Pengalihan Orang Hukum

57
TUGAS MANDIRI PERBANDINGAN HUKUM Disusun Oleh : Nama : Ricky Hadi Putra NIM : 2010020397 Kelas : 434 Shift : Executive

Transcript of Pengalihan Orang Hukum

Page 1: Pengalihan Orang Hukum

TUGAS MANDIRI

PERBANDINGAN HUKUM

Disusun Oleh :

Nama : Ricky Hadi PutraNIM : 2010020397Kelas : 434Shift : Executive

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PAMULANG

2013

Page 2: Pengalihan Orang Hukum

PENGALIHAN ORANG DIHUKUM

A. PENGALIHAN ORANG DIHUKUM

Para negara anggota Dewan Eropa dan Amerika lainnya, Perjanjian

penandatangan, Mengingat bahwa tujuan dari Dewan Eropa adalah untuk

mencapai persatuan antara anggotanya; Berkeinginan mengembangkan lebih

lanjut kerjasama internasional di bidang hukum pidana; Mengingat bahwa seperti

kerjasama harus memajukan ujung keadilan dan rehabilitasi sosial orang dihukum.

Mengingat bahwa tujuan mengharuskan orang asing yang dirampas

kebebasannya sebagai hasil dari komisi mereka dari tindak pidana harus diberikan

kesempatan untuk menjalani masa hukumannya di dalam masyarakat mereka

sendiri, dan Mengingat bahwa tujuan ini terbaik dapat dicapai dengan meminta

mereka dipindahkan ke negara mereka sendiri, Memiliki disepakati sebagai

berikut :

1. Untuk tujuan Konvensi ini:

a. Kalimat" berarti setiap hukuman atau ukuran yang melibatkan perampasan

kemerdekaan diperintahkan oleh pengadilan untuk jangka waktu terbatas

atau tidak terbatas waktu karena tindak pidana.

b. Penghakiman" berarti suatu keputusan atau perintah pengadilan

menjatuhkan hukuman;

c. Hukuman Negara" berarti Negara dimana kalimat itu dikenakan pada

orang yang mungkin, atau telah, ditransfer.

d. Administrasi Negara" berarti Negara dimana terpidana mungkin, atau

telah, ditransfer untuk menjalani hukumannya.

2. Prinsip-prinsip umum

a. Para Pihak diwajibkan untuk membayar saling ukuran terluas dari

kerjasama sehubungan dengan pengalihan terpidana sesuai dengan

ketentuan Konvensi ini.

b. Seorang terpidana di wilayah Pihak dapat dipindahkan ke wilayah Pihak

lain, sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari Konvensi ini, dalam rangka

untuk melayani hukuman yang dijatuhkan padanya. Untuk itu, ia dapat

Page 3: Pengalihan Orang Hukum

mengekspresikan minatnya kepada Negara hukuman atau ke Negara

administrasi dalam ditransfer berdasarkan Konvensi ini.

c. Transfer dapat diminta oleh salah satu Negara hukuman atau pemberian

Negara.

3. Kondisi untuk transfer

a. Seorang terpidana dapat ditransfer berdasarkan Konvensi ini hanya pada

kondisi berikut:

1) Jika orang tersebut adalah warga negara dari negara administrasi.

2) jika penghakiman adalah final

3) jika, pada saat diterimanya permintaan untuk transfer, orang yang

dihukum masih memiliki setidaknya enam bulan kalimat untuk

melayani atau jika kalimat tersebut tak tentu.

4) jika transfer setuju untuk oleh terpidana atau, di mana dalam

pandangan usianya atau satu kondisi fisik atau mentalnya satu Negara

menganggap perlu, oleh perwakilan hukum terpidana itu.

5) jika tindakan atau kelalaian karena hukuman tersebut telah dikenakan

merupakan tindak pidana menurut hukum Negara administrasi atau

akan merupakan tindak pidana jika dilakukan di wilayahnya.

6) jika Amerika hukuman dan pemberian setuju untuk transfer.

b. Dalam kasus luar biasa, Pihak dapat setuju untuk transfer bahkan jika

waktu untuk dilayani oleh orang yang dihukum kurang dari yang

ditentukan dalam ayat 1.c.

a) Setiap Negara dapat, pada saat penandatanganan atau ketika

menyerahkan instrumen ratifikasi persetujuan,, penerimaan atau

aksesi, dengan pernyataan yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal

Dewan Eropa, menunjukkan bahwa mereka berniat untuk

mengecualikan penerapan salah satu prosedur diatur dalam Pasal 9.1.a

dan b dalam hubungan dengan Pihak lainnya.

b) Setiap Negara dapat, setiap saat, dengan deklarasi yang ditujukan

kepada Sekretaris Jenderal Dewan Eropa, mendefinisikan, sejauh yang

bersangkutan, "nasional" istilah untuk tujuan Konvensi ini.

Page 4: Pengalihan Orang Hukum

4. Kewajiban untuk memberikan informasi

a. Setiap terpidana kepada siapa Konvensi ini berlaku harus diberitahu oleh

Negara hukuman dari substansi Konvensi ini.

b. Jika terpidana telah menyatakan minat kepada Negara penghukuman

dalam ditransfer berdasarkan Konvensi ini, Negara tersebut wajib

memberitahu Negara administrasi sesegera mungkin setelah penghakiman

tersebut menjadi final.

c. Informasi harus mencakup:

a) Nama, tanggal dan tempat lahir dari terpidana;

b) Nya alamat, jika ada, di negara administrasi;

c) Pernyataan dari fakta-fakta di atas mana kalimat itu didasarkan;

d) Sifat, durasi dan tanggal dimulainya kalimat.

d. Jika terpidana telah menyatakan minatnya untuk mengelola Negara,

Negara hukuman wajib, atas permintaan, mengkomunikasikan kepada

Negara informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 di atas.

e. Para terpidana harus diberitahu, secara tertulis, dari setiap tindakan yang

diambil oleh Negara atau hukuman oleh Negara penyelenggara di bawah

paragraf sebelumnya, serta dari setiap keputusan yang diambil oleh

Negara baik pada permintaan untuk transfer.

5. Permintaan dan balasan.

a. Permintaan untuk transfer dan balasan harus dilakukan secara tertulis.

b. Permintaan akan ditangani oleh Departemen Kehakiman Negara meminta

kepada Departemen Kehakiman Negara yang diminta. Tanggapan harus

disampaikan melalui saluran yang sama.

c. Setiap Pihak dapat, dengan pernyataan yang ditujukan kepada Sekretaris

Jenderal Dewan Eropa, menunjukkan bahwa ia akan menggunakan saluran

komunikasi lainnya.

d. Negara yang diminta harus segera memberitahukan Negara meminta dari

keputusannya apakah atau tidak untuk menyetujui transfer yang diminta.

Page 5: Pengalihan Orang Hukum

6. Dokumen pendukung.

a. Negara penyelenggara, jika diminta oleh Negara hukuman, harus

melengkapinya dengan:

a) Dokumen atau pernyataan yang menunjukkan bahwa terpidana adalah

warga negara dari Negara tersebut.

b) salinan hukum yang relevan dari Negara penyelenggara yang

menyediakan bahwa tindakan atau kelalaian karena hukuman tersebut

telah dikenakan di Negara hukuman merupakan tindak pidana

menurut hukum Negara administrasi, atau akan merupakan

pelanggaran pidana jika dilakukan di wilayahnya :

c) pernyataan yang berisi informasi yang disebutkan dalam Pasal 9.2.

b. Jika transfer yang diminta, Negara hukuman wajib menyediakan

dokumen-dokumen berikut untuk Negara administrasi, kecuali Negara

baik telah menunjukkan bahwa hal itu tidak akan setuju untuk transfer.

a) salinan resmi putusan dan hukum yang mendasarinya.

b) pernyataan yang menunjukkan berapa banyak kalimat telah dilayani,

termasuk informasi pada setiap penahanan pra-sidang, remisi, dan

faktor-faktor lain yang relevan dengan penegakan kalimat.

c) sebuah deklarasi yang berisi persetujuan untuk transfer sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3.1.d, dan

d) jika perlu, setiap laporan medis atau sosial pada orang yang dihukum,

informasi tentang pengobatan di Negara hukuman, dan setiap

rekomendasi untuk perawatan lebih lanjut di Negara administrasi.

c. Negara baik dapat meminta untuk diberikan dengan salah satu dokumen

atau pernyataan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 atau 2 di atas

sebelum membuat permintaan untuk transfer atau mengambil keputusan

tentang apakah atau tidak untuk menyetujui transfer.

7. Izin dan verifikasi

a. Negara hukuman harus memastikan bahwa orang yang diperlukan untuk

memberikan persetujuan atas pengalihan tersebut sesuai dengan Pasal

3.1.d melakukannya secara sukarela dan dengan pengetahuan penuh

Page 6: Pengalihan Orang Hukum

konsekuensi hukumnya. Prosedur untuk memberikan persetujuan tersebut

akan diatur oleh hukum Negara hukuman.

b. Negara harus memberi hukuman kesempatan untuk Negara pemberian

untuk memverifikasi melalui konsul atau pejabat lain yang disepakati

dengan Negara administrasi, bahwa persetujuan tersebut diberikan sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan dalam ayat 1 di atas. Pasal 8 - Pengaruh

transfer untuk Negara hukuman. Pengambilan menjadi muatan dari orang

yang dihukum oleh otoritas dari Negara penyelenggara akan memiliki efek

menunda pelaksanaan hukuman di Negara hukuman.

c. Negara hukuman mungkin tidak lagi menegakkan kalimat jika Negara

administrasi mempertimbangkan pelaksanaan hukuman yang telah selesai.

