PENETAPAN KADAR BESI DALAM SEREAL MAKANAN BAYI...

of 79 /79
PENETAPAN KADAR BESI DALAM SEREAL MAKANAN BAYI MEREK X, Y DAN Z DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh : Shinta Dewi Akhirnawati NIM : 038114095 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

Embed Size (px)

Transcript of PENETAPAN KADAR BESI DALAM SEREAL MAKANAN BAYI...

  • PENETAPAN KADAR BESI DALAM SEREAL

    MAKANAN BAYI MEREK X, Y DAN Z DENGAN METODE

    SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

    Program Studi Ilmu Farmasi

    Oleh :

    Shinta Dewi Akhirnawati

    NIM : 038114095

    FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA 2007

  • PENETAPAN KADAR BESI DALAM SEREAL

    MAKANAN BAYI MEREK X, Y DAN Z DENGAN METODE

    SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

    Program Studi Ilmu Farmasi

    Oleh :

    Shinta Dewi Akhirnawati

    NIM : 038114095

    FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA 2007

    ii

  • iii

  • iv

  • v

    TTeerrjjaaddiillaahh ppaaddaakkuu mmeennuurruutt kkeehheennddaakk--MMuu

    Karya ini kupersembahkan buat : Ayah dan Ibuku Kakak-kakakku

    dan Almamaterku

    dddaaannn………………………... aaakkkuuu yyyaaakkkiiinnn ssseeemmmuuuaaannnnnnyyyaaa aaakkkaaannn mmmeeennnjjjaaadddiii bbbaaaiiikkk............

  • PRAKATA

    Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

    kasih dan karunia yang selalu dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan

    skripsi yang berjudul Penetapan Kadar Besi Dalam Sereal Makanan Bayi Merek

    X, Y, dan Z dengan Metode Spektrofotometri Visibel. Skripsi ini disusun guna

    memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi Program Studi Ilmu

    Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

    Skripsi ini dapat selasai atas dukungan, doa dan semangat dari berbagai

    pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

    kepada :

    1. Bu Rita Suhadi, M.Si, Apt. sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

    Dharma

    2. Dr. Sabikis,Apt. sebagai pembimbing, atas segala kesabaran dalam membimbing

    dan berdiskusi dengan penulis

    3. Dra. M.M. Yetty Tjandrawati, M.Si. atas saran dan kritik yang membangun bagi

    penulis

    4. Drs. Sulasmono, Apt. atas saran dan kritik yang membangun bagi penulis serta

    bahan-bahan yang mendukung dalam penulisan

    5. Bapak Kristio selaku pembimbing akademik penulis atas bimbingannya selama

    penulis menyelesaikan studi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

    6. Pak Prapto atas saran dan diskusi yang sangat berarti

    7. Pak Mukmin, Mas Parlan, dan Mas Kunto atas kesediaan menemani saat

    penelitian

    8. Mas Heri atas segala kasih dan dukungannya

    9. Sahabatku Anis, Kane, dan Ari, terima kasih telah setia mendukungku

    10. Sahabatku di kost : Mbak Asih, Wenny, Sinta, Amel, dan Patmi atas keceriaan,

    canda - tawa serta persaudaraan yang telah kita lalui bersama selama ini

    vi

  • 11. Fr. Febri dan Br. Dieng atas segala dukungan, doa, serta semangat yang telah

    diberikan

    12. Teman-teman “Chemistry” Farmasi 2003 kelas C atas kebersamaan dan

    keceriaan selama di Sanata Dharma

    13. Mas Bowo, Mas Pras dan Mas Edi atas bantuan dan diskusinya

    14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

    Dalam kesempatan ini, penulis juga memohon maaf kepada semua pihak atas

    kekurangan dan kesalahan yang mungkin dilakukan penulis. Oleh karena itu dengan

    rendah hati penulis mengharapkan masukan, saran dan kritik yang membangun.

    Penulis

    vii

  • viii

  • INTISARI

    Anemia merupakan suatu keadaan kekurangan jumlah sel darah merah, yang bertugas membawa oksigen ke otak dan ke seluruh organ serta jaringan tubuh. Salah satu jenis anemia yang sering terjadi adalah anemia defisiensi besi. Bayi umur 6-24 bulan rentan mengalami anemia defesiensi besi sehingga akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak terhambat. Bayi umur 6-24 bulan disarankan untuk mendapat asupan besi 7-8 mg per hari. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk membuktikan kesesuaian kadar besi yang terkandung dalam sereal makanan bayi dan untuk memberikan informasi tentang validitas metode spektrofotometri visibel pada penetapan kadar besi dalam sereal makanan bayi dengan pereaksi o-fenantrolin.

    Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental deskriptif menggunakan metode spektrofotometri visible dengan pereaksi o-fenantrolin. Ion besi (II) bereaksi dengan o-fenantrolin membentuk kompleks Fe(fenantrolin)32+ . Serapan maksimum kompleks ini diukur pada panjang gelombang 510 nm.

    Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kadar besi dalam sereal makanan bayi pada merek X adalah sebesar (33,29 ± 1,43) % AKG ; merek Y (34,99 ± 1,14) % AKG; dan merek Z (39,11 ±1,54) % AKG. Berdasarkan analisis hasil penelitian nilai recovery, koefisien variasi dan linearitas, diperoleh hasil bahwa metode spektrofotometri mempunyai validitas yang baik untuk menetapkan kadar besi dalam sereal makanan bayi.

    Kata kunci : besi, sereal, o-fenantrolin, spektrofotometri visibel

    ix

  • ABSTRACT

    Anemia is a condition with lack of erytrosit, which will brings oxygen to brain, all organs and tissues of the body. One type of anemia which most happened is iron deficiency anemia. Infants, whose the age between 6 and 24 month, are identified as most at risk of being iron deficiency anemia so that children growth and development of their intellegence will be obstructed. Infants, whose the age between 6 and 24 month, are suggested to have iron intake 7-8 mg/day. Based on that case, a research that as able to prove conformity the of iron content in infant cereal foods in the label package is needed. Moreover, it is to inform about validity of the spectrophotometry method at determination of iron infant cereal food using o-phenanthroline reagent.

    This research was a non experimental descriptive research using visible spectrophotometer with o-phenanthroline reagent. Ion Fe2+ react with o-phenanthroline to form Fe(fenantrolin)32+ complex. Maximum absorbance of this complex was measured at wavelength 510 nm.

    The results of the research showed the mean of iron content in infant cereal foods brand X was (33,29 ± 1,43) % AKG; brand Y was (34,99 ± 1,14) % AKG; and brand Z was (39,11 ±1,54) % AKG. Based on the analysis result, the value of recovery, coefficient variation, and linearity showed that spectrophotometry method had a good validity to determinate iron in infant cereal foods.

    Keywords : iron, cereal, o-phenanthroline, visible spectrophotometry

    x

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL.............................................................................................. ii

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iii

    HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iv

    HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ v

    PRAKATA............................................................................................................. vi

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ viii

    ABSTRAK ............................................................................................................. ix

    ABSTRACT ............................................................................................................. x

    DAFTAR ISI.......................................................................................................... xi

    DAFTAR TABEL.................................................................................................. xv

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xvi

    DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xvii

    BAB I. PENGANTAR........................................................................................... 1

    A. Latar Belakang ........................................................................................... 1

    1. Rumusan masalah ................................................................................ 3

    2. Keaslian penelitian ............................................................................... 3

    3. Manfaat penelitian................................................................................ 4

    B. Tujuan ........................................................................................................ 4

    BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA.................................................................... 5

    xi

  • A. Anemia ....................................................................................................... 5

    B. Zat besi ....................................................................................................... 7

    C. Sereal.......................................................................................................... 8

    D. Pengabuan (ashing) .................................................................................... 9

    E. O-Fenantrolin ............................................................................................. 10

    F. Penetapan Kadar Besi ................................................................................ 11

    1. Penetapan kadar besi secara spektrofotometri visibel.......................... 11

    2. Penetapan kadar besi secara titrasi redoks ........................................... 13

    3. Penetapan kadar besi secara gravimetri ............................................... 15

    G. Spektrofotometri Visibel............................................................................ 16

    H. Validasi Metode Analisis ........................................................................... 21

    1. Akurasi ................................................................................................. 22

    2. Presisi ................................................................................................... 22

    3. Linearitas.............................................................................................. 23

    I. Landasan Teori........................................................................................... 23

    J. Hipotesis..................................................................................................... 24

    BAB III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 25

    A. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................................. 25

    B. Definisi Operasional .................................................................................. 25

    C. Bahan ......................................................................................................... 25

    D. Alat............................................................................................................. 26

    E. Cara Penelitian ........................................................................................... 26

    xii

  • 1. Penyiapan sampel................................................................................. 26

    2. Pembuatan larutan stock baku Fe2+...................................................... 26

    3. Pembuatan larutan intermediate baku Fe2+ .......................................... 26

    4. Pembuatan larutan pereaksi.................................................................. 26

    5. Optimasi metode .................................................................................. 27

    6. Penetapan kurva baku .......................................................................... 28

    7. Uji kualitiatif ........................................................................................ 28

    8. Penetapan kadar ................................................................................... 29

    9. Pembuatan larutan stock baku Fe2+ untuk perolehan kembali ............. 30

    10. Perolehan kembali................................................................................ 30

    F. Analisis Hasil ............................................................................................. 30

    BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................................... 32

    A. Pemilihan dan Penyiapan Sampel .............................................................. 32

    B. Optimasi Metode........................................................................................ 33

    C. Uji Kualitatif .............................................................................................. 36

    D. Penetapan Kadar Sampel............................................................................ 38

    E. Validasi Metode Analisis ........................................................................... 42

    1. Akurasi ................................................................................................. 42

    2. Presisi ................................................................................................... 43

    3. Linearitas.............................................................................................. 44

    BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 45

    A. Kesimpulan ................................................................................................ 45

    xiii

  • B. Saran........................................................................................................... 45

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 46

    LAMPIRAN........................................................................................................... 50

    BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................... 62

    xiv

  • DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel I. Zat gizi yang dianjurkan terkandung dalam produk sereal .................. 8

    Tabel II. Performansi metode pada penetapan kadar besi secara

    spektrofotometri ................................................................................... 23

    Tabel III. Kurva baku konsentrasi Fe2+ vs absorbansi ......................................... 35

    Tabel IV. Kadar rata-rata sereal merek X, Y, dan Z ............................................ 41

    Tabel V. % Angka Kecukupan Gizi sereal merek X, Y, dan Z .......................... 41

    Tabel VI. % Recovery sereal merek X, Y, dan Z ................................................. 42

    Tabel VII. Data perhitungan CV dari kadar terukur recovery sereal merek X,

    Y, dan Z................................................................................................ 43

    xv

  • DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 1. Perbandingan sel darah merah normal (a) dengan sel darah

    merah pada anemia defisiensi besi (mikrositik hipokrom) (b).......... 6

    Gambar 2. Rumus struktur o-fenantrolin ............................................................ 10

    Gambar 3. Tris (5- nitro-6-amino-o-fenantrolin )besi(II) ................................... 13

    Gambar 4. Cara melipat kertas saring berisi endapan dan penempatannya

    dalam krus ......................................................................................... 15

    Gambar 5. Posisi krus data pembakaran di atas api............................................ 16

    Gambar 6. Skema sederhana spektrofotometer UV-Vis berkas ganda............... 17

    Gambar 7. Tingkat energi elektronik .................................................................. 19

    Gambar 8. Grafik waktu operasi kompleks Fe2+ dengan o-fenantrolin .............. 33

    Gambar 9. Grafik panjang gelombang serapan maksimum kompleks Fe2+

    dengan o-fenantrolin ......................................................................... 34

    Gambar 10. Grafik konsentrasi Fe2+ vs absorbansi dari kurva baku replikasi

    kedua ................................................................................................. 36

    Gambar 11. Hasil reaksi warna uji kualitatif pada sampel merek X, Y, dan Z .... 37

    Gambar 12. Reaksi reduksi Fe3+ oleh hidrokuinon............................................... 39

    Gambar 13. Pembentukan kompleks Fe2+ dengan o-fenantrolin .......................... 40

    xvi

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1. Komposisi dan % AKG sereal merek X, Y, dan Z ........................... 50

    Lampiran 2. Data penimbangan baku dan konsentrasi kurva baku ....................... 51

    Lampiran 3. Contoh perhitungan konsentrasi Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O dan Fe2+ .......... 52

    Lampiran 4. Data penimbangan bobot rata-rata sampel merek X, Y, dan Z......... 53

    Lampiran 5. Data penetapan kadar sampel merek X dan contoh perhitungannya 55

    Lampiran 6. Data penetapan kadar sampel merek Y dan contoh perhitungannya 56

    Lampiran 7. Data penetapan kadar sampel merek Z dan contoh perhitungannya. 57

    Lampiran 8. Data recovery sampel X dan contoh perhitungannya ....................... 58

    Lampiran 9. Data recovery sampel Y dan contoh perhitungannya ....................... 59

    Lampiran 10. Data recovery sampel Z dan contoh perhitungannya........................ 60

    Lampiran 11. Perhitungan CV dari kadar terukur recovery merek X, Y, dan Z ..... 61

    xvii

  • I. PENGANTAR

    A. Latar Belakang

    Anemia merupakan suatu keadaan kekurangan jumlah sel darah merah, yang

    bertugas membawa oksigen ke otak dan ke seluruh organ serta jaringan tubuh.

