Pengantar Rehabilitasi Medik (Repaired)

download Pengantar Rehabilitasi Medik (Repaired)

of 51

description

2012

Transcript of Pengantar Rehabilitasi Medik (Repaired)

1

PENGANTAR REHABILITASI MEDIK

PendahuluanSebagaimana kita ketahui, bahwa upaya di bidang kesehatan pada dasarnya meliputi atas upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif). Upaya peningkatan, pencegahan, dan penyembuhan telah mencapai kemajuan dan bahkan telah mencapai hasil-hasil yang sangat menggembirakan, sedangkan upaya pemulihan atau rehabilitatif masih perlu dikembangkan. Untuk itu pemerintah telah berusaha meningkatkan upaya dalam bidang rehabilitasi medik di Rumah Sakit tipe A, B, dan C yang pada mulanya membentuk Preventive Rehabilitation Unit (sekarang disebut Unit Rehabilitasi Medik).Upaya rehabilitasi medik di Indonesia mulai dirintis oleh Alm. Prof. dr. R. Soeharso pada tahun 1955 dalam rangka menolong pada penderita cacat akibat perang kemerdekaan (dikenal sebagai Rehabilitasi Centrum). Karena daya tampung yang sangat terbatas menyebabkan panca harus antri sehingga cacat ringan menjadi berat. Meskipun didirikan lagi 3 RC di Jakarta, Palembang, dan Ujung Pandang, kebutuhan tetap melebihi kemampuan pelayanan yang tersedia. Oleh karenanya WHO bekerja sama dengan DepKes merangsang usaha dengan mengadakan proyek pemanduan Preventive Rehabilitation Unit di RS dr.Kariadi pertama untuk kawasan Asia Tenggara dengan maksud menanggulangi kecacatan di RS sedini mungkin, terutama cacat yang sementara. Akhir-akhir ini WHO bahkan muali melancarkan usaha Community based Rehabilitation (Rehabilitasi Bersumber Daya Masyarakat), yakni usaha pencegahan kecacatan di luar RS pada tingkat masyarakat.

Pengertian RehabilitasiMenurut WHO, rehabilitasi adalah semua tindakan yang ditujukan untuk mengurangi dampak disabilitas/handicap, agar memungkinkan penyandang cacat berintegrasi dengan masyarakat.Dikenal :1. Rehabilitasi medik yakni suatu proses pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan fungsional dan psikis individu dan kalau perlu mekanisme kompensasinya agar individu dapat berdikari.2. Rehabilitasi sosial merupakan bagian dari proses rehabilitasi yang bertujuan agar penyandang cacat dapat berintegrasi ke dalam masyarakat dengan membantunya menyesuaikan diri pada keluarga, masyarakat dan pekerjaannya dan juga dengan mengurangi beban sosial ekonomi yang dapat menghambat proses rehabilitasinya.3. Rehabilitasi kekaryaan (Vocational Rehabilitation) ialah pemberian pelayanan kekaryaan berupa bimbingan kekaryaan, latihan kerja dan penempatan selektif yang didesain untuk penyandang cacat.Meskipun fokus kita selanjutnya terutama pada Rehabilitasi Medik, namun jangan lupa, bahwa dalam praktek Rehabilitasi Medik selalu berkaitan dengan rehabilitasi lainnya, dan kegagalan sering terjadi oleh karena memandang rehabilitasi dari satu segi saja, tidak secara keseluruhan.

Tujuan Rehabilitasi MedikDalam upaya rahabilitasi medik mempunyai tujuan sebagai berikut :1. Pemulihan penderita yang mengalami cacat kepada kondisi semula atau setidaknya kembali mendekati keadaan sebelum sakit2. Menghindarkan semaksimal mungkin timbulnya cacat sekunder3. Masa/waktu perawatan dapat dipersingkat4. Mengusahakan sedapat mungkin penderita dapat kembali ke pekerjaan semula atau pekerjaan baru5. Psikologik lebih baik oleh karena penderita tidak terlalu menderita tekanan jiwa berat dan lama

Ruang Lingkup Rehabilitasi MedikDalam rehabilitasi medik sebagaimana ilmu kedokteran lainnya, meliputi :1. Pemeriksaan fisik ; disini difokuskan kepada mencari tingkat kemampuan fisik dari yang sakit atau fungsi secara keseluruhannya. Misalnya pasien yang mengalami patah tulang kita evaluasi ototnya, pergerakan sendinya dan fungsi tangannya, pemeriksaan ini diperlukan untuk menjadi dasar-dasar pengobatan dan tindakan selanjutnya.2. Diagnosis dan pengobatan : diagnosis dan pengobatan didasarkan pada pemeriksaan yang meliputi aspek medis dan rehabilitasi termasuk disini apakah terdapat atrofi otot, kontraktur sendi, kelumpuhan kemampuan mobilisasi, aktifitas sehari-hari, komunikasi masalah sosial, pendidikan, psikologi, dan pekerjaannya. Dalam pengobatan disini dapat diartikan koreksi kondisi cacat yang ada.3. Pencegahan : pencegahan terutama dilakukan untuk menghindari timbulnya kecacatan sekunder yang menyertai kecacatan primer sebagai akibat komplikasi istirahat lama selama perawatan atau pengobatan. Berdasarkan hal tersebut maka upaya rehabilitasi harus diberikan sedini mungkin.

Pelaksana Program Rehabilitasi MedikDalam penanganan penderita diperlukan adanya satu tim yang terdiri dari berbagai disiplin keahlian, agar tercapai hasil yang sebaik-baiknya.Tim terdiri dari :1. Dokter2. Fisioterapis3. Terapi okupasi4. Ortotis prostetis5. Pekerja sosial medik6. Psikolog7. Ahli bina wicara8. Perawat rehabilitasi Dokter disini terdiri dari para spesialis rehabilitasi medik yang melakukan pemeriksaan, menegakkan diagnosis dan menentkan program rehabilitasi. Fisioterapis mempunyai keahlian dalam bidang terapi fisik untuk pengobatan sesuai program yang ditentukan. Ortotis prostetis mempunyai keahlian sebagai teknisi dalam mengukur, membuat dan mengepas komponen tubuh palsu dan atau alat penunjang anggota tubuh yang sakit. Terapi okupasi mempunyai keahlian dalam mengadakan evaluasi fungsi tangan serta memberikan latihan pengembaliannya. Pekerja sosial medik mempunyai keahlian dalam menyelesaikan/memecahkan masalah sosial yang berkaitan dengan penyakit/kecacatannya. Masalah dapat berasal dari keluarga, lingkungan serta material. Penanganannya mulai dari saat penderita dirawat sampai penderita dipulangkan dan kembali ke lingkungan semula/khusus bekerja sama dengan Dinas Sosial/Organisasi khusus. Psikolog mengadakan evaluasi dan mengobati gangguan mental akibat cacat untuk meningkatkan motivasi barusaha mengatasi kecacatan serta akibatnya. Ahli bina wicara mempunyai keahlian dalam mengadakan evaluasi serta melatih gangguan komunikasi. Perawat rehabilitasi mempunyai tugas dan keahlian dalam perawatan khusus selain perawatan umum, terutama dalam mencegah komplikasi istirahat/tirah baring lama.Meskipun ahli-ahli tersebut sudah ada, belum menjamin berhasilnya usaha rehabilitasi, bila tidak mengikuti konsep rehabilitasi medik sedini mungkin. Untuk lebih memberikan gambaran yang jelas, marilah kita mengambil satu contoh kasus :Seorang laki-laki berusia 35 tahun, dalam menjalankan tugasnya sebagai pesuruh kantor, mendapat cedera pada tulang punggungnya dengan akibat kelumpuhan pada kedua tungkainya.1. Dokter memutuskan untuk merawat penderita secara konservatif, perhatian utama untuk mengobati/mencegah infeksi saluran kencingnya.2. Penderita terpaksa tiduran terus menerus sambil menunggu pertumbuhan tulang yang patah yang memakan waktu berminggu-minggu (sampai 12 minggu).3. Setelah dokter membuat X-foto ulang dan menetapkan bahwa mobilisasi aktif sudah dapat dilaksanakan, penderita lalu dikirim ke fisioterapis untuk latihan berjalan.4. Latihan ternyata belum dapat dilakukan oleh karena adanya kekakuan sendi dan atrofi otot-otot akibat terlalu lama tiduran. Fisioterapis dan terapis okupasi terpaksa menanggulangi komplikasi-komplikasi tersebut lebih dahulu, baru kemudian dapat melatih berjalan dan melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari.5. Ternyata penderita kurang berminat untuk latihan, bermurung terus dan gairahnya berkurang.6. Dokter kemudian merujuknya ke Psikolog.7. Penderita kemudian meneruskan latihannya.8. Ternyata penderita membutuhkan alat bantu untuk berjalan, dokter lalu memanggil Ortotis untuk membuat alat tersebut.9. Penderita akhirnya pulang dan kehilangan pekerjaannya.10. Seorang pekerja sosial medik terlupa diminta bantuannya untuk menghubungi tempat pekerjaan penderita.Sekarang marilah kita coba memakai konsep rehabilitasi sedini mungkin (rehabilitasi preventif). Begitu penderita masuk rumah sakit, dokter segera membicarakan dengan fisioterapis, terapis okupasi, psikolog, pekerja sosial medik, dan ortotis. Fisioterapis dan terapi olupasi segera membuat program latihan menegah kekakuan sendi dan atrofi otot meskipun penderita masih tiduran. Pekerja sosial medik segera mencari informasi mengenai pekerjaan, keluarga, tempat tinggal penderita, mengadakan kunjungan rumah, kunjungan ke tempat pekerjaannya, membicarakan keadaan penderita dengan majikannya. Psikolog berusaha mengurangi depresi dan menimbulkan kembali gairah penderita, juga keluarga diberitahu mengenai keadaan penderita dan bagaimana cara membantu penderita dalam proses rehabilitasinya. Ortotis mulai mengukur dan membuat alat bantu yang akan dibutuhkan, sehingga pada saat akan digunakan, sudah tersedia dan penderita lebih cepat keluar dari RS untuk kembali ke lingkungannya semula.

FISIOTERAPI

Fisioterapi, physical treatment, physical therapy, atau physiotherapy diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1956, terutama di lingkungan Rehabilitasi Centrum yang terkenal sekarang dengan nama Rehabilitasi Centrum Prof.dr.Soeharso di Surakarta.

ARTI DAN SARANAArti dan sarana yang digunakan oleh fisioterapis dalam menjalankan tugas-tugasnya tercantum dalam definisi WCPT (World Confederation for Physical Therapy) sebagai berikut : qualified physiotherapists are those who have been trained in the theory and practice of physical therapy, defined by WCPT is the art and science of physical treatment by meant of therapeutic exercise, heat, cold, light, water, massage, and electrotherapy .Dengan kata lain bahwa fisioterapis yang terampil dan diakui adalah mereka yang memperoleh pendidikan teori dan praktek fisioterapi. Sedangkan definisi fisioterapi menurut WCPT adalah merupakan seni dan ilmu pengetahuan pengobatan fisik (alam) dengan sarana : latihan-latihan (terapi latihan), panas, dingin, sinar, air, pmijatan, dan pengobatan listrik .

