pengantar pendidikan

27
1. Latar Belakang Pentingnya Pendidikan Karakter Pendidikan karakter akhir-akhir ini semakin banyak diperbincangkan di tengahtengah masyarakat Indonesia, terutama oleh kalangan akademisi. Sikap dan perilaku masyarakat dan bangsa Indonesia sekarang cenderung mengabaikan nilai-nilai luhur yang sudah lama dijunjung tinggi dan mengakar dalam sikap dan perilaku sehari-hari. Nilai-nilai karakter mulia, seperti kejujuran, kesantunan, kebersamaan, dan religius, sedikit demi sedikit mulai tergerus oleh budaya asing yang cenderung hedonistik, materialistik, dan individualistik, sehingga nilai-nilai karakter tersebut tidak lagi dianggap penting jika bertentangan dengan tujuan yang ingin diperoleh. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki peradaban yang mulia dan peduli dengan pendidikan bangsa, sudah seyogyanya kita berupaya untuk menjadikan nilai-nilai karakter mulia itu tumbuh dan bersemi kembali menyertai setiap sikap dan perilaku bangsa, mulai dari pemimpin tertinggi hingga rakyat jelata, sehingga bangsa ini memiliki kebanggaan dan diperhitungkan eksistensinya di tengah-tengah bangsa- bangsa lain. Salah satu upaya ke arah itu adalah melakukan pembinaan karakter di semua aspek kehidupan masyarakat, terutama melalui institusi pendidikan. Membangun karakter bangsa membutuhkan waktu yang lama dan harus dilakukan secara berkesinambungan. Karakter yang melekat pada bangsa kita akhir-akhir ini

description

pengantar pendidikan

Transcript of pengantar pendidikan

1. Latar Belakang Pentingnya Pendidikan KarakterPendidikan karakter akhir-akhir ini semakin banyak diperbincangkan di tengahtengah masyarakat Indonesia, terutama oleh kalangan akademisi. Sikap dan perilaku masyarakat dan bangsa Indonesia sekarang cenderung mengabaikan nilai-nilai luhur yang sudah lama dijunjung tinggi dan mengakar dalam sikap dan perilaku sehari-hari. Nilai-nilai karakter mulia, seperti kejujuran, kesantunan, kebersamaan, dan religius, sedikit demi sedikit mulai tergerus oleh budaya asing yang cenderung hedonistik, materialistik, dan individualistik, sehingga nilai-nilai karakter tersebut tidak lagi dianggap penting jika bertentangan dengan tujuan yang ingin diperoleh. Sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki peradaban yang mulia dan peduli dengan pendidikan bangsa, sudah seyogyanya kita berupaya untuk menjadikan nilai-nilai karakter mulia itu tumbuh dan bersemi kembali menyertai setiap sikap dan perilaku bangsa, mulai dari pemimpin tertinggi hingga rakyat jelata, sehingga bangsa ini memiliki kebanggaan dan diperhitungkan eksistensinya di tengah-tengah bangsa-bangsa lain. Salah satu upaya ke arah itu adalah melakukan pembinaan karakter di semua aspek kehidupan masyarakat, terutama melalui institusi pendidikan. Membangun karakter bangsa membutuhkan waktu yang lama dan harus dilakukan secara berkesinambungan. Karakter yang melekat pada bangsa kita akhir-akhir ini bukan begitu saja terjadi secara tiba-tiba, tetapi sudah melalui proses yang panjang. Potret kekerasan, kebrutalan, dan ketidakjujuran anak-anak bangsa yang ditampilkan oleh media baik cetak maupun elektronik sekarang ini sudah melewati proses panjang. Budaya seperti itu tidak hanya melanda rakyat umum yang kurang pendidikan, tetapi sudah sampai pada masyarakat yang terdidik, seperti pelajar dan mahasiswa, bahkan juga melanda para elite bangsa ini.Pendidikan harus mampu melakukan perbaikan karakter bangsa kita. Karena itu, pendidikan kita perlu direkonstruksi ulang agar dapat menghasilkan lulusan yang lebih berkualitas dan siap menghadapi dunia masa depan yang penuh dengan problema dan tantangan serta dapat menghasilkan lulusan yang memiliki karakter mulia. Dengan kata lain, pendidikan harus mampu mengemban misi pembentukan karakter (character building) sehingga para peserta didik dan para lulusannya dapat berpartisipasi dalam mengisi pembangunan di masa-masa mendatang tanpa meninggalkan nilai-nilai karakter mulia.Salah satu upaya untuk mewujudkan pendidikan seperti di atas, para peserta didik (siswa dan mahasiswa) harus dibekali dengan pendidikan khusus yang membawa misi pokok dalam pembinaan karakter mulia. Pendidikan seperti ini dapat memberi arah kepada para peserta didik setelah menerima berbagai ilmu maupun pengetahuan dalam bidang studi, sehingga mereka dapat mengamalkannya di tengah-tengah masyarakat dengan tetap berpatokan pada nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang universal. Arah dan tujuan pendidikan nasional kita, seperti diamanatkan oleh UUD 1945, adalah peningkatan iman dan takwa serta pembinaan akhlak mulia para peserta didik yang dalam hal ini adalah seluruh warga negara yang mengikuti proses pendidikan di Indonesia. Amanat konstitusi kita ini dengan tegas memberikan perhatian yang besar akan pentingnya pendidikan karakter (akhlak mulia) dalam setiap proses pendidikan dalam membantu membumikan nilai-nilai agama dan kebangsaan melalui ilmu pengetahuan dan teknologi yang diajarkan kepada seluruh peserta didik. Keluarnya undang-undang tentang sistem pendidikan nasional (sisdiknas), yakni UU no. 20 tahun 2003, menegaskan kembali fungsi dan tujuan pendidikan nasional kita. Pada pasal 3 UU ini ditegaskan, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Misi besar pendidikan nasional seperti di atas menuntut semua pelaksana pendidikan di memiliki kepedulian yang tinggi akan masalah moral atau karakter.