    Penyebab anemia adalah rendahnya hemoglobin, yaitu pigmen protein yang memberi

    warna pada darah dan bertanggung jawab membawa oksigen dari paru ke seluruh

    tubuh. Penurunan nilai hemoglobin ini dapat disebabkan berbagai hal salah satunya

    adalah kekurangan zat gizi pembentuk darah, seperti zat besi, asam folat, dan vitamin

    BB12 (Anonim, 2006a).

    Data WHO menunjukkan bahwa sekitar dua milyar penduduk dunia terkena

    anemia, dan di Indonesia secara umum sekitar 20% wanita, 50% wanita hamil dan

    3% pria mengalami anemia defisiensi besi (Anonim, 2006a). Berdasarkan Survei

    Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, prevalensi anemia pada balita 0-5 tahun

    sekitar 47%, anak usia sekolah dan remaja sekitar 26,5% dan Wanita Usia Subur

    (WUS) berkisar 40% (Anonim, 2005b). Dapat dilihat bahwa balita mempunyai

    persentase yang paling tinggi. Menurut Nestel and Alnwick (1996) balita yang

    mempunyai resiko terbesar terkena anemia defisiensi besi adalah balita dengan umur

    6-24 bulan.

    Anemia pada balita akan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan

    kecerdasan anak terhambat, sehingga anak akan mudah terserang penyakit karena

    daya tahan tubuh menurun. Mengingat mereka adalah generasi penerus bangsa maka

    bila tidak segera ditanggulangi sejak dini, hal ini akan menyebabkan rendahnya

    1

  • 2

    sumber daya manusia. Anemia juga bisa mengganggu jantung, karena hemoglobin

    yang bertugas membawa oksigen berkurang, padahal organ tubuh memerlukan

    oksigen dengan segera sehingga tubuh mencukupinya dengan cara memacu kerja

    jantung untuk memompa lebih keras. Jika hal ini terus berlangsung dalam waktu lama

    dapat menyebabkan gagal jantung (Anonim, 2006b).

    Penanggulangan anemia defisiensi besi pada bayi yang dapat dilakukan antara

    lain adalah dengan memenuhi kecukupan gizi bayi. Menurut keputusan Menteri

    Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1593/MENKES/SK/XI/2005 tentang angka

    kecukupan gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia, bayi umur 6-24 bulan

    danjurkan mendapat asupan zat besi 7-8 mg/ hari.

    Pemenuhan zat besi pada bayi hingga usia 6 bulan cukup melalui ASI (air

    susu ibu), namun untuk umur 6 bulan ke atas dibutuhkan juga makanan pendamping

    ASI (MPASI) yang mengandung zat besi untuk memenuhi kebutuhannya yang

    semakin meningkat. Menurut Kresnawan dkk (2006) makanan pendamping air susu

    ibu adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi

    atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI.

    Sebagian besar makanan pendamping ASI di Indonesia berupa sereal yang

    mengandung berbagai vitamin, protein, dan juga mineral. Salah satu mineral yang

    terkandung di dalamnya adalah zat besi. Menurut keputusan Kepala Badan Pengawas

    Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK.00.05.5.1142, angka kecukupan

    gizi zat besi untuk acuan pelabelan pangan yang diperuntukkan bagi bayi/anak usia 4-

    24 bulan adalah sebesar 9,0 mg.

  • 3

    Penetapan kadar besi dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya

    adalah dengan menggunakan pereaksi o-fenantrolin secara spektrofotometri. Ion besi

    (II) akan membentuk kompleks dengan o-fenantrolin dan memberikan serapan pada

    daerah sinar tampak dengan spektrofotometri visibel. Metode ini merupakan metode

    yang sangat sederhana dengan peralatan yang sederhana, dan juga memberikan hasil

    yang sensitif.

    1. Rumusan masalah

    Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa

    permasalahan, sebagai berikut :

    a. Berapakah kadar besi rata-rata yang terkandung dalam sereal makanan

    bayi pada sampel dan apakah sesuai dengan label?

    b. Apakah metode spektrofotometri visibel memiliki validitas yang baik pada

    penetapan kadar besi dalam sereal makanan bayi?

    2. Keaslian penelitian

    Berdasarkan sumber informasi yang diperoleh penulis, penetapan kadar besi

    dalam sereal makanan bayi dengan metode spektrofotometri visible menggunakan

    pereaksi o-fenantrolin belum pernah dilakukan. Namun untuk penetapan kadar

    besi dalam kapsul antianemia secara spektrofotometri visibel dengan pereaksi o-

    fenantrolin pernah dilakukan sebelumnya oleh Yohanes Prabowo (2006) dan

    penetapan kadar besi dalam tablet salut multivitamin (Mulyo, 2006).

  • 4

    3. Manfaat penelitian

    a. Manfaat praktis

    Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat besar

    kadar besi dalam sereal makanan bayi dan kesesuainnya dengan nilai yang

    tercantum dalam label.

    b. Manfaat metodologis

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang validitas

    metode spektrofotometri visibel dalam penetapan kadar besi dengan pereaksi

    o-fenantrolin dalam sereal makanan bayi.

    B. Tujuan

    Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas maka penelitian ini

    bertujuan untuk :

    1. Membuktikan kesesuaian kadar besi dalam sereal makanan bayi hasil penelitian

    dengan nilai yang tercantum dalam label.

    2. Memberikan informasi tentang validitas metode spektrofotometri visibel pada

    penetapan kadar besi dalam sereal makanan bayi dengan pereaksi o- fenantrolin

  • II. PENELAAHAN PUSTAKA

    A. Anemia

    Abnormalitas sel darah merah dapat menimbulkan dua keadaan, yaitu anemia

    bila jumlah sel darah merah kurang dan polisitemia bila jumlah sel darah merah

    berlebih (Price and Wilson, 1978). Anemia merupakan abnormalitas yang sangat

    sering terjadi dan umum dijumpai. Seseorang yang mengalami anemia biasanya

    lemas, tidak lincah, mudah sakit, nafsu makan menurun, dan pucat (Anonim, 2006b).

    Hemoglobin merupakan komponen utama sel darah merah yang bertugas

    mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Anemia ditandai dengan turunnya nilai

    hemoglobin di bawah normal. Bayi umur 3-12 bulan dikatakan mengalami anemia

    jika mempunyai kadar hemoglobin kurang dari 9 g/dL, sedangkan anak 1 tahun-

    pubertas kurang dari 11 g/dL, wanita kurang dari 12 g/dL, wanita hamil kurang dari

    11 g/dL, dan pria kurang dari 13 g/dL (Anonim, 2007b).

    Menurut Price dan Wilson (1978) anemia diklasifikasikan menjadi tiga jenis

    menurut morfologi sel darah merah, yaitu sebagai berikut :

    1. Anemia mikrositik hipokrom, mikrositik berarti sel darah merah lebih kecil dari

    sel darah normal dan hipokromik berarti nilai hemoglobin di bawah normal.

    Anemia jenis ini sering disebabkan karena kekurangan zat besi, kehilangan darah

    kronik dan gangguan sintesis globin seperti pada thalasemia. Pada anemia ini sel

    darah merah tampak pucat karena hemoglobin sebagai pigmen pemberi warna

    darah mempunyai nilai di bawah normal seperti terlihat pada gambar 1.

    5

  • 6

    Gambar 1. Perbandingan sel darah merah normal (a) dengan sel darah merah pada anemia defisiensi besi (mikrositik hipokrom) (b) (Crowley, 2001)

    2. Anemia normositik dengan sel darah merah berukuran normal. Penyebab anemia

    ini antara lain adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronis termasuk

    infeksi dan gangguan ginjal.

    3. Anemia makrositik dengan sel darah merah lebih besar dari normal. Anemia ini

    sering disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 dan folat.

    Dari ketiga jenis anemia tersebut, kasus yang paling banyak terjadi adalah

    anemia mikrositik hipokromik yaitu anemia defisiensi besi. Anemia ini dapat

    disebabkan oleh berbagai hal, antara lain adalah absorbsi yang buruk, perdarahan

    kronik, dan kebutuhan yang meningkat (Wardhini dan Dewoto, 2002). Kebutuhan zat

    besi meningkat saat bayi, remaja, kehamilan, dan wanita yang mengalami menstruasi,

    sehingga resiko terjadi anemia defisisensi besi pada kelompok ini lebih tinggi

    (Sediaoetama, 2004).

    Anemia defisiensi besi pada bayi di Indonesia diketahui telah terjadi sejak

    usia 3-5 bulan (Anonim, 2007a). Hal ini disebabkan karena bayi sedang dalam masa

  • 7

    pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan gizi dalam jumlah relatif banyak

    (Sediaoetama, 2004). Susu formula bersuplemen serta makanan pendamping ASI

    yang difortifikasi zat besi bila diberikan sejak usia 6 bulan dapat mencegah anemia

    defisiensi besi.

    B. Zat Besi

    Zat besi merupakan salah satu mikromineral yang penting bagi tubuh dan

    berperan dalam pembentukan sel darah merah. Zat besi dibutuhkan untuk produksi

    hemoglobin, sehingga defisiensi besi akan menyebabkan terbentuknya sel darah

    merah dengan kandungan hemoglobin rendah (Wardhini dan Dewoto, 2002).

    Pada keadaan normal hanya 10 % dari zat besi dalam hidangan diserap oleh

    mukosa usus, namun absorbsi dapat meningkat sebagai respon terhadap simpanan zat

    besi yang rendah atau kebutuhan yang meningkat (Katzung, 2001). Zat besi disimpan,

    terutama dalam bentuk ferritin, dalam sel-sel mukosa usus dan dalam makrofag di

    hati, limpa dan sumsum tulang (Price and Wilson, 1978).

    Tidak ada mekanisme untuk mengekskresi zat besi. Sejumlah kecil zat besi

    akan hilang melalui eksfoliasi sel-sel mukosa usus ke dalam feses, dan sisanya

    diekskresi ke dalam empedu, urin, dan keringat (Katzung, 2001). Bila ada zat besi

    berlebih masuk ke tubuh akan mengakibatkan hemokromatosis (kelebihan besi)

    karena zat besi sulit diekskresi. Kelebihan zat besi ini dapat menyebabkan kondisi

    menjadi lemah, kerusakan hati, jantung, pankreas, dan kemungkinan organ lain

    (Linder, 1985).