TUJUAN FISIOTERAPISecara garis besar tujuan fisioterapi meliputi :1. Menghilangkan rasa sakit dan nyeri2. Mencapai gerak sendi yang normal3. Memperbaiki koordinasi dan keseimbangan dalam bergerak4. Penguatan otot5. Pencegahan komplikasi6. Mencegah pemendekan otot (kontraktur)7. Penyembuhan dekubitus8. Melemaskan otot yang spastik/spasme9. Meningkatkan daya tahan tubuh10. Meningkatkan pigmentasi11. Meningkatkan kemampuan/ketrampilan hidup sehari-hari (ADL Activity of Daily Living)12. Melemaskan ketegangan otot13. Mempermudah persalinan/partus14. Membunuh bakteri15. Memperlancar peredaran darah, peredaran limfe, dan memperbaiki nutrisi16. Memperbaiki metabolisme

A. TERAPI PANASEfek fisiologis pemberian terapi panas pada tubuh manusia dapat diringkaskan seperti skema di bawah ini :Naiknya temperatur

Efek analgetik MetabolismeEfek sedasi

Dilatasi arteriol

Fagositosis Refleks Vasodilatasi

Aliran darah kapiler Tekanan hidrostatik kapiler

Oedema/sembabPembersihan zat-zat hasilPenyaluran metabolisme - O2 - Bahan makanan - Antibodi - Sel-sel darah putihDari skema di atas dapat disimpulkan adanya 2 efek terapi panas :Efek lokal :1. Vasodilatasi : terjadi lewat refleks akson dalam usaha untuk mengurangi panas yang terjadi.2. Meingkatnya metabolisme : setiap kenaikan temperatur 100C metabolisme naik 2 kali. 3. Efek analgesik lokal : mekanismenya dikatakan dengan meningkatkan nilai ambang rasa nyeri pada reseptor rasa nyeri.4. Udema lokal : akibat vasodilatasi dan transudasi cairan ke jaringan interstisialEfek sistemik :Adanya vasodilatasi lokal menyebabkan penyebaran panas ke seluruh sirkulasi sistemik dan mengakibatkan naiknya temperatur darah dan temperatur tubuh (core temperature). Hal ini selanjutnya akan merangsang susunan saraf pusat dan mengakibatkan timbulnya refleks pendinginan berupa : Pengeluaran keringat Peningkatan respirasi Peningkatan cardiac outputEfek sistemik lain berupa sedasi (penenangan) di mana sejarah pernah dipakai untuk menenangkan penderita yang gelisah.

Indikasi terapi panas :1. Mengurangi nyeri2. Merangsang relaksasi otot3. Anti inflamasi setelah fase akut4. Meningkatkan suhu jaringan sehingga terjadi vasodilatasi dan meningkatkan vaskularisasi5. Terapi fisik sebelum latihan dan peregangan6. Mengurangi kekakuan sendi

Kontraindikasi panas :1. Umur yang sangat muda atau yang sangat tua. Anak-anak 0 3 tahun : jaringan saraf tepi belum matang Orang tua : jaringan saraf tepi sudah mundur fungsinya, dan kemampuan cadangan jantung dan paru juga sudah sangat menurun.2. Penderita yang tidak dapat kooperasi dengan baik, misalnya : Tidak sadar atau tidur Gangguan bahasa : afasia Gangguan jiwa3. Gangguan sensibilitas kulit4. Iskemia jaringan, misal : pada gangguan/penyakit pembuluh darah tepi seperti arteriosklerosis dan penyakit Buerger5. Adanya metal dalam tubuh. Hal-hal ini banyak pada kasus bedah ortopedi6. Proses keradangan akut. Dengan pemberian panas justru akan menambah udema atau nyerinya. Dalam hal ini lebih baik diberikan terapi dingin7. Perdarahan akut. Dalam waktu 8 jam pertama sebaiknya diberikan terapi dingin8. Adanya proses keganasan9. Penderita memakai alat pacu jantung10. Kehamilan kontraindikasi relatif dengan pemberian diatermi

Beberapa cara penghantaran panas1. KonduksiCara penghantaran panas melalui kontak langsung antara dua benda yang berbeda suhunya : hotpack, whirpool, paraffin bath2. Konfeksi Cara penghantaran panas melalui pergerakan massa udara atau air : whirpool3. RadiasiCara penghantaran melalui udara dimana udara tersebut tidak mengalami perubahan temperatur : sinar infra merah, diatermi microwave 4. Konversi Cara penghantaran panas dengan cara mengubah energi non termal menjadi termal : SWD, MWD, USD

Menurut penetrasinya dibedakan 2 jenis terapi panas :1. Terapi panas superfisialDisini panas hanya mengenai kutis atau jaringan sub kutis saja : hot pack, infra merah, kompres air hangat, paraffin bathInfra red/IR :Daya tembus superficial sekitar 1 mm, dosis 10 20 menit. Dapat mengurangi nyeri, relaksasi spasme otot superficial, meningkatkan aliran darah superfisialKontra indikasi : hilangnya sensasi termal kulit di daerah yang luas, penyakit kulit, perdarahan.2. Terapi panas dalamDisini panas dapat menembus sampai ke jaringan yang lebih dalam (otot, tulang, sendi). Ada 3 jenis diatermi : Diatermi gelombang mikro (MWD) : penetrasi 0 1 cm Diatermi gelombang pendek (SWD) : penetrasi 1 3 cm Diatermi gelombang suara ultra (USD) : penetrasi 3 5 cmMWD (Micro Wave Diathermy)Merupakan gelombang mikro dengan spectrum elektromagnetik. Daya tembus tergantung frekuensi. Di absorbsi secara selektif pada jaringan dengan kadar yang tinggi yaitu otot.SWD (Short Wave Diathermy)Merupakan diatermi gelombang pendek dengan frekuensi ultra tinggi. Kontra indikasi MWD dan SWD : radang atau inflamasi akut, trauma akut, hilangnya sensasi kulit di daerah yang luas, keganasan, insufisiensi arterial, implantasi metalik, pace maker jantung, TBC, edema berat, kehamilan, distesis hemoragik.USD (Ultra Sound Diathermy)Diatermi berdasarkan konversi energi suara frekuensi tinggi. Dosis dapat ditetapkan dan tidak ada kontra indikasi terhadap metal. Selain efek termal juga mempunyai efek non termal yaitu mikro masase dan dapat dikombinasikan untuk memasukkan bahan kimia melalui kulit disebut phonophoresis. Kontra indikasi : daerah mata, otak, gonad, medulla spinalis, post laminectomy, kehamilan, pace maker jantung, daerah epifise yang sedang tumbuh, pergantian sendi dengan bahan methyl methacrylate, neoplasma, TBC.Dosis dan lama pemberian terapi : Pada umumnya dosis sangat tergantung pada toleransi penderita. Pada setiap pemberian terapi panas secara rutin penderita diminta kooperasinya apabila dia merasakan terlalu panas atau kurang panas Khusus untuk USD dosis terapinya adalah 0.5 4 watt/cm2, lama terapi : 3 10 menit

Komplikasi terapi panas :1. Luka bakar2. Katarak mata (untuk MWD)3. Nekrosis jaringan pada pemakaian USD akibat terbentuknya gelembung-gelembung udara di dalam jaringan

B. TERAPI DINGIN Paling sering digunakan pada cedera musculoskeletal akut.

Indikasi : Mengurangi perdarahan atau udema sesudah suatu trauma Mengurangi nyeri Mengurangi spastisitas otot Mempertahankan kehidupan bagian tubuh apabila ada gangguan sirkulasi darah sementara Menunda terjadinya nekrosis jaringan pada keadaan iskemia

Kontra indikasi : Raynaud phenomenon Iskemi lokal Tidak tahan terhadap dingin, dengan tanda gatal-gatal di kulit, kemerahan-merahan di muka pada kecenderungan untuk pingsan (sincope)Teknik terapi dingin :1. Masase es dengan menggosokkan es secara langsung pada daerah yang di terapi 5 7 menit2. Kompres es selama 20 menit3. Kompres dingin (vapocoolant spray) misalnya dengan chlorethyl spray, terutama untuk spasme otot dan MTPS4. Cryokinetics : yaitu terapi pendinginan lokal diikuti dengan latihan aktif bagian tubuh yang bersangkutan

C. TRAKSITraksi adalah suatu teknik penerapan kekuatan tarikan pada salah satu bagian tubuh, untuk meregangkan jaringan lunak dna melebarkan ruang sendi. Kekuatan tarikan dapat ditimbulkan secara manual, dengan beban dan system katrol, maupun secara elektromekanis. Tujuan traksi servikal dan lumbal :1. Menghilangkan nyeri2. Menghilangkan spasme otot-otot3. Memberi jarak antara vertebrae menjadi lebih longgar sehingga didapat efek pembebasan tekanan terhadap saraf-saraf spinal4. Mengembalikan fungsi dan gerak sendi5. Menurunkan lordosisEfek mekanis traksi pada susunan tulang belakang :1. Penguluran otot-otot paravertebra, ligamentum, dan kapsula artikularis2. Peregangan diskus intervertebralis, memperlebar jarak antara korpus vertebra satu dengan lainnya yang menyebabkan turunnya tekanan intra diskus3. Traksi menyebabkan lordosis menjadi lurus dan pelebaran jarak foramen intervertebralis4. Peregangan dan penambahan gerak terhadap sendi apofisial pada prosesus artikularisMetode traksi servikal :1. Intermittent traction : beban diberikan secara bertahap sampai beban maksimal sesuai toleransi penderita. Tarikan dipertahankan selama 10 30 detik, kemudian diulang kembali secara ritmik, tujuannya untuk menghilangkan rasa nyeri dan spasme otot2. Continuous traction : tarikan dipertahankan secara terus menerus sampai selesai waktu traksi, tujuannya untuk imobilisasi dan koreksi Pada traksi servikal, posisi penderita dapat duduk atau berbaring terlentang dengan kepala fleksi ke depan 100 200. Beban menggunakan persentasi berat badan total, mulai dari 10 20 %, selanjutnya dinaikkan pelan-pelan sesuai toleransi setiap kali kedatangan. Lama waktu traksi 10 20 menit, frekuensi 5 kali seminggu.Pemberian terapi panas, masase, dan anti inflamasi sebelum dilakukan traksi dapat memperbesar efektifitas traksi serta menambah toleransi penderita. Kontra indikasi : infeksi spinal (TBC, osteomielitis), keganasan daerah servikal, osteoporosis, fraktur tidak stabil, hipertensi, herniasi diskus intervertebralis tipe median, penyakit arteri karotis atau arteri vertebralis, rheumatoid arthritis, kehamilan.

