PENGARUH KONTROL DIRI, IKLIM SEKOLAH, DAN JENIS...
Transcript of PENGARUH KONTROL DIRI, IKLIM SEKOLAH, DAN JENIS...
i
PENGARUH KONTROL DIRI, IKLIM SEKOLAH, DAN
JENIS KELAMIN TERHADAP PERILAKU
CYBERBULLYING PADA REMAJA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Disusun oleh:
Bestari Rizki
NIM :1111070000122
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/ 2015 M
iv
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Oktober 2015
C) Bestari Rizki
D) Pengaruh Kontrol Diri, Iklim Sekolah, dan Jenis Kelamin Terhadap Perilaku
Cyberbullying Pada Remaja
E) xiv + 82 halaman + 25 lampiran
F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel kontrol diri
(behavioral control, cognitive control, dan decisional control), iklim sekolah
(safety, interpersonal relationship, institutional environment dan leadership
atau staff relation) dan jenis kelamin terhadap perilaku cyberbullying pada
remaja. Kedelapan variabel tersebut digunakan untuk menguji pengaruh dari
setiap variabel dan seberapa besar variabel tersebut berpengaruh terhadap
perilaku cyberbullying pada remaja.
Sampel berjumlah 185 remaja yang merupakan siswa bersekolah aktif di
daerah Jakarta Timur yang diambil dengan teknik nonprobability sampling.
Penulis membuat alat ukur yang terdiri dari teori Willard, teori Averill dan
teori Durham. Uji validitas alat ukur menggunakan teknik analisis regresi
berganda.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan pada
variabel kontrol diri, iklim sekolah dan jenis kelamin terhadap perilaku
cyberbullying pada remaja sebesar 40,7%. Hasil uji hipotesis minor
menunjukkan tiga variabel yang memiliki pengaruh yang signifikan antara
lain, behavioral control, safety dan jenis kelamin. Sementara cognitive
control, decisional control, interpersonal relationship, institutional
environment dan leadership dan staff relation tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap perilaku cyberbullying. Penulis berharap penelitian
selanjutnya dapat lebih memperhatikan alat ukur yang digunakan dalam
mengukur sebuah variabel. Selain itu, untuk penelitian selanjutnya dapat
menambah variabel lain yang terkait dengan variabel perilaku cyberbullying
yang dapat dianalisis sebagai IV yang mungkin mempunyai pengaruh besar
terhadap perilaku cyberbullying agar semakin terlihat dengan jelas motif dari
perilaku cyberbullying yang kemudian dapat diantisipasi oleh pihak yang
terkait
G) Bahan bacaan: 47; buku: 2 + jurnal: 43 + artikel: 2
v
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) October 2015
C) Bestari Rizki
D) The Effect of Self Control, School Climate and Gender on Cyberbullying
Behavior in adolescent
E) xiv + 82 page + 25 attachment
F) This study aims to determine the effect of variable self control (behavioral
control, cognitive control, and decisional control), school climate (safety,
interpersonal relationship, institutional environment and leadership or staff
relation) and gender on cyberbullying in adolescent. Eighth variables are
used to test the effect of each variable and how much these variables affect
the cyberbullying behavior in adolescent.
The total sample was 185 students who are active in school in east Jakarta
wich were taken with nonprobability sampling techniques. The reasearchers
modify scales consists of Willard theory, Averill theory and Durham theory.
This study examined the validity of measurement tools by using
confirmatory factor analysis (CFA) technique, while data analysis used
multiple regression analysis techniques.
The results showed that there was a significant influence variable of self
control, school climate and gender in adolescent at 40,7%. Minor hyphothesis
test results showed three variables that have significant behavioral control,
safety and gender. While cognitive control, decisional control, interpersonal
relationship, institutional environment dan leadership dan staff relation do
not have a significant effect cyberbullying behavior in adolescent. The
researcher hopes the implications of the findings of this study can be
reviewed and developed in subsequent studies. Giving more attention to
measuring instruments used in measuring variables, for instance. Then, for
further research can add another variable that can be analyzed as an IV that
may have a major influence on cyberbullying behavior. So, that has become
increasingly apparent motive of cyberbullying behavior and can be
anticipated by the parties who concerned about it.
G) Reading 47; books: 2+ journals: 43 + article: 2
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., berkat segala kekuasaan
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun masih jauh
dari kesempurnaan. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW beserta pengikutnya.
Terselesaikannya skripsi ini tentunya tidak luput dari bantuan berbagai
pihak, oleh karena itu izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.
2. Luh Putu S. Haryanti M.Si. T. Psikolog yang telah memberikan bimbingan,
arahan, serta ide dalam proses penyusunan skripsi ini. Terimakasih atas
waktu yang diberikan kepada penulis.
3. Liany Luzvinda, M.Si selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi pada penlulis selama masa
perkuliahan.
4. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmu dan wawasan bagi penulis. Para staff Fakultas
Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan
kemudahan bagi penulis dalam proses administrasi.
vii
5. Kedua orang tua penulis, yang selalu memberikan motivasi, dukungan (baik
moral maupun materiil) serta doa tulus yang tidak pernah berhenti kepada
penulis. Adik-adik penulis yang selalu memberikan semangat untuk penulis.
6. Responden Sekolah Jakarta Timur yang telah membantu peneliti dalam
proses penelitian dan selama perkuliahan.
7. Mahasiswa/i Fakultas Psikologi angkatan 2011 khususnya kelas C yang
telah menemani penulis selama empat tahun menuntut ilmu di Fakultas
Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terimakasih atas cinta, kasih
sayang, persahabatan, dukungan, bantuan dan motivasi yang telah diberikan
kepada penulis.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah ikut
berkontribusi dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk dapat
menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, sangat besar harapan penulis semoga
skripsi ini meberikan manfaat yang besar, khususnya bagi penulis dan umumnya
bagi siapa saja yang membaca dan berkeinginan untuk mengeksplorasi lebih
lanjut.
Jakarta, 13 Oktober 2015
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................... ii
HALAMAN ORISINALITAS ........................................................................... iii
ABSTRAK ........................................................................................................... iv
ABSTRACT ......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah .................................. 8
1.2.1 Pembatasan masalah .................................................................. 8
1.2.2 Perumusan masalah .................................................................. 9
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 10
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 10
1.4.1 Manfaat teoritis ......................................................................... 11
1.4.2 Manfaat praktis .......................................................................... 11
BAB 2 LANDASAN TEORI ............................................................................. 12
2.1 Cyberbullying ..................................................................................... 12
2.1.1 Definisi cyberbullying ................................................................ 12
2.1.2 Bentuk aktivitas cyberbullying ................................................... 16
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi cyberbullying ................................ 17
2.1.4 Pengukuran cyberbullying .......................................................... 20
2.2 Kontrol diri .......................................................................................... 21
2.2.1 Definisi kontrol diri .................................................................... 21
2.2.2 Aspek- aspek kontrol diri ........................................................... 21
2.2.3 Pengukuran kontrol diri ............................................................. 24
2.3 Iklim sekolah ....................................................................................... 25
2.3.1 Definisi iklim sekolah ................................................................ 25
2.3.2 Aspek-aspek iklim sekolah ........................................................ 27
2.3.3 Pengukuran iklim sekolah .......................................................... 28
2.4 Kerangka Berpikir .............................................................................. 29
2.5 Hipotesis Penelitian ............................................................................ 36
ix
BAB 3 METODE PENELITIAN ....................................................................... 38
3.1 Subjek penelitian ................................................................................. 38
3.1.1 Populasi dan sampel .................................................................. 38
3.2 Variabel Penelitian ............................................................................. 39
3.2.1 Identifikasi variabel penelitian .................................................. 39
3.2.2 Definisi Operasional Variabel .................................................. 39
3.3 Instrumen Pengumpulan Data ............................................................ 41
3.3.1 Perilaku cyberbullying .............................................................. 41
3.3.2 Kontrol diri ................................................................................ 42
3.3.3 Iklim sekolah ............................................................................. 43
3.4 Uji Validitas alat ukur ......................................................................... 44
3.4.1 Uji validitas konstruk perilaku cyberbullying ............................ 46
3.4.2 Uji validitas konstruk kontrol diri .............................................. 47
3.4.3 Uji validitas konstruk iklim sekolah .......................................... 50
3.5 Teknik Analisis Data .......................................................................... 55
3.6 Prosedur Penelitian .............................................................................. 57
BAB 4 HASIL PENELITIAN ............................................................................ 59
4.1 Gambaran Subjek Penelitian .............................................................. 59
4.2 Hasil Analisis Deskriptif .................................................................... 59
4.3 Kategorisasi skor ................................................................................. 61
4.3.1 Kategorisasi skor perilaku cyberbullying.................................. 62
4.4 Hasil Uji Hipotesis Penelitian ............................................................. 62
4.5 Analisis Proporsi Varians pada Masing-masing IV ........................... 66
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN .......................................... 69
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 69
5.2 Diskusi ................................................................................................ 69
5.3 Saran ................................................................................................... 73
5.3.1 Saran teoritis ............................................................................. 73
5.3.2 Saran praktis ............................................................................. 74
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 76
LAMPIRAN . ....................................................................................................... 80
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1Skor pernyataan ...................................................................................... 41
Tabel 3.2 Blue Print Skala Cyberbullying ............................................................ 42
Tabel 3.3 Blue Print Skala Kontrol diri ................................................................ 43
Tabel 3.4 Blue Print Skala Iklim sekolah ............................................................. 43
Tabel 3.5 Muatan Faktor Cyberbullying ............................................................... 47
Tabel 3.6 Muatan Faktor Behavioral Control ....................................................... 48
Tabel 3.7 Muatan Faktor Cognitive Control ......................................................... 49
Tabel 3.8 Muatan Faktor Decisional Control ....................................................... 50
Tabel 3.9 Muatan Faktor Safety ............................................................................ 51
Tabel 3.10 Muatan Faktor Interpersonal Relationship ......................................... 52
Tabel 3.11 Muatan Faktor Institutional Environtment ......................................... 53
Tabel 3.12 Muatan Faktor Leadership/ Staff Relation .......................................... 55
Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian ................................................................ 59
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif ................................................................................ 60
Tabel 4.3 Rumus Kategorisasi .............................................................................. 61
Tabel 4.4 Kategorisasi Cyberbullying .................................................................. 62
Tabel 4.5 Table R Square ...................................................................................... 62
Tabel 4.6 Anova .................................................................................................... 63
Tabel 4.7 Koefesien Regresi ................................................................................. 64
Tabel 4.8 Proporsi Varian Sumbangan Masing-Masing IV .................................. 67
xii
DAFTAR GAMBAR
2.1 Pengaruh Kontrol diri, Iklim Sekolah, dan Jenis Kelamin terhadap Perilaku
Cyberbullying pada Remaja ........................................................................... 35
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran Skala. ................................................................................................ 80
2. Lampiran Hasil Lisrel. ...................................................................................... 89
3. Lampiran Hasil Uji Hipotesis. .......................................................................... 97
4. Lampiran Surat Izin Penelitian.......................................................................... 101
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam bab satu ini akan dipaparkan beberapa hal yaitu, latar belakang masalah,
pembatasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
sistematika penulisan.
1.1 Latar Belakang Masalah
Di zaman yang modern ini, teknologi sudah menjadi kebutuhan setiap manusia untuk
mencari informasi apapun. Menurut Willard (dalam Akbar, Huang & Anwar, 2014),
penggunaan jaringan internet (Interconnected Network) merupakan salah satu cara
untuk mengetahui berbagai informasi. Perkembangan teknologi dan komunikasi
tersebut ditunjang oleh alat dan media yang memudahkan untuk penyebaran
informasi, seperti telepon genggam (handphone). Teknologi tersebut mencakup
telepon selular (termasuk smartphone), website pribadi, blog, dan situs jaringan
sosial. Pemanfaatan media seperti ini sangat populer di kalangan mahasiswa
Amerika, terdapat sekitar 93% dari orang dewasa muda berusia 18-29 menggunakan
internet, dan terdapat sekitar 72% menggunakan situs media sosial (Lenhart dalam
Carter, 2011)
Penggunaan internet bagi remaja adalah untuk mencari bahan pelajaran dan
sosial media. Teks atau pesan instan melalui perangkat handphone merupakan cara
yang cepat dan populer untuk berkomunikasi dengan orang lain. Terdapat banyak
situs yang menawarkan layanan email yang menyediakan instant messaging dan
2
kemampuan jejaring sosial lainnya. Situs-situs sosial media seperti Facebook,
MySpace, WhatsApp, Line, Twitter, dan YouTube memiliki jutaan pengguna dan terus
meningkat layanannya.
Terdapat kesamaan berbagai jenis situs media sosial yang memiliki
karakteristik unik pada masing-masing fungsinya. Media sosial tersebut menyediakan
tempat untuk berhubungan dengan teman, rekan kerja, keluarga, dan orang lain untuk
berbagi minat dan pengalaman yang sama. Menurut penelitian Lenhart (dalam Carter,
2011), orang dewasa muda yang berusia 18-29 menggunakan situs jaringan sosial,
sekitar 71% memiliki profil di Facebook dan 66% memiliki profil di MySpace.
Persentase ini menunjukkan bahwa popularitas situs jaringan sosial ini begitu luas. Di
kalangan orang dewasa muda yang berusia 18-24, terdapat sekitar 37% memiliki
akun Twitter dan 15% yang mempertahankan blog. Dari survei terdapat sekitar 43%
menggunakan Twitter dan 28% dari mereka mengalami cyberbullying (Lenhart dalam
Carter, 2011).
Media online mempunyai dampak positif terutama dalam penyediaan
informasi dan komunikasi. Selain dampak positif, terdapat dampak negatif yaitu salah
satunya adalah perilaku cyberbullying. Cyberbullying muncul sebagai bentuk baru
dari intimidasi dan pelecehan yang dilakukan melalui sarana elektronik (misalnya,
komputer, handphone, PDA). Ada beberapa perilaku online yang dikategorikan
sebagai bentuk perilaku cyberbullying, misalnya, pelecehan. Cyberbullying ditandain
dengan penyebar luasan pesan yang tidak sopan dari pelaku ke penerima (korban),
pertukaran penghinaan di depan umum, seperti melalui papan buletin atau chat room.
3
Perilaku ini dapat terjadi pada beberapa media online. Sebagai contohnya, pengguna
internet dapat memposting rumor yang tidak benar dan kejam tentang orang lain dan
rekan-rekannya di situs jejaring sosial, yang dapat dilihat oleh ratusan teman-teman
online. Pelaku cyberbullying meluapkan kekesalannya dan memberikan pesan yang
jahat terhadap korban, sehingga korban merasa bahwa pelaku telah melukai dirinya.
Karakteristik korban digambarkan sebagai anak yang pemalu, takut, murung, merasa
bersalah, kesepian dan tidak memiliki banyak masalah interpersonal.
Penelitian Wolak, Mitchell, dan Finkelhor (dalam Dilmac, 2011)
mempaparkan dengan sebuah panel online remaja usia 13 hingga 17 tahun, terdapat
sekitar 43% telah mengalami cyberbullying pada tahun lalu. Indonesia sebagai negara
dengan jumlah populasi terbanyak keempat di dunia memiliki jumlah pengguna
facebook terbesar ketiga di dunia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada tahun
2006, angka cyberbullying mencapai angka 25 juta dimulai dari kasus skala ringan
sampai dengan skala berat. Facebook dan twitter adalah situs jejaring sosial yang saat
ini cukup marak diminati dan digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Di
Indonesia, jumlah pengguna facebook yang tercatat pada Januari 2010 sebanyak
15.301.280 orang (kompasiana dalam Satalina, 2013). Menurut perkembangannya,
Indonesia berada pada urutan ke dua di dunia setelah Amerika. Terdapat sekitar 50
juta orang pengguna situs twitter di Indonesia pada bulan Desember 2014 dan
semakin terus bertambah setiap harinya (http://tekno.kompas.com).
Peneliti melakukan studi pendahuluan pada bulan Oktober 2014 terhadap
remaja berusia 15-17 tahun yang menjadi pelaku cyberbullying. Peneliti mengamati
4
adanya perilaku cyberbullying di kalangan remaja dalam konteks sosial media. Studi
pendahuluan tersebut dilakukan dengan mencari informasi tentang responden yang
suka melakukan cyberbullying. Kemudian melakukan wawancara terhadap responden
tersebut sesuai kode etik psikologi mengenai alasan, tujuan dan faktor melakukan
cyberbullying.
Berdasarkan hasil studi tersebut, peneliti memperoleh alasan bahwa mereka
menggunakan media online untuk melakukan cyberbullying. Pertama, ingin
mengungkapkan perasaan tidak suka atau meluapkan kekesalannya. Kedua, karena
ada yang memulai terlebih dahulu. Kemudian, dari 15 responden yang mengenai
tujuan responden melakukan cyberbullying, terdapat sekitar 13 responden atau 86,6%
dari mereka bahwa pertama, agar korban dapat menyadari kesalahannya dan tidak
mengulanginya kembali. Kedua, ingin mempunyai banyak teman di sosial media.
Dua responden atau 14,4% sisanya bahwa mereka ingin eksis di dunia maya. Peneliti
juga memperoleh apa saja faktor yang membuat reponden melakukan cyberbullying.
Terdapat 13 responden atau 86,6% dari mereka menjawab bahwa sebagai humor saja
dan pelampiasan kekesalan terhadap seseorang. Dua responden atau 14,4% sisanya
bahwa mengikuti perintah temannya.
Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap cyberbullying yaitu
kontrol diri, iklim sekolah dan jenis kelamin. Kontrol diri merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi individu melakukan perilaku cyberbullying. Kontrol diri
bisa muncul karena adanya peredaan dalam mengelola emosi, cara mengatasi
masalah, tinggi rendahnya motivasi dan kemampuan mengelola segala potensi dan
5
pengembangan potensinya. Rosenbaum (dalam Ronen et al., 2007) menjelaskan
bahwa pengendalian diri merupakan keterampilan yang memungkinkan manusia
bertindak atas tujuan mereka, mengatasi kesulitan yang berkaitan dengan pikiran,
emosi, dan perilaku dan untuk menunda gratifikasi. Selain itu penelitian lain
mengatakan bahwa kontrol diri yang rendah juga menjadi mediator dalam agresi dan
kekerasan (DeWall et al., ;dalam Li et al., 2014).
Menurut penelitian Anderson dan Bushman (dalam Li et al., 2014)
penggunaan internet dalam jangka waktu yang lama dan digunakan untuk aktivitas
online, dapat menyebabkan gangguan karakteristik kontrol diri. Individu yang
impulsif sulit untuk memenuhi keinginan mereka sehingga memiliki kontrol perilaku
(behavioral control) yang rendah, sehingga dapat memunculkan agresivitas. Kognitif
kontrol (cognitive control) berpotensi sebagai pengolah informasi untuk mengurangi
stres jangka panjang dan agresivitas. Kontrol diri sangat penting bagi setiap individu
terutama bagi remaja karena remaja masih memiliki emosi yang labil. Dengan adanya
kontrol diri, remaja mampu mengendalikan keputusan (decisional control) terutama
terhadap hal-hal yang berhubungan dengan tindakan melanggar hukum dan anti
sosial.
Selain faktor kontrol diri, faktor lain yang mempengaruhi cyberbullying
adalah iklim sekolah. Sekolah sebagai lingkungan luar terdekat, dapat menjadi
jembatan untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi pada perkembangan remaja.
Cohen 2009 (dalam Petrie, 2014) mempaparkan, iklim sekolah umumnya mengacu
pada kualitas dan karakter interaksi sosial di sekolah yang dibentuk oleh norma-
6
norma, nilai-nilai, aturan, struktur organisasi, dan hubungan unik untuk pola setiap
sekolah. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa iklim sekolah yang positif
merupakan faktor protektif terkait dengan keterlibatan penurunan perilaku resiko
seperti penyalahan zat dan agresivitas (Aspy, dalam Petrie, 2012).
Peneliti juga melakukan observasi terhadap sekolah X dan Y. Tampak suasana
kelas yang tidak rapi, pengap, dan kecil. Sebagian besar siswa dan sisiwi berkumpul
dengan anggota kelompok bermainnya masing-masing pada saat jam istirahat. Pada
beberapa siswa yang diamati peneliti, tampa mereka mengungkapkan kata-kata kotor
dan kalimat yang tidak sopan. Sekolah X dan Y memiliki jadwal harian yang padat,
seperti pulang sekolah hingga sampai jam 4 sore. Peneliti juga melakukan observasi
di ruang guru sekolah X, bahwa terlihat guru-guru tidak saling bercengkrama dan
saling diam saja pada saat jam istirahat. Ruangannya pun terlihat sederhana. Bilaman
dengan sekolah Y, bahwa terlihat guru-guru saling membangun hubungan yang akrab
satu dengan lainnya.
Beberapa penelitian terbaru yang menyoroti bagaimana siswa melakukan
perilaku cyberbullying memiliki sikap yang lebih negatif terhadap sekolah daripada
mereka yang tidak terlibat dalam fenomena tersebut. Persepsi yang baik dari
lingkungan sekolah digambarkan sebagai faktor protektif, karena siswa yang sangat
tidak puas dengan lingkungan sekolah tiga kali peluangnya lebih besar menjadi
pelaku bullying, dibandingkan dengan siswa yang memiliki kepuasan sedang atau
tinggi dengan sekolah (Guarini, 2012). Iklim sekolah yang produktif mempunyai
delapan komponen. Menurut Orpinas dan Horne (2006) dalam menciptakan iklim
7
sekolah yang positif, yaitu 1) memiliki keunggulan dalam mengajar, 2) nilai-nilai
yang ditanamkan di sekolah, 3) sikap saling peduli dan menghormati, 4) kebijakan
dan tanggung jawab, 5) Ekspektasi positif, 6) Dukungan untuk guru, dan 7) kondisi
lingkungan sekolah.
Guarini (2012) dalam studinya menjelaskan bahwa persepsi hubungan negatif
dengan guru meningkatkan risiko menjadi agresor dalam dua bentuk bullying, baik
itu tradisional maupun cyberbullying. Penelitian ini juga mempaparkan pentingnya
peran orang dewasa untuk mencegah perilaku agresif disfungsional ini baik dalam
konteks online dan offline. Persepsi negatif tentang keselamatan di sekolah (school
safety) adalah indeks risiko untuk perilaku cyberbullying. Sementara dukungan
negatif yang dirasakan dari sekolah adalah prediktor perilaku agresif baik secara
online maupun secara langsung.
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa laki-laki lebih sering melakukan
tindakan cyberbullying dibandingkan perempuan (Li, 2007). Menurut Owens et al.,
(dalam Smith, 2012) perempuan cenderung untuk berpartisipasi dalam bentuk
bullying tidak langsung, seperti pelecehan psikologis dan emosional dan agresi
melalui aktivitas bergosip. Menurut Hinduja dan Patchin 2008 (dalam Marcum et al.,
2012) cyberbullying melibatkan bentuk yang lebih menekankan pada pelecehan
langsung, sehingga wajar untuk mengasumsikan bahwa perempuan kemungkinan
untuk terlibat dalam perilaku cyberbullying.
Dari sekian banyaknya penelitian mengenai cyberbullying, masih sedikit
penelitian mengenai cyberbullying di Indonesia terutama tentang berbagai macam
8
sosial media terbaru saat ini. Sosial media yang bermunculan merupakan salah satu
wadah untuk melakukan cyberbullying dibandingkan sosial media terdahulu seperti
facebook dan twitter. Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, peneliti
memiliki ketertarikan untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh kontrol diri,
iklim sekolah dan jenis kelamin terhadap perilaku cyberbullying pada remaja”
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan masalah
Untuk menghindari pengertian yang terlalu luas terhadap pokok masalah yang
dibahas, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah perilaku
cyberbullying pada remaja yang dipengaruhi oleh kontrol diri, iklim sekolah dan jenis
kelamin. Pengertian-pengertiannya sebagai berikut:
1. Perilaku cyberbullying dalam penelitian adalah perilaku menggunakan media
elektronik untuk mengirim pesan teks mengancam, mengejek dengan kata
kasar, dan mengirim gambar yang mempermalukan orang lain.
2. Kontrol diri adalah kemampuan kontrol individu untuk mengubah kognisi,
mengubah perilaku dan mengubah keputusan dalam perilaku cyberbullying.
3. Iklim sekolah adalah aspek fisik dan psikologis yang mencerminkan norma-
norma, tujuan, nilai-nilai, hubungan interpersonal, dan struktur organisasi di
sekolah.
4. Subjek penelitian adalah remaja yang berusia 15-17 tahun.
9
1.2.2 Rumusan masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka peneliti merumuskan pertanyaan-
pertanyaan penelitian, sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh kontrol diri, iklim sekolah dan faktor demografis jenis
kelamin terhadap perilaku cyberbullying pada remaja?
2. Apakah ada pengaruh behavioral control terhadap perilaku cyberbullying pada
remaja?
3. Apakah ada pengaruh cognitive control terhadap perilaku cyberbullying pada
remaja?
4. Apakah ada pengaruh decisional control terhadap perilaku cyberbullying pada
remaja?
5. Apakah ada pengaruh safety terhadap perilaku cyberbullying pada remaja?
6. Apakah ada pengaruh interpersonal relationship terhadap perilaku cyberbullying
pada remaja?
7. Apakah ada pengaruh institutional environtment terhadap perilaku cyberbullying
pada remaja?
8. Apakah ada pengaruh leadership/staff relation terhadap perilaku cyberbullying
pada remaja?
9. Apakah ada pengaruh faktor demografis jenis kelamin terhadap perilaku
cyberbullying pada remaja?
10
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
a. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh variabel kontrol diri
(behavioral control, cognitive contrrol, dan decisional control), iklim sekolah
(safety, interpersonal relationship, institutional environntment dan
leadership/staff relation) dan faktor demografis yaitu jenis kelamin terhadap
perilaku cyberbullying pada remaja.
b. Mengetahui seberapa besar konstribusi yang diberikan oleh masing-masing
variabel terhadap cyberbullying pada remaja.
1.3.2 Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat baik teoritis maupun praktis yaitu sebagai
berikut:
1.3.2.1 Manfaat teoritis
Penelitian ini memiliki manfaat untuk memperkaya khazanah kajian
psikologi, terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan dan psikologi
klinis.
1.3.2.2 Manfaat praktis
1. Sebagai masukan terhadap para guru dan instansi sekolah untuk
mengawasi penggunaan akses sosial media terhadap anak didiknya.
2. Sebagai masukan terhadap orang tua, agar lebih mengawasi dan
mengarahkan anak dalam penggunaan sosial media.
11
3. Sebagai bahan masukan terhadap para remaja untuk lebih berhati-hati
dalam bertindak dan menuliskan kata-kata dalam sosial media.
4. Secara umum dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi para peneliti
untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.
12
BAB 2
LANDASAN TEORI
Pada bab ini peneliti akan mempaparkan mengenai teori dan konsep dari variabel-
variabel penelitian. Berisi definisi-definisi, aspek-aspek dan faktor-faktor yang
mempengaruhi variabel.
2.1 Cyberbullying
2.1.1 Definisi Cyberbullying
Menurut Bulton dan Underwood (dalam Lindenberg, Oldehinkel, & Winter, 2005)
bullying adalah perilaku agresi yang dilakukan oleh satu orang atau lebih dengan niat
menyakiti atau mengganggu orang lain secara fisik, verbal maupun psikologis.
Menurut Li (2005) cyberbullying adalah perilaku bullying yang dilakukan melalui
alat komunikasi seperti e-mail, telepon seluler, personal digital assistant (PDA),
instant messaging atau jaringan world wide.
Olweus dan Pepler (dalam Shariff, 2007) membedakan bullying menjadi dua
bentuk yaitu overt dan covert. Overt bullying melibatkan agresi fisik, seperti
memukul, menendang, mendorong, dan menyentuh seksual. Hal ini dapat disertai
dengan covert bullying, yaitu korban dikeluarkan dari kelompok sebaya,
digunjingkan, diancam dan diganggu. Covert bullying bersifat random atau
diskriminatif. Perilaku mencakup pelecehan verbal yang menggabungkan rasial,
penghinaan seksual, atau homophobic. Menurut Harmon dan Leishman (dalam
Shariff, 2007) cyberbullying merupakan bentuk covert bullying baik berupa verbal
13
dan tertulis. Hal ini biasanya dilakukan oleh remaja melalui media elektronik seperti
telepon selular, website, web-cam, chat, dan e-mail. Definisi lain mengenai
cyberbullying menurut Willard (2007) adalah perilaku yang ditunjukan orang lain
dengan mengirim pesan yang berbahaya atau terlibat dalam bentuk lain dari
kekejaman sosial dengan menggunakan internet atau teknologi digital lainnya.
Bentuk kegiatan tersebut berupa pelecehan secara langsung dan tidak langsung yang
memiliki tujuan untuk merusak reputasi atau mengganggu hubungan dari yang
ditargetkan, seperti mengirim bahan berbahaya, meniru orang, menyebarkan
informasi pribadi atau gambar.
Menurut Belsey, Berson dan Feron (dalam Dilmac, 2009) mendefinisikan
cyberbullying sebagai individu atau kelompok yang menggunakan teknologi
elektronik dengan tujuan untuk melakukan pelecehan atau mengirimkan pesan kejam
dengan sengaja.
Kowalski dan Limber (2012) menyatakan cyberbullying merupakan perilaku
bullying yang dilakukan melalui e-mail, instant messaging, dalam sebuah chat room,
website, atau melalui pesan digital atau gambar yang dikirim dari telepon seluler.
Hinduja dan Patchin (dalam Akbar et al., 2014) mendefinisikan cyberbullying sebagai
bahaya yang disengaja dan berulang melalui media elektronik.
Dari beberapa pengertian diatas, peneliti menggunakan definisi cyberbullying
menurut Willard (2007) bahwa cyberbullying merupakan bentuk perilaku membully
ang dilakukan melalui media elektronik seperti komputer ataupun telepon seluler,
14
berupa pesan singkat berisi hal yang menghina perasaan orang lain dalam sebuah chat
room , atau melalui media online.
Menurut Heirman dan Walrave (2008) memaparkan beberapa karakteristik
dari cyberbullying adalah:
1. Anonimitas dalam komunikasi online
2. Penyebaran yang cepat dari pesan elektronik ke audiens yang tidak terbatas
3. Komunikasi online yang sangat rutin hampir dalam seminggu
4. Sifat dasar komunikasi online yang tersembunyi
5. Tidak ada isyarat non-verbal dalam komunikasi online.
Karakteristik diatas ada karena efek yang dihasilkan dari komunikasi online, yaitu
online disinhibition effect. Menurut Suler (2004) disinhibition melingkupi perilaku
yang tidak sopan hingga penggunaan huruf kapital dan tanda seru, serta ekspresi
perasaan pribadi kepada orang lain. Berdasarkan elemen cyberbullying juga dapat
dibedakan menjadi sebagai berikut:
1. Pelaku (Cyberbullies)
Karakteristik anak yang menjadi pelaku dijelaskan oleh Olweus 1993 (dalam
Kowalski, 2008) adalah memiliki kepribadian dominan dan senang melakukan
kekerasan, cenderung temperamental, impulsif, dan mudah frustasi. Selain itu, pelaku
memiliki sikap positif terhadap kekerasan dibandingkan anak lainnya, kesulitan
mengikuti peraturan, terlihat kuat dan menunjukkan hubungan yang kurang baik
terhadap orang lain atau kurang memiliki belas kasihan kepada korban. Pelaku juga
sering bersikap agresif terhadap orang dewasa, pandai berkelit pada situasi sulit,
15
terlibat dalam agresi proaktif, seperti agresi yang disengaja untuk meraih tujuan
tertentu dan agresi reaktif, seperti reaksi defensif ketika diprovokasi.
2. Korban (Cyber victims)
Kowalski (2008) menjelaskan seorang anak biasanya menjadi target jika mereka
berbeda dalam pendidikan, ras, berat badan, cacat, agama, dan lain-lain, dan mereka
cenderung sensitif, pasif, dan biasanya mereka yang jarang keluar rumah. Selain itu,
korban adalah mereka yang dianggap lemah dan mudah menjadi sasaran.
Pendapat lain disampaikan oleh Mishna dan McLuckie (dalam Belgium,
2012) ada beberapa karakteristik anak-anak yang menjadi korban adalah anak yang
pemalu, takut, murung, merasa bersalah, kesepian dan tidak memiliki banyak masalah
interpersonal. Karakteristik lainnya adalah biasanya anak yang sedang mengalami
masalah dengan kesehatan mental dan hubungan tidak baik pada lingkungan sekitar,
sensitif, menarik diri dari sosial, berpikir buruk akan dirinya sendiri, pasif, sering
membiarkan orang lain mengendalikan dirinya, dan cenderung depresi.
3. Saksi peristiwa (Bystander)
Bystander adalah penonton yang menjadi “saksi” perilaku bully, dengan bergabung
dalam web dan meninggalkan komentar yang menyakitkan, atau tanpa melakukan
apapun kecuali mengamati perilaku bullying (Marden, 2010). Sedangkan menurut
Willard (2007) bahwa bystander terbagi menjadi dua, yaitu harmful bystander dan
helpful bystander. Harmful bystander adalah pengamat atau saksi peristiwa yang
mendukung peristiwa bullying dan tidak memberikan bantuan apapun kepada korban.
Helpful bystander adalah pengamat atau saksi peristiwa yang berusaha menghentikan
16
bullying dengan cara memberikan dukungan kepada korban atau memberi tahu
kepada orang dewasa.
2.1.2 Bentuk Aktivitas Cyberbullying
Ada beberapa bentuk aktivitas cyberbullying menurut Willard (dalam Akbar et al.,
2014) yaitu:
a. Flaming, perkelahian secara online menggunakan pesan elektronik dengan
bahasa kasar dan vulgar.
b. Harassment, perilaku yang berulangkali mengirimkan pesan jahat dan
menghina.
c. Denigration, mengirimkan pesan fitnah tentang seseorang yang bertujuan
untuk merusak reputasi atau persahabatan.
d. Impersonation, berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan
untuk merusak reputasi atau persahabatan orang tersebut.
e. Outing, menebarkan gambar pribadi secara online.
f. Trickery, mengungkapkan informasi yang memalukan secar online.
g. Exclusion, sengaja berbuat kejam terhadap seseorang dalam kelompok online.
Menurut Office for Safety (2008), aktivitas yang sering dilakukan oleh pelaku
cyberbullying adalah:
a. Personal intimidation, terrmasuk dalam perilaku ini adalah mengirimkan
pesan singkat berisi ancaman, menulis komentar yang kasar dan mengancam
pada profil online korban atau website lain.
