PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

30
PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN PELEPASAN HAK ATAS TANAH YANG TIDAK MEMPUNYAI SERTIFIKAT. (STUDI LAPANGAN PT. SARULLA OPERATION LtdDI KECAMATAN PAHAE JULU). JURNAL OLEH: IINEIRENE THERESIA SIHOMBING NIM: 150200128 DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019

Transcript of PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

Page 1: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN PELEPASAN HAK ATAS TANAH YANG

TIDAK MEMPUNYAI SERTIFIKAT.

(STUDI LAPANGAN PT. SARULLA OPERATION LtdDI KECAMATAN PAHAE JULU).

JURNAL

OLEH:

IINEIRENE THERESIA SIHOMBING

NIM: 150200128

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

Page 2: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

JURNAL

Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Hukum

OLEH:

IINEIRENE THERESIA SIHOMBING

NIM: 120200438

DEPARTEMEN HUKUM PERDATA

Disetujui oleh:

Ketua Departemen

Dr. Rosnidar Sembiring, SH.,M.Hum

Nip. 196602021991032002

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Tan Kamello, SH.,MS Syamsul Rizal, SH.,M.Hum NIP.

196204211988031004 NIP.196402161989111001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

Page 3: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

i

CURICULUM VITAE

Nama Lengkap Iineirene Theresia Sihombing

Jenis Kelamin Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir Titi Besi, 21 April 1997

Kewarganegaraan Indonesia

Status Belum Menikah

Identitas NIK KTP 1202056104970002

Agama Kristen Protestan

Alamat Domisili Jl. Jamin Ginting No. 480 Padang

Bulan, Medan

Alamat Asasl Sibaganding, Tapanuli Utara

No Telp. 082168420285

Email [email protected]

Tahun Institusi Pendidikan Jurusan IPK

2002-2008 SD NEGERI 173264

Sibaganding

- -

2008-2011 SMP NEGERI 3

Pahae Julu

- -

2011-2015 SMA NEGERI 1

Pahae Julu

IPA -

2015-2019 Universitas Sumatera

Utara

Ilmu Hukum 3,40

C. DATA ORANG TUA

Nama Ayah/Ibu : Alm. Gr. Johannes Sihombing/Egein Sitompul

Pekerjaan : Petani

Alamat : Sibaganding, Tapanuli Utara

A. DATA PRIBADI

B. PENDIDIKAN FORMAL

Page 4: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

ii

ABSTRAK

Prof. Dr. Tan Kamello, SH.,MS*

Syamsul Rizal, SH.,M.Hum**

Iineirene Theresia Sihombing***

Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan

hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya

dengan memberikan ganti kerugian atas dasar adanya musyawarah. Kemudian,

Musyawarah adalah proses atau kegiatan saling mendengar yang nantinya akan

menhasilkan suatu kesepakatan atau konsensus, dengan sikap saling menerima

pendapat dan keinginan yang didasarkan atas sikap kesukarelaan antara pihak

pemegang hak atas tanah dan pihak yang memerlukan tanah untuk memperoleh

kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian. Permasalahnnya adalah,

Bagaimana penerapan Asas Konsensualisme dalam Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)

terhadap perjanjian pelepasan hak atas tanah yang tidak mempunyai sertifikat?,

Bagaimana ketentuan hukum perjanjian pelepasan hak atas tanah yang tidak

mempunyai sertifikat menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)?, dan Bagaimana

proses pelepasan hak atas tanah yang tidak mempunyai sertifikat antara PT. Sarulla

Operation Ltd. dan pemegang hak atas tanah.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, dengan

menggunakan data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan dan empiris,

melaluimproses penelitian di lapangan, yang berasal dari data primer yang diperoleh

dari PT. Sarulla Operations Ltd (SOL) dengan cara melakukan wawancara, observasi

maupun laporan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam proses pelepasan hak atas tanah

menerapkan Asas Konsensualisme dalam Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) yaitu

ketentuan yang terdapat dalam suatu perjanjian konsensus pada umumnya, bahwa

pelepasan hak atas tanah yang tidak mempunyai sertifikat akan dianggap sah apabila

memiliki SKT (Surat Keterangan Tanah), dan bahwa dalam setiap proses pelepasan hak

atas tanah yang dilakukan oleh Sarulla Operations Ltd (SOL), dilakukan berdasarkan

suatu kesepatan atau konsensus tanpa tekanan atau paksaan.

Kata Kunci : Asas Konsensualisme, Perjanjian Pelepasan Hak Atas Tanah

yang tidak mempunyai sertifikat .

Page 5: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

iii

ABSTRACT

Prof. Dr. Tan Kamello, SH.,MS*

Syamsul Rizal, SH.,M.Hum**

Iineirene Theresia Sihombing***

Relinquishment or surrender of land rights is the activity of releasing the legal

relationship between the holder of land rights and the land under his control by

providing compensation on the basis of deliberation. Then, Deliberation is a process or

hearing activity which will result in an agreement or consensus, with an attitude of

mutual acceptance of opinions and desires based on voluntary attitudes between the

holder of land rights and those who need land to obtain agreement on the form and

amount of compensation . The problem is, How is the application of the Principle of

Consensualism in Civil Law (Burgerlijk Wetboek) on agreements to release land titles

that do not have certificates? release of land rights that do not have certificates

between PT. Sarulla Operation Ltd. and holders of land rights.

The research method used is normative legal research, using secondary data in

the library and empirical, through the research process in the field, which is derived

from primary data obtained from PT. Sarulla Operations Ltd (SOL) by conducting

interviews, observations and reports

The results showed that in the process of releasing land rights applying the

Consensualism Principle in Civil Law (Burgerlijk Wetboek) is a provision contained in a

consensus agreement in general, that the release of land rights that do not have

certificates will be considered valid if they have SKT (Land Certificate) ), and that in every

process of releasing land rights carried out by Sarulla Operations Ltd (SOL), carried out

based on an agreement or consensus without pressure or force.

Keywords: Consensualism Principle, Agreement on Relinquishment of Land Rights

who have no certificate.

Page 6: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan kebutuhan pokok bagi setiap mahluk hidup, yang digunakan

sebagai tempat tinggal (tempat tinggal sukarela, tempat tinggal yang dipilih, dan rumah

kematian) dan tempat berpijak. Bagi tanah juga berfungsi sebagai sumber kehidupan

bagi mereka yang mencari nafkah melalui usaha pertanian dan perkebunan, berdagang,

serta sebagai tempat pemakaman saat manusia meninggal dunia.

Selain memiliki fungsi yang penting bagi kehidupan manusia, tanah juga memiliki

arti penting bagi kehidupan manusia, karena kehidupan manusia sama sekali tidak dapat

dipisahkan dari tanah. Hal ini sejalan sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 1

angka 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria1 yang selanjutnya disebut UUPA disebutkan bahwa hubungan antara bangsa

Indonesia dengan bumi, air serta ruang angkasa adalah hubungan yang abadi, dengan

kata lain bahwa dari lahir sampai meninggal manusia akan tetap membutuhkan tanah

dan melibatkan tanah dalam kehidupannya.

