Audit Investigasi Pembahasan

39
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah korupsi bukan hal yang baru di Indonesia. Secara yuridis istilah korupsi sudah dikenal sejak tahun 1957 dalam bentuk Peraturan Militer Angkatan Darat dan Laut Republik Indonesia Nomor PRT/PM/06/1957. Peraturan Penguasa Militer dibuat karena Undang-Undang Hukum Pidana yang dianggap tidak mampu lagi menanggulangi permasalahan korupsi, pada saat itu korupsi dianggap sebagai penyakit masyarakat yang menggerogoti kesejahteraan rakyat, menghambat pembangunan, merugikan perekonomian, dan mengabaikan moral. Peraturan Penguasa Militer dapat dikatakan sebagai upaya awal bagi Pemerintah untuk menanggulangi korupsi, sehingga saat ini dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, namun adanya peraturan perundang-undangan tersebut belum mampu menekan angka korupsi yang semakin meningkat. Apalagi di era orde baru, yang semula paling lantang menentang praktik korupsi, justru membuat korupsi semakin tumbuh subur dengan berbagai kebijakan penyelenggaraan pemerintahan yang penuh dengan unsur-unsur korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Menurut Arifin (2000, 2) mengatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah menyatu menjadi sistem penyelenggaraan pemerintahan (sistemik), bahkan pemerintahan akan hancur jika korupsi benar-benar diberantas. Seminar Auditing Page 1

Transcript of Audit Investigasi Pembahasan

Page 1: Audit Investigasi Pembahasan

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah korupsi bukan hal yang baru di Indonesia. Secara yuridis istilah korupsi

sudah dikenal sejak tahun 1957 dalam bentuk Peraturan Militer Angkatan Darat dan Laut

Republik Indonesia Nomor PRT/PM/06/1957. Peraturan Penguasa Militer dibuat karena

Undang-Undang Hukum Pidana yang dianggap tidak mampu lagi menanggulangi

permasalahan korupsi, pada saat itu korupsi dianggap sebagai penyakit masyarakat yang

menggerogoti kesejahteraan rakyat, menghambat pembangunan, merugikan perekonomian,

dan mengabaikan moral. Peraturan Penguasa Militer dapat dikatakan sebagai upaya awal bagi

Pemerintah untuk menanggulangi korupsi, sehingga saat ini dikeluarkannya Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, namun adanya peraturan perundang-

undangan tersebut belum mampu menekan angka korupsi yang semakin meningkat. Apalagi

di era orde baru, yang semula paling lantang menentang praktik korupsi, justru membuat

korupsi semakin tumbuh subur dengan berbagai kebijakan penyelenggaraan pemerintahan

yang penuh dengan unsur-unsur korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Menurut Arifin (2000, 2) mengatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah menyatu

menjadi sistem penyelenggaraan pemerintahan (sistemik), bahkan pemerintahan akan hancur

jika korupsi benar-benar diberantas.

Salah satu upaya Pemerintah untuk menanggulangi tindak korupsi adalah dengan

melaksanakan audit investigatif. BPK-RI sebagai lembaga yag dipercaya dan memiliki

kewenangan dalam melaksanakan audit investigatif serta terpercaya dalam memberantas

korupsi.

Sebelum memulai suatu investigasi, pimpinan atau lembaga perlu menetapkan apa

yang sesungguhnya ingin dicapai dari investigasi itu. Investigasi merupakan proses yang

panjang, mahal, dan bisa berdampak negative terhadap perusahaan atau stakeholdersnya.

Proses yang panjang dan lama, diikuti dengan banyaknya pihak (baik intern maupun

ekstern) yang terlibat atau dilibatkan, menyebabkan investigasi itu menjadi mahal.

Perusahaan juga harus menyediakan banyak sumber daya atau harus meng-commit sumber

daya yang akan disediakan.

Seminar Auditing Page 1

Page 2: Audit Investigasi Pembahasan

Reputasi perusahaan juga bisa hancur jika pengungkapan investigasi ini tidak

dikomunikasikan dengan baik. Karena itu, tujuan dari suatu investigasi harus disesuaikan

dengan keadaan khusus yang dihadapi,dan ditentukan sebelum investigasi dimulai.

1.2 Tujuan

Tujuan Investigatif:

Dibawah ini disajikan bermacam-macam alternative mengenai tujuan investigasi:

1. Memberhentikan manajemen. Tujuan utamanya adalah sebagai teguran keras

bahwa manajemen tidak mampu mempertanggung jawabkan kewajiban

fidusiernya. Kewajiban fidusier ini termasuk mengawasi dan mencegah terjadinya

kecurangan oleh karyawannya.

2. Memeriksa, mengumpulkan dan menilai cukupnya dan relevannya bukti. Tujuan

ini akan menekankan bisa diterimanya bukti-bukti sebagai alat bukti untuk

meyakinkan hakim di pengadilan. Konsepnya adalah forensic evidence, dan bukan

sekedar bukti audit.

3. Melindungi reputasi karyawan yang tidak bersalah. Misalnya dalam pemberitaan

di media masa bahwa karyawan di bagian produksi menerima uang suap. Tanpa

investigasi, reputasi dari semua karyawan dibagian produksi akan tercemar.

Investigasi mengungkapkan siapa yang bersalah. Mereka yang tidak bersalah

terbebas dari tuduhan (meskipun perguncingan seringkali tetap tidak terhindari).

4. Menemukan dan mengamankan dokumen yang relevan untuk investigasi. Banyak

bukti dalam kejahatan keuangan berupa dokumen. Jika banyak dokumen disusun

untuk menyembunyikan kejahatan, atau jika dokumen ini dapat memberi petunjuk

kepada pelaku dan penanggung jawab kecurangan, maka tujuan dari investigasi

ini adalah menjaga keutuhan dokumen. Ruang kerja harus diamankan, tidak boleh

ada orang masuk keluar tanpa izin, dokumen harus diindeks dan dicatat.

5. Menemukan asset yang digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari kerugian

yang terjadi. Ini meliputi penelusuran rekening bank, pembekuan rekening, izin-

izin untuk proses penyitaan dan atau penjualan asset, dan penentuan kerugian

yang terjadi.

6. Memastikan bahwa semua orang, terutama mereka yang diduga menjadi pelaku

kejahatan, mengerti kerangka acuan dari investigasi tersebut; harapannya adalah

bahwa mereka bersedia bersikap kooperatif dalam investigasi itu. Teknik

pelaksanaannya adalah dengan “dengar pendapat orang terbuka” yang

Seminar Auditing Page 2

Page 3: Audit Investigasi Pembahasan

menghadirkan orang luar sebagai panelis. Orang luar ini biasanya orang

terkemuka dan terpandang. Hal ini umumnya dilakukan apabila “operasi tertutup

dan rahasia” (covert operations) gagal mengungkapkan kecurangan yang

berdampak luas.

7. Memastikan bahwa pelaku kejahatan tidak bisa lolos dari perbuatannya. Ada dua

versi dari pendekatan ini. Pertama, lakukan penuntutan tanpa pandang bulu,

berapapun besar biayanya, siapapun pelakunya (penjahat besar maupun kecil). Hal

ini akan mengirimkan pesan kepada seluruh karyawan dan pihak luar, bahwa

perusahaan atau lembaga itu serius dalam mengejar si penjahat. Kedua, kejar si

penjahat untuk mengembalikan dana atau asset yang dicurinya, dan kemudian

minta dia mengundurkan diri atau diberhentikan. Pendekatan kedua, lebih

“tenang”, tak ada gembar-gembor.

