PENELITIAN PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN...
Transcript of PENELITIAN PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN...
i
MAK :1800.033.024
PROPOSAL PENELITIAN
PENELITIAN PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN TANAH
Dr. I Gusti Putu Wigena, M.Si
BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2014
ii
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan RPTP/RDHP
: Penelitian Pengembangan Sistem Informasi Pengelolaan Tanah
2. Unit Kerja : Balai Penelitian Tanah
3. Alamat Unit Kerja : Jl. Tentara Pelajar No. 12, Cimanggu Bogor 16114
4. Sumber Dana : DIPA/RKAKL T.A 2014
5. Status Penelitian (L/B) : Lanjutan 6. Penanggungjawab
KegiatanRPTP/RDHP
:
a. Nama : Dr. I Gusti Putu Wgena, M.Si b. Pangkat/Golongan : Pembina/IVb
c. Jabatan
c.1. Fungsional : Peneliti Madya
7. Lokasi Kegiatan : Jawa Barat, JawaTengah, Lampung
8. Agroekosistem : Lahan Sawah Irigasi Teknis dan Lahan Kering
9. Tahun Mulai : 2013
10. Tahun Berakhir : 2014
11. Output Tahunan : 1. Model pengelolaan serta “leverage factors” yang
mempengaruhi produktivitas lahan sawah irigasi melalui
pendekatan sistem dinamis di Provinsi Jawa Tengah
2. Sistem informasi teknologi konservasi tanah dan rekomendasi pupuk berbasis web dan spasial di Provinsi Jawa Barat
3. Model pengelolaan tanah-tanaman pada tanah mineral
yang bisa meningkatkan cadangan karbon serta
menurunkan emisi GRK dengan pendekatan CQESTR
12. Output Akhir : 1. Tersusunnya database kadar unsur hara NPK dan
pengelolaan kesuburan tanah sawah irigasi
2. Peta pengelolaan serta “leverage factors” yang
mempengaruhi produktivitas lahan sawah irigasi melalui
pendekatan sistem dinamis
3. Sistem informasi teknologi konservasi dan kesuburan tanah berbasis web dan spasial untuk seluruh wilayah Indonesia
4. Teknologi pengelolaan lahan yang mendukung
peningkatan cadangan karbon dan penurunan emisi GRK
serta pemanasan global
13. Biaya Penelitian/ Pengkajian
: Rp.270.000.000 (Dua ratus tujuh puluh juta rupiah)
iii
Koordinator Program Penanggungjawab RPTP
Dr. Neneng L. Nurida Dr. I Gusti Putu Wigena, M.Si NIP. 19631229199003 2 001 NIP. 19581231 198703 1 002
Mengetahui,
Kepala Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian
Kepala Balai Penelitian Tanah
Dr. Muhrizal Sarwani, M.Sc Dr. Ir. Ali Jamil, MP NIP. 19600329 198403 1 00 1 NIP. 19650830 199803 1 001
iv
RINGKASAN USULAN PENELITIAN
1 Judul Kegiatan
RPTP/RDHP
: Penelitian Pengembangan Sistem Informasi Pengelolaan Tanah
2 Nama dan Alamat Unit Kerja
: Balai Penelitian Tanah
Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114
3 Sifat Usulan Penelitian
: Lanjutan
4 Penanggungjawab : Dr. I Gusti Putu Wigena, M.Si
5 Justifikasi : Pengelolaan lahan sawah irigasi dan lahan kering secara holistik terpadu dengan pendekatan sistem akan memberikan solusi yang tepat, spesifik lokasi dan berkelanjutan dalam kaitannya dengan upaya meningkatkan dan mempertahankan produktivitas lahan di kedua agroekosistem tersebut. Aplikasi pengolahan tanah dan pola tanam yang mampu menurunkan emisi karbon pada lahan kering akan berdampak terhadap tingginya sequestrasi karbon tanah dan terpeliharanya produktivitas lahan kering secara berkelanjutan
6 Tujuan:
a. Jangka Pendek : 1. Mempelajari Model pengelolaan serta “leverage factors” yang
mempengaruhi produktivitas lahan sawah irigasi melalui
pendekatan sistem dinamis di Provinsi Jawa Tengah
2. Merekayasa model pengelolaan serta “leverage factors” yang
mempengaruhi produktivitas lahan sawah irigasi melalui
pendekatan sistem dinamis di Provinsi Jawa Tengah
3. Menguji validitas sistem informasi konservasi tanah dan rekomendasi pupuk berbasis web dan spasial di Provinsi Jawa Barat
4. Mempelajari pendugaan cadangan karbon tanah mineral pada berbagai pengolahan tanah dan pola tanam di Provinsi Lampung
b. Jangka Panjang : 1. Menyusun database kadar unsur hara NPK dan pengelolaan kesuburan tanah sawah irigasi
2. Membuat peta sistem informasi pengelolaan lahan sawah irigasi dan lahan kering yang spesifik lokasi dan berkelanjutan
3. Menyusun sistem informasi konservasi dan kesuburan tanah berbasis web dan spasial untuk seluruh wilayah Indonesia
4. Mempelajari sequestrasi karbon tanah mineral pada berbagai pengolahan tanah dan pola tanam
7 Luaran harapan
a. Jangka Pendek : 1. Database kadar unsur hara PK dan pengelolaan kesuburan tanah sawah irigasi di Provinsi Jawa Tengah
2. Model pengelolaan serta “leverage factors” yang mempengaruhi produktivitas lahan sawah irigasi dengan
v
pendekatan sistem dinamis di Provinsi Jawa Tengah 3. Sistem informasi teknologi konservasi tanah dan rekomendasi
pupuk berbasis web dan spasial di Provinsi Jawa Barat 4. Cadangan karbon tanah mineral pada berbagai pengolahan
tanah dan pola tanam di Provinsi Lampung
b. Jangka Panjang : 1. Database kadar unsur hara NPK dan pengelolaan kesuburan
tanah sawah irigasi 2. Peta sistem informasi pengelolaan lahan sawah irigasi dengan
pendekatan sistem dinamis 3. Sistem informasi teknologi konservasi dan kesuburan tanah
berbasis web dan spasial untuk seluruh wilayah Indonesia 4. Teknologi pengelolaan lahan yang mendukung peningkatan
cadangan karbon dan penurunan emisi GRK serta pemanasan global
8 Outcome : Pengelolaan lahan yang parsial masih belum efektif mencegah degradasi lahan sawah dan lahan kering sehingga produktivitasnya cenderung menurun dari waktu ke waktu. Penelusuran status kesuburan tanah melalui penetapan kadar unsur hara makro dan kadar bahan organik diikuti dengan pemodelan pengelolaan lahan sawah irigasi dan lahan kering diharapkan bisa memberikan solusi yang efektif dan efisien dalam meningkatkan dan mempertahankan produktivitas lahan sawah dan lahan kering secara berkelanjutan.
9 Sasaran akhir : Pemodelan pengelolaan lahan sawah irigasi dan lahan kering mampu meningkatkan dan mempertahankan produktivitas lahan pangan secara berkelanjutan. Lebih lanjut, kondisi ini akan berdampak secara langsung dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
10 Lokasi penelitian : JawaTengah, Lampung
11 Jangka waktu : 2 tahun, mulai T.A. 2013, berakhir T.A. 2014
12 Sumber dana : DIPA/RKAKL Satker: Balai Penelitian Tanah, T.A. 2014
vi
SUMMARY
1 Title of
RPTP/RDHP
: Research on Development of Soil Management Information System
2 Implementation unit
: Indonesia Soil Research Institute (ISRI) Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114
3 Location : Central Java, Lampung Provinces
4 Objective :
a. Short term : 1. To create NPK soil nutrients databased and soil fertiliy management of irigated low land rice in Central Java Province
2. To create management model and leverage factros that affects to irrigated lowland rice based on dynamics system approach in Central Java Province
3. To evaluate validation of soil conservation and fertilizer recommendation information based on web and spatial system under West Java areas
4. To study carbon sequestration on mineral soil based on soil tillage and cropping pattern in Lampung Province
b. Long term : 1. To create NPK soil nutrients databased and soil fertiliy management of irigated low land rice
2. To create management model and leverage factros that affects to irrigated lowland based on dynamics system approach
3. To evaluate validation of soil conservation and fertilizer recommendation information based on web and spatial system under overall areas of Indonesian archipelago
4. To study carbon sequestration on mineral soil based on soil tillage and cropping pattern
5 Expected output
a. Short term : 1. NPK soil nutrients databased and soil fertiliy management of irigated low land rice in Central Java Province
2. Model and leverage factros that affects to irrigated lowland rice based on dynamics system approach in Central Java Province
3. Soil conservation and fertilizer recommendation information based on web and spatial system under West Java areas
4. Carbon sequestration on mineral soil based on soil tillage and cropping pattern in Lampung Provinve
b. Long term : 1. NPK soil nutrients databased and soil fertiliy management of irigated low land rice
2. Specific location and sustainable map of irrigated lowland rice management based on dynamics system approach
3. Soil conservation and fertilizer recommendation information based on web and spatial system under overall areas of Indonesian archipelago
4. Land management technology to increase C-sequestration and decreasing of GHG emission on mineral soils
vii
6 Description of methodology
: - The research consisted of three main activities including modeling of low land rice management, modeling of degraded uplands management, and modeling of carbon sequestration of mineral soils under several soil tillages and cropping pattern. The research established mainly at field areas to test and validate the promoting of the selected technology.
- The research using primary and secondary data, collected from involved stakeholders based on participatory approach including biophysical, economical, and sociological aspects
- The research hopefully can be addressed the complex interaction among stakeholders in order to achieve sustainable and environmental sound agriculture
7 Duration : 2Year. F.Y 2013/F.Y.2014
8 Budget/fiscal year : Rp. 270.000 000(Two hundred and seventy million rupiah)
9 Source of budget : DIPA/RKAKL 648680 Indonesia Soil Research Institute (ISRI), Fiscal Year 2014
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang wilayahnya terletak pada zona
tropika basah dimana kesuburan lahan pertanian mengalami perubahan yang sangat
dinamis dibawah pengaruh suhu yang konstan tinggi, kelembaban udara dan tanah
tinggi, curah hujan tinggi, serta erosi dan aliran permukaan intensif. Interaksi semua
pengaruh tersebut menyebabkan sebagian besar kondisi lahan pertanian di daerah
tropika mengalami pelapukan lanjut (highly weathered soils) dengan ciri yang umum
antara lain produktivitas rendah, peka erosi sehingga kurang memenuhi harapan
petani dan keluarganya. Penurunan produktivitas lahan tersebut terjadi baik di lahan
kering maupun lahan sawah.
Kondisi tersebut memerlukan pengelolaan dengan formula yang spesifik untuk
setiap lokasi menjadi kunci utama agar lahan-lahan tersebut produktivitasnya bisa
meningkat menuju titik optimal. Selain spesifik lokasi, pengelolaan lahan dengan
pendekatan yang holistik, mengakomodir semua komponen pengelolaan yang
kompleks dan mensintesanya dalam rumusan paket teknologi yang sederhana, mudah
diterapkan pengguna, efektif dan efisien dan mampu menjaga kelestarian lingkungan
sudah menjadi kebutuhan yang harus diintroduksikan untuk mencapai tujuan tersebut.
Konsep pengembangan teknologi yang sederhana, murah, efektif dan efisien di segala
sektor pembangunan yang dikenal dengan inovasi frugal (frugal innovation)
merupakan strategi yang terbukti mampu mendorong kemajuan pembangunan negara-
negara berkembang seperti India dan Cina. Inovasi frugal mempunyai ciri khas yaitu
rumusan teknologi yang diintroduksikan mampu melindungi kelestarian lingkungan
(environmental protection), mengembangkan ekonomi (economic development), dan
kesetaraan sosial (social equity) (Fizzanty et al., 2012).
Terkait dengan pemenuhan akan pangan pada kondisi semakin meningkatnya
tantangan dari lahan, pemerintah sudah mengembangkan berbagai usaha, khususnya
yang dikenal dengan Program Panca Usaha. Program ini pernah sukses dan berhasil
mencapai swasembada beras di era 1980-an. Keberhasilan tersebut bertumpu pada
strategi peningkatan produksi dengan pendekatan Revolusi Hijau dengan prinsip utama
berupa introduksi varietas unggul produksi tinggi yang respon terhadap pupuk
didukung oleh pemanfaatan keunggulan pupuk anorganik.
2
Ketidakseimbangan pemanfaatan pupuk anorganik dan pupuk organik
khususnya pada lahan sawah, kombinasi dengan ketidak menentuan kondisi iklim yang
cenderung tidak mendukung pertumbuhan tanaman yang menyebabkan terjadinya
eksploitasi unsur hara dari dalam tanah lewat hasil panen. Ada dua dampak penting
yang ditimbulkan oleh pengelolaan lahan dengan pendekatan Revolusi Hijau tersebut.