2. Pengertian Pendidikan Karakter dan PemudaPendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada manusia yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil. Jadi banyak aspek yang terkait dengan nilai-nilai pendidikan karakter menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.Definisi pemuda adalah individu yang bila dilihat secara fisik sedang mengalami perkembangan dan secara psikis sedang mengalami perkembangan emosional, sehingga pemuda merupakan sumber daya manusia pembangunan baik saat ini maupun masa datang. Sebagai calon generasi penerus yang akan menggantikan generasi sebelumnya. Secara internasional,WHO menyebut sebagai young people dengan batas usia 10-24 tahun, sedangkan usia 10-19 tahun disebut adolescenea atau remaja. International Youth Year yang diselenggarakan tahun 1985, mendefinisikan penduduk berusia 15-24 tahun sebagai kelompok pemuda.

3. Faktor Pembentukan Karakter Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya sebuah karakter. Dari sekian banyak faktor tersebut, para ahli menggolongkannya ke dalam dua bagian, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.1) Faktor InternTerdapat banyak hal yang mempengaruhi faktor internal ini, diantaranya adalah:a. Insting atau Naluri Insting adalah suatu sifat yang dapat menumbuhkan perbuatan yang menyampaikan pada tujuan dengan berfikir lebih dahulu kearah tujuan itu dan tidak didahului latihan perbuatan itu. Setiap perbuatan manusia lahir dari suatu kehendak yang digerakkan oleh naluri (Insting). Oleh karenanya pengaruh naluri pada diri seseorang sangat besar, tergantung pada bagaimana seseorang tersebut menyalurkannya. Naluri dapat menjerumuskan manusia kepada kehinaan (degradasi), sebaliknya naluri juga dapat mengangkat derajat manusia, jika naluri tersebut disalurkan kepada hal yang positif.b. Adat atau KebiasaanSalah satu faktor penting dalam tingkah laku manusia adalah kebiasaan, karena sikap dan perilaku yang menjadi akhlak (karakter) sangat erat sekali dengan kebiasaan, yang dimaksud dengan kebiasaan adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga mudah untuk dikerjakan.c. Kehendak atau Kemauan Kemauan ialah keinginan untuk melangsungkan segala ide dan segala yang dimaksud, walau disertai dengan berbagai rintangan dan kesukaran, namun sekali-kali tidak mau tunduk pada rintangan-rintanagn tersebut. Salah satu kekuatan yang berlindung dibalik tingkah laku adalah kehendak atau kemauan keras. Itulah yang menggerakkan dan merupakan kekuatan yang mendorong manusia dengan sungguh-sungguh untuk berprilaku baik (berakhlak).d. Suara Hati atau Hati NuraniNurani adalah suatu benih yang telah diciptakan oleh Allah dalam jiwa manusia. Nurani dapat tumbuh berkembang serta berbunga karena pengaruh pendidikan, dia akan statis bila tidak ditumbuh kembangkan.e. Hereditas atau KeturunanHereditas merupakan sifat-sifat atau ciri yang diperoleh oleh seorang anak atas dasar keturunan atau pewarisan dari generasi ke generasi melalui sebuah benih2) Faktor Eksterna) PendidikanPendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter seseorang, sehingga baik dan buruknya akhlak seseorang sangat tergantung pada pendidikan. Hal tersebut sesuai dengan tujuan dari pendidikan itu sendiri, salah satu diantaranya ialah menjadikan manusia sebagai insan kamil.b) LingkunganLingkungan dengan teman-teman yang jahat mempunyai pengaruh yang negatif terhadap perkembangan anak, bukan hanya perkataannya saja tetapi seluruh perilaku atau perbuatannya. Jadi dapat dikatakan bahwa lingkungan pergaulan mempunyai pengaruh yang sangat dominan terhadap perkembangan anak.