8. Menyapu bersih semua karyawan pelaku kejahatan. Seperti pada butir diatas,

tujuan utamanya adalah menyingkirkan “buah busuk” agar “buah segar” tidak ikut

busuk. Pendekatannya adalah pendekatan disiplin perusahaan. Pembuktian

terhadap tindak kejahatan ini mungkin tidak akan lolos disidang pengadilan. Tapi

pembuktian disini diarahkan kepada penerapan peraturan intern perusahaan.

9. Memastikan bahwa perusahaan tidak lagi menjadi sasaran penjarahan.

Kecurangan menggerogoti sumber daya perusahaan, dan umumnya pemulihan

kerugian ini tidak ada atau sangat sedikit. Pendekatan ini menghentikan kerugian

lebih lanjut dan menutup celah-celah peluang (loopholes) terjadinya kejahatan.

10. Menentukan bagaimana investigasi akan dilanjutkan. Apakah investigasi akan

diperluas atau diperdalam, atau justru dibatasi lingkupnya. Kadang-kadang suatu

investigasi dilaksanakan secara tentative atau eksploratif dan bertahap. Dalam

investigasi ini laporan kemajuan memungkinkan evaluasi, apakah kita akan

melanjutkannya dan jika ya, bagaiman lingkupnya.

11. Melaksanakan investigasi sesuai standar, sesuai dengan peraturan perusahaan,

sesuai dengan buku pedoman. Tujuan semacam ini biasanya didasarkan atas

pengalaman buruk. Dimasa lalu, misalnya, tujuan dari pada investigasi adalah

untuk menangkap pelakunya. Ketika investigasi dilakukan secara gencar,

investigasinya “kebablasan” dan pelaksanaannya melanggar ketentuan.

12. Menyediakan laporan kemajuan secara teratur untuk membantu pengambilan

keputusan mengenai keputusan mengenai investigasi ditahap berikutnya. Banyak

investigasi bersifat iterative, artinya suatu investigasi atas dugaan kejahatn

Seminar Auditing Page 3

Page 4: Audit Investigasi Pembahasan

menghasilkan temuan baru yang melahirkan dugaan tambahan atau suatu dugaan

baru. Investigasi pertama diikuti dengan investigasi berikutnya, dan seterusnya,

secara iterative memperluas pemahaman invstigator mengenai berapa dalamnya

masalah yang dihadapi. Konsultasi, diskusi, dan presentasi dari temuan-temuan

secara berkala(mingguan, misalnya), merupakan ciri khas dari pendekatan ini.

13. Memastikan pelakunya tidak melarikan diri atau menghilang sebelum tindak

lanjut yang tepat dapat diambil. Ini biasanya merupakan tujuan investigasi dalam

hal pelaku tertangkap tangan seperti dalam kasus pencurian di supermarket.

Umumnya kejahatan ditempat kerja tidak memiliki cirri kasus ini karena

karyawan dikenal atau mempunyai identitas yang disimpan dalam pencatatan

perusahaan. Tetapi dalam kejahatan tertentu, misalnya penggelapan uang yang

melibatkan pihak-pihak diluar perusahaan, pendekatan ini sangat tepat.

14. Mengumpulkan cukup bukti yang dapat diterima pengadilan, dengan sumberdaya

dan terhentinya kegiatan perusahaaan seminimal mungkin. Pendekatan ini

berupaya mencari pemecahan yang optimal dalam kasus yang terjadi.

15. Memperoleh gambaran yang wajar tentang kecurangan yang terjadi dan membuat

keputusan yang tepat mengenai tindakan yang harus diambil. Hasil investigasi

seringkali ditindaklanjuti secara emosional. Jika karyawan itu disukai oleh atasan

atau rekan sekerjanya, pimpinan cenderung “memaafkan” perbuatannya dan tidak

memaanfaatkan peluang untuk memperbaiki sistem yang berhasil “dijebolnya”.

Sebaliknya, jika pimpinan atau rekan sekerjanya tidak menyukai si pelaku

kecurangan, pimpinan cenderung menghukumnya seberat-beratnya. Kedua sikap

tadi akan merugikan perusahaan. Dengan memperoleh gambaran yang layak (fair)

maka pimpinan secara sadar membuat keputusan tentang siapa yang melakukan

investigasi (harus seorang professional) dan bagaimana tindaklanjutnya.

16. Mendalami tuduhan (baik oleh orang dalam atau luar perusahaan, baik lisan

maupun tertulis baik dengan nama terang atau dalam bentuk surat kaleng) untuk

menanggapinya secara tepat. Investigasi yang didasarkan pada tujuan ini, tidak

akan menelan mentah-mentah “fakta” yang diajukan dalam tuduhan itu. Fokusnya

adalah pada konteks tuduhan itu apakah tuduhan itu akan dianggap serius.

17. Memastikan bahwa hubungan dan suasana kerja tetap baik. Hal ini sangat penting

ketika morale kerja merupakan kunci keberhasilan dalam perusahaan atau tim

kerja.

Seminar Auditing Page 4

Page 5: Audit Investigasi Pembahasan

18. Melindungi nama baik perusahaan atau lembaga. Tujuan dari investigasi ini

tentunya bukan untuk melindungi lembaga yang sebagian besar memang sudah

korup. Jika tujuan ini ditetapkan dalam kondisi semacam ini, maka yang tejadi

adalah persekongkolan jahat atau kolusi. Tujuan investigasi diatas sangat tepat

apabila kejahatan dilakukan oleh segelintir orang, padahal reputasi perusahaan

secara keseluruhan terancam.

19. Mengikuti seluruh kewajiban hokum dan mematuhi semua ketentuan mengenai

due diligence dan klaim kepada pihak ketiga (misalnya klaim asuransi).

20. Melaksanakan investigasi dalam koridor kode etik. Kita umumnya menyadari

akan perlunya ketentuan perundang-undangan dipatuhi, dan konsekuensi terhadap

pelanggarannya. Namun, lebih sulit mengikuti kewajiban etika. Dalam situasi

dimana pelaku kecurangan “pasrah”, ia seringkali mengikuti kehendak sang

investigator. Dalam kondisi seperti ini, si investigator lupa akan kode etiknya,

sekedar karena pada saat itu si “terduga” tidak mempertanyakan sikap dan tingkah

si investigator. Seringkali kepasrahan si “terduga” diikuti dengan arogansi si

investigator, menyuburkan praktek-praktek pelanggaran kode etik. Dengan

menetapkan tujuan investigasi ini, perusahaan ingin memastikan bahwa

investigator senantiasa mengikuti kode etik yang sudah ditetapkan.

21. Menentukan siapa pelakunya dan mengumpulkan bukti mengenai niatnya.

Prakarsa ini bermaksud untuk menyeret si pelaku ke pengadilan pidana, misalnya

pengadilan tindak pidana korupsi. Karena itu, perlu pengumpulan bukti yang

cukup untuk proses penyidikan yang diikuti dengan penuntutan dan selanjutnya

proses pengadilan. Dengan demikian, seluruh daya dikerahkan disertai publisitas

penuh, yang sangat sejalan dengan kebijakan “tanpa ampun” (zero-tolerance

policy).