Jika dilihat dari segi sifatnya, tanah adalah sesuatu yang bersifat tetap atau tidak

berubah, sedangkan kebutuhan dan jumlah penduduk selalu berubah dan cenderung

semakin meningkat. Dengan sifat yang bertolak belakang tersebut, seringkali terjadi

permasalahan yang timbul yang terkait dengan tanah2. Permasalahan tanah harus dapat

dihindari atau diantisipasi, sehingga dalam penyediaan, peruntukan, penguasaan,

penggunaan, dan pemeliharaannya yang dianggap perlu untuk diatur agar terjamin

kepastian hukum dalam penguasaan dan pemanfaatan serta sekaligus terselenggaranya

perlindungan hukum bagi rakyat dengan tetap mempertahankan kelestarian

kemampuannya dalam mendukung kegiatan pembangunan.3

Di Indonesia sendiri, pengaturan mengenai tanah tidak hanya dapat ditemukan

dalam Hukum Adat yang digunakan sebagi dasar Hukum Tanah Nasional, melainkan

dalam KUHPerdata khususnya dalam Buku II yang membahas mengenai kebendaan,

1

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal 1 ayat (3)

2Dwi Heny Ratnawati, Pelaksanaan Akta Pelepasan Hak Sebagai Alas Hak Untuk Mengajukan

Permohonan Peralihan Dan Perubahan Hak Guna Bangunan Yang Jangka Waktunya Telah Berakhir Di Kabupaten Brebes, Jurnal Akta, 2018, Vol.5, No.1.hal. 248

3Pasal 14 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria

Page 7: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

2

serta dapat ditemukan dalam UUPA sebagai unifikasi Hukum tentang Bumi (tanah), Air

dan Ruang Angkasa di Indonesia. Ketiga jenis hukum ini sama-sama mengatur tentang

tanah namun ada sedikit perbedaan diantara ketiganya, yaitu dari sudut pandang

hukumnya.

Dalam Hukum Agraria kata sebutan “tanah” dipakai dalam arti yuridis, sebagai

suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Dalam Pasal 4 dinyatakan bahwa,

“Atas bukti kepemilikan menguasai dari Negara ... ditentukan adanya macam-macam

hak atas tanah permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberkan dan dipunyai

oleh orang-orang...” Dengan demikian jelaslah bahwa tanah dalam pengertian yuridis

adalah permukaan bumi), sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu

permukaan bumi, yang berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar.

Dalam Hukum Perdata (Bw) khususnya dalam Buku II, tanah dianggap sebagai

suatu benda. Hal tersebut dilatarbelakangi karena tanah dapat dijadikan sebagai objek

hukum, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum (manusia atau badan

hukum) dan yang dapat menjadi pokok (obyek) suatu hubungan hukum, serta tanah

dapat dikuasai oleh subyek hukum itu sendiri.4

Sebagai salah satu benda yang dapat dijadikan sebagai objek dalam melakukan

suatu perbuatan hukum, diatas sebidang tanah dapat dilakukan beberapa perbuatan

hukum seperti, jual beli, pembebasan hak atas tanah, pelepasan hak atas tanah dan

sebagainya. Jenis-jenis perbuatan hukum tersebut haruslah dilakukan sesuai dengan

syarat dan ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang. Adalah sebuah hal yang

penting untuk mengetahui terlebih dahulu ketentuan hukum mana yang akan digunakan

atau diterapkan apabila hendak melakukan suatu perbuatan hukum di atas sebidang

tanah. Misalnya dalam hal melakukan perjanjian pelepasan hak atas tanah,maka harus

dilakukan berdasarkan ketentuan perjanjian yang telah diatur dalam Pasal 1320

KUHPerdata yang mengatur mengenai syarat sah nya suatu perjanjian.

Penerapan Hukum Perdata (Bw) dalam hal perjanjian adalah hal yang penting

untuk dilakukan, karena dengan adanya penerapan tersebut maka perjanjian yang kelak

akan dibuat akan memiliki dasar dan tolak ukur dalam proses pembuatannya, seperti

dalam hal menentukan perjanjian apa yang akan dilakukan, apa objek yang

diperjanjikan, ketentuan para pihak dalam perjanjian tersebut dan sebagainya. Misalnya

4Trisadidni Usanti, Lahirnya Hak Kebendaan, Artikel, 15 Januari 2017, hal. 44

Page 8: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

3

dalam pelaksanaan perjanjian pelepasan hak atas tanah jenis perjanjian yang digunakan

adalan perjanjian Konsensual yang menggunakan Asas Konsensualitas sebagai dasar

pelaksanaannya. Adanya Asas Konsensualitas dalam pembuatan dan pelaksanaannya,

akan memberikan tolak ukur kepada para pihak dalam pembuatan perjannjian

pelepasan hak atas tanah tersebut. Seperti dalam menentukan kedudukan para pihak

dalam perjanjian yaitu pemegang hak milik atas tanah dan penerima hak atas tanah.

Dalam pelepasan hak atas tanah, tidak ditemukan sebutan penjual dan pembeli atau

kreditur dan debitur, namun adanya perbedaan dalam penyebutannya tidak membuat

kedudukan pihak-pihak tersebut berbeda dalam pembuatan perjanjian. Dengan kata

lain, pemegang hak milik atas tanah berkedudukan sebagai orang yang menyerahkan

suatu benda, yang dalam pelepasan hak atas tanah adalah tanah, dan penerima hak atas

tanah berkedudukan sebagai orang yang harus memberikan sejumlah uang atau dalam

pelepasan hak atas tanah dikenal dengan sebutan “ganti rugi”.

Dalam pelaksanaan suatu perjanjian pelepasan hak atas tanah, bukan hanya

ketentuan Hukum Perdata (Bw) yang digunakan sebagai dasar dan tolak ukur dalam

pembuatan dan pelaksanaan perjanjian nantinya, namun khusus mengenai pelepasan

hak atas tanah penganturannya dapat ditemukan dalam Peraturan Presiden Nomor 65

Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum. Dalam perjanjian pelepasan hak atas tanah, penerapan Peraturan

Presiden tersebut hanya akan mengatur mengenai tata cara pelepasan hak tanah,

syarat-syarat yang harus dipenuhi agar dapat melakukan pelepasan hak atas tanah

tentang pemberian ganti kerugian dan penyebutan para pihak.

Pentingnya penerapan Asas Konsesualisme dalam perjanjian pelepasan hak atas

tanah adalah sebagai suatu tolak ukur dalam hal pembuatan baik maupun dalam

pelaksanaan perjanjian pelepasan hak atas tersebut nantinya. Jika dilihat dari tata cara

pelaksanaannya yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang

Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum,

pelepasan hak atas tanah adalah perbuatan hukum yang dilakukan berdasarkan adanya

suatu kesepatan atau konsensus antara pemegang hak milik atas tanah dan penerima

hak atas tanah, maka dalam Hukum Perdata (Bw) jenis perjanjian yang akan dibuat

dalam perjanjian pelepasan hak atas tanah tersebut adalah perjanjian konsensual, yaitu

perjanjian yang timbul karena ada persetujuan atau kesepakatan kehendak antara

pihak-pihak dalam perjanjian.

