PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

77
PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM ISLAM (Studi Komparatif Imam Syafi’i dan Imam Ja’far) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh : BAROZI NIM : 204043203073 KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M

Transcript of PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

Page 1: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM

ISLAM

(Studi Komparatif Imam Syafi’i dan Imam Ja’far)

Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

BAROZI

NIM : 204043203073

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2011 M

Page 2: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM

ISLAM

(Studi Komparatif Imam Syafi’i dan Imam Ja’far)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Islam (SHI)

Oleh:

BAROJI NIM : 2040 43203073

Di Bawah Bimbingan

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H / 2010 M

Pembimbing I

Prof. Dr. Jaenal Aripin,M.Ag NIP : 197210161998031004

Pembimbing II

Dedy Nursamsi, SH.,M.Hum NIP : 196111011993031002

Page 3: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul Pengaruh Akal Terhadap Istinbat (Penetapan) Hukum Islam telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 10 februari 2011 skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada jurusan Perbandingan Hukum.

Jakarta 10 februari 2011

Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., MA., MM. Nip. 1955051982031012

PANITIA UJIAN

Ketua : Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag (...................................................) Nip 196404121994031004 Sekretaris : Syafi’i, SE.I (...................................................) Nip. Pembimbing I : Dr. Jaenal Arifin M.Ag (...................................................)

Nip. 197210161998031004

Pembimbing II : Dedy Nursamsi, SH., M.HUM (...................................................) Nip. 196111011993031002

Penguji I : Dr. H. Ahmad Mukri Aji, M.A. (...................................................) Nip. 195703121985031003

Penguji II : Dr. Azizah, MA. (...................................................) Nip. 196701071997032001

Page 4: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

KATA PENGANTAR

بسم االله الرحمن الرحيم

Alhamdulillahrabbil’alamin, segala puji hanya bermuara kepadan-Nya sang

Khaliq penggenggam setiap jiwa, yang menjadikan diri ini tetap tegar dalam setiap

ikhtiar dalam melanjutkan penulisan skripsi ini hingga selesai. Dengan segena keridhoan-

Nya, penulis senantasa mendapat kemudahan baik dari segi teknis, materi, tenaga, waktu

maupun pikiran.

Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasul yang

merentas jalan cahaya di masa jahiliyah yang senantiasa gigih berjuang dan tidak pernah

letih memperjuangkan syari’at Islam.

Selama penyusuan skripsi ini, tidak ada sedikit kesulitan dan hambatan yang

dialami penulis. Penulis menyadari skrpsi ini bukanlah suatu ukuran atau acuan dalam

penyusunan karya ilmiah, tetapi masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu,

saran dan kritik yang bersifat membantu selalu penulis harapkan demi perbaikan dan

penyempurnaan lebih lanjut.

Suksesnya penulisan skripsi ini bukan semata-mata atas usaha penulis pribadi

namun juga karena bimbingan, bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH,. MA,. MM. Selaku Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. Djawahir Huzziey,. SH,. MA. Dan Drs,.H. Ahmad Yani, MAg sebagai Ketua

dan Sekretaris Kordinator Teknis Program Non Reguler Fakultas Syariah dan

Hukum

Page 5: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

3. Dr. Jaenal Arifin dan Dedy Nursamsi selaku pembimbing dalam penyusunan

skripsi ini, beliau dengan sabar melayani, membantu dan meluangkan waktunya

untuk penulis

4. bapak kepala dan staf perpustakaan fakultas syariah dan hukum yang telah

mengijinkan penulis untuk membaca dan meminjamkan buku dalam

pengumpulan data.

5. rekan – rekan yang telah memotivasi dan membantu dalam menelesaikan skripsi

ini.

6. kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu hingga terselesainnya

skripsi ini.

Kepada para pihak di atas, penulis mendo’akan semoga amal baik dan

keikhlasannya dalam membantu penulis diterima Allah SWT. Sehingga mendapatkan

imbalan yang berlipat ganda.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan-kesalahan yang menuntut

perbaikan serta bimbingan, untuk itu penyusun mengharapkan saran dan kritik guna

untuk mendekati kesempurnaan di masa yang akan datang. Dan semua kekeliruan dan

kesalahan yang terdapat adalah tanggung jawab penulis.

Akhirnya penulis harapkan mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi penulis

khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Jakarta, 10 februari 2011

Penulis

Page 6: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah ………………………………………………..…1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah …………………………………….7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………………………...8

D. Metode Penelitian ………………………………………………………...9

E. Preview Penelitian ……………………………………………………....11

F. Sistematika Penulisan …………………………………………………...13

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG SUMBER HUKUM ISLAM

A. Tinjauan Sumber Hukum Islam Yang It’ipak

(Sepakat)………………….…………………………………………..…15

1. Al-Qur’an………………………………………………..………….17

2. Sunnah (Hadist)……………………………………….…………....22

B. Tinjauan Sumber Hukum Islam Yang Ikhtilaf

(Pertentangan)…………………………………………..….………..….36

1 Ijma ………………………………………………….…………….27

2 Qiyas…………………………………………………..…………....31

3 Istihsan……………………………………………………..……….35

4 Maslahah Mursalah……………………………………………..…..37

5 ‘Urf………………………………………………………………….38

Page 7: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

BAB III : PENDAPAT IMAM SYAFI’I DAN IMAM JA’FAR TENTANG

PERAN AKAL TERHADAP ISTINBAT HUKUM ISLAM

A. Biografi Imam Syafi’i…………………………….………...……….40

B. Biografi Imam Ja’far Ash-Siddiq…………………………………...46

C. Pendapat Imam Syafi’idan Imam Ja’far Dalam Peran Akal Terhadap

Istimbat Hukum Islam………………………………………………51

BAB IV : KOMPARASI PENDAPAT IMAM SYAFI’I DAN IMAM JA’FAR

TENTANG PERAN AKAL TERHADAP ISTINBAT HUKUM ISLAM

A. Persamaan dan Perbedaan Dalam penggunaan Dalil ………. …….60

B. Analisa Komfarasi dan Implikasi ………………..………………. 69

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………..76

B. Saran-saran ……………………..…………………………………....78

Page 8: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Arab sebelum Islam adalah komunitas tradisional atau suku-suku yang

dipimpin oleh kepala keluarga atau sesepuh. Mereka saling mengenal, mengetahui asal-

usul dan kebiasaan sosial masing-masing, inilah yang disebut masyarakat tatap muka.

Masyarakat Arab kemudian berubah peradabannya menjadi sistem pemerintahan

kerajaan. Contoh terbaik dari jenis peradaban seperti kerajaan Umayyah dan Abbasiyah.

Selama pemerintahan Abbasiah, masyarakat tengah berusaha mempelajari berbagai

naskah tentang filsafat logika, etimologi, karya sastra dari berbagai penjuru dan bahkan

karya-karya dari luar dunia Islam.1

Dengan masuknya karya-karya dari luar ke dunia Islam maka sedikit demi sedikit

perkembangan dunia Islam mulai terlihat, hal ini tidak bisa dipungkiri. Masyarakat mulai

menggunakan logika sebagai alat untuk mencari suatu hukum yang memang belum ada

dalam nash, dan bentuk argumen yang terpenting dikelompokkan dalam Qiyas tentu

Anologi, yang merupakan pola dasar dari semua argumen hukum, dalam pikiran sebagian

teolog dan fuqaha, menjadi pola dasar dari semua argumen logis.2

Berpikir atau berfilsafat penting sekali dalam mempelajari agama, oleh karena itu

manusia telah banyak melakukan kekeliruan-kekeliruan dalam berpikir, maka ia telah

1 A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukun Allah (Syariah), (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2002), Cet, Pertama, h.96.

2 Wael B. Hallq, Sejarah Teori Hukum Islam, (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2001), Cet, Kedua, h.122.

Page 9: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

dapat pula mengadakan macam-macam cara atau metode untuk menghindarkan diri

mereka dari kekeliruan-kekeliruan dan mereka mulai melakukan penerjemahan.

Kegiatan menerjemahkan itu semarak pada zaman Al-Ma’mun, beliaulah yang

telah berusaha meningkatkan penerjemahan yang sistematis dan menentukan dengan cara

mendirikan Bait Al-Hikmah, yaitu suatu lembaga tempat diadakannya penerjemahan dan

penelitian yang lengkap, dengan perpustakaan yang menyimpan buku-buku karya para

ilmuwan.

Dengan kegiatan penerjemahan itu sebagian besar dari karangan Aristoteles,

Plato, Platinus karangan dalam ilmu kedokteran dan ilmu pengetahuan lainnya dibaca

oleh para ulama-ulama yang tersebar, tidak hanya di Baghdad tetapi di seluruh wilayah

kekuasaan Islam. Dalam bidang filsafat muncullah para filosof seperti Ibnu Sina, Al-

Kindi, Al-Razi, Al-Farabi, dan Ibnu Rasyid, pemikiran filsafat Yunani, yang

mempengaruhi pemikiran mereka adalah yang berasal dari pemikiran Aristoteles, Plato.3

Terlebih lagi, setelah terjadinya penerjemahan buku-buku dari bahasa Yunani ke

dalam bahasa Arab, maka filsafat Yunani, menjadi tidak asing lagi di kalangan para

ulama maupun di kalangan para akademisi muslim. Dengan bahasa lain, tradisi filsafat

Yunani banyak memberikan pengaruh dalam cabang-cabang keilmuan islam dan adanya

unsur-unsur Yunani ini bukan berarti semua hukum Islam itu merupakan hasil adopsi dari

Yunani, melainkan hanya beberapa sisi saja, yaitu unsur-unsur yang tidak didapatkan

secara tegas dalam sumber hukum islam (Al-Qur’an dan As-Sunnah), dan itupun bila

tidak bertentangan dengan semangat Islam, seperti konsep qiyas yang berada dalam ushul

fiqih.

3 Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf, (Dirasah Islamiyah IV), (Jakarta: PT.Raja

Grapindo Persada, 2001), Cet. Kelima, h.53.

Page 10: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

Qiyas secara umum diartikan sebagai analogi baik menganalogikan kepada

hukum, alam ataupun kepada benda-benda lainnya, dengan diartikannya qiyas sebagai

analogi sehingga :

1) Keempat aliran hukum (Islam) sepakat bahwa semua masalah yang tidak

ditetapkan oleh Al-Qur’an, Sunnah maupun Ij’ma, hukumnya dapat

disimpulkan dari apa yang telah didasarkan pada tiga otoritas ini dengan

menggunakan qiyas, yang secara umum diterjemahkan dengan analogi.

Seperti ulama Hanafiah mendefinisikannya sebagai perluasan hukum dari

nash asli ke dalam proses yang digunakan pada suatu kasus tertentu dengan

memakai illat umum, yang tidak dapat diketahui jika hanya dengan

menafsirkan bahasa yang dipakai oleh nash.4

2) Al-Mazani mengatakan bahwa para ahli fiqh pada zaman Rasulullah SAW,

sampai zaman sekarang dan seterusnya nenpergunakan qiyas dalam berbagai

permasalahan fiqih, mereka sepakat bahwa sesuatu yang setara dengan

kebenaran adalah kebenaran, dan yang setara dengan kebatilan adalah

kebatilan. Maka, tidak diperkenankan bagi siapapun untuk mengingkari qiyas,

dimana Qiyas sebagai perumpamaan dengan beberapa perkara dan mengambil

simpel-simpel (contoh-contoh) yang sesuai dengannya.5

3) Tetapi menurut pandangan Syi’ah adalah bahwa karena Qiyas (analogi)

merupakan dugaan dan terkaan murni, dan karena jumlah keseluruhan apa

yang telah diterima oleh Nabi, dan para Imam memadai untuk tanggung jawab

4 Muhammad Muslehuddin, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis Studi Perbandingan

System Hukum Islam, (Yogyakarta: PT.Tiara Wacana), h.107. 5 Ibnu Qayyim Al-jauziyyh, Panduan Hukum Islam, (Jakarta: PT. Pustaka Azzam, 2000), Cet,

Pertama, h.169.

Page 11: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

semua, perujukan pada analogi dilarang keras.6 Jadi di sini aliran Syi’ah tidak

menggunakan Qiyas sebagai sumber hukum setelah ijma tetapi menggunakan

akal, bahkan mereka melarang dalam penggunaan analogi (Qiyas).

Definisi di atas menunjukan kepada fakta bahwa ada dua golongan yang berbeda

dalam menentukan atau menetapan (isthinbat) sumber hukum Islam setelah ijma, yang

satu menggunakan Qiyas sebagai sumber hukum Islam dan yang satu lagi melarang

menggunakan Qiyas sebagai sumber hukum.

Kata Isthinbat berasal dari bahasa Arab, fi’il madinya nabatha artinya keluar,

sedangkan fi’il amarnya adalah istimbat mengikuti wajan istap’ala yang mengandung arti

menetapkan atau mengeluarkan.7 Penetapan yang dimaksud disini adalah menetapkan

berdasarkan ijtihad.

Fiqih Islam bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist, namun memahami maksud-

maksud yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis itu berbeda-beda, dan

disamping itu tentunya para Imam Mazhab berbeda-beda juga kemampuan dan

lingkungan yang mempengaruhi mereka berpikir.

Selain itu tolak ukur mempunyai corak dan bentuk yang berbeda-beda sesuai

dengan prinsip-prinsip profesi, ilmu, dan kaidahnya. Misalnya, tolak ukur para ahli fiqih

tidak serupa dengan tolak ukur para dokter, tolak ukur para ahli astronomi berbeda

dengan tolak ukur ahli nahwu dan ahli ilmu kalam, serta tolak ukur ahli filsafat dan

mantiq tidak sama dengan tolak ukur tukang debat, demikian pula tolak ukur mereka

dalam masalah-masalah fisika dan ketuhanan berbeda-beda. sesuai dengan perbedaan

6 Murtadha Murthahhari, Pengantar Ilmu-Ilmu Islam, (Jakarta: PT. Pustaka Zahra, 2003), Cet,

Pertama, h.18. 7 A. Warson Munawir, Kamus Al-Munawir Arab Indonesia, (Surabaya: PT. Pustaka Progresif,

1997), Edisi II, Cet Keempat Belas h. 1379

Page 12: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

orientasi ilmiah masing-masing, walaupun obyek kajian mereka sama, maka akan tetap

terjadi perbedaan diantara mereka karena masing-masing berpikir dengan metode ilmiah

yang berbeda.8

Perbedaan pendapat yang timbul dari fakto-faktor di atas, bukanlah berarti

menunjukan kelemahan, bahkan adalah sebagai pertanda ketinggian dan kematangan

mereka berpikir.

Begitulah para fukaha pada masa yang lampau apabila terdapat perbedaan

pendapat diantara mereka dalam suatu masalah dan tidak mungkin mempertemukan

semua pendapat itu, maka tiap-tiap orang berpegang pada pendapatnya masing-masing

dan selalu menghormati pendapat orang lain, dengan tanggapan kemungkinan pendapat

yang dikiranya benar itu salah dan kemungkinan pendapat yang dikiranya salah itu

benar.9 Seperti perbedaan pendapat tentang metode (cara) yang digunakan dalam

penggalian hukum Islam walau mereka (fuqaha) sepakat bahwa Al-Qur’an dan Al-Hadist

sebagai sumber hukum Islam yang paling utama. Akan tetapi, dalam perkembangannya,

terdapat perbedaan pendapat antara aliran Sunni dan Syi’ah dalam menentukan sumber

hukum Islam setelah ijma.