Pasal 9 - Pengaruh transfer untuk mengelola Negara

a) Para pejabat yang berwenang dari Negara administrasi harus:

a. melanjutkan pelaksanaan hukuman segera atau melalui perintah

pengadilan atau administratif, di bawah kondisi yang telah

ditetapkan dalam Pasal 10, atau

b. mengkonversi kalimat, melalui prosedur hukum atau administratif,

menjadi keputusan dari Negara tersebut, dengan demikian

menggantikan sanksi yang dikenakan di Negara hukuman sanksi

yang ditentukan oleh hukum Negara administrasi untuk

pelanggaran yang sama, di bawah kondisi yang telah ditetapkan

dalam Pasal 11.

b) Negara penyelenggara, jika diminta, harus menginformasikan Negara

hukuman sebelum pengalihan terpidana sebagai mana prosedur ini

akan mengikuti.

c) Penegakan kalimat akan diatur oleh hukum Negara administrasi dan

Negara sendiri harus memiliki kompetensi untuk mengambil semua

keputusan yang tepat.

d) Setiap Negara yang menurut hukum nasionalnya, tidak bisa

memanfaatkan dirinya dari salah satu prosedur sebagaimana dimaksud

dalam ayat 1 untuk menegakkan tindakan yang diberlakukan di

wilayah Pihak lain pada orang-orang yang karena alasan kondisi

Page 7: Pengalihan Orang Hukum

mental telah diadakan tidak kriminal bertanggung jawab atas komisi

pelanggaran, dan yang disiapkan untuk menerima orang-orang

tersebut untuk perawatan lebih lanjut mungkin, dengan cara deklarasi

yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal Dewan Eropa,

menunjukkan prosedur yang akan mengikuti dalam kasus tersebut.

d. Pasal 10 - penegakan Lanjutan

a) Dalam kasus penegakan terus, Negara administrasi terikat oleh sifat

hukum dan durasi kalimat yang ditentukan oleh Negara hukuman.

b) Namun, jika kalimat ini adalah dengan sifat atau durasi sesuai dengan

hukum administrasi Negara, atau hukum sehingga membutuhkan,

Negara mungkin, dengan perintah pengadilan atau administrasi,

beradaptasi sanksi kepada hukuman atau ukuran yang ditetapkan oleh

sendiri hukum untuk pelanggaran yang sama. Seperti sifatnya,

hukuman atau tindakan wajib, sejauh mungkin, sesuai dengan yang

ditentukan oleh kalimat harus ditegakkan. Ini tidak akan

memperburuk, menurut sifat atau durasi, sanksi yang dikenakan di

Negara hukuman, atau melebihi maksimum yang ditentukan oleh

hukum administrasi Negara.

e. Pasal 11 - Konversi kalimat

a) Dalam kasus konversi kalimat, prosedur yang ditentukan oleh hukum

Negara administrasi berlaku. Ketika mengkonversi kalimat, otoritas

yang berwenang:

1) akan terikat dengan temuan mengenai fakta-fakta sejauh mereka

muncul secara eksplisit maupun implisit dari penghakiman yang

dikenakan di Negara hukuman;

2) tidak mungkin mengkonversi sanksi yang melibatkan perampasan

kemerdekaan sanksi berupa uang;

3) akan memotong periode penuh perampasan kemerdekaan dilayani

oleh terpidana, dan

4) tidak akan memperburuk posisi pidana dari orang yang dihukum,

dan tidak akan terikat oleh setiap minimum yang hukum

Page 8: Pengalihan Orang Hukum

administrasi Negara dapat menyediakan untuk pelanggaran atau

pelanggaran yang dilakukan.

b) Jika prosedur konversi terjadi setelah pemindahan terpidana, Negara

administrasi harus menjaga orang itu dalam tahanan atau memastikan

kehadirannya di Negara administrasi sambil menunggu hasil dari

prosedur tersebut.

Pasal 12 - Pardon, amnesti, pergantian

Setiap Pihak dapat memberikan grasi, amnesti atau pergantian kalimat

sesuai dengan Konstitusi atau undang-undang lainnya.

Pasal 13 - Ulasan penghakiman

Negara hukuman saja berhak untuk memutuskan setiap permohonan

peninjauan penghakiman.

Pasal 14 - Pemutusan penegakan

Negara penyelenggara akan menghentikan penegakan kalimat secepat

itu diinformasikan oleh Negara hukuman dari setiap keputusan atau

tindakan sebagai akibat dari hukuman tersebut berhenti menjadi

diberlakukan.

Pasal 15 - Informasi tentang penegakan

Negara penyelenggara wajib memberikan informasi kepada Negara

hukuman mengenai penegakan kalimat:

1) ketika mempertimbangkan pelaksanaan hukuman yang telah

selesai;

2) jika terpidana telah melarikan diri dari tahanan sebelum penegakan

kalimat telah selesai, atau

3) jika Negara hukuman meminta laporan khusus.

Pasal 16 – Transit

1. Suatu Pihak wajib, sesuai dengan ketentuan hukumnya dapat

menjamin permintaan untuk transit dari seorang terpidana melalui

wilayahnya jika permintaan tersebut dibuat oleh Pihak lain dan Negara

yang telah setuju dengan Partai lain atau dengan negara ketiga dengan

pengalihan dari orang yang ke atau dari wilayahnya.

2. Suatu Pihak dapat menolak untuk hibah transit:

Page 9: Pengalihan Orang Hukum

a. jika terpidana adalah warga negaranya, atau

b. jika pelanggaran yang dikenakan hukuman itu bukan merupakan

tindak pidana menurut hukum sendiri.

3. Permintaan untuk transit dan balasan akan dikomunikasikan melalui

saluran dimaksud dalam ketentuan Pasal 5.2 dan 3.

4. Suatu Pihak dapat memberikan permintaan untuk transit dari

seorang terpidana melalui wilayahnya dilakukan oleh suatu Negara

ketiga jika Negara tersebut telah setuju dengan Pihak lain untuk

transfer ke atau dari wilayahnya.

5. Partai ini diminta untuk memberikan transit yang mungkin

memegang terpidana dalam tahanan hanya untuk waktu seperti transit

melalui wilayahnya membutuhkan.

6. Partai ini diminta untuk memberikan angkutan mungkin diminta

untuk memberikan jaminan bahwa terpidana tidak akan dituntut, atau,

kecuali sebagaimana ditentukan dalam paragraf sebelumnya, ditahan,

atau mengalami adanya pembatasan atas kebebasannya dalam wilayah

Negara transit yang untuk setiap pelanggaran yang dilakukan atau

hukuman yang dijatuhkan sebelum keberangkatannya dari wilayah

Negara hukuman.

7. Tidak ada permintaan transit harus diperlukan jika transportasi

adalah dengan udara di atas wilayah suatu Pihak dan mendarat tidak

ada dijadwalkan. Namun, setiap Negara dapat, dengan pernyataan yang

ditujukan kepada Sekretaris Jenderal Dewan Eropa pada saat

penandatanganan atau penyerahan instrumen ratifikasi, penerimaan,

persetujuan atau aksesi, mensyaratkan harus diberitahu setiap angkutan

tersebut selama nya wilayah.

Pasal 17 - Bahasa dan biaya

1. Informasi berdasarkan Pasal 4, ayat 2 sampai 4, harus dilengkapi

dalam bahasa Pihak yang dituju atau dalam salah satu bahasa resmi

Dewan Eropa.

2. Sesuai dengan ayat 3 di bawah ini, ada terjemahan dari permintaan

untuk transfer atau dokumen pendukung wajib.

Page 10: Pengalihan Orang Hukum

3. Setiap Negara dapat, pada saat penandatanganan atau ketika

menyerahkan instrumen ratifikasi persetujuan,, penerimaan atau aksesi,

dengan pernyataan yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal Dewan

Eropa, mengharuskan permintaan untuk transfer dan dokumen

pendukung harus disertai dengan terjemahan ke dalam bahasa sendiri

atau ke salah satu bahasa resmi Dewan Eropa atau ke salah satu dari

bahasa-bahasa tersebut karena harus menunjukkan. Mungkin pada

kesempatan itu menyatakan kesiapannya untuk menerima terjemahan

dalam bahasa lain selain bahasa resmi atau bahasa dari Dewan Eropa.

4. Kecuali sebagaimana diatur dalam Pasal 6.2.a, dokumen

ditransmisikan dalam penerapan Konvensi ini tidak perlu disertifikasi.

5. Setiap biaya yang timbul dalam penerapan Konvensi ini harus

ditanggung oleh Negara administrasi, kecuali biaya yang dikeluarkan

secara eksklusif dalam wilayah Negara hukuman.

Pasal 18 - Tanda tangan dan berlakunya

1. Konvensi ini terbuka untuk penandatanganan oleh negara-negara

anggota Dewan Eropa dan non-anggota Negara yang telah

berpartisipasi dalam penjelasan yang diuraikan. Hal ini tunduk pada

ratifikasi, penerimaan atau persetujuan. Instrumen ratifikasi,

penerimaan atau persetujuan wajib disimpan Sekretaris Jenderal

Dewan Eropa.