17
b. Impersonation, perilaku ini melibatkan membuat akun profil dan website
palsu yang mengarah pada korban. Perilaku ini juga melibatkan mendapatkan
akses pada akun profil dan menggunakannya untuk berpura-pura menjadi
pemiliki akun tersebut.
c. Exclusion, perilaku ini melibatkan mem-block seseorang dari komunitas
dalam situs tertentu seperti facebook atau twitter.
d. Personal humiliation, perilaku ini melibatkan posting gambar atau video
mempermalukan secara offline.
e. False reporting, perilaku ini melibatkan membuat laporan palsu kepada
penyedia layanan agar website atau pengguna tersebut dihapus.
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi perilaku cyberbullying
Menurut pendapat peneliti adalah:
a. Kontrol diri
Menurut penelitian Rosenbaum 1993 (dalam Ronen, Rahav & Modalvsky, 2007)
menjelaskan pengendalian diri sebagai keterampilan yang memungkinkan
manusia untuk bertindak atas tujuan mereka; untuk mengatasi kesulitan yang
berkaitan dengan pikiran, emosi, dan perilaku; untuk menunda gratifikasi; dan
untuk mengatasi kesulitan. Selain itu penelitian lain mengatakan bahwa kontrol
diri yang rendah juga sebagai mediator dalam memprediksi agresi dan kekerasan
(DeWall, dalam Li et al., 2014).
18
b. Iklim sekolah
Dalam penelitian yang dilakukan Cohen (dalam Petrie, 2012) dikemukakan
bahwa, iklim sekolah umumnya mengacu pada kualitas dan karakter interaksi
sosial di sekolah yang dibentuk oleh norma-norma, nilai-nilai, aturan, struktur
organisasi, dan hubungan unik untuk pola setiap sekolah Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa iklim sekolah positif menjadi faktor protektif penurunan
perilaku resiko seperti penyalahan zat dan agresif (Aspy, Pusat untuk
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), dalam Petrie, 2012)
c. Bullying traditional
Riebel, Jager, dan Fischer (2009) menunjukkan adanya hubungan antara bullying
dalam kehidupan nyata dengan dunia maya (cyberspace). Maka dimungkinkan
bahwa bullying yang dimulai di dunia nyata menjalar ke dunia maya. Hal ini
berarti dunia maya memberikan lahan bagi para bullies untuk menghina orang
lain.
d. Penggunaan Internet
Pew Internet dan American Life Project (Kowalski, 2012) adalah organisasi yang
melakukan upaya penelitian pada tahun 2002-2003 untuk memastikan
karakteristik demografi dan perilaku remaja yang menggunakan internet. Sebuah
survei diberikan kepada 6369 sampel usia antara 15-65 tahun. Pada bulan April
2003 penelitian tersebut mendapatkan hasil bahwa 63% dari sampel yang
menggunakan internet adalah remaja usia 15-38 tahun. Jumlah 63% ini mewakili
lebih dari setengah jumlah sampel yang ditentukan dalam penelitian tersebut. Di
19
Indonesia survei menyatakan peningkatan pengguna internet pada 2007 jumlah
pengguna internet 20 juta orang, lalu meningkat menjadi 25 juta pada 2008, 30
juta pada 2009, 42 juta pada 2010, 55 juta pada 2011, hingga mencapai 63 juta
tahun 2012 (APJII, 2012).
Peningkatan frekuensi penggunaan teknologi dari tahun ke tahun,
seharusnya dapat memprediksi perilaku cyberbullying. Faktor yang berkaitan
dengan penggunaan internet pada remaja ini dijelaskan oleh Subrahmanyan &
Greenfield (dalam Belgium, 2012) berasal dari pemantauan dari orang tua dan
penggunaan komunikasi online.
e. Jenis Kelamin
Penelitian yang dilakukan Cross et al., (dalam Campbell, 2009) menunjukkan
bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kemungkinan yang sama besar dalam
melakukan cyberbullying. Menurut Hinduja dan Patchin (2008), cyberbullying
melibatkan bentuk yang lebih menekankan pada pelecehan langsung, sehingga
wajar untuk mengasumsikan bahwa perempuan kemungkinan untuk terlibat
dalam cyberbullying. Sedangkan penelitian Li (2007) menyatakan bahwa laki-
laki lebih sering melakukan tindakan cyberbullying dibandingkan perempuan.
f. Budaya
Penelitian yang dilakukan oleh Li (2007) mengindikasikan bahwa budaya
merupakan prediktor yang paling kuat dalam cyberbullying. Hasil penelitian
tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Baker (2010) mengenai
20
bullying yang mengindikasikan bahwa budaya memainkan peran penting dalam
bullying dan cyberbullying.
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku cyberbullying, peneliti
menggunakan kontrol diri, iklim sekolah dan faktor demografis jenis kelamin
untuk diuji pengaruhnya terhadap perilaku cyberbullying.
2.1.4 Pengukuran Cyberbullying
Beberapa alat ukur dalam penelitian terdahulu cyberbullying adalah A Questionare of
Cyberbullying (QoCB) dan Cyberbullying and CybervictimizationScale. A
Questionare of Cyberbullying (QoCB) terdiri atas 21 multiple-choice. Alat ukur ini
dikembangkan oleh Smith, Mahdavi, dan Carvalho (2008) dalam penelitiannya yang
dilakukan untuk korban anak usia 11-16 tahun.
Menesini, Nocentini, dan Calussi (2011) mengevaluasi sekaligus merevisi alat
ukur cyberbullying yaitu Cyberbullying and Cybervictimization Scale sehingga
membuat dua skala cyberbullying. Setiap skala terdiri atas 18 item yang mengukur
frekuensi cyberbullying, dan memiliki nilai reliabilitas sebesar 0,72- 0,84.
Di Indonesia, bebeberapa tahun terakhir juga ikut menyumbang dalam
pengembangan alat ukur cyberbullying melalui penelitian-penelitian. Pratiwi (2011)
mengukur perilaku cyberbullying dengan alat ukur yang dibuat sendiri mengacu pada
teori Willard (2007) berupa aktivitas-aktivitas cyberbullying. Alat ukur ini dapat
digunakan untuk melihat frekuensi aktivitas pelaku, korban, maupun pengamat. Skala
tersebut terdiri atas 32 item untuk melihat aktivitas pelaku, 24 item untuk korban dan
17 item untuk pengamat.
21
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur yang merujuk pada teori
Willard (2003), dengan menyesuaikan sampel yang digunakan yaitu pelaku. Terdiri
atas 26 item yang mengacu pada aktivitas-aktivitas dalam cyberbullying sesuai
dengan teori Wilard (2007) yaitu perkelahian secara online menggunakan bahasa
kasar (flaming), berulangkali mengirimkan pesan menghina (harrassment),
mengirimkan rumor atau fitnah (denigration), mengirimkan gambar pribadi secara
online (outing), mengungkapkan informasi yang memalukan secara online (trickery),
mengeluarkan seseorang dari online (exclusion).
2.2 Kontrol diri
2.2.1 Definisi Kontrol diri
Averill (1973) mendefinisikan kontrol diri sebagai kemampuan membimbing tingkah
laku sendiri, mengontrol kognisi dan mengontrol keputusan. Sedangkan pengertian
kontrol diri pada remaja awal dalam perilaku cyberbullying, menurut Miscel (1987)
mendefinisikan kontrol diri pada remaja adalah remaja memiliki kekuatan ego, yaitu
sesuatu kemampuan untuk menahan diri dari tindakan luapan emosi dalam faktor
eksternal. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi kontrol diri seseorang
adalah kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan
kelompok teman sebaya. Apabila lingkungan tersebut cukup kondusif, dalam arti
kondisinya diwarnai dengan hubungan yang harmonis, saling mempercayai, saling
menghargai, dan penuh tanggung jawab, maka remaja cenderung memiliki kontrol
diri yang baik. Hal ini dikarenakan remaja mencapai kematangan emosi oleh faktor-
faktor pendukung tersebut.
22
Hurlock (1990) bahwa remaja mempelajari apa yang diharapkan oleh
kelompok darinya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan
harapan sosial tanpa harus dibimbing, diawasi, didorong dan diancam seperti
hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.
Baumeister (2002) mendefinisikan kontrol diri sebagai suatu kapasitas untuk
memberikan alternatif kondisi dan respon tertentu. Kontrol diri merupakan pola
respon yang baru yang dimulai untuk menggantikan sesuatu dengan yang lain,
misalnya respon yang berkaitan dengan mengalihkan perhatian dari sesuatu yang
diinginkan, mengubah emosi, menahan dorongan tertentu untuk memperbaiki kinerja.
Kontrol diri di definisikan sebagai kemampuan individu untuk menahan diri
atau mengarahkan diri ke arah yang lebih baik ketika di hadapkan dengan godaan-
godaan (Baumeister et al., 2012).
Berdasarkan paparan definisi dari beberapa tokoh diatas, penulis
menggunakan teori Averill (1973), yaitu kontrol diri merupakan kemampuan individu
untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan benttuk perilaku yang
membawa individu ke arah yang positif sehingga tingkah lakunya sesuai dengan
aturan atau norma sosial.
2.2.2 Aspek- Aspek Kontrol diri
Berdasarkan konsep Averill (1973) terdapat tiga kemampuan mengontrol diri, yaitu:
1. Kemampuan mengontrol perilaku (Behavioral Control)
Kemampuan dalam memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.
Aspek ini diperinci menjadi dua komponen, yaitu:
23
a. Kemampuan mengatur pelaksanaan (regulated administration), merupakan
kemampuan individu menentukan siapa yang mengendalikan situasi keadaan
dirinya sendiri atau sesuatu diluar dirinya. Individu yang memiliki
kemampuan mengontrol diri yang baik akan mampu mengatur perilakunya
dengan menggunakan kemampuannya namun bila ia tidak mampu, individu
tersebut akan menggunakan sumber eksternal.
b. Kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modification), adalah
kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang
tidak dikehendaki akan dihadapi.
2. Kemampuan mengontrol kognisi (Cogniive Control)
Kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan
cara menginterpretasi, menilai, atau menghubungkan suatu kejadian dalam suatu
kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan.
Kemampuan ini diperinci lagi menjadi dua komponen, yaitu:
a. Kemampuan mengolah informasi (information gain), dengan informasi yang
dimiliki, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai
pertimbangan secara relatif objektif
b. Kemampuan melakukan penilaian (appraisal), yaitu melakukan penilaian
yang berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau
peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara objektif.
24
3. Kemampuan mengontrol keputusan (Decisional control)
Kemampuan mengontrol keputusan merupakan kemampuan seseorang untuk
memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau
disetujuinya. Kemampuan mengontrol diri (Decisional control) dalam
menentukan pilihan atau keputusan akan berfungsi baik dengan adanya suatu
kesempatan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.
2.2.3 Pengukuran Kontrol diri
Ada beberapa pengukuran kontrol diri, diantaranya:
1. Self Control Behavior Inventory Fagen (dalam Tangney, 2004). Skala ini
berbentuk checklist terkait peringkat pengamatan perilaku dengan reliabilitas
sebesar 0,89.
2. Self Control Questionare oleh Brandon et.al., (dalam Tangney, 2004) skala ini
mencakup upaya mengontrol diri yang berkaitan dengan perilaku sehat. Skala ini
terdiri atas 40 item berbentuk likert dengan nilai reliabilitas sebesar 0,82.
3. Self Control Schedule oleh Rosenbaum (dalam Tangney, 2004). Skala ini
ditujukan khusus untuk sampel klinis dan berfokus pada penggunaan strategi
seperti gangguan diri dan kognitif. Skala ini terdiri atas 50 item dengan nilai
reliabilitas sebesar 0,78 - 0,91.
Peneliti menggunakan skala pengukuran teori dari Averill (1973) yang mencakup
aspek pengontrolan perilaku, kognisi, dan keputusan.
25
2.3 Iklim Sekolah
2.3.1 Definisi Iklim Sekolah
Menurut Edwards (2006) perilaku cyberbullying paling sering terjadi pada masa-masa
sekolah menengah atas (SMA), dikarenakan pada masa ini remaja memiliki
egosentrisme yang tinggi dan pengaruh iklim sekolah yang tidak produktif. Remaja
melakukan perilaku cyberbulying memiliki iklim sekolah yang tidak produktif
diantaranya yaitu pengaruh teman sebaya. Menurut Benitez dan Justicia (2006)
kelompok teman sebaya yang memiliki masalah di sekolah akan memberikan dampak
yang negatif bagi sekolah seperti kekerasan, perilaku membolos, rendahnya sikap
menghormati kepada sesama teman dan guru. Teman di lingkungan sekolah idealnya
berperan sebagai “partner” siswa dalam proses pencapaian program-program
pendidikan.
Menurut Novianti (2008) tingkat pengawasan di sekolah menentukan
seberapa banyak dan seringnya terjadi peristiwa cyberbullying. Sebagaimana
rendahnya tingkat pengawasan di rumah, rendahnya pengawasan di sekolah berkaitan
erat dengan berkembangnya perilaku cyberbullying di kalangan siswa.
Lieras (2008) mendefinisikan iklim sekolah secara luas, ada iklim sekolah
yang menegangkan ketika siswa mengalami situasi tidak baik, mengancam atau
melecehkan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi efektifitas
proses belajar mengajar dari lingkungan belajar tersebut.
Mitchell, Shaw & Leaf (2010) mendefinisikan iklim sekolah sebagai
keyakinan bersama, nilai-nilai, dan bentuk sikap interaksi antara para siswa, guru, dan
26
administrator. Cohen (2010) menjelaskan bahwa iklim sekolah yang menekankan
pada kualitas dan karakter dari kehidupan sekolah. Iklim sekolah yang berdasarkan
pola pengalaman sekolah masyarakat dan mencerminkan norma, tujuan, nilai-nilai,
hubungan interpersonal belajar mengajar, praktik kepemimpinan, dan struktur
organisasi.
Tableman (dalam WCSD Climate Survey Implementation Plan, 2012)
mendeskripsikan bahwa iklim sekolah didefinisikan sebagai aspek fisik dan
psikologis dari sekolah yang lebih rentan terhadap perubahan dan yang memberikan
prasyarat yang diperlukan untuk berlangsungnya belajar mengajar. Dewan Iklim
Sekolah Nasional Amerika Serikat (dalam National School Climate Center 2012)
mendefinisikan iklim sekolah sebagai pengalaman dalam konteks sekolah yang
dilandasi norma-norma, tujuan, nilai-nilai, hubungan interpersonal, praktik
pengajaran dan pembelajaran atau struktur organisasi.
Penelitian yang dilakukan Anderson et al., (dalam Klein et al., 2012)
mendefinisikan iklim sekolah umumnya mengacu pada kualitas dan karakter interaksi
sosial sebagai sesuatu yang dibentuk oleh norma-norma, nilai-nilai, aturan, struktur
organisasi, dan hubungan unik untuk pola setiap sekolah.
Berdasarkan definisi tersebut, peneliti menggunakan definisi menurut Dewan
Iklim Sekolah Nasional Amerika Serikat (dalam Durham et al., 2014), yaitu iklim
sekolah adalah aspek fisik dan psikologis yang didasarkan pada pola pengalaman
kehidupan sekolah masyarakat dan mencerminkan norma-norma, tujuan, nilai-nilai,
hubungan interpersonal, dan struktur organisasi.
27
2.3.2 Aspek Iklim Sekolah
Menurut oleh Durham, Bettencourt, Connolly (2014) iklim sekolah terdiri atas empat
dimensi:
1. Safety
Keselamatan harus menjadi perhatian yang utama bagi setiap sekolah. Cohen
(2010) menunjukkan bahwa cara yang terbaik untuk mengatasi masalah
keamanan adalah dengan membangun komunitas sekolah yang kuat, dengan
menunjukan rasa hormat dan percaya dalam hubungan antara guru dan siswa
dengan orang tua, staf sekolah, dan masyarakat sekitarnya. Kebutuhan akan rasa
aman secara sosial, emosional, intelektual, dan fisik adalah kebutuhan dasar
manusia (Maslow, dalam Thapa et al., 2012). Perasaan aman di sekolah
berdampak signifikan untuk meningkatkan belajar siswa dan perkembangan
sekolah yang sehat (Devine& Cohen, dalam Thapa et al., 2012)
2. Interpersonal Relationship
Terdapat penelitian yang menjelaskan sekolah sebagai prediktor yang kuat dan
berkorelasi dengan kesehatan remaja dan hasil akademik, kepuasan siswa dan
masalah perilaku (Loukas et al., dalam Thapa et al., 2012).
3. Institutional environtment
Ruang sekolah adalah suatu dimensi yang memiliki pengaruh terhadap perasaan
siswa terkait keselamatan. Astor (dalam Thapa et al., 2012) menunjukan bahwa
siswa yang merasa tidak aman di lingkungan sekolah, bilamana tanpa disertai
pengawasan lingkungan seperti tata letak ruang kelas, jadwal kegiatan dan
28
interaksi siswa-guru dapat mempengaruhi perilaku siswa dan perasaan akan
keselamatan tersebut. Hal tersebut menggambarkan bahwa kualitas fasilitas
sekolah dapat mempengaruhi prestasi siswa dan merupakan mediator dari iklim
sekolah (Uline& Tschannen-Moran, dalam Thapa et al., 2012).
4. Leadership/staff relation
Pelaksana pendidikan seperti guru dan staf di sekolah sebaiknya dilibatkan dalam
penyusunan kurikulum sekolah dan dikembangkan dalam komunitas sekolah
secara holistik (Kerr et al., 2004). Sekolah yang memilki kepercayaan yang
tinggi ditandai dengan adanya hubungan sosial yang baik antara anggota sekolah,
dapat meningkatkan prestasi siswa (Bryk & Schneider, 2002).
