PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah...

73
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN KERJA DI PT GE LIGHTING INDONESIA DENGAN METODE FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) Skripsi FEBRI KUSTIYANINGSIH I 1307038 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Transcript of PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah...

Page 1: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN

KERJA DI PT GE LIGHTING INDONESIA DENGAN

METODE FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA)

Skripsi

FEBRI KUSTIYANINGSIH

I 1307038

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 2: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN

KERJA DI PT GE LIGHTING INDONESIA DENGAN

METODE FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA)

Skripsi

Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

FEBRI KUSTIYANINGSIH

I 1307038

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Page 3: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

ABSTRAK

Febri Kustiyaningsih, I1307038, PENENTUAN PRIORITAS

PENANGANAN KECELAKAAN KERJA DI PT GE LIGHTING

INDONESIA DENGAN METODE FAILURE MODE AND EFFECT

ANALYSIS (FMEA). Skripsi. Surakarta : Jurusan Teknik Industri, Fakultas

Teknik, Universitas Sebelas Maret, July 2011.

PT GE Lighting Indonesia merupakan salah satu industri manufaktur yang

telah memiliki divisi EHS (Environment, Health and Safety) semenjak 1996,

meskipun begitu masih saja terjadi kecelakaan kerja. Faktanya bahwa telah terjadi

151 kecelakaan kerja di PT GE Lighting Indonesia semenjak tahun 2004 sampai

dengan 2010. Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan

yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan kasus

tersebut bukan untuk di semua departemen kerja sehingga kasus kecelakaan kerja

serupa akan muncul kembali cukup besar. Selain itu adanya kekurangan dalam

laporan investigasi yakni belum memiliki tingkat keparahan atau dampak dari

kecelakaan kerja serta belum diketahui sejauh apa tingkat alat kontrol yang sudah

dimiliki perusahaan dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui prioritas penanganan kecelakaan kerja

yang terjadi di PT GE Lighting Indonesia.

Metodologi penelitian ini diawali dengan mengidentifikasi kejadian

kecelakaan kerja berdasarkan kasus, penyebab dan akibat kemudian

mengkategorikan kasus kecelakaan tersebut. Ada 12 kategori kecelakaan kerja,

yang kemudian digunakan sebagai failure mode. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk

menentukan prioritas penanganan. FMEA berfungsi untuk mengetahui nilai Risk

Prioruty Number (RPN) tertinggi dari failure mode yang ada.

Hasil dari penelitian diketahui bahwa 1 kategori kecelakaan kerja dengan

nilai RPN tertinggi adalah kategori terpeleset, tersandung, dan jatuh pada lantai

datar dengan penyebab utama kontrol manajemen yang tidak maksimal. Nilai

RPNnya sebesar 540. Dengan demikian dapat menjadi target penanganan oleh

manajemen K3 di PT GE Lighting Indonesia.

Kata Kunci : kategori kecelakaan kerja, failure mode and effect analysis, risk

priority number

xv + 70 halaman; 12 tabel; 10 gambar; 5 lampiran; daftar pustaka: 15 (1990-2010)

Page 4: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

ABSTRACT

Febri Kustiyaningsih, I1307038, DETERMINING THE PRIORITY IN

HANDLING WORK ACCIDENTS AT PT GE LIGHTING INDONESIA BY

USING FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) METHOD.

Thesis. Surakarta : Department of Industrial Technology, Faculty of

Engineering, Sebelas Maret University, June 2011.

PT GE Lighting Indonesia is one of manufacture industry that had EHS

(Environment, Health and Safety) division since 1996, but the work incident still

happen. In fact, there are 151 work accidents in PT GE Lighting Indonesia from

2004 until 2010. The weakness of the system is in the investigation that refers to

the previous cases. Every improvement that appear from the investigation is only

done for that case and it is not done for the whole departments with the result that

the case of work incident will possible happen again. In addition, the lack of

investigation report, including no report of seriousness of conditions and the effect

of work incident and no equipment to avoid work incident in the company. The

purpose of this research is to know the priority of handling the work incident that

happens in PT GE Lighting Indonesia.

The methodology of this research was started by identified the work

incident according to the case, the reason, and the effect then made categorization

of the case by focusing on the same accidents. There are 12 accident categorizes

that using as failure mode. The method of this research is Failure Mode and Effect

Analysis (FMEA) to get the priority of handling work accidents. The aim of

FMEA is to know the highest value of Risk Priority Number (RPN) for handling

the work incident in the company.

The result of the research shows that the categorization of slips, trips and

falls on the same level with the cause of failure is management control’s of the

company in the minimum level reaches the highest mark of RPN. It is noted 504.

From the result, it can be concluded that the improvement of the management

control’s is the target for PT GE Lighting Indonesia.

Key words : work incident categorize, failure mode and effect analysis, risk

priority number

xv + 70 halaman; 12 tabel; 10 gambar; 5 lampiran; daftar pustaka: 15 (1990-2010)

Page 5: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

I-1

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan masalah, asumsi, dan

sistematika penulisan laporan.

1.1 Latar Belakang Masalah

Umumnya di semua tempat kerja selalu terdapat sumber bahaya yang dapat

mengancam keselamatan maupun kesehatan tenaga kerja. Keselamatan kerja

adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat, kematian sebagai akibat

kecelakaan kerja (Suma’mur,1996). Hampir tidak ada perusahaan yang bebas dari

potensi bahaya ataupun kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja merupakan suatu

kejadian yang tidak direncanakan dan tidak terkontrol atau terkendali yang

disebabkan oleh faktor manusia, situasi lingkungan, mesin atau gabungan dari

ketiganya yang terjadi pada saat proses kerja yang memungkinkan menghasilkan

luka, kesakitan, kematian, dan kerusakan properti atau kejadian yang tidak

diinginkan (David,1990).

PT GE Lighting Indonesia merupakan industri manufaktur yang

memproduksi lampu 2 jenis, yaitu lampu pijar dan lampu neon fluorescent (FL).

Meskipun PT GE Lighting Indonesia telah memiliki divisi EHS (Environment,

Health, and Safety) semenjak tahun 1996, kecelakaan kerja masih sering terjadi.

Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah kecelakaan kerja yang terjadi pada tahun

2004 hingga 2010, dimana telah terjadi 151 kecelakaan kerja di hampir semua

departemen perusahaan diantaranya bagian produksi, keamanan, kebersihan,

bahkan EHS sendiri. Penyebabnya tidak hanya akibat kesalahan manusia, tetapi

juga karena kondisi kerja yang tidak ergonomis, perawatan mesin tidak maksimal,

permesinan tidak berjalan dengan lancar serta penerapan prosedur dan aturan yang

belum maksimal.

Prosedur penanganan kecelakaan kerja saat ini menjadi tanggung jawab

Departemen EHS. Setelah adanya laporan kecelakaan kerja ke Departemen EHS,

kemudian dalam waktu 1x 24 jam diinvestigasi oleh tim investigator yang terdiri

Page 6: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

I-2

oleh kepala bagian lokasi kejadian, engineering, EHS, Panitia Pembina

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3), dan staf ahli pada bagian terkait.

Setelah melakukan investigasi serta analisis mengenai kecelakaan kerja yang

terjadi maka didapatkan masukan perbaikan. Tiap akhir bulan hasil investigasi ini

dilaporkan kepada pihak GE Global berupa matrix report.

Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah investigasi yang dilakukan,

mengacu untuk kasus yang telah terjadi sebelumnya saja. Jadi setiap perbaikan

yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan kasus

tersebut bukan untuk di semua departemen kerja sehingga dengan begitu

kemungkinan kasus kecelakaan kerja serupa akan muncul kembali cukup besar.

Hasil laporan investigasi yang dikirimkan ke pihak GE Global juga tidak

mengindahkan kejadian yang mungkin mirip pada bulan-bulan sebelumnya

sehingga apabila terjadi kejadian kecelakaan kerja yang serupa selama 2004

hingga 2010 akan sulit diketahui, diprioritaskan dan diperbaiki untuk area yang

lebih luas.

Selain itu kekurangan dalam laporan investigasi adalah perusahaan belum

memiliki sistem penskalaan mengenai tingkat keparahan atau dampak dari

kecelakaan kerja di perusahaan. Perusahaan juga belum memiliki sistem

penskalaan alat pendeteksi yang dimiliki untuk mengetahui dan mencegah

terjadinya kecelakaan kerja. Nantinya metode yang dipakai dalam penelitian ini

diharapkan dapat mengintegrasikan beberapa faktor yakni tingkat keparahan,

jumlah kejadian dan sejauh apa sistem pendeteksian yang sudah dilakukan oleh

perusahaan untuk mengetahui prioritas kecelakaan kerja yang harus ditangani di

PT GE Lighting Indonesia.

Demi mendukung pencapaian target PT GE Lighting Indonesia diantaranya

tidak ada kasus fatal, tidak ada kecelakaan kerja yang menyebabkan kehilangan

jam kerja, tidak ada kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat kerja dan tidak

ada kecelakaan kerja kategori recordable serta mendukung kelancaran audit

kesehatan dan keselamatan kerja yang akan dilaksanakan pada akhir tahun 2011,

perusahaan perlu mengetahui kecelakaan kerja yang sering terjadi di perusahaan

dengan mengidentifikasi penyebab terjadinya kecelakaan kerja sehingga

Page 7: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

I-3

perbaikan yang dilakukan dapat tepat sasaran dan memberikan efek yang lebih

luas bagi perusahaan.

Berdasarkan fakta-fakta di atas perlu segera diselesaikan permasalahan

kecelakaan kerja di PT GE Lighting Indonesia yakni dengan mencari prioritas

penanganan terhadap jenis kecelakaan kerja yang ada, salah satu caranya dengan

menggunakan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis). Penggunaan

pendekatan FMEA didasarkan pada alasan bahwa metode ini merupakan suatu

teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisis penyebab potensial

timbulnya suatu gangguan, probabilitas kemunculannya dan bagaimana cara

mencegah atau menanganinya (Nord dan Johansson, 1997; Christopher, 2003).

Untuk mengidentifikasi risiko yang timbul serta menganalisis dampak risiko dan

penyebab masing-masing risiko tersebut dilakukan melalui diskusi atau

wawancara dengan berbagai pihak yang berperan dalam terjadinya kecelakaan

kerja di perusahaan. Penelitian-penelitian yang terkait mengenai kecelakaan kerja

di industri manufaktur tidak terlalu banyak, sehingga yang mendasari pemilihan

penelitian sebelumnya lebih kepada kesamaan dari metode yang digunakan yakni

Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Hasil akhir FMEA berupa

nilai Risk Priority Number yang didapatkan dari perkalian antara severity,

occurance dan detection yang kemudian hasilnya diurutkan dari nilai RPN

tertinggi untuk bisa segera dilakukan ditangani oleh PT GE Lighting Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan pokok

permasalahan dari penelitian ini yaitu bagaimana urutan prioritas penanganan

kecelakaan kerja yang terjadi di PT GE Lighting Indonesia ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prioritas

penanganan kecelakaan kerja yang terjadi di PT GE Lighting Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat berupa

masukan perbaikan yang perlu dilakukan perusahaan untuk meminimalkan atau

Page 8: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

I-4

mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang terjadi di PT GE Lighting Indonesia

dan memberikan kenyamanan kepada karyawan karena dapat menghindarkan

mereka dari risiko kecelakaan kerja saat bekerja.

1.5 Sistematika Penulisan

Penulisan laporan hasil penelitian, diberikan uraian bab demi bab yang

berurutan untuk mempermudah pembahasan. Sistematikanya adalah sebagai

berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab I menguraikan berbagai hal mengenai latar belakang penelitian,

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan

masalah, asumsi-asumsi dan sistematika penulisan. Uraian bab ini

dimaksudkan untuk menjelaskan latar belakang penelitian ini dilakukan

sehingga dapat memberi masukan sesuai dengan tujuan penelitian dengan

batasan-batasan dan asumsi yang digunakan.

BAB II STUDI PUSTAKA

Bab ini berisi mengenai landasan teori yang mendukung dan terkait

langsung dengan penelitian yang akan dilakukan dari buku, sumber

literatur lain, dan studi terhadap penelitian terdahulu.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi tentang uraian langkah-langkah penelitian yang dilakukan,

selain juga merupakan gambaran kerangka berpikir penulis dalam

melakukan penelitian dari awal sampai penelitian selesai.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini menyajikan pelaksanaan pengumpulan data, pengolahan data

berdasarkan teori dan data yang didapat dari penellitian.

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

Bab ini membahas tentang analisis dari output yang didapatkan dan

interpretasi hasil penelitian.

Page 9: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

I-5

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan target pencapaian dari tujuan penelitian dan

simpulan-simpulan yang diperoleh dari pembahasan bab-bab sebelumnya.

Bab ini juga menguraikan saran dan masukan bagi kelanjutan penelitian

yang telah dilakukan dan masukan bagi penanggung jawab dari tempat

penelitian.

Page 10: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tinjauan umum perusahaan dari

mulai sejarah berdirinya perusahaan sampai dengan orientasi keselamatan kerja di

perusahaan, proses produksi, dan landasan teori terkait masalah yang ditinjau dan

pemecahannya.

2.1 Gambaran Umum Perusahaan

2.1.1 Sejarah Berdirinya PT Sibalec

PT Sinar Baru Elektric (Sibalec) adalah perusahaan lampu pijar dan lampu

TL (neon) yang berdiri di Yogyakarta sejak tahun 1976 tepatnya di Jalan

Magelang KM 9,6 Denggung, Kelurahan Tridadi, Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Adapun ide pendirian PT Sibalec pada saat itu karena terinspirasi oleh adanya

kebutuhan akan peralatan-peralatan listrik khususnya lampu untuk penerangan

yang semakin besar. Kebutuhan lampu semakin besar, karena hampir semua

tempat dan semua lapisan masyarakat membutuhkan lampu sebagai alat

penerangan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan sekitar tahun 1976, sebagian

besar lampu yang dibutuhkan masyarakat masih merupakan barang impor dan

harganya mahal. Dengan kondisi seperti itu, kemudian muncul suatu pemikiran

untuk mendirikan pabrik lampu yang memproduksi lampu-lampu untuk

mencukupi kebutuhan dalam negeri. PT Sibalec didirikan dengan nomor akte

pendirian pabrik No. 50 tanggal 29/04/1976 yang diurus di notaris The Eng Gie

Yogyakarta. Sedangkan para perintis pendirian pabrik ini adalah:

1. Bapak Toto S, Bsc

2. Bapak Soepono

3. Bapak Bambang Soekotjo

PT Sibalec mulai menerima karyawan pada tanggal 1 April 1977, dan mulai

berproduksi pada tanggal 17 April 1977. Pada saat itu, produksi dilakukan dengan

menggunakan ijin daerah dan hanya memproduksi lampu pijar dan lampu TL. Ijin

produksi berasal dari pusat baru diperoleh pada tahun 1979 dengan dukungan dari

para pejabat teras Daerah Istimewa Yogyakarta seperti Sri Sultan Hamengku

Buwono IX, Sri Paduka KGPAA Pakualam VIII dan lain-lain.

Page 11: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-2

PT Sibalec awalnya menggunakan modal 100% swasta, tetapi kemudian

pemerintah memberikan modal berupa PMDN (Penanaman Modal Dalam

Negeri). Pada tahun 1989 didirikan cabang di Jakarta dan melakukan joint venture

dengan PT GE Lighting Indonesia pada bulan November 1996, dan dalam

perkembangannya akhirnya nama dan manajemen PT Sibalec dilebur menjadi satu

dengan PT GE Lighting Indonesia yang kemudian sampai sekarang mampu

melakukan ekspor produk sampai ke 20 negara besar di berbagai belahan dunia,

antara lain: UEA, Saudi Arabia, Selandia Baru, Ghana, Inggris, Singapura,

Australia, Belanda, Nigeria, Papua Nugini, Kuwait, Liberia, Hongkong, Qatar,

Jepang, Malaysia, Srilanka, Fiji, USA, Eden.

2.1.2 Sejarah Singkat Berdirinya PT GE Lighting Indonesia

GE (General Electric) merupakan salah satu perusahaan yang paling

dikagumi dan dihargai di dunia. Salah satu kunci keberhasilan GE adalah

penekanan produksi pada konsep manajemen kualitas yang dikenal dengan nama

Six Sigma, dimana dalam konsep six sigma setiap operasi (produksi dan transaksi)

tidak boleh melakukan kesalahan lebih dari 3,4 dalam setiap juta operasinya.

Perusahaan GE Lighting merupakan salah satu dari 12 cabang usaha yang

dikembangkan oleh perusahaan GE, yang berkantor pusat di Nela Park,

Cleveland, Ohio, Amerika Serikat, yang didirikan pada tahun 1913. Pendirian GE

Lighting tidak lepas dari sebuah penemuan besar tentang bola lampu oleh Thomas

Alva Edison, yang kemudian menjadi salah satu direktur perusahaan General

Electric itu sendiri. Jenis produk dari GE Lighting sangat beragam, meliputi

lampu pijar (incandescent), high intensity discharge, halogen, lampu otomotif,

dan lampu-lampu khusus yang lain.

PT General Electric Lighting Indonesia mulai beroperasi pada bulan Juni

1994 di Surabaya. Selanjutnya, perusahaan melakukan pengembangan usaha

dengan mengambil alih sebagian besar aset-aset manufaktur lampu dari PT

Sibalec di Yogyakarta pada tahun 1996. Akhirnya pada tanggal 20 Juli 1998

kantor pusat PT. GE Lighting Indonesia dipindahkan dari kota Surabaya ke kota

Yogyakarta.

Page 12: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-3

Secara umum, kegiatan utama dari PT GE Lighting Indonesia adalah

sebagai berikut:

a. Membangun dan mengoperasikan fasilitas manufaktur lampu untuk

memproduksi lampu Incandescent dan Fluorescent dengan merk “GE” dan

lampu dengan merk lain serta produk-produk yang terkait baik untuk

mencukupi kebutuhan domestik maupun mancanegara.

b. Membeli dan menjual Ballast untuk lampu Fluorescent serta lampu

Compact Fluorescent.

c. Menjual secara tidak langsung Fixtures dengan merk “GE”.