D. MASASEMerupakan prosedur terapi fisik tertua dan termurah. Pada indikasi dan teknik yang tepat, hasil terapeutik sangat nyata. Digunakan untuk menghilangkan nyeri otot dan tendon, spasme otot, adhesi jaringan kutan dan subkutan, serta relaksasi.Teknik pemberian masase : Effleurage atau stroking (usapan) : bermanfaat untuk menenangkan, relaksasi, dan mengurangi nyeri Petrissage atau kompresi (friction and kneading) : merupakan bentuk masase dengan efek mekanik dan membantu memperlancar aliran darah dan limfe Perkusi dan vibrasi

E. TERAPI LATIHAN / EXERCISE THERAPYTerapi latihan mengandung arti terapi dengan memakai teknik latihan. Sebagai program terapi fisik, terapi latihan dapat berdiri sendiri, tetapi umumnya bersamaan dengan terapi fisik lainnya ataupun dengan medikamentosa.Untuk sindroma neuromuscular maka terapi yang digunakan adalah : Latihan mobilitas sendi (ROM exercise) Latihan penguatan (strengthening exercise) Latihan daya tahan (endurance exercise) Latihan koordinasi (ditujukan kepada mereka yang mendapat gangguan koordinasi) Latihan dengan tujuan khusus : re-edukasi otot, latihan kegiatan hidup sehari-hari (ADL)Exercise therapy adalah metode penyembuhan, pengobatan, atau perawatan dengan menggunakan latihan dan pergerakan.Gerak dasar yang dipergunakan adalah :1. Gerak pasif (passive movement) : ialah suatu gerak yang terjadi oleh adanya force atau tenaga dari luar (external force)2. Gerak aktif (active movement) : ialah suatu gerak yang terjadi oleh karena kerja atau tenaga dari benda itu sendiri (internal force)Gerak pasif terbagi atas :1. Relaxed passive movement ialah gerakan yang diberikan di mana penderita dalam keadaan posisi rileks (istirahat)sehingga penderita dapat istirahat penuh (dalam posisi relaksasi)2. Forced passive movement ialah gerakan yang diberikan merupakan paksaan, biasanya untuk menambah jarak pergerakan sendi (range of motion) dengan pembiusan3. Passive stretching ialah gerakan yang dipaksakan untuk mengulur jaringan yang memendek, mencegah kecenderungan otot untuk memendek (kontraktur) ataupun lengket (adhesion)Dengan gerakan pasif yang ritmik, halus, dan teratur akan mempengaruhi ekstensibilitas otot menjadi menurun. Dengan irama yang tetap akan membantu pemompaan darah ke jantung, menambah nutrisi pada sendi dan otot sehingga atrofi otot dapat dicegah.Gerak aktif terbagi atas : Active voluntary ialah gerak aktif yang berada di bawah kehendak kita, termasuk free, assisted, resisted, dan static Active involuntary ialah gerak aktif yang terjadi di luar kehendak kita, termasuk associated atau gerak gabungan dari organ-organ, refleks, peristaltik, pergerakan otot jantungVoluntary free/gerakan bebas ialah gerakan yang dibuat tanpa adanya bantuan Assisted : gerakan terjadi karena adanya bantuan dari luar. Hal ini perlu bilamana penderita tidak mempu mengerjakan free active .Resisted : gerakan aktif dengan menambah tekanan dari luar, dipakai sebagai latihan peningkatan dari free active dan assistedStatic : otot bekerja menetap sehingga pergerakan sendi tidak terjadi.

F. STIMULASI LISTRIKYang banyak digunakan adalah TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) untuk menghilangkan nyeri dan spasme otot. TENS paling sering digunakan untuk nyeri akut dan dapat juga untuk nyeri kronis. Penggunaan terapi listrik ini berdasarkan teori gate control dari Melzack dan Wall, dimana serabut saraf kulit yang berdiameter besar distimulasi oleh TENS dan mekanisme stimulasi ini menghambat transmisi rangsang nyeri ke medulla spinalis. Teori lain mengatakan bahwa TENS bekerja dengan merangsang pengeluaran endorfin dan opiat endogen.Kontra indikasi : sinus karotis, uterus wanita hamil, mata, dinding depan dada penderita penyakit jantung/pace maker.

G. TERAPI AIR (HYDROTHERAPY)Hidroterapi adalah terapi fisik dengan memanfaatkan sifat-sifat fisik air. Dengan menggunakan terapi air membantu penyembuhan seseorang. Manfaat air di dalam terapi latihan terlihat dari efek buoyancy air yang akan mengurangi efek gravitasi pada bagian manapun dari tubuh sehingga terdapat penurunana aktivitas tubuh dan latihan tidak disertai rasa nyeri. Air hangat akan mengurangi spasme otot sehingga terjadi relaksasi menyeluruh dan menyebabkan peningkatan aliran darah sehingga menyebabkan penurunan tingkat nyeri, selain itu efek masase, pembersihan dan memungkinkan latihan aktif/aktif dibantu. Efek tidak langsung menimbulkan efek psikologis yang memberikan relaksasi.

OKUPASI TERAPI

SEJARAHPenggunaan occupation yang berarti kesibukan atau pekerjaan di dalam treatment sudah dimulai pada masa silam sebelum ada rekaman data-data di masa bangsa Yunani kuno. Telah diketahui pada masa itu yaitu period of magic (sebelum tahun 600 M). Aesculapius dapat sembuh dari penyakit jiwanya dengan nyanyian, pantun, dan musik. Hephaistos yang lumpuh dan sudah tidak diakui ibunya, dapat diselamatkan nasibnya oleh Thetis dan Euronyme dengan memberikan alat-alat untuk bekerja yang akhirnya menjadi suatu gagasan dan percobaan.Sesudah periode di atas, timbul suatu gagasan dan percobaan beberapa ahli pengetahuan, di antaranya Phytagoras dan Thales yang mempergunakan musik seperti di atas untuk penyembuhan (remedy). Hyppocrates menyimpulkan bahwa : Badan dan jiwa selalu berhubungan di dalam segala treatment, ia menyarankan untuk menggunakan gulat, menunggang kuda, latihan-latihan yang berat misalnya bekerja sebagai buruh kasar.Masih dalam masa itu pembedahan mayat menjadi suatu dasar pengetahuan mengenai ilmu anatomi, dan sebab-sebab dari suatu penyakit mulai diketahui, dan masih banyak lagi pada saat masa-masa lampau sampai perkembangan-perkembangan adanya universitas-universitas yang selanjutnya membahas kegunaan occupational tadi dalam hubungan antar jasmani dan rohani untuk selanjutnya diterapkan dalam pemberian treatment.Pada saat perang dunia I dan II, okupasi terapi digunakan untuk merehabilitir para korban perang (dimulai di Amerika dan Inggris), dan setelah itu timbul World Federation of Occupational Therapy tahun 1951.Di Indonesia mulai dirasakan perlu dan diterima kegunaan okupasi terapi dalam rehabilitasi. Pada tahun 1953 berdirilah Rehabilitation Center di kota Solo, dan mulailah pelaksanaan okupasi terapi serta mulai mengirim tenaga-tenaga ke luar negeri. Akhirnya timbul Occupation Therapy Department di RC Solo, selanjutnya sesuai perkembangan modern serta mengikuti derap kemajuan dunia, RC Solo mengirimkan seorang tenaganya ke Australia mengikuti pendidikan penuh sebagai Expert (1971-1976).Mengingat kurangnya tenaga ahli untuk bidang okupasi terapi, pendatangan tenaga ahli dari luar negeri serta pengiriman-pengiriman ke luar negeri masih terus berjalan sampai saat ini, juga penataran-penataran atau kursus-kursus mulai diadakan, yang berarti bahwa okupasi terapi makin dimengerti dan diperlukan dalam rehabilitasi medis untuk bersama-sama tenaga-tenaga rehabilitasi lain menjadi suatu tim rehabilitasi.

DEFINISIOkupasi terapi adalah suatu seni dan ilmu pengetahuan yang mengarahkan respon penderita kepada suatu aktivitas yang sudah dipilih, bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah kecacatan, mengevaluasi tingkah laku, memberikan terapi dan melatih penderita yang mengalami disfungsi fisik maupun disfungsi psikososial (The American Occupational Therapy Association, 1968).Sesuai dengan istilah dari Okupasi Terapi, occupational disini mempunyai arti pekerjaan, aktivitas, ataupun kesibukan. Walaupun arti occupatiion disini sangat luas, aktivitas yang dipergunakan untuk terapi adalah aktivitas yang mempunyai hubungan erat dan sesuai dengan tujuan kebutuhan (need) dari setiap penderita.Pengertian tentang occupation akan selalu menyangkut aspek penggunaan dari : waktu, energI, interest (minat), dan atensi (perhatian) dari setiap individu (pendertita).Kerja fundamental dari Okupasi Terapi (OT) adalah : dengan treatment program yang disusun berdasarkan pengutamaan masalah yang berhubungan dengan perkembangan dan pemeliharaan kapasitas yang dimiliki penderita untuk mencapai kehidupan produktif serta untuk mengatasi masalah-masalah yang ada dalam kehidupan serta lingkungan mereka masing-masing (setiap keberhasilan, tidak penting apakah keberhasilan itu besar atau kecil akan memberikan rasa kepuasan, kepuasan terhadap diri sendiri maupun orang lain memeganng peranan yang sangat penting untuk seseorang di dalam mencapai kehidupan yang produktif).Selama fokus kerja OT adalah pengembangan kecakapan/ketrampilan penderita, terapis yang bersangkutan akan selalu dihadapkan pada tantangan yang berupa faktor-faktor yang menjadi tembok perintang bagi penderita yang selalu menghalangi mereka untuk berfungsi dalam hidupnya, walaupun sering kali kesanggupan/kemampuan itu telah dimiliki penderita. Kemampuan/kesanggupan untuk mengatasi dan melaksanakan kewajibandalam kehidupan dapat terancam atau tidak menjadi sempurna disebabkan oleh beberapa kausa misalnya : proses perkembangan/pertumbuhan fisik/mental yang tidak baik, proses umur, kemiskinan, termasuk perbedaan-perbedaan kelas dalam struktur masyarakat, cacat karena penyakit dan luka, cacat mental maupun sosial, dan lain-lainFungsi Okupasi TerapiOT adalah suatu treatment medis yang menggerakkan aktivitas konstruktif yang direncanakan dan disesuaikan, ditujukan pada penderita dengan kondisi fisik maupun mental, yang bertujuan untuk membantu restorasi fungsional penderita. Pelayanan OT yang cepat diberikan (macam dan prosedur) banyak tergantung dari : Kebutuhan penderita secara individual serta kondisinya Bagaimana order dokter dan system referalnya Ruang gerak dan fasilitas yang ada Bagaimana terapisnya (OT)Dengan order/resep dokter, seorang penderita dikirim ke OT untuk menerima treatment yang berupa :a. Treatment yang khusus/spesifik untuk penderita penyakit jiwa dengan tujuan memberikan/mengatur kesempatan penderita dalam membentuk hubungan dengan orang lain (sosialisasi) yang lebih baik/wajar. Membantu penderita dalam pengemudian emosi mereka dengan cara penghalusan (sublimasi). Membantu bahan/alat dalam menemukan diagnosis penderita. b. Pelajaran dan latihan bermacam-macam aktivitas untuk pertolongan diri (self help activities) misalnya makan, minum, memakai pakaian, menulis, menggunakan alat penolong, alat yang sudah disesuaikan, pengguanan protesa, dll.c. Berupa treatment yang khusus untuk tujuan restorasi fungsi-fungsi fisik antara lain menambah dan meningkatkan gerak sendi (ROM), kekuatan otot (musle strengthening), dan koordinasi.d. Membantu menolong penderita yang oleh karena situasi dan kondisi mereka harus mengerjakan pekerjaan domestic (rumah tangga) sendiri apabila penderita pulang dari RS, dengan jalan membantu penyesuaian-penyesuaian pekerjaan yang bersangkutan dengan nasihat serta instruksi dan pelajaran latihan menggunakan alat-alat dan cara pemudahan kerja (work simplification).e. Membantu timbulnya toleransi kerja dan memelihara ketrampilan yang dimiliki penderita yang akan dibutuhkan dalam pekerjaan penderita nantinya. f. Merupakan prevocational exploration yang menentukan/mencari potensi atau kemampuan mental dan fisik penderita, penyesuaian sosial, interest, kebiasaan kerja (work habit), skill dan potensi-potensi lain yang berhubungan dengan prospek vocational penderita. g. Merupakan bantuan moril (supportive therapy) yaitu membantu penderita menerima dan mengerti keadaan kenyataan akan jangka waktu perawatan dan convalescence.h. Menolong dan menunjukkan kembali serta mengarahkan aktivitas penderita yang bersifat rekreasi dan aktivitas-aktivitas lain yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan pekerjaaan penderita (avocational interest).Macam dan tujuan terapi seperti tersebut di atas, dapat dan sering kali merupakan suatu kombinasi dari satu dan yang lain tergantung akan need dari penderita secara individual. Program-program OT adalah bagian dari pelaanan-pelayanan medis yang dapat diterapkan di dalam RS Umum, RS Khusus, Rehabilitation Centre, program-program yang berhubungan dengan home care, sekolah khusus, klinik dan tempat-tempat lain yang menyediakan pelayanan rehabilitasi. OT membantu dalam rehabilitasi total dari penderita dengan kerjasama dengan dokter, perawat, fisioterapis, speech therapist, sosial worker, psikolog, vocational counselor, dll.Mengusahakan restorasi fungsi dan kemampuan penderita secara optimal untuk dapat merdikari dalam hidup merkea di lingkungan serta masyarakatnya.