Kategori ulama Madzhab Sunni jauh sekali perbedaannya dengan ulama

Mazdhab Syi’ah. Ulama Mazdhab Sunni mendudukkan Qiyas pada urutan ketiga setelah

Al-Qur’an, dan Al-Hadis, sedangkan Ulama Mazdhab Syi’ah setelah Al-Hadist ditempati

dengan akal. Untuk itu, Dengan adanya ungkapan di atas maka penulis merasa perlu

sekali untuk membahas serta meneliti tentang pengaruh akal dalam menentukan sumber

hukum Islam yang sangat berbeda antara Imam Syafi’i dan Imam Ja’far, keduanya dari

8 Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah Dalam Islam, (Jakarta: PT. Logos,

1996), Cet pertama, h.2-3. 9.M. Asywadie Syukur,Lc, Perbandingan Mazhab, (Surabaya: PT. Bima Ilmu, 1994), h.44.

Page 13: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

aliran yang berbeda, Imam As-Syafi’i itu dari aliran Sunni sedangkan Imam Ja’far Ash-

Siddiq itu dari aliran Syi’ah, serta bagaimana konsep akal yang digunakan oleh kedua

imam tersebut .

Bagi penulis ini semua adalah sebagai upaya pengetahuan dan perkembangan

dalam bidang ilmu serta hukum yang dipakai oleh kedua imam tersebut yang memang

alirannya berbeda.

B. Pembatasan Perumusan masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka masalah pokok yang hendak diteliti dan dibahas

dalam skripsi ini adalah bagaimana jalan yang ditempuh oleh Imam Syafi’i ketika

masalah tersebut tidak ada dalam nash, sunnah, sedangkan bagaimana pula dengan Imam

Ja’far ?

Dengan melihat dua pandangan yang berbeda antara Imam Syafi’i dengan Imam

Ja’far tentang akal maka akan timbul beberapa pembatasan masalah yang akan diteliti

adalah sebagai berikut :

a. Perbedaan dan persamaan menentukan Sumber Hukum Islam

b. Akal dalam isthimbat (penetapan) hukum islam menurut Imam Syafi’i dan

Imam Ja’far

2. Perumusan Masalah

Dalam melihat dua pandangan yang berbeda maka penulis membatasi

permasalahan-permasalahan yang akan dibahas :

Page 14: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

a. Bagaimana pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ja’far terhadap peran akal dalam

istinbat (penetapan) Hukum Islam?

b. Apa sajakah dalil yang di gunakan Imam Syafi’i dan Imam ja’far dalam

menggunakan akal untuk Istinbat (penetapan) Hukum Islam? dan

c. Bagaimanakah analisis komparasi pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ja’far

tentang peran akal terhadap istinbat (penetapan) Hukum Islam?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk

menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Fakultas Syariah dan Hukum, sedangkan

tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui dasar perbedaan pendapat terhadap peran akal dalam isthimbat

(penetapan) Hukum Islam

b. Mengetahui persamaan dan perbedaan dalil yang digunakan oleh Imam Syafi’i

dan imam Ja’fa dalam pengunaan akal untuk isthimbat (penetapan) Hukm

Islam.

c. menganalisa pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ja’far dalam isthimbat

(penetapan) Hukum Islam

2. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat bagi :

Page 15: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

a. Penulis sendiri dan mahasiswa UIN pada khususnya

b. Dan untuk memperkaya khazanah pengetahuan islam.

D. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah deskriptif analisis. Data

yang terkumpul kemudian diklasifikasikan sesuai dengan tema-tema yang akan dibahas,

serta data-data tersebut dipaparkan secara sistematis dan dilengkapi dengan analisis,

kritik, kesimpulan dan saran.

Analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dan deskriptif komperatif.

Terhadap data kualitatif dalam hal ini dilakukan dalam hal data yang berupa informasi,

uraian dalam bahasa prosa kemudian dikaitkan dengan data lainnya untuk mendapat

kejelasan terhadap suatu kebenaran atau sebaliknya, sehingga dapat memperoleh suatu

gambaran baru atau menguatkan suatu gambaran yang sudah ada dan juga sebaliknya.10

Sedangkan analisis dalam deskriptif-komparatif data yang diperoleh kemudian dianalisis

selanjutnya ditarik kesimpulan dan diperbandingkan dengan kedua analisis tersebut.

Sedangkan teknik pengumpulan data, penulis menggunakan cara studi

dokumentasi yakni dengan cara mengumpulkan dokumen yang telah ada serta memiliki

kaitannya dengan permasalahan yang akan dibahas.

Adapun jenis data yang digunakan dalam peneitian ini adalah :

1. Bahan hukum primer : sumber-sumber yang digunakan sebagai acuan utama

pada penulisan skripsi ini. Berupa Al-Qur’an, Hadist, dan Kitab-kitab, adapun

buku yang jadi patokan antara lain :

10 P. Joko Subagya, Metodologi Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,

1990), h.106.

Page 16: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

Abi Abdullah Muhammad Ibn Idris Assyafi’i, Al-Umm, Muhammad bin Idris

bin Syafi’i, Al-Umm,Ringkasan kitab Al-Umm karangan Husain Abdul Hamid

Abu Nasir Nail , Hasyiatul Bajuri karangan Syah Ibrahim Al-Bajuri, Latoipul

Isyaroh karangan Imam Syaripudin Yahya Al-Imriti, Khasiatul Addamyati

A’la Syarhil Waroqot karangan Syah Ahmad bin Muhammad Addamyati,

Sedangkan buku yang diambil dari imam Jafar adalah Ja’far Shadiq Sang

Maha Guru karangan The Ahlul Bayt Word Asembly, Pengantar Ilmu-ilmu

Islam karangan Murthadha Muthahhari, Mengenal Pokok-Pokok Ajaran Syiah

Al-Imamiyah karangan Sayyid Muhbbuddin Al-Khatib, Rasionalitas Dalam

Hukum Syi’ah Imamiyah karangan Dr.Jaenal Aripin, MA, Ushul Fiqih

Mazhab Aristoteles karangan Muhammad Roy dan didukung oleh buku-buku

Ushul Fiqih, Filsafat dan sejarah lainnya.

2. Bahan hukum sekunder : sumber-sumber yang digunakan sebagai penjelasan

atau pendukung dari bahan primer dan dapat membantu, menganalisa dan

memahami bahan hukum primer

3. Bahan hukum tersier : sumber-sumber yang digunakan sebagai pelengkap dari

bahan sekunder dan primer untuk memberikan deskripsi yang lebih rinci

terhadap kajian yang menjadi objek penelitian yang meliputi bibliografi,

kamus dan ensiklopedi dan lain sebagainya.

Karena bertitik tolak pada penelitian yang bersifat literatur, maka sumber data

dalam penulisan skripsi ini sepenuhnya didasarkan pada riset kepustakaan (library

research). Yaitu pengumpulan data-data diperoleh dengan merujuk pada karya-karya yang

mendukung (komplementer) yang memiliki relevasi dengan pembahasan skripsi ini.

Page 17: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

Setelah diperoleh data dari berbagai sumber (primer dan sekunder) yang berkaitan

dengan objek penelitian, maka selanjutnya adalah dilakukan analisis terhadap data yang

diperoleh tersebut.

` Adapun teknik penulisannya, penulis berpedoman kepada buku pedoman

penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007.

E. Preview Studi Terdahulu

Penelitian akal sudah menjadi tema umum yang mudah ditemukan, namun untuk

tema yang berkenaan dengan pengaruh akal terhadap istimbat hukum belum penulis

temukan akan tetapi untuk bahan rujukan penulis, ada beberapa skripsi yang membahas

tentang akal :

1. Peranan Qiyas Dalam Menetapkan Hukum Islam Studi Banding Pemikiran

Sunni dan Syi’ah. Oleh : Ismail Marjuki, SJPMH, Tahun 2003

2. Metode Ijtihad Imam Malik dan Imam Daud Ad-Dhahiri, Suatu Perbandingan

Terhadap Konsep Qiyas Imam Malik dan Konsep Dalil Imam Ad-Dhahiri.

Oleh : Ahmad Humaidi, SJPMH, Tahun 2003

Dari judul-judul skripsi di atas dapat disimpulkan bahwa, para ulama syi’ah itu

menolak adanya konsep qiyas walaupun ada sebagian ulama yang menggunakan konsep

qiyas dalam pengambilan istimbat hukum islam, dan disini penulis menyimpulkan bahwa

ulama Syi’ah itu menolak qiyas karena melihat dari suara mayoritas dan mereka tidak

menjadikan qiyas sebagai landasan hukum sebab mereka beranggapan qiyas itu bersifat

zanni (prasangka) maka dari itu qiyas tidak bisa dijadikan landasan hukum.

Page 18: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

Qiyas menurut mazhab Sunnni dijadikan sebagai hujjah dalam menetapkan

hukum islam dan mempunyai peranan penting dalam mengistimbatkan hukum islam.

Akan tetapi mengambil metode qiyas setelah dida lam Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak

ditemukan suatu hukum yang jelas. Dasar hukum yang mereka gunakan berdasarkan

kepada ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah serta pendapat berbagai sahabat Rasulullah SAW.

Pengaruh dari kedua golongan tersebut sangat berbeda akan tetapi pengaruh dari

pemikirannya mempunyai peranan yang sangat besar dan jelas serta dapat

dipertanggungjawabkan sebagaimana diketahui bahwa ijtihad yang dilakukan oleh para

fuqaha itu berbeda dalam menggunakan metodenya yang berkisar pada permasalahan

atau suatu kejadian yang tidak terdapat dalam nash, salah satunya metode Qiyas yang

digunakan sebagai metode pemecahannya, bukanlah penulis meniadakan metode qiyas

tapi disinilah letak permasalahannya : seperti Imam Malik ketika tidak terdapat dalam

nash dan sunnah beliau menggunakan Qiyas sebagai metode ijtihadnya, sedangkan Imam

Ja’far menggunakan akal.

Dalil akal adalah salah satu metode ijtihad yang digunakan Imam Ja’far dan

dijadikan sebagai sumber hukum islam setelah ijma, keberadaanya merupakan sebuah

reaksi sebagai suatu penolakan terhadap qiyas.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran secara sederhana dan memudahkan penulisan,

maka penulis membagi pembahasan skripsi ini menjadi lima Bab, yang setiap babnya

diperinci menjadi beberapa sub Bab dengan rincian sebagai berikut:

Page 19: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

Bab I : Bab ini menguraikan mengenai latar belakang masalahan, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan (Review) kajian

terdahulu, kerangka teori dan kerangka konseptual, metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

Bab II : Bab ini berisi tentang tinjauan sumber hukum islam menurut Imam Syafi’i

dan Imam Ja’far.

Bab III : Pada bab ini penulis akan membahas mengenai biografi Imam Syafi’ dan

Imam Ja’far, . Pendapat Imam Malik dan Imam Ja’far Dalam Peran Akal

Terhadap Istimbat Hukum Islam.

Bab IV : Pada bab ini penulis akan membahas mengenai Analisa Terhadap Dalil-dalil

Yang Digunakan oleh Imam Syafi’i dan Imam Ja’far Serta Persamaan dan

Perbedaannya, Analisa Komfarasi Pendapat Imam Maliki dan Imam Ja’far

Tentang Peran Akal Terhadap Istimbat Hukum Islam, dan Implikasi

Pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ja’far Terhadap Penetapan Hukum.

Bab V : Pada bab terakhir ini akan diuraikan kesimpulan dari permasalahan yang

diangkat, dan saran serta kritik bagi penulis.

Page 20: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG SUMBER HUKUM ISLAM DAN AKAL

A. Tinjauan Sumber Hukum Islam Yang Ikhtifak

Pada uraian ini, penulis akan mencoba menguraikan tentang kajian usul fiqh yang

mengajarkan, perintah-perintah dan metode penyimpulan hukum syariat yang tepat dan

valid dari sumber-sumber yang sahih. Sekarang penulis akan mempelajari apa sumber-

sumber itu, dan berapa banyak sumber-sumber itu, serta apakah semua mazhab dan aliran

dalam islam mempunyai pandangan yang sama tentang masing-masing detail sumber-

sumber hukum Islam itu atau apakah mereka mempunyai pandangan yang berlainan. Jika

memang ada perbedaan-perbedaan pendapat, para ulama terdahulu itu merasa bahagia

dengan adanya perbedaan pendapat, karena berbeda dalam kesatuan, sesuatu ummat akan

maju, pikirannya akan berkembang dan ajaran agamanya akan tetap up to date serta dapat

menjawab semua tuntutan perkembangan dunia dalam bidang hukum.

Oleh karena itu, para ulama terdahulu telah mengungkapkan sikap dan pikirannya

terhadap masalah ikhtilaafaatun fiqhiyatun ini. Berikut ini penulis kutipkan diantaranya:

1) Abu Na’iim meriwayatkan bahwa Imam Sofyan Ats-Stauri mengatakan’

apabila kamu melihat seseorang berbuat sesuatu masalah ikhtilafiyah yang

berbeda dengan yang kamu lakukan maka janganlah kamu melarangnya’.

(Abi Na’iim,)

2) Al-Khathiib Al-Bagdaady mengatakan, terhadap masalah ikhtilafiyah, aku

tidak akan melarang murid-murid ku untuk memilih mana yang ia pilih,

(Albughdaady, Alfaqihu Wal Mutafaqqihu, j.2, h. 69)

Page 21: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

3) Almawarzy meriwayatkan, bahwa Imam Ahmad mengatakan, ‘tidak pantas

bagi seorang faqqih untuk menggiring umat, guna memilih suatu mazdhab,

apabila memaksakannya,’ (Ibnu Muflih, Al Aadaabusy Syar’iyyah, j. 1, h.

186)

4) Ibnu Rajab Al-Hambaly meriwayatkan bahwa Abu Ya’laa mengatakn

‘kemungkaran yang wajib dibasmi adalah kemungkaran yang telah di ijma’i

ummat, sedangkan kemungkaraan yang bersifat ikhtilafiyah, maka tidak

wajib disanggah bila dilakukan oleh mujtahid, ataupun oleh orang-orang

yang lain,’ (Abi Ya’laa, Al Ahkaamus Sulthaaniyah, h.297)11

Apakah perbedaan-perbedaan yang ada dalam sumber hukum Islam itu?

Pertama, penulis akan membahas sumber-sumber hukum Islam yang disepakati

seraya menjelaskan masing-masing sumber itu, yang kedua sumber-sumber hukum Islam

yang ikhtilaf. Adapun sumber hukum Islam yang ithifak (disepakati) adalah :

1. Al-qur’an

Al-qur’an merupakan sumber hukum Islam yang primer pertama ataupun dalil

fiqh yang paling agung dan utama, ia adalah kitab Allah atau kumpulan firman Allah

yang tidak datang kepadanya kebatilan. baik dari depan ataupun dari belakang.12

Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam, bagi muslim Al-Qur’an merupakan

firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang sangat berharga

bagi umat Islam hingga saat ini, di dalamnya terkandung petunjuk dan pedoman bagi

umat manusia dan mencapai kebahagian hidup baik di dunia maupun di akhirat.

11 Muslim Ibrahim, Pengantar Fiqh Muqaaran, (Jakarta: Erlangga 1989), h.40. 12 Saifudin Nur,, Ilmu Fiqh (Suatu Pengantar Komprehensif Kepada Hukum Islam), (Bandung:

Tafakur,2007). h.39.

Page 22: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

Al-Qur’an adalah sumber hukum yang sekaligus sebagai dalil hukum yang utama

dan pertama terdapat dalam wahyu Allah SWT, yaitu kitab suci Al-Qur’an nama dari Al-

Qur’an seperti yang disebutkannya sendiri bermacam-macam, dan masing-masing nama

itu mengandung arti dan makna tertentu, antara lain :

a. Al-Kitab, artinya buku atau tulisan arti itu untuk mengingatkan kaum

muslimin supaya membukukannya menjadi buku, atau kitab suci,

sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT :

):البقره ( نیقتملي لدھ ھیف بیرلا بتكال كلذ

Artinya : ”Kitab[a] (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi

mereka yang berbakti”, (QS, Al-Baqarah : 2) 13

b. Al-Qur’an artinya bacaan, arti ini untuk mengingatkan supaya ia dipelihara

atau dihapal bacaannya diluar kepala. atau bacaan yang mulia, sebagaimana

firman Allah SWT :

)القیامة:(

Artinya : “Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di

dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami

telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu”. (QS. Al-

Qiyamah : 17-18).

