PENGARUH KONSENTRASI DAN WAKTU PEMBERIAN CYCOCEL TERHADAP...

12
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Umbi Mini Kentang ISSN 1979-0228 185 PENGARUH KONSENTRASI DAN WAKTU PEMBERIAN CYCOCEL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN UMBI MINI KENTANG ( Solanum tuberosum L.) (EFFECT OF CONCENTRATION AND TIME ON THE GROWTH AND GIVING CYCOCEL tuber yield MINI POTATO (Solanum tuberosum L.)) Nova 1) , Irfan Suliansyah 2) 1 Mahasiswa Agronomi Unand, Padang 2 Staf Pengajar, Fakultas Pertanian Unand, Padang. ABSTRACT Experiment with the title "The Influence of Concentration and Time Giving Cy cocel on Growth and Yield of Plant Bulbs Mini Potato (Solanum tuberosum L.)", was undertaken in Jorong Hilalang Kanagarian Koto Koto Balingka Agam District IV. This experiment was conducted from August 2009 until January 2010. This experiment aimed to obtain the interaction between concentration and time of Cycocel on growth and yield of potato mini tubers. The design of this experiment were prepared according to the design of Factorial Experiments in Completely Randomized Design (CRD). The experiment consisted of two factors namely, the first factor consists of four levels of treatment and the second factor consists of two levels of each treatment with standard treatment consists of three replications, in order to obtain 24 experimental units. The first factor is the number concentration Cycocel (A) 0 ppm, 500 ppm, 1000 ppm and 1500 ppm. The second factor, differences in timing of Cycocel (B) 10 DAP and 20 DAP. Data were analyzed by F test at the real level 5% and was significantly different when followed by Duncan's test New Multiple Range Test (DNMRT) on the real level 5%. Measurement was the potato plant height, canopy width of the potato crop, potato harvesting, number of mini potato tubers, tuber weight mini potato cultivation, harvest index and number of tubers of potato mini-tuber weight criteria. Results showed that administration Cycocel 1000 ppm concentration and timing of 10 HST gives the interaction of the potato crop canopy width, so the width of a small potato crop canopies. Giving Cycocel at a concentration of 1500 ppm was able to produce the number and weight of potato mini tubers height, with an average amount of fruits and tuber crops 3.67 Mini potato tuber weight of 21.52 g / plant Keyword : Mini potato, Cycocel. PENDAHULUAN anaman kentang merupakan tanaman pangan utama dunia sesudah padi, gandum dan jagung. Di Indonesia kentang masih dikonsumsi sebagai sayur dan pangan ringan dan belum sebagai makanan pokok pengganti beras. Walaupun demikian Indonesia mulai menjamur berbagai jenis makanan cepat saji, yakni kentang merupakan salah satu jenis makanan cepat saji yang utama. Kebutuhan kentang mentah untuk makanan cepat saji masih di datangkan dari luar negeri. Melihat gaya hidup moderen terutama di perkotaan, makanan cepat saji makin hari makin populer dan kebutuhan akan kentang inipun semakin meningkat. Di samping kebutuhan dalam negeri yang meningkat, permintaan ekspor kentang mentah maupun olahan ke Malaysia dan Singapura juga meningkat (Wiendi, Wattimena,dan Gunawan, 1991). Kemampuan produktivitas kentang Indonesia Menurut Direktorat Jendral Hortikultura (2009) mengalami penurunan. Pada tahun 2006 produksi kentang sebanyak 1.011.911 ton dengan luas lahan panen 59.748 ha, tahun 2007 produksi sebanyak 1.003.732 ton dengan luas lahan panen 62.375 ha, dan tahun 2008 produksi sebanyak 1.044.492 ton dengan luas lahan panen 62.650 ha. Dimana produktivitas kentang berturut-turut adalah T

Transcript of PENGARUH KONSENTRASI DAN WAKTU PEMBERIAN CYCOCEL TERHADAP...

Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Umbi Mini Kentang

ISSN 1979-0228 185

PENGARUH KONSENTRASI DAN WAKTU PEMBERIAN CYCOCEL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN UMBI MINI

KENTANG (Solanum tuberosum L.)

(EFFECT OF CONCENTRATION AND TIME ON THE GROWTH AND GIVING CYCOCEL tuber yield MINI POTATO (Solanum tuberosum L.))

Nova1), Irfan Suliansyah2)

1 Mahasiswa Agronomi Unand, Padang

2 Staf Pengajar, Fakultas Pertanian Unand, Padang.

ABSTRACT

Experiment with the title "The Influence of Concentration and Time Giving Cy cocel on Growth and Yield of Plant Bulbs Mini Potato (Solanum tuberosum L.)", was undertaken in Jorong Hilalang Kanagarian Koto Koto Balingka Agam District IV. This experiment was conducted from August 2009 until January 2010. This experiment aimed to obtain the interaction between concentration and time of Cycocel on growth and yield of potato mini tubers.

The design of this experiment were prepared according to the design of Factorial Experiments in Completely Randomized Design (CRD). The experiment consisted of two factors namely, the first factor consists of four levels of treatment and the second factor consists of two levels of each treatment with standard treatment consists of three replications, in order to obtain 24 experimental units. The first factor is the number concentration Cycocel (A) 0 ppm, 500 ppm, 1000 ppm and 1500 ppm. The second factor, differences in timing of Cycocel (B) 10 DAP and 20 DAP. Data were analyzed by F test at the real level 5% and was significantly different when followed by Duncan's test New Multiple Range Test (DNMRT) on the real level 5%. Measurement was the potato plant height, canopy width of the potato crop, potato harvesting, number of mini potato tubers, tuber weight mini potato cultivation, harvest index and number of tubers of potato mini-tuber weight criteria.

Results showed that administration Cycocel 1000 ppm concentration and timing of 10 HST gives the interaction of the potato crop canopy width, so the width of a small potato crop canopies. Giving Cycocel at a concentration of 1500 ppm was able to produce the number and weight of potato mini tubers height, with an average amount of fruits and tuber crops 3.67 Mini potato tuber weight of 21.52 g / plant

Keyword : Mini potato, Cycocel.

