Penelitian Manscab 2003 (2)
-
Upload
rahmatidam -
Category
Documents
-
view
57 -
download
1
Transcript of Penelitian Manscab 2003 (2)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangHipertensi merupakan peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg. Hipertensi
diklasifikasikan atas hipertensi primer atau esensial (90-95%) dan hipertensi sekunder (5-
10%). Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut
juga hipertensi idiopatik. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus.
Pada hipertensi sekunder penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit
ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, sindrom cushing,
feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain –
lain . (Sudoyo, Aru W dkk. 2009).
Data WHO tahun 2008 menunjukkan bahwasannya di seluruh dunia sekitar 972 juta
orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan
26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari
972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di
negara sedang berkembang, temasuk Indonesia.
Di Negara berkembang, diperkirakan akan terjadi kenaikan kasus hipertensi. Pada
tahun 2000 kasus hipertensi berjumlah 639 juta, dan diperkirakan akan terjadi kenaikan kasus
sebesar 80% pada tahun 2025 menjadi 1,15 milyar kasus. Prediksi ini didasarkan pada angka
penderita hipertensi dan pertambahan penduduk saat ini. (Armilawaty, 2007).
Kejadian hipertensi di Indonesia berdasarkan Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2007, prevalensi hasil pengukuran tekanan darah pada penduduk umur 18 tahun
ke atas adalah sebesar 31, 7%. Prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39, 6%),
dan terendah di Papua Barat (20, 1%). Provinsi DKI Jakarta menempati urutan ke 24 (28,
8%) dengan masing – masing selisih yang tidak terlalu besar.
Berdasarkan profil kesehatan DKI tahun 2007 menurut Kabupaten atau Kota
prevalensi hipertensi berdasarkan hasil tekanan darah berkisar antara 23, 8 – 35, 6%.
Prevalensi tertinggi di Jakarta Pusat sebesar 35, 6%, sedangkan Jakarta Selatan menempati
urutan kedua dengan prevalensi sebesar 31,1%, selanjutnya adalah Kepulauan Seribu sebesar
i
30 %, Jakarta Timur sebesar 29,4 %, Jakarta Utara sebesar 28,7 %, Dan Jakarta Barat sebesar
23,8 %.
Penyakit tersebut timbul karena berbagai faktor risiko. Faktor resiko yang
mempengaruhi terjadinya hipertensi adalah faktor resiko yang dapat dimodifikasi seperti
merokok, obesitas, stres, aktivitas fisik, dan asupan garam, dan faktor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi seperti keturunan, jenis kelamin, dan umur. Bagi penderita hipertensi, penting
mengenal hipertensi dengan pengaturan pola makan yang baik dan aktivitas fisik yang cukup.
Gaya hidup sangat berpengaruh terhadap kondisi fisik maupun psikis seseorang.
Perubahan gaya hidup dan rendahnya prilaku hidup sehat dapat menimbulkan berbagai
masalah kesehatan. Status gizi menentukan keadaan kesehatan seseorang, apabila status gizi
baik maka kesehatan akan baik pula, namun lain halnya dengan status gizi lebih, dapat
mengakibatkan timbulnya penyakit degenerative, seperti hipertensi, PJK, kanker, dan
diabetes mellitus. Status gizi lebih disebabkan oleh gaya hidup, menurut WHO (2002)
kematian akibat gaya hidup meliputi serangan jantung, hipertensi, kanker, dan diabetes
mellitus. Merokok merupakan faktor resiko terpenting untuk terjadinya penyakit tidak
menular, karena dapat menyebabkan aterosklerosis dini, jantung koroner, penyakit paru
obstruktif kronik, kanker paru, juga dapat meningkatkan tekanan darah sebagai faktor resiko
terjadinya stroke. (Kosen,2001 dalam Siregar, 2004). Kandungan nikotin dalam rokok
menyebabkan peningkatan frekuensi denyut jantung serta meningkatkan tekanan sistolik dan
diastolic. (Kaplan dan Stemler,1994).
Menurut karakteristik responden DKI Jakarta prevalensi hipertensi meningkat sesuai
peningkatan umur. Berdasarkan pengukuran tekanan darah didapatkan lebih tinggi pada jenis
kelamin laki – laki, sebaliknya berdasarkan diagnosis maupun riwayat konsumsi obat
ditemukan lebih tinggi pada perempuan. Prevalensi hipertensi cenderung tinggi pada tingkat
pendidikan yang lebih rendah, Nampak sedikit meningkat pada tingkat pendidikan tamat
perguruan tinggi, dan lebih tinggi pada yang tidak bekerja.
Tetapi, pengendalian hipertensi hingga kini belum memuaskan bahkan di negara maju
sekalipun. Di berbagai negara, pengendalian hipertensi baru mencapai 8% karena banyak
terdapat berbagai kendala, diantaranya penderita hingga sarana pelayanan yang tersedia.