Al-Furqan, artinya pemisah atau pembeda, arti ini mengingatkan supaya dalam mencari

garis pemisah antara kebenaran dan kebathilan, yang baik dan buruk

13 [a] Al-Qur’an yang sebagiannya, di masa itu, masih terkandung di Al-lauhil mahfuzh

Page 23: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

haruslah dari padanya atau mempunyai rujukan padanya, sebagaimana

disebutkan antara lain dalam

)الفرقان(

Artinya : “Maha banyak kebaikan (Tuhan) yang telah turunkan Al-Fur’qan (b)

atas hambanya supaya ia (c) jadi pengancam bagi alam” (QS,al-

Furqan. 25 : 1)14

c. Huda, artinya petunjuk, arti ini mengingatkan bahwa petunjuk tentang

kebenaran hanyalah petunjuk yang diberikannya atau yang mempunyai

rujukan padanya.

d. Al-Zikr, artinya ingat, arti ini menunjukan bahwa ia berisikan peringatan

dan agar selalu diingat tuntutannya dalam melakukan setiap tindakan.

Sebagaimana Allah berfirman :

)الحجر(:

Artinya : Sesungguhnya kamilah yang turunkan peringatan ini dan sesungguhnya

kamilah penjaga baginya”.(Al-Hidjr, 15:9)

menurut para ulama nama lain terhadap Al-Qur’an antara lain Al-Mubin, Al-

Karim, dan An-Nur

Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW,

dalam bahasa Arab, riwayatnya mutawatir. Oleh karena itu terjemahan Al-Qur’an tidak

14 (b) Al-Fur’qan : Pembeda, maksud disini adalah Al-Qur’an. (c) kalimah ia, menunjukkan kepada Nabi, atau Al_Fur’qan

Page 24: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

disebut Al-Qur’an dan orang yang mengingatkannya baik secara keseluruhan maupun

bagian rinciannya, dipandang kafir.15 Dan para ulama memberi definisi tentang al-Qur’an

yang mengandung mu’jizat di turunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dalam bahasa

Arab yang diriwayatkan secara mutawatir, terdapat dalam mushaf dan membacanya

merupakan ibadah, yang dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-

Nas.16

Dia (Al-Qur’an) merupakan sendi fundamental dan rujukan pertama bagi semua

dalil dan hukum syari’at, merupakan undang-undang dasar, sumber dari segala sumber

dan dasar dari semua dasar, hal ini sudah menjadi kesepakatan para ulama Islam. Jadi

sudah jelas bahwa para ulama sudah sepakat bahwa Al-Qur’an adalah sumber hukum

islam yang tertinggi dan tidak ada lagi di atasnya. Dan dalam kandungan atau isi Al-

Qur’an itu sendiri ada yang bersifat qhat’y dan ada yang bersifat zhonny.

Tidak ada keraguan bahwa Al-Qur’an adalah sumber hukum dan peraturan islam

yang pertama. Tentu saja, ayat-ayat atau surah-surah dalam Al-Qur’an tidak terbatas pada

hukum dan peraturan. Dalam Al-Qur’an, ratusan jenis permasalahan telah dimasukkan.

Al-Quran turun dalam dua periode, yaitu pertama periode Makkah sebelum

Rasulah hijrah ke Madinah dan ayat yang diturunkan pada periode ini dikenal dengan

ayat-ayat Makkiyah, dan periode kedua setelah Rasulah hijrah ke Madinah yang dikenal

dengan ayat-ayat Madaniyah, ayat-ayat di Makkah pada umumnya yang menjadi inti

pembicaraannya adalah tentang masalah-masalah keyakinan (akidah), dalam rangka

meluruskan keyakinan umat di masa Jahiliyah dan menanamkan ajaran tauhid. Mengapa

15 Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam (Permasalahan dan Fleksibilitasnya), (Jakarta: Sinar

Grafika, 1995), cet, I, h.9-10. 16 Suparman Usman, Hukum Islam (Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata

Hukum Indonesia), (Jakarta: Gaya Media Pratama). h.38.

Page 25: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

ajaran akidah yang harus lebih dahulu ditanamkan, tanpa itu syariat islam belum akan

diterima oleh umat misalnya firman Allah

Artinya : “Dan tidak Kami utus sebelummuseorang Rasul melainkan kami wahyukan

kepadanya : bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan (yang sebenarnya) melainkan

aku, oleh yang demikian berbaktilah padaku (Qs. Al-Annbiya; 21 : 25)

)الانبیاء(

Untuk sampai kepada akidah yang benar ayat-ayat Makkiyah mendorong umat

manusia untuk menggunakan akal yang sehat untuk memikirkan alam nyata disekitarnya

sebagai bukti atas wujud dan kekuasaannya misalnya firman Allah :

Artinya : “maka tidaklah mau mereka melihat kepada onta, bagaimana dijadikan ? dan

melihat kepada langit bagaimana ditinggikan ? dan melihat kepada gunung-

Page 26: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

gunung bagaimna ditegakkan ? dan melihat kepada bumi bagaimana

dihamparkan ? (Qs. Al-Ghasiyah ; 88 : 17-20)17 )الغا شیة(

2. Sunnah

Sunnah adalah sumber hukum islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Sebagian para

ulama berpendapat bahwa ada empat istilah di pandang dari segi bahasa :

Sunnah = jalan yang ditempuh

Hadist = baru / pembicaraan

Khabar = berita /pemberitahuan

Atsar = sisa / peninggalan

Keempat istilah diatas adalah sinonim, mempunyai arti yang sama, yaitu, ucapan

perbuatan, dan pernyataan (taqrir) yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Dan sebagian ulama ada yang membedakan sebagai berikut :

a) Kalau hadist adalah khusus menyangkut ucapan, perbuatan dan taqrir Nabi

Muhammad SAW, maka sunnah lebih luas, mencakup juga sifat-sifat

lahiriyah maupun batiniyah, kebiasaan dan semua perjalanan hidup Nabi

Muhammad SAW, baik sesudah kenabiannya ataupun sebelumnya.

b) Kalau hadits adalah sesuata yang datang dari Nabi muhammad SAW, maka

khabar adalah yang datang selain dari nabi.

17 Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana prenada Medi Group, 2005), Cet, II. h.81-82.

Page 27: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

c) Atsar adalah sama dengan khabar dalam pengertian seperti di atas itu, tetapi

ada pula pendapat yang menyatakan atsar sebagai sesuatu yang datang dari

kalangan sahabat.18

Sedangkan pengertian Sunnah menurut Prof. Drs. H. Suparman Usman, SH.

Adalah : Pengertian secara etimologis, dapat ditemukan dalam sabda Rasulullah SAW,

sebagai berikut :

ر بن جریرعن ابیھ قال قال رسول االله صلي االله علیھ وسلم عن المنذومن سن في الاسلام سنة حسنة فلھ اجرھا واجرمن عمل بھا بعده من غیر ان

لاسلام سنة سیئة كان علیھ وزرھا ینقص من اجورھم شیئ ومن سن في اصحح (ووزرمن عمل بھا من بعده من غیر ان ینقص من اوزارھم شیئ

19)مسلم Artinya : Barang siapa yang membiasakan sesuatu yang baik, maka ia menerima

pahalanya dan pahala orang-orang yang mengamalkan sesudahnya, dan barang siapa yang membiasakan sesuatu yang buruk, maka ia menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang mengikuti sesudahnya. (HR. Muslim)

Secara terminilogis (dalam istilah syari’ah), sunnah dapat dilihat dari tiga bidang

ilmu, yaitu dari ilmu hadits, ilmu fiqh, dan ilmu ushul fiqh.

Sunnah menurut para ahli hadits identik dengan hadits, yaitu :

را اونحوھا ما اضیف للنبي صلي االله علیھ وسلم قولا او فعلا اوتقری

18 Ardani, Qur’an-hadits, (Jakarta, Depertemen Agama RI, 1986) h. 31 19 Ibnu Abdullah Muhammad bin Yadiz, Sunan Ibn Mazah, (Bairut, Darul Fikr, 1990/1415) h. 80 Lihat juga : Soheh Muslim, Sirkatun Nur Ass’a, Zuz awal, h. 407

Page 28: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

Artinya : Seluruh yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik perkataan,

perbuatan, maupun ketetapan ataupun yang sejenisnya (sifat keadaan atau

himmah).

Sunnah menurut ahli Ushul Fiqh adalah ”segala yang diriwayatkan dari Nabi

Muhammad SAW berupa perbuatan, perkataan, dan ketetapan yang berkaitan dengan

hukum”.

Sedangkan sunnah menurut ahli ushul fiqh, disamping pengertian yang

dikemukakan para ulama ushul fiqh di atas, juga dimaksudkan salah satu hukum taklifi,

yang mengandung pengertian “perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan

apabila ditinggalkan tidak mendapat siksa (tidak berdosa)”.20

Mengenai definisi sunnah ini, telah menjadi kesepakatan para ulama bahwa tidak

ada perbedaan pendapat dan tidak ada ulama yang menentangnya dan sunnah itu selain

menjadi sumber hukum islam setelah al-Qur’an sunnahpun mempunyai fungsi terhadap

al-Qur’an.

Di antara fungsi sunnah terhadap al-Qur’an adalah :

- Sunnah menguatkan atau mengukuhkan hukum yang ada dalam al-Qur’an,

seperti hukum mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa ramadhan, haji ke

Baitullah, telah ditunjukkan oleh ayat-ayat al-qur’an lalu dikuatkan lagi oleh

Sunnah Rasul.

20 Suparman Usman, Hukum Islam (Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata

Hukum Indonesia), (Jakarta: Gaya Media Pratama). h.44-45.

Page 29: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

- Sunnah berfungsi sebagai penjelas atau bayan, memerinci yang mujmal dan

yang mengkhususkan yang umum, seperti tata cara shalat, wasiat dengan

sepertiga harta, beberapa barang yang wajib dizakati disebutkan dalam sunnah.

Seperti disebutkan dalam firman Allah SWT :

)انحل(

Artinya : “Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan kami turunkan

kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia

apa yang Telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka

memikirkan”. (QS. An-Nahl 16:44)

- Sunnah terkadang memberi hukum sendiri yang tidak terdapat secara eksplisit

dalam Al-Qur’an, seperti keharaman memakan binatang yang bertaring dan

bercakar, sebagaimana disebutkan dalam hadits :

صلي االله علیھ وسلم قال كل ذي ناب من عن أبي ھریرة عن النبي

) رواه النسائي(السباع فأكلھ حرام

Page 30: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, bersabda semua jenis binatang buruan

yang mempunyai taring dan burung yang mempunyai cakar, maka hukum

memekannya adalah haram (HR. An-Nasa’i). 21

Semua hukum-hukum yang terdapat dalam sunnah pada dasar dan pokoknya

terdapat dalam Al-Qur’an, oleh karena itu tidak mungkin terjadi pertentangan antara

hukum-hukum dalam sunnah dengan hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an,

dikarenakan sunnah sendiri itu untuk menjelaskan Al-Qur’an seperti terdapat dalam

hukum positif bahwa itu semua harus hierarki artinya hukum atau landasan yang kedua

itu tidak boleh keluar dari yang pertama dan disipun sudah menunjukan bahwa sunnah

tidak keluar dari Al-Qur’an. Namun disini ada perbuatan-perbuatan Rasul yang khusus

baginya dalam arti perbuatannya (Rasul) tidak boleh dilakukan oleh umatnya, seperti

beristeri lebih dari empat yang tidak bisa dijadikan landasan atau dasar hukum.

B. Tinjauan Sumber Hukum Islam Yang Ikhtilaf

Di atas telah dijelaskan sumber-sumber hukum Islam yang ithifak, sekarang

penulis akan menguraikan sumber-sumber hukum Islam yang ikhtilaf diantaranya adalah:

1. Ijma

Lafad ijma pengertian menurut bahasa ialah azm (cita-cita) seperti dalam firman

Allah SWT :

21 Saifudin Nur, Ilmu Fiqh (Suatu Pengantar Komprehensif Kepada Hukum Islam), (Bandung:

Tafakur,2007). h.42. Lihat juga, Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana prenada Medi Group, 2005),

Cet, II. h.124-125.

Page 31: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

............یونس( الح(

Artinya : Tetapkanlah urusan kamu dan sekutu-sekutu kamu, (QS. Yunus. 10:71)

Sedangkan ijma menurut ulama ushul (ushuliyin) ialah kesepakatan semua

mujtahidin di antara ummat islam pada suatu massa setelah kewafatan Rasulallah SAW,

atas hukum syari mengenai suatu kejadian / kasus.

Maka apabila terjadi suatu kejadian dan diharapkan kepada semua mujtahid

ummat islam pada waktu terjadinya, dan mereka sepakat atas suatu hukum mengenai hal

itu, maka kesepakatan mereka itu disebut ijma, dan dianggaplah ijma mereka atas suatu

hukum mengenai suatu kejadian.22

Sedangkan menurut Muhammad Abu Zahrah, dalam buku Satria Efendi yang

berjudul Usul Fiqh, mengatakan bahwa ijma adalah sah dijadikan sebagai dalil hukum.

Sungguhpun demikian, mereka berbeda pendapat mengenai jumlah pelaku kesepakatan

sehingga dapat dianggap sebagai ijma yang mengikat umat islam. Menurut mazhab

Maliki, kesepakatan sudah dianggap ijma meskipun hanya merupakan kesepakatan

penduduk Madinah yang dikenal dengan ijma ahl al-Madinah. 23

22 Abdul Wahab Khalap, Kaidah-Kaidah Hukum Islam(Ilmu Ushul Fiqh), (Jakarta: PT. Raja

Grapindo Persada), Cetakan Keenam, h.63-64. 23 Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana Prenada Medi Group, 2005), Cet, II.

h.125.

Page 32: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

Definisi di atas sudah jelas bahwa ijma adalah kesepakatan dengan suara bulat

dari para ulama muslim (ulama mujtahid). Dengan disepakatinya ijma sebagia sumber

hukum islam yang ketiga setelah sunnah, berarti ijma merupakan suatu hukum yang kuat

dalam sistem hukum islam dan mungkinkah dalam kontek sekarang ijma terjadi?

Pengertian sebagai mana dimaksud tidak mungkin terjadi lagi, kecuali pada masa

ke khalifahan Abu Bakar dan utsman, karena pada masa itu para ulama masih sedikit dan

mereka berkumpul pada suatu tempat, Sebaliknya, pada zaman sekarang para ulama dan

mujtahid telah banyak dan terpencar di seluruh pelosok bumi yang sukar sekali untuk

mengetahui bahwa mereka tahu tentang masalah yang akan di ijmakan tersebut, lagi pula

faktor-faktor yang melatarbelakangi masyarakat mereka tidak sama, hal lain yang tidak

memungkinkan terjadinya ijma menurut pengertian di atas adalah kesukaran dalam

menentukan mana yang mujtahid dan mana yang bukan.