PENDAHULUAN

anaman kentang merupakan tanaman pangan utama dunia sesudah padi, gandum dan jagung. Di Indonesia

kentang masih dikonsumsi sebagai sayur dan pangan ringan dan belum sebagai makanan pokok pengganti beras. Walaupun demikian Indonesia mulai menjamur berbagai jenis makanan cepat saji, yakni kentang merupakan salah satu jenis makanan cepat saji yang utama. Kebutuhan kentang mentah untuk makanan cepat saji masih di datangkan dari luar negeri. Melihat gaya hidup moderen terutama di perkotaan, makanan cepat saji makin hari makin populer dan kebutuhan akan kentang

inipun semakin meningkat. Di samping kebutuhan dalam negeri yang meningkat, permintaan ekspor kentang mentah maupun olahan ke Malaysia dan Singapura juga meningkat (Wiendi, Wattimena,dan Gunawan, 1991). Kemampuan produktivitas kentang Indonesia Menurut Direktorat Jendral Hortikultura (2009) mengalami penurunan. Pada tahun 2006 produksi kentang sebanyak 1.011.911 ton dengan luas lahan panen 59.748 ha, tahun 2007 produksi sebanyak 1.003.732 ton dengan luas lahan panen 62.375 ha, dan tahun 2008 produksi sebanyak 1.044.492 ton dengan luas lahan panen 62.650 ha. Dimana produktivitas kentang berturut-turut adalah

T

Jerami Volume 4 No.3, September – Desember 2011

186 ISSN 1979-0228

16,94 ton/ha, 16,06 ton/ha, dan 16,67 ton/ha. Sedangkan rata-rata produksi kentang di Sumatera Barat adalah 13,929 ton per hektar. Hal ini masih rendah dibandingkan dengan potensi hasilnya yang diusahakan secara intensif sebesar 30 ton per hektar. Menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2009), produksi kentang Sumatera Barat pada tahun 2009 adalah 17,35 ton per hektar. Luas pertana-man kentang di Indonesia pada 2009 yaitu 71.302 ha dengan kebutuhan bibit rata-rata per hektar adalah 1,5 ton atau secara keseluruhan sekitar 106.953 ton/tahun. Kebutuhan bibit sebanyak itu sebagian besar masih di datangkan dari luar negeri, terutama Belanda dan Jerman. Bibit kentang yang dipakai adalah organ vegetatif (umbi), sehingga sekalipun diperbanyak berkali-kali tidak akan banyak terjadi perubahan secara genetis. Adapun kemerosotan (generasi) produksi yang terjadi pada setiap generasi benih kentang yang diperbanyak secara terus menerus disebabkan oleh investasi penyakit yang terakumulasi pada setiap generasi dan terus terbawa pada regenerasi benih. Penyakit yang kompeten dalam generasi produksi ini adalah virus. Semakin panjang generasi benih maka semakin besar tingkat investasi virus pada generasi benih tersebut, sehingga produksinya semakin rendah. Penyebab rendahnya produksi kentang di Indonesia adalah (1) terbatasnya ketersedian bibit kentang yang bermutu tinggi yang bebas virus, (2) teknik budidaya yang masih konvensional, (3) faktor topografi, daerah dengan ketinggian tempat dan temperatur yang sesuai untuk pertanaman kentang di Indonesia sangat terbatas, (4) daerah tropis Indonesia merupakan tempat yang optimum untuk perkembangbiakan hama dan penyakit tanaman kentang Varietas yang ditanam di Indonesia terdiri dari banyak jenis. Salah satu yang berpotensi adalah Red Pontiac. Red Pontiac termasuk kentang yang berkulit merah dan berdaging umbi putih. Varietas ini cocok diolah menjadi salad dan kentang rebus, karena mengandung kadar air yang cukup tinggi. Tanaman ini belum dibudidayakan oleh petani kentang Sumatra Barat, karena sifat yang rentan terhadap penyakit busuk daun, virus X dan virus gulung daun. Salah satu usaha untuk mendapatkan bibit bermutu dapat diperoleh melalui metode kultur

jaringan dan dilanjutkan dengan teknik perbanyakan cepat melalui penanaman setek mikro di lapangan. Setek ini menghasilkan umbi mini (G0) yang ditanam pada media tanah. Permasalahan dalam pengadaan bibit melalui propagul mikro selalu pertumbuhan tunas yang terus bertambah, sedangkan umbi yang dihasilkan relatif rendah bahkan ada yang tidak terbentuk. Proses pembentukan umbi mikro akan dapat terhambat karena pertumbuhan tunas terus bertambah hal ini disebabkan biosintesis giberelin di dalam tanah terus berfungsi dalam proses memperpanjang batang sehingga pem-bentukan umbi mikro terhambat, meskipun giberelin tersebut hanya terdapat pada konsen-trasi rendah. Penambahan zat penghambat tumbuh (retardan) akan dapat menekan efek negatif dari biosintesis giberelin (Suliansyah, 2000). Untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan pemberian Cycocel, dengan pemberian Cycocel diharapkan mampu menekan per-tumbuhan tunas, keadaan ini menyebabkan terhambatnya perpanjangan sel terutama di daerah meristem sub apikal sehingga menghambat tinggi tanaman dan dapat mendorong pembentukan umbi mini yang lebih banyak. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian Cycocel adalah konsentrasi dan waktu pemberian yang tepat. Menurut Katamsi 1988 cit Rosmelyanti (1995), bahwa pemberian Cycocel dengan konsentrasi 400 mg/l telah dapat memberikan jumlah umbi kentang terbanyak dengan ukuran terbesar dan mampu mencapai 75% eksplan umbi. Pada penelitian Syarif et. al (1995) menyatakan bahwa pemberian Cycocel 600 ppm adalah konsentrasi yang terbaik dalam menstimulasi pembentukan umbi mini kentang. Pada penelitian ini pemberian Cycocel diberikan dua minggu setelah tanam, namun belum ditemukan waktu aplikasi yang tepat dalam pemberian Cycocel. Berdasarkan latar belakang, penulis telah melakukan percobaan dengan judul “Pengaruh Konsentrasi Dan Waktu Pemberian Cycocel Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Umbi Mini Kentang (Solanum tuberosum L)”.

Tujuan dari percobaan ini adalah : (1) Melihat interaksi antara konsentrasi dan waktu pemberian Cycocel terhadap pertumbuhan dan hasil umbi mini kentang; (2) Mendapatkan konsentrasi Cycocel yang tepat untuk pertumbuhan dan hasil umbi mini kentang; (3) Mendapatkan waktu pemberian Cycocel yang

Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Umbi Mini Kentang

ISSN 1979-0228 187

tepat untuk pertumbuhan dan hasil umbi mini kentang.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan ini dilaksanakan di Jorong Koto

Hilalang, Kanagarian Balingka Kecamatan IV Koto Kabupaten Agam. Ketinggian daerah ± 1.150 m dpl. Tanah di daerah ini berjenis Andosol dengan pH tanah 6 - 7. Sedangkan penyedian bibit setek dari Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Percobaan ini berlangsung dari bulan Agustus 2009 sampai Januari 2010 Jadual pelak-sanaan percobaan dapat dilihat pada Lampiran

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah tanaman hasil setek dari varietas Red Pontiac (karakteristik dapat dilihat pada Lampiran 2), media MS (zat penyusun media MS pada Lampiran 3), agar, aquades, detergen, alkohol 70%, arang sekam, Cycocel, pupuk kandang 20 ton/ha, dan pupuk buatan (Urea sebanyak 300 kg/ha, SP-36 diberikan 300 kg/ha, dan KCl sebesar 100 kg/ha).