Pengendalian hipertensi di Indonesia, sesuai skala prioritas mencakup pencegahan, penemuan
dini (diagnosis dini) dan memulai terapi. Pencegahan meliputi perubahan gaya hidup, dan
pemeriksaan berkala untuk keperluan identifikasi hipertensi. Penemuan dini bisa dilakukan
dengan skrining pada populasi, serta meningkatkan kesadaran masyarakat terutama mereka
yang berisiko.
Kecamatan Pancoran adalah salah satu dari kecamatan yang terletak di Jakarta
Selatan, yang memiliki 9 puskesmas sebagai pelayanan paling dasar kesehatan masyarakat.
Puskesmas Kecamatan Pancoran terletak di kelurahan Duren Tiga, sehingga di kelurahan ini
terdapat 2 buah puskesmas yakni Puskesmas Kecamatan Pancoran dan Puskesmas Kelurahan
Duren Tiga. Tujuh puskesmas lainnya terletak menyebar di kelurahan Rawa Jati, kelurahan
Pengadegan, kelurahan Pancoran, dan kelurahan Kalibata.
Berdasarkan data yang diterima dari Puskesmas Kecamatan Pancoran tahun 2010,
kunjungan hipertensi di poli Pelayanan Umum menempati urutan ke 3 dalam 10 penyakit
terbanyak di puskesmas kecamatan pancoran. Dari tahun ke tahun, persentase kunjungan
hipertensi makin meningkat. Pada tahun 2006, persentase kunjungan hipertensi adalah
sebesar 9, 58%. Di tahun 2007, 2008, 2009, dan 2010 makin meningkat dengan masing –
masing 12, 5%; 17, 3%; 18, 2%; dan 18, 9%. Pada tahun 2008-2009 kunjungan Hipertensi di
poli Pelayanan Umum 24 jam menempati urutan ke-lima dalam 10 penyakit terbanyak.
Sedangkan pada tahun 2010 persentasi kunjungan Hipertensi menurun.
1.2 Perumusan Masalah Besarnya angka prevalensi Hipertensi di Puskesmas Kec. Pancoran pada pelayanan
BP Umum semakin meningkat setiap tahunnya sejak tahun 2006 – 2010 yaitu sebesar 9, 58
%, 12, 5%, 17, 3%, 18, 2% dan 18, 9%. Sedangkan di Puskesmas tersebut belum pernah
dilakukan penelitian mengenai Hipertensi dan faktor apa saja yang sangat berperan terhadap
terjadinya penyakit hipertensi pada Puskesmas kec. Pancoran khususnya faktor gaya hidup,
seperti merokok, asupan garam berlebih, dan status gizi. Karena pada masa kini telah terjadi
pergeseran kejadian hipertensi dari penderita dengan umur lanjut menjadi umur produktif.
Sedangkan dampak yang ditimbulkan lebih berat dirasakan pada umur produktif
dibandingkan umur lanjut.
Untuk itu penulis ingin meneliti hubungan faktor gaya hidup dengan hipertensi pada
pasien di Puskesmas Kec. Pancoran pada tahun 2011.
1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Apakah faktor asupan garam berlebihan berhubungan dengan penderita hipertensi yang
berobat di Puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan tahun 2011?
2. Apakah faktor obesitas berhubungan dengan penderita hipertensi yang berobat di
Puskesmas Kecamatan Pancoran tahun 2011?
3. Apakah faktor kebiasaan merokok berhubungan dengan penderita hipertensi yang
berobat di Puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan tahun 2011?
4. Apakah faktor olahraga berhubungan dengan penderita hipertensi yang berobat di
Puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan tahun 2011?
5. Apakah faktor stres berhubungan dengan penderita hipertensi yang berobat di Puskesmas
Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan tahun 2011?
6. Apakah faktor konsumsi alkohol berhubungan dengan penderita hipertensi yang berobat
di Puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan tahun 2011?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan UmumDiketahuinya hubungan faktor gaya hidup dengan kejadian hipertensi di Puskesmas
Kecamatan Pancoran tahun 2011 .
1.4.2 Tujuan Khusus1. Diketahuinya hubungan faktor asupan garam dengan kejadian hipertensi terhadap
penderita hipertensi yang berobat di Puskesmas Kecamatan Pancoran tahun 2011.
2. Diketahuinya hubungan faktor olahraga dengan kejadian hipertensi terhadap penderita
hipertensi yang berobat di Puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan tahun 2011.
3. Diketahuinya hubungan faktor kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi
terhadap penderita hipertensi yang berobat di Puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta
Selatan tahun 2011.
4. Diketahuinya hubungan faktor olahraga dengan kejadian hipertensi terhadap penderita
hipertensi yang berobat di Puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan tahun 2011.