Pertama, hal tersebut memicu ketidak cukupan produksi beras yang mulai terjadi
setelah era 1990-an dan pemerintah sering mengambil kebijakan untuk mengimpor
beras dari negara tetangga seperti Thailand, Vietnam, dan Kamboja. Kedua, semakin
menurunnya produktivitas lahan dan berujung pada kondisi lahan pertanian yang
mencapai kondisi leveling off.
Seperti halnya lahan sawah, lahan kering yang terdegradasi di Indonesia
sebarannya masih luas dengan berbagai penyebab yang beragam baik yang
disebabkan oleh faktor alami maupun campur tangan manusia. Faktor alami antara
lain: lahan berlereng, tanah mudah rusak (tekstur, struktur), dan curah hujan tinggi.
Faktor campur tangan manusia lebih mendominasi kerusakan lahan kering, yang dapat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor yang berpengaruh tidak langsung dan faktor
yang berpengaruh langsung terhadap degradasi lahan kering. Faktor tidak langsung
antara lain: peningkatan populasi penduduk, marginalisasi penduduk di sekitar hutan,
kemiskinan, kepemilikan lahan yang semakin menyempit (fragmentasi lahan), dan
ketidakstabilan politik. Faktor yang berpengaruh langsung antara lain: deforestasi,
overgrazing, aktivitas pertanian, eksploatasi berlebihan, dan aktivitas industri.
Dengan posisi geografis lahan kering yang umumnya terisolir, tidak punya
akses ke pusat kegiatan ekonomi, sulit memperoleh sarana produksi dan pemasaran
hasil, kombinasi dengan kelemahan pada sumberdaya manusia dan kebijakan
pemerintah yang masih belum optimal menyebab produktivitas lahan kering semakin
menurun. Bahkan di beberapa daerah seperti Kalimantan dan Papua, pengelolaan
lahan kering masih jauh dari sentuhan teknologi yang memadai sehingga kontribusi
lahan kering dalam peningkatan produksi pangan masih rendah. Dipihak lain, sebaran
lahan kering di Indonesia sangat luas, dengan berbagai permasalahannya memerlukan
pendekatan yang komprenhensif dan holistik untuk menjawab tantangan tersebut.
Kualitas lahan, termasuk lahan kering sangat ditentukan oleh kadar bahan
organik yang dapat disetarakan dengan kadar karbon yang tersimpan (sequestrasi) di
dalam tanah. Dalam hubungannya dengan sequestrasi karbon, cadangan karbon di
alam tersimpan dalam 3 komponen yaitu (1) pada bagian hidup (bagian vegetasi yang
3
masih hidup: batang, ranting, dan tajuk pohon), (2) pada bagian mati (masa dari
bagian pohon yang telah mati, baik yang masih tegak di lahan, kayu tumbang, ranting,
dan serasah, dan (3) di dalam tanah (bahan organik tanah) (Hairiah et al., 2011).
Dengan demikian, tanah dapat berfungsi sebagai pool untuk menyimpan karbon (C)
dalam rangka mengurangi CO2 di atmosfer yang mempunyai implikasi terhadap
dampak gas rumah kaca dan global warming. Dalam hal ini, terdapat korelasi positif
antara kadar karbon tanah dengan indeks kualitas lahan dimana semakin tinggi kadar
karbon maka kualitas lahan makin baik yang secara langsung berpengaruh terhadap
produktivitas lahan dan kualitas lingkungan (Jenkinson, 1991; Lal, 1997).
Pada lahan yang dijadikan budidaya tanaman, sequestrasi karbon di dalam
tanah dapat diduga dari kepadatan populasi tanaman dan pengelolaan lahan. Pada
populasi tanaman/vegetasi, mekanisme sequestrasi karbon terjadi lewat proses
fotosintesis yang menyerap karbondioksida (CO2) pada respirasi yang selanjutnya
diubah menjadi karbohidrat dan disalurkan ke seluruh bagian tanaman. Sementara
pengolahan tanah yang mempertahankan residu tanaman pada permukaan tanah dan
penggunaan penutup tanah, rotasi tanaman dan bahan organik dapat
mempertahankan dan meningkatkan sequestrasi karbon di dalam tanah. Secara
empirik, sequestrasi karbon di dalam tanah dapat diduga dengan aplikasi Model
Carbon, yang berbasis pada interaksi antara iklim, tanaman, dan pengelolaan tanah.
Model ini dapat menduga efek pengelolaan lahan lahan terhadap sequestrasi karbon di
dalam tanah dalam jangka panjang.
Mengacu kepada permasalahan lapang dan kebutuhan teknologi tersebut,
mengindikasikan bahwa model pengelolaan lahan yang komprehensif dan menyeluruh
dari hulu sampai hilir menjadi semakin diperlukan agar semua permasalahan bisa
dipecahkan. Sehubungan dengan itu, pendekatan sistem merupakan alternatif cukup
efektif karena pendekatan sistem merupakan suatu kesatuan usaha yang terdiri dari
bagian-bagian yang berkaitan satu sama lainnya yang berusaha mencapai suatu tujuan
dalam suatu lingkungan yang kompleks pilihan (Marimin, 2004). Pendekatan sistem
akan memberikan penyelesaian masalah yang kompleks dengan metode dan alat
analisis yang mampu mengidentifikasi, menganalisis, mensimulasi, dan mendisain
sistem dengan komponen-komponen yang saling terkait, yang diformulasikan secara
lintas disiplin dan komplementer untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan
(Eriyatno, 2004).Pendapat lainnya menyebutkan keunggulan dari pendekatan sistem
terletak pada cirinya yaitu sibernetic, holistic, dan efective (SHE). Sibernetic maknanya
4
adalah bahwa penyelesaian masalah dalam pendekatan sistem tidak berorientasi pada
pada masalahnya (problem oriented), tetapi berorientasi pada tujuan (goal oriented).
Holistic maknanya adalah penekanan penyelesaian masalah secara utuh dan
menyeluruh. Efective maknanya adalah bahwa model yang dibangun harus bisa
diaplikasikan oleh pengguna (Hartrisari, 2007).
Pendekatan sistem sudah banyak dilakukan dalam mencari solusi terhadap
masalah yang melibatkan banyak pemangku kepentingan (stakeholders), bersifat
kompleks, multidisiplin, dan interaksi (keterkaitan) yang rumit dari semua komponen.
Bidang yang sudah menerapkan pendekatan sistem antara lain: pengelolaan sampah
kota, pengelolaan limbah pabrik, pengelolaan pantai/terumbu karang, pengelolaan
ekowisata, pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan (Wigena, 2009). Hasil
modeling dengan pendekatan sistem pada bidang-bidang tersebut umumnya mampu
memberikan solusi yang menguntungkan semua stakeholders dan berkelanjutan.
Hasil simulasi dalam modeling pengelolaan lahan yang diintegrasikan dengan
peta spasial secara digital akan memberikan informasi pengelolaan lahan yang bisa
diakses secara cepat oleh pengguna. Hal ini mengisyaratkan bahwa untuk masa depan,
pembangunan pertanian di Indonesia sangat memerlukan dukungan teknologi
informasi yang akurat, cepat, lengkap, mudah, terkini (update) dan mampu diakses
oleh semua orang. Perkembangan teknologi komputer, internet dan web yang menjadi
salah satu motor revolusi pembangunan di dunia menjadi pilihan terbaik untuk
dikembangkan sebagai bagian dari motor penggerak pembangunan pertanian.
Teknologi informasi dalam bentuk perangkat lunak (software) berbasis web akan
menjadi pusat pencarian informasi dan pengambilan keputusan di masa kini dan masa
depan yang akan selalu berkembang sesuai tuntutan jaman. Penelitian ini dirancang
untuk bisa memenuhi tuntutan dari perkembangan teknologi komputer yang terkait
dengan pengelolaan lahan sawah irigasi dan lahan kering.
1.2 Dasar Pertimbangan
Kebutuhan akan pangan terutama beras terus meningkat seiring dengan
pertambahan penduduk, sementara produktivitas lahan sawah cenderung menurun
atau tetap akibat pemanfaatan pupuk anorganik yang belum seimbang dengan
pemanfaatan pupuk organik, sedangkan pada lahan kering degradasi lahan yang
intensif terjadi karena petani kurang menerapkan kaedah konservasi tanah dan
penerapan pola tanam yang mampu menutup permukaan tanah sepanjang tahun.
5
Permasalahan tersebut muncul berkaitan dengan persepsi petani yang belum meyakini
akan manfaat pupuk organik dalam peningkatan produktivitas lahan, adanya
persaingan pemanfaatan sisa panen dengan pabrik kertas, dan perilaku petani yang
masih banyak melakukan pembakaran sisa panen untuk mengurangi curahan tenaga
kerja dalam mengelola usahatani mereka.
Sehubungan dengan itu, Balai Penelitian Tanah, sesuai mandatnya telah
merekayasa model pengelolaan lahan komprehensif dan holistik yang diharapkan
mampu memelihara produktivitas lahan sawah dan lahan kering dalam jangka panjang.
Pada lahan sawah irigasi teknis, model pengelolaan berbasis pada pendekatan sistem
dinamik, pada lahan kering berbasis pendekatan dengan analisis SPLaSH. Selain itu,
pada lahan kering dilakukan pemodelan sequestrasi karbon untuk menduga dinamika
sequestrasi karbon pada lahan kering yang dikaitkan dengan besarnya peranan bahan
organik tanah terhadap kualitas lahan. Aplikasi semua pemodelan pada lahan sawah
irigasi dan lahan kering tersebut dilaksanakan melalui tahapan kegiatan awal untuk
merekam kondisi existing pengelolaan lahan di kedua agroekosistem, pembuatan
model dengan entri data existing, kemudian dilakukan simulasi untuk memperoleh
gambaran perbaikan kualitas lahan di masa mendatang sebagai solusi dari
permasalahan yang ada di lapangan.
Integrasi hasil simulasi pemodelan dengan database geospasial sangat
memungkinkan menampilkan informasi yang diperoleh dalam bentuk peta digital
bahkan ditayangkan dalam WEB. Keuntungan lain dari penayangan dalam WEB adalah
cepatnya diseminasi hasil penelitian karena pengguna teknologi dapat mengakses
secara cepat, mudah dan akurat. Hal lainya lagi adalah memungkinkan dilakukannya
pembaharuan ataupun editing database sesuai dengan perubahan kondisi di lapang,
untuk kemudian merubah penampilan hasil penelitian mengikuti perubahan kondisi di
lapang.
1.3. Tujuan
Jangka Pendek:
5. Menyusun database kadar unsur hara PK dan pengelolaan kesuburan tanah sawah
irigasi di Provinsi Jawa Tengah
6. Merekayasa model pengelolaan serta “leverage factors” yang mempengaruhi
produktivitas lahan sawah irigasi melalui pendekatan sistem dinamis di Provinsi
Jawa Tengah
6
7. Menyusun sistem informasi konservasi tanah dan rekomendasi pupuk berbasis web
dan spasial di Provinsi Jawa Barat
8. Menguji validitas sistem informasi konservasi tanah dan rekomendasi pupuk
berbasis web dan spasial di Provinsi Jawa Barat
9. Mempelajari aplikasi model CQESTR pada tanah tropika.
10.Mempelajari pengelolaan tanah dan rotasi tanaman terhadap karbon tanah selama
beberapa tahun.
Jangka Panjang:
5. Menyusun database kadar unsur hara NPK dan pengelolaan kesuburan tanah sawah
irigasi
6. Membuat model sistem informasi pengelolaan lahan sawah irigasi dan lahan kering
yang spesifik lokasi dan berkelanjutan
7. Menyusun sistem informasi konservasi dan kesuburan tanah berbasis web dan
spasial untuk seluruh wilayah Indonesia
8. Memberikan informasi teknologi pengelolaan lahan berkelanjutan berbasis web dan
spasial untuk seluruh wilayah Indonesia
9. Mendapatkan informasi pengelolaan lahan yang mendukung peningkatan cadangan
karbon dan penurunan emisi gas rumah kaca serta global warming.