22. Mengumpulkan bukti yang cukup untuk menindak pelaku dalam perbuatan yang

tidak terpuji. Ini serupa dengan tujuan dalam butir 21 diatas, dengan perbedaan

bahwa butir ini diproses melalui ketentuan administrative atau perdata.

23. Mengidentifikasi praktek manajemen yang tidak dapat dipertanggungjawabkan

atau perilaku yang melalaikan tanggung jawab. Seorang karyawan dibagian

pengadaan berkolusi dengan pemasok. Hal ini memungkinkan karyawan

memperkaya dirinya sendiri, yang dipakainya untuk pembelian property mewah.

Investigasi dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama diarahkan kepada pelaku.

Sedangkan tahap kedua, kepada atasannya. Tahap kedua ingin menjawab

Seminar Auditing Page 5

Page 6: Audit Investigasi Pembahasan

pertanyaan: Mengapa atasannya tidak melihat petunjuk awal (anak buah

bertambah kekayaan dalam jangka waktu pendek), ataukah sekurang-kurangnya

mewawancarai anak buahnya. Tujuan investigasi dalam butir ini adalah untuk

tahap kedua tadi.

24. Mempertahankan kerahasiaan dan memastikan bahwa perusahaan atau lembaga

ini tidak terperangkap dalam ancaman tuntutan pencemaran nama baik. Gaya

kerja” serbu dan tangkap” atau “tangkap dulu, jelaskan kemudian” seringkali

rawan terhadap kemungkinan perusahaan dituntut. Karena itu, tujuan investigasi

ini harus jelas dan ditegaskan sebelum investigasi dilakukan.

25. Mengidentifikasi saksi yang melihat atau mengetahui terjadinya kecurangan dan

memastikan bahwa mereka memberikan bukti yang mendukung tuduhan atau

dakwaan terhadap sipelaku. Tujuan ini berkaitan dengan petunjuk bahwa sipelaku

mengidentifikasi orang-orang yang secara potensial bisa menjadi saksi, baik

dalam proses penyidikan maupun dalam sidang pengadilan. Perlindungan

terhadap para saksi ini dapat mendorong mereka memberikan keterangan,

petunjuk, atau bukti yang diperlukan.

26. Memberikan rekomendasi mengenai bagaimana mengelola risiko terjadinya

kecurangan ini dengan tepat. Dalam jangka panjang, manajemen risiko yang

baiklah yang akan mencegah atau mengurangi terjadinya kecurangan.

Dari contoh-contoh diatas, terlihat berbagai tujuan dalam melakukan suatu

investigasi. Istilah investigasi dalam penggunaan sehari-hari, memberi kesan seolah-olah

hanya ada satu jenis. Jenis yang kita kenal umumnya adalah dalam konteks tindak pidana

korupsi. Tujuan akhirnya, menjebloskan koruptor ke penjara dan atau mendapatkan kembali

sebagian atau seluruh hasil jarahannya.

Pemilihan di antara berbagai alternative tujuan investigasi, tergantung dari organisasi atau

lembaganya serta mandate yang dipunyainya, jenis dan besarnya kecurangan, dan budaya di

lembaga tersebut. Tanggung jawab untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu

investigasi terletak pada pimpinan.

Seminar Auditing Page 6

Page 7: Audit Investigasi Pembahasan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Investigatif

Pengertian investigasi dan pemeriksaan fraud digunakan silih berganti sebagai

sinonim. Idealnya ada kesamaan makna konsep-konsep auditing dan hukum; namun, dari

ssegi filsafat auditing dan filsafat hukum,hal itu tidaklah mungkin.

Ada sebab lain kenapa harmonisasi antara konsep-konsep hukum dan auditing tidak dapat

berjalan. Hukum Indonesia, khususnya hukum pidana dan hukum secara pidana, masih

berasal dari hukum Napoleonic. Sedangkan konsep-konsep akuntansi dan auditing kita adopsi

dari Amerika Serikat. Karena perbedaannya yang penting antara konsep-konsep auditing dan

hukum, pemeriksa fraud perlu memahami kedua-duanya.

Dalam filsafat auditing kita mengenal konsep due audit care, prudent auditor, seorang

professional yang berupaya menghindari tuntutan dengan tuduhan teledor (negligent) dalam

melaksanakan tugasnya. Untuk itu, pemeriksa fraud atau investigator perlu mengetahui tiga

aksioma dalam pemeriksaan fraud.

Suatu investigasi hanya dimulai apabila ada dasar yang layak, yang dalam investigasi

dikenal sebagai predication. Dengan landasan atau dasar ini, seorang investigator mereka-

reka mengenai apa, bagaimana, siapa dan pertanyaan lain yang diduganya relevan dengan

pengungkapan kasusnya: ia membangun teori fraud (fraud theory).

Investigasi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai upaya pembuktian. Umumnya

pembuktian ini berakhir di pengadilan dan ketentuan hukum (acara) yang berlaku.

Aksioma Dalam Investigatif

Dalam melakukan investigasi ada beberapa aksioma. Aksioma adalah asumsi dasar

yang begitu gamblangnya sehingga tidak memerlukan pembuktian mengenai kebenarannya.

Tapi jangan remehkan “kegamblangannya”. Pemeriksa yang berpengalaman pun menghadapi

kesulitan ketika ia mengabaikan aksioma-aksioma ini.

Ada tiga aksioma dalam pemeriksaan fraud, yang dibahas berturut-turut dibawah. Ketiga

aksioma ini berkenaan dengan sifat fraud yang tersembunyi, pembuktian tentang fraud yang

dilakukan secara timbal balik, dan terjadinya fraud semata-mata merupakan kewenangan

pengadilan untuk memutuskannya.

Seminar Auditing Page 7

Page 8: Audit Investigasi Pembahasan

Fraud selalu tersembunyi

Berbeda dengan kejahatan lain, sifat perbuatan fraud adalah tersembunyi atau

mengandung tipuan (yang terlihat di permukaan bukanlah yang sebenarnya terjadi atau

berlangsung). Bayangkan sejenak perampokan bank yang dilakukan segerombolan penjahat.

Mereka masuk ke lobby bank, menodongkan senjata api kepada teller (juru bayar) dan

manajer bank, minta para teller mengisi kantong-kantong mereka dengan uang dan barang

berharga lain yang ada dalam kasanah (vault,kluis), kemudian meninggalkan bank dengan

kecepatan tinggi. Semuanya disaksikan oleh pelanggan bank yang sedang atau akan

bertransaksi.

Bandingkan adegan tadi dengan adegan lain di mana kepala cabang suatu bank besar

memfasilitasi “pelanggannya” dengan membuka L/C fiktif atau memberikan kredit bodong

yang segera menjadi NPL (non-performing loan). Dalam adegan kedua, terjadi dua scenario.

Skenario pertama yang terjadi di permukaan, seolah-olah ini transaksi normal antara banker

dan pelanggan “terhormat”. Transaksi ini didukung dengan segala macam berkas resmi dari

perusahaan sang pelanggan, bank, notaries, kantor akuntan, pengacara, bermacam-macam

legitimasi (termasuk surat-surat keputusan dari lurah sampai petinggi Negara lainnya) dan

entah berkas apalagi. Dalam scenario kedua, pihak-pihak yang terlibat menutup rapat-rapat

kebusukan mereka; penyuapan aparat penegak hukum dan instansi lain merupakan biaya

penutup kebusukan ini. Kedua scenario ini tidak terpisah, satu menguatkan yang lain dalam

jalinan ayau packaging yang rapi. Karena itu, dirigennya juga mempunyai nama terhormat,

arranger.

