PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/artikel...

12
1 1) Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau 2)- 3) Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 LUBUKLINGGAU Oleh: 1) Mastika, 2) Dr. Fadli, M.Pd, 3) Rani Refianti, M.Pd. Abstrak: Skripsi ini berjudul “Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas X SMA Negeri 5 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016”. Masalah dalam penelitian ini adalah: (1) apakah ada pengaruh model PBL terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas X SMA Negeri 5 Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016, dan (2) Bagaimana tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas X SMA Negeri 5 Lubuklinggau setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model PBL. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh model PBL terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas X SMA Negeri 5 Lubuklinggau dan untuk mengetahui tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan model PBL. Jenis penelitian ini true experimental design test, post-test design. Seluruh siswa kelas X SMA Negeri 5 Lubuklinggau dijadikan populasi, sampel kelas eksperimen berjumlah 34 siswa dan kelas kontrol berjumlah 36 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes, tes yang dipilih berbentuk uraian sebanyak 3 butir soal. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis menggunakan uji-t pada taraf signifikan = 0,05 dan diperoleh = 3,28 > = 1,671 dengan skor rata-rata post-test 18,00. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh model PBL terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas X SMA Negeri 5 Lubuklinggau setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model PBL, sedangkan untuk tingkat kemampuan pemecahan masalah memiliki kriteria tinggi yang berada pada rentang 18 23 dengan persentase siswa 38,7%. Kata kunci: model Problem Based Learning, kemampuan pemecahan masalah A. PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang selalu diajarkan di setiap sekolah, karena matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari- hari maupun dalam menghadapi kemajuan IPTEK. Seperti yang telah dikemukakan oleh Cornelius (dalam Abdurrahman, 2012:204) menyatakan bahwa “perlunya belajar matematika karena matematika merupakan sarana berpikir yang jelas dan logis, sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya”. Artinya mata pelajaran matematika dapat dijadikan

Transcript of PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/artikel...

Page 1: PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/artikel 2.pdfdalam menjawab soal-soal ulangan harian dan ulangan umum. Salah satu langkah yang

1

1) Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau 2)- 3)

Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 LUBUKLINGGAU

Oleh: 1)

Mastika, 2)

Dr. Fadli, M.Pd, 3)

Rani Refianti, M.Pd.

Abstrak: Skripsi ini berjudul “Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL)

terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas X SMA

Negeri 5 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016”. Masalah dalam penelitian

ini adalah: (1) apakah ada pengaruh model PBL terhadap kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa kelas X SMA Negeri 5 Lubuklinggau tahun pelajaran

2015/2016, dan (2) Bagaimana tingkat kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa kelas X SMA Negeri 5 Lubuklinggau setelah mengikuti

pembelajaran dengan menggunakan model PBL. Adapun tujuan dari penelitian ini

yaitu untuk mengetahui pengaruh model PBL terhadap kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa kelas X SMA Negeri 5 Lubuklinggau dan untuk

mengetahui tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setelah

mengikuti pembelajaran dengan model PBL. Jenis penelitian ini true experimental

design test, post-test design. Seluruh siswa kelas X SMA Negeri 5 Lubuklinggau

dijadikan populasi, sampel kelas eksperimen berjumlah 34 siswa dan kelas kontrol

berjumlah 36 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes,

tes yang dipilih berbentuk uraian sebanyak 3 butir soal. Data yang terkumpul

selanjutnya dianalisis menggunakan uji-t pada taraf signifikan 𝛼 = 0,05 dan

diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 3,28 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 1,671 dengan skor rata-rata post-test 18,00.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh model PBL terhadap

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas X SMA Negeri 5

Lubuklinggau setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model PBL,

sedangkan untuk tingkat kemampuan pemecahan masalah memiliki kriteria tinggi

yang berada pada rentang 18 – 23 dengan persentase siswa 38,7%.

Kata kunci: model Problem Based Learning, kemampuan pemecahan masalah

A. PENDAHULUAN

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang selalu diajarkan di

setiap sekolah, karena matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-

hari maupun dalam menghadapi kemajuan IPTEK. Seperti yang telah

dikemukakan oleh Cornelius (dalam Abdurrahman, 2012:204) menyatakan bahwa

“perlunya belajar matematika karena matematika merupakan sarana berpikir yang

jelas dan logis, sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, sarana

mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, sarana untuk

mengembangkan kreativitas, dan sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap

perkembangan budaya”. Artinya mata pelajaran matematika dapat dijadikan

Page 2: PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/artikel 2.pdfdalam menjawab soal-soal ulangan harian dan ulangan umum. Salah satu langkah yang

2

1) Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau 2)- 3)

Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau

sebagai wahana dalam mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh siswa.