1.4.Keluaran Yang Diharapkan (tahunan dan jangka panjang)
Jangka Pendek:
5. Database kadar unsur hara PK dan pengelolaan kesuburan tanah sawah irigasi di
Provinsi Jawa Tengah
6. Peta sistem informasi pengelolaan serta “leverage factors” yang mempengaruhi
produktivitas lahan sawah irigasi dengan pendekatan sistem dinamis di Provinsi
Jawa Tengah
7. Sistem informasi teknologi konservasi tanah dan rekomendasi pupuk berbasis web
dan spasial di Provinsi Jawa Barat
8. Informasi mengenai hasil validasi sistem informasi teknologi konservasi tanah dan
rekomendasi pupuk berbasis web dan spasial di Provinsi Jawa Barat
9. Sequestrasi karbon tanah mineral pada berbagai pengolahan tanah dan pola tanam
di Provinsi Lampung
7
Jangka Panjang:
5. Database kadar unsur hara NPK dan pengelolaan kesuburan tanah sawah irigasi
6. Peta sistem informasi pengelolaan lahan sawah irigasi dengan pendekatan sistem
dinamis
7. Sistem informasi teknologi konservasi dan kesuburan tanah berbasis web dan
spasial untuk seluruh wilayah Indonesia
8. Informasi teknologi pengelolaan lahan berkelanjutan berbasis web dan spasial untuk
seluruh wilayah Indonesia
9. Informasi pengelolaan lahan yang berbasis pada pengolahan tanah dan pola tanam
untuk mendukung peningkatan cadangan karbon dan menurunkan emisi GRK pada
tanah mineral
1.5. Perkiraan manfaat dan dampak dari kegiatan yang dirancang
Pengelolaan lahan yang parsial masih belum efektif mencegah degradasi lahan
sawah dan lahan kering sehingga produktivitasnya cenderung menurun dari waktu ke
waktu. Penelusuran status kesuburan tanah dan diikuiti dengan pemodelannya pada
kedua agroekosistem tersebut diharapkan bisa memberikan solusi yang efektif dan
efisien dalam meningkatkan dan mempertahankan produktivitas lahan sawah dan
lahan kering. Model yang diperoleh akan sangat membantu para pengambil kebijakan
dalam mengelola sumberdaya lahan melalui peningkatan efisiensi pemupukan dan
terpeliharanya produktivitas lahan. Dengan demikian, produksi pangan pada lahan
sawah irigasi dan lahan kering akan tetap optimal dalam mendukung target
swasembada pangan yang sudah dicetuskan pemerintah dalam roap map produksi
pangan utama nasional seperti beras, jagung, dan kedelai.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis
Lahan sawah irigasi dan lahan kering merupakan sumberdaya lahan yang
menjadi tumpuan dan berkontribusi besar dalam mendukung empat target produksi
pangan nasional yaitu beras, jagung, kedelai, dan daging sapi. Sistem produksi pangan
pada kedua lahan tersebut kompleks, melibatkan banyak komponen seperti:
sumberdaya lahan dengan segala sifat-sifat kimia, fisika, dan biologi; iklim yang
cenderung berubah kearah kurang mendukung pertumbuhan tanaman; sarana
produksi (varietas unggul, pupuk anorganik dan organik, pestisida); serta keterampilan
petani dalam mengelola usahataninya. Pengelolaan lahan dengan mengintegrasikan
semua komponen tersebut bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan
produktivitas lahan untuk memperoleh produksi yang optimal. Secara langsung
produktivitas lahan ditentukan oleh tingkat kesuburan tanah yang merupakan fungsi
dari kadar C-organik, kadar unsur hara makro dan mikro.
Balai Penelitian Tanah telah memulai penelitian tentang pemupukan berimbang
spesifik lokasi sejak tahun 1970 an. Penelitian-penelitian tentang penggunaan pupuk
slow release dan pupuk granul sudah dimulai sejak tahun 1985. Program pemupukan
berimbang kembali menjadi perhatian utama pemerintah sehingga pada periode 1995-
2000, penelitian yang lebih komprehensif dilakukan pada skala lebih luas.Sebagai
hasilnya, telah di buat peta status P dan K tanah yang digunakan untuk menetapkan
rekomendasi pupuk yang tertuang dalam Permentan No.
40/Permentan/OT.140/04/2007.Rekomendasi pupuk spesifik lokasi ini diharapkan
dapat diadopsi oleh pemerintah secara luas.Dengan rekomendasi pupuk berimbang
spesifik lokasi maka pupuk N, P dan K dapat digunakan secara lebih efisien dan biaya
produksi dapat dikurangi (Rochayati et al. 2002; Setyorini et al. 2004; Las et al. 2010).
Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah
untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun,
kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun.
Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah yang
umum terjadi. Oleh karena itu, peningkatan kandungan bahan organik seharusnya
merupakan prioritas untuk peningkatan kualiatas tanah dan untuk penyimpanan
karbon. Kondisi ini dapat dilakukan melalui mempertahankan sisa panen dan
mengaplikasinya sebagai kompos, mengurangi intensitas pengolahan tanah,
9
pendekatan pola tanam dengan rotasi tanaman, penerapan sistem agroforestri, dan
pemanfaatan teknologi mikoriza (Supriyadi 2008).
Kandungan karbon berkorelasi dengan kapasitas tukar kation tanah, kandungan
N total tanah, dan persentase liat. Bahan organik di wilayah tropika berperan
menyediakan unsur hara N, P, dan S yang dilepaskan secara lambat, meningkatkan
kapasitas tukar kation tanah masam, menurunkan fiksasi P karena pemblokan sisi
fiksasi oleh radikal organik, membantu memantapkan agregat tanah, memodifikasi
retensi air, dan membentuk komplek dengan unsur mikro (Sanchez, 1976). Meskipun
bahan organik kebanyakan tanah hanya hanya berkisar 2-10%, peranannya sangat
peting (Bot and Benites, 2005).Peningkatan bahan organik tanah dari tanah yang
terdegradasi akan meningktakan hasil tanman budidaya karena tiga mekanisme yaitu
(1) peningkatan kapasitas air tersedia (2) peningkatan suplai unsur hara (3)
peningkatan struktur tanah dan sifat fisik lainnya.
Rekayasa pemodelan pada lahan sawah irigasi secara simultan akan
menyebabkan timbulnya interaksi yang kompleks dan memerlukan pendekatan yang
holistik dan terpadu. Seiring dengan perkembangan tersebut, pengeloaan dengan
pendekatan sistem merupakan salah satu solusi alternatif karena karakter dari
pendekatan sistem merupakan suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian
yang berkaitan satu sama lainnya yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu
lingkungan yang kompleks (Marimin, 2004). Pendekatan sistem akan memberikan
penyelesaian masalah yang kompleks dengan metode dan alat analisis yang mampu
mengidentifikasi, menganalisis, mensimulasi, dan mendisain sistem dengan komponen-
komponen yang saling terkait, yang diformulasikan secara lintas desiplin dan
komplementer untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan (Eriyatno, 2004).
Pendapat lainnya menyebutkan keunggulan dari pendekatan sistem terletak pada
cirinya yaitu sibernetic, holistic, dan effective (SHE). Sibernetic maknanya adalah
bahwa penyelesaian masalah dalam pendekatan sistem tidak berorientasi pada pada
masalahnya (problem oriented), tetapi berorientasi pada tujuan (goal oriented).
Holistic maknanya adalah penekanan penyelesaian masalah secara utuh dan
menyeluruh. Effective maknanya adalah bahwa model yang dibangun harus bisa
diaplikasikan oleh pengguna (Hartrisari, 2007).
Pada lahan kering, fenomena erosi di alam sudah banyak diidentifikasi dan
dikuantifikasi hubungan antar variabelnya sehingga melahirkan model-model prediksi
erosi dengan akurasinya masing-masing. Beberapa model erosi yang paling banyak
10
digunakan di dunia telah diulas dengan baik oleh Lal (2001) dan Merrit et al. (2003)
seperti Universal Soil Loss Equation (USLE), Watershed Erosion Prediction Project
(WEPP), Agricultural Non-Point Source (AGNPS), Areal Non-point Source Watershed
Environment Response Simulation (ANSWERS), dan Chemical Runoff and Erosion from
Agricultural Management System (CREAMS). Dari banyak model yang telah diverifikasi
dan diterapkan, USLE dan turunannya yaitu Revised USLE (RUSLE) dan Modified USLE
(MUSLE), merupakan model yang paling banyak digunakan di seluruh dunia karena
data yang dibutuhkan dan perhitungannya lebih sederhana dibandingkan dengan
model yang lain (Lal, 2001; Merrit et al., 2003; Lim et al., 2005; Xu et al., 2008).
Model erosi biasanya akurat untuk skala petak dan bias untuk skala yang lebih
besar. Kebutuhan akan model yang dapat memprediksi erosi dalam skala regional
sangat dibutuhkan untuk perencanaan sumber daya lahan (Mao et al., 2010). Sistem
Informasi Geografi (SIG) merupakan teknologi spasial yang berkembang dengan pesat
karena memang sangat dibutuhkan untuk pembangunan. Banyak program bermanfaat
yang dapat diintegrasikan dengan SIG ini untuk menambah kehandalan dan
kemanfaatan program tersebut. Formula USLE yang telah dimodifikasi menjadi
Modified Universal Soil Loss Equation (MUSLE), berkembang dengan dimasukkannya
beberapa variabel yang berpengaruh terhadap erosi tanah dan aliran permukaan.
Seiring dengan kemajuan teknologi, modifikasi formula USLE tersebut sudah dapat
diintegrasikan ke dalam SIG. Fasilitas MUSLE sudah dapat ditemukan pada perangkat
lunak Arc GIS, sebuah software spasial kartografi yang sudah digunakan secara luas di
dunia, dengan nama Arc MUSLE (Zhang et al. 2009).
Hasil simulasi model pengelolaan lahan sawah irigasi dan lahan kering harus
diintegrasikan dengan database pengelolaannya agar bisa ditampilkan dalam bentuk
peta berbasis WEB. Web merupakan sebutan untuk teknologi Word Wide Web (www)
yang merupakan sistem aplikasi distribusi informasi yang dapat diakses menggunakan
internet. Dengan server khusus, software dapat ditempelkan di dalam web, atau
dengan cara merekayasa web sehingga dapat digunakan sebagai sistem aplikasi
seperti program di dalam software. Keuntungan software berbasis web adalah i)
selama terhubung dengan internet, akses tidak dibatasi waktu dan tempat, dan ii)
dapat diakses menggunakan web browser yang telah tersedia pada PC (personal
computer) maupun perangkat elektronik yang lain. Meskipun banyak kelebihannya,
aplikasi software berbasis web tetap memiliki kekurangan, antara lain: i) keterbatasan
web browser dalam menampilkan halaman berkapasitas besar, ii) koneksi internet
11
yang lambat dapat membatasi respon software, dan iii) resiko keamanan yang tinggi
karena materi dapat diakses secara luas di seluruh dunia.
World Wide Web adalah suatu dokumen yang dapat diakses secara global
menggunakan referensi Uniform Resource Identifier (URI). URI berfungsi untuk
mengidentifikasi layanan, server, dan database lainnya. Sementara Hypertext Transfer
Protocol (HTTP) adalah protokol akses utama dari World Wide Web. Layanan Web
menggunakan teknologi HTTP untuk memungkinkan sistem perangkat lunak dapat
diakses.
Teknologi web menggunakan perangkat lunak penelusur (browser) seperti
Microsoft Internet Explorer, Mozilla Firefox, Opera, Apple Safari, dan Google Chrome,
yang memungkinkan pengguna dapat menjelajah dari satu halaman web ke halaman
yang lain melalui tautan (hyperlink) yang tertanam dalam dokumen tersebut.
Dokumen-dokumen ini banyak juga mengandung kombinasi data termasuk grafik,
suara, teks, video, multimedia dan konten interaktif lainnya. Dibandingkan dengan
media komunikasi tradisional, Web telah memungkinkan terjadinya desentralisasi
informasi pada skala yang besar. Perkembangan teknologi informasi ini
mengisyaratkan akan pentingnya tuntutan di era informasi sekarang ini. Balai
Penelitian Tanah yang telah merencanakan untuk memproduksi model yang
terintegrasi dengan web adalah suatu terobosan untuk mendongkrak kualitas
sumberdaya manusia pertanian dalam pengelolaan sumberdaya lahan pertanian
sehingga mampu mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan.
2. 2 Hasil Penelitian
Pengelolaan sumberdaya alam, termasuk lahan sawah irigasi dengan pendekatan
sistem relatif baru berkembang sehingga hasil penelitian masih sedikit. Pengelolaan
sumberdaya alam berupa perkebunan kelapa sawit plasma berkelanjuan dengan
pendekatan sistem dinamis menunjukan bahwa untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan yaitu pengelolaan kelapa sawit plasma berkelanjutan (memenuhi aspek
ekonomi, biofisik, dan sosial) terbukti luas dan status lahan, tingkat masukkan sarana
produksi terutama pupuk, tingkat keterampilan petani dalam pengelolaan sumberdaya
alam dan modal, dukungan kebijakan pemerintah daerah yang berpihak kepada
kepentingan petani dan lingkungan, kelembagaan kelompok tani, serta pemasaran
menjadi faktor pengungkit (leverage factors). Interaksi semua variable tersebut
memerlukan pengelolaan yang tepat agar tercapai pengelolaan kelapa sawit plasma
12
berkelanjutan. Salah satu bentuk skenario yang mampu menciptakan perkebunan
berkelanjutan adalah: status lahan berupa milik dengan luasan mendekati 2 ha/kk;
pemupukan menerapkan 4 tepat (tepat jenis, tepat dosis, tepat waktu, dan tepat cara
pemberian); koordinasi dan kerjasama yang harmonis antara petani plasma dengan
kebun Inti dengan mentaati semua penerapan rekomendasi pengelolaan kebun kelapa
sawit plasma; pengalokasian sebagian pendapatan petani untuk sarana produksi dan
program peremajaan, pengendalian persaingan antara pabrik kelapa sawit kebun Inti
dan non Inti dalam hal pembelian tandan buah segar (TBS), serta dukungan kebijakan
pemerintah daerah bagi kebun Inti untuk memberdayakan masyarakat lokal di sekitar
kebun (Wigena, 2009).