4. Nilai-nilai Karakter yang DitargetkanNilai-nilai karakter yang ditargetkan kepada generasi muda adalah sebagai berikut.1. Ketaatan beribadah, yakni pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan untuk selalu menjalankan ajaran agamanya. 2. Kejujuran, yakni sikap dan perilaku seseorang yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya selalu dapat dipercaya dalam perkataan dan perbuatannya. 3. Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, baik terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara, maupun Tuhan YME. 4. Kedisiplinan, yakni sikap dan perilaku yang menunjukkan ketertiban dan kepatuhan terhadap berbagai ketentuan dan peraturan. 5. Etos kerja, yakni sikap dan perilaku seseorang yang menunjukkan semangat dan kesungguhan dalam melakukan suatu pekerjaan. Karakter inilah yang sekarang terwujud dalam bentuk kerja sama, yakni sikap dan perilaku yang menunjukkan upaya dalam melakukan suatu pekerjaan bersama-sama secara sinergis demi tercapainya tujuan. 6. Kemandirian, yakni sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. 7. Sinergi, yakni sikap dan perilaku yang menunjukkan upaya-upaya untuk memadukan berbagai pekerjaan yang dilakukan. 8. Kritis, yakni sikap dan perilaku yang berusaha untuk menemukan kesalahan atau kelemahan maupun kelebihan dari suatu perbuatan.9. Kreatif dan inovatif, yakni berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki. 10. Visioner, yakni pandangan, wawasan, dan kemampuan seseorang untuk membangun kehidupan masa depan yang lebih baik. 11. Kasih sayang dan kepedulian, yakni sikap dan perilaku seseorang yang menunjukkan suatu perbuatan atas dasar cinta dan perhatian kepada orang lain maupun kepada lingkungan dan proses yang terjadi di sekitarnya. 12. Keikhlasan, yakni sikap dan perilaku seseorang untuk melakukan suatu perbuatan dengan ketulusan hatinya. 13. Keadilan, yakni sikap dan perilaku seseorang yang menunjukkan upaya untuk melakukan perbuatan yang sepatutnya sehingga terhindar dari perbuatan yang semena-mena dan berat sebelah. 14. Kesederhanaan, yakni sikap dan perilaku yang menunjukkan kesahajaan dan tidak berlebihan dalam berbagai hal. 15. Nasionalisme, yakni cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya. 16. Internasionalisme, yakni cara berpikir, bersikap, dan berbuat seseorang yang menunjukkan bahwa bangsa dan negaranya merupakan bagian dari dunia sehingga terdorong untuk mempertahankan dan memajukannya sehingga dapat berkiprah di dunia internasional.

5. Pentingnya Pendidikan KarakterEksistensi suatu bangsa sangat ditentukan oleh karakter yang dimilikinya. Hanya bangsa yang memiliki karakter kuat yang mampu menjadikan dirinya sebagai bangsa yang bermartabat dan disegani oleh bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu menjadi bangsa yang berkarakter adalah impian bangsa Indonesia. Meskipun sudah bukan hal yang baru lagi, namun harus diakui bahwa fenomena globalisasi adalah dinamika yang paling strategis dan membawa pengaruh dalam tata nilai dari berbagai bangsa termasuk bangsa Indonesia. Sebagian kalangan menganggapnya sebagai ancaman yang berpotensi untuk menggulung tata nilai dan tradisi bangsa kita dan menggantinya dengan tata nilai yang popular di negara asing. Di era globalisasi yang tidak mampu menahan derasnya arus informasi dari dunia manapun, membuat generasi muda dengan mudah mengetahui dan menyerap informasi dan budaya dari negara lain, demikian sebaliknya negara manapun dapat dengan mudah mendapatkan segala bentuk informasi dan budaya dari negara kita, disinilah karakter bangsa diperlukan karena apabila karakter bangsa tidak kuat maka globalisasi akan melindas generasi muda kita. Generasi muda diharapkan dapat berperan menghadapi berbagai macam permasalahan dan persaingan di era globalisasi yang semakin ketat sekarang ini.Untuk membentengi generasi muda khususnya pelajar agar tidak terlindas oleh arus globalisasi maka diperlukan pembangunan karakter yang kuat. Membangun karakter tidaklah segampang membalikkan telapak tangan, meskipun tidak mudah tetapi membangun karakter sangat penting, apalagi bagi generasi muda yang