Kemampuan tersebut dapat berupa kemampuan pemecahan masalah matematika.

Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang

sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa

dituntut untuk memperoleh pengalaman dengan menggunakan pengetahuan serta

keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang

tidak rutin dilakukan. Menurut Sumiati dan Asra (2009:139) “Pemecahan masalah

merupakan suatu proses untuk menemukan suatu masalah yang dihadapi berupa

aturan-aturan baru yang tarafnya lebih tinggi”.

Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan selama penelitian

dilakukan di kelas X SMA Negeri 5 Lubuklinggau diketahui bahwa model

pembelajaran yang digunakan adalah model konvensional yang hanya didominasi

oleh guru, yakni guru sebagai sumber utama pengatahuan, akibatnya tingkat

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa serta tingkat pemahaman

siswa terhadap materi ajar menjadi kurang optimal dan siswa menjadi pasif.

Faktor lain yang menjadi kurang optimalnya kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa yaitu pembelajaran yang dilaksanakan belum mampu

mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan ide-ide matematika siswa

secara tepat, mengembangkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa,

dan mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Siswa

lebih ditekankan untuk menghafal rumus-rumus praktis yang biasa digunakan

dalam menjawab soal-soal ulangan harian dan ulangan umum.

Salah satu langkah yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematika adalah dengan pemilihan dan penggunaan model

pembelajaran yang tepat agar siswa dapat aktif dan memiliki pengetahuan yang

optimal. Penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat dapat menimbulkan

kebosanan, kurang paham terhadap materi ajar dan akhirnya turunnya motivasi

siswa untuk belajar. Dengan demikian, diperlukan suatu model pembelajaran yang

menyajikan tugas-tugas dalam bentuk masalah karena dengan adanya masalah

maka siswa akan berusaha untuk mencari solusinya dengan berbagai ide sehingga

kemampuan berfikir siswa benar-benar dioptimalkan melalui proses pemecahan

masalah tersebut.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Apakah ada pengaruh model PBL

terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas X SMA Negeri

5 Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016? dan (2) Bagaimana tingkat

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas X SMA Negeri 5

Lubuklinggau setelah mengikuti pembelajaran dengan model PBL?

B. LANDASAN TEORI

Pengertian Matematika

Menurut Johnson dan Myklebust (dalam Abdurrahman, 2012:202)

matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk

mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan

fungsinya teoretisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Cornelius (dalam

Abdurrahman, 2012:204) mengemukakan alasan perlunya belajar matematika

Page 3: PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/artikel 2.pdfdalam menjawab soal-soal ulangan harian dan ulangan umum. Salah satu langkah yang

3

1) Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau 2)- 3)

Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau

karena matematika merupakan sarana berpikir yang jelas dan logis, sarana untuk

memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, sarana mengenal pola-pola

hubungan dan generalisasi pengalaman, sarana untuk mengembangkan kreativitas,

dan sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya. Pada

hakikatnya matematika merupakan suatu aktifitas mental untuk memahami arti

dan hubungan-hubungan serta simbol-simbol kemudian diterapkannya pada

situasi nyata (Uno, 2007:130).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah

suatu bidang ilmu yang berupa bahasa simbolis yang merupakan pengkajian atau

kemampuan berpikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah sehingga

memerlukan aktifitas mental untuk menyelesaikannya yang kemudian diterapkan

pada situasi nyata.

Pemecahan Masalah

Suherman (dalam Husna, 2013:84) menyatakan bahwa suatu masalah

biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk

menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus

dikerjakan untuk menyelesaikannya. Menurut Fauziah dan Sukasno (2015:3) pemecahan masalah adalah proses penyelesaikan soal yang tak rutin yang

kompleks dengan menggunakan pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan yang

dimiliki. Proses pemecahan masalah memberikan kesempatan kepada siswa

terlibat aktif dalam mempelajari, mencari, menemukan sendiri informasi untuk

diolah menjadi konsep, prinsip, teori, atau kesimpulan, sehingga pemecahan

masalah merupakan kemampuan memproseskan informasi untuk membuat

keputusan dalam memecahkan masalah (Sumiati dan Asra, 2009:139).