  • 8

    C. Sereal

    Sereal merupakan suatu produk makanan yang berasal dari bahan alam dan

    mengandung zat-zat yang penting untuk tubuh, sereal biasanya dikonsumsi sebagai

    pengganti makanan pokok maupun sebagai makanan pelengkap (Winarno,1993).

    Makanan pendamping ASI biasanya dibuat dari bahan serealia seperti beras, jagung,

    gandum, dan sorgun yang merupakan sumber karbohidrat, dan kacang-kacangan

    seperti kedelai, kacang hijau, kacang merah, kacang kapri dan jenis kacang lain yang

    merupakan sumber protein (Anonim, 2003c).

    Sereal untuk bayi biasanya difortifikasi dengan besi seperti ferri pirofosfat dan

    juga fero fumarat yang secara organoleptis tidak berubah selama penyimpanan, selain

    itu juga mudah diserap oleh tubuh (Davidsson, Kastenmayer, Szajewska, Hurrell, and

    Barclya, 2000).

    Sereal banyak mengandung zat-zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, zat-zat

    penting itu meliputi vitamin, karbohidrat, protein, air, dan mineral. Berikut ini

    merupakan tabel zat gizi yang dianjurkan terkandung dalam suatu produk sereal.

    Tabel I. Zat gizi yang dianjurkan terkandung dalam produk sereal (DeMan,1997)

    Zat gizi Kandungan (mg/100 g) Vitamin A

    Tiamin Riboflavin

    Niasin Vitamin B6Asam folat

    Besi Kalsium

    Magnesium Seng

    0,48 0,64 0,40 5,29 0,44 0,07 8,81 198,2 44,1 2,2

  • 9

    D. Pengabuan (ashing)

    Ashing dalam analisis kimia dapat diartikan sebagai pemanasan suatu bahan

    sehingga hanya meninggalkan abu yang tidak bisa terbakar (Gaines,2002). Ashing

    juga bisa diartikan sebagai penghilangan karbon, sehingga yang didapatkan berupa

    abu putih.

    Teknik ashing yang sering digunakan adalah dry ashing, yaitu dengan

    menggunakan furnace (alat kremasi) pada suhu 450-5500 C. Magnesium nitrat biasa

    digunakan untuk mempercepat pengabuan. Sebelum sampel dimasukkan di furnace,

    sebaiknya sampel lebih dulu dibakar menjadi arang (Gaines,2002).

    Teknik ashing lain yang juga dikenal adalah wet ashing, teknik ini dilakukan

    dengan cara merendam sampel dalam sejumlah asam sulfat sebelum dibakar. Pada

    saat pembakaran di atas api, cairan cenderung berbuih dan setelah asam sulfat

    berlebih telah berkurang sampel selanjutnya dibakar di dalam furnace (Gaines,2002).

    Wet ashing lebih memakan waktu dan berbahaya dibandingkan dry ashing (Friel and

    Ngyuen, 1986).

    Teknik ashing mempunyai kelebihan antara lain adalah dapat digunakan pada

    sampel dengan jumlah besar, membutuhkan sedikit reagen atau bahkan tidak butuh

    reagen, dan juga relatif aman (Gaines,2002).

    Alat dengan bahan dasar porslain (cawan porslen) sangat sering digunakan

    dalam pengabuan, selain murah porslain juga dapat digunakan untuk memanaskan

    hingga suhu 11000 C (Gaines,2002).

  • 10

    E. O-Fenantrolin

    o-fenantrolin yang disebut juga 1,10-fenantrolin atau 4,5-fenantrolin dengan rumus

    molekul C12H8N2 dan mempunyai berat molekul 180,20. komposisinya adalah

    79,98% C; 4,48% H; dan 15,55% N. O-fenantrolin dibuat dari pemanasan o-

    phenilenediamin dengan gliserol, nitrobenzene dan asam sulfat pekat atau dengan

    cara yang sama dari 8-aminoquinoline (Anonim,1989).

    N

    N

    12

    3

    4

    5 6

    7

    8910

    1

    2

    3 4 5 6

    7

    8

    910

    Gambar 2. Rumus struktur o-fenantrolin (Anonim, 1989)

    o-fenantrolin berbentuk serbuk kristal dan berwarna putih, larut dalam alkohol

    dan aseton, dalam 300 bagian air dan 70 bagian benzene. O-fenantrolin biasa

    digunakan untuk membentuk kompleks dengan ion fero sebagai indikator sistem

    redoks, yaitu titrasi garam fero, digunakan juga dalam penetapan kadar nikel,

    ruthenium, perak, dan logam lain (Anonim,1989).

    Larutan o-fenantrolin bila dilarutkan dalam etanol atau methanol maka larutan

    akan stabil untuk beberapa bulan pada suhu -200 C, namun bila dilarutkan dalam

    akuades larutan tahan hanya dalam beberapa hari (Anonim, 2003b) dan bila disimpan

    di tempat yang dingin serta gelap akan tahan untuk beberapa minggu (Anonim,

    1995a).

  • 11

    F. Penetapan Kadar Besi

    1. Penetapan kadar besi secara spektrofotometri visibel

    Penetapan kadar besi dengan spektrofotometri visibel dapat dilakukan dengan

    berbagai macam pereaksi antara lain yaitu :

    a. O-fenantrolin

    Dalam penetapan kadar besi dengan pereaksi o-fenantrolin, besi harus berada

    dalam bentuk Fe2+, sehingga Fe3+ harus direduksi terlebih dulu menggunakan

    hidrokuinon atau hidroksilamin hidroklorida, reduktor ini dibutuhkan untuk menjaga

    Fe tetap dalam bentuk Fe2+ (Bassett, Denny, Jeffery, and Mendham, 1991). Kompleks

    Fe(fenantrolin)32+ mempunyai absorbansi molar sebesar 11.100 L/mol-cm pada

    panjang gelombang serapan maksimum. Nilai yang sangat besar ini menandakan

    bahwa kompleks menyerap sangat kuat, kompleks ini sangat stabil dan intensitas

    warnanya tidak berubah dalam waktu yang lama (Anonim, 2005c).

    Kompleks Fe(fenantrolin)32+ yang berwarna merah-orange ini (Bassett, et al,

    1991) dapat diukur pada panjang gelombang serapan maksimum 510 nm dan

    sebaiknya dikerjakan pada pH 3,5 – 4,5, (Anonim,1995) karena merupakan pH yang

    optimal untuk pembentukkan kompleks Fe(fenantrolin)32+.

    b. Tiosianat

    Besi (III) bereaksi dengan tiosianat untuk menghasilkan kompleks berwarna

    merah tua, dengan konsentrasi tiosianat yang kecil reaksi yang terjadi adalah sebagai

    berikut :

    Fe3+(aq) + SCN-(aq) → [Fe(SCN)]2+(aq) (1)

  • 12

    Dalam penetapan kadar secara kolorimetri, tiosianat yang digunakan harus

    berlebih karena kelebihan ini akan meningkatkan intensitas dan kemantapan warna.

    Reaksi pembentukkan kompleks heksatiosianatoferat (III) adalah sebagai berikut :

    Fe3+(aq) + 6 SCN-(aq) → [Fe(SCN)6]3-(aq) (2)

    Perak, tembaga, nikel, kobalt, titanium, uranium, molybdenum, merkuri, seng,

    cadmium, dan bismuth dapat mengganggu terbentuknya kompleks

    heksatiosianatoferat (III) ini (Bassett, et al, 1991).

    Asam-asam kuat harus ada untuk menekan hidrolisis karena bila terjadi

    hidrolisis dapat mengakibatkan terbentuknya endapan besi (III) hidroksida yang akan

    mengganggu pengukuran. Reaksi hidrolisis yang terjadi:

    Fe3+(aq) + H2O(aq) → Fe(OH)3 ↓ + 3 H+ (3)

    Asam kuat yang biasa digunakan adalah HCl, namun tidak disarankan

    menggunakan asam sulfat karena ion sulfat memiliki kecenderungan untuk bereaksi

    dengan Fe3+ membentuk endapan yang dapat mengganggu pengukuran.

    Fe3+ (aq) + SO42- (aq) → Fe2(SO4) ↓ (4)

    Bila menggunakan HCl, besi akan bereaksi membentuk FeCl3 yang berbentuk

    larutan sehingga tidak mengganggu pengukuran. Reaksi yang terjadi :

    Fe3+ (aq) + HCl (aq) → FeCl3 (aq) + H+ (5)

    c. Tioglikolat

    Penggunaan asam tioglikolat (asam merkaptoasetat) untuk penetapan kadar

    besi penting karena metode ini relatif bebas gangguan dalam memberikan warna

    ungu-merah dengan Fe3+ yang dapat diukur pada 535 nm (Bassett, et al, 1991).

  • 13

    d. 5-nitro-6-amino-o-fenantrolin (NAF)

    Pada penelitian yang dilakukan oleh Demirhan dan Elmali (2001) ini

    dilakukan optimasi penetapan kadar besi dengan 5-nitro-6-amino-o-fenantrolin

    (NAF). Prinsip metode ini adalah pembentukkan kompleks antara Fe2+ dengan NAF

    yang memberikan warna orange-merah dengan panjang gelombang serapan

    maksimum 520 nm. Berikut ini merupakan kompleks yang terbentuk antara Fe2+

    dengan 5-nitro-6-amino-o-fenantrolin

    N N

    H2N NO2

    N

    N

    H2N

    O2N

    NN

    H2NNO2

    Fe 2+

    Gambar 3. Tris (5- nitro-6-amino-o-fenantrolin )besi(II) (Demirhan and Elmali,2001)

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kompleks yang terbentuk optimum

    pada temperatur 200 C, operating time 210-300 menit, jumlah reagen dengan

    konsentrasi 107 µg/ml adalah 5 ml dan pH 3,4-4,5.

    Pada metode ini logam-logam seperti Co2+, Ni2+, dan Cu2+ diketahui sangat

    mengganggu, Zn2+, Mn2+, Al3+, dan Ca2+ sedikit mengganggu, sedangkan Mg2+ sama

    sekali tidak mengganggu.

  • 14

    2. Penetapan kadar besi secara titrasi redoks

    a. Kalium permanganat

    Prinsip dari metode ini adalah KMnO4 sebagai titran mengoksidasi Fe2+

    menjadi Fe3+, sedangkan KMnO4 tereduksi menjadi Mn2+. Dalam metode ini tidak

    dibutuhkan indikator. Titik akhir titrasi ditunjukkan saat larutan sampel menjadi

    merah muda (Anonim, 1998).

    (6)

    (7) MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+(aq) + 4H2O

    Fe2+ Fe3+ + e-Reduksi :

    Oksidasi :

    x 5

    MnO4- + 8H+ + 5Fe2+ Mn2+(aq) + 4H2O + 5 Fe3+

    (Anonim, 1998)

    Untuk memastikan bahwa besi berada dalam bentuk Fe2+ maka sebelum

    titrasi, larutan terlebih dulu direaksikan dengan SnCl2. SnCl2 tersebut dapat

    mereduksi Fe3+ yang mungkin ada. Kelebihan Sn2+ kemudian dihilangkan dengan

    mereaksikkannya dengan HgCl2 sehingga menghasilkan endapan merkurium (I)

    klorida (Hg2Cl2) (Anonim, 1998).

    b. Kalium dikromat

    Pada metode ini dibutuhkan indikator dalam penentuan titik akhir titrasi, ada

    tiga indikator yang bisa digunakan antra lain adalah difenilamin, difenilbenzidin, dan

    difenilamin sulfonat. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari hijau ke

    ungu (Lancashire, 2006).