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), autoklaf, gelas ukur, cawan petri, timbangan analitik, nampan atau baki plastik untuk tempat media tanam, wadah transparan, ember, gunting, pinset, timbangan, cangkul, kertas label, kamera digital, hand sprayer, oven, alat ukur dan alat-alat tulis. Rancangan

Rancangan ini disusun menurut percobaan Faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 2 faktor.

Faktor pertama adalah perlakuan beberapa konsentrasi Cycocel yang terdiri dari 4 taraf yaitu : 1). konsentrasi Cycocel 0 ppm 2). konsentrasi Cycocel 500 ppm 3). konsentrasi Cycocel 1.000 ppm 4). konsentrasi Cycocel 1.500 ppm

Faktor kedua adalah waktu pemberian Cycocel yang terdiri dari 2 taraf perlakuan yaitu 1). 10 hari setelah tanam 2). 20 hari setelah tanam

Dari kedua faktor di atas diperoleh 8 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan, sehingga diperoleh 24 satuan unit percobaan

(denah percobaan menurut RAL dapat dilihat pada Lampiran 4). Setiap satuan percobaan terdiri dari 60 tanaman dengan 6 tanaman sampel. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F taraf nyata 5%, jika F hitung perlakuan lebih besar dari F tabel 5% akan dilanjutkan dengan Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf nyata 5%. Pelaksanaan Perbanyakan Planlet

Langkah pertama yang dilakukan adalah mensterilkan botol kultur, alat tanam seperti gunting, pinset, dan cawan petri yang akan digunakan, dengan cara dicuci bersih terlebih dahulu baru disterilkan dengan menggunakan autoklaf.

Langkah kedua adalah pembuatan media MS, setelah itu media dimasukkan dengan 20 ml/botol medium MS kedalam botol kultur, kemudian botol kultur tersebut ditutup dengan plastik dan disterilkan dengan autoklaf. Media yang telah steril tersebut dibiarkan di ruang inkubasi selama satu minggu untuk melihat apakah media tersebut terkontaminasi atau tidak. Media yang terkontaminasi segera dikeluarkan.

Langkah ketiga yaitu penanaman eksplan kentang yang dilakukan di dalam laminar air flow cabinet. Planlet yang berasal dari botol kultur dipotong menggunakan gunting, kemudian diletakkan dalam cawan petri. Setek kemudian ditanam pada botol kultur yang telah disiapkan sebanyak 5 setek untuk 1 botol. Botol yang telah berisi eksplan ditutup dengan palstik dan dibalut dengan plastik wrap. Setelah itu botol kultur tersebut diletakkan pada ruangan inkubasi selama 3 minggu. Langkah kerja produksi setek mini pada Lampiran 5. Pra Aklimatisasi Sebelum di aklimatisasi dilakukan pra aklimatisasi. Planlet yang berumur 3 minggu setelah tanam, dikeluarkan secara hati-hati dari botol kultur. Akar yang terlalu panjang dipotong, kemudian dicuci dan dibersihkan dengan air mengalir untuk menghilangkan hara-hara yang lengket pada akar. Setelah itu planlet tersebut dipindahkan pada wadah transparan dengan media arang sekam steril yang telah dibasahi terlebih dahulu. Tutup wadah dan biarkan selama kurang lebih 3 hari dalam ruangan inkubasi bersuhu 25o C dengan cahaya 24 jam penuh. Penyiraman dapat dilakukan ketika media terlihat kering.

Jerami Volume 4 No.3, September – Desember 2011

188 ISSN 1979-0228

Langkah kerjanya dapat dilihat pada Lampiran 5. Aklimatisasi Setelah dilakukan pra aklimatisasi, planlet yang berada dalam wadah tersebut dibawa ke screen house dan dibiarkan selama 7 hari. Tujuannya untuk mengadaptasikan planlet dengan lingkungan in vivo. Selama di screen house planlet disiram dengan air 1 kali sehari pada sore hari (planlet yang di aklimatisasi dapat dilihat pada Lampiran 5). Produksi setek mini

Planlet yang berada di screen house selama 7 hari baru dapat dilakukan penyetekan dengan cara memotong dua ruas (nodus). Setelah penyetekan segera ditanam dalam baki plastik yang berisi media campuran tanah, pupuk kandang, arang sekam (1 : 1 : 1) media dibasahi terlebih dahulu, dengan populasi setiap baki 60 tanaman setek mini. Baki plastik kemudian diletakkan di tempat yang teduh selama 5 hari (rak bagian bawah) kemudian dipindahkan ke tempat yang terkena cahaya matahari (rak bagian atas) sehingga siap ditanam di dalam screen house. Tanaman yang akan ditanam di dalam screen house berumur 3 minggu. Produksi setek mini dapat dilihat pada Lampiran 5. Pengolahan tanah Tanah di dalam screen house diolah sampai gembur. Kedalaman pengolah an tanah antara 20 cm – 25 cm, tanah dicangkul dan dibalik sehingga tanah lapisan bawah berada di bawah dan tanah lapisan atas berada di atas. Ke-mudian tanah yang siap diolah dibiarkan 1 minggu agar terjemur matahari. Hal ini untuk menetralisir zat-zat racun dan juga untuk memberi kesempatan biji gulma tumbuh. Pengolahan lahan kedua dilakukan seminggu kemudian, bongkahan tanah dihancurkan, sisa-sisa gulma dibersihkan. Kemudian dibuat plot dengan ukuran 1 m x 1 m, lebar parit antar plot 30 cm. Kemudian dibuat lobang tanam dengan jarak 15 x 10 cm. Setelah itu dilakukan pemupukkan dasar dengan pupuk kandang (yang telah matang) dengan dosis 20 ton/ha. Pupuk diinkubasi selama 1 minggu. Lubang tanam diberi tanda dengan bilah bambu bertujuan sebagai tanda saat penanaman. Penanaman Bibit berupa setek pucuk (yang ditanam dalam baki) mulai ditanam ke lahan. Satu per satu bibit diambil dari dalam baki dengan