Adegan pembobolan pertama (oleh perampok) terlihat kasar dan kasat mata. Adegan

pembobolan kedua (oleh kelompok yang disebut atau menamakan diri mereka

“professional”) terlihat bersih; karena bagian yang kotor sudah tersembunyi dlam

pembungkusan atau packaging yang rapi.

Metode pembungkusannnya begitu rapi sehingga pemeriksa fraud atau investigator

yang berpengalaman sekalipun seringkali terkecoh. Karena itu pemeriksa fraud atau

investigator harus menolak memberikan pernyataan bahwa hasil pemeriksaannya

membuktikan tidakada fraud. Pernyataan yang mengandung risiko yang sangat besar. Fraud

tersembunyi (atau lebih tepat,”disembunyikan”), fraud dibungkus rapi.

Pembuktian Fraud Secara Timbal-Balik

Pembuktian ada atau telah terjadinya fraud meliputi upaya untuk membuktikan fraud

itu tidak terjadi. Dan sebaliknya, untuk membuktikan fraud tidak terjadi, kita harus berupaya

Seminar Auditing Page 8

Page 9: Audit Investigasi Pembahasan

membuktikan fraud itu terjadi harus ada upaya pembuktian timbale balik atau reverse proof.

Kedua sisi fraud (terjadi dan tidak terjadi) harus diperiksa. Dalam hukum Amerika Serikat,

“proof of fraud must preclude any explanation other than guilt” artinya pembuktian fraud

harus mengabaikan setiap penjelasan, kecuali pengakuan kesalahan.

Hanya Pengadilan yang Menetapkan Bahwa Fraud Memang Terjadi

Pemeriksa fraud berupaya membuktikan fraud memang terjadi. Hanya pengadilan

yang mempunyai kewenangan untuk menetapkan hal itu. Di Amerika Serikat wewenang itu

ada pada pengadilan (majelis hakim) dan para jury.

Diatas dikatakan: pemeriksa Fraud harus menolak memberikan pernyataan bahwa

hasil pemeriksaannya membuktikan tidak ada fraud. Disini harus ditegaskan: pemeriksa fraud

harus menolak memberikan pernyataan bahwa pemeriksanya membuktikan adanya fraud.

Dalam upaya menyelidiki adanya fraud, pemeriksa membuat dugaan mengenai

apakah seseorang bersalah (guilty) atau tidak (innocent). Bersalah atau tidaknya seseorang

merupakan dugaan atau bagian dari “teori”, sampai pengadilan memberikan keputusannya.

Metodologi Investigatif

Kembali ke contoh pembobolan bank diatas. Dalam pembobolan oleh perampok,

identitas perampok tidak diketahui dan ini yang ingin diungkapkan. Dalam penjarahan bank

oleh pejabatnya yang bersekongkol dengan pelanggan, identitas mereka bukan masalahnya.

Masalahnya adalah membuktikan apakah perbuatan mereka dapat dianggap fraud.

Kemahiran si pemeriksa dalam menguasai konsep keuangan dalam kasus yang dihadapinya

dan kemampuannya menarik kesimpulan dari penerapan konsep tersebut (secara benar atau

menyimpang) akan membantunya dalam mengungkapkan apakah perbuatan itu merupakan

fraud (kejahatan atau pelanggaran) menurut hukum. Dalam contoh L/C fiktif,si pemeriksa

harus memahami dengan baik segala seluk beluk (konsep) mengenai L/C dan celah-celah,

bahkan tipologi, dari kejahatan dengan modus operandi L/C fiktif.

Yang tidak kalah penting adalah kemahiran si pemeriksa untuk menyampaikan konsep-

konsep penting itu secara sederhana, sehingga mudah dicerna oleh hakim yang harus

memutus dan jaksa atau pengacara pembela yang harus diyakinkan. Diagram yang

menunjukkan arus uang dari hasil kejahatan kepada pelaku yang merupakan otak kejahatan,

merupakan contoh dari kemampuan menyajikan sesuatu yang rumit secara sederhana.

Fraud Examiners Manual (2006) menjelaskan predication sebagai berikut:

Seminar Auditing Page 9

Page 10: Audit Investigasi Pembahasan

Predication adalah keseluruhan dari peristiwa, keadaan pada saat peristiwa itu, dan

segala hal yang terkait atau berkaitan yang membawa seseorang yang cukup terlatih dan

berpengalaman dengan kehati-hatian yang memadai, kepada kesimpulan bahwa fraud telah,

sedang atau akan berlangsung. Predication adalah dasar untuk memulai investigasi.

Investigasi atau pemeriksaan fraud jangan dilaksanakan tanpa adanya predication yang tepat.

Setiap investigasi dimulai dengan keinginan atau harapan bahwa kasus ini berakhir

dengan suatu litigasi. Padahal ketika memulai investigasi, pemeriksa belum memiliki bukti

yang cukup. Ia baru mempunyai dugaan atas dasar predication yang dijelaskan di atas.

Keadaan ini tidak berbeda dengan ilmuwan yang membuat “dugaan” atas dasar

pengamatannya terhadap berbagai fakta, kemudian “dugaan” ini diujinya. Seperti hipotesis

yang harus diuji oleh seorang ilmuwan, pemeriksa fraud membuat teori tentang bagaimana

fraud itu terjadi selanjutnya akan disebut teori fraud. Teori ini tidak lain dari rekaan atau

perkiraan yang harus dibuktikan.

Investigasi dengan pendekatan teori fraud meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

Analisis data yang tersedia

Ciptakan (atau kembangkan) hipotesis berdasarkan analisis di atas

Uji atau test hipotesis tersebut

Perhalus atau ubah hipotesis berdasarkan hasil pengujian sebelumnya.

2.2 Audit Investigatif

Istilah audit investigatif di lingkungan lembaga pemerintahan seperti BPK sudah

umum dan sering dipakai oleh BPK, BPKP dan KPK, sedangkan menurut Indonesian

Corruption Watch (2004, 1) pelaku investigatif digolongkan menjadi dua yaitu:

1) Investigatif internal dilakukan oleh BPK, BPKP, KPK, Inteljen, SPI.

2) Investigatif eksternal (publik) dilakukan oleh Ormas, LSM, Parpol, dan wartawan.

Menurut BPK-RI sendiri pengertian audit investigatif ialah pemeriksaan yang

bertujuan untuk mengungkapkan ada tidaknya indikasi kerugian negara atau daerah dan atau

unsur pidana. ICW (2004, 3) membagi tahapan pelaksanaan audit investigatif menjadi 8

tahap yaitu: petunjuk awal, pengembangan informasi awal, wawancara ahli dan pendalaman

literatur, pencarian informasi dan dokumen, pengorganisasian data dan menganalisis,

pelaporan, pengumuman hasil ke pihak internal, serta pengumuman hasil kepada publik.

Seminar Auditing Page 10

Page 11: Audit Investigasi Pembahasan

2.3 Pemeriksaan Dalam Hukum, Sebagai pembanding dengan Audit Investigatif

Pembahasan mengenai pemeriksaan fraud di atas adalah dari kaidah-kaidah auditing.