  • 15

    (8) Fe2+

    (9) Cr 2-

    (Lancashire, 2006)

    3. Penetapan kadar besi secara gravimetri

    Prinsip metode ini adalah mengendapkan besi oksida hidrat dengan

    menambahkan basa berlebih ke dalam larutan besi (III) dan dilanjutkan dengan

    pembakaran pada suhu 8000 – 10000 C sehingga menghasilkan Fe2O3.

    Fe3+ + 6 NH3 + xH2O → Fe2O3.yH2O + 6 NH4+

    Fe2O3.yH2O → Fe2O3 + yH2O (10)

    (Kolthoff and Sandell,1952)

    Sebelumnya krus yang digunakan untuk pembakaran harus dibakar hingga

    bobotnya konstan. Kertas saring berisi endapan yang telah benar-benar kering

    (dibiarkan 1 malam) dibungkus dan ditaruh dalam krus seperti dalam gambar 4.

    Gambar 4. Cara melipat kertas saring berisi endapan dan penempatannya dalam krus

    (Harris, 1999)

    2O7 + 14 H+ + 6e-

    Fe3+ + e-

    eduksi :

    Oksidasi : x 6

    e2+ + Cr2O7 + 14 H+

    R

    6F 2- 6 Fe3+ + Cr3++ 7 H2O

    2 Cr3++ 7 H2O

  • 16

    Posisi krus pada saat pembakaran di atas api agak dimiringkan seperti terlihat

    pada gambar 5. Pengeringan dilakukan dengan nyala api yang kecil, setelah kering

    api dibesarkan lagi untuk mengarangkan kertas, kertas tidak boleh sampai menyala

    karena akan menyebabkan terlemparnya partikel endapan (Bassett et al, 1991). Saat

    kertas sudah terarangkan seluruhnya dan tidak keluar uap lagi, api dibesarkan secara

    bertahap hingga terbentuk Fe2O3.

    Gambar 5. Posisi krus data pembakaran di atas api (Harris, 1999)

    Krus didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga

    bobotnya konstan, bila belum konstan ulangi dengan pembakaran (Harris, 1999).

    G. Spektrofotometri Visibel

    Spektrofotometri visibel adalah salah satu teknik analisis fisika-kimia yang

    mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik pada

    panjang gelombang 380-780 nm. Spektrofotometri UV-Vis lebih banyak digunakan

    untuk analisis kuantitatif daripada kualitatif karena melibatkan energi elektronik yang

    cukup besar pada molekul yang dianalisis (Mulja dan Suharman, 1995).

    Spektrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum

    ultraviolet dan cahaya tampak terdiri dari suatu sistem optik dengan kemampuan

  • 17

    menghasilkan cahaya monokromatik dalam rentang panjang gelombang 200 – 800

    nm dan suatu alat yang sesuai untuk menetapkan serapan (Anonim, 1995b).

    Secara sederhana, komponen-komponen spektrofotometer berkas ganda dapat

    dijelaskan sebagai berikut :

    Gambar 6. Skema sederhana spektrofotometer UV-Vis berkas ganda (Skoog et al, 1998)

    a. Sumber tenaga radiasi

    Sumber radiasi yang ideal untuk pengukuran serapan harus menghasilkan

    spektrum kontinyu dengan intensitas yang seragam pada keseluruhan kisaran

    panjang gelombang. Sumber radiasi cahaya tampak biasanya menggunakan lampu

    filament tungsten yang menghasilkan radiasi kontinu pada daerah panjang

    gelombang 350-2500 nm. Sumber radiasi ultraviolet banyak menggunakan lampu

    hydrogen dan lampu deuterium, kedua lampu ini menghasilkan radiasi kontinu

    pada daerah panjang gelombang 180-350 nm (Sastrohamidjodjo,2001).

    b. Monokromator

    Ada dua alat untuk mengubah radiasi yang polikromatik menjadi

    monokromatik yaitu penyaring dan monokromator. Penyaring dibuat dari benda

  • 18

    khusus yang hanya meneruskan radiasi pada daerah panjang gelombang tertentu

    dan menyerap radiasi dari panjang gelombang yang lain. Monokromator

    merupakan serangkaian alat optik yang menguraikan radiasi polikromatik menjadi

    panjang gelombang tunggalnya dan memisahkan panjang gelombang tersebut

    menjadi jalur yang sangat sempit (Sastrohamidjodjo,2001).

    c. Tempat cuplikan

    Tempat cuplikan biasa disebut sel atau kuvet. Untuk daerah ultraviolet

    biasanya menggunakan Quartz atau kuvet dari silica yang dilebur

    (Sastrohamidjodjo,2001), sedangkan untuk daerah cahaya tampak biasanya

    menggunakan Quartz atau gelas silikat (Skoog et al, 1998)

    d. Detektor

    Fungsi detektor adalah untuk mengubah sinyal radiasi yang diterima menjadi

    sinyal elektronik. Persyaratan-persyaratan penting untuk detektor adalah

    sensitivitas tinggi, waktu respon pendek, stabilitas panjang dan sinyal elektronik

    yang mudah diperjelas. Detektor yang digunakan dalam ultraviolet disebut

    detektor fotolistrik (Sastrohamidjodjo,2001).

    Absorbsi cahaya oleh suatu molekul merupakan suatu bentuk interaksi antara

    gelombang cahaya (foton) dan atom/molekul. Proses absorbsi cahaya UV-Vis

    berkaitan dengan promosi elektron dari satu orbital molekul dengan tingkat energi

    elektronik tertentu ke orbital molekul lain dengan tingkat energi elektronik yang lebih

    tinggi. Menurut Skoog (1998), ada tiga tipe transisi elektronik yaitu :

  • 19

    1. Transisi yang melibatkan elektron π, σ, dan n

    Secara umum, ada tiga macam distribusi elektron dalam suatu senyawa

    organik yaitu orbital pi (π), sigma (σ) dan elektron tidak berpasangan (n). Apabila

    radiasi elektromagnetik mengenai molekul, maka akan terjadi eksitasi elektron ke

    tingkat energi yang lebih tinggi yang dikenal sebagai orbital elektron antibonding

    (Mulja dan Suharman, 1995).

    Macam-macam transisi elektronik yang sering terjadi adalah σ→ σ *, n→ σ *,

    n→π*, dan π →π* seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

    Gambar 7. Tingkat energi elektronik ( Skoog et al, 1998)

    Semakin besar energi untuk berpindah maka panjang gelombang daerah

    serapan maksimum semakin rendah (Clark,1997). Hal ini dapat terlihat pada transisi

    n→ σ * yang mempunyai energi lebih rendah, berada pada daerah panjang gelombang

    150-250 nm, sedangkan σ→ σ * berada pada panjang gelombang serapan maksimum

    125 nm (Skoog et al, 1998).

  • 20

    2. Transisi yang melibatkan elektron d dan f

    Transisi ini kebanyakan terjadi pada logam transisi, golongan lanthanide dan

    actinide. Pada logam transisi, proses absorbsi dihasilkan dari transisi elektron 3d dan

    4d, sedangkan pada golongan lanthanide dan actinide dihasilkan dari transisi elektron

    4f dan 5f (Skoog et al, 1998). Ion logam dapat membentuk kompleks dengan agen

    pengkompleks (ligan), karena logam transisi mempunyai orbital d yang belum penuh

    (Skoog et al, 1998) sehingga elektron yang tersedia untuk membentuk ikatan lebih

    banyak. Berikut ini merupakan urutan ligan berdasarkan kekuatan medan yang

    ditimbulkannya I- < Br- < Cl- < F- < OH- < C2O42- ~ H2O < SCN- < NH3 <

    ethylenediamine < o-fenantrolin < NO2- < CN- (Skoog et al, 1998).

    3. Transisi yang melibatkan charge transfer electron

    Transisi tipe ini sangat penting dalam suatu analisis, karena mempunyai

    absorbansi molar yang sangat besar ( lebih dari 10.000). Oleh karena itu, kompleks

    ini mempunyai sensitifitas yang tinggi. Kompleks-kompleks anorganik yang

    terbentuk melalui transisi charge transfer electron biasanya disebut kompleks charge

    transfer. Contoh dari kompleks ini antara lain adalah kompleks tiosianat dan fenol

    dengan besi (III), kompleks o-fenantrolin dengan besi (II), kompleks

    heksasianoferat(II) / heksasianoferat (III) yang bertanggung jawab atas warna

    Prussian blue (Skoog et al, 1998).

    Pada sebagaian besar kompleks charge transfer yang melibatkan logam,

    logam bertindak sebagai penerima elektron (acceptor) dan ligan sebagai donor

    elektron (Skoog et al, 1998).

  • 21

    Analisis dengan spektrofotometer UV-Vis melibatkan pembacaan absorban

    radiasi elektromagnetik oleh molekul atau radiasi elektromagnetik yang diteruskan.

    Keduanya dikenal sebagai absorban (A) tanpa satuan dan transmitan dengan satuan

    persen. Hubungan antara intensitas radiasi elektromagnetik yang diserap oleh sistem

    (I0) dengan intensitas radiasi yang ditransmisikan (It) dapat dijelaskan dengan hukum

    Lambert-Beer, sebagai berikut :

    bc⋅⋅−== ε10II

    T0

    t (11)

    bc T1 log A ⋅⋅== ε (12)

    Dengan T = persen transmitan; I0 = intensitas radiasi yang datang; It = intensitas

    radiasi yang diteruskan; ε = daya serap molar (L.mol-1.cm-1); c = konsentrasi (mol/L);

    b = panjang sel (cm); A = serapan.

    cbA a⋅

    = (13)

    Daya serap (a) dalam L.g-1.cm-1 adalah serapan dibagi dengan hasil perkalian panjang

    sel (b) dalam cm, dan konsentrasi (c) dalam gram/L (Anonim, 1995b).

    H. Validasi Metode Analisis

    Metode-metode analisis yang digunakan dalam laboratorium kimia analisis

    bisa berupa metode standar, metode komparatif ataupun metode pengembangan.

    Semua metode analisis yang dipilih untuk penentuan rutin maupun riset terlebih

  • 22

    dahulu mutlak harus divalidasi dengan beberapa parameter validasi (Mulja dan

    Suharman, 1995).

    Kesahihan metode analisis diartikan sebagai suatu prosedur yang digunakan

    untuk membuktikan bahwa metode analisis tersebut secara taat asas memberikan

    hasil seperti yang diharapkan dengan kecermatan dan ketelitian yang memadai.

    Pedoman-pedoman kesahihan metode analisis didukung oleh parameter-

    parameter (Mulja dan Hanwar,2003).

    1. Akurasi

    Akurasi adalah suatu ukuran kedekatan nilai hasil percobaan dengan nilai

    yang sesungguhnya. Akurasi dapat dinyatakan sebagai persen perolehan kembali

    (recovery). Nilai recovery dihitung dari kadar yang dihitung dari kurva baku

    dibandingkan dengan kadar teoritis dikalikan 100%.

    Akurasi atau kecermatan hasil analisis sangat bergantung pada sebaran galat

    sistematik di dalam keseluruhan tahapan analisis. Oleh karena itu, untuk

    mendapatkan akurasi yang tinggi perlu dilakukan pencegahan terjadinya galat

    sistematik, antara lain adalah menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi,

    menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu, dan pelaksanaan

    sesuai dengan prosedur (Harmita, 2004).