5. Diketahuinya hubungan faktor stres dengan kejadian hipertensi terhadap penderita
hipertensi yang berobat di Puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan tahun 2011.
6. Diketahuinya hubungan faktor konsumsi alkohol terhadap penderita hipertensi yang
berobat di Puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan tahun 2011.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat teoritikMemperkuat teori-teori yang menyatakan bahwa hipertensi dapat disebabkan oleh
berbagai sebab, salah satunya akibat dari faktor gaya hidup di Puskesmas Kecamatan
Pancoran.
1.5.2 Manfaat metodologik
Bagi peneliti dan lembaga penelitian, hasil penelitian ini dapat menjadi dasar untuk
melakukan penelitian analitik lanjutan, yaitu penelitian kohort karena disain penelitian
tersebut lebih kuat untuk membuktikan setiap variabel-variabel penelitian atau faktor-faktor
kejadian hipertensi yang berobat di Puskesmas Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan.
1.5.3 Manfaat aplikatif
1.5.3.1 Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan prasyarat pendidikan dan diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan wawasan tentang bagaimana hubungan faktor gaya hidup dengan
kejadian hipertensi di Puskesmas Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan.
Dapat menjadi data tambahan untuk mengetahui tingkat kejadian hipertensi di
Puskesmas Kecamatan Pancoran di tahun 2011.
1.5.3.2 Bagi FKK-UMJMenambah hasil karya tulis ilmiah di perpustakaan FKK UMJ yang dapat
dimanfaatkan mahasiswa angkatan baru di kemudian hari.
1.5.3.3 Bagi Peneliti LainSebagai pengalaman atau perbandingan untuk penelitian berikutnya.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi HipertensiHipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang melebihi tekanan darah normal
yaitu lebih dari atau sama dengan 140/90 mmHg (Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, 2011),
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik
lebih dari 90 mmHg (Kaplan N.M , 2006).
Kriteria Diagnostik Hipertensi Menurut JNC VII
Tabel I
2.2 Klasifikasi dan Etiologi Hipertensi
2.2.1 Klasifikasi Hipertensi
2.2.1.1 Hipertensi Primer (essensial)Hipertensi primer (esensial) adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang
dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal, Hipertensi ini tidak
diketahui penyebabnya dan mencakup + 90% dari kasus hipertensi (Wibowo, 1999).
Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena
interaksi antara faktor-faktor yang mendorong timbulnya kenaikan darah (Ilmu Penyakit
Dalam jilid II tahun 2011)
2.2.1.2 Hipertensi SekunderHipertensi sekunder memiliki patogenesis yang spesifik. Hipertensi Sekunder dapat
terjadi pada individu dengan usia sangat muda tanpa disertai riwayat hipertensi dalam
keluarga. Individu dengan hipertensi pertama kali pada usia di atas 50 tahun atau yang
sebelumnya diterapi tapi mengalami refrakter terhadap terapi yang diberikan mungkin
mengalami hipertensi sekunder. Penyebab hipertensi sekunder antara lain penggunaan
estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler ginjal, hiperaldosteronisme primer dan
sindroma chusing feokromsitoma, koarktasio aorta, kehamilan, serta penggunaan obat-obatan
(Adcock B.B. et al., 1997).
Hipertensi sekunder adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar kedua selain
hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui dan ini menyangkut lebih dari 10%
dari kasus-kasus hipertensi. (Sheps, 2005).
2.2.2 Etiologi Hipertensi
Etiologi hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan
Total Peripheral Resistance (TPR). Maka peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang
tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan kecepatan denyut jantung
dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus SA. Peningkatan
kecepatan denyut jantung yang berlangsung kronik sering menyertai keadaan hipertiroidisme.
Namun, peningkatan kecepatan denyut jantung biasanya dikompensasi oleh penurunan
volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak meninbulkan hipertensi (Corwin,2002).
Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila terdapat
peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan penanganan garam dan
air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau
aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan
garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume
diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkata
preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik ( Amir,2002)
Peningkatan Total peripheral resistance yang berlangsung lama dapat terjadi pada
peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan
dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan
pembuluh darah. Pada peningkatan Total peripheral resistance, jantung harus memompa
secara lebih kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk
mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan
dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik.
Apabila peningkatan afterload berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai
mengalami hipefrtrofi (membesar). Dengan hipertrofi, kebutuhan ventrikel akan oksigen
semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi
untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai
tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan
kontraktilitas dan volume sekuncup.( Hayens, 2003 ).
