PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE...

83
1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA HIPERTENSI DERAJAT I DI KOTA DENPASAR dr. NilaWahyuni, M.Fis Ari Wibawa, SST.Ft, M.Fis Ni LuhNopiAndayani, SST.Ft, M.Fis I Made NikoWinaya, SST.Ft, SKM, M.Fis dr. Indira VidiariJuhanna KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

Transcript of PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE...

Page 1: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

1

PENELITIAN

PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING

EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA HIPERTENSI DERAJAT I DI KOTA DENPASAR

dr. NilaWahyuni, M.Fis

Ari Wibawa, SST.Ft, M.Fis

Ni LuhNopiAndayani, SST.Ft, M.Fis

I Made NikoWinaya, SST.Ft, SKM, M.Fis

dr. Indira VidiariJuhanna

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS

KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2015

Page 2: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kehidupan masyarakat saat ini mengikuti perkembangan jaman, terutama

dalam hal gaya hidup yang lebih modern. Kemajuan teknologi mempengaruhi

kehidupan masyarakat dalam mempermudah seseorang untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya. Hal tersebut mengakibatkan perubahan perilaku masyarakat

yang cenderung kurang sehat, seperti kebiasaan mengkonsumsi makanan cepet

saji, merokok, minum-minuman beralkohol dan kurang berolahraga.

Gaya hidup masyarakat saat ini bertolak belakang dengan pernyataan dari

Departemen Kesehatan. Depatemen kesehatan, (2009) menyatakan bahwa

pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya. Hal tersebut merupakan investasi bagi

pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis

yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia tentang kesehatan tahun

2009.

Terjadinya perubahan gaya hidup yang tidak sehat berakibat pada

pergeseran pola penyakit yang tidak hanya didominasi oleh penyakit menular,

namun juga penyakit tidak menular seperti hipertensi (Hamarno, 2010). Hipertensi

adalah terjadinya peningkatan tekanan darah yang bersifat menetap pada sistolik

Page 3: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

yaitu 140 mmHg atau lebih dan diastolik 90 mmHg atau lebih, berdasarkan

pemeriksaan minimal 2 kali atau lebih dalam waktu yang berbeda (LeMone &

Burke, 2008).

Organisasi kesehatan Dunia (WHO) menyatakan dari seluruh populasi

dunia, angka kejadian hipertensi cukup tinggi dan diperkirakan mampu

menyebabkan 7,5 juta kematian dan sekitar 12,8% dari seluruh angka kematian.

Data WHO 2013 menunjukkan prevalensi penderita hipertansi usia 25 tahun dan

lebih mencapai 40% (Cahyani, 2014). Departemen Kesehatan RI menyatakan,

prevalensi pasien hipertensi adalah sekitar 31,7%, dimana hanya 2% dari 31,7%

penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan 0,4% kasus yang

minum obat hipertensi (Departemen Kesehatan, 2012). Kebanyakan penderita

hipertensi baru menyadarinya setelah mengalami komplikasi seperti kerusakan

organ-organ tubuh yang bersifat vital, sehingga hipertensi sering disebut “silent

killer” (Hamarno, 2010).

Hipertensi yang tidak terkontrol dan tanpa perawatan yang tepat dapat

menimbulkan komplikasi seperti penyakit jantung koroner dan stroke. Kedua

penyakit ini merupakan penyakit dengan angka mortalitas yang tinggi bagi

penduduk dunia (Cahyani, 2014). Komplikasi pada penderita hipertensi mengarah

pada komplikasi kronis yang mengindikasikan pasien untuk menerima perawatan.

Kondisi tersebut dapat mengakibatkan kecemasan dan stres pada pasien

(Smeltzer, et al ., 2008).

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa terdapat hubungan antara

stres dengan peningkatan tekanan darah. Stres merupakan keadaan internal yang

tertekan baik secara fisik maupun psikologis terhadap tuntutan fisik dari tubuh

Page 4: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

atau kondisi lingkungan yang membahayakan. Jika dibandingkan, pada usia

produktif kejadian stres lebih banyak dijumpai dari pada usia anak-anak, remaja

maupun lansia. Banyaknya tuntutan hidup dan konflik mempunyai pengaruh besar

terhadap timbulnya stres (Dewi, 2014). Stres, secara fisiologis akan

mengendalikan sistem neuroendrokrin yaitu sistem simpatis dan sistem korteks

adrenal melalui aktifasi hipotalamus. Sistem saraf simpatis memberikan respon

terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu dengan mengaktivasi berbagai organ

dan otot polos yang berada di bawah pengendaliannya, salah satunya

meningkatkan kecepatan denyut jantung. Sistem saraf simpatis juga memberi

sinyal ke medula adrenal untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran

darah (Sherwood, 2010). Stimulasi aktivitas saraf simpatis akan meningkatkan

resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan mempengaruhi

perubahan tekanan darah menjadi meningkat secara tidak menentu (Dewi, 2014).

Sejak 9 tahun terakhir ini terapi nonfarmakologis yaitu perubahan gaya

hidup yang lebih sehat termasuk didalamnya adalah latihan fisik, memegang

peranan penting dalam menurunkan tekanan darah (Hamarno, 2010). Hal tersebut

juga disampaikan oleh Black & Hawk (2005) bahwa modifikasi gaya hidup dan

teknik relaksasi dapat menormalkan tekanan darah pada klien dengan hipertensi.

Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan total peripheral resistance

dengan cara menghambat respon stres saraf simpatis. Teknik relaksasi membuat

otot-otot pembuluh darah arteri dan vena bersamaan dengan otot-otot lain dalam

tubuh menjadi rileks. Terjadinya relaksasi otot-otot dalam tubuh ini berpengaruh

terhadap penurunan kadar norepinefrin dalam tubuh (Shinde, et al ., 2013). Dalam

keadaan otot-otot yang rileks juga menyebarkan stimulus ke hipotalamus sehingga

Page 5: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

jiwa dan organ dalam tubuh manusia benar-benar merasakan ketenangan dan

kenyamanan yang kemudian akan menekan sistem saraf simpatis sehingga terjadi

penurunan produksi hormon epinefrin dan norepinefrin (Cahyani, 2014).

Teknik relaksasi pada tekanan darah tinggi telah dikatakan memiliki efek

positif yang telah di buktikan oleh Dickinson, et al (2008) menyampaikan 60-90

% klien yang konsultasi ke dokter keluarga yang terkait dengan stres sebagian

besar memiliki tekanan darah tinggi. Manajemen stres dengan teknik relaksasi

dianggap penting sebagai pengobatan hipertensi, salah satunya adalah relaksasi

otot progresif. Relaksasi otot progresif atau Progressive Muscle Relaxation

(PMR) merupakan salah satu metode relaksasi sederhana yang melalui dua proses

yaitu menegangkan dan merelaksasikan otot tubuh. PMR merupakan latihan yang

dapat dilakukan secara mandiri sehingga mempermudah seseorang untuk

melakukan latihan tanpa perlu bantuan dari orang lain. Selain itu teknik latihan

dari PMR juga dapat dilakukan dalam posisi duduk maupun tidur sehingga dapat

dilakukan dimana saja (Kumutha, 2014). Berdasarkan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Kumutha (2014) di India, PMR dikatakan efektif untuk

menurunkan stres dan menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Selain

PMR intervensi relaksasi lainya yaitu Slow Deep Breathing exercise.

Slow deep breathing merupakan tindakan yang disadari untuk mengatur

pernapasan secara dalam dan lambat. Pengendalian pengaturan pernapasan secara

sadar dilakukan oleh korteks serebri, sedangkan pernapasan yang spontan atau

automatik dilakukan oleh medulla oblongata (Martini, 2006). Napas dalam lambat

dapat menstimulasi respons saraf otonom, yaitu dengan menurunkan respons saraf

simpatis dan meningkatkan respon parasimpatis. Stimulasi saraf simpatis

Page 6: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

meningkatkan aktivitas tubuh, sedangkan respons parasimpatis lebih banyak

menurunkan aktivitas tubuh sehingga dapat menurunkan aktivitas metabolik

(Velkumary dan Madanmohan, 2004).

Hal ini yang mendasari penulis untuk meneliti lebih lanjut tentang

Perbedaan Efektivitas Progressive Muscle Relaxation Dengan Slow Deep

Breathing Exercise Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Hipertensi Derajat

I.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah yang

disampaikan sebagai berikut:

1. Apakah Progressive Muscle Relaxation efektif menurunkan tekanan darah

pada hipertensi derajat I?

2. Apakah Slow Deep Breathing Exerciseefektif menurun kan tekanan darah

pada hipertensi derajat I?

3. Apakah ada perbedaan Efektivitas Progressive Muscle Relaxation Dengan

Slow Deep Breathing Exercise Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada

Hipertensi Derajat I?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran umum mengenai Efektivitas Progressive

Muscle Relaxation , Slow Deep Breathing Exercise terhadap penurunan

tekanan darah.

Page 7: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk membuktikan apakah Progressive Muscle Relaxation

efektifmenurunkan tekanan darah pada hipertensi derajat I.

2. Untuk membuktikan apakah Slow Deep Breathing Exercise efektif

menurunkan tekanan darah pada hipertensi derajat I.

3. Untuk membuktikan Apakah ada perbedaan efektivitas Progressive

Muscle Relaxation Dengan Slow Deep Breathing Exercise Terhadap

Penurunan Tekanan Darah Pada Hipertensi Derajat I.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Keilmuan

1. Mengetahui dan memahami tentang proses terjadinya hipertensi dan

peranan tindakan fisioterapi dalam penatalaksanaan non-

farmakologis hipertensi derajat I.

2. Membuktikan adakah perbedaan efektivitas Progressive Muscle

Relaxation Dengan Slow Deep Breathing Exercise Terhadap

Penurunan Tekanan Darah Pada Hipertensi Derajat I.

1.4.2 Institusi Pendidikan

1. Digunakan sebagai bahan acuan atau referensi bagi penelitian

selanjutnya yang akan membahas hal yang sama.

2. Menambah khasanah ilmu dalam dunia pendidikan pada umumnya

dan fisioterapi pada khususnya.

Page 8: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

1.4.3 Praktisi

Dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan tindakan fisioterapi dalam

menurunkan tekanan darah pada hipertensiderajat I, secara non-

farmakologis.

Page 9: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tekanan Darah

2.1.1 Definisi

Tekanan darah adalah kekuatan darah untuk menekan dinding pembuluh

darah(American Heart Association, 2012). Tekanan darah juga didefinisikan

sebagai kekuatan lateral pada dinding arteri oleh darah yang didorong dengan

tekanan dari jantung (Potter dan Perry, 2005).Saat jantung berdetak terjadi

kontraksi pada otot jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh. Tekanan

tertinggi saat ventrikel berkontraksi disebut dengan tekanan darah sistolik dan

tekanan darah saat jantung beristirahat disebut dengan tekanan darah diastolik

(Ariyani, 2011). Tekanan sistolik dan diastolik inilah yang diukur ketika

memeriksa tekanan darah.Tekanan sistolik dan diastolik bervariasi untuk tiap

individu, namun menurut Divine (2012) tekanan darah orang dewasa

diklasifikasikan ke dalam beberapa tingkatan, yaitu:

Tabel 2. 1 Klasifikasi tekanan darah(Divine, 2012)

Klasifikasi tekanan darah Tekanan darah sistolik (mmHg)

Tekanan darah sistolik (mmHg)

Optimal <120 <80

Normal <130 <85

Prahipertensi 130-139 85-89

Page 10: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

Hipertensi tahap I 140-159 90-99

Hipertensi tahap II 160-179 100-109

Hipertensi tahap III >180 >110

2.1.2 Fisiologi Tekanan Darah

Aliran darah mengalir pada sistem sirkulasi karena perubahan tekanan dari

daerah yang tekanannya tinggi ke daerah yang tekanannya rendah. Tekanan darah

dinyatakan dalam millimeter air raksa (mmHg) karena manometer air raksa

merupakan rujukan baku untuk pengukuran tekanan darah (Guyton & Hall, 2008).

Tekanan darah menggambarkan interelasi dari curah jantung, tahanan vaskuler

perifer, volume darah dan elastisitas arteri (Hamarno, 2010).

Curah jantung merupakan volume darah yang di pompa oleh tiap ventrikel

per menit dan dipengaruhi oleh volume sekuncup (volume darah yang di pompa

ventrikel per detik) dan frekuensi jantung. Tekanan darah tergantung pada curah

jantung dan tahanan vaskuler perifer. Jika curah jantung meningkat, darah yang

dipompakan terhadap dinding arteri lebih banyak dan menyebabkan tekanan darah

naik. Curah jantung dapat meningkat sebagai akibat dari peningkatan frekuensi

jantung, kontraktilitas yang lebih besar dari otot jantung atau peningkatan volume

darah (Hamarno, 2010).

Resistensi merupakan ukuran hambatan terhadap aliran darah melalui

suatu pembuluh yang ditimbulkan oleh suatu friksi antara cairan yang mengalir

dan dinding pembuluh darah yang stasioner. Sirkulasi darah melalui jalur arteri,

arteriol, kapiler, venula dan vena. Ukuran arteri dan arteriol dapat berubah untuk

Page 11: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

mengatur aliran darah bagi kebutuhan jaringan lokal. Tonus otot vaskuler dan

diameter pembuluh darah dapat mempengaruhi tahanan pembuluh darah perifer.

Semakin kecil lumen pembuluh darah maka semakin besar tahanan vaskuler

terhadap aliran darah.Resistensi tergantung pada tiga faktor yaitu viskositas

(kekentalan) darah, panjang pembuluh dan diameter pembuluh darah (Guyton &

Hall, 2008).

2.1.3 Mekanisme Reflex Untuk Mempertahankan Tekanan Arteri Normal

Sistem saraf mengontrol tekanan darah dengan mempengaruhi tahanan

pembuluh darah. Kontrol ini bertujuan untuk mempengaruhi distribusi darah

sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan bagian tubuh yang spesifik, dan

mempertahankan tekanan arteri rata-rata yang adekuat dengan mempengaruhi

diameter pembuluh darah. Umumnya kontrol sistem saraf terhadap tekanan darah

melibatkan baroreseptor, kemoreseptor, dan pusat otak tertinggi (hipotalamus dan

serebrum) (Mayuni, 2013). Sistem pengaturan tekanan arteri oleh baroreseptor

dimulai oleh reseptor regang yang disebut baroreseptor (presoreseptor) yang

terletak secara spesifik pada dinding beberapa arteri sistemik besar. Hampir semua

arteri besar di daerah toraks dan leher terdapat sejumlah kecil baroreseptor.

