PENERAPAN MODEL (PBL) PADA PEMBELAJARAN FISIKA SISWA KELAS...
Transcript of PENERAPAN MODEL (PBL) PADA PEMBELAJARAN FISIKA SISWA KELAS...
1
PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA
PEMBELAJARAN FISIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI
PURWODADI TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Cristin Agnes Desi.S.¹, Ahmad Amin², Hj.Risdanila³
Alumni S1 STKIP-PGRI Lubuklinggau
Email: [email protected]
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Pada
Pembelajaran Fisika Siswa Kelas X SMA Negeri Purwodadi Tahun Pelajaran
2014/2015”. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah penerapan
model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar fisika
siswa kelas X SMA Negeri Purwodadi?”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui peningkatan hasil belajar fisika siswa di kelas X SMA Negeri
Purwodadi setelah diterapkan model Problem Based Learning (PBL). Jenis
penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (Quasy Eksperiment) yang
dilaksanakan tanpa adanya kelompok pembanding. Populasinya adalah seluruh
siswa kelas X SMA Negeri Purwodadi tahun ajaran 2014/2015 yang terdiri dari
194 siswa. Sampel penelitian yang diambil secara acak adalah kelas 𝑋4 sebanyak
29 siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes berupa tes essay
sebanyak lima soal. Data hasil belajar yang terkumpul dianalisis menggunakan
uji-t. Berdasarkan hasil analisis uji-t diperoleh nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 (14,54) > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
(2,048) dengan dk= n-1 dan α = 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi
peningkatan hasil belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri Purwodadi setelah
diterapkan model Problem Based Learning (PBL).
Kata Kunci: Problem Based Learning (PBL), Hasil Belajar.
¹ Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau.
²˒³ Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau.
2
A. PENDAHULUAN
Menurut Piaget (dalam Kosasih dan Sumarna, 2013:4), pendidikan
merupakan penghubung dua sisi, yaitu individu yang sedang tumbuh
berkembang dengan nilai-nilai sosial, intelektual dan moral yang menjadi
tanggung jawab pendidik untuk mendorong individu tersebut. Menurut
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh orang dewasa kepada
yang masih anak-anak (belum dewasa) melalui pengajaran, bimbingan dan
latihan untuk kehidupannya ataupun pegangan hidup di masa yang akan
datang.
Menurut Giancolli (2001:1), fisika merupakan ilmu pengetahuan yang
paling mendasar dari semua cabang sains, karena berhubungan dengan
perilaku dan struktur benda. Fisika adalah cabang dari sains, oleh karena itu,
hakikat fisika dapat ditinjau dan dipahami melalui hakikat sains yang
mengandung cara-cara bagaimana memperoleh fakta dan prinsip tersebut.
Kertaisa (1993:1) menyatakan fisika adalah ilmu pengetahuan alam yang
mempelajari tentang gejala alam. Berdasarkan pendapat dapat disimpulkan
bahwa fisika adalah ilmu pengetahuan yang mendasari dari semua cabang
sains, yang mempelajari gejala-gejala alam, bagaimana semesta bekerja dan
berbagai perilaku dan struktur benda didalamnya. Pelajaran fisika di sekolah
diajarkan untuk membantu siswa dalam mempelajari berbagai dasar ilmu
pengetahuan, melatih berpikir secara logis, rasional, kritis, dan cermat.
Berdasarkan hasil observasi peneliti di SMA Negeri Purwodadi dengan
salah satu guru mata pelajaran fisika diketahui bahwa peran aktif dan minat
siswa dalam mengikuti pembelajaran fisika masih kurang. Siswa masih
cenderung beranggapan bahwa fisika merupakan mata pelajaran yang sukar
dan hanya menuntut siswa harus menghafal rumus-rumus agar bisa
mengerjakan soal, sehingga siswa kurang memiliki minat dalam belajar
fisika. Dalam kegiatan belajar mengajar fisika di kelas, banyak siswa
yang terlihat kurang bersemangat dan tidak percaya diri. Akibatnya,
penguasaan terhadap konsep-konsep fisika dalam diri siswa menjadi sangat
kurang, ketika diberi kesempatan untuk bertanya siswa cenderung pasif,
hanya ada beberapa siswa saja yang berinisiatif untuk bertanya dan siswa
lainnya pasif sebagai pendengar. Selain itu hasil belajar siswa yang mencapai
nilai KKM hanya 81 siswa atau sekitar 41,75% dari 194 siswa.
Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan peran keaktifan
dan minat siswa dalam kegiatan belajar mengajar yaitu model pembelajaran
Problem Based Learning. Husamah (2013:91) mengemukakan bahwa
Problem Based Learning (PBL) merupakan penyajian pembelajaran yang
menghadapkan siswa pada situasi masalah di dunia nyata yang terjadi di
3
lingkungannya sebelum siswa mempelajari materi yang berkenaan dengan
masalah yang harus dipecahkan tersebut. Dengan Problem Based Learning
(PBL) siswa dilatih menyusun sendiri pengetahuannya, mengembangkan
keterampilan pemecahan masalah, serta meningkatkan kepercayaan diri.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka rumusan
masalah penelitian ini adalah: “Apakah penerapan model Problem Based
Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa di kelas X
SMA Negeri Purwodadi?”.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui peningkatan hasil belajar
fisika siswa di kelas X SMA Negeri Purwodadi setalah diterapkan model
Problem Based Learning (PBL).
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Hakikat Belajar
Hamalik (dalam Susanto, 2013:3), menjelaskan bahwa belajar
adalah memodifikasi atau memperteguh perilaku melalui pengalaman
(learning is defined as the modificator or strengthening of behavior
through experiencing). Menurut Kosasih dan Sumarna (2013:10), belajar
adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
pengetahuan dan keterampilan melalui proses latihan dan interaksi
dengan lingkungannya dalam upaya melakukan perubahan dalam dirinya
secara menyeluruh baik berupa pengalaman, sikap dan perilaku.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri
seseorang sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungan.
2. Pengertian Hasil Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:20), hasil belajar merupakan
suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat
evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak
pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan siswa.
Susanto (2013:5), hasil belajar merupakan perubahan-perubahan yang
terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif,
dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar yang
dimaksudkan adalah hasil belajar siswa sebagai dampak pengajaran yang
berbentuk angka dituangkan ke dalam rapor atau ijazah (Dimyati dan
Mudjiono, 2006:5).
3. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
a. Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Menurut Ridwan (2014:127), Problem Based Learning (PBL)
atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) merupakan
pembelajarannya yang penyampaiannya dilakukan dengan
cara menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan-
pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog.
4
Husamah (2013:91) mengemukakan bahwa Problem Based
Learning (PBL) merupakan penyajian pembelajaran yang
menghadapkan siswa pada situasi masalah di dunia nyata yang
terjadi di lingkungannya sebelum siswa mempelajari materi yang
berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan tersebut.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis
menyimpulkan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning
(PBL) merupakan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia
nyata sebagai penerapan bagi siswa untuk belajar tentang berpikir
kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensi dari mata pelajaran.
b. Tahap-tahap Problem Based Learning (PBL)
Pierce dan Jones (dalam Husamah, 2013:92) mengemukakan
bahwa kejadian-kejadian yang harus muncul pada waktu
pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:
1) Keterlibatan (engagement) meliputi mempersiapkan siswa untuk
berperan sebagai pemecah masalah yang bisa bekerja sama
dengan pihak lain, menghadapkan siswa pada situasi yang
mendorong untuk mampu menemukan masalah dan meneliti
permasalahan sambil mengajukan dugaan dan rencana
penyelesaian.
2) Inkuiri dan investigasi (inquiry dan investigation) yang
mencakup kegiatan mengeksplorasi dan mendistribusikan
informasi.
3) Performa (performance) yaitu menyajikan temuan.
4) Tanya jawab (debriefing) yaitu menguji keakuratan dari solusi
dan melakukan refleksi terhadap proses pemecahan masalah.
Pelaksanaan pembelajaran berdasar masalah menurut Husamah
(2013:94):
1) Tugas-tugas Perencanaan
a) Penetapan tujuan
Pertama kali kita mendeskripsikan bagaimana
pembelajaran berdasarkan masalah direncanakan untuk
membantu mencapai tujuan-tujuan seperti keterampilan,
menyelidiki, memahami peran orang dewasa dan membantu
siswa menjadi pebelajar yang mandiri.
b) Merancang situasi masalah
Situasi masalah yang baik seharusnya autentik, mengandung
teka-teki dan tidak terdefinisi secara ketat memungkinkan
bekerja sama, bermakna bagi siswa dan konsisten dengan
tujuan kurikulum.
c) Organisasi sumber daya dan rencana logistik
Dalam pembelajaran berbasis masalah siswa dimungkinkan
bekerja dengan beragam material dan peralatan, dan
pelaksanaannya bisa dilakukan di dalam kelas, di
5
perpustakaan atau laboratorium bahkan dapat juga dilakukan
di luar sekolah.