2.3.3 Pengukuran Iklim Sekolah
Ada beberapa pengukuran iklim sekolah, diantaranya:
1. Skala pengukuran Hatboro-Horsham high school CSCI (comprehensive school
climate inventory) yang dibuat oleh Cohen 2008 (dalam D’Alessandro et al, 2011).
Skala ini terdiri dari 73 item dengan reliabilitas berkisar antara 0,70- 0,98.
2. Measuring School Climate oleh Durham, Bettencourt, Connolly (2014) memuat
empat aspek dengan 12 sub skala.
3. School Social Climate Scale (Hanif & Smith dalam Bayar, 2012) berisi tiga sub
skala dengan 33 item. Reliabilitas skala ini sebesar 0,96.
4. The School Climate Bullying Survey oleh Cornell. Skala ini terdiri dari 55 item
yang di desain untuk anak usia 6-12 tahun. Skala ini bertujuan mengukur perilaku
bullying dan aturan iklim sekolah.
29
Peneliti menggunakan alat ukur iklim sekolah yaitu Measuring School Climate oleh
Durham, Bettencourt, Connolly (2014) yang terdiri dari empat aspek yaitu safety,
interpersonal relationship, institutional environtment, dan leadership atau staff
relation.
2.4 Kerangka Berpikir
Kehidupan manusia di era digital seperti sekarang ini tidak lepas dari penggunaan
internet. Ketersediaan internet menjadi suatu bagian penting dalam kehidupan
seseorang. Berbicara mengenai karakteristik internet, ada hal yang menarik dalam
sifat internet yang membuat para penggunanya merasa nyaman dan semakin lekat
menggunakan internet. Selama berinteraksi di Internet, seseorang menjadi lebih
terbuka untuk mengekspresikan dirinya tanpa harus terbentur norma-norma social
yang biasa ditemukan pada interaksi langsung. Online user bisa lebih terbuka
terhadap orang yang tidak dikenalnya dan tidak menutup kemungkinan bagi mereka
untuk berbincang pada sesama online user mengenai topik yang tidak akan ia
perbincangkan dengan seseorang yang dikenalnya secara personal. Di samping itu,
banyak pula terdapat online user yang menggunakan kata-kata kasar, kritik yang
kejam, kemarahan, kebencian, bahkan ancaman terhadap orang lain. Pada cakupan
inilah orang menjadi lebih mudah untuk melakukan tindakan cyberbullying. Faktor
internet sebagai dunia maya memungkinkan seseorang untuk menjadi lebih tidak
mempedulikan apa yang ia tulis atau ia ucapkan di dunia maya karena ia tidak
bertemu langsung dengan lawan bicaranya.
30
Cyberbullying merupakan rangkaian komunikasi dimana pelaku tindakannya
tidak hanya sekali melakukan aksi mereka. Para pelaku cyberbullying yaitu remaja
berusia 15-17 tahun ini biasanya termotivasi karena marah, perasaan ingin membalas
dendam, atau merasa frustrasi akan sesuatu. Beberapa dari mereka melakukan
tindakan cyberbullying semata-mata hanya untuk mendapatkan reaksi dari orang
tertentu. Remaja yang sering menjadi korban bullying di dunia nyata membalaskan
dendam mereka dengan menjadi pelaku cyberbullying dan akhirnya menikmati
rasanya menjadi orang yang kuat. Motif mereka dalam melakukan perilaku
cyberbullying berbeda-beda.
Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku cyberbullying adalah kontrol
diri, iklim sekolah dan jenis kelamin. Kontrol diri adalah bagaimana individu dapat
merubah perilakunya dengan mengontrol stimulus yang datang menjadi perilaku yang
sesuai dengan aturan dan norma sosial. Remaja memiliki kontrol diri yang tidak
stabil. Kontrol diri yang rendah berakibat pada perilaku yang tidak diinginkan.
Menurut Elkind, bentuk egosentrisme khusus ini mendasari perilaku yang beresiko
dan menghancurkan diri sendiri. Hal ini terkait dengan beberapa dimensi dari kontrol
diri. Averill (1973) membagi menjadi tiga dimensi yaitu, behavioral control,
cognitive control dan decisional control.
Penggunaan internet dalam jangka waktu yang lama untuk online dapat
menyebabkan gangguan kontrol diri, yaitu gangguan kontrol impuls (behavioral
control). Behavioral control yaitu kemampuan dalam modifikasi suatu keadaan yang
tidak menyenangkan. Remaja yang memiliki kemampuan dalam memodifikasi suatu
31
keadaan dengan baik artinya memiliki behavioral control yang baik. Remaja yang
memiliki gangguan impulsif, mengalami kesulitan untuk mengontrol pemenuhan dan
akibatnya, mereka menunjukan perilaku yang agresif. Terkadang sifat remaja adalah
selalu meluapkan amarah tanpa berfikir terlebih dahulu. Mereka selalu
mengedepankan emosionalnya terlebih dahulu akibatnya dapat merubah perilakunya.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh DeWall et al., (dalam Li et al.,
2014) bahwa kontrol diri yang rendah memiliki korelasi positif dan berpengaruh
terhadap agresivitas.
Kognitif kontrol (cognitive control) berperan dalam memproses informasi
yang bertujuan untuk mengurangi stres jangka panjang dan agresivitas. Cognitive
control yaitu kemampuan dalam mengolah informasi dengan cara menginterpretasi,
menilai atau menghubungkan suatu kejadian. Kemampuan cognitive control penting
bagi remaja karena sifat dasar remaja yaitu memiliki sifat argumentatif. Mereka terus
menerus mencari kesempatan untuk mencoba dan memamerkan kemampuan
penalaran mereka. Mereka menjadi sering berdebat seiring dengan penguasaan fakta
dan logika. Oleh karena itu semakin rendah cognitive control yang dimilikinya maka
munculnya perilaku cyberbullying semakin tinggi.
Menurut Anderson & Bushman, kemampuan mengontrol keputusan
(decisional control) terkait dengan hal-hal yang berhubungan dengan tindakan
melanggar hukum dan anti sosial merupakan hal yang penting (dalam Li et al., 2004).
Hal ini terkait dengan sifat remaja yaitu sulit untuk memutuskan sesuatu. Remaja
dapat memikirkan banyak alternatif di pikirannya dalam waktu yang sama, tetapi
32
kurang memiliki strategi yang efektif untuk memilih. Hal ini berpengaruh positif
terhadap tingginya perilaku cyberbullying. Setiap keputusan yang diambil pada masa
remaja belum tentu matang. Oleh karena itu apabila Remaja yang memiliki decisional
control yang rendah berakibat munculnya perilaku cyberbullying. Menurut Calhoun
dan Acocella (1990) bahwa upaya pengontrolan diri dalam proses pencapaian standar
bertujuan agar individu tidak melakukan hal-hal yang menyimpang.
Faktor lain yang berpengaruh adalah iklim sekolah. Sekolah sebagai
lingkungan luar terdekat dalam kehidupan perkembangan remaja idealnya dapat
menjadi jembatan untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi pada masa remaja. Masa
perkembangan remaja sebagian besar dihabiskan di sekolah selain di rumah. Apabila
remaja memilki kenyamanan terhadap iklim sekolahnya, perilaku negatif seperti
cyberbullying tidak terjadi. Hal ini diperkuat dengan penelitian terdahulu bahwa iklim
sekolah yang positif mungkin menjadi faktor protektif terkait dengan keterlibatan
penurunan perilaku risiko seperti penyalahan zat dan agresi. Siswa yang sangat tidak
puas dengan lingkungan sekolah memiliki potensi tiga kali lebih tinggi peluangnya
menjadi pelaku cyberbullying. Durham et al., (2014) membagi menjadi empat
dimensi yaitu safety, interpersonal relationship, institutional environtment dan
leadership atau staff relation.
Dimensi Safety adalah merasa aman secara sosial, emosional, intelektual, dan
fisik adalah kebutuhan dasar manusia (Maslow, dalam Thapa et al., 2012). Iklim
sekolah yang produktif adalah siswa yang merasa aman di sekolahnya baik dengan
sesama teman, guru maupun dengan bangunan sekolah tersebut. Apabila siswa tidak
33
merasa aman dengan iklim sekolahnya, siswa tersebut akan melakukan pelampiasan.
Perilaku cyberbullying bisa terjadi pada remaja dalam melampiaskan rasa tidak
amannya di sekolah. Oleh karena itu siswa yang merasa aman lebih mungkin tidak
melakukan perilaku cyberbullying.
Dimensi interpersonal relationship adalah hubungan akrab dengan teman atau
orang dekat di sekolah. Menurut perkembangannya, pengaruh teman sebaya lebih
besar terhadap remaja. Hal ini berkaitan dengan sifat remaja yaitu berhubungan
dengan penyesuaian sosial. Remaja menghabiskan waktu yang makin banyak dengan
teman sebaya, tetapi hubungan dengan orang tua terus berpengaruh. Pengaruh dari
kelompok teman sebaya paling kuat terdapat di masa remaja awal. Struktur dari
teman sebaya menjadi lebih rumit, melibatkan kawanan dan kerumunan serta
persahabatan (Papalia et al., 2009). Oleh karena itu, siswa yang memilki hubungan
interpersonal yang baik dimanapun lebih mungkin tidak melakukan perilaku
cyberbullying. Hal ini diperkuat dengan penelitian menurut Loukas et al., (dalam
Thapa et al., 2012), siswa yang memiliki hubungan interpersonal di sekolah
berkorelasi positif dengan kesehatan remaja, hasil akademik, kepuasan siswa dan
masalah perilaku (agresivitas).
Dimensi Institutional environment menurut Astor (dalam Thapa et al., 2012)
mendeskripsikan bahwa kualitas fasilitas sekolah mempengaruhi prestasi siswa.
Sekolah yang produktif memilki tata ruang yang baik, aturan tata tertib yang
sistematis, lingkungan sekolah yang strategis serta guru-guru yang kompeten di
dalamnya. Persepsi yang baik dari lingkungan sekolah merupakan faktor protektif
34
bagi siswa. Siswa yang merasa nyaman dengan kualitas fasilitas sekolah memiliki
potensi untuk tidak melakukan perilaku cyberbullying. Menurut Lleras (2008) bahwa
ketika siswa mengalami situasi tidak baik atau mengancam mempengaruhi efektifitas
proses belajar dari lingkungan sekolah tersebut. Oleh karena itu bisa saja siswa akan
mengalami pelampiasan ke media sosial sehingga siswa yang merasa puas dengan
sekolahnya lebih mungkin melakukan perilaku cyberbullying.
Dimensi leadership atau staff relation adalah pelaksana pendidikan seperti
guru dan staf yang sebaiknya dilibatkan dalam penyusunan sekolah dan
dikembangkan dalam komunitas sekolah (Kerr et al., 2004 dalam Thapa et al.,
2012). Iklim sekolah yang produktif memilki guru yang kompeten bagaimana
mengatur sekolahnya dan mengatur muridnya menjadi baik. Guru juga memiliki
hubungan yang baik dengan sesama guru dan muridnya merupakan iklim sekolah
yang produktif. Apabila siswa menilai bahwa guru dan staf memiliki hubungan baik
otomatis guru dapat mempengaruhi perilakunya. Artinya, perilaku cyberbullying akan
berkurang atau siswa tidak akan melakukan perilaku cyberbullying untuk melakukan
pelampiasan apabila siswa tersebut memiliki hubungan yang baik dengan gurunya.
Beberapa penelitian terdahulu masih memiliki kontroversi, karena di setiap
negara memiliki hasil yang berbeda dalam penelitian gender dan cyberbullying.
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Li (2007) bahwa laki-laki lebih sering
melakukan tindakan cyberbullying dibandingkan perempuan. Penelitian yang
dilakukan Campbell (2005) menunjukan bahwa laki-laki dan perempuan
kemungkinan yang sama besar dalam melakukan cyberbullying. Tidak menutup
35
kemungkinan masing-masing faktor yang telah dipaparkan saling berkontribusi satu
sama lain dan memberikan pengaruh bagi kecenderungan remaja untuk melakukan
cyberbullying.
Berdasarkan paparan diatas dapat digambarkan sebagai berikut:
Kontrol diri
Iklim sekolah
Gambar 2.1 Pengaruh Kontrol Diri, Iklim Sekolah terhadap perilaku Cyberbullying
pada Remaja.
Behavioral control
Cognitive control
Decisional control
Interpersonal relationship
Institutional environtment
Leadership/ staff relation
Jenis Kelamin
Perilaku Cyberbullying
pada remaja
Safety
36
2.5 Hipotesis Penelitian
Karena penelitian ini diuji dengan analisis statistik, maka hipotesis yang akan diuji
adalah hipotesis alternatif yang terdiri dari hipotesis mayor dan minor, yaitu:
: Ada pengaruh yang signifikan dimensi ontrol diri, iklim sekolah dan faktor
demografis jenis kelamin terhadap perilaku cyberbullying pada remaja.
: Ada pengaruh yang signifikan dimensi behavioral control pada variabel kontrol
diri terhadap perilaku cyberbullying pada remaja.
: Ada pengaruh yang signifikan dimensi cognitive control pada variabel konrol diri
terhadap perilaku cyberbullying pada remaja.
: Ada pengaruh yang signifikan dimensi decisional control pada variabel iklim
sekolah terhadap perilaku cyberbullying pada remaja
: Ada pengaruh yang signifikan dimensi safety pada variabel iklim sekolah
terhadap perilaku cyberbullying pada remaja
: Ada pengaruh yang signifikan dimensi interpersonal relationship pada variabel
iklim sekolah terhadap perilaku cyberbullying pada remaja
: Ada pengaruh yang signifikan dimensi institutional environtment pada variabel
iklim sekolah terhadap perilaku cyberbullying pada remaja
: Ada pengaruh yang signifikan dimensi leadership atau staff relation pada
variabel iklim sekolah terhadap perilaku cyberbullying pada remaja
: Ada pengaruh yang signifikan faktor demografis jenis kelamin terhadap perilaku
cyberbullying pada remaja
37
Peneliti juga melakukan uji hipotesis (H0) untuk mengetahui pengaruh variabel
independen terhadap perilaku cyberbullying pada remaja. Apabila hipotesis statistik
tidak ditolak, maka tidak ada pengaruh yang signifikan variabel independen terhadap
perilaku cyberbullying pada remaja.
38
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini, peneliti akan memaparkan tentang metode penelitian yaitu subyek
penelitian, variabel penelitian, definisi operasional setiap variabel, teknik
pengumpulan data yang digunakan sebagai acuan untuk instrumen penelitian.
3.1 Subyek penelitian
3.1.1 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah remaja yang berusia 15 tahun sampai dengan 17 tahun
(remaja akhir) yang menjadi pelaku cyberbullying di Sekolah X dan Y Jakarta Timur.
Sampel berjumlah sebanyak 185 siswa. Alasan peneliti dalam pengambilan sampel
adalah adanya kemudahan aksesibilitas dan banyaknya kasus tindak kekerasan di
Jakarta Timur.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini termasuk ke dalam non
probability sampling dimana sampel yang diambil adalah sampel yang telah
memenuhi kriteria atau tujuan yang telah ditentukan peneliti.
Penetapan jumlah sampel tersebut disesuaikan dengan kemampuan peneliti
berdasarkan pertimbangan waktu dan dana sampel dalam penelitian ini. Karakteristik
sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Responden merupakan siswa kelas X, XI dan XII di beberapa sekolah Jakarta
Timur.
39
2. Responden merupakan pengguna internet aktif yang sangat rutin, atau hampir
dalam seminggu menggunakan komputer maupun alat lainnya yang menyediakan
akses internet seperti smartphone, laptop, ataupun telepon genggam.
3. Dalam sehari melakukan tindakan cyberbullying seperti membajak, mengirimkan
kata-kata kasar atau mengirimkan gambar yang membuat malu orang lain
sekurang-kurangnya dalam enam bulan terakhir.
3.2 Variabel Penelitian
3.2.1 Identifikasi Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel terikat dan variabel bebas.
Variabel-variabel penelitian yang akan diteliti yaitu:
1. Dependent variable (DV): Perilaku Cyberbullying
2. Independent variable (IV): kontrol diri (behavioral control, cognitive control,
dan decisional control), iklim sekolah (safety, interpersonal relationship,
institutional environment dan leadership atau staff relation) dan jenis kelamin.
3.2.2 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional dari setiap variable dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Perilaku Cyberbullying
Cyberbullying adalah perilaku membully melalui media elektronik seperti
komputer ataupun telepon seluler, berupa pesan singkat berisi hal yang menghina
perasaan orang lain, membajak, mengirimkan kata-kata kasar serta mengirimkan
gambar yang membuat malu dalam sebuah chat room, atau melalui media online.
40
2) Behavioral Control
Behavioral control adalah kemampuan memodifikasi keadaan yang tidak
menyenangkan dengan mengatur pelaksaan dan memodifikasi stimulus.
3) Cognitive Control
Cognitive control adalah mampu menginterpretasi informasi yang dimiliki,
individu dapat mengantisipasi secara segi positif secara objektif.
4) Decisional Control
Decional control adalah mampu mengontrol keputusan dengan memilih hasil
berdasarkan pada sesuatu yang diyakininya.
5) Safety
Safety adalah kebutuhan akan rasa aman secara sosial, emosional, intelektual, dan
fisik.
6) Interpersonal relationship
Interpersonal relationship adalah hubungan antara murid di sekolah.
