Pengantar Teoritis Stabilitas Obat

11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengantar Teoritis Stabilitas Obat A. Definisi Stabilitas Obat Stabilitas produk farmasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan, sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat pembuatan (USP 32/NF 27). Menurut buku terjemahan Pemastian Mutu Obat dari WHO 1997 stabilitas merupakan kemampuan suatu produk farmasi untuk mempertahankan sifat kimia, fisika, mikrobiologi, dan biofarmasi dalam batas-batas yang ditentukan selama masa edarnya. Sediaan obat yang stabil adalah suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat diterima selama periode penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat. Stabilitas merupakan faktor penting dari kualitas, keamanan dan kemanjuran dari produk obat. Sebuah produk obat, yang tidak mempunyai kestabilan yang cukup, dapat mengakibatkan perubahan fisik (seperti kekerasan, laju disolusi, dll) serta karakteristik kimia (pembentukan zat dekomposisi risiko tinggi). Jenis umum stabilitas disertai kondisi yang dipertahankan sepanjang waktu simpan dari produk obat (USP 32/NF 27):

description

stabilitasobatfarmasi industri

Transcript of Pengantar Teoritis Stabilitas Obat

Page 1: Pengantar Teoritis Stabilitas Obat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengantar Teoritis Stabilitas Obat

A. Definisi Stabilitas Obat

Stabilitas produk farmasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu

produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan

dan penggunaan, sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat

pembuatan (USP 32/NF 27). Menurut buku terjemahan Pemastian Mutu Obat dari

WHO 1997 stabilitas merupakan kemampuan suatu produk farmasi untuk

mempertahankan sifat kimia, fisika, mikrobiologi, dan biofarmasi dalam batas-batas

yang ditentukan selama masa edarnya. Sediaan obat yang stabil adalah suatu sediaan

yang masih berada dalam batas yang dapat diterima selama periode penyimpanan dan

penggunaan, dimana sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada

saat dibuat. Stabilitas merupakan faktor penting dari kualitas, keamanan dan

kemanjuran dari produk obat. Sebuah produk obat, yang tidak mempunyai kestabilan

yang cukup, dapat mengakibatkan perubahan fisik (seperti kekerasan, laju disolusi,

dll) serta karakteristik kimia (pembentukan zat dekomposisi risiko tinggi).

Jenis umum stabilitas disertai kondisi yang dipertahankan sepanjang waktu

simpan dari produk obat (USP 32/NF 27):

1. Kimia

Setiap bahan aktif mempertahankan integritas kimia dan potensi berlabel, dalam

batas-batas tertentu (USP 32/NF 27).

2. Fisik

Sifat fisik asli, termasuk mempertahankan penampilan, palatabilitas,

keseragaman, disolusi, dan suspendabilitas (USP 32/NF 27). Perubahan fisika

yang terjadi antara lain migrasi (perubahan) warna, perubahan rasa, perubahan

bau, perubahan tekstur atau penampilan. Evaluasi dari uji stabilitas fisika

meliputi: pemeriksaan organoleptis, homogenitas, pH, bobot jenis (Vadas, 2000)

3. Mikrobiologi

Resistensi terhadap pertumbuhan mikroba dipertahankan sesuai dengan

persyaratan yang ditentukan (USP 32/NF 27). Antimikroba yang hadir

Page 2: Pengantar Teoritis Stabilitas Obat

mempertahankan efektivitas dalam batas-batas tertentu. Stabilitas mikrobiologi

diperlukan oleh suatu sediaan farmasi untuk menjaga atau mempertahankan

jumlah dan menekan pertumbuhan mikroorgansme yang terdapat dalam sediaan

tersebut hingga jangka waktu tertentu yang diinginkan (WHO, 1977).

4. Terapi

Efek terapeutik tetap, tidak berubah (USP 32/NF 27).

5. Toksikologi

Tidak ada peningkatan yang signifikan dalam toksisitas ((USP 32/NF 27).