2) Tugas Interaktif
a) Orientasi siswa pada masalah.
Siswa perlu memahami bahwa tujuan pembelajaran berbasis
masalah adalah tidak untuk memperoleh informasi dalam
jumlah besar, tetapi untuk melakukan penyelidikan
terhadap masalah-masalah penting untuk menjadi
pebelajar yang mandiri.
b) Mengorganisasikan siswa untuk belajar.
Pada model ini dibutuhkan pengembangan keterampilan
kerjasama diantara siswa dan saling membantu untuk
menyelidiki masalah secara bersama.
c) Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok.
1. Guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari
berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat
mereka memikirkan masalah dan jenis informasi yang
dibutuhkan untuk pemecahan masalah. Siswa diajarkan
menjadi penyelidik aktif dan dapat menggunakan metode
yang sesuai untuk masalah yang dihadapi.
2. Guru mendorong pertukaran ide secara bebas. Selama
tahap penyelidikan guru memberi bantuan yang
dibutuhkan tanpa mengganggu siswa.
3. Puncak proyek-proyek pembelajaran berbasis masalah
adalah penciptaan peragaan seperti laporan, poster dan
video tape.
d) Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah.
Tugas guru pada tahap ini adalah membantu siswa
menganalisis proses berpikir mereka sendiri dan keterampilan
penyelidikan yang mereka gunakan.
Tahap-tahap pembelajaran berbasis masalah, menurut Ibrahim
dan Nur (dalam Husamah 2013:93), dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1.
Tahap Utama dan Tingkah Laku Guru dalam Problem
Based Learning (PBL).
Tahap Tingkah Laku
Tahap 1: Orientasi
siswa kepada masalah.
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
memotivasi siswa terlibat dalam
pemecahan masalah yang dipilihnya.
Tahap 2:
Mengorganisasi siswa
untuk belajar.
Guru membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
Tahap 3:
Membimbing
Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai,
6
penyelidikan
individual ataupun
kelompok.
melaksanakan eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah.
Tahap 4:
Mengembangkan dan
menyajikan hasil
karya.
Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan karya yang
sesuai seperti laporan, video, model dan
membantu mereka untuk berbagi tugas
dengan temannya.
Tahap 5: Menganalisa
dan mengevaluasi
proses pemecahan
masalah.
Guru membantu siswa untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses yang
mereka gunakan.
John Dewey (dalam Hamdayama, 2014: 211) menjelaskan 6
langkah Problem Based Learning (PBL):
1. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah
yang akan dipecahkan.
2. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah
dari berbagai sudut pandang.
3. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan
berbagai kemungkinan pemecahan masalah sesuai dengan
pengetahuan yang dimilikinya.
4. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan
menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan
masalah.
5. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau
merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan
penolakan hipotesis yang diajukan.
6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah
siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan
sesuai rumusan hasil pengajuan hipotesis dan rumusan
kesimpulan.
Dari beberapa pendapat peneliti mengambil pendapat menurut
Ibrahim dan Nur (dalam Husamah, 2013:93) untuk melakukan
langkah Problem Based Learning (PBL) ,yaitu:
1. Orientasi siswa kepada masalah.
Pada tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan
memotivasi siswa, serta memberikan permasalahan nyata yang
berhubungan dengan materi pelajaran.
2. Mengorganisasi siswa untuk belajar.
Pada tahap ini guru membantu siswa dalam membentuk
kelompok, kemudian membagikan lembar kerja siswa pada
setiap kelompok dan membantu siswa dalam menentukan
masalah-masalah untuk didiskusikan.
3. Membimbing penyelidikan.
Pada tahap ini guru membimbing siswa dalam bekerja sama
7
untuk memecahkan permasalahan yang sudah diketahui,
mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
dan membimbing siswa dalam melaksanakan eksperimen.
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Pada tahap ini guru membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai, dan siswa menyajikan hasil yang
sudah mereka kerjakan di depan kelas.
5. Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Pada tahap ini guru membantu siswa untuk melakukan evaluasi
terhadap penyelidikan yang sudah dilakukan.
c. Kelebihan dan Kelemahan Problem Based Learning (PBL)
Kelebihan dalam penerapan model Problem Based Learning
(PBL) menurut Putra (2013:82) sebagai berikut:
1) Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan lantaran ia
menemukan konsep tersebut.
2) Melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah
dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi.
3) Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh
siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna.
4) Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena
masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan
kehidupan nyata. Hal ini bisa meningkatkan motivasi dan
ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajarinya.
5) Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi
aspirasi dan menerima pendapat orang lain, serta menanamkan
sikap sosial yang positif dengan siswa lainnya.
6) Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling
berinteraksi terhadap pembelajar dan temannya, sehingga
pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan.
7) PBL diyakini pula dapat menumbuh kembangkan kemampuan
kreativitas siswa, baik secara individual maupun kelompok,
karena hampir di setiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa
Selain itu, model pembelajaran berbasis masalah memiliki
kekurangan sebagai berikut:
1) Bagi siswa yang malas, tujuan dari metode tersebut tidak dapat
tercapai.
2) Membutuhkan banyak waktu dan dana
3) Tidak semua mata pelajaran bisa diterapkan dengan model PBL
C. METODE PENELITIAN
Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, maka jenis penelitian
ini adalah Quasy Experimental Design atau lebih dikenal sebagai eksperimen
semu. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Pretest
dan Posttest One Group Design dan dapat dilihat pada tabel 3.1.
8
Tabel 3.1.
Pretest dan Posttest One Group Design
Pre-Test Treatment Post-
Test
0₁ X 0₂
dengan 0₁ adalah tes yang dilakukan sebelum eksperimen (Pretest), X adalah
treatment atau perlakuan, dan 0₂ adalah tes yang dilakukan sesudah
eksperimen (Postest).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri
Purwodadi tahun pelajaran 2014/2015. Dalam penelitian ini sampel
diambil secara acak (sample random). Berdasarkan hasil pengundian, terpilih
sebagai sampel adalah kelas X₄. Kelas X₄ merupakan kelas eksperimen yang
diberi pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning
(PBL).
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan teknik tes.
Untuk mengukur ada atau tidaknya serta besarnya kemampuan objek yang
diteliti, digunakan tes. Arikunto (2010:193) menyatakan bahwa ” Tes adalah
serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat
yang dimiliki oleh individu atau kelompok”. Bentuk tes yang digunakan
untuk mengukur hasil belajar fisika adalah tes essay, disusun berdasarkan
kisi-kisi penulisan soal.
Teknik analisis data yang dilakukan terhadap data kemampuan
penalaran dalam penelitian ini adalah menghitung rata-rata dan simpangan
baku, normalitas data, uji hipotesis. Pertanggungjawaban penelitian, uji coba
instrumen dilaksanakan tanggal 21 April 2015 di kelas XI IPA 1 SMA Negeri
Purwodadi, soal uji coba instrumen berupa essay berjumlah 8 soal. Instrumen
yang baik harus memenuhi empat syarat, yaitu validitas, reliabilitas, daya
pembeda, dan indeks kesukaran.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
Penelitian dengan model Problem Based Learning (PBL) ini
diajarkan pada siswa kelas 𝑋4 SMA Negeri Purwodadi dengan uraian
materi listrik dinamis. Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri Purwodadi
pada tanggal 27 April 2015 sampai tanggal 27 Mei 2015 tahun Pelajaran
2014/ 2015.
Pada pertemuan pertama dilakukan pre-test yang dilaksanakan pada
tanggal 8 Mei 2015 dan diikuti oleh 29 siswa. Soal yang digunakan dalam
pre-test sebanyak 5 soal. Berdasarkan pengolahan data hasil belajar pre-
test siswa diperoleh nilai rata-rata (�̅�) sebesar 24,58. Dengan nilai tertinggi
35 dan nilai terendah 9. Siswa yang mendapat nilai lebih dari atau sama
dengan 70 (KKM) dalam pre-test ini sebanyak 0 siswa (0%), sedangkan
siswa yang mendapat nilai kurang dari 70 (KKM) sebanyak 29 siswa
(100%).