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
1) Penyakit ginjal
2) Stenosis arteri renalis
3) Pielonefritis
4) Glomerulonefritis
5) Tumor-tumor ginjal
6) Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
7) Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
8) Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
Kelainan hormonal
1) Hiperaldosteronisme
2) Sindroma cushing
3) Feokromositoma
Obat-obatan
1) Pil KB
2) Kortikosteroid
3) Siklosporin
4) Eritropoietin
5) Kokain
6) Penyalahgunaan alkohol
Penyebab Lainnya
1) Koartasio Aorta
2) Preeklamsi pada kehamilan
3) Keracunan Timbal Akut
2.3 Patofisiologi Hipertensi
Hipertensi adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara
faktor-faktor resiko. Faktor-faktor resiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah
tersebut adalah :
1. Faktor resiko, seperti diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, genetis.
Gambar 2.3.1 http://physicianjobster.com/wp-content/uploads/2009/11/Renal-Sodium-
Retention-Compensatory-Mechanism-Diagram-in-Essensial-Hypertension.jpg
2. Sistem saraf simpatis - Tonus simpatis
- Variasi durnal
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi : endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos dan interstitium juga memberikan konstribusi akhir
4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berpengaruh pada sistem renin, angiotensin,
dan aldosteron. (Sudoyo, 2009)
a. Renin
Renin adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh ginjal sebagai respons terhadap
penurunan tekanan darah atau penurunan konsentrasi natrium plasma. Sel-sel yang
membentuk dan mengeluarkan renin, dan mengontrol pelepasannya, adalah sekelompok sel
nefron yang disebut apparatus jukstaglomerulus (JG). Kelompok sel ini mencakup sel-sel otot
polos mensintesis renin dan berfungsi sebagai baroreseptor untuk memantau tekanan darah.
Sel-sel macula densa adalah bagian dari pars asendens nefron. Sel-sel ini memantau
konsentrasi natrium plasma. Sel-sel macula densa dan sel-sel arteri aferen terletak berdekatan
satu sama lain di titik di mana pars asenden tubulus distalis hampir menyentuh glomerulus.
Apabila tekanan darah turun, maka sel-sel otot polos meningkatkan pelepasan
reninnya. Apabila tekanan darah naik, maka sel-sel otot polos mengurangi pelepasan
reninnya. Apabila kadar natrium plasma berkurang, maka sel-sel macula densa member
sinyal kepada sel-sel penghasil renin untuk meningkatkan aktivitas mereka. Apabila kadar
natrium plasma meningkat, maka sel-sel macula densa member sinyal kepada sel-sel otot
polos untuk menurunkan pelepasan renin.
Saraf simpatis juga merangsang apparatus JG untuk mengeluarkan renin. Dengan
demikian, penurunan tekanan darah menyebabkan peningkatan renin baik secara langsung,
melalui baroreseptor JG, dan tidak langsung melalui saraf simpatis.
Setelah dikeluarkan, renin beredar dalam darah dan bekerja dengan mengkatalisis
penguraian suatu protein kecil yaitu angiotensinogen, menjadi angiotensin I suatu protein
yang terdiri dari 10 asam amino. Angiotensinogen dihasilkan oleh hati dan konsentrasinya di
dalam darah tinggi. Dengan demikian, pelepasan renin adalah langkah penentu kecepatan
reaksi. Perubahan angiotensin menjadi angiotensin I berlangsung di seluruh plasma, tetapi
terutama di kapiler-kapiler paru. Angiotensin I secara cepat bereaksi dengan enzim lain yang
sudah ada di dalam darah, enzim pengubah angiotensin (angiotensin-converting enzyme,
ACE). ACE menguraikan angiotensin I menjadi angiotensin II sebuah peptide dan asam
amino
b. Angiotensin II
Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang bekerja pada seluruh sistem vascular
untuk meningkatkan kontraksi otot polos sehingga terjadi penurunan garis tengah pembuluh
dan peningkatan resistensi perifer total (TPR). Peningkatan TPR secara langsung
meningkatkan tekanan darah sistemik. Angiotensin II juga merupakan suatu hormon kuat
yang beredar dalam darah ke kelenjar adrenal, menyebabkan sintesis hormon
mineralkortikoid, aldosteron.
c. Aldosteron
Aldosteron beredar dalam darah dan berikatan dengan sel-sel duktus pengumpul di
korteks ginjal. Pengikatan dengan aldosteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium
dari filtrate urin dan menyebabkan natrium masuk kembali ke kapiler peritubulus.
Peningkatan reabsorbsi air sehingga volume plasma meningkat. Peningkatan volume plasma
akan meningkatkan aliran balik vena ke jantung sehingga volume sekuncup dan curah
jantung meningkat. Peningkatan curah jantung, seperti peningkatan TPR, secara langsung
meningkatkan tekanan darah sistemik.