KESIMPULAN Pengaktivan dengan suatu kesibukan terutama bagi penderita yang sudah lama inaktif Pemeliharaan sikap mental penderita (moral) Meningkatkan keaktifan dengan pemberian aktivitas yang bagi penderita cukup menarik untuk mengisi waktu-waktu terluang, dengan begitu penderita pasti dapat merasakan masa hospitalisasi mereka cepat berlalu.Dengan mengerjakan suatu aktivitas mereka dapat berekreasi, dengan berhasilnya penderita membuat/mengerjakan sesuatu mereka akan merasakan bahwa dirinya berguna, dimana ini sangat besar pengaruhnya dalam membangun/mengembalikan kepercayaan diri yang akan mempercepat proses penyembuhan mereka serta untuk bekal utama nantinya setelah kembali kepada masyarakat serta lingkungan mereka. Dengan pemberian OT yang bersifat fungsionil, misalnya pada restorasi dari fungsi-fungsi fisik dengan aktivitas tertentu serta rangsangan-rangsangan untuk mempertinggi motivasi, mereka dapat merasakan bahwa mereka masih mampu memenuhi tuntutan-tuntutan mereka yang bersifat jasmaniah maupun rohani.Kekuatan otot-otot, koordinasi serta fungsi-fungsi fisik mereka sangat mempengaruhi dalam fungsi mereka di dalam masyarakat.Masa hospitalisasi adalah masa yang pahit bagi mereka terutama bagi yang belum pernah sama sekali tinggal di RS. Penyesuaian diri dengan lingkungan RS yang sudah barang tentu lain dari lingkungan yang biasa dihadapi, mungkin dengan adanya mereka di RS banyak maslah-masalah yang harus mereka pikirkan yang kadang membawa pada keadaan stressfull, tapi dengan mengerjakan suatu aktivitas, perasaan demikian akan berkurang atau malah dapat teralihkan kepada pikiran-pikiran yang positif.Untuk pemberian aktivitas-aktivitas serta paham bahwa tanpa aktivitas adalah bukan OT, makan seorang OT harus menguasai banyak macam pekerjaan tangan serta kreativitas, personalities yang sesuai. Tentu saja pengaruh fasilitas-fasilitas yang kita terima untuk pemberian OT adalah besar sekali, serta hal-hal lain pula. Tetapi kita harus tetap berjalan terus dengan fasilitas yang ada.

REHABILITASI SPINAL CORD INJURY

DefinisiSpinal Cord Injury (SCI) merupakan trauma pada medulla spinalis yang dapat menyebabkan kemunduran fungsi motorik, sensorik dan otonomik.

Penyebab utama SCI bervariasi tergantung geografi, pada umumnya yang tersering terjadi diakibatkan oleh kecelakaan bermotor (44,5%), jatuh (18,1%), cedera olah raga (12,7%) dan akibat tindakan kekerasan (16,6%).

Insiden diperkirakan 7000-10.000 kasus baru setiap tahun yang membutuhkan perawatan dan rehabilitasi dimana kurang lebih 50% berbentuk paraplegi dan 50% Quadriplegi. Lebih banyak laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 8 : 1. Efek psikologis, sosial dan ekonomi yang berdampak akibat disfungsi medulla spinalis sering merugikan penderita maupun keluarga.

Mekanisme Cedera :Ada 3 dasar mekanisme dari injury yaitu fleksi-rotasi dengan dislokasi atau fraktur, fraktur kompresi dan hiperekstensi. Yang paling sering adalah flexi dengan rotasi tempat yang paling sering C5 C6 pada vertebra cervical dan T12-L1 pada vertebra thoracolumbar.

Patofisiologi :1. Pada gegar dari medulla spinalis ditandai oleh mati rasa atau paralise yang menghilang dalam 72-76 jam tanpa gangguan fungsi dan neurological.2. Contuse yang menghasilkan edema, hemoragi dan iskemia. Ini terdapat pada sebagian besar pasien dengan gambaran klinik komplit atau inkomplit.3. Laserasi adalah terputusnya medulla spinalis dengan hilangnya fungsi motorik dan sensorik komplit dibawah level dari lesi. Relative jarang biasanya terjadi oleh karena luka tembak atau luka bacok.

Assesment FungsionalKlasifikasi : dibagi atas komplit dan inkomplit.1. Pada lesi transversal Total (komplit)Seluruh penampang melintang medulla spinalis terkena lesi. Apapun penyebabnya lesi semacam ini akan memberikan 3 gejala pokok yaitu :a. Gangguan motorikb. Gangguan sensibilitas.c. Gangguan fungsi autonom.Gambar : penampang melintang medulla spinalisA. Normal B. lesi transversal total1.1 gangguan motorikpada tingkat lesi, karena motorneuronnya rusak, maka otot yang mendapat persarafan dari segmen tersebut akan mengalami kelumpuhan yang sifatnya LMN. Pada otot-otot tsb akan terjadi atrofi dan menunjukkan adanya fasikulasi. Untuk segmen disebelah distalnya, lesi tsb diatas berarti telah memutuskan jaras kortikospinalis lateralis yang membawah impuls dari korteks motoris di otak. Sebagai akibat dari pemutusan jaras tsb adalah : otot-otot yang mendapat persarafan dari segmen ini dan juga yang mendapat persarafan dari segmen-segmen disebelah distalnya, akan mengalami kelumpuhan yang sifatnya UMN. Lesi transversal total ini dapat secara mendadak, misalnya oleh karena trauma, dapat pula secara perlahan-lahan misalnya oleh karena tumor. Bila terjadi lesi secara mendadak, maka akan timbul suatu keadaan yang disebut syok spinal atau diaschisis, dimana pada fase ini semua refleks menghilang. Jadi dalam fase ini kelumpuhan yang terjadi yang seharusnya bersifat UMN, pada waktu diperiksa justru bersifat LMN. Fase sok spinal ini berlangsung antara 3-4 minggu.

1.2 gangguan sensibilitaspada lesi transversal total ini, semua fungsi sensible (rasa raba, posisi, vibrasi, getar, suhu dan nyeri) dibawah lesi menghilang. Nyeri radikuler atau paresthesi segmental dapat timbul pada segmen yang terkena. Gangguan sensibilitas ini dapat kita manfaatkan dalam upaya menentukan segmen mana dari medulla spinalis yang terkena lesi. Sebagai patokan untuk menentukan tingginya lesi adalah sebagai berikut: - gangguan sensibilitas setinggi papilla mamaeT4.- gangguan sensibilitas setinggi umbilikusT10- gangguan sensibilitas setinggi lipat pahaL1

1.3 gangguan fungsi autonomgangguan miksi dan defekasipada syok spinal, refleks untuk miksi dan defekasi juga menghilang. Dengan adanya atonia otot detrussor dan terputusnya jaras ascendens spinothalamikus, maka hilang pula perasaan akan kencing, sehingga timbul keadaan yang disebut retensio urinae yang kemudian disusul dengan keadaan overflow incontinence (inkontinensia melimpah keluar). Bila fase syok spinal sudah terlewati, refleks miksi akan pulih kembali dan timbul keadaan yang disebut kandung kemih automatik. Gangguan defekasi yang timbul, sama prosesnya dengan gangguan miksi, yaitu mula-mula terjadi retensio alvi. Kemudian menjadi inkontinensia alvi.

Beberapa contoh lesi transversal total dengan kelainan motoriknya adalah sebagai berikut :1. lesi transversal total di segmen servikal-4. kelainan motorik : kelumpuhan keempat anggota gerak (tetraplegi) yang sifatnya UMN.2. lesi transversal total di segmen servikal -5. kelainan motorik : kelumpuhan keempat anggota gerak (tetraplegi) tetapi untuk lengan sifatnya LMN sedangkan untuk tungkai sifatnya UMN.3. lesi transversal total di segmen thorakal. Kelainan motorik : kelumpuhan kedua tungkai (paraplegi) yang bersifat UMN.4. lesi transversal total di konus medularis. Disini kelainan motoriknya tidak nyata, karena konus medularis mensarafi otot-otot panggul yang bukan merupakan alat gerak. Yang khas untuk lesi di konus ini adalah :a. adanya saddle anestesia yang simetris.b. Gangguan miksi dan defekasi : retensio urinae dan retensio alvi.c. Gangguan fungsi seksual : gangguan ereksi dan ejakulasi.

2. lesi transversal parsialDengan istilah parsial ini dimaksudkan bahwa dilihat dari penampang melintangnya, hanya sebagian saja yang terkena lesi. Beberapa jenis lesi tsb adalah sebagai berikut :2.1 hemi-lesi (sindrom Brown-Sequard)Gambar :a. Klinis.b. Hemilesi (sisi kanan)

Gejala dan tanda-tanda1. kelumpuhan otot tipe LMN, pada tingkat lesi. Ipsilateral, karena motoneuronnya rusak.2. kelumpuhan otot tipe UMN, dibawah lesi. Ipsilateral, karena terlibatnya jaras kortikospinalis.3. kehilangan kemampuan untuk mengenal rangsangan nyeri dan suhu (analgesia dan thermo-anaesthesia) dibawah lesi, kontralateral, karena terlibatnya jaras spinothalamikus yang menyilang.4. gangguan propioseptif dibawah lesi, ipsilateral karena terlibatnya kolumna posterior.5. anestesia pada tingkat lesi, ipsilateral, oleh karena radiksnya terkena.Hemilesi ini dapat terjadi antara lain oleh karena : trauma langsung (luka tembak, luka iris) tumor medula spinalis terutama yang ekstrameduler.

2.2. lesi pada kornu anterior1. penyakit yang mengenai kornu anterior ini yang sudah kita kenal adalah poliomielitis anterior akut. Pada umumnya penyakit ini merusak kelompok motoneuron disegmen-segmen intumesensia servikalis atau lumbalis, sehingga berakibat terjadinya kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe LMN.2. juvenil spinal muscular atrophy (Kugelberg-Welander). Penyakit ini termasuk penyakit degeneratif, timbul pada usia 5-15 tahun. Yang mula-mula terkena adalah otot-otot proksimal sehingga penderita mengalami kesulitan waktu berjalan. Secara klinis penyakit ini mirip dengan penyakit distrofia muskulorum progresifa.3. infantile spinal muscular atrophy (Werdnig-Hoffmann). Pada penyakit ini terdapat atrofi dan degenerasi khromatolitik dari sel ganglion di kornu anterior. Penyebab penyakit ini belum diketahui. Sebagian penderita terdapat dalam keadaan baik sewaktu dilahirkan tetapi beberapa bulan kemudian menunjukkan kelemahan pada otot-otot punggung, panggul, bahu dan tungkai. Ada pula yang sudah menunjukkan kelainan sewaktu dilahirkan, sehingga diduga prosesnya sudah berlangsung sewaktu masih dalam kandungan.

Pada penyakit-penyakit tersebut diatas, tidak dijumpai adanya gangguan sensibilitas sama sekali.Gambar : lesi pada kornu anterior, bilateral.