PT GE Lighting Indonesia hanya memproduksi dua jenis lampu yaitu lampu

pijar (incandescent) dan lampu neon (fluorescent) dan saat ini memproduksi

sekitar 100.000.000 lampu tiap tahunnya yang terdiri dari lampu pijar umum

(GLS), lampu decorative, lampu Linear Fluorescent (TL) dan lampu Circular

Fluorescent (neon cincin). Sedangkan merk yang digunakan adalah GE, DOP, dan

Sibalec.

2.1.3 Struktur Organisasi PT GE Lighting Indonesia

Struktur organisasi sangatlah penting dalam suatu perusahaan, dimana di

dalamnya memperlihatkan hubunga staff satu dengan yang lainnya, siapa saja

yang bertanggung jawab di departemen yang telah ditentukan. Hal ini tentunya

mempermudah perusahaan dalam mencapai tujuannya.

Adapun struktur organisasi dari PT GE Lighting Indonesia adalah sebagai

berikut:

Page 13: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-4

President Director

Internal AuditorManagement Representative

Operation Manager

Finance Manager

Commercial ISO BB

Legal Secretary Sensor Secreta

GM Commercial

Marketing ManagerC & I Sales Manager

Product ManagerConsumer Sales Manager

HR manager

Supply Chain Manager

Factory ManagerQuality & Six Sigma

Manager

Sales Admin Manager

Technology Manager

Sourcing Manager

Gambar 2.1 Struktur Organisasi di PT GE Lighting Indonesia

Sumber: PT GE Lighting Indonesia, 2011

2.2 Proses Produksi

Produksi lampu di PT GE Lighting Indonesia dilakukan dalam suatu

lintasan produksi yang terdiri atas mesin-mesin yang dikelompokkan menurut

produk lampu yang akan dibuat. Proses produksi di PT GE Lighting Indonesia

dibagi menurut produk yang dihasilkan, yaitu proses produksi lampu neon

(fluorescent) dan proses produksi lampu pijar (incandescent). Pada dasarnya

bahan yang digunakan pada kedua jenis produk ini hampir sama, hanya saja ada

perbedaan pada jenis glass penutup yang digunakan. Pada produk fluorescent

menggunakan glass berbentuk tube panjang (glass tube), sedangkan pada produk

incandescent menggunakan glass berbentuk bohlam (glass bulb). Sedang untuk

prosesnya, pada prinsipnya untuk kedua produk tersebut sama, hanya bentuk

mesinnya saja yang agak berbeda untuk menyesuaikan jenis lampu yang

diproduksi.

Page 14: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-5

2.2.1 Proses Pembuatan Lampu Pijar (Incandescent Lamp)

Jenis lampu yang digunakan adalah lampu clear, lampu coating, lampu

froted dan lampu colour (warna). Langkah-langkah proses pembuatannya yaitu :

a. Flare process

Bahan : flare tube

Urutan proses :

1. Bahan baku flare tube dipasangkan pada masing-masing head mesin

flare

2. Flare tube dipanaskan pada bagian yang akan dibentuk

3. Flare tube dipanaskan pada sisi bagian dalam dengan komposisi

pengapian ditambah uap CS2

4. Flare tube dibentuk menjadi bersudut dengan diameter tertentu dengan

berdasarkan MPC (Manufacturing Control Process)

5. Flare tube yang telah dibentuk didinginkan agar tidak mengalami

strength dan strain

6. Flare tube diturunkan untuk mendapatkan potongan atau panjang flare

yang distandarkan dalam MPC

7. Flare tube didinginkan pada sisi yang akan digores dengan pisau

8. Flare tube digores dengan pisau agar rata

9. Flare tube dipotong dengan teknik api tajam (thermo shock)

10. Ujung hasil potongan yang masuk standar memasuki proses glassing

dan annealing

11. Hasil flare tersebut langsung dilanjutkan ke proses steam

b. Steam Process

Bahan : flare, exhaust tube, LIW (Leat in Wire)

Urutan proses :

1. Flare yang telah dinyatakan sesuai dengan MPC dimasukkan ke dalam

bejana bervibrator

2. Flare secara otomastis masuk pada head steam

3. LIW secara otomatis masuk pada lubang yang tersedia sebanyak-

banyaknya

Page 15: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-6

4. Exhaust tube secara otomatis melalui loading exhaust tube diterima

oleh exhaust tube

5. Pada ujung flare dipanaskan sampai mencapai suhu leleh (melting)

supaya pada penjepit satu (pinching I) tidak retak atau pecah

6. Proses selanjutnya melalui penjepit satu (pinching I) dimana material

flare dan exhaust tube dijadikan satu

7. Pada bagian yang telah di pinching dipanaskan kembali untuk

dilakukan proses selanjutnya

8. Untuk mendapatkan ketebalan jepitan yang sesuai dilanjutkan dengan

proses pinching II

9. Dipanaskan kembali untuk persiapan proses blow dimana flare akan

dibentuk lebih menggembung

10. Material dipanaskan kembali untuk kemudian dibuat lubang dengan

cara meniupkan udara panas melalui lubang exhaust tube

11. Sebagai penyemburan dilakukan proses pinching III

12. Hasil proses steam diambil dari head steam dengan mount

c. Mounting process

Bahan : steam, cairan emiter sluri

Urutan proses :

1. Stem dimasukkan ke dalam conveyor

2. Steam dipindahkan dari conveyor ke head mounting

3. Kawat Ni direnggangkan, kemudian kawat tersebut dicetak

4. Kawat Ni dibentuk sesuai dengan standar lebar filamen dengan MPC

5. Kawat Ni dipotong sehingga panjang sama

6. Pada ujung Ni diproses (geping) sehingga mempunyai permukaan rata,

yang berfungsi sebagai penjepit filamen

7. Kedua ujung Ni ditekuk 45o

8. Kemudian ditekuk kembali sehingga membentuk sudut 90o

9. Kedua ujung Ni disempurnakan posisinya agar filamen dapat masuk

dengan tepat dan benar

Page 16: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-7

10. Filamen dilakukan secara otomatis dan conveyor filamen ke ujung

kawat Ni yang telah ditekuk dan kemudian melalui proses penjepitan

dengan kawat Ni

11. Filamen yang dijepit direnggangkan untuk kemudian diberikan oxide

atau emix

12. Untuk menjaga kerataan oxide atau emix pada filamen diberikan

hisapan angin dengan tekanan udara

13. Filamen dirapatkan kembali untuk mendapatkan lebar LIW sesuai

dengan MPC

14. Mounting dikeluarkan dari head mounting dengan menarik unloading

ke conveyor output untuk disortir sebelum digunakan pada proses

sealing

d. Sealing process

Bahan : coated glass tube, mounting E,mounting D

Urutan proses :

1. Mounting E atau proses mounting E dimasukkan pada spindel sealing

dengan otomatis

2. Glass tube masuk pada cakram head sealing secara otomatis

3. Antara glass tube dan mounting E dirapatkan dengan menurunkan

posisi glass tube

4. Antena mounting E dan glass tube digabung menjadi satu dengan

proses sealing

5. Dilakukan pencetakan dengan model E

6. Proses pemutaran glass tube sebesar 180o, sehingga posisi E berada di

atas, bersamaan itu juga dimasukkan mounting D

7. Antara glass tube dan mounting D dirapatkan dengan menurunkan

posisi glass tube

8. Antara glass tube dan mounting D digabung menjadi sealing

9. Dilakukan pencetakan dengan mounting D

10. Hasil proses sealing dipindahkan ke conveyor D

11. LIW pada exhaust E diposisikan supaya 90o dengan exhaust tube E

12. Exhaust tube E dipanasi lalu di bending

Page 17: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-8

13. Pada conveyor II dilakukan pengecetan lampu dan pemotongan exhaust

tube D

e. Exhaust Process

Bahan : gas argon, merkuri, glass, dan proses sealing

Urutan proses :

1. Memasukkan glass proses sealing yang terdapat pada rak conveyor

output sealing ke head bendex

2. Glass melalui proses vakum dan pemanasan di oven sehingga mencapai

di atas melting point dan penipuan nitrogen pada akhir pemanasan

3. Setelah keluar dari oven glass di roll dan ditiup dengan angin

compresor menjadi lampu lingkaran

4. Lampu melalui exhaust atau pemvakuman dan proses activiting current

untuk mentreatment filamen hingga proses pengisian argon

5. Memasukkan gas argon ke dalam lampu (untuk sistem argon washing)

ditujukan untuk mengeluarkan impuriti yang terdapat dalam lampu

6. Memasukkan merkuri ke dalam lampu sebagai pengisian merkuri akhir

(argon filling)

7. Memasukkan argon ke dalam lampu sebagai pengisian argon (argon

filling)

8. Lampu melalui proses pemotongsn exhaust tube (tipping off)

9. Lampu diambil dari head dan diletakkan pada conveyor output

f. Bassing procesess

Peralatan : mesin, mesin gerinda

Urutan proses :

1. Lampu hasil proses exhaust, socket procesess cement filter

2. Untuk mempermudah dalam pemasangan socket lampu didinginkan

oleh blower pendinginan

3. Tes lacoli sebagai alat untuk mendeteksi apakah lampu dalam keadaan

baik yang siap untuk diproses berikutnya atau lampu jelek yang harus

dipisahkan

4. Memasang socket crimping dimasukkan ke dalam mecanic crimping

Page 18: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-9

5. Untuk lampu yang menggunakan socket crimping dimasukkan ke dalam

mechanic crimping

6. Memasukkan lampu ke head bassing dengan menggunakan loading

mechanic

7. Untuk menyempurnakan proses burner sehingga socket dan lampu

dapat melekat

8. Memasukkan lampu dalam conveyor gerinda proses pemotongan kawat

LIW dan mencapai dimensi panjang lampu

9. Lampu selanjutnya diproses ageing

g. Ageing Processes

Peralatan : mesin ageing

Bahan : lampu output basing

Urutan proses :

1. Lampu output basing dimasukkan ke dalam head ageing

2. Lampu melalui proses ageing

3. Lampu dikeluarkan dari head ageing dan disortir melalui proses base

hasil pemotongan gerinda

4. Kedua ujung pin diberi timah solder untuk produk non crimping

5. Lampu dimasukkan ke dalam conveyor final test untuk proses akhir

6. Lampu dites di dimensi panjang lampu

7. Lampu dites menyala

8. Lampu dites ke dalam filamen

9. Lampu yang akan disortir akan memisah secara otomatis

10. Lampu yang disortir akan dites ulang dengan menggunakan tes manual

11. Lampu yang baik akan dilanjutkan ke proses pengepakan

2.2.2 Proses Pembuatan Lampu FL (Fluorescent Lamp)

Dalam proses pembuatan lampu FL (Fluorescent Lamp) terdiri dari

beberapa proses yakni :

a. Flare process

b. Steam process

c. Mounting process

d. Washing coating process

Page 19: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-10

e. Baking process

f. Sealing process

g. Exhaust process

h. Basing process

i. Ageing process

Adapun yang membedakan dari proses pembuatan lampu pijar yaitu pada

proses pembuatan lampu FL menggunakan glass tube, sedangkan pada lampu

pijar menggunakan glass bulb. Perbedaan lainnya yaitu :

a. Washing coating process

Bahan : glass tube

Urutan proses :

1. Glass tube dari dimasukkan dalam proses washing coating

2. Loading adalah pemasukan glass tube ke mesin washing atau coating

3. Washing adalah proses pencucian sisi pada glass tube

4. Drying I adalah proses pengeringan air pada glass tube setelah dicuci

(washing) Coating adalah proses pemberian sejumlah campuran

phospor pada sisi dalam glass tube

5. Drying II adalah proses pengeringan phospor yang lekat pada sisi glass

tube

6. Unloading adalah pengambilan glass tube dari mesin washing/coating

7. Dari hasil wahing dan coating ini dapat diajukan ke proses berikutnya

apabila dari hasil belum oke disebut dengan kegagalan proses (reject)

8. Reject adalah gelas yang tidak sesuai dengan standar yang tidak

disepakati dapat digunakan kembali dengan sebelumnya diproses ulang

9. Rewashing yaitu proses menghilangkan coating yang sebelumnya

dipanasi terlebih dahulu kemudian disekat sehingga coating benar-

benar hilang, selanjutnya dapat dimasukkan dalam proses coating.

b. Baking process

Peralatan : mesin baking

Bahan : coating glass

Urutan proses :

Page 20: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-11

1. Glass hasil proses washing coating dimasukkan ke dalam conveyor

input baking

2. Glass dipanasi pada kedua ujung sebagai proses pengeringan

3. Kedua ujung glass dikerok bagian coating dengan ukuran MPC

4. Salah satu ujung gelas diberi cap atau monogram

5. Glass dipanaskan pada posisi cap sebagai pengeringan asal tinta cap

6. Glass dimasukkan ke dalam baking untuk menyempurnakan

pengeringan coating

7. Glass dikeluarkan dari baking kemudian masuk ke conveyor output

untuk pendinginan dan siap digunakan dalam proses sealing

2.2.3 Proses Pembuatan Lampu FCL (Fluorescent Circle Lamp)

a. Flare process

b. Steam process

c. Mounting process

d. Washing coating process

e. Baking process

f. Sealing process

g. Bendex (bending exhaust) process

h. Capping process

Pada dasarnya proses pembuatan FCL dengan FL sama, adapun yang

membedakan yaitu proses pembuatan FL dengan basing dan ageing process,

sedangkan FCL menggunakan capping process, yaitu :

Peralatan : gunting

Bahan : lampu bending, socket per pin, isolator

Urutan proses :

1. Mengecek lampu bending untuk mengetahui hidup dan mati

2. Lampu mati dipisahkan dari lampu hidup

3. LIW dari lamu hasil proses bending yang hidup dimasuki isolator

4. Memasang socket pada lampu tersebut

5. Menarik LIW dan gunting LIW rata dengan pin socket

6. Meletakkan lampu ke conveyor untuk di ageing

Page 21: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-12

2.3 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

Kebijakan K3 merupakan komitmen dari pimpinan tertinggi perusahaan

untuk menerapkan K3 yang dilaksanakan perusahaan dalam upaya mencegah dan

mengurangi terjadinya kecelakaan kerja. Kegiatan K3 di PT GE Lighting

Indonesia dikoordinir oleh departement Environment, Health, and Safety (EHS)

dengan persetujuan dari manager operasional untuk setiap eventnya. Dalam

pelaksanaannya departemen EHS dibantu oleh komisi Panitia Pembina

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) dan didukung oleh seluruh lapisan

tenaga kerja di PT GE Lighting Indonesia itu sendiri serta pihak lain yang terkait

1. Visi

Telah menjadi tujuan PT GE Lighting Indonesia untuk menjadi pemimpin

dunia tentang mutu tanpa terkecuali. Kami dapat meraih tujuan tersebut dengan

memproduksi dan menyediakan produk serta jasa-jasa yang secara taat mematuhi

semua spesifikasi kami, serta memuaskan keinginan dan harapan pelanggan kami.

Berkaitan dengan itu maka kami bertekad pada diri kami sendiri untuk hanya

mencapai dan menerima hal tersebut yang kami laksanakan dengan sempurna.

2. Misi

Memproduksi, menjual dan mengembangkan mutu produksi dan jasa

dengan kelas dunia untuk pasar produksi serta mancanegara melalui suatu

kombinasi antara teknologi PT GE Lighting Indonesia dengan keunggulan

Indonesia yang akan memberikan manfaat kembali pada stake holder.

3. Target dan Sasaran

PT GE Lighting Indonesia menetapkan target yang sangat tinggi untuk

meningkatkan performansi perusahaan di bidang kesehatan, keselamatan, dan

lingkungan. Untuk itu semua manager, semua pimpinan dan semua tenaga kerja

yang terkait harus bertanggung jawab terhadap performansi K3 di areanya. Target

ini ditinjau ulang tiap tahunnya oleh manajemen, tenaga kerja dan EHS.

2.3.1 Orientasi Keselamatan Kerja

PT GE Lighting Indonesia melakukan pengawasan yang ketat terhadap

kondisi pabrik. Adapun tujuan dari program ini adalah untuk memastikan

keselamatan selama dalam pabrik. Program ini di bawah pengawasan departemen

Page 22: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-13

Environment, Health, and Safety (EHS). Beberapa petunjuk dasar yang harus

diikuti dalam pabrik, yaitu:

a. Dilarang merokok kecuali di tempat yang sudah ditentukan.

b. Selalu mengenakan peralatan pelindung diri.

c. Name tag / badge harus dipakai selama dalam lokasi pabrik.

d. Mengkoordinasikan semua pekerjaan dengan supervisor bagian operasi.

e. Bila terjadi kecelakaan segera dilaporkan ke poliklinik dan departemen

EHS.

f. Untuk dapat bekerja di dalam pabrik, surat ijin kerja harus terpasang di

lokasi kerja.

g. Dilarang menyentuh tombol peralatan kecuali dengan ijin dan kehadiran

bagian produksi.

h. Kecepatan maksimal di dalam pabrik maksimal 5 km/jam.

i. Menjaga kebersihan dan mematuhi aturan pembuangan sampah yang

berlaku.

j. Dilarang menulis atau menggambat pada peralatan.

k. Dilarang bercanda di pabrik.

l. Mengenal suara alarm dan tempat berkumpul darurat.

m. Selama keadaan darurat dilarang berlari.

2.3.2 Faktor Bahaya

Beberapa bahaya yang terdapat di PT GE Lighting Indonesia berasal dari

tidak hanya hasil wawancara dengan manager beserta staf EHS tapi juga

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya pada tahun 2009. Beberapa faktor

bahaya tersebut adalah sebagai berikut :

1. Faktor Bahaya Fisik

a. Kebisingan

Bunyi didengar sebagai rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran

melalui media elastis, dan manakala bunyi-bunyi tersebut tidak dikehendaki, maka

dinyatakan sebagai kebisingan (Suma’mur, 1996).