Page 9: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

4

Tanah yang yang menjadi objek dari perjanjian pelepasan hak tanah adalah

sebidang tanah yang tidak bersertifikat. Apabila dalam perjanjian jual beli sebidang

tanah, maka tanah yang menjadi objek perjanjian jual beli tersebut haruslah memiliki

surat sertifikat tanah yang jelas. Berbeda dengan perjanjian jual beli, perjanjian

pelepasan hak atas tanah tidak memiliki sertifikat tanah oleh para pihak dalam

perjanjian. Dengan adanya sertifikat hak milik atas tanah yang jelas, maka perbuatan

hukum atas tanah yang akan diserahkan kepada pihak lain akan memiliki kekuatan

hukum pembuktian yang kuat, karena sertifikat hak milik atas tanah membuktikan

tentang berhak atau tidaknya seseorang atas kepemilikan tanah tersebut.

Jika sertifikat atas tanah merupakan bukti kepemilikan hak milik atas tanah yang

menentukan tentang kekuata hukum pembuktian pada suatu perjanjian jual beli, lalu

bagaimanakah dengan kekuatan hukum pelaksanaan perjanjian pelepasan hak atas yang

tidak bersertifikat?. Lantas, apakah pelaksanaan perjanjian pelepasan hak atas tanah

yang tidak bersertifikat tersebut dianggap tidak sah menurut Asas Konsensualisme

dalam Hukum Perdata (Bw) ?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka penting

adanya penerapan Asas Konsensualisme dalam perjanjian pelepasan hak atas tanah agar

dapat diketahui bagaimana pandangan Asas Konsensualisme dalam Hukum Perdata (Bw)

mengenai pelaksanaan suatu perjanjian pelepasan hak atas tanah yang tidak

mempunyai sertifikat sebagai alas hukum dari perbuatan hukum tersebut.

Dalam pelaksanaan perjanjian pelepasan hak atas tanah yang pada notabenenya

tanah yang menjadi objek perjanjian tidak mempunyai sertifikat, akan menimbulkan

pertanyaan seperti, bagaimanakah kekuatan hukum dari perjanjian yang dilakukan

diatas pelepasan hak atas tanah tersebut, sementara dalam perjanjian tersebut tidak

disertakan dengan sertifikat hak atas tanah. Dalam melakukan perjanjian pelepasan hak

atas tanah, penting untuk dimengatahui bagaimana kekuatan hukum dari perjanjian

pelepasan hak atas tanah yang tidak bersertifikat, karna apabila suatu perbuatan hukum

tidak mempunyai kekuatan hukum (legalitas), maka para pihak dalam perjanjian

pelepasan hak atas tanah tidak memiliki dasar dalam melaksanakan perjanjian tersebut.

Dalam pelaksanaan perjanjian pelepasan hak atas tanah, bukan hanya

penerapan Asas Konsensualisme dan kekuatan hukum perjanjian yang akan dilakukan

nantinya saja yang penting untuk diperhatikan. Dalam praktek lapangannya ada juga

bagian-bagian lagi yang tak kalah pentingnya yaitu tentang bagaimana proses

pelaksanaan perjanjian pelepasan hak atas tanah yang tidak bersertifikat dan bagaimana

Page 10: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

5

bentuk (hasil atau surat) yang dikeluarkan dari perjanjian pelepasan hak atas tanah

tersebut.

Pentingnya bagaimana proses pelaksanaan perjanjian pelepasan hak atas tanah

yang tidak mempunyai sertifkat untuk dibahas adalah untuk mengetahui, apakah proses

yang dilakukan dalam prakteknya di lapangan sudah sesuai dengan apa yang diatur

dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagai peraturan yang

mengenai tata cara pelepasan hak atas tanah, dan pentinya dibahas mengenai apa

bentuk (hasil) adalah untuk mengetahui kedalam bentuk apakah dituangkan perjanjian

pelepasan hak atas tanah yang tidak bersertifikat yang telah dilaksanakan. Apakah

hanya dalam bentuk surat kesepakatan yang ditandatangani oleh para pihak atau dalam

bentuk akta. Keberadaan bentuk (hasil atau surat) dalam sebuah perjanjian akan sangat

berguna untuk kedua belah pihak nantinya. Apabila salah satu pihak melakukan ingkar

janji atau wanprestasi, maka dapat dilihat kembali perjanjian yang sudah dituangkan

dalam bentuk surat atau akta tersebut tentang bagaimana para pihak mengatur tentang

perbuatan ingkar janji.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka skripsi ini membahas

permasalahan tersebut dalam skripsi dengan judul Penerapan Asas Konsensualisme

Pada Perjanjian Pelepasan Hak Atas Tanah Yang Tidak Memiliki Sertifkat. (Studi

lapangan PT. SARULLA OPERATION Ltd DI KECAMATAN PAHAE JULU).

Page 11: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

6

II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengaturan Asas Konsensualisme dalam Hukum Perdata terhadap Perjanjian

Pelepasan hak atas tanah yang tidak mempunyai sertifikat

Suatu Perjanjian adalah suatu peristiwa seorang berjanji kepada seorang lain atau

adanya dua orang atau lebih saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari

peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan

perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang atau lebih yang

membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang

mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

Perjanjian ialah salah satu sumber dari perikatan disamping sumber-sumber lain.

Perjanjian melahirkan perikatan yang menciptakan kewajiban pada salah satu pihak

dalam perjanjian. Kewajiban yang dibebankan kepada debitur dalam perjanjian,

memberikan hak pada pihak kreditur dalam perjanjian untuk menuntut pelksanaan

prestasi dalam perikatan yang terbit dari perjanjian tersebut. Dalam hal debitur tidak

melaksanakan perjanjian tersebut, maka kreditur berhak untuk menuntut pelaksanaan

perjanjian yang belum dilaksanakan atau telah dilaksanakan namun secara

bertentangan, dengan atau tidak disertai dengan penggantian biaya yang telah

dikeluarkan oleh kreditur.

Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Pada

kenyataannya, perikatan paling banyak diterbitkan dan bersumber dari suatu perjanjian,

namun terdapat pula sumber-sumber lain yang melahirkan perikatan. Sumber lain ini

tercakup dengan nama Undang-Undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari suatu

“Perjanjian” dan ada perikatan yang lahir berdasarkan ketentuan Undang-Undang.Dalam

KUHPerdata terdapat beberapa asas yang digunakan sebagai dasar atau tolak ukur

dalam membuat suatu perjanjian, salah satu asasnya ialah Asas Konsensualitas. Asas ini

timbul dari salah satu syarat sahnya suatu perjanjian yang dimuat dalam Pasal 1320 Bw

yaitu “kesepakatan atau konsensus”.

Asas Konsensualisme merupakan asensial dari Hukum Perjanjian dimana kata

“sepakat” mereka yang mengikatkan diri telah dapat melahirkan Perjanjian.Kesepakatan

(toestemming) merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat

oleh kedua belah pihak. Asas konsensualitas adalah asas yang menentukan bahwa suatu

Page 12: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

7

perjanjian yang dibuat antara dua orang atau lebih telah mengikat sehingga telah

melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera

setelah para pihak dalam perjanjian tersebut mencapai kesepakatan atau konsensus,

meskipus kesepatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata ini berarti pada

prisipnya perjanjian yang mengikat sebagi perikatan dan berlaku bagi para pihak yang

berjanji tidak memerlukan formalitas.5

Hal ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan

hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut sudah

bersifat obligatoir, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak

tersebut. Asas konsensualisme mempunyai hubungan yang erat dengan asas kebebasan

berkontrak dan asas kekuatan mengikat yang ada dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH

Perdata. Asas konsensualisme sebagaimana terdapat dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH

Perdata, terlihat pada istilah “kesepakatan” dimana menurut asas ini perjanjian itu telah

lahir cukup dengan adanya kata sepakat. Di sini yang ditekankan adalah adanya

persesuaian kehendak (meeting of mind) sebagai inti dari hukum kontrak.

