan yang mengukur locus of control terdiri dari

    29 pertanyaan. Instrumen dibuat dalam bentuk format pilihan, yaitu

    pernyataan internal berpasangan dengan pernyataan eksternal. Nilai atau

    skor nol (0) diberikan untuk pernyataan eksternal yang dipilih, dan skor

    satu (1) untuk pernyataan internal yang dipilih. Jika total skor locus of

    control responden tinggi, maka responden tersebut cenderung memiliki

    internal locus of control, dan sebaliknya jika skor total locus of control

    resonden rendah, maka responden tersebut cenderung memiliki eksternal

    locus of control. Pengukuran locus of control pada penelitian didasarkan

    pada skala nominal. Skor 1= locus of control internal, sedangkan skor 0=

    locus of control eksternal.

    2. Variabel kultur keluarga

    Kultur keluarga adalah suatu nilai-nilai yang dimiliki suatu

    masyarakat/keluarga yang merupakan hasil kajian/pengalaman yang

    berlangsung turun temurun. nilai- nilai tersebut terlihat dari adanya pola

    pikir, sikap, rasa ataupun reaksi atas sesuatu yang terjadi. Kultur keluarga

    mempunyai beberapa dimensi, yaitu: power distance, collectivism vs

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 41

    individualism, femininity vs masculinity dan uncertainty avoidance.

    Masing- masing dimensi dijabarkan dalam bentuk indikator. Selanjutnya

    setiap indikator dijabarkan dalam bentuk pernyataan. Berikut ini disajikan

    tabel operasionalnya (lampiran 1):

    Tabel 3.2

    Tabel Operasional Variabel Kultur Keluarga

    No

    Dimensi Indikator No. Item

    1 Power distance

    a. Ketaatan pada norma dalam keluarga. b. Penghormatan pada orang tua dan

    orang yang lebih tua sebagai dasar kebaikan.

    c. Otoritas orang tua berpengaruh terus- menerus sepanjang hidup.

    d. Ketergantungan.

    1 2 3 4

    2 Collectivism vs

    individualism

    a. Demokrasi dalam keluarga. b. Kesetiaan kepada kelompok adalah

    sumber daya bersama. c. Mampu mengelola keuangan d. Upacara keagamaan tidak boleh

    dilupakan. e. Keluarga menjadi tempat bersatunya

    keluarga. f. Perasaan bersalah jika melanggar

    peraturan.

    5 6 7 8 9

    10,11

    3 Femininity vs

    masculinity

    a. Relasi orang tua dan anak ada jarak. b. Perbedaan peran orang tua. c. Peran wanita lebih rendah dari pria. d. Belajar bersama menjadi rendah hati.

    12 13 14 15

    4 Uncertainty avoidance

    a. Toleransi terhadap situasi yang tidak pasti dan mempunyai inisiatif.

    b. Keluarga menjadi tempat belajar. c. Kepemilikan aturan.

    16

    17 18

    Pengukuran variabel kultur keluarga didasarkan pada indikator-

    indikatornya. Masing-masing indikator dijabarkan dalam bentuk

    pernyataan yang ditanyakan dalam empat skala sikap, yaitu sangat setuju

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 42

    (SS) = 4; setuju (S) = 3; tidak setuju (TS) = 2; dan sangat tidak setuju

    (STS) =1

    3. Variabel Kultur Sekolah

    Kultur sekolah adalah suatu nilai yang dianut oleh sekolah yang

    mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya kualitas kehidupan sekolah.

    Kultur sekolah mempunyai beberapa dimensi, yaitu: power distance,

    collectivism vs individualism, femininity vs masculinity dan uncertainty

    avoidance. Masing- masing dimensi dijabarkan dalam bentuk indikator

    yang selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan. Berikut ini

    disajikan tabel operasionalnya (lampiran 1):

    Tabel 3.3

    Tabel Operasional Variabel Kultur Sekolah

    No Demensi Indikator No. Item

    1 Power distance

    a. Perlakuan guru terhadap proses pembelajaran

    b. Proses pembelajaran terpusat pada siswa

    c. Kesempatan bertanya d. Kebebasan menyampaikan kritik e. Komunikasi dua arah (di kelas) f. Peran orang tua di sekolah g. Aturan dan norma di sekolah h. Pengembangan kemampuan dan

    bakat i. Orang tua diuntungkan dengan

    proses pembelajaran sekolah.

    1 2 3 4 5 6 7 8 9

    2 Collectivism vs

    individualism

    a. Kebebasan mengungkapkan pendapat

    b. Penyelesaian tugas dari guru c. Tingkat peerimaan diri oleh orang

    lain d. Sikap positif dalam mengerjakan

    tugas e. Tujuan berprestasi.

    10

    11 12

    13

    14

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 43

    3 Femininity Vs

    Masculinity

    a. Suasana kompetisi kelas b. Berorientasi pada prestasi c. Tujuan berprestasi.

    15 16 17

    4 Uncertainty avoidance

    a. Tingkat penerimaan siswa dengan kekurangan guru

    b. Kejelasan guru dalam menerangkan

    c. Kedekatan hubungan antara guru, siswa dan orang tua.

    18

    19

    20

    Pengukuran variabel kultur sekolah didasarkan pada indikator-

    indikatornya. Masing-masing indikatornya dijabarkan dalam bentuk

    pernyataan yang dinyatakan dalam empat skala sikap, yaitu sangat setuju

    (SS) = 4; setuju (S) = 3; tidak setuju (TS) = 2; dan sangat tidak setuju

    (STS) =1

    4. Variabel Kecerdasan Emosional

    Kecerdasan emosional merupakan kemampuan mengenali perasaan sendiri

    dan perasaan orang lain, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri,

    kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan

    kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain. Dimensi kecerdasan

    emosional meliputi: 1) kesadaran diri, 2) pengaturan diri, 3) motivasi, 4)

    empati, dan 5) keterampilan sosial. Masing- masing dimensi dibagi

    menjadi beberapa indikator. Berikut ini disajikan tabel operasionalisasinya

    (lampiran 1):

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 44

    Tabel 3.4

    Tabel Operasio