Istilah yang digunakan dalam pembahasan sebelumnya adalah istilah auditing. Padahal

pemeriksaan fraud dimaksudkan untuk pembuktian di pengadilan. Idealnya, pendekatan

auditing dan hukum berjalan seiring. Namun, latar belakang kedua bidang ilmu ini berbeda.

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981) mengatur

tahapan hukum acara pidana sebagai berikut:

1. Penyelidikan

2. Penyidikan

3. Penuntutan

4. Pemeriksaan di sidang pengadilan

5. Putusan pengadilan

6. Upaya hukum

7. Pelaksanaan putusan pengadilan

Tahap 1(penyelidikan) sampai dengan Tahap 6 (Upaya Hukum) merupakan satu

rangkaian pemeriksaan yang merupakan upaya pembuktian. Hal ini dijelaskan dalam setiap

tahap dari Tahap 1 sampai dengan Tahap 6.

1. Penyelidikan

Penyelidikan adalah serangkaian kegiatan penyelidik untuk mencari dan menemukan

suatu perbuatan yang diduga merupakan tindak pidana guna menentukan dapat/tidaknya

penyelidikan dilakukan.

Penyelidikan tidaklah berdiri sendiri atau terpisah dari penyidikan, melainkan merupakan

satu rangkaian yang mendahului tindakan penyidikan lainnya, yakni penangkapan,

penahanan, penggeledahan dan penyitaan.

Penyelidik mempunyai wewenang sebagai berikut:

Menerima laporan atau pengaduan tentang adanya dugaan tindak pidana

Mencari keterangan dan barang bukti

Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda

pengenal diri

Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa:

Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan;

Seminar Auditing Page 11

Page 12: Audit Investigasi Pembahasan

Pemeriksaan dan penyitaan surat;

Membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik.

Wewenang penyelidik seperti mencari keterangan dan barang bukti sudah memasuki

ruang lingkup pembuktian. Jika keterangan yang diperoleh dari beberapa orang saling

bersesuaian satu sama lain, apalagi jika ada keterkaitan dengan barang bukti yang ditemukan,

maka penyelidik dapat menduga telah terjadi suatu tindak pidana. Selanjutnya penyidikan

dapat dilakukan.

Apabila Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyelidikan dan dari

penyelidikan itu tidak ditemukan sekurang-kurangnya dua bukti, maka penyelidik

melaporkan kepada KPK untuk menghentikan penyelidikan. Sedangkan apabila Kejaksaan

dan Kepolisian yang melakukan penyelidikan, tidak dikenal penghentian penyelidikan.

Dalam hal penyelidik (Kejaksaan dan Kepolisian) berpendapat perbuatan tersebut bukan

merupakan tindak pidana maka penyelidikan tidak dilanjutkan, tanpa proses.

2. Penyidikan

Penyidikan adalah serangkaian kegiatan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan

bukti, dan dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi untuk menemukan

tersangkanya. Untuk mencari dan mengumpulkan bukti, undang-undang memberi wewenang

kepada penyidik untuk:

Menggeledah dan menyita surat dan barang bukti.

Memanggil dan memeriksa saksi, yang keterangannya dituangkan dalam berita acara

pemeriksaan saksi.

Memanggil dan memeriksa tersangka, yang keterangannya dituangkan dalam berita

acara pemeriksaan tersangka.

Mendatangkan ahli untuk memperoleh keterangan ahli yang dapat juga diberikan

dalam bentuk laporan ahli.

Menahan tersangka, dalam hal tersangka dikuatirkan akan melarikan diri,

menghilangkan barang bukti atau mengulangi melakukan tindak pidana.

Apabila dari bukti-bukti yang terkumpul diperoleh persesuaian antara yang satu

dengan yang lainnya, dan dari persesuaian itu diyakini bahwa memang telah terjadi tindak

pidana dan tersangka itulah yang melakukannya, maka penyidik menyerahkan hasil

penyidikannya kepada Penuntut Umum. Hasil penyidikan ini tertuang dalam berkas perkara

yang didalamnya terdapat bukti-bukti.

Seminar Auditing Page 12

Page 13: Audit Investigasi Pembahasan

Dalam hal Penyidik (Kepolisian atau Kejaksaan) berpendapat bahwa dari bukti-bukti

yang dikumpulkan secara maksimal ternyata tidak cukup bukti atau terbukti tapi bukan

merupakan tindak pidana (korupsi) maka mereka berwenang menghentikan penyidikan. KPK

tidak dibenarkan menghentikan penyidikannya, karena kewenangannya ada pada penghentian

penyelidikan.

3. Pra penuntutan

Prapenuntutan adalah tindakan jaksa (Penuntut Umum) untuk memantau

perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari

penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang

diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat

menentukan apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap

penuntutan.

Penuntut Umum tidak akan menerima berkas perkara hasil penyelidikan yang

buktinya tidak lengkap. Karena bukti ini akan dijadikan alat bukti di sidang pengadilan untuk

membuktikan tindak pidana yang didakwakan. Di tahap prapenuntutan, pembuktian

merupakan focus utama dalam meneliti berkas perkara hasil penyidikan

4. Penuntutan

Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum yang melimpahkan perkara ke

Pengadilan Negeri yang berwenang, sesuai dengan cara yang diatur dalam hukum acara

pidana, dengan permintaan agar diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang pengadilan.

Setelah Penuntut Umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang

lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah/ belum

memenuhi syarat untuk dilimpahkan ke pengadilan.

5. Pemeriksaan di pengadilan

Seperti pada tahap-tahap sebelumnya, acara pemeriksaan di sidang pengadilan utidak

lain berkenaan dengan pembuktian. Bukti-bukti yang diperoleh di tingkat penyidikan

diperiksa kembali di sidang pengadilan untuk dijadikan alat bukti:

Seminar Auditing Page 13

Page 14: Audit Investigasi Pembahasan

Saksi-saksi yang telah diperiksa oleh penyidik dipanggil kembali ke sidang

pengadilan untuk memperoleh alat bukti keterangan saksi.

Tersangka yang sudah diperiksa di tahap penyidikan, diperiksa kembali disidang

pengadilan, untuk mendapat alat bukti keterangan terdakwa.

Ahli yang telah memberikan keterangan di penyidikan atau yang telah membuat

laporan ahli, dipanggil kembali untuk didengar pendapatnya atau dibacakan

laporannya di sidang pengadilan, agar diperoleh alat bukti keterangan ahli.

Surat dan barang bukti yang telah disita oleh penyidik diajukan ke sidang pengadilan

untuk dijadikan alat bukti surat dan petunjuk.

Itulah cara memperoleh alat bukti di sidang pengadilan. Hanya alat bukti yang sah yang

diperoleh di sidang pengadilan, yang dapat meyakinkan hakim tentang kesalahan terdakwa.

Alat bukti yang sah ini terdiri atas:

Keterangan saksi

Keterangan ahli

Surat

Keterangan terdakwa

Petunjuk

Pemeriksaan di sidang pengadilan mempunyai satu tujuan saja, yaitu mencari alat bukti yang

membentuk keyakinan hakim tentang bersalah atau tidaknya terdakwa.

6. Putusan Pengadilan

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan

sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak

pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah. Kesalahan terdakwa

ditentukan oleh keyakinan hakim, namun keyakinan itu harus didasarkan atas sekurang-

kurangnya dua alat bukti yang sah, yang harus ada persesuaian satu dengan yang lain.