2. Konvensi ini mulai berlaku pada hari pertama dari bulan setelah

berakhirnya jangka waktu tiga bulan setelah tanggal dimana negara

anggota tiga dari Dewan Eropa telah menyatakan persetujuan mereka

untuk terikat dengan Konvensi sesuai dengan ketentuan ayat 1.

3. Dalam apabila suatu Negara penandatangan yang kemudian

menyatakan persetujuannya untuk terikat oleh itu, Konvensi mulai

berlaku pada hari pertama bulan berikutnya setelah berakhirnya jangka

waktu tiga bulan setelah tanggal penyerahan instrumen ratifikasi,

penerimaan atau persetujuan.

Pasal 19 - Aksesi oleh non-anggota Negara

Page 11: Pengalihan Orang Hukum

1. Setelah berlakunya Konvensi ini, Komite Menteri Dewan Eropa,

setelah berkonsultasi dengan Negara Peserta, dapat mengundang setiap

negara bukan anggota Dewan dan tidak disebutkan dalam Pasal 18.1

untuk mengaksesi Konvensi ini, dengan keputusan diambil oleh

mayoritas yang diatur dalam Pasal 20.d Statuta Dewan Eropa dan oleh

suara bulat dari para wakil Negara-Negara Pihak berhak untuk duduk

di Komite.

2. Dalam hal suatu Negara aksesi, Konvensi akan mulai berlaku pada

hari pertama bulan berikutnya setelah berakhirnya jangka waktu tiga

bulan setelah tanggal penyerahan instrumen aksesi pada Sekretaris

Jenderal Dewan Eropa.

Pasal 20 - aplikasi Teritorial

1. Setiap negara pada saat penandatanganan atau ketika menyerahkan

instrumen ratifikasi, penerimaan, persetujuan atau aksesi, menentukan

wilayah atau wilayah dimana Konvensi ini berlaku.

2. Setiap negara pada setiap kemudian hari, dengan pernyataan yang

ditujukan kepada Sekretaris Jenderal Dewan Eropa, memperpanjang

penerapan Konvensi ini ke wilayah lain yang ditentukan dalam

deklarasi. Dalam hal wilayah tersebut Konvensi mulai berlaku pada

hari pertama dari bulan setelah berakhirnya jangka waktu tiga bulan

setelah tanggal penerimaan pernyataan tersebut oleh Sekretaris

Jenderal.

3. Setiap pernyataan yang dibuat menurut dua paragraf sebelumnya

mungkin, sehubungan dengan wilayah yang ditentukan dalam

deklarasi tersebut, dapat ditarik dengan pemberitahuan yang ditujukan

kepada Sekretaris Jenderal. Penarikan tersebut akan berlaku efektif

pada hari pertama bulan berikutnya setelah berakhirnya jangka waktu

tiga bulan setelah tanggal diterimanya pemberitahuan tersebut oleh

Sekretaris Jenderal.

Pasal 21 - aplikasi Temporal

Konvensi ini berlaku terhadap penegakan kalimat dikenakan baik

sebelum atau setelah berlakunya.

Page 12: Pengalihan Orang Hukum

Pasal 22 - Hubungan dengan Konvensi lain dan Perjanjian

1. Konvensi ini tidak mempengaruhi hak-hak dan usaha yang berasal

dari perjanjian ekstradisi dan perjanjian lain pada kerjasama

internasional dalam masalah pidana menyediakan untuk transfer orang

yang ditahan untuk keperluan konfrontasi atau kesaksian.

2. Jika dua atau lebih Pihak telah menyimpulkan kesepakatan atau

perjanjian atas pengalihan terpidana atau telah menjalin hubungan

mereka dalam hal ini, atau haruskah mereka di masa depan

melakukannya, mereka berhak untuk menerapkan bahwa kesepakatan

atau perjanjian atau untuk mengatur mereka hubungan sesuai, sebagai

pengganti dari Konvensi ini.

3. Konvensi ini tidak mempengaruhi hak Negara Pihak pada Konvensi

Eropa tentang Keabsahan Hukum Pidana Internasional untuk

menyimpulkan perjanjian bilateral atau multilateral dengan satu sama

lain mengenai hal-hal ditangani dengan Konvensi bahwa untuk

melengkapi ketentuan atau memfasilitasi penerapan prinsip-prinsip

yang terkandung di dalamnya.

4. Jika permintaan untuk transfer termasuk dalam ruang lingkup dari

kedua Konvensi ini dan Konvensi Eropa tentang Keabsahan Hukum

Pidana Internasional atau perjanjian lain atau perjanjian atas

pengalihan terpidana, Negara Peminta wajib, ketika membuat

permintaan, menunjukkan pada dasar yang instrumen itu dibuat.

Pasal 23 - penyelesaian Ramah

Komite Eropa tentang Masalah Kejahatan Dewan Eropa akan disimpan

informasi mengenai penerapan Konvensi ini dan akan melakukan

apapun yang diperlukan untuk memfasilitasi penyelesaian yang ramah

dari setiap kesulitan yang mungkin timbul dari penerapannya.

Pasal 24 - Pengunduran Diri

1. Setiap Pihak dapat setiap saat menarik diri dari Konvensi ini dengan

cara pemberitahuan yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal Dewan

Eropa.

2. Penarikan diri tersebut berlaku efektif pada hari pertama bulan

Page 13: Pengalihan Orang Hukum

berikutnya setelah berakhirnya jangka waktu tiga bulan setelah tanggal

diterimanya pemberitahuan oleh Sekretaris Jenderal.

3. Konvensi ini akan, bagaimanapun, tetap berlaku dengan penegakan

kalimat dari orang-orang yang telah ditransfer sesuai dengan ketentuan

Konvensi sebelum tanggal tersebut Penarikan diri berlaku.

Pasal 25 – Pemberitahuan

Sekretaris Jenderal Dewan Eropa harus memberitahukan negara yang

menjadi anggota dari Dewan Eropa, non-negara anggota yang telah

berpartisipasi dalam pengembangan Konvensi ini dan setiap Negara

yang telah mengaksesi Konvensi ini:

a. tanda tangan apapun;

b. penyimpanan setiap instrumen ratifikasi, penerimaan, persetujuan

atau aksesi;

c. setiap tanggal mulai berlakunya Konvensi ini sesuai dengan Pasal

18.2 dan 3, 19,2 dan 20,2 dan 3;

d. tindakan lain, deklarasi, pemberitahuan atau komunikasi yang

berhubungan dengan Konvensi ini.

Dalam bukti, bawah ini, yang dalamnya berwenang, telah

menandatangani Konvensi ini.

Dibuat di Strasbourg, ini tanggal 21 Maret 1983, dalam bahasa Inggris

dan Perancis, kedua naskah tersebut berkekuatan sama, dalam satu

salinan yang akan disimpan dalam arsip Dewan Eropa. Sekretaris

Jenderal Dewan Eropa wajib mengirimkan salinan resmi kepada setiap

Negara anggota Dewan Eropa, dengan non-negara anggota yang telah

berpartisipasi dalam elaborasi dari Konvensi ini, dan Negara manapun

mengundang

Ekstradisi adalah sebuah proses penelaahan secara formal di mana

seorang tersangka kriminal ditahan oleh suatu pemerintah diserahkan

kepada pemerintahan Lain untuk menjalani persidangan atau,

tersangka sudah disidang nihil Dan ditemukan bersalah, menjalani

hukumnya participated in the elaboration of this Convention, and to

any State invite

Page 14: Pengalihan Orang Hukum

B. Ekstradisi

Ekstradisi adalah sebuah proses formal di mana seorang tersangka

kriminal ditahan oleh suatu pemerintah diserahkan kepada pemerintahan lain

untuk menjalani persidangan atau, tersangka tersebut sudah disidang dan

ditemukan bersalah, menjalani hukumnya.

1. Persetujuan atau perjanjian ekstradisi

Konsensus dalam hukum internasional adalah suatu negara tidak

memiliki suatu kewajiban untuk menyerahkan tersangka kriminal kepada

negara asing, karena suatu prinsip sovereignty bahwa setiap negara

memiliki otoritas hukum atas orang yang berada dalam batas negaranya.

Karena ketiadaan kewajiban internasional tersebut dan keinginan untuk

mengadili kriminal dari negara lain telah membentuk suatu jaringan

persetujuan atau perjanjian ekstradisi; kebanyakan negara di dunia telah

menandatangani perjanjian ekstradisi bilateral dengan negara lainnya

2. Pengertian Ekstradisi

Ekstradisi berasal dari kata latin “axtradere” (extradition =

Inggris) yang berarti ex adalah keluar, sedangkan tradere berarti

memberikan yang maksudnya ialah menyerahkan. Istilah ekstradisi ini

lebih dikenal atau biasanya digunakan terutama dalam penyerahan pelaku

kejahatan dari suatu negara kepada negara peminta.

Pada umumnya, ekstradisi adalah kepentingan politik dan

merupakan sarana untuk mencapai tujuan kekuasaan, namun pada saat ini

ekstradisi dipraktekkan guna menembus batas wilayah negara dalam arti

agar hukum pidana nasional dapat diterapkan terhadap para penjahat

yang melarikan diri ke negara lain atau agar keputusan pengadilan

terhadap seorang penjahat yang melarikan diri ke luar negeri dapat

dilaksanakan. Secara umum permintaan ekstradisi didasarkan pada

perundang-undangan nasional, perjanjian ekstradisi, perluasan konvensi

dan tata krama internasional. Tetapi bila terjadi permintaan ekstradisi

diluar aturan-aturan tersebut, maka ekstradisi dapat dilakukan atas dasar

hubungan baik antara suatu negara dengan negara lain, baik untuk

kepentingan timbal balik maupun sepihak.