Polya (1973:5-6) dalam bukunya yang berjudul “How To Solve It”

menyebutkan ada empat langkah yang dapat dilakukan agar siswa lebih terarah

dalam menyelesaikan masalah matematika, yaitu:

a) Understanding the problem. Memahami istilah yang digunakan dalam

masalah tersebut, merumuskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan,

apakah informasi yang diperoleh cukup, kondisi/syarat apa saja yang harus

dipenuhi dalam masalah tersebut.

b) Devising plan. Menemukan hubungan antara data yang diperoleh dengan hal-

hal yang belum diketahui serta mencari solusi ataupun strategi pemecahan

masalah.

c) Carrying out the plan. Menjalankan rencana guna menemukan solusi, periksa

setiap langkah dengan seksama untuk membuktikan bahwa cara itu benar.

d) Looking back. Melakukan penilaian terhadap solusi yang didapat.

Berdasarkan pendapat di atas maka disimpulkan bahwa pemecahan

masalah adalah suatu proses dalam menyelesaikan masalah untuk mencapai suatu

tujuan dengan menarik pengetahuan yang dimiliki melalui tindakan, tahap demi

tahap secara sistematis yang akan membangun pemahaman matematis baru.

Kemampuan Pemecahan Masalah

Pada umumnya masalah atau soal-soal matematika dapat dibedakan

menjadi dua macam, yaitu soal rutin dan soal non rutin. Menurut Tarhadi

Page 4: PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/artikel 2.pdfdalam menjawab soal-soal ulangan harian dan ulangan umum. Salah satu langkah yang

4

1) Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau 2)- 3)

Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau

(2006:122) masalah rutin merupakan pemecahan masalah bersifat prosedural

sedangkan masalah non rutin selain bersifat prosedural juga memerlukan strategi.

Soal rutin biasanya mencakup aplikasi suatu prosedur matematika yang sama atau

mirip dengan hal yang baru dipelajari. Sedangkan dalam masalah non rutin untuk

sampai pada prosedur yang benar diperlukan pemikiran yang lebih mendalam”

Hartatiana dan Darmawijoyo (2011:147).

Polya (dalam Gunantara, 2014:4) kemampuan pemecahan masalah adalah

proses yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah yang

dihadapinya sampai masalah itu tidak lagi menjadi masalah baginya. Kemampuan

pemecahan masalah seseorang dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah

berbeda. Perbedaan ini banyak ditunjang oleh latar belakang kemampuan

pendidikan (Sumiati dan Asra, 2009:139).

Indikator yang menunjukkan untuk mengukur kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa menurut Polya (dalam Hoseana, 2015:1) yaitu:

a) Memahami permasalahan

b) Merencang suatu strategi penyelesaian masalah

c) Melaksanakan strategi tersebut

d) Meninjau kembali dan mengembangkan.

Menurut Schoen dan Ochmke (dalam Fauziah, 2010:40) mengemukakan

bahwa pemberian skor pemecahan masalah dalam penelitiannya.

Skor Memahami Masalah Membuat Rencana

Pemecahan

Melakukan

Perhitungan

Memeriksa

Kembali Hasil

0 Salah

menginterprestasikan/salah

sama sekali

Tidak ada rencana,

membuat rencana yang

tidak relevan

Tidak melakukan

perhitungan

Tidak ada

pemeriksaan

atau tidak ada

keterangan lain

1 Salah menginterpres-tasikan

sebagian soal, mengabaikan

Membuat rencana

pemecahan yang tidak

dapat dilaksanakan

sehingga tidak dapat

dilaksanakan

Melaksanakan

prosedur yang

benar dan

mungkin

menghasilkan

jawaban yang

benar tapi salah

perhitungan

Ada

pemeriksaan

tetapi tidak

tuntas

2 Memahami masalah soal

selengkapnya

Membuat rencana

yang benar tetapi salah

dalam hasil/tidak ada

hasil

Melakukan

proses yang

benar dan

mendapatkan

hasil yang benar

Pemeriksaan

dilaksanakan

untuk melihat

kebenaran

proses

3 - membuat rencana yang

benar, tetapi tidak

lengkap

- -

4 - Membuat rencana

sesuai dengan

prosedur dan

mengarah pada solusi

yang benar

- -

Skor maksimal 2 Skor maksimal 4 Skor maksimal 2 Skor maksimal

2

Sumber: Schoen dan Ochmke (dalam Fauziah, 2010:40).

Page 5: PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/artikel 2.pdfdalam menjawab soal-soal ulangan harian dan ulangan umum. Salah satu langkah yang

5

1) Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau 2)- 3)

Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau

Sedangkan tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

dapat diukur dengan kriteria kemampuan pemecahan masalah matematika yaitu:

Rentangan skor rata-rata Kriteria

24 – 30 Sangat Tinggi

18 – 23 Tinggi

12 – 17 Cukup

6 – 11 Rendah

0 – 5 Sangat Rendah

(Modifikasi dari Djaali & Pudji Mulyono, 2008:103)

Problem Based Learning (PBL)

Sanjaya (2011:214) berpendapat bahwa PBL dapat diartikan sebagai

rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian

masalah yang dihadapai secara ilmiah. Moffit (dalam Rusman, 2013:241)

mengemukakan bahwa Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu

pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu

konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan pemecahan masalah

serta untuk memperoleh pengetahuan dan konteks esensi dari meteri pelajaran.