merupakan komponen bangsa Indonesia yang paling rentan dalam menghadapi terpaan arus globalisasi. Karena bagaimanapun juga generasi muda kita adalah cerminan karakter bangsa Indonesia. Apabila generasi muda kita tidak menjunjung tinggi nilai dan norma menurut falsafah Pancasila maka dapat dikatakan karakter bangsa kita memudar dan hilang, bila karakter suatu bangsa hilang maka tidak ada lagi nama bangsa Indonesia di peta dunia.Dewasa ini karakter bangsa kita dipandang sebelah mata oleh negara lain, bahkan banyak orang-orang Indonesia tidak mau mengakui bahwa dirinya berasal dari Indonesia, mereka malu menjadi orang Indonesia. Hal ini mereka akui karena banyaknya kasus yang terjadi di Indonesia. Mereka takut negara lain memandang mereka berasal dari negara teroris, atau negara para koruptor, negara yang memiliki segalanya tetapi tidak mampu mengolah sumber daya alamnya, negara bodoh, negara penonton, negara majemuk yang masyarakatnya sering ricuh antar etnis, mementingkan diri sendiri dan sukunya tanpa mempedulikan orang lain, kasus korupsi, kolusi dan nepotisme, atau negara yang tidak memiliki kualitas dalam bidang apapun. Dalam menghadapi era globalisasi, pendidikan sangat diperlukan untuk membangun karakter bangsa. Baik itu dari pendidikan formal, informal maupun non formal. Semua pendidikan intinya adalah membawa perubahan karakter menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Sehubungan dengan hal tersebut karakter bangsa masih dapat diselamatkan dan ditumbuh kembangkan melalui pembelajaran yang kontinyu. Proses pembelajaran membawa siswa kepada sosok generasi bangsa yang tidak sekedar memiliki pengetahuan, tetapi juga memiliki moral yang mencerminkan nilai-nilai luhur yang tertanam dalam benak siswa. Seiring denga era globalisasi dan kemajuan dunia informasi, bangsa indonesia tengah dilanda krisis nilai-nilai luhur yang menyebabkan martabat bangsa Indonesia dinilai rendah oleh bangsa lain. Oleh karena itu, karakter bangsa Indonesia saat ini perlu dibangun kembali.Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama.Faktor pendukung utama arus globalisasi adalah teknologi informasi dan komunikasi. Perkembangan teknologi dewasa ini begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dapat tersebar luas ke seluruh dunia.Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya. Akibat globalisasi tentunya membawa pengaruh terhadap suatu negara termasuk Indonesia, khususnya terhadap perkembangan moral peserta didik Pengaruh negatif globalisasi yang berkaitan dengan perkembangan moral peserta didik antara lain dalam bidang budaya dan sosial, banyak dikalangan remaja telah hilang nilai-nilai nasionalisme bangsa kita, misalnya sudah tidak kenal sopan santun, cara berpakaian, dan gaya hidup mereka cenderung meniru budaya barat. Munculnya sikap individualisme, kurang peduli terhadap orang lain sehingga sikap gotong royong semakin luntur. Berdasarkan uraian di atas maka perlu langkah-langkah untuk mengantisipasi pengaruh negatif arus globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme bangsa kita, khususnya terhadap perkembangan moral peserta didik Langkah-langkah untuk mengantisipasi pengaruh negatif arus globalisasi perkembangan moral peserta didik antara lain: 1. Menanamkan sikap kepada peserta didik untuk mencintai produk dalam negeri melalui pembelajaran di sekolah. 2. Menumbuhkembangkan nilai-nilai pancasila yang merupakan dasar negara kita terhadap peserta didik. 3. Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama tidak hanya tanggung jawab guru agama, melainkan merupakan tanggung jawab oleh semua guru bidang studi. 4. Menginformasikan kepada peserta didik untuk menyeleksi arus globalisasi dalam segala bidang, melalui pembelajaran. Dengan cara mengantisipasi pengaruh negatif arus globalisasi terhadap perkembangan moral peserta didik, diharapkan peserta didik yang nantinya merupakan sumber daya manusia yang akan datang terhindar dari budaya barat yang tidak relevan dengan nilai-nilai nasionalisme dan cita-cita luhur bangsa kita yang telah digariskan dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia.