Baroreseptor sangat banyak terdapat di dalam dinding arkus aorta dan dinding

setiap arteri karotis interna yang terletak sedikit diatas bifurkasio karotis, daerah

yang dikenal sebagai sinus karotis. Sinyal dari baroreseptor karotis dijalarkan

melalui saraf hering menuju saraf glosovaringeus dan kemudian ke traktus

solitarius di daerah batang otak. Sinyal dari baroreseptor aorta, di arkus aorta

dijalarkan melalui saraf vagus menuju traktus solitarius yang sama di medula.

Page 12: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

Baroreseptor lebih banyak merespon terhadap tekanan yang berubah cepat

daripada tekanan yang menetap (Guyton & Hall, 2008).

Gambar 2. 1 Sistem baroreseptor untuk mengendalikan tekanan arteri (Sumber: Guyton & Hall, 2008)

Setelah sinyal baroreseptor memasuki traktus solitarius medula, sinyal

sekunder menghambat vasokonstriktor di medula dan merangsang pusat

parasimpatis vagus dengan efek vasodilatasi vena dan arteriol di seluruh sistem

sirkulasi perifer serta berkurangnya frekuensi denyut jantung dan kekuatan

kontraksi jantung. Jadi perangsangan baroreseptor akibat tekanan tinggi di dalam

arteri secara refleks menyebabkan penurunan tekanan arteri akibat penurunan

tahanan perifer dan penurunan curah jantung (Guyton & Hall, 2008).

Page 13: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

Sistem pengaturan tekanan arteri oleh vasomotor, bagian lateral dari pusat

vasomotor mengirimkan impuls eksitasi melalui serabut saraf simpatis ke jantung

bila tubuh perlu untuk menaikkan frekuensi serta kontraktilitas jantung.

Sedangkan bila tubuh perlu untuk menurunkan pompa jantung, maka medial pusat

vasomotor mengirimkan sinyal ke nucleus motoric dorsalis nervus vagus yang

kemudian mengirimkan impuls parasimpatis melalui nervus vagus ke jantung

untuk menurunkan frekuensi dan kontraktiltas jantung. Oleh karena itu pusat

vasomotor dapat meningkatkan atau menurunkan aktivitas jantung. Frekuensi dan

kekuatan kontraksi jantung biasanya meningkat saat terjadi vasikontriksi dan

biasanya menurun pada saat vasokontriksi dihambat (Guyton & Hall, 2008).

Gambar 2. 2 Area di otak yang berperan penting dalam pengaturan sirkulasi oleh saraf.

(Sumber: Guyton& Hall, 2008)

Page 14: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

2.1.4 Pengukuran Tekanan Darah

Alat yang digunakan untuk mengukur tekanan darah adalah

sphygmomanometer. Sphygmomanometer ada tiga jenis, ada yang jenis air raksa,

aneroid dan jenis digital. Tekanan darah diukur dalam satuan milimeter air raksa

(mmHg) (Palmer, 2007). Tekanan darah diukur dan dicatat dengan menggunakan

tekanan sistolik dan diastolik dari pasien. Mengukur tekanan darah sangat penting

dilakukan sebelum, pada saat latihan dan sesudah memberikan latihan kepada

pasien untuk melihat adanya respon dari latihan yang diberikan (Lippincott &

Wilkins, 2009). Posisi saat melakukan pengukuran tekanan darah adalah

punggung dan kaki pasien harus didukung, kaki tidak menyilang, dan kaki

bertumpu pada permukaan yang keras. Lengan yang akan diukur harus

dibebaskan dari pakaian atau dilonggarkan agar tidak mengganggu aliran darah

dan posisi manset sejajar dengan jantung. Manometer ditaruh sejajar di tingkat

mata praktisi kesehatan yang melakukan pengukuran. Penempatan manset harus

ditempatkan pada lengan yang bebas dari pakaian dan kira-kira 2 cm diatas lipatan

siku, dengan garis tengah kantong diatas arteri brakialis. Pemasangan harus pas

tetapi tetap memungkinkan 2 jari untuk masuk di bawah manset (Adhitya, 2014).

Untuk menghindari suara asing selama deflasi manset, pastikan bahwa

stetoskop tidak bersentuhan dengan pakaian pasien atau dengan manset tekanan

darah dan tempatkan bel stetoskop di atas arteri brakialis, menggunakan tekanan

yang cukup untuk menyediakan transmisi suara yang bagus tanpa terlalu

mengompresi arteri. Setelah tekanan nadi-obliterasi ditentukan, memulai

auskultasi pengukuran tekanan darah dengan cepat menggembungkan manset ke

Page 15: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

tingkat 20 sampai 30 mmHg di atas tekanan nadi-obliterasi. Kemudian

menurunkan manset pada tingkat 2 mmHg per detik dibarengi mendengarkan

suara korotkoff. Saat manset mengempis, aliran darah bergejolak melalui arteri

brakialis menghasilkan serangkaian suara(Lippincott & Wilkins, 2009).

Ada 5 fase untuk menentukan dan mencatat tekanan darah, tahap pertama

ditandai dengan jelas, suara ketukan yang berulang, bertepatan dengan

kemunculan denyut nadi yang diraba. Kemunculan awal suara fase pertama sama

dengan tekanan darah sistolik. Selama fase kedua, murmur terdengar dalam

sadapan yang telah terdengar. Fase ketiga dan keempat, perubahan diredam saat

ketukan suara sedang berlangsung (biasanya dalam 10 mmHg dari tekanan

diastolik yang sebenarnya) sebagai pengukuran tekanan mendekati tekanan

diastolik. Fase kelima benar-benar tidak ada sebuah suara, ini menunjukkan

hilangnya suara dan sama dengan tekanan darah diastolik. Untuk memastikan

diastole yang telah tercapai, kempiskan tekanan manset dengan tambahan 10

mmHg melampaui korotkoff suara kelima. Lakukan minimal dua pengukuran

tekanan darah pada interval minimal 1 menit. Catat rata-rata pengukuran sebagai

tekanan darah (Lippincott & Wilkins, 2009).

Ada 5 fase untuk menentukan dan mencatat tekanan darah, tahap pertama

ditandai dengan jelas, suara ketukan yang berulang, bertepatan dengan

kemunculan denyut nadi yang diraba. Kemunculan awal suara fase pertama sama

dengan tekanan darah sistolik. Selama fase kedua, murmur terdengar dalam

sadapan yang telah terdengar. Fase ketiga dan keempat, perubahan diredam saat

ketukan suara sedang berlangsung (biasanya dalam 10 mmHg dari tekanan

Page 16: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

diastolik yang sebenarnya) sebagai pengukuran tekanan mendekati tekanan

diastolik. Fase kelima benar-benar tidak ada sebuah suara, ini menunjukkan

hilangnya suara dan sama dengan tekanan darah diastolik. Untuk memastikan

diastole yang telah tercapai, kempiskan tekanan manset dengan tambahan 10

mmHg melampaui korotkoff suara kelima. Lakukan minimal dua pengukuran

tekanan darah pada interval minimal 1 menit. Catat rata-rata pengukuran sebagai

tekanan darah (Lippincott & Wilkins, 2009).

2.2 Hipertensi

2.2.1 Definisi

Hipertensi lebih dikenal dengan penyakit tekanan darah tinggi. Hipertensi

didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik pada tingkat 140 mmHg

atau lebih tinggi dan tekanan darah diastolik pada tingkat 90 mmHg atau lebih

tinggi yang didasarkan dari rata-rata 2 atau lebih pengukuran dalam waktu yang

berkala(LeMone & Burke, 2008). Tekanan darah orang dewasa di klasifikasikan

kedalam beberapa tingkatan, yaitu : (1) optimal dengan tekanan darah sistolik <

120 dan diastolik < 80, (2) normal dengan tekanan darah sistolik < 130 dan

diastolik < 85, (3) prahipertensi dengan tekanan darah sistolik 130-139 dan

diastolik 85-89, (4) hipertensi tahap I dengan tekanan darah sistolik 140-159 dan

diastolik 90-99, (5) hipertensi tahap II dengan tekanan darah sistolik 160-179 dan

diastolik 100-109, (6) hipertensi tahap III dengan tekanan darah sistolik > 180 dan

diastolik > 110 (Divine, 2012).

Page 17: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

2.2.2 Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua jenis yaitu

(Cahyani, 2014):

1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer, merupakan hipertensi yang

penyebabnya tidak jelas. Sekitar 90% penderita hipertensi termasuk

kedalam hipertensi esensial. Kelainan hemodinamik utama pada hipertensi

esensial adalah peningkatan resistensi perifer. Penyebabnya bersifat multi

faktor, yang terdiri dari genetik dan lingkungan. Faktor genetik sangat

mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stres,

reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriktor, dan lain-lain.

Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan yaitu diet, kebiasaan

merokok, stres emosi, obesitas dan lain-lain.

2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi dengan penyebab yang diketahui.

Sekitar 5-10% penderita hipertensi mengalami hipertensi sekunder yang

penyebabnya adalah penyakit ginjal dan sekitar 1-2% penyebabnya adalah

kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu. Penyebab hipertensi

sekunder lainnya adalah feokromositoma yaitu tumor pada kelenjar

adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin dan noreprinefrin, namun

kasus ini jarang ditemukan.

2.2.3 Patofisiologi

Curah jantung dan resisten perifer total merupakan penentu utama tekanan

darah arteri rata-rata. Curah jantung adalah volume darah yang dipompa tiap-tiap

Page 18: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

ventrikel per menit. Curah jantung dipengaruhi oleh dua faktor penentu yaitu

kecepatan denyut jantung (denyut per menit) dan volume sekuncup (volume darah

yang dipompa per denyut)(Haryati, 2011).

Mekanisme yang mengontrol kontraksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak di pusat vasomotor pada medula batang otak. Bermula dari jaras saraf

simpatis di pusat vasomotor ini, kemudian berlanjut ke bawah ke medula spinalis

dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan

abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang

bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Serat saraf

simpatis mempersarafi otot polos arteriol di seluruh tubuh, kecuali di otak.

Noradrenalin yang dikeluarkan dari ujung-ujung saraf simpatis berikatan dengan

reseptor adrenergik α di otot polos vaskuler sehingga menimbulkan

vasokonstriksi. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan juga dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor. Saat

bersamaan sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon

rangsang emosi dan kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan

aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi beberapa hormon seperti

adrenalin dan noradrenalin yg secara ekstrinsik juga turut mempengaruhi

diameter arteriol dengan memperkuat sistem saraf simpatis di sebagian besar

jaringan(Cahyani, 2014).

Page 19: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

Gambar 2. 3 Persarafan simpatis pada sirkulasi sistemik (Sumber: Guyton& Hall, 2008)

Secara khusus, adrenalin selain berikatan dengan reseptor α, juga berikatan

dengan reseptor β2 yang terdapat di arteriol jantung dan otot rangka. Pengaktifan

reseptor β2 menimbulkan vasodilatasi. Selama aktivitas simpatis, adrenalin yang

dikeluarkan berikatan dengan reseptor β2 di jantung dan otot rangka untuk

memperkuat mekanisme vasodilator lokal di jaringan-jaringan ini, sementara

arteriol di tempat lain seperti saluran pencernaan dan ginjal yang hanya dilengkapi

oleh reseptor α, tidak berespons terhadap adrenalin. Dengan demikian, arteriol di

organ-organ ini, yang hanya dipengaruhi oleh noradrenalin dari sistem saraf

simpatis, mengalami vasokonstriksi yang lebih kuat daripada pembuluh di jantung

dan otot rangka(Haryati, 2011).Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan

aliran darah ke ginjal menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang

pembentukan angiotensis I yang kemudian diubah menjadi angiotensis II, suatu

vasokonstriktor kuat yang pada akhirnya akan merangsang sekresi aldosteron

oleh korteks adrenal. Hormon ini yang menyebabkan retensi natrium dan air oleh

Page 20: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

tubulus ginjal, menyebabkan volume intavaskular. Semua faktor tersebut

cenderung nyebabkan keadaan hipertensi (Cahyani, 2014).

2.2.4 Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (LeMone & Burke, 2008)

a. Riwayat Keluarga

Hipertensi dihasilkan dari banyak gen dan faktor dalam seseorang

dalam suatu keluarga yang menderita hipertensi. Faktor genetik

membuat keluarga menderita hipertensi berkaitan dengan peningkatan

jumlah sodium di intraseluler dan penurunan rasio potasium dan

sodium. Pasien dengan kedua orangtuanya menderita hipertensi lebih

besar risikonya terjadi pada usia muda.

b. Usia

Hipertensi pada umumnya muncul antara usia 30-50 tahun. Angka

kejadian meningkat pada usia 50-60 tahun. Studi epidemiologi

menyatakan prognosis lebih buruk apabila pasien menderita hipertensi

pada usia muda.

c. Jenis Kelamin

Secara umum, angka kejadian hipertensi lebih tinggi pada laki-laki dari

pada wanita sampai usia 55 tahun, namun perubahan hormonal yang

sering terjadi pada wanita menyebabkan wanita lebih cenderung

Page 21: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

memiliki tekanan darah tinggi. Hal ini juga menyebabkan risiko wanita

untuk terkena penyakit jantung menjadi lebih tinggi (Miller, 2010).

Risiko kejadian hipertensi antara usia 55-74 tahun hampir sama,

setelah usia 74 tahun wanita lebih besar resikonya.

d. Etnik

Angka kematian pada hipertensi orang dewasa, berturut-turut terjadi

paling rendah pada wanita kulit putih yaitu 4,7%, pria kulit putih 6,3%,

pria kulit hitam 22,5%, dan yang paling tinggi adalah wanita kulit

hitam yaitu 29,3%. Alasan peningkatan pada wanita berkulit hitam itu

tidak jelas, tetapi peningkatan ini didukung oleh tanda jumlah rennin

yang lebih rendah, sensitivitas vasopresin lebih tinggi, pemasukan

garam lebih tinggi dan stres lingkungan yang lebih tinggi.