7) Institutional environtment
Institutional environtment yaitu ruang sekolah seperti tata letak ruang kelas,
jadwal kegiatan dan interaksi siswa-guru yang merupakan kualitas sekolah.
8) Leadership atau staff relation
Leadership atau staff relation yaitu pelaksanaan pendidikan seperti guru dan staf
yang memiliki hubungan sosial yang baik.
41
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data berupa skala yaitu skala cyberbullying, kontrol diri dan
iklim sekolah. Untuk model skala, peneliti menggunakan model skala likert, dimana
variabel penelitian dijadikan sebagai titik tolak penyusunan item-item instrumen.
Jawaban dari setiap instrumen ini terdiri dari empat kategori jawaban, yaitu “Sangat
Sering” (SS), “Sering” (S), “Jarang” (J), “Tidak Pernah” (TP).
Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya pemusatan (central tendency)
atau menghindari jumlah respon yang bersifat netral. Model ini terdiri dari pernyataan
yang mendukung aspek (favourable) dan pernyataan yang tidak mendukung
(unfavourable). Adapun penskoran dapat dilihat di tabel 3.1
Tabel 3.1 Proporsi Nilai Skala Cyberbullying
Pilihan Pernyataan
Favorable Unfavorable
Sangat Sering 4 1
Sering 3 2
Jarang 2 3
Tidak Pernah 1 4
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari tiga alat ukur, yaitu: alat
ukur perilaku cyberbullying, alat ukur kontrol diri dan alat ukur iklim sekolah.
3.3.1 Perilaku Cyberbullying
Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah skala perilaku cyberbullying
yang dibuat sendiri mengacu pada teori Willard (2007). Skala ini disusun berdasarkan
aktivitas-aktivitas dalam cyberbullying. Adapun pembagian item-item tiap aspek
dapat dilihat pada tabel 3.2
42
Tabel 3.2
Blue Print skala Cyberbullying
No. Dimensi Indikator Item
Jumlah Fav Unfav
1. Flaming Mengirimkan kata-kata kasar sehingga
menimbulkan pertengkaran 1,2,3 4 4
2. Harrasment Mengirimkan pesan berulangkali
menggunakan bahasa kasar, kejam, dan
mengolok-olok
5,6 7,8 4
3. Denigration Mengirimkan atau memposting rumor
mengenai seseorang untuk merusak
pertemanan atau reputasi orang tersebut
9,10,11 - 3
4. Impersonation
Memposing perkataan kasar dengan
mengatas namakan orang lain 12, 13 -
4 Memposting tulisan yang memalukan
menggunakan akun orang lain 14, 15 -
5. Outing Menyebar gambar, rahasia atau
informasi memalukan mengenai orang
lain secara online
16, 17,
18 19 4
6. Exclusion Secara sengaja mengeluarkan seseorang
dari kelompok online dengan kasar
20, 21,
22 23 4
Total 23
3.3.2 Kontrol Diri
Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah skala kontrol diri yang dibuat
sendiri mengacu pada teori Averill (1973) dengan tiga aspek yaitu behavioral control,
cognitive control dan decisional control. Dari ketiga aspek tersebut, peneliti membuat
kalimat yang sesuai dengan ketiga aspek. Setelah itu, peneliti mencoba menguji item
terrsebut agar responden mudah memahami kalimat pada tiap item. Skala ini terdiri
dari 10 item favorable dan 5 item unfavorable. Adapun blueprint skala kontrol diri
sebagai berikut. Adapun pembagian item-item tiap aspek dapat dilihat pada tabel 3.3
43
Tabel 3.3
Blue print kontrol diri
No Dimensi Indikator Item
Jumlah Fav Unfav
1. Behavioral
control
Mampu mengontrol perilaku 1,2 3 6
Mampu mengontrol stimulus 4,5 6
2. Cognitive control Dapat menafsirkan perisiwa dan
kejadian 7,8, 9 10, 11 8
3. Decisional
control
Mampu mengambil keputusan 12, 13, 15
1 Mampu menjalankan keputusan yang
diyakini 14
Total 15
3.3.3 Iklim Sekolah
Iklim sekolah diukur dengan menggunakan Measuring School Climate oleh Durham
R.E, Bettencourt A, Connolly F berisi 4 aspek dengan 12 sub skala. Adapun blue
print alat ukur iklim sekolah dapat dilihat pada tabel 3.4 berikut.
Table 3.4
Blue print iklim sekolah
No Dimensi Indikator Item
Jumlah Fav Unfav
1. Safety
Menegakan norma-norma untuk
intervensi orang dewasa supaya siswa
merasa aman dari bahaya verbal dan
non verbal
1,2,3,
4 5,6 6
2. Interpersonal
relationship Saling menghormati perbedaan
individu dan hubungan kolaboratif
7,8,9,
10 11 5
3. Institutional
environtment Kondisi dan fasilitas sekolah yang
memadai
12,
13
14,15,1
6 5
4. Leadership
/staff relation Hubungan sosial antara pelaksana
sekolah
17,
18 19,20 4
Jumlah Item 20
44
3.4 Uji Validitas Alat Ukur
Untuk menguji keadaan instrumen yang digunakan pada penelitian ini, dilakukan uji
validitas CFA (Confirmatory Factor Analysis) dengan menggunakan software Lisrel
8.70. Pada instrumen 1) perilaku cyberbullying, 2) kontrol diri, dan 3) lklim sekolah.
Peneliti menggunakan CFA untuk pengujian validitas instrumen. Logika dari CFA
menurut Thompson (2011) adalah sebagai berikut:
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan secara
operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk
mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran terhadap
faktor ini digunakan melalui analisis terhadap respon atas item-itemnya.
2. Diteorikan setiap item hanya mengukur salah satu faktor saja, begitupun juga tiap
subtes hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun subtes bersifat
unidimensional.
3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks
korelasional antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional.
Matriks korelasi ini disebut sigma (), kemudian dibandingkan dengan matriks
dari data empiris, yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar
(unidimensional) maka tentunya tidak ada perbedaan antara matriks - matriks S
atau bisa juga dinyatakan dengan - S = 0.
4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi
square. Jika hasil chi square tidak signifikan p>0,05, maka hipotesis nihil tersebut
45
“tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat diterima bahwa
item ataupun sub tes instrumen hanya mengukur satu faktor saja.
5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan atau
tidak mengukur apa yang hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Jika hasil t-
test tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa
yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian didrop dan sebaliknya.
6. Selanjutnya, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan
faktornya negatif, maka item tersebut harus didrop. Sebab hal ini tidak sesuai
dengan sifat item, yang bersifat positif (favorable).
7. Seluruh item penerimaan diridihitung skor faktornya. Skor faktor dihitung untuk
menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Jadi penghitungan skor
faktor ini tidak menjumlahkan item-item variabel seperti pada umumnya, tetapi
dihitung true score pada tiap skala. Skor faktor yang dianalisis adalah skor faktor
yang bermuatan positif dan signifikan. Adapun rumus T Score yaitu (Umar,
2011):
Tskor = (10 x faktor skor) + 50
Keterangan: 10 adalah nilai standar deviasi dan 50 adalah nilai mean.
8. Langkah terakhir setelah didapatkan faktor skor yang telah dirubah menjadi T skor,
nilai baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan regresi.
46
3.4.1 Uji validitas konstruk perilaku Cyberbullying
Pada skala ini terdapat 23 item. Peneliti melakukan uji validitas terhadap skala ini.
Peneliti menguji apakah 23 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur perilaku cyberbullying. Hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor diperoleh model tidak fit dengan Chi-Square= 963,14 df= 230, P-
value= 0.00000, RMSEA= 0.132. Namun, setelah dilakukan modifiksi terhadap
model dimana kessalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi
satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi-Square= 266,68, df=
184, P-value= 0.00006, RMSEA= 0.049. Nilai ini menyatakan bahwa p-value > 0.05
(tidak signifikan), yang artinya model dapat diterima, bahwa tidak ada perbedaan
antara data dengan teori dan seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu perilaku
cyberbullying.
Peneliti selanjutnya melihat signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktor
yang hendak diukur diujikan hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari tiap
item.Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor.Jika nilai t>1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya, hasilnya
terdapat dalam tabel 3.5.
Berdasarkan tabel 3.5 dapat dilihat bahwa terdapat item yang signifikan dan
tidak signifikan. Item yang signifikan tidak akan di drop dan diikut sertakan dalam
analisis uji hipotesis. Sementara item nomor 7, 8, dan 23 terbukti tidak signifikan dan
harus di drop. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari alat ukur perilaku cyberbullying
terdapat 20 item yang signifikan dan 3 item yang tidak signifikan.
47
Tabel 3.5
Muatan Faktor Item untuk Cyberbullying No Item Lambda Eror Nilai t Signifikan
1 0.49 0.76 7.43 √
2 0.48 0.77 7.23 √
3 0.57 0.67 9.04 √
4 0.30 0.91 4.27 √
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
0.42
0.39
0.08
-0.14
0.57
0.89
0.83
0.83
0.42
0.75
0.46
0.65
0.72
0.77
0.22
0.41
0.26
0.48
0.02
0.82
0.05
0.99
0.98
0.67
0.21
0.32
0.30
0.82
0.44
0.79
0.58
0.49
0.41
0.95
0.83
0.93
0.77
1.00
6.23
5.97
1.01
-2.01
8.92
15.39
13.98
14.14
6.28
11.75
7.14
9.67
11.26
12.59
3.03
5.72
3.52
7.21
0.30
√
√
X
X
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
X
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96), X = tidak signifikan
3.4.2 Uji validitas alat ukur Kontrol Diri
Pada pengujian validitas alat ukur kontrol diri, peneliti menguji apakah 15 item yang
bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur kontrol diri. Item-item ini
digunakan untuk mengukur kontrol diri melalui tiga dimensi, yaitu behavioral
control, cognitive control, decisional control secara terpisah satu persatu.
1. Behavioral control
Dari hasil uji CFA yang dilakukan pertama kali didapatkan chi-square=9,46, df=9, P-
value=0.39581, RMSEA=0.017, yang mana artinya model tersebut fit. Nilai ini
menyatakan bahwa p-value >0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dapat
48
diterima, bahwa tidak ada perbedaan antara data dengan teori dan seluruh item
mengukur satu faktor saja yaitu behavioral control.
Peneliti selanjutnya melihat signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktor
yang hendak diukur diujikan hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari tiap
item.Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor. Jika nilai t>1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya, hasilnya
terdapat dalam tabel 3.6
Tabel 3.6
Muatan Faktor Item untuk Behavior control Dimensi Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
Behavior control 1 0.75 0.43 9.32 √
2 0.48 0.77 5.88 √
3 0.16 0.97 1.89 X
4 0.63 0.60 7.87 √
5
6
0.55
0.26
0.70
0.93
6,79
3.05
√
√
Keterangan : tanda √ = signifikan(t>1.96); X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.6 dapat dilihat bahwa terdapat item yang signifikan dan tidak
signifikan. Item yang signifikan tidak akan di drop dan diikut sertakan dalam analisis
uji hipotesis. Sementara item nomor 3 terbukti tidak signifikan dan harus di drop.Jadi,
dapat disimpulkan bahwa dari alat ukur behavioral control terdapat 5 item yang
signifikan dan 1 item yang tidak signifikan
2. Cogniive Control
Dari hasil uji CFA yang dilakukan pertama kali didapatkan chi-square=8,28, df=4, P-
value=0.08171, RMSEA=0.076, yang mana artinya model tersebut fit. Nilai ini
menyatakan bahwa p-value >0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dapat
49
diterima, bahwa tidak ada perbedaan antara data dengan teori dan seluruh item
mengukur satu faktor saja yaitu cognitive control.
Peneliti selanjutnya melihat signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktor
yang hendak diukur diujikan hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari tiap
item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor.Jika nilai t>1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya, hasilnya
terdapat dalam tabel 3.7.
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item untuk cognitive control No Item Lambda Std.eror Nilai t Significant
7 0.57 0.68 5.65 √
8 0.41 0.83 4.56 √
9 0.75 0.43 6.49 √
10 0.15 0.98 1.70 X
11 0.12 0.99 1.29 X
Keterangan: tanda V = Signifikan (t >1,96)
Berdasarkan tabel 3.7 dapat dilihat bahwa terdapat item yang signifikan dan tidak
signifikan. Item yang signifikan tidak akan di drop dan diikut sertakan dalam analisis
uji hipotesis. Sementara item nomor 10, 11 terbukti tidak signifikan dan harus di
drop.Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari alat ukur behavioral control terdapat 3 item
yang signifikan dan 2 item yang tidak signifikan
3. Decisional control
Dari hasil uji CFA yang dilakukan pertama kali didapatkan chi-square= 3,44, df=2, P-
value=0.17880, RMSEA=0.063 yang mana artinya model tersebut fit. Nilai ini
menyatakan bahwa p-value >0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dapat
50
diterima, bahwa tidak ada perbedaan antara data dengan teori dan seluruh item
mengukur satu faktor saja yaitu decisional control.
Peneliti selanjutnya melihat signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktor
yang hendak diukur diujikan hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari tiap
item.Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor.Jika nilai t>1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya, hasilnya
terdapat dalam tabel 3.8.
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item untuk decional control No Item Lambda Std.eror Nilai t Significant
12 0.65 0.57 6.76 √
13 0.76 0.43 7.33 √
14 0.46 0.79 5.30 √
15 0.09 0.99 1.07 X
Keterangan: tanda V = Signifikan (t >1,96)
Berdasarkan tabel 3.8 dapat dilihat bahwa terdapat item yang signifikan dan
tidak signifikan. Item yang signifikan tidak akan di drop dan diikut sertakan dalam
analisis uji hipotesis. Sementara item nomor 15 terbukti tidak signifikan dan harus di
drop.Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari alat ukur behavioral control terdapat 3 item
yang signifikan dan 1 item yang tidak signifikan.
3.4.3 Uji validitas konstruk iklim sekolah
Pada pengujian validitas alat ukur iklim sekolah, peneliti menguji apakah 20 item
yang bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur iklim sekolah. Item-item
ini digunakan untukmengukuriklim sekolah melalui empat dimensi, yaitu safety,
51
interpersonal relationship, institutional environment, leadership atau staff relation
secara terpisah satu persatu.
1. Safety
Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor diperoleh model
tidak fit dengan Chi-Square= 43,79 df= 9, P-value= 0.00000, RMSEA= 0.145.
Namun, setelah dilakukan modifiksi terhadap model dimana kessalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model
fit dengan nilai Chi-Square= 4,71 , df= 5, P-value= 0.45167, RMSEA= 0.060. Nilai
ini menyatakan bahwa p-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dapat
diterima, bahwa tidak ada perbedaan antara data dengan teori dan seluruh item
mengukur satu faktor saja yaitu safety.
Peneliti selanjutnya melihat signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktor
yang hendak diukur diujikan hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari tiap
item.Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor.Jika nilai t >1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya, hasilnya
terdapat dalam tabel 3.9.
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item untuk Safety No Item Lambda Std.eror Nilai t Significant
1 0.39 0.85 4.25 √
2 0.67 0.55 7.56 √
3 0.61 0.63 6.96 √
4 0.63 0.61 7.20 √
5
6
0.06
0.20
0.00
0.96
0.67
2.10
X
√
Keterangan: tanda V = Signifikan (t >1,96)
52
Berdasarkan tabel 3.9 dapat dilihat bahwa terdapat item yang signifikan dan
tidak signifikan. Item yang signifikan tidak akan di drop dan diikut sertakan dalam
analisis uji hipotesis. Sementara item nomor 5 terbukti tidak signifikan dan harus di
drop. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari alat ukur behavioral control terdapat 5 item
yang signifikan dan 1 item yang tidak signifikan.
2. Interpersonal Relationship
Dari hasil uji CFA yang dilakukan pertama kali didapatkan chi-square=9,61, df=5, P-
value=0.08711, RMSEA=0.071 yang mana artinya model tersebut fit. Nilai ini
menyatakan bahwa p-value >0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dapat
diterima, bahwa tidak ada perbedaan antara data dengan teori dan seluruh item
mengukur satu faktor saja yaitu interpersonal relationship.
Peneliti selanjutnya melihat signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktor
yang hendak diukur diujikan hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari tiap
item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor. Jika nilai t>1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya, hasilnya
terdapat dalam tabel 3.10
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item untuk Interpersonal Relationship No Item Lambda Std.eror Nilai t Significant
7 0.79 0.38 9.42 √
8 0.70 0.52 8.50 √
9 0.33 0.89 4.03 √
10 0.09 0.99 1.07 X
11
0.52 0.73
6.52
√
Keterangan: tanda V = Signifikan (t >1,96)
53
Berdasarkan tabel 3.10 dapat dilihat bahwa terdapat item yang signifikan dan tidak
signifikan. Item yang signifikan tidak akan di drop dan diikut sertakan dalam analisis
uji hipotesis. Sementara item nomor 11 terbukti tidak signifikan dan harus di drop.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari alat ukur interpersonal relationship terdapat 4
item yang signifikan dan 1 item yang tidak signifikan.
3. Institutional Environment
Dari hasil uji CFA yang dilakukan pertama kali didapatkan chi-square= 5,57, df=5, P-
value=0.36159, RMSEA=0.023 yang mana artinya model tersebut fit. Nilai ini
menyatakan bahwa p-value >0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dapat
diterima, bahwa tidak ada perbedaan antara data dengan teori dan seluruh item
mengukur satu faktor saja yaitu institutional rnvironment.