Page 15: Pengalihan Orang Hukum

Praktek ekstradisi yang didasarkan tata cara tersebut disebut

”Handing Over” atau Disguished Extradition” (ekstradisi terselubung).

Handing Over atau Disguished Extradition diartikan sebagai penyerahan

pelaku kejahatan dengan cara terselubung atau dengan kata lain

penyerahan pelaku kejahatan yang tidak sepenuhnya sesuai dengan

proses dan prosedur ekstradisi sebagaimana ditentukan dalam

pengaturannya diekstradisi. Dalam memberikan definisi mengenai

ekstradisi ini penulis hanya mengemukakan beberapa pendapat dari para

sarjana, namun tidaklah berarti sarjana-sarjana termuka lainnya tidak

memberikan definisi. Akan tetapi masih banyak lagi sarjana-sarjana yang

memberikan batasan-batasan.

3. Definisi Ekstradisi Menurut Para Sarjana

L. Oppenheim menyatakan: “Extradition is the delivery of an

accused or confited individual to the state on whose teritory he is alleged

to have committed, or to have been convicted of a crime by the state on

whose territory the alleged criminal happens for the time to be”. Yang

artinya ialah; ekstradisi adalah penyerahan seorang tertuduh oleh suatu

negara diwilayah mana ia suatu waktu berada, kepada negara dimana ia

disangka melakukan atau telah melakukan atau telah dihukum karena

perbuatan kejahatan.

J. G. Starke mendefinisikan ekstradisi sebagai berikut: “The term

extradition denotes the process where by under treaty or upon a basis of

reciprocity one state surrenders to another state at its request a person

accused or convicted of a criminal offence comitted againts the law of

the requesting state competent to try alleged offender”. Artinya ialah

penyerahan ekstradisi menunjukkan suatu proses dimana suatu negara

menyerahkan atas permintaan negara lainnya, seorang dituduh karena

kriminal yang dilakukannya terhadap undang-undang negara pemohon

yang berwenang untuk mengadili pelaku kejahatan tersebut.

4. Sejarah Ekstradisi

Ekstradisi pertama sekali dikenal yakni dengan adanya perjanjian

yang dibuat secara tertulis pada tahun 1979 sebelum Masehi antara

Page 16: Pengalihan Orang Hukum

Ramses II dari Mesir dengan Hattusili dari Kheta. Perjanjian bantuan

timbal-balik termasuk juga kerja sama dalam menghadapi musuh-musuh

dalam negeri yang harus diserahkan kepada negara asal kalau pelaku

kejahatan berlindung pada raja dan negara lain. Dengan dibuatnya

perjanjian antara kedua negara tersebut menandakan adanya tahap-tahap

permulaan dari lahirnya perjanjian ekstardisi. Akan tetapi suatu hal yang

merupakan ciri istimewa dalam perjanjian yang dibuat pada tahun 1279

sebelum Masehi ini adalah adanya ketentuan bahwa orang yang akan

diserahkan tidak dijatuhi hukuman.

Kemajuan-kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi

disertai dengan berkembangnya pemikiran-pemikiran yang baru dalam

bidang politik, ketatanegaraan dan kemanusiaan turut pula memberikan

dorongan terhadap perkembangan lembaga ekstradisi dalam konteks

hukum internasional. Memang kita akui bahwa kemajuan ilmu

pengetahuan pada satu sisi dapat meningkatkan kesejahteraan hidup umat

manusia, namun pada sisi lain timbul pula efek-efek negatifnya.

Misalnya timbulnya kejahatan-kejahatan dalam bidang keuangan,

perbankan, kejahatan komputer dan lain-lain yang dapat menimbulkan

akibat yang cukup meresahkan masyarakat tidak saja pada satu negara

tetapi juga berpengaruh pada negara-negara lain.

Dengan demikian untuk mengantisipasi kejahatan-kejahatan yang

berkembang tersebut sangat diperlukan adanya kerja sama antara negara-

negara dalam menanggulanginya. Hal ini dapat diwujudkan misalnya,

dengan menangkap pelaku kejahatan yang melarikan diri dan

menyerahkannya kepada negara yang mempunyai yurisdiksi untuk

mengadili dan menghukumnya atas permintaan dari negara tersebut.

Dengan demikian kita dapat melihat bahwa ekstradisi adalah merupakan

sarana yang ampuhuntuk memberantas kejahatan. Memang kita akui

bahwa lembaga ekstradisi adalah lembaga atau sarana yang ampuh untuk

dapat memberantas kejahatan. Hal ini hanya dapat diwujudkan jika

terdapat hubungan yang baik antara negara-negara didunia, sehingga

dapat lebih memudahkan dan mempercepat peneyerahan penjahat

Page 17: Pengalihan Orang Hukum

pelarian. Namun bukanlah tidak mungkin yang terjadi adalah sebaliknya,

dimana antara negara sipelaku kejahatan dengan negara dimana ia

melarikan diri saling bermusuhan, sehingga sangat sulit untuk saling

menyerahkan penjahat pelarian. Bahkan masing-masing pihak akan

membiarkan wilayahnya dijadikan sebagai tempat pelarian dan mencari

perlindungan bagi penjahat-penjahat dari negara musuhnya. Dengan

demikian kesediaan menyerahkan penjahat pelarian bukanlah didasarkan

bahwa orang yang bersangkutan patut diadili dan dihukum. Demikian

pula memberikan perlindungan kepada seseorang atau beberapa orang

yang bersangkutan patut untuk dilindungi.

Apabila hubungan kedua negara yang semula bersahabat berubah

menjadi bermusuhan, maka kerja sama saling menyerahkan penjahat

pelarian bisa berubah menjadi saling melindungi penjahat tersebut,

Demikian pula sebaliknya. Disamping itu pula praktek-pratek

penyerahan penjahat pelarian belum didasarkan atas keinginan untuk

kerja sama dalam mencegah dan memberantas kejahatan.

Dalam merumuskan dan membuat perjanjian-perjanjian

ekstradisi, negara-negara yang bersangkutan perlu memperhatikan

beberapa aspek, baik aspek pemberantasan kejahatan dimana individu

sipelaku kejahatan tetap diberikan hak dan kewajiban. Dengan demikian

perjanjian-perjanjian ekstradisi dalam isi dan bentuknya yang modern

memberikan jaminan kesimbangan antara tujuan memberantas kejahatan

dan penghormatan hak-hak asasi manusia. Apalagi masalah hak asasi

manusia adalah merupakan masalah yang cukup aktual dibicarakan

didunia. Prinsip tidak menyerahkan pelaku kejahatan politik adalah

merupakan wujud dari pengakuan hak asasi manusia untuk menganut

keyakinan politik atau hak politik seseorang.

Pada masa sekarang ini, didalam pelaksanaannya negara-negara

dalam melakukan penyerahan penjahat pelarian tidak harus tergantung

kepada adanya perjanjian antara negara-negara tersebut. Bisa saja antara

kedua negara tersebut tidak mempunyai perjanjian ekstradisi, namun

mereka menyerahkan penjahat-penjahat pelarian untuk diadili, meskipun

Page 18: Pengalihan Orang Hukum

bukti-bukti untuk menguatkan dugaan tentang kejahatan belum dapat

ditunjukkan. Hal ini umumnya terjadi diantara negara-negara yang

mempunyai hubungan yang baik. Dengan demikian tidaklah berarti

bahwa adanya perjanjian merupakan persyaratan yang mutlak dalam

melaksanakan penyerahan penjahat tersebut.

Agar dapat dimengerti dan dipahami lebih dalam mengenai

ekstradisi, maka haruslah diketahui hal-hal pokok-pokok atau unsur-

unsur dari ekstradisi itu sendiri. ada beberapa unsur dari ekstradisi yakni:

a. Unsur Subjek.

Yang dimaksud dengan unsur Subjek adalah negara. Dalam hal ini

ada 2 (dua) negara yang terkait yakni:

a) Negara yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili atau

menghukum sipelaku kejahatan.

b) Negara tempat pelaku kejahatan (tersangka, tertuduh, terdakwa)

atau siterhukum itu berada atau bersembunyi.

Negara yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili atau

menghukum ini sangat berkepentingan untuk mendapatkan kembali

orang tersebut untuk diadili atau dihukum atas kejahatan yang telah

dilakukannya itu. Biasanya negara yang memiliki yurisdiksi untuk

menghukum ini lebih dari satu. Untuk mendapatkan kembali orang

yang bersangkutan, negara atau negara-negara tersebut mengajukan

permintaan kepada negara tempat orang itu berada atau

bersembunyi. Negara ini disebut negara peminta (the resqusthing

state).

Negara tempat pelaku kejahatan berada atau bersembunyi

diminta oleh negara yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili

supaya menyerahkan orang yang berada dalam wilayahnya itu

(tersangka, terhukum) yang dengan singkat disebut negara diminta

(the resquithing State).

b. Unsur objek

Yang dimaksud adalah sipelaku itu sendiri (tersangka,

tertuduh, terhukum) yang diminta oleh negara peminta kepada

Page 19: Pengalihan Orang Hukum

negara diminta supaya diserahkan. Dengan perkataan lain disebut

sebagai “orang yang diminta”. Walaupun sebagai objek namun

sebagai manusia dia harus diperlakukan sebagai subjek hukum

dengan segala hak dan kewajibannya yang azasi, yang tidak boleh

dilanggar oleh siapapun.