2. Faktor yang dapat dimodifikasi (LeMone & Burke, 2008):

a. Stres

Faktor lingkungan, tipe personal dan fenomena fisik dapat

menyebabkan stres. Stres meningkatkan tahanan vaskuler perifer,

cardiac output dan merangsang aktivitas sistem saraf simpatis,

selanjutnya hipertensi dapat terjadi. Bila stres sering terjadi dan

berkelanjutan dapat menyebabkan hipertropi otot polos vaskuler dan

mempengaruhi koordinasi pusat di otak.

Page 22: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

b. Kegemukan

Hipertensi dan obesitas memiliki hubungan yang erat. 50% individu

dengan obesitas mengalami peningkatan tekanan darah. Mekanisme

terjadinya hipertensi pada kasus obesitas belum sepenuhnya dipahami,

tetapi telah diketahui bahwa pada orang yang mengalami obesitas

terdapat peningkatan volume plasma dan curah jantung yang akan

meningkatkan tekanan darah (Angraini, 2014).Indeks masa tubuh

(IMT) yang normal adalah 18,5-24,9 kg/m2. Penurunan berat badan 10

kg dapat menurunkan tekanan darah sistolik 5-20 mmHg.

c. Zat Makanan

Mengkonsumsi asupan tinggi sodium dapat menjadi fakrot penting

terjadinya hipertensi. Diet tinggi garam mungkin merangsang

pengeluaran hormon natriuretik yang secara tidak langsung

meningkatkan tekanan darah. Muatan sodium juga merangsang

mekanisme vasopresor dalam sistem saraf pusat.

d. Penyalahgunaan Zat

Merokok, mengkonsumsi alkohol secara berlebihan, penggunaan obat

terlarang merupakan faktor terjadinya hipertensi. Nikotin dan obat-

obatan seperti kokain dapat menyebabkan tekanan darah meningkat

segera dan menjadi ketergantungan sehingga dapat menyebabkan

hipertensi dilain waktu. Angka kejadian hipertensi lebih tinggi pada

pasien yang minum lebih dari 30 cc etanol setiap hari.

Page 23: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

2.2.5 Manifestasi Klinik

Tidak ada manifestasi klinik yang dirasakan oleh pasien pada tahap awal

perkembangan hipertensi. Kadang-kadang tekanan darah akan naik dan jika tidak

dilakukan pemeriksaan dengan rutin, maka pasien tidak sadar tekanan darahnya

meningkat. Jika hal tersebut tidak terdiagnosa maka tekanan darah akan

meningkat terus menerus dan muncul manifestasi klinik. Pasien akan melaporkan

keluhan seperti nyeri kepala yang menetap, kelelahan, pusing, berdebar-debar dan

penglihatan kabrur (Black & Hawk, 2005). Dapat pula terjadi perubahan retina

akibat perdarahan dan eksudat, penyempitan arteri dan infark kecil sampai terjadi

edema pupil pada hipertensi yang berat. Penyakit arteri koronaria seperti angina

pectorisdan infark myokard juga dapat terjadi sebagai konsekuensi adanya

hipertensi. Hopertropi ventrikel kiri juga dapat terjadi sebagai akibat peningkatan

kerja ventrikel melawan tekanan sistemik yang meningkat, gagal jantung,

kerusakan ginjal dan gangguan vaskuler di otak juga dapat terjadi (Hamarno,

2010).

2.2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hipertensi bertujuan untuk mengembalikan tekanan darah

agar mendekati normal dan meningkatkan kualitas hidup penderita hipertensi.

Penatalaksanaan hipertensi meliputi terapi non-farmakologis dan terapi

farmakologis.

1. Terapi farmakologis

Page 24: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

Terapi farmakologi yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII

yaitu diuretik, beta blocker, calcium channel blocker, Angiotensin

Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor

Blocker(ARB) (Aziza, 2008).

a. Diuretik

Diuretik bekerja dengan menghambat reabsorpsi Natrium Chlorida

(NaCl) di tubulus ginjal. Penurunan awal curah jantung karena

penurunan volume plasma dan volume cairan ekstra seluler.

b. Penghambat Adrenergic

Penghambat adrenergic merupakan sekelompok obat yang terdiri dari

alfa-blocker, beta blocker, dan alfa-beta-blocker. Beta-blocker bekerja

dengan menurunkan denyut jantungdengan menurunkan curah jantung

dan kontraktilitas otot jantung, menghambat pelepasan renin ginjal dan

meningkatkan sensitifitas barorefleks. Sedangkan alfa-blocker bekerja

menurunkan aliran balik vena tetapi tidak menyebabkan takikardi.

Curah jantung tetap atau meningkat dan volume plasma biasanya tidak

berubah. Karena efek antihipertensi alfa-blocker didasarkan pada

vasodilatasi arteriol perifer maka lebih efektif pada pasien dengan

aktivitas simpatis kuat.

c. ACE Inhibitor

Obat ini menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II

sehingga mengganggu sistem renin angiotensin aldosteron (RAA).

Page 25: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

Aktivitas renin plasma meningkat, kadar angiotensin II dan aldosteron

menurun, volume cairan menurun dan terjadi vasodilatasi.

d. Calcium Channel Blocker(CCB)

CCB menghambat masuknya ion kalsium ke dalam sel melalui

channel-L. CCN dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu non-

dihidropiridin dan dihidropiridin. Golongan non-dihidropiridin

mempengaruhi sistem konduksi jantung dan cenderung melambatkan

denyut jantung, efek hipertensinya melalui vasodilatasi perifer dan

penurunan resistensi perifer sedangkan golongan dihidropiridin

terutama bekerja pada arteri.

e. Angiotensin Receptor Blocker (ARB)

ARB bekerja seperti ACE-I, yaitu mengganggu sistem RAA.

Golongan ini menghambat ikatan angiotensin II pada salah satu

reseptornya. ARB lebih aman dan tolerable dibandingkan ACE-I.

2. Terapi nonfarmakologis

Dengan pola hidup yang sehat penting untuk mencegah dan

mengembalikan tekanan darah agar tetap normal yang merupakan bagian

dari tatalaksana hipertensi. Beberapa modifikasi pola hidup yang

disarankan untuk dijadikan terapi secara definitif digaris pertama

sekurang-kurangnya 6-12 bulan setelah diagnosis awal adalah(LeMone &

Burke, 2008):

Page 26: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

a. Penurunan berat badan

Hipertensi dan obesitas memiliki hubungan yang erat. 50%

individu dengan obesitas mengalami peningkatan tekanan darah.

Indeks masa tubuh (IMT) yang normal adalah 18,5-24,9 kg/m2.

Penurunan berat badan 10 kg daapt menurunkan tekanan darah

sistolik 5-20 mmHg. Maka dari itu manajemen berat badan sangat

penting dalam mengontrol tekanan darah.

b. Modifikasi diet lemak dan sodium

Diet lemak dapat menurunkan lemak jenuh dan meningkatkan

lemak tak jenuh sehingga memberikan dampak penurunan tekanan

darah tetapi juga menurunkan tingkat kolesterol. Rekomendari

DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertentsion) bahwa diet

yang dianjurkan adalah kaya buah-buahan, sayur-sayuran, kacang-

kacangan dan makanan rendah lemak. Hampir 40% orang dengan

hipertensi peka terhadap sodium. Diet garam 2,4gram atau 6 gram

bisa menurunkan tekanan darah sistolik 2-8 mmHg. Pembatasan

sedang pemasukan sodium (6 gram) dapat menurunkan tekanan

darah pada beberapa kasus hipertensi tingkat 1.

c. Aktivitas fisik

Seseorang dengan aktivitas fisik yang rendah beresiko terkena

hipertensi 30-50%. Rutin olahraga minimal 30 menit per hari bisa

Page 27: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

menurunkan tekanan darah sistolok 4-9 mmHg. Tekanan darah

dapat diturunkan dengan aktifitas sedang seperti aerobik dan jalan

cepat.

d. Pembatasan alkohol dan kafein

Konsumsi lebih dari 30 cc perhari meningkatkan risiko hipertensi.

Menghindari konsumsi alkohol dapat menurunkan teknan darah

sistolik 2-4 mmHg. Kafein dapat memacu jantung untuk bekerja

lebih cepat sehingga lebih banyak mengalirkan cairan pada setiap

detiknya.

e. Berhenti merokok

Nikotin yang terdapat dalam rokok dapat meningkatkan jumlah

nadi dan menghasilkan vasokontriksi perifer yang mana tekanan

darah dapat meningkat dalam waktu pendek atau setelah merokok.

Dengan tidak merokok maka hal tersebut dapat di cegah.

f. Teknik relaksasi

Berbagai terapi relaksasi seperti relaksasi otot progresif, meditasi

transcendental, yoga, biofeedback dan psikoterapi dapat

menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.

2.3 Stres dan Hipertensi

Stres adalah reaksi non spesifik manusia terhadap rangsangan atau tekanan

baik secara fisik maupun psikologis. Stres merupakan sutu reaksi adaptif yang

Page 28: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

bersifat sangat individual sehingga bagi seseorang suatu stres belum tentu sama

tanggapannya dengan orang lain. Stres diartikan sebagai suatu kondisi dimana

kebutuhan tidak terpenuhi secara adekuat, sehingga menimbulkan adanya ketidak

seimbangan. Stres sebagai pengalaman emosional negatif disertai perubahan

reaksi biokimiawi, fisiologis, kognitif dan perilaku yang bertujuan untuk

menyesuaikan diri terhadap situasi yang menyebabkan stres (Mashudi, 2011).

Reaksi pertama dari respon stres adalah terjadinya sekresi sistem saraf simpatis.

Secara simultan hipotalamus bekerja secara langsung pada sistem saraf otonom

untuk merangsang respon yang segera terhadap stres. Sistem saraf otonom terbagi

dua yaitu sistem simpatis dan parasimpatis. Sistem saraf simpatis bertanggung

jawab terhadap adanya stimulus stres yaitu berupa peningkatan denyut jantung,

nafas yang cepat dan penurunan aktivitas gastrointestinal. Sedangkan saraf

parasimpatis membuat tubuh kembali ke keadaan istirahat melalui penurunan

denyut jantung, perlambatan nafas dan peningkatan aktivitas gastrointestinal

(Smeltzer, et al ., 2008).

Secara fisiologi, keadaan stres akan mengaktivasi hipotalamus yang

selanjutnya mengendalikan dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem simpatis dan

sistem korteks adrenal. Sistem saraf simpatis memberikan respon terhadap impuls

saraf dari hipotalamus yaitu dengan mengaktivasi berbagai organ dan otot polos

yang berada di bawah pengendaliannya, salah satunya meningkatkan kecepatan

denyut jantung. Sistem saraf simpatis juga memberi sinyal ke medula adrenal

untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran darah(Sherwood, 2010).

Stimulasi aktivitas saraf simpatis akan meningkatkan resistensi pembuluh darah

Page 29: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

perifer dan curah jantung sehingga akan berdampak pada perubahan tekanan

darah yaitu peningkatan tekanan darah secara intermiten atau tidak

menentu(Nasution, 2011). Dr. Shigeo Haruyama, dalam bukunya “The Miracle of

Endorphin”,menyatakan, ketika kita teramat stres munculah hormon noradrenalin.

Jika hormon noradrenalin diproduksi dalam jumlah tepat, maka akan menjalankan

fungsi yang bermanfaat bagi tubuh. Namun, saat hormon noradrenalin dirpoduksi

secara berlebihan akan mempersempit aliran darah ke jantung dan meningkatkan

tekanan darah. Hal ini akan dengan mudah membuat pembuluh darah menjadi

tersumbat. Hormon beta-endorfin membantu mengembalikan kondisi pembuluh

darah menjadi normal seperti semula dan menjaga agar darah dapat mengalir

dengan mudah dan bebas hambatan. Beta-endorfin penangkal stres akan terbentuk

jika seseorang merasa nyaman atau rileks (Haruyama, 2011).

2.4 Progressive Muscle Relaxation (PMR)

2.4.1 Definisi

PMR merupakan salah satu metode relaksasi sederhana yang melalui dua

proses yaitu menegangkan dan merelaksasikan otot tubuh pada satu bagian tubuh

pada satu waktu untuk memberikan perasaan relaksasi secara fisik. Gerakan

mengencangkan dan melemaskan otot secara progresif ini dilakukan secara

berturut-turut. Latihan PMR ini dapat dilakukan secara mandiri sehingga

mempermudah seseorang untuk melakukan latihan tanpa perlu bantuan dari orang

lain. Selain itu teknik latihan dari PMR juga dapat dilakukan dalam posisi duduk

maupun tidur sehingga dapat dilakukan dimana saja. PMR merupakan teknik

Page 30: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

relaksasi yang sederhana dan efektif untuk mengurangi keteganagn otot,

menurunkan stres dan menurunkan tekanan darah (Kumutha, 2014).

Hal-hal yang diperhatikan saat latihan relaksasi otot progresif adalah

(Hamarno, 2010):

a. Latihan ditempat yang tenang untuk membantu konsentrasi pada

kelompok otot,

b. Melepaskan sepatu dan pakaian tebal yang dapat menggangu proses

latihan,

c. Hindari makan, merokok dan minum-minuman keras sesaat sebelum

latihan,

d. Latihan dilakukan dengan posisi duduk atau tidur dalam keadaan yang

paling nyaman,

e. Jangan menegangkan otot secara berlebihan karena dapat melukai otot

tersebut.

2.4.2 Indikasi

PMR dapat diberikan kepada pasien untuk meningkatkan relaksasi dan

kemampuan pengelolaan diri. Latihan ini dapat membantu mengurangi

ketegangan otot, stres, menurunkan tekanan darah, menurunkun kadar gula darah,

meningkatkan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari, sehingga fungsional dan

kualitas hidup meningkat (Smeltzer, et al ., 2008). Teknik relaksasi pada tekanan

darah tinggi telah dikatakan memiliki efek positif yang telah di buktikan oleh

Dickinson, et al (2008) menyampaikan 60-90 % klien yang konsultasi ke dokter

keluarga yang terkait dengan stres sebagian besar memiliki tekanan darah tinggi

Page 31: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

sehingga manajemen stres dianggap penting sebagai pengobatan anti-hipertensi,

dengan teknik relaksasi yang tepat salah satunya adalah relaksasi otot progresif.