6. Membangun Karakter Generasi Muda di Era Globalisasi Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan remaja. Pengaruh globalisasi terhadap anak muda begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dalam cara berpakaian, selera makan. Yang lebih memprihatinkan adalah pergaulan bebas antar remaja. Pada Era globalisasi dewasa ini dekadensi moral tidak hanya terjadi di kalangan remaja saja, namun banyak terjadi pula dikalangan orang dewasa. Hal ini tidak bisa kita pungkiri lagi, ternyata di negeri tercinta yang berdasarkan Pancasila ini telah menodai nilai-nilai luhur dari Pancasila itu sendiri. Hal ini terbukti semakin maraknya korupsi hampir di setiap departemen yang ada di negeri kita ini. Untuk menumbuhkan karakter positif pada anak, orang tua perlu mengenalkan pada mereka tokoh-tokoh atau pahlawan yang bisa mereka jadikan idola. Usaha menumbuhkan karakter positif pada anak dapat dimulai sedini mungkin, misalnya melalui mendongeng atau dengan contoh lain. Dalam dunia pendidikan, para guru dan perancang pembelajaran dalam mengembangkan strategi pembelajaran moral perlu mengupayakan peningkatan kemampuan siswa yang berkaitan dengan moral, misalnya melalui pemberian tugas, diskusi kelompok, atau bermain peran tentang seorang pahlawan atau sebaliknya, serta mencari contoh-contoh seorang pahlawan yang sesuai dengan idola mereka. Guru hendaknya menanggapi dengan serius segala persoalan moral dalam bentuk apapun, agar merangsang proses pemikiran mereka tentang pentingnya moral. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah-masalah moral di kalangan remaja adalah mengembangkan teori-teori dan model-model atau strategi pembelajaran moral yang berpijak pada karakteristik siswa dan budayanya. Hal ini akan memudahkan pemahaman siswa terhadap kualitas moral seseorang, karena karakteristik siswa merupakan kemampuan awal yang telah dimiliki siswa untuk kepentingan pembelajaran moral termasuk pemahaman moral dan tindakan moral yang tercermin pada peran sosialnya. Karakter tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial budaya karena karakter terbentuk dalam lingkungan sosial budaya tertentu. Dalam hal ini para guru di sekolah dan orang tua harus saling mengisi untuk menumbuhkan karakter positif pada anak melalui pembelajaran yang berkaitan dengan pendidikan agama sehingga generasi mendatang bangsa kita menjadi bangsa yang beriman berbudi pekerti luhur, berakhlak mulia.

7. Peran PemerintahPemerintah merupakan komponen yang sangat penting dalam kegiatan pembentukan karakter bangsa. Para aparatur negara sebagai penyelenggara pemerintahan merupakan pengambil dan pelaksana kebijakan yang ikut menentukan berhasilnya pembangunan karakter bangsa, baik pada tataran informal, formal maupun nonformal. Terkait dengan ini maka pemerintah harus secara intens melibatkan diri dalam pendidikan karakter ini dengan berbagai regulasi, menetapkan berbagai peraturan daerah yang dapat mendukung pelaksanaan pembentukan karakter bangsa. Bagi pemerintah pusat perlu ada political will, menopang dengan berbagai kebijakan umum yang memperkuat pengembangan program pendidikan karakter. Melalui Kementerian Pendidikan Nasional, kemudian mengeluarkan berbagai pedoman melalui para ahli untuk pelaksanaan pendidikan karakter bangsa di berbagai daerah, termasuk sudah barang tentu dukungan dana (sekalipun dalam bentuk kebijakan). Sementara itu Pemerintah Daerah dapat mengeluarkan berbagai peraturan daerah (Perda) untuk memback-up pelasanaan pendidikan karakter di daerah. Misalnya perda yang terkait dengan peraturan berlalu lintas, Perda tentang kost para pelajar mahasiswa, tentang ketertiban dan kebersihan lingkungan, tentang mass media. Kemudian secara fisik, pemerintah menyediakan dana untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk berlangsung pembentukan karakter bagi individu, masyarakat, termasuk warga belajar. Misalnya pemasangan banner-banner, spanduk, papan nama yang berisi pesan-pesan atau slogan agar seseorang atau masyarakat berperilaku baik dalam kegiatan sehari-hari. Pemerintah menguasahakan lingkungan yang bersih dan indah, yang membawa nuansa lingkungan hidup yang rapi, sehat, dan nyaman.Perlu ditambahkan bahwa dalam pengembangan pendidikan karakter perlu keteladanan. Dalam hal ini pemerintah memiliki peranan yang sangat strategis. Pemerintah sebagai aparatur negara dan penyelenggara pemerintah dikenal sebagai pemimpin masyarakat akan selalu dicontoh. Oleh karena itu, pemerintah memiliki peran keteladanan yang amat kuat. Dengan demikian para elit pimpinan, elit politik haruslah berperilaku sebagai teladan dalam berbagai hal. Dengan prinsip keteladanan ini akan diharapkan pengembangan pendidikan karakter bagi masyarakat dapat berjalan efektif.