    2. Presisi

    Presisi suatu metode analisis merupakan ukuran yang menunjukkan derajat

    kesesuaian antara data-data yang diperoleh dari prosedur yang sama pada sampel

    homogen (Harmita, 2004). Presisi biasanya dinyatakan dengan Coefficient of

  • 23

    Variation (CV) atau Relative Standard Deviation (RSD) untuk sejumlah sampel yang

    berbeda. Harga CV < 2% dapat dikatakan metode tersebut memberikan presisi yang

    bagus, sedangkan untuk bioanalisis CV=15-20% masih dapat diterima. Koefisien

    variasi akan meningkat dengan menurunnya kadar sampel yang dianalisis (Harmita,

    2004). Menurut AOAC performansi metode pada penetapan kadar besi dengan

    metode spektrofotometri pada berbagai jenis sereal adalah sebagai berikut :

    Tabel II. Performansi metode pada penetapan kadar besi secara spektrofotometri (Anonim, 1995a)

    Produk Rata-rata Fe/100g SD % CV

    Formula bayi dengan bahan dasar susu (bubuk dengan kadar besi rendah) 1,48 0,13 8,48

    Formula bayi dengan bahan dasar kedelai (bubuk dengan fortifikasi besi) 9,64 0,43 4,43

    Sereal yang tidak difortifikasi 5,95 5,95 3,08 Sereal dengan fortifikasi 22,3 22,3 5,55

    3. Linearitas

    Menurut Mulja dan Hanwar (2003) linearitas merupakan kemampuan suatu

    prosedur analisis untuk mendapatkan hasil uji yang secara langsung proposional

    dengan konsentrasi (jumlah) analit dalam sampel. Data linearitas dapat diterima bila

    nilai koefisien korelasi (r) lebih dari 0,999.

    I. Landasan Teori

    Besi merupakan mikroelemen yang penting bagi tubuh. Penetapan kadar besi

    dalam sereal makanan bayi dilakukan dengan cara membakar sereal sampai bebas

  • 24

    karbon, sehingga hanya tersisa bahan yang tidak bisa terbakar. Abu putih kecoklatan

    yang dihasilkan mengandung Fe2O3, abu tersebut kemudian dilarutkan dalam HCl

    dan bereaksi membentuk FeCl3. O-fenantrolin akan membentuk kompleks warna bila

    bereaksi dengan Fe2+. Oleh karena besi yang terbentuk masih dalam bentuk Fe3+,

    maka besi harus direduksi terlebih dulu menggunakan hidrokuinon, setelah tereduksi

    menjadi Fe2+ dan ditambahkan dengan o-fenantrolin akan terbentuk kompleks warna

    orange. Kompleks ini terbentuk secara optimal pada pH 3,5-4,5 sehingga harus

    ditambahkan buffer asetat untuk mempertahankan pH tetap pada rentang tersebut.

    Kompleks warna yang terbentuk dapat diukur pada daerah sinar tampak yaitu pada

    panjang gelombang 510 nm.

    J. Hipotesis

    Berdasarkan landasan teori tersebut dapat dikemukakan suatu hipotesis yakni

    kadar besi rata-rata dalam sereal makanan bayi masuk dalam rentang yang dapat

    diterima dari nilai yang tercantum dalam label dan metode spektrofotometri visibel

    dengan pereaksi o-fenantrolin mempunyai akurasi, presisi, dan linearitas yang baik

    pada penetapkan kadar besi dalam sereal bayi.

  • III. METODE PENELITIAN

    A. Jenis dan Rancangan Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian noneksperimental dengan rancangan

    penelitian deskriptif nonanalitik, karena dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan

    manipulasi/intervensi/perlakuan terhadap obyek uji yaitu sereal makanan bayi umur

    6-24 bulan, peneliti hanya mendiskripsikan keadaan yang ada.

    B. Definisi operasional

    1. Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh.

    2. Sampel yang digunakan adalah sereal makanan bayi untuk umur 6-24 bulan

    dengan jumlah saji per kemasan adalah 0,5.

    3. Metode yang digunakan adalah spektrofotometri visibel dengan pereaksi o-

    fenantrolin dan penentuan kadar berdasarkan pada pembentukan warna yang

    dapat terserap pada daerah cahaya tampak.

    4. Kadar besi yang diperoleh dalam sereal makanan bayi dinyatakan dalam %AKG.

    C. Bahan

    Tiga macam sereal yaitu merk X, Y, dan Z, pereaksi o-fenantrolin

    (p.a.Merck), natrium asetat (p.a.Merck), asam asetat glacial (p.a.Merck), hidrokuinon

    (p.a.Merck), Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O (p.a Merck), HCl (p.aMerck), HNO3 (p.a Merck),

    kalium heksasianoferat (II) 10%, kalium heksasianoferat (III) 10%, akuades

    laboratorium Kimia Organik universitas Sanata Dharma.

    25

  • 26

    D. Alat

    Spektrofotometer UV-Vis (Perkin-Elmer Lamda 20), kuvet, kertas saring,

    beker gelas, labu ukur, cawan porslen, kompor listrik, furnace (Carbolite), buret, pipet

    tetes, pipet volume, gelas ukur, pengaduk, drupple plate, neraca analitik (Scaltec

    SBC 22).

    E. Cara Penelitian

    1. Penyiapan sampel

    Dua puluh kemasan sereal masing-masing merk ditimbang seksama satu per

    satu dan dicari bobot rata-ratanya. Sereal yang sudah ditimbang dicampur menjadi

    satu hingga diperoleh sampel yang homogen.

    2. Pembuatan larutan stock baku Fe2+

    Timbang seksama lebih kurang 351,2 mg Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O masukkan ke

    dalam labu ukur 50 ml beri sedikit akuades lalu tambahkan 2 tetes HCl encerkan

    sampai 50,0 ml dengan akuades

    3. Pembuatan larutan intermediate baku Fe2+

    Pipet 1 ml dari larutan stock baku dan masukkan ke labu ukur 100 ml,

    tambahkan 2 tetes HCl encerkan sampai tanda.

    4. Pembuatan larutan pereaksi

    a. Pembuatan pereaksi o-fenatrolin

    Larutkan 0,1 g o-fenantrolin dalam kurang lebih 80 ml akuades pada suhu 800

    C, dinginkan dan encerkan hingga 100 ml.

  • 27

    b. Pembuatan larutan hidrokuinon 1%

    Masukkan 1 g hidrokuinon dalam labu 100 ml dan encerkan dengan akuades

    sampai tanda. Larutan ini selalu dibuat baru dan terlindung dari cahaya.

    c. Pembuatan larutan buffer asetat

    Larutkan 8,3 g natrium asetat anhidrat dalam labu 100 ml dengan akuades,

    tambahkan 12 ml asam asetat glacial dan encerkan sampai tanda.

    5. Optimasi metode

    a. Pembuatan seri kadar larutan baku Fe2+

    Lima seri kadar larutan baku Fe2+ dibuat dengan mengambil berturut-turut

    sebanyak 3,0; 4,0; 5,0; 6,0; dan 7,0 ml dari larutan intermediate baku dimasukkan ke

    dalam labu ukur 25 ml. Tambahkan larutan buffer asetat sampai pH 3,5-4,5.

    tambahkan 2,0 ml larutan hidrokuinon dan 1,0 ml larutan o-fenantrolina, encerkan

    dengan akuades sampai tanda dan campur rata.

    b. Penentuan rentang waktu operasi

    Ambil seri kadar larutan baku yang telah dibuat di atas, yang berisi 4,0 ml

    larutan baku Fe2+, masukkan ke dalam labu ukur 25 ml. Tambahkan larutan buffer

    asetat sampai pH 3,5-4,5. tambahkan 2,0 ml larutan hidrokuinon, dan 1,0 ml larutan

    o-fenantrolina, encerkan dengan akuades sampai tanda dan campur rata. Masukkan ke

    dalam kuvet, ukur serapan pada panjang gelombang serapan maksimum teoritis 510

    nm, tiap satu menit, selama 45 menit sampai serapannya stabil.

  • 28

    c. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum

    Ambil seri kadar larutan baku yang telah dibuat di atas, yang berisi 4,0; 6,0;

    dan 7,0 ml larutan baku, masukkan ke dalam labu ukur 25 ml. Tambahkan larutan

    buffer asetat sampai pH 3,5-4,5. Tambahkan 2,0 ml larutan hidrokuinon dan 1,0 ml

    larutan o-fenantrolina, encerkan dengan akuades sampai tanda dan campur rata. Baca

    serapannya pada panjang gelombang 400-600 nm. Panjang gelombang serapan

    maksimum, ditandai dengan serapan yang paling besar.

    6. Penetapan kurva baku

    Lima seri kadar larutan baku Fe2+ dibuat dengan mengambil berturut-turut

    sebanyak 3,0; 4,0; 5,0; 6,0; dan 7,0 ml dari larutan intermediate baku dimasukkan ke

    dalam labu ukur 25 ml. Tambahkan 2,0 ml larutan hidrokuinon, kemudian tambahkan

    larutan buffer asetat sampai mencapai pH 3,5-4,5 dan 1,0 ml larutan o-fenantrolina,

    encerkan dengan akuades sampai tanda dan campur rata. Ukur serapannya setelah

    masuk rentang waktu operasi pada panjang gelombang serapan maksimum. Lakukan

    3 kali replikasi.

    7. Uji kualitatif

    Timbang saksama lebih kurang 5,0 g serbuk sereal yang sudah tercampur

    homogen. Masukkan ke dalam cawan porslen, abukan serbuk menggunakan kompor

    listrik. Tambahkan 1-1,5 ml asam nitrat, keringkan dan panaskan secara perlahan

    dalam furnace sampai bebas karbon (abu menjadi berwarna putih) pada suhu 5500 C

    selama kurang lebih 2 jam. Dinginkan, tambahkan 5 ml HCl lalu uapkan di atas water

    bath dalam lemari asam. Residu yang terbentuk dilarutkan dalam 2,0 ml HCl

  • 29

    kemudian dipanaskan 5 menit di atas water bath dengan ditutupi gelas arloji. Bilas

    gelas arloji dengan akuades lalu saring filtrat ke dalam labu 100 ml, dinginkan dan

    encerkan sampai tanda. Pipet larutan dan diletakkan dalam drupple plate lalu ditetesi

    dengan kalium heksasianoferat (II) 10% dan kalium heksasianoferat (III) 10%.

    8. Penetapan kadar

    Timbang saksama lebih kurang 5,0 g serbuk sereal yang telah tercampur

    homogen. Masukkan ke dalam cawan porslen, abukan serbuk menggunakan kompor

    listrik. Tambahkan 1-1,5 ml asam nitrat, keringkan dan panaskan secara perlahan

    dalam furnace sampai bebas karbon (abu menjadi berwarna putih) pada suhu 5500 C

    selama kurang lebih 2 jam. Dinginkan, tambahkan 5 ml HCl lalu uapkan di atas water

    bath dalam lemari asam. Residu yang terbentuk dilarutkan dalam 2,0 ml HCl

    kemudian dipanaskan 5 menit di atas water bath dengan ditutupi gelas arloji. Bilas

    gelas arloji dengan akuades lalu saring filtrat ke dalam labu 100 ml, dinginkan dan

    encerkan sampai tanda.

    Ambil 10,0 ml dari labu ukur 100 ml masukkan ke labu ukur 25 ml.

    Tambahkan 2,0 ml hidrokuinon ke dalamnya, kemudian 4 ml buffer asetat agar pH

    mencapai 3,5-4,5, dan 1,0 ml o-fenantrolina, encerkan sampai tanda dan baca

    serapannya pada panjang gelombang maksimum setelah masuk rentang waktu

    operasi. Lakukan replikasi sebanyak 6 kali.

  • 30

    9. Pembuatan larutan stock baku Fe2+ untuk perolehan kembali

    Timbang seksama lebih kurang 351,2 mg Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O masukkan ke

    dalam labu ukur 50 ml beri sedikit akuades lalu tambahkan 2 tetes HCl encerkan

    sampai 50,0 ml dengan akuades.

    10. Perolehan kembali

    Timbang saksama lebih kurang 3,0 g serbuk sereal yang sudah tercampur

    homogen. Masukkan ke dalam cawan porslen, dan tambahkan 0,2 ml larutan stock

    baku lalu abukan serbuk menggunakan kompor listrik. Tambahkan 1-1,5 ml asam

    nitrat, keringkan dan panaskan secara perlahan dalam furnace sampai bebas karbon

    (abu menjadi berwarna putih) pada suhu 5500 C selama kurang lebih 2 jam.