menyertakan medianya. Bibit dimasukan kedalam lubang tanam yang telah dibuat. Lubang tanam ditutup menggunakan tanah di sekitarnya. Pemberian perlakuan Zat penghambat tumbuh (Cycocel) diberikan 10 hari dan 20 hari setelah tanam, caranya Cycocel disemprotkan di sekitar daun tanam sesuai dosis perlakuan Pemeliharaan a.Pemasangan label dan tiang standar Pemasangan label dan tiang standar dilakukan pada saat penanaman. Pemasangan tiang standar sebagai dasar pengukuran tinggi tanaman. b. Penyiraman Pada satu minggu pertama sejak penanaman penyiraman dilakukan dua kali yaitu pagi dan sore hari, bila tanaman sudah mulai besar, interval penyiraman diperpanjang menjadi 1 hari sekali, 2 hari sekali, 3 hari sekali dan seterusnya. Duapuluh hari sebelum panen tanaman tidak perlu lagi disiram. Setiap kali penyiraman volume air yang diberikan perpetakan tanaman sebanyak 3 liter, sehingga tanah pada kondisi kapasitas lapang. c. Penyulaman Selama 5 hari setelah penanaman dilakukan penyulaman terhadap tanaman kentang yang layu atau mati. Caranya adalah dengan mencabut tanaman yang mati, tanaman yang tumbuhnya kerdil dan kemudian disulam dengan bibit yang baru. Bibit yang digunakan untuk menyulam, umur atau besarnya sama dengan tanaman yang disulam, diambil dari bibit yang disiapkan untuk penyulaman, sehinga partumbuhannya sama dengan tanaman lain dalam satu lahan. Penyulaman dilakukan pada sore hari supaya tidak terkena langsung cahaya matahari. d. Penyiangan dan pembumbunan Gulma yang tumbuh di areal penanaman harus disiang agar tidak terjadi persaingan dalam menyerap unsur hara. Penyiangan dilakukan 4 kali. Cara penyiangan adalah mencabut gulma yang tumbuh disekitar tanaman secara hati-hati agar tidak merusak perakaran tanaman kentang. Pada saat dilakukan penyiangan juga dilakukan pembumbunan. Bumbun dilakukan apabila

Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Umbi Mini Kentang

ISSN 1979-0228 189

tanah di sekitar tanaman memadat atau mengeras. e. Pemupukkan Pupuk buatan diberikan pada saat tanam. Pupuk yang digunakan adalah Urea sebanyak 300 kg/ha, SP-36 sebesar 300 kg/ha, dan KCl sebanyak 100 kg/ha (Agromedia, 2004). Pada masing-masing lubang tanam Urea diberikan 0,45 g, SP-36 sebanyak 0,45 g, dan KCl sebesar 0,15 g. f. Pengendalian hama dan penyakit Hama dan penyakit yang menyerang tanaman umbi mini kentang diupayakan dengan cara fisik dan kimia. Pertama dilakukan pengendalian secara fisik yaitu, apabila ada daun yang terserang hama dan penyakit atau ada daun yang layu maka daun tersebut dibuang dengan cara digunting agar tidak mengganggu pertumbuhan daun yang lainnya, jika cara ini tidak berhasil dengan memperlihatkan bertambah banyaknya tanaman yang terserang yaitu sekitar 25% baru dilakukan pengendalian secara kimia dengan menggunakan Dithane M- 45 dan Cellicron. Penggunaan zat kimia tersebut dilakukan sebanyak 2 kali. Pemberian pertama diberikan pada waktu tanaman berumur 2 MST dan pemberian kedua diberikan 6 MST. g. Panen Tanaman umbi mini kentang dapat dipanen pada umur 10 minggu setelah tanam, dengan menunjukkan ciri sekitar 90% daun telah menguning, sekitar 60% batang telah berwarna kuning dan mulai mengering. Pemanenan dilakukan dengan cara menggali umbi dari ujung bedengan kemudian terus disisip ke ujung lainnya. Pengamatan a.Tinggi tanaman (cm) Pengamatan tinggi tanaman dilakukan seminggu setelah pemberian perlakuan sampai akhir pertumbuhan tinggi tanaman yaitu seminggu sebelum panen. b. Lebar tajuk tanaman (cm) Pengamatan dilakukan dengan mengukur lebar tajuk tanaman kentang. Pengukuran dilakukan dari sisi kiri ke sisi kanan dan melalui setentang pangkal batang. Pengamatan dilakukan seminggu setelah pemberian

perlakuan sampai akhir petumbuhan lebar tajuk tanaman. c. Umur panen (hari) Pengamatan umur panen umbi dihitung semenjak tanam sampai umbi siap panen. Panen dilakukan jika seluruh daun dan batang tanaman telah menguning serta kulit umbi bila ditekan tidak lagi terkelupas. d. Jumlah umbi tiap tanaman (buah) Penghitungan jumlah umbi dilakukan setelah panen. Jumlah umbi yang terdapat tiap sampel tanaman dihitung dengan satuan buah . e. Bobot segar umbi tiap tanaman (g) Pengamatan bobot segar umbi dilakukan setelah panen. Pengamatan dilakukan dengan cara menimbang bobot total umbi tiap tanaman dengan satuan g f. Indeks panen (%) Pengamatan indeks panen dilakukan dengan cara membandingkan berat bagian ekonomis (BE) satu tanaman dengan berat seluruh bagian tanaman (BT) seperti rumus berikut :

IP = %100xBT

BE

g. Jumlah umbi berdasarkan kriteria bobot umbi (buah) Jumlah umbi pada tanaman sampel dihitung dengan cara menimbang bobot umbi masing-masing tanaman, dirata-ratakan keseluruhan perlakuan. Kemudian dipisahkan berdasarkan bobotnya yaitu : 0,1 – 5 g, >5 – 10 g, >10 - 15 g, >15 – 20 g, >20 – 25 g, >25 – 30 g dan ≥ 30 g, selanjutnya disusun dalam bentuk tabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinggi tanaman (cm) Pemberian beberapa konsentrasi dan waktu pemberian Cycocel yang berbeda memperlihatkan tidak adanya efek interaksi terhadap tinggi tanaman kentang. Perbedaan pemberian beberapa konsentrasi Cycocel, dan waktu pemberian yang berbeda tidak memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman kentang. Tabel sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 6. Untuk lebih jelasnya data tinggi tanaman kentang disajikan pada Tabel 1.

Jerami Volume 4 No.3, September – Desember 2011

190 ISSN 1979-0228

Tabel 1. Tinggi tanaman kentang pada pemberian beberapa konsentrasi dan waktu pemberian Cycocel (cm).

Konsentrasi Cycocel (ppm)

(A)

Waktu pemberian Cycocel (B)

Rata-rata

10 HST

20 HST

0 45,50 40,14 42,82

500 42,39 41,39 41,89

1.000 46,50 45,67 46,09

1.500 54,00 46,78 50,39

Rata-rata 47,10 43,50

KK = 12,7 %

Angka-angka pada baris dan lajur yang sama berbeda tidak nyata menurut uji F pada taraf nyata 5%.