Amir (2009:21) PBL merupakan instruksional yang menantang siswa agar

“belajar untuk belajar”, bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi

masalah yang nyata”.

Berdasarkan beberapa pendapat (Kemendikbud, 2014:59 dan Hosnan,

2014:301), langkah-langkah PBL yaitu:

1) Orientasi siswa pada masalah.guru menjelaskan tujuan pembelajaran,

menjelaskan teknik yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat aktif

dalam pemecahan masalah yang dipilih

2) Mengorganisasikan siswa untuk belajar. Guru membentuk kelompok belajar,

membagikan masalah dan membantu siswa mendefinisikan serta

mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

3) Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. siswa didorong untuk

mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk

mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalahnya.

4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Siswa dibantu guru

merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai.

5) Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Salah satu

kelompok diminta mempresentasikan hasil kerja kemudian secara bersama-

sama melakukan refleksi dan evaluasi terhadap proses-proses yang telah

digunakan.

C. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah true experimental design. “True experimental

design. Desain eksperimen yang digunakan berbentuk random, pre-test, post-test

design. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model PBL dan pembelajaran

konvensional. Sedangkan variabel terikat adalah kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa.

Page 6: PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/artikel 2.pdfdalam menjawab soal-soal ulangan harian dan ulangan umum. Salah satu langkah yang

6

1) Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau 2)- 3)

Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode tes.

Tes ini mengacu pada taksonomi yang mencakup keterampilan intelektual yaitu:

soal yang menuntut siswa untuk mengingat informasi yang telah diterima

sebelumnya (C1), soal yang berhubungan dengan kemampuan untuk menjelaskan

pengetahuan yang telah diketahui dengan kalimat sendiri (C2), soal yang

berhubungan dengan kemampuan untuk menggunakan informasi yang telah

dipelajari kedalam situasi yang baru (C3), dan soal yang berhubungan dengan

kemampuan menguraikan suatu permasalahan (C4).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Negeri 5

Lubuklinggau pada Tahun Pelajaran 2015/2016. Dari sembilan kelas, diambil dua

kelas secara acak dengan cara diundi. Berdasarkan hasil pengundian, terpilih

sampel penelitian yaitu kelas X.6 dan kelas X.4. Kelas X.6 diberi perlakuan

dengan menggunakan model PBL selanjutnya disebut sebagai kelas ekperimen,

dan kelas X.4 diberi perlakuan oleh guru bidang studi menggunakan model

pembelajaran konvensional selanjutnya disebut sebagai kelas kontrol.

Penelitian ini menggunakan instrument berupa tes uraian sebanyak tiga

soal. Tes dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa. Tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu tes awal dan tes akhir

pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Hipotesis yang dikaji dalam penelitian ini adalah “Ada pengaruh yang

signifikan model Problem Based Learning (PBL) terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa kelas X SMA Negeri 5 Lubuklinggau

tahun pelajaran 2015/2016”.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data tes awal diperoleh skor rata-rata kemampuan pemecahan

masalah matematika awal siswa pada kelas ekperimen 11,68 dan skor rata-rata

pada kelas kontrol 11,77. Sehingga secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa

kemampuan awal siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum

diberikan perlakuan menggunakan model PBL hampir sama. Begitupun dengan

analisis uji-t data tes awal diperoleh 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 2,00. Hal ini berarti 𝐻0 diterima.

Dengan demikian tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata kemampuan

pemecahan masalah matematika awal siswa antara kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Sedangkan tingkat kemampuan pemecahan masalah awal siswa baik pada

kelas ekperimen maupun pada kelas kontrol berada pada kriteria rendah pada

rentang 6-11.

Berdasarkan data tes akhir diperoleh skor rata-rata kemampuan pemecahan

masalah akhir kelas ekperimen 18,00 dan skor rata-rata kelas kontrol 14,43.