Berdasarkan alat bukti yang diperoleh di sidang pengadilan, hakim menjatuhkan putusan:

Putusan pemidanaan, apabila pengadilan berpendapat bahwa terdakwa terbukti

bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.

Putusan bebas, apabila pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di

sidang kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan tidak terbukti secara sah

dan meyakinkan.

Seminar Auditing Page 14

Page 15: Audit Investigasi Pembahasan

Putusan lepas dari segala tuntutan hukum, apabila pengadilan berpendapat bahwa

perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak

merupakan suatu tindak pidana atau terbukti akan tetapi terdakwa tidak dapat

dipertanggung jawabkan terhadap perbuatannya.

7. Upaya Hukum

Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima

putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi, atau hak terpidana

untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali, atau hak Jaksa Agung untuk

mengajukan kasasi demi kepentingan hukum dalam hal seta menurut cara yang diatur dalam

undang-undang.

Upaya hukum ada dua macam, yaitu Upaya Hukum Biasa dan Upaya Hukum Luar

Biasa. Upaya Hukum Biasa terdiri atas Pemeriksaan Tingkat Banding dan Pemeriksaan

Kasasi. Upaya Hukum Luar Biasa Terdiri atas Pemeriksaan Kasasi Demi Kepentingan

Hukum dan Peninjauan Kembali putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap.

2.4 Bukti Dan Pembuktian, Auditing Dan Hukum

Dari penjelasan di bagian terdahulu, jelas bahwa keenam tahapan dalam KUHAP

(mulai tahap Penyelidikan sampai Tahap Upaya Hukum baik upaya hukum biasa maupun

upaya hukum luar biasa) berkenaan dengan pembuktian. Juga penjelasan Mengenai Fraud

Theory tidak lain dari proses mengumpulkan bukti yang dapat diterima di pengadilan.

Para auditor yang berlatar belakang pendidikan akuntansi mengenal istilah bukti

audit. Mereka bahkan mengira bahwa pengertian bukti dalam auditing sama dengan

pengertian yang digunakan di pengadilan atau dalam bidang hukum.

Berikut ini kami sajikan dengan tabel, sekilas karakter signifikan antara investigatif

hukum dengan ilmi audit investigatif :

Significant Characteristics Law Auditing

Special purpose of area to

which evidence is pertinent

Subject matter to which

Maintenance of justice

Occurrences at given times

Protection of statement

readers

Financial Statement

Seminar Auditing Page 15

Page 16: Audit Investigasi Pembahasan

evidence is pertinent

Method of collection or

development

Role of judgement-maker in

collection or development

Nature of rules governing

the study of evidence

Importance of time in

judgement formation and

evidence collection

Compulsiveness of

evidence in judgement

formation

and places

Presentation by opposing

parties

Rational deduction and

inference

Passive

Logical presumptions

Rules of admissibility and

relevance

A controlling factor

Persuasive

propositions

Submission by interested

and disinterested parties

Collected and developed by

independent party

Rationalization

Both positive and passive

Professional standards

A controlling factor

Varies from absolute to

persuasive

Dalam bidang mereka sendiri para akuntan dan auditor di Indonesia sering terkecoh dengan

“bukti” dan sesuatu yang mengandung unsur-unsur pembuktian (evidential matter).

2.5 Investigatif dengan Teknik Audit

Kata “investigasi” dalam akuntansi forensic umumnya berarti audit investigasi atau

investgatif (investigative audit). Karena itu secara alamiah, diantara beberapa teknik

investigasi ada teknik-teknik yang berasal dari teknik-teknik audit (audit techniques).

Seminar Auditing Page 16

Page 17: Audit Investigasi Pembahasan

Banyak auditor yang sudah berpengalamanpun, merasa ragu untuk terjun dalam

bidang investigasi. Padahal, teknik-teknik audit yang mereka kuasai, memadai untuk

dipergunakan dalam audit investigasi.

Teknik audit adalah cara-cara yang dipakai dalam mengaudit kewajaran penyajian

laporan keuangan. Hasil dari penerapan teknik audit adalah bukti audit. Ada tujuh teknik,

yang dirinci dalam bentuk kata kerja bahasa Indonesia, dengan jenis bukti auditnya dalam

kurung (kata benda bahasa Inggris), yakni:

1. Memeriksa fisik (physical examination)

2. Meminta konfirmasi (confirmation)

3. Memeriksa dokumen (documentation)

4. Review analitikal (analytic review atau analytical review)

5. Menghitung Kembali (reperformance)

Jika teknik-teknik audit itu diterapkan dalam audit umum, maka bukti audit yang

berhasil dihimpun akan mendukung pendapat auditor independent. Dalam audit investigative,

teknik-teknik audit tersebut bersifat eksplorative, mencari “wilayah garapan”, atau probing

(misalnya dalam review analitikal) maupun pedalaman (misalnya dalam confirmation dan

documentation).

Teknik-teknik audit relative sederhana untuk diterapkan dalam audit investigative.

Sederhana, namun ampuh. Tema kesederhanaan dalam pemilihan teknik audit (termasuk

audit investigative).

1. Memeriksa Fisik dan Mengamati

Memeriksa fisik atau physical examination lazimnya diartikan sebagai penghitungan

uang tunai (baik dalam mata uang rupiah atau mata uang asing), kertas berharga, persediaan

barang, aktiva tetap, dan barang berwujud (tangible assets) lainnya.

Mengamati sering diartikan sebagai pemanfaatan indera kita untuk mengetahui

sesuatu. Jika kita melakukan kunjungan pabrik, kita melihat luasnya pabrik, peralatan yang

ada, kegiatan yang dilakukan, banyaknya dan beragamnya tenaga kerja.

2. Meminta Informasi dan Konfirmasi

Meminta informasi baik lisan maupun tertulis kepada auditan, merupakan prosedur

yang biasa dilakukan auditor. Pertanyaannya, apakah dalam investigasi hal itu perlu

dilakukan? Apakah sebaiknya kita tidak meminta informasi, supaya yang diperiksa tidak

Seminar Auditing Page 17

Page 18: Audit Investigasi Pembahasan

mengetahui apa yang kita cari? Yang bersangkutan juga mempunyai kepentingan dan

peluang untuk berbohong.

Seperti dalam audit juga dalam investigatif, permintaan informasi harus dibarengi,

diperkuat, atau dikolaborasi dengan informasi dari sumber lain atau diperkuat (substantiated)

dengan cara lain. Permintaan informasi sangat penting, dan juga merupakan prosedur y4. ang

normal dalam suatu investigatif.

Meminta konfirmasi adalah meminta pihak lain (dari yang diinvestigasi) untuk

menegaskan kebenaran atau tidak keebenaran suatu informasi. Dalam audit, teknik ini

umumnya diterapkan untuk mendapat kepastian mengenai saldo utang-piutang. Tapi

sebenarnya ia dapat diterapkan untuk berbagai informasi, keuangan maupun non keuangan.

3. Memeriksa Dokumen

Teknik ini tidak memerlukan pembahasan khusus. Tak ada investigasi tanps

pemeriksaan dokumen. Hanya saja, dengan kemajuan teknologi, definisi dokumen menjadi

luas, termasuk informasi yang diolah, disimpan dan dipindahkan secara elektronis/digital.