Peneliti selanjutnya melihat signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktor
yang hendak diukur diujikan hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari tiap
item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor. Jika nilai t>1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya, hasilnya
terdapat dalam tabel 3.11
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item untuk Institutional environment No Item Lambda Std.eror Nilai t Significant
12 0.80 0.36 4.14 √
13 0.54 0.71 3.18 √
14 0.05 1.00 0.61 X
15 0.24 0.94 2.54 √
16
-0.13 0.98
-1.40
X
Keterangan: tanda V = Signifikan (t >1,96)
54
Berdasarkan tabel 3.11 dapat dilihat bahwa terdapat item yang signifikan dan tidak
signifikan. Item yang signifikan tidak akan di drop dan diikut sertakan dalam analisis
uji hipotesis. Sementara item nomor 14,16 terbukti tidak signifikan dan harus di drop.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari alat ukur institutional environment terdapat 4 item
yang signifikan dan 2 item yang tidak signifikan.
4. Leadership atau Staff relation
Dari hasil uji CFA yang dilakukan pertama kali didapatkan chi-square=10,85, df=2,
P-value=0.00440, RMSEA=0.155 yang mana artinya model tersebut tidak fit.
Berdasarkan hasil tersebut, maka peneliti melakukan modifikasi terhadap model,
dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya, sampai didapatkan model fit. Berdasarkan hasil uji CFA selanjutnya,
didapatkan model fit dengan nilai chi-square=0.89, df=1, P-value=0,34573,
RMSEA=0.000. Nilai ini menyatakan bahwa p-value >0.05 (tidak signifikan), yang
artinya model dapat diterima, bahwa tidak ada perbedaan antara data dengan teori dan
seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu Leadership atau Staff relation.
Peneliti selanjutnya melihat signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktor
yang hendak diukur diujikan hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari tiap
item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor. Jika nilai t>1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya, hasilnya
terdapat dalam tabel 3.12
55
Tabel 3.12
Muatan Faktor Item untuk leadership/ staff relation No Item Lambda Std.eror Nilai t Significant
17 0.88 0.23 4.96 √
18 0.55 0.69 4.42 √
19 0.23 0,95 2,56 √
20 -0.15 0.98 -1,74 X
Keterangan: tanda V = Signifikan (t >1,96)
Berdasarkan tabel 3.12 dapat dilihat bahwa terdapat item yang signifikan dan tidak
signifikan. Item yang signifikan tidak akan di drop dan diikut sertakan dalam analisis
uji hipotesis. Sementara item nomor 20 terbukti tidak signifikan dan harus di
drop.Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari alat ukur leadership/ staff relation terdapat 3
item yang signifikan dan 1 item yang tidak signifikan.
3.5 Teknik Analisis Data
Untuk melihat pengaruh independent variable terhadap dependent variable, peneliti
akan menggunakan analisis regresi berganda. Regresi berganda merupakan metode
statistika yang digunakan untuk membentuk model hubungan antara DV dengan lebih
dari satu IV. Persamaan regresi berganda penelitian ini adalah :
Y = a+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+b6X6+b7X7+b8X8+b9X9+b10X10+ e
Keterangan :
Y = perilakuCyberbullying
a = intersep atau konstan
b = koefisien regresi
X1 = behavioral control
X2 = cognitive control
X3 = decisional control
X4 = safety
X5 = interpersonal relationship
X6 = institutional environment
56
X7 = leadership atau staff relation
=jenis kelamin
e = error
Selanjutnya, untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan model
yang paling sesuai (memiliki error terkecil), dibutuhkan beberapa pengujian dan
analisis sebagai berikut.
1. R2
(koefisien determinasi berganda)
Melalui regresi berganda ini akan diperoleh nilai R, yaitu melalui regresi
berganda antara kontrol diri, iklim sekolah, dan jenis kelaminterhadap
psychological well being. Besarnya cyberbullying yang disebabkan oleh faktor-
faktor yang telah disebutkan sebelumnya, ditunjukkan oleh koefisien determinasi
berganda atau R2. R
2 menunjukkan variasi oleh perubahan variabel dependen (Y)
yang disebabkan variabel independen (X) atau digunakan untuk mengetahui
besarnya pengaruh variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y) atau
merupakan proporsi varians dari kontrol diri, iklim sekolahdan jenis kelamin.
Untuk mendapat nilai R2 digunakan rumus sebagai berikut:
R2
=
2. Uji F
Selanjutnya R2 diuji untuk membuktikan apakah regresi Y pada X signifikan atau
tidak maka digunakanlah uji F. Untuk membuktikan hal tersebut menggunakan
rumus :
F= ⁄
( ) ( )
57
K adalah jumlah IV dan N adalah jumlah sampel.Dari uji F yang dilakukan
nantinya, dapat dilihat apakah IV yang diuji memiliki pengaruh terhadap DV.
3. Uji t
Kemudian dilanjutkan dengan uji t dimana ini digunakan untuk melihat apakah
pengaruh yang diberikan IV (X) signifikan dengan DV (Y). Oleh karena itu,
sebelum didapat nilai t dari setiap IV harus didapat dahulu nilai standar error
estimate dari b (koefisien regresi) yang didapatkan melalui akar mean square
dibagi SS. Setelah didapat nilai Sb barulah bisa dilakukan uji t, yaitu hasil bagi
dari b (koefisien regresi) dengan Sb itu sendiri. Uji t dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
R2
=
dimana b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standar eror dari b. Hasil uji t ini
akan diperoleh dan hasil regresi yang akan dilakukan oleh peneliti nantinya.
3.6 Prosedur Penelitian
1. Persiapan
Pada tahap awal, peneliti merumuskan masalah yang akan diteliti kemudian
mengadakan studi pustaka untuk melihat masalah tersebut dari sudut pandang
teori. Selain itu, peneliti juga melakukan studi pendahuluan di lapangan, guna
membuktikan adanya fenomena terkait masalah yang diangkat dalam penelitian.
Peneliti mengadakan studi pendahuluan dengan melakukan wawancara terhadap
pelaku cyberbullying. Peneliti juga melakukan observasi terhadap dua sekolah di
58
Jakarta Timur. Setelah mendapatkan teori-teori secara lengkap, kemudian
peneliti menyiapkan, membuat dan menyusun alat ukur yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu dengan menggunakan skala yang peneliti adaptasi item-item
tersebut, yaitu skala cyberbullying, kontrol diri dan iklim sekolah. Ketiga skala
tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan responden yang mengacu
pada dasar teori yang telah dikemukakan.
2. Pengambilan sampel
Dalam penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan non probability
sampling yaitu kemungkinan terpilihnya setiap responden anggota populasi tidak
dapat dihitung. Dalam pencarian responden, peneliti melalui proses permintaan
izin secara resmi kepada sekolah X dan Y di Jakarta Timur.
3. Penyebaran data
Peneliti melaksanakan pengambilan data dengan cara menyebarkan kuesioner
skala kepada responden sesuai dengan kriteria sampel yang telah ditentukan,
yaitu kepada remaja SMA X dan Y di Jakarta Timur.
4. Pengolahan data
Setelah melakukan penyebaran data atau kuesioner, peneliti melakukan scoring
terhadap hasil skala yang telah diisi oleh responden, menghitung dan mencatat
tabulasi data yang diperoleh, kemudian membuat tabel. Peneliti selanjutnya
melakukan analisis data. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi
berganda dengan software SPSS.
59
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Dalam bab hasil akan dipaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan. Pembahasan
tersebut meliputi tiga bagian yaitu, gambaran subyek penelitian, hasil analisis
deskriptif dan terakhir hasil uji hipotesis.
4.1 Gambaran Subyek Penelitian
Pada pembahasan yang pertama akan dideskripsikan mengenai subjek penelitian yang
berjumlah 185 orang. Gambaran subjek penelitian dijelaskan berdasarkan jenis
kelamin dan kelas. Gambaran subjek penelitian pada tabel 4.1 di bawah ini:
Tabel 4.1
Gambaran Subjek Penelitian
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 74 40%
Perempuan 111 60%
Total 185 100%
Berdasarkan tabel 4.1 terlihat bahwa subjek penelitian perempuan jumlahnya
lebih banyak daripada laki-laki yaitu 111 orang atau 60%. Sedangkan subjek
penelitian laki-laki berjumlah 74 orang atau 40%.
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Perlu diingat bahwa pada penelitian ini skor yang digunakan dalam analisis statistik
adalah skor faktor yang dihitung untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan
pengukuran. Jadi, perhitungan skor faktor pada tiap variabel tidak menjumlahkan
60
item-item seperti pada umumnya, tetapi dihitung dengan maximum likelihood,
skorini disebut truescore. Item-item yang dianalisis oleh maximum likelihood adalah
item yang bermuatan positif dan signifikan. Adapun true score yang dihasilkan oleh
maximum likelihood satuannya berbentuk Zscore. Untuk menghilangkan bilangan
negatif dari Zscore, semua skor ditransformasikan ke skala T yang semuanya positif
dengan menetapkan nilai mean= 50 dan standar deviasi= 10. Pada tabel 4.2
digambarkan hasil deskriptif statistic dari seluruh variabel kontinum yang berisi nilai
mean, standar deviasi(SD), nilai maksimum dan minimum dari masing-masing
variabel.
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif No Variabel N Min Maks Mean St. Dev
1 Cyberbullying 185 41.94 99.03 50 94.96
2 Behavior control 185 28.97 66.64 50 81.89
3 Cognitive control 185 23.86 65.13 50 76.77
4 Decisional control 185 22.92 63.22 50 78.80
5 Safety 185 28.46 62.64 50 75.43
6 Interpersonal relationship 185 25.24 64.86 50 85.36
7 Institutional environment 185 22.68 63.99 50 99.49
8 Leadership/staff relation 185 19.67 64.09 50 87.37
9 Jenis kelamin 185 0 1 50 0.55
Berdasarkan tabel 4.2, diketahui deskripsi statistic pada seluruh variabel
independen maupun variabel dependen dengan masing-masing nilai mean 50 dan SD
10, terkecuali variabel demografi (jenis kelamin) namun karena terdapat distribusi
yang tidak simetri maka tidak semua SD memiliki nilai yang sama persis. Nilai
minimum untuk variabel cyberbullying yaitu 41.94 dan nilai maksimumnya yaitu
9 9 . 0 3 . Untuk variabel behavior control memiliki nilai minimum 28.97 dan nilai
61
maksimum 66.64. Selanjutnya variabel cognitive control memiliki nilai minimum
23.86 dan nilai maksimum 65.13. Kemudian variabel decisional control memiliki
nilai minimum 22.92 dan nilai maksimum 63.22. Variabel safety memiliki nilai
minimum 28.46 dan variabel maksimum 62.64. Untuk variabel interpersonal
relationship memiliki nilai minimum 25.24 dan nilai maksimum 64.86. Selanjutnya
variabel institutional environment memiliki nilai minimum 22.68 dan nilai
maksimum 63.99. Berikutnya variabel leadership atau staff relation memiliki nilai
minimum 19.67 dan nilai maksimum 64.09. Selanjutnya, untuk variabel demografi
yaitu jenis kelamin memiliki nilai minimum 0 yaitu untuk kode laki-laki dan nilai
maksimum 1 yaitu untuk kode perempuan.
4.3 Kategorisasi Skor
Pada penelitian ini, penulis membagi klasifikasi cyberbullying, behavioral control,
cognitive control, decisional control, safety, interpersonal relationship, institutional
environment dan leadership atau staff relation menjadi dua skor, yaitu skor rendah
dan tinggi. Kategorisasi berdasarkan rumus pada tabel 4.3 di bawah ini.
Tabel 4.3
Rumus Kategorisasi Kategorisasi Rumus
Rendah X < ̅
Tinggi X ≥ ̅
Adapun kategorisasi skor masing-masing variabel adalah sebagai berikut:
62
4.3.1 Kategorisasi skor perilaku cyberbullying
Kategorisasi skor perilaku cyberbullying akan dijelaskan pada tabel 4.4 di bawah ini:
Tabel 4.4
Kategorisasi cyberbullying Frequency Persentase
Rendah 126 68.11%
Tinggi 59 31.89%
Total 185 100%
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa dari 185 jumlah subjek penelitian,
terlihat bahwa subjek penelitian dengan skor cyberbullying rendah sebanyak 126
orang atau 68.11%. Sedangkan subjek penelitian dengan skor cyberbullying tinggi
sebanyak 59 orang atau 31.89%.
4.4 Hasil Uji Hipotesis
Pada tahapan ini penulis menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda
dengan menggunakan software SPSS. Seperti yang sudah disebutkan pada bab 3,
dalam regresi ada 3 hal yang dilihat yaitu besaran R square untuk mengetahui berapa
persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV, kedua apakah secara keseluruhan IV
berpengaruh signifikan terhadap DV dan siginifikan atau tidaknya koefisien regresi
dari masing-masing IV.
Langkah pertama peneliti melihat besaran R square untuk mengetahui berapa
persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV. Selanjutnya untuk tabel R square
dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut :
Tabel 4.5
Tabel R square Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .407 .166 .128 8.86794823
a. Predictors: (Constant), LEAD, JK, COG, INREL, INENV, BEHAV, SAFETY, DESC
63
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa perolehan R square sebesar 0.166
atau 16.6% artinya proporsi varians dari cyberbullying yang dijelaskan oleh
behavioral control, cognitive control, decisional control, safety, interpersonal
relationship, institutional environtmet dan leadership atau staff relation dalam
penelitian adalah sebesar 16.6% sedangkan 83,4% sisanya dipengaruhi oleh variabel
lain diluar penelitian.
Langkah kedua penulis menganilisis dampak dari seluruh independen variabel
terhadap cyberbullying. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini:
Tabel 4.6
Tabel Anova
Model Sum of
Squares Df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 2753.679 8 344.210 4.377 .000a
Residual 13840.729 176 78.641
Total 16594.408 184
a. Predictors: (Constant), LEAD, JK, COG, INREL, INENV, BEHAV, SAFETY, DESC
b. Dependent Variable: CBL
Jika dilihat dari kolom Sig. pada tabel 4.6 dapat diketahui bahwa nilai
signifikan lebih kecil (p<0.05). Maka hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada
pengaruh yang signifikan behavioral control, cognitive control, decisional control,
safety, interpersonal relationship, institutional environtmet dan leadership atau staff
relation terhadap dependent variable, yaitu cyberbullying ditolak. Artinya adalah ada
pengaruh yang signifikan kontrol diri (behavioral control, cognitive control, dan
decisional control) dan iklim sekolah (safety, interpersonal relationship, institutional
environment dan leadership atau staff relation) terhadap perilaku cyberbullying.
64
Pada tahap selanjutnya peneliti melihat koefisien regresi dari masing-masing
independent variable. Jika sig<0.05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang
berarti variabel independen tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
dependen variabel. Adapun besarnya koefisien regresi dari masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7
Koefisien Regresi
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficient Nilai t Sig.
B Beta
(Constant) 75.196 11.058 .000
Behavior control -.214 -.185 -2.206 .029
Cognitive control .085 .068 .814 .417
Decisional control -.116 -.097 -1.061 .290
Safety -.219 -174 -2.095 .030
Interpersonal relationship .125 .112 1.437 .152
Institutional environment .050 .052 .683 .495
Leadership/staff relation -.137 -.126 -1.590 .114
Jenis kelamin -2.940 -.171 -2.433 .016
a. Dependent Variabel: Cyberbullying
Berdasarkan pada tabel 4.7 dapat disimpulkan persamaan regresinya sebagai berikut:
Cyberbullying = 75.196 – 214 behavior control* + 0.085 cognitive control* – 116
decisional control* – 0.219 safety* + 125 interpersonal relationship + 0.050
institutional environment – 137 leadership atau staff relation – 2.940 Jenis Kelamin*
Keterangan:
Tanda (*) = Variabel Signifikan
Berdasarkan tabel 4.7 uji hipotesis dapat dijelaskan sebagai berikut:
65
1. Variabel behavior control memiliki nilai signifikan sebesar 0.029. Karena nilai
sig.<0.05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil diterima. Jadi, dapat
dikatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan behavior control terhadap
perilaku cyberbullying. Nilai koefisien regresi pada variabel ini bernilai negatif.
Artinya semakin tinggi behavior control maka semakin rendah perilaku
cyberbulying.
2. Variabel cognitive control memiliki nilai signifikan sebesar 0.417. Karena nilai
sig.>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil diterima. Jadi, dapat
dikatakan bahwa terdapat pengaruh cognitive control terhadap perilaku
cyberbullying tetapi tidak secara signifikan.
3. Variabel decisional control memiliki nilai signifikan sebesar 0.290. Karena nilai
sig.>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil diterima. Jadi, dapat
dikatakan bahwa terdapat pengaruh decisional control terhadap perilaku
cyberbullying tetapi tidak secara signifikan.
4. Variabel safety memiliki nilai signifikan sebesar 0.030. Karena nilai sig.<0.05
maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil diterima. Jadi, dapat dikatakan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan safety terhadap cyberbullying. Nilai
koefisien regresi pada variabel ini bernilai negatif. Artinya semakin tinggi safety
maka semakin rendah perilaku cyberbulying.
5. Variabel interpersonal relationship memiliki nilai signifikan sebesar 0.152.
Karena nilai sig.>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil diterima.
66
Jadi, dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh interpersonal relationship
terhadap perilaku cyberbullying tetapi tidak secara signifikan.