Sehingga secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan

masalah akhir pada kelas eksperimen setleah diterapkannya model PBL lebih

besar daripada kelas kontrol yang mendapatkan perlakuan menggunakan model

pembelajaran konvensional. Berdasarkan analisis data hasil tes akhir

menunjukkan nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 3,28 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 1,671, sehingga dapat disimpulkan

𝐻0 ditolak dan 𝐻𝑎 diterima. Dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini terbukti, yaitu ada pengaruh yang signifikan model PBL terhadap

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas X SMA Negeri 5

Page 7: PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/artikel 2.pdfdalam menjawab soal-soal ulangan harian dan ulangan umum. Salah satu langkah yang

7

1) Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau 2)- 3)

Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau

Lubuklinggau. Sedangkan untuk tingkat kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa kelas X SMA Negeri 5 Lubuklinggau setelah mengikuti

pembelajaran dengan menggunakan model PBL memiliki criteria tinggi pada

rentang 18-23 dengan persentase siswa 38,7 %.

PEMBAHASAN

1) Pengaruh Model PBL Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 5 Lubuklinggau dengan jadwal

penelitian dari tanggal 18 Agustus s.d. 18 September 2015, model pembelajaran

yang digunakan adalah model PBL. Proses pembelajaran penulis lakukan pada

kelas X.6 yang jumlah 34 siswa dengan menerapkan model PBL, sedangkan guru

bidang studi menerapkan pembelajaran konvensional pada kels X.4 dengan

jumlah 36 siswa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan

skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika awal siswa antara

kelas eksperimen dengan kelas kontrol sebelum diberikan perlakuan berbeda. Hal

ini dapat dilihat dari skor rata-rata tes awal siswa kelas eksperimen sebesar 11,68

dan pada kelas kontrol 11,77. Tidak adanya perbedaan kemampuan awal siswa

kedua kelas tersebut dibuktikan dengan hasil uji kesamaan dua rata-rata yang

mana nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 0,12 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 2,000.

Pada saat dilaksanakan tes kemampuan awal terdapat kesalahan siswa

dalam menjawab soal kesalahan yang banyak dilakukan adalah dalam membuat

suatu model matematika dan menuliskan suatu perencanaan dalam menyelesaikan

penyelesaian dari suatu permasalahan serta membuktikan kebenaran jawaban dari

hasil penyelesaian, hal ini terjadi baik itu pada kelas ekperimen maupun kelas

kontrol. Faktor siswa banyak melakukan kesalahan dalam menjawab soal karena

siswa belum pernah diberikan soal berbentuk pemecahan masalah dengan materi

SPLDV. Selain itu hal ini disebabkan karena siswa kesulitan dalam

menterjemahkan kalimat soal cerita kedalam bahasa matematika.

Kegiatan pembelajaran PBL diawali dengan mengorientasikan siswa pada

masalah yaitu guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan langkah-langkah

pembelajaran dengan menggunakan model PBL serta memotivasi siswa untuk

terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih. Dalam hal ini guru

mengajukan permasalahan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, yang

berkaitan dengan materi sistem persamaan linear dua variabel. Selanjutnya, guru

mengorganisasikan siswa yaitu membentuk kelompok yang terdiri 6 kelompok

dimana 4 kelompok berjumlah 6 orang dan 2 kelompok berjumlah 5 orang yang

ditentukan secara acak. Setelah membentuk kelompok maka guru membagikan

LKS (Lembar Kegiatan Siswa) kepada masing-masing kelompok sabagai bahan

untuk bertukar pikiran didalam kelompoknya. Selain itu guru membimbing siswa

untuk aktif dalam pembelajaran, mengorganisasikan tugas belajar yang

berhubungan dengan masalah tersebut.

Memasuki kegiatan inti guru membimbing penyelidikan individu maupun

kelompok. Guru membantu siswa melakukakan pemecahan masalah dengan cara

memperjelaskan tentang permasalahan yang ada pada LKS, kemudian mendorong

Page 8: PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/artikel 2.pdfdalam menjawab soal-soal ulangan harian dan ulangan umum. Salah satu langkah yang

8

1) Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau 2)- 3)

Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau

siswa untuk mengingatkan kembali materi SPLDV ketika waktu SMP agar siswa

dapat melakukan penyelidikan secara bebas dengan kelompoknya terhadap

masalah yang diberikan. Siswa dibimbing oleh guru dalam beberapa hal yakni:

pertama. memahami masalah yaitu mengarahkan siswa untuk memahami apa

yang diminta soal. Kedua, merencanakan penyelesaian yaitu menentukan variabel

yang akan digunakan dalam menyelesaikan permasalahan yang telah diberikan.