9
Pelaksanaan post-test dilakukan diakhir pembelajaran yaitu pada
tanggal 22 Mei 2015 dan diikuti oleh siswa kelas 𝑋4 dengan jumlah 29
siswa. Jumlah soal yang diberikan sebagai soal post-test sebanyak lima
soal. Berdasarkan analisis hasil post-test, nilai rata-rata yang diperoleh
siswa adalah 72,29. Siswa yang mendapat nilai lebih dari atau sama
dengan 70 (KKM) sebanyak 19 siswa (65,52%). Sedangkan siswa yang
mendapatkan nilai kurang dari 70 (KKM) sebanyak 10 siswa (34,48%).
Berdasarkan hasil perhitungan pre-test dan post-test dapat dilihat
pada nilai rata-rata pre-test ( tes awal ) diperoleh sebesar 24,58 sedangkan
pada post-test (tes akhir) diperoleh sebesar 72,29. Terjadi peningkatan
rata-rata nilai sebesar 47,71. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dilihat
perbedaan pre-test dan post-test dalam grafik 1.
Grafik 1. Peningkatan Hasil Belajar Siswa
Sebelum menguji hipotesis dilakukan uji normalitas data. Uji
normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data hasil tes siswa
berdistribusi normal atau tidak. Berdasarkan perhitungan statistik
(lampiran C), diperoleh hasil uji normalitas data pre-test dan post-test
dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1.
Hasil Uji Normalitas Data Pre-Test dan Post-Test
Data χ²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 dk χ²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Kesimpulan
Pree-test 2,50 5 11,07 Normal
Post-test 5,45 5 11,07 Normal
Pada hasil post-test diperoleh χ²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
tes akhir adalah 5,45 dan
nilai χ²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
adalah 11,07. Hal ini berarti χ²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
< χ²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
. Dengan
demikian pengujian normalitas data dengan menggunakan rumus chi-
kuadrat dapat disimpulkan bahwa data post-test berdistribusi normal
dengan taraf kepercayaan (α=0,05).
Berdasarkan uji normalitas diperoleh data normal. Maka selanjutnya
adalah pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t. Adapun Untuk
menguji hipotesis tersebut diperlukan hipotesis statistik sebagai berikut:
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Pre-Test Post-Test
10
Ha: Setelah menggunakan model Problem Based Learning (PBL) hasil
belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri Purwodadi signifikan
meningkat (𝜇2 > 𝜇1).
Ho: Setelah menggunakan model Problem Based Learning (PBL) hasil
belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri Purwodadi tidak meningkat
(𝜇2 ≤ 𝜇1).
t= 𝑀𝑑
√∑ 𝑋2𝑑
𝑁(𝑁−1)
Dengan:
Md= 47,83
∑ 𝑋2𝑑= 8784,138
𝑁= 29
Maka diperoleh t = 14,54
Selanjutnya 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 dibandingkan dengan nilai 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada daftar
distribusi t dengan taraf signifikan 5% (0,05) pada derajat kebebasan dk=
n-1 = 29-1 =28, dengan demikian 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔(14,54)≥ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (2,048) untuk
taraf signifikan 5% (0,05). Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima.
Dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat
diterima kebenarannya, bahwa “Penerapan Model Problem Based
Learning (PBL) Meningkatan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA
Negeri Purwodadi Tahun Pelajaran 2014/2015.”
Peningkatan hasil belajar dapat dilihat dari gain score yang dapat
diperoleh siswa sebagai berikut:
gain = (𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑜𝑠𝑡−𝑡𝑒𝑠𝑡)− (𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑟𝑒𝑒−𝑡𝑒𝑠𝑡)
(100)− (𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑟𝑒𝑒−𝑡𝑒𝑠𝑡)
gain = (72,29)− (24,58)
(100)− (24,58)
gain =47,71
75,42
gain = 0,63 (kriteria tinggi)
2. Pembahasan
Dari hasil penelitian dan analisis uji t menunjukkan bahwa hasil
belajar fisika siswa kelas 𝑋4 SMA Negeri Purwodadi setelah diterapkan
model Problem Based Learning (PBL) mengalami peningkatan. Hal ini
ditunjukkan dari hasil pre-test dan post-test. Pada tes awal (pre-test) nilai
rata-rata siswa (�̅�) sebesar 24,58 dan setelah penerapan model Problem
Based Learning (PBL) rata-rata hasil belajar siswa (�̅�) meningkat menjadi
72,29. Peningkatan rata-rata hasil belajar fisika yang terjadi sebesar 47,71.