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa rata-rata tinggi tanaman kentang dengan pemberian beberapa konsentrasi Cycocel dari 0 sampai 1.500 ppm dan waktu pemberian 10 dan 20 HST memperlihatkan pengaruh yang sama. Pada penelitian ini Cycocel diberikan melalui daun dengan alasan bahwa stomata itu lebih banyak pada daun dan pemberian dilakukan pada saat pagi hari, tetapi pada penelitian ini hasil yang didapatkan rata-rata tinggi tanaman kentang memperlihatkan tinggi yang sama. Hal ini diduga karena penelitian ini dilakukan di dalam screen, suhu sedikit lebih tinggi bila dibandingkan dengan suhu di luar screen, sehingga aplikasi pemberian Cycocel pada daun tidak memperlihatkan pengaruh. Diduga bahwa pada saat pemberian itu terjadi penguapan Cycocel. Pernyataan ini sesuai menurut Cathey 1975, cit. Tisnova (1995) bahwa pemberian Cycocel kurang efektif bila disemprotkan pada daun, dan lebih efektif bila diaplikasikan langsung pada tanah. Sesuai juga dengan pernyataan Krisnamoorthy (1981), respon tanaman terhadap zat penghambat tumbuh sangat bervariasi, hal ini disebabkan oleh kemampuan yang berbeda dari daun, batang dan akar pada spesies yang berbeda untuk mengabsorbsi dan translokasi senyawa kimia. Hal lain yang menyebabkan tidak berpengaruhnya pemberian Cycocel terhadap tinggi tanaman diduga dalam tanaman kentang masih tinggi kandungan giberelin endogen sehingga pemberian Cycocel tidak mampu

menghambat kerja biosintesis giberelin. Giberelin itu berfungsi dalam pembelahan dan pembesaran sel. Sesuai dengan pernyataan Krisnamoorthy (1981), menyatakan bahwa Cycocel umumnya menghalangi jalur biosintesis giberelin, sehingga kandungannya pada tanaman menurun. Keadaan ini menyebabkan terhambatnya perpanjangan sel terutama di daerah meristem apikal. Sehingga menghambat pertumbuhan tinggi tanaman, bila di dalam tanaman telah mengandung giberelin endogen sebelum perlakuan Cycocel, maka perlakuan Cycocel pada tanaman tidak menghambat biosintesis giberelin yang telah ada. Lebar tajuk tanaman (cm) Pemberian beberapa konsentrasi Cycocel dan waktu pemberian yang berbeda memberikan efek interaksi terhadap lebar tajuk tanaman kentang. Perbedaan pemberian beberapa konsentrasi Cycocel, dan waktu pemberian yang berbeda tidak memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman kentang. Tabel sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 6. Untuk lebih jelasnya uji lanjut data lebar tajuk tanaman kentang dapat dilihat pada Tabel 2 dan grafik lebar tajuk pada Gambar 2. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa pemberian Cycocel pada waktu 10 HST dengan konsentrasi 1.500 ppm memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata dengan pemberian Cycocel 1.000 ppm, tetapi pemberian beberapa konsentrasi Cycocel pada waktu 20 HST memperlihatkan pengaruh yang sama terhadap lebar tajuk tanaman kentang. Perbedaan waktu pemberian Cycocel 10 dan 20 HST pada konsentrasi Cycocel 1.500 dan 1.000 ppm memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap lebar tajuk tanaman kentang. Tabel. 2. Lebar tajuk tanaman kentang pada

beberapa konsentrasi dan waktu pem-berian Cycocel (cm).

Konsentrasi Cycocel (ppm)

(A)

Waktu pemberian Cycocel (B)

10 HST 20 HST

0 23,67 a b A 21,69 a A

500 22,95 a b A 22,61 a A 1.000 20,33 b A 25,22 a B 1.500 27,50 a A 23,05 a B

Rata-rata

KK = 10,91 %

Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Umbi Mini Kentang

ISSN 1979-0228 191

Berdasarkan sidik ragam A dan B teruji signifikan. Angka-angka yang ditandai dengan huruf kecil dan besar yang sama pada baris dan kolom berbeda tidak nyata berdasarkan uji Duncan α = 0,05.

Gambar 2. Grafik lebar tajuk tanaman kentang

pada beberapa konsentrasi dan waktu pemberian Cycocel

Terjadinya pengaruh yang berbeda nyata dari pemberian Cycocel ini terhadap lebar tajuk tanaman kentang karena pemberian Cycocel tersebut telah mampu menghambat biosintesis giberelin. Kerja dari Cycocel itu adalah menghambat oksidasi kaurene menjadi kaurenoic acid. Bila oksidasi kaurene dihambat, maka kaurenoic acid berkurang. Seperti diketahui bahwa kaurenoic acid merupakan intermediet untuk membentuk giberelin secara tidak langsung kandungan giberelin dalam tanaman juga berkurang, dengan berkurangnya giberalin yang terbentuk maka lebar tajuk tanaman kentang menjadi kecil. Alasan ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Indrawati (1991) bahwa retardan adalah inhibitor yang berkerja menghambat biosintesis giberelin, sehingga perpanjangan sel tertekan. Umur panen (hari) Pemberian beberapa konsentrasi Cycocel dan waktu pemberian yang berbeda memperlihatkan tidak adanya efek interaksi terhadap umur panen tanaman kentang. Per-bedaan pemberian beberapa konsentrasi Cycocel, dan waktu pemberian yang berbeda

tidak memberikan pengaruh terhadap umur panen tanaman kentang. Tabel sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 6. Untuk lebih jelasnya data umur panen umbi kentang disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Umur panen tanaman kentang pada

pemberian beberapa konsentrasi dan waktu pemberian Cycocel (hari).

Konsentrasi Cycocel

(ppm) (A)

Waktu pemberian Cycocel (B)

Rata-rata

10 HST 20 HST

0 80,67 76,00 78,34 500 73,67 76,00 74,84 1.000 76,00 80,67 78,34 1500 80,67 78,33 79,50

Rata-rata 77,75 77,75

KK = 6,88 %

Angka-angka pada baris dan lajur yang sama berbeda tidak nyata menurut uji F pada taraf nyata 5%

Pada Tabel 3 dapat terlihat bahwa rata-rata umur panen tanaman kentang dengan pemberian beberapa konsentrasi dari 0 – 1.500 ppm dan waktu pemberian 10 dan 20 HST memperlihatkan umur panen yang sama. Hal ini disebabkan setek yang ditanam berasal dari varietas yang sama dan umur setek yang sama, sehingga menampakkan hasil yang sama pada saat panen. Dari data didapat umur panen rata-rata 70-80 hari setelah tanam (kurang lebih10 MST). Sedangkan menurut Suliansyah (2000), penanaman dan panen umbi mini 10 MST. Oleh karena itu pemberian Cycocel tidak mempengaruhi terhadap umur panen umbi mini kentang. Tidak berpengaruhnya pemberian Cycocel terhadap umur panen tanaman kentang, hal ini disebabkan peranan utama Cycocel itu bekerja menghambat biosintesis giberelin dengan cara menekan pertumbuhan vegetatif tanaman, selain itu Cycocel juga dapat mempercepat fase generatif tanaman, tetapi ini merupakan pengaruh skunder. Seuai dengan pernyataan Krisnamoorthy (1981), bahwa pemberian zat penghambat tumbuh pada tanaman dapat menghambat biosintesis giberelin dan memiliki pengaruh yang bervariasi bergantung pada susunan senyawa kmia dan spesies tanaman. Pengaruh retardan pada pembungaan merupakan pengaruh sekunder, sedangkan pengaruh primernya adalah penekanan pertumbuhan vegetatif. Dari hasil penelitian Harteti (1998) pada kacang tanah dengan pemberian beberapa konsentrasi Cycocel