Asas konsensualisme juga hendaknya juga tidak diinterpretasi semata-mata secara

gramatikal. Pemahaman asas konsesualisme yang menekankan pada “sepakat” para

pihak ini, berangkat dari pemikiran bahwa yang berhadapan dalam kontrak itu adalah

orang yang menjunjung tinggi komitmen dan tanggung jawab dalam lalu lintas hukum,

orang yang beriktikad baik, yang berlandaskan pada “satunya kata satunya perbuatan”,

sehingga dengan asumsi bahwa yang berhadapan dalam berkontrak itu adalah para

“gentleman”, maka akan terwujud juga “gentleman agreement” diantara para pihak.

Apabila kata sepakat yang diberikan para pihak tidak berada dalam kerangka yang

sebenarnya, dalam arti terjadi cacat kehendak, maka dalam hal ini akan mengancam

eksistensi kontrak itu sendiri. Pada akhirnya, pemahaman terhadap asas konsensualisme

tidak terpaku sekedar mendasarkan pada kata sepakat saja, tetapi syarat-syarat lain

dalam Pasal 1320 KUH Perdata dianggap telah terpenuhi, sehingga kontrak tersebut

menjadi sah.

Tercapainya suatu konsensus/kesepakatan dalam perjanjian memang sudah

dianggap sah, namun adakalanya undang-undang menetapkan, bahwa untuk sahnya

suatu perjanjian diharuskan perjanjian itu dilakukan secara tertulis (perjanjian

5

http://www.jurnalhukum.com/asas-asas-perjanjian, diakses pada tanggal 27 Juli 2019 pukul 16.25 WIB

Page 13: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

8

“perdamaian”) atau dengan akta notaris (perjanjian penghibahan barang tetap), tetapi

hal yang demikian itu merupakan suatu pengecualian. Pada umumnya suatu perjanjian

itu dianggap sudah sah dalam artian sudah mengikat, apabila sudah tercapai

kesepakatan oleh para pihak mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian itu. Misalnya

perjanjian Jual beli, tukar menukar, sewa-menyewa, jenis-jenis tersebut merupakan

perjanjian yang konsensuil atau yang berasal dari adanya konsensus/ kesepakatan.6

Asas Konsensualisme merupakan “roh” dari suatu perjanjian. Hal ini tersimpul dari

kesepakatan para pihak, namun demikian pada situasi tertentu terdapat perjanjian yang

tidak mewujudkan kesepakatan yang sesungguhnya. Hal ini disebabkan adanya

kecacatan kehendak (wilsgebreke) yang mempengaruhi timbulnya perjanjian. Dalam

KUHPerdata cacat kehendak meliputi tiga hal, yaitu :

1) Kesesatan atau dwaling.

2) Penipuan atau bedrog.

3) Paksaan atau dwang.

Kesep akatan yang sesungguhnya dalam perjanjian merupakan perwujudan

dari dua kehendak atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka

kehendaki untuk dilaksanakan dan atau untuk tidak dilaksanakan, bagaimana cara

melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan dan tentang akibat hukum apa yang akan

timbul jika salah satu dari pihak dalam perjanjian tidak melakukan apa yang sudah

disepakati bersama dalam isi perjanjian.

Dari aspek hukumnya, akibat hukum perjanjian yang sudah dibuat dan disepakati

oleh para pihak berdasarkan apa yang telah ditentukan dalam pasal 1320 jo. pasal 1338

KUHPerdata akan berlaku sebagai undang-undang dan mengikat para pihak yang

mengakibakan setiap perjanjian yang dibuat harus benar-benar dilaksanakan. Apabila

salah satu pihak dalam perjanjian tidak melaksanakan apa yang telah disepakati

sebelumnya, maka akan dikategorikan sebagai perbuatan wanprestasi atau ingkar janjji

6

Prof Subekti, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, 1987, hlm. 15

Page 14: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

9

yang memberikan kepada pihak yang dirugikan untuk menuntut atas kerugian yang

ditanggungnya.

Tercapainya suatu kesepakatan mengenai suatu hal pokok dalam suatu perjanjian

atau perikatan yang dapat dimaknai sebagai asas konsensualitas sebagaimana diatur

dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yang berbunyi : untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan

empat syarat : 1. sepakat merka yang mengikatkan dirinya; 2. kecakapan untuk

membuat suatu perjanjian; 3. suatu hal tertentu; 4. suatu sebab yang halal. Jadi suatu

perjanjian atau kontrak, harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana

yang ditentukan dalam pasal tersebut. Dengan dipenuhinya syarat sahnya perjanjian

tersebut, maka suatu perjanjian sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang

membuatnya. Syarat sepakat merupakan syarat yang logis, karena dalam perjanjian

setidaktidaknya harus ada dua orang atau dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan

mempunyai kehendak yang saling mengisi. Dimana sepakat yang dimaksudkan dalam

Pasal 1320 KUHPerdata ini, adalah sepakat pada saat lahimya suatu perjanjian, bukan

pada saat pelaksaanaan perjanjian.

Dari ketentuan tersebut di atas, dalam praktiknya juga terjadi pada kontrak kerja

antara PT. Chevron Pacific Indonesia dengan PT. Budimas Pundinusa Alert, yaitu dalam

rangka kontrak kerja pelaksanaan pekerjaan pencegahan dan penanggulangan

kebakaran di daerah operasional PT. Chevron Pacific Indonesia areal Sumatera.7

Penerapan asas konsensualitas ini, tercapai dengan kesepakatan kedua belah pihak,

yaitu terwujudnya penandatangan Surat Kontrak Nomor 1323 OK tertanggal03

November 2004, dimana pihak PT Chevron Pacific Indonesia diwakili oleh Yanto Sianipar,

selaku Manager OE HES, dan pihak PT. Budimas Pundinusa Alert diwakili oleh J. Butar-

Butar selaku Direktur Utama PT. Budimas Pundinusa Alert, penandatanganan surat

7

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/9335/RTB%20230.pdf?sequence=1& isAllowed=y, diakses pada tanggal 27 Juli 2019 pukul 16.45 WIB

Page 15: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

10

kontrak tersebut bertempat di Rumbai Pekanbaru. Dimana kesepakatan kontrak kerja

ini, diadakan atas dasar kemauan para pihak atau penawaran yang dilakukan oleh pihak

PT. Chevron Pacific Indonesia sebagai pihak yang mengadakan penawaran urnurn atau

yang mengadakan tender atau lelang diterima atau diakseptir oleh pihak PT. Budimas