Kontraindikasi

Pasien dengan gangguan otot seperti cidera akut, peningkatan tekanan

intrakranial, dan penyakit arteri koronaria yang berat seharusnya tidak melakukan

relaksasi otot progresif(Hamarno, 2010).

Prosedur

Prosedur PMR terdiri dari 15 gerakan berturut-turut, yaitu (Mashudi,

2011):

Tabel 2. 2 Aplikasi Progressive Muscle Relaxaion (PMR)

No. Progressive Muscle

Relaxatin

Gambaran Pelaksanaan

1. Melatih otot tangan

Peserta duduk rileks kemudian

mengepalkan tangan. Peserta diminta

membuat kepalan semakin kuat sambil

merasakan sensasi ketegangan yang terjadi,

tahan selama 5 detik kemudian lepaskan

kepalan perlahan-lahan disertai menarik

nafas dalam dan merasakan rileks selama

Page 32: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

10 detik. Lakukan gerakan yang sama 2

kali.

2. Melatih otot lengan bawah

Peserta duduk rileks dengan menekuk

pergelangan tangan (dorso fleksi wrist)

hingga dapat dirasakan ketegangan, tahan

selama 5 detik kemudian lepaskan

perlahan-lahan disertai menarik nafas

dalam dan merasakan rileks selama 10

detik. Lakukan gerakan yang sama 2 kali.

3. Melatih otot lengan atas

Peserta duduk rileks kemudian

mengepalkan kedua tangan dan menekuk

siku (fleksi elbow) hingga dapat dirasakan

ketegangan, tahan selama 5 detik kemudian

lepaskan perlahan-lahan disertai menarik

nafas dalam dan merasakan rileks selama

10 detik. Lakukan gerakan yang sama 2

kali.

4. Melatih otot-otot bahu Peserta duduk rileks kemudian mengangkat

Page 33: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

kedua bahu (elevasi shoulder) setinggi-

tingginya hingga dapat dirasakan

ketegangan, tahan selama 5 detik

kemudian lepaskan perlahan-lahan disertai

menarik nafas dalam dan merasakan rileks

selama 10 detik. Lakukan gerakan yang

sama 2 kali.

5. Melatih otot-otot dahi

Peserta duduk rileks kemudian

mengerutkan dahi dan alis hingga dapat

dirasakan ketegangan, tahan selama 5 detik

kemudian lepaskan perlahan-lahan disertai

menarik nafas dalam dan merasakan rileks

selama 10 detik. Lakukan gerakan yang

sama 2 kali.

6. Melatih otot-otot mata

Peserta duduk rileks kemudian menutup

mata hingga dirasakan ketegangan, tahan

selama 5 detik kemudian lepaskan

perlahan-lahan disertai menarik nafas

dalam dan merasakan rileks selama 10

detik. Lakukan gerakan yang sama 2 kali.

7. Melatih otot-otot rahang Peserta duduk rileks kemudian

mengatupkan rahang dengan menggigit

Page 34: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

gigi hingga dirasakan ketegangan disekitar

rahang, tahan selama 5 detik kemudian

lepaskan perlahan-lahan disertai menarik

nafas dalam dan merasakan rileks selama

10 detik. Lakukan gerakan yang sama 2

kali.

8. Melatih otot-otot bibir

Peserta duduk rileks kemudian bibir

dimoncongkan hingga dirasakan

ketegangan disekitar mulut, tahan selama 5

detik kemudian lepaskan perlahan-lahan

disertai menarik nafas dalam dan

merasakan rileks selama 10 detik.

Lakukan gerakan yang sama 2 kali.

9. Melatih otot-otot leher

bagian belakang

Peserta duduk rileks kemudian

menekankan kepala pada permukaan

bantalan kursi hingga dirasakan

ketegangan pada bagian belakang reher dan

punggung atas, tahan selama 5 detik

kemudian lepaskan perlahan-lahan disertai

menarik nafas dalam dan merasakan rileks

selama 10 detik. Lakukan gerakan yang

sama 2 kali.

10. Melatih otot-otot leher Peserta duduk rileks kemudian

Page 35: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

bagian depan

mendekatkan dagu ke dada (fleksi leher)

hingga dirasakan ketegangan pada leher

bagian depan, tahan selama 5 detik

kemudian lepaskan perlahan-lahan disertai

menarik nafas dalam dan merasakan rileks

selama 10 detik. Lakukan gerakan yang

sama 2 kali.

11 Melatih otot-otot punggung

Peserta duduk tanpa bersandar kemudian

busungkan dada (seperti postur lordosis)

hingga dirasakan ketegangan pada

punggung, tahan selama 5 detik kemudian

lepaskan perlahan-lahan disertai menarik

nafas dalam dan merasakan rileks selama

10 detik. Lakukan gerakan yang sama 2

kali.

12 Melatih otot-otot dada

Peserta duduk rileks kemudian tarik nafas

dalam hingga dada terlihat mengembang

tahan selama sesaat, kemudian lepaskan

keteganagn secara perlahan dan peserta

dapat bernafas seperti semula. Lakukan

gerakan yang sama 2 kali.

13 Melatih otot-otot perut Peserta duduk rileks kemudian tarik perut

Page 36: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

kedalam hingga dirasakan ketegangan pada

sekitar perut, tahan selama 5 detik

kemudian lepaskan perlahan-lahan disertai

menarik nafas dalam dan merasakan rileks

selama 10 detik. Lakukan gerakan yang

sama 2 kali.

14 Melatih otot-otot tungkai

Peserta duduk rileks dengan kedua kaki

diluruskan kemudian tekuk pergelangan

kaki (dorso fleksi ankle) hingga dirasakan

ketegangan, tahan selama 5 detik

kemudian lepaskan perlahan-lahan disertai

menarik nafas dalam dan merasakan rileks

selama 10 detik. Lakukan gerakan yang

sama 2 kali.

15 Melatih otot-otot betis

Peserta duduk rileks dengan kedua kaki

diluruskan kemudian tekuk pergelangan

kaki (plantar fleksi ankle) hingga dirasakan

ketegangan, tahan selama 5 detik

kemudian lepaskan perlahan-lahan disertai

menarik nafas dalam dan merasakan rileks

selama 10 detik. Lakukan gerakan yang

sama 2 kali.

Page 37: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

2.4.5 Mekanisme Progressive Muscle Relaxation dalam Menurunkan Tekanan Darah

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa terdapat hubungan antara

stres dengan peningkatan tekanan darah sehingga manajemen stres dianggap

penting sebagai pengobatan hipertensi. Relaksasi mampu menghambat stres atau

ketegangan jiwa yang dialami seseorang. Relaksasi merupakan suatu teknik

pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatis dan

parasimpatis.Sistem saraf simpatis bertanggung jawab terhadap adanya stimulus

stres yaitu berupa peningkatan denyut jantung, nafas yang cepat dan penurunan

aktivitas gastrointestinal. Sedangkan saraf parasimpatis membuat tubuh kembali

ke keadaan istirahat melalui penurunan denyut jantung, perlambatan nafas dan

peningkatan aktivitas gastrointestinal (Smeltzer, et al ., 2008). Pengaruh saraf

parasimpatis pada sirkulasi yang paling penting adalah pengaturan frekuensi

jantung melalui serabut-serabut saraf parasimpatis yang menuju jantung melalui

nervus vagus. Perangsangan saraf-saraf parasimpatis yang menuju ke jantung

(vagus) menyebabkan pelepasan hormon asetilkolin pada ujung saraf vagus.

Asetilkolin yang dilepaskan pada ujung saraf vagus sangat meningkatkan

permeabilitas membran serabut terhadap ion kalium. Hal ini akan menyebabkan

peningkatan kenegatifan di dalam serabut (hiperpolarisasi). Keadaan

hiperpolarisasi akan menurunkan potensial membran, sehingga akan menurunkan

frekuensi irama nodus sinus dan akan menurunkan eksitabilitas serabut-serabut

penghubun A-V yang terletak diantara otot-otot atrium dan nodus A-V, sehingga

Page 38: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

akan memperlambat perjalanan impuls jantung yang menuju ke ventrikel (Guyton

& Hall, 2008).

Gambar 2. 4 Anatomi pengaturan sirkulasi oleh saraf simpatis dan parasimpatis ke jantung

(Sumber: Guyton & Hall, 2008)

Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan total

peripheral resistance dengan cara menghambat respon stres saraf simpatis.

Teknik relaksasi membuat otot-otot pembuluh darah arteri dan vena

bersamaan dengan otot-otot lain dalam tubuh menjadi rileks. Terjadinya

relaksasi otot-otot dalam tubuh ini berpengaruh terhadap penurunan kadar

norepinefrin dalam tubuh (Shinde, et al ., 2013). Dalam keadaan otot-otot

yang rileks juga menyebarkan stimulus ke hipotalamus sehingga jiwa dan

organ dalam tubuh manusia benar-benar merasakan ketenangan dan

kenyamanan yang kemudian akan menekan sistem saraf simpatis sehingga

terjadi penurunan produksi hormon epinefrin dan norepinefrin. Menurut

Page 39: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

Black & Hawk (2005), relaksasi juga mengakibatkan regangan pada arteri

akibatnya terjadi vasodilatasi pada arteri & vena difasilitasi oleh pusat

vasomotor, ada beberapa macam vasomotor yang salah satunya adalah

reflek baroreseptor. Reflek baroreseptor saat relaksasi akan menurunkan

aktifitas saraf simpatis dan epinefrin serta peningkatan saraf parasimpatis

sehingga kecepatan denyut jantung menurun, volume sekuncup menurun,

serta terjadi vasodilatasi arteriol dan venula. Selain itu curah jantung,

resistensi perifer total juga menurun sehingga tekanan darah turun.

2.1 Slow Deep Breathing

Slow deep breathing merupakan tindakan yang disadari untuk

mengatur pernapasan secara dalam dan lambat yang dapat menimbulkan

efek relaksasi. Terapi relaksasi banyak digunakan dalam kehidupan sehari-

hari untuk dapat mengatasi berbagai masalah misalnya stres, ketegangan

otot, nyeri, hipertensi, gangguan pernapasan, dan lain-lain. Relaksasi

secara umum merupakan keadaan menurunnya kognitif, fisiologi, dan

perilaku (Potter and Perry, 2006). Pada saat relaksasi terjadi perpanjangan

serabut otot, menurunnya pengiriman impuls saraf ke otak, menurunnya

aktivitas otak, dan fungsi tubuh yang lain. Karakteristik dari respon

relaksasi ditandai oleh menurunnya denyut nadi, jumlah pernapasan,

penurunan tekanan darah, dan peningkatan konsumsi oksigen (Potter and

Perry, 2006).

Penelitian oleh Astin, dalam buku Potter (2006), menunjukkan

bahwa relaksasi dapat menurunkan nyeri dan mengontrol tekanan darah.

Page 40: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

Napas dalam lambat dapat mensimulasi respon saraf otonom melalui

pengeluaran neurotransmitter endorphin yang berefek pada penurunan

respon saraf simpatis dan peningkatan respon parasimpatis. Stimulasi saraf

simpastis meningkatkan aktivitas tubuh, sedangkan respon saraf

parasimpatis lebih banyak menurunkan aktivitas tubuh atau relaksasi

sehingga dapat menurunkan aktivitas metabolik (Velkumary &

Madanmohan, 2004).

2.1.1 Mekanisme Fisiologi Slow Deep Breathing

Pernapasan dengan metode latihan slow deep breathing

akan menyebabkan rileksasi sehingga menstimulasi pengeluaran

hormon endorphine yang berefek langsung terhadap sistem saraf

otonom dan menyebabkan penurunan kerja sistem saraf simpatis

dan peningkatan kerja sistem saraf parasimpatis sehingga terjadi

penurunan tekanan darah (Lovastatin, 2005). Selain itu, dengan

ekshalasi yang panjang daripada metode latihan slow deep

breathing akan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan

intratoraks di paru selama inspirasi yang akan menyebabkan

peningkatan kadar oksigen di dalam jaringan tubuh. Oksigen yang

meningkat akan mengaktivasi refleks kemoreseptor yang banyak

terdapat di badan karotis, badan aorta dan sedikit pada rongga

toraks dan paru. Aktivasi kemoreseptor ini akan mentransmisikan

sinyal saraf ke pusat pernapasan tepatnya dimedula oblongata yang

juga menjadi tempat medullary cardiovascular centre. Sinyal yang

Page 41: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

di kirim ke otak akan menyebabkan aktivitas kerja saraf

parasimpatis meningkat dan menurunkan aktivitas kerja saraf

simpatis sehingga akan menyebabkan penurunan tekanan darah.

Peningkatan tekanan intratoraks di paru tidak hanya menyebabkan

peningkatan oksigen jaringan, namun juga menyebabkan

penurunan tekanan di vena sentral yang mengakibatkan aliran balik

vena dan peningkatan volume vena sentral sehingga curah jantung

dan stroke volume akan meningkat di jantung kiri. Hal ini

mengaktivasi refleks baroreseptor melalui peningkatan tekanan

arteri di pembuluh akibat terjadinya peningkatan stroke volume

dan curah jantung di jantung kiri sehingga terjadi penurunan

tekanan darah dari aktivasi refleks baroreseptor yang mengirimkan

sinyal ke medullary cardiovascular centre di medula oblongata

yang menyebabkan peningkatan kerja saraf parasimpatis dan

penurunan kerja saraf simpatis (Joohan,2000).

2.1.2 Metode Latihan Slow Deep Breathing

Slow deep breathing adalah metode bernapas yang frekuensi

bernapas kurang dari 10 kali permenit dengan fase ekshalasi yang

panjang (Breathesy, 2006). Slow deep breathing adalah gabungan dari

metode napas dalam (deep breathing) dan napas lambat sehingga

Page 42: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

dalam pelaksanaan latihan pasien melakukan napas dalam frekuensi

kurang dari atau sama dengan 10 kali permenit.