B. Jenis Reaksi Degradasi Obat

1. Hidrolisis, dalam pengertian luasnya, adalah pemecahan ikatan kimia akibat

reaksi air atau penguraian oleh air yang dapat dikatalisis oleh ion hidrogen

(asam) atau ion hidroksil (basa). Sejumlah besar gugus fungsi yang ditemukan

di dalam obat-obatan mudah mengalami hidrolisis pada penyimpanan, obat

yang mengandung gugus fungsi ester, amida, laktam, imida, akan rentan

mengalami hidrolisis tetapi yang paling umum ditemui adalah ester dan amida.

Hidrolisis ester dan amida terjadi sebagai hasil serangan nukleofilik pada

karbon gugus karbonil dan pemecahan lebih lanjut ikatan tunggal karbon-

oksigen atau karbon-nitrogen. Karbon pada gugus karbonil lebih positif

daripada yang diperkirakan akibat tingginya elektronegativitas oksigen yang

didekatnya. Pembagian elektron-elektron ikatan yang tidak seimbang

menyebabkan terjadinya polarisasi ikatan sehingga karbon bermuatan positif

parsial, sedangkan oksigen bermuatam negatif parsial. Reaksi hidrolisis

berjalan cukup lambat, tetapi dengan adanya asam atau basa, laju reaksi

meningkat dan dapat terjadi dekomposisi yang signifikan (Cairns, 2003).

Dibawah ini terdapat gambar macam-macam gugus yang mudah terhidrolisis

dari suatu obat.

Page 3: Pengantar Teoritis Stabilitas Obat

2. Hidrasi

Penambahan elemen-elemen air pada ikatan ganda, tetapi tidak terkait dengan

fragmentasi molekul. Hidrasi ditemukan pada beberapa alkaloid ergot.

3. Oksidasi-reduksi

Pengurangan oksidatif senyawa farmasi menjadi sebab ketidakstabilan banyak

sediaan farmasi. Yang menjadi perantara pada reaksi itu adalah radikal bebas

atau oksigen molekuler. Suatu zat yang disebut teroksidasi apabila zat itu

Page 4: Pengantar Teoritis Stabilitas Obat

melepaskan elektron. Jadi zat teroksidasi jika memperoleh atom atau radikal

elektronegatif, atau kehilangan atom atau radikal elektropositif. Bentuk

penguraian oksidatif yang paling umum terjadi dalam sediaan farmasi adalah

autooksidasi yang melibatkan proses berantai radikal bebas. Secara umum

autooksidasi dapat didefinisikan sebagai reaksi bahan apapun dengan bahan

molekuler. Contoh : steroid, vitamin, antibiotika, dan epinefrin mengalami

penguraian oksidatif (Lachman dkk, 2006). Struktur molekul yang paling

mungkin teroksidasi adalah kelompok hidroksil yang terikat langsung pada

cincin aromatik (misalnya turunan fenol seperti katekolamin dan morfin),

diena konjugasi (mislnya vit A dan asam lemak bebas tak jenuh), cincin

aromatik heterosiklik, nitroso dan turunannya nitrit, dan aldehida. Produk

teroksidasi biasanya aktivitas terapetiiknya berkurang. Oksidasi dikatalisis

oleh nilai-nilai pH yang lebih tinggi dari yang optimal, ion polivalen logam

berat (misalnya tembaga dan besi), dan paparan oksigen serta pencahayaan UV

(USP 32/NF 27).