Terkait dengan upaya pencapaian surplus beras 10 juta ton, Badan Litbang
Pertanian (2012) telah merekayasa model pengelolaan sumberdaya lahan sawah irigasi
teknis, semi teknis, dan sawah tadah hujan dengan pendekatan sistem dinamis. Hasil
simulasi menunjukkan bahwa leverage factors dalam pemodelan tersebut mencakup
luas lahan, masukan sarana produksi (benih unggul dan pupuk), ketersediaan air untuk
tanaman padi dengan perbaikan saluran irigasi, efektivitas penyuluhan untuk
meningkatkan adopsi teknologi, dan insentif produksi dan pemasaran gabah/beras
berupa kebijakan pemerintah dengan subsidi pupuk dan penetapan harga pembelian
pemerintah (HPP) gabah petani.
Sesuai dengan mandat yang diemban, Balai Penelitian Tanah (Balittanah) juga
telah berhasil mengembangkan model pengelolaan konservasi sumberdaya lahan
berupa SPLaSH (Sistem Pengelolaan lahan Sesuai Harkat). Software berbasis PC ini
mampu melakukan prediksi bahaya erosi dan saran pengelolaan lahan sesuai kaidah
konservasi tanah dan air skala usaha tani. Akurasi software ini tergantung dari
informasi faktor sumberdaya lahan yang dimasukkan oleh pengguna. SPLaSH diakui
sebagai software yang mudah dalam operasionalnya (user friendly), meskipun
demikian SPLaSH memiliki kekurangan yang bersifat prinsip yaitu: i) database terbatas,
sehingga pengguna harus menyediakan data sumberdaya lahan sendiri, ii) proses entry
data iklim masih terlalu rumit, iii) keterbatasan pemahaman petani/pengguna
mengenai ilmu konservasi tanah dan air. Dengan semangat dan teknik baru, mulai
tahun 2013, Balai Penelitian Tanah telah membuat software berbasis web untuk
membantu petani dan pengguna di seluruh penjuru negeri Indonesia yang memiliki
akses internet dalam memperoleh informasi sumberdaya lahan khususnya lahan kering
13
di lokasi yang dipilih sekaligus mendapatkan rekomendasi pengelolaan lahan sesuai
dengan karakteristik sumberdaya lahan yang dimiliki.
Pada pengelolaan lahan kering, fenomena erosi di alam sudah banyak
diidentifikasi dan dikuantifikasi hubungan antar variabelnya sehingga melahirkan
model-model prediksi erosi dengan akurasinya masing-masing. Beberapa model erosi
yang paling banyak digunakan di dunia telah diulas dengan baik oleh Lal (2001) dan
Merrit et al. (2003) seperti Universal Soil Loss Equation (USLE), Watershed Erosion
Prediction Project (WEPP), Agricultural Non-Point Source (AGNPS), Areal Non-point
Source Watershed Environment Response Simulation (ANSWERS), dan Chemical Runoff
and Erosion from Agricultural Management System (CREAMS). Dari banyak model yang
telah diverifikasi dan diterapkan, USLE dan turunannya yaitu Revised USLE (RUSLE)
dan Modified USLE (MUSLE), merupakan model yang paling banyak digunakan di
seluruh dunia karena data yang dibutuhkan dan perhitungannya lebih sederhana
dibandingkan dengan model yang lain (Lal, 2001; Merrit et al., 2003; Lim et al., 2005;
Xu et al., 2008). Seiring kesadaran bahwa kejadian erosi sangat berhubungan dengan
karakteristik sumberdaya lahan lokal dan belum tentu memiliki variable yang sama
dengan daerah lain, maka studi mengenai erosi semakin berkembang. Misalnya di
dataran Eropa Barat yang telah mengembangkan model erosi spesifik lokasi dengan
nama ImpelERO berbasis expert-system/jaringan syaraf (de la Rosa et al., 2000).
Pada tahun 2013, kegiatan pembuatan sistem informasi teknologi konservasi
tanah berbasis web telah berhasil dibuat dengan menggunakan program open source
(Gambar 1). Kegiatann pada tahun 2013 ini mengambil lokasi Provinsi Jawa Barat
sebagai lokasi kajian dengan pertimbangan cukup tersedianya kelengkapan data yang
dibutuhkan. Kegiatan terutama dilakukan untuk migrasi spasial dari data-data dukung
non spasial (data tabular curah hujan dan ground check data sifat tanah). Peningkatan
kemampuan basis data dilakukan dengan memanfaatkan data curah hujan dari
stasiun-stasiun yang tersebar di provinsi ini untuk pembuatan peta erosivitas hujan
(faktor R/kemampuan hujan dalam menyebabkan erosi) dan peta tanah skala tinjau
(BBSDLP, 2012) untuk penyediaan data erodibilitas tanah (faktor K/tingkat kepekaan
tanah terhadap erosi). Hingga triwulan keempat tahun 2013 ini prototype sistem
informasi pengelolaan konservasi lahan sudah berhasil dibuat dan berfungsi penuh.
aplikasi peta unsur tematik yang diperlukan untuk membuat aplikasi DSS (decision
support system) sudah berhasil digabungkan ke dalam mesin ini sehingga menambah
kuat penampilannya.
14
Gambar 1. Sistem Informasi Pengelolaan Lahan
Bahan organik di wilayah tropika berperan menyediakan unsur hara N, P, dan S
yang dilepaskan secara lambat, meningkatkan kapasitas tukar kation tanah masam,
menurunkan fiksasi P karena pemblokan sisi fiksasi oleh radikal organik, membantu
memantapkan agregat tanah, memodifikasi retensi air, dan membentuk komplek
dengan unsur mikro (Sanchez, 1976). Meskipun bahan organik kebanyakan tanah
hanya hanya berkisar 2-10%, peranannya sangat peting (Bot and Benites,
2005).Peningkatan bahan organik tanah dari tanah yang terdegradasi akan
meningktakan hasil tanaman budidaya karena tiga mekanisme yaitu (1) peningkatan
kapasitas air tersedia (2) peningkatan suplai unsur hara (3) peningkatan struktur tanah
dan sifat fisik lainnya.
Penurunan kadar dan kerusakan bahan organik merupakan indikator dari
terdegradasinya kualitas tanah. Bahan organik memiliki peran penting dalam
menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar
bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas
tanaman juga menurun.
15
Peningkatan kandungan bahan organik seharusnya merupakan prioritas untuk
peningkatan kualiatas tanah dan untuk penyimpanan karbon. Kondisi ini dapat
dilakukan melalui pengembalian sisa panen (residu tanaman) dan mengaplikasinya
sebagai kompos, mengurangi intensitas pengolahan tanah, pendekatan pola tanam
dengan rotasi tanaman, penerapan sistem agroforestri, dan pemanfaatan teknologi
mikoriza (Supriyadi 2008).
Manajemen pengelolaan lahan yang tidak mengembalikan residu hasil panen ke
lahan dapat menyebabkan menurunnya kadar bahan organik tanah ( Liang et al.,
2008). Residu tanaman tidak hanya bermanfaat dalam mempengaruhi kadar bahan
organik tanah tetapi juga meempunyai dampak terhadap sifat fisik dan kimia tanah
(Balesdent et al., 2000; Blanco-Canqui et al., 2006). Penggunaan pupuk kandang
dalam cropping sistem dapat menjaga dan meningkatkan bahan organik tanah
(Rickman et al., 2001; Tester, 1990; Vanden Bygaart et al., 2003).
16
III. METODOLOGI / PROSEDUR
3.1. Pendekatan
Penelitian ini merupakan penelitian jangka panjang, dimulai T.A 2013 dan
berakhir T.A 2014, yang meliputi kegiatan pemodelan peningkatan produktivitas lahan
sawah irigasi teknis dan lahan kering dengan pendekatan sistem, dan pendugaan
sequestrasi karbon pada lahan kering pada berbagai pola tanam dan pengolahan tanah
. Pada T.A 2014, aplikasi penelitian pengeloaan lahan dilakukan di lapangan pada
agroekosistem lahan sawah irigasi teknis dan lahan kering di wilayah Provinsi Jawa
Tengah,sedangkan penelitian pendugaan sequestrasi karbon pada lahan kering di
Provinsi Lampung. Pemilihan lokasi ini berdasarkan kontribusi Provinsi Jawa Tengahdan
Lampung terhadap produksi padi nasional pada agroekosistem lahan sawah irigasi
maupun lahan kering yang cukup besar.
Perakitan teknologi pengelolaan lahan sawah irigasi teknis dan lahan kering
berbasis pada konsep modeling dengan pendekatan sistemmerupakan pendekatan
secara holistik terpadu, dengan memperhatikan interaksi semua komponen terlibat
secara harmonis untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Dari interaksi
kompleks tersebut, dilakukan uji sensitivtas untuk melihat perilaku sistem dan faktor-
faktor dominan yang mempengaruhi kinerja sistem yang dibangun (leverage factors).
Pada lahan sawah irigasi teknis, faktor yang diinteraksikan adalah lahan sawah dengan
status kesuburannya, masukan pupuk N, P, K, dan pupuk organik, benih padi unggul,
iklim, serangan hama/penyakit, harga gabah di tingkat petani. Pada lahan kering faktor
yang diinteraksikan adalah jenis tanah (dengan sifat-sifat fisikanya: tekstur,
kedalaman, lereng), vegetasi, masukan pupuk N, P, K, dan bahan organik, harga
gabah ditingkat petani. Pendugaan sequestrasi karbon dilakukan dengan
mengkombinasikan faktor pengolahan tanah, pola tanam, dan pengelolaan residu
tanaman. Hal ini berkaitan dengan hasil penelitian sebelumnya dimana dinamika
sequestrasi karbon pada tanah mineral dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.
Penelitian akan dilaksanakan bertahap, yang diawali dengan kegiatan
pengumpulan data kondisi status kesuburan lahan sawah irigasi teknis di wilayah
Provinsi Jawa Tengah dengan pemanfaatan data peta status P dan K lahan sawah
irigasi teknis, produktivitas lahan sawah irigasi teknis, masukan pupuk N, P, K, dan
pupuk organik, jenis dan tingkat serangan hama/penyakit, harga gabah di tingkat
17
petani. Pengumpulan data ini dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan petani
maju, PPL, kelompok tani, dan instansi terkait. Demikian juga dengan pengumpulan
data pada lahan kering dilakukan secara partisipatif melibatkan kelompok tani, PPL,
instansi terkait untuk memperoleh gambaran kondisi dan pengelolaan lahan sawah
irigasi teknis dan kering exsisting. Pada kegiatan selanjutnya dilakukan pemodelan
pengelolaan lahan di kedua agroekosistem tersebut untuk mencapai tujuan yang sudah
ditetapkan. Untuk sequestrasi karbon, kegiatan awal yang dilakukan berupa penentuan
lokasi penelitian yang disertai wawancara dengan petani mencakup sejarah
penggunaan lahan, pengelolaan residu tanaman, pemupukan, produktivitas tanaman
pangan, pengambilan contoh tanah komposit dan contoh tanah ring. Informasi yang
terkumpul ini dijadikan dasar penentuan perlakuan pendugaan sequestrasi karbon.
3.2. Ruang Lingkup Kegiatan
Penelitian ini merupakan penelitian jangka panjang, dimulai T.A 2013 dan
berakhir T.A 2014, yang meliputi kegiatan modeling peningkatan produktivitas lahan
sawah irigasi teknis dan lahan kering dengan pendekatan sistem, dan pendugaan
sequestrasi karbon tanah mineral dengan pendekatan pengelolaan sisa tanaman, pola
tanam dan pengolahan tanah. Pada T.A 2014, aplikasi penelitian dilakukan di lapangan
pada agroekosistem lahan sawah irigasi teknis di wilayah Provinsi Jawa Tengah, pada
lahan kering di Jawa Barat dan Lampung. Pemilihan lokasi ini berdasarkan pada
kontribusi Provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat dan Lampung terhadap produksi padi
nasional pada agroekosistem lahan sawah irigasi maupun lahan kering yang cukup
besar
Perakitan teknologi pengelolaan lahan sawah irigasi teknis dan lahan kering
berbasis pada konsep modeling dengan pendekatan sistem. Merupakan pendekatan
secara holistik terpadu, dengan memperhatikan interaksi semua komponen terlibat
secara harmonis untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Penelitian akan
dilaksanakan bertahap sebagai berikut:
a. Kegiatan diawali dengan pengumpulan data kondisi status kesuburan lahan sawah
irigasi teknis di wilayah Provinsi Jawa Tengah dengan pemanfaatan data peta
status P dan K lahan sawah irigasi teknis, produktivitas lahan sawah irigasi teknis,
masukan pupuk N, P, K, dan pupuk organik, jenis dan tingkat serangan
hama/penyakit, harga gabah di tingkat petani. Pengumpulan data ini dilakukan
18
secara partisipatif dengan melibatkan petani maju, PPL, kelompok tani, dan instansi
terkait. Demikian juga dengan pengumpulan data pada lahan kering dilakukan
secara partisipatif melibatkan kelompok tani, PPL, instansi terkait untuk
memperoleh gambaran kondisi dan pengelolaan lahan sawah irigasi teknis dan
kering exsisting.
b. Dari interaksi kompleks tersebut, dilakukan uji validasi statistik untuk mengetahui
tingkat kevalidan system secara statistik pada selang kepercayaan 5% dengan
RMSPE.
c. Selanjutnya simulasi semua faktor yang berinteraksi untuk membangun model
pengelolaan lahan sawah irigasi teknis dan lahan kering.
d. Tahap berikutnya adalah uji sensitivitas untuk melihat perilaku system dan faktor-
faktor dominan yang mempengaruhi kinerja sistem yang dibangun (leverage
factors).