Langkah-langkah dalam latihan slow deep breathing, menurut

University of Pittsburgh Medical Center, (2003).

1. Atur pasien dengan posisi duduk

2. Kedua tangan pasien diletakkan di atas abdomen

3. Anjurkan melakukan napas secara perlahan dan dalam melalui

hidung dan tarik napas selama 3 detik, rasakan abdomen

mengembang saat menarik napas

4. Tahan napas selama 3 detik

5. Kerutkan bibir, keluarkan melalui mulut dan hembuskan napas

secara perlahan selama 6 detik. Rasakan abdomen bergerak ke

bawah

6. Ulangi langkah 1 sampai 5 selama 15 menit

7. Latihan slow deep breathing dilakukan dengan frekuensi 2 kali

sehari.

Page 43: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berpikir

Hipertensi adalah terjadinya peningkatan tekanan darah yang

bersifat menetap pada sistolik yaitu 140 mmHg atau lebih dan diastolik 90

mmHg atau lebih, berdasarkan pemeriksaan minimal 2 kali atau lebih

dalam waktu yang berbeda. Tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu usia, IMT, jenis kelamin, kurangnya aktivitas fisik dan stres.

Tekanan sistolik dan diastolik meningkat secara bertahap sesuai usia

hingga dewasa, obesitas baik pada masa anak-anak maupun dewasa

merupakan faktor predisposisi hipertensi dan stres juga dapat

meningkatkan tekanan darah. Stres, secara fisiologis akan mengendalikan

sistem neuroendrokrin yaitu sistem simpatis dan sistem korteks adrenal

melalui aktifasi hipotalamus. Sistem saraf simpatis memberikan respon

terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu dengan mengaktivasi

berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah pengendaliannya,

salah satunya meningkatkan kecepatan denyut jantung. Sistem saraf

simpatis juga memberi sinyal ke medula adrenal untuk melepaskan

epinefrin dan norepinefrin ke aliran darah. Stimulasi aktivitas saraf

simpatis akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah

jantung sehingga akan mempengaruhi perubahan tekanan darah menjadi

meningkat secara tidak menentu.

Page 44: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

Penatalaksanaan hipertensi derajat I bertujuan untuk

mengembalikan tekanan darah agar mendekati kadar normal dan

meningkatkan kualitas hidup penderita hipertensi derajat I. Latihan

fisikmerupakansalah satu pilardalam penatalaksanaanhipertensi derajat I

denganobat-obatan. Namun, orang dengan hipertensi derajat I yang tidak

mendapatkan penanganan dalam penatalaksanaan penyakitnya masih

cukup banyak.Terdapat dua jenis latihan pernapasan yang telah terbukti

mampu menurunkan tekanan darah yaitu Progressive Muscle Relaxation

dan slow deep breathing exercise.

Progressive Muscle Relaxation (PMR) merupakan salah satu

bentuk latihanyang dapat menjadi pilihan dan sangat mungkin untuk

dilakukan. PMR merupakan salah satu metode relaksasi sederhana yang

melalui dua proses yaitu menegangkan dan merelaksasikan otot tubuh.

Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan total peripheral

resistance dengan cara menghambat respon stres saraf simpatis. Teknik

relaksasi membuat otot-otot pembuluh darah arteri dan vena bersamaan

dengan otot-otot lain dalam tubuh. Dalam keadaan otot-otot yang rileks

menyebarkan stimulus ke hipotalamus yang kemudian akan menekan

sistem saraf simpatis sehingga terjadi penurunan produksi hormon

epinefrin dan norepinefrin. Relaksasi juga mengakibatkan regangan pada

arteri akibatnya terjadi vasodilatasi pada arteri & vena difasilitasi oleh

pusat vasomotor, yang salah satunya adalah reflek baroreseptor. Reflek

baroreseptor saat relaksasi akan menurunkan aktifitas saraf simpatis dan

Page 45: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

epinefrin serta peningkatan saraf parasimpatis sehingga kecepatan denyut

jantung menurun, volume sekuncup menurun, serta terjadi vasodilatasi

arteriol dan venula. Selain itu curah jantung, resistensi perifer total juga

menurun sehingga tekanan darah turun.

Slow deep breathing exercise adalah gabungan dari metode napas

dalam (deep breathing) dan napas lambat (slow breathing) yang dilakukan

dengan frekuensi kurang dari 10 kali permenit dengan ekshalasi yang

panjang. Hal ini menyebabkan perubahan tekanan di atmosfir dan di

dalam paru sehingga tekanan dalam paru meningkat, dan pada saat inpirasi

berikutnya akan lebih banyak jumlah oksigen yang masuk ke paru-paru.

Berdasarkan penelitian terdahulu didapatkan bahwa pada pasien

hipertensi, latihan slow deep breathingdengan frekuensi 6 kali per menit

selama 15 menit mampu meningkatkan sensitivitas refleks baroreseptor

dengan menurunkan aktivitas sistem saraf simpatis, meningkatkan

aktivitas sistem saraf parasimpatis, dan mengaktivasi kemorefleks.

Penelitian yang dilakukan tahun 2010 menunjukkan latihan slow deep

breathing dapat menurunkan rata-rata tekanan darah sistolik 18,178

mmHg, tekanan darah diastolik 8,892 mmHg.

Page 46: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

3.2 Kerangka Konsep

Faktor Internal:

Usia, Jenis Kelamin, Genetik

Faktor Eksternal:

Asupan garam, Merokok, Kafein, Pola Makan

Simpatis ↓ Parasimpatis ↑

Hypertension derajat I

Progressive Muscle

Relaxationreathi

stimulasi refleks Baroreseptor

dan aktivasi Kemoreseptor

Slow deep breathing exercise

Keterangan:

1. Cetak tebal = variabel yang diteliti

2. ↓= menurunkan 3. ↑ = meningkatkan

Pusat Pengendalian Kardiovaskular di Medula

Oblongata

Tahanan Perifer ↓ Curah Jantung ↓

Tekanan Darah ↓

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Page 47: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

3.3 Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka konsep di atas, maka hipotesis

dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Progressive Muscle Relaxation efektif menurunkan tekanan darah

pada hipertensi derajat I

2. Slow Deep Breathing Exercise efektif menurunkan tekanan darah pada

hipertensi derajat I

3. Ada perbedaan Efektivitas Progressive Muscle Relaxation Dengan

Slow Deep Breathing Exercise Terhadap Penurunan Tekanan Darah

Pada Hipertensi Derajat I

Page 48: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik kontrol dengan

rancangan randomized pre test and post test group design yang bertujuan

untuk membandingkan Progressive Muscle Relaxation dengan slow deep

breathing exercise terhadap penurunan tekanan darah hipertensi derajat

satu.

Adapun, rancangan pre test and post test group design adalah

seperti bagan berikut:

Gambar 4.1 Desain Penelitian

Keterangan :

P = Populasi pasien pre-hipertensi primer

S = Sampel pasien pre-hipertensi primer

RA = Random Alokasi

P1 = Kelompok I 1 dengan Progressive Muscle Relaxation

P2 = Kelompok I 2 dengan slow deep breathing exercise

P S

O1

O3 O4

O2 P1

P2

RA

Page 49: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

59

O1 = nilai tekanan darah awal dengan Progressive Muscle Relaxation

O2 = nilai tekanan darah akhir dengan Progressive Muscle Relaxation

O3 = niai tekanan darah awal dengan Slowdeep breathing exercise

O4 = nilai tekanan darah akhir dengan Slowdeep breathing exercise

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa Praktek Fisioterapi Denpasar

Bali. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, mulai bulan Agustus

sampai dengan Nopember 2015 .

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh wanita

maupun pria di Provinsi Bali yang terindikasi pada kategori

hipertensi derajat 1.

4.3.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah wanita dan pria

dengan rentang usia < 60 tahun yang terindikasi hipertensi derajat 1

yang berkunjung ke praktek Fisioterapi di Denpasar.

4.3.3 Sampel

Sampel penelitian ditetapkan berdasarkan kriteria inklusi dan

eksklusi sebagai berikut :

1. Kriteria Inklusi

Page 50: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

60

a. Sampel laki-laki atau wanita yang berusia < 60 tahun.

b. Pasien mampu berkomunikasi dengan baik dan mengerti

instruksi

c. Sampel telah terdiagnosis oleh dokter dan dinyatakan menderita

hipertensi derajat I tanpa adanya komplikasi (kelainan jantung,

stroke, gangguan pembuluh darah dan gangguan ginjal) dan

mendapatkan terapi farmakologis yaitu golongan ACE Inhibitor

dan Calcium Channel Blocker (CCB).

d. Bersedia sebagai subjek penelitian dari awal sampai akhir,

dengan menandatangani surat persetujuan bersedia sebagai

sampel.

2. Kriteria Eksklusi

a. Sampel menderita patah tulang, strain, sprain, dan

edema.

b. Sampel dengan difable.

3. Kriteria Drop Out

a. Jika selama penelitian sampel tersebut mengundurkan

diri sebagai sampel dengan alasan-alasan tertentu yang

bisa diterima oleh peneliti.

b. Kondisi sampel memburuk setelah diberikan perlakuan.

c. Jika selama pengambilan data pasien tiba-tiba jatuh

sakit atau cedera karena suatu hal.

Page 51: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

61

d. Jika selama penelitian sampel tersebut pindah tempat

tinggal.

4.3.4 Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan rumus Pocock (2008):

� = 2�挠纵幌挠− 幌囊邹挠× ∫ 纵荒,慌邹 Keterangan:

n = jumlah sampel � = simpang baku 荒 = tingkat kesalahan I (ditetapkan 0,05)

Interval kepercayaan (1-慌) = 0,95 慌 = tingkat kesalahan II (ditetapkan 0,05) 幌囊 = rerata nilai tekanan darah sebelum intervensi pada

penelitian terdahulu 幌挠 = rerata penurunan nilai tekanan darah yang diharapkan

∫(α, β) = interval kepercayaan berdasarkan tabel Pocock ialah 13,0

Berdasarkan nilai penelitian terdahulu (Berek, et al, 2010),

didapatkan: 幌囊 = 157,65 mmHg; 幌挠 = 129,05 mmHg

standar deviasi � = 16,76

Page 52: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

62

� = 2纵16,76邹挠纵− 28,57邹挠× 13,0

� = 8,84 = 9

Dari hasil penelitian sampel di atas, maka jumlah sampel dalam

penelitian ini ditetapkan 9 ditambah 20% karena jumlah sampel

yang dianggap berjumlah sedikit dan sebagai bentuk antisipasi akan

terjadinya dropout. Dengan demikian didapatkan jumlah sampel

adalah 11 pada setiap kelompok sehingga jumlah keseluruhan

sampel pada ke dua kelompok sebesar 22 responden.

4.3.5 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

consecutive sampling yang di mana sampel dipilih berdasarkan

kriteria penelitian kemudian dimasukkan dalam penelitian sampai

kurun waktu tertentu sampai jumlah responden terpenuhi yang

dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Melakukan pemilihan sejumlah sampel dari seluruh populasi

yang terindikasi pre-hipertensi berdasarkan kriteria inklusi dan

eksklusi.

2. Mengadakan pemilihan besar sampel sebanyak 22 responden

secara consecutive sampling dari subjek yang terpilih tersebut.

3. Melakukan pembagian kelompok menjadi dua kelompok

masing-masing sejumlah 11 responden. Pembagian kelompok

dilakukan secara acak pada kelompok yang berjenis kelamin

pria maupun pada kelompok yang berjenis kelamin wanita agar

Page 53: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

63

jumlah antara pria dan wanita dalam masing-masing kelompok

sama. Selanjutnya Kelompok I menerima intervensi

Progressive Muscle Relaxationdan Kelompok II menerima

intervensi Slow deep breathing exercise.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Variabel bebas : Progressive Muscle Relaxationdan Slow

deep breahting exercise.

4.4.2 Variabel tergantung : Hipertensi Derajat 1

4.4.3 Variabel kontrol : umur, jenis kelamin (berjumlah sama

antara pria dan wanita)

4.5 Definisi Operasional Variabel

4.5.1 Slow deep breathing merupakan tindakan yang disadari untuk

mengatur pernapasan secara dalam dan lambat dengan frekuensi

pernapasan kurang dari 10 kali permenit diikuti dengan ekshalasi

yang panjang. Latihan dilakukan 15 menit menggunakan metode

latihan yaitu inspirasi 3 detik melalui hidung, tahan 3 detik, lalu

diikuti dengan ekspirasi panjang melalui mulut selama 6 detik.

Latihan dilakukan sebanyak 2 kali dalam sehari selama kurun

waktu 2 minggu.

4.5.2 Tekanan Darah

Tekanan darah adalah kekuatan darah untuk menekan dinding

pembuluh darah. Tekanan darah diukur dan dicatat dengan

menggunakan tekanan sistolik dan diastolik dari pasien dengan

Page 54: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

64

menggunakan alat sphygmomanometer dan stethoscope. Hipertensi

derajat I adalah terjadinya peningkatan tekanan darah yang bersifat

menetap pada sistolik yaitu 140-159 mmHg dan diastolik 90-99

mmHg, berdasarkan pemeriksaan minimal 2 kali atau lebih dalam

waktu yang berbeda. Dalam penelitian ini, tekanan darah sampel

akan diukur sebelum dan setelah diberikan perlakuan.

4.5.3 Progressive Muscle Relaxation

Progressive Muscle Relaxation adalah latihan yang dilakukan

secara aktif oleh sampel dengan hipertensi derajat I. Peneliti akan

memberikan contoh latihan terlebih dahulu kemudian sampel

diminta untuk mengikuti gerakannya.PMR terdiri dari 15 gerakan

yang dilakukan secara berturut-turut seperti yang sudah dijelaskan

pada bab sebelumnya. Pada setiap kali perlakuan PMRdilakukan

selama 15-20 menit. Latihan dilakukan sebanyak 3 kali dalam satu

minggu selama 1 minggu.

4.5.4 Terapi farmakologis

Jenis terapi farmakologi yang diterima oleh sampel didapatkan

melalui data rekam medis pasien di klinik Wijaya Kusuma Abadi,

kemudian peneliti menggolokan jenis oban tersebut ke dalam

golongan ACE Inhibitor dan Calcium Channel Blocker (CCB).