Kebisingan yang terjadi di area produksi PT GE Lighting Indonesia berasal

dari mekanik-mekanik yang beroperasi selama proses produksi berlangsung,

Page 23: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-14

disamping itu pula sumber bising berasal dari kipas. Waktu pemaparan 8 jam per

hari, hal ini didasarkan dari lama kerja tiap shift perusahaan. Berdasarkan

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999 mengenai Nilai

Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja maka intensitas kebisingan yang

dianjurkan adalah 85 dBA. Jenis kebisingan adalah kontinu dengan spektrum

frekuensi yang luas.

Menurut Sugeng dkk. (1992), kebisingan akan berpengaruh terhadap tenaga

kerja, diantaranya adalah

1) Mengurangi kenyamanan saat bekerja

2) Mengganggu komunikasi atau percakapan pekerja

3) Mengurangi konsentrasi

4) Menurunkan daya dengar, baik yang bersifat sementara atau permanen

5) Tuli akibat kebisingan.

b. Radiasi

Radiasi yang ada di tempat kerja mempunyai pengaruh terhadap tenaga

kerja di PT GE Lighting Indonesia terdapat banyak sumber yang bisa

menimbulkan radiasi seperti pemancar untuk internet atau komputer, generator

yang menghasikan frekuensi tinggi dan ultra tinggi dengan dasar pemanasan

logam dan dielektrika, dan terdapat pula dari sinar ultraviolet. Tabel 2.1 di bawah

ini menunjukkan nilai ambang batas untuk gelombang mikro dan tabel 2.2

menunjukkan nilai ambang batas untuk sinar ultraviolet. Keduanya ditetapkan

berdasarkan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-51/MEN/1999,

sebagai berikut :

Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Frekuensi Radio/Gelombang Mikro

FrekuensiPower Density

(nW/cm2)

Kekuatan Medan

Listrik (V/m)

Kekuatan Medan

Magnet (A/m)

Rata-Rata Waktu

Pemaparan (menit)

30 kHz-100 kHz 614 163 6

100 kHz - 3 MHz 614 16,3/f 6

3 MHz - 30 MHz 1842/f 16,3/f 6

30 MHz - 100 Mhz 61,4 16,3/f 6

100 MHz - 300 MHz 1 61,4 0,163 6

300 MHz - 3 GHz 300 6

3 GHz - 15 GHz 10 6

15 GHz - 300 GHz 10 616.000/f1.2

Sumber : Sugeng dkk., 1992

Page 24: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-15

Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas untuk Pemaparan Sinar Ultraviolet

Lama pemaparan

per Hari

Radiasi Efektif (E.eff) -

W/cm3

8 jam 0,1

4 jam 0,2

2 jam 0,4

1 jam 0,8

30 menit 1,7

15 menit 3,3

8 menit 5

5menit 10

1 menit 50

30 detik 100

10 detik 300

1 detik 3000

0,5 detik 6000

0,1 detik 30000 Sumber : Sugeng dkk., 1992

c. Getaran Mekanis

Getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah

bolak-balik dari kedudukan setimbang (Sugeng dkk.,1992). Proses industrialisasi

dan modernisasi teknologi selalu disertai mesin-mesin atau alat-alat mekanis

lainnya yang dijalankan dengan suatu motor. Sebagian dari kekuatan mekanis ini

disalurkan kepada tubuh tenaga kerja atau lainnya dalam bentuk getaran mekanis.

Getaran mekanis yang ada di PT GE Lighting Indonesia tidak terlalu terasa

mengganggu tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Berdasarkan

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999 mengenai Nilai

Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja maka untuk pemaparan 4 jam dan

kurang dari 8 jam diketahui bahwa nilai percepatan maksimalnya 4m/det2 dan

frekuensi dominannya 0,4.

d. Cuaca kerja

Suhu tubuh manusia dipertahankan hampir menetap oleh suatu sistem

pengatur suhu. Cuaca kerja adalah kombinasi antara suhu udara, kelembaban

udara, kecepatan gerakan, dan suhu radiasi. Di PT GE Lighting Indonesia sumber

panas berasal dari mesin-mesin atau peralatan produksi. Akibat dari suhu tinggi

ini antara lain heat cramps, heat exhaustion, dan heat stroke. Pencegahan sakit

akibat suhu tinggi ini dengan cara aklitimasi (Sugeng dkk.,1992).

Page 25: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-16

e. Penerangan

Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek-obyek

yang dikerjakannya secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu.

Penerangan berasal dari lampu yang dipasang di langit-langit ruangan. Untuk

siang hari penerangan dibantu oleh cahaya matahari yang masuk melalui ventilasi.

Khusus untuk ruang produksi dan packing, matahari bisa masuk melalui atap atau

ducting. Sedangkan pada malam hari penerangan berasal dari lampu di langit-

langit ruang ditambah dengan lampu pijar atau neon yang diletakkan dekat dengan

operator yang pekerjaannya memerlukan ketelitian seperti memasang filamen,

membengkokkan LIW, memasang sistem lain-lain. Waktu pemaparan adalah

selama 8 jam per hari.

Para ahli berpendapat bahwa penerangan yang buruk dapat berakibat :

1) Kelelahan mata akibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja

2) Memperpanjang waktu kerja

3) Keluhan pegal di daerah mata dan sakit di sekitar mata

4) Kerusakan indera mata

5) Kelelahan mental

6) Menimbulkan kecelakaan (Sugeng dkk., 1992).

Peraturan Pemerintah dalam PMP No.& tahun 1964, mengatur tentang

syarat-syarat kesehatan, kebersihan serta penerangan dalam tempat kerja, sebagai

contoh penerangan untuk jalan atau halaman dalam lingkungan perusahaan

minimal 20 lux, pekerjaa yang hanya membedakan barang kasar membutuhkan 50

lux, dan untuk membedakan barang kecil membutuhkan 100 lux.

2. Faktor Bahaya Kimia

PT GE Lighting Indonesia telah menyusun Material Safety Data Sheet

(MSDS) dan prosedur kerja untuk mencegah dan menanggulangi kebocoran atau

tumpahan bahan kimia, dimana penyusunannya MSDS telah sesuai dengan

Kepmenaker No. 187/MEN/1999 tentang pengendalian bahan kimia di tempat

kerja (Depnaker RI,1999).

Page 26: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-17

a. Merkuri

Merkuri merupakan salah satu unsur yang bersifat logam dan berbentuk

cair. Dalam sistem periodik unsur terletak pada golongan 1b dengan nomer atom

80 dan berat 200,59.

Sifat-sifat logam merkuri :

1) Berwujud cair pada suhu kamar

2) Tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa

3) Mudah menguap

4) Penghantar listrik yang sangat baik

5) Unsur yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup baik dalam bentuk

tunggal maupun perseyawaan.

Penggunaan merkuri di PT GE Lighting Indonesia dapat dijumpai pada

proses produksi lampu FL dan FCL. Untuk melindungi tenaga kerja dari dampak

bahaya pemaparan merkuri ditetapkan nilai ambang batas pemaparan di

lingkungan kerja dan dalam tubuh tenaga kerja melalui sampling urin yang

dilaksanakan tiap bulan. Nilai ambang batas tersebut adalah 25 μg/m3 di udara dan

dalam air seni sebesar 50 μg/g Cr.

Cara pemaparan bisa melalui kontak langsung, terhisap, dan tertelan.

Keracunan akut dapat terjadi akibat tertelan merkuri, atau menghirup uap

merkuri. Gejala yang biasa muncul adalah depresi, iritasi, respon berlebihan

terhadap stimulasi, malu yang berlebihan, insomnia, ketidakstabilan emosional,

pelupa, bingung, dan gemetar yang tidak terkontrol.

b. Asam sulfat (H2SO4)

Sifat-sifat asam sulfat antara lain :

1) Bersifat oksidator

2) Tidak mudah terbakar

3) Sangat korosif

4) Bersifat racun pada tubuh manusia

5) Dapat menimbulkan luka bakar

Penggunaan H2SO4 di PT GE Lighting Indonesia dijumpai pada pembuatan

filamen untuk lampu pijar di laboratorium Quality Control. Asam sulfat

digunakan sebagai campuran pada pemurnian red phospore. Asam sulfat yang

Page 27: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-18

digunakan adalah larutan asam sulfat yang berasal dari 30,418 ml asam sulfat

pekat yang kemudian diencerkan dengan aquades sampai volume 500 ml.

Tenaga kerja yang terpapar asam sulfat adalah tenaga kerja yang bekerja di

laboratorium QC saja sehingga tenaga kerja wajib memakai sarung tangan,

masker dan appron khusus.

2.3.3 Potensi Bahaya

Potensi bahaya yang terdapat di lingkungan kerja PT GE Lighting Indonesia

didapatkan dari hasil diskusi dengan manajer dan staf Enviroment, Health and

Safety (EHS), hasilnya adalah sebagai berikut :

1. Kebakaran

Pengelasan atau pemotongan dekat bahan kimia yang mudah terbakar dan

juga meninggalkan kran hydrogen atau oksigen dalam keadaan terbuka dapat

menimbulkan potensi bahaya berupa kebakaran. Bila terjadi kebakaran

perusahaan telah menyediakan alat-alat pemadam kebakaran berupa alat pemadam

api ringan (APAR), alarm, hydrant box di setiap unti dan ruangan-ruangan.

2. Peledakan

Peledakan dapat saja terjadi di tiap-tiap unit, khususnya spuyer gas pada

deretan lampu. Bahn-bahan kimia yang dihasilkan juga dapat menimbulkan

terjadinya peledakan. Karena adanya bahaya peledakan ini, perusahaan memasang

safety valve dan melatih operator agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

3. Mesin dan tempat kerja

Perusahaan menggunakan mesin-mesin dan peralatan kerja yang dalam

pengoperasiannya memiliki bahaya seperti terpeleset, tersengat listrik atau

tersentuh benda panas, terjatuh dari ketinggian tertentu, kejatuhan benda, tertarik

mesin berputar, tergores, terkena pecahan kaca, terjepit dan terbentur benda.

2.3.4 Sistem Investigasi PT GE Lighting Indonesia

Investigasi kecelakaan kerja dilakukan dengan melalui tahapan yang efektif

meliputi pemberitahuan kecelakaan kerja, pengumpulan data, analisis kecelakaan,

rekomendasi dan tindakan lanjut penyebab dari suatu kecelakaan kerja. Investigasi

dilakukan setelah terjadinya suatu kecelakaan kerja. Prosedur penanganan

kecelakaan kerja saat ini dipegang oleh departemen EHS dimana tim investigasi

Page 28: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-19

terdiri dari kepala bagian lokasi kejadian, engineering, EHS, P2K3, staf ahli pada

bagian terkait. Dibawah ini ditunjukkan prosedur pelaporan kecelakaan kerja.

MulaiMulaiNear miss?

5.0 Korban/saksi

1. Memberi tahu Group leader/

foreman/section manager

5.1 Pengantar Korban

1. Membawa korban ke poliklinik

2. Memberitahukan grup leader,

foreman atau section manager.

5.2 Perawat

1. Merawat korban

Meninggal ?Meninggal ?

5.9 Perawat

1. Menghubungi dokter perusahaan

2. Memberitahu EHS manajer, HR

manajer, dan functional leader korban

3. Membuat laporan kecelakaan dan

membagikan salinannya.

5.9 Perawat

1. Menghubungi dokter perusahaan

2. Memberitahu EHS manajer, HR

manajer, dan functional leader korban

3. Membuat laporan kecelakaan dan

membagikan salinannya.

5.10 Dokter perusahaan

1. Memeriksa korban

2. Membuat laporan kematian

3. Mengirim korban ke rumah sakit

untuk visum

5.10 Dokter perusahaan

1. Memeriksa korban

2. Membuat laporan kematian

3. Mengirim korban ke rumah sakit

untuk visum

5.11 HR Manajer

1. Memberitahukan ke presiden direktur

2. Melaporkan kejadian kematian ke polisi

resort dan dinas tenaga kerja Sleman

3. Memberitahukan keluarga korban

5.11 HR Manajer

1. Memberitahukan ke presiden direktur

2. Melaporkan kejadian kematian ke polisi

resort dan dinas tenaga kerja Sleman

3. Memberitahukan keluarga korban

5.12 EHS Manajer

1. Melaporkan kejadian kematian ke EHS

tingkat bisnis di Nela Park

2. Menunjuk dan memimpin tim penyelidik

kecelakaan

5.12 EHS Manajer

1. Melaporkan kejadian kematian ke EHS

tingkat bisnis di Nela Park

2. Menunjuk dan memimpin tim penyelidik

kecelakaan

5.13 Perawat

1. Membuat laporan kecelakaan dan membagikan salinannya.

5.13 Perawat

1. Membuat laporan kecelakaan dan membagikan salinannya.Ke RS ?Ke RS ?

5.3 Perawat

1. Membuat surat rujukan ke RS dan

menyimpan salinannya

2. Membuat laporan kecelakaan dan

memberikan salinannya

5.3 Perawat

1. Membuat surat rujukan ke RS dan

menyimpan salinannya

2. Membuat laporan kecelakaan dan

memberikan salinannya

5.15 EHS Engineer/Foreman/GL/korban

1. Melakukan penyelidikan kecelakaan kerja

2. Mendistribusikan laporan penyelidikan termasuk kepada

seluruh karyawan

3. Melakukan tindakan perbaikan

4. Melakukan evaluasi efektif tindakan tersebut.

5.15 EHS Engineer/Foreman/GL/korban

1. Melakukan penyelidikan kecelakaan kerja

2. Mendistribusikan laporan penyelidikan termasuk kepada

seluruh karyawan

3. Melakukan tindakan perbaikan

4. Melakukan evaluasi efektif tindakan tersebut.

5. 16 HR Officer

1. Melaporkan ke Depnaker

5. 16 HR Officer

1. Melaporkan ke Depnaker

Perlu tempat kerja sementara?Perlu tempat kerja sementara?

5.7 Dokter Perusahaan

1. Menganalisis tempat kerja yang

tepat untuk korban sebagai tempat

kerja sementara

5.7 Dokter Perusahaan

1. Menganalisis tempat kerja yang

tepat untuk korban sebagai tempat

kerja sementara

5. 16 HR Officer

1. Mendiskusikan dengan departemen

yang bersangkutan atau departemen

lain untuk penempatan korban

2. Melaporkan ke Depnaker

5. 16 HR Officer

1. Mendiskusikan dengan departemen

yang bersangkutan atau departemen

lain untuk penempatan korban

2. Melaporkan ke Depnaker

5. 4 HR Officer

1. Membawa korban ke RS

2. Memantau perawatan korban

3. Meminta diagnosa dari RS untuk diberikan ke

dokter perusahaan

4. Meminta hasil laboratorium atau hasil pengujian

lain dari RS untuk diberikan ke dokter perusahaan

5. 4 HR Officer

1. Membawa korban ke RS

2. Memantau perawatan korban

3. Meminta diagnosa dari RS untuk diberikan ke

dokter perusahaan

4. Meminta hasil laboratorium atau hasil pengujian

lain dari RS untuk diberikan ke dokter perusahaan

5. 5 Dokter Perusahaan

1. Menganalisis diagnosa dari RS untuk

keperluan selanjutnya.

5. 5 Dokter Perusahaan

1. Menganalisis diagnosa dari RS untuk

keperluan selanjutnya.

Korban mampu bekerja ?Korban mampu bekerja ?

5. 6 HR Officer

1. Memantau perawatan korban

5. 6 HR Officer

1. Memantau perawatan korban

5. 18 Foremen/Section Manajer

1. Membuat laporan nearmiss dan

membagikan salinannya

5. 18 Foremen/Section Manajer

1. Membuat laporan nearmiss dan

membagikan salinannya

5. 20 EHS Engineer dan Foreman, GL/

Karyawan

1. Melakukan penyelidikan kecelakaan kerja

2. Mendistribusikan laporan penyelidikan

3. Melakukan corrective action

4. Mengevaluasi efektivitas corrective action

5. 20 EHS Engineer dan Foreman, GL/

Karyawan

1. Melakukan penyelidikan kecelakaan kerja

2. Mendistribusikan laporan penyelidikan

3. Melakukan corrective action

4. Mengevaluasi efektivitas corrective action

SelesaiSelesai

Ya

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Gambar 2.2 Prosedur Sistem EHS Sumber : PT GE Lighting Indonesia,2002

Page 29: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-20

2.4 Landasan Teori

2.4.1 Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja adalah merupakan segala sarana dan upaya untuk

mencegah terjadinya suatu kecelakaan kerja (Silalahi, 1991). Menurut

Simanjuntak (1994) keselamatan adalah suatu kondisi yang bebas dari risiko

kecelakaan atau kerusakan dengan risiko yang relatif sangat kecil di bawah tingkat

tertentu.

ILO atau WHO Joint Safety and Helath Committee menyatakan bahwa

kesehatan dan keselamatan kerja adalah :

a. Promosi dan ememlihara derajat tertinggi semua pekerja baik secara fisik,

mental, dan kesejahteraan sosial di semua jenis pekerjaan

b. Untuk mencegah penurunan kersehatan dan terjadinya kecelakaan atau

cidera yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan mereka

c. Melindungi pekerja pada setiap pekerjaan dan risiko yang timbul dari

faktor-faktor yang dapat mengganggu keselamatan dan kesehatan pekerja

d. Penempatan dan memelihara pekerja di lingkungan kerja yang sesuai

dengan kondisi fisiologis dan psikologis pekerja dan untuk menciptakan

kesesusaian anatar pekerjaan dengan pekerja dan setiap orang dengan

tugasnya.

Tujuan dari keselamatan kerja menurut Suma’mur (1996) yaitu :

a. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan

pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta

produktivitas nasional

b. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja

c. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.

2.4.2 Definisi dan Macam-Macam Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan

yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap

proses. Juga kecelakaan ini biasanya terjadi akibat kontak dengan zat atau sumber

energi (Sugeng dkk., 1992).

Berdasarkan selang waktu akibatnya, kecelakaan terbagi menjadi dua yaitu

kecelakaan langsung dan kecelakaan tidak langsung. Kecelakaan langsung

Page 30: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-21

merupakan kecelakaan yang akibatnya langsung tampak atau terasa. Sedangkan

kecelakaan tidak langsung adalah kecelakaan yang akibatnya baru tampak atau

terasa setelah ada selang waktu dari saat kejadiannya (Suma’mur, 1996).