4. Review Analitikal

Dalam review analitikal yang penting bukannya perangkat lunaknya, tetapi

semangatnya, Pada dasarnya seorang invvestigator secara intuitif terobsesi dengan “sesuatu

yang melenceng” dan bahwa “something must be wrong because it appears so”. Karena itu ia

memerlukan patokan atau benchmark untuk membandingkannya dengan apa yang

dihadapinya. Patokan inilah yang dirumuskan Stringer dan Stewart sebagai results that may

reasonably be expected.

Membandingkan anggaran dengan realisasi

Membandingkan data anggaran dan realisasi dapat mengindikasikan adanya fraud.

Yang perlu dipahami di sini adalah mekanisme pelaksanaan anggaran, evaluasi atas

pelaksanaan anggaran, dan insentif (keuangan maupun non keuangan) yang terkandung

dalam sistem anggarannya.

Hubungan antara satu data keuangan dengan data keuangan lain

Beberapa akun, baik dalam suatu maupun beberapa laporan keuangan, bisa

mempunyai keterkaitan yang dapat dimanfaatkan untuk review analitikal. Contoh: angka

Seminar Auditing Page 18

Page 19: Audit Investigasi Pembahasan

penjualan dengan piutang dan persediaan rata-rata, angka penjualan dengan bonus bagian

penjualan, penghasilan bunga dengan saldo rata-rata tabungan dan seterusnya.

Menggunakan indikator ekonomi makro

Ada hubungan antara besarnya pajak penghasilan yang diperoleh dalam suatu tahun

dengan indikator-indikator ekonomi seperti inflasi, tingkat pengangguran, cadangan devisa,

indikator ekonomi negara-negara yang menjadi partner perdagangan Indonesia, hargaminyak

mentah dan komoditi lain, dan lain-lain. Ini merupakan bidang studi yang ditekuni para ahli

ekonomi makro dan ekonometri.

5. Menghitung Kembali

Menghitung kembali atau repeform tidak lain dari mencek kebenaran perhitungan

(kali, bagi, tambah, kurang, dan lain-lain). Ini prosedur yang sangat lazim dalam audit.

Biasanya tugas ini diberikan kepada seseorang yang baru mulai bekerja sebagai auditor;

seorang junior auditor di kantor akuntan.

Dalam investigatif, perhitungan yang dihadapi umumnya sangat kompleks, didasarkan

atas kontrak atau perjanjian yang rumit, mungkin sudah terjadi perubahan dan renegoisasi

berkali-kali dengan pejabat(atau kabinet) yang berbeda. Perhitungan ini dilakukan atau

disupervisi oleh investigator yang berpengalaman.

Beberapa contoh penghitungan kembali semacam itu yang berpotensi triliunan rupiah:

Kasus penyelesaian kewajiban pemegang saham menurut Keputusan Menteri

Keuangan nomor 151/KMK.01/2006 tanggal 16 Maret 2006 mensyaratkan

penetapan jumlah kewajiban berdasarkan data terakhir.

Perhitungan cost recovery oleh kontraktor bagi hasil (Production Sharing

Contractor). Cost recovery ini sangat besar jumlahnya. Jika tidak dihitung kembali

oleh counterpart PSC atau lembaga pemeriksa independen, cost recovery rawan

penyalahgunaan.

Biaya yang dikeluarkan BUMN yang mempunyai kewajiban memberikan pelayanan

umum (public Service Obligation). Keterlambatan pembayaran PSO mempunyai

dampak yang besar terhadap likuiditas BUMN yang bersangkutan.

BAB III

STUDI KASUS

3.1 Studi Kasus Korupsi Kabupaten Badung di Bali

Seminar Auditing Page 19

Page 20: Audit Investigasi Pembahasan

Audit Investigatif atas kasus korupsi di kabupaten Badung merupakan salah satu

contoh dari banyak kasus korupsi yang ada di Indonesia. Korupsi di kabupaten Badung Bali

terungkap dari dari hasil laporan pemeriksaan keuangan semester pertama pada tahun 2005,

kasus ini bermula dari adanya tekanan dewan kepada Bupati Badung, pada saat itu dewan

meminta bantuan keuangan kepada Bupati Badung, jika permintaan dewan tidak dipenuhi,

maka Dewan akan mengancam memberhentikan Bupati sebelum masa jabatannya berakhir

dengan mengajukan surat pemberhentian kepada Menteri Dalam Negeri. Karena

kekhawatiran Bupati terhadap ancaman Dewan dan keinginannya untuk mempertahankan

jabatannya, akhirnya Bupati mau mengabulkan permintaan dewan tersebut, dana yang

diberikan kepada dewan diperoleh dari APBD. Dalam kasus tersebut terdapat empat

penyimpangan yaitu: (1) bantuan keuangan kepada DPRD, (2) biaya asuransi, (3) uang purna

bakti DPRD, dan (4) bantuan keuangan kunjungan kerja DPRD.

Atas dasar kasus korupsi di kabupaten Badung maka kepala perwakilan Perwakilan

BPK-RI membentuk tim audit investigatif berdasarkan Surat tugas Nomor

48/ST/XIV.5/09/2005 tanggal 8 September 2005 untuk melakukan audit Investigatif, tim

audit yang terdiri dari empat orang, Pak Kardi sebagai ketua tim, dan Anita, Edi, Sandi

sebagai anggota tim. Praktik audit Investigatif sendiri terdiri dari tiga tahap, yaitu :

1. Tahap perencanaan. Perencanaan audit Investigatif dilakukan setelah adanya

informasi awal dari hasil laporan audit keuangan kabupaten Badung tahun 2004. dari

informasi awal tersebut, akhirnya BPK-RI membentuk tim audit Investigatif, dan

tugas pertama tim tersebut menelaah informasi awal tersebut. Pada tahap ini tim harus

menentukan jenis-jenis penyimpangan yang terjadi, modus operandi, sebab-sebab

penyimpangan, unsur-unsur kerjasama, pihak-pihak yang terlibat, besarnya kerugian

daerah akibat kasus korupsi tersebut.

2. Tahap pelaksanaan. Pelaksanaan audit Investigatif harus dilakukan oleh auditor yang

kompeten, memiliki integritas serta independensi. Pada tahap ini tim harus

memperoleh bukti audit yang memperkuat dugaan tindakan pidana korupsi. Bukti

diperoleh dengan cara-cara inspeksi, observasi, wawancara, konfirmasi, analisa,

pemeriksaan bukti tertulis, perbandingan, rekonsiliasi, penelusuran, perhitungan

kembali, penelahaan, review analitis, dan pemaparan.

3. Tahap Pelaporan. Pelaporan hasil audit investigatif harus memenuhi unsur akurat,

jelas, berimbang, relevan, dan tepat waktu. Hasil laporan yang teah disetujui Kepala

Perwakilan akan diserahkan kepada lembaga perwakilan DPR/DPRD dan DPD. Hasil

Seminar Auditing Page 20

Page 21: Audit Investigasi Pembahasan

audit Investigatif ternyata membuktikan adanya tindak pidana korupsi di kabupaten

Badung, maka laporan audit Investigatif akan diserahkan kepada kejaksaan untuk

ditindaklanjuti dan diproses secara hukum. Berdasarkan hasil pemeriksaan audit

investigatif tersebut ketua tim audit diminta memberikan keterangan berdasarkan

keahliannya di pengadilan.