4.6 Instrumen Penelitian

1. Alat Sphygmomanometer

2. Stethoscope

Page 55: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

65

3. Kamera untuk mendokumentasikan kegiatan penelitian

4. Buku dan alat tulis untuk mencatat hasil sebelum dan sesudah

intervensi

5. Komputer untuk menyimpan dan mengolah hasil penelitian

4.7 Prosedur Penelitian

Prosedur pendahuluan :

1. Melakukan proses perijinan pada institusi tempat penelitian.

2. Peneliti membuat informed consent yang harus ditandatangani

subjek, dan disetujui oleh pengawas fisioterapi, yang isinya

bahwa subjek bersedia menjadi sampel penelitian ini sampai

dengan selesai.

3. Peneliti memberikan edukasi kepada subjek yang diteliti

mengenai manfaat, tujuan, bagaimana penelitian ini dilakukan

dan pentingnya dilakukan penelitian ini.

4. Subjek atau sampel dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu

Kelompok 1 dan Kelompok 2. Sebelum dan sesudah dilakukan

intevensi, ke dua kelompok tersebut sama-sama dilakukan

pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter.

5. Melakukan proses asuhan fisioterapi

a. Peneliti melakukan proses assesment, di mana

dilakukan pengumpulan data melalui proses yang

diuraikan pada Tabel 4.1 berikut:

Page 56: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

66

Tabel 4.1 Proses Assesment Fisioterapi

No Assesment Fokus Assesment Hasil Temuan

1. Anamnesis Identitas pasien Nama, usia, jenis kelamin

Riwayat penyakit

terdahulu

Tidak menkonsumsi obat-obatan anti

hipertensi, DM, penyakit jantung, gagal

ginjal.

Riwayat penyakit

keluarga

Tidak ditemukannya penyakit bawaan

seperti DM, penyakit Jantung, Gagal

ginjal

Riwayat Merokok Tidak ditemukannya kebiasaan merokok

2. Pemeriksaan Vital sign

(Tekanan darah,

Denyut nadi,

Pernapasan, Suhu)

Tekanan darah pre-hipertensi (120-

139mmhg / 80-89 mmHg

Prosedur pelaksanaan :

1. Responden yang berkunjung ke klinik fisioterapi, di ukur

tekanan darahnya dengan menggunakan tensimeter dan di

temukan hasil tekanan darah pada kategori pre-hipertensi.

Page 57: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

67

Pengukuran tekanan darah selanjutnya diikuti dengan

pengukuran vital sign lain seperti nadi, pernapasan dan suhu.

Gambar 4.2 Tensimeter dan Stetoskop (dok.pribadi)

a. Persiapan alat berupa tensimeter, stetoskop, dan tempat

duduk

b. Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah, responden

harus dalam keadaan compos mentis dan diminta untuk

dalam keadaan rileks.

c. Pengukuran tekanan darah dilakukan sebelum dan setelah

perlakuan dan harus dalam suasana yang tenang.

d. Melakukan pencatatan hasil pengukuran tekanan darah

Page 58: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

68

2. Slow deep breathing Exercise

Gambar 4.3 Slow deep breathing exercise (Anonim, 2015)

a. Posisi duduk dengan ke dua tangan responden diletakkan di

atas abdomen

b. Memberikan instruksi napas secara lambat dan dalam

melalui hidung dan tarik napas selama 3 detik sambil

merasakan abdomen mengembang ketika menarik napas

c. Tahan napas selama 3 detik

d. Menghembuskan napas melalui mulut dengan bibir yang

dikerutkan selama 6 detik sambil merasakan abdomen

mengempis.

e. Melakukan latihan selama 15 menit dengan frekuensi 2 kali

sehari.

f. Dilakukan setiap hari secara individual sebanyak 28 kali

selama kurun waktu 2 minggu.

Page 59: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

69

4.8 Alur Penelitian

Gambar 4.4 Alur Penelitian

Populasi

Sampel

Pre-Test

Post Test

Eksklusi Inklusi

Hasil

Analisis Data

Slow Deep Breathing Exercise

Deep Breathing Exercise

Page 60: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

70

4.9. Pengumpulan Data

Teknik Pengolahan Data

a. Editing

Data yang didapatkan dari responden dalam bentuk lembar

pengukuran tekanan darah.

b. Coding

Lembar pengukuran tekanan darah yang telah dikumpulkan

diberi kode angka sesuai dengan kode buku yang disiapkan

peneliti.

c. Entry

Data yang telah diberikan kode dimasukkan dan disimpan

dalam data komputer untuk memudahkan pengambilan kembali

apabila diperlukan.

d. Cleaning

Data yang telah di-entry dicocokkan dan diperiksa kembali

dengan data yang didapatkan pada lembar pengukuran tekanan

darah. Apabila ada perubahan dan perbedaan hasil segera

dilakukan pengecekan ulang.

Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data yang didapatkan dari lembar

pengukuran tekanan darah akan terlihat perubahan penurunan

Page 61: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

71

tekanan darah sebelum dan sesudah latihan dengan menggunakan

program SPSS.

Data dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Statistik deskriptif untuk menganalisis jenis kelamin, obat

antihipertensi, usia dan tekanan darah sebelum diberikan

perlakuan.

2. Uji normalitas data dengan Shapiro-Wilk Test. p< 0,05 data

tidak berdistribusi normal.

3. Uji homogenitas data dengan Levene’s Test,. Hasilnya p > 0,05

dikatakan data bersifat homogen

4. Uji komparasi data

Pada kelompok I, untuk data tekanan darah sistolik dan

diastolik dilakukan Wilcoxon Signed Rank Test. Pada kelompok II

untuk data tekanan darah sistolik dilakukan uji hipotesis

menggunakan Paired Samples T-test dan untuk data tekanan darah

diastolik dilakukan uji hipotesis menggunakan Wilcoxon Signed

Rank Test. Untuk menguji perbandingan rerata selisih penurunan

tekanan darah pada kelompok I dan kelompok II, dilakukan

pengujian menggunakan Mann-Whitney U Test

Page 62: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

72

BAB V

HASIL PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang hasil penelitian dari Perbedaan Efektivitas

Progressive Muscle Relaxation Dengan Slow Deep Breathing Exercise Terhadap

Penurunan Tekanan Darah Pada Hipertensi Derajat I Di Kota Denpasar. Penelitian

ini telah dilaksanakan di beberapa Praktik Fisioterapi daerah Denpasar, Bali

selama 4 bulan. Tiap sampel diberikan intervensi sebanyak duapuluh empat kali

dengan menggunakan rancangan eksperimental terhadap dua Kelompok .

Kelompok I dengan Progressive Muscle Relaxation dan Kelompok II dengan

Slow Deep Breathing Exercise. Subyek penelitian berjumlah 22 orang, yang

dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 11 orang.

5.1 Deskripsi Karakteristik Sampel

Untuk memaparkan hasil penelitian yang lebih lengkap dan memperkuat

interpretasi pengujian hipotesis, dipaparkan deskripsi data berupa karakteristik

sampel penelitian. Berikut ini deskripsi data sampel yang terdiri atas karakteristik

sampel berdasarkan jenis kelamin, obat antihipertensi, usia dan tekanan darah

sebelum diberikan perlakuan.

Page 63: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

73

Tabel 5.1 Distribusi Data Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin, Obat Antihipertensi, Usia dan tekanan darah sebelum

Karakteristik Kelompok I

(n=11)

Kelompok II

(n=11) p

Jenis Kelamin (%)

Laki-laki 54,5 63,6 0,683

Perempuan 45,5 36,4

Obat Antihipertensi (%)

Calcium Channel Blocker 45,5 54,5 1,000 ACE inhibitor 54,5 45,5

Usia

Mean ± SD 49,73 ± 1,765 49,83 ± 1,267 0,814

Tekanan Darah Sebelum

(Mean ± SD)

Sistolik 143,14 ±1,37 142,82 ± 1,65 0,523

Diastolik 92,47 ± 0,79 91,58 ± 0,96 0,353

Tabel 5.1 menunjukkan karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin.

Pada kelompok I, sampel yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah enam orang

(54,5%) dan sampel yang berjenis kelamin perempuan berjumlah lima orang

(45,5%), dengan total jumlah sampel sebanyak 11 orang (100%). Pada kelompok

II, terdapat tujuh orang yang berjenis kelamin laki-laki (63,6%) dan empat orang

berjenis kelamin perempuan (36,4%) dengan jumlah sampel 11 orang (100%),

sehingga keseluruhan sampel berjumlah 22 orang. Uji Chi Square digunakan

untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang bermakna pada karakteristik jenis

Page 64: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

74

kelamin atara kelompok I dan kelompok II, didapatkan nilai p = 0,863 (p > 0,05)

berarti tidak ada perbedaan yang bermakna pada karakteristik jenis kelamin antara

kelompok I dan kelompok II.

Karakteristik sampel berdasarkan obat antihipertensi yang dikonsumsi oleh

sampel. Pada kelompok I, sampel yang mengkonsumsi obat antihipertensi

golongan Calcium Channel Blocker berjumlah enam orang (54,5%) dan sampel

yang mengkonsumsi obat antihipertensi golongan ACE inhibitor berjumlah lima

orang (45,5%), dengan total jumlah sampel sebanyak 11 orang (100%). Pada

kelompok II, sampel yang mengkonsumsi obat antihipertensi golongan Calcium

Channel Blocker berjumlah lima orang (45,5%) dan sampel yang mengkonsumsi

obat antihipertensi golongan ACE inhibitor berjumlah enam orang (54,5%),

dengan total jumlah sampel sebanyak 11 orang (100%), sehingga jumlah

keseluruhan sampel pada kelompok I dan kelompok II berjumlah 22 orang. Uji

Chi Square juga digunakan untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang

bermakna pada karakteristik obat antihipertensi yang dikonsumsi oleh pasien atara

kelompok I dan kelompok II, didapatkan nilai p = 1,000 (p > 0,05) berarti tidak

ada perbedaan yang bermakna pada karakteristik obat antihipertensi yang

dikonsumsi oleh pasien atara kelompok II dan kelompok I.

Subjek penelitian pada kelompok I memiliki rerata usia 49,73 dengan

standar deviasi 1,765. Pada kelompok II memiliki rerata usia 49,83 dengan

standar deviasi 1,267. Uji Mann-Whitney U Test digunakan untuk melihat apakah

terdapat perbedaan yang bermakna pada karakteristik usia atara kelompok I dan

Page 65: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

75

kelompok II, didapatkan nilai p = 0,814 (p > 0,05) berarti tidak ada perbedaan

yang bermakna pada karakteristik usia atara kelompok II dan kelompok I.

Nilai rerata dan simpangan baku tekanan darah sistolik sebelum (pre test)

pada kelompok I adalah 143,14 ±1,37, sedangkan nilai rerata dan simpangan baku

tekanan darah sistolik sebelum (pre test) pada kelompok II adalah 142,82 ± 1,65.

Uji Mann-Whitney U Test digunakan untuk mengetahui apakah terdapat

perbedaan tekanan darah sistolik sebelum (pre test) pada kelompok I dan

kelompok II dan didapatkan nilai p = 0,523 (p > 0,05), hal ini berarti bahwa rerata

tekanan darah sistolik sebelum (pre test) pada ke dua kelompok tidak berbeda

secara bermakna.

Nilai rerata dan simpangan baku tekanan darah diastolik sebelum (pre test)

pada kelompok I adalah 92,47 ± 0,79, sedangkan nilai rerata dan simpangan baku

tekanan darah diastolik sebelum (pre test) pada kelompok II adalah 91,58 ± 0,96.

Uji Mann-Whitney U Test digunakan untuk mengetahui apakah terdapat

perbedaan tekanan darah diastolik sebelum (pre test) pada kelompok I dan

kelompok II dan didapatkan nilai p = 0,353 (p > 0,05), hal ini berarti bahwa rerata

tekanan darah diastolik sebelum (pre test) pada ke dua kelompok juga tidak

berbeda secara bermakna.

5.2 Data Hasil Pengukuran

5.2.1 Pengukuran Tekanan Darah Kelompok I

Hasil pengukuran tekanan darah kelompok I sebagai berikut:

Page 66: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

76

Tabel 5. 2 Hasil Pengukuran Tekanan Darah Kelompok I

Rerata Sebelum Rerata Sesudah

Selisih Mean SD Mean SD

Sistolik 143,14 1,37 132,36 1,14 10,78

Diastolik 92,47 0,79 85,25 0,81 7,22

Hasil pengukuran tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan perlakuan

progressive muscle relaxation pada kelompok I dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Berdasarkan Tabel 5.2, diketahui mean sebelum perlakuan pada tekanan darah

sistolik adalah 143,14 (SD = 1,37) dan mean sesuda h perlakuan adalah 132,36

(SD = 1,14), nilai selisihnya adalah 10,78. Sedangkan, mean sebelum perlakuan

pada tekanan darah diastolik adalah 92,47 (SD = 0,79) dan mean sesudah

perlakuan adalah 85,25 (SD = 0,81) nilai selisihnya adalah 7,22.

5.2.2 Pengukuran Tekanan Darah Kelompok II

Hasil pengukuran tekanan darah kelompok II adalah sebagai berikut:

Tabel 5. 3 Hasil Pengukuran Tekanan Darah Kelompok II

Rerata Sebelum Rerata Sesudah

Selisih Mean SD Mean SD

Sistolik 142,82 1,65 137,19 1,60 5,63

Diastolik 91,58 0,96 86,70 0,87 4,88

Data tekanan darah pada kelompok II (yang tidak diberi perlakuan

progressive muscle relaxation) dapat dilihat pada Tabel 5.3. Mean pengukuran

Page 67: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

77

awal (sebelum) pada tekanan darah sistolik adalah 142,82 (SD = 1,65) dan mean

pengukuran akhir (sesudah) adalah 137,19 (SD = 1,60), nilai selisihnya adalah

5,63. Mean awal pada tekanan darah diastolik adalah 91,58 (SD = 0,96) dan mean

akhir adalah 86,70 (SD = 0,87), nilai selisihnya adalah 4,88.