Berdasarkan dari sisi korbannya, kecelakaan juga terbagi menjadi dua yaitu

kecelakaan dengan korban manusia dan kecelakaan tanpa korban manusia.

Kecelakaan dengan korban manusia juga terbagi lagi menjadi tiga bagian yaitu

kecelakaan diukur berdasarkan besar-kecilnya kerugian material, kekacauan

organisasi kerja, maupun dampak negatif yang diakibatkannya (Suma’mur, 1996).

Manusia juga merupakan salah satu penyebab kecelakaan kerja atau tingkah

laku tidak aman. Adapun faktor penyebab tingkah laku tidak aman yaitu faktor

kebiasaan, emosi atau psikologi dan kurang terampil. (Suma’mur, 1996),

menyimpulkan bahwa kurang lebih 80 % kecelakaan kerja disebabkan oleh

tingkah laku dan kelalaian manusia yang tidak aman.

Mesin atau alat produksi juga merupakan penyebab kecelakaan kerja. Hal

ini dapat disebabkan karena bagian-bagian mesin selalu bergerak dan berputar.

Dan pergeseran pada mesin atau alat produksi dapat menimbulkan suhu yang

tinggi sehingga bila kontak bahan yang mudah terbakar dapat menimbulkan

kebakaran.

Selain manusia dan mesin, lingkungan kerja juga dapat mempengaruhi

kecelakaan kerja. Hubungan mesin dengan operator atau manusia sangat

berpengaruh sekali karena mesin dapat menimbulkan suatu kecelakaan apabila

seorang operator mengalami keteledoran dalam menjalankan mesin atau alat

produksi. Di bawah ini merupakan gambar klasifikasi kecelakaan kerja menurut

ILO tahun 1962, adalah sebagai berikut :

Page 31: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-22

Klasifikasi Kerja Menurut

Tipe

Klasifikasi Kerja Menurut

Tipe

1. Orang jatuh

2. Terpukul benda jatuh

3. Tersentuh/terpukul

benda yang tidak bergerak

4. Terjepit antara dua

benda

5. Gerakan yang dipaksa

6. Terkena suhu yang

ekstern

7. Tersengat arus listrik

8. Terkena benda-benda

atau radiasi

9. Dan lain-lain

1. Orang jatuh

2. Terpukul benda jatuh

3. Tersentuh/terpukul

benda yang tidak bergerak

4. Terjepit antara dua

benda

5. Gerakan yang dipaksa

6. Terkena suhu yang

ekstern

7. Tersengat arus listrik

8. Terkena benda-benda

atau radiasi

9. Dan lain-lain

Klasifikasi Kerja Menurut

Penyebabnya

Klasifikasi Kerja Menurut

Penyebabnya

1. Mesin

- Penggerak utama

kecuali motor listrik

- Gigi transmisi mesin

- Mesin kayu

- Mesin pertanian

2. Alat-alat pengangkut dan

sarana angkutan

- Mesin dan perlengkapan

pengangkat

- Pengangkut di atas rel

- Pengangkut lainnya

selain di atas rel

3. Perlengkapan lainnya

- Bejana bertekanan

- Dapur oven pembakaran

- Pusat-pusat pendinginan

- Instalasi listrik termasuk

motor listrik tetapi

dikecualikan alat-alat listrik

atau tangan

- Alat-alat kerja dan

perlengkapanya kecuali

alat-alat listrik, tangga,

perancah, atau steget

- Bahan-bahan seperti

zat-zat dan radiasi (bahan

peledak, debu, gas, cairan,

zat-zat lain yang belum

termasuk golongan

tersebut (hewan, penyebab

lain)

- Penyebab-penyebab

yang belum termasuk

golongan tersebut atau

data tidak memadai

1. Mesin

- Penggerak utama

kecuali motor listrik

- Gigi transmisi mesin

- Mesin kayu

- Mesin pertanian

2. Alat-alat pengangkut dan

sarana angkutan

- Mesin dan perlengkapan

pengangkat

- Pengangkut di atas rel

- Pengangkut lainnya

selain di atas rel

3. Perlengkapan lainnya

- Bejana bertekanan

- Dapur oven pembakaran

- Pusat-pusat pendinginan

- Instalasi listrik termasuk

motor listrik tetapi

dikecualikan alat-alat listrik

atau tangan

- Alat-alat kerja dan

perlengkapanya kecuali

alat-alat listrik, tangga,

perancah, atau steget

- Bahan-bahan seperti

zat-zat dan radiasi (bahan

peledak, debu, gas, cairan,

zat-zat lain yang belum

termasuk golongan

tersebut (hewan, penyebab

lain)

- Penyebab-penyebab

yang belum termasuk

golongan tersebut atau

data tidak memadai

Klasifikasi Kerja Menurut

Jenis

Klasifikasi Kerja Menurut

Jenis

1. Fraktur retak

2. Dislokasi

3. Terkilir

4. Gegar otak

5. Amputasi dan enuklensi

6. Luka-luka lainnya

7. Luka-luka ringan

8. Memar dan remuk

9. Keracunan akut

10. Terbakar

11. Pengaruh cuaca

12. Sesak nafas

13. Akibat arus listrik

14. Akibat radiasi

15. Lain-lain luka

1. Fraktur retak

2. Dislokasi

3. Terkilir

4. Gegar otak

5. Amputasi dan enuklensi

6. Luka-luka lainnya

7. Luka-luka ringan

8. Memar dan remuk

9. Keracunan akut

10. Terbakar

11. Pengaruh cuaca

12. Sesak nafas

13. Akibat arus listrik

14. Akibat radiasi

15. Lain-lain luka

Klasifikasi Kerja

Menurut Lokasi luka

Klasifikasi Kerja

Menurut Lokasi luka

1. Kepala

2. Leher

3. Badan

4. Anggota atas

5. Aneka lokasi

6. Luka-luka umum

1. Kepala

2. Leher

3. Badan

4. Anggota atas

5. Aneka lokasi

6. Luka-luka umum

Gambar 2.3 Klasifikasi Kecelakaan Sumber : ILO, 1962

Dari klasifikasi diatas dapat disimpulkan bahwa kecelakaan kerja jarang

disebabkan oleh suatu faktor tertentu melainkan berbagai faktor sekaligus.

Dimana terjadi interaksi di berbagai unsur yang terlihat dalam kecelakaan itu

sendiri. Sebagaimana telah disinggung, faktor manusia merupakan faktor utama

kecelakaan kerja. Suma’mur (1996), mengungkapkan bahwa perubahan manusia

setiap waktu menimbulkan atau mengurai kecelakaan kerja.

Akibat kecelakaan kerja juga dapat dibagi atas dua kategori besar yakni

kerugian bersifat ekonomis dan kerugian bersifat non ekonomis. Maksud utama

dari analisa adalah untuk memberikan jawaban mengapa kecelakaan dapat terjadi,

sehingga dapat ditentukan bagaimana agar kecelakaan sejenis tidak terjadi lagi

(Suma’mur,1996).

Page 32: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-23

2.4.3 Potensi Bahaya dan Risiko

Potensi bahaya atau hazard merupakan segala hal atau sesuatu yang

mempunyai kemungkinan mengakibatkan kerugian baik pada harta benda,

lingkungan maupun manusia (Sugeng dkk., 1992).

Menurut Sugeng dkk. (1992), potensi bahaya sebagai sumber risiko

khusunya terhadap keselamatan atau kesehatan di perusahaan akan selalu

dijumpai, antara lain :

a. Faktor fisik : kebisingan, cahaya, radiasi, vibrasi, suhu, debu.

b. Faktor kimia : solven, gas, asap, uap, logam berat.

c. Faktor biologik : tumbuhan, hewan, bakteri, virus.

d. Aspek ergonomik: desain, sikap, dan cara kerja.

e. Stresor : tekanan produksi/beban kerja, monotomi, kejemuan

f. Listrik dan sumber energi lain.

g. Mesin, peralatan kerja, pesawat.

h. Kebakajaran, peledakan, kebocoran.

i. Tata rumah tangga (housekeeping).

j. Sistem manajemen perusahaan

k. Pelaksanaan manusia: perilaku,kondisi fisik, interaksi.

Ada beberapa definisi mengenai risiko diantaranya menurut Alijoyo dalam

Laudin (2007) memberikan definisi risiko berdasarkan dua sudut pandang:

Sudut pandang hasil atau output, risiko adalah “sebuah hasil atau output

yang tidak dapat diprediksikan dengan pasti, yang tidak disukai karena akan

menjadi kontra produktif”.

Sudut pandang proses, risiko adalah “faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi pencapaian tujuan, sehingga terjadi konsekuensi yang tidak

diinginkan”.

Sedangkan menurut Sugeng dkk. (1992), risiko adalah menifestasi atau

perwujudan potensi bahaya yang mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi

lebih besar, tergantung dari cara pengelolaannya, tingkat risiko mungkin berbeda

dari yang paling ringan sampai yang paling berat.

Menurut Silalahi (1991), kecelakaan dapat terjadi tanpa disangka-sangka

dalam waktu sekejap mata. Di dalam setiap kejadian, empat faktor bergerak dalam

Page 33: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-24

satu kesatuan berantai, yakni faktor lingkungan, bahaya, peralatan dan

perlengkapan dan manusia. Digambarkan dengan gambar 2.4 di bawah ini.

Gambar 2.4 Hubungan kecelakaan dan empat faktor berantai Sumber : Sugeng dkk., 1992.

2.5 Kategori Kecelakaan Kerja

Kategori kecelakaan kerja digunakan untuk mengelompokkan kasus-kasus

kecelakaan kerja yang serupa. Menurut Hughes (2001), ada beberapa kategori dasar

kecelakan kerja. Kategori dasar tersebut adalah

1. Kontak dengan mesin yang sedang bergerak atau material yang berada

dalam mesin

2. Terbentur benda yang bergerak, terbang, atau benda yang jatuh

3. Terkena kendaraan yang sedang bergerak

4. Terkena benda yang berada dalam kondisi tetap atau stasioner

5. Terluka pada waktu menangani pekerjaan, mengangkat barang, ataupun

membawanya

6. Terpeleset, tersandung, dan jatuh pada ketinggian yang sama

7. Terjatuh dari ketinggian

8. Terjebak dalam reruntuhan

9. Tenggelam atau sesak nafas

10. Terkena atau kontak dengan bahan/benda berbahaya

11. Terkena api atau benda panas

12. Terkena ledakan

Bahaya

Manusia Peralatan

Lingkungan

Page 34: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-25

13. Kontak dengan alat-alat listrik

14. Cedera karena binatang

15. Terluka karena serangan orang lain

16. Dan jenis-jenis kecelakaan kerja yang lain

Kategori di atas merupakan kategori yang umum digunakan untuk

pengkategorian kasus kecelakaan kerja. Dalam penelitian ini nantinya akan dilakukan

penyesuaian terhadap kategori yang sudah ada dengan kondisi PT GE Lighting

Indonesia. Penyesuaian dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi industri

manufaktur, gambaran kejadian kecelakaan kerja serta job task perusahaan.

2.6 Failure Modes and Effects Analysis (FMEA)

Failure modes and Effects Analysis (FMEA) merupakan metode yang

digunakan untuk mengidentifikasi risiko yang berpotensi untuk timbul, menentukan

pengaruh risiko kecelakaan kerja, dan mengidentifikasi tindakan untuk me-mitigasi

risiko tersebut (Crow, 2002). Oleh karena tidak mungkin untuk mengantisipasi semua

bentuk risiko, maka tim pengembang FMEA harus memformulasikan daftar berisi

risiko yang berpotensi untuk timbul dengan seluas mungkin. Penggunaan pendekatan

FMEA didasarkan pada alasan bahwa metode ini merupakan suatu teknik yang dapat

digunakan untuk melakukan analisa penyebab potensial timbulnya suatu gangguan,

probabilitas kemunculannya dan bagaimana cara mencegah atau menanganinya (Nord

dan Johansson, 1997; Christopher, 2003).

2.6.1 Definisi Failure Modes and Effects Analysis (FMEA)

Para ahli memiliki beberapa defenisi mengenai failure modes and effect

analysis, definisi tersebut tersebut memiliki arti yang cukup luas dan apabila

dievaluasi lebih dalam memiliki arti yang serupa. Definisi akan failure modes and

effect analysis tersebut disampaikan oleh :

1. Menurut Roger D. Leitch, definisi dari failure modes and effect analysis

adalah analisa teknik yang apabila dilakukan dengan tepat dan waktu

yang tepat akan memberikan nilai yang besar dalam membantu proses

pembuatan keputusan dari engineer selama perancangan dan

pengembangan. Analisa tersebut bisa disebut analisa “bottom up”, seperti

dilakukan pemeriksaan pada proses produksi dan mempertimbangkan

Page 35: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-26

kegagalan sistem yang merupakan hasil dari seluruh bentuk kegagalan

yang berbeda.

2. Menurut John Moubray, definisi dari failure modes and effect analysis

adalah metode yang digunakan untuk mengidentifikasi bentuk kegagalan

yang mungkin menyebabkan setiap kegagalan fungsi dan untuk

memastikan pengaruh kegagalan berhubungan dengan setiap bentuk

kegagalan.

2.6.2 Penggunaan Failure Modes and Effect Analysis (FMEA)

Penggunaan FMEA awalnya pada desain proses yang memungkinkan

teknisi untuk mengetahui kegagalan dan menghasilkan keandalan, keamanan, dan

produk yang sesuai keinginan konsumen.

Tipe-tipe dari FMEA adalah sebagai berikut:

1. Sistem yang berfokus pada fungsi sistem secara global.

2. Desain, yang berfokus pada pada komponen dan subsistem

3. Proses, yang berfokus pada proses manufaktur dan perakitan

4. Service, yang berfokus pada fungsi pelayanan

5. Software, yang berfokus pada fungsi software.

FMEA adalah suatu dokumen hidup, sepanjang siklus hidup pengembangan

produk selalu berubah dan diperbaharui. Perubahan ini dapat dan sering juga

memperkenalkan gaya kegagalan baru. Oleh karena itu penting untuk meninjau

ulang dan memperbaharui FMEA ketika:

1. Suatu produksi baru atau proses sedang diaktifkan (pada awal siklus)

2. Perubahan dibuat kepada kondisi operasi proses atau produk diharapkan

untuk berfungsi.

3. Suatu perubahan dibuat baik untuk produk maupun proses mendesain

4. Peraturan baru dibuat

5. Umpan balik pelanggan menandai permasalahan dalam produk atau proses.

2.6.3 Prosedur FMEA

Langkah-langkah pembuatan FMEA adalah sebagai berikut:

1. Penjabaran produk atau proses beserta fungsinya

Page 36: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-27

2. Membuat block diagram, yaitu diagram yang menunjukkan komponen atau

langkah proses sebagai blok yang terhubung oleh garis yang menunjukkan

bagaimana komponen atau langkah tersebut berhubungan.

3. Membuat formulir FMEA, yang berisi produk/sistem, subsistem,

subsistem/subproses, komponen, pemimpin desain, pembuat FMEA, revisi

serta tanggal revisi, Formulir ini dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan.

4. Mendaftar item atau fungsi menggunakan diagram FMEA.

5. Mengidentifikasi potensi kegagalan, yaitu kondisi dimana komponen, sub

sistem, sistem, ataupun proses tidak sesuai dengan desain yang telah

ditetapkan.

6. Mendaftar setiap kegagalan secara teknis, untuk fungsi dari setiap

komponen atau langkah-langkah proses.

7. Mendeskripsikan efek penyebab dari setiap kegagalan, sesuai dengan

persepsi konsumen.

8. Mengidentifikasi penyebab dari setiap kegagalan.

9. Menentukan faktor probabilitas, yaitu pembobotan numerik pada setiap

penyebab yang menunjukkan setiap keseringan penyebab tersebut terjadi.

Skala yang biasanya digunakan adalah 1 untuk menunjukkan tidak sering

dan 10 untuk menunjukkan sering terjadi.

10. Identifikasi kontrol yang ada, yaitu mekanisme yang mencegah penyebab

kegagalan terjadi atau mekanisme yang mampu mendeteksi kegagalan

sebelum sampai kekonsumen.

11. Menentukan kemungkinan dari deteksi.

12. Review Risk Priority Number (RPN), yaitu hasil perkalian antara:

o Keseringan terjadi kesalahan (occurance)

o Alat kontrol akibat penyebab yang potensial (detection)

o Keseriusan akibat kesalahan terhadap proses (severity)

13. Menentukan rekomendasi untuk kegagalan potensial yang memiliki RPN

tinggi.

14. Menentukan tanggung jawab dan batas pelaksanaan rekomendasi.

15. Mengidentifikasi rekomendasi yang telah dilakukan.

16. Update FMEA apabila ada perubahan desain atau proses.

Page 37: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-28

2.6.4 Menentukan Nilai Severity (S), Occorence (O), Detection (D), Dan Risk

Priority Number (RPN)

Pendefinisian dari nilai severity , occurence, dan detection harus ditentukan

terlebih dahulu untuk mendapatkan nilai risk priority number. Berikut merupakan

langkah-langkah dalam pendefenisian nilai-nilai tersebut :

2.6.4.1 Severity

Severity merupakan penilaian seberapa buruk atau serius dari pengaruh bentuk

kegagalan yang ada. Severity menggunakan penilaian dari skala 1 sampai dengan 10.

Proses penilaian dari tingkat keparahan tersebut dijelaskan pada tabel 2.1 sesuai

standar Incident Severity Scale (Priest, 1996) disesuaikan dengan level yang dimiliki

perusahaan.