3.2 Saran

Saran Untuk organisasi BPK-Ri seharusnya lebih bersikap terbuka terhadap siapapun yang

hendak melakukan penelitian, sepanjang tidak merugikan instansi BPK-RI. Hendaknya

auditor BPK beserta pejabat struktural melakukan revolusi kesadaran, sebab korupsi tidak

bisa diberantas oleh orang-orang suci, melainkan bisa diberantas oleh orang-orang yang

sadar. Saran untuk kami selanjutnya agar

(1) melakukan pendekatan persuasif dengan para pejabat BPK-RI dengan tujuan

mempermudah perolehan data.

(2) Melakukan perijinan penelitian jauh dari sebelumnya waktu penelitian yang akan

dilakukan, sehingga bisa BPK-RI lebih fleksibel menentukan waktu penelitian sehingga bisa

mengeksplorasi data lebih banyak.

(3) Diharapkan peneliti selanjutnya bisa memperoleh kasus lebih dari satu, sehingga antar

kasus tersebut bisa diperbandingkan hasil laporan audit investigatif yang membuktikan ada

tidaknya kerugian daerah yang mengarah pada unsur pidana.

(4) Obyek penelitian bisa juga ditambahkan, tidak hanya di kantor Perwakilan BPK-RI di

Surabaya, melainkan di kantor-kantor perwakilan yang lain. Begitu banyak kantor perwakilan

memungkinkan mempunyai berbagai macam kebijakan, nilai-nilai, prosedur, interaksi yang

dihasilkan, serta realitas yang dihadapi.

BAB IV

KESIMPULAN

Praktik korupsi bisa dikatakan menjadi rutinitas atau kebiasaan sebagian besar

mesyarakat Indonesia, mulai dari struktur pemerintah daerah sampai pemerintah pusat. Jika

Seminar Auditing Page 21

Page 22: Audit Investigasi Pembahasan

korupsi menjadi suatu praktek yang lazim maka sebenarnya masyarakat telah dihegemoni

oleh sebuah struktur atau pola yang sejak lama dan terulang. Apalagi besarnya pengaruh

lingkungan sosial terhadap organisasi BPK-RI sendiri menjadikan auditor tidak siap

mengadapi dunia sosial yang terlanjur salah kaprah, menganggap suap sebagai suatu hal yang

lumrah, terdapat ketidakadilan, dan berlakunya hukum rimba ”siapa yang kuat/berkuasa, dia

yang akan menang”. Pengaruh yang demikian akan mengurangi integritas, independensi,

serta profesionalitas auditor BPK-RI, untuk itu teori strukturasi yang diperkenalkan oleh

Giddens maka memberikan angin segar bagi upaya pemberantasan tindak pidana korupsi,

strukturasi secara jelas memberikan gambaran kepada auditor BPK-RI bahwa segala tindakan

direfleksikan bentuk kesadaran dan individu memiliki kekuatan dalam menciptakan

kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai nilai-nilai yang ada pada struktur organisasi BPK-RI,

sehingga tercipta pola strukturasi.

Bentuk kesadaran auditor yang diupayakan dalam bentuk kesadaran praktis, dimana

agar nantinya pemberantasan korupsi oleh auditor bukan sebagi bentuk formalitas melainkan

menjadi sesuatu kebiasaan. Kesadaran diskursif dicontohkan dengan tindakan auditor dalam

menolak segala bentuk suap. Kesadaran tersebut timbul karena menganggap suap merupakan

bagian dari korupsi dan tindakan menerima suap berarti melanggar undang-undang, serta ada

sanksi hukumnya. Motivasi tidak sadar dicontohkan pada keberanian auditor dalam

menghadapi segala bentuk ancaman dan tantangan, secara sadar sebenarnya auditor

mengetahui bahwa tugas yang diembannya begitu berat, dan sulit rasanya untuk diselesaikan,

namun berkat keberanian yang dimiliki maka praktik audit investigatif dapat terselesaikan.

Kesadaran etis dicontohkan dengan keyakinan dan keimanan yang dimiliki Pak Kardi dengan

anggota timnya dalam menghadapi tantangan dan ancaman selama pelaksanaan audit

investigatif.

Pemberantasan korupsi bisa terwujud jika masing-masing auditor secara

komprehensif melakukan revolusi kesadaran. Kesadaran praktis yang diwujudkan dengan

ketaatan terhadap peraturan merupakan imperatif kesadaran yang bersifat internal. Kesadaran

yang dimiliki auditor seharusnya mendapat supporting dari eksternal berupa penegakan

hukum. Semuanya akan bisa terlaksana jika masing-masing masyarakat Indonesia, tidak

hanya auditor BPK-RI memiliki kemampuan untuk intropeksi dan mawas diri, yang

diperlukan saat ini adalah merubah pola pikir yang telanjur menganggap korupsi merupakan

suatu hal yang wajar menjadi suatu perbuatan yang tercela. Dengan membangun kesadaran

global anti korupsi dan harus ditegakkan secara terus menerus serta diperjuangkan, sehingga

Seminar Auditing Page 22

Page 23: Audit Investigasi Pembahasan

masyarakat Indonesia dengan penuh kesadaran akan merasa malu jika melakukan korupsi,

dan menemukan struktur yang baru menuju bangsa yang lebih bermartabat.

DAFTAR PUSTAKA

Albrecht, W. Steve dan Chad O. Albrecht, (2003), Fraud Examination, South Western, a

division Thomson Learning, United States of America

Seminar Auditing Page 23

Page 24: Audit Investigasi Pembahasan

Arifin, Johan, (2000), Korupsi dan Upaya Pemberantasannya Melalui Strategi Auditing:

Audit Forensik, Media Akuntansi, No.13 Th VII, September, hlm II-IX

Chazawi, Adami. 2006. Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi. PT. Alumni, Bandung

Daniel, (1995), IQ, EQ, dan SQ, artikel, (http://www.kecerdasanindividu.htm, diakses

tanggal 2 Februari 2008)

Giddens, A, (2003), The Constitution of Society; Teori Strukturasi untuk Analisis Sosial,

Penerbit PT Pedati, Pasuruan. Diterjemahkan dari judul asli “The Consequences of

Modernity”, Stanford University Press – UK, 1995

Grahani, Irma, (2006), Pengaruh Independensi, Locus Of Control, dan Pengembangan Moral

Auditor Terhadap Fraud Auditing, Skripsi, Malang: Fakultas Ekonomi Jurusan

Akuntansi Universitas Brawijaya

Hartanti, Evi, (2006), Tindak Pidana Korupsi, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta

Hardjapamekas, E.R, (1999), Audit Forensik Skandal Bank Bali, Majalah Tempo,

No.28/XXVIII/13-19 September hlm 1-3

Hardjapamekas, E.R, (2001), Skandal Akuntan: Kecelakaan Atau Keserakahan, Majalah

Tempo, N0.20/XXXI/15-21 Juli hlm 1-3

IAI, (2001), Standar Profesional Akuntan Publik Per Januari 2001, Penerbit Salemba Empat,

Jakarta; 20000.1-20000.6

Irianto, Gugus, (2003), Skandal Korporasi Dan Akuntan, Lintasan Ekonomi, Volume XX,

Nomor 2, Juli, hlm 104-114

Seminar Auditing Page 24