5.3 Uji Persyaratan Analisis

5.3.1 Uji Normalitas dan Homogenitas pada Kelompok I dan Kelompok II

Pada penelitian ini, pilihan penggunaan statistika dalam pengujian

hipotesis dilakukan dengan uji persyaratan analisis yaitu uji normalitas dan uji

homogenitas. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 22 orang (< 30) secara

keseluruhan, sehingga uji normalitas yang digunakan adalah Shapiro-Wilk Test,

sedangkan untuk uji homogenitas digunakan Levene’s Test. Hasil dari analisis

tersebut tertera pada Tabel 5.4

Tabel 5. 4 Hasil Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Tekanan Darah

Uji Normalitas

Saphiro-Wilk Test

Uji Homogenitas

Levene’s Test

Kelompok I Kelompok Kontrol

Sistolik Diastolik Sistolik

(p) Diastolik

(p) Sistolik

(p) Diastolik

(p)

Rerata

Sebelum 0,253 0,011 0,181 0,000 0,680 0,420

Rerata

Sesudah 0,040 0,055 0,108 0,000 0,310 0,656

Page 68: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

78

Selisih 0,589 0,023 0,554 0,000 0,747 0,001

Tabel 5.4 menunjukkan hasil uji normalitas data dengan menggunakan

Saphiro-Wilk Test, dimana didapatkan nilai probabilitas dari tekanan darah

sistolik dan diastolik untuk kelompok I dan kelompok II. Untuk kelompok I, pada

data tekanan darah sistolik sebelum perlakuan didapatkan nilai p = 0,253 (p >

0,05), sesudah perlakuan didapatkan nilai p = 0,040 (p < 0,05) dan selisih

didapatkan nilai p = 0,589 (p > 0,05), yang berarti data tekanan darah sistolik pada

kelompok I tidak berdistribusi normal. Pada data tekanan darah diastolik sebelum

perlakuan didapatkan nilai p = 0,011 (p < 0,05), sesudah perlakuan didapatkan

nilai p = 0,055 (p > 0,05), dan selisih didapatkan nilai p = 0,023 (p < 0,05) yang

berarti data tekanan darah diastolik pada kelompok I juga tidak berdistribusi

normal.

Pada kelompok II, data tekanan darah sistolik awal (sebelum) didapatkan

nilai p = 0,181 (p > 0,05), pada pengukuran akhir (sesudah) didapatkan nilai p =

0,108 (p > 0,05) dan selisih didapatkan nilai p = 0,944 (p > 0,05), yang berarti

data tekanan darah sistolik pada kelompok II berdistribusi normal. Pada data

tekanan darah diastolik awal (sebelum) perlakuan didapatkan nilai p = 0,000 (p <

0,05), akhir (sesudah) perlakuan didapatkan nilai p = 0,000 (p < 0,05), dan selisih

didapatkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang berarti data tekanan darah diastolik

pada kelompok II tidak berdistribusi normal.

Hasil uji homogenitas dengan menggunakan Levene’s Test pada Tabel 5.4

diatas menunjukkan bahwa data sebelum, sesudah dan selisih pada tekanan darah

Page 69: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

79

sistolik bersifat homogen karena didapatkan nilai p > 0,05. Pada tekanan darah

diastolik sebelum dan sesudah memiliki nilai p > 0,05, namun data selisih pada

tekanan darah diastolik memiliki nilai p < 0,05 yang berarti data bersifat tidak

homogen.

Melihat hasil uji persyaratan analisis, untuk pengujian hipotesis

selanjutnya perlu dilakukan uji statistik non-parametrik untuk data tekanan darah

sistolik dan diastolik pada kelompok I karena data tidak berdistribusi normal. Uji

statistik parametrik digunakan untuk data tekanan darah sistolik pada kelompok II

karena data berdistribusi normal, sedangkan untuk data tekanan darah diastolik

pada kelompok II dilakukan uji non-parametrik karena data tidak berdistribusi

normal.

5.4 Pengujian Hipotesis

5.4.1 Uji Beda Rerata Penurunan Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah

pada Masing-Masing Kelompok

Uji hipotesis yang digunakan adalah Wilcoxon Signed Rank Test dan

Paired Sample T-Test. Kedua uji tersebut digunakan untuk mengetahui apakah

terjadi penurunan tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan perlakuan

progressive muscle relaxation pada kelompok I, dan untuk mengetahui apakah

terjadi penurunan tekanan darah pada kelompok II tanpa adanya pemberian

perlakuan progressive muscle relaxation. Pada kelompok I, untuk data tekanan

darah sistolik dan diastolik dilakukan Wilcoxon Signed Rank Test. Pada kelompok

II untuk data tekanan darah sistolik dilakukan uji hipotesis menggunakan Paired

Page 70: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

80

Samples T-test dan untuk data tekanan darah diastolik dilakukan uji hipotesis

menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test.

Tabel 5. 5 Uji Rerata Penurunan Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah pada Kelompok I dan Kelompok II

Kelompok I Kelompok II

Sistolik Diastolik Sistolik Diastolik

Rerata Sebelum 143,14 92,47 142,82 91,58

Rerata Sesudah 132,36 85,25 137,19 86,70

p 0,002 0,002 0,867 0,083

Tabel 5.5 menunjukkan hasil uji rerata penurunan tekanan darah sistolik

dan diastolik pada kelompok I dan kelompok II. Pada kelompok I, data tekanan

darah sistolik dilakukan uji hipotesis Wilcoxon Signed Rank Test, didapatkan nilai

p = 0,002 (p < 0,05), yang berarti ada penurunan tekanan darah sistolik yang

bermakna sebelum dan sesudah pada kelompok I. Data tekanan darah diastolik

dilakukan uji hipotesis Wilcoxon Signed Rank Test, didapatkan nilai p = 0,002 (p

< 0,05), yang berarti ada penurunan tekanan darah diastolik yang bermakna juga

sebelum dan sesudah pada kelompok I.

Pada kelompok II, untuk data tekanan darah sistolik, dilakukan uji

hipotesis Paired Sample T-test dan didapatkan nilai p = 0,867 (p > 0,05), yang

berarti tidak ada penurunan tekanan darah sistolik yang bermakna pada kelompok

II. Data tekanan darah diastolik dilakukan uji hipotesis Wilcoxon Signed Rank

Page 71: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

81

Test dan didapatkan nilai p = 0,083 (p > 0,05) yang berarti tidak ada penurunan

tekanan darah diastolik yang bermakna juga pada kelompok II.

5.4.2 Uji Komparasi Selisih Penurunan Tekanan Darah pada Kelompok I

dan Kelompok II

Untuk menguji perbandingan rerata selisih penurunan tekanan darah pada

kelompok I dan kelompok II, dilakukan pengujian menggunakan Mann-Whitney

U Test yang tertera pada Tabel 5.6:

Tabel 5. 6 Uji Komparasi Selisih Penurunan Tekanan Darah pada Kelompok I dan Kelompok II

Rerata±SD Kelompok I Kelompok II P

Sistolik Selisih 10,78±0,59 5,63±0,52 0,000

Diastolik Selisih 7,22±0,39 4,88±0,14 0,000

Berdasarkan Tabel 5.6 yang menampilkan hasil perhitungan beda rerata

selisih pada tekanan darah sistolik diperoleh nilai p = 0,000 (p<0,05). Data

tersebut menunjukan bahwa terdapat perbedaan penurunan tekanan darah sistolik

yang bermakna antara kelompok I dan kelompok II. Hal yang sama juga terlihat

pada tekanan darah diastolik diperoleh nilai p = 0,000 (p<0,05), data tersebut

menunjukan bahwa terdapat perbedaan penurunan tekanan darah diastolik yang

bermakna antara kelompok I dan kelompok II.

Page 72: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Sampel

Karakteristik sampel penelitian ini pada kelompok I sampel yang berjenis

kelamin laki-laki berjumlah enam orang (54,5%) dan sampel yang berjenis

kelamin perempuan berjumlah lima orang (45,5%), dengan total jumlah sampel

sebanyak 11 orang (100%). Pada kelompok II terdapat 7 sampel yang berjenis

kelamin laki-laki (63,6%) dan empat sampel yang berjenis kelamin perempuan

(36,4%) dengan jumlah keseluruhan sampel 11 orang (100%), dengan

keseluruhan sampel berjumlah 22 orang. Jumlah sampel yang berjenis kelamin

laki-laki lebih sedikit pada kelompok kontrol dibandingkan dengan kelompok

perlakuan, namun sebaliknya jumlah sampel yang bejenis kelamin perempuan

lebih banyak pada kelompok kontrol dibandingan dengan kelompok perlakuan.

Perbedaan tersebut tidaklah bermakna karena setelah dilakukan uji Chi Square

didapatkan nilai p = 0,863 (p > 0,05) yang berarti tidak ada perbedaan yang

bermakna pada karakteristik jenis kelamin laki-laki dan perempuan antara

kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Dewi (2014) menyatakan bahwa laki-

laki dan perempuan memiliki resiko untuk menderita hipertensi. Pada usia 45-55

tahun resiko menderita hipertensi pada pria dan wanita relatif sama.

Karakteristik usia sampel pada penelitian ini, pada kelompok I) memiliki

rerata umur 49,75 dengan standar deviasi 1,765. Usia termuda pada kelompok I

adalah 47 tahun dan usia tertua adalah 53 tahun. Pada kelompok II memiliki rerata

Page 73: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

usia 49,83 dengan standar deviasi 1,267. Usia termuda pada kelompok II adalah

48 tahun dan usia tertua adalah 52 tahun. Usia sampel pada penelitian ini sudah

sesuai dengan kriteria inklusi yaitu sampel berusia kurang dari 60 tahun. Hasil uji

Mann-Whitney U Test didapatkan nilai p = 0,814 (p > 0,05) yang berarti tidak ada

perbedaan yang bermakna pada karakteristik usia antara kelompok perlakuan dan

kelompok kontrol. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Black & Hawk

(2005) bahwa hipertensi primer muncul antara usia 30-50 tahun.

Karakteristik sampel berdasarkan obat antihipertensi yang dikonsumsi oleh

sampel dibagi ke dalam dua golongan. Pada kelompok I, sampel yang

mengkonsumsi obat antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker berjumlah

enam orang (54,5%) dan sampel yang mengkonsumsi obat antihipertensi

golongan ACE inhibitor berjumlah enam orang (45,5%), dengan total jumlah

sampel sebanyak 11 orang (100%). Pada kelompok II, sampel yang

mengkonsumsi obat antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker berjumlah

enam orang (45,5%) dan sampel yang mengkonsumsi obat antihipertensi

golongan ACE inhibitor berjumlah enam orang (54,5%), dengan total jumlah

sampel sebanyak 11 orang (100%), sehingga jumlah keseluruhan sampel pada

kelompok I dan kelompok II berjumlah 22 orang. Hasil uji Chi Square didapatkan

nilai p = 1,000 (p > 0,05) yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna pada

karakteristik obat antihipertensi yang dikonsumsi sampel antara kelompok I dan

kelompok II. Berdasarkan pernyataan yang dicantumkan oleh Hamarno tahun

2010 dalam penelitiannya yaitu sebagian besar sampel hipertensi derajat I dan

tidak disertai dengan penyakit penyerta seperti diabetes militus, gagal jantung dan

Page 74: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

gagal ginjal mendapatkan terapi obat-obatan antihipertensi tunggal. Obat

hipertensi golongan ACE Inhibitor menghambat konversi angiotensin I menjadi

angiotensin II sehingga mengganggu sistem renin angiotensin aldosteron (RAA).

Aktivitas renin plasma meningkat, kadar angiotensin II dan aldosteron menurun,

volume cairan menurun dan terjadi vasodilatasi. Obat hipertensi golongan

Calcium Channel Blocker (CCB) menghambat masuknya ion kalsium ke dalam

sel melalui channel-L. CCN dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu non-

dihidropiridin dan dihidropiridin. Golongan non-dihidropiridin mempengaruhi

sistem konduksi jantung dan cenderung melambatkan denyut jantung, efek

hipertensinya melalui vasodilatasi perifer dan penurunan resistensi perifer

sedangkan golongan dihidropiridin terutama bekerja pada arteri (Aziza, 2008).

Karakteristik tekanan darah sebelum (pre test), diperoleh rata-rata tekanan

darah sistolik pada kelompok I adalah 143,14 dengan standar deviasi 1,37 dan

diastolik 92,47 dengan standar deviasi 0,79, sedangkan rata-rata tekanan darah

sistolik pada kelompok II adalah 142,82 dengan standar deviasi 1,65 dan diastolik

91,58 dengan standar deviasi 0,96. Hal ini sesuai dengan kriteria inklusi penelitian

dan sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa tekanan darah tinggi memiliki

tekanan darah sistolik mulai dari 140 mmHg keatas dan tekanan darah diastolik

mulai dari 90 mmHg keatas (American Heart Association, 2012). Devine (2012)

menyatakan bahwa seseorang yang termasuk dalam hipertensi derajat I jika nilai

tekanan darah sistilok 140-159 mmHg dan tekanan darah diastolik 90-99mmHg.

Page 75: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

6.2 Progressive Muscle Relaxation efektif menurunkan tekanan darah pada

hipertensi derajat I

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah sebelum dan sesudah

diberikan perlakuan progressive muscle relaxation pada kelompok I, diketahui

mean sebelum perlakuan pada tekanan darah sistolik adalah 143,14 dengan

standar deviasi adalah 1,37 dan mean sesudah perlakuan adalah 132,36 dengan

standar deviasi adalah 1,14. Mean sebelum perlakuan pada tekanan darah diastolik

adalah 92,47 dengan standar deviasi adalah 0,79 dan mean sesudah perlakuan

adalah 85,25 dengan standar deviasi adalah 0,81.

Berdasarkan hasil uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test untuk data

tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok I yang diberikan progressive

muscle relaxation, didapatkan nilai p = 0,002 (p < 0,05) untuk tekanan darah

sistolik dan nilai p = 0,002 (p < 0,05) untuk tekanan darah diastolik. Hal tersebut

menunjukkan terdapat penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik yang

bermakna antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan progressive muscle

relaxation.