Rangsangan lain untuk pelepasan aldosteron, selain angiotensin II, adalah kadar
kalium plasma yang tinggi dan suatu hormon hipofisis anterior, hormon adrenokortikotropik
(ACTH). Selain mempengaruhi reabsorpsi natrium, aldosteron juga merangsang sekresi (dan
dengan demikian ekskresi) kalium dari duktus pengumpul di korteks ginjal ke dalam filtrate
urin.
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan
darah yang mempengaruhi rumus dasar :
Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer. (Sudoyo, 2009).
Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi esensial antara
lain :
1). Curah jantung dan tahanan perifer
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap
kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial curah jantung
biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh
konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot
halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan
konsentrasi otot halus ini semakin lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah
arteriol yang mungkin dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan
perifer yang irreversible (Kummar, et al. 2005).
2) Sistem Renin-Angiotensin
http://images.wikia.com/psychology/images/a/a2/Renin-angiotensin-aldosterone_sistem.png
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan
sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem endokrin yang penting dalam
pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai
respon glomerulus underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem
saraf simpatetik .
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang
diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi
angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II
berpotensi besar meningkatkan tekanan darah melalui dua jalur, yaitu:
a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di
hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan
volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar
tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan
dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan
tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon
steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari
tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan
volume dan tekanan darah.
3) Sistem Saraf Otonom
Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi
arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam pempertahankan
tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem
renin-angiotensin bersama – sama dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan
beberapa hormon.
4) Disfungsi Endotelium
Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam pengontrolan
pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida
nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi
primer. Secara klinis pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan
produksi dari oksida nitrit.
Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam
mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan vasodilator
yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat meningkatkan sensitivitas garam
pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal. Arterial natriuretic
peptide merupakan hormon yang diproduksi di atrium jantung dalam merespon peningkatan
volume darah. Hal ini dapat meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya
dapat meningkatkan retensi cairan dan hipertensi .
5) Hiperkoagulasi
Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding pembuluh
darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium), ketidaknormalan faktor
homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi dapat menyebabkan protrombotik
dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan semakin parah dan merusak organ target.
Beberapa keadaan dapat dicegah dengan pemberian obat anti-hipertensi .
6) Disfungsi diastolik
Hipertrofi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat ketika terjadi
tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan input ventrikel, terutama
pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri melebihi normal, dan penurunan
tekanan ventrikel.
2.4 Tanda dan Gejala HipertensiIndividu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai
bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi
yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan.
Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi
pada malam hari) dan azotemia atau peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin
(Wijayakusuma,2000 ).
Corwin (2000: 359) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah
mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa : nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang
disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial,Penglihatan kabur
akibat kerusakan retina akibat hipertensi,Ayunan langkah yang tidak mantap karena
kerusakan susunan saraf pusat,Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerolus,Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka
merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan
lain-lain (Wiryowidagdo,2002).
Sekitar 50% penderita hipertensi tidak menyadari bahwa tekanan darah mereka
meninggi. Selain itu adanya gejala pada orang tersebut juga dikarenakan sikap acuh tah acuh
penderita. Gejala baru timbul sesudah terjadi komplikasi pada sasaran organ seperti ginjal,
mata, sakit kepala, gangguan fungsi ginjal, gangguan pengelihatan, gangguan serebral atau
gejala akibat peredaran pembuluh darah otak berupa kelumpuhan, gangguan kesadaran
bahkan sampai koma. (Ganong, 1995). Sedangkan menurut Sylvia Anderson (2005) gejala
hipertensi sebagai berikut:
- Sakit kepala bagian belakang dan kaku kuduk. Sulit tidur dan gelisah atau cemas dan kepala
pusing. Dada berdebar-debar.
- Lemas, sesak nafas, berkeringat, dan pusing. Selain itu, stres cenderung menyebabkan
kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah
biasanya akan kembali normal. Jika penyebabnya adalah feokromositoma, maka didalam
urine bisa ditemukan adanya bahan-bahan hasil penguraian hormon epinefrin dan
norepinefrin. Biasanya hormon tersebut juga menyebabkan gejala sakit kepala, kecemasan,
palpitasi (jantung berdebar-debar), keringat yang berlebihan, tremor (gemetar) dan pucat.
Pemeriksaan untuk menentukan penyebab dari hipertensi terutama dilakukan pada penderita
usia muda. Pemeriksaan ini bisa berupa roentgen dan radioisotope ginjal, roentgen dada serta
pemeriksaan darah dan air kemih untuk hormon tertentu.
2.5 Faktor Resiko Hipertensi kini menjadi masalah global karena prevalensi yang terus meningkat
sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti merokok, obesitas, inaktivitas fisik, dan stres
psikososial. Hampir di setiap negara, hipertensi menduduki peringkat pertama sebagai
penyakit yang paling sering dijumpai (WHO, 2000).