Pund'inusa Alert, dengan tanpa paksaan, kekhilafan, maupun penipuan. Sehingga dari

kesepakatan tersebut lahirlah suatu perjanjian atau kontrak diantara kedua belah pihak

dan mengikat sebagaimana layak undang-undang, yang tercantum dalam pasal-pasal

dalam kontrak tersebut. Selanjutnya akan tercipta suatu hubungan hukum di antara

para pihak, hubungan hukum tersebut adalah suatu hubungan perjanjian untuk

melakukan pekerjaan jasa-jasa dalam rangka pencegahan dan penanggulangan

kebakaran di daerah operasional PT Chevron Pacific Indonesia, areal sumatera, yaitu

melipvti perumahan, industri dan lapangan Duri.8

B. kekuatan Hukum Perjanjian Pelepasan Hak Atas Tanah yang tidak mempunyai

Sertifikat menurutPeraturanPresiden No. 36 Tahun 2005 tentangPengadaan

Tanah bagiPelaksanaan Pembangunan untukKepentinganUmum

Pelaksanaan pengadaan tanah menurut Permendagri Nomor 15 Tahun 1975

Tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah dalam

pengadaan tanah dikenal istilah pembebasan tanah, yang berarti melepaskan hubungan

hukum yang semula terdapat diantara pemegang atau penguasa atas tanah dengan cara

memberikan ganti rugi. Menurut Pasal 1 angka 6 Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang

Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum,

pelepasan atau penyerahan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan

8

Ibid

Page 16: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

11

hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan

memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah.

Sedangkan di dalam Pasal 1 angka 2 Keppres Nomor 55 Tahun 1993 tentang

Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

menyatakan bahwa : “Pelepasan atau penyerahan hak adalah kegiatan melepaskan

hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya

dengan memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah”.9 Kemudian untuk

musyawarah itu diatur dalam butir ke 5 (lima) yang menyatakan bahwa: “Musyawarah

adalah proses atau kegiatan saling mendengar, dengan sikap saling menerima pendapat

dan keinginan yang didasarkan atas sikap kesukarelaan antara pihak pemegang hak atas

tanah dan pihak yang memerlukan tanah untuk memperoleh kesepakatan mengenai

bentuk dan besarnya ganti kerugian”.

Setelah berlakunya Keppres Nomor 55 Tahun 1993 istilah tersebut berubah

menjadi pelepasan hak atau penyerahan hak atas tanah. Oleh karena itu, segi-segi

hukum materiilnya pelaksanaan pelepasan hak atau pelepasan hak atas tanah pada

dasarnya sama dengan pembebasan tanah, yaitu Hukum Perdata.

Dengan perkataan lain bahwa keabsahan atau ketidak absahan pelepasan atau

penyerahan hak atas tanah sebagai cara pengadaan tanah ditentukan ada tidaknya

kesepakatan diantara kedua belah pihak yang berarti sah tidaknya perbuatan hukum

yang bersangkutan, berlaku antara lain syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal

1320 KUHPerdata.10 Perbedaannya hanya terdapat pada segi-segi intern administrasinya

9Pasal 1 butir 2 Keppres Nomor 55 Tahun 19931993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan

Pembangunan untuk Kepentingan Umum 10

Boedi Harsono, Aspek-Aspek Yuridis Penyediaan Tanah Dalam Rangka Pembangunan Nasional, Makalah, 1990, hal.4.

Page 17: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

12

yaitu pembebasan tanah pada umumnya berdasarkan pada Permendagri Nomor 15

Tahun 1975, sedangkan pelepasan atau penyerahan hak-

hak atas tanah berdasarkan Keppres Nomor 55 Tahun 1993.11

Menurut Prof. Boedi Harsono, SH, yang dimaksud dengan pelepasan hak atas

tanah adalah setiap perbuatan yang dimaksud langsung maupun tidak langsung

melepaskan hubungan hukum yang ada antara pemegang hak atau penguasa atas

tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang berhak atau penguasa tanah

tersebut. 12 Tanah-tanah yang dibebaskan dengan mendapat ganti kerugian berupa :

1. Uang;

2. Tanah Pengganti;

3. Pemukiman Kembali;

Pada dasarnya, pelepasan hak atas tanah meliputi banyak aspek. Seperti,

pelepasan hak atas tanah dalam rangka pembaharuan hak atau perubahan hak,

pelepasan hak atas tanah dalam rangka pengadaan tanah bagi pembangunan untuk

kepentingan umum, pelepasan hak atas tanah untuk kepentingan swasta maupun

pelepasan hak atas tanah bagi perusahaan dalam rangka penanaman modal.13

Perolehan tanah dalam pengadaan tanah untuk kepentingan peusahaan swasta

dapat ditempuh dengan cara pemindahan hak atas tanah melalui jual beli atau

pelepasan hak atas tanah. Antara jual beli dengan pelepasan hak atas tanah mempunyai

syarat sah dan prosedurnya. Cara memperoleh hak atas tanah melalui pelepasan hak

atas tanah, merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh baik oleh pihak pemerintah

maupun swasta. Menurut Pasal 1 angka 3 Keputusan Menteri Negara Agrari/Kepala

11Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Yogyakarta,

Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 2004, hal.10.

12

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1996, hal.89

13https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fae976f5aed2/surat-pernyataan-pelepasan-hak-

atas-tanah/, diakses pada tanggal 13 Maret 2019, pukul 01.04 WIB.

Page 18: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

13

Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 1994 tentang Tata Cara Perolehan Tanah

bagi Perusahaan Dalam Rangka Penanaman Modal jo. Pasal 1 angka 6 Peraturan

Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yang dimaksud pelepasan atau penyerahan

hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak

milik atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan pemberian ganti rugi atas dasar

musyawarah. Menurut Ahcmad Rubaie, pelepasan atau penyerahan hak atas tanah

dilakukan melalui musyawarah berdasarkan kesepakatan di antara kedua belah pihak,

yaitu pihak pemilik tanah dan pihak yang membutuhkan tanah. 14Dengan pelepasan atau

penyerahan hak atas tanah terdapat unsur pemberian ganti kerugian. Ganti kerugian

diberikan oleh pihak yang memerlukan tanah ( pihak pemerintah dan pihak swasta),

kepada pihak pemegang hak milik atas tanah. Bentuk dan besarnya kerugian ditetapkan

atas dasar kesepakatan dalam musyawarah antara pihak yang memerlukan tanah dan

pemegang hak milik atas tanah.

Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah dapat dilakukan apabila sudah

tercapai kesepakatan dalam musyawarah antara pihak yang membutuhkan tanah

dengan pemegang hak milik atas tanah mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian,

maka dibuatlah Akta Pelepasan Hak (APH) atas tanah atau Surat Pernyataan Pelepasan

Hak Atas Tanah (SPPHT). Seiring dengan penandatanganan dibuatlah akta pelepasan hak

atas tanah atau surat pernyataan pelepasan hak atas tanah, maka pihak yang

membutukan tanah menyerahkan ganti kerugian secara langsung kepada pemegang hak

milik atas tanah.

14

Ahcmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Bayumedia, Malang, 2007, hal.121.