Ketiga, menentukan hasil dari permasalahan yang dipermasalahkan, dan keempat

melakukan pengecekkan terhadap hasil yang diperoleh dengan tujuan untuk

mengetahui apakah jawaban tersebut benar atau salah. Setelah siswa dapat

menyelesaikan masalah tersebut maka siswa bersama kelompoknya untuk

menyajikan hasil kerja mereka didepan kelas serta guru memberikan kesempatan

kepada kelompok lain untuk menaggappi dan membantu temannya yang

mengalami kesulitan. Kemudian guru menganalisis dan mengevaluasi hasil dari

proses pemecahan masalah yang telah siswa lakukan.

Pelaksanaan pertemuan pertama dilakukan pada tanggal 29 September

2015. Pada pertemuan ini setelah menyampaikan tujuan dari pembelajaran dan

memotivasi siswa untuk aktif kemudian membagikan kelompok. Pada saat

membagi kelompok terjadinya kegaduhan karena beberapa siswa merasa tidak

cocok dengan kelompoknya. Saat pertemuan ini siswa mengalami kesulitan dalam

mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model PBL, karena siswa masih

belum terbiasa untuk belajar kelompok. Namun pada pertemuan ini ada satu

kelompok yang sudah dapat mengikuti proses pembelajaraan sehingga mereka

dapat menentukan unsur-unsur dari suatu permasalahan dan dapat membuat model

matematika dari permasalahan tersebut. Sedangkan untuk kelompok yang lain

belum berhasil melakukan memahami suatu permasalahan, karena siswa belum

mampu mengungkapkan ide-ide mereka serta siswa lebih cenderung fakum.

Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 2 September 2015. Pada

pertemuan ini siswa membahas penyelesaian SPLDV dengan menggunakan

metode eliminasi. Siswa akan menyelesaiakan suatu permasalahan yang berkaitan

dengan kehidupan sehari-sehari dengan menggunakan metode eliminasi. Sebagai

contoh permasalahan yang diberikan yaitu, diketahui sepuluh tahun yang lalu

umur kakek enam kali umur ayah. Lima tahun yang akan datang jumlah umur

kakek dan ayah sama dengan 93 tahun. Jika umur ayah lebih muda 6 tahun dari

kakek, berapakah umur ayah sekrang?. Dari permasalahan tersebut siswa

memerlukan pemikiran yang kritis untuk menemukan penyelesaian. Saat

melakukan penyelesaian metode eliminasi sebagian siswa sudah paham karena

metode eliminasi sudah pernah mereka pelajari waktu SMP, namun siswa masih

sulit menterjemahkan permasalahan tersebut kedalam bahasa matematika. Pada

umumnya siswa belum mampu memahami masalah dengan baik, mereka

kesulitan menafsirkan informasi apa yang ada dalam masalah dan siswa juga

mengalami kesulitan bagaimana untuk mengeliminasikan suatu variabel

sedangkan koeefisian yang berbeda. Berdasarkan LKS yang diberikan pada siswa,

dari dua masalah yang diberikan siswa hanya menjawab satu dari permasalahan

yang diberikan, bahkan ada satu kelompok yang sama sekali tidak dapat

melakukan pemecahkan masalah tersebut.

Page 9: PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/artikel 2.pdfdalam menjawab soal-soal ulangan harian dan ulangan umum. Salah satu langkah yang

9

1) Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau 2)- 3)

Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau

Pada tanggal 5 September dilaksanakan pertemuan ketiga. Materi

pembelajaran yang dilaksanakan yaitu metode penyelesaian SPLDV dengan

menggunakan metode substitusi. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa

mengalami peningkatan daripada pertemuan kedua karena sebagian dari

kelompok dapat memahami permasalahan yang telah diberikan dan dapat

membuat model matematika. Siswa sudah bisa bekerja sama dengan

kelompoknya, aktif, dan mandiri dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.

Namun masih adanya kebingungan siswa dalam menguraikan suatu persamaan

seperti; 2𝑥 − 3𝑦 = −5, maka diurakan menjadi 𝑥 =−5+3𝑦

2. Siswa masih banyak

bertanya-tanya mengapa pengurainya seperti itu. Pada pertemuan ini siswa sudah

berani memprentasikan hasil kerja mereka meskipun jawaban mereka salah,

bahkan kelompok lainpun sudah dapat mengevaluasi hasil kerja temannya,

sehingga proses belajar-mengajar menjadi aktif.

Pertemuan keempat siswa sudah sangat bersemangat mengikuti

pembelajaran dan menikmati proses pembelajaran dengan menggunakan model

PBL. Pada pertemuan ini siswa hanya mengingat kembali metode menyelesaian

sebelumnya, karena pada pertemuan ini siswa menyelesaikan suatu permasalahan

SPLDV dengan menggunakan metode campuran (eliminasi dan substitusi). Pada

pertemuan ini siswa tidak begitu mengalami kesulitan terhadap masalah yang

diberikan terlihat pada lembar LKS siswa dapat menjawab kedua permasalahan

tersebut sesuai dengan prosedur yang telah diberikan. Kesulitan yang masih sering

terjadi yakni kemampuan memahami masalah saat membuat model matematika

dan siswa malas membuat suatu perencanaan.