Namun, jumhur ulama berpendapat bahwa ijma tersebut mungkin terjadi, dan

kenyataannya, ini terjadi pada masa Khalifah Abu Bakar seperti haramnya minyak babi,

nenek mendapat seperenam dalam warisan, dan terhijabnya cucu laki-laki dalam

warisan.24

Pada masa sekarang telah banyak berdiri negara-negara Islam yang berdaulat atau

suatu negara yang bukan negara Islam tetapi penduduknya mayoritas beragama Islam

atau minoritas penduduknya beragama Islam, pada negara-negara tersebut walau

penduduknya minoritas, tetapi ada peraturan atau undang-undang yang khusus bagi umat

islam. Misalnya : India, mayoritas penduduknya beragama hindu, hanya sebagian kecil

24 Alaiddin Koto, ilmu fiqh dan ushul fiqh, (Jakarta: Pt. Raja Grapindo Persada), 2004, h.80.

Page 33: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

yang beragama Islam, tetapi diberlakukan undang-undang perkawinan khusus bagi umat

Islam. Undang-undang itu ditetapkan oleh pemetintah dan parlemen India setelah

musyawarah dengan para mujtahid kaum muslimin yang ada di India. Jika kesepakatan

para mujtahid India itu dikatakan sebagai ijma, maka ada kemungkinan akan terjadinya

ijma pada masa Khalifah Utsman sampai sekarang sekalipun ijma itu hanya dapat

dikatakan sebagai ijma lokal.

Dengan demikian ijma akan terjadi kalau para mujtahid yang ada di seluruh dunia

itu dikumpulkan di suatu tempat oleh pemerintah (ulil amri) untuk mewakili negaranya

dan disitu mereka diberi hak untuk membuat undang-undang yang mengatur kepentingan

bersama.

Sedangkan dalam pengumpulan itu para mujtahid harus memenuhi syarat-

syaratnya diantaranya adalah :

a) Memiliki pengetahuan tentang Al-Qur’an

b) Mumiliki pengetahuan tentang Sunnah

c) Menguasai bahasa Arab dan maqasid Al-Syariah.

2. Qiyas

Sebenarnya qiyas merupakan bentuk utama yang dipakai oleh para mujtahid

dalam upaya mereka berijtihad menemukan hukum dari peristiwa-peristiwa yang

hukumnya tidak disebabkan oleh nash secara tegas, dalam arti para ulama melakukan

Page 34: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

qiyas untuk menemukan suatu hukum yang belum ada dalam nash tetapi dihubungkan

kepada peristiwa hukum yang sudah ada dalam nash.

Qiyas secara lugot ialah mengira-ngirakan sesuatu kepada sesuatu masalah yang

lain, sedangkan menurut istilah ialah dua asal (Al-Qur’an dan cabang) menyandarkan

sesuatu kepada sesuatu yang lain di dalam hukum, seperti menyandarkannya perasan

anggur kepada khammer di dalam haramnya dengan kumpulnya sesuatu yang

memabukkan.25

Qiyas menurut ulama usul ialah menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada

nashnya, dalam hukum yang telah ditetapkan oleh nash karena adanya kesamaan dua

kejadian itu dalam dua illat hukumnya.26

Sedangkan qiyas menurut Imam Syarifuddin Yahya adalah membalikkan cabang

kepada asal di dalam hukum sohih yang syar’i karena ada illat yang kumpul di dalam

hukum.27 Dan Menurut Syekh Ahmad bin Muhammad Ad-Damyati ialah

mengembalikan cabang kepada asal dengan ill’at yang mengumpulkan antara asal dan

cabang di dalam hukum seperti qiyasnya tanaman kepada gandum.28

Qiyas sebagai salah satu metode penerapan hukum yang disistematisasikan

ternyata mengalami perubahan makna dan fungsi secara signifikan, sebelum adanya

pembakuan oleh Asyafi’i dan Al-Risalah, qiyas belum dalam formulasi yang baku, ia

25 Syeh Ibrahim Al-Bajury, Khosyiatul Bajury A’la Matan Sulam, (Semarang: Sarkatun Nu,r

Asia), h.58. 26 Abdul Wahab Khalaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul Fiqh), (Jakarta: PT.Raja

Grapindo Persada, 1996), Cet Keenam. h.76. 27 Imam Syarifuddin Yahya al-Imriti, Lathoipul Isyarohj 28 Syeh Ahmad bin Muhammad Ad-Damyati, (Syarah Waroqot), (Semarang: Putra Semarang),

h.22.

Page 35: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

masih dalam bentuknya yang bebas suatu penalaran liberal, spekulatif dan dinamis dalam

menentukan masalah. Qiyas sebagai penalaran hukum (legal reasoning) ini lazim disebut

juga dengan istilah penalaran (ra’y), ia berlaku mulai pada masa Rasulallah sebagai

embrionya dan semakin matang pada masa Abu Hanifah.29

As-syafi’i adalah sebagai pendiri atau pencetus qiyas karena dari beliaulah qiyas

mulai memakai aturan dan tidak liberal lagi.

Adapun unsur atau rukun qiyas adalah :

a) Ashl, yakni sesuatu yang dinashkan hukumnya yang menjadi sandaran qiyas.

Disebut juga dengan Al-Maqis Alayh atau Al-Musyabbahbih. Ashl ini harus

berupa nash Al-Qur’an, Sunnah atau Ijma. Disamping itu ia juga harus

mengandung ill’at hukum.

b) Far’u (cabang), sesuatu yang tidak dinashkan hukumnya, yakni yang

diqiyaskan, disebut juga dengan al-maqis atau dengan al-musabbah. Untuk

cabang ini harus memenuhi syarat :

1. Cabang ini tidak mempunyai hukum yang tersendiri,

2. Illat hukum yang ada pada cabang harus sama dengan yang ada pada ashl.

3. Cabang tidak lebih dahulu ada daripada ashl,

4. Hukum cabang harus sama dengan hukum ashl.

29 Muhammad Roy, Usul Fiqh Madzhab Aristoteles, (Yogyakarta: Safiria Insani Press, 2004), h.6.

Page 36: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

c) Hukum ashl, yakni hukum syara yang dinashkan pada pokok yang kemudian

akan menjadi hukum pada cabang. Untuk hukum ashl harus memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut :

1. Hukum ashl harus merupakan hukum yang amaliyah,

2. Huku ashl maknanya harus logis atau rasional,

3. Hukum ashl bukan hukum yang khusus,

4. Hukum ashl masih tetap berlaku, apabila sudah tidak berlaku lagi

seperti sudah dimansukh, maka tidak bias dijadikan hukum ashl.

d) Illat hukum, yakni suatu sifat yang nyata dan tertentu yang berkaitan dengan

ada dan tidak adanya hukum. Illat hukum harus memenuhi syarat-syarat

berikut :

1. Illat itu harus merupakan sifat yang nyata seperti memabukan dapat

diinderai adanya pada khamar.

2. Illat harus merupakan sifat tegas dalam arti dapat dipastikan wujudnya pada

cabang,

3. Illat hukum mempunyai kaitan dengan hikmah hukum, dalam arti illat

merupakan penerapan hukum untuk mencapai tujuan syari’at, seperti

memabukkan ada kaitannya dengan keharaman khamar.

Page 37: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

4. Illat bukan hanya terdapat pada ashl, sebab jika sifat itu hanya terbatas pada

ashl tidak mungkin dianalogikan, seperti kakhususan Rasulullah tidak bias

diqiyaskan kepada orang lain, dan

5. Illat tidak berlawanan dengan nash, jika berlawanan maka nash yang

didahulukan.30

3. Istihsan

Dalam bahasa Arab istihsan berarti menganggap sesuatu itu baik, adapun term

yang dipakai oleh ulama ushul adalah meninggalkan hukum suatu hal atau peristiwa yang

bersandar pada dalil syara menuju kepada hukum lain yang bersandar pada dalil syara

pula, karena ada suatu dalil syara yang mengharuskan untuk meninggalkan dalil tersebut.

Dalam istihsan ada dua dalil dalam menetapkan hukum suatu hal atau peristiwa :

1) Dari segi dalil yang di tinggalkan dan dalil yang dipakai

a) Dari qiyas jaliy menuju qiyas khafry

Misalnya : menurut qiyas, hak pengairan dan jalan lintas yang ada dalam tanah

pertanian yang diwakafkan, tidak termasuk yang diwakafkan jika tidak disebutkan

dengan jelas

Menurut qiyas jaliy itu disamakan dengan jual beli, dalam jual beli, hak jalan

lintas dan pengairan tidak termasuk dan begitu pula dalam wakaf.

30 Saifudin Nur, Ilmu Fiqh (Suatu Pengantar Komprehensif Kepada Hukum Islam), (Bandung:

Tafakur,2007), h.51-52.

Page 38: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

Sedangkan dalam qiyas khafiy itu disamakan dengan sewa menyewa, dalam sewa

menyewa tanah pertanian hak jalan lintas dan pengairan itu termasuk karena

tujuannya tidak untuk memiliki, begitu juga dengan wakaf.

b) dari hukum yang umum kepada hukum pengecualian

Misalnya : orang yang dititipi barang lalu barang tersebut hilang dengan

kelalainnya maka orang tersebut harus menggantinya. Kecuali sang ayah dititipi

oleh sang anak.

2) Dari segi sandaran istihsan, yaitu :

a) Dasar yang berupa qiyas, seperti contoh di atas.

b) Dasar berupa nash, seperti larangan menjual barang yang belum jelas atau tidak

ada, tetepi dalam istihsan itu diperbolehkan untuk salam (memesan) terlebih

dahulu.

c) Dasar yang berupa kebiasaan, seperti pemesanan barang, yang seharusnya tidak

sah, karena barangnya belum ada, akan tetapi menurut istihsan itu diperbolehkan.

Golongan Hanafiah istihsan dijadikan hujjah atau dalil hukum, begitu juga

sebagian besar golongan Malikiyah dan Hanabilah menggunakan istihsan dalam

menetapkan suatu hukum. Adapun Imam Syafi’i mengingkari istihsan sebagai hujjah dan

barang siapa yang beristihsan berarti ia telah mengadakan syariat sendiri, sedangkan yang

berhak mengadakannya hanyalah Allah dan Rasul-nya.

Page 39: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

4. Mashlahah Mursalah

Mashlahah mursalah adalah kebaikan (kemaslahatan) yang tidak disinggung-

singgung syara secara jelas untuk mengerjakan atau meninggalkannya, sedangkan apabila

dikerjakan akan membawa manfaat. Dalam mashlahah mursalah diharuskan syarat-syarat

sebagai berikut :

a). Hanya berlaku dalam bidang mu’amalah, karena persoalan ibadah tidak berubah.

b). Tidak berlawanan dengan maksud syariat atau salah satu dalilnya.

c). Mashlahah ada karena kepentingan yang nyata dan diperlukan oleh masyarakat.

Imam Malik adalah seorang faqih yang paling banyak menggunakan mashlahah

mursalah, beliau beralasan bahwa Tuhan mengutus Rasulnya untuk mewujudkan

kemaslahatan manusia.

Contoh dari mashlahah mursalah :

- Dalam al-Qur’an dan Sunnah tidak ada nash yang melarang

mengumpulkan al-Qur’an dari hafalan kedalam tulisan,

meskipun demikian para Sahabat di zaman Abu Bakar untuk

menulis dan mengumpulkannya untuk kemashlahatan ummat

yang saat itu Sahabat yang hafal al-Qur’an banyak yang

meninggal.

- Pencatatan perkawinan dalam surat yang resmi menjadi maslahat

untuk sahnya gugatan dalam perkawinan, waris dan lain-lain.

Page 40: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

5. `Urf

’Urf adalah apa yang biasa dilakukan orang, baik ucapan maupun perbuatan, dengan kata

lain adalah adat kebiasaan. Seperti kebiasaan dalam ucapan walad yang biasanya

diartikan untuk anak laki-laki.

Secara garis besar ’urf di bagi menjadi dua :

1). ’Urf yang benar (shahih), yakni adat kebiasaan yang tidak menyalahi ketentuan syara

seperti membayar mahar (maskawin) di muka.

2). ’Urf yang rusak (fasid), yakni adat kebiasaan yang berlawanan dengan ketentuan

syara, atau membawa kerusakan seperti membiasakan transaksi-transaksi yang

bersifat riba.

Ada beberapa alasan pengambilan ’Urf, yaitu :

a. Syariat Islam dalam menetapkan hukum juga mempertahankan kebiasaan yang berlaku

pada bangsa Arab, seperti syarat kafa’ah dalam perkawinan.

b. Apa yang biasa dilakukan orang, baik ucapan maupun perbuatan, menjadi pedoman

hidup yang dibutuhkan selama mengandung kebaikan dan kemaslahatan.

Page 41: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

BAB III

PENDAPAT IMAM SYAFI’I DAN IMAM JA’FAR TENTANG PERAN

AKAL TERHADAP ISTIMBAT HUKUM ISLAM

A. Biografi Imam Syafi’i

Nasab Imam Syafi,i

Ayahnya adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’i bin Sa’ib

bin Abid bin Abduyazid bin Hisyam bin Muthalib bin Abdul Manaf bin Qusha bin Kilab

bin Murrah, nasabnya dengan Rasulah bertemu pada Abdu Manaf bin Qushai.

Ibunya adalah Fathimah binti Abdullah bin Hasan Husain bin Ali bin Abi Thalib.

Orang-orang mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui Hasyimiyah melahirkan

keturunan kecuali Imam Ali bin Abi Thalib dan Imam Syafi’i, istrinya Hamidah binti

Nafi bin Usman bin Affan.

Imam Muhammad Idris Asy-Syafi’i asal keturunan Quraisy, Ia dilahirkan pada

tahun 150 H, bertepatan dengan tahun dimana Imam Abu Hanifah meninggal dunia. Ia

dilahirkan di Ghazzah, wilayah Palestina pada jum’at akhir pada bulan Rajab. Tatkala

umurnya mencapai dua tahun, ibunya memindahkannya ke Hijaz dimana sebagian besar

penduduknya berasal dari Yaman, ibunya sendiri berasal dari Azdiyah. Keduanyapun

menetap disana. Namun ketika umurnya telah mencapai sepuluh tahun, ibunya

memindahkannya ke Makkah karena khawatir akan melupakan nasabnya. .31

31 Imam Syafi’i, Ringkasan Kitab Al-Umm, (Jakarta, Pustaka Azzam, 2005). h. 3-9 Sobhi Mahmassani, Filsafat Hukum Dalam Islam, (Bandug: PT. Al-Ma’arif, 1981), Cet, Kedua,

h.50. Mahmud Salthut, Terjemahan Dari Kitab Muqaranatulmazdhab Fil Fiqh, (Bandung:

CV.Pustaka Setia, 2000),Cet. Kesatu h.17.

Page 42: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

Imam Syafi’i sejak kecil hidup dalam kemiskinan. Ketika beliau diserahkan ke

bangku pendidikan, para pendidik tidak mendapatkan upah dan mereka hanya terbatas

pada pengajaran. Namun setiap kali seorang guru menajarkan sesuatu kepada murid-

muridnya, terlihat Syafi’i kecil dengan ketajaman akal yang dimilikinya sanggup

menangkap semua perkataan serta penjelasan gurunya. Setiap kali gurunya untuk

meninggalkan tempatnya, Syafi’i mengajarkan lagi apa yang didengar dan dipahaminya

kepada anak-anak yang lain, sehingga dari apa yang dilakukannya ini Syafi’i

mendapatkan upah. Setelah menginjak umur yang ketujuh, Syafi’i telah menghafal

seluruh Al Qur’an dengan baik.

Syafi’i bercerita, “ketika saya mengkhatamkan Al Qur’an dan memasuki masjid,

saya duduk di majelis ulama. Saya menghafal hadits-hadits dan masalah-masalah fikih.

Pada saat itu, rumah kami berada di Makkah. Keadaan saya sangat miskin, dimana saya

tidak memiliki uang untuk membeli kertas, namun saya mengambil tulang-tulang

sehingga dapat saya gunakan untuk menulis.”