8. Peran AgamaUntuk menjadikan manusia memiliki karakter mulia (berakhlak mulia), manusia berkewajiban menjaga dirinya dengan cara memelihara kesucian lahir dan batin, selalu menambah ilmu pengetahuan, membina disiplin diri, dan berusaha melakukan perbuatan-perbuatan terpuji serta menghindarkan perbuatan-perbuatan tercela. Setiap orang harus melakukan hal tersebut dalam berbagai aspek kehidupannya, jika ia benarbenar ingin membangun karakternya. Sebagai salah satu agama samawi (bersumber dari wahyu Tuhan), Islam memberikan pembelajaran yang tegas tentang karakter atau akhlak. Apa yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw., selaku pembawa agama Islam, harus diteladani oleh semua pengikutnya (umat Islam). Nabi Muhammad Saw. berhasil membangun karakter umat Islam setelah menempuh waktu yang lama (sekitar 13 tahun) dan dengan kerja keras yang takkenal lelah. Nabi memulainya dengan pembinaan agama, terutama pembinaan akidah (keimanan). Dalam konsep Islam, akhlak atau karakter mulia merupakan hasil dari pelaksanaan seluruh ketentuan Islam (syariah) yang didasari dengan fondasi keimanan yang kokoh (akidah). Seorang Muslim yang memiliki akidah yang kuat pasti akan mematuhi seluruh ketentuan (ajaran) agama Islam dengan melaksanakan seluruh perintah agama dan meninggalkan seluruh larangan agama. Inilah yang disebut takwa. Dengan pelaksanaan ketentuan agama yang utuh baik kuantitas dan kualitasnya, seorang Muslim akan memiliki karakter mulia seperti yang sudah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad beserta para sahabatnya. Dengan demikian, agama memiliki peran besar dalam pembangunan karakter manusia. Agama menjamin pemeluknya memiliki karakter mulia, jika ia memiliki komitmen tinggi dengan seluruh ajaran agamanya. Sebaliknya, jika pemeluk agama memiliki agama hanya sebagai formalitas belaka tanpa memperhatikan dan mematuhi ajaran agamanya, maka yang terjadi sering kali agama tidak bisa mengantarkan pemeluknya berkarakter mulia, malah agama sering menjadi tameng di balik 6 ketidakberhasilan membangun karakter pemeluknya. Karena itulah, tidak sedikit orang yang lari dari agama dan ingin membuktikan bahwa ia mampu berkarakter tanpa agama. Inilah opini sebagian masyarakat yang sebenarnya keliru. Sebab karakter yang dibangun tanpa agama adalah karakter yang tidak utuh. Bagaimana orang dikatakan baik atau buruk karakternya jika ukurannya hanyalah berbuat baik kepada manusia saja dan mengabaikan hubungan vertikalnya (ibadah) kepada Tuhan.Pembinaan karakter (akhlak) juga harus dilakukan dengan masyarakat pada umumnya yang bisa dimulai dari kolega atau teman dekat, teman kerja, dan relasi lainnya. Dalam pergaulan kita di masyarakat bisa saja kita menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan mereka, entah sebagai anggota biasa maupun sebagai pemimpin. Sebagai pemimpin, kita perlu menghiasi dengan akhlak yang mulia. Karena itu, pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat mulia, seperti memiliki kemampuan, berilmu pengetahuan agar urusan ditangani secara profesional, memiliki keberanian dan kejujuran, lapang dada, penyantun, serta tekun dan sabar. Dari bekal sikap inilah pemimpin akan dapat melaksanakan tugas dengan amanah dan adil, melayani dan melindungi rakyat, dan bertanggung jawab serta membelajarkan rakyat. Sedangkan sebagai rakyat kita berkewajiban patuh, memberi nasihat kepada pemimpin jika ada tanda-tanda penyimpangan. Di samping itu, pembinaan akhlak juga harus dilakukan terhadap makhluk lain, seperti dengan binatang, tumbuhan, dan lingkungan sekitarnya. Akhlak yang dikembangkan adalah cerminan dari tugas kekhalifahan manusia di bumi, yakni untuk menjaga agar setiap proses pertumbuhan alam terus berjalan sesuai dengan fungsi ciptaan-Nya. Dalam kondisi apa pun (di masa perang atau damai) manusia dilarang 7 merusak binatang dan tumbuhan kecuali terpaksa. Semua sudah diciptakan dan diatur sesuai dengan hukum alamnya masing-masing dan disesuaikan dengan tujuan dan fungsi penciptaan.