Pendugaan sequestrasi karbon pada tanah mineral merupakan penelitian
lapang yang dilakukan pada tanah kering masam di Provinsi Lampung. Percobaan
mempelajari pengaruh pola tanam, residu tanaman, dan pengolahan tanah terhadap
dinamika sequestrasi karbon.
3.3. Bahan dan Metode Penelitian
3.3.1. Bahan penelitian
Untuk melaksanakan semua kegiatan dalam penelitian ini diperlukan bahan-
bahan berupa bahan penelitian yang meliputi peta status hara P dan K Provinsi Jawa
Tengah, sistem informasi katam terpadu, alat tulis (flash disk, tinta komputer, kertas
HVS, ball point, pointer, penggaris, spidol kecil/besar, dll.), alat bantu pengumpulan
data seperti kuesioner yang menyangkut aspek teknis, dan ekonomi usahatani padi
pada lahan sawah irigasi teknis. Untuk memperoleh data yang lebih valid, dilakukan
rekaman data melalui kegiatan focus group discussion (FGD) melibatkan ahli-ahli
usahatani padi sawah irigasi teknis dan lahan kering.
Untuk kegiatan modeling pada lahan kering, diperlukan bahan berupa Peta
Agroecosystem Zone (AEZ) Provinsi Jawa Barat, peta tanah, peta Digital Elevation
Model (DEM) derivat dari Shuttle Radar Topographic Map (SRTM), peta Rupa Bumi
Indonesia (RBI). Peta tematik yang diperlukan tersebut diharapkan dapat diperoleh
pada skala paling kecil 1:50.000 sehingga mampu dimanfaatkan sebagai penyusunan
19
kebijakan dan penentuan rekomendasi pada skala lahan usaha tani. Untuk verifikasi
dan mempertajam analisa, maka data primer dan sekunder sangat diperlukan seperti
data tabular curah hujan dan data analisa laboratorium tanah. Pengolahan kartografi
terhadap peta-peta tematik akan menggunakan program Arc GIS. Teknologi informasi
untuk membangun bahasa pemrograman akan menggunakan program Visual Basic seri
terbaru. Program SPLaSH versi web memerlukan display peta yang dapat diakses
menggunakan internet sehingga teknologi display Google Map akan digunakan sebagai
basisnya.
3.3.2. Metode Penelitian
3.3.2.1 Penelitian Pengembangan Sistem Informasi Kesuburan dan
Pengelolaan Tanah
Aplikasi pendekatan sistem dalam pengelolaan lahan melalui beberapa tahapan
yaitu: analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, validasi sistem, dan
simulasi sistem. Tahapan tersebut bisa diteruskan dengan melakukan uji sensitivitas
model dan arahan penerapan model untuk pengembangan yang dibangun (Eriyatno,
2004).
Analisis Kebutuhan
Dalam tahap analisis kebutuhan dirumuskan semua stakeholders dan
kebutuhannya dalam memenuhi kepentingan masing-masing. Berdasarkan hal tesebut,
stakeholders dalam pengelolaan lahan sawah irigasi antara lain: petani sawah irigasi,
Dinas Pertanian Tingkat Kabupaten, Penyuluh Pertanian Lapang (PPL), Peneliti, Kios
agen sarana produksi, Lembaga Swadaya Masyarakat, Pedagang perantara, dan
pengumpul dan masyarakat konsumen.
Formulasi Masalah
Analisis kebutuhan menunjukkan adanya benturan kebutuhan dan kepentingan
stakeholders yang terlibat karena masalahnya kompleks. Hal ini membutuhkan suatu
rumusan masalah agar sistem yang dibangun bisa bekerja efektif untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan analisis kebutuhan tersebut formulasi
masalah dalam pengelolaan lahan sawah irigasi adalah:
20
1. Kompetensi dan keterampilan petani lahan sawah irigasi masih belum memadai
untuk membangun sistem produksi dan pemasaran produksi padi sawah.
2. Peran serta instansi terkait tingkat kabupaten dan propinsi dalam membina dan
memberdayakan petani padi sawah belum optimal.
3. Sebagian besar produktivitas sumberdaya lahan sawah irigasi sudah mengalami
pelandaian, sehingga memerlukan teknologi pengelolaan spesifik lokasi yang tepat
untuk mempertahankan produktivitas lahan.
4. Rendahnya kepedulian petani terhadap kelestarian lingkungan.
5. Rendahnya keterlibatan LSM sebagai lembaga pendamping dalam pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan daerah.
6. Rendahnya kepedulian stakeholders, terutama policy maker daerah terhadap
pencegahan dan upaya konservasi sumberdaya lahan sehingga degradasi lahan
masih terjadi secara intensif.
Identifikasi Sistem
Kegiatan identifikasi sistem merupakan salah satu tahapan penting dalam
aplikasi pendekatan sistem dalam pengelolaan lahan sawah irigasi teknis.Tahapan ini
menghubungkan kebutuhan-kebutuhan dengan permasalahan yang dihadapi sebagai
mata hubungan interkasi variabel yang terlibat (Gambar 2) dan mata rantai yang
digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal loop) (Gambar 3).
21
Gambar 2. Hubungan Interaksi Variabel terlibat Pengelolaan lahan Sawah
Irigasi Teknis di Jawa Tengan
22
Produktivitas
lahan
Laju
peningkatan
produktivtas
lahan
Benih
unggulKesubur
an tanah
Hama/
peny akit
Iklim/
curah
hujan
Kadar K
tanah
Kadar C
tanah
Kadar N
tanah
Kadar P
tanah
Pupuk K Pupuk
organik
Pupuk N Pupuk P
Status
kesuburan
tanah
+
-
+
+
-
+
+
+
- + -
+
+
++
-
- -
-
-
+
+ ++
+
++
+
Gambar 3. Causal Loop Diagram (CLD) Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Teknis Menuju Produktivitas 13 ton GKG/ha/tahun
Produktivitas lahan merupakan variabel utama yang harus dicapai dalam
penelitian ini yaitu sebanyak 13 ton gabah kering giling/ha/tahun. Interaksi variabel
yang terlibat dalam pengelolaan lahan sawah irigasi antara lain status kesuburan
tanah; kadar unsur hara tanah (kadar C, kadar N, P, dan K); jumlah pupuk yang
diberikan (pupuk N, P, K, dan pupuk organik); benih unggul, kesuburan tanah setelah
dipupuk, hama/penyakit; serta iklim/curah hujan.
Status kesuburan tanah berinteraksi positif dengan jumlah kebutuhan pupuk
agar kesuburan tanah meningkat, tetapi makin tinggi status kesuburan tanah makin
23
sedikit kebutuhan pupuk. Kondisi ini disebut sebagai interaksi building block
balanching. Demikian juga kesuburan tanah berinteraksi positif terhadap jumlah pupuk
yang diperlukan dimana tanah makin subur jika diberi pupuk makin banyak, tetapi
jumlah pupuk yang diperlukan semakin sedikit jika tanah semakin subur. Laju
peningkatan produktivitas lahan berinteraksi sebagai building block reinforcing dengan
benih padi unggul dan ketersediaan air dari jumlah curah hujan, sedangkan terhadap
kesuburan tanah dan serangan hama penyakit berinteraksi sebagai building block
balanching. Pada level produktivitas lahan, laju peningkatan produktivitas lahan
berinteraksi sebagai building block balanching, dimana semakin tinggi laju
peningkatan produktivitas lahan maka produktivitas lahan meningkat dengan cepat,
tetapi pada kondisi produktivitas lahan yang tinggi menyebabkan penekanan terhadap
laju peningkatan produktivitas lahan. Pada tahap selanjutnya, hasil pengumpulan data
akan dimasukkan kedalam Diagram Stock-Flow sebagai aliran untuk mengetahui
perilaku model pengelolaan lahan sawah irigasi teknis.
Analisis selanjutnya adalah melanjutkan interpretasi diagram lingkar sebab-
akibat ke dalam kotak gelap (black box). Terdapat 5 variabel dalam tahapan ini
(Gambar 4) yaitu:
1. Variabel input terkendali
2. Variabel input tak terkendali
3. Variabel output dikehendaki
4. Variabel output tak dikehendaki
5. Variabel kontrol sistem
Variable input berasal dari luar sistem dan dalam sistem, meliputi input terkendali dan
tak terkendali. Variabel output meliputi output dikehendaki dan output tak dikehendaki.
Parameter disain sistem pengelolaan lahan sawah irigasi merupakan proses yang
mempengaruhi input menjadi output.
Validasi Model
Validasi model adalah tahapan penyimpulan apakah model yang dibangun
merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji untuk memperoleh
kesimpulan yang meyakinkan. Tujuannya untuk menguji kebenaran struktur model
untuk menunjukkan kesalahan minimal dibandingkan data aktual termasuk
menggunakan berbagai teknik statistik. Model yang dihasilkan dari simulasi sistem
dibandingkan dengan kondisi saat ini (existing condition) untuk melihat perbedaan
24
antara keduanya dan sekaligus tingkat validitas model yang dibangun (Hartrisari,
2007).
Gambar 4. Diagram Input-Output dalam Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Teknis
Simulasi Sistem
Simulasi sistem merupakan tahapan pendekatan sistem dengan kegiatan atau
proses percobaan dengan menggunakan suatu model untuk mengetahui perilaku
sistem. Selain itu, juga bisa diketahui pengaruhnya pada komponen-komponen dari
suatu perlakuan yang dicobakan pada beberapa komponen. Hasil simulasi biasanya
ditampilkan sebagai grafik dan tabel yang mengilustrasikan variabel-variabel sensitif
yang mempengaruhi perilaku sistem.
Sensitivitas Model
Analisis sensitivitas model dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana model
dapat digunakan apabila ada perubahan pada asumsi atau sejauh mana kesimpulan
Input terkendali: - Penyediaan benih unggul - Penyediaan pupuk - Kebutuhan tenaga kerja - Target produksi - Arus informasi teknologi
dan managemen
Disain sistem pengelolaan lahan sawah irigasi teknis
Output tak dikehendaki - Produktivitas lahan menurun dan tidak
berkelanjutan - Konflik sosial dan politik tinggi - Degradasi lahan intensif - Pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat turun
Input tak terkendali: - Kondisi sosial budaya
masyarakat lokal - Harga input dan
output - Kondisi politik dan
ekonomi nasional
Input Lingkungan - Kesesuaian lahan - Biodiversitas
lingkungan - Serangan
hama/penyakit - Iklim
Output dikehendaki: - Produktivitas lahan berkelanjutan - Peluang kerja meningkat - Degradasi lahan rendah - Pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat meningkat - Arus informasi teknologi dan pengelolaan
lahan sawah mudah diakses
Umpan balik sistem perencanaan
25
hasil model dapat berubah bila variable model berubah. Model dikategorikan sensitif
jika perubahan nilai variabel input menyebabkan perubahan output model. Hasil
analisis ini dapat diketahui keterbatasan penggunaan model (Hartrisari, 2007).
Terdapat tiga jenis pengujian sensitivitas model yaitu sensitivitas numerik, sensitivitas
perilaku dan sensitivitas kebijakan. Uji sensitivitas numerik dilakukan dengan cara
mengubah nilai numerik input yang menyebabkan perubahan pada nilai numerik
output model.
Selanjutnya, interpretasi model yang dibangun bisa memberikan arahan untuk
mengidentifikasi variabel-variabel strategis untuk dijadikan acuan perumusan skenario
dan kebijakan dalam mengelola produksi dan pengelolaan lahan sawah irigasi. Lebih
jauh lagi, model yang dibangun juga berpeluang untuk diaplikasikan pada lokasi lahan
sawah irigasi yang memiliki karakteristik biofisik dan sumberdaya lahan yang mirip
dengan lokasi penelitian.