Ketika menginjak umur 13 tahun, ia juga memperdengarkan bacaan Al-Qur’an

kepada orang-orang di Masjidil Harram, ia memiliki suara yang sangat merdu.

Hakim mengeluarkan hadits dari riwayat Bahhar bin Nasr, ia berkata, “apabila

kami ingin menangis, kami mengatakan kepada sesama kami”, pergilah kepada pemuda

kahfi!” apabila kami telah sampai kepadanya, ia mulai membuka dan membaca Al-

Qur’an sehingga manusia yang ada di sekelilingnya banyak yang berjatuhan

dihadapannya karena kerasnya menangis. Kami terkagum-kagum dengan kemerduan

Lihat juga : Abi Abdullah Muhammad Ibn Idris Assyafi’i, Al-Umm, (Bairut Libanon, Darul Fikr,

2009M/1429H), Zuz Awal, h. 4 Muhammad bin Idris bin Syafi’i, Al-Umm, (Darul Wafa, 2005/1426), h. 6

Page 43: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

suara yang dimilikinya, sedemikian tingginya ia memahami Al-Qur’an sehingga banyak

terkesan bagi para pendengarnya.”

Ia kemudian mulai belajar menghapal banyak hadits, untuk itu, ia turut serta

belajar pada guru-guru tafsir dan guru-guru ahli di bidang ilmu hadist. Pada masa itu

harga kertas sangat mahal, untuk mencatat pelajaran, ia mengumpulkan kepingan-

kepingan tulang yang lebar dan besar, di atas tulang belulang itulah ia menulis catatan-

catatannya. Bila tak ditemukan tulang, ia pergi ke Diwan (tempat masyarakat

mencatatkan berbagai urusannya dalam kehidupan sehari-hari, semacam kantor) untuk

mengumpulkan buangan kertas yang bagian belakangnya masih dapat digunakan untuk

menulis catatan pelajaran.

Sulit baginya untuk dapat memperoleh kertas, karena itu ia lebih menghandalkan

ingatan melalui cara menghapal. Karena kebiasaan itulah As-Syafi’i memiliki daya ingat

yang amat kuat, sehingga dapat menghapal semua pelajaran yang diterima dari guru-

gurunya.32

Guru-Guru Imam Syafi’i

1. Muslim bin Khalidaz-Zanji Mufti Mekkah tahun 180 H yang bertepatan

dengan tahun 760M, ia adalah Maula (budak) Bani Makzum.

2. Sufyan bin Uyai’inah Al-Hillali yang berada di Mekkah, ia adalah salah

seorang yang terkenal ke-Tsiqahannya (jujur dan adil).

3. Ibrahim bin Yahya, salah seorang Madinah.

32 Abdurrahman Asy-Syarqawi, Riwayat Sembilan Imam Fiqh, (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1999),

h.383.

Page 44: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

4. Malik bin Annas. Syafi’i pernah membaca kitab Al-Muattho’ kepada Imam

Malik setelah ia menghapalnya diluar kepala, kemudian ia menetap di

Madinah sampai Imam Malik wafat tahun 179 H, bertepatan dengan tahun

795 M.

5. Waki’ bin Jarrah bin Malik Al Kuf’i

6. Hammad bin Utsama al Hasyimi Al Kufi

7. Abdul Wahab bin Abdul Majid Al Bassri33

8. Muhammad bin Syafi’i paman beliau sendiri

9. Abbas kakeknya Imam As-Syafi’i

10. Fudhail bin Iyadl,

11. Ibrahim bin Abu Yahya Al-Aslamy Al-Madany

12. Muhammad bin Hasan

Beliau juga mengambil ilmu dari ulama-ulama negeri Yaman diantaranya :

1. Mutharif bin Mazin

2. Hisyam bin Yusuf Al-Qadhi

Di dalam Ar-Risalah beliau menerangkan bahwa dasar-dasar tasyri yang

dipeganginya, ialah :

a) Al-qur’an menurut Dhahirnya,

b) As Sunnah walaupun ahad

c) Ijma dan

d) Qiyas

As-Syafi’i telah dapat mengumpulkan antara Tariqhat Ahlul Ra’yi dengan

Thariqhat Ahlul Hadits, lantaran itu menjadilah mazhabnya tidak terlalu cenderung

33 Imam Syafi’i, Ringkasan Kitab Al-Umm , (Jakarta: Pustaka Azzam, 2005). h.3-9.

Page 45: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

kepada ahlul hadits dan tidak terlalu cenderung kepada ahlul ra’yi. Beliau menerima Al-

Qur’an, As-Sunnah, Ijma, Qiyas dan Al-Istidlal. Tetapi menolak Istihsan yang dipegang

oleh Abu Hanifah dan maslahah Mursalah yang dipegang oleh Malik. Diantara kitab As-

Syafi’i yang terpenting yang sampai kepada kita adalah : Ar Risalah, dalam bidang Ushul

Fiqh, Al Umm dalam bidang Fiqh, Mukhtaliful Hadits dan Musnad dalam bidang Hadits.

Sahabat-sahabat As-Syafi’i dan pengembang-pengembang madzhabnya.

Pengikut-pengikut As-Syafi’i banyak tersebar di Hijaz, Irak, Mesir dan di daerah-

daerah lain.

Diantara sahabat-sahabatnya yang terkenal di mesir ialah :

- Abu Ya’qub Yusuf ibn Yahya Al Buwaithi

- Abu Ibrahim Isma’il ibn Yahya Al Muzani (wafat 264 H)

- Ar Rabi’ ibn Sulaiman ibn Abdil Jabbar Al Muradi (wafat 270 H)

- Ar Rabi’ ibn Sulaiman Al Jizi (wafat 256 H)

Kemudian madzhab beliau dikembangkan oleh beberapa ulama terkenal,

diantaranya :

- Abu Ishaq Al Fairuzzabidi (476 H)

- Abu Hamid Al Ghazali (505 H)

- Abdul Qasim Ar Rafi’i (623 H)

- Izuddin ibn Abdis Salam 9660 H)

- Muhyiddin An Nawawi (676 H)

- Ibnu Daqiqil Id (702 H)

Pada masa sekarang ini madzhab Syafi’i berkembang di Palestina, Yordania,

Libanon, Syria, Irak, Pakistan, India, Indonesia, dan Jazirah Indo Cina. Juga orang-orang

Page 46: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

Persia dan Yaman yang sunni bermadzhab dengan madzhab As-Syafi’i sekitar 100 juta

ummat islam menganut madzhab As-Syafi’i. 34

Imam Syafi’i adalah murid Imam Malik yang paling disayang, sehingga beliau

tinggal di rumah Imam Malik dan kehidupan beliau pun dibiayai oleh Imam Malik.

Sampai beliau kembali ke Mekkah tahun 181 H, beliau dipandang sebagai penganut

mazdhab Maliki, karena selama beliau berada di Irak, Syiria, Palestina yaitu di kota

Ramlah beliau masih mengajarkan kitab muwaththa’ karangan Imam Malik. Terus beliau

mempelajari fiqh Irak sebagai bahan pengembangan mazdhab Hanafi dan beliau langsung

belajarnya kepada ulama besar yaitu Muhammad bin Hasan, dari kedua mazdhab yang

beliau kuasai ternyata masih terdapat kekurangan-kekurangan, dari kekurangan-

kekurangan itulah beliau langsung mengadakan analisa dan sintesa antara kedua pendapat

itu. Kemudian beliau menetapkan pokok-pokok pikirannya dalam mengistimbatkan

hukum.35

Pokok-pokok pikiran beliau ini terbentuk setelah beliau kembali ke Mekah tahun

181 H , kemudian dikembangkan di Bagdad dan Mesir. Beliau mengarang atau menilis

buku-bukunya itu merupakan kumpulan dari pokok-pokok pikiran beliau sehingga

sangatlah mudah dalam mencari bahan-bahan dalam mempelajari mazhabnya.

34 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, (Semarang: PT. Pustaka

Rizki Putra,1999), h.123-125. 35 Muslim Ibrahim, M.A, Pengantar Fiqih Muqaaran, (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama,

1991), Cet. II h. 94.

Page 47: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

B. Biografi Imam Ja’far As-Siddiq

Nasab Imam Ja’far As-Siddiq

Ja’far Ash Shiddiq adalah Ja’far bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin

bin Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib.

Ibunya adalah Ummu Farwah binti Al-Qasin bin Muhammad bin Abu Bakar Ash-

Siddiq, pada beliaulah terdapat perpaduan darah Nabi Muhammad SAW, dengan Abu

Bakar Ash-Siddiq RA.

Dilahirkan pada hari senin 17 Rabi’ul Awwal tahun 80 Hijriah di Madinah, pada

tahun yang sama dengan kelahiran pamannya, Imam Zaid bin Ali Zainal Abidin dan

Imam Abu Hanifah.

Imam Ja’far lahir dengan rumah tangga ilmu, rumah tangga yang menjadi cermin

bagi ilmu pengetahuan di kota Madinah. Semua keluarga Nabi pada masa itu menjauhi

arena politik dan lebih mengutamakan keilmuan.

Kakek beliau adalah Ali Zainal Abidin , ia adalah seorang imam di Madinah

sedangkan ayah beliau adalah Muhammad Al-Baqir adalah pengganti ayahnya dalam

bidang ilmu yang menjadi tumpuhan para ulama disetiap daerah. Beliau dikunjungi oleh

ulama-ulama syi’ah, ahli sunnah, ahli hadits dan ahli fiqh. Diantaranya Sufyan Ats-

Tsauri, Sufyan Ibn Uyainah dari ahli hadist, dan Abu Hanifah dari ahli fiqh. Beliau juga

dikenal sebagai seorang mufassir al-qur’an dan mufassir hadist yang menyelami hikmah-

hikmah awamir dan nawahi serta. Dengan demikian Imam Ja’far memperoleh hikmah-

hikmah ilmu yang ditangkap oleh ayahnya. Al-Baqir yang wafat pada tahun 114 hijriyah

Ibunya juga datang dari keluarga ilmu beliau adalah cucunda Abu Bakar Ash

Shiddiq yang bernama Ummul Farwah binti Al-Qassim bin Muhammad bin Abu Bakar.

Page 48: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

Ayah tertua ja’far adalah Al-Qassim ( W. 180 H). besar dalam keadaan Ummul

mukminin Aisyah Al-Qassim sering meriwayatkan hadits-hadits Aisyah, ia termasuk

dalam golongan fuqh Sab’ah (tujuh ahlu fuqh) yang mengembangkan ilmu-ilmu Madinah

kepada para ulama yang datang sesudahnya, yang kemudian ditampung oleh Imam

Malik, Al-Qasimpun terkenal sebagai seorang ahli naqad, pandai menilai riwayat dan

sannad hadist.36

Imam Ja'far Shadiq adalah Imam Keenam dalam hirarki dua belas Imam Maksum.

Panggilannya adalah Abu Abdillah dan gelarnya yang masyhur adalah As-Shadiq, Al-

Fadil dan At-Tahir. Imam Shadiq adalah putra Imam Baqir, Imam Kelima, dan ibunya

adalah putri dari Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar.

Imam Ja'far Shadiq dibesarkan oleh datuknya, Imam Zainal Abidin di Madinah

selama dua belas tahun dan dilanjutkan oleh lindungan kasih ayahandanya Imam

Muhammad Baqir selama sembilan belas tahun.

Setelah Syahadah ayahandanya pada tahun 114 H, Imam Ja'far Shadiq menjadi

Imam Keenam menggantikan ayahandanya, dan misi suci Islam dan bimbingan ruhani

dilimpahkan ke atas pundaknya dari Rasulullah SAW, melalui suksesi para Imam

sebelumnya.

Beliau berguru langsung dengan ayahnya, Muhammad Al-Baqir disekolah

ayahnya, yang banyak melahirkan tokoh-tokoh ulama besar islam, Ja’far adalah ulama

besar dalam banyak bidang ilmu seperti, ilmu filsafat, ilmu tasawuf, ilmu fiqh, ilmu

kimia, dan ilmu kedokteran. Beliau adalah mazhab yang keenam dari dua belas (12)

imam dalam mazhab syiah imamah.

36 Mahmud Salthut, Terjemahan Dari Kitab Muqaranatulmazdhab Fil Fiqh, (Bandung:

CV.Pustaka Setia, 2000), Cet. Kesatu, h.9.

Page 49: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

Ahli sunnah berpendapat bahwa Ja’far adalah seorang mujtahid dalam ilmu fiqh

yang mana beliau sudah mencapai ketingkat laduni, beliau dianggap sufi ahli sunnah

dikalangan syekh-syekh mereka yang besar, serta padanyalah tempat puncak pengetahuan

dan darah Nabi Muhammad SAW yang suci.

Imam Abu Hanifah berkata : saya tidak dapati orang yang lebih faqih dari Ja’far

bin Muhammad.37

Demikian mashurnya Imam Ja’far dalam masa hidupnya, sehingga Al-Mansyur,

Khalifah Abbasyiah kedua, selalu mengundangnya dengan hormat ke Istana,

memuliakannya, menanyakan pikiran-pikirannya, nasihatnya dan beberapa petunjuk. Abu

Muslim Al-Khurasani, pencipta kerajaan Abbasyiah, pernah menawarkan kedudukan

khalifah kepada Imam Ja’far Ash-Siddiq, tetapi ditampiknya.

Selanjutnya Zaid bin Ali menerangkan, bahwa Imam Ja’far banyak meninggalkan

tulisannya yang dapat membersihkan ibadat syiah, ia orang yang terpilih dalam kebajikan

dan ahli hadits dalam golonganya. Ad-Dawaniqi menerangkan, bahwa ia tiap

mengunjungi imamah Ja’far selalu menemuinya dalam tiga hal, dalam sembahyang,

dalam puasa atau dalam membaca al-qu’an dan bahwa dia seorang yang alim, ahli ibadat

dan ahli wara’, sementara ibn Al-Muqaddam tatkala ia menceritakan keadaan Imam

Ja’far menjelaskan bahwa imam tersebut adalah orang yang sangat ahli dalam ilmu fiqh.

Katanya, bahwa Abu Hanifah pernah pada suatu hari mengemukakan empat puluh

persoalan fiqh, yang dijawabnya dengan lancar, kemudian ia berkata engkau berkata

begini, ahli Madinah berkata begitu dan kami berkata begitu pendirian yang kami

kemukakan ini. Barangkali ada orang yang mengikuti kami, ada orang yang mengikuti

37 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, (Jakarta, PT.Lentera Basri Tama,

1999),Cet. Keempat h. XXiii

Page 50: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

mereka atau orang yang menyalahi kita semua. Abu Hanifah menjawab, “bukankah orang

yang dianggap alim ialah yang banyak mengetahui perselisihan (ikhtilaf) diantara

manusia.38

Guru-Guru Imam Ja’far Ash-Siddiq

Walaupun orang-orang imamah menyatakan bahwa Ja’far seorang yang

mendapatkan ilham, segala imunya diperoleh dengan jalan ilham, tak pernah belajar

dengan seorang, namun kenyataan sejarah membuktikan kekeliruan anggapan itu. Guru-

guru yang utama yaitu :

1) Kakeknya, Ali Zainul Abidin. Inilah guru pertamanya. Zainul Abidin wafat

ketika Ja’far berumur 14 tahun. Zainul Abidin menerima ilmu dari tokoh-

tokoh ahlibait dan para tabi’in.

2) Ayahnya Muhammad Al-Baqir. Muhammad Al-Baqir adalah seorang guru

Abu Hanifah dan guru Zaid Ibn Zainul Abidin, yang selalu mengadakan

hubungan ilmiah dengan ulama-ulama Madinah

3) Al-Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakar (ayah ibunya).