Kesulitan yang dialami siswa selalu dibimbing dan dimotivasi agar siswa

untuk belajar mandiri, hal ini sesuai dengan pendapat Bruner (dalam Trianto,

2014:63) bahwa “berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta

pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar

bermakna”. Sehingga dalam proses pembelajaran PBL dapat mendorong siswa

untuk berpikir kritis, membangun kecakapan belajar dan memotivasi diri dalam

melakukan suatu pemecahan masalah yang berkaitan dengan dunia nyata serta

dapat mengembangkan kemapuan yang dimiliki siswa sebelumnya.

Selama penelitian di kelas X SMA Negeri 5 Lubuklinggau terdapat

hambatan atau kesulitan yang ditemukan antara lain berasal dari siswa yaitu siswa

yang seharusnya membahas permasalahan yang telah mereka terima tetapi siswa

memanfaatkan waktunya untuk berbicara diluar materi pelajaran dan kurang ikut

serta dalam menyelesaikan tugas kelompoknya. Tetapi kendala tersebut dapat

diatasi dengan peneliti berkeliling mengawasi pekerjaan mereka dan menegurnya

jika tidak ikut serta dalam diskusi. Karakteristik siswa yang berada di kelas sangat

beragam dengan kemampuan yang berbeda, keberanian siswa dalam

mengemukakan pendapat dan bertanya yang rendah. Hal ini berpengaruh pada

kegiatan siswa. Namun peneliti selalu berusah untuk menegur bahkan

memberikan penguatan kepada siswa agar mereka terlibat aktif.

Selain itu, adapun kesulitan lain selama proses pembelajaran dengan

model PBL yaitu ada sebagian siswa yang tidak memperhatikan penjelasan

peneliti, siswa terkadang ribut dan suasana menjadi ramai serta siswa suka keluar

masuk kelas sehingga alokasi waktu yang digunakan untuk membahas hasil

Page 10: PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/artikel 2.pdfdalam menjawab soal-soal ulangan harian dan ulangan umum. Salah satu langkah yang

10

1) Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau 2)- 3)

Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau

diskusi terpotong untuk menenangkan kelas, hal ini dikarenakan siswa

menganggap bahwa peneliti bukan guru mata pelajaran mereka. Namun, peneliti

mampu mengatasi kesulitan tersebut dengan cara membatasi waktu siswa dalam

berdiskusi sehingga tersitanya waktu untuk proses pemecahan masalah. Walaupun

ada hambatan tetapi tidak menyurutkan konsentrasi siswa dalam belajar. Hal ini

dapat dilihat dari hasil analisis dibuktikan bahwa pembelajaran matematika

dengan menggunakan model PBL dapat meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa. Dengan demikian, hipotesis penelitian yang diajukan

dalam penelitian ini dapat diterima kebenarannya, maka dapat disimpulkan ada

pengaruh yang signifikan model PBL terhadap kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa kelas X SMA Negeri 5 Lubuklinggau.

Terbuktinya hipotesis dalam penelitian ini diperkuat dengan penelitian dari

Kudsiah (2013) yang bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh pembelajaran

berbasis masalah terhadap sikap dan kemampuan pemecahan masalah. Hasil

penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh pembelajran berbasis

masalah terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika. Uji hipotesis

menunjukkan bahwa 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 3,80, lebih besar dari pada 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 2,000 pada

taraf signifikansinya 5%.

2) Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa

Hasil pre-test pada kelas eksperimen menunjukkan bahwa tingkat

kemampuan pemecahaan masalah matematika awal siswa sebelum diterapkan

model PBL masih rendah, hal ini terlihat pada rata-rata skor kemampuan

pemecahan masalah awal siswa yaitu 11,68 yang berada pada rentang 6-11

dengan kriteria rendah. Namun, setelah diterapkan model PBL berdasarkan hasil

rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah akhir siswa diperoleh peningkatan

skor rata-rata yaitu 18,00 yang memiliki kriteria tinggi. Tingkat kemampuan

pemecahan masalah siswa berdasarkan data tes kemampuan pemecahan masalah

akhir siswa (post-test) seperti pada tabel 1.