2.3 lesi pada motoneuron dan jaras kortikospinalGambaran klinis lesi semacam ini terdapat pada penyakit yang disebut amyotrophic lateral sclerosis (progressive muscular atrophy).Gambar : amyotrophic Lateral Sclerosis

Sesuai gambar penampangnya, penyakit ini ditandai dengan adanya kelumpuhan otot-otot yang bersifat LMN dan UMN secara berbauran. Terutama pada tahap dini kombinasi tersebut tampak jelas. Atropi dan fasikulasi dapat dilihat pada otot-otot tenar, hipotenar dan interosea, berkombinasi dengan hiperefleksi dan adanya refleks patologis. Tidak didapatkan gangguan sensibilitas penderita ini. Jadi manifestasi klinis penyakit ALS hanya berupa gangguan motorik saja. Bila tidak mengenai saraf kranial, maka sebelum diagnosis ALS ditegakkan, harus dapat disingkirkan kemungkinan adanya proses lain di daerah servikal, misalnya adanya tumor. Untuk itu fungsi lumbal dan mielografi perlu dilakukan.

2.4 sindroma arteria spinalis anteriorArteria spinalis anterior merupakan arteria tunggal yang mendarahi bagian ventral kedua belahan medula spinalis. Penyumbatan arteri tersebut akan mengakibatkan lesi vaskuler (infark) pada satu sampai beberapa segmen. Bila arteria ini tersumbat atau mengalami kompresi (ini yang paling sering) di daerah servikal misalnya, maka akan terjadi infark pada kolumna anterior dan lateralis dari medula spinalis segmen servikal -4 sampai segmen thorakal -3. Seringkali penderita mengeluh adanya rasa nyeri di leher dan punggung.Gambar : sumbatan pada arteri spinalis anterior

Pada pemeriksaan neurologis dijumpai adanya :1. kelumpuhan tipe LMN, bilateral pada otot-otot yang disarafi oleh motoneuron-motoneuron yang terkena lesi.2. kelumpuhan otot-otot tipe UMN dibawah tingkat lesi.3. kehilangan kemampuan mengenai rangsang nyeri, suhu dan raba pada bagian tubuh secara bilateral, dari tingkat lesi ke bawah. Untuk rangsang gerak, getar, sikap dan posisi tetap utuh, tidak terganggu sama sekali. Gangguan perasaan seperti tersebut diatas dinamakan desosiasi sensibilitas, oleh karena perasaan protopatik terganggu sedang perasaan propioseptik samasekali tidak terganggu (perdarahan dari arteria spinalis posterior).4. gangguan miksi dan defekasi. Mula-mula terjadi retensio urine yang kemudian disusul dengan kandung kemih otomatik.

2.5. lesi pada kolumna posteriorLesi di daerah ini tidak akan menimbulkan kelumpuhan otot-otot akan tetapi hanya ada gangguan propioseptik saja. Meskipun kekuatan otot tidak terganggu, akan tetapi karena ada gangguan propioseptik maka penderita ini akan mengalami kesukaran pada waktu berjalan. Penyakit yang mengenai daerah ini adalah tabes dorsalis.Gambar : lesi pada kolumna posterior

2.6. lesi pada kolumna posteriolateralisKolumna posterior dan lateralis dapat mengalami lesi oleh penyakit : subacute combined degeneration (yaitu penyakit oleh karena defisiensi vit. B12), multiple sclerosis.Gambar : multiple sclerosis

Pada pemeriksaan neurologik didapatkan :1. gangguan propioseptik, terutama pada kedua tungkai. Rangsang nyeri dan suhu tidak terganggu.2. paraparesis inferior spastika oleh karena terkenanya jaras kortikospinalis secara bilateral.

2.7.lesi pada bagian sentral.Gambar : siringomieliA. Lesi sentralB. Gejala klinis

Lesi dibagian sentral medula spinalis ini dapat disebabkan oleh :siringomieli, tumor intramedular. Yang khas pada lesi sentral ini adalah bahwa jaras spinothalamikus terkena lebih dahulu, sehingga timbul gangguan untuk rangsang suhu dan nyeri berupa termoanestesi dan analgesi secara bilateral. Untuk rangsang raba dan propioseptik tidak mengalami gangguan.

Gambaran klinis siringomieli bervariasi, tergantung pada arah perluasannya. Karena lokasinya sering di intumesensia servikalis, maka perluasan lubang ini dapat mengenai kornu anterior dan kornu lateral dengan akibat terjadinya kelumpuhan LMN dari otot-otot tenar, hipotenar dan interosea. Kulit yang menutupi otot-otot tsb menunjukkan disosiasi sensibilitas (akibat musnahnya neuron-neuron dikornu lateral) dan gangguan neurovegetatif (akibat hancurnya serabut spinothalamikus di komisura alba ventralis.

EVALUASIPemeriksaan neurologi penting karena tidak hanya untuk menentukan level dari injury tetapi juga untuk menentukan pengembalian fungsi walaupun pemeriksaan motorik, sensorik dan refleks telah diperiksa, level dari fungsi otot yang masih ada umumnya sangat membantu untuk meramalkan hasil jangka panjang dan derajat ketergantungan dalam aktifitas sehari-hari.Pemeriksaan neurologi untuk SCI menggunakan American Spinal Injury Association (ASIA). Pemeriksaan ini mencakup pemeriksaan fungsi motorik dan sensorik untuk menetukan level dari injury dan derajatnya.

ASIA IMPAIRMENT SCALEA = Complete : tidak ada fungsi motorik atau sensorik yang terpelihara pada segmen sacral S4-5.B = incomplete : tidak ada fungsi motorik tetapi ada fungsi sensorik yang terpelihara dibawah level neurologik termasuk segmen S4-5.C= incomplete : fungsi motorik terpelihara dibawah level neurologik dan sebagian besar otot kunci dibawah level neurologik mempunyai kekuatan kurang dari 3.D = incomplete : fungsi motorik terpelihara dibawah level neurologik dan sebagian besar otot kunci dibawah level neurologik mempunyai kekuatan lebih besar atau sama dengan 3.E = normal : fungsi motorik maupun sensorik normal.

PEMERIKSAAN MOTORIKPenilaian kekuatan otot:0= paralisis total.1= kontraksi yang dapat dilihat.2= gerakan aktif dengan LGS penuh, tanpa gravitasi.3= gerakan aktif dengan LGS penuh, mampu melawan gravitasi.4= gerakan aktif dengan LGS penuh, bisa melawan tahanan sedang.5= gerakan aktif normal dengan LGS penuh, bisa melawan tahanan penuh.NT= tidak dapat dinilai.

Key Muscles 10 pasang miotom :C5 : fleksor siku (m. Biseps, brakialis).C6 : ekstensor pergelangan tangan (m. Ekstensor karpi radialis long-brev)C7 : ekstensor siku ( m. Triseps).C8 : fleksor jari (m. Flexor digitorum profundus ) pada jari tengah.T1 : abduktor jari kelingking (m. Abduktor digiti minimi )L2 : fleksor panggul (m. Iliopsoas).L3 : ekstensor lutut (m. Kuadriseps).L4 : dorsofleksor pergelangan kaki (m. Tibialis anterior).L5 : ekstensor jempol kaki (m. Ekstensor halusis longus).S1 : plantarfleksor pergelangan kaki (m. Gastroknemius soleus).

PEMERIKSAAN SENSORIK Key points untuk 28 pasang dermatom. Pemeriksaan pinprick dan light touch. 0 = tidak dapat merasakan.1= hipestesi atau hiperestesi.2= normal. NT = tidak dapat dinilai.

Titik-titik kunci :C2 protuberensia oksipitalis.C3 fossa supraklavikularis.C4 puncak sendi akromioklavikularis.C5 sisi lateral.C6 ibu jari.C7 jari tengahC8 jari kelingking.T 1sisi medial fossa antekubiti.T 2puncak aksila.T3 spatium interkostal III.T4 spatium interkostal IV (papila mamae).T5 spatium interkostal V ( antara T4 T6).T6 spatium interkostal VI ( sifisternum).T7 spatium interkostal VII ( antara T6 T8).T8 spatium interkostal VIII ( antara T6 T10).T9 spatium interkostal IX ( antara T8 T10).T10 spatium interkostal X (umbilikus) T11 spatium interkostal XI (antara T10 T12).T12 pertengahan ligamentum inguinalisL1 pertengahan antara T12 dan L2.L2 pertengahan anterior paha.L3 kondilus femoralis medialis.L4 maleolus medialis L5 dorsum pedis pada sendi metatarsofalangeal III.S1 lateral tumitS2 fossa poplitea pada garis tengahS3 tuberositas iskiiS4-5 daerah perianal (dianggap sebagai 1 level )

Gambar :

DIAGNOSISDiagnosis ditegakkan berdasarkan :1. Anamnesa.2. Pemeriksaan fisik.3. Pemeriksaan neurologik : level neurologis, klasifikasi ASIA.4. Pemeriksaan penunjang : radiologi (fotoroentgen).

PENGELOLAAN1. Penatalaksanaan pada fase akutLebih diutamakan penatalaksanaan medis dan bedah.

Tujuan rehabilitasi : Mencegah atau meminimalkan defisit neurologis. Mencegah komplikasi tirah baring.

Program rehabilitasi : Cegah kegagalan respirasi yang disebabkan oleh retensi sekresi bronkial. Pertahankan integritas kulit. Cegah komplikasi cardiovaskuler. Cegah distensi bladder, infeksi traktus urinarius.

2. Penatalaksanaan pada fase pemulihan.Penatalaksanaan rehabilitasi lebih aktif setelah masa akut lewat dan masalah medis atau bedah teratasi.

Tujuan rehabilitasi : Mengatasi masalah yang timbul akibat cedera. Memaksimalkan fungsi yang ada untuk kemandirian. Memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Mencegah komplikasi sekunder.

Program rehabilitasi :Untuk paraplegi lama proses rehabilitasi umumnya sekitar 3-4 bulan, untuk tetraplegi 4 6 bulan.a. Mobilisasi Spinal ortosis bila perlu, sesuai level skeletal. Functional resting splint untuk tetraplegi.b. Terapi latihan persiapan untuk mobilisasi Jalan dengan atau tanpa orthosis, dengan atau tanpa alat bantu. Kursi roda. Jenis kursi roda diresepkan sesuai level neurologis dan level kemandirian serta aktivitas penderita.c. Terapi latihan persiapan untuk aktivitas sehari-hari. Self care Leisure, hobby dan olah raga. Prevokasional. Splint khusus untuk meningkatkan fungsi tangan.d. Bowel training.e. Bladder trainingf. Cegah komplikasi (pulmoner, kardiovaskuler, gastrointestinal, traktus urinarius, integritas kulit, heterotropic, ossificans, spastisitas, nyeri, osteoporosis, autonomic dysreflexia).g. Psikososial.h. Sexual dan family planning.3. Penatalaksanaan pada fase lanjut.Tujuan rehabilitasi : Resosialisasi. Meningkatkan kualitas hidup. Mempertahankan kemampuan fungsional selama mungkin.

Program rehabilitasi : Persiapan resosialisasi. Rujukan untuk vocational training. Konseling keluarga. Home program.

PROGRAM REHABILITASI

Fisioterapi :1. Chest fisioterapi : Latihan pernapasan. Latihan batuk efektif. Perkussi.2. Latihan LGS pasif untuk anggota gerak yang paralise.3. Latihan LGS aktif, penguatan untuk anggota gerak yang sehat.4. Bladder & bowel training.5. Alih baring tiap 2 jam (log rolling).6. Mobilisasi bertahap (tilting table).