6. Variabel institutional environment memiliki nilai signifikan sebesar 0.495.
Karena nilai sig.>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil diterima.
Jadi, dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh institutional environment terhadap
perilaku cyberbullying tetapi tidak secara signifikan.
7. Variabel leadership/staff relation memiliki nilai signifikan sebesar 0.114. Karena
nilai sig.>0.05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil diterima. Jadi, dapat
dikatakan bahwa terdapat pengaruh leadership/staff relation terhadap perilaku
cyberbullying tetapi tidak secara signifikan.
8. Variabel jenis kelamin memiliki nilai signifikan sebesar 0.016. Karena nilai
sig.<0.05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil diterima. Jadi, dapat
dikatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan jenis kelamin terhadap
perilaku cyberbullying.
Prediktor dengan pengaruh paling besar terhadap perilaku cyberbullying pada
penelitian ini adalah behavioral control dengan nilai uji beta sebesar 0.185.
4.5. Analisis Proporsi Varians pada Masing-masing Independen Variabel
Pengujian pada tahap ini bertujuan untuk melihat signifikan tidaknya penambahan
(incremented) proporsi varian dari tiap independent variable. Independent variable
tersebut dianalisis secara satu per satu. Pada tabel 4.8 akan dipaparkan besarnya
proporsi varians pada perilaku cyberbullying.
67
Tabel 4.8
Proporsi Varian Sumbangan Masing-Masing Independen Variabel
Model R Square Change Statistics Sumbangan R Square Change
1 .084 .084 8,4%
2 .085 .000 0%
3 .098 .014 1,4%
4 .110 .012 1,1%
5 .119 .009 0,9%
6 .120 .001 0,1%
7 .138 .018 1,8%
8 .166 .028 2,8%
Berdasarkan tabel 4.9 didapatkan informasi sebagai berikut:
1. Sumbangan variabel behavioral control terhadap perilaku cyberbullying sbesar
8.4%. Artinya, variabel behavioral control memberikan sumbangan bagi
bervariasinya perilaku cyberbullying.
2. Sumbangan variabel cognitive control terhadap perilaku cyberbullying sebesar
0%. Artinya, variabel cognitive control tidak memberikan sumbangan bagi
bervariasinya perilaku cyberbullying.
3. Sumbangan variabel decisional control terhadap perilaku cyberbullying sebesar
1.4%. Artinya, variabel decisional control memberikan sumbangan bagi
bervariasinya perilaku cyberbullying.
4. Sumbangan variabel safety terhadap perilaku cyberbullying sebesar 1,1%. Artinya
variabel safety memberikan sumbangan bagi bervariasinya perilaku
cyberbullying.
5. Sumbangan variabel interpersonal relationship terhadap perilaku cyberbullying
sebesar 1,1%. Artinya variabel interpersonal relationship memberikan
sumbangan bagi bervariasinya perilaku cyberbullying.
68
6. Sumbangan variabel institutional environtment terhadap perilaku cyberbullying
sebesar 0,9%. Artinya variabel institutional environtment memberikan
sumbangan bagi bervariasinya perilaku cyberbullying.
7. Sumbangan variabel leadership atau staff relation terhadap perilaku
cyberbullying sebesar 1,8%. Artinya variabel leadership atau staff relation
memberikan sumbangan bagi bervariasinya perilaku cyberbullying.
8. Sumbangan variabel jenis kelamin terhadap perilaku cyberbullying sebesar 2,8%.
Artinya variabel jenis kelamin memberikan sumbangan bagi bervariasinya
perilaku cyberbullying.
69
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Dalam bab ini akan dipaparkan tentang kesimpulan, diskusi dan saran, sebagai
berikut.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uji hipotesis yang dilakukan dengan menggunakan uji multiple
regression, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang kontrol diri, iklim
sekolah dan jenis kelamin terhadap perilaku cyberbullying pada remaja. Berdasarkan
uji hipotesis, terdapat tiga variabel yang memiliki pengaruh yang signifikan antara
lain behavior control, safety dan jenis kelamin. Sementara cognitive control,
decisional control, interpersonal relationship, institutional environment dan
leadership atau staff relation tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
perilaku cyberbullying pada remaja.
5.2 Diskusi
Cyberbullying dikalangan remaja sangat populer, baik laki-laki maupun perempuan
pun melakukannya. Pada penelitian ini ditemukan bahwa laki-laki lebih melakukan
cyberbullying dibanding wanita. Hal ini dapat diperkuat dengan karakteristik remaja
laki-laki yaitu mereka biasanya selalu meluapkan segala emosinya dimanapun dan
kapanpun. Sedangkan remaja wanita yaitu biasanya lebih mengungkapkan
emosionalnya dengan tenang, seperti menulis diary atau cerita dengan temannya.
Karakteristik remaja pada umumnya melakukan cyberbullying yaitu memiliki
70
hubungan yang kurang baik dengan orang lain yang tidak disukainya, memiliki
masalah dalam keluarganya dan selalu mencari pelampiasan terhadap sosial media.
Hasil penelitian pada kontrol diri, iklim sekolah dan jenis kelamin memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap perilaku cyberbullying. Dimensi behavioral
control memilki pengaruh negatif terhadap perilaku cyberbullying. Artinya semakin
rendah behavioral control semakin tinggi perilaku cyberbullying, sebaliknya semakin
tinggi behavioral control semakin rendah perilaku cyberbullying. Behavioral control
adalah kemampuan dalam memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.
Menurut penelitian Aricak et al., (dalam Heiman W & Walrave M, 2012) menyatakan
bahwa kemampuan untuk berinteraksi secara anonim di internet menyebabkan
behavioral control pada individu lebih rendah dan yang ditandai dengan impulsif dan
agresif secara online. Hasil penelitian memperkuat temuan diatas bahwa responden
yang menggunakan nama yang disamarkan dan tanpa nama atau anonimitas dalam
komunikasi online sebesar 72.43%. Sosial media yang khusus untuk komunikasi
anonim adalah secret dan ask.fm.
Dimensi cognitive control tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap
perilaku cyberbullying. Cognitive control adalah kemampuan individu dalam
mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai,
atau menghubungkan suatu kejadian. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Anderson dan Bushman (dalam Li et al., 2014) bahwa adanya kontrol kognisi
(cognitive control) sebagai pengolah informasi untuk mengurangi stres jangka
panjang dan agresivitas. Penelitian ini menunjukan hasil yang berbeda. Peneliti
71
menduga tidak signifikannya dimensi cognitive control terhadap perilaku
cyberbullying, karena remaja memiliki kontrol diri yang belum stabil. Mereka belum
dapat berfikir secara rasional.
Dimensi decisional control tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap
cyberbullying. Decisional control adalah kemampuan seseorang untuk memutuskan
suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini. Anderson dan Bushman
(dalam Li et al., 2014) mempaparkan bahwa dengan adanya kontrol diri, remaja
mampu mengendalikan keputusan (decisional control) terutama terhadap hal-hal
yang berhubungan dengan tindakan melanggar hukum dan anti sosial. Namun,
penelitian ini memiliki perbedaan hasil. Peneliti menduga tidak signifikannya dimensi
decisional control terhadap perilaku cyberbullying karena responden menggunakan
smartphone dan gadget unuk mengakses sosial media dengan mudah dan cepat.
Menurut David Elkind, 1984 (dalam Papalia, et al., 2009), bahwa remaja dapat
memikirkan banyak alternative di pikirannya dalam waktu yang sama, tetapi kurang
memiliki strategi yang efektif untuk memilih. Remaja tidak memikirkan untuk
memposting pesan di sosial media, bilamana ia membajak akun orang lain termasuk
pelanggaran hukum atau tidak.
Dimensi safety dari iklim sekolah memiliki pengaruh yang negatif dan
signifikan terhadap perilaku cyberbullying. Artinya, semakin rendah safety maka
semakin tinggi perilaku cyberbullying. Safety adalah merasa aman secara sosial,
emosional, intelektual, dan fisik adalah kebutuhan dasar manusia (Maslow; dalam
Thapa et al., 2012). Menurut penelitian sebelumnya oleh Cohen (2010) menunjukan
72
cara yang terbaik untuk mengatasi masalah keamanan adalah dengan membangun
komunitas sekolah yang kuat, dengan menunjukan rasa hormat dan percaya dalam
hubungan antara guru dan siswa dengan orang tua, staf sekolah, dan masyarakat
sekitar. Penelitian ini memperkuat hasil penelitian bahwa responden merasa nyaman
dengan pilihan sekolahnya yang diinginkannya. Kebutuhan dasar manusia adalah
merasa aman secara sosial, emosional, intelektual, dan fisik (Maslow; dalam Thapa et
al., 2012). Perasaan aman di sekolah cukup kuat untuk meningkatkan belajar siswa
dan perkembangan di sekolah (Devine& Cohen; dalam Thapa et al., 2012). Peneliti
juga melihat dari observasi di sekolah X Jakarta Timur yaitu suasana sekolah yang
tidak nyaman membuat murid mengeluh dan melontarkan keluhannya mengenai
ketidaknyamanan peraturan sekolah dan ketidakamanan sekolahnya dengan
temannya.
Dimensi interpersonal relationship, institutional environment, dan leadership
atau staff relation tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku
cyberbullying. Loukas et al., (dalam Thapa et al., 2012) menunjukan bahwa siswa
yang memiliki hubungan interpersonal di sekolah berkorelasi dengan kesehatan
remaja, hasil akademik, kepuasan siswa dan masalah perilaku. Peneliti menduga tidak
signifikannya interpersonal relationship institutional environment, dan leadership
atau staff relation terhadap perilaku cyberbullying karena masa perkembangan
remaja, mereka menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman sebayanya, dan
merasa memiliki kedekatan lebih dengan temannya. Oleh karena itu pengaruh teman
sebaya sangat mempengaruhi dalam hubungan interpersonal.
73
Variabel terakhir dalam penelitian ini yaitu jenis kelamin yang memberikan
pengaruh yang signifikan pada perilaku cyberbullying. Hal ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Li (2007) bahwa laki-laki lebih sering
melakukan tindakan cyberbullying dibandingkan perempuan. Dari hasil uji t juga
didapat skor yang tinggi pada laki-laki. Penelitian Li (2007) mengindikasikan bahwa
budaya memainkan peranan yang cukup besar dalam cyberbullying.
Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu kurangnya jumlah sampel terutama
pada laki-laki, tidak adanya data responden secara online dan disertai metode lain
dalam pengumpulan data, seperti wawancara secara mendalam terhadap pelaku
cyberbullying, dan hanya menunjukan jenis kelamin untuk faktor demografisnya
sehingga minimnya data yang didapat.
5.3 Saran
Peneliti menyadari bahwa masih terdapat keterbatasan yang ada dalam penelitian
yang telah dilakukan. Namun peneliti berharap hal tersebut dapat menjadi bahan
pembelajaran dan bahan evaluasi bagi peneliti sendiri maupun peneliti di masa
mendatang untuk melengakapi keterbatasan tersebut menjadi lebih baik. Berdasarkan
hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti membagi dua saran, yaitu saran teoritis
dan saran praktis.
5.3.1 Saran teoritis
1. Penelitian ini merupakan penelitian yang mengukur tentang perilaku
cyberbullying dan bersifat negatif. Karena penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif, untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk memilih alat ukur yang
74
memiliki tingkat validitas yang lebih tinggi dan memiliki tingkat bias serta social
desirability yang rendah dengan jumlah item yang lebih banyak dan mampu
mengukur perilaku cyberbullying dengan tepat sesuai dengan tujuan penelitian.
2. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kontrol diri, iklim sekolah dan jenis
kelamin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku cyberbullying
sebesar 40.7% sedangkan sekitar 59.3% dipengaruhi oleh variabel lainnya di luar
penelitian ini. Sehingga saran bagi penelitian selanjutnya, agar menambahkan
variabel lain yang memiliki pengaruh terhadap perilaku cyberbullying seperti
social support, self-esteem, kepribadian, dan lain sebagainya.
3. Disarankan juga agar penelitian sebelumnya melakukan pengkajian lebih dalam
pada variabel yang tidak signifikan dalam penelitian ini, antara lain variabel
kontrol diri (cognitive control dan decisional control) dan iklim sekolah
(interpersonal relationship, institutional environment dan leadership atau staff
relation.
5.3.2 Saran Praktis
1. Bagi remaja pengguna sosial media dan internet diharapkan agar membatasi
penggunaan internet dalam kesehariannya. Remaja laki-laki lebih rentan menjadi
pelaku cyberbullying dibanding perempuan untuk lebih berhati-hati dalam
berinteraksi menggunakan internet. Segala hal yang kita tulis atau ucapkan dalam
media online dapat memberikan dampak negative baik bagi diri sendiri maupun
orang lain, terutama dapat memicu terjadinya cyberbullying yang tentu saja akan
merugikan semua pihak.
75
2. Bagi orang tua agar lebih mengajari cara untuk menahan diri dari gadget pada
saat di rumah yaitu dengan membuat kegiatan dengan anak tanpa menggunakan
gadget agar anak tidak selalu terpaku dengan gadget atau smartphone.
3. Bagi guru agar memberi peraturan di sekolah untuk siswa tidak membawa gadget
atau smartphone agar siswa tidak selalu bergantung dengan gadget atau
smartphone tersebut.
76
Daftar Pustaka
Akbar, J., Huang, T. W., Anwar, F. (2014). The development of cyberbullying scale
to investigate bullies among adolescents. Journal of Educational Science &
Psychology. 1(1), 1-9.
Averill, J.R (1973). Personal control over aversive stimuli and its relationship to
stress. Psychological bulletin universitas of Massachusetts, 80(4), 286-303.
Bayar, Y., Ucanok, Z. (2012). School social climate and generalized peer perception
in traditional and cyberbullying status. Educational science: Theory &
Practice. 12(4), 2352- 2358
Baumister, R. F. (2012). Self control failure, impulsive purchasing, and consumer
behavior. Journal of Consumer Research. 28(4), 670-676.
Baumister, R. F., Hofmann W., Vohs K. D. (2012). What people desire, feel conflict
about, and try to resist in everyday life. Psychological science. 23(6), 582-
588.
Belgium, B. (2012). Cyberbullying. Journal of Cybertherapy & Rehabiltation. 5(1),
1-89
Cankaya, I & Tan, C. (2010). Effect of cyberbullying on the distrust levels of pre-
service teacher: considering internet of addiction as a mediations variable.
Procedia Social and Behavior Science. 5(1), 1634-1640
Campbell, M. A, Courtney, Wilton. (2011). An exploration of the reasons why
adolescents engage in traditional and cyberbullying. Journal of Educational
Science & Psychology. 1(2), 101-109.
Carter, J. (2010). Examining the relationship among physical and psychological
health, parent and peer attachment, and cyberbullying in adolescents in urban
and suburban environment. Journal of Educational Science & Psychology. 1,
3-29.
Cohen, J. (2015). School climate: research, policy, practice and teacher education.
Teacher Collage Record. 111(1), 180-213.
Cornell, D. (2012). The school climate bullying survey: description and research
summary. Journal of Educational Science & Psychology. 25(3), 156-167.
77
Davidson, L. (2013). Climate survey plan. WCSD Climate Survey. Journal of
Educational Science & Psychology. 10(1), 1-15.
D’Allesandro, H. A., Choe J., Guo P. (2012). Report of construct validity and internal
concistency findings for the comprehensive school climate inventory.
Fordham University. Journal of Educational Science & Psychology. 1, 1-50.
Dilmac, B. (2009). Psychological needs as predictor of cyberbullying: a preliminary
report on collage students. Educational Science. 9(3), 1307-1325.
Durham, R. E., Bettencourt, Z., Conolly, F. (2014). Measuring school climate.
Baltimore Educational Research Consortium. 2, 2-9.
Guarini, A. (2012). Risk and protective factors and perpetration of bullying and
cyberbullying. Studia Edukeyjne. 20, 23-55.
Heirman, W., & Walrave, M. (2008). Assessing concerns and issues about the
mediation of technology in cyberbullying. Cyberpsychology: Journal of
Psychosocial Research on Cyberspace. 2(2), 10-11.
Heirman, W., & Walrave, M. (2012). Predicting adolescent perpetration in
cyberbullying: an application of the theory of planned behavior. Psychoterma
educational. 24(4),614-620.
Klein, J., Cornell, D., &Konold, T. (2012). Relationship between bullying, school
climate, and student risk behaviors. School Psychology Quarterly. 3, 154-169.
Kowalski, R. M., Limber (2012). Cyberbullying: bullying in he digial age. Blacknell
Publishy Ltd. 5, 201-210.
Li, Q. (2005). Cyberbullying in school: nature and extent of Canadian adolescents
experience. Educational Science. 10(1), 115-122.
Li, Q. (2006). Cyberbullying in school: a research of gender differences. School
Psychology International. 27, 70-157.
Li, Q. (2007). Bullying in the new playground: research into cyberbullying and cyber
victimization. Australian Journal Educational Technology. 23(4),435-454
Lidenberg, S., Oldehinkel A. J., Winter A. F. D., & Verhulst F.C. (2005). Bullying
and victimization in elementary schools: a comparison of bullies, victims,
bully/ victims, and uninvolved preadolescents. 41(4),672-682.
Llras, C. (2008). Do skills and behaviors in high school matter? The contribution of
non cognitive factors in explanning differences in educational attainment and
earnings. Social Science Research. 2(1),888-902
78
Marcum C. D., Higgins G. E., Freiburger T. L., & Ricketts M. L. (2012). Battle of
sexes: An examination of male and female cyberbullying. International
Journal of Cyber Criminology. 6, 904-911.