Page 19: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

14

Menurut Arie. S. Hutagalung, acara pelepasan hak ini ditempuh jika pihak yang

bermaksud memperoleh dan menguasai tanah yang berstatus Hak Milik atau eks Hak

Milik Adat, namun tidak memenuhi syarat sebagai subjek pemegang hak atas tanah

tersebut melalui pemindahan/peralihan hak secara langsung. 15Pelepasan hak atas tanah

oleh pemegang haknya ditempuh oleh perusahaan swasta disebabkan perusahaan

swasta tidak dapat memperoleh tanah yang berstatus hak Milik melalui cara jual beli

atas tanah. Perusahaan swasta tidak memenuhi syarat sebagai subjek hukum Hak Milik

ditempuh melalui cara pelepasan hak atas tanah oleh pemegang haknya dengan

pemberian ganti kerugian.

Boedi Harsono menyatakan bahwa dengan pelepasan hak atas tanah tidak berarti

hak atas tanah berpindah dari pemegang haknya kepada pihak lain yang memberi ganti

kerugian, melainkan hak tersebut hapus dan kembali menjadi tanah negara atau tanah

yang dikuasai langsung oleh negara.16 Pelepasan hak atas tanah merupakan salah satu

penyebab hapusnya hak milik atas tanah dan bukan pemindahan hak atas tanah. Dengan

pelepasan hak atas tanah oleh pemegang haknya, hak milik atas tanah tidak berpindah

kepada perusahaan swasta, melainkan hak milik atas tanah menjadi hapus dan hak milik

atas tanah kembali menjadi tanah negara yang dikuasai langsung oleh negara.

Ketika kedua belah pihak yaitu pihak yang membutuhkan tanah dan pemegang

hak milik atas tanah telah mencapai suatu kata sepakat dalam musyawarah yang telah

mereka lakukan, maka disaat tanah tersebut secara sah diserahkan hak milik nya kepada

pihak lain, dan juga pemegang hak milik atas tanah sudah menerima ganti kerugian yang

layak dari pihak yang membutuhkan tanah tersebut, maka disaat itu juga perbuatan

hukum tersebut juga harus dicatatkan kedalam sebuah akta yang dibuat langsung

15Arie. S. Hutagalung, Tebaran Pemikiran seputar Masalah Hukum Tanah, LPHI, Jakarta, 2005,

hal.179.

16Boedi Harsono, op.cit, hal.168.

Page 20: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

15

dihadapan Notaris, sebagai pembuktian bahwa tanah tersebut sudah dilepaskan hak

milik nya kepada pihak lain dan pelepasan hak atas tanah ini secara otomatis

menghapus hak pemilik sebelumnya terhadap tanah tersebut.

C. PenerapanAsasKonsensusalismedalamPerjanjian Pelepasan Hak Atas Tanah

yang tidak mempunyai Sertifikat antara PT. Sarulla Operation Ltd dan pemegang

Hak atas tanah

Suatu perjanjian dianggap sah sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata

adalah 17

1) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2) kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3) suatu hal tertentu;

4) suatu sebab yang halal.

Klausa “sepakat mereka yang mengikatkan dirinya” merupakan landasan yang

mendasari dua orang atau lebih untuk mengikatkan diri sehingga melahirkan kewajiban

bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian. kesepakatan yang telah dicapai

tersebut menjadi prinsip bahwa perjanjian harus mengikat sebagai suatu perikatan dan

berlaku bagi para pihak yang berjanji walaupun hanya bersifat formalitas atau secara

lisan. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kesepakatan wajib dipatuhi oleh setiap pihak

dalam perjanjian.

Dari aspek hukumnya, akibat hukum perjanjian yang sudah dibuat dan disepakati

oleh para pihak berdasarkan apa yang telah ditentukan dalam pasal 1320 jo. pasal 1338

KUHPerdata akan berlaku mengikat para pihak dan bersifat obligatoir, yang

17

Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Page 21: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

16

mengakibakan setiap perjanjian yang dibuat harus benar-benar dilaksanakan. Apabila

salah satu pihak dalam perjanjian tidak melaksanakan apa yang telah disepakati

sebelumnya, maka akan dikategorikan sebagai perbuatan wanprestasi atau ingkar janji.

Sehingga pihak-pihak yang mengikatkan diri diharuskan menyelesaikan urusan atas

timbulnya kerugian dari wanprestasi yang dilakukan oleh salah seorang pihak dengan

memberikan somasi atau teguran atas tindakan ingkar janji tersebut kepada pihak yang

telah wanprestasi terhadap kewajiban yang harus dipenuhi sesuai perjanjian.

Dengan terjadinya keadaan wanprestasi, maka terbitlah hak kreditur untuk

menuntut pembatalan kontrak dan/atau ganti rugi. Pada umumnya dalam praktek,

somasi diajukan tiga kali. Dimana somasi pertama umumnya berupa peringatan yang

masih ringan, karena kreditur masih meyakini bahwa dengan peringatan tersebut

debitur dengan sukarela akan melaksanakan somasi. Jika kondisinya somasi pertama

tidak dihiraukan atau pihak-pihak dalam perjanjian tidak mencapai penyelesaian

wanprestasi maka kreditur akan melayangkan somasi kedua kemudia ketiga.

Dalam proses pelepasan hak atas tanah yang dilakukan oleh PT. SOL dengan para

pemegang hak atas tanah terdiri dari beberapa tahapan termasuk pemetaan tanah

digital (PTD), pemberian tanda atau patok tanah sebagai pertanda bahwa tanah tersebut

adalah tanda yang dibutuhkan SOL, koordinasi dengan Kepala Desa setempat dan pihak

SOL melakukan penelitian tentang pemilik yang sah atas tanah tersebut sekarang. Jika

pemilik tanah yang sekarang adalah pemegang yang sah hak atas tanah maka pihak SOL

akan berhubungan untuk mendiskusikan dan menyepakati beberapa kesepakatan yang

akan diambil nantinya dengan pemegang yang sah hak atas tanah dan status tanah (hak

milik atau hak guna usaha).

Pihak SOL mengadakan pertemuan dan melakukan musyawarah terkait dengan nilai

besaran ganti rugi atas pelepasan sejumlah hak atas tanah berdasarkan ketentuan yang

Page 22: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

17

berlaku. Walaupun dalam prosesnya terjadi ketidaksetujuan beberapa pemegang hak

atas tanah tetapi pihak SOL tetap menyesuaikan besaran nilai ganti kerugian yang

ditawarkan oleh pihak SOL. Sehingga keadaan masing-masing pihak menyetujui isi

perjanjian antara pihak ditandai dengan penandatanganan Akta Pelepasan Hak atas

Tanah (APH). Dengan ditandatanganinya APH tersebut, maka telah terjadi kesepakatan

secara tertulis diantara pihak SOL sebagai pemberi ganti kerugian kepada pemegang hak

atas tanah sebagai pihak yang melepaskan hak atas tanah. Dengan terselesaikannya

urusan dalam perjanjian maka timbullah peralihan hak milik atas tanah tersebut kepada

pihak SOL

Sehingga dapat dimaknai bahwa pada proses pelepasan hak atas tanah dari para

pemegang hak atas tanah tersebut kepada pihak SOL, dalam proses ini hal yang perlu

yang diperhatikan yang pertama adalah adanya proses pendahuluan sebagaimana yang

siterangkan yang pada hasilnya berdasarkan kesepakatan pihak-pihak dalam perjanjian

yang dalam hal ini adalah pemegang hak atas tanah dan pihak SOL mencapai suatu

kesepakatan dan menuangkannya dalam sebuah akta yaitu Akta Pelepasan Hak atas

Tanah (APH) beserta dengan ganti kerugian tersebut.