5. Unsur Tata cara dan Prosedur.

Maksud dari pada unsur tata cara atau prosedur yakni bagaimana

tata cara untuk mengajukan permintaan penyerahan maupun tata cara

untuk menyerahkan atau menolak penyerahan itu sendiri serta segala hal

yang ada hubungannya dengan itu. Penyerahan hanya dapat dilakukan

apabila diajukan permintaan untuk menyerahkan oleh negara peminta

kepada negara diminta. Permintaan itu haruslah didasarkan pada

perjanjian ekstradisi yang telah ada sebelumnya antara kedua belah pihak

atau apabila perjanjian itu belum ada juga bisa didasarkan pada azas

timbal balik yang telah disepakati.

Kalau tidak ada permintaan untuk menyerahkan dari negara

peminta, maka sitersangka tidak boleh ditangkap atau diserahkan.

Kecuali penangkapan atau penahanan itu didasarkan atas adanya

yurisdiksi negara tersebut atau orang yang kejahatannya sendiri atau atas

kejahatan lain yang dilakukan orang itu sendiri harus diajukan secara

formal kepada negara yang bersangkutan sesuai dengan prosedur yang

telah ditentukan atau menurut hukum kebiasan internasional.

a. Unsur Tujuan.

Sedangkan yang dimaksud dengan unsur tujuan adalah untuk

tujuan apa orang yang bersangkutan dimintakan penyerahan atau

diserahkan. Hal ini tentunya melihat kepada bentuk kejahatan yang

telah melakukan suatu kejahatan yang menjadi yurisdiksi negara atau

negara diminta.

Penyerahan atau ekstradisi yang dimaksudkan ialah untuk

mengadili pelaku kejahatan tersebut dan menjatuhkan hukuman

apabila terbukti bersalah dan agar sipelaku kejahatan menjalani

hukuman yang telah dijatuhkan kepadanya yang telah mempunyai

Page 20: Pengalihan Orang Hukum

kekuatan hukum dinegara yang berwenang mengadilinya. Namun

satu hal yang lebih penting bukan hanya menyeret pelaku kejahatan

kedepan pengadilan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya

secara hukum, tetapi lebih jauh lagi sebagai upaya mencegah makin

meluasnya tindakan serupa yang akan mengancam keamanan dan

ketertiban serta keselamatan internasional yang sudah menjadi

tanggung jawab dari seluruh negara-negara didunia ini.

6. Ruang Lingkup Ekstradisi

Pada masa sekarang ini, akibat dari kemajuan teknologi yang

semakin canggih khususnya dibidang komunikasi dan kedirgantaraan,

maka jarak antara satu negara dengan negara lain dapat ditempuh dengan

waktu yang singkat. Disatu sisi kemajuan ini tentunya berdampak positif

terhadap proses percepatan pembangunan diseluruh dunia tetapi disisi

lain hal ini sangat berpengaruh pula terhadap kecanggihan-kecanggihan

baik dari bentuk-bentuk kejahatan maupun pelaku-pelaku kejahatan

dalam menghindari tuntutan yang akan dijatuhkan terhadapnya. Seorang

pelaku kejahatan tentunya dengan mudah untuk mudah melarikan diri ke

negara lain untuk menghindari tuntutan dan ancaman yang akan

dijatuhkan terhadapnya. Jika hal ini terjadi, maka telah terlibatlah

kepentingan dua negara bahkan lebih.

Agar orang yang telah melakukan kejahatan disuatu negara

dimana ia telah melarikan diri ke negara lain dapat dihukum, maka

negara tempat ia melakukan kejahatan tersebut tidak dengan mudah

menghukum dan menangkapnya dinegara lain, karena hal ini telah

melanggar kedaulatan di wilayah negara lain. Ini hanya dapat dilakukan

dengan persetujuan dari negara dimana sipelaku tersebut berada. Jika

dilakukan tanpa adanya persetujuan dari negara tersebut maka hal ini

telah dipandang sebagai intervensi atau campur tangan yang dilarang

menurut hukum internasional.

Cara yang legal untuk dapat mengadili dan menghukum sipelaku

kejahatan itu ialah dengan meminta kepada negara tempat sipelaku

kejahatan itu berada, supaya menangkap dan menyerahkan orang

Page 21: Pengalihan Orang Hukum

tersebut. Sedangkan negara tempat sipelaku kejahatan berada, setelah

menerima permintaan untuk menyerahkan itu dapat menyerahkan

sipelaku kejahatan tersebut kepada negara atau salah satu negara yang

mengajukan permintaan penyerahan tersebut. Cara atau prosedur

semacam ini telah diakui dan merupakan prosedur yang telah umum

dianut baik dalam hukum internasional maupun dalam hukum nasional

yang lebih dikenal dengan ekstradisi. Hal ini tentunya dapat berjalan

dengan lancar jika hubungan antara negara yang meminta penyerahan

dengan negara yang diminta penyerahannya berjalan dengan lancar pula.

Secara teoritis kelihatannya ekstradisi ini mudah untuk dilaksanakan,

namun dalam pelaksanaannya ditemui banyak kesulitan-kesulitan.

Apabila dalam pelaksanaan ekstradisi ini tidak ada satu patokan apakah

harus ada perjanjian antara negara-negara tersebutnya sebelumnya atau

tidak.

Oleh karena itulah kita harus melihat ekstradisi ini dari lingkup

yang lebih luas, baik dalam konteks hukum internasional maupun dalam

konteks hukum nasional. Dalam hukum internasional, sampai saat ini

belum mengenal adanya suatu perjanjian internasional multilateral

(International Convention) yang mengatur lembaga ekstradisi secara

umum atau universal. Yang ada dikalangan masyarakat internasional

(International Community) kebanyakan ialah perjanjian bilateral

ekstradisi dan sejumlah kecil perjanjian multilateral yang sifatnya kerja

sama regional dibidang ekstradisi, misalnya:The Arab Leage Extradition

Agreement Tahun 1952.The Inter America Convention Extradition.

European Extradition Convention, dan lain-lain.

Memang diakui, agar ekstradisi mudah dilakukan maka

keberadaan perjanjian internasional tentang ekstradisi sebelumnya akan

sangat diperluka. Dengan demikian penyerahan seorang dapat dilakukan

dengan mengikuti ketentuan yang telah diletakkan dengan pasti dalam

perjanjian tersebut. Walau demikian, tanpa adanya perjanjian ekstradisi

penyerahan seseorang yang dituduh melakukan kejahatan dapat

dilakukan menurut hukum kebiasaan internasional.

Page 22: Pengalihan Orang Hukum

Ekstradisi yang dimintakan bukan berdasarkan suatu perjanjian

internasional (karena adanya traktat) biasanya sering menimbulkan

masalah. Hal ini disebabkan tidak adanya dasar hukum yang pasti yang

dapat digunakan sebagai landasan untuk menyerahkan seseorang. Dalam

keadaan demikian itu umumnya penyerahan seseorang yang tertuduh

melakukan kejahatan dilakukan dengan cara permintaan secara sopan

santun internasional (international courtesty), perlakuan timbal balik

(reciprocity), juga berupa kemurahan hati (exgratia). Ekstradisi tumbuh

dan berkembang dari praktek negara-negara yang lama kelamaan

bekembang menjadi hukum kebiasaan. Negara-negara mulai

merumuskannya didalam perjanjian-perjanjian ekstradisi baik yang

bilateral, multilateral, ataupun multilateral regional. Disamping

menambahkan ketentuan-ketentuan baru sesuai dengan kesepakatan para

pihak.

Beberapa konvensi internasional yang dapat dijadikan dasar

hukum sebagai pelaku kejahatan menurut ketentuan tentang ekstradisi

sebenarnya juga sudah ada sebelumya, misalnya kejahatan penerbangan

yang telah diatur dalam konvensi Tokyo 1963, konvensi Den Haag 1970,

konvensi Montreal 1971, konvensi Tentang Obat Bius 1971, dan lain-

lain.

Disamping melihatnya dari aspek hukum internasional, ekstradisi

juga harus dilihat dari aspek hukum nasional, karena tidaklah mungkin

pembahasan ekstradisi dapat dipecahkan jika hanya ditinjau dari sisi

hukum internasional saja. Hal ini disebabkan karena adanya hal-hal yang

tidak diatur atau dirumuskan sepenuhnya dalam perjanjian-perjanjian

ekstradisi, terutama hal-hal yang merupakan masalah dalam negeri

masing-masing negara yang bersangkutan. Dalam hal seperti inilah

perjanjian-perjanjian ekstradisi menunjukkan kepada hukum nasional

masing-masing pihak untuk menentukannya dan pengaturannya secara

lebih mendetail. Misalnya tentang penangkapan dan penahanan orang

yang diminta, keputusan tentang penentuan kejahatannya apakah

termasuk kejahatan politik atau tidak, tentang lembaga atau instansi yang

Page 23: Pengalihan Orang Hukum

berwenang untuk memutuskan apakah permintaan akan diterima atau

ditolak dan lain-lain sebagainya.