9. Peran LingkunganPembudayaan karakter mulia perlu dilakukan demi terwujudnya karakter mulia yang merupakan tujuan akhir dari suatu proses pendidikan. Budaya atau kultur yang ada di lembaga, baik sekolah, kampus, maupun yang lain, berperan penting dalam membangun karakter mulia di kalangan sivitas akademika dan para karyawannya. Karena itu, lembaga pendidikan memiliki tugas dan tanggung jawab untuk melakukan pendidikan karakter (pendidikan moral) bagi para peserta didik yang didukung dengan membangun lingkungan yang kondusif baik di lingkungan kelas, sekolah, tempat tinggal peserta didik, dan di tengah-tengah masyarakat.Untuk merealisasikan karakter mulia sangat perlu dibangun budaya atau kultur yang dapat mempercepat terwujudnya karakter yang diharapkan. Kultur merupakan kebiasaan atau tradisi yang sarat dengan nilai-nilai tertentu yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sehari-hari dalam berbagai aspek kehidupan. Kultur dapat dibentuk dan dikembangkan oleh siapa pun dan di mana pun.Terdapat ttujuh macam kebajikan yang dapat membentuk manusia berkualitas di mana pun dan kapan pun, yaitu sebagai berikut.Empati merupakan inti emosi moral yang membantu anak memahami perasaan orang lain. Kebajikan ini membuatnya menjadi peka terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain, mendorongnya menolong orang yang kesusahan atau kesakitan, serta menuntutnya memperlakukan orang dengan kasih sayang.Hati nurani adalah suara hati yang membantu anak memilih jalan yang benar daripada jalan yang salah serta tetap berada di jalur yang bermoral; membuat dirinya merasa bersalah ketika menyimpang dari jalur yang semestinya.Kontrol diri dapat membantu anak menahan dorongan dari dalam dirinya dan berpikir sebelum bertindak, sehingga ia melakukan hal yang benar, dan kecil kemungkinan mengambil tindakan yang berakibat buruk. Kebajikan ini membantu anak menjadi mandiri karena ia tahu bahwa dirinya bisa mengendalikan tindakannya sendiri. Sifat ini membangkitkan sikap mural dan baik hati karena ia mampu menyingkirkan keinginan memuaskan diri serta merangsang kesadaran mementingkan keperluan orang lain. Rasa hormat mendorong anak bersikap baik dan menghormati orang lain. Kebajikan ini mengarahkannya memperlakukan orang lain sebagaimana ia ingin orang lain memperlakukan dirinya, sehingga mencegahnya bertindak kasar, tidak adil, dan bersikap memusuhi. Dengan ini ia akan memerhatikan hak-hak serta perasaan orang lain. Kebaikan hati membantu anak menunjukkan kepeduliannya terhadap kesejahteraan dan perasaan orang lain. Dengan mengembangkan kebajikan ini, ia lebih berbelas kasih terhadap orang lain dan tidak memikirkan diri sendiri, serta menyadari perbuatan baik sebagai tindakan yang benar.Toleransi membuat anak mampu menghargai perbedaan kualitas dalam diri orang lain, membuka diri terhadap pandangan dan keyakinan baru, dan menghargai orang lain 9 tanpa membedakan suku, gender, penampilan, budaya, agama, kepercayaan, kemapuan, atau orientasi seksual. Dengan toleransi ia akan memperlakukan orang lain dengan baik dan penuh pengertian, menentang permusuhan, kekejaman, kefanatikan, serta menghargai orang-orang berdasarkan karakter mereka. Keadilan menuntun anak agar memperlakukan orang lain dengan baik, tidak memihak, dan adil, sehingga ia mematuhi aturan, mau bergiliran dan berbagi, serta mendengar semua pihak secara terbuka sebelum memberi penilaian apa pun. Ia juga terdorong untuk membela orang lain yang diperlakukan tidak adil dan menuntut agar setiap orang diperlakukan setara.Membangun kultur atau lingkungan yang mendukung terwujudnya tujuan pendidikan, yakni karakter mulia, sangatlah penting. Tiga lingkungan utama peserta didik, yakni lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat hendaklah dibangun yang sinergis dan bersama-sama mendukung proses pendidikan dan pembelajaran. Lingkungan yang jelek tidak hanya menghalangi tercapainya tujuan pendidikan, akan tetapi juga akan merusak karakter peserta didik yang dibangun melalui proses pembelajaran.