Al-Qasim meriwatkan ilmu Aisyah dan Ibnu Abbas. Al-Qasim seorang mujtahid

yang mempunyai pendapat sendiri. Wafat pada tahun 108 dikala Ja’far berumur 28 tahun,

dan diamping iu Ja’far belajar pula pada ulama-ulama tabi’in.39

Beberapa ulama dan imam dari kalangan ahli sunnah pernah menjadi murid Imam

Ja’far, mereka menimba ilmu dari Imam Ja’far tidak seperti seorang murid belajar kepada

38 Abubakar Aceh, Perbandingan Mazhab Syi’ah (rasionalisme dalam islam), Semarang:

CV.Ramadhani, 1980),Cet. Kedua h.108. 39 Teungku Muhammad Ash-Siddiqy, Pokok-Pokok Perbandingan Imam Mazhab, (Semarang:

PT. Pustaka Rizki Putra, 1997), Cet. II h.392-393.

Page 51: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

gurunya, tetapi dengan jalan mengambilnya langsung dari pemikiran-pemikirannya.

Dengan jujur mereka mengakui ketinggian ilmu dan martabatnya sebagai ulama puncak

pada zamannya dan sebagai ulama dari Ahlul Bait Rasulullah saw, hal itu dinyatakan

terus terang oleh Syekh Sulayman didalam Al-Yanabi dan oleh Imam An-Nawawi di

dalam Ahdzib Al-Asma Wa Al-Lughot. Bahkan soal mengambil ilmu dari Imam Ja’far

oleh mereka dipandang sebagai kehormatan dan fadhilah, yaitu sebagaimana yang

dinyatakan oleh Imam Asy-Syafi’i di dalam Muthalib As-Sual.

C. Pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ja’far Ash-Siddiq Dalam Peran Akal

Terhadap Istinbat (penetapan) Hukum Islam

Mendudukan akal pada posisi yang penting, karena melihat fungsinya sebagai alat

untuk menyikap hikmah, dan dasar-dasar hukum – illat al-hukm-serta maksud dan tujuan

hukum (maqasid al-ahkam), akan mempunyai pengaruh besar dalam proses pengambilan

dan penetapan (al-istinbat) dan penetapan (at-tatboiq) hukum dari sumber-sumber wahyu

(nash) al-Qur’an dan Sunnah. Walaupun akal tidak dianggap sebagai sumber hukum yang

berdiri sendiri, melainkan, masih punya kaitan yang erat dengan sumber hukum lain.

Kendati demikian sisi urgensitasnya akal tersebut adalah, terletak dalam

kemampuannya dalam melihat serta memahami secara cermat, baik itu hikmah-hikmah,

dasar-dasar hukum, serta maksud hukum itu ditetapkan. Yang menurut syi’ah hal itu

harus selalu berada pada bingkai upaya memelihara dan menciptakan kemaslahatan dan

mencegah kemafsadatan.40

40 Jaenal Aripin, Ma, Rasionalitas Dalam Hukum Syi’ah Imamiyah, (Jakarta: UIN Press, 2009),

h.124.

Page 52: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

Oleh karena itu, untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengaruh akal terhadap

proses pengambilan dan penetapan hukum islam, maka pengukurannya adalah dari :

a) Pendapat Imam Syafi’i

Penggunaan akal yang liberal telah memberikan lahan subur bagi berkembangnya

beraneka ragam hukum di masyarakat, tidak jarang satu permasalahan hukum

mendapatkan jawaban yang berbeda di tempat yang berbeda pula. Ibn Muqaffa

menceritakan bahwa perbedaan pendapat tentang hukum telah menimbulkan situasi yang

sangat kacau, sehingga sesuatu yang dianggap halal di Hirah, bisa menjadi sesuatu yang

haram di Kufah, bahkan lebih dari itu, suatu kasus hukum bisa dianggap halal dan haram

disuatu daerah.

Berdasarkan fenomena ini, maka disuatu sisi, penggunaan akal akan memberikan

kedinamisan hukum, namun di sisi lain menimbulkan kekacauan di berbagai daerah

karena tidak adanya kesepakatan dan kepastian hukum. Hal inilah yang mendorong

beberapa ulama untuk menciptakan kesatuan hukum dan membatasi pengunaan akal

(ra’y). salah satu dari beberapa ulama tersebut yang berhasil melakukan pembatasan

penggunaan ra’y (akal) adalah Muhammad bin Idris al-Syafi’i dengan menggunakan

metode qiyasnya.

Al-Syafi’i memang sengaja memformulasikan qiyas dengan syarat yang ketat

agar membendung penggunaan ra’y (akal) yang sewenang-wenang sebagaimana mazhab

hukum awal. Dan baginya ijtihad atau penalaran hukum yang sah dan boleh dilakukan

oleh seorang mujtahid, hanylah qiyas. Kemudian As-Syafi’i memberikan syarat-syart

seseorang boleh melakukan qiyas, yaitu menguasai bahasa arab dan unsur-unsurnya,

seperti nahwu, shorof, dan balaghah, mengetahui ajaran-ajaran al-qur’an, seperti etika

Page 53: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

qur’ani, nasikh mansukh, dan lafad umum atau khusus, mendalami al-sunnah,

permasalahan-permasalahan yang disepakati dan diikhtilafi, dan menguasai logika yang

benar dan akal sehat. Dengan adanya syarat-syarat ini, maka pengalaman qiyas menjadi

sempit, karena seseorang mujtahid yang akan mengamalkan qiyas harus memenuhi

syarat-syarat yang cukup berat. Lebih dari itu, metode qiyas yang dimaksud oleh As-

Syafi’i, terbatas hanya untuk menyingkapkan hukum yang secara praktis ada di dalam

teks-teks keagamaan, meskipun keberadaannya samar atau tersembunyi.

Berdasarkan inilah As-Syafi’i memulai teori qiyasnya dengan keterangan tentang

nash. Baginya, nash adalah “teks yang hanya mengandung satu arti” atau ‘teks yang

penafsirannya adalah teks itu sendiri”. Disini jelas tidak ada peran ra’y dalam

menafsirkannya. Selanjutnya ia sengaja mempertentangkan ra’y dengan nash, dengan

demikian sesuatu yang tidak ada nashnya tidak beleh mendapatkan penafsiran dari ra’y,

sementara menurut syafi’i tidak satupun peristiwa yang terjadi pada seseorang, kecuali

terdapat dalil petunjuk tentang peristiwa tersebut dalam nash al-qur’an dan sunnah.

Dengan demikian akal tidak mendapat peran independen sama sekali dalam andil

memutuskan suatu hukum. Ini artinya konsep qiyas menurut As-Syafi’i hanyalah upaya

untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya sudah ada dalam nash, sehingga secara tidak

langsung, ia membatasi peran akal mujtahid pengguna qiyas dalam mengetahui dalil-dalil

hukum yang berada diluar al-qur’an dan al-sunnah.

Pada masa itu terdapat permusuhan antara ahli hadist dan ahli ra’y yang saling

menghegemoni dalam memutuskan suatu hukum. Menurut As-Syafi’i, al-hadist hanya

menggunakan al-hadist saja dalam menggali hukum tanpa peran ra’y sama sekali, dan

Page 54: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

juga sebaliknya, al-ra’y hanya menggunakan ra’y saja dalam menggali hukum tanpa

peran al-hadist sama sekali.

Dengan adanya pertentangan dari kutub itu, maka timbullah suatu ketidak

harmonisan dalam arti perselisihan antara ahli hadist dan ahli ra’y sehingga terjadilah

permusuhan dan pertentangan dalam penggalian hukum islam.

Berdasarkan kedua kutub ekstrim yang saling bertentangan ini, lantas As-Syafi’i

mencari jalan tengah, yaitu dengan teori qiyasnya, bahwa peran akal masih tetap

difungsikan, namun tidak bebas seperti halnya penggunaan ra’y, tetapi diarahkan sesuai

dengan nash agama, seakan As-Syafi’i telah menjadi aliran moderat, yang mencoba

menggabungkan dua ekstrim yang berbeda.41

Penggabungan yang dilakukan oleh imam Syafi’i telah menimbulkan

kegoncangan, turutama bagi mereka yang tidak setuju atau tidak mengakui dengan

adanya qiyas.

b) Pendapat Imam Ja’far As-Sidiq

Akal disini mempunyai peranan penting dalam proses pengambilan (al-istimbat)

dan penerapan dari sumber-sumber wahyu (nash) al-Qur’an dan la-Hadist, walaupun akal

tidak dianggap sebagai sumber hukum yang berdiri sendiri, melainkan masih punya

kaitan yang erat dengan sumber hukum yang lain.

Syi’ah sepakat menerima al-Qur’an dan Sunnah sebagai pokok-pokok dasar

hukum-hukum agama atau fiqh. Dari zaman Nabi sampai sekarang ini Qur’an itu

diterima sebagai sumber pertama untuk penerapan hukum, karena peraturan-peraturan

41 Muhammad Roy, Ushul Fiqh Madzhab Aristoteles, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2004),

h.41-45.

Page 55: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

yang ada dalam al-qur’an itu dianggap sudah lengkap mengenai ibadat, mua’malah,

perorangan, pidana dan perdata yang tidak kurang dari lima ratus ayat, semuanya, dapat

mengisi hukum fiqh.

Sunnah bagi orang-orang syi’ah adalah penyempurnaan bagi Qur’an, merupakan

satu sumber yang tidak diragu-ragui lagi akan kebenarannya, ia hampir tidak berbeda

dengan al-Qur’an42

Akal mempunyai kedudukan dalam pandangan syi’ah imamiyah mereka

mengatakan bahwa akal mempunyai dua martabat :

a) Akal guna menghadapi qadliyah-qadliyah yang baru diyakini seperti tentang

ma’rifat kepada allah dan tentang nubuwwah.

b) Akal untuk menghadapi hukum terhadap masalah-masalah yang tidak

diperolehnash atau ijma.

Pendapat golongan imamiyah dalam hal ini memberikan kesempatan hukum

taklify dapat diketahui dengan akal saja.

Golongan Imamiyah mempergunkan akal :

1. Untuk menentukan mana yang bagus dan mana yang buruk, yang baik

menurut syara, yang buruk dilarang syara.

Mereka menetapkan akal menjadi hakim dalam menentukan hal-hal yang baik dan

hal-hal yang buruk, mengingat bahwa hal-hal itu ada yang baik zatnya, dan ada yang

buruk zatnya.

Golongan imamiyah berpendapat, bahwa segala yang diperintah akal harus

dikerjakan. Segala yang dilarang akal harus ditinggalkan. Dalam pada itu, bukan akal

42 Abubakar Aceh, Perbandingan Mazhab Syi’ah Rasionalisme Dalam Islam, (Semarang: CV.

Ramadhani, 1980), Cet. Kedua h.197-198.

Page 56: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

sendiri yang menyuruh dan melarang. Akal hanya menyikap perintah Allah dan larangan

Allah.

Jalan menetapkan bahwasannya akal dan larangan Allah.

I) Tidak ada suatu urusan, melainkan ada hukum Allah padanya. Maka jika ada

nash, nash itulah yang menyingkap hukum Allah. Jika tidak ada nash,

haruslah kita mempergunakan akal untuk menyikap hukum itu.

II) Allah menyuruh kita berilmu, melarang kita bersikap bodoh. Allah menyuruh

kita berilmu, adalah untuk mengetahui sifat-sifat perbuatan, baik atau buruk.

Kalau ada nash, atau ijma hendaklah dipergunakan akal untuk mengetahui

hukum itu.

III) Allah menyuruh kita berlaku adil dan ihsan, Rasulullah tidak pernah berbuat

sesuatu yang tidak baik menurut akal.43

Di kalangan ulama syiah filosof dan fuqaha akal dipandang sebagai sumber

pengetahuan yang sangat signifikan. Mereka menyadari fakta bahwa akal adalah sebuah

instrument yang mempunyai multimedia, sehingga dapat menghasilkan dan menyajikan

kebenaran. Karenanya, akal dipandang suatu hikmah (kebijakan), sebentuk pengetahuan

yang sangat diagungkan al-Qur’an dan al-Hadist.

Dalam pandangan syi’ah akal adalah ’sesuatu yang dapat melihat apa yang

tersembunyi dan mengungkapkan apa yang tidak diketahui’ karena itu, cahaya tidak

dapat dipisahkan darinya, sebab cahaya sesuatu yang menghapuskan kegelapan. Beliau

mengungkapkan bahwa, sifat-sifat akal itu berkaitan dan selaras dengan sifat para Rasul.

43 Teungku muammad hasbiash shiddieqy, Pokok-Pokok Pegangan Imam Mazhab, (Semarang:

PT. Pustaka Rizki Putra, 1997),h.58.

Page 57: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

Karena dalam al-Qur’an berulang kali dinyatakan bahwa fungsi para Rasul sebagai

pembawa petunjuk (huda atau hidayah) yang merupakan sifat Ilahi.

Adanya kesesuaian (mulazamah) antara hukum akal dengan hukum syari’at,

karena menurut ulama syi’ah, akal adalah hujjah. Dalam kapasitasnya sebagai hujjjah

Allah, akal dapat dijadikan sebagai alat untuk memahami hukum-hukum syari’at, dimana

hukum syari’at itu mempunyai hikmah (illat) dan tujuan (maqashid al-hukm) secara

sempurna hanya bisa dipahami perantara akal.

Dalam hubungannya dengan ini, akal mempunyai dua fungsi : sebagai penyikap

“illat al-hukm dan penyikap maqashid al-hukm”.

Fungsi pertama : sebagai penyikap al-hukm. Akal merupakan suatu paktor dan

satu-satunya alat yang bisa menyikap sandaran, hikmah dan sebab-sebab hukum. Dengan

alasan bahwa, terkadang sandaran dan sebab-sebab hukum itu mengalami perubahan.

Fungsi kedua : sebagai penyikap tujuan hukum (maqashid al-hukm). Akal dalam

pandangan Syi’ah bisa menyikap sekaligus mengetahui tujuan dan maksud diturunkan

serta ditetapkannya hukum-hukum islam. Yakni untuk menciptakan kemaslahatan dan

kemafsadatan merupakan prinsip-prinsip hukum islam itu sendiri.

Para fuqaha syi’ah mengatakan “hukum-hukum islam adalah hukum bumi”,

dengan kata lain, hukum-hukum islam itu mempunyai kaitan erat dengan maslahat dan

mafsadat yang konkret (al-nafs al-amriyyah) yang ditunjukan untuk kepentingan umat

islam.

untuk menetahui sejauhmana tingkat pengaruh akal terhadap proses pengambilan

dan penetapan hukum, maka pengukurannya adalah dengan melihat kepada hasil

Page 58: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

penetapan hukum itu sendiri, dengan difokuskan kepada dasar-dasar dan maksud atau

tujuan ditetapkannya hukum.

Oleh karena wilayah kajian akal dalam pandangan syi’ah tertuju pada bidang

hukum mua’malah, maka doktrin hukum (hasil penetapan hukum mazhab syi’ah) yang

akan dijadikan sampel untuk mengukur seberapa besar pengaruhnya akal tersebut, adalah

bidang, mua’malah. Salah satu hukum yang masuk dalam kategori ini adalah tentang

perkawinan, yang lazim disebut dengan al-ahwalal-syaksiyyah (hukum yang mengatur

hubungan kekeluargaan) yang secara khusus ditujukan pada persoalan nikah mut’ah.44

44 Jaenal Arifin, Diskursus Akal Dalam Pemikiran Hukum Syi’ah, (Jauhar, Vol, II, 2001), h. 45-48.

Page 59: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

BAB IV

KOMFARASI PENDAPAT IMAM SYAFI’I DAN IMAM JA’FAR TENTANG

PERAN AKAL TERHADAP ISTIMBAT (PENETAPAN) HUKUM ISLAM

A. Persamaan Dan Perbedaan.Dalam Penggunaan Dalil

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah dalil-dalil hukum, mereka berselisih

tentang apa sajakah yang absah untuk dijadika sebagai dalil hukum, kalau diamati dengan

teliti akan tampak sebagian besar perbedaan pendapat ini disebabkan perbedaan definisi

terminologi, dan bukan disebabkan perbedaan esensi. Namun perbedaan definisi

terminologi bukanlah salah satu penyebab terjadinya perbedaan pendapat ini, karena ada

hal-hal lainnya yang juga turut berperan bagi timbulnya perbedaan pendapat ini.