Okupasi terapi :Terutama pada pasien tetraplegi1. Latihan AKS, pemakaian splint untuk mempertahankan fungsional tangan, dipakai selama periode bed rest dan dalam melaksanakan AKS.2. Leisure activity.3. Prevocational training.

Sosial Medik :Home visit untuk menilai keadaan geografis di rumah yang nanti diperlukan apabila penderita pulang terutama untuk pemakaian kursi roda.

Psikologi : 1. Support mental.2. Konseling keluarga.

Perawatan :1. Untuk mencegah ulkus dekubitus, mempertahankan stabilitas tulang belakang.2. Mencegah gangguan pada kandung kencing.

LOW BACK PAIN

PendahuluanSindroma Low Back Pain adalah suatu sindroma klinik yang ditandai dengan gejala utama rasa nyeri atau perasaan lain yang tidak enak di daerah tulang punggung bagian bawah dan sekitarnya. Sindroma ini begitu sering kita dengar oleh karena memang angka kesakitan LBP di dalam masyarakat tinggi sekali. Di dalam masyarakat tampaknya LBP ini tidak mengenal perbedaan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status social, tingkat pendidikan dan sebagainya, semuanya dapat terkena LBP. Dikatakan 80% dari umat manusia ini dalam hidupnya pernah mengalami LBP. Para antropolog mengemukakan teorinya yang sangat mengesankan tentang kejadian LBP ini, yaitu bahwa LBP adalah suatu konsekuensi logis dari perkembangan manusia dari keadaan quadripedal menjadi bipedal. Pada ketika manusia masih hidup dalam keadaan quadripedal, maka berat badan disanggah oleh keempat ektremitas yaitu dua bagian belakang dan dua di bagian depan. Akibatnya beban berat yang diterima oleh tulang punggung tidak besar dan tersebar merata . Tetapi pada waktu manusia berevolusi ke arah bipedal, maka tulang punggung akan menerima beban lebih besar sebagai konsekuensi tugasnya untuk menjaga posisi tegak tubuh, dan beban ini akan lebih banyak terkonsentrasi di bagian bawah dari tulang punggung tersebut.Sehingga dengan demikian walaupun etiologi LBP dapat bervariasi dari yang paling ringan ( misalnya kelelahan otot ) sampai yang paling berat ( misalnya tumor ganas ) tetapi sebagian besar LBP masyarakat adalah akibat adanya faktor mekanik yang tidak menguntungkan tulang punggung bagian bawah dalam fungsinya untuk menjaga posisi tegak tubuh ( statistika ) maupun dalam fungsinya selama pergerakan tubuh ( dinamika ).ANATOMI DAN FISIOLOGIUntuk dapat memahami bagaimana rasa nyeri timbul pada LBP maka harus dipahami betul anatomi dan fisiologi tulang belakang pada umumnya dan tulang lumbosakral pada khususnya.A. Kolumna vertebra Kolumna vertebra terbentuk oleh unit-unit fungsional , terdiri atas :1. Segmen anteriorBagian ini terutama berfungsi sebagai penyangga beban, dibentuk oleh korpus vertebra yang dihubungkan satu dengan lainnya oleh diskus intervertebra. Struktur ini masih diperkuat oleh ligamen longitudinal posterior dan ligamen longitudinal anterior.Ligamen longitudinal posterior mempunyai arti penting dalam patofisiologi penyakit justru karena bentuknya yang unik. Sejak dari oksiput, ligamen ini menutup seluruh permukaan belakang diskus. Mulai L1 ligamen ini menyempit, hingga pada daerah L5. S1 lebar ligamen hanya tinggal separuh asalnya. Dengan demikian pada daerah ini terdapat daerah lemah, yakni bagian posterolateral kanan dan kiri diskus, daerahtak terlindung oleh ligamen longitudinal posterior. Akan nyata terlihat, bahwa tingkat L5-S1 merupakan daerah paling rawan.2. Segmen posteriorBagian ini dibentuk oleh arkus, prosesus transversus dan prosesus spinosus. Satu dengan yang lainnya dihubungkan oleh sepasang artikulasi dan diperkuat oleh ligamen serta otot. Ditinjau dari sudut kinetika tubuh (di luar kepala dan leher), maka akan tampak bahwa gerakan yang paling banyak dilakukan tubuh ialah fleksi kemudian ekstensi. Dalam kenyataannya gerakan fleksi-ekstensi merupakan tugas persendian daerah lumbal dengan pusat sendi L5-S1. Hal ini dimungkinkan oleh bentuk dan letak bidang sendi yang sagital. Lain halnya dengan bidang sendi daerah torakal yang terletak frontal, bidang sendi ini hanya memungkinkan gerakan rotasi dan sedikit laterofleksi.Diperkirakan hampir 75 % aktivitas fleksi-ekstensi tubuh ditampung sendi L5-S1, disamping itu adanya lordosis lumbal mengakibatkan kedudukan L5 terhadap S1 tidak seperti sebuah benda terletak di atas bidang horisontal, melainkan di atas bidang miring yang membentuk sudut tertentu dengan bidang horisontal. Sudut ini yang besarnya kurang lebih 340 dalam klinik disebut sudut lumbosakral Ferguson. Kenyataan ini membawa konsekuensi bahwa di samping menopang berat badan, sendi L5-S1 senantiasa dibebani oleh gaya luncur ke arah depan. Makin besar sudut Ferguson, makin besar gaya luncur, makin besar pula tekanan yang diderita oleh sendi lumbosakral . Walaupun demikian, tidak berarti sendi sendi lumbosakral identik dengan titik berat badan (TBB) . TBB pada hakekatnya adalah titik semu dimana seluruh berat badan terkumpul dan merupakan pusat gravitasi. TBB terletak pada bidang sagital, kira-kira 2,5 cm di depan S2. Titik ini dalam statistika dan kinetika tubuh mempunyai arti penting, karena setiap perpindahan titik akan memaksa tubuh melakukan kompensasi agar kembali ke tempat semula.

B. Diskus IntervertebraStruktur lain yang tak kalah penting peranannya dalam persoalan LBP adalah diskus intervertebra. Disamping berfungsi sebagai penyangga beban, diskus berfungsi pula sebagai peredam kejut. Diskus dibentuk oleh anulus fibrosus yang merupakan anyaman serat-serat fibroelastik hingga membentuk struktur mirip gentong. Tepi atas dan bawah gentong melekat pada end plate vertebra sedemikian rupa hingga terbentuk rongga antar vertebra. Rongga ini berisi nukleus pulposus suatu bahan mukopolisakarida kental yang banyak mengandung air. Menjelang usia dekade kedua, mulailah terjadi perubahan-perubahan, baik menyangkut nukleus pulposus maupun anulus fibrosus. Pada beberapa tempat serat-serat fibroelastik terputus, sebagian rusak, sebagian diganti jaringan ikat. Proses ini akan berlangsung secara kontinu hingga dalam anulus terbentuk rongga-rongga. Ke dalam rongga-rongga ini materi nukleus akan melakukan infiltrasi. Sementara itu nukleus pulposus juga mengalami perubahan berupa penyusutan kadar air. Jadi terciptalah suatu keadaan dimana di satu pihak volume materi nukleus berkurang, di pihak lain volume rongga antar vertebra bertambah. Hasilnya ialah penurunan tekanan intra diskus.Sebagai kelanjutan proses, beberapa hal dapat terjadi :a. Penurunan tekanan intradiskus menyebabkan vertebra yang berurutan saling mendekat.Hal ini akan mengakibatkan lepasnya ligamentum longitudinal posterior dan anterior dari tempat perlekatannya. Bagian ligamen yang terlepas akan berlipat-lipat dan lipatan ini akan mengalami fibrosis, disusul kalsifikasi hingga terbentuk osteofit. Jadi osteofit sebenarnya bukan berasal dari pertumbuhan hipertrofik tulang, melainkan merupakan jaringan lunak ( ligamen dan anulus fibrosis ) yang mengalami kalsifikasi.b. Pendekatan dua buah korpus vertebra yang berurutan mengakibatkan pendekatan selaput kapsul sendi artikulasio posterior hingga timbul iritasi sinovial .c. Materi nukleus pulposus yang mengisi rongga-rongga dalam anulus fibrosis makin banyak dan makin mendekati lapisan anulus paling luar. Bila suatu ketika tekanan intradiskus mendadak naik, tekanan ini mampu mendorong materi nukleus menonjol keluar. Dua keadaan pertama mendasari gambaran klinik sindroma spondilosis, sedangkan keadaan terakhir merupakan awal kejadian suatu Hernia Nukleus Polpusus ( HNP ).