Marden, M. E. (2010). Exposing the cyberbullying. WRT 465/ Thesis advisor: Prof,
John Briggs. Educational Science. 1, 70-114.
Marshall, M. L. (2004). Examining school climate:defining factors and educational
influences. Educational Science. 2(1), 5-10.
Mithcell, M. M, Bradshaw C. P., Leaf P. J. (2009). Student and teacher perceptions of
school climate: a multilevel exploration of patterns of discrepancy. Journal of
School Health. 80(6), 201-203.
Menessini, E. & Nocentini, A. (2011). The measurement of cyberbullying:
dimensional structure and relative item severity and discrimination.
Cyberpsychology, behavior, and social networking. 14(5), 1111-1112.
Patchin, J. W., Hinduja, S. (2006). Bullies more beyond the schoolyard: A
preliminary look at cyberbullying. Youth Violence and Journal Justice. 4, 69-
148.
Petrie, K. (2014). The relationship between school climate & student bullying.
TEACH Journal of Christian Education. 8(1), 26-31.
Riebel, J., Jager R. S., & Fisher U. C. (2009). Cyberbullying in germany- an
exploration of prevalence, overlapping with real life bullying and coping
strategies. Psychology Science Quarterly. 51(3), 298-314.
Ronen, T., Rahav, G., Moldavsky, A. (2007). Aggressive behavior among Israeli
elementary school students and associated emotional/behavior problem and
self control. School Psychology Quartelly. 22, 407-431.
Satalina, D. (2012). Kecenderungan perilaku Cyberbullying ditinjau dari tipe
kepribadian ekstrovert & introvert. Jurnal Psikologi. 4(2),1-16
Shariff, S. & Hoff, D. L. (2007). Cyberbullying: clarifying legal boundaries for
school supervision in cyberspace. International Journal of Cyber
Criminology. 1(1), 5-10.
Smith (2005). An investigation into cyberbullying, its forms, awareness and impact,
and the relationship between age and gender in cyberbullying. Educational
Science. 5(1), 1-69.
Smith. (2008). Bullying and Cyberbullying Questionare. School Psychology
Quartelly. 15, 66-68.
79
Suler, J. (2005). Cotemporary media forum. International Journal of Applied
Psychoanalytic Studies. 2(2),184-188.
Tangney, J. P., Baumister, R. F., Boone, A. L. (2004). High self control predicts good
adjustment, less pathology, better grades, and interpersonal success. Journal
of Personality. 72(2),520-557.
Thapa, A., Cohen, J., D’Allesandro. (2012). National School Climate Center. School
Climate Brief. 10, 13-47.
Willard, N. (2007). Educators guide to cyberbullying and cyberthreats. Journal of
Educational Science & Psychology. 21(2), 1-16
Zimmer-Gimbeck, M. J, Lees D., Skinner E. A. (2011). Children emotions and
coping with interpersonal stress as correlates of social competence. Australian
Journal of Psychology. 63, 131-141.
Web:
Pengguna twitter di Indonesia capai 50 juta. Diunduh tanggal 26 Maret 2015, pukul
20.00 WIB. http://tekno.kompas.com/read//pengguna.twitter.di.indonesia.capai.50.juta.
www.kompas.com.
80
1. Lampiran Skala
INFORMED CONSENT
Responden yang terhormat,
Saya adalah mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
sedang mengadakan penelitian untuk tugas akhir perkuliahan (skripsi). saya mohon
kesediaan anda untuk menjadi responden dalam penelitian ini.
Data diri dari semua jawaban Anda akan diolah secara kelompok, bukan
perorangan juga diperlakukan secara RAHASIA (tidak perlu mencantumkan nama)
dan hanya untuk KEPENTINGAN PENELITIAN. Atas perhatian dan bantuannya
peneliti ucapkan terimakasih.
Jakarta, …, ……, 2015
Hormat Peneliti
Bestari Rizki Baihaki
DATA DIRI RESPONDEN
Nama/Inisial : ____________________________
Usia : ____________________________
Jenis Kelamin : perempuan/laki-laki*(coret yang tidak perlu)
Nama Sekolah : ___________________________
Kelas : ____________________________
81
Beri tanda √ pada kotak dan jawablah sesuai dengan yang anda ketahui, jawaban
boleh lebih dari 1 (satu).
1. Berapa sering anda menggunakan internet dalam sehari?
1-2 jam per hari
2-3 jam per hari
3-4 jam per hari
4-5 jam per hari
Lebih dari 5 jam
2. Dari akun-akun di bawah ini, manakah yang anda miliki dan masih aktif?
Yahoo
Gmail
Youtube
Line
Path
Lainnya, sebutkan …………………………….
3. Di antara perilaku di bawah ini, yang mana pernah anda lakukan dalam 6
bulan terakhir ?
Membajak akun orang lain
Memblokir akun orang lain
Menghina seseorang di media sosial
Mengupload foto teman yang memalukan
Menyindir sesorang di timeline media sosial
82
PETUNJUK PENGISIAN
Berikut ini terdapat butir-butir pernyataan, baca dan pahami baik-baik setiap
pernyataan. Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan-pernyataan
tersebut sesuai dengan diri Anda, dengan cara memberi tanda (X) pada salah satu dari
empat pilihan yang tersedia, pada kolom dibagian kanan.
Contoh :
No Pernyataan Tidak
pernah
Jarang Sering Sangat
Sering
1 Sebelum beraktivitas saya Sangat Sering meminta
doa pada orang tua
Jika jawaban yang sesuai adalah jarang, maka
No Pernyataan Tidak
pernah
Jarang Sering Sangat
Sering
1 Sebelum beraktivitas saya Sangat Sering meminta
doa pada orang tua
X
SKALA 1
Isilah pernyataan yang sesuai dengn diri anda, karena tidak ada jawaban yang
BENAR atau SALAH. Jawaban semua pernyataan adalah benar selama
menggambarkan diri anda. Pastikan semua pernyataan TERISI.
No Pernyataan Tidak
pernah
Jarang Sering Sangat
Sering
1 Saya mengirimkan kata-kata kasar di situs
jejaring sosial, forum atau chat room
2 Saya meng-update status dalam akun
jejaring sosial menggunakan kata-kata yang
83
kasar
3 Status update saya yang kasar dikomentari
oleh orang-orang di situs jejaring sosial
atau chat room
4 Saya menjaga perkataan saya ketika saya
online di jejaring sosial, forum, ataupun
chat room
5 Saya meng-update status yang mengolok-
olok seseorang karena kesal terhadap orang
tersebut
6 Saya berulangkali mengirimkan SMS atau
pesan melalui situs jejaring sosial tentang
kebencian saya terhadap seseorang secara
online
7 Saya sopan kepada siapapun dalam dunia
maya
8 Saya membiarkan ketika orang lain
menghina saya di situs jejaring sosial,
forum atau chat room
9 Saya menyebarkan gosip mengenai
seseorang melalui media online
10 Saya ikut serta dalam grup Facebook yang
menunjukkan kebencian saya terhadap
seseorang
11 Saya mengirimkan pesan melalui situs
jejaring sosial yang merusak reputasi
sesorang
12 Saya menggunakan akun milik teman untuk
menuliskan kata-kata yang senonoh
84
13 Saya tidak meminta izin terlebih dahulu
sebelum menggunakan akun milik orang
lain
14 Saya memposisikan diri sebagai orang lain
dan mengirimkan atau menuliskan hal yang
memalukan
15 Saya sign in menggunakan akun orang lain
untuk mengumpulkan informasi tertentu
16 Saya menyebarkan foto/video yang
memalukan mengenai seseorang dalam
situs jejaring sosial, forum, atau chat room
17 Saya menggunakan informasi yang saya
dapatkan secara online untuk mengikuti,
mengejek, mempermalukan, atau menghina
seseorang secara langsung
18 Saya menyebar percakapan pribadi dari IM
(Insant Messenger) atau email tanpa
persetujuan dari lawan bicara
19 Saya tidak membuka foto pribadi di akun
orang lain
20 Saya menandai seseorang sebagai spam
agar orang tersebut tidak bisa mengakses
akunnya
21 Saya dan teman sebaya saya mem-block
akun seseorang agar orang tersebut tidak
dapat mengakses informasi mengenai kami
22 Saya ikut ambil bagian dalam
mengeluarkan seseorang dari suatu grup
online
85
23 Saya tidak pernah mem-block akun orang
lain
SKALA II
Isilah pernyataan yang sesuai dengn diri anda, karena tidak ada jawaban yang
BENAR atau SALAH. Jawaban semua pernyataan adalah benar selama
menggambarkan diri anda. Pastikan semua pernyataan TERISI.
No Pernyataan Sangat
tidak
setuju
Tidak
seetuju
setuju Sangat
Setuju
1 Saya mampu menahan untuk tidak
membalas apabila ada teman yang
menghina di media sosial
2 Saya mampu menahan untuk tidak
mengajak teman ikut campur dalam
membully di jejaring sosial, forum
ataupun chat room
3 Saya langsung mengajak teman untuk ikut
membully orang lain apabila ada
pernyataan yang membuat saya kesal di
jejaring sosial, forum ataupun chat room
4 Saya tidak menanggapi pendapat negatif
di chat room kepada saya
5 Saya dapat mengontrol untuk membalas
fitnahan yang tidak sopan di media sosial
6 Saya akan memblok akun orang lain yang
membuat saya kesal di di jejaring sosial,
forum, ataupun chat room untuk tidak
86
berteman lagi
7 Saya berpikir positif kepada teman yang
membuat pernyataan tidak sopan terhadap
saya
8 Saya menilai bahwa diri saya lebih positif
dibandingkan dengan penilaian negatif
pada diri saya
9 Saya percaya bahwa teman yang
menghina saya adalah bentuk kepedulian
atau niat baiknya kepada saya
10 Saya meyakini bahwa diri saya dikucilkan
di chat room saat teman-teman
11 Saya percaya bahwa membuat pernyataan
yang tidak sopan ataupun menghina
oranglain merupakan perbuatan dosa
12 Saya memutuskan unuk tetap dapat
berkomunikasi dengan baik dengan orang
yang mencetuskan pernyataan yang
negative terhadap saya
13 Saya memilih untuk tidak membalas
pernyataan yang negatif unuk menghindari
pertengkaran
14 Saya memilih untuk bersikap baik
terhadap siapapun di jejaring sosial, forum
ataupun chat room
15 Saya tidak konsisten dalam menanggapi
pernyataan orang yang negatif tentang
saya
87
SKALA III
Isilah pernyataan yang sesuai dengn diri anda, karena tidak ada jawaban yang
BENAR atau SALAH. Jawaban semua pernyataan adalah benar selama
menggambarkan diri anda. Pastikan semua pernyataan TERISI.
No Pernyataan Sangat
tidak
seuju
Tidak
setuju
Setuju Sangat
Setuju
1 Guru menunjukan perilaku yang konsisen
dalam menerapkan aturan bagi siswa yang
menyakiti orang lain secara fisik atau lisan
2 Saya merasa aman secara fisik dalam
perjalanan berangkat dan pulang dari
sekolah
3 Terdapat aturan yang jelas bagi siswa
entang konsekuensi terhadap orang yang
menyakiti orang lain secara fisik dan lisan
di sekolah saya.
4 Saya merasa aman secara fisik di
lingkungan sekolah
5 Terdapat kejadian kekerasan fisik dan lisan
terhadap siswa secara berulang di sekolah
saya
6 Ada di daerah bagian sekolah yang
membuat saya tidak merasa aman secara
fisik
7 Saya menunjukan perilaku perbedaan satu
sama lain (jenis kelamin, ras, agama, cacat
fisik)
8 Guru saya memperhatikan saya saat saya
88
mengalami masalah
9 Orang tua saya/wali saling berkomunikasi
dengan guru tenang aktivitas saya di
sekolah.
10 Saya merasa menjadi bagian komunitas
sekolah
11 Saat membandingkan dengan yang lain,
saya merasa mendapatkan perlakuan yang
tidak adil dari pihak sekolah
12 Saya memiliki cukup ruang di sekolah
unttuk berekspresi maupun olahraga
13 Kelas saya sangat nyaman
14 Saya memerlukan lebih banyak waktu
istirahat yang lebih panjang dari jadwal di
sekolah
15 Kelas saya penuh dan sesak
16 Jadwal harian saya di sekolah terlalu padat
17 Guru dan staf di sekolah saling menyapa
setiap bertemu
18 Guru-guru di sekolah saya saling
membantu satu sama lain jika ada kesulian
19 Ada guru yang menggunjing guru lain saat
di kelas
20 Hubungan guru dan staff kurang hangat
*TERIMAKASIH ATAS PARTISIPASINYA DAN MOHON PASTIKAN LAGI SEMUA
PERNYATAAN TERISI LENGKAP!*
89
2. Lampiran Hasil Lisrel
2.1 Output CFA Cyberbullying
UJI VALIDITAS CBL
DA NI=23 NO= 185 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 14 X15 X16 X17 X18
X19 X20
X21 X22 X23
PM SY FI=CBL.COR
MO NX=23 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
CBL
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1 LX
10 1
FR LX 11 1 LX 12 1 LX 13 1 LX 14 1 LX 15 1 LX 16 1 LX 17 1 LX 18 1
LX 19 1 LX 20 1 LX 21 1 LX 22 1 LX 23 1
VA 0.07 TD 1 1
FR TD 3 2 TD 21 10 TD 11 1 TD 18 11 TD 17 10 TD 17 9 TD 16 10 TD 18
14 TD 19 10 TD 23 11 TD 10 7 TD 13 11
FR TD 17 5 TD 20 18 TD 11 2 TD 22 19 TD 6 2 TD 14 10 TD 20 6 TD 2 1
TD 3 1 TD 9 6 TD 21 20 TD 20 10 TD 15 13 TD 22 18 TD 13 12 TD 23 1
TD 9 1 TD 9 7 TD 11 7 TD 5 4 TD 12 2 TD 23 10 TD 22 1 TD 22 6
FR TD 21 11 TD 8 3 TD 14 8 TD 7 4
PD
OU SS TV MI
90
2.2 Output CFA Behavioral Control
UJI VALIDITAS BEHAV
DA NI=6 NO= 185 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6
PM SY FI=BEHAV.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR PH=ST
LK
CYBERBULLYING
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1
PD
OU SS TV MI
91
2.3 Output CFA Cognitive Control
UJI VALIDITAS COG
DA NI=5 NO= 185 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5
PM SY FI=COG.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
COGNITIVE
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1
FR TD 5 4
PD
OU SS TV
92
2.4 Ouput CFA Decisional Control
UJI VALIDITAS DECS
DA NI=4 NO= 185 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=DECS.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST
LK
DECS
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1
PD
OU SS TV
93
2.5 Output CFA Safety
UJI VALIDITAS SAFE
DA NI=6 NO= 185 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6
PM SY FI=SAFE.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR PH=ST
LK
SAFE
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1
PD
OU SS TV MI
94
2.6 Ouput CFA Interpersonal Relationship
UJI VALIDITAS INTERPERSONAL RELATIONSHIP
DA NI=5 NO=185 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5
PM SY FI=INREL.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST
LK
INREL
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1
FR
PD
OU AD=OFF SS TV MI
95
2.7 Ouput CFA Institutional Environtment
UJI VALIDITAS INTERPERSONAL ENVIRONMENT
DA NI=5 NO=185 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5
PM SY FI=INENV.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST
LK
INREL
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1
FR
PD
OU AD=OFF SS TV MI
96
2.8 Output CFA Leadership/Staff Relation
UJI VALIDITAS LEAD
DA NI=4 NO= 185 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=LEAD.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST
LK
LEAD
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1
PD
OU SS TV MI
97
3. Lampiran Hasil Uji Hipotesis
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
1 .407a .166 .128 8.86794823
a. Predictors: (Constant), JK, DECS, INENV, INREL, LEAD, SAFETY, COG, BEHAV
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2753.679 8 344.210 4.377 .000a
Residual 13840.729 176 78.641
Total 16594.408 184
a. Predictors: (Constant), JK, DECS, INENV, INREL, LEAD, SAFETY, COG, BEHAV
b. Dependent Variable: CBL
98
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 73.196 6.619 11.058 .000
BEHAV -.214 .097 -.185 -2.206 .029
COG .085 .104 .068 .814 .417
DECS -.116 .110 -.097 -1.061 .290
SAFETY -.219 .104 -.174 -2.095 .038
INREL .125 .087 .112 1.437 .152
INENV .050 .073 .052 .683 .495
LEAD -.137 .086 -.126 -1.590 .114
JK -2.940 1.209 -.171 -2.433 .016
a. Dependent Variable: CBL
99
Hasil Regresi Sumbangan Varians Tiap Variabel
a. Predictors: (Constant), BEHAV
b. Predictors: (Constant), BEHAV, COG
c. Predictors: (Constant), BEHAV, COG, DECS
d. Predictors: (Constant), BEHAV, COG, DECS,
SAFETY
e. Predictors: (Constant), BEHAV, COG, DECS, SAFETY, INREL
f. Predictors: (Constant), BEHAV, COG, DECS, SAFETY, INREL,
INENV
g. Predictors: (Constant), BEHAV, COG, DECS, SAFETY, INREL,
INENV, LEAD
100
Hasil Uji Beda Kelamin
Report
CBL
JK Mean N Std. Deviation
PRIA 5.2495959
E1 74 12.56909281
WANITA 4.8336027
E1 111 6.24745180
Total 5.0000000
E1 185 9.49668366