    Dinginkan, tambahkan 5 ml HCl lalu uapkan di atas water bath dalam lemari asam.

    Residu yang terbentuk dilarutkan dalam 2,0 ml HCl kemudian dipanaskan 5 menit di

    atas water bath dengan ditutupi gelas arloji. Bilas gelas arloji dengan akuades lalu

    saring filtrat ke dalam labu 100 ml, dinginkan dan encerkan sampai tanda.

    Ambil 10,0 ml dari labu ukur 100 ml masukkan ke labu ukur 25 ml.

    Tambahkan 2,0 ml hidrokuinon ke dalamnya, kemudian 4 ml buffer asetat agar pH

    mencapai 3,5-4,5, dan 1,0 ml o-fenantrolina, encerkan sampai tanda dan baca

    serapannya setelah masuk rentang waktu operasi. Lakukan replikasi sebanyak 6 kali.

    F. Analisis hasil

    Analisis hasil pada penelitian ini meliputi analisis kualitatif dan analisis

    kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan menggunakan metode reaksi warna yaitu uji

  • 31

    dengan kalium heksasianoferat (II) 10% dan kalium heksasianoferat (III) 10%.

    Analisis kuantitatif dilakukan dengan menghitung %AKG zat besi yang terkandung

    dalam sereal makanan bayi. Analisis validasi metode yang digunakan dalam

    penetapan kadar besi di dalam sereal dapat ditentukan berdasarkan parameter sebagai

    berikut :akurasi, presisi, dan linearitas.

    1. Akurasi

    Akurasi dapat dilaporkan sebagai persen perolehan kembali (recovery). Nilai

    perolehan kembali suatu metode analisis dihitung dengan rumus :

    %100ikadar teor

    kurkadar teru recovery ×=

    2. Presisi

    Presisi biasannya dinyatakan dengan Coefficient of Variation (CV) atau Relative

    Standard Deviation (RSD). CV dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

    X

    SD CV =

    ( )

    1-n

    X-XSD

    n

    1i

    2∑==

    3. Linearitas

    Linearitas dinyatakan dalam r dan dihitung dari analisis regresi data kurva baku.

  • IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Pemilihan dan Penyiapan Sampel

    Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah sereal makanan bayi merek

    X, Y, dan Z yang mengandung berbagai nutrisi untuk membantu tumbuh kembang

    bayi secara optimal. Salah satu kandungan nutrisi yang terdapat dalam sereal

    makanan bayi adalah zat besi yang merupakan mikroelemen esensial bagi tubuh.

    Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif, maka untuk populasi berjumlah

    kecil sampel yang digunakan minimum 20% dari populasi (Sevilla et al). Hasil

    sampling peneliti, terdapat 8 merek sereal makanan bayi untuk umur 6-24 bulan

    dengan jumlah saji / kemasan 0,5 dan mengandung zat besi, serta mempunyai nomor

    registrasi yang menunjukkan bahwa produk tersebut boleh beredar di pasaran. Dari

    kedelapan merek sereal tersebut dipilih 3 merek tertentu secara acak untuk ditetapkan

    kadarnya mewakili populasi yang ada.

    Pada masing-masing merek digunakan 20 kemasan sereal dengan nomor batch

    sama, hal ini menunjukkan bahwa sampel tersebut melalui tahap-tahap produksi yang

    sama. Keduapuluh kemasan dari masing-masing merek tersebut ditimbang satu

    persatu dan dicampur menjadi satu hingga homogen. Dari penimbangan tersebut

    didapatkan bobot rata rata sereal merek X, Y, Z, masing-masing adalah 19816,936

    mg, 24055,8071 mg, dan 19940,185 mg.

    32

  • 33

    B. Optimasi Metode

    Ion besi (II) mudah teroksidasi sehingga larutan stock baku Fe2+ dibuat sedikit

    asam dengan penambahan 2 tetes HCl agar tahan disimpan dalam waktu yang agak

    lama (Svehla,1979).

    Operating time atau waktu operasi adalah waktu yang dibutuhkan ion besi (II)

    untuk bereaksi dengan pereaksi o-fenantrolin secara sempurna membentuk kompleks

    warna orange, hal ini ditandai dengan absorbansi stabil dalam kurun waktu tertentu.

    Waktu operasi dalam penelitian ini diukur selama 45 menit dan pengukuran dimulai

    dari menit ke 5 setelah pengenceran. Grafik waktu operasi yang dihasilkan dapat

    dilihat dalam gambar 8.

    Gambar 8. Grafik waktu operasi kompleks Fe2+ dengan o-fenantrolin

  • 34

    Dari hasil waktu operasi seri kadar kurva baku dengan konsentrasi 1,599.10-3

    mg/ml pada panjang gelombang teoritis 510,0 nm dapat diketahui bahwa kompleks

    Fe(fenantrolin)32+ stabil dari menit ke 5 setelah pengenceran hingga menit ke 45

    dengan absorbansi sebesar 0,318. Dalam penelitian ini pengukuran kurva baku dan

    sampel dilakukan pada menit yang sama yaitu menit ke-20 setelah pengenceran.

    Penentuan panjang gelombang serapan maksimum dilakukan untuk

    mengetahui panjang gelombang dimana kompleks Fe(fenantrolin)32+ memberikan

    absorbansi terbesar.

    Gambar 9. Grafik panjang gelombang serapan maksimum kompleks Fe2+ dengan o-

    fenantrolin

  • 35

    Penentuan panjang gelombang serapan maksimum dilakukan pada rentang

    400-600 nm dengan 3 seri kadar kurva baku yaitu pada konsentrasi 1,599.10-3;

    2,399.10-3 ; dan 2,799.10-3 mg/ml dan hasilnya dapat dilihat pada gambar 9.

    Dari hasil tersebut dapat ditetapkan bahwa panjang gelombang serapan

    maksimum penelitian adalah 510,4 nm, dan panjang gelombang ini selanjutnya

    digunakan untuk pengukuran kurva baku dan penetapan kadar sampel.

    Kurva baku dibuat dengan lima seri kadar, yaitu dengan pemipetan 3,0; 4,0;

    5,0; 6,0; dan 7,0 ml dari larutan intermediate baku Fe2+, sehingga diperoleh hasil

    sebagai berikut :

    Tabel III. Kurva baku konsentrasi Fe2+ vs absorbansi

    Replikasi I Replikasi II* Replikasi III Kons.Fe2+ (mg/ml) Absorbansi

    Kons.Fe2+ (mg/ml) Absorbansi

    Kons.Fe2+ (mg/ml) Absorbansi

    1,199.10-3 1,599.10-3 1,999.10-3 2,399.10-3 2,799.10-3

    0,241 0,318 0,399 0,482 0,556

    1,203.10-3 1,604.10-3 2,005.10-3 2,406.10-3 2,807.10-3

    0,241 0,320 0,400 0,474 0,558

    1,2039.10-31,6052.10-32,0065.10-32,4078.10-32,8091.10-3

    0,242 0,320 0,399 0,482 0,573

    A B r

    : 2,3985.10-3 : 198,5 : 0,9998

    A B r

    : 4,6.10-3: 196,5 : 0,9999

    ABr

    : -8,8. 10-3 : 205,333 : 0,9995

    Persamaan Y = 198,5X + 2,3985.10-3

    Persamaan Y = 196,5X + 4,6.10-3

    Persamaan Y = 205,333X – 8,8.10-3

    Catatan : * persamaan kurva baku yang digunakan dalam penelitian Dilihat dari koefisien korelasi ketiga persamaan kurva baku mempunyai r

    hasil > r tabel, karena pada taraf kepercayaan 99% r tabel yang diperoleh adalah

    0,875 (De Muth,1999). Dari ketiga replikasi kurva baku tersebut dipilih replikasi

    kedua dengan persamaan kurva baku Y = 196,5X + 4,6.10-3 karena mempunyai

  • 36

    koefisien korelasi yang paling besar yaitu 0,9999 dan slope yang paling kecil yaitu

    196,5.

    Kurva baku

    0

    0.1

    0.2

    0.3

    0.4

    0.5

    0.6

    0.7

    0.8

    0 0.0005 0.001 0.0015 0.002 0.0025 0.003 0.0035

    Konsentrasi Fe2+ (mg/ml)

    Abs

    orba

    nsi

    Gambar 10. Grafik konsentrasi Fe2+ vs absorbansi dari kurva baku replikasi kedua

    C. Uji Kualitatif

    Uji kualitatif dilakukan menggunakan kalium heksasianoferat (II) 10% dan

    kalium heksasianoferat (III) 10%. Hasil yang didapatkan untuk kedua uji kualitatif

    adalah positif sampel mengandung besi. Reaksi yang terjadi adalah :

    1. Kalium heksasianoferat (II)

    Fe2+ + 2 K+ + [Fe(CN)6]4- → K2Fe[Fe(CN)6] ↓ (14)

    Biru muda

    (Svehla,1979)

    2. Kalium heksasianoferat (III)

    Fe2+ + [Fe(CN)6]3- → Fe3+ + [Fe(CN)6]4- (15)

  • 37

    4 Fe3+ + [Fe(CN)6]4- → Fe4[Fe(CN)6]3 ↓ (16)

    Biru tua

    (Svehla,1979)

    Fe2+ dioksidasi oleh ion heksasianoferat (III) menjadi besi (III) dan juga terbentuk

    heksasianoferat (II).

    Hasil dari kedua uji kualitatif ini dapat dilihat pada gambar berikut ini :

    Gambar 11. Hasil reaksi warna uji kualitatif pada sampel merek X, Y, dan Z

    Keterangan :

    1 : uji dengan kalium heksasianoferat (II) 10%

    2 : uji dengan kalium heksasianoferat (III) 10%

  • 38

    D. Penetapan Kadar Sampel

    Masing-masing merek sereal yang sudah tercampur homogen ditimbang

    seksama lebih kurang 5,0 gram dengan pengulangan 6 kali karena akan dilakukan 6

    kali replikasi dan diberi perlakuan duplo agar data yang didapatkan lebih

    representatif.

    Sereal dibakar dengan kompor listrik hingga menjadi arang. Arang atau abu

    dengan berat jenis kecil ini akan mudah terbang sehingga perlu dibasahi dengan asam

    nitrat sebagai ashing aid untuk mengurangi kehilangan abu (Gaines,2002). Abu

    dimasukkan ke dalam furnace dan dipanaskan hingga suhu 5500 C selama kurang

    lebih 2 jam, kemudian didinginkan. Abu yang terbentuk berwarna putih kecoklatan

    mengandung Fe2O3.

    Fe-organik Fe-karbon (17) dibakar

    [O] Fe-karbon + HNO3 Fe2O3(s) + CO2(g) ↑ (18)

    ↑ 5500 C (abu putih kecoklatan)

    Abu putih yang dihasilkan, diuapkan dengan HCl di atas waterbath dan residu

    yang terbentuk dilarutkan dengan HCl dan dipanaskan selama 5 menit. Reaksi yang

    terjadi adalah sebagai berikut :

    Fe2O3 + 6 HCl → 2 FeCl3 + 3 H2O (19)

    Larutan yang terbentuk disaring ke dalam labu 100 ml, gelas arloji dan cawan

    porslen dibilas beberapa kali dengan akuades dan disaring agar tidak ada besi yang

  • 39

    tertinggal dalam gelas arloji ataupun cawan porslen, begitu juga dengan kertas saring.

    Setelah diencerkan hingga 100 ml, larutan digojok-gojok agar homogen.