Tabel 2.3 Incident Severity Scale

Impact Injury IllnessSocial/psychological

damageEquipment Damage

Severity

Ranking

Minor/Short Term

Impact (on

individual/s that

doesn't have large

effect on participation

in

Splinters, insect

bites, stingsMinor irritant

Temporary stress or

embarrassmentLittering 1

Sunburn, scrapes,

bruises, minor cuts

Minor cold,

infection, mild

allergy

Temporary stress or

embarrassment with

peers

minor damage to

environment that will

quickly recover

2

blisters, minor

sprain,minor

dislocation

cold.heat stress

minor asthma,

cold, upset

stomach, etc

stressed, beyond comfort

level, shown up in front of

group

scorched campsite, plant

damage3

Lacerations,

frostnip, minor

burns, mild

concussion mild

hypo/hyperthermia

mild flu,

migraine

stresses, wants to leave

activity, a lot of work to

bring back in

burnt shhubs, cut live

branches, washed group

dishes in stream, etc

4

sprains &

hyperextensions,

minor fracture

flu,

food/hygiene

related

diarrhoea/vomt

ing

distresed, freezes on

actovity, requires

emotiona; rescue, does

not want to participate

again

walked though sensitive

ecological area

destroyinh some plant

life, toileting close to

water course

5

Medium impact (on

individual/s that may

prevent participation

in the

activity/programme

for a day or two

Minor/Short Term

Impact (on

individual/s that

doesn't have large

effect on participation

in

activity/programme

Page 38: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-29

Tabel 2.3 Incident Severity Scale (lanjutan)

Impact Injury IllnessSocial/psychological

damageEquipment Damage

Severity

Ranking

hospital stay <12

hours fractures,

dislocations,

frostbite, major

burn, concussion,

surgery, breathing

difficulties moderate

hypo/hyperthermia

medical

treatment

required,

hospital stay

<12 hours eg,

serious asthma

attack, serious

infection,

anaphylactic

reaction

very distressed, leaves

activity and requires on

site counselling, unwilling

to participate in activity

ever again

Desroted/killed some

example of flora/fauna6

hospital stay < 12

hours eg, arterial

bleeding, severe

hypo/hyperthermia,

loss of conciousness

hospital stay>12

hours eg,

infection or

illness causing

loss of

consciousness,

serious medical

emergency

therapy/counselling

required by professional

killed, destroyed or

polluted small area of

environment

7

major injury

requiring

hospitalisation eg,

spinal damage,

head injury

major illness

requiring

hospitalisation

eg, heart attack

long term counselling

required by professional

killed example of

protected species8

single death single death

post-traumatic stress

disorder,changed

profession because of

incident

fire or pollution etc

resulting in area of

wilderness being

destroyed

9

multiple fatality multiple fatality suicide because of incident

major fire or pollution

causing serious loss of

environment or life

10

Major Impact (on

individual/s that

means they can not

continue waith large

parts of the

activity/trip/program

e

Life Changing (effect

on individual/s or

death)

Sumber : Priest, 1996.

2.6.4.2 Occurance

Occurence merupakan frekuansi dari penyebab kegagalan secara spesifik dari

suatu proyek tersebut terjadi dan menghasilkan bentuk kegagalan. Occurence

menggunakan bentuk penilaian dengan skala dari 1 (hampir tidak pernah) sampai

dengan 10 (hampir sering). Tingkat keterjadian (occurence) tersebut dijelaskan pada

tabel 2.2 sesuai dengan tabel Crisp ratings for occurance of a failure di Y.M. Wang,

et al (2009).

Tabel 2.4 Occurence Rating

Probability of Occurance Occurance Rating

1 in 2 10

1 in 3 9

1 in 8 8

1 in 20 7

Sangat tinggi : kegagalan

hampir tidak bisa dihindari

Tinggi : umumnya berkaitan

dengan proses terdahulu yang

Page 39: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-30

Tabel 2.4 Occurence Rating (lanjutan)

Probability of Occurance Occurance Rating

1 in 80 6

1 in 400 5

1 in 2.000 4

Rendah : kegagalan terisolasi

yang berkaitan dengan proses

hampir identik

1 in 15.000 3

Sangat rendah : hanya

kegagalan terisolasi yang

berkaitan dengan proses

hampir identik

1 in 150.000 2

Remote : kegagalan mustahil,

tak pernah ada kegagalan

terjadi dalam proses yang

identik

1 in 1.500.000 1

Sedang : Umumnya berkaitan

dengan proses terdahulu yang

kadang mengalamu kegagalan

tetapi tidak dalam jumlah

besar

Sumber : Y.M Wang et al, 2009

2.6.4.3 Detection

Detection merupakan pengukuran terhadap kemampuan mendeteksi atau

mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Detection menggunakan penilaian dengan

skala dari 1 sampai 10. Tingkat kemampuan untuk dideteksi dijelaskan pada tabel 2.3

sesuai standar Crisp ratings for detection of a failure di Y.M. Wang, et al (2009).

Tabel 2.5 Detection Ranking

Detection Likelhood of Detection Ranking

Hampir tidak

mungkin

Tidak ada alat pengontrol yang mampu

mendeteksi10

Sangat jarangAlat pengontrol saat ini sangat sulit mendeteksi

bentuk dan penyebab kegagalan9

JarangAlat pengontrol saat ini sangat sulit mendeteksi

bentuk dan penyebab kegagalan8

Sangat rendahKemampuan alat kontrol untuk mendeteksi

bentuk dan penyebab sangat rendah7

Page 40: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-31

Tabel 2.5 Detection Ranking (lanjutan)

Detection Likelhood of Detection Ranking

RendahKemampuan alat kontrol untuk mendeteksi

bentuk dan penyebab rendah6

SedangKemampuan alat kontrol untuk mendeteksi

bentuk dan penyebab sedang5

Agak tinggiKemampuan alat kontrol untuk mendeteksi

bentuk dan penyebab sedang sampa tinggi4

TinggiKemampuan alat kontrol untuk mendeteksi

bentuk dan penyebab tinggi3

Sangat tinggiKemampuan alat kontrol untuk mendeteksi

bentuk dan penyebab sangat tinggi2

Hampir pastiKemampuan alat kontrol untuk mendeteksi

bentuk dan penyebab hampir pasti1

Sumber : Sumber : Y.M Wang et al, 2009

2.6.4.4 Risk Priority Number

Risk Priority Number merupakan produk matematis dari tingkat keparahan,

tingkat keseringan atau kemungkinan terjadinya penyebab akan menimbulkan

kegagalan yang berhubungan dengan pengaruh, dan kemampuan untuk

mendeteksi kegagalan sebelum terjadi. Untuk mendapatkan nilai RPN, dapat

ditunjukkan dengan persamaan dibawa ini :

RPN = S x O x D .... (1.1)

Dimana,

S = Severity.

O = Occurance.

D = Detectable.

Melalui nilai RPN ini akan memberikan informasi bentu kegagalan

kecelakaan kerja yang mendapatkan prioritas penanganan.

2.7 Penelitian Sebelumnya

Penelitian-penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai referensi

penelitian ini yaitu jurnal yang disusun ole Zeng et al. (2010). Dalam penelitian

ini, Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) digunakan untuk menganalisis

risiko manajemen OHS, lingkungan dan manajemen kualitas di bawah skema IMS

di Cina. FMEA dikenal sebagai prosedur sistematis untuk menganalisis sistem,

mengidentidikasi potensial failure mode, penyebab dan efek terhadap performansi

Page 41: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-32

sistem dalam manajemen rancang-bangun. Analisis dilakukan di tahap awal

sehingga dapat menghapus atau memitigasi dari failure mode yang paling tepat

untuk penghematan biaya. Dasar penghitungan risk priority number didapat dari

occurance, severity dan detection dari risiko-risiko potensial. Dua puluh faktor

risiko potensial dihasilkan dan level acceptability. Penelitian ini memberi

masukan kepada kontraktor yang menerapkan sistem manajemen untuk

mengintegrasikan manajemen risiko yang berkelanjutan dalam manajemen

proyek. Untuk mewujudkannya, manajemen risiko dihubungkan dengan siklus

Deming (Plan-Do-Check-Action), yang penting dalam audit dana manajemen

untuk kemajuan yang berkelanjutan.

Jurnal yang disusun oleh Juniani (2002) dalam penelitian ini dilakukan

untuk mengidentifikasi Manajemen Risiko dan mengukur risiko kegagalan dari

pembangkit listrik Paiton. Penyebab dan dampaknya dianalisi dengan FMEA

(Failure Mode and Effect Analysis), dan pengembangan mekanisme kegagalan

dianalisis dengan FTA (Fault Tree Analysis). Penilaian terhadap frekuensi

kegagalan didapat dari pembagian waktu operasi peralatan tiap tahun dengan nilai

MTTF (Mean Time to Failure). Nilai konsekuensi merupakan biaya dari risiko

kegagalan untuk tiap komponen tunggak, nilai ini diperoleh dari biaya perbaikan

(CR) dan nilai MTTF (Mean Time to Failure). Hilangnya waktu saat waktu

kegagalan dan kesulitan juga digunakan sebagai konsekuensi di penelitian ini.

Nilai risiko kemudian diranking untuk mendapatkan komponen yang paling tinggi

nilai risikonya.

Skripsi yang disusun oleh Carel (2005). Penelitian ini menggunakan FTA

dan FMEA, tahap FTA digunakan untuk menggambarkan permasalaham Jarlokat

yang berupa kejadian-kejadian penyebab munculnya gangguan, sedangkan tahap

FMEA digunakan untuk mencari prioritas penyelesaian permasalahn gangguan

Jarlokat berdasarkan nilai Risk Priority Number (RPN) setiap penyebab gangguan.

Nilai RPN diperoleh dengan mempertimbangkan severity, frekuensi, dan

kemungkinan pengendalian untuk setiap penyebab gangguan.

Hasil pengolahan data pada tahap FTA memberikan informasi adanya tiga

belas kejadian dasar penyebab kejadian gangguan Jarlokat, sedangkan hasil

pengolahan data pada tahap FMEA menghasilkan prioritas penyelesaian masalah

Page 42: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

II-33

gangguan Jarlokat berturut-turut yaitu munculnya gangguan alam, aktivitas pihak

ke-3, aktivitas manusia, aktivitas binatang, kualitas instalasi tidak baik, kondisi

material tidak baik, kerusakan komponen pesawat, kerusakan remote pairgain,

kerusakan utas telepon, adanya tegangan liar, sentral terganggu, rusaknya

sekering/aristor, catuan tidak stabil.

Page 43: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

III-1

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian merupakan landasan berpijak agar proses penelitian

berjalan secara sistematis, terstruktur dan terarah terdiri dari urutan langkah yang

harus dilakukan oleh peneliti dalam menjalankan penelitiannya. Permasalahan

yang dibahas mengenai kecelakaan kerja di PT GE Lighting Indonesia

Mengidentifikasi Kecelakaan Kerja Mengidentifikasi Kecelakaan Kerja

Pengkategorian Kecelakaan KerjaPengkategorian Kecelakaan Kerja

Mulai

Identifikasi Masalah

Penetapan Tujuan dan Manfaat

Studi Pustaka Studi Lapangan

Mengidentifikasi Failure Mode and Effect

Analysis

Mengidentifikasi Failure Mode and Effect

Analysis

Menghitung Risk Priority NumberMenghitung Risk Priority Number

Analisi dan Intepretasi HasilAnalisi dan Intepretasi Hasil

Kesimpulan dan SaranKesimpulan dan Saran

SelesaiSelesai

Gambar 3.1 Metodologi Penyelesaian Masalah

Page 44: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

III-2

Secara umum diagram flowchart di atas menunjukkan dalam tahapan

penyusunan laporan tugas akhir. Tahapan-tahapan tersebut dapat diuraikan

menjadi beberapa bagian, adapun bagian-bagian ini dapat dijelaskan pada sub bab

berikut ini.

3.1 Identifikasi Masalah

Pada tahap ini merupakan awal dalam melakukan penelitian, dimana ruang

lingkup masalah yang diuraikan adalah permasalahan kesehatan dan keselamatan

kerja di PT GE Lighting Indonesia khususnya masalah kecelakaan kerja yang

terjadi dalam perusahaan manufaktur. Kecelakaan kerja ini dianalisis menurut

prioritas utama yang harus ditangani terlebih dahulu.

Identifikasi awal dilakukan berdasarkan data kecelakaan kerja PT GE

Lighting Indonesia mulai tahun 2004 sampai dengan 2010, yang diberikan secara

bertahap mulai tanggal 20 Januari hingga 4 Februari 2011. Dimana kasus

kecelakaan kerja yang tidak sesuai dengan definisi kecelakaan kerja menurut

David (1990) tidak diperhatikan sehingga data tereduksi dari 162 kasus

kecelakaan kerja hanya menjadi 151 kasus kecelakaan kerja saja.

3.2 Penetapan Tujuan dan Manfaat Penelitian

Setelah melakukan indentifikasi awal, perumusan masalah, langkah

selanjutnya adalah penetapan tujuan dan manfaat penelitian. Adapun tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui prioritas penanganan kecelakaan kerja

yang terjadi di PT GE Lighting Indonesia. Sedangkan manfaat penelitian ini

berupa masukan perbaikan yang perlu dilakukan perusahaan untuk meminimalkan

atau mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang terjadi di PT GE Lighting

Indonesia dan memberikan kenyamanan kepada karyawan karena dapat

menghindarkan mereka dari risiko kecelakaan kerja saat bekerja.

3.3 Studi Pustaka

Studi pustaka merupakan tahap pemahaman teori-teori yang mendasari

penelitian. Studi kepustakaan dilakukan untuk mencari ide-ide, rumusan-rumusan

dan konsep-konsep teoritis dari berbagai literatur seperti buku, jurnal, penelitian-

penelitian sebelumnya berkaitan mengenai kesehatan dan kecelakaan dengan

Page 45: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

III-3

metode failure mode and effect analysis (FMEA) yang dapat dipakai sebagai

landasan teoritis untuk melakukan penelitian.

3.4 Studi Lapangan

Studi Lapangan dilakukan sebagai observasi untuk mengetahui lebih jelas

permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Observasi dilakukan melalui

pengamatan pada area produksi, area limbah, area kantor dan area umum di PT

GE Lighting Indonesia serta diskusi dan wawancara dengan staf EHS, operator

dan manajer yang bertanggung jawab pada departemen tertentu di perusahaan.

Saat melakukan observasi lapangan didampingi oleh staf EHS sehingga observasi

yang dilakukan bisa mendapatkan informasi yang maksimal. Observasi dilakukan

selama tiga kali selama satu bulan penelitian yakni minggu kedua, ketiga dan

keempat.

3.5 Identifikasi Kecelakaan Kerja

Data penelitian diperoleh dari Departemen Environment, Health and Safety

(EHS) yaitu berupa data kecelakaan kerja yang terjadi di PT GE Lighting

Indonesia selama tahun 2004 sampai dengan 2010. Proses identifikasi kecelakaan

kerja yang terjadi PT GE Lighting Indonesia dilakukan dengan membagi sesuai

dengan kolom yang terdapat pada data record perusahaan yakni waktu terjadinya

kecelakaan, shift kerja, jenis penanganan, letak luka dan departemen kerja. Untuk

selanjutnya dilakukan karakterisasi kecelakaan kerja yang terjadi.

3.6 Pengkategorian Kecelakaan Kerja

Tahap melakukan pengkategorian ini adalah dengan melakukan

pengelompokkan kejadian kecelakaan kerja selama tahun 2004 sampai dengan

2010 yang memiliki kemiripan kejadiannya. Gambaran kejadian didapat dari data

awal yang diberikan oleh departemen EHS PT GE Lighting Indonesia.

Pengkategorian berdasarkan Hughes (2001) dengan penyesuain kondisi nyata PT

GE Lighting Indonesia. Dari hasil tersebut didapatkan kategori kecelakaan kerja

yang nantinya digunakan sebagai failure mode penelitian ini.

3.7 Tahap Failure Mode and Effect Analysis

Output yang diperoleh setelah langkah-langkah failure mode and effect

analysis adalah dapat mengetahui tingkat kepentingan penanganan setiap

Page 46: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

III-4

permasalahan yang ada dengan mempertimbangkan faktor severity, occurance,

dan detection. Untuk skala severity dilakukan penilaian berdasarkan Priest (1996),

untuk occurance dan detection dilakukan berdasarkan Y.-M. Wang, et al. (2009).

Adapun langkah-langkah failure mode and effect analysis sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi sistem

Sistem yang diamati dalam penelitian adalah sistem kesehatan dan keselamatan

kerja (K3) di PT GE Lighting Indonesia. Salah satu penilaian apakah sistem K3

perusahaan berjalan dengan baik adalah mengacu kepada kejadian kecelakaan

kerja yang terjadi di perusahaan.

2. Mengidentifikasi failure mode

Pada langkah ini akan dicari penyebab kegagalan kejadian hingga timbul kasus

kecelakaan kerja. Failure mode didapatkan dari hasil pengkategorian kejadian

kecelakaan kerja di PT GE Lighting Indonesia.

3. Mengidentifikasi failure effect

Seteleh didapatkan failure mode, maka diidentifikasi failure effect. Failure

effect didefinisikan sebagai akibat yang ditimbulkan oleh failure mode.

4. Mengidentifikasi sebab-sebab kegagalan (causes)

Mengidentifikasi sebab-sebab dari terjadinya failure mode yang menyebabkan

kejadian kecelakaan kerja di PT GE Lighting Indonesia.

5. Menganalisis tingkat keseriusan akibat yang terjadi (severity)

Severity failure mode menunjukkan tingkat keseriusan akibat yang ditimbulkan

suatu failure mode ditunjukkan dalam ranking 1 sampai 10 yang menunjukkan

tingkat keseriusan atau bahaya yang ditimbulkan. Penentuan skala berdasarkan

standar Incident Severity Scale (Priest, 1996). Dalam skala ini terdefinisi secara

jelas mengenai luka yang terjadi, penyakit, bahaya sosial dan psychological,

serta bahaya terhadap peralatan atau mesin. Penentuan skala ini didapatkan dari

hasil diskusi dan wawancara dengan staf EHS, operator dan manajer yang

bertanggung jawab pada departemen tertentu di perusahaan.