PEMBAGIAN LOW BACK PAINDalam Klinik LBP dibagi dalam 4 kelompok.I. LBP oleh faktor mekanik. Dimasukkan jenis-jenis LBP atas dasar kelainan sistim muskuloskeletal. a. LBP oleh mekanik akut.Biasanya timbul bila tubuh melakukan gerakan secara mendadak melakukan gerakan melampaui batas kemampuan sendi dan otot (range of motion) atau melakukan sesuatu untuk jangka waktu terlampau lama. Contohnya ialahseorang yang mendadak bergerak untuk menangkap benda yang sedang jatuh, memaksa diri mendorong mobil mogok, atau berdiri dalam bus antar kota yang kebetulan penuh sesak. Pada contoh pertama dan kedua nyeri timbul akibat terjadinya regangan serabut-serabut otot dan jaringan miofasial, mungkin disertai pula robekan dan perdarahan ringan. Pada contoh ketiga nyeri timbul akibat iskemi otot oleh penumpukan sisa-sisa metabolisme.b. LBP oleh mekanik kronik ( menahun )Paling sering disebabkan oleh sikap tubuh yang jelek. Dengan sikap tubuh jelekdimaksudkan adalah sikap tubuh membungkuk ke depan, kepala menunduk, perut membuncit dan dada kempes mendatar. Sikap tubuh yang demikian tentunya akan mendorong TBB bergeser ke arah depan. Sebagai kompensasi agar keseimbangan tubuh tetap terjaga, punggung dan bahu harus ditarik ke arah belakang, sehingga timbul hiperlordosis lumbal. Hal ini tentunya dimungkinkan bila otot-otot paravertebra melakukan kontraksi terus menerus. Di samping itu hiperlordosis mengakibatkan pendekatan selaput sendi artikulasio posterior hingga timbul iritasi dan inflamasi. Baik kontraksi otot terus menerus maupun iritasi selaput sendi artikulasio posterior, keduanya secara potensial merupakan sumber nyeri.Disamping akibat sikap tubuh yang jelek, penggeseran TBB ke arah depan terlihat juga pada wanita-wanita yang gemar memakai sepatu dengan tumit tinggi. Wanita-wanita ini tidak jarang menjadi penderita LBP menahun. Mekanisme yang sama mendasari timbulnya LBP pada wanita hamil trimester kedua dan ketiga.Juga penerapan ergonomi yang kurang tepat, misalnya : Tukang pangkas rambut, yang terus menerus berdir dengan tidak memperhatikan prinsip flat back. Pembuatan kursi sekretarisdengan alas punggung membulat. Alas punggung yang baik harus mendatar dengan sudut kira-kira 100-1100. Pembuatan alas tidur terlalu tebal dan empuk hingga tubuh seolah-olah terbenam.II. LBP oleh faktor organik.Proses patologik primer berada di tulang vertebra, diskus intervertebra atau dalam kanalis spinal.a. LBP osteogenik.1. Radang2. TraumaTidak jarang LBP merupakan keluhan utama pada fraktur verteralumbal. Lebih-lebih fraktur spontan akibat osteoporosis pada penderita usia lanjut. Jenis fraktur ini sering disertai spondilolisthesis L5-S1 dan L4-L5.3. Keganasan Dapat bersifat primer, multiple mieloma atau sekunder akibat metastasis.4. Kongenitalb. LBP diskogenik Dalam hal ini proses primer terletak pada diskus intervertebra. Bentuk gangguan yang sering dijumpai ialah :1. SpondilosisAdalah suatu proses degenerasi progresif diskus intervertebra. Keadaan ini menimbulkan nyeri berasal dari dua macam sumber :- osteoartritis- radikulitis jebakan, radiks terjebak dalam perjalanannya melewati foramen intervertebra yang menyempit. Sebenarnya nyeri tidak bersumber pada tekanan radiks secara langsung, melainkan dari tekanan sarung duramater yang mengakibatkan iskemi dan inflamasi. Itulah sebabnya mangapa provokasi peninggian tekanan intratekal dapat menambah keluhan nyeri.Hendaknya dipahami bahwa secara radiologik banyak dijumpai gambaran spondilosis, terutama pada penderita usia lanjut. Fakta ini saja pada dasarnya belum cukup menyimpulkan bahwa LBP tersebut disebabkan oleh spondilosis, justru karena gambaran radiologik spondilosis merupakan penemuan yang biasa dan wajar di kalangan usia pertengahan ke atas. Gambaran radiologik spondilosis tidak selalu memberikan manifestasi klinik.2. Hernia Nukleus PulposusGangguan ini dalam kepustakaan berbahasa Inggris lebih dikenal dengan nama Hernia Diskus Intervertebra (HDI). Sebagaimana telah disunggung, hakekatnya HNP terjadi sebagai kelanjutan proses degenerasi diskus intervertebra. Peranan utama yang mendahului, bila ada, tidak lain hanya sebagai pencetus belaka. Walaupun demikian, adanya penderita HNP usia muda adalah suatu kenyataan. Diperkirakan pada usia muda ini anomali anulus fibrosus mendasari patofisiologi HNP.Berbeda dengan bentuk anulus fibrosus di daerah cervikal yang tak sama tebalnya. Hal ini membawa konsekuensi teoritik, bahwa herniasi dapat terjadi ke segala arah. Akan tetapi kenyataannya hanya dua arah herniasi akan memberikan manifestasi klinik :- Herniasi posterosentral, mengakibatkan LBP oleh penekanan ligamen longitudinal posterior.Tidak ada kompresi radiks karenanya tidak ada iskias.- Herniasi posterolateral, sangat mungkin melibatkan radiks karena ke arah posterolateral ini tidak ada perlindungan ligamen longitudinal posterior.Timbul LBP disertai iskias.Seperti telah disinggung, L5-S1 merupakan daerah paling rawan. Kenyataan menunjukkan HNP Lumbal paling sering terjadi pada diskus L5-S1. Lebih ke atas kemungkinan HNP jarang.Dalam klinik HNP L5-S1 dengan iritasi radiks S1 akan memberikan gambaran sebagai berikut :a. gejala iskias, dirasakan sebagai nyeri mulai dari pinggang menjalar ke bokong, paha, belakang tumit dan telapak kaki. Nyeri mungkin timbul spontan, mungkin pula timbul setelah provokasi percobaan Laseque/Straight Leg Raising (SLR).b. ditemukan tanda-tanda defisit neurologik berupa hipestesi tumit dan bagian lateral kaki. Refleks tendon tumit merendah.c. Provokasi peninggian tekanan intratekal positif dengan cara percobaan Valsava, Naffziger.d. Provokasi peninggian tekanan intradiskus positif. Perubahan-perubahan tekanan intradiskus terjadi pada perubahan sikap atau posisi tubuh. Pada waktu tirah baring keluhan subyektif berkurang.e. Spasme otot-otot paravertebra dengan akibat hilangnya lordosis lumbal disertai timbulnya skoliosis kompensasi.f. EMG memberikan gambaran iritasi atau kompresi radiks.g. Cairan serebrospinal normal atau sedikit kenaikan kadar protein.h. Mielografi positif.3. Spondilitis AnkilosaBiasanya dimulai dari sendi sakroiliaka. Lalu menjalar ke atas daerah leher. Gejala permulaan bersifat ringan, sering hanya berupa kaku. Keluhan terutama dirasakan pada waktu pagi bangun tidur, membaik setelah melakukan pergerakan. Khas ditemukan gambaran ruas-ruas bambu ( bamboo spine) pada pemeriksaan radiologik.c. LBP neurogenik- neoplasmaNeoplasma intrakanalis tidak jarang dijumpai. Walaupun sebagian besar bersifatjinak, harus waspada karena tingkat morbiditas cukup tinggi. LBP merupakan keluhan utama pada kira-kira 80% penderita, disusul defisit neurologis yang berkembang cepat, termasuk gangguan otonom. Bila pada penderita HNP tirah baring meringankan keluhan, penderita neoplasma intrakanalis spinal senantiasa terbangun malam oleh nyeri.- arakhnoiditis- stenosis kanal akibat proses degenerasi, timbul penyempitan kanal spinal.III. Nyeri rujukanIV. Nyeri psikogenik

DIAGNOSTIK LBPSeperti lazimnya, pendekatan diagnostik dimulai dengan pengambilan anamnesis, disusul oleh pemeriksaan umum dan khusus, kemudian pemeriksaan pendukung.AnamnesisAnamnesis dilakukan secara terarah dan terbimbing. Ditanyakan hal sebagai berikut : Sejak kapan keluhan nyeri timbul. Mendadak? Adakah trauma atau aktifitas fisik lain yang mendahului? Ataukah spontan? Bagaimana sifat nyeri, tajam seperti ditusuk dan berdenyut sering bersumber dari sendi, tulang dan ligamen. Sedangkan nyeri otot terasa pegal/kemeng. Lokasi nyeri, apakah nyeri setempat atau disertai penjalaran nyeri ke arah tungkai ( ada keterlibatan radiks ). Adakah hal atau keadaan yang dapat meringankan atau memprovokasi nyeri. HNP keluhan akan berkurang dengan tirah baring. Sebaliknya penderita tumor intrakanalis spinal merasa lebih ringan bila berjalan-jalan. Penderita spondilitis ankilosa mengeluh kaku pagi hari dan berkurang dengan melakukan gerakan tubuh. Disamping itu batuk dan bersin serta mengejan memprovokasi nyeri pada penderita HNP. Adakah klaudikasio intermitten? Klaudikasio intermitten neurogenik dapat dibedakan dengan klaudikasio intermitten vaskuler berdasarkan pulsasi pembuluh darah perifer yang normal. Di samping itu pada klaudikasio intermitten neurogenik nyeri akan berkembang menjadi parestesi dan kelumpuhan. Adakah demam yang timbul selama beberapa waktu terakhir? Adanya demam menyokong kemungkinan suatu proses infeksi seperti spondilitis. Apakah nyeri stasioner atau progresif, nyeri yang stasioner mungkin berasal dari LBP mekanik kronik, sedangkan nyeri progresif kemungkinan suatu tumor. Lebih-lebih disertai adanya defisit neurologis. Adanya keluhan nyeri di bagian tubuh lain. Adakah gangguan libido, kalau penderita seorang wanita ditanyakan adakah gangguan dalam siklus haid, adakah memakai IUD (kemungkinan inflamasi). Apakah nyeri berpindah-pindah, nyeri psikogenik cenderung menunjukkan sifat tidak tetap. Adakah riwayat penyakit yang serupa dalam keluarga. Artritis rematoid tidak jarang menunjukkan tendensi familiar.

Observasi UmumPerhatikan cara penderita berdiri, jalan dan duduk. Penderita HNP biasanya tertatih-tatih, tungkai yang sakit dalam posisi fleksi lutut dan panggul untuk mengurangi nyeri. Penderita yang mengalami sprain berjalan tegak sambil menahan pinggangnya dengan kedua tangan. Sebaliknya penderita oleh faktor mekanik menunjukkan postur yang jelek. Selanjutnya perhatikan bagian belakang tubuh, apakah ada gibbus, skoliosis. Bagaimana bentuk lordosis, normal, mendatar, atau hiperlordosis. Pendataran lordosis disebabkan oleh spasme otot paravertebra (pada HNP), hiperlordosis pada postur jelek. Perhatikan pula apakah ada kemiringan pelvis, biasanya disebabkan oleh panjang tungkai yang tidak sama. Bagaimana kedua tungkai, adakah atrofi? Setelah inspeksi di atas kita melakukan palpasi.Pemeriksaan Neurologik.- Pemeriksaan motorik :Apakah ada kelumpuhan, atrofi, fasikulasi. Kalau ada kelumpuhan segmen mana yang terganggu. Misalnya HNP L5-S1 biasanya melibatkan radiks S1 (kalau ada kelumpuhan dijumpai kelumpuhan otot gastronemius dan otot gluteus maksimus).- Pemeriksaan sensorik- Pemeriksaan refleks, percobaan Laseque/SLR, percobaan Laseque menyilang ,percobaan Naffziger, Valsava, modifikasi Kemp, Patrick/Fabere, Patrick terbalik, Gaenslens, percobaan Thomas.Pemeriksaan RadiologikFoto polos tulang belakang khususnya daerah lumbosakral bermanfaat untuk diagnostik faktor mekanik, osteogenik dan sebagian diskogenik. Perhatikan sudut Ferguson, fraktur kompresi, osteoporosis, spondilolisthesis, keganasan, spondilitis ankilosa (bamboo spine), spondilosis ditandai oleh adanya osteofit penyempitan foramen intervertebra (foto oblik).

Pemeriksaan EMGMerupakan diagnosa pasti untuk membuktikan keterlibatan radiks

Pemeriksaan cairan cerebrospinalPemeriksaan mielografi (untuk indikasi tertentu )PROBLEM REHABILITASI adanya nyeri pada tulang belakang keterbatasan dalam melakukan aktifitas sehari-hari keterbatasan dalam melakukan pekerjaan