    Besi yang terbentuk masih dalam bentuk Fe3+ sehingga harus direduksi

    terlebih dulu menjadi Fe2+, karena Fe3+ tidak bisa memberikan warna yang intens bila

    bereaksi dengan o-fenantrolin. Reduksi dilakukan dengan menggunakan

    hidrokuinon. Hidrokuinon selalu dibuat baru dan dilindungi dari cahaya karena

    hidrokuinon mudah teroksidasi menjadi kecoklatan, sehingga tidak bisa dipakai

    karena akan mengganggu pembentukkan kompleks warna dan pengukuran

    absorbansi.

    2 Fe3+ + 2 Fe2+ + O O + 2 H+HO OH

    Hidrokuinon KuinonGambar 12. Reaksi reduksi Fe3+ oleh hidrokuinon (Harris, 1999)

    pH optimal untuk pembentukkan kompleks Fe(fenantrolin)32+ adalah 3,5-4,5

    (Anonim, 1995 a), sehingga dibutuhkan buffer asetat yang dapat mempertahankan

    nilai pH, walapun masih ditambahkan senyawa asam ataupun basa ke dalam larutan

    tersebut. Dalam buffer asetat, natrium asetat hampir berdisosiasi sempurna,

    CH3COONa → CH3COO- + Na+

    Disosiasi asam asetat bisa diabaikan, karena adanya ion-ion asetat dalam

    jumlah yang banyak ( yang berasal dari disosiasi natrium asetat) akan menggeser

    kesetimbangan ke arah pembentukan asam asetat yang tak terdisosiasi.

    CH3COOH ↔ CH3COO- + H+ (20)

  • 40

    Buffer ini dapat mempertahankan pH dengan baik karena jika suatu ion

    hidrogen ditambahkan akan bergabung dengan ion asetat yang berasal dari natrium

    asetat dan membentuk asam asetat yang tidak terdisosiasi.

    CH3COO- + H+ → CH3COOH (21)

    Begitu juga sebaliknya jika ditambahkan ion hidroksil, ion ini akan bereaksi

    dengan asam asetat dan membentuk ion-ion asetat, sehingga konsentrasi ion hidrogen

    dalam larutan tidak berubah (pH dapat dipertahankan).

    CH3COOH + OH- → CH3COO- +H2O (22)

    (Svehla,1979)

    Ion besi (III) yang telah direduksi menjadi besi (II) dan dipertahankan pHnya,

    bereaksi dengan o-fenantrolin membentuk kompleks berwarna merah-orange dan

    reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

    Fe2+ + 3

    o-fenantrolin

    N NN

    NFe

    N

    NN

    N

    2+

    Fe(fenantrolin)32+

    Gambar 13. Pembentukan kompleks Fe2+ dengan o-fenantrolin (Harris,1999)

    Dari hasil penelitian didapatkan kadar rata-rata dari masing-masing merek

    sereal ditunjukkan pada tabel IV.

  • 41

    Tabel IV. Kadar rata-rata sereal merek X, Y, dan Z

    No Rata-rata Kadar

    Merk X (20g) Rata-rata Kadar Merk Y (24g)

    Rata-rata Kadar Merek Z (20g)

    1 1,5659 1,6435 1,8646 2 1,5938 1,4894 1,6782 3 1,4588 1,5720 1,6976 4 1,4639 1,5663 1,7865 5 1,4545 1,6078 1,7375

    6 1,4502 1,5667 1,7949

    Hasil kadar rata-rata yang didapat dari masing-masing merek selanjutnya dibuat

    dalam persentase AKG dan dapat dilihat pada tabel V.

    Tabel V. % Angka Kecukupan Gizi sereal merek X, Y, dan Z

    Dalam label, merek X mencantumkan persentase AKG zat besi sebesar 40%,

    merek Y 50%, dan merek Z 44%. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang

    menunjukkan bahwa persentase AKG zat besi pada merek X adalah 33,29%; merek Y

    34,99%; dan merek Z 39,11%.

    X CV

    1,4979 ± 0,064 4,29 %

    1,5743 ± 0,05 1,7599 ± 0,069 3,269 % 3,93 %

    No %AKG Merek X (20g) %AKG

    Merek Y (24g) %AKG

    Merek Z (20g)

    1 34,80 36,52 41,44

    2 35,42 33,10 37,29

    3 32,42 34,93 37,72

    4 32,53 34,81 39,70

    5 32,32 35,73 38,61

    6 32,23 34,82 39,89

    33,29 ±1,43 34,99 ±1,14 39,11 ±1,54 X CV 4,29 % 3,26 % 3,94 %

  • 42

    E. Validasi Metode Analisis

    Parameter validasi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah

    akurasi, presisi dan linearitas.

    1. Akurasi

    Penetapan akurasi suatu metode biasanya dinyatakan dengan % recovery

    terhadap sampel yang kadarnya telah diketahui (Mulja dan Suharman, 1995).

    Penetapan recovery dilakukan dengan menambahkan baku dalam jumlah tertentu ke

    dalam sampel dan diperlakukan seperti pada penetapan kadar, serapannya dibaca dan

    dibandingkan dengan kadar teoritis yang ada dalam sampel dengan menghitungnya

    dari persamaan kurva baku. Penetapan recovery dilakukan 6 kali replikasi dan

    dilakukan duplo, dengan rata-rata rentang recovery sebagai berikut :

    Tabel VI. % Recovery sereal merek X, Y dan Z

    No % Recovery Merek X % Recovery

    Merek Y % Recovery

    Merek Z 1 101,1478 101,5515 99,6391 2 102,6593 101,8411 98,9243 3 103,2685 101,1980 105,7666 4 102,7635 99,9117 104,2566 5 101,1230 100,0883 100,8174 6 100,2532 101,1596 102,7760

    Rentang recovery 100,2532-103,2685 99,9117-101,8411 98,9243-105,7666

    Nilai recovery pada sampel konsentrasi kecil dikatakan baik bila berada dalam

    rentang 90-110% (Mulja dan Hanwar, 2003), berarti metode ini mempunyai akurasi

    yang baik karena masih berada dalam rentang.

  • 43

    2. Presisi

    Nilai presisi sebagai salah satu parameter validitas suatu metode dinyatakan

    dalam % koefisien variasi (CV). Hasil perhitungan nilai koefisien variasi dari hasil

    penelitian ini dapat dilihat dalam tabel VII.

    Tabel VII. Data perhitungan CV dari kadar terukur recovery sereal merek X, Y dan Z

    Rep. Kadar terukur recovery merek X Kadar terukur

    recovery merek Y Kadar terukur

    recovery merek Z

    0,4382 0,4013 0,4649 1 0,4254 0,4038 0,4623 0,4394 0,4051 0,4585 2 0,4369 0,4025 0,4611 0,4382 0,4000 0,4916 3 0,4433 0,4025 0,4916 0,4394 0,4025 0,4852 4 0,4382 0,3898 0,4840 0,4305 0,3975 0,4674 5 0,4331 0,3962 0,4700 0,4267 0,4013 0,4827 6 0,4293 0,4013 0,4725

    CV = 1,31% CV = 1,03% CV = 2,5%

    Berdasarkan Official Methods of Analysis of AOAC International, nilai

    koefisien variasi untuk sereal dengan bahan dasar kedelai adalah sebesar 4,43%

    seperti tertera pada tabel II (Anonim, 1995a). Dalam penelitian ini didapatkan nilai

    koefisien variasi < 4,43 % , maka metode ini memiliki presisi yang baik untuk

    menetapkan kadar besi dalam sereal makanan bayi dengan pereaksi o-fenantrolin.

  • 44

    3. Linearitas

    Dalam suatu analisis koefisien korelasi ( r ) dikatakan baik bila nilainya lebih

    dari 0,999 (Mulja dan Hanwar, 2003), sedangkan dalam penelitian didapatkan nilai

    linearitas sebesar 0,9999 sehingga dapat dikatakan bahwa metode ini mempunyai

    koefisien korelasi yang baik.

  • BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    1. Persen angka kecukupan gizi dalam sereal makanan bayi pada merek X

    diketemukan (33,29 ± 1,43) % AKG; merek Y (34,99 ± 1,14) % AKG; merek Z

    (39,11 ± 1,54) % AKG dan nilai ini tidak sesuai dengan nilai yang tercantum

    dalam label yaitu pada merek X 40 %, merek Y 50 % dan merek Z 44 %.

    2. Metode spektrofotometri dengan pereaksi o-fenantrolin mempunyai nilai akurasi,

    presisi dan linearitas yang baik sehingga dapat dikatakan bahwa metode ini valid

    dalam menetapkan kadar besi dalam sereal makanan bayi.

    B. Saran

    Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang perbandingan antara teknik dry

    ashing dengan wet ashing pada penetapan kadar besi dalam sereal makanan bayi.

    45

  • DAFTAR PUSTAKA

    Anonim, 1989, The Merck index, 11th Ed, 1144, Merck and CO.,Inc, USA Anonim, 1995a, Official Methods of Analysis of AOAC International, in Lane, R.H.,

    (Ed.), Cereal Foods, 16th Ed, Vol 2,Chap 32, 1- 4 AOAC International, USA Anonim, 1995b, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 1065-1066, DepkesRI, Jakarta Anonim, 1998, Redox Titration with Potassium Permanganate,

    http://academic.brooklyn.cuny.edu/chem/maggie/teach/chem41/files/feo.pdf Diakses pada 20 Februari 2007

    Anonim, 2003a, Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

    Indonesia Nomor : HK.00.05.5.1142 Tentang Angka Kecukupan Gizi untuk Acuan Pelabelan Pangan Umum Diperuntukkan bagi Bayi/ anak Usia 4 sampai 24 bulan, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta

    Anonim, 2003b, Product information: 1,10 phenanthroline monohydrate,

    http://www.sigmaaldrich.com/sigma/product%20information%20sheet/p1294pis.pdf Diakses pada 8 Desember 2006

    Anonim, 2003c, Peningkatan gizi balita melalui mutu MP-ASI,

    http://www.bsn.or.id/NEWS/detail_news.cfm?News_id=10 Diakses pada 1 Februari 2007

    Anonim, 2005a, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

    1593/MENKES/SK/XI/2005 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia, Menkes RI, Jakarta

    Anonim, 2005b, Anemia Gizi Anak Salah Satu Masalah Gizi Utama Di Indonesia,

    http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=1097 Diakses pada 17 Januari 2007

    Anonim, 2005c, Molecular Absorption Spectroscopy: Determination of Iron With

    1,10-Phenanthroline, http://www.chem.uky.edu /courses/che226/Labs/050-Fe_Absorption.pdf Diakses pada 20 Desember 2006

    Anonim, 2006a, Penanganan Anemia pada Wanita, Semijurnal Farmasi dan

    Kedokteran Ethical digest, IV (32), 58-61

    46

    http://academic.brooklyn.cuny.edu/chem/maggie/teach/chem41/files/feo.pdfhttp://www.sigmaaldrich.com/sigma/product%20information%20sheet/p1294pis.pdfhttp://www.sigmaaldrich.com/sigma/product%20information%20sheet/p1294pis.pdfhttp://www.bsn.or.id/NEWS/detail_news.cfm?News_id=10http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=1097http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=1097

  • 47

    Anonim, 2006b, Penanganan Anemia pada Anak, Semijurnal Farmasi dan Kedokteran Ethical digest, IV (32), 64-67

    Anonim, 2007a, Bisa Jadi Bencana Nasional : 75 Persen Anak 6 Bulan Kekurangan

    Zat Besi, Kompas, 8 Mei halaman 3 Anonim, 2007b, Hindari Anemia pada Anak, Kompas, 22 Juli halaman 39 Bassett, J., Denny, R.C., Jeffery,G.H., and Mendham,J., 1991, Vogel’s Textbook of

    Quantitative Inorganic Analysis Including Elementary Instrumental Analysis, diterjemahkan oleh Hadyana Pudjaatmaka dan Setiono, 836-866, Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta

    Clark, Jim, 2007, UV-Visible Absorbtion Spectra , http://www.chemguide.co.uk

    /analysis/uvvisible/theory.html Diakses pada 1 Februari 2007 Crowley, L.V., 2001, An Introduction to Human Disease : Pathology and

    Pathophysiology Correlations, 5th Ed., 345-358, Jones and Bartlett, Canada

    Davidsson,L., Kastenmayer, P., Szajewska,H., Hurrell,R.F., and Barclya, D., 2000, Iron bioavailability in infants from an infant cereal fortified with ferric pyrophosphate or ferrous fumarate, http://www.ajcn.org/cgi/reprint/71/6/1597 Diakses pada 1 Februari 2007

    DeMan, J.M.,1997, Kimia makanan, Edisi kedua, 393-435, 52-534, Penerbit ITB,

    Bandung Demirhan and Elmali, 2001, Spectrophotometric Determination of Iron(II) with 5-

    Nitro-6-amino-1,10-phenanthroline, http://journals.tubitak.gov.tr/chem/issues/ kim-03-27-3/kim-27-3-5-0104-13.pdf Diakses pada 1 februari 2007

    De Muth,J.E., 1999, Basic Statistics and Pharmaceutical Statistical Applications,

    585, Marcel Dekker,Inc, New York Friel, J.K. and Ngyuen, C.D., 1986, Dry- and Wet-Ashing Techniques Compared in

    Analyses for Zinc, Copper, Manganese, and Iron in Hair, Clinical Chemistry, 32(5), 739-742, http://www.clinchem.org/cgi/reprint/32/5/739 Diakses pada tanggal 20 Maret 2007

    Gaines, P., 2002, Reliable Measurements : Ashing http://www.ivstandards.com/

    tech/reliability/part14.asp Diakses pada 6 Mei 2007

    http://www.chemguide.co.uk/http://www.ajcn.org/cgi/reprint/71/6/1597http://journals.tubitak.gov.tr/chem/issues/%20kim-03-27-3/kim-27-3-5-0104-13.pdfhttp://journals.tubitak.gov.tr/chem/issues/%20kim-03-27-3/kim-27-3-5-0104-13.pdfhttp://www.clinchem.org/cgi/reprint/32/5/739http://www.ivstandards.com/%20tech/reliability/part14.asphttp://www.ivstandards.com/%20tech/reliability/part14.asp

  • 48

    Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya, Majalah Ilmu Kefarmasian, I (3), 117-135

    Harris,D.C., 1999, Quantitative Chemical Analysis, 5th Ed., 845-846, 863-864, W.H.

    Freeman and Company, New York Katzung, B.G., 2001, Clinical Pharmacology, 8th Ed., diterjemahkan oleh bagian

    farmakologi fakultas kedokteran UNAIR, 362-369, Salemba Medika, Surabaya

    Kolthoff and Sandell, 1952, Textbook of Quantitative Inorganic Analysis, 3th Ed, 310-

    313, The Macmillan Company, New York Kresnawan dkk, 2006, Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu

    Ibu (Mp-Asi) Lokal Tahun 2006, http://www.gizi.net/pedoman-gizi/download/MP-ASI%20LOKAL.pdf Diakses pada 17 Januari 2007

    Linder, Maria, 1985, Nutritional Biochemistry and metabolism, diterjemahkan oleh

    Aminuddin Parakkasi, 264-278, UI Press, Jakarta Mulja,M. dan Hanwar,D., 2003, Prinsip-prinsip Cara Berlaboratorium yang Baik

    (Good Laboratory Practice), Majalah Farmasi Airlangga, III(2), 71-76 Mulja, H.M. dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 6-11, 19-22, 28,33,

    Airlangga University Press, Surabaya Nestel,P. and Alnwick,D., 1996, Iron / Multimicronutrient Supplements For Young

    Children, http://inacg.ilsi.org/file/ironmicr.pdf Diakses pada tanggal 17 Januari 2007

    Price, S.A. and Wilson, L.M., 1978, Pathophysiology : Clinical Concepts of Disease

    Processes. Edisi II Bagian I, diterjemahkan oleh Adji Dharma, 206-217, EGC, Jakarta

    Sastrohamidjodjo,H., 2001, Spektroskopi, Edisi kedua, 39-42, Liberty, Yogyakarta Sediaoetama, Achmad Djaeni, 2004, Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi, Jilid II,

    67, 70-71, Dian Rakyat, Jakarta. Skoog,D.A., Holler,F.J., and Nieman,T.A., 1998, Principles of Instrumental Analysis,

    5thEd, 11-14, 314, 330-344, Harcourt Brace College, Philadelphia

    http://www.gizi.net/pedoman-gizi/download/MP-ASI%20LOKAL.pdfhttp://www.gizi.net/pedoman-gizi/download/MP-ASI%20LOKAL.pdfhttp://inacg.ilsi.org/file/ironmicr.pdf

  • 49

    Svehla,G., 1979, Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis, diterjemahkan oleh Setiono dan Hadyana Pudjaatmaka, Bagian I, 51-52, 257-260, Kalman Media Pustaka, Jakarta

    Wardhini dan Dewoto, 2002, Antianemia Defisiensi, dalam Ganiswara,S.G.,dkk

    (Eds.), Farmakologi dan Terapi, 738-740, Bagian Farmakologi FKUI,Jakarta. Winarno F.G.,1993, Kimia Pangan dan Gizi, 133-136, Penerbit Gramedia, Jakarta

  • Lampiran 1 : Komposisi dan % AKG sereal merek X, Y, dan Z

    Komposisi sereal merek X:

    Beras, jagung, gula, tepung susu skim, minyak nabati, tepung pisang, prebiotik FOS,

    lisin, premix vitamin, premix mineral, dan DHA

    Komposisi sereal merek Y :

    Beras, soya, gula, jagung, tepung susu skim, minyak nabati, minyak soya, lesitin

    soya, tepung buah, prebiotik fos, premix vitamin, premix mineral, dan minyak ikan

    Komposisi sereal merek Z :

    Tepung kedelai, gula, beras merah,beras minyak kelapa sawit, mineral, premix

    vitamin, lesitin kedelai, amilase, vanilin

    % Angka Kecukupan Gizi Zat gizi (mineral) Merek X (20 Merek Y (24 Merek Z (20 Kalsium 35 30 37 Fosfor 30 30 31

    Zat besi 45 50 44 Magnesium 48 90 -

    Kalium 14 35 35 Seng 26 30 47

    yodium 20 25 14

    50

  • 51

    Lampiran 2 : Data penimbangan baku dan konsentrasi kurva baku

    Penimbangan Replikasi I (mg) Replikasi II

    (mg) Replikasi III

    (mg) Bobot wadah 138,9 135,4 143,9 Bobot wadah + baku 490,1 487,6 496,1 Bobot wadah + baku 489,96 487,63 496,13 Bobot wadah + sisa 138,87 135,65 143,89 Bobot baku 351,09 351,98 352,24

    a. Replikasi I Bobot baku (mg)

    Volume Pemipetan

    (ml)

    Konsentrasi Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O

    (mg/ml)

    Konsentrasi Fe2+ (mg/ml)

    3 8,42616.10-3 1,199.10-3

    4 0,01123488 1,599.10-3

    5 0,01404360 1,999.10-3

    6 0,01685232 2,399.10-3351,09

    7 0,01966104 2,799.10-3

    b. Replikasi II

    Bobot baku (mg)

    Volume Pemipetan

    (ml)

    Konsentrasi Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O

    (mg/ml)

    Konsentrasi Fe2+ (mg/ml)

    3 8,44752.10-3 1,203.10-3

    4 0,01126336 1,604.10-3

    5 0,0140792 2,005.10-3

    6 0,01689504 2,406.10-3351,98

    7 0,01971088 2,807.10-3

    c. Replikasi III

    Bobot baku (mg)

    Volume Pemipetan

    (ml)

    Konsentrasi Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O

    (mg/ml)

    Konsentrasi Fe2+ (mg/ml)

    3 8,45376.10-3 1,2039. 10-3

    4 0,01127168 1,6052. 10-3

    5 0,01408960 2,0065. 10-3

    6 0,01690752 2,4078. 10-3352,24

    7 0,01972544 2,8091. 10-3

  • 52

    Lampiran 3 : Contoh perhitungan konsentrasi Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O dan Fe2+

    Pada baku replikasi I

    Bobot baku = 351,09 mg → dilarutkan dalam akuades hingga 50 ml dan 2 tetes HCl

    • Konsentrasi larutan stock baku

    Baku 351,09 mg ditambah 2 tetes HCl, dilarutkan dengan akuades hingga 50 ml

    mg/ml 0218,7ml 50

    mg 09,351=

    • Konsentrasi larutan intermediate baku

    1 ml larutan stock baku ditambah 2 tetes HCl dan diencerkan hingga 100 ml

    C1.V1 = C2.V27,0218 mg/ml . 1 ml = C2 . 100 ml

    C2 = 0,070218 mg/ml

    • Konsentrasi seri kadar kurva baku

    Pemipetan 3 ml dari larutan intermediate + 2,0 ml hidrokuinon + buffer asetat +

    1,0 ml o-fenantrolin diencerkan hingga 25 ml.

    C1.V1 = C2.V20,070218 mg/ml . 3 ml = C2 . 25 ml

    C2 = 8,42616.10-3 mg/ml

  • 53

    Lampiran 4 : Data penimbangan bobot rata-rata sampel merek X, Y, dan Z

    a. Penimbangan bobot rata-rata sereal merek X

    No. Bobot sereal (mg)

    No. Bobot sereal (mg)

    1 20441,74 11 19709,88 2 19791,51 12 19944,04 3 20199,18 13 21057,51 4 19835,03 14 19283,03 5 19371,43 15 19602,22 6 18813,77 16 20606,57 7 19462,53 17 19590,34 8 19973,65 18 19296,68 9 20417,64 19 19791,08 10 19410,02 20 19740,87

    X = 19816,936 SD = 0,526590729

    b. Penimbangan bobot rata-rata sereal merek Y

    No. Bobot sereal (mg)

    No. Bobot sereal (mg)

    1 23363,91 11 24661,72 2 23530,10 12 24083,44 3 24221,39 13 24358,13 4 24878,41 14 23981,71 5 23485,83 15 24482,10 6 24100,26 16 24475,63 7 24730,38 17 23592,20 8 24563,97 18 23998,22 9 23628,25 19 23381,64 10 24401,61 20 23197,24

    X = 24055,8071 SD = 0,514747933

  • 54

    c. Penimbangan bobot rata-rata sereal merek Z

    No. Bobot sereal (mg)

    No. Bobot sereal (mg)

    1 19814,97 11 19929,53 2 19906,0 12 19855,4 3 19854,08 13 19873,55 4 19863,08 14 20039,72 5 19783,19 15 19870,58 6 20012,21 16 19877,24 7 20028,55 17 19790,86 8 20078,7 18 20524,81 9 19888,52 19 20096,72 10 19775,34 20 19940,65

    X = 19940,185 SD = 0,167947955

  • 55

    Lampiran 5:Data penetapan kadar sampel merek X dan contoh perhitungannya

    Rep. Bobot sampel (mg) Absorbansi Kadar Kadar rata-rata/sachet

    % AKG per saji

    0,314 1,5583 I 5005,80 0,317 1,5734 1,5659 34,80

    0,321 1,5938 II 5005,05 0,321 1,5938 1,5938 35,42

    0,297 1,4739 III 5001,91 0,291 1,4436 1,4588 32,42

    0,289 1,4337 IV 5001,45 0,301 1,4942 1,4639 32,53

    0,289 1,4312 V 5007,98 0,298 1,4771 1,4545 32,32

    0,297 1,4729 VI 5005,29 0,288 1,4275 1,4502 32,23

    X = SD = CV =

    1,4979 0,064287 4,29 %

    33,29 1,4294 4,29 %