6. Menganalisis frekuensi terjadinya kegagalan (occurance)

Occurrance merupakan frekuansi dari penyebab kegagalan secara spesifik dari

suatu proyek tersebut terjadi dan menghasilkan bentuk kegagalan. Occurance

menggunakan bentuk penilaian dengan skala dari 1 (hampir tidak pernah) sampai

Page 47: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

III-5

dengan 10 (hampir sering). Tingkat keterjadian (occurence) berdasarkan Y.M.

Wang, et al (2009).

7. Menganalisis kesulitan pengendalian yang dilakukan (detection)

Detection merupakan pengukuran terhadap kemampuan mendeteksi atau

mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Detection menggunakan penilaian

dengan skala dari 1 sampai 10. Penilaian tingkat kemampuan untuk dideteksi

berdasarkan Y.M. Wang, et al (2009).

8. Perhitungan Risk Priority Number (RPN)

Langkah ini bertujuan untuk memperoleh urutan tingkat kepentingan failure

mode dalam metode FMEA, analisis tingkat kepentingan dihitung dengan

menggunakan Risk Priority Number (RPN). Nilai RPN (Risk Priority Number)

diperoleh dari perkalian nilai SOD (Severity, Occurrence, Detection). Cause of

failure mode yang memiliki nilai RPN tinggi mempunyai prioritas

penyelesaian yang lebih tinggi.

RPN = (severity) x (occurence) x (detection)

3.8 ANALISIS DAN INTEPRETASI HASIL

Data-data penelitian yang telah diolah, kemudian dianalisis,

diintrepretasikan dan dijadikan pedoman dalam melakukan perbaikan. Usulan

perbaikan merupakan usulan umum yang dapat diterapkan dalam semua jenis

kecelakaan yang terjadi.

3.9 KESIMPULAN DAN SARAN

Pada tahap ini akan disimpulkan hasil dari penulisan. Kesimpulan ini

mencakup dari tujuan yang dicapai dalam penulisan laporan. Selain itu pada

bagian ini akan dibahas juga rekomendasi sebagai saran implementasi lebih lanjut.

Page 48: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

IV-1

BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Pada bab ini dilakukan proses pengumpulan data dan langkah-langkah

dalam pengolahan data penelitian untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya

kecelakaan kerja serta penentuan tingkat kepentingan failure mode untuk prioritas

penanganan dengan metode Failure Mode and Effect Analysis di PT GE Lighting

Indonesia.

4.1 Pengumpulan Data

Pada tahap pengumpulan data, data-data yang dikumpulkan meliputi semua

informasi data yang diperoleh berupa record data kecelakaan kerja mulai tahun

2004 sampai dengan tahun 2010. Selain menggunakan data kecelakaan kerja yang

merupakan data primer juga mengumpulkan data sekunder yakni berupa hasil

wawancara, diskusi, brainstorming dengan pihak manajerial, staf EHS, karyawan

serta engineer control masing-masing departemen yang terkait dengan kecelakaan

kerja yang telah terjadi pada tahun tersebut.

Dari data kecelakaan kerja di perusahaan diketahui bahwa terjadi 162

kecelakaan tapi hanya 151 kecelakaan kerja yang masuk dalam pengolahan data

Sortir ini dilakukan dengan bantuan microsoft excell 2010 untuk memisahkan

kondisi kejadian kecelakaan kerja sesuai dengan definisi yang ditetapkan di latar

belakang. Rekapitulasi jumlah kecelakaan kerja tiap tahun di PT GE Lighting

Indonesia dapat dilihat pada tabel 4.1 dan untuk grafik kejadian kecelakaan kerja

tiap bulan selama tujuh tahun ditunjukkan gambar 4.2.

Tabel 4.1 Rekapitulasi Kecelakaan Kerja PT GE Lighting Indonesia tahun 2004

sampai dengan 2010

Tahun Jumlah Kecelakaan Kerja

2004 61

2005 35

2006 12

2007 21

2008 8

2009 6

2010 8

Page 49: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

IV-2

Gambar 4.1 Grafik Kecelakaan Kerja tahun 2004-2010

Page 50: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

IV-3

4.1.1 Identifikasi Kecelakaan Kerja Tahun 2004-2010

Latar belakang permasalahan kecelakaan kerja di PT GE Lighting Indonesia

yaitu banyaknya kejadian kecelakaan kerja yang terjadi sehingga mengakibatkan

terganggunya proses kerja. Kejadian kecelakaan kerja ini dapat mengakibatkan

kehilangannya jam kerja karyawan, terhambatnya proses kerja bahkan

meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memulihkan

kondisi karyawan. Kasus kecelakaan kerja tersebut akan dianalisis kecelakaan

kerja apa yang sering terjadi, dan diprioritaskan untuk diperbaiki terlebih dahulu

dan dicari penyelesaiannya. Identifikasi kecelakaan kerja yang terjadi PT GE

Lighting Indonesia dibagi sesuai dengan kolom yang terdapat pada record

perusahaan yakni waktu terjadinya kecelakaan sesuai shift kerja, jenis

penanganan, letak luka dan departemen dimana operator yang mengalami kerja

berada. Hasil identifikasi kecelakaan sesuai shift kerja ditunjukkan oleh gambar

4.2, sedangkan untuk jenis penanganan gambar 4.3 , identifikasi berdasarkan letak

luka gambar 4.4, dan berdasarkan departemen kerja ditunjukkan gambar 4.5.

Gambar 4.2 Kecelakaan kerja tahun 2004-2010 berdasarkan shift kerja

Dalam sehari PT GE Lighting Indonesia membagi shift menjadi tiga bagian

yaitu :

a. Shift I : 06.00 – 15.00

b. Shift II : 15.00 – 22.00

c. Shift III : 22.00 – 06.00

Page 51: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

IV-4

Gambar 4.3 Kecelakaan kerja tahun 2004-2010 berdasarkan jenis

penanganan

Pada dasarnya kecelakaan kerja di PT GE Lighting Indonesia digolongkan

menjadi 4 yaitu :

a. Near miss

Suatu kejadian yang tidak diinginkan yang tidak menyebabkan luka atau

kerusakan tetapi dapat menyebabkan atau memulai bahaya.

b. First aid

Kasus kecelakaan yang hanya membutuhkan perawatan pertolongan

pertama.

c. Recordable

Kasus kecelakaan atau sakit akibat kerja yang harus diperhitungkan

sebagai kecelakaan serius

d. Fatality

Kejadian yang mengakibatkan hilangnya nyawa.

Sedangkan incident merupakan kejadian yang bukan berdampak terhadap

diri atau tubuh seseorang tetapi terhadap mesin, peralatan atau lingkungan sekitar.

Page 52: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

IV-5

Gambar 4.4 Kecelakaan kerja tahun 2004-2010 berdasar letak luka

Gambar 4.4 menunjukkan letak luka dari kejadian kecelakaan yang terjadi

selama tahun 2004 sampai dengan 2010 dilihat dari bagian tubuh atau diluar tubuh

(mesin).

Gambar 4.5 Kecelakaan kerja tahun 2004-2010 berdasar letak kejadian

Gambar 4.5 menunjukkan letak kejadian kecelakaan kerja selama tahun

2004-2010. Diketahui bahwa departemen FL 456 yang memproduksi lampu

Flouresence menduduki peringkat tertinggi jumlah kejadian kecelakaan kerja.

Page 53: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

IV-6

4.2 PENGOLAHAN DATA

Pada pengolahan data ini merupakan tahapan dari metode failure mode and

effect analysis yang kemudian akan dicari failure mode yang diprioritaskan untuk

segera ditangani oleh PT GE Lighting Indonesia.

4.2.1 Kategori Kejadian Kecelakaan Kerja

Kategori kejadian kecelakaan kerja ini dibuat berdasarkan Hughes (2001)

yang disesuaikan dengan kondisi nyata perusahaan. Penyesuaian dilakukan dengan

mempertimbangkan kondisi industri manufaktur, gambaran kejadian kecelakaan kerja

serta job task perusahaan. Tabel 4.2 menunjukkan nama kategori dan penjelasannya.

Nantinya kategori ini menjadi failure mode dari penelitian.

Tabel 4.2 Penjelasan Kategori Kecelakaan Kerja NO. KATEGORI KECELAKAAN KERJA PENJELASAN

1

Kontak dengan mesin yang sedang

bergerak atau material yang berada

dalam mesin

Kategori ini merupakan kecelakaan kerja yang

terjadi karena adanya kontak atau interaksi

terhadap mesin-mesin produksi saat bekerja atau

kontak dengan material yang sedang diproses

(berada dalam mesin).

2Terbentur benda yang bergerak,

terbang, atau benda yang jatuh

Kategori ini merupakan kategori kecelakaan kerja

yang terjadi karena adanya benturan antara

korban dengan benda yang berada pada posisi

tidak stabil/rata sehingga benda tersebut jatuh

dan mengenai korban atau bisa juga benda yang

sedang bergerak.

3Terkena kendaraan yang sedang

bergerak

Kategori ini merupakan kecelakaan kerja yang

terjadi tidak hanya karena tertabrak kendaraan

dalam pabrik seperti kereta muat limbah atau

forklift, tapi juga terkena bagian dari kereta

seperti tertindas roda kereta dll

4Terkena benda yang berada dalam

kondisi tetap ataupun stasioner

Kategori ini merupakan kecelakaan kerja yang

terjadi karena adanya kontak antara korban

dengan peralatan sekitarnya yang bersifat statis.

Contoh kasusnya adalah korban terbentur

dengan pintu almari, dinding pembatas, atau

penyangga peralatan

5

Terluka pada waktu menangani

pekerjaan, mengangkat barang, ataupun

membawanya

Kategori ini merupakan kategori umum

kecelakaan kerja yang sering terjadi perusahaan.

Terutama pada saat korban sedang menangani

pekerjaan yang ia lakukan.

6Terpeleset, tersandung, dan jatuh pada

ketinggian yang sama

Kategori ini merupakan kategori kecelakaan kerja

yang terjadi karena korban terpeleset,

tersandung, terjatuh. Bisa terjadi karena kondisi

lantai yang tidak rata, basah, licin ataupun

berlubang

Page 54: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

IV-7

Tabel 4.2 Penjelasan Kategori Kecelakaan Kerja (lanjutan) NO. KATEGORI KECELAKAAN KERJA PENJELASAN

7 Terjatuh dari ketinggian

Kategori ini merupakan kategori kecelakaan kerja

yang terjadi karena korban jatuh dari ketinggian

tertentu, seperti jatuh dari tangga

8Terkena atau kontak dengan

bahan/benda berbahaya

Kategori ini merupakan kategori kecelakaan kerja

yang terjadi karena korban berinteraksi dengan

zat kimia yang berbahaya seperti (thenor, medic

seven). Kecelakaan kerja seperti ini akan banyak

terjadi apabila kelengkapan pemakaian APD tidak

diperhatikan dengan baik.

9 Terkena api atau benda panas

Kategori ini merupakan kategori kecelakaan kerja

karena korban berinteraksi dengan benda-benda

panas terlebih lagi proses produksi pembuatan

lampu menggunakan api sehingga benda panas

sangat banyak di area produksi pabrik

10 Terkena ledakan

Kategori ini merupakan kategori kecelakaan kerja

karena adanya ledakan di mesin, atau lampu yang

sedang diproduksi sehingga mengenai korban

11 Terluka karena kecerobohan orang lain

Kategori ini merupakan hasil penyesuaian dari

kategori yang dipaparkan oleh Hughes.

Kecelakaan kerja yang terjadi tidak hanya akibat

adanya serangan dari orang lain tapi lebih pada

kecerobohan yang dilakukan orang lain.

12 Jenis-jenis lain dari kecelakaan kerja

Kategori ini merupakan kategori kecelakaan kerja

yang tidak dapat dimasukkan ke dalam kategori-

kategori sebelumnya. Seperti contohnya adalah

kecelakaan kerja yang diakibatkan kondisi tubuh

yang melemah dari korban.

4.2.2 Tahap Failure Mode and Effect Analysis

4.2.2.1 Mengidentifikasi failure mode

Failure mode yang didapatkan merupakan kategori kecelakaan kerja yang

telah dijelaskan diatas, yaitu sebagai berikut :

1. Kontak dengan mesin yang

sedang bergerak atau material

yang berada dalam mesin.

2. Terbentur benda yang bergerak,

terbang, atau benda yang jatuh.

3. Terkena kendaraan yang sedang

bergerak.

4. Terkena benda yang berada

dalam kondisi tetap ataupun

stasioner.

5. Terluka pada waktu menangani

pekerjaan, mengangkat barang,

ataupun membawanya.

Page 55: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

IV-8

6. Terpeleset, tersandung, dan

jatuh pada ketinggian yang

sama.

7. Terjatuh dari ketinggian.

8. Terkena atau kontak dengan

bahan/benda berbahaya.

9. Terkena api atau benda panas.

10. Terkena ledakan.

11. Terluka karena kecerobohan

orang lain.

12. Jenis-jenis lain dari kecelakaan

kerja

4.2.2.2 Mengidentifikasi Keseriusan Akibat Yang Terjadi

Severity failure mode menunjukkan tingkat keseriusan akibat atau efek

munculnya suatu failure mode dalam jaringan. Adapun skala severity yang

digunakan adalah skala 1-10 seperti dalam Priest (1996) yang ditunjukkan oleh

tabel 2.3.

Seberapa serius dampak yang ditimbulkan oleh kegagalan yang

menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja ditentukan oleh seberapa serius

pengaruh yang ditimbulkan. Dengan kata lain, skala severity failure mode

ditentukan oleh nilai severity failure effectnya. Skala severity failure effect yang

tertinggi dijadikan sebagai skala severity failure mode seperti yang ditunjukkan

pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Penilaian Failure Mode terhadap Keseriusan Dampak yang

Diakibatkan

NO. FAILURE MODE EFEK FAILURE MODE SEVERITY

tergores kaca; tergores

(RC); terkena pecahan kaca;

tersayat

terjepit (RC)

terkena pecahan gerinda

terkilir

kuku terlepas karena

terpukul hidrolis (RC)

terjepit dan tergores

kulit memerah terkena

benda panas

tertusuk kaca (RC)

luka memar

luka memar

luka robek RC

tergores RC

luka bakar

luka memar

Patah tulang ibu jari

luka bakar

terkilir

tersayat

luka memar

luka robek berat RC

6

3Terkena kendaraan yang

sedang bergerak6

2

Terbentur benda yang

bergerak, terbang, atau benda

yang jatuh

4

Terkena benda yang berada

dalam kondisi tetap ataupun

stasioner

Kontak dengan mesin yang

sedang bergerak atau material

yang berada dalam mesin

6

6

1

Page 56: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

IV-9

Tabel 4.3 Hasil Penilaian Failure Mode terhadap Keseriusan Dampak yang

Diakibatkan (lanjutan)

NO. FAILURE MODE EFEK FAILURE MODE SEVERITY

tergores

luka memar

terkena air panas (iritasi

terkilir

tertusuk benda tajam

luka memar

terkilir

gegar otak ringan

terkilir

memar di bagian iga kiri

iritasi kulit karena bahan

kimia

iritasi mata

iritasi kulit karena debu

luka bakar

iritasi kulit karena terkena

microsent mesin rusak

kulit memerah terkena

kulit melepuh

tersayat; tergores (RC)

luka bakar

11 Terluka karena kecerobohan luka memar 3

pegal

pingsan

terkilir

tergores

3

10 Terkena ledakan 6

12Jenis-jenis lain dari kecelakaan

kerja

9 Terkena api atau benda panas 4

8Terkena atau kontak dengan

bahan/benda berbahaya6

Terjatuh dari ketinggian 5

86

Terpeleset, tersandung, dan

jatuh pada ketinggian yang

sama

7

5

Terluka pada waktu menangani

pekerjaan, mengangkat barang,

ataupun membawanya

4

4.2.2.3 Mengidentifikasi Occurance yang Terjadi

Occurrance merupakan frekuensi dari penyebab kegagalan terjadinya

kecelakaan kerja. Occurance menggunakan bentuk penilaian dengan skala dari 1

(hampir tidak pernah) sampai dengan 10 (hampir sering). Skala ini ditentukan

berdasarkan occurance scale pada Y.M. Wang et al (2009) ditunjukkan tabel 2.4.

Hasil penilaian untuk occurance atau frekuensi dapat dilihat pada tabel 4.4

dimana hasil penilaian berdasarkan pengamatan, wawancara dan diskusi dengan

manajer dan staf EHS, operator,dan manajer yang bertanggung jawab pada

departemen yang terkait.