Selain dilihat dari hasil pre-test dan post-test peningkatan hasil
belajar ditunjukkan dari hasil uji-t sebesar 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔(14,54) > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙(2,048)
dengan demikian hipotesis yang diajukan dapat diterima kebenarannya,
artinya setelah menggunakan model Problem Based Learning (PBL) hasil
belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri Purwodadi signifikan meningkat
(𝜇2 > 𝜇1).
11
Hal tersebut disebabkan karena pembelajaran fisika dengan
menggunakan model Problem Based Learning (PBL). Pada proses
pembelajaran berlangsung siswa terlihat lebih aktif dalam bertanya dan
mengeluarkan pendapat, siswa juga cenderung siap mengikuti kegiatan
pembelajaran dengan mempelajari terlebih dahulu materi yang akan
dibahas di kelas, selain itu siswa juga terlihat lebih percaya diri ketika
memaparkan hasil pembelajaran di depan kelas. Dengan model Problem
Based Learning (PBL) ini guru tidak terlalu banyak menjelaskan materi,
karena dalam model Problem Based Learning (PBL) siswa yang dituntut
untuk lebih aktif dan berpikir kritis serta bekerja sama yang baik dalam
sebuah kelompok kecil, Sedangkan guru lebih banyak berfungsi sebagai
fasilitator daripada pengajar.
Pada proses pembelajaran dengan menggunakan model Problem
Based Learning (PBL) ini peneliti menjelaskan tujuan pembelajaran dan
memotivasi siswa dengan mengajukan pertanyaan yang berisi
permasalahan yang harus dijawab oleh siswa. Pada proses pembelajaran
inilah siswa dituntut untuk aktif menjawab, bertanya dan mengeluarkan
pendapat. Kemudian siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang
beranggotakan 5-6 siswa. Pembagian kelompok pada kelas 𝑋4 yang
dijadikan sampel dalam penelitian ini terdiri dari 5 kelompok, empat
kelompok beranggotakan 6 siswa, dan 1 kelompok beranggotakan 5 siswa.
Selanjutnya guru membagi LKS pada setiap kelompok, kemudian didalam
kelompok masing-masing siswa saling bertukar pendapat, dan
memecahkan permasalahan yang terdapat dalam LKS yang telah
diberikan. Langkah pembelajaran inilah yang menuntut siswa untuk saling
bekerja sama dalam memecahkan permasalahan, dan menuntut siswa
untuk berpikir kritis serta mengeluarkan pendapat didalam kelompoknya,
sedangkan peneliti (guru) hanya membimbing dalam pemecahan masalah
dan mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-
banyaknya yang sesuai dengan permasalahan.
Langkah selanjutnya siswa diminta untuk menyajikan hasil diskusi
di depan kelas. Dalam langkah ini siswa mengembangkan rasa percaya
dirinya di depan kelas, karena kebanyakan siswa cenderung pasif dan
hanya ditempat duduknya. Kebanyakan siswa mengatakan bahwa mereka
malu ketika maju ke depan kelas dan takut salah terhadap apa yang
dikerjakannya, sehingga mereka memilih duduk di bangkunya daripada
maju dan berdiri di depan kelas untuk mengemukakan pendapat. Langkah
berikutnya, siswa bersama peneliti (guru) bersama-sama melakukan
evaluasi terhadap penyelidikan yang sudah dilakukan.
Pada saat tes awal (pre-test), masih terdapat kesalahan pada
jawaban siswa. Oleh karena itu nilai yang diperoleh siswa saat
dilaksanakan tes awal (pre-test) masih sangat rendah. Hal ini diakibatkan
karena siswa tidak memahami konsep listrik dinamis yang terdapat pada
soal. Setelah pemberian tes awal (pre-test), siswa diberikan perlakuan
menggunakan model Problem Based Learning (PBL) sebanyak dua kali
pertemuan. Pada pertemuan pertemuan pertama, pelaksanaan proses
12
menemui kendala pada waktu. Waktu yang digunakan pada pertemuan
pertama ini sangat singkat, sehingga presentasi untuk beberapa kelompok
dilakukan di pertemuan kedua. Namun, siswa sudah terlihat sangat aktif
dan mengeluarkan ide-ide mereka dalam kelompok masing-masing pada
saat diskusi.