PENATALAKSANAANPada prinsipnya penanganan LBP terdiri dari :1. Obat-obatan2. Penanganan Rehabilitasi Medik3. PembedahanObat-obatan :Langkah pertama adalah pemberian obat-obatan , untuk mengurangi nyeri tanpa menghiraukan penyebab dasar LBP. Obat yang diberikan berupa golongan analgetika, dimana golongan ini terdiri dari analgetika antipiretik dan analgetika narkotik. Yang umum digunakan analgetik antipiretik yang bekerja menghambat sintesa dan pelepasan endogenous pain substance sehingga mencegah sensitisasi reseptor nyeri. Di samping itu dikenal pula obat yang mempunyai potensi anti inflamasi di samping analgetik misalnya pirasolon dan derivat-derivat asam organik lainnya, dikenal dengan NSAID.- Tranquilizer minor.Bekerja sentral menurunkan respons terhadap rangsangan nyeri. Di samping itu untuk mengurangi kegelisahan dan untuk relaksasi otot.PROGRAM REHABILITASI MEDIK1. LBP oleh faktor mekanik akut.Tirah baring total disertai pemanasan setempat seperti infra merah , kompres air hangat, bantal panas. Biasanya kesembuhan setelah 4-5 hari.2. LBP oleh faktor mekanik kronik.Pada keadaan ini hiperlordosis mendasari patofisiologi nyeri. Karena itu tatalaksana ditujukan pada latihan-latihan untuk menghilangkan hiperlordosis tersebut.Pemberian latihan tujuannya untuk : mengurangi hiperlordosis/ memperbaiki postur tubuh membiasakan diri untuk melakukan gerakan-gerakan yang sesuai dengan biomekanik tulang punggung.Latihan yang diberikan pada prinsipnya untuk : Latihan penguatan dinding perut, otot gluteus maksimus. Latihan peregangan untuk otot yang memendek, terutama otot punggung dan hamstring.Teknik Latihan.a. Penderita berbaring telentang, sendi panggul dan lutut dalam keadaan fleksi.Dengan kekuatan otot perut, tekan pinggang hingga menempel dasar. Kemudian angkat pinggul ke atas sementara posisi pinggang tetap dipertahankan melekat pada dasar. Hal ini dimungkinkan oleh kontraksi otot gluteus maksimus.b. Penderita berbaring telentang, sendi panggul dan lutut dalam keadaan fleksi. Dengan kedua belah tangan di dada, angkatlah kepala dan bahu hingga dagumenempel di dada.c. Penderita berbaring telentang, sendi panggul dan lutut dalam keadaan fleksi. Tarik salah satu lutut ke arah perut sambil mengangkat kepala dan bahu, seolah-olah hendak mencium lutut. Lakukan bergantian dengan tungkai satunya.d. Sama seperti latihan C tetapi dua lutut sekaliguse. Berdiri membelakangi dinding dengan jarak kurang lebih 15 cm dari dinding. Tekan pinggang ke arah dinding hingga tidak ada celah antara pinggang dan dinding.3. LBP oleh karena fraktur kompresi Dikenal 2 macam penanganan : konservatif : tirah baring 4-6 minggu disusul mobilisasi dengan korset untuk 4-6 minggu lagi, bila jenis fraktur stabil. Bila tidak stabil, diperlukan tirah baring yang lebih lama (6-8 minggu). Pada umumnya penanganan konservatif memberikan hasil yang cukup bila kedudukan fragmen fraktur cukup baik. OperatifTindakan operatif merupakan indikasi bila kedudukan fragmen fraktur jelek, sedangkan reposisi sulit dilakukan secara konservatif.4. OsteoporosisSelain mengakibatkan fraktur spontan, tak jarang mengakibatkan pula spondilolistesis pada penderita usia lanjut.Penanganannya : latihan-latihan, pemasangan korset, pemanasan dangkal.5. KeganasanTerhadap fraktur patologik yang mungkin terjadi atau instabilitas tulang belakang dapat diberikan korset.6. Hernia Nukleus PulposusPenanganan : konservatif Tirah baring selama 3-5 hari di atas tempat tidur dengan alas yang keras selama fase akut, dengan posisi semu Fowler : setengah duduk dengan sedikit fleksi pada sendi lutut dan panggul. Terapi fisikBiasanya diberikan diatermi dalam (SWD), asal tidak ada kontra indikasi berupa : tumor, gangguan sensibilitas, implantasi metal.- Traksi pelvisTujuannya untuk relaksasi otot, memperbaiki lordosis dan meregangkan diskus yang menyempit. Kontra indikasi traksi : infeksi tulang, keganasan, fraktur, osteoporosis.-Latihan-latihan yang pada prinsipnya untuk memperkuat otot-otot tulang belakang.Tindakan operatif :-Kegagalan konservatif ( kekambuhan sering terjadi )-Adanya gangguan neurologis yang progresif (kelemahan otot )NukleolisisMerupakan metode/alternatif setelah operasi gagalEdukasi Penderita ( Proper body mechanics ) :- Waktu berdiri-Jangan memakai sepatu dengan tumit terlalu tinggi-Bila berdiri dalam waktu lama, selingilah dengan periode jongkok sebentar.-Bila mengambil sesuatu di tanah, jangan membungkuk, tapi tekuklah pada lutut.- Waktu berjalan-Berjalanlah dengan posisi tegak, rileks dan jangan tergesa-gesa.- Waktu duduk-Busa jangan terlalu lunak-Punggung kursi mempunyai kostur bentuk S, seperti kostur tulang punggung.-Kursi jangan terlalu tinggi sehingga bila duduk , lutut lebih rendah dari paha.-Bila duduk seluruh punggung harus sebanyak mungkin kontak dengan punggung kursi.- Waktu tidur-Waktu tidur punggung dalam keadaan mendatar- Olah raga-Pada penderita LBP dimana kondisi punggung belum cukup stabil harus dihindari olah raga bersifat beregu. Yang dianjurkan adalah olah raga perorangan yaitu berenang (latihan aktif hampir seluruh otot tubuh, namun stres berat badan terhadap punggung kecil sekali akibat daya mengambang di air. Lari, terbaik adalah jogging, jangan lari cepat.

REHABILITASI PADA SINDROMA GUILLAIN BARRE

Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan sistim saraf akut dan difus yang mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang juga saraf kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu infeksi. Merupakan suatu penyakit autoimun.Manifestasi klinis utama dari SGB adalah suatu kelumpuhan yang simetris, tipe LMN dari penderita sembuh secara spontan. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan didahului oleh suatu infeksi saluran nafas atau saluran cerna 1-3 minggu sebelumnya. Sampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk SGB. Pengobatan secara simptomatis dan perawatan yang baik serta rehabilitasi dini dapat memperbaiki prognose dan kwalitas hidup penderita.

ETIOLOGI DAN PATOGENESAAkibat suatu infeksi yang mendahului SGB akan timbul autoantibodi/imunitas seluler terhadap jaringan sistim saraf perifer. Akhirnya sistim imunitas ini menyebabkan demilinisasi segmental, dimana mielin terkelupas dari aksonnya.

GAMBARAN KLINIS1. Kelumpuhan ekstremitas tipe LMN. Kelumpuhan pada kedua ekstremitas bawah bisa serentak pada keempat ekstremitas.2. Gangguan sensibilitas. Defisit sensoris, seperti pola kaos kaki dan sarung tangan3. Saraf kranialis. Yang paling sering terkena N.VII. Diplopia bisa terjadi akibat terkena N.III/N.VI. Bila N.IX dan X terkena akan menyebabkan gangguan berupa sukar menelan, disfonia, pada kasus berat menyebabkan kegagalan pernafasan karena paralisis N. Laringeus.4. Gangguan fungsi otonom5. Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi utama yang berakibat fatal, disebabkan paralisis diafragma dan kelumpuhan otot-otot pernafasan.6. Papil edema, penyebabnya belum diketahui.7. Perjalanan penyakit terdiri dari 3 fase :a. Fase progresif: onset sampai 4 minggub. Fase plateau: kelumpuhan telah mencapai maksimal dan menetap, sering selama 3 minggu c. Fase rekonvalesen : ditandai dengan timbulnya perbaikan kelumpuhan extremitas, yang berlangsung selama beberapa bulan.Seluruh perjalanan penyakit SGB ini berlangsung dalam waktu kurang dari 6 Bulan.8. Pemeriksaan laboratoriumYang menonjol hdala peninggian kadar protein dalam cairan otak 0,5mg%, tanpa diikuti oleh peninggian jumlah sel, hal ini disebut disosiasi sito albuminik. Peninggian ini dimulai pada minggu 1 2 mancapai puncak setelah 3-6 minggu.9. Pemeriksaan EMG Terdapat perlambatan dan blok hantaran saraf

DIAGNOSA DITEGAKKAN BERDASARKAN:1. Anamnesis kelumpuhan simetris dimulai dari extremitas bawah menyebar secara ascendens ke anggota gerak atas dan adanya periastesia pada ujung-ujung extremitas.2. Pemeriksaan dan gambaran klinis :a. Gambaran yang diperlukan untuk diagnosa :- Kelemahan motorik yang progresif LMN- Arefleksia atau hiporefleksiab. Gambaran yang mendukung diagnosis :- Gambaran klinis : Progresif cepat dari beberapa hari sampai 4 minggu Relatif simetris Keluhan dan gejala sensoris yang ringan Terlibatnya saraf kranialis Penyembuhan dimulai setelah 4 minggu fase progresif berakhir Gangguan otonom Afebril pada saat onset- Gambaran CSF Peninggian kadar protein Jumlah sel mononuclear cairan otak < 10 sel / mm3.- Gambaran EMG : Terdapatnya perlambatan atau blok hantaran saraf3.Pemeriksaan laboratorium : Peninggian kadar protein dalam cairan otak. 50mg% tanpa diikuti oleh peninggian jumlah sel dalam cairan otak disebut disosiasi seto-albuminik.4. Pemeriksaan EMG :Kecepatan hantaran saraf motorik dan sensorik yang melambat, distal motor latense memanjang dan kecepatan hantaran gelombang F melambat, menunjukkan perlambatan pada segmen proximal dari radix saraf.

PROBLEM REHABILITASIAdanya kelemahan sehingga terjadi hambatan :1. Ambulasi2. AKS ( Aktivitas Kehidupan Sehari-hari )3. Psikososial

PROGRAM REHABILITASI MEDIKStadium akutPada fase ini, penderita menunjukkan kelemahan otot yang komplit atau sedang berjalan. Sasaran rehabilitasi medik : memelihara luas gerak sendi ( mencegah kontraktur), mencegah terjadinya ulkus dekubitus, memelihara fungsi pernafasan dan memberikan dukungan psikologis.

Latihan luas gerak sendi (ROM exercise)a. Pasif atau aktif asistif ( tergantung kekuatan otot )b. Tidak boleh sampai lelahc. Latihan dikerjakan dengan hati-hati, jangan sampai terjadi peregangan yang berlebihan karena akan mencederai otot yang dilatihd. Resting splint dapat diprogramkan untuk tangan (untuk mempertahankan posisi pergelangan tangan dan tangan pada posisi fungsional ) dan untuk kaki ( mencegah kontraktur tendon Achilles )

Pencegahan ulkus dekubitusa. Rubah posisi penderita setiap 2 jam (minimal)b. Hindari penekanan pada daerah-daerah yang mudah iskemik, misalnya dengan memberi ganjalan bantalan yang lembutDukungan Psikologis ( psychological support )Harus segera diberikan karena penderita akan menjadi cemas dan putus asa

Stadium AntaraPada fase ini terlihat perbaikan ( umumnya setelah 1-2 bulan dari onset )

Program Rehabilitasi Medik :a. Latihan luas gerak sendi diteruskan. Jangan terjadi overstretching.b. Latihan penguatan otot disesuaikan dengan kemajuan motorik, tidak boleh lelah.c. Gaittrainning ( Latihan Jalan ) :- Latihan berdiri hanya boleh dimulai jika kekuatan otot betis ( gastrocsoleus) sudah fair(3) ke atas.- Latihan jalan hanya boleh dimulai jika otot gluteus, hamstring dan kwadriseps kekuatannya sudah Fair ke atas.- Jika kekuatan otot-otot tersebut masih poor(2) latihan jalan dapat dilakukan di dalam air ( kolam latihan atau Hubbard tank).- Latihan jalan permulaan sebaiknya memakai alat bantu walkerd. Latihan ADL ( Activities of Daily Living )- Penderita hanya boleh mulai makan sendiri jika kekuatan otot anggota gerak atas Fair ke atas, terkadang diperlukan splint untuk pergelangan tangan dan kaki- Demikian pula untuk kegiatan lainnya harus dihindari terjadinya kerja yang berlebihan dan kekuatan, karena akan membuat cedera ototnya

Stadium KronikApabila penderita tidak menunjukkan perbaikan motorik yang berarti setelah lebih 6 bulan, berarti terdapat kerusakan aksonal yang luas. Pada kondisi ini program rehabilitasi medik sangat diperlukan penderita. Sambil menunggu kesembuhan selanjutnya, program pencegahan timbulnya komplikasi imobilisasi lama harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Petunjuk untuk teknik energy saving perlu diberikan sehingga penderita dapat merasakan bahwa kualitas hidupnya tetap maju meskipun perlahan.