Namun bukan hukum nasional yang sudah ada itu sendiri masih

belum dapat menjawab semua masalah yang timbul bertalian dengan

ekstradisi ini. Oleh karena negara-negara juga memandang perlu

memiliki sebuah undang-undang nasional yang secara khusus mengatur

mengenai tentang ekstradisi. Disamping itu, mengadakan perjanjian-

perjanjian ekstradisi dengan negara-negara lain.

Perjanjian-perjanjian yang telah lebih dahulu diadakan, akan

merupakan pembatasan-pembatasan yang harus diperhatikan oleh negara

yang bersangkutan apabila kemudian hendak membuat undang-undang

ekstradisi nasional. Hal ini dimaksudkan supaya tidak timbul

pertentangan antara ketentuan-ketentuan dalam perjanjian ekstradisi

dengan terdapat didalam perundang-undangan ekstradisi itu

sendiri.Hukum internasional pada prinsipnya tidak membenarkan suatu

negara melalaikan kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam hukum

internasionalberdasarkan alasan-alasan yang merupakan masalah dalam

negeri dari negara yang bersangkutan.

7. Prosedur Dalam Pelaksanaan Ekstradisi

Yang dimaksud dengan prosedur disini ialah tata cara untuk

mengajukan permintaan penyerahan maupun tata cara untuk

menyerahkan atau menolak penyerahan itu sendiri dengan segala hal

yang ada hubungannya dengan itu.

Penyerahan hanya dapat dilakukan apabila sebelumnya ada

diajukan permintaan untuk menyerahkan oleh negara peminta kepada

negara diminta. Penyerahan dan permintaan itu haruslah didasarkan pada

perjanjian ekstradisi yang telah ada sebelumnya antara masing-masing

kedua belah pihak. Apabila perjanjian itu tidak ada, juga bisa didasarkan

pada azas timbal balik yang telah disepakati. Jadi bila sebelumnya tidak

ada permintaan untuk menyerahkan dari negara peminta, orang yang

bersangkutan tidak boleh ditangkap, atau ditahan ataupun diserahkan.

Kecuali penangkapan dan penahanan itu didasarkan adanya yurisdiksi

Page 24: Pengalihan Orang Hukum

negara tersebut atas orang dan kejahatannya sendiri atau atas kejahatan

lain yang dilakukan orang itu dalam wilayah negara tersebut. Permintaan

untuk menyerahkan itu haruslah diajukan secara formal kepada negara

diminta sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan dalam perjanjian

ekstradisi atau hukum kebiasaan internasional. Jika permintaan untuk

menyerahkan tersebut tidak diajukan secara formal melainkan hanya

informal saja misalnya hanya dikemukakan secara lisan oleh wakil

negara peminta kepada wakil negara diminta yang kebetulan bertemu

dalam suatu pertemuan ataupun dalam konferensi internasional. Hal itu

tidak dapat dianggap sebagai permintaan untuk menyerahkan dalam

pengertian dan ruang lingkup ekstradisi. Tetapi barulah merupakan tahap

penjajakan saja. Sebelum permohonan ekstradisi diajukan melalui

saluran dipomatik, harus ada dua faktor yang harus dipenuhi terlebih

dahulu, yaitu:Dalam praktek ekstradisi umumnya terdapat keseragaman

antara negara-negara, yaitu bahwa negara peminta lazimnya memperoleh

orang yang diminta, bila orang itu warga negara dari peminta atau warga

negara suatu negara ketiga, dimana adanya perjanjian sebelumnya. Tetapi

kebanyakan negara yang diminta adanya orang yang harus diserahkan

(extraditiable person) biasanya menolak untuk menyerahkan warga

negaranya sendiri untuk diserahkan kepada negara lain. Dengan

perkataan lain warga negara yang telah melakukan kejahatan akan

diserahkan kembali kenegara asalnya (non extradition of nationals).

Kejahatan yang dapat diserahkan pada umumnya atas kesepakatan

dari negara yang melaksanakan perjanjian tersebut dengan pengecualian

yaitu: Kejahatan agama.

Kejahatan yang dapat diserahkan (extraditiable offenc):

Kejahatan politik, Kajahatan militer.Dalam praktek negara-negara

dewasa ini, dalam menetapkan kejahatan-kejahatan apa yang dapat

diserahkan, dipergunakan salah satu dari tiga sistem, yaitu:

a. Sistem Enumeratif atau sistem daftar (list system) yaitu sistem yang

memuat dalam perjanjian suatu daftar yang mencantumkan satu

persatu kejahatan mana yang dapat diekstradisi.

Page 25: Pengalihan Orang Hukum

b. Sistem Eliminatif, yaitu sistem yang hanya menggunakan maksimum

hukuman atau minimum hukuman sebagai ukuran untuk menerapkan

apakah suatu kejahatan merupakan kejahatan yang dapat diserahkan

atau tidak, tanpa menyebutkan satu persatu nama delik yang dapat

diekstradisi.

c. Sistem campuran yang merupakan kombinasi sistem enumeratif dan

sistem eliminatif, mencantumkan juga kejahatan dengan minimum

atau maksimum hukumman yang dapat diekstradisi.

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa untuk

melaksanakan ekstradisi ini haruslah dilihat kepada perjanjian yang telah

disepakati sebelumnya, sedangkan jika tidak ada perjanjian ekstradisi

sebelumnya harus menuruti prinsip timbal balik yang disepakati.

8. Azas-azas Yang Terdapat Dalam Ekstradisi

Azas-azas atau dasar-dasar yang dipakai dalam ekstradisi, apakah

itu merupakan perjanjian ekstradisi bilateral atau multilateral maupun

dalam undang-undang nasional suatu negara megenai ekstradisi pada

pokoknya adalah sama. Dasar-dasar yang sama tersebut terus diikuti oleh

negara-negara yang membuat perjanjian ekstradisi maupun yang

merumuskan peraturan ekstradisi dalam perundang-perundangan.

Dengan demkian azas-azas yang sama ini telah dapat diterima dan

diikuti sebagai azas-azas yang melandasi ekstradisi. Adapun azas-azas

tersebut ialah: Azas ini merupakan azas yang memandang bahwa

penyerahan pelaku kejahatan hanya dapat dilakukan apabila kejahatan

yang dilakukan oleh orang tersebut juga diyakini dan diterima sebagai

suatu kejahatan yang terhadapnya harus dijatuhi hukuman baik oleh

negara peminta maupun negara diminta.

Dengan demikian apabila negara diminta memandang bahwa

permintaan dari negara peminta terhadap orang yang perbuatannya

bukanlah merupakan perbuatan. Berikut beberapa asas yang saya kutip:

a. Azas Kejahatan Ganda (Double Criminality).

kejahatan dinegara yang diminta maka negara tersebut tidak

dapat menyerahkan orang yang diminta tersebut kepada negara

Page 26: Pengalihan Orang Hukum

peminta, karena hal ini akan melanggar azas kejahatan ganda yang

telah diterima sebagai azas utama dalam suatu perjanjian ekstradisi

yang telah dibuat sebelumnya. Dengan perkataan lain bahwa

penyerahan pelaku kejahatan hanya dapat dilakukan apabila

perbuatan orang tersebut merupakan kejahatan yang diakui oleh

kedua negara. Azas ini berhubungan dengan azas yang pertama

karena azas ini mengatur tentang penyerahan atas tuduhan kejahatan

yang disebutkan dalam permintaan penyerahan pelaku kejahatan.

Jika sipelaku kejahatan tersebut hanya melakukan satu

kejahatan saja dan sipelaku diminta untuk diserahkan berdasarkan

atas kejahatan tersebut tidaklah menjadi masalah. Namun bagaimana

jika sipelaku tersebut telah melakukan pembunuhan, sipelaku juga

melakukan kejahatan penipuan, pemalsuan mata uang dan lain-lain

yang kesemua jenis kejahatan ini dapat dijadikan dasar untuk

penyerahannya kepada negara peminta.

Untuk itulah harus ditentukan secara khusus oleh negara

peminta atas dasar kejahatan apa sipelaku tersebut diminta untuk

diserahkan, sekalipun semua jenis kejahatan yang dilakukan dapat

dijadikan dasar untuk penyerahan tersebut. Oleh karena itu negara

peminta dalam mengajukan permintaan penyerahan itu harus

menegaskan untuk kejahatan apa saja orang tersebut diminta

penyerahannya. Kemudian negara diminta mempertimbangkan

apakah penyerahan dilakukan atau ditolak.

b. Azas Kekhusussan atau Specially.

Sipelaku tersebut akan diserahkan maka negara diminta harus

menegaskan pula untuk kejahatan apa sipelaku tersebut diserahkan.

Dalam hal ini ada 2 (dua) kemungkinan yakni: Dalam hal

peradilannya, maka sipelaku hanya boleh dituntut oleh negara

peminta berdasarkan jenis-jenis kejahatan untuk mana sipelaku

tersebut diserahkan oleh negara diminta. Diluar dari kejahatan

tersebut sipelaku tidak dibenarkan untuk dituntut. Hal ini penting

karena tujuan ekstradisi itu sendiri adalah untuk menjamin kepastian

Page 27: Pengalihan Orang Hukum

hukum terutama dalam kaitannya dengan kepastian hukum bagi

orang yang diminta. Kejahatan politik mempunyai pengaturan

tersendiri dalam perjanjian politik maupun perundang-undangan

mengenai ekstradisi. Terhadap kejahatan politik erat kaitannya

dengan pengakuan tentang hak-hak azasi manusia yang tertuang

dalam deklarasi tentang hak-hak azasi manusia yang dalam salah

satu isinya ialah setiap orang berhak mencari dan menikmati

perlindungan politik dari negara lain.