Hipertensi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya Faktor yang tidak
dapat dimodifikasi (seperti : usia, jenis kelamin); dan Faktor yang dapat dimodifikasi
(seperti : kelebihan berat badan, aktivitas fisik, asupan garam, faktor emosional, dan faktor
keturunan) (Guyton and Hull, 2007).
2.5.1 Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
2.5.1.1 Faktor UsiaFaktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya umur
maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi. Insiden hipertensi makin meningkat dengan
meningkatnya usia. Ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang
mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang
dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur
(Julianti, 2005).
Tekanan darah cenderung rendah pada usia remaja dan mulai meningkat pada masa
dewasa awal. Kemudian meningkat lebih nyata selama masa pertumbuhan dan pematangan
fisik di usia dewasa akhir sampai usia tua dikarenakan sistem sirkulasi darah akan terganggu,
karena pembuluh darah sering mengalami penyumbatan dinding pembuluh darah menjadi
keras dan tebal serta berkurangnya elastisitasnya pembuluh darah sehingga menyebabkan
tekanan darah menjadi tinggi. (Guyton, 2007)
Dengan bertembahnya usia sistem sirkulasi darah akan terganggu, karena pembuluh darah
sering mengalami penyumbatan dinding pembuluh darah menjadi keras dan tebal serta
berkurangnya elastisitasnya pembuluh darah sehingga menyebabkan tekanan darah menjadi
tinggi.
Hasil penelitian Mardin (2003) seorang dengan usia lebih dari 60 tahun memiliki resiko
hipertensi sebesar 7,78 kali bila dibandingkan dengan usia 25 – 39 tahun, kemudian usia 55 –
59 tahun memiliki resiko hipertensi sebesar 6 kali bila dibandingkan dengan dengan usia 25 –
39 tahun, sedangkan usia 40 – 45 tahun memiliki resiko hipertensi sebesar 3,36 kali
dibandingkan dengan usia 25 – 39 tahun.
2.5.1.2 Jenis KelaminFaktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya umur
maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi. Insiden hipertensi makin meningkat dengan
meningkatnya usia. Ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang
mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang
dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur
(Julianti, 2005).
Jenis Kelamin Kejadian hipertensi biasanya lebih banyak pada laki-laki dari pada wanita,
dikarenakan laki-laki memiliki gaya hidup yang cenderung meningkatkan tekanan darah.
(Karyadi, 2002). Wanita dewasa mempunyai prevalensi hipertensi yang lebih tinggi dari pada
laki-laki hal ini umumnya disebabkan karena perempuan mengalami kehamilan dan
menggunakan alat kontrasepsi hormonal. Pernyataan ini di dukung oleh penelitian Darmodjo
dan tim MONICA (Monitoring Trendsand Determinants of Cardiovascular Disease) 1999.
Jenis kelamin juga sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi dimana pada masa
muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada laki-laki dan pada wanita lebih
tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita mengalami menopause (Depkes,2007)
Perbandingan antara pria dan wanita, ternyata wanita lebih banyak menderita hipertensi.
Dari laporan sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6% dari pria dan 11% pada
wanita. Laporan dari Sumatra Barat menunjukkan 18,6% pada pria dan 17,4% wanita. Di
daerah perkotaan Semarang didapatkan 7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita. Sedangkan di
daerah perkotaan Jakarta didapatkan 14,6 pada pria dan 13,7% pada wanita (Gunawan, 2001).
2.5.1.3 Keturunan Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga.
Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi esensial
lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur),
apabila salah satunya menderita hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetic
mempunyai peran didalam terjadinya hipertensi.
2.5.2 Faktor yang dapat dimodifikasi
2.5.2.1 ObesitasMekanisme penyebab utama terjadinya hipertensi pada obesitas diduga
berhubungan dengan kenaikan volume tubuh, peningkatan curah jantung, dan menurunnya
resistensi vaskuler sistemik (M. Wahba, 2007). Beberapa mekanisme lain yang berperan
dalam kejadian hipertensi pada obesitas antara lain peningkatan sistem saraf simpatik,
meningkatnya aktivitas renin angiotensin aldosteron (RAAS), peningkatan leptin,
peningkatan insulin, peningkatan asam lemak bebas (FFA), peningkatan endotelin 1,
terganggunya aktivitas natriuretic peptide (NP), serta menurunnya nitrit oxide (NO)
(Kintscher U. et al., 2007; M. Wahba, 2007). Obesitas Obesitas merupakan istilah yang
digunakan untuk menunjukkan adanya penumpukan lemak yang melebihi batas normal,
tetapi orang yang berat badannya melebihi batas normal belum tentu tergolong obesitas,
karena besar kecilnya perawakan atau postur tubuh juga berpengaruh. (Almatsir, 2002).