Page 57: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

IV-10

Tabel 4.4 Hasil Penilaian Occurance

NO. FAILURE MODE PENYEBAB FAILURE MODE OCCURANCE

APD yang dipakai tidak

lengkap / tidak layak7

Permesinan tidak berjalan

dengan lancar4

Lampu yang tiba-tiba

pecah5

APD yang dipakai tidak 7

Ketidaksesuaian alat 4

Permesinan tidak berjalan 4

Kontrol Manajemen

Perusahaan kurang

maksimal

7

Ketidaksesuaian

mesin/alat4

Kontrol Manajemen 7

1

2

3

4

Terkena benda yang berada

dalam kondisi tetap ataupun

stasioner

Penerapan ergonomi

dalam perusahaan yang

kurang maksimal

6

Kesalahan manusia 8

Belum adanya rancangan

guarding yang sesuai 3

Terbentur benda yang

bergerak, terbang, atau benda

yang jatuh

Kesalahan manusia 8

Terkena kendaraan yang

sedang bergerak

6

Kontak dengan mesin yang

sedang bergerak atau material

yang berada dalam mesin

Kesalahan manusia 8

Kontrol Manajemen

Perusahaan kurang

maksimal

7

Kesalahan manusia 8

Kontrol Manajemen

Perusahaan kurang

maksimal

7

Penerapan ergonomi

dalam perusahaan yang

kurang maksimal

Page 58: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

IV-11

Tabel 4.4 Hasil Penilaian Occurance (lanjutan)

NO. FAILURE MODE PENYEBAB FAILURE MODE OCCURANCE

Lampu yang tiba-tiba

pecah5

APD yang dipakai tidak 7

Kesalahan manusia 8

Kontrol Manajemen

Perusahaan kurang

maksimal

7

Kebersihan ruangan

kurang3

5

6

7

8

Kontrol Manajemen

Perusahaan kurang 7

Kesalahan manusia 8

Terjatuh dari ketinggian

APD yang dipakai tidak

lengkap / tidak layak7

Ketidaksesuaian

mesin/alat4

Terkena atau kontak dengan

bahan/benda berbahaya

Kontrol Manajemen

Perusahaan kurang 7

Kesalahan Manusia 8

Kontrol Manajemen

Perusahaan kurang

maksimal

7

Terluka pada waktu

menangani pekerjaan,

mengangkat barang, ataupun

membawanya

Penerapan ergonomi

dalam perusahaan yang

kurang maksimal

6

Terpeleset, tersandung, dan

jatuh pada ketinggian yang

sama

Penerapan ergonomi

dalam perusahaan yang

kurang maksimal

6

Kesalahan manusia 8

Page 59: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

IV-12

Tabel 4.4 Hasil Penilaian Occurance (lanjutan)

NO. FAILURE MODE PENYEBAB FAILURE MODE OCCURANCE

Kesalahan Manusia 8

Ketidaksesuaian

mesin/alat4

APD yang dipakai tidak

lengkap / tidak layak7

lampu tiba-tiba meledak 5

Permesinan tidak berjalan

dengan lancar4

Belum adanya rancangan

guarding yang sesuai

diterapkan di mesin 3

lampu tiba-tiba meledak 5

Jenis-jenis lain dari

kecelakaan kerja

9

Penerapan ergonomi

dalam perusahaan yang

kurang maksimal

6

Kesalahan manusia 8

Terkena api atau benda panas

Kontrol Manajemen

Perusahaan kurang 7

Terkena ledakan

Kesalahan Manusia 8Terluka karena kecerobohan

orang lain

Penerapan ergonomi

dalam perusahaan yang 6

Kontrol Manajemen

Perusahaan kurang

maksimal

7

10

11

12

4.2.2.4 Mengidentifikasi Alat Pendeteksi Penyebab Terjadinya Failure Mode

Pada langkah identifikasi alat atau cara untuk mendeteksi penyebab

terjadinya failure mode (detection), yang dilakukan adalah mengumpulkan

informasi untuk mengendalikan keberadaan cause of failure yang menyebabkan

terjadinya kecelakaan kerja. Adapun skala detection yang digunakan berdasarkan

Y.M. Wang et al (2009) ditunjukkan tabel 2.5.

Hasil penilaian untuk alat atau cara pengendalian penyebab terjadinya failure

mode dapat dilihat pada tabel 4.5. Penilian ini didapatkan selain dari pengamatan

lapangan juga dari hasil diskusi dan wawancara dengan manajer dan staf EHS,

operator,dan manajer yang bertanggung jawab pada departemen yang terkait.

Page 60: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

IV-13

Tabel 4.5 Hasil Penilaian Detection NO. FAILURE MODE PENYEBAB FAILURE MODE PENDETEKSIAN YANG SUDAH DILAKUKAN

PERUSAHAANDETECTION

APD yang dipakai tidak

lengkap / tidak layak

Insepksi rutin yang dilakukan dari EHS dan

manajemen perusahaan4

Permesinan tidak berjalan

dengan lancar

Pengecekan mesin secara berkala dari engineer

masing-masing departemen8

Lampu yang tiba-tiba

pecah

Belum ada alat pendeteksi yang dimiliki

perusahaan10

APD yang dipakai tidak

lengkap / tidak layak

Insepksi rutin yang dilakukan dari EHS dan

manajemen perusahaan4

Ketidaksesuaian alat

Penyeleksian penggunaan peralatan oleh

manajemen sebelum disosialisasikan kepada

operator

5

Permesinan tidak berjalan Pengecekan mesin secara berkala dari engineer 8

Kontrol Manajemen

Perusahaan kurang

maksimal

Melalui masukan dari para karyawan 9

Ketidaksesuaian

mesin/alat

Penyeleksian penggunaan peralatan oleh

manajemen sebelum disosialisasikan kepada

operator

5

Kontrol Manajemen Melalui masukan dari para karyawan 9

5

Inspeksi dari kepala masing-masing

departemen terhadap karyawan yang dibawahi6

6

Perusahaan memiliki divisi-divisi khusus EHS

yang bertanggung jawab pada permasalahan

seperti JSA, LOTO, Ergonomi

9

Belum ada alat pendeteksi yang dimiliki

perusahaan10

Inspeksi dari kepala masing-masing

departemen terhadap karyawan yang dibawahi6

Inspeksi dari kepala masing-masing

departemen terhadap karyawan yang dibawahi

Adanya masukan dari karyawan mengenai

ketidaknyamanan saat bekerja

6

Perusahaan memiliki divisi-divisi khusus EHS

yang bertanggung jawab pada permasalahan

seperti JSA, LOTO, Ergonomi

9

Adanya masukan dari karyawan mengenai

ketidaknyamanan saat bekerja5

Inspeksi dari kepala masing-masing

departemen terhadap karyawan yang dibawahi

Kontrol Manajemen

Perusahaan kurang

maksimal

Kesalahan manusia

Kontrol Manajemen

Perusahaan kurang

maksimal

Penerapan ergonomi

dalam perusahaan yang

kurang maksimal

Terbentur benda yang

bergerak, terbang, atau benda

yang jatuh

Kesalahan manusia

Terkena kendaraan yang

sedang bergerak

Kontak dengan mesin yang

sedang bergerak atau material

yang berada dalam mesin

Kesalahan manusia

Kesalahan manusia

Belum adanya rancangan

guarding yang sesuai

Terkena benda yang berada

dalam kondisi tetap ataupun

stasioner

Penerapan ergonomi

dalam perusahaan yang

kurang maksimal

1

2

3

4

Page 61: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

IV-14

Tabel 4.5 Hasil Penilaian Detection (lanjutan) NO. FAILURE MODE PENYEBAB FAILURE MODE PENDETEKSIAN YANG SUDAH DILAKUKAN DETECTION

Lampu yang tiba-tiba

pecah

Belum ada alat pendeteksi yang dimiliki

perusahaan10

APD yang dipakai tidak

lengkap / tidak layak

Insepksi rutin yang dilakukan dari EHS dan

manajemen perusahaan4

Kesalahan manusia Inspeksi dari kepala masing-masing

departemen terhadap karyawan yang dibawahi

6

Kontrol Manajemen

Perusahaan kurang

maksimal

Perusahaan memiliki divisi-divisi khusus EHS

yang bertanggung jawab pada permasalahan

seperti JSA, LOTO, Ergonomi

9

Kebersihan ruangan

kurangAdanya housekeeper di perusahaan 5

4

Penyeleksian penggunaan peralatan oleh

manajemen sebelum disosialisasikan kepada 5

Perusahaan memiliki divisi-divisi khusus EHS

yang bertanggung jawab pada permasalahan 9

Inspeksi dari kepala masing-masing

departemen terhadap karyawan yang dibawahi6

9

Adanya masukan dari karyawan mengenai

ketidaknyamanan saat bekerja5

Mengandalkan pengamatan manajemen 9

Inspeksi dari kepala masing-masing

departemen terhadap karyawan yang dibawahi6

Inspeksi dari kepala masing-masing

departemen terhadap karyawan yang dibawahi6

Adanya masukan dari karyawan mengenai

ketidaknyamanan saat bekerja5

Melalui masukan dari para karyawan

Insepksi rutin yang dilakukan dari EHS dan

manajemen perusahaan

Penerapan ergonomi

dalam perusahaan yang

kurang maksimal

Kesalahan manusia

Kontrol Manajemen

Perusahaan kurang

maksimal

Terluka pada waktu

menangani pekerjaan,

mengangkat barang, ataupun

membawanya

Penerapan ergonomi

dalam perusahaan yang

kurang maksimal

Terpeleset, tersandung, dan

jatuh pada ketinggian yang

sama

Kontrol Manajemen

Perusahaan kurang

Kesalahan Manusia

Terjatuh dari ketinggian

APD yang dipakai tidak

lengkap / tidak layak

Ketidaksesuaian

mesin/alat

Terkena atau kontak dengan

bahan/benda berbahaya

Kontrol Manajemen

Perusahaan kurang

Kesalahan manusia

5

6

7

8

Page 62: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

IV-15

Tabel 4.5 Hasil Penilaian Detection (lanjutan) NO. FAILURE MODE PENYEBAB FAILURE MODE PENDETEKSIAN YANG SUDAH DILAKUKAN

PERUSAHAAN

DETECTION

Kesalahan ManusiaInspeksi dari kepala masing-masing

departemen terhadap karyawan yang dibawahi6

Ketidaksesuaian

mesin/alat

Penyeleksian penggunaan peralatan oleh

manajemen sebelum disosialisasikan kepada

operator

5

APD yang dipakai tidak

lengkap / tidak layak

Insepksi rutin yang dilakukan dari EHS dan

manajemen perusahaan 4

lampu tiba-tiba meledak Belum ada alat pendeteksi yang dimiliki perusahaan 10

Permesinan tidak berjalan

dengan lancar

Pengecekan mesin secara berkala dari engineer

masing-masing departemen8

Belum adanya rancangan

guarding yang sesuai

diterapkan di mesin

Belum ada alat pendeteksi yang dimiliki

perusahaan10

lampu tiba-tiba meledak Belum ada alat pendeteksi yang dimiliki perusahaan 10

Inspeksi dari kepala masing-masing

departemen terhadap karyawan yang dibawahi8

Adanya masukan dari karyawan mengenai

ketidaknyamanan saat bekerja5

9

Inspeksi dari kepala masing-masing

departemen terhadap karyawan yang dibawahi8

5

Belum ada alat deteksi mengenai pembenahan

WI atau pembuatan jadwal training ; inspeksi

rutin staf EHS ke seluruh bagian produksi

9

Adanya masukan dari karyawan mengenai

ketidaknyamanan saat bekerja

10

11

12

Belum ada alat deteksi mengenai pembenahan

WI atau pembuatan jadwal training

Kontrol Manajemen

Perusahaan kurang

maksimal

Terkena api atau benda panas

Kontrol Manajemen

Perusahaan kurang

Terkena ledakan

Kesalahan ManusiaTerluka karena kecerobohan

orang lain

Penerapan ergonomi

dalam perusahaan yang

Penerapan ergonomi

dalam perusahaan yang

kurang maksimal

Kesalahan manusia

Jenis-jenis lain dari

kecelakaan kerja

9

4.2.3 Perhitungan Risk Priority Number

Nilai RPN (Risk Priority Number) diperoleh dari perkalian nilai SOD

(Severity, Occurrence, Detection). Dimana tujuan dilakukan perhitungan nilai

RPN adalah untuk mengetahui urutan failure mode yang harus diprioritaskan

untuk ditangani terlebih dahulu. Hasil perhitungan RPN dapat dilihat pada tabel

4.6 sebagai berikut.

Page 63: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

IV-16

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan RPN NO. FAILURE MODE EFEK FAILURE MODE SEVERITY PENYEBAB FAILURE MODE OCCURANCE PENDETEKSIAN YANG SUDAH DILAKUKAN PERUSAHAAN DETECTION RPN

tergores kaca; tergores (RC);

terkena pecahan kaca;

tersayat

APD yang dipakai tidak lengkap / tidak

layak7

Insepksi rutin yang dilakukan dari EHS dan manajemen

perusahaan4 168

terjepit (RC)

Permesinan tidak berjalan dengan

lancar4

Pengecekan mesin secara berkala dari engineer masing-

masing departemen8 192

terkena pecahan gerinda Lampu yang tiba-tiba pecah 5 Belum ada alat pendeteksi yang dimiliki perusahaan 10 300

terkilir

kuku terlepas karena

terpukul hidrolis (RC)

terjepit dan tergores

kulit memerah terkena

benda panas

tertusuk kaca (RC)

APD yang dipakai tidak lengkap / tidak

layak7

Insepksi rutin yang dilakukan dari EHS dan manajemen

perusahaan4

168

Ketidaksesuaian alat 4Penyeleksian penggunaan peralatan oleh manajemen

sebelum disosialisasikan kepada operator5 120

Permesinan tidak berjalan dengan

lancar4

Pengecekan mesin secara berkala dari engineer masing-

masing departemen8 192

Kesalahan manusia

Kontrol Manajemen Perusahaan

kurang maksimal

Penerapan ergonomi dalam

perusahaan yang kurang maksimal

Kontak dengan mesin yang

sedang bergerak atau material

yang berada dalam mesin

6

Terbentur benda yang

bergerak, terbang, atau benda

yang jatuh

6

luka memar

Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap

karyawan yang dibawahi

Perusahaan memiliki divisi-divisi khusus EHS yang

bertanggung jawab pada permasalahan seperti JSA, LOTO,

Ergonomi

Adanya masukan dari karyawan mengenai ketidaknyamanan

saat bekerja

8

7

6 5

8 6Kesalahan manusia

Kontrol Manajemen Perusahaan

kurang maksimal

Belum adanya rancangan guarding

yang sesuai diterapkan di mesin

288

378

180

7

3

Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap

karyawan yang dibawahi

Perusahaan memiliki divisi-divisi khusus EHS yang

bertanggung jawab pada permasalahan seperti JSA, LOTO,

Ergonomi

Belum ada alat pendeteksi yang dimiliki perusahaan

6

9

9

10

luka memar

luka robek RC

tergores RC

378

180

luka bakar

288

1

2

Page 64: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

IV-17

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan RPN (lanjutan)

NO. FAILURE MODE EFEK FAILURE MODE SEVERITY PENYEBAB FAILURE MODE OCCURANCE PENDETEKSIAN YANG SUDAH DILAKUKAN PERUSAHAAN DETECTION RPN

luka memar

Kontrol Manajemen Perusahaan

kurang maksimal7 Melalui masukan dari para karyawan 9 378

luka bakarKetidaksesuaian mesin/alat 4

Penyeleksian penggunaan peralatan oleh manajemen

sebelum disosialisasikan kepada operator5 120

Kontrol Manajemen Perusahaan

kurang maksimal7 Melalui masukan dari para karyawan 9 378

luka robek berat RC

Lampu yang tiba-tiba pecah 5 Belum ada alat pendeteksi yang dimiliki perusahaan 10 200

APD yang dipakai tidak lengkap / tidak

layak7

Insepksi rutin yang dilakukan dari EHS dan manajemen

perusahaan4 112

6

terkilir

tersayat

luka memar

6

68

6

120

192

2527

5

Kesalahan manusiaTerkena kendaraan yang

sedang bergerakPatah tulang ibu jari

Terkena benda yang berada

dalam kondisi tetap ataupun

stasioner

Adanya masukan dari karyawan mengenai ketidaknyamanan

saat bekerja

Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap

karyawan yang dibawahi

4

8

Terluka pada waktu menangani

pekerjaan, mengangkat

barang, ataupun membawanya

6

Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap

karyawan yang dibawahi

5

Adanya masukan dari karyawan mengenai ketidaknyamanan

saat bekerja

Penerapan ergonomi dalam

perusahaan yang kurang maksimal

Kesalahan manusia

Penerapan ergonomi dalam

perusahaan yang kurang maksimal

Kesalahan manusia

Kontrol Manajemen Perusahaan

kurang maksimal

terkena air panas (iritasi

kulit)

terkilir

tertusuk benda tajam

tergores

288

180

288

luka memar

6

8Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap

karyawan yang dibawahi6

Melalui masukan dari para karyawan 9

3

4

5

Page 65: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

IV-18

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan RPN (lanjutan)

NO. FAILURE MODE EFEK FAILURE MODE SEVERITY PENYEBAB FAILURE MODE OCCURANCE PENDETEKSIAN YANG SUDAH DILAKUKAN PERUSAHAAN DETECTION RPN

terkilirKesalahan manusia 8

Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap

karyawan yang dibawahi6 240

memar di bagian iga kiri

Kontrol Manajemen Perusahaan

kurang maksimal7

Perusahaan memiliki divisi-divisi khusus EHS yang

bertanggung jawab pada permasalahan seperti JSA, LOTO,

Ergonomi

9 315

iritasi kulit karena bahan

kimia

Kebersihan ruangan kurang 3 Adanya housekeeper di perusahaan 5 90

Kesalahan Manusia 8Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap

karyawan yang dibawahi6 192

Ketidaksesuaian mesin/alat 4Penyeleksian penggunaan peralatan oleh manajemen

sebelum disosialisasikan kepada operator5 80

APD yang dipakai tidak lengkap / tidak

layak7

Insepksi rutin yang dilakukan dari EHS dan manajemen

perusahaan 4 112

lampu tiba-tiba meledak 5 Belum ada alat pendeteksi yang dimiliki perusahaan 10 200

gegar otak ringan

terkilir

luka memarAdanya masukan dari karyawan mengenai ketidaknyamanan

saat bekerja

Mengandalkan pengamatan manajemen

Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap

karyawan yang dibawahi

5

9

6

Penerapan ergonomi dalam

perusahaan yang kurang maksimal

Kontrol Manajemen Perusahaan

kurang maksimal

Kesalahan Manusia

7

7

8

5

8

6 240

Terjatuh dari ketinggian

Terkena atau kontak dengan

bahan/benda berbahaya

Terpeleset, tersandung, dan

jatuh pada ketinggian yang

sama

Terkena api atau benda panas 4

kulit melepuh

kulit memerah terkena

benda panas

microsent mesin rusak

Kontrol Manajemen Perusahaan

kurang maksimal9

5Penerapan ergonomi dalam

perusahaan yang kurang maksimal

Adanya masukan dari karyawan mengenai ketidaknyamanan

saat bekerja

APD yang dipakai tidak lengkap / tidak

layak

Ketidaksesuaian mesin/alat

Kontrol Manajemen Perusahaan

kurang maksimal

Kesalahan manusia

luka bakar

iritasi kulit karena terkena

benda panas

5

Perusahaan memiliki divisi-divisi khusus EHS yang

bertanggung jawab pada permasalahan seperti JSA, LOTO,

Ergonomi

9

Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap

karyawan yang dibawahi6

Insepksi rutin yang dilakukan dari EHS dan manajemen

perusahaan

6

iritasi mata

iritasi kulit karena debu kaca

7 168

1204

4

Penyeleksian penggunaan peralatan oleh manajemen

sebelum disosialisasikan kepada operator

8 288

6 120

7 252

Belum ada alat deteksi mengenai pembenahan WI atau

pembuatan jadwal training ; inspeksi rutin staf EHS ke

seluruh bagian produksi

378

504

384

6

7

8

9

Page 66: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

IV-19

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan RPN (lanjutan)

NO. FAILURE MODE EFEK FAILURE MODE SEVERITY PENYEBAB FAILURE MODE OCCURANCE PENDETEKSIAN YANG SUDAH DILAKUKAN PERUSAHAAN DETECTION RPN

Permesinan tidak berjalan dengan

lancar4

Pengecekan mesin secara berkala dari engineer masing-

masing departemen8 192

Belum adanya rancangan guarding

yang sesuai diterapkan di mesin 3Belum ada alat pendeteksi yang dimiliki perusahaan 10 180

lampu tiba-tiba meledak 5 Belum ada alat pendeteksi yang dimiliki perusahaan 10 300

pegal

pingsan

terkilir

tergores

luka memar

3

Kesalahan Manusia

Terkena ledakan

Jenis-jenis lain dari kecelakaan

kerja

Terluka karena kecerobohan

orang lain

Kesalahan manusiaInspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap

karyawan yang dibawahi

luka bakar

Adanya masukan dari karyawan mengenai ketidaknyamanan

saat bekerja5

7Kontrol Manajemen Perusahaan

kurang maksimal

Belum ada alat deteksi mengenai pembenahan WI atau

pembuatan jadwal training9

tersayat; tergores (RC)

Penerapan ergonomi dalam

perusahaan yang kurang maksimal

6

3 8 192

906

1928 8

8Inspeksi dari kepala masing-masing departemen terhadap

karyawan yang dibawahi

378

10

11

12

Page 67: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

IV-20

Contoh perhitungan failure mode kontak dengan mesin yang sedang bergerak atau

material yang berada dalam mesin

a. Severity : nilai 6.