Meskipun Pasal tersebut tidak mewajibkan suatu negara

untuk memberikan perlindungan kepada setiap individu yang datang

meminta

1) Negara diminta menyerahkan sipelaku tersebut berdasarkan

semua kejahatan yang telah dituduhkan kepadanya.

2) Negara diminta hanya menyerahkan sipelaku berdasarkan

beberapa atau sebagian perbuatan kejahatan yang dituduhkan

kepada pelaku tersebut:

c. Azas Tidak Menyerahkan Pelaku Kejahatan Politik (Non Extradition

of Political Criminal).Perlindungan kepadanya.

Dengan demikian negara peminta apabila memandang bahwa

kejahatan yang dilakukan oleh sipelaku yang melarikan diri tersebut

sebagai kejahatan politik, maka sebaiknya tidak meminta kepada

negara lain, karena besar kemungkinan permintaan tersebut akan

ditolak oleh negara diminta. Kalau persoalan hak azasi manusia

menjadi cukup kompleks aplikasinya, karena hak azasi manusia

dimasuki unsur politik, dan topik itu akan selalu menarik untuk

dibicarakan sebahagian manusia baik oleh negara-negara yang telah

benar-benar menghormati hak azasi manusia secara formal dan

material ataupun bagi negara-negara yang kurang menghormati.

Bagi negara yang sudah menghormati hak-hak azasi manusia akan

dijadikan contoh kebaikannya, dan yang sebaliknya dijadikan

intropeksi bagi negaranya.

Page 28: Pengalihan Orang Hukum

d. Azas Tidak Menyerahkan Warga Negara (Non Extradition

Nationality).

Negara diminta diberikan kekuasaan untuk tidak

menyerahkan warga negaranya kepada negara peminta sehubungan

dengan kejahatan yang dilakukannya dinegara tersebut dengan

pertimbangan bahwa setiap negara wajib melindungi warga

negaranya, karena dikhawatirkan apakah negara peminta akan

mengadilinya secara jujur dan adil serta keobjektifannya sehingga

warga negara tersebut betul-betul memperoleh keadilan yang sama

dengan apabila ia diadili dinegaranya sendiri.

Azas ini memberikan kepastian hukum bagi pelaku kejahatan

untuk tidak dihukum dua kali dengan kejahatan yang sama. Suatu

peristiwa pidana dapat saja melibatkan lebih satu negara yang berhak

atas yurisdiksi bagi kejahatan tersebut. Apabila pelaku kejahatan

telah dijatuhi hukumman dinegara dimana ia berada, maka negara

peminta tidak dapat meminta penyerahan penjahat tersebut untuk

diekstradisi karena kejahatan yang sama yang baginya telah

mempunyai kekuatan hukum yang pasti dinegara diminta. Karena

tujuan ekstradisi adalah memberantas kejahatan dengan kerja sama

tanpa mengesampingkan pelaku sebagai manusia dengan segala hak

dan kewajibannya yang harus dijamin dan dihormati.

Azas ini berbeda tetapi mengandung makna yang sama, yaitu

tidak akan melakukan penyerahan apabila penuntutan atau

pelaksanaan hukumman terhadap kejahatannya yang dijadikan dasar

untuk meminta penyerahan telah kadaluarsa menurut hukum dari

salah satu pihak. Batasan waktu yang diberikan sehubungan dengan

ini bagi tiap-tiap perjanjian berbeda. Suatu peristiwa dianggap

kadaluarsa apabila telah lewat waktunya yang seharusnya berlaku.

Peristiwa tersebut dibiarkan begitu saja sehingga dilupakan orang

seakan-akan tidak pernah terjadi. Yaitu suatu prinsip yang

menyatakan apabila negara menuntut suatu ekstradisi atau kejahatan

yang diancam dengan hukumman mati maka ekstradisi demikian

Page 29: Pengalihan Orang Hukum

tidak dapat diterima. Yakni suatu azas yang menyatakan tempat

dimana kejahatan terjadi akan mendapat prioritas utama bilamana

terdapat lebih dari satu negara yang menuntutsuatu ekstradisi. Hal ini

berarti tuntutan ekstradisi yang diutamakan ialah tuntutan dari

negara diwilayah mana kejahatan itu dilakukan.

Dari berbagai azas yang mewarnai peraturan ekstradisi, dapat

dilihat bahwa ekstradisi merupakan tindakan yang harus diambil

dengan penuh pertimbangan dan jaminan demi tercapainya tujuan

ekstradisi itu sendiri yaitu yakni memberantas kejahatan secara kerja

sama untuk mewujudkan masyarakat internasional yang aman, tertib,

dan adil. Disamping itu azas-azas ini telah mendapat pengakuan dari

negara-negara didunia dalam usaha untuk menjamin agar hak-hak

azasi manusia tidak dilanggar dalam pelaksanaannya.

Azas yang menyatakan prosedur penangkapan, penahanan

dan penyerahan tunduk kepada hukum nasional dari negara masing-

masing. Azas yang menyatakan suatu permintaan ekstradisi dapat

saja ditolak bila kejahatan yang dilakukan seluruhnya atau sebagian

berada dalam yurisdiksi dari negara yang diminta. Azas ini

tampaknya mempunyai kaitan dengan azas Lex Loci Delictus

mengenai tempat dimana kejahatan itu dilakukan. Jelasnya disini

faktor tempat sangat mempengaruhi kemungkinan dapat tidaknya

permintaan ekstradisi suatu negara dikabulkan. Azas yang

menyatakan bila mana terjadi ekstradisi kenegara ketiga, maka hanya

dapat dilakukan dengan izin dari negara yang diminta.

C. Mutual Legal Assistance

Jaksa Agung Chambers adalah Otoritas Pusat Singapura untuk

bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana. The International Affairs

Division dari Kejaksaan Agung Chambers menangani dan memproses semua

permohonan resmi untuk bantuan sesuai dengan ketentuan Bantuan Timbal

Balik dalam Masalah Pidana Undang-Undang (UU) dan setiap Perjanjian

Saling Bantuan Hukum yang berlaku (mlat).

Page 30: Pengalihan Orang Hukum

1. Jenis bantuan

Jenis-jenis bantuan hukum timbal balik yang dapat memberikan

Singapore sehubungan masalah pidana meliputi:

a. mengambil bukti

b. mendapat suatu perintah produksi

c. permintaan kehadiran seseorang

d. permintaan penahanan dari orang-orang di perjalanan

e. penegakan perintah penyitaan asing

f. pencarian dan penyitaan

g. menemukan atau mengidentifikasi orang

h. layanan proses.

2. Ditetapkan mancanegara

Negara-negara dimana Singapura memiliki mlat yang ada

dikukuhkan sebagai "negara-negara asing yang ditentukan" di bawah

Undang-Undang. Negara tersebut dapat diberikan bantuan sesuai dengan

ketentuan mlat relevan dan Undang-Undang.

Negara-negara lain dapat menerima bantuan jika ada suatu usaha

timbal balik sesuai dengan bagian 16 (2) dari Undang-Undang. Ini usaha

timbal balik harus menyediakan bahwa negara peminta akan memenuhi

permintaan masa depan dengan Singapura untuk bantuan serupa dalam

hitungan kriminal yang melibatkan sebuah pelanggaran yang sesuai

dengan pelanggaran yang asing bantuan dicari.

3. Bentuk permintaan

Permintaan bantuan dapat dibuat dengan menggunakan bentuk

sampel di bawah ini:

a. Permintaan untuk mengambil bukti

b. Permintaan untuk perintah produksi

c. Permintaan kehadiran orang di luar negeri

d. Permintaan penahanan orang-orang dalam perjalanan

e. Permintaan untuk penegakan perintah penyitaan asing

f. Permintaan untuk pencarian dan penyitaan

g. Permintaan untuk mencari atau mengidentifikasi orang

Page 31: Pengalihan Orang Hukum

h. Permintaan untuk layanan proses

Negara-negara yang telah menandatangani dan meratifikasi

Perjanjian tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana

antara Seperti yang berpikiran negara Anggota ASEAN harus membuat

permintaan bantuan hukum timbal balik ke Singapura dengan

menggunakan formulir yang disediakan di website Sekretariat Perjanjian

ini.

4. Transmisi permintaan

Selesai permintaan dapat dikirimkan oleh Otoritas Sentral negara

membuat permintaan tersebut ke alamat berikut:

a. Direktur Jenderal

b. International Affairs Division

c. Jaksa Agung Chambers

d. 1 Upper Pickering Jalan

e. Singapore 058.288

Dalam kasus permintaan mendesak, salinan permintaan juga

dapat dikirimkan melalui fax ke +65 6702 0513 atau melalui email ke

[email protected]. Namun, hard copy dari permintaan

masih diperlukan untuk dikirim melalui.

Negara-negara dimana Singapura memiliki mlat juga harus

mematuhi ketentuan yang relevan dari mlat berkaitan dengan transmisi

permintaan.

Pertanyaan terkait dengan bantuan hukum timbal balik

Pertanyaan terkait dengan bantuan hukum timbal balik dapat dikirimkan

ke alamat korespondensi dan nomor fax di atas, atau dikirim melalui

email ke [email protected]..