10

20

30

40

0 500 1,000 1,500

Leb

ar t

aju

k (c

m)

Konsentrasi Cycocel (ppm)

pemberian Cycocel 10 HST

pemberian Cycocel 20 HST

Jerami Volume 4 No.3, September – Desember 2011

192 ISSN 1979-0228

memperlihatkan pengaruh yang tidak nyata terhadap umur panen kacang tanah. Jumlah umbi tiap tanaman (buah) Pemberian beberapa konsentrasi dan waktu pemberian Cycocel yang berbeda memperlihatkan tidak adanya efek interaksi terhadap jumlah umbi tiap tanaman kentang. Perbedaan pemberian beberapa konsentrasi Cycocel memberikan pengaruh terhadap jumlah umbi tiap tanaman dan waktu pemberian Cycocel yang berbeda tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah umbi tiap tanaman. Tabel sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 6. Untuk lebih jelasnya uji lanjut data jumlah umbi mini kentang disajikan pada Tabel 4. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa pemberian beberapa konsentrasi Cycocel memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah umbi mini kentang yang dihasilkan, dimana pemberian 1.500 ppm memberikan jumlah umbi terbanyak, jika dibandingkan dengan pemberian tanpa Cycocel (0 ppm). Perlakuan 500 ppm juga memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah umbi mini kentang bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa Cycocel (0 ppm). Peningkatan jumlah umbi mini kentang dengan pemberian Cycocel ini terjadi karena fungsi fisiologis dari Cycocel itu sendiri yang mana Cycocel telah mampu menghambat biosintesis giberelin, maka giberelin sebagai penghambat pembentukan umbi akan berkurang. Hal ini sangat jelas terlihat dari data tabel 4 bahwa pemberian tanpa Cycocel (0 ppm) memberikan jumlah umbi mini kentang yang sedikit atau berbeda nyata terhadap jumlah umbi mini kentang yang dihasilkan dengan pemberian Cycocel. Menurut Smith (1986), bahwa giberelin memiliki pengaruh yang dapat menghambat proses pembentukan umbi meskipun dalam konsentrasi rendah sekalipun. Melalui penghambatan biosintesis giberelin tersebut oleh Cycocel mengakibatkan umbi menjadi aktif terbentuk sesuai dengan pendapat Indrawati (1991), bahwa penghambatan biosintesis giberelin oleh retar-dan mengakibatkan pembentukan umbi dapat berjalan dengan baik. Tabel 4. Jumlah umbi kentang tiap tanaman

pada pemberian beberapa kon-sentrasi dan waktu pemberian Cycocel (buah).

Konsentrasi Cycocel

(ppm) (A)

Waktu pemberian Cycocel (B) Rata-rata

10 HST

20 HST

0 1,94 2,50 2,22 b

500 3,33 3,33 3,33 a

1.000 2,89 2,67 2,78 a

b

1.500 4,50 2,84 3,67 a

Rata-rata 3,17 2,84

KK = 23,33 %

Berdasarkan sidik ragam hanya A teruji signifikan. Angka – angka yang ditandai dengan huruf kecil yang sama pada kolom (arah vertikal) berbeda tidak nyata berdasrkan uji Duncan α = 0,05.

Perbedaan waktu pemberian Cycocel terhadap jumlah umbi mini kentang memperlihatkan pengaruh yang sama, tapi dari tabel dapat terlihat bahwa pemberian Cycocel pada konsentrasi 1.500 ppm dengan waktu pemberian 10 HST memberikan jumlah umbi mini kentang yang banyak, bila dibandingkan dengan pemberian Cycocel pada waktu 20 HST dengan konsentrasi 1.500 ppm menunjukkan penurunan jumlah umbi tiap tanaman. Hal ini disebabkan pembentukan umbi kentang itu dimulai sejak tanaman berumur 20-30 hari setelah tanam. Sehingga pemberian Cycocel dengan waktu pemberian 20 HST tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap jumlah umbi kentang. Bobot segar umbi tiap tanaman (g). Pemberian beberapa konsentrasi dan waktu pemberian Cycocel yang berbeda tidak memberikan efek interaksi terhadap bobot segar umbi tiap tanaman. Perbedaan pemberian beberapa konsentrasi Cycocel memberikan pengaruh terhadap bobot segar umbi tiap tanaman dan waktu pemberian Cycocel yang berbeda tidak memberikan pengaruh terhadap bobot segar umbi tiap tanaman. Tabel sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 6. Untuk lebih jelasnya uji lanjut data bobot segar umbi mini disajikan pada Tabel 5 .Tabel 5. Bobot segar umbi tiap tanaman pada

pemberian beberapa konsentrasi dan waktu pemberian Cycocel (g).

Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Umbi Mini Kentang

ISSN 1979-0228 193

Konsentrasi Cycocel (ppm) (A)

Waktu pemberian Cycocel (B) Rata-rata

10 HST 20 HST

0 10,25 9,97 10,11 b 500 17,56 14,53 16,05 a b 1.000 11,58 16,55 14.07 a b 1.500 21,99 21,05 21,52 a

Rata-rata 15,35 15,53

KK = 40,21 %

Berdasarkan sidik ragam hanya A teruji signifikan. Angka – angka yang ditandai dengan huruf kecil yang sama pada kolom (arah vertikal) berbeda tidak nyata berdasarkan uji Duncan α = 0,05.

Dari Tabel 5 terlihat bahwa pemberian beberapa konsentrasi Cycocel memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap bobot segar umbi mini kentang. Bobot umbi mini terbesar terdapat pada pemberian konsentrasi Cycocel 1.500 ppm dan bobot umbi mini terendah terdapat pada perlakuan tanpa Cycocel (0 ppm). Tingginya bobot segar umbi mini kentang pada konsentrasi 1.500 ppm ini dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran umbi. Sebelumnya telah dikemukakan bahwa pada kosentrasi Cycocel 1.500 ppm memberikan jumlah umbi terbanyak.

Tanaman yang tertekan pertumbuhannya sampai batas tertentu maka bahan keringnya lebih banyak digunakan untuk pembentukkan umbi. Pada penelitian ini Cycocel telah mampu menghambat biosintesis giberelin, maka giberelin sebagai penghambat pembentukan umbi berkurang. Alasan ini sesuai dengan pendapat Indrawati (1991) bahwa penghambatan biosintesis giberelin oleh retardan mengakibatkan pembentukan umbi dapat berjalan dengan baik.

Menurut Weaver(1972) cit Tiasnova 1995, penghambatan produksi GA selanjutnya akan menahan laju pembelahan sel, pengurangan pertumbuhan vegetatif dan secara tidak langsung akan mengalihkan asimilat ke pembentukan umbi. Diharapkan dengan penghambatan pertumbuhan vegetatif dan pengalihan asimilat kebagian pengumbian akan memberikan berat per umbi yang lebih baik. Sesuai juga dengan pendapat Lakitan (1996), bahwa pertambahan berat umbi lebih ditentukan oleh asimilat yang dihasilkan selama periode perkembangan umbi.

Indeks panen (%) Pemberian beberapa konsentrasi dan waktu pemberian Cycocel yang berbeda tidak

memberikan efek interaksi terhadap indeks panen tanaman kentang. Perbedaan pemberian konsentrasi Cycocel memberikan pengaruh terhadap indeks panen tanaman kentang dan perbedaan waktu pemberian Cycocel tidak memberikan pengaruh terhadap indeks panen tanaman kentang. Tabel sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 6. Untuk lebih jelasnya uji lanjut data indeks panen kentang disajikan pada Tabel 6. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa pemberian beberapa konsentrasi Cycocel memberikan pengaruh yang nyata terhadap indeks panen tanaman kentang. Pemberian Cycocel 1.500 dan 500 ppm memperlihatkan pengaruh yang nyata jika dibandingkan dengan pemberian tanpa Cycocel (0 ppm). Hal ini ber-kaitan dengan jumlah dan bobot umbi mini yang dihasilkan oleh tanaman kentang. Pengertian dari indeks panen itu sendiri adalah perbandingan antara berat ekonomis (berat umbi) dengan berat keseluruhan bagian tanaman. Sebelumnya telah dikemukakan bahwa pemberian Cycocel pada konsentrasi 1.500 dan 500 ppm telah mampu menghasilkan jumlah umbi dan bobot umbi mini yang tinggi. Sehingga indeks panen pada konsentrasi tersebut juga tinggi. Hal ini merupakan efek nyata dari fungsi Cycocel itu sendiri yang telah menghambat biosintesis giberelin, sehingga umbi lebih banyak terbentuk dan bahan kering dalam tanaman banyak digunakan untuk pembentukan umbi, dan memberikan berat umbi yang lebih baik. Tabel 6. Indeks panen tanaman kentang pada

pemberian beberapa konsentrasi dan waktu pemberian Cycocel (%).

Konsentrasi Cycocel (ppm) (A)

Waktu pemberian Cycocel (B) Rata-rata

10 HST 20 HST

0 87,08 82,80 84,94 b

500 91,24 92,20 91,72 a

1.000 88,54 89,59 89,07 ab

1.500 92,51 93,30 92,91 a

Rata-rata 89,84 89,47

KK = 5,14 %

Berdasarkan sidik ragam hanya A teruji signifikan. Angka – angka yang ditandai dengan uruf kecil yang sama pada kolom (arah vertikal) berbeda tidak nyata berdasrkan uji Duncan α = 0,05.

Menurut Prawinata, Harran dan Tjondronegoro (1981), yang menyatakan bahwa karbohirat pada tanaman akan mempengaruhi

Jerami Volume 4 No.3, September – Desember 2011

194 ISSN 1979-0228

berat kering tanaman tersebut. Semakin banyak jumlah karbohidrat yang dikandung oleh tanaman maka akan semakin tinggi berat kering tanaman tersebut. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa umbi kentang itu mengandung karbohidrat yang tinggi.

Jumlah umbi berdasarkan kriteria bobot umbi(buah) Dari hasil percobaan yang telah dilakukan pengklasifikasikan umbi mini pada pemberian beberapa konsentrasi dan perbedaan waktu pemberian Cycocel memperlihatkan pengaruh yang sama. Rata-rata jumlah umbi tiap perlakuan didominasi oleh ukuran umbi 0,1 – 5 g. Rata-rata hasil percobaan dari seluruh perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 3. Pada Tabel 7 dan diagram Gambar 3 dapat dilihat, bahwa rata-rata jumlah umbi mini (G0) ini didominasi oleh umbi mini yang berukuran 0,1 – 5 g. Persentase jumlah umbi akan berkurang jika ukuran umbi diatas 5 g. Bi-asanya produksi umbi mini (G0) yang memenuhi standar bobot benih yang baik itu adalah 30 - 50 g, namun pengusaha umbi mini (G0) di Lembang, Pengalengan, dan Garut mereka memproduksi umbi mini G0 dengan ukuran 1 - 10 g. Menurut Wattimena (2000), bahwa bobot umbi G0 30 - 50 g dapat diperoleh dengan memperbesar jarak tanam, perbaikan media tumbuh dengan meningkatkan dosis pupuk organik dan pemberian zat pengatur tumbuh. Tabel 7. Kriteria bobot umbi dari rata-rata

seluruh perlakuan.

Kriteria Buah Persentase

(%)

0,1 – 5 2,00 66,01

>5 – 10 0,61 20,13

>10 - 15 0,26 8,58

>15 – 20 0,10 3,30

>20 – 25 0,06 1,98

Gambar 3. Diagram Kriteria bobot umbi dari

rata-rata seluruh perlakuan. Tingginya jumlah umbi yang bobotnya 0,1 - 5 g ini disebabkan jarak tanam yang rapat yaitu 10x15 cm sehingga menghambat perbesaran umbi di dalam tanah. Menurut Goldsworthy dan Fisher (1992) satu persaingan di dalam tanaman akan menyebabkan umbi kehilangan asimilat, dan faktor lain adalah pemberian Cycocel yang kurang efektif bila diberikan pada daun. Tingginya jumlah umbi yang bobotnya 0,1 - 5 g ini disebabkan jarak tanam yang rapat yaitu 10x15 cm sehingga menghambat perbesaran umbi di dalam tanah. Menurut Goldsworthy dan Fisher (1992) satu persaingan di dalam tanaman akan menyebabkan umbi kehilangan asimilat, dan faktor lain adalah pemberian Cycocel yang kurang efektif bila diberikan pada daun. Hal lain yang menyebabkan tingginya jumlah umbi mini kentang (G0) yang berukuran 0,1 - 5 g dan rendahnya jumlah umbi mini kentang yang berukuran diatas 20 g, ini diduga bahwa pengaruh dari bibit tanaman kentang. Bibit tanaman kentang yang digunakan adalah bibit dari hasil setek sehingga menghasilkan umbi mini yang berukuran kecil. Sesuai dengan pernyataan Gunadi (1993), bahwa tanaman kentang sumber bibit setek cenderung menghasilkan umbi lebih banyak dengan ukuran yang lebih kecil. Pada prinsip-nya pada perbenihan kentang, jumlah umbi yang banyak lebih diperhatikan daripada menghasilkan bobot umbi. (Kriteria bobot umbi dapat dilihat pada Lampiran 7).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

0

0.5

1

1.5

2

0,1 -5

>5-10

>10-15

>15-20

>20-25

>25-30

>30

Jumlah

umbi

Bobot umbi (g)

rata-rata jumlah umbi berdasarkan bobot

Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Umbi Mini Kentang

ISSN 1979-0228 195

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Terjadinya interaksi antara konsentrasi

Cycocel 1.000 ppm dan waktu pemberian Cycocel 10 HST terhadap lebar tajuk tanaman kentang, sehingga lebar tajuk tanaman kentang menjadi kecil.

2. Pemberian Cycocel 1.500 ppm telah mampu menghasilkan jumlah dan bobot umbi mini yang lebih tinggi, yaitu rata-rata jumlah umbi pertanaman 3,67 buah dan bobot umbi mini kentang 21,52 g/tanaman.

3. Waktu pemberian Cycocel 10 HST dan 20 HST tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil umbi mini kentang.

Saran Berdasarkan hasil percobaan penulis menyarankan untuk penelitian selanjutnya agar dapat menggunakan Cycocel melalui tanah, dengan konsentrasi Cycocel dari 500 - 1.500 ppm dan waktu pemberian 10 hari setelah tanam agar hasil yang didapatkan lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2009. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kentang. http://www.bps.go.id

Cahyono, B. 1996. Budidaya Intensif Tanaman

Kentang Teknik Pengembangan Analisa Kelayakan Potensi Pasar. Aneka. Solo. 96. Hal.

Direktorat Jendral Hortikultura, 2009. Statistik

Perkembangan Tanaman Hortikultura di Indonesia Periode 2003 – 2008. Dalam Balai Penelitian Sayuran (Balitsa). Lembang. http://www.hortikultura.go.id.

Desrita. 1993. Pengaruh Beberapa Zat Pengatur

Tumbuh Cycocel terhadap Pertumbuhan Bibit Karet (Havea brasiliensis Muel). [Tesis]. Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. 62 Hal.

Goldsworthy, P. R dan N.M. Fisher. 1992.

Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik

alih Bahasa oleh Tohan. Gadjahmada. University Press. Yogyakarta

Gunadi. 1993. Pertumbuhan dan Hasil

Tanaman Kentang Asal Biji Botani (TPS) Tanah sawah Dataran Medium. Buil. Panel. Hortikultura. Lembang. 24 (4) hal 18-25.

Harteti, R.S.H. 1998. Pengaruh Cycocel

terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogea L.) [Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. 56 Hal.

Hartus, T. 2001. Usaha Pembibitan Kentang

Bebas Virus. Penebar Swadaya. Jakarta. 136 Hal

Indrawati, R. 1991. Pengaruh Media Ms dan

Pactrobutrazol pada Medium Pertunasan terhadap Produksi Umbi Mikro Kentang Secara in vitro Sistem Cair. Jurusan Budidaya Pertanian IPB. Bogor.

Istiyanti, Y dan Triyono. 1996. Budidaya Aneka

Tanaman Pangan. Trigenda Karya. Bandung. Hal 64-65.

Kamil, J. 1971. Teknologi Benih. Angkasa Raya.

Padang. 227 Hal. Katamsi, K.S. 1988. Pengaruh Retardan

Ancymidol, B-9 dan Cycocel dalam Pengumbian Kentang invitro. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 56 Hal.

Krisnamoorthy. 1981. Plant Growth Substances

Including Applications in Agriculture. Tata Mc Grow-Hill Pub, Co, Ltd, New Delhi. 241 p.

Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan

Perkembangan Tanaman. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 218 Hal.

Muhafdi. 1995. Stimulasi Pembentukan Umbi

Mini Kentang (Solanum tuberosum L) Melalui Pemberian Cycocel. [Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. 50 Hal.

Jerami Volume 4 No.3, September – Desember 2011

196 ISSN 1979-0228

Prawinata, W. S, Harran dan P. Tjondronegoro. 1981. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Departemen Botani. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Rukmana, R. 1996. Perbanyakan Bibit Kentang

dengan Kultur Jaringan. Kanisius. Yogyakarta. 108 hal.

2000. Usaha Tani Kentang Sistem

Mulsa Plastik. Kanisius. Yogyakarta. 44 hal.

Rosmelyanti. 1995. Pengaruh Waktu

Pembumbunan dan Kosentrasi Cycocel terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kacang Tanah (Arachis hypogea L). [Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. 57 Hal.

Sahid, C. A. 1986. Perbanyakan Bibit Kentang

dengan Kultur Jaringan. Hortikultura. Balithor, Solok. 17 : hal 570-574.

Samadi, B. 1997. Usaha Tanaman Kentang.

Kanisius. Yogyakarta. 90 hal. Soelarso, R. B. 1997. Budidaya Kentang Bebas

Penyakit. Kanisius. Yogyakarta. 79 hal Suliansyah, I. 1994. Induksi Pengumbian

Kentang in vitro. Program pascasarjana IPB. Bogor. 17 hal.

Suliansyah, I. 2000. Pengembangan Propagul

Kentang (Solanum tuberosum L.) Bermutu. Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Padang. 17 hal.

Sunarjono, H. 1975. Budidaya Kentang. PT.

Soeroengan. Jakarta. 66 hal. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya

Kentang. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. 110 Hal.

Suryadi. 1990. Pengaruh Zat Penghambat

Tumbuh Cycocel terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Gladiolus (Gladiolus hybridus). [Tesis].

Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Hal 14-15.

Syarif, A., Ridwan, M., dan Muhafdi. 1995.

Stimulasi Pembentukan Umbi Mini Kentang (Solanum tuberosum L) Melalui Pemberian Cycocel. Stigma An Agricultural Science Journal. Vol. III. Hal 1-3.

Smith, O. 1986. Potatos: Production, Storing and

Processing. The Avi Publishing Company, Inc. Westport, Conecticut. 776 p.

Tisnova, R. 1995. Pengaruh Berbagai

Konsentrasi Cycocel dan BAP terhadap Pembentukan Umbi Mikro Kentang ( Solanum tuberosum L.) [Skripsi] Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. 48 Hal.

Wattimena, G. A. 1987. Zat Pengatur Tumbuh

Tanaman. Labor Kultur Tanaman. PAU Bioteknologi. IPB. Bogor. 247 Hal.

2000. Pengembangan Propagul

Kentang Bermutu dari Kultivar Kentang Unggul dalam Mendukung Peningkatan Produksi Kentang di Indonesia. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Hortikultura. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 86p.

Weaver, R. J. 1972. Plant Growth Subtances in

Agriculture. W. H. Freeman and Co., San Fransisco USA. 594 p.

Wiendi, N.A, Wattimena, G.A. dan L.W.

Gunawan. 1991. Bioteknologi Tanaman. Tim Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman. PAU Bioteknologi. IPB. Bogor. 507 hal.

Zarmiyeni. 2000. Potensi Setek Beberapa

Varietas pada Berbagai Media dalam Perbanyakan Bibit Kentang (Solanum tuberosum L). [Tesis]. Pasca sarjana. Universitas Andalas Padang. 57 hal.

------------------------------oo0oo------------------------------