10. Peran Kearifan LokalSejarah menunjukkan, masing-masing etnis dan suku memiliki kearifan lokal sendiri. Misalnya saja suku Batak kental dengan keterbukaan, Jawa nyaris identik dengan kehalusan, suku Madura memiliki harga diri yang tinggi, dan etnis Cina terkenal dengan keuletan. Lebih dari itu, masing-masing memiliki keakraban dan keramahan dengan lingkungan alam yang mengitari mereka. Kearifan lokal itu tentu tidak muncul serta-merta, tapi berproses panjang sehingga akhirnya terbukti, hal itu mengandung kebaikan bagi kehidupan mereka. Keterujiannya dalam sisi ini membuat kearifan lokal menjadi budaya yang mentradisi, melekat kuat pada kehidupan masyarakat. Artinya, sampai batas tertentu ada nilai-nilai perenial yang berakar kuat pada setiap aspek lokalitas budaya ini. Semua, terlepas dari perbedaan intensitasnya, mengeram visi terciptanya kehidupan bermartabat, sejahtera dan damai. Dalam bingkai kearifan lokal ini, masyarakat bereksistensi, dan berkoeksistensi satu dengan yang lain.Masyarakat Indonesia sudah sepatutnya untuk kembali kepada jati diri mereka melalui pemaknaan kembali dan rekonstruksi nilai-nilai luhur budaya mereka. Dalam kerangka itu, upaya yang perlu dilakukan adalah menguak makna substantif kearifan lokal. Sebagai misal, keterbukaan dikembangkan dan kontekstualisasikan menjadi kejujuran dan seabreg nilai turunannya yang lain. Kehalusan diformulasi sebagai keramahtamahan yang tulus. Harga diri diletakkan dalam upaya pengembangan prestasi; dan demikian seterusnya. Pada saat yang sama, hasil rekonstruksi ini perlu dibumikan dan disebarluaskan ke dalam seluruh masyarakat sehingga menjadi identitas kokoh bangsa, bukan sekadar menjadi identitas suku atau masyarakat tertentu. Untuk itu, sebuah ketulusan, memang, perlu dijadikan modal dasar bagi segenap unsur bangsa. Ketulusan untuk mengakui kelemahan diri masing-masing, dan ketulusan untuk membuang egoisme, keserakahan, serta mau berbagi dengan yang lain sebagai entitas dari bangsa yang sama. Para elit di berbagai tingkatan perlu menjadi garda depan, bukan dalam ucapan, tapi dalam praksis konkret untuk memulai. kearifan lokal yang digali, dipoles, dikemas dan dipelihara dengan baik bisa berfungsi sebagai alternatif pedoman hidup manusia Indonesia dewasa ini dan dapat digunakan untuk menyaring nilai-nilai baru/asing agar tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa dan menjaga keharmonisan hubungan manusia dengan Sang Khalik, alam sekitar, dan sesamanya (tripita cipta karana). Dan sebagai bangsa yang besar pemilik dan pewaris sah kebudayaan yang adiluhung pula, bercermin pada kaca benggala kearifan para leluhur dapat menolong kita menemukan posisi yang kokoh di arena global ini. Anak bangsa di negeri ini sudah sewajarnya diperkenalkan dengan lingkungan yang paling dekat di desanya, kecamatan, dan kabupaten, setelah tingkat nasional dan internasional. Melalui pengenalan lingkungan yang paling kecil, maka anak-anak kita bisa mencintai desanya. Apabila mereka mencintai desanya mereka baru mau bekerja di desa dan untuk desanya. Kearifan lokal mempunyai arti sangat penting bagi anak didik kita. Dengan mempelajari kearifan lokal anak didik kita akan memahami perjuangan nenek moyangnya dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan.Pendidikan berbasis kearifan lokal dapat digunakan sebagai media untuk melestarikan potensi masing-masing daerah. Kearifan lokal harus dikembangkan dari potensi daerah. Potensi daerah merupakan potensi sumber daya spesifik yang dimiliki suatu daerah tertentu.Para siswa yang datang ke sekolah tidak bisa diibaratkan sebagai sebuah gelas kosong, yang bisa diisi dengan mudah. Siswa tidak seperti plastisin yang bisa dibentuk sesuai keinginan guru. Mereka sudah membawa nilai-nilai budaya yang dibawa dari lingkungan keluarga dan masyarakatnya. Guru yang bijaksana harus dapat menyelipkan nila-nilai kearifan lokal mereka dalam proses pembelajaran. Pendidikan berbasis kearifan lokal tentu akan berhasil apabila guru memahami wawasan kearifan lokal itu sendiri.Pendidikan merupakan wahana yang tepat untuk menumbuhkembangkan karakter bangsa yang baik. Melalui Pendidikan dapat membangun karakter generasi muda dalam menghadapi era globalisasi. Karena di dalam pendidikan ada proses pembelajaran yang pada akhirnya diharapkan terjadi transformasi yang dapat menumbuhkembangkan karakter positif, serta mengubah watak dari yang tidak baik menjadi baik. Peran penting dari generasi muda dalam menghadapi berbagai permasalahan di era globalisasi ini adalah sebagai pembangun kembali karakter (character enabler), Pemberdayaan karakter (character builders) dan Perekayasa karakter (character enginee).