Obesitas akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematangan dari penyakit berikut ini:
penyakit jantung, hipertensi, stroke, ginjal, batu empedu dan sirosis hati. (Andry Hartono,
2006).
Bila berat badan meningkat diatas berat badan normal, maka resiko hipertensi akan
meningkat pula. Penurunan berat badan dan pengaturan berat badan yang efektif untuk
hipertensi. Bila berat badan turun, maka volume darah total juga berkurang, hormon-hormon
yang berkaitan dengan tekanan darah berubah dan tekanan darah menurutn. (Jnight, 2003).
2.5.2.2 Asupan Garam BerlebihAsupan Garam Berlebih Asupan garam dalam hal ini natrium yang meningkat,
menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan volume darah, sehingga harus
memompa keras karena ruang semakin sempit akibat terjadi hipertensi. (Andry Hartono,
2006).
Selain konsumsi garam atau unsur Na yang berlebih, meningkatnya tekanan darah dapat
disebabkan oleh rendahnya konsumsi kalsium, magnesium,dan kalium. (Depkes RI, 2001).
Pada sekitar 60% kasus hipertensi primer (esensial) terjadi penurunan tekanan darah
dengan mengurangi asupan garam. Mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang tekanan darah
rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sebanyak 7 – 8 gram menyebabkan tekanan darah
mengalami peningkatan.
Menurut para ahli WHO Expert Committe on Prevention of Cardiovasculer Disease,
sebaiknya mengkonsumsi garam tidak lebih dari 6 gram per hari yang setara dengan 110
mmol natrium per 2400 miligram per hari. (Karyadi, 2002).
Garam dapur merupakan faktor yang sangat dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi
hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal.
Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan hipertensi yang rendah jika asupan
garam antara 5-15 gram perhari, prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh
asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadai melalui peningkatan volume plasma,
curah jantung dan tekanan darah (Basha, 2004).
Garam mengandung 40% sodium dan 60% klorida. Orang-orang peka sodium lebih
mudah meningkat sodium, yang menimbulkan retensi cairan dan peningkatan tekanan darah
(Sheps, 2000).
Garam berhubungan erat dengan terjadinya tekanan darah tinggi gangguan pembuluh
darah ini hampir tidak ditemui pada suku pedalaman yang asupan garamnya rendah. Jika
asupan garam kurang dari 3 gram sehari prevalensi hipertensi presentasinya rendah, tetapi
jika asupan garam 5-15 gram perhari, akan meningkat prevalensinya 15-20%
(Wiryowidagdo, 2004).
Garam mempunyai sifat menahan air. Mengkonsumsi garam lebih atau makan-makanan
yang diasinkan dengan sendirinya akan menaikan tekanan darah. Hindari pemakaian garam
yang berkebih atau makanan yang diasinkan. Hal ini tidak berarti menghentikan pemakaian
garam sama sekali dalan makanan. Sebaliknya jumlah garam yang dikonsumsi batasi
(Wijayakusuma, 2000).
2.5.2.3 StresStres adalah reaksi/respons tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan mental/beban
kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk menjelaskan berbagai
stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku,
dan subjektif terhadap stres; konteks yang menjembatani pertemuan antara individu dengan
stimulus yang membuat stres; semua sebagai suatu sistem (WHO,2003; 158)
Orang yang mengalami stres membawa risiko terkena hipertensi 1,2 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan yang tidak mengalami stres. Hal ini dikatakan Hardinsyah dari
Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia (Fema) IPB.
Hubungan antara stres dan hipertensi telah lama dievaluasi secara luas. Stres secara
mendadak menunjukkan peningkatan tekanan darah melalui peningkatan cardiac output dan
denyut jantung tanpa pengaruh resistensi perifer total. Pada keadaan stres akut didapatkan
peningkatan kadar katekolamine, kortisol, vasopresin, endorphin dan aldosteron, yang
mungkin sebagian menjelaskan mekanisme peningkatan tekanan darah.
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis, yang
dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stres menjadi berkepanjangan
dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi, stres merupakan suatu faktor yang kuat
untuk terjadinya PJK maupun hipertensi. (Arden, 2002).
1. Tingkat Stres
Adapun tingkatan stres menurut Stuart & Sundeen dalam Puji (2008) adalah:
a. Stres ringan
Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari – hari dan kodisi ini dapat
membantu individu menjadi waspada dan bagaimana mencegah berbagai kemungkinan yang
akan terjadi
b. Stres sedang
Pada stres tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting saat ini dan mengesampingkan
yang lain sehingga mempersempit lahan persepsinya.
c. Stres berat
Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan cenderung memusatkan
perhatian pada hal – hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi stres, individu
tersebut mencoba memusatkan perhatian pada lahan lain dan memerlukan banyak
pengarahan.