1. Persamaan

Dalil –dalil hukum yang dimaksud antara lain Al-Qur’an, Al-Sunnah, dan ijma.

berbagai dalil selain Al-Qur’an dan Al-Sunnah biasanya disebut sebagai istidlal, ijtihad,

dalam pengertian sebagai usaha optimal untuk memutuskan perkara yang tidak terdapat

dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Dalil-dalil yang tidak diperselisihkan otoritasnya

adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, terutama setelah ijma.

Semua ulama, ahlil fiqih, mazhab dan aliran baik aliran Sunni atau Syi’ah itu

telah sepakat dan tidak ada perbedaan pendapat dalam menentukan sumber hukum islam

yang pertama dan kedua, (Alqur’an dan Sunnah).

Dalam al-Qur’an tidak ada keraguan karena al-qur’an adalah sumber hukum dan

peraturan islam yang pertama. Tentu saja, ayat-ayat atau surah-surah dalam al-Qur’an

Page 60: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

tidak terbatas pada hukum dan peraturan, melainkan ratusan jenis permasalahan telah

dimasukkan.

Sedangkan urutan yang kedua setelah al-Qur’an adalah as-Sunnah, dalam sunnah

inipun semua ulama sepakat bahwa sunnah dijadikan sebagai sumber hukum islam

setelah al-Qur’an.

2. Perbedaan

Perbedaan yang ada dalam sunnah yaitu tentang subyek sunnah yang menyangkut

dua hal, pertama adalah tentang apakah hanya sunnah Nabi yang mengikat atau apakah

hanya sunnah yang diriwayatkan oleh para imam yang suci juga mengikat. Kaum Sunni

hanya menganggap sunnah Nabi yang mengikat, sedangkan menurut kaum Syiah

mengacu pada perkataan, perbuatan, dan persetujuan para imam yang suci, sesuai dengan

hadist-hadist nabi yang kaum sunnipun telah mencatatnya .45

Ulama sunni setelah ijma menggunakan qiyas sebagai sumber hukum Islam,

dalam hal ini As-Syafi’i adalah ulama yang paling getol dalam memperjuangkan otoritas

qiyas, beliau berpendapat bahwa ijtihad itu tidak lain adalah qiyas. Beliau menggunakan

qiyas dengan dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Diantara dalil-

dalil yang beliau gunakan adalah :

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika

45 Murtadha Murthahhari, Pengantar Ilmu-Ilmu Islam, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2003), h.13-15.

Page 61: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya46

Artinya : Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama, kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan.47

Artinya : Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. dan dia Maha mengetahui tentang segala makhluk.48

Sedangkan yang di ambil dalam hadist Nabi :

نورشحت مكبر لىا مث ئش نم بتلكى اا فنطرفام Artinya : tidak ada satupun yang kami lupakan di dalam al-qur’an, dan sungguh kepada

tuhanmulah engkau sekalian akan kembali. اؤلى الابصرفاعتبروای

Artinya : Maka pikirkanlah (secara mendalam) wahai orang-orang yang memiliki 49 ةاذاوجدتھما فان لم تجد فھما اجتھد رایكافض بالكتاب والسن

Artinya: Tentukanlah hukum dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, jika ada di dalamnya, dan jika tidak ada pakailah pendapatmu.50

Berbeda dalam pandangan syi’ah, akal adalah sesuatu yang dapat melihat apa yang tersembunyi dan mengungkapkan apa yang tidak diketahui. Karenanya, cahaya

46 Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 130-133 47 Abd.Wahab Khalaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul Fiqih), (Jakarta, PT. Raja

Grapindo Persada, 1996 ), Cetakan Keenam h. 80-81 48 Sulaiman Abdullah, sumber hokum islam, (Jakarta, Sinar Grapika, 1995), Cetakan Pertama h.

90-91 49 A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), (Jakarta, PT. Raja

Grapindo Persada, 2002) h. 97 50 Harun Nasut ion, Akal Dan Wahyu Dalam Islam, (Jakarta, UI-Press, 1986), Cetakan Kedua h.74

Page 62: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

tidak dapat dipisahkan darinya, sebab cahaya adalah suatu yang menghapuskan kegelapan dan ketidakjelasan. Yang juga dikaitkan dengan akal dalam literatur syi’ah adalah sifat-sifat positif lain yang ada hubungannya dengan nama illahi cahaya, seperti kehidupan pengetahuan, kebenaran dan kejujuran.

)البقره(

Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu[106] mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah

Page 63: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). (Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: "Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami." Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka. Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya syaitan itu Hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui. Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang Telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti apa yang Telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk? (Qs. Al-Baqarah: 164-170).

)المائدة(

Artinya : Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. yang demikian itu adalah Karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal. (Qs. Al-Maidah; 58)

)الحج(

Artinya : Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (Qs. Al-Hajj ; 46)51

Syi’ah menggunakan hadist hanya yang diriwayatkan oleh imam mereka yakni

imam dua belas, selain yang dua belas itu mereka tiak mempergunakannya. Dari

kumpulan hadits-hadits syi’ah, yang diriwayatkan dari Imamimam syi’ah yang ma’sum

yakni :

51 Jaenal Aripin, Ma, Rasionalitas Dalam Hukum Syi’ah Imamiyah, (Jakarta: UIN Press, 2009), h.

116

Page 64: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

“Akal (‘iqal) adalah belenggu (‘iqaal) untuk melawan kebodohan. Jiwa adalah

seperti hewan yang paling buruk. Jika ia tidak mempunyai akal, ia berkeliaran dalam

kebingungan, sebab akal adalah belenggu untuk melawan kebodohan”.

“Tuhan menciptakan akal dan berkata padanya, “berpalinglah dariku”, maka ia

berpaling. Lalu ia berkata, demi kebesaran dan keagungan-ku, aku belum pernah

menciptakan makhluk yang lebih hebat daripadamu atau yang lebih patuh dibandingkan

dirimu. Melalui kamu aku akan memulai dan melalui kami puyla aku akan

mengembalikan. Apa yang mendukungmu akan mendapatkan pahala, dan qpa yang

melaweanmu akan mendapat hukuman”. 52

52 Jaenal Aripin, Rasionalitas Dalam Hukum Syi’ah Imamiyah, (Jakarta: UIN Press, 2009), h. 116-

118.

Page 65: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

Persamaan antara Sunni dan Syi’ah

No Persamaan Perbedaan

1 dalam sumber hukum Islam, acuan

utamanya adalah Al-Qur’an

Jika dalam sunni, otoritas sumber

hukum setelah al-Qur’an dan al-

Hadist, maka otoritas selanjutnya

adalah Qiyas. Sedangkan dalam

Syi’ah, otoritas ketiga setelah Al-

Qur’an dan Hadist, otoritas ketiga

adalah akal

Ayat-ayat yang dijadikan dalil atau

landasan dalam Istimbat (penetapan)

sumber hukum islam

2 Dalam menetapkan hukum islam,

acuan kedua adalah Hadist

Dalam Sunni, hadist merupakan

sumber hukum yang menitikberatkan

pada subjek ketika hadist itu turun.

Ulama hanya berhak

menginterpretasikannya. Sedangkan

dalam Syi’ah, estafet kepemimpinan

islam diteruskan oleh seorang Imam

(teologi imamiyah). Yang dalam kasus

negara Iran, dilembagakan dalam

sebuah badan hukum islam yang

disebut wilayatul faqih. Yang

dimaksud disini adalah imam yang dua

belas.

Page 66: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

B. Analisa Komarasi dan Implikasi

1.Analisa komfarasi

Dalam islam, akal memiliki posisi yang sangat mulia, meski demikian bukan

berarti akal diberi kebebasan tanpa batas dalam memahami agama, islam memiliki aturan

untuk menetapkan akal sebagaimana mestinya. Bagaimanapun akal yang sehat akan

selalu cocok dengan syariat islam dalam permasalahan apapun.

Akal adalah kunci untuk memahami agama, ajaran dan hukum islam. Kita tidak

dapat memahami islam tanpa mempergunakan akal. oleh karena itu Nabi Muhammad

SAW, menyatakan dengan jelas bahwa agama adalah akal, tidak ada agama bagi orang

yang tidak berakal. Jika ungkapan ini dihubungkan dengan hukum, berarti tidak ada

hukum atau hukuman bagi orang yang tidak berakal atau gila. Akal, karena itu

mempunyai kedudukan yang tinggi dalam sistem agama islam, karena akal adalah wadah

yang menampung aqidah, syariat dan akhlak.

Bagaimana posisi dan peranan akal dalam ajaran islam, namun perlu ditegaskan

bahwa ia tidak boleh bergerak dan berjalan tanpa bimbingan, tanpa petunjuk. Petunjuk itu

datang dari Allah berupa wahyu yang membetulkan akal dalam geraknya. 53

Mendudukan akal pada posisi yang penting, karena melihat fungsinya sebagai alat

untuk menyikap hikmah, dan dasar-dasar hukum – illat al-hukm-serta maksud dan tujuan

hukum (maqasid al-ahkam), akan punya pengaruh besar terhadap proses pengambilan

(al-istinbat) dan penetapan (al-tatbiq) hukum dari sumber-sumber wahyu (nas) al-qur’an

dan al-hadits. Walaupun, akal tidak dianggap sebagai sumber hukum yang berdiri sendiri,

melainkan masih punya kaitan yang erat dengan sumber hukum yang lain.

53 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), Cet Pertama,

h. 113.

Page 67: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

Kendati demikian, sisi urgensitasnya akal tersebut adalah, terletak pada

kemampuannya dalam melihat serta memahami secara cermat, baik itu hikmah-hikmah,

dasar-dasar hukum, serta maksud hukum itu ditetapkan.54

Akal mempunyai pengaruh yang besar dalam pengambilan hukum islam, seperti

imam Syafi’i yang mempergunakan akal untuk pengambilan hukum yang melalui qiyas.

Penetapan hukum melalui metode qiyas bukanlah menetapkan hukum dari awal (itsbat

al-hukm wa insya’uhu), melainkan hanya menyingkapkan dan menjelaskan hukum (al-

kasyf wa al-izhhar li-al-hukm) yang ada pada suatu kasus yang belum jelas hukumnya.

Penyingkapan dan penjelasan ini dilakukan melalui pembahasan mendalam dan teliti

terhadap illat dan suatu kasus yang sedang dihadapi.55

Qiyas secara embrio telah ada semenjak zaman nabi dan sahabat, dan semakin

menemukan bentuknya yang dinamis pada masa abu hanifah, ia berbentuk penalaran

bebas, rasional, dinamis dalam menemukan hukum. Namun setelah dikodifikasikan oleh

Imam Syafi’i, konsep qiyas menjadi sesuatu yang tidak independen karena harus

menyesuaikan dengan premis mayornya yang diambil dari teks suci.

Qiyas pasca Syafi’i difahami mirip dengan prinsip-prinsip silogisme Aristoteles,

yang terdiri dari premis-premis yang kongklusinya harus sesuai dengan premis

mayornya.56

Imam Syafi’i dan sebagian ulama memberlakukan qiyas dalam segala bidang

hukum syara sehingga hukum had, kaffarat, hukum-hukum yang ditentukan batasnya dan

54 Jaenal Aripin, Ma, Rasionalitas Dalam Hukum Syi’ah Imamiyah, (Jakarta: UIN Press, 2009),

h.124. 55 Ma’ruf Amin, Fatwa Dalam System Hukum Islam, (Jakarta, El-SAS, 2008), Cet Pertama, h.106 56 Muhammad Roy, Ushul Fiqh Madzhab Aristoteles, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2004),

Cet Pertama h.17.

Page 68: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

hukum rakhshah, apabila syarat terpenuhi, karena dalil-dalil yang menunjukan

kehujjahan qiyas tidak membedakan yang demikian.57

Ja’far Al-Sidiq mengungkapkan bahwa, sifat-sifat akal itu berkaitan dan selaras

dengan sifat para rasul. Karena dalam al-Qur’an berulang kali dinyatakan bahwa fungsi

para Rasul sebagai pembawa petunjuk (huda atau hidayah) yang merupakan sifat Illahi.

Dan dalam mikrokosmis, petunjuk itu selalu melekat pada akal, maka, akal adalah analog

mikrokosmis para Rasul.

Jadi, analog antara akal dengan para rasul dalam hubungannya dengan petunjuk

adalah, rasul berkapasitas sebagai pembawa petunjuk, sedangkan akal adalah sebagai alat

untuk mencerna dan memahami petunjuk tersebut. Yakni alat-alat untuk memahami

syari’ah yang diturunkan oleh Allah SWT.

Dalam hubungan ini filosof safaviah-Mulla muhsin faydah kashani-

(w.1090/1679) mengemukakan bahwa : “akal adalah hukum (syari’ah) yang di

wahyukan dalam diri manusia, begitu juga hukum yang di wahyukan (syari’ah) itu pada

hakekatnya adalah akal di luar manusia……….” Pendeknya, sumber dari semua sifat

baik (al-husn) dan asal usul dari semua kesempurnaan adalah akal.58

Kemerdekaan, otoritas, dan keabsahan akal dalam pandangan syi’ah itu lebih

besar ketimbang dalam pandangan mu’tazilah.

Menurut riwayat-riwayat tertentu yang sangat kuat dari para imam, akal

merupakan internalisasi suara kenabian, sedangkan nabi adalah ekternalisasi akal. Dalam

57 Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), Cet. Pertama, h.99. 58 Jaenal Aripin, Rasionalitas Dalam Hukum Syi’ah Imamiyah, (Jakarta: UIN Press, 2009), h.118.

Page 69: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

fiqih syi’ah, akal dianggap sebagai salah satu diantara empat sumber hukum utama yang

sah.59

Imam ja’far shadiq berkata, tinggalkanlah qiyas dan rakyu serta apa yang

dikatakan kaum itu dalam agama allah tanpa landasan.

Abu syaibah khurasani meriwayatkan bahwa imam ja’far shadiq berkata,

“sesungguhnya para pengguna qiyas menuntut ilmu dengan qiyas, sementara qiyas tidak

akan mendekatkan mereka kepada kebenaran kecuali menjauhkannya (dari kebenaran).

Sesungguhnya tidak dibenarkan dalam agama allah menggunakan qias-qiyas.

Imam ja’far shadiq menulis surat kepada pengguna rakyu dan qiyas. Kalian

mengatakan, tiada sesuatupun kecuali dapat dijangkau oleh akal dan pikiran kita,” maka

allah berpaling dari kalian sebagaimana kalian berpaling, mengabaikan dan menghinakan

kalian hingga kalian menjadi budak nafsu kalian, sementara kalian tidak merasakannya.

Seandainnya allah meridhai pandangan dan usaha kalian dalam hal ini, sudah tentu dia

tidak akan mengutus kepada kalian seorang rasul yang menyelesaikan masalah kalian dan

menyangkal pandangan kalian.60

2. Implikasi

Setelah Rasulallah wafat, permasalahan hukum semakin meningkat, dengan

meningkatnya permasalahan maka dibutuhkanlah penalaran dan penafsiran ulang

terhadap teks-teks keagamaan tersebut, yang dikenal dengan istilah ijtihad. Dalam

periode awal, akal (ra’y} merupakan alat pokok ijtihad, yang mendahului pertumbuhan

prinsip qiyas dan istihsan yang lebih sistematis. Ia merupakan cara membuat keputusan

yang bijaksana dan cermat yang disinari semangat kearifan dan keadilan islam.

59 Murtadha Murthahhari, Pengantar Ilmu-Ilmu Islam, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2003), h.248. 60 Husain Nahrawi, Ja’far Shadiq, (Jakarta, Al-Huda, 2008), h.275-276.

Page 70: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

Penggunaan akal (ra’y) untuk menyelesaikan kasus-kasus yang tidak diungkap

oleh nash yang tidak terelakan pada masa pembentukan islam. Selama masa tersebut,

orang-orang mengambil jalan ra’y untuk mencari jawaban atas masalah-masalah yang

baru timbul dalam masyarakat. Penggunaan ra’y sebagai alat qiyas.

Asyafi’i adalah salah satu ulama yang berhasil melakukan pembatasan

penggunaan akal (ra’y) dengan metode qiasnya. Al-Syafi’i memang sengaja

memformulasikan dengan syarat-syarat yang sangat ketat, tujuannya adalah untuk

membendung penggunaan akal yang sewenang-wenang sebagimana mazhab awal,

baginya penalaran atau ijtihad yang sah dan boleh dilakukan oleh seorng mujtahid adalah

qiyas. Kemudian Al-Syafi’i memberikan syarat-syarat kepada seseorang yang ingin

melakukan qiyas, yaitu : menguasai bahasa arab dan unsure-unsurnya seperti nahwu,

sorof, dan balaghah, mengetahui ajaraj-ajaran Al-Qur’an seperti etika qur’ani, dan lafad

umum atau khusus, mendalami Al-Sunnah, permasalahan yang disepakti dan diihtilafi

dan menguasai logika yang benar atau akal sehat. Dengan adanya syarat-syarat ini, maka

pengamalan qiyas menjadi sempit karena seorang mujtahid yang akan mengamalkan

qiyas harus memenuhi syarat-syarat yang cukup berat. Lebih dari itu metode qiyas yang

dimaksud oleh Al-Syafi’i terbatas hanya untuk menyingkapkan hukum yang secara

praktis ada didalam teks.

Operasional penggunaan qiyas dimulai dengan mengeluarkan hukum yang

terdapat pada kasus yang memiiki nash, cara ini memerlukan kerja keras yang luar biasa

dan tidak cukup pemahaman dari lafad saja. Selanjutnya sang mujtahid mencari dan

meneliti ada tidaknya illat tersebut pada kasus yang tidak ada nashnya, apabila ternyata

Page 71: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

ada illat itu faqih menggunakan ketentuan hukum pada dua kasus itu didasarkan keadaan

illat. Kemudian yang diari mujtahid disini adalah illat hukum yang terdapat pada nash

(hukum pokok). Selanjutnya jika illat tersebut ternyata betul terdapat pada kasus itu

adalah, satu ketentuan hukum yang terdapat pada nash menjalar pada kasus-kasus yang

tidak ada dalam nash.

Dengan demikian pendapat para jumhur ulama ushul mengatakan bahwa qiyas

bisa dijadikan sebagai metode atau sarana mengistinbatkan hukum syara. Bahkan

menurut jumhur mengamalkan qiyas adalah wajib. Aristoteles h. 36

Sedangkan menurut Syi’ah akal adalah salah satu sumber fiqih, kita kadang

menemukan suatu hukum syriat melalui dalil nalar (akal) maksudnya adalah melalui

penyimpulan dan logika nalar, penggunaan akal sebagai alat mencari jawaban atas

masalah yang tidak terdapat dalam nash dan sunnah itu sangat sederhana dan digunakan

dalam bentuk yang paling dasar, ia tidak dibatasi dengan syarat-syarat yang begitu ketat,

sehingga akal bisa mengembangkan suatu masalah yang terjadi, misalnya hukum

mencium istri dalam keadaan puasa diqiyaskan dengan hukum berkumur-kumur bagi

orang yang puasa.

Page 72: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

BAB V

A. Kesimpulan

Pada uraian sebelumnya telah di paparkan tentang pandangan sunnah dan syiah

dalam pengaruh akal terhadap istimbat hukum islam maka penulis dapat menyimpulkan

inti dari permasalahannya adalah sebagai berikut

Pengaruh Akal Dalam Istimbat (penetapan) Hukum Islam Menurut Imam Syafi’i.

Penggunaan akal yang liberal telah memberikan lahan subur bagi berkembangnya

beraneka ragam hukum di masyarakat.

Berdasarkan fenomena ini, maka disuatu sisi, penggunaan akal akan memberikan

kedinamisan hukum, namun di sisi lain menimbulkan kekacauan di berbagai daerah

karena tidak adanya kesepakatan dan kepastian hukum. Hal inilah yang mendorong

Syafi’i untuk menciptakan kesatuan hukum dan membatasi pengunaan akal (ra’y). salah

satu dari beberapa ulama tersebut yang berhasil melakukan pembatasan penggunaan ra’y

(akal) adalah Muhammad bin Idris al-Syafi’i dengan menggunakan metode qiyasnya,

qiyas As-Syafi’i yang telah membatasi penggunaannya sehingga tidak lagi menjadi

independent tetapi qiyas disini mernjadi hirarki dengan al-qur’an ataupun al-hadist.

Adapun Pengaruh Akal Dalam Istimbat (penetapan) Hukum Islam Menurut Imam

Ja’far. Akal disini mempunya peranan penting dalam proses pengambilan (al-istimbat)

dan penerapan dari sumber-sumber wahyu (nash) Al-Qur’an dan Al-Hadist, walaupun

akal tidak dianggap sebagai sumber hukum yang berdiri sendiri, melainkan masih punya

kaitan yang erat dengan sumber hukum yang lain.

Page 73: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

Disini Imam Ja’far menggunakan akal sebagai hukum islam. Hukum apapun yang

diterapkan akal sama dengan hukum yang di tetapkan syari’ah, dan sebaliknya hukum

yang ditetapkan oleh syari’ah itu sama dengan yang ditetapkan oleh akal, jadi hukum

syari’at adalah hukum akal dan hukum akal adalah hukum syari’at. Ungkapan itu

menunjukan bahwa tidak ada kontradiksi antara hukum temuan akal dengan hukum

syari’at. Lagi pula, tidak ada hukum syariat yang tidak bisa dipahami dan bertentangan

dengan akal. Oleh karenanya, ada kesesuaian (mulazamah) antara hukum yang diterapkan

oleh akal dengan hukum yang diterapkan oleh syari’at.

1. Persdamaan dan perbedaan

Dalil –dalil hukum yang dimaksud antara lain Al-Qur’an, Al-Sunnah, dan ijma.

berbagai dalil selain Al-Qur’an dan Al-Sunnah biasanya disebut sebagai istidlal, ijtihad,

dalam pengertian sebagai usaha optimal untuk memutuskan perkara yang tidak terdapat

dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Dalil-dalil yang tidak diperselisihkan otoritasnya

adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, terutama setelah ijma.

Semua ulama ahlil fiqih baik dari Sunni atau Syi’ah itu telah sepakat dan tidak

ada perbedaan pendapat dalam menentukan sumber hukum islam yang pertama dan

kedua, (Alqur’an dan Sunnah).

2. Perbedaan

Perbedaan yang ada dalam sunnah yaitu tentang subyek sunnah yang menyangkut

dua hal, pertama adalah tentang apakah hanya sunnah nabi yang mengikat atau apakah

hanya sunnah yang diriwayatkan oleh para imam yang suci juga mengikat. Kaum Sunni

hanya menganggap sunnah nabi yang mengikat, sedangkan menurut kaum Syiah

Page 74: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

mengacu pada perkataan, perbuatan, dan persetujuan para imam yang suci, sesuai dengan

hadist-hadist nabi yang kaum sunnipun telah mencatatnya .61

Adapun pengaruh pemikiran dari kedua mazhab sangat berbeda antara imam

syafi’I dan imam ja’far, akan tetapi pengaruh dari pemikiran dari kedua imam tersebut

mempunyai peranan yang besar dan jelas serta dapat dipertanggungjawabkan, seperti

imam Syafi’i dengan qiyasnya sementara imam ja’far dengan akalnya yang sama-sama

dapat menetapkan suatu ketetapan hukum (istimbat hukum) yang jelas dan pasti serta

dapat digunakan oleh seluruh manusia terutama umat islam, dan sebagai jawaban dari

kebingungan umat islam yang tidak begitu mengerti tentang masalah suatu hukum.

B. Saran-Saran

Dengan demikian akhirnya penulis hanyalah menyarankan bahwasannya akal

adalah sebagai alat dalam penetapan hukum islam saja, karena dengan menggunakan akal

semua permasalahan-permasalahan atau peristiwa-peristiwa yang belum ada dalam nash

itu bisa terbuka dan di qiyaskan dengan dalil-dalil yang sudah ada dalam al-qur’an dan

sunnah. Jumhur ulama berpendirian bahwa qiyas itu adalah menjadi hujjah syari’at

(sumber hukum islam) bagi hukum-hukum amal perbuatan manusia dan berada pada

tingkatan keempat setelah ijma. Dengan demikian penulis mengajak kepada pembaca

khususnya dan kepada seluruh umat islam umumnya untuk mengakui bahwasannya qiyas

itu sumber hokum islam yang keempat, bukan akal. Karena dengan menggunakan qiyas

sebagai sumber hukum maka tidak seenaknya menggunakan akal tanpa ada batasan-

batasan.

Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfa’at dan positif sebagai suatu kajian

dari metode ushul fiqh yang lain.

61 Murtadha Murthahhari, Pengantar Ilmu-Ilmu Islam, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2003), h.13-15.

Page 75: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

DAFTAR PUSTAKA

Al_Qur’an Aceh, Abubakar, Perbandingan Mazhab Syi’ah (Rasionalisme Dalam Islam),

Semarang, 1980, CV. Ramadhani, Cet. Kedua

Abdullah, Sulaiman, Sumber Hukum Islam (Permasalahan dan Fleksibilitasnya), Jakarta, Sinar Grafika, 1995, cet, Pertama

Abu Zahrah,Imam Muhammad, Aliran Politik dan Aqidah Dalam Islam, Jakarta, PT. Logos, 1996, Cet pertama

Al-Bajury, Syeh Ibrahim, Khosyiatul Bajury A’la Matan Sulam, Sarkatun Nur Asia

Al-Jauziyyah, Ibnu Qayyim, Panduan Hukum Islam, Jakarta, Pustaka Azzam,

2000, Cet, Pertama Amin, Ma’ruf, Fatwa Dalam System Hukum Islam, Jakarta, El-SAS, 2008, Cet

Pertama Anshari, Ending Saifudin, Ilmu, Filsafat Dan Agama, Surabaya, , Bina Ilmu,

1990, Ardani, Moh. Qur’an-hadits, Jakarta, Depertemen Agama RI, 1986 Aripin, Jaenal, Jauhar Vol. II, No. 1, (Diskursus Akal Dalam Pemikiran Hukum

Syiah), Ciputat,2001, UIN Press, ------------, Rasionalitas Dalam Hukum Syi’ah Imamiyah, Jakarta, Uin press, 2009 Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, (Pengantar Ilmu Fiqh) Semarang,

1999, PT Pustaka Rizki Putra, Cet. Kedua Ash-Siddiqy, Teungku Muhammad, Pokok-Pokok Perbandingan Imam Mazhab,

Semarang, 1997, PT. Pustaka Rizki Putra, Cet. Kedua Asy-Syarqawi, Abdurrahman, Riwayat Sembilan Imam Fiqh, Pustaka Hidayah,

1999 Bin Muhammad Ad-Damyati, Syeh Ahmad, (Syarah Waroqot), Semarang, Putra

Semarang

Page 76: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

Daud Ali, Mohammad, Hukum Islam, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2001, Cet Pertama,

Effendi, Satria, M. Zein, Ushul Fiqh, Jakarta, Kencana Prenada Media Group,

2005, Cet, Kedua Hallq, Wael B, Sejarah Teori Hukum Islam, Jakarta, PT. Raja Grapindo Persada,

2001, Cet, Kedua Hasan, Ahmad, Al-Furqan (Tafsir Qur’an), Jakarta, PT. Tinta Mas, 1962 Ibrahim, Muslim, Pengantar Fiqih Muqaaran, Jakarta, PT. Gelora Aksara

Pratama, 1991, Cet. Kedua Ibnu Abdullah Muhammad Ibn Yazid, Sunan Ibn Mazzah, Bairut, Darul Fikr,

1990/1415 Khalaf, Abdul Wahab, Kaidah-Kaidah Hukum Islam(Ilmu Ushul Fiqh), Jakarta,

PT. Raja Grapindo Persada, Cetakan Keenam Koto, Alaiddin, Ilmu Fiqh Dan Ushul Fiqh, Jakarta, pt. raja grapindo persada,

2004 Mahmassani, Sobhi, Filsafat Hukum Dalam Islam, Bandug 1981, PT. Al-Ma’arif,

Cet, Kedua Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqh Lima Mazhab, Jakarta, 1999, PT.Lentera

Basri Tama, Cet. Keempat Munawir, Warson, A. Kamus Al-Munawir Arab Indonesia, (Surabaya: PT.

Pustaka Progresif, 1997), Edisi II, Cet Keempat Belas

Murthahhari, Murtadha, Pengantar Ilmu-Ilmu Islam, Jakarta, Pustaka Zahra, 2003, Cet, Pertama

Muslehuddin, Muhammad, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis Studi

Perbandingan System Hukum Islam, Yogyakarta, PT.Tiara Wacana Nahrawi, Husain, Teladan Abadi Ja’far Shidiq Sang Maha Guru, Jakarta, 2008,

Al-Huda, Cet, Kesatu Nasution, Harun, Akal Dan Wahyu Dalam Islam, Jakarta, 1986, UI Press, Cet,

Kedua Nata, Abuddin, Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf, (Dirasah Islamiyah IV),

Jakarta, PT.Raja Grapindo Persada, 2001, Cet. Kelima

Page 77: PENGARUH AKAL TERHADAP ISTINBAT (PENETAPAN) HUKUM …

Nur, Saifudin, M.Ag, Ilmu Fiqh (Suatu Pengantar Komprehensif Kepada Hukum

Islam), Bandung, Tafakur,2007. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukun Allah (Syariah), Jakarta, PT.

Raja Grapindo Persada, 2002, Cet, Pertama, Roy, Muhammad, usul fiqh madzhab aristoteles,Yogyakarta, safiria insani press,

2004 Soheh Muslim, Zuz Awal, Sirkhotun Nur Ass’a. Syatibi, Moh. Kedudukan Akal Dalam Hukum Islam, Artikel Diakses Pada Tangal

17 Januari2010 dari http;//jurnal from digilib-uinsuka/ Salthut, Mahmud, Terjemahan Dari Kitab Muqaranatulmazdhab Fil Fiqh,

Bandung, 2000,, CV.Pustaka Setia, Cet. Kesatu Syafi’i, Imam, Ringkasan Kitab Al-Umm ,Jakarta, Pustaka Azzam, 2005. Subagya, P. Joko, Metodologi Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta,

Rineka Cipta, 1990) Syukur, M. Asywadie,Lc, Perbandingan Mazhab, Surabaya, PT. Bima Ilmu, 1994 Usman, Suparman, Hukum Islam (Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam

dalam Tata Hukum Indonesia), Jakarta, Gaya Media Pratama. Yahya al-Imriti, Imam Syarifuddin, Lathoipul Isyarohj Semarang, PT. Putra

Semarang. Abi Abdullah Muhammad Ibn Idris Assyafi’i, Al-Umm, (Bairut Libanon, Darul

Fikr, 2009M) Muhammad bin Idris bin Syafi’i, Al-Umm, (Darul Wafa, 2005/1426)