Sebagai suatu sistem, penelitian yang dilakukan ini mempunyai keterbatasan
dimana aspek yang diteliti terbatas pada produktivitas lahan sawah irigasi teknis
dengan asumsi sebagai berikut:
a. Pengumpulan data:
Data historis perkembangan produktivitas padi sawah irigasi teknis selama 6 tahun
(2007-2012)
Data serangan opt pada padi sawah irigasi teknis periode tahun yang sama
Data indeks penyediaan air irigasi pada sawah irigasi teknis diasumsikan sebesar 1,0
(100%)
Data indeks kemampuan penyediaan benih unggul sampai sebesar 1,0 (sampai
100%)
Data indeks kemampuan penyediaan pupuk NPK dan bahan organik sampai 1,0
(100%)
Data susut panen maksimal 5%
Produktivitas masih bruto (total, termasuk bagian yang dibayarkan ke buruh panen)
Data dinamika hara P dan K dalam tanah (residu P dan K dalam tanah, berdasarkan
hasil penelitian) untuk mengestimasi Indeks residu P dan K dalam tanah
Data dinamika kadar bahan organik dalam tanah
b. Periode waktu pemodelan mengestimasi produktivitas lahan sawah irigasi teknis
selama 6 tahun ke depan (2013-2017).
c. Analisis data menggunakan program PowerSim Contructur versi 2.5
26
3.3.2.2.Penelitian Pengembangan Sistem Informasi Konservasi Tanah
Penelitian ini merupakan penelitian jangka panjang yang dimulai T.A 2013
meliputi wilayah lahan kering di Prov. Jawa Barat. Pada T.A 2013 dan 2014 penelitian
dilakukan pada agroekosistem lahan lahan kering di wilayah Provinsi Jawa Barat dan
hanya dibedakan pada output penelitian saja. Khusus rekomendasi pemupukan akan
meliputi ekosistem lahan basah termasuk sawah irigasi teknis. Penelitian ini
dilaksanakan secara deskwork dan lapang. Kegiatan deskwork dilakukan untuk merakit
komponen teknologi analisis erosi tanah dan rekomendasi pemupukan. Penelitian
lapang dilakukan untuk validasi dari sistem informasi konservasi tanah dan
rekomendasi pupuk.
Pelaksanaan penelitian dapat dijelaskan dalam tahap-tahap kegiatan sebagai
berikut: 1) Penyusunan sistem informasi rekomendasi pupuk berbasis web dan spasial
di Provinsi Jawa Barat, 2) Kegiatan penyempurnaan sistem pengambilan keputusan
konservasi tanah versi web yang terdiri dari rangkaian kegiatan: i) penyempurnaan
atribut peta dasar, (ii) penyempurnaan peta erodibilitas tanah (K), iii) penyempurnaan
basis data dan kalkulasi model, dan 3) Perakitan program DSS konservasi tanah ke
dalam website Balai Penelitian Tanah.
Penyusunan Sistem Informasi Rekomendasi Pupuk
Penyusunan sistem informasi rekomendasi pupuk akan menggunakan data hasil
analisis tanah dari berbagai penelitian yang pernah dilakukan oleh Balai Penelitian
Tanah di seluruh wilayah Indonesia. Analisis tanah yang dilakukan berupa analisis
laboratorium dan analisis dari PUTK (Perangkat Uji Tanah Kering) yang memiliki
keunggulan dari segi efisiensi biaya dan tenaga. Rekomendasi pemupukan pada
prinsipnya merupakan saran jumlah dan komposisi unsur hara yang diberikan ke dalam
tanah untuk mencukupi kebutuhan tanaman. Jika tanah semakin miskin, maka
rekomendasi pupuk yang diberikan juga akan semakin besar, demikian pula sebaliknya.
Ketersediaan pupuk bagi tanaman di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh interaksinya
dengan unsur hara yang lain, pH, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, Mg dan Al
dapat ditukar, dan tekstur. Rekomendasi pupuk yang baik akan mempertimbangkan
hubungan antar parameter sifat tanah tersebut. Pengetahuan mengenai rekomendasi
pupuk ini juga disusun berdasarkan berbagai hasil percobaan di tingkat laboratorium,
rumah kaca, dan lapangan dengan mempertimbangkan jenis tanaman dan
agroekosistemnya.
27
Sistem informasi rekomendasi pupuk ini akan menghilangkan hambatan di
tingkat pengguna terhadap akses data parameter sifat tanah tersebut. Dalam kegiatan
TA 2014 ini akan menggunakan data spasial sebagai alat bantu interpretasi. Data
spasial berupa poligon yang berisi parameter sifat tanah yang disusun secara lengkap
yang merupakan hasil dari interpretasi peta tanah skala 1:250.000.
Basis pengambilan contoh tanah untuk dianalisis adalah batas administrasi
kecamatan yang mempertimbangkan aspek homogenitas karakteristik tanah. Data
yang tersedia adalah data rekomendasi pemupukan NPK untuk komoditas padi, padi
gogo, jagung, dan kedelai per kecamatan. Jenis komoditas tersebut paling banyak
dibudidayakan oleh petani di Indonesia. Format tabuler data akan dirubah ke format
spasial dengan batas administrasi sebagai polygon boundary-nya. Perubahan format
tersebut akan dilakukan dengan perangkat lunak Arc GIS maupun Arc View dengan
penyelarasan format georeference-nya sehingga memungkinkan untuk diintegrasikan
dengan format spasial lainnya dalam sistem informasi ini. Selain prinsip memudahkan
bagi pengguna, integrasi sistem rekomendasi pemupukan ke dalam sistem utama ini
tetap memperhatikan segi estetika dan validitas input dan output.
Penyusunan Sistem Pengambilan Keputusan Konservasi Tanah versi web
Hampir sama dengan program SPLaSH yang pernah dibuat oleh Balai Penelitian
Tanah, program SPLaSH versi web ang akan dibangun juga menggunakan formula
USLE (Universal Soil Loss Equation) dan TSL (Tolerable Soil Loss) sebagai dasar
perhitungan untuk mendapatkan IBE (Indeks Bahaya Erosi). Formula USLE
(Wischmeier and Smith, 1978) yang digunakan adalah:
A = R*K*L*S*C*P ................................................................................ (1)
Dimana, A : Prediksi erosi tanah (t ha-1 th-1)
R : Faktor erosivitas hujan
K : Faktor erodibilitas tanah
L : Faktor panjang lereng
S : Faktor kemiringan lereng
C : Faktor tanaman
P : Faktor pengelolaan lahan
Formula TSL dikembangkan oleh Hammer (1981) dengan konsep bahwa erosi yang
masih dapat dibiarkan merupakan fungsi dari kedalaman efektif dan faktor kedalaman
dari masing-masing sub grup tanah, umur guna tanah, dan berat isi tanah (BV).
28
Formula TSL = BVU
DfDe*
* ................................................................ (2)
Dimana, TSL : Erosi yang masih dapat dibiarkan (t ha-1 th-1)
De : Kedalaman efektif (mm)
Df : Faktor kedalaman
U : Umur guna tanah (th)
BV : Berat volume (g cm-3)
Orde tanah merupakan bagian dari sistem klasifikasi tanah USDA (Soil
Taxonomy) di bawah Group. Orde tanah dapat menggambarkan jenis tanah yang
rentan terhadap erosi berdasarkan bahan induk penyusunnya, rejim kelembaban, rejim
suhu, sifat fisikokimia tanah dan lain-lain. Sedangkan formula IBE untuk menentukan
status bahaya lahan terhadap erosi juga merupakan konsep dari Hammer (1981)
sebagai berikut:
Formula IBE = TSL
A ............................................................................. (3)
Dimana, A : Prediksi erosi (t ha-1 th-1)
TSL : Erosi yang masih dapat dibiarkan (t ha-1 th-1)
IBE < 1 berarti lahan masih dalam kondisi aman. Erosi yang terjadi tidak
mengakibatkan penurunan kualitas lahan. IBE > 1 berarti lahan dalam kondisi tidak
aman. Erosi yang terjadi mengakibatkan penurunan kualitas lahan bahkan kerusakan
lahan. Pada tingkat petani, IBE > 1 mengindikasikan perlunya perubahan dalam
pengelolaan tanaman maupun lahan sehingga erosi yang terjadi dapat ditekan hingga
mencapai batas aman.
Kebutuhan terhadap peta-peta digital sangat dibutuhkan dalam penelitian ini.
Apabila belum tersedia peta-peta digital dari tema yang diperlukan, maka dibutuhkan
pekerjaan digitasi, dimana peta-peta hardcopy akan discan terlebih dahulu sehingga
menjadi format analog. Pekerjaan digitasi yang akan dilakukan pada monitor komputer
merupakan pekerjaan yang membutuhkan resource yang besar karena terkait upah
harian. Peta-peta tematik akan disajikan sesuai dengan atribut yang dibutuhkan,
misalnya atribut peta tanah dan iklim yang dikeluarkan dari peta AEZ. Peta-peta
tematik tersebut selanjutnya ditumpangtepatkan (overlay) dengan peta tematik lainnya
(DEM, RBI, Citra, dan administrasi) sehingga menjadi peta satuan unit lahan spesifik.
Seluruh pekerjaan tersebut dilakukan dengan program Arc GIS.
29
Tabel 1. Bahan yang Diperlukan dalam Pembuatan DSS Konservasi Tanah Versi Web
Faktor erosi
Data yang Kdiperlukan
Sumber data
R Data curah hujan harian
Peta Zona Musim (ZOM) Prov. Jawa Barat dengan verifikasi data iklim dari stasiun iklim di wilayah Jateng
K Data kandungan bahan organik, tekstur, kelas struktur, dan permeabilitas tanah
Peta Tanah Skala Tinjau Prov. Jawa Barat dengan verifikasi data survey minipit dan analisis contoh tanah
LS Data panjang dan kelas lereng
Peta DEM (Digital Elevation Model) hasil derivasi dari peta SRTM (Shuttle Radar Topographic Map)
Peta RBI (Rupa Bumi Indonesia) dari Bakosurtanal dengan verifikasi data citra satelit.
R sebagai faktor erosivitas merupakan nilai kekuatan hujan dalam
menyebabkan erosi. Faktor R akan menggunakan sumber data dari atribut iklim peta
AEZ. Data yang disajikan dalam peta AEZ terbatas pada informasi kelas dan sub kelas
iklim. Dari kelas dan sub kelas iklim tersebut terdapat jumlah curah hujan (CH) rata-
rata tahunan disertai dengan jumlah bulan basah dan bulan kering. Data yang
digunakan akan merupakan data seri selama lebih dari 20 tahun. Data tersebut akan
menjadi dasar pembuatan faktor R, dimana data yang digunakan untuk penghitungan
erosivitas akan menggunakan formula Lenvain dengan persamaan:
36,1)(21,2 mRainRm .................................................................................... (4)
Dimana: Rm : Erosivitas hujan bulanan
Rainm : Jumlah curah hujan bulanan (cm)
K adalah faktor erodibilitas tanah, merupakan nilai kemudahan tanah terosi.
Faktor K akan menggunakan sumber data peta AEZ dengan atribut tanah. Pada atribut
tersebut akan muncul family tanah dengan data tabular yang diperlukan dalam
menentukan faktor K. Komponen yang digunakan untuk penentuan faktor K dalam
program SPLaSH versi web ini mengacu pada formula Hammer (1981) yang disajikan
dalam persamaan:
100
)3(5,2)2(25,3)12(*10*713,2 414,1
cbaMK .......................... (5)
Dimana: K : Erodibilitas tanah
M : Parameter ukuran butir tanah
30
a : % Bahan organik
b : Kode struktur tanah
c : Kode permeabilitas tanah
Nilai M didapatkan dari persamaan:
M = (% debu + % pasir sangat halus) * (100 - % liat) ........................... (6)
Bila di dalam Peta Tanah Skala Tinjau tidak memiliki data kuantitatif ukuran
butir tanah, maka program ini memilih data tekstur tanah kualitatif berdasarkan tabel
berikut ini:
Tabel 2. Penilaian Tekstur (M) berdasarkan Hammer (1981)
Kelas tekstur (USDA) Nilai M Kelas tekstur (USDA) Nilai M
Heavy clay Medium clay Sandy clay Light clay Sandy clay loam Silty clay Clay loam
210 750
1213 1685 2160 2830 2830
Sand Loamy sand Silty clay loam Sandy loam Loam Silt loam Silt
3035 3248 3770 4005 4390 6330 8245
Apabila tidak diperoleh data % pasir sangat halus, maka program ini secara
otomatis akan men-generate data % pasir*1/3 sebagai data % pasir sangat halus. Hal
ini dilakukan karena data analisis tanah sangat jarang yang mencakup analisis pasir
sangat halus, kecuali memang diperlukan untuk analisis USLE.