Tabel 1

Persentase Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Akhir Siswa

Rentangan

Skor

Kriteria Banyak

Siswa

Persentase

Jumlah Siswa

Skor

Rata-rata

24 – 30 Sangat Tinggi 5 16,2 %

18,00

(Tinggi)

18 – 23 Tinggi 12 38, 7%

12 – 17 Cukup 10 32,2 %

6 – 11 Rendah 4 12,9 %

0 – 5 Sangat Rendah 0 0 %

Jumlah 31 100 %

Setelah memberikan model PBL dalam pembelajaran ini, dapat diketahui

tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa khususnya pada materi

sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV). Hal ini didasari pada pelaksanaan

tes kemampuan pemecahan masalah yang dilaksanakan di kelas eksperimen. Hasil

lembar jawaban tes kemampuan akhir siswa menunjukkan bahwa secara

Page 11: PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/artikel 2.pdfdalam menjawab soal-soal ulangan harian dan ulangan umum. Salah satu langkah yang

11

1) Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau 2)- 3)

Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau

keseluruhan kemampuan pemecahan masalah akhir siswa terdapat 5 siswa dari 31

siswa atau 16,2% yang memiliki kemampuan sangat tinggi, 12 siswa atau 38,7%

yang memiliki kemampuan tinggi, 10 siswa atau 32,2% yang memiliki

kemampuan sedang, 4 siswa atau 12,9% yang memiliki kemampuan rendah, dan 0

siswa memiliki kemampuan sangat rendah. Hasil perhitungan tes kemampuan

pemecahan masalah akhir siswa diperoleh skor rata-rata kemampuan pemecahan

masalah siswa yaitu 18,00, sehingga dapat diketahui tingkat kemampuan

pemecahan masalah berada pada rentangan skor rata-rata 18-23 dengan kriteria

tinggi. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa tingkat

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setelah diterapkan model PBL

memiliki kriteria tinggi.

E. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa

ada pengaruh yang signifikan model PBL terhadap kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa kelas X SMA Negeri 5 Lubuklinggau dengan

perolehan skor rata-rata sebesar 18,00. Sedangkan untuk tingkat kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa kelas X SMA Negeri 5 Lubuklinggau

setelah mengikuti pembelajaran menggunakan model PBL memiliki kriteria tinggi

dengan persentasi siswa 38,7% yang berada pada rentang 18-23.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 2012. Anak Berkesulitan Belajar: Teori, Diagnosis, dan

Remediasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Amir, Taufiq. 2009. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning.

Jakarta: Kencana.

Djaali dan Pudji Mulyono. 2008. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta:

Grasindo

Fauziah, Anna. 2010. Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan

Masalah Matematika Siswa SMP melalui Strategi REACT (Relation

Expperiencing, Appyin, Cooperating, Transfering). Tesis tidak diterbitkan.

Bandung: UPT

Fauziah, Anna dan Sukasno. 2015. Pengaruh Model Missouri Mathematics

Project (MMP) terhadap Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan

36Masalah Matematika Siswa SMA N 1 Lubuklinggau. Jurnal Ilmiah

Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung. Vol. 4, No.1.

Hartatiana dan Darmawijoyo. 2011. Pengembangan Soal Pemecahan Masalah

Berbasis Argumen untuk Siswa Kelas V SD Negeri 79 Palembang. Jurnal

Pendidikan Matematika. Vol. 5, No. 2.

Page 12: PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/artikel 2.pdfdalam menjawab soal-soal ulangan harian dan ulangan umum. Salah satu langkah yang

12

1) Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau 2)- 3)

Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau

Hoseana, Jonathan. 2015. Sukses Juara Olimpiade Matematika.Jakarta: Grasindo

Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual di dalam Pembelajaran

Abad 21. Bogor: Graha Indonesia.

Husna, dkk.. 2013. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan

Komunikasi Matematis Siswa Menengah Pertama Melalu Model

Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS). Jurnal Peluang. Vol. 1, No. 2.

Kemendikbud. 2014. Materi Pelatihan Guru: Implementasi Kurikulum 2013

Tahun Pelajaran 2014/2015. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya

Manusia dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan.

Kudsiah, Musabihatul, dkk., 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis

Masalah terhadap Sikap dan Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa Kelas V Gugus 3 Suralaga Tahun Pelajaran 2012/2013.

Jurnal Program Pasca sarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program

Studi Pendidikan Dasar. Vol. 3.

Polya, George. 1973. How to Solve It. New Jersey: Princon University Press

Rusman. 2013. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Sani, Ridwan Abdullah. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Impelentasi

Kurikulum 2013. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Sumiati dan Asra. 2009. Metode Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima

Uno, Hamzah. 2007. Model Pembelajaran. Gorontalo: Bumi Aksara