Pada pertemuan kedua, tampak siswa lebih aktif, dan saling bertukar
pendapat terhadap kelompoknya. Pada pertemuan kedua ini masing-
masing kelompok melaksanakan praktikum, setiap siswa didalam
kelompok saling bekerja sama dan melakukan kegiatan sesuai dengan
pembagian tugas didalam kelompoknya masing-masing, sehingga waktu
yang digunakan untuk mempresentasikan hasil diskusi tidak mengalami
kendala.
Setelah dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model
Problem Based Learning (PBL), selanjutnya diberikan tes akhir (post-test)
sebagai tolok ukur keberhasilan pembelajaran yang dilakukan. Hasil tes
akhir (post-test) terhadap hasil tes awal (pre-test) mengalami peningkatan
sebesar 47,71. Sedangkan untuk persentase jumlah siswa yang tuntas
mengalami peningkatan sebesar 65,52%. Berdasarkan uraian tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa setelah menggunakan model Problem
Based Learning (PBL) hasil belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri
Purwodadi signifikan meningkat (72,29 > 24,58).
E. SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diungkapkan
pada bab 4 dapat disimpulkan bahwa penerapan model Problem Based
Learning (PBL) secara signifikan dapat meningkatkan hasil belajar fisika
siswa kelas X SMA Negeri Purwodadi. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-
rata pre-Test siswa sebesar 24,58 sedangkan rata-rata hasil post-test sebesar
72,29 dan peningkatan hasil belajar siswa sebesar 0,63 dengan kriteria tinggi.
F. DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik
Edisi Revisi. Jakarta:PT Rineka Cipta.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka
Cipta.
Fisikazone. 2013. Rangkaian Listrik Tertutup dan Terbuka.[online]
http://fisikazone.com/arus-listrik/rangkaian-listrik-tertutup-dan-
terbuka/[21 Maret 2015]
Giancoli, Douglas. 2001. Fisika Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Hamdayama, Jumanta. 2014. Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan
Berkarakter. Bogor: Ghalia Indonesia.
Hasan, Iqbal. 2001. Pokok-pokok Materi Statistik 2 (Statistik Inferensif).
Jakarta:PT Bumi Aksara.
Husamah. 2013. Outdoor Learning. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Kelana, Bayu. 2013. Pembelajaran Problem Based Learning.[online]
http://bayulikids.blogspot.com/2013/11/Pembelajaran-Problem-Based-
Learning_30.html.[21 Maret 2015].
13
Kertaisa. 1993. Belajar Ilmu Alam itu Asyik. Bandung: Rineka Cipta.
Kosasih, Nandang dan Sumarna, Dede. 2013. Pembelajaran Quantum dan
Optimalisasi Kecerdasan. Bandung: Alfabeta.
Nugroho Prasetya Adi ,dkk. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Problem
Based Learning untuk meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X IPA
7 SMA N 11 Semarang. Prosiding Mathematics and Sciences Forum
2014, 279-290.
Nurachmandani, Setya. 2009. Fisika I untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta:
Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional..
Putra, Sitiatava Rizema .2013. Desain Belajar mengajar Kreatif Berbasis
Sains. Jogjakarta:Diva Press.
R.R.Hake. 1998. Interactive-Engagement Versus Tradisional Methods: A
Six-Thousand-Student Survey of Mechanics Tes Data For
Introductory Physics Course. Am.J.Phys. 1:64-74.
Riduwan dan Akdon. 2013. Rumus dan Data dalam Analisis Statistika.
Bandung:Alfabeta.
Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sudjana, Nana dan Ibrahim. 2012. Penelitian dan PenilaianPendidikan.
Bandung: Sinar Baru Algensindo
Sudjana. 2005. Metoda Statitika. Bandung:Tarsito.
Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung:Alfabeta.
Suherman dan Sukjaya. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan
Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijaya Kusumah.
Susanto, Ahmad. 2013. Teori belajar dan pembelajaran di Sekolah Dasar.
Jakarta:Kencana.
Syarifudin,dkk. 2010. Strategi Belajar Mengajar .Jakarta :Diadit
Media.
Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.
Zaelani, Ahmad. 2006. 1700 Bank Soal Bimbingan Pemantapan Fisika untuk
SMA/MA. Bandung:Yrama Widya.