Hal kedua yang dibahas yang dibahas adalah bagaimana pelepasan hak atas tanah

untuk kepentingan umum. Dalam pelepasan hak atas tanah ada beberapa syarat yang

harus dipenuhi oleh para pihak sebagaimana tercantum dalam setiap bagian Peraturan

Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan

Pembagunan untuk Kepentingan Umum. Syarat-syarat tersebut dicabarkan sebagai

berikut:18

1) pelaksanaan pengadaan hak atas tanah dengan cara pelepasan hak atas tanah

harus dilakukan dengan sebaik-baiknya;

18

bagian Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembagunan untuk Kepentingan Umum

Page 23: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

18

2) dilaksanakan dengan memperhatikan peranan tanah dalam kehidupan manusia;

3) prinsip penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah;

4) dilaksanakan dengan prinsip musyawarah.

Sebagaimana tercantum dalam penjelasan dari Pasal 24 Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,19 terdapat alat bukti tertulis untuk

dapat membuktikan kepemilikan atas tanah yang dapat digunakan bagi pendaftaran

hak-hak lama dan merupakan dokumen yang lengkap untuk kepentingan pendaftaran

tanah antara lain akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi

kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.20 Dalam

keadaan tanah yang tidak memiliki sertifkat, maka kepala desa berperan sebagai pihak

yang berwenang untuk mengeluarkan suatu Surat Keterangan Tanah yang menerangkan

bahwa tanah tersebut adalah benar tanah milik pemegangnya saat ini dan menyatakan

bahwa tanah tersebut tidak sedang dalam sengketa (gugatan).

Berdasarkan bunyi Pasal 39 ayat (1) huruf b angka (1) dan angka (2) Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dapat dipahami bahwa

Kepala Desa berwenang untuk membuat surat keterangan yang menguatkan sebagai

bukti hak dengan yang bersangkutan yang menguasai bidang Tanah tersebut. Untuk

daerah-daerah Kecamatan di luar kota tempat kedudukan Kantor Pertanahan, surat

Keterangan Kepala Kantor Pendaftaran tanah dapat dikuatkan dengan surat pernyatan

Kepala Desa.

19

Mhd. Yamin Lubis, dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi, Bandung, Mandar Maju, 2012, hal.62.

20http://fiaji.blogspot.com/2010/05/surat-di-bawah-tangan-sebagai-dasar.html, diakses pada

tanggal 2 April 2019, Pukul : 02.14 WIB.

Page 24: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

19

Berdasarkan bukti kepemilikan tanah yang dimiliki oleh masyarakat yang berupa

surat keterangan tanah yang diterbitkan oleh Kepala Desa yang disahkan oleh

Kecamatan setempat berdasarkan Pasal 7 ayat (2), dan Pasal 39 Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dapat dikategorikan sebagai alas hak

yang diajukan sebagai kelengkapan persyaratan permohonan hak atas tanah, oleh

karena itu apabila terjadi kesalahan atau adanya cacat hukum dalam penerbitan alas hak

tersebut akan berakibat batal atau tidak sahnya sertipikat yang diterbitkan karena

kesalahan prosedur penerbitan sertifikat.

Dalam hal pelepasan hak atas tanah aspek pertama adalah PT. SOL melakukan

optimalisasi survei ke lapangan tempat tanah tersebut dengan melakukan survei

lamgsung terhadap pemegang sah hak atas tanah yang telah dipatok oleh pihak SOL

sebelumnya untu menghindari terjadinya kesalahan tentang setiap kesepakatan yang

nantiya akan di diskusikan dan disepakati oelh para pihak dengan benar. Intinya pihak

SOL mencaritahu tentang kebenaran terkait hak atas tanah tersebut secara langsung

kepada pemilik.

Aspek kedua, pihak SOL memberitahukan tujuan patok tanah-tanah milik para

pemegang hak atas tanah dan memberitahukan bahwa tanah tersebut memiliki

tanaman ditumbuhkan diatasnya. Selanjutnya aspek ketiga bahwa setiap hak atas tanah

yang telah dilepaskan kepada pihak SOL akan diberikan penghormatan yang layak

berupa sejumlah uang sebagai ganti kerugian dengan memperhatikan pendapatan total

ekonomi dalam suatu negara (Gross National Product) dan ditambah 80% dari GNP

Indonesia serta memberikan ganti kerugian juga atas tanaman yang tumbus diatas tanah

tersebut sesuai dengan jenis tanamannya. Hal ini telah sesuai dengan ketentuan dalam

Keppres Nomor 55 Tahun 1993 yang sejatinya mengatur hal yang sama dengan Perpres

Page 25: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

20

Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk

Kepentingan Umum, bahwa pelepasan hak dibarengi dengan pemberian ganti kerugian

sebagaimana diatur dala Pasal 13 mengenai bentu-bentuk ganti kerugian yaitu: 1) uang;

2) tanah pengganti; dan/atau 3) pemukiman kembali.

Aspek terakhir, pada Pasal 1 angka 6 Perpres Nomor 36 Tahun 2005 menyatakan

pelepasan hak atas tanah merupakan kegiatan melepaskan hubungan hukum antara

pemegang hak milik atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan

ganti rugi atas dasar musyawarah. Ketentuan inilah yang mendasari pihak SOL

mengadakan pertemuan dengan para pemegang hak atas tanah tersebut. Pada

pertemuan kedua pihak SOL dan pemegang hak atas tanah melakukan musyawarah

mufakat mengenai besaran ganti rugi yang diberikan oleh pihak SOL kepada para

pemegang hak atas tanah tersebut.

Pelepasan hak atas tanah tersebut kepada pihak SOL ditindaklanjuti dengan

membuat SKT bagi pemegang hak atas tanah yang belum memiliki sertifikat hak milik

atas tanah yang akan dilepas itu oleh Kepala Desa setempat. SKT ini menjadi bukti

kepemilikan para pemegang hak atas tanah yang melakukan pelepasan. SKT tersebut

diurus dan ditanda tangani oleh Kepala Desa dan juga harus diketahui oleh Camat

setempat dan ditanda tanagani.

Proses pelepasan hak atas tanah oleh pemegang hak atas tanah yang masih tidak

bersertifikat kepada PT. Sarulla Operation Ltd, sejatinya telah menginterpretasikan

aspek-aspek asas konsensualisme. Hal ini telah merinci dan membandinkan antara

ketentuan proses pelepasan hak atas tanah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320

KUHPerdata dan Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi

Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum dengan perjanjian antara PT. SOL

Page 26: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

21

dan pemegang hak atas tanah. Sehingga penulis memiliki pandangan bahwa proses

pelepasan hak atas tanah antara PT. SOL dan pemegang hak atas tanah telah memenuhi

ketentuan hukum.

III. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Asas Konsensualisme pada perjanjian pelepasan hak atas tanah yang tidak

mempunyai sertifikat, dapat dilihat dari jenis perjanjian yang digunakan yaitu

perjanjian konsensual, yang timbul karena adanya suatu kesepakatan atau

konsensus di antara para pihak dalam perjanjian tersebut. Dalam pelaksanaan

setiap prosesnya dilakukan atas dasar suatu kesepakatan diantara para pihak dan

adanya itikad baik dari pihak yang membutuhkan tanah tersebut (pemberi ganti

kerugian), tanpa adanya paksaan maupun tekanan terhadap para pemegang hak

atas tanah untuk melepaskan hak atas tanahya. Tanah yang dijadikan sebagai

objek dalam pelepasan hak atas tanah adalah tanah dengan status hak milik.

Dalam penentuan besaran nilai ganti kerugian, musyawarah adalah satu-satunya

cara yang dilakukan dalam menyepakati seberapa besar ganti kerugian yang akan

diberikan kepada pemegang hak atas tanah. Perjanjian pelepasan hak atas tanah

yang dilakukan antara pihak yang membutuhkan tanah (pemberi ganti kerugian)

dengan pemegang hak atas tanah, akan dituangkan dalam sebuah surat/akta

otentik yang disebut dengan APH atau Surat Pelepasan Hak Atas Tanah (SPHT)

yang dikeluarkan oleh Notaris.

2. Kekuatan hukum perjanjian pelepasan hak atas tanah yang tidak mempunyai

sertifikat menurut Hukum Perdata dianggap sah. Apabila tanah yang akan

Page 27: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

22

dilepaskan mempunyai SKT dimana SKT tersebut akan menerangkan tentang

kepemilikan yang sah atas tanah akan akan dilepaskan hak miliknya.

3. Proses pelepasan hak atas tanah yang tidak mempunyai sertifikat antara PT.

Sarulla Operation Ltd. terdiri dan pemegang hak atas tanah terdiri dari 6 tahapan

yaitu :

a. Dilakukan pemetaan atas taah-tanah yang akan dilepaskan haknya, atau

dikenal dengan istilah “PLOT” ;

b. Melakukan koordinasi dengan Kepala Desa setempat (desa di Kecamatan

Pahae Julu dan Pahae Jae

c. Melakukan survei lapangan terkait lokasi tanah yang telah di Plot dan survei

terhadap para pemilik yang sah tanah-tanah tersebut ;

d. Dilakukannya 2 pertemuan, yaitu pertemuan pertama antara pihak SOL

dengan para pemegang hak atas tanah untuk memberikan sosialisai tentang

tujuan dari kedatangan pihak SOL, pertemuan kedua untuk melakukan

musyawarah terkait besaran ganti kerugian atas tanah yang akan

dilepaskan haknya;

e. Memberitahukan kepada para pemegang hak atas tanah, yang belum

memiliki sertifikat hak mlik atas tanahnya, untuk mengurus SKT yang

dikeluarkan oleh Kepala Desa;

f. Dilakukannya pelepasan hak atas tanah dengan para pemegang hak atas

tanah, dengan ditandatanganinya APH yang dikeluarkan oleh Notaris yang

bekerja di wilayah Tapanuli Utara sebagai pejabat yang berwenang.

Maka,dari ringkasan proses pelepasan hak atas tanah dapat dilihat bahwa

penerapann asas konsensualisme dalam perjanjian pelepasan hak atas tanah yang

dilakukan antara PT. SOL dengan Pemegang Hak atas Tanah telah sesuai, yaitu dengan

Page 28: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

23

mengutamakan atau menggunakan cara musyawarah untuk mencapai

kesepakatan/Konsensus dalam perjanjian. Jika perjannjian tersebut pun ditinjau dari

kententuan Pepres No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan

Pembangunan untuk Kepentingan Umum telah dilaksanakan dengan sukarela dan tanpa

adanya paksaan dari pihak yang membutuhkan tanah.

B. Saran

1. Sebaiknya setiap perjanjian yang akan dibuat oleh para pihak, dilakukan atas

dasar kesepakatan atau konsensus dalam setiap proses pembuatan perjanjian,

misalnya dalam hal menentukan ketentuan-ketentuan apa saja yang akan

dimuat dalam perjanjian, tentang kesepakatan tentang pemenuhan prestasi

maupun ketentuan tentang apabila salah satu atau kedua belah pihak tidak

dapat memenuhi prestasinya (wanprestasi).

2. Sebaiknya para pemegang hak atas tanah mendaftarkan tanah milik mereka

kepada Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional untuk memperoleh sertifikat

hak milik atas tanah, yang dapat digunakan sebagai alas hak dan bukti yuridis

yang kuat sah dibandingkan dengan SKT dalam melakukan perbuatan hukum

pelepasan hak atas tanah.

3. Sebaiknya pemegang hak atas tanah yang tidak mau melepaskan hak atas

tanahnya kepada pihak SOL, tidak bersikap arogan dan egois terhadap besaran

nilai ganti kerugian yang ditawarkan oleh pihak SOL yang menginginkan bahwa

tanah mereka seharusnya diberikan nilai ganti kerugian yang lebih besar

dibanding yang lainnya.

Page 29: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

24

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku Subekti. 1987Hukum Perjanjian, Jakarta:PT Intermasa Sitorus, Oloan dan Dayat Limbong.. 2004Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum. Yogyakarta: Mitra Kebijakan Tanah Indonesia.

HarsonoBoedi. 1996. Hukum Agraria Indonesia. Djambatan: Jakarta,

Rubaie, Ahcmad. 2007.Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum.Bayumedia: Malang Hutagalung, Arie. S.2005. Tebaran Pemikiran seputar Masalah Hukum Tanah, LPHI:Jakarta. Yamin,Mhd,Lubis dan Abd. Rahim Lubis. 2012.Hukum Pendaftaran Tanah. Edisi Revisi. Bandung: Mandar Maju Perundang-Undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria Pasal

Keppres Nomor 55 Tahun 1993 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan

Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan

Pembagunan untuk Kepentingan Umum

Jurnal, Artikel dan Makalah

Ratnawati, Heny, Dwi.Pelaksanaan Akta Pelepasan Hak Sebagai Alas Hak Untuk

Mengajukan Permohonan Peralihan Dan Perubahan Hak Guna Bangunan Yang

Jangka Waktunya Telah Berakhir Di Kabupaten Brebes” dalam Jurnal Akta

Volume.5, No.1 (.hal. 248)

Usanti, Trisanti, “Lahirnya Hak Kebendaan” dalamArtikel, 15 Januari 2017, (hal. 44) Harsono,Boedi. “Aspek-Aspek Yuridis Penyediaan Tanah Dalam Rangka Pembangunan Nasional” dallam Makalah, 1990,9 hal.4) Internet http://www.jurnalhukum.com/asas-asas-perjanjian, diakses pada tanggal 27 Juli 2019 pukul 16.25 WIB

Page 30: PENERAPAN ASAS KONSENSUALISME PADA PERJANJIAN …

25

https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/9335/RTB%20230.pdf?sequence=1& isAllowed=y, diakses pada tanggal 27 Juli 2019 pukul 16.45 WIB https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fae976f5aed2/surat-pernyataan-pelepasan-hak-atas-tanah/, diakses pada tanggal 13 Maret 2019, pukul 01.04 WIB http://fiaji.blogspot.com/2010/05/surat-di-bawah-tangan-sebagai-dasar.html, diakses pada tanggal 2 April 2019, Pukul : 02.14 WIB.