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa terdapat hubungan antara

stres dengan peningkatan tekanan darah. Seperti yang dikatakan oleh British

Heart Foundation (2013),” Tekanan darah juga bisa menjadi tinggi sementara jika

cemas atau di bawah tekanan”. Stres merupakan keadaan internal yang tertekan

baik secara fisik maupun psikologis terhadap tuntutan fisik dari tubuh atau kondisi

lingkungan yang membahayakan. Stres, secara fisiologis akan mengendalikan

sistem neuroendrokrin yaitu sistem simpatis dan sistem kosteks adrenal melalui

Page 76: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

aktifasi hipotalamus. Sistem saraf simpatis memberikan respon terhadap impuls

saraf dari hipotalamus yaitu dengan mengaktivasi berbagai organ dan otot polos

yang berada di bawah pengendaliannya, salah satunya adalah meningkatkan

kecepatan denyut jantung. Sistem saraf simpatis juga memberi sinyal ke medula

adrenal untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran darah (Sherwood,

2010). Pernyataan tersebut juga didukung oleh Dewi (2014) yang menyatakan

bahwa stimulasi aktivitas saraf simpatis akan meningkatkan resistensi pembuluh

darah perifer dan curah jantung sehingga akan mempengaruhi perubahan tekanan

darah menjadi meningkat secara tidak menentu.

Shinde, et al., (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Immediate

Effect of Jacobson’s Progressive Muscle Relaxation in Hypertension”

menyatakan bahwa teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan total

peripheral resistance dengan cara menghambat respon stres saraf simpatis.

Terjadinya relaksasi berpengaruh terhadap penurunan kadar norepinefrin dalam

tubuh. Menurut Black & Hawk (2005) juga berpendapat bahwa relaksasi juga

akan mengakibatkan regangan pada arteri akibatnya terjadi vasodilatasi pada arteri

& vena difasilitasi oleh pusat vasomotor, ada beberapa macam vasomotor yang

salah satunya adalah reflek baroreseptor. Reflek baroreseptor saat relaksasi akan

menurunkan aktifitas saraf simpatis dan epinefrin serta peningkatan saraf

parasimpatis sehingga kecepatan denyut jantung menurun, volume sekuncup

menurun, serta terjadi vasodilatasi arteriol dan venula. Selain itu curah jantung,

resistensi perifer total juga menurun sehingga tekanan darah turun.

Page 77: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

6.3 Slow Deep Breathing Exercise efektif menurunkan tekanan darah pada

hipertensi derajat I

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah pada awal (pre-test) dan

akhir (post-test) penelitian pada kelompok II yang diberikan perlakuan slow deep

breathing. Pertama-tama dilakukan pengukuran tekanan darah awal (pre-test),

yang diikuti oleh pengukuran tekanan darah akhir (post-test) dua puluh menit

kemudian. Diketahui mean awal pada tekanan darah sistolik adalah 142,82 dengan

standar deviasi 1,65 dan mean pengukuran akhir adalah 137,19 dengan standar

deviasi 1,60. Mean awal pada tekanan darah diastolik adalah 91,58 dengan standar

deviasi 0,96 dan mean akhir adalah 86,70 dengan standar deviasi 0,87.

Berdasarkan hasil uji statistik Paired Sample T-test untuk data tekanan darah

sistolik dan uji statistik Wilcoxon Sign Rank Test untuk data tekanan darah

diastolik, diperoleh nilai p = 0,005 untuk tekanan darah sistolik dan nilai p =

0,002 untuk tekanan darah diastolik, yang berarti ada penurunan tekanan darah

yang bermakna pada kelompok II yang diberikan perlakuan slow deep breathing.

Pada penelitian ini terjadi penurunan tekanan darah yang bermakna pada

kelompok II. Pengaruh ini karena pemberian slow deep breathing exercise mampu

meningkatkan sensitivitas refleks baroreseptor dengan menurunkan aktivitas

sistem saraf simpatis, meningkatkan aktivitas sistem saraf parasimpatis, dan

mengaktivasi kemoreseptor sebagai reseptor saraf kimia khusus yang sangat peka

terhadap perubahan kadar oksigen, berperan mendeteksi perubahan oksigen dalam

darah dengan mentransmisikan sinyal saraf ke pusat pernapasan di medula

oblongata. Reseptor ini juga berfungsi menyampaikan impuls eksitatorik ke pusat

Page 78: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

kardiovaskuler yang memberikan sinyal menurunkan kerja saraf simpatis dan

meningkatkan kerja saraf parasimpatis sehingga berdampak pada penurunan curah

jantung dan penurunan tahanan perifer dan mengakibatkan terjadinya penurunan

tekanan darah. Slow deep breathing exercise juga memberikan efek rileksasi bagi

tubuh sehingga mengaktivasi kerja sistem saraf otonom untuk mengeluarkan

neurotransmitter berupa endorphin yang berdampak terhadap penurunan tekanan

darah melalui penurunan kerja saraf simpatis dan peningkatan kerja saraf

parasimpatis.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sepdianto (2008),

didapatkan bahwa slow deep breathing exercise dapat menurunkan tekanan darah

sistolik sebesar 18,18 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 8,89 mmHg.

Penelitian ini serupa dengan penelitian Manzoni, et al. (2008) yang

menunjukkan rata-rata penurunan tekanan darah sistolik (18,178±7,32) mmHg

dan penurunan tekanan darah diastolik (8,892±2,80) mmHg.

6.4 Efektivitas Progressive Muscle Relaxation Dengan Slow Deep Breathing

Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Hipertensi Derajat I

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Mann-Whitney U Test

untuk menguji perbandingan rerata penurunan tekanan darah sebelum dan sesudah

diberikan progressive muscle relaxation pada kelompok I dan pada kelompok II

yang diberikan perlakuan slow deep breathing.

Pada analisis data tekanan darah sistolik, didapatkan nilai rerata selisih

adalah 10,78 dengan standar deviasi 0,59. Pada kelompok II didapatkan nilai

Page 79: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

rerata selisih adalah 5,63 dengan standar deviasi 0,52. Nilai p pada perbandingan

selisih kedua kelompok adalah p = 0,000 (p < 0,05).

Pada analisis data tekanan darah diastolik, untuk kelompok I didapatkan

nilai rerata selisih adalah 7,22 dengan standar deviasi 0,39. Pada kelompok II

didapatkan nilai rerata selisih adalah 4,88 dengan standar deviasi 0,14. Nilai p

pada perbandingan selisih kedua kelompok adalah p = 0,000 (p < 0,05).

Nilai p yang didapatkan pada tekanan darah sistolik dan diastolik pada

perbandingan selisih kedua kelompok tersebut menunjukkan adanya perbedaan

penurunan tekanan darah yang signifikan antara kelompok I dan kelompok II,

dimana pemberian perlakuan progressive muscle relaxation pada kelompok I

lebih menurunkan tekanan darah dibandingkan kelompok II dengan slow deep

breathing.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kumutha (2014)

menyatakan hasil yang sama dalam jurnal yang berjudul “Effectiveness of

Progressive Muscle Relaxation technique on Stress and Blood Pressure among

Elderly with Hypertension” menyimpulkan bahwa progressive muscle relaxation

yang dilakukan pada penderita hipertensi efektif untuk mengurangi keteganagn

otot, menurunkan stres dan menurunkan tekanan darah. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan penurunan tekanan darah yang signifikan pada kelompok I setelah

diberikan progressive muscle relaxation jika dibandingkan dengan kelompok II.

Mekanisme Progressive Muscle Relaxation dalam menurunkan tekanan

darah erat kaitannya dengan menejemen stes (Hamarno, 2010). Smeltzer, et al.,

(2008) menyatakan bahwa reaksi pertama dari respon stres adalah terjadinya

Page 80: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

sekresi sistem saraf simpatis. Stimulasi aktivitas saraf simpatis akan

meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan

berdampak pada perubahan tekanan darah yaitu peningkatan tekanan darah secara

intermiten atau tidak menentu. Dr. Shigeo Haruyama, dalam bukunya “The

Miracle of Endorphin”, menyatakan ketika kita teramat stres munculah hormon

noradrenalin. Jika hormon noradrenalin diproduksi dalam jumlah tepat, maka

akan menjalankan fungsi yang bermanfaat bagi tubuh. Namun, saat hormon

noradrenalin dirpoduksi secara berlebihan akan mempersempit aliran darah ke

jantung dan meningkatkan tekanan darah. Hal ini akan dengan mudah membuat

pembuluh darah menjadi tersumbat. Hormon beta-endorfin membantu

mengembalikan kondisi pembuluh darah menjadi normal seperti semula dan

menjaga agar darah dapat mengalir dengan mudah dan bebas hambatan. Beta-

endorfin penangkal stres akan terbentuk jika seseorang merasa nyaman atau rileks

(Haruyama, 2011).

Relaksasi merupakan suatu teknik pengelolan diri yang didasarkan pada

kerja sistem saraf para simpatis. Pengaruh saraf parasimpatis pada sirkulasi yang

paling penting adalah pengaturan frekuensi jantung melalui serabut-serabut saraf

parasimpatis yang menuju jantung melalui nervus vagus, sehingga menyebabkan

pelepasan hormon asetilkolin pada ujung saraf vagus. Asetilkolin yang dilepaskan

pada ujung saraf vagus sangat meningkatkan permeabilitas membran serabut

terhadap ion kalium, sehingga menyebabkan peningkatan kenegatifan di dalam

serabut (hiperpolarisasi). Keadaan hiperpolarisasi akan menurunkan potensial

membran, sehingga akan menurunkan frekuensi irama nodus sinus dan akan

Page 81: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

menurunkan eksitabilitas serabut-serabut penghubun A-V yang terletak diantara

otot-otot atrium dan nodus A-V, sehingga akan memperlambat perjalanan impuls

jantung yang menuju ke ventrikel (Guyton & Hall, 2008).

Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Black & Hawk (2005) bahwa

penderita hipertensi sebaiknya melakukan latihan relaksasi untuk mengurangi

denyut jantung dan total peripheral resistance dengan cara menghambat respon

stres saraf simpatis. Relaksasi juga mengakibatkan regangan pada arteri akibatnya

terjadi vasodilatasi pada arteri & vena difasilitasi oleh pusat vasomotor, ada

beberapa macam vasomotor yang salah satunya adalah reflek baroreseptor. Reflek

baroreseptor saat relaksasi akan menurunkan aktifitas saraf simpatis dan epinefrin

serta peningkatan saraf parasimpatis sehingga kecepatan denyut jantung menurun,

volume sekuncup menurun, serta terjadi vasodilatasi arteriol dan venula. Selain itu

curah jantung, resistensi perifer total juga menurun sehingga tekanan darah turun.

Hal ini didukung oleh teori dari Guyton & Hall (2008) yang menyatakan

bahwa setelah sinyal baroreseptor memasuki traktus solitarius medula, sinyal

sekunder menghambat vasokonstriktor di medula dan merangsang pusat

parasimpatis vagus dengan efek vasodilatasi vena dan arteriol di seluruh sistem

sirkulasi perifer serta berkurangnya frekuensi denyut jantung dan kekuatan

kontraksi jantung.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Dickinson, et al (2008) dalam jurnal

yang berjudul “Relaxation Therapies for the Management of Primary

Hypertention in Adults” menyatakan 60-90 % klien yang konsultasi ke dokter

keluarga yang terkait dengan stres sebagian besar memiliki tekanan darah tinggi

Page 82: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

sehingga manajemen stres dianggap penting sebagai pengobatan hipertensi, yaitu

dengan teknik relaksasi otot progresif, karena dalam keadaan otot-otot yang rileks

menyebarkan stimulus ke hipotalamus sehingga akan menekan sistem saraf

simpatis sehingga terjadi penurunan produksi hormon epinefrin dan norepinefrin.

Harmono (2010) juga mengatakan bahwa sejak 9 tahun terakhir ini terapi

nonfarmakologis yaitu perubahan gaya hidup yang lebih sehat termasuk

didalamnya adalah latihan fisik, memegang peranan penting dalam menurunkan

tekanan darah. Hal tersebut juga disampaikan oleh Black & Hawk (2005) bahwa

modifikasi gaya hidup dan teknik relaksasi dapat menormalkan tekanan darah

pada klien dengan hipertensi. Hal ini menunjukkan bahwa penderita hipertensi

derajat I sebaiknya melakukan aktivitas fisik berupa teknik relaksasi.

Berdasarkan hasil penelitian ini, progressive muscle relaxation mampu

menurunkan tekanan darah pada hipertensi derajat I. Hal ini memberikan

konsekuensi bahwa penderita hipertensi derajat I dapat melakukan latihan

relaksasi yang dilakukan secara kontinyu untuk memperbaiki kontrol tekanan

darah agar dapat mendekati normal.

6.5 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti dalam melakukan penelitian ini

adalah intervensi tidak dapat dilakukan sekaligus di hari dan waktu yang sama

untuk semua sampel karena kesibukan sampel masing-masing, sehingga

penelitian harus dilakukan secara terjadwal pada masing-masing sampel.

Page 83: PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE ......1 PENELITIAN PERBEDAAN EFEKTIVITAS PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SLOW DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan analisis penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan dapat

disimpulkan bahwa:

1. Progressive muscle relaxation efektif menurunkan tekanan darah pada

hipertensi derajat I.

2. Slow deep breathing exercise efektif menurunkan tekanan darah pada

hipertensi derajat I.

3. Ada perbedaan efektivitas Progressive muscle relaxation dengan Slow

deep breathing exercise dalam menurunkan tekanan darah pada

hipertensi derajat I

7.2 Saran

Beberapa saran yang dapat diajukan berdasarkan temuan dan kajian dalam

penelitian ini adalah:

1. Progressive muscle relaxation dan slow deep breathing exercise dapat

dijadikan sebagai pilihan tindakan fisioterapi dalam menurunkan

tekanan darah pada pasien hipertensi derajat I secara non-farmakologis.

2. Diharapkan kepada rekan-rekan fisioterapis maupun mahasiswa

fisioterapi dapat mengembangkan penelitian lebih lanjut mengenai

latihan fisik dan exercise dalam dosis dan waktu yang berbeda dalam

penatalaksanaan hipertensi untuk menurunkan tekanan darah.