Pemberitaan di media massa — antara lain Asian Wall Street Journal

dan Washington Post —yang terbit beberapa waku lalu menyebut banyaknya

kasus tindak pidana keuangan di Indonesia,di mana kemudian pe-laku

menyembunyikan hasil kejahatannya di negara tetangga.Ironisnya, Indonesia

menghadapi kesulitan di dalam melakukan penelusuran dan pengembalian

aset hasil tindak pidana tersebut.

Page 32: Pengalihan Orang Hukum

Nah, sebenarnya, salah satu jalan keluar untuk memecahkan masalah

tersebut adalah membuat kerja sama Mutual Legal Assistance in Criminal

Matters (MLA) atau Bantuan Hukum Timbal Balik di bidang pidana dengan

berbagai negara sebelum meratifikasi dan menerapkannya. Apa sebenarnya

peranan MLA bagi penegakan hukum untuk tindak pidana yang bersifat lintas

batas negara ini? Bagaimana pula perkembangan MLA yang sudah

ditandatangani dan diratifikasi oleh Indonesia?

Berbagai Macam Perjanjian

Dalam kerja sama internasional untuk mencegah dan memberantas

tindak pidana dikenal beberapa perjanjian, antara lain, Memorandum of

Understanding (MoU), MLA, Ekstradisi, dan Perjanjian Pemindahan Orang

yang Sudah Dihukum (Transfer of Sentenced Person). Dalam MoU yang

dikerjasamakan atau dipertukarkan adalah informasi dalam rangka

penyelidikan atau penyidikan tindak pidana. Sedangkan dalam MLA ruang

lingkup kerja samanya meliputi tahap penyelidikan, penyidikan, pemerik-

saan, di pengadilan hingga pelaksanaan putusan pengadilan. Perjanjian

ekstradisi lebih fokus kepada upaya menangkap seorang tersangka atau

terdakwa yang berada pada yurisdiksi negara lain. Kemudian,perjanjian

Transfer of Sentenced Person meliputi pemindahan orang yang sudah

menjalani sebagian hukuman ke negara asalnya untuk menjalani sisa masa

hukuman yang belum dijalaninya di negaranya.

Mutual Legal Assistance

MLA ini sangat dianjurkan dalam berbagai pertemuan internasional

dan Konvensi PBB, misalnya, dalam United Nations Convention Against

Cooruption (UNCAC). Negara penandatangan dianjurkan untuk memiliki

kerja sama intem-asional; antara lain, dalam bentuk MLA guna memberantas

korupsi. Indonesia sudah mempunyai undang-undang yang merupakan

payung dari MLA, yaitu UU No 1 tahun 2006 yang berlaku sejak 3 Maret

2006. UU ini mengatur ruang lingkup MLA, prosedur Mutual Assistance

Request (MAR) dan pembagian hasil tindak pidana yang disita kepada negara

yang membantu. Di samping itu, di dalam UU No 15 tahun 2002 tentang

Page 33: Pengalihan Orang Hukum

Tindak Pidana Pencucian Uang, sebagaimana telah diubah dengan UU No 25

Tahun 2003 (UUTPPU), diatur juga masalah MLA pada Pasal 44 dan 44A.

MLA pada intinya dapat dibuat secara bilateral atau multilateral. MLA

bilateral ini dapat didasarkan pada perjanjian MLA atau atas dasar hubungan

baik timbal balik (resiprositas) dua negara. Sejauh ini, Indonesia sudah

memiliki beberapa perjanjian kerja sama MLA Bilateral dengan Australia,

China, Korea, dan AS. Sementara itu, MLA Multilateral terangkum pada

MLA regional Asia Tenggara yang sudah ditandatangani hampir semua

negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia . Objek MLA, antara lain,

pengambilan dan pemberian barang bukti. Ini termasuk pernyataan, dokumen,

catatan, identifikasi lokasi keberadaan seseorang, pelaksanaan permin-taan

untuk pencarian barang bukti dan penyitaan, pencarian, pembekuan, dan

penyitaan aset hasil kejahatan, mengusahakan persetujuan orang yang

bersedia memberikan kesaksian atau membantu penyidikan di negara peminta

bantuan MLA.

Dalam pelaksanaan MLA, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

sebagai otoritas sentral (central authority) dapat meminta pejabat yang

berwenang untuk melakukan tindakan kepolisian. Hal ini berupa peng-

geledahan, pemblokiran, penyitaan, pemeriksaan surat , dan pengambilan

keterangan.

Sebaliknya, Menteri Hukum dan HAM dapat menolak permintaan

kerja sama MLA dari negara lain dalam hal tindakan yang diajukan itu dapat

mengganggu kepentingan nasional atau berkaitan dengan kasus politik atau

penuntutan yang berkaitan dengan suku, agama, ras, kebangsaan, atau sikap

politik seseorang. Komunikasi dalam kerja sama MLA dapat dilakukan, baik

melalui jalur diplomatik maupun melalui jalur Central Authority . Ada juga

negara yang melakukan kerja sama MLA hanya melalui jalur diplomatik,

seperti Malaysia.

Kurang Progresif

Kalau dilihat dari jumlah perjanjian MLA yang dimiliki Indonesia ,

yaitu hanya tiga perjanjian, tampak kesan Indonesia kurang progresif. Di

Page 34: Pengalihan Orang Hukum

samping itu, Indonesia sering kali lambat di dalam melakukan ratifikasi

terhadap perjanjian MLA yang sudah ditandatangani.

Dari ketiga perjanjian tersebut, ada satu perjanjian MLA yang

walaupun sudah ditandatangani beberapa tahun yang lalu, tetapi sampai hari

ini belum diratifikasi, yaitu perjanjian MLA dengan Korea . Perjanjian MLA

dengan Republik Rakyat China yang ditandatangani tahun 2000 baru saja

diratifikasi DPR pada 2006. Sedangkan perjanjian MLA ultilateral dengan

hamper seluruh negara anggota ASEAN sudah ditandatangani November

2004, tetapi sampai hari ini belum diratifikasi.

Sementara itu, Singapura dan Malaysia sudah mencatatkan dokumen

ratifikasinya masingmasing sejak April dan Juni 2005. Bandingkan dengan

Amerika Serikat yang memiliki perjanjian MLA dengan sekitar 50 negara,

seperti dengan Filipina dan Thailand. Sementara itu, Republik Rakyat China

memiliki 39 perjanjian MLA dengan negara lain. Baru-baru ini, Indonesia

sudah sepakat dengan Hong Kong tentang substansi yang akan ditandatangani

dalam perjanjian MLA.

Mutlak Perlu Sebagaimana diketahui, globalisasi berjalan begitu cepat

dan perkembangan teknologi dan pelayanan nasabah bank semakin

meningkat dengan modus operandi lebih rumit dan canggih.

Di samping itu, mengingat tindak pidana tertentu memiliki

karakteristik lintas batas Negara {transnational organized crime), seperti

korupsi dan TPPU, kerja sama dengan negara lain mutlak diperlukan untuk

memperoieh alat bukti dan aset yang merupakan hasil tindak pidana.

Indonesia harus lebih progresif lagi mengupayakan peningkatan kerja sama

MLA dengan negara lain. Kita jangan selalu terlambat seperti yang selama ini

terjadi. Indonesia harus mengambil inisiatif untuk mengadakan kerja sama

MLA dengan negara lain. Jangan sampai Indonesia memiliki UU MLA atau

Perjanjian MLA justru karena dipengaruhi atau ditekan Negara lain atau

lembaga internasional.

Sharing Forfeited Asset

Salah satu aspek dari MLA adalah sharing forfeited asset . Aset yang

disita sebagian dibagikan kepada negara yang membantu penyelesaian kasus

Page 35: Pengalihan Orang Hukum

tersebut, baik untuk biaya operasional atau lainnya. Ini suatu masalah baru.

Indonesia memiliki ketentuan untuk mengenai hal ini dalam Pasal 57 UU No

1 tahun 2006, namun beberapa Negara, seperti Thailand, Tidak. Di Amerika

Serikat, masalah ini sudah berjalan sejak lama (1989). Sebagai contoh, pada

tahun itu ada dana sebesar USD 1 88 juta dan dibagikan kepada negara lain

yang membantu Amerika dalam MLA. Besarnya bagian ini tergantung dari

peranan negara tersebut. Kalau negara yang membantu mempunyai peranan

yang esensial maka dapal memperoleh 50-80% dari aset yang dirampas.

Misalnya, negara tersebut mengembalikan aset yang disita dan membela di

pengadilan. Kalau bantuan bersifat substansial seperti melaksanakan

permintaan Amerika, dan membekukan aset, maka negara tersebut dapat

bagian sebesar 40-50%.

Sementara jika peranan negara asing tersebut hanya ''facilitating

assistance"' — misalnya memberikan informasi, menyediakan dokumen bank

— akan memperoleh bagian sampai 40%. Indonesia perlu mengundangkan

dan membuat per aturan pelaksanaan soal ketentuan Pasal 57 mengenai

masalah sharing forfeited asset ini. Ini menjadi membuka peluang

keberhasilan mengejar barang bukti dan hasil tindak pidana yang berada di

luar negeri menjadi semakin besar. Nilai besaran jatah negara yang membantu

ini dapat dirundingkan oleh Menteri Hukum dan HAM sudah tentu dengan

mempertimbangkan peranan negara tersebut. YH Dimuat dalam Harian

Seputar Indonesia. Senin, 8 Mei 2006