Untuk data bahan organik (a), apabila di dalam Peta Tanah Skala Tinjau hanya
memiliki data bahan organik dalam bentuk analisis karbon (C), maka program ini juga
akan men-generate data % C * 1,724 sebagai data % bahan organik. Bahkan ketika di
dalam Peta Tanah Skala Tinjau tidak ditemukan data kuantitatif bahan organik,
program ini akan menyediakan fasilitas data kualitatif bahan organik seperti dalam
tabel berikut ini:
Tabel 3. Kelas Kandungan Bahan Organik
Kelas Harkat Prosentase BO (%)
0 1 2 3 4
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi
< 1 1 – 2
2,1 – 3 3,1 – 5
> 5
31
Untuk data struktur tanah (b), program ini sudah menyediakan empat kriteria
struktur tanah secara default sebagai berikut:
Tabel 4. Penilaian Struktur Tanah (Hammer, 1981)
Struktur Nilai
Granuler, sangat halus Granuler halus Granuler koarse, sedang Gumpal, lempeng atau pejal
1 2 3 4
Program ini dapat memasukkan nilai kuantitatif maupun kualitatif permeabilitas
tanah (c) di dalam Peta Tanah Skala Tinjau untuk mendapatkan nilai yang selanjutnya
diproses oleh mesin program tersebut.
Tabel 5. Kelas Permeabilitas Tanah (Hammer, 1981)
Kelas cm/jam Nilai
Cepat Sedang sampai cepat Sedang Sedang sampai lambat Lambat Sangat lambat
25,4 12,7 – 25,4 6,3 – 12,7 2,0 – 6,3 0,5 – 2,0
< 0,5
6 5 4 3 2 1
Data faktor K yang diturunkan dari Peta Tanah Skala Tinjau. Data tersebut akan
diverifikasi dengan menggunakan peta tanah di lokasi bersangkutan untuk menggali
informasi lebih dalam lagi.
L merupakan faktor panjang lereng sedangkan S adalah faktor kemiringan
lereng. Faktor L dan S merupakan hal yang terpisahkan dalam prinsip mempelajari
erosi sehingga sering kedua istilah tersebut digabungkan menjadi LS. Dari data SRTM,
akan diperoleh peta DEM sesuai dengan kategori panjang dan kemiringan lereng yang
kita kehendaki. Dengan menggunakan input parameter panjang aktual lereng (l) dan
kemiringan aktual lereng (S) dari hasil pengolahan peta DEM, program SPLaSH versi
web akan menghitung faktor LS. Untuk tingkat kemiringan < 22%, menggunakan
rumus Wiscmeier (1978) dengan persamaan sebagai berikut:
100
1387,0965,038,1(* 2SSLLS
.......................................... (7)
32
Sedangkan untuk kemiringan yang lebih curam, program ini menggunakan
rumus Gregory et al., (1977) dengan persamaan sebagai berikut:
)sinsin*5,0(*cos*7046,34*21,2
249,2249,1503,1
5,0
SSSL
LS
. (8)
C adalah faktor pengelolaan tanaman, merupakan indeks perlindungan
tanaman terhadap agensia erosi. Dalam program SPLaSH versi web ini, faktor C
diambil dari beberapa sumber literatur yang dipilih dengan pertimbangan yang matang.
Kelemahan dari daftar faktor C ini adalah jumlahnya yang terbatas, belum
mengakomodir seluruh praktik pengelolaan tanaman oleh petani. Untuk mengurangi
tingkat kesalahan, pengguna harus selektif dalam memilih faktor C tersebut di dalam
program SPLaSH versi web. Berikut disajikan daftar nilai faktor C yang digunakan
dalam program SPLaSH versi web
Prinsip Penentuan Rekomendasi
Perbedaannya terletak pada sumber data dan hasil rekomendasi. Peluang
rekomendasi yang dihasilkan dari formula tersebut adalah rekomendasi teknik
pengelolaan lahan (P) dan pemilihan tanaman komoditas (C) (Gambar 3). Penetuan
rekomendasi di dalam SPLaSH versi web adalah teknik penegelolaan lahan (P) karena
tidak melibatkan faktor agroekosistem yang sebagian komponennya tidak dapat
dimodifikasi maupun dimanipulasi (given). Contohnya adalah penentuan jenis tanaman
komoditas yang sulit dipraktekkan karena pemilihan tanaman komoditas sangat
tergantung pada kesesuaian lahan setempat, nilai budaya, modal, dan pemasaran.
Rekomendasi teknik pengelolaan lahan lebih mudah dilaksanakan oleh petani karena
hambatannya paling sedikit.
Rekomendasi teknik pengelolaan lahan (P) diperoleh dari persamaan 1 diatas,
yaitu
CSLKR
AP
**** ................................................................................... (9)
Nilai A diperoleh dari persamaan:
A = IBE * TSL ...................................................................................... (10)
Dimana, IBE : Indeks Bahaya Erosi
33
TSL : Erosi yang masih dapat dibiarkan
IBE merupakan bilangan natural <1 sehingga diharapkan bahwa dengan
kondisi lahan sekarang, setiap alternatif teknik pengelolaan lahan yang
direkomendasikan dipastikan aman dari erosi yang berlebihan.
Gambar 5. Bagan Alir Struktur Kerja Program SPLaSH Versi Web
P adalah faktor pengelolaan lahan, merupakan indeks perlindungan lahan
terhadap agensia erosi. Kelemahan dari daftar faktor P ini adalah jumlahnya yang
terbatas, belum mengakomodir seluruh praktik pengelolaan lahan oleh petani. Untuk
mengurangi tingkat kesalahan, pengguna harus selektif dalam memilih faktor P yang
direkomendasikan oleh DSS konservasi tanah versi web.
34
Penelitian Perakitan Sistem Pengambilan Keputusan Program DSS
KonservasiTanah dan Kebutuhan Pupuk ke dalam Website Balai Penelitian
Tanah
Teknologi web pada dasarnya merupakan teknologi penyusunan dan
penyimpanan halaman informasi pada sebuah tempat yang disebut web server. Web
ini dapat diakses oleh pengguna yang bertindak sebagai client dengan menggunakan
referensi Uniform Resource Identifier (URI) pada web browser dan selanjutnya sistem
mencari halaman yang diminta. Permintaan tersebut segera disampaikan ke server
dengan menggunakan HTTP (HyperText Transfer Protocol).HTTP tersebut memiliki
fungsi mirip sebagai intrepetter (penerjemah bahasa) antara dua pihak yang sedang
berkomunikasi.Setelah permintaan disampaikan kepada web server dan jika halaman
yang diminta sudah ditemukan maka web server akan memberikannya kepada client
juga dengan menggunakan intepretter atau protocol yang sama yaitu HTTP. Proses ini
hanya membutuhkan waktu beberapa mikrodetik saja hingga halaman webterrdisplay
(ditampilkan) pada komputer client. Tetapi kecepatan ini juga sangat tergantung pada
koneksi internet.
Pada kegiatan penelitian ini, halaman web yang berisi sistem informasi
konservasi tanah dan kesuburan berupa sistem pengambilan keputusan akan
dipasangkan sebagai tautan (hyperlink) pada halaman web Balai Penelitian Tanah. Hal
ini juga dimaksudkan sebagai penegasan bahwa teknologi ini merupakan produk dari
Balai Penelitian Tanah.
Pada halaman web DSS konservasi tanah dan kesuburan ini terdapat fitur “add
placemark” atau penanda lokasi yang dipilih. Setelah pengguna setuju dan
memberikan konfirmasi pada letak penanda lokasi tersebut, maka direncanakan akan
langsung muncul jendela informasi mengenai 2 hal yaitu: i) informasi koordinat bumi
dan lokasi administrasi, serta ii) pilihan masuk ke menu “simulasi SPLaSH atau
Rekomendasi Pupuk”. Menu tersebut sebenarnya merupakan menu dari sistem
pengambilan keputusan pengelolaan lahan berbasis konservasi tanah. Ada 3 sub menu
yang merupakan rangkaian tak terpisah dari sistem ini yaitu: i) sub menu Data,
merupakan menu interaktif dimana pengguna dapat memberikan input data yang
diperlukan oleh sistem ini, ii) sub menu Proses, merupakan display informasi akan hasil
perhitungan data berdasarkan input data sebelumnya, dan iii) sub menu Hasil,
merupakan pilihan teknologi pengelolaan lahan (faktor P) yang memberikan hasil erosi
lebih rendah dibandingkan dengan erosi yang masih dapat diabaikan.
35
Struktur Menu
Gambar 6. Bagan Alir Struktur Menu Sistem Informasi Konservasi Tanah dan Kesuburan Berbasis web
Sub menu Hasil juga memberikan tautan terhadap masing-masing teknologi
pengelolaan lahan terpilih tersebut yang isinya sama dengan menu “informasi teknik
konservasi tanah”. Pada aplikasi rekomendasi pupuk, maka sub menu Hasil juga
memberikan tautan terhadap identifikasi detil rekomendasi pupuk. Untuk lebih
jelasnya, berbagai menu dan hierarkinya dapat dilihat pada bagan alir Gambar 4.
Validasi Sistem Informasi Pengelolaan Lahan
Kegiatan validasi sangat penting dilakukan untuk mengetahui akurasi dan
presisi dari sistem informasi yang dibuat. Untuk TA 2014, validasi dilakukan secara
deskwork dengan cara membandingkan karakteristik tanah berdasarkan atribut basis
data yang telah disediakan di sistem dengan laporan hasil survey tanah baik berupa
pengamatan lapang maupun uji sampel tanah laboratorium. Lokasi pengamatan
lapangan dan pengambilan sampel tanah akan diseleksi secara ketat agar benar-benar
mewakili karakteristik pedon maupun satuan pengelolaan tanah (SPT).
Kegiatan ini akan sangat menarik karena atribut basis data dalam sistem
merupakan hasil interpretasi peta tanah, bahan induk, lereng dan ikim. Perbedaan
kemungkinan besar akan dijumpai antara hasil interpretasi tersebut dengan fakta
Web Balai
Penelitian Tanah
Halaman Utama
DSS versi web
Menu Utama
(google map)
Info Teknik
Konservasi
Manual
DSSkonserva
si tanah Info lokasi
(koordinat,
admin)
Aplikasi
Rek.omendasi
Pupuk
Data
Perhitungan
Hasil
Aplikasi SPLaSH
36
lapang dan laboratorium. Semakin besar perbedaan tersebut maka atribut basis data
dari sistem akan semakin lemah validitasnya. Begitu pula sebaliknya, semakin kecil
perbedaannya, maka hasil interpretasi sifat tanah berdasarkan expertise justice
tersebut akan semakin valid.
Tingginya validitas sistem akan sangat menentukan daya gunanya oleh
masyarakat pengguna. Panduan analisis juga akan semakin fokus untuk mendapatkan
nilai-nilai karakteristik lahan yang baik. Apabila dalam kegiatan ini dihasilkan
kesimpulan tidak valid, maka sistem akan dilengkapi dengan pemberitahuan (notice)
untuk menggunakan data karakteristik tanah dan iklim pada petak yang dijadikan
lokasi kajian agar mendapatkan hasil prediksi erosi dan rekomendasi teknik konservasi
yang lebih akurat.
3.3.2.3. Penelitian pendugaan cadangankarbon pada pengelolaan tanah dan
tanaman tanah mineral
Model CQESTR merupakan model C sekuestrasi yang mulai dikembangkan sejak
tahun 2000. Model ini termasuk prosess based model yang menggunakan informasi
yang disimpan dalam file manajementanaman dan C faktor dari Revised Universal Soil
Loss Equation. CQESTR juga dapat digunakan untuk mengevaluasi dampak lingkungan
dari pembuangam residu tanaman hasil panen dari lahan pertanian (Liang et al.,
2008).
CQESTR model dapat digunakan untuk memprediksi tren C tanah di daerah
temperate (Rickman et al., 2000). Model CQESTR versi 1.0 mengindikasikan bahwa
model mudah untuk diaplikasikan dan dapat digunakan untuk memprediksi tren karbon
di daerah temperate dengan kondisi drainase tanah tergolong baik (Rickman et al.,
2002).
CQESTR merupakan model C balance yang menghubungkan bahan residu
organik, manajemen tanaman, dan pengolahan lahan untuk memprediksi penambahan
atau pengurangan SOM (soil organic matter).Penggunaan CQESTR dapat digunakan
untuk melakukan evaluasi pengelolaan lahan sehingga produktivitas tanah dapat lestari
dan berkesinambungan.Model dari CQESTR dapat disajikan seperti Gambar 7 berikut :
37
Gambar 7. Diagram Keterkaitan Variabel-Variabel dalam Model CQESTR
Kegiatan penelitian ini membutuhkan data rotasi tanaman, hasil panen, praktek
pengolahan lahan, informasi pupuk yang digunakan, pembenah tanah organik,
pembenah tanah yang digunakan, kandungan N Dari residu tanaman dan amel,
karakteristik akar, BD awal, kadar SOM awal,rata rata data curah hujan bulanan, rata
rata data temperatur bulanan, tekstur tanah, kelas drainase tanah Tabel
6).Perbandingan nilai observasi dan simulasi model CQSTR di Columbia, Champaign,
Lincoln, dan Sidney menghasilkan r2 = 0,94, P< 0,001). Nilai ini menunjukkan bahwa
CQESTR dapat memprediksi dinamika bahan organik di bawah variasi iklim dan praktek
manajemen lahan (Liang et al., 2008).