2. Macam–Macam Stres
a. Quantitative overloading stres adalah stres dikarenakan seseorang mempunyai waktu yang
sedikit untuk menyelesaikan pekerjaan atau tugas yang banyak yang melebihi batas
kemampuannya
b. Quantitative underloading stres adalah stres dikarenakan seseorang mempunyai waktu yang
terlalu banyak untuk menyelesaikan pekerjaan atau tugas yang terlalu sedikit sehingga ia
banyak menganggur dan akibatnya sangat membosankan
c. Quanlitative overloading stres adalah stres dikarenakan seseorang itu tidak mempunyai atau
kekurangan kemampuan dan keahlian untuk menyelesaikan pekerjaan atau tugasnya.
d. Quanlitative unrerloading stres adalah stres dikarenakan seseorang itu mempunyai atau
kemampuan dan keahlian yang sangat tinggi untuk menyelesaikan pekerjaan atau tugasnya,
sehingga pekerjaan atau tugasnya dianggap terlalu rendah dan akibatnya sangat
membosankan.
3. Pengukuran Stres
Hasil penilaian terhadap berat ringannya stres yang dialami seseorang diukur dengan
menggunakan Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS 42) oleh Lovibond & Lovibond
(1995). Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS) terdiri dari
42 item. DASS adalah seperangkat skala subyektif yang dibentuk untuk mengukur status
emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stres. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk
mengukur mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk
pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku di manapun dari status emosional,
secara signifikan biasanya digambarkan sebagai stres. DASS dapat digunakan baik itu oleh
kelompok atau individu untuk tujuan penelitian. Tingkatan stres pada instrumen ini berupa
normal, ringan, sedang, berat, sangat berat. Psychometric Properties of The Depression
Anxiety Stres Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item, yang dimodifikasi dengan penambahan
item menjadi 49 item, penambahannya dari item 43 - 49 yang mencakup 3 subvariabel, yaitu
fisik, emosi/psikologis, dan perilaku. Jumlah skor dari pernyataan item tersebut, memiliki
makna 0-29 (normal); 30-59 (stres ringan); 60-89 (stres sedang), 90-119 (stres berat), >120
(stres sangat berat). Format penilaian stres berdasarkan DASS 42 (Depression Anxiety Stres
Scale 42).
2.5.2.4 Alkohol Sekitar 5-20% kasus disebabkan karena alcohol. Hubungan alcohol dan hipertensi
memang belum jelas. Tetapi penelitian menyebutkan, risiko hipertensi meningkat 2x lipat
jika mengkonsumsi alcohol 3 gelas atau lebih. (Budi Sutomo, 2008)
Terdapat hubungan yang linier antara alcohol, tingkat tekanan darah dan prevalensi HT
dalam masyarakat. Diperkirakan 5-10% hipertensi pada laki-laki di Amerika disebabkan
langsung oleh konsumsi alcohol. Minum kopi, alkohol dan merokok dapat merangsang saraf
simpatis sehingga terjadinya konstriksi pembuluh darah, saluran pembuluh darah menjadi
sempit lalu dapat meningkatkan tekanan darah. Terutama jika alkohol diminum atau
dikonsumsi secara berlebihan, dapat mengakibatkan terjadinya penimngkatan kadar lipid
dalam darah (Hiperlipidemia). Jumlah lipid yang tinggi bisa mempersempit dan menyumbat
pembuluh darah, sehingga dalam jangka panjang alkohol dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan darah, yang nantinya bisa berdampak pada komplikasi penyakit yang lebih serius,
seperti PJK dan stroke. (Porwanto, 2007)
Penelitian membuktikan, konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatkan tekanan
darah. Para peminum berat mempunyai risiko mengalami hipertensi empat kali lebih besar
ketimbang mereka yang tidak minum minuman beralkohol. Peminum berat (> 40 gram
alkohol/24 jam) menambah risiko (terutama wanita dibanding pada pria). Alkohol berlebihan
menambah agregrasi trombosit, mengaktivasi kaskade koagulasi, hematokrit dan viskositas
darah akan meningkat. Setelah itu akan timbul rebound thrombocytosis dengan gangguan
ritme jantung. Anggur merah yang diminum dalam jumlah banyak di Perancis mengandung
anti-oksidan dan dapat mengurangi PJK, akan tetapi sirosis hepatis terdapat lebih banyak
(French paradox). (Criqui, 1994)
2.5.2.5 MerokokMerokok adalah menghisap gulungan tembakau yang dibungkus dengan kertas (Kamus
Besar Bahasa Indonesia,1990: 752). Merokok merupakan salah satu kebiasaan hidup yang
dapat mempengaruhi tekanan darah. Pada keadaan merokok pembuluh darah dibeberapa
bagian tubuh akan mengalami penyempitan, dalam keadaan ini dibutuhkan tekanan yang
lebih tinggi supaya darah dapat mengalir ke alat-alat tubuh dengