Pengaruh Customer Engagement di Media Sosial terhadap ...

15
Pengaruh Customer Engagement di Media Sosial terhadap Brand Intimacy pada Produk Fashion Lokal Indonesia Classica Harsya Nawastha dan Yeshika Alversia Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia Industri fashion merupakan industri yang perkembangannya selalu meningkat dan Indonesia berkontribusi terbesar ke-sembilan di dunia. Perkembangan industri fashion dalam negeri didukung dengan adanya kampanye untuk mencintai produk lokal. Fashion brand lokal memanfaatkan media sosial sebagai wadah untuk berkomunikasi dengan pelanggannya untuk menciptakan customer en- gagement. Sehingga penting untuk mengetahui faktor yang mendorong customer engagement sep- erti advice seeking, self-image expression dan fashion involvement. Selain itu, customer engage- ment juga berpengaruh akan terbentuknya brand intimacy. Penelitian ini membangun customer engagement sebagai second-order construct yang di dalamnya terdapat consumption, contribution, dan creation. Survei dilakukan secara online dengan 262 responden yang kemudian diolah datanya menggunakan pemodelan Partial Least Squares - Structural Equation Modeling (PLS-SEM). Ha- sil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi customer engagement adalah advice seeking, self-image expression, dan fashion involvement, customer engagement memiliki pengaruh terhadap brand intimacy. Kata kunci: Customer Engagement, Media Sosial, Brand intimacy, Advice Seeking, Self-Image Expression, Fashion Involvement The Influence of Customer Engagement in Social Media Towards Brand Intimacy to Indonesian Fashion Local Products The fashion industry is one of the industries that is constantly expanding and Indonesia is the ninth largest contributor globally. Domestic growth of the fashion industry is supported by the campaign to love local products. Local fashion brands utilize the social media as a channel to communicate directly with their customers to develop a strong customer engagement. Therefore, it is important to know which factors influenced customer engagement, such as advice seeking, self image expression, and fashion involvement. Moreover, customer engagement also plays a role in the formation of brand intimacy. This study develops customer engagement as a second-order construct which consists of consumption, contribution, and creation. The survey was conducted online with 262 respondents which was then analyzed using Partial Least Squares - Structural Equation Modeling (PLS-SEM). The findings show that advice seeking, self-image expression, and fashion involvement infuences cus- tomer engagement. Subsequently, customer engagement influences brand intimacy. Keywords: Customer Engagement, Social Media, Brand intimacy, Advice Seeking, Self-Image Expression, Fashion Involvement PENDAHULUAN Di era digital ini diketahui bahwa 67% masyara- kat dunia menggunakan telepon genggam dan juga penetrasi internet di dunia sudah mencapai 59% (We Are Social & Hootsuite, 2020). Den- gan adanya fenomena ini, media sosial sudah menjadi bagian yang melekat bagi kehidupan sehari-hari masyarakat dunia, diketahui bahwa * Alamat email korespondensi: [email protected], [email protected]

Transcript of Pengaruh Customer Engagement di Media Sosial terhadap ...

Pengaruh Customer Engagement di Media Sosial terhadap Brand Intimacy pada Produk Fashion Lokal Indonesia

Classica Harsya Nawastha dan Yeshika AlversiaDepartemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia

Industri fashion merupakan industri yang perkembangannya selalu meningkat dan Indonesia berkontribusi terbesar ke-sembilan di dunia. Perkembangan industri fashion dalam negeri didukung dengan adanya kampanye untuk mencintai produk lokal. Fashion brand lokal memanfaatkan media sosial sebagai wadah untuk berkomunikasi dengan pelanggannya untuk menciptakan customer en-gagement. Sehingga penting untuk mengetahui faktor yang mendorong customer engagement sep-erti advice seeking, self-image expression dan fashion involvement. Selain itu, customer engage-ment juga berpengaruh akan terbentuknya brand intimacy. Penelitian ini membangun customer engagement sebagai second-order construct yang di dalamnya terdapat consumption, contribution, dan creation. Survei dilakukan secara online dengan 262 responden yang kemudian diolah datanya menggunakan pemodelan Partial Least Squares - Structural Equation Modeling (PLS-SEM). Ha-sil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi customer engagement adalah advice seeking, self-image expression, dan fashion involvement, customer engagement memiliki pengaruh terhadap brand intimacy.

Kata kunci: Customer Engagement, Media Sosial, Brand intimacy, Advice Seeking, Self-Image Expression, Fashion Involvement

The Influence of Customer Engagement in Social Media Towards Brand Intimacy to Indonesian Fashion Local Products

The fashion industry is one of the industries that is constantly expanding and Indonesia is the ninth largest contributor globally. Domestic growth of the fashion industry is supported by the campaign to love local products. Local fashion brands utilize the social media as a channel to communicate directly with their customers to develop a strong customer engagement. Therefore, it is important to know which factors influenced customer engagement, such as advice seeking, self image expression, and fashion involvement. Moreover, customer engagement also plays a role in the formation of brand intimacy. This study develops customer engagement as a second-order construct which consists of consumption, contribution, and creation. The survey was conducted online with 262 respondents which was then analyzed using Partial Least Squares - Structural Equation Modeling (PLS-SEM). The findings show that advice seeking, self-image expression, and fashion involvement infuences cus-tomer engagement. Subsequently, customer engagement influences brand intimacy.

Keywords: Customer Engagement, Social Media, Brand intimacy, Advice Seeking, Self-Image Expression, Fashion Involvement

PENDAHULUAN

Di era digital ini diketahui bahwa 67% masyara-kat dunia menggunakan telepon genggam dan juga penetrasi internet di dunia sudah mencapai

59% (We Are Social & Hootsuite, 2020). Den-gan adanya fenomena ini, media sosial sudah menjadi bagian yang melekat bagi kehidupan sehari-hari masyarakat dunia, diketahui bahwa

* Alamat email korespondensi: [email protected], [email protected]

2 C. H. Nawastha dan Y. Alversia / Jurnal Manajemen dan Usahawan Indonesia © Juni (2020) Vol. 43 No. 2

49% masyarakat di dunia merupakan pengguna aktif media sosial (We Are Social & Hootsuite, 2020). Salah satu negara yang tidak lepas dari media sosial dikehidupan sehari-harinya adalah Indonesia. Berdasarkan survei yang dilakukan Katadata (2020), penduduk Indonesia memasu-ki peringkat ketiga di dunia dalam menggunak-an media sosial. Menurut survei WeAreSocial.net dan Hootsuite tahun 2020, Instagram meru-pakan platform media sosial dengan pengguna terbanyak nomor enam di dunia. Instagram mengkarakteristikkan unggahan oleh pengguna dalam bentuk foto/gambar dan hal ini menjadi elemen yang penting untuk manajemen hubun-gan konsumen untuk perusahaan (Moatti dan Abecassis-Moedas, 2018).

Media sosial mendorong terjadinya pergeseran kekuasaan value production dari perusahaan ke konsumen (Berthon, Pitt, Plangger, & Sha-piro, 2012). Konsumen bukan hanya sebagai pengguna dari produk dan jasa akan tetapi juga sebagai value cocreator. Berdasarkan studi se-belumnya, ada jutaan pengguna internet yang saling berinteraksi melalui media sosial dan lebih dari setengahnya mengikuti, atau istilahn-ya “follow”, berbagai jenis brand di akun prib-adi mereka. Dan salah satu jenis brand terse-but adalah fashion brand Wilson, Fornasier, & White (2010). Mengidentifikasi bagaimana mempromosikan dan mengatur engagement antara pelanggan dengan brand melalui social marketing adalah topik yang dapat menjadi per-hatian utama. Studi sudah mendokumentasikan bahwa customer engagement berfungsi sebagai faktor strategis (Brodie et al., 2011) dan mem-berikan kontribusi terhadap hasil atau outcome yang unggul (Hollebeek, Glynn, & Brodie, 2014).

Wang & Lee (2020) melakukan penelitian den-gan dua objektif. Yang pertama adalah mendal-ami lebih dalam lagi mengenai pembentukan customer engagement dilihat dari driver atau biasa disebut juga sebagai antecedent. Berang-kat dari penelitian Verhoef, Reinartz, & Krafft (2010) dan van Doorn et al. (2010) customer-based dan context-based merupakan antecen-dant yang penting untuk customer engage-

ment. Dua motif pelanggan yang ditentukan oleh Wang & Lee (2020) ada dua, yaitu advice seeking dan self-image expression. Mathwick, Wiertz, & de Ruyter (2008) dan Wagner & Ma-jchrzak (2007) mengatakan bahwa memberikan konsumen tempat yang memungkinkan mereka untuk mengekspresikan ide, pikiran, opini, dan citra diri merupakan kesempatan yang krusial untuk menjadi stimulus terciptanya customer engagement. Kunz et al., (2017) menyatakan bahwa Customer engagement merupakan kon-sep yang sangat tergantung dengan konteksnya jika dilihat dari perspektif pelanggan sehingga, pendekatan yang sifatnya one-size-fits-all itu kurang tepat untuk digunakan.

Diketahui bahwa industri fashion adalah in-dustri bisnis global senilai 1,3 triliun dollar AS (BOF & McKinsey, 2019; Euromonitor, 2020) dan merupakan industri consumer goods terbesar kedua di dunia (Euromonitor, 2019). Indonesia masuk ke dalam top 10 dalam kon-tribusinya pada industri fashion global dengan jumlah pendapatan sebesar 8.327 juta dollar AS. Menurut Statista (2020), penjualan fashion di Indonesia juga terus meningkat dari tahun 2017 dan diprediksi akan terus begitu hingga tahun 2024. Peningkatan pendapatan ini juga diimbangi dengan beberapa hal, yaitu adanya kebangkitan pada brand lokal (Bekraf, 2018) dan adanya kemajuan teknologi digital (Euro-monitor, 2019).

Badan Ekonomi Kreatif Indonesia mengatakan bahwa fashion adalah subsektor industri yang memberikan kontribusi terbesar kedua dalam kontribusi ekonomi kreatif terhadap produk domestik bruto (PDB) yaitu sebesar 18,01%. Perkembangan ini juga didukung oleh masyara-kat Indonesia hingga muncul berbagai tagar seperti #LocalPride, #BanggaBuatanIndonesia, #CintaiProdukLokal, dan lain sebagainya (Indo-nesia Tatler, 2019; Kemenparekraf, 2020; Good News from Indonesia, 2019). Adanya kemajuan teknologi digital terlihat pada situs jual-beli online, atau biasa disebut dengan eCommerce, fashion merupakan segmentasi pasar terbesar dibandingkan dengan segmentasi pasar lainnya (Stastista, 2020). Menurut Statista (2020), dik-

C. H. Nawastha dan Y. Alversia / Jurnal Manajemen dan Usahawan Indonesia © Juni (2020) Vol. 43 No. 2 3

etahui presentase penjualan secara online terus meningkat dari tahun 2017 dan diprediksi akan terus begitu hingga tahun 2024.

Penelitian ini akan berfokus pada media sosial fashion brand lokal khususnya Instagram. Fitur dan karakteristik yang dimiliki oleh Instagram memiliki daya tarik tersendiri untuk industri fashion yang daya pikatnya dapat direpresenta-sikan dengan lebih baik dalam bentuk foto dan gambar (Moatti dan Abecassis-Moedas, 2018). Dengan memahami antecedent dari customer engagement, maka pemahaman mengenai per-bedaan motivasi yang mempengaruhi customer engagement behavior, yang diperlihatkan me-lalui consumption, contribution, dan creation pada situs media sosial yang dimiliki fashion brand akan semakin dalam (Schivinski, Christ-odoulides, & Dabrowski, 2016). Objektif yang terakhir adalah untuk menentukan bagaimana perilaku customer engagement mempenga-ruhi brand outcome. Secara spesifik, penelitian ini akan fokus pada brand intimacy terhadap fashion brand. Dilihat dari karakteristik indus-tri, presentasi visual dan intimate relationship sangat penting bagi fashion brand (Moatti and Abecassis-Moedas, 2018). Pada penelitian se-belumnya yaitu penelitian Wang & Lee (2020) berfokus pada antecedent customer engage-ment dan brand intimacy sebagai hasil dari cus-tomer engagement di negara Amerika Serikat dan India. Hal ini menarik perhatian peneliti karena dapat melihat hasil baru di penelitian pemasaran industri fashion khususnya fashion brand lokal di Indonesia. Penelitian ini meru-pakan replikasi model penelitian Wang & Lee (2020) yang berjudul Examining Customer En-gagement and Brand Intimacy in Social Media Context.

KAJIAN PUSTAKA

Customer Engagement

Customer engagement menunjukkan adanya respon oleh pelanggan ke perusahaan yang bukan hanya sekedar transaksi ekonomi (Van Doorn et al., 2018). Menurut Muntinga, Moor-man, & Smitt (2011), behavioural customer engagement memiliki tiga level yaitu consump-

tion, contribution, dan creation. Consumption adalah level paling minimal dan suatu hal yang paling sering ditemukan dalam aktivitas terkait brand (Schivinski et al., 2016). Contribution menunjukkan respon dalam peer-to-peer (an-tar perorangan) atau interaksi peer-to-content (orang terhadap konten) yang terkait dengan brand (Schivinski et al., 2016). Dan Creation merupakan level tertinggi dalam aktivitas on-line yang berhubungan dengan sebuah brand (Muntinga et al., 2011; Schivinski et al., 2016)

Customer-based antecedents of Customer Engagement

Van Doorn et al. (2010) mengatakan bahwa customer engagement merupakan bentuk manifestasi perilaku konsumen, yang melebihi perilaku pembelian, yang dihasilkan dari pen-dorong motivasi. Motif merupakan pendorong umum yang mengarah pada perilaku konsumen untuk mencapai kebutuhannya (Assael, 1998). Dari berbagai riset dihasilkan sebuah konsen-sus dimana terdapat dua kategori motif utama yang mendorong perilaku manusia yaitu motif utilitarian dan motif simbolik (Dorotic, Bijmolt, & Verhoef, 2011). Motif utilitarian merupakan hal yang bersifat instrumental atau fungsional dan paling baik diarahkan dengan manfaat yang jelas dan nyata. Di dalam konteks engagement di media sosial, salah satu motifnya adalah un-tuk mendapatkan opini dari orang lain yang ditunjukkan melalui advice seeking (Hennig-Thurau, Gwinner, Walsh, & Gremler 2004). Kemudian motif simbolik terkait dengan kebu-tuhan yang menyangkut harga diri & persetu-juan sosial dan juga lebih mengarah ke manfaat yang tidak berwujud (Mimouni-Chaabane and Volle, 2010). Dan jika dikaitkan dengan kon-teks engagement di media sosial, salah satunya adalah motif dengan tujuan untuk meningkat-kan citra diri dan pandangan orang lain terha-dap diri sendiri (Ruane & Wallace, 2013; Tan et al., 2018).

Advice Seeking

Advice seeking merupakan kegiatan untuk mencari nasihat/anjuran/petunjuk untuk me-nyelesaikan suatu masalah (Sundaram, Mitra,

4 C. H. Nawastha dan Y. Alversia / Jurnal Manajemen dan Usahawan Indonesia © Juni (2020) Vol. 43 No. 2

& Webster 1998). Advice seeking juga be-rarti menandakan seseorang merasa opini dan anjuran dari orang lain merupakan hal yang benar-benar menarik (Hennig-Thurau et al., 2014). Jika dihubungkan dengan konteks me-dia sosial, bentuk pencarian informasi tersebut berbentuk interaksi seperti mengunggah, me-lihat (view), meneruskan (forward), dan mem-bagikan (share) ke pengguna lainnya (Brodie et al., 2013).

Self-image Expression

Self-image merujuk pada penggambaran men-tal yang dimiliki oleh seseorang terhadap dirin-ya sendiri (Rosenberg, 1979). Self-expression didefinisikan sebagai ‘pernyataan sifat-sifat individu seseorang’ (Self-Expression, n.d.) dan individu memiliki motivasi agar kepribadian mereka dapat terlihat secara positif dan akurat (Goffman, 1959; McKenna & Bargh, 1999). Aaker (1997) menyatakan bahwa self-expres-sion tujuannya untuk mengekspresikan diri sendiri secara aktual ataupun ideal. Penggunaan suatu brand dan produk sudah biasa dijadikan simbol oleh konsumen untuk mengekspresikan citra diri mereka (Ruane & Wallace, 2013).

Context-based antecedents of Customer Engagement (Fashion Involvement)

Customer engagement merupakan konsep yang sangat tergantung dengan konteksnya jika dilihat dari perspektif pelanggan sehing-ga, pendekatan yang sifatnya one-size-fits-all itu kurang tepat untuk digunakan (Kuns, et al., 2017). Beberapa studi yang menyatakan bahwa pakaian merupakan produk yang high involvement contohnya seperti Bloch (1986) dan Goldsmith & Emmert (1991). Schiffman dan Kanuk (1983) mendefinisikan involvement sebagai sejauh mana konsumen peduli dengan keputusan pembelian tertentu dan mengang-gapnya penting. Keterlibatan konsumen atau keterlibatan produk khusus untuk item fashion disebut fashion involvement. Fashion involve-ment dikonsepkan dalam kontinum dari rendah ke tinggi dengan lima dimensi: inovasi fashion dan waktu pembelian, komunikasi fashion an-tarpribadi, minat fashion, kelayakan fashion,

dan kesadaran fashion dan reaksi terhadap tren fashion (Tigert, Ring, dan King 1976). Fash-ion involvement dikonsepkan menjadi sebuah tingkat dimana konsumen merasa penggunaan produk fashion adalah hal yang penting bagi kehidupan dan merupakan bentuk aktivitas yang berarti & engaging (O’Cass, 2004).

Brand Intimacy

Customer engagement menghasilkan berbagai macam outcomes (Brodie et al., 2011, 2013) akan tetapi masih ada ranah yang berhubungan dengan konsep hubungan antara perusahaan dengan konsumen yang masih belum banyak dibahas. Padahal dengan adanya penelitian pada ranah tersebut akan memberikan dampak yang sangat berarti bagi perusahaan (Holle-beek, 2011; Hollebeek et al., 2014). Salah satu outcome atau hasil dari customer engagement adalah brand intimacy. Brand Intimacy meru-pakan perasaan kedekatan yang muncul kare-na adanya hubungan antara pelanggan dengan brand (Almubarak, Pervan, & Johnson 2017). Brand Intimacy merupakan komponen dari ke-cintaan pelanggan dengan perusahaan dan men-gacu pada ikatan & hubungan antara pelanggan dengan brand, selain itu juga merupakan kon-struk dari kecintaan yang tinggi karena dapat mengubah hubungan transaksional menjadi hubungan yang lebih kuat dan berkelanjutan (Yim, Tse, & Chan 2008).

Customer-based antecedents of Customer Engagement

Pada penelitian ini, peneliti fokus pada an-tecedent customer engagement yang dimulai oleh pelanggan. Terdapat dua motif pelang-gan yaitu advice seeking atau mencari saran dan self-image expression atau ekspressi citra diri sendiri (Wang & Lee, 2020). Pada konteks dunia maya atau online, pencarian informasi oleh konsumen dan adanya keinginan untuk membagikan konten yang mereka temukan kepada pengguna lainnya akan mempengaruhi engagement suatu brand secara positif (Chu dan Kim, 2011). Orang-orang saling berinter-aksi di media sosial dalam berbagai bentuk sep-erti memposting, melihat (view), meneruskan

C. H. Nawastha dan Y. Alversia / Jurnal Manajemen dan Usahawan Indonesia © Juni (2020) Vol. 43 No. 2 5

(forward), dan membagikan (share) informasi dengan pengguna lainnya. (Brodie et al., 2013). Orang-orang terbiasa untuk mencari opini dari orang lain sebelum memutuskan sesuatu. Se-buah studi mengindikasikan bahwa media so-sial merupakan platform yang populer dimana arus dan persebaran informasinya sangat tinggi dari segi volume dan kecepatan. Hal ini mampu memuaskan pengguna dalam kebutuhan un-tuk pencarian informasi (Brodie et al., 2013). Merrilees (2016) mengklaim bahwa pelanggan yang memiliki motif intrinsik untuk berpartisi-pasi dalam bentuk mengumpulkan dan menye-barkan informasi terkait dengan brand yang mereka sukai termasuk dalam pelanggan yang engaged dengan brand tersebut. Maka dari itu, advice seeking memotivasi customer engage-ment pada media sosial yang dimiliki oleh fash-ion brand. Sehingga hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut:

H1: Advice seeking berpengaruh secara positif terhadap customer engagement di media sosial yang dimiliki oleh fashion brand lokal

Konsumen sudah terbiasa untuk menggu-nakan brand dan produk sebagai simbol un-tuk mengekspresikan citra diri mereka (Ruane & Wallace, 2013). Konsumen merasa bahwa brand adalah sebuah identitas dan berfungsi se-bagai hal untuk mempertahankan kesan positif dihadapan orang lain (Tan et al., 2018). Hal ini membuat mereka lebih memilih untuk menggu-nakan brand yang selaras dengan citra diri mer-eka untuk mempertahankan dan meningkatkan citra dan kepribadian mereka (Giovannini et al., 2015). Selain itu, hal ini juga memungkink-an konsumen untuk merasa terkoneksi dengan brand tersebut (Tan et al., 2018). Produk fash-ion sangat cocok untuk tujuan-tujuan tersebut (Choi et al., 2010; Azuma & Fernie, 2003; Papista & Dimitriadis, 2012). Kemudian pada konteks media sosial, banyak pengguna yang menunjukkan berbagai tingkah laku untuk mempresentasikan diri mereka. Salah satunya dengan mengunggah foto mereka (Seidman, 2013). Tren ini membuat banyak perusahaan mendorong konsumen mereka untuk mengung-gah foto saat mereka menggunakan produk dari

perusahaan (Presi et al., 2016). Maka dari itu, orang-orang yang memiliki motivasi yang kuat untuk mengekspresikan diri mereka memiliki tendensi untuk mengunggah postingan atau membagikan gambar dan informasi produk yang selaras dengan gaya dan citra diri mereka (Wang & Lee, 2020). Sehingga hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut:

H2: Self-image expression berpengaruh se-cara positif terhadap customer engagement di media sosial yang dimiliki oleh fashion brand lokal

Context-based antecedents of Customer Engagement

Konteks yang digunakan untuk memahami cus-tomer engagement secara lebih dalam adalah fashion, khususnya fashion brand lokal In-donesia. Fitur yang dimiliki Instagram sangat sejalan dengan citra diri dan karakteristik dari industri fashion (Moatti & Abecassis-Moedas, 2018). Banyak studi menyimpulkan bahwa ber-bagai macam tingkat involvement akan mem-pengaruhi penghargaan dan evaluasi pelang-gan dalam cara yang berbeda-beda (Choi et al., 2010). Untuk industri fashion, fashion in-volvement memotivasi orang-orang untuk en-gage dan berinteraksi dengan fashion brand. Sehingga orang-orang yang memiliki motivasi tinggi untuk terlibat pada fashion akan cend-erung lebih sering untuk engage dengan elec-tronic word of mouth yang berkaitan dengan se-buah fashion brand (Wolny & Mueller, 2013). Brand yang mampu menggambarkan identitas personal individu biasanya merupakan produk yang high-involvement (Wolny & Mueller, 2013). Keinginan untuk terlibat dengan fashion brand meningkatkan kesediaan orang-orang untuk meluangkan waktu untuk menjelajahi konten media sosial dan membiasakan diri den-gan fashion brand tersebut. Hal ini menyebab-kan pengguna memiliki banyak peluang untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya di media sosial yang dimiliki oleh fashion brand (Wang & Lee, 2020). Sehingga hipotesis dapat din-yatakan sebagai berikut:

H3: Fashion involvement berpengaruh se-cara positif terhadap customer engagement

6 C. H. Nawastha dan Y. Alversia / Jurnal Manajemen dan Usahawan Indonesia © Juni (2020) Vol. 43 No. 2

di media sosial yang dimiliki oleh fashion brand lokal

Brand consequence of Customer Engagement

Customer engagement menghasilkan berbagai macam outcomes (Brodie et al., 2011, 2013) akan tetapi ada ranah yang berhubungan den-gan konsep hubungan antara perusahaan den-gan konsumen yang masih belum banyak diba-has. Dan dengan adanya penelitian pada ranah tersebut akan memberikan dampak yang san-gat berarti bagi perusahaan (Hollebeek, 2011; Hollebeek et al., 2014). Salah satunya adalah brand intimacy. Brand intimacy merupakan komponen dari kecintaan pelanggan dengan pe-rusahaan dan mengacu pada ikatan dan hubun-gan antara pelanggan dengan brand (Yim et al., 2008). Membangun intimacy adalah kunci untuk strategi komunikasi dan branding untuk produk-produk fashion brand (Moatti & Abe-cassis-Moedas, 2018).

Customer engagement pada suatu komunitas brand dapat menjadi pondasi untuk memban-gun hubungan dengan brand tersebut dan mam-pu meningkatkan komitmen & brand intimacy pelanggan (Brodie et al., 2013). Customer en-gagement memiliki beberapa dimensi yaitu cog-nitive, emotional, behavioral (Alvarez-Milan et al, 2018), dan social (Hollebeek, 2018). Pene-litian ini berfokuskan pada dimensi behavioral customer engagement karena dibandingkan dengan dimensi lainnya behavioral dilihat seb-agai dimensi yang paling fundamental (Wang & Lee, 2020). Diketahui pada beberapa penelitian sebelumnya bahwa aktivitas seperti membagi-

kan informasi memiliki pengaruh yang positif terhadap pengembangan suatu hubungan (Stejin & Schouten, 2013) dan level keintiman (Rau et al., 2008). Bentuk aktivitas yang dapat dilaku-kan oleh fashion brand di media sosial lainnya adalah posting, memberikan komentar, tag-ging, dan lain-lain akan membuat mereka lebih mengikuti dengan tren yang ada (Kim dan Ko, 2012) dan juga mampu memungkinkan mereka untuk menjangkau pengguna, baik yang sudah menjadi pelanggan maupun yang berpotensi, dengan lebih baik (Wang & Lee, 2020). Oleh karena itu, hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut:

H4: Customer engagement pada media sosial yang dimiliki fashion brand berpengaruh se-cara positif terhadap brand intimacy

Dimensional effect of Customer Engagement

Merujuk pada penelitian oleh Schivinski et al. (2016) customer engagement dibangun dari tiga dimensi yaitu consumption, contribution, dan creation dan hal ini mendorong Wang & Lee (2020) untuk merasa bahwa ketiga hal tersebut sangat mungkin untuk memiliki kekuatan yang berbeda-beda dalam pengaruhnya terhadap brand intimacy. Dari hasil penelitian Wang& Lee (2020) juga membuktikan bahwa creation mertupakan dimensi yang paling kuat dam-paknya terhadap brand intimacy. Dan tingkat engagement oleh creation dianggap sebagai dimensi yang paling besar dampaknya pada ke-giatan online yang berhubungan dengan brand (Muntinga et al., 2011; Schivinski et al., 2016). Sehingga hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut:

Gambar 1. Model Penelitian

C. H. Nawastha dan Y. Alversia / Jurnal Manajemen dan Usahawan Indonesia © Juni (2020) Vol. 43 No. 2 7

H5: Creation level of engagement memiliki dampak yang paling kuat pada brand inti-macy

Penelitian ini menggunakan replikasi model yang digunakan oleh Wang dan Lee (2020). Peneliti mengadopsi variabel dan model pene-litian ini dengan beberapa modifikasi. Dilihat dari konteksnya, pada penelitian sebelumnya menggunakan industri fashion secara general sedangkan pada penelitian ini fokus pada fash-ion brand lokal saja. Selain itu unit analisis yang digunakan oleh Lee dan Wang (2020) di pene-litiannya menggunakan pengguna Instagram yang mengikuti fashion brand di akun pribadi mereka dengan geografis di US dan India den-gan berbagai latar belakang pendidikan dan pekerjaan. Pada penelitian ini, penulis meng-gunakan unit analisis pengguna Instagram yang mengikuti fashion brand lokal di akun pribadi mereka di seluruh Indonesia dengan usia 18-39 tahun serta berbagai latar belakang pendidikan dan pekerjaan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain penelitian konklusif deskriptif karena bertujuan untuk mendeskripsikan sebuah informasi serta meng-gambarkan karakteristik dan fakta objek yang diteliti secara sistematis. Pengumpulan data yang digunakan Peneliti adalah metode single cross-sectional. Data primer dikumpulkan dengan cara melakukan survey kepada target responden. Kuesioner disusun menggunakan google form dan disebarkan secara online. Kuesioner yang diberikan oleh peneliti bersifat self-administered questionnaire dengan meng-gunakan skala likert 1-7 yang telah disediakan.

Kemudian, pada penelitian ini terdapat tiga je-nis structured questions yang digunakan, yaitu dichotomous question dimana peneliti memberi dua alternatif jawaban, multiple choice dimana peneliti memberi beberapa alternatif jawaban yang kemudian responden dapat memilih satu atau lebih dari satu jawaban, dan juga scales, dimana peneliti menggunakan skala untuk mengetahui dan mengukur respon responden terhadap pertanyaan yang diberikan. Scales

yang digunakan adalah skala likert 1–7 dimana nilai 1 berarti sangat tidak setuju dan nilai 7 berarti sangat setuju. Peneliti melakukan pen-gambilan sampel dengan teknik non-probabil-ity sampling yang secara khusus, teknik yang peneliti gunakan adalah judgemental sampling, yang merupakan teknik sampling terhadap re-sponden yang sudah ditentukan berdasarkan kebutuhan data. Berdasarkan teori Hair, Black, Babin, & Anderson (2014), jumlah sampel min-imum yang dibutuhkan untuk pengolahan data yang menggunakan teknik Structural Equation Model (SEM) dengan PLS adalah jumlah pa-nah dalam model dikali sepuluh. Jumlah panah dalam model yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah empat, sehingga jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah minimal sebanyak 40 responden. Peneliti telah menyusun kriteria responden yang dibutuhkan, yaitu pengguna berusia 18-39 tahun, memiliki akun Instagram, dan mengikuti fashion brand lokal apapun di Instagram. Data yang sudah ter-kumpul kemudian diolah dengan menggunakan teknik Partial Least Squares-Structural Equa-tion Modelling (PLS-SEM).

ANALISIS DAN TEMUAN

Pada penelitian ini, peneliti berhasil mengum-pulkan 292 responden dan setelah dilakukan screening didapatkan responden sejumlah 262 sehingga data yang akan diolah dalam main test adalah sebanyak 262 responden. Dari 262 re-sponden terdapat 207 responden wanita yang melakukan pengisian kuesioner. Secara pre-sentase, responden yang berusia 18-23 tahun lebih banyak yaitu sebesar 51,15% akan tetapi perbedaanya sangat tipis dengan responden 24-39 tahun yang sebesar 48,85% sehingga dapat dikatakan dari segi umur, respondennya cukup seimbang. Sebanyak 134 (51,15%) merupakan kelompok generasi Z sementara 128 (48,85%) responden merupakan kelompok generasi Mile-nial.

Kemudian, dari 262 responden, terdapat 173 responden yang tingkat Pendidikan terakh-irnya adalah S1/S2/S3 dan dari segi pekerjaan didominasi oleh Pelajar/Mahasiswa sebesar 38,93% dan diikuti oleh Karyawan Swasta

8 C. H. Nawastha dan Y. Alversia / Jurnal Manajemen dan Usahawan Indonesia © Juni (2020) Vol. 43 No. 2

sebesar 29,77%. Berdasarkan domisilinya, se-banyak 178 responden (67,94%) berdomisili di Jabodetabek diikuti dengan 63 responden (24,04%) berdomisili di Jawa di luar Jabodeta-bek. Sementara itu, 21 responden lainnya ber-domisili di luar Pulau Jawa yang tersebar ham-pir ke seluruh daerah Indonesia. Berikutnya, berdasarkan frekuensi penggunaan Instagram didapatkan bahwa terdapat 225 responden yang mengunakan Instagram beberapa kali dalam sehari. Kemudian diketahui juga fashion brand lokal yang paling banyak diikuti di Instagram adalah Shop at Velvet dengan jumlah 19 re-sponden dan diikuti Thenblank dengan jumlah 13 responden. Sementara untuk fashion brand lokal lainnya, diikuti < 10 responden untuk ma-sing-masing brand.

Kemudian, hasil analisis model pengukuran menggunakan aplikasi SmartPLS menunjuk-kan bahwa seluruh variabel dan indikator telah memenuhi persyaratan reliabilitas dengan ni-lai cronbach’s alpha dan composite reliability diatas 0,7. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel telah dianggap valid secara

konvergen dengan bukti bahwa indikator-indi-kator yang digunakan dapat digunakan untuk mengukur konsep yang sama serta memiliki korelasi dengan konsep yang diukur. Kemudi-an, peneliti juga melakukan uji validitas dengan melihat nilai AVE telah memenuhi standar nilai ≥ 0,50, nilai outer loading ≥ 0,70, nilai Fornell-Larcker Criterion, serta nilai HTMT pada tiap hubungan di model memiliki nilai kurang dari 1. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel dan indikator memiliki tingkat validi-tas yang baik.

Selanjutnya, peneliti melakukan analisis model struktural untuk melakukan pengujian terhadap multikolinearitas, coefficients of determination (R2), predictive relevance (Q2), f2 effect sizes, q2 effect sizes, dan path coefficients. Didapatkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinearitas pada model karena seluruh nilai outer maupun inner VIF memiliki nilai kurang dari 5,0 dan lebih dari 0,2. Kemudian, untuk melihat nilai koefisien determinasi dapat dilihat dari nilai R2 dan R2 adjusted, yang dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 1. Akun Fashion Brand Lokal yang Diikuti oleh Responden di InstagramFashion brand Lokal Jumlah Responden yang Mengikuti

Shopatvelvet 19Thenblank 13Vanilla Hijab; Wearing Klamby 7Adorable Project 6This is April; Cottonink; Erigo 5Brodo; Kamengski; Houseofshopaholic; Heavenlight 4Mayoutfit; Sejauh Mata Memandang; Merche; DIRRTY; Atelier Angelina; Hijabchic; Kamiidea 3Mksshoes; KAYNN; Sage; Khakikakiku; Gio Cardin; Popolucathelabel; Hijab Alila; Local.id; Nadjani; Hijabnueta; Puthic.id; Aska Label; Iweardins; Male.id; Amble; Hijup

2

Morningsol; Sare Studio; Positivewear.id; Gerai Cinta; Thelocalmarket.id; Batikbenangheritage; Nokha.co; Gmx; Roughneck; Gomuda; Sidelinelabel; Gonegani; Rtcetera; Greisy; Namastore; Guten inc; Oldblue; Batikpastel; Puthic.id; Herways; Runoproject; Hightyd; Shafajilbab; Big Bunny; Tenue; Hijab Chic; Trinity.id; Hijab Ners; Monroe; Hijabalila; Myvb Atelier; Bigmo; Nhs.looks; Atalascarves; Novendra Batik; Hijabprincess; Pijak Bumi; Bybinzu; Public Culture; Hlaai; Reclays.id; Bydjo; RSCH; Huntofhounds; Elhaus; Bytwinian; Savionstore; Kainkan; Alhauraa; Kainnesia; SUKU; Kalawatch; The Executive; Callie.cotton; Barasuarastore; Cera Official; Unkl; Kamila Wardrobe; Fittingroom11; Kaoskareba; Montello; Kattun; Myrubylicious; Atelier Mode; Dyalodya; Kellysnco; Nappa Milano; Cuddle Me; Niion; Kivee; Nona Rara Batik; Kivitz.id; Nyonya_nursingwear; Lafiye; Pentaphilos; Lepaswear; E.look; Light & co; Povilo; Liunic on Things; Eclair Collection; Dandelionleathergoods; Qumi; Localejkt; Ria Miranda; Localstrunk; Rowndivsn; Love and Flair; Runo; Voyej; SAE Shoemaker; Darmata.id; Saint x Sinner; De.claires; Savemymonday; Magnolia; Elsirestore; Dian Pelangi; Shoeka Shoes; Maternal; Shopinclabel; Matoa; Skoutwear; Mau Outfit; Tasapa; Maven; Terosic; Avtech; Thecontentment; Ditsyofficial; Allside; Miles and co; Torch; Miroir store; Unificatio; DNC Shoes; Urbain inc; Monday to Sunday; VEARST; Mono.indonesia; Monomolly; Yankee; Winonamodest; Lyf.official; Mader Official; Lucky_Cla

1

Sumber: Olahan Peneliti

C. H. Nawastha dan Y. Alversia / Jurnal Manajemen dan Usahawan Indonesia © Juni (2020) Vol. 43 No. 2 9

Selanjutnya, untuk analisis predictive relevance didapati bahwa Q2 pada semua variabel endogen bernilai lebih dari 0 sehingga dapat disimpul-kan bahwa terdapat predictive relevance pada model serta pada variabel laten endogen. Untuk pengujian f2 effect sizes didapatkan bahwa nilai tertinggi terdapat pada variabel customer en-gagement untuk nilai R2 variabel brand intima-cy. Kemudian, untuk perhitungan q2 effect sizes dilakukan secara manual oleh peneliti dikare-nakan tidak tersedia pada SmartPLS. Sebagai ukuran relatif dari predictive relevance Q2, nilai q2 effect sizes menunjukkan kekuatan tingkat relevansi terhadap konstruk endogen tertentu. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa semua hubungan memiliki nilai q2 effect sizes lebih dari 0 yang mana berarti memiliki kekua-tan relevansi prediktif yang positif.

Setelah dilakukan analisis pengukuran dan struktural terhadap model, peneliti melakukan uji signifikansi dari masing-masing variabel dengan proses bootstrapping 5000 subsamples. Proses bootstrapping dilakukan dengan tingkat signifikansi 0,05 dan bertipe one-tailed dikare-

nakan hipotesis yang dibentuk merupakan hi-potesis yang memiliki arah pengaruh. Berikut merupakan hasil uji signifikansi dari tiap hipo-tesis:

DISKUSI DAN PEMBAHASAN

Customer engagement di media sosial yang dimiliki oleh fashion brand lokal dipengaruhi oleh motivasi konsumen untuk mencari opini dan informasi dari orang lain yang berhubun-gan dengan fashion. Dapat disimpulkan pula bahwa semakin sering seseorang meminta dan merasa suka dan nyaman ketika mendapatkan saran/opini dari orang lain maka semakin besar tingkat customer engagement antara pelanggan dan fashion brand lokal di media sosial.

Kemudian motif untuk mengekspresikan ci-tra diri juga mempengaruhi customer engage-ment di media sosial yang dimiliki oleh fash-ion brand lokal. Ruane & Wallace (2013) juga menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara manajemen self-image dengan tingkah laku konsumsi brand. Selain itu, Ruane & Wallace (2013) juga menemukan bahwa peng-

Tabel 2. Hasil Pengujian Coefficients of DeterminationVar. R Square R Square AdjustedBI 0,309 0,306CE 0,703 0,702

Sumber: Output SmartPLS Hasil Olahan Peneliti (2020)

Tabel 3. Ringkasan Hasil Hipotesis PenelitianHipotesis Pernyataan Hipotesis SLF T-Value P-Value Hasil Penelitian

H1Advice seeking berpengaruh secara positif terhadap customer engagement

0,258 4,603 0,000 H1 diterima

H2Self-image expression berpengaruh secara positif terhadap customer engagement

0,283 4,917 0,000 H2 diterima

H3Fashion involvement berpengaruh secara positif terhadap customer engagement

0,194 3,143 0,000 H3 diterima

H4Customer engagement berpengaruh secara positif terhadap brand intimacy

0,556 11,067 0,000 H4 diterima

H5Creation level of engagement memiliki dampak yang paling kuat pada brand intimacy

*Tabel 4 *Tabel 4 *Tabel 4 H5 diterima

Sumber: Output SmartPLS Hasil Olahan Peneliti (2020)

Tabel 4. Kekuatan Pengaruh Dimensi Customer Engagement terhadap Brand IntimacyPath Coefficient Original Sample t-value p-value

Cons -> BI 0,217 3,036 0,001Contr -> BI 0,219 2,551 0,005Crea -> BI 0,244 3,280 0,001

Sumber: Output SmartPLS Hasil Olahan Peneliti (2020)

10 C. H. Nawastha dan Y. Alversia / Jurnal Manajemen dan Usahawan Indonesia © Juni (2020) Vol. 43 No. 2

gunaan suatu brand sudah biasa digunakan untuk dijadikan simbol oleh konsumen dalam mengekspresikan citra diri mereka. Hal ini sesuai dengan hasil penemuan peneliti dimana konsumen menggunakan fashion sebagai sim-bol yang mampu menggambarkan diri mereka. Jika dibandingkan dengan t-value pendorong customer engagement yang lainnya pada tabel 3, self-image expression merupakan pendorong terbesar dibandingkan dengan advice seeking dan fashion involvement. Hal ini menunjukkan bahwa ketika fashion brand mampu mereflek-sikan kepribadian pelanggannya dan mampu memberikan pengaruh positif pada penilaian orang lain terhadap diri mereka, maka sema-kin tinggi tingkat customer engagement antara pelanggan dan fashion brand lokal di media sosial. Dilansir dari artikel Indiemarket.news (2020), Niion merupakan salah satu brand fash-ion lokal yang mampu mengekspresikan karak-ter penggunanya dan terbukti mampu bertahan hingga saat ini dan memulai untuk memasarkan produknya secara internasional.

Selanjutnya, motif fashion involvement dimana konsumen merasa bahwa fashion merupakan hal yang penting akan mempengaruhi customer engagement di media sosial yang dimiliki fash-ion brand lokal secara positif. Dengan demikian maka semakin konsumen merasa bahwa fashion adalah hal yang menarik, menyenangkan, dan penting dikehidupan sehari-hari mereka maka tingkat customer engagement antara pelanggan dan fashion brand lokal di media sosial akan semakin tinggi.

Kemudian customer engagement di media so-sial fashion brand lokal memiliki pengaruh positif terhadap brand intimacy. Customer engagement direfleksikan dalam tiga dimensi yaitu consumption, contribution, dan creation. Dari hasil perhitungan dimensi customer en-gagement juga diketahui bahwa contribution merupakan dimensi yang paling merefleksikan customer engagement. Contribution yang arti-nya individu berkontribusi dengan berpartisi-pasi terhadap konten yang sudah dibuat oleh brand itu sendiri atau dibuat oleh individu lainnya (Schivinski et al., 2016). Contohnya

seperti pelanggan menekan tanda “hati”, mem-berikan komentar, dan membagikan unggahan, dalam bentuk gambar ataupun komentar, yang diinisisasi orang lain atau fashion brand lokal itu sendiri. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin sering pelanggan melakukan keg-iatan-kegiatan consumption, contribution, dan creation di media sosial, maka semakin kuat tingkat keintiman hubungan antara pelanggan dan fashion brand lokal. Dengan terciptanya brand intimacy makan dapat diartikan bahwa konsumen merasa bahwa fashion brand lokal tersebut peduli dan memahami konsumen serta mendengarkan apa yang konsumen inginkan dari sebuah fashion brand.

Kemudian dilakukan juga pengukuran lang-sung dimensi-dimensi customer engagement terhadap brand intimacy dan diketahui bahwa dimensi creation adalah dimensi yang paling kuat pengaruhnya terhadap brand intimacy jika dibandingkan dengan dimensi customer en-gagement lainnya yaitu consumption dan con-tribution. Peneliti menduga hal ini disebabkan karena bentuk usaha untuk creation lebih tinggi dibandingkan dimensi lainnya. Creation yang merupakan bentuk tingkah laku yang muncul dari diri sendiri seperti dengan menginisisasi untuk memposting dan menulis unggahan dan review merupakan dimensi yang kekuatannya paling besar dalam hubungannya dengan brand intimacy. Dalam tingkat dimensi customer en-gagement oleh Schivinski et al. (2016), creation merupakan dimensi yang paling besar dampak-nya dalam kegiatan online yang berhubungan dengan brand.

Implikasi Manajerial

Hasil penelitian ini dari penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi manajemen perusahaan khususnya yang bergerak di bi-dang fashion lokal untuk membuat keputusan manajerial. Dengan mengetahui driver yang mendorong terciptanya customer engagement di media sosial mereka, maka manajer mampu menyusun strategi pemasaran yang relevan khu-susnya dalam strategi media sosialnya. Dengan strategi marketing yang mampu mendorong ak-tifitas consumption, contribution, dan creation

C. H. Nawastha dan Y. Alversia / Jurnal Manajemen dan Usahawan Indonesia © Juni (2020) Vol. 43 No. 2 11

dengan brand akan menciptakan sebuah siklus yang pada akhirnya akan membuat konsumen sebagai co-creator.

Beberapa implikasi manajerial terkait dengan hasil penelitian adalah sebagai berikut. Perta-ma, Self-image Expression menjadi driver ter-ciptanya customer engagement dan merupakan pendorong yang terkuat dibandingkan driver lainnya. Fashion brand lokal harus mampu mengenal followersnya dengan lebih baik dan membentuk brand untuk selaras mungkin den-gan jati diri dan personality target konsumen. Contoh kegiatan yang dapat dilakukan oleh fashion brand adalah:a. Memanfaatkan fenomena selfie dimana

selfie merupakan salah satu kegiatan di me-dia sosial yang dilakukan oleh orang-orang untuk mengekspresikan dirinya. Melakukan selfie campaign dapat menarik potential customer untuk merepresentasikan dirinya dengan brand.

b. Melakukan kompetisi atau giveaway dima-na customer mengunggah foto dengan look atau gaya masing-masing dengan produk dari fashion brand.

c. Melakukan endorse ke selebgram yang mampu merepresentasikan brand secara baik dan memiliki tipikal followers yang sejenis sehingga awareness akan brand menjadi luas. Misal fashion brand fokus nya ke gaya yang eksentrik maka memilih selebgram yang stylenya eksentrik juga.

Kedua, Advice seeking menjadi driver tercip-tanya customer engagement. Yang dapat di-lakukan oleh fashion brand lokal adalah:a. Memberikan informasi mengenai produk

secara lengkap bisa melalui deskripsi ka-limat mengenai bahan yang digunakan, bagaimana proses pembuatannya, dan se-bagainya. Informasi produk juga dapat berbentuk foto close up produk sehingga pelanggan dapat mendapatkan informasi yang mereka butuhkan sebelum menentu-kan keputusan.

b. Tidak mengunci akun Instagram agar pe-nyebaran informasi produk lebih mudah di-

lakukan oleh pelanggan. c. Memiliki admin akun yang proaktif sehing-

ga mampu memberikan layanan yang baik terlebih ketika pelanggan memiliki kesuli-tan untuk memahami sebuah produk.

d. Memanfaatkan fitur highlight yang berisi testimoni dari pelanggan.

Ketiga, diketahui fashion involvement menjadi driver terciptanya customer engagement yang selanjutnya. Berdasarkan dari analisis deskrip-tif, indikator fashion involvement yang memi-liki mean tertinggi adalah terkait dengan ang-gapan bahwa fashion adalah hal yang menarik. Dapat ditarik kesimpulan bahwa pelanggan merasa fashion adalah hal yang menarik, pent-ing, dan menyenangkan. Motif pelanggan ini sudah menjadi kelebihan bagi industri fashion karena ketertarikan mereka akan fashion sudah tinggi dan yang perlu mereka lakukan selanjut-nya adalah bagaimana produk mereka mampu menarik perhatian konsumen tersebut. Hal yang bisa dilakukan adalah dengan memanfaatkan semua fitur yang ada di media sosial mereka khususnya Instagram. Hal yang bisa dilakukan adalah:a. Membuat feeds Instagram yang menarik

dapat berupa keseragaman tone warna di-setiap post, setiap unggahan yang berupa gambar atau video dibuat dengan sebuah konsep yang spesifik bisa berupa color block, minimalis, monochromatic, atau apa-pun yang penting konsisten, dan membuat setiap post berkorelasi dari satu dan lain-nya.

b. Memanfaatkan Instagram Ads sehingga awareness akan keberadaan sebuah brand dapat mencapai ke masyarakat lebih luas. Instagram Ads yang mampu memfokuskan reach-nya ke pengguna yang sesuai dengan target market perusahaan

c. Membuat caption pada untuk setiap post dengan kata-kata yang menarik.

d. Mengadakan sebuah fashion show yang se-lanjutnya dilakukan sebuah kontes dengan hadiah exclusive invitation untuk pemenang.

12 C. H. Nawastha dan Y. Alversia / Jurnal Manajemen dan Usahawan Indonesia © Juni (2020) Vol. 43 No. 2

Keempat, dari hasil penelitian dapat disimpul-kan bahwa untuk meningkatkan brand intima-cy, fashion brand lokal dapat memanfaatkan Instagram mereka agar konsumen dapat mem-buat sebuah konten sebagai perwujudan dari creation. Contohnya dengan melakukan kom-petisi/giveaway sebagai dorongan kepada kon-sumen untuk mengunggah foto atau video yang berhubungan dengan produk fashion. Kemudi-an fashion brand lokal juga dapat membuat pro-gram pemberian gift box untuk konsumen yang memberikan review produk mereka. Kemudian untuk meningkatkan driver customer engage-ment lainnya yaitu contribution dapat dilaku-kan oleh fashion brand lokal dengan membuat konten yang menarik dan interaktif sehingga konsumen dapat terdorong untuk berinteraksi dengan memberikan “likes” dan meninggal-kan komentar. Kemudian untuk meningkatkan driver consumption, fashion brand lokal me-manfaatkan fitur Instagram Ads sehingga akan semakin banyak pengguna Instagram yang terpapar dengan informasi mengenai fashion brand lokal tersebut. Dengan strategi marketing yang mampu mendorong aktifitas consumption, contribution, dan creation dengan brand akan menciptakan sebuah siklus yang pada akhirnya akan membuat konsumen sebagai co-creator.

Kelima, untuk meningkatkan engagement, fashion brand lokal dapat memanfaatkan Ins-tagram mereka agar konsumen dapat berkon-tribusi pada konten yang sudah dibuat oleh fashion brand lokal itu sendiri atau orang lain. Contohnya juga bisa dengan kompetisi/give-away yang mendorong konsumen untuk mem-bagikan, menekan “likes”, dan berkomentar di postingan yang sudah dibuat oleh fashion brand.

Saran Untuk Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini berfokus pada behavioral cus-tomer engagement sehinnga untuk penelitian selanjutnya dapat mendalami konsep customer engagement dari perspektif lainnya yaitu cog-nitive dan emotional sehingga pemahan kon-sep mengenai customer engagement akan lebih mendalam.

Penelitian ini juga hanya berfokus pada konteks industri fashion sementara masih banyak jenis industri lainnya. Perbedaan konteks memung-kinkan adanya perbedaan hasil penelitian. Un-tuk penelitian berikutnya, dapat meneliti dari konteks industri lainnya seperti transportasi, pariwisata, dan lainnya. Industri yang bukan consumer goods juga dapat dilakukan untuk mendapatkan insight yang mungkin berbeda untuk lebih mendalami customer engagement. Kemudian dapat lebih didalami lagi konsep customer engagement dilihat dari brand out-come lainnya seperti brand love, loyalty, dan lain sebagainya untuk melihat kemungkinan hasil yang lebih dalam lagi mengenai customer engagement.

Dan yang terakhir meskipun peneliti tidak membatasi kriteria geografis responden yang dibutuhkan, namun mayoritas responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini yaitu berada di pulau Jawa. Selain itu, jenis kelamin respon-den yang mayoritas adalah perempuan sehingga memungkinkan hasil penelitian menjadi kurang representatif. Sehingga untuk penelitian selan-jutnya dapat mengumpulkan data secara lebih tersebar untuk mendapatkan responden laki-laki lebih seimbang dan juga wilayah geografis responden yang lebih tersbar.

KESIMPULAN

Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa self-image expression memiliki pengaruh yang paling kuat terhadap customer engagement. Konsumen menggunakan brand sebagai simbol yang mampu menggambarkan citra diri mereka. Mereka juga menggunakan fashion brand agar memiliki pengaruh positif pada opini orang lain terhadap dirinya. Sehingga semakin tinggi konsumen merasa bahwa sebuah fashion brand lokal mampu menggambarkan dirinya secara baik maka akan semakin tinggi tingkat engage-ment pada media sosial yang dimiliki oleh fash-ion brand lokal.

Selanjutnya advice seeking juga mempenga-ruhi customer engagement fashion brand lo-kal. Pelanggan yang memiliki motivasi untuk mencari opini dan anjuran dari orang lain di

C. H. Nawastha dan Y. Alversia / Jurnal Manajemen dan Usahawan Indonesia © Juni (2020) Vol. 43 No. 2 13

media sosial dapat mempengaruhi customer en-gagement secara positif antara pelanggan den-gan fashion brand lokal tersebut. Begitu juga dengan fashion involvement. Pelanggan den-gan motivasi fashion involvement menganggap bahwa fashion adalah hal yang menyenangkan, menarik, dan penting sehingga hal ini dapat mendorong terciptanya customer engagement antara pelanggan dengan fashion brand lokal tersebut.

Kemudian, customer engagement di media so-sial yang dimiliki fashion brand lokal memiliki pengaruh signifikan positif terhadap brand in-timacy. Dengan adanya Customer engagement yang tingkah lakunya diperlihatkan dalam di-mensi consumption (Cons), contribution (Con-

tr), dan creation (Crea) dapat menjadi landasan untuk membangun koneksi dalam hubungan antara pelanggan dengan fashion brand lokal sehingga dapat mendorong terciptanya keinti-man di dalam hubungan antara pelanggan dan fashion brand. Diketahui pula bahwa contribu-tion merupakan dimensi customer engagement yang mampu merefleksikan customer engage-ment paling besar dibandingkan dengan di-mensi lainnya. Sementara creation merupakan dimensi customer engagement yang memiliki pengaruh paling kuat terhadap brand intimacy, dengan kata lain, semakin tinggi partisipasi pelanggan dalam ikut berkreasi, akan semakin memperkuat perasaan ikatan dan hubungan an-tara pelanggan dengan brand.

DAFTAR PUSTAKA

10 rising Indonesian fashion brands to know in 2019. (2019, January 23). Indonesia Tatler. https://www.indonesiatatler.com/fashion-beauty/fashion/10-Rising-Indonesian-Fashion-Brands-To-Know-In-2019

Aaker, J. L. (1997). Dimensions of Brand Personality. Journal of Marketing Research, 34(3), 347–356. doi:10.1177/002224379703400304

Almubarak, A. F., Pervan, S. J., & Johnson, L. W. (2017). A conceptual analysis of brand intimacy on social media platforms. Journal of Strategic Marketing, 1–16. doi:10.1080/0965254x.2017.1311358

Badan Ekonomi Kreatif Indonesia - BEKRAF. (n.d.). Bekraf Perkuat Ekosistem Industri Fesyen. BEKRAF. https://www.bekraf.go.id/berita/page/10/bekraf-perkuat-ekosistem-industri-fesyen

Bangkitnya Label Lokal. (2018, June 7). RETAS, 7. https://www.bekraf.go.id/berita/page/17/retas-vol-7-juni-2018-bangkitnya-label-lokal

Beckers, S. F. M., van Doorn, J., & Verhoef, P. C. (2017). Good, better, engaged? The effect of company-initiated customer engagement behavior on shareholder value. Journal of the Academy of Marketing Science, 46(3), 366–383. doi:10.1007/s11747-017-0539-4

Berthon, P.R., Pitt, L.F., Plangger, K., Shapiro, D., 2012. Marketing meets Web 2.0, social media, and creative consumers: implications for international marketing strategy. Bus. Horiz. 55 (3), 261–271.

Bloch, P. H. (1986). The product enthusiast: implications for marketing strategy. The Journal of Con-sumer Marketing, 3(3), 51–62. doi: 10.1108/eb008170

BOF & McKinsey. The State of Fashion Report 2019. Available online: https://www.mckinsey.com/industries/retail/our-insights/ten-trends-for-the-fashion-industry-to-watch-in-2019

Brodie, R.J., Hollebeek, L.D., Juric, B., andIlic, A., 2011. Customer engagement. J. Serv.Res. 14 (3), 252–271.

Digital 2020: Indonesia — DataReportal – Global digital insights. (2020, February 18). DataReportal – Global Digital Insights. https://datareportal.com/reports/digital-2020-indonesia

Dorotic, M., Bijmolt, T. H. A., & Verhoef, P. C. (2011). Loyalty Programmes: Current Knowl-edge and Research Directions*. International Journal of Management Reviews, 14(3), 217–237. doi:10.1111/j.1468-2370.2011.00314.x

Ecommerce - Indonesia | Statista market forecast. (n.d.). Statista. https://www.statista.com/out-look/243/120/ecommerce/indonesia#market-revenue

14 C. H. Nawastha dan Y. Alversia / Jurnal Manajemen dan Usahawan Indonesia © Juni (2020) Vol. 43 No. 2

Fashion - Indonesia | Statista market forecast. (n.d.). Statista. https://www.statista.com/out-look/244/120/fashion/indonesia#market-users

Fashion - worldwide | Statista market forecast. (n.d.). Statista. https://www.statista.com/out-look/244/100/fashion/worldwide

Ghaisani, N. (2019, 27). #LocalPride, Fesyen Lokal Indonesia Kembali Bangkit Dan Mendunia. Good News From Indonesia. https://www.goodnewsfromindonesia.id/2019/06/27/localpride-fashion-lokal-indonesia-kembali-bangkit-dan-mendunia

Goffman, E. (1959). The presentation of self in everyday life. Garden City, NY: Doubleday.Goldsmith, R. E., & Emmert, J. (1991). Measuring product category involvement: A multitrait-multi-

method study. Journal of Business Research, 23(4), 363–371. doi: 10.1016/0148-2963(91)90021-O

Goldsmith, R. E., Stith, M. T., & White, J. D. (1987). Race and sex differences in self-identified in-novativeness and opinion leadership. Journal of Retailing, 63(4), 411–425.

Hair, J., Black, W., Babin, B., & Anderson, R. (2014). Multivariate Data Analysis. Unites States of America: Pearson .

Hennig-Thurau, T., Gwinner, K. P., Walsh, G., & Gremler, D. D. (2004). Electronic word-ofmouth via consumer-opinion platforms: What motivates consumers to articulate themselves on the Internet? Journal of Interactive Marketing, 18(1), 38–52. doi: 10.1002/dir.10073

Hollebeek, L.D., 2018. Individual-level cultural consumer engagement styles: (2), 149–165. https://doi.org/10.1016/j.intmar.2013.12.002.

Hollebeek, L.D., Glynn, M.S., Brodie, R.J., 2014. Consumer brand engagement in social media: con-ceptualization, scale development and validation. J. Interact. Mark. 28 (2), 149–165. https://doi.org/10.1016/j.intmar.2013.12.002

Kunz, W., Aksoy, L., Bart, Y., Heinonen, K., Kabadayi, S., Ordenes, F. V., … Theodoulidis, B. (2017). Customer engagement in a Big Data world. Journal of Services Marketing, 31(2), 161–171. doi:10.1108/jsm-10-2016-0352

Majchrzak, Ann & WAGNER, CHRISTIAN. (2007). Enabling Customer-Centricity Using Wikis and the Wiki Way. Journal of Management Information Systems. 23.

Mathwick, C., Wiertz, C., & De Ruyter, K. (2008). Social capital production in a virtual P3 commu-nity. Journal of Consumer Research, 34(6), 832–849. https://doi.org/10.1086/523291

McKenna, K. Y., Bargh, J. A. (1999). Causes and consequences of social interaction on the internet: A conceptual framework. Media Psychology, 1, 249-269.

Mimouni-Chaabane, A., & Volle, P. (2010). Perceived benefits of loyalty programs: Scale devel-opment and implications for relational strategies. Journal of Business Research, 63(1), 32–37. doi:10.1016/j.jbusres.2009.01.008

Moatti, V., Abecassis-Moedas, C., 2018. How instagram became the natural showcase for the fashion world. The Independence. Available at. https://www.independent.co.uk/life-style/fashion/features/instagram-fashion-industry-digital-technology-a8412156.html.

Niion, Tas Unik yang Bisa Tunjukan Karakter Pemiliknya. (2019, July 04). Indie Marketfest News. https://indiemarket.news/niion-tas-unik-yang-bisa-tunjukan-karakter-pemiliknya/

O’Cass, A. (2004). Fashion clothing consumption: antecedents and consequences of fashion clothing involvement. European Journal of Marketing, 38(7), 869–882. doi:10.1108/03090560410539294

Rosenberg, M. (1979). Conceiving the self. New York: Basic Books.Ruane, L., & Wallace, E. (2013). Generation Y females online: insights from brand narratives. Qualita-

tive Market Research: An International Journal, 16(3), 315–335. doi:10.1108/13522751311326125 Schifman, L.G. & Kanuk, L. (1983) Consumer Behavior, 2nd edn. Prentice Hall, Engelwood Cliffs,

NJ.Schivinski, B., Christodoulides, G., Dabrowski, D., 2016. Measuring consumers’ engagement with

brand-related social-media content. J. Advert. Res. 56 (1), 64–80.

C. H. Nawastha dan Y. Alversia / Jurnal Manajemen dan Usahawan Indonesia © Juni (2020) Vol. 43 No. 2 15

Self-Expression . (n.d.). In Merriam-Webster’s online dictionary. Retrieved from http://www.merri-am-webster.com/dictionary/self-expression

Siaran Pers : Kampanye #BanggaBuatanIndonesia Dorong Naiknya Permintaan Produk Lokal. (n.d.). kemenpar.go.id. https://www.kemenparekraf.go.id/post/siaran-pers-kampanye-banggabuatanin-donesia-dorong-naiknya-permintaan-produk-lokal

Sundaram, D.S., Mitra, K., & Webster, C. (1998). Word-of-Mouth Communications: A Motivational Analysis. Advances in Consumer Research, 25, 527–531

Tan, T. M., Salo, J., Juntunen, J., & Kumar, A. (2018). A comparative study of creation of self-brand connection amongst well-liked, new, and unfavorable brands. Journal of Business Research, 92, 71–80. doi:10.1016/j.jbusres.2018.07.011

Tigert, D., Ring, L., & King, C. (1976). Fashion involvement and buying behavior: A methodologi-calstudy. Advances in Consumer Research,3, 46±52.

Top trends shaping the apparel and footwear industry. (2019, September 23). Market Research Blog. https://blog.euromonitor.com/top-trends-shaping-the-apparel-and-footwear-industry/

Van Doorn, J., Lemon, K. N., Mittal, V., Nass, S., Pick, D., Pirner, P., & Verhoef, P. C. (2010). Cus-tomer Engagement Behavior: Theoretical Foundations and Research Directions. Journal of Ser-vice Research, 13(3), 253–266. doi:10.1177/1094670510375599

Verhoef, P. C., Reinartz, W. J., & Krafft, M. (2010). Customer Engagement as a New Perspective in Cus-tomer Management. Journal of Service Research, 13(3), 247–252. doi:10.1177/1094670510375461

Wang, T., & Lee, F.-Y. (2020). Examining customer engagement and brand intimacy in social me-dia context. Journal of Retailing and Consumer Services, 54, 102035. doi:10.1016/j.jretcons-er.2020.102035

Why do different generations use social media? (2019, October 17). Marketing Charts. https://www.marketingcharts.com/digital/social-media-110652

Wilson, K., Fornasier, S., White, K.M., 2010. Psychological predictors of young adults’ use of social networking sites. Cyberpsychol., Behav. Soc. Netw. 13 (2), 173–177.

Yim, C.K., Tse, D.K., Chan, K.W., 2008. Strengthening customer loyalty through intimacy and pas-sion: roles of customer–firm affection and customer–staff relationships in services. J. Mark. Res. 45 (6), 741–756.