38
Tabel 6. Input Data Model CQESTR
Keterangan Informasi minimum
Informasi lokasi Keterangan lokasi: nama desa, kabupaten
Posisi landscape
Latitude, longitude, ketinggian
Pengeloaan lahan Tanggal operasi
Jenis pengolahan lahan
Kedalaman pengolahan lahan
Persentase residu di permukaan tanah
Fraksi residu yang dikubur dan kedalaman
Cropping systems Rotasi tanaman
Hasil panen dan residu, atau harvest index
Kandungan N pada residue hasil panen tiap tanaman
Shoot to grain ratio
Karakteristik akar
Rasio akar dengan bagian atas tanaman tiap panen (root
to shoot ratio)
Pupuk/pembenah tanah Tipe pembenah tanah organik
Tanggal aplikasi
Jumlah aplikasi
Kandungan carbon, nitrogen, dan kelembaban dari
pembenah
Sifat tanah Kedalaman, jumlah lapisan, pengukuran C organik tiap
lapisan
SOM/SOC awal tiap lapisan
SOC/SOM awal
Soil series
BD
Tekstur
Kelas drainase tanah
Kedalaman profile tanah atau restricted layer Iklim Rata-rata bulanan temperatur udara
Rata-rata bulanan curah hujan
Evapotranspirasi Keterangan: - Rotasi tanaman jagung-ubi kayu-padi - Residue tanaman: dikembalikan, dibuang - Penggunaan pupuk kandang: tanpa pupuk kandang ( kontrol), pupuk kandang 2,5 t ha-1
- Pengolahan tanah minimum - Menggunakan rancangan Petak terpisah dengan tiga ulangan.
39
ANALISIS RISIKO Penelitian ini melibatkan banyak variable dan berlangsung secara time series
sehingga interaksi antara variable sangat kompleks. Hal ini menimbulkan risiko
kegagalan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang melibatkan variable
sedikit (Tabel7 dan8).
Tabel 7. Daftar Risiko Penelitian Pengembangan System Informasi
Pengelolaan Tanah
No Risiko Penyebab Dampak
1 Database pengelolaan lahan sawah Kurang valid
Inventaris data di Instansi terkait kurang baik
Formulasi masalah kurang tepat
2 Database pengelolaan lahan kering Kurang valid
Inventaris data di Instansi terkait kurang baik
Formulasi masalah kurang tepat
3. Peta dasar yang dipakai
kurang valid
Peta dasar kurang tersedia Peta informasi
pengelolaan lahan kurang tepat
4. Tanaman kekurangan air Curah hujan dibawah rata-
rata normal
Produktivitas tanaman
rendah
5. Serangan hama meningkat
(booming)
Kondisi iklim mendukung
perkembangan
hama/penyakit
Produktivitas tanaman
rendah
6. Pemupukan tanaman
dibawah rekomendasi
Harga pupuk mahal Produktivitas tanaman
rendah
7. Mutu benih kurang baik Harga benih unggul mahal Produktivitas tanaman
rendah
Tabel8 . Daftar Penanganan Risiko Penelitian Pengembangan System Informasi
Kesuburan dan Pengelolaan Tanah
No Risiko Penyebab Penanganan risiko
1. Database pengelolaan
lahan sawah Kurang valid
Inventaris data di Instansi
terkait kurang baik
Lakukan validasi database
2. Database pengelolaan lahan kering Kurang valid
Inventaris data di Instansi terkait kurang baik
Lakukan validasi database
3. Peta dasar yang dipakai
kurang valid
Peta dasar kurang
tersedia
Lakukan penelusuran peta
dasar lebih intensif
4. Tanaman kekurangan air Curah hujan dibawah
rata-rata normal
Adaptasi varietas tahan kering
5. Serangan hama meningkat
(booming)
Kondisi iklim mendukung
perkembangan
hama/penyakit
Menggalakkan penerapan
pengelolaan hama terpadu
6. Pemupukan tanaman
dibawah rekomendasi
Harga pupuk mahal Merumuskan dan
mengusulkan kebijakan
subsidi pupuk
7. Mutu benih kurang baik Harga benih unggul mahal Merumuskan dan
mengusulkan kebijakan
subsidi benih
40
V. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN
Tabel 9. Tenaga yang Terlibat dalam Pelaksanaan Penelitian Pengembangan Sistem
Informasi Pengelolaan Tanah T.A. 2014
Nama lengkap, Gelar dan
NIP
Jabatan Kedudukan dalam
kegiatan
Alokasi waktu (OB)
Fungsional
Struktural
Dr. I G P Wigena NIP. 19581231 198703 1 004
Peneliti Madya PJ RPTP 6
Setiari Marwanto, MSi NIP. 19770713 200212 1 003
Peneliti Muda PJROPP 4
Rahmah Dewi Yustika, SP, MSi NIP. 19781117 200312 2 001
Peneliti Muda PJ ROPP 4
Ir. I. Wayan Suastika, MSi NIP. 19610815 199003 1 001
Peneliti Madya Anggota 2
Dr. Ai Dariah NIP. 19620210 198701 2 001
Peneliti Madya Anggota 2
Dr. Irawan NIP.19581128 198303 1 002
Peneliti Madya Anggota 2
Dr. Husnain NIP.19730910 200112 2 001
Peneliti Muda Anggota 2
Dr. Diah Setyorini NIP.19620624 198603 2 002
Peneliti Madya Anggota 2
Ir. Tagus Vadari NIP. 19591005 198903 1 001
Analis optimasi Rehabilitasi dan konservasi
Anggota 2
Dr. Umi Haryati NIP. 19601017 198903 2 001
Peneliti Mudya Anggota 2
Dr. Maswar, M.Agr.Sc NIP. 19620527 199203 1 001
Peneliti Mudya Anggota 2
Muhtar, SP, MP NIP. 19791116 200801 1 008
- Ka. Kebun Percobaan
Anggota 1
Moch. Iskandar, A.Md NIP.19661120 199503 1 002
Litkayasa Anggota 2
Kartiwa NIP.19630114 199203 1 002
Litkayasa Penyelia
Teknisi 2
Imam Purwanto, SP NIP. 19590910 198203 1 003
Litkayasa Penyelia
Teknisi 2
Rahmat Hidayat NIP. 19581022 198203 1 002
Litkayasa Penyelia
Teknisi 2
Darsana Sudjarwadi NIP. 19600401 198303 1 002
Litkayasa Penyelia
Teknisi 2
Sulaeman NIP. 19590626 199203 1 000
- Teknisi 2
Edi Somantri NIP. 19581021 198203 1 001
Litkayasa Penyelia
Teknisi 2
Petugas lapang BPTP Teknisi 2
Petugas KP Taman Bogo - Teknisi kebun 2
41
Prof. Dr. Fahmuddin Agus NIP. 19590110 198603 1 001
Peneliti Utama Narasumber 2
Dr. Ir. Ali Jamil , MP NIP. 19650830 199803 1 001
Peneliti Madya Narasumber 1
Dr. Ir. Sudradjat, MS - Narasumber 2
Erich Erlangga - Programmer 6
Moh Jazem Programmer 6
Programmer - Programmer 2
42
Jangka Waktu Kegiatan
Merupakan penelitian jangka panjang, mulai T.A 2013 – T.A 2014, untuk T.A
2014, jadwal kegiatan sbb:
Tabel 10. Jadwal pelaksanaanPenelitian Pengembangan Sistem Informasi Pengelolaan
Tanah T.A. 2014
Kegiatan Waktu Pelaksanaan (Bulan ke..... tahun 2014)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Pembuatan Proposal dan Juklak
Pra survey dan penetapan lokasi
Deskwork dan survey Uji coba teknik produksi
Analisis contoh pupuk Pengolahan data Penyusunan laporan
Pembiayaan
Untuk T.A. 2014, total dana yang dialokasikan sebesar Rp 270 000 000 (Dua
ratus tujuhpuluh juta rupiah), yang dijabarkan ke dalam rincian Tabel 11 sebagai
berikut:
Tabel 11. Rincian Alokasi Dana Penelitian Pengembangan Sistem Informasi
Pengelolaan Tanah T.A 2014
Kode Kegiatan1 Kegiatan2 Kegiatan3 Jumlah
Belanja bahan 17 000 000 18 040 000 27 500 000 62 540 000
Honor output kegiatan 40 000 000 23 200 000 2 500 000 65 700 000
Belanja barang non
Operasional:
-
5 760 000
16 000 000
21 760 000
Belanja sewa
- Sewa kendaraan
-
-
-
-
Belanja Perjalalan Lainnya
- Perjalanan dinas untuk
pelaksanaan penelitian
40 000 000
36 000 000
44 000 000
120 000 000
Total 97000 000 83 000 000 90 000 000 270000 000
43
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2012. Workshop Nasional: Pengembangan Kebijakan Pertanian Mendukung Pencapaian Target Sukses Kementan 2014 Melalui Aplikasi System Modelling. Jakarta, 14 Juli 2012.
Bot A, Benites J. 2005. The importance of soil organic matter Key to drought-resistance soil and sustained food and production. FAO Soils Bulletin 80 Rome.
Eriyatno. 2004. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Managemen. IPB Press. Bogor.
Fizzanty, T., N. Grace, D. Hidayat. 2012. Inovasi Frugal di Indonesia: Kajian terhadap Permintaan Efektif, Kemampuan Teknologi, dan Kewirausahaan. Forum Tahunan Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Inovasi (Iptekin) Nasional II Tahun 2012. Jakarta.
Hairiah K, Ekadinata A, Sari RR, Rahayu S. 2011. Petujuk Praktis Pengukuran Cadangan Karbon Dari Tingkat Lahan ke Bentang Lahan. Edisi ke-2. World Agroforestry Centre.
Hammer HI. 1981. Second Soil Conservation Consultant Report. AGOVINS/78/006.~Tech. Note No. 10. Centre for Soil Research. Bogor. Indonesia.
Hartrisari. 2007. Sistem Dinamik. Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri dan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. SEAMEO BIOTROP. Bogor
Jenkinson DS. 1991. The Rothamsted long term experiments: are they still of use? Agron J. 83: 2-10.
Lal R. 1997. Residue management, conservation tillage and soil restoration for mitigating greenhouse effect by CO2-enrichment. Soil Tillage Res. 43:81-107.
Lal R. 2001. Soil degradation by erosion. Land Degradation & Development 12: 519–539. DOI: 10.1002/ldr.472
Las I. S Rochayati. D Setyorini. 2010. Peta Potensi Penghematan Pupuk Anorganik dan Pengembangan Pupuk Organik pada Lahan Sawah. Badan Litbang Deptan.
Liang Y, Gollany HT, Rickman RW, Albrecht SL, Follet RF, Wilhelm WW, Novak JM, Douglas CL. 2008. CQESTR simulation of management practice effects on long term soil organic carbon. Soil Sci. Soc. Am. J. 72:1486-1492.
Lim JK, Sagong M, Engel BA, Tang Z, Choi J, Kim K. 2005. GIS based sediment assessment tool. Catena 64: 61–80.
Mao D, Cherkauer KA, Flanagan DC. 2010. Development of a coupled soil erosion and large-scale hydrology modeling system. Water Resources Research, Vol. 46, W08543. DOI:10.1029/2009WR008268
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
44
Merritt WS, Letcher RA, Jakeman AJ. 2003. A review of erosion and sediment transport models. Environmental Modeling and Software 18: 761–799. DOI: 10.1016/S1364-8152(03)00078-1
Rochayati S, D. Setyorini and J Sri Adiningsih. 2002. Peranan uji tanah dalam meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Paper presented in seminar “Teknologi untuk Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Pupuk di Indonesia”. BPPT.Jakarta, 6 Mei 2002.
Sanchez PA. 1976. Properties and Management Soils in The Tropics. A Wiley-Interscience Publication. John Wiley and Sons. New York.
Setyorini D, LR Widowati, S. Rochayati, 2004. Teknologi Pengelolaan Hara Lahan
Sawah Intensifikasi .In Tanah Sawah and Pengelolaannya, Agus et al. Ed. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Supriyadi S. 2008. Kandungan bahan organik sebagai dasar pengelolaan tanah di lahan kering Madura. Embryo, 5(2): 176-183.
Wigena, I G.P. 2009. Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan (Studi Kasus di Perkebunan PIR – Trans PTPN V Sei Pagar Kabupaten Kampar Provinsi Riau). Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Wischmeier WH and Smith DD. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses - A Guide to Conservation Planning. Agriculture Handbook No. 537. U.S. Department of Agriculture, Washington DC.
Xu Y, Shao X, Kong X, Peng J, Cai Y. 2008. Adapting the RUSLE and GIS to model soil erosion risk in a mountains karst watershed, Guizhou Province, China. Environmental Monitoring and Assessment 141: 275–286. DOI: 10.1007/s10661-007-9894-9
Zhang Y, Degroote J, Wolter C, Sugumaran R. 2009. Integration of Modified Universal Soil Loss Equation (MUSLE) Into A GIS Framework to Assess Soil Erosion Risk. Land Degrad. Develop. 20: 84–91.