4. Resemisasi

Resemisasi adalah proses dimana bahan obat yang memiliki bentuk-bentuk

optis aktif (bentuk L atau D) dalam larutannya terjadi campuran resemis

(kedua bentuk terdapat bersama-sama didalamnya). Dalam reaksi resemisasi,

suatu zat aktif optis aktif kehilangan aktivitas optiknya tanpa mengubah

susunan kimianya. Reaksi ini dapat mempengaruhi stabilitas formulasi

farmasi, karena efek biologis bentuk dekstro (D) mungkin jauh lebih kecil

daripada levo (L). Kinetika resemisasi dapat diteliti dengan cara serupa dengan

reaksi hidrolisis. Kondisi penyimpanan sediaan optimal dapat ditetapkan

melalui penentuan konstanta laju reaksi, ketergantungan reaksi pada

temperatur, dan ketergantungan reaksi pada pH. Pada umumnya reaksi

resemisasi mengalami penguraian menurut dasar kintika orde satu. Resemisasi

suatu senyawa tampaknya bergantung pada gugus fungsional yang terikat pada

atom karbon asimetrik, gugus aromatik cenderung mempercepat proses

resemisasi. Contoh L-Adrenalin 15-20 X lebih aktif dari D-Adrenalin

(Lachman dkk,2006).

5. Fotolisis

Sinar matahari dapat mengakibatkan degradasi molekul obat. Contoh molekul

oabt yang mengalami fotolisis adalah Na-Nitroprussid. Umumnya, fotolisis

Page 5: Pengantar Teoritis Stabilitas Obat

melalui proses oksidasi yang diawali oleh cahaya, tetapi tidak selamanya

berlangsung melalui proses oksidasi, tetapi dapat juga melalui iradiasi atau

penambahan molekul pelarut.

6. Epimerisasi

Epimerisasi adalah suatu peristiwa dimana terjadi perubahan konfigurasi

struktur suatu senyawa. Hal ini dapat mengakibatkan senyawa tersebut tidak

aktif secara biologi bahkan menjadi toksik. Contoh : tetrasiklin, dalam larutan,

tetrasiklin mudah mengalami epimerisasi pada gugus dimetil amina pada C4

menjadi bentuk lain yang dinamakan epitetrasiklin. Bentuk epitetrasiklin

hanya mempunyai aktivitas antibakteri sedikit atau sama sekali tidak punya.

Reaksi resemisasi dan epimerisasi ini seperti halnya reaksi hidrolisis dikatalisis

oleh asam atau basa, reaksi oksidasi tergantung dari pH.

7. Dekarboksilasi

Beberapa asam karboksilat, dibawah kondisi tertentu dapat kehilangan CO2

nya dari gugus karboksilatnya sehingga menjadi inaktif. Contoh : Asam P-

Aminosalisilat. Jika dipanaskan dibawah kondisi an-aerobik akan mengalami

dekarboksilasi.

C. Hal-hal yang Memperngaruhi Stabilitas Obat dalam Sediaan

Stabilitas produk obat dibagi menjadi stabilitas secara kimia dan stabilitas

secara fisika. Faktor-faktor fisika seperti panas, cahaya, dan kelembapan, mungkin

akan menyebabkan atau mempercepat reaksi kimia, maka setiap menentukan stabilitas

kimia, stabilitas fisika juga harus ditentukan (Vadas, 2000). Banyak faktor yang dapat

mempengaruhi stabilitas obat dan bentuk sediaan, termasuk pH, suhu, pelarut, cahaya,

udara (oksigen), karbon dioksida, uap air atau kelembaban, dan ukuran partikel.

pH adalah salah satu faktor yang paling penting yang mempengaruhi stabilitas

produk. Indikator pH/stabilitas profil untuk menentukan pH yang akan menjamin

stabilitas maksimum produk. pH berpengaruh pada laju reaksi dalam larutan,

pengaruh pH dapat diketahui dari bentuk profil pH laju degradasi dari hubungan pH

dan log k tanpa pengaruh dapar. Dari profil tersebut dapat diketahui yang stabil, reaksi

katalisis dan persamaan laju reaksi hipotetiknya yang memberikan informasi praktis

stabilitas suatu obat (Connors, et.al, 1986). Setelah menentukan kisaran pH,

selanjutnya mempersiapkan buffer untuk mempertahankan pH yang diharapkan untuk

umur simpan produk.