Keterangan : surgery

b. Occurance : nilai 7 ( 1 in 20 ) untuk penyebab APD tidak lengkap atau tidal

layak.

Keterangan

Tinggi : umumnya berkaitan dengan proses terdahulu yang kadang

dialami

c. Detection : nilai 4

Keterangan : alat deteksi berupa insepksi rutin yang dilakukan dari EHS dan

manajemen perusahaan

d. Risk Priority Number (RPN) : severity x occurance x detection

= 6 x 7 x 4

= 168

4.2.4 Hasil Urutan Prioritas Berdasarkan Risk Priority Number (RPN)

Tujuan akhir dari FMEA ini adalah mendapatkan urutan prioritas penanganan

kecelakaan kerja yang terjadi di PT GE Lighting Indonesia. Tabel 4.7 menunjukkan

urutan prioritas penanganan delapan teratas.

Tabel 4.7 Urutan Prioritas Penanganan Kecelakaan Kerja di PT GE Lighting

Indonesia NO. FAILURE MODE SEVERITY PENYEBAB FAILURE MODE OCCURANCE PENDETEKSIAN YANG SUDAH DILAKUKAN DETECTION RPN

1Terpeleset, tersandung, dan jatuh

pada ketinggian yang sama8

Kontrol Manajemen Perusahaan

kurang maksimal7 Mengandalkan pengamatan manajemen 9 504

2

Kontak dengan mesin yang sedang

bergerak atau material yang berada

dalam mesin

8 Kesalahan Manusia 8

Inspeksi dari kepala masing-masing

departemen terhadap karyawan yang

dibawahi

6 384

3

Kontak dengan mesin yang sedang

bergerak atau material yang berada

dalam mesin

6Kontrol Manajemen Perusahaan

kurang maksimal7

Perusahaan memiliki divisi-divisi khusus

EHS yang bertanggung jawab pada

permasalahan seperti JSA, LOTO, Ergonomi

9 378

4Terbentur benda yang bergerak,

terbang, atau benda yang jatuh6

Kontrol Manajemen Perusahaan

kurang maksimal7

Perusahaan memiliki divisi-divisi khusus

EHS yang bertanggung jawab pada

permasalahan seperti JSA, LOTO, Ergonomi

9 378

5Terkena kendaraan yang sedang

bergerak6

Kontrol Manajemen Perusahaan

kurang maksimal7 Melalui masukan dari para karyawan 9 378

6Terkena benda yang berada dalam

kondisi tetap ataupun stasioner6

Kontrol Manajemen Perusahaan

kurang maksimal7 Melalui masukan dari para karyawan 9 378

7Terkena atau kontak dengan

bahan/benda berbahaya6

Kontrol Manajemen Perusahaan

kurang maksimal7

Perusahaan memiliki divisi-divisi khusus

EHS yang bertanggung jawab pada

permasalahan seperti JSA, LOTO, Ergonomi

9 378

8 Terkena ledakan 6Kontrol Manajemen Perusahaan

kurang maksimal7

Belum ada alat deteksi mengenai

pembenahan WI atau pembuatan jadwal

training

9 378

Page 68: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

V-1

BAB V

ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

Pada bab ini memberikan pemaparan analisis dari hasil penelitian yang

diperoleh berdasarkan data yang telah diolah pada bab IV.

5.1 Analisis Kejadian Kecelakaan Kerja Selama Tahun 2004 - 2010

Gambar grafik kecelakaan kerja tahun 2004 sampai dengan 2010 secara

umum menunjukkan penurunan jumlah kecelakaan kerja. Salah satu penyebabnya

adalah adanya pemutusan hubungan kerja karyawan yang mulai dilakukan pada

tahun 2003. Namun pada tahun 2007 dan 2010 terjadi kenaikan jumlah tenaga

kerja baik karyawan kontrak atau karyawan lama yang direkrut kembali. Dengan

adanya penambahan tersebut banyak dari mereka yang belum terbiasa dengan

prosedur dan mesin kerja yang baru sehingga jumlah kecelakaan kerjanya pun

bertambah.

Hasil identifikasi berdasarkan shift kerja menunjukkan bahwa kejadian

kecelakaan kerja terjadi paling banyak pada shift I yakni pukul 06.00 sampai

dengan 15.00 yakni sebanyak 84 kecelakaan kerja. Dari hasil analisis yang

dilakukan di perusahaan diketahui bahwa, shift I merupakan shift paling aktif

karena hampir semua produksi dilakukan pada shift I. Alasan perusahaan memilih

produksi terbesar dilakukan pada shift I adalah adanya kemudahan dari pihak

manajerial dalam melakukan pemantauan produksi atau pemantauan kesehatan

karena staf kerja keseluruhan masuk pada shift ini, selain itu untuk penghematan

pengeluaran biaya listrik.

Sedangkan hasil identifikasi berdasarkan jenis penanganan diketahui bahwa

kecelakaan kerja terbesar di kondisi first aid. Perbedaan jenis penanganan first aid

dan jenis penanganan lain adalah jenis obat yang diberikan dan luka yang

diakibatkan. Untuk hasil identifikasi letak luka terbesar berada di tangan dapat

dikatakan bahwa kecelakaan kerja terbesar ada pada anggota tubuh utama yang

digunakan saat bekerja, yaitu tangan. Jika dijabarkan lebih detail letak luka ini

berada pada pergelangan tangan, jari tangan, telapak tangan, lengan tangan, siku,

dan bahu, dimana jari tangan menduduki tingkat teratas untuk luka di tangan.

Sedangkan departemen yang paling sering terjadi kecelakaan kerja adalah

Page 69: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

V-2

Departemen FL 456 paling sering terjadi kecelakaan kerja dimana jenis

kecelakaan terbanyak adalah terluka pada waktu menangani pekerjaan,

mengangkat barang, ataupun membawanya.

5.2 Analisis Hasil Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

5.2.1 Analisis Mengenai Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Failure modes and Effects Analysis (FMEA) merupakan metode yang

digunakan untuk mengidentifikasi risiko yang berpotensi untuk timbul, menentukan

pengaruh risiko kecelakaan kerja, dan mengidentifikasi tindakan untuk me-mitigasi

risiko tersebut (Crow, 2002). Definisi Failure Modes And Effects Analysis (FMEA)

menurut John Moubray adalah metode yang digunakan untuk mengidentifikasi

bentuk kegagalan yang mungkin menyebabkan setiap kegagalan fungsi dan untuk

memastikan pengaruh kegagalan berhubungan dengan setiap bentuk kegagalan.

Kelebihan dari penggunaan Failure modes and Effects Analysis (FMEA)

adalah sifat FMEA yang objektif karena menggunakan penilaian yang merupakan

hasil brainstorming dari para anggota tim FMEA dimana terdiri dari manajer EHS,

staff EHS, supervisor masing-masing departemen produksi, operator, dan kepala

masing-masing departemen yang berkaitan. Dengan hasil FMEA ini dapat diketahui

prioritas penanganan suatu jenis failure mode dengan mempertimbangkan tiga aspek

yakni severity, occurance serta detection. FMEA merupakan dokumen hidup yang

dapat diperbaharui sesuai dengan kebutuhan perusahaan karena adanya jenis

kegagalan-kegagalan baru yang muncul atau perubahan aturan, jika dalam kasus ini

maka aturan yang dimaksud adalah aturan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja

PT GE Lighting Indonesia.

Kesulitan dari penggunaan Failure Mode and Effect Analysis hanyalah

jadwal atau waktu diskusi dari tim FMEA, jadi jika nantinya metode FMEA

diterima perusahaan maka perusahaan perlu membuat jadwal untuk

mendiskusikan permasalahan kecelakaan kerja oleh seluruh tim FMEA yakni dari

manajer EHS, staff EHS, supervisor masing-masing departemen produksi,

operator, dan kepala masing-masing departemen yang berkaitan.

5.2.2 Analisis Severity Failure Mode and Effect Analysis

Dalam memberikan penilaian mengenai severity, tim penilai yang terdiri

dari manajer EHS, staff EHS, supervisor di masing-masing departemen produksi,

Page 70: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

V-3

operator, dan kepala masing-masing departemen mempertimbangkan jenis

penanganan yang dimiliki perusahaan yaitu first aid, recordable. Untuk

penjelasan keduanya dapat dilihat pada sub bab 4.1.1. Berdasarkan hasil

penentuan skala severity failure mode pada table 4.3, terpeleset, tersandung, dan

jatuh pada ketinggian yang sama memiliki nilai severity tertinggi yaitu 8. Hal ini

karena failure mode terpeleset, tersandung, dan jatuh pada ketinggian yang sama

memiliki dampak tingkat luka yang cukup parah karena korban terbentur di kepala

dan menderita gegar otak serta membutuhkan penangana serius. Dalam tabel

Priest (1996), nilai severity untuk gagar otak adalah 8.

Sedangkan untuk failure mode terluka karena kecerobohan orang lain dan

jenis-jenis lain dari kecelakaan kerja memiliki nilai severity yang rendah yaitu 3.

Hal ini disebabkan karena luka yang terjadi pada korban seperti memar ringan dan

tergores hanya membutuhkan penanganan first aid atau ringan. Skala penilaian

yang digunakan adalah berdasarakan Priest (1996). Skala penilaian Priest sangat

jelas pemaparannya, karena tidak hanya menjabarkan bentuk luka saja, tetapi juga

penyakit, bahaya sosial dan psikologi, serta bahaya terhadap alat atau mesin yang

digunakan.

5.2.3 Analisis Occurance Failure Mode and Effect Analysis

Berdasarkan hasil penentuan ranking occurance dari cause of failure

kesalahan manusia menduduki tingkat occurance yang tertinggi yaitu 8. Hal ini

didasarkan pada prosentase jumlah kecelakaaan kerja yang terjadi karena

kesalahan manusia selama 7 tahun terakhir (2004-2010) sebanyak 40%. Beberapa

cause of failure yang termasuk dalam kesalahan manusia antara lain

ketidakpedulian karyawan terhadap kondisi di sekitarnya, kepanikan karyawan

saat berada dalam situasi bahaya, sikap karyawan yang tidak berhati-hati saat

bekerja, sikap karyawan tidak menjalankan prosedur kerja dengan benar, sikap

karyawan tidak menaati peraturan tata tertib perusahaan, dan bercanda saat

bekerja. Selain dari data kecelakaan kerja di perusahaan hasil penilaian juga

berasal dari wawancara langsung, dan pengamatan di lapangan khusunya area

produksi.

Sedangkan, cause of failure mode belum adanya guarding yang tepat untuk

diterapkan di mesin, kebersihan ruangan yang kurang memiliki nilai rendah

Page 71: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

V-4

dibandingkan yang lain yakni bernilai 3. Hal ini disebabkan untuk cause of failure

mode belum adanya guarding yang tepat untuk diterapkan di mesin terjadi empat

kali dalam tujuh tahun, dan cause of failure mode kebersihan ruangan yang kurang

terjadi tiga kali dalam tujuh tahun.

5.2.4 Analisis Detection Failure Mode and Effect Analysis

Untuk hasil analisis FMEA mengenai detection failure mode, pada cause of

failure lampu yang pecah dengan tiba-tiba dan belum adanya guarding yang tepat

untuk dipasang pada mesin memiliki nilai detection tertinggi yaitu 10. Hal ini

disebabkan memang belum adanya alat pendeteksi untuk mencegah penyebab

tersebut terjadi. Contoh gambaran kejadian untuk lampu yang meledak tiba-tiba

adalah output dari mesin aging incandecent saling berkumpul dalam wadah besar

dan saling bertabrakan satu sama lain. Namun kejadian lampu meledak tidak pada

semua lampu. Selain itu dari hasil wawancara dengan operator di bagian aging

incandecent, kejadian lampu meledak bisa jadi akibat bahan lampu yang kurang

bagus sehingga diperlukan pengetatan Quality Control lampu. Sampling yang

dilakukan oleh karyawan QC pun tidak dilakukan untuk mengetahui ciri-ciri

lampu akan meledak, tetapi lebih kepada produk akhir apakah lampu dapat

menyala atau tidak. Untuk cause of failure mode belum adanya rancangan

guarding yang sesuai nilai deteksinya juga 10. Hal ini disebabkan tidak

diketahuinya penyebab ini oleh perusahaan sebelum kecelakaan kerja terjadi atau

bisa dikatakan tidak ada alat pendeteksinya.

Nilai detection yang paling rendah adalah 4. Penilaian ini dimiliki oleh

cause of failure mode APD yang dipakai tidak lengkap / tidak layak. Hal ini

disebabkan perusahaan memiliki divisi-divisi khusus EHS yang bertanggung

jawab pada permasalahan seperti JSA, LOTO, Ergonomi sehingga dengan begitu

sudah adanya mengatur aktivitas karyawan untuk menghindari kejadian yang

tidak diinginkan, prosedur kerja masing-masing karyawan, media pendukung

kesehatan dan keselamatan kerja seperti poster, gambar, pengumuman yang sudah

ada di perusahaan meskipun belum bisa maksimal untuk dilakukan oleh para

karyawan PT GE Lighting Indonesia.

Page 72: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

VI-1

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan dari pengolahan data dan analisis yang

dilakukan pada bab sebelumnya. Kesimpulan ini diharapkan mampu menjawab

apa yang menjadi tujuan pada penelitian yang dilakukan seperti yang telah

dipaparkan pada bab 1. Pada bab ini juga diberikan saran yang membangun bagi

PT. GE Lighting Indonesia.

6.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan, pengolahan data dan analisa, dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Dari hasil perhitungan Risk Priority Number diketahui bahwa failure mode

yang harus diutamakan untuk ditangani perusahaan adalah kategori

terpeleset, tersandung, dan jatuh pada lantai datar. Satu kategori ini

memiliki penyebab utama yakni kontrol manajemen perusahaan yang

kurang maksimal. Perincian nilai RPN adalah sebagai berikut :

a. Nilai Severity : 8

b. Nilai Occurance : 7

c. Nilai Detection : 9

d. RPN : 504

2. Beberapa penyebab terjadinya kecelakaan kerja yang termasuk ke dalam

kontrol manajemen perusahaan yang kurang maksimal diantaranya adalah

a. Perusahaan belum melakukan revisi JSA

b. Perusahaan belum membuat JSA untuk pekerjaan bersifat non-routine

c. Karyawan memerlukan refresh training untuk LOTO, work instruction,

d. Perusahaan belum membuat work instruction untuk penataan limbah

kaca, muat dus, penataan barang yang benar dan mensosialisasikannya

e. Pengadaan lampu emergency yang kurang.

f. Inspeksi perusahaan terhadap lingkungan sekitar yang masih kurang.

g. Beberapa tangga yang ada di perusahaan bersifat tidak permanen dan

tidak aman digunakan

h. Tanda pada mesin dan peralatan belum semuanya terpasang

Page 73: PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN KECELAKAAN … · Kekurangan dari sistem yang sudah ada adalah setiap perbaikan yang muncul dari hasil investigasi hanya diterapkan pada penanganan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

VI-2

i. Beberapa sistem produksi perusahaan masih menggunakan sistem lama

yang cukup berbahaya dan menimbulkan ledakan

6.2 SARAN

Berikut ini adalah saran-saran yang dapat diberikan berkaitan dengan

tindakan lanjutan yang diambil perusahaan dan juga kemungkinan studi di masa

mendatang:

1. Departemen EHS segera melakukan penjadwalan ulang semua training

(work instruction, pemakaian APD, Job Safety Analysis, ergonomi, dan

aturan keselamatan kerja) kepada karyawan untuk mengurangi kejadian

kecelakaan kerja yang terjadi akibat kesalahan manusia.

2. Perbaikan materi training dan cara penyampaian materi oleh departemen

EHS, sehingga karyawan lebih bisa menerima dan menyerap materi training

yang diberikan. Dengan begitu karyawan tidak menganggap training

hanyalah sebagai formalitas semata. Namun, dengan training karyawan

mampu bekerja sesuai dengan prosedur kerja yang ada dan dapat dilakukan

dengan maksimal.