Page 6: Pengantar Teoritis Stabilitas Obat

Suhu mempengaruhi stabilitas obat dengan meningkatkan laju kecepatan reaksi

sekitar dua sampai tiga kali dengan masing-masing suhu meningkat 10°C. Efek suhu

pertama kali ditemukan oleh Arrhenius sebagai berikut:

k = Ae-Ea/Rt atau log k = log A - Ea

2.303 x

1T

k adalah laju reaksi spesifik, A adalah faktor frekuensi, Ea adalah energi

aktivasi, R adalah konstanta gas (1,987 ca/deg mol), dan T adalah suhu absolut.

Seperti terlihat dari persamaan diatas, peningkatan suhu menyebabkan laju reaksi

tertentu meningkat, atau laju degradasi obat. Efek suhu dapat diminimalkan dengan

memilih tempat penyimpanan dengan suhu yang tepat: ruangan, didinginkan, atau

beku. Pelarut dapat mempengaruhi pH, kelarutan, dan parameter kelarutan (δ) dari

bahan aktif.

Cahaya dapat memberikan energi aktivasi yang diperlukan sehingga terjadinya

reaksi degradasi. Banyak reaksi cahaya-diaktifkan oleh order-nol, atau reaksi konstan.

Efek cahaya dapat diminimalkan dengan produk kemasan dalam wadah gelap, atau

selama pemberian ditutupi dengan aluminium foil atau plastik overwrap.

Udara (oksigen) dapat menyebabkan degradasi melalui oksidasi. Degradasi

dapat diminimalkan dengan mengisi wadah sepenuh mungkin, sehingga mengurangi

ruang, atau dengan mengganti headspace dengan nitrogen. Pilihan lain adalah dengan

menambahkan antioksidan pada formulasi

Karbon dioksida dapat menyebabkan karbonat larut dalam bentuk sediaan

padat, menurunkan disintegrasi dan pembubaran sifat produk. Hal ini dapat

diminimalkan dengan mengisi wadah sepenuh mungkin.

Kelembaban, atau uap air, dapat mengakibatkan reaksi hidrolisis dan

degradasi produk obat. Bekerja di lingkungan yang kering dengan memasukkan paket

pengering dalam kemasan produk dapat mengurangi efek kelembaban.

Ukuran partikel dapat memiliki efek yang penting pada stabilitas produk.

Semakin kecil ukuran partikel, semakin besar reaktivitas produk. Obat yang kurang

stabil dalam bentuk sediaan padat, seperti bubuk dan kapsul, dianjurkan untuk

menggunakan ukuran partikel yang lebih besar.

Page 7: Pengantar Teoritis Stabilitas Obat

Pelarut mempengaruhi stabilitas produk bila sediaan adalah cairan, pelarut

dapat mempengaruhi pH, kelarutan dan parameter kelarutan bahan aktif. Pernyataan

kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu 25° C

dinyatakan dalam 1 bagian bobot zat padat atau 1 bagian volume zat cair dalam

bagian tertentu pelarut.

Connors https://books.google.co.id/books?

id=qw4P5AABgmEC&printsec=frontcover&dq=drug+stability&hl=en&sa=X&ved=0CCQQ

6AEwAmoVChMIk-WKp7ecyAIVjBiOCh2EFgOO#v=onepage&q=drug

%20stability&f=false

USP

Buku pemastian mutu

https://books.google.co.id/books?id=o-

DiIdD4MlkC&pg=PA58&dq=stabilitas+obat+adalah&hl=en&sa=X&ved=0CCYQ6AEwAm

oVChMI9pXul7GcyAIVC8GOCh3eIwUy#v=onepage&q=stabilitas%20obat

%20adalah&f=false

buku Cairns

https://books.google.co.id/books?

id=5DM534zfzzcC&pg=PA186&dq=Hidrolisis+adalah&hl=en&sa=X&ved=0CDQQ6AEwB

GoVChMItpbv1sycyAIVCB6OCh0YngUO#v=onepage&q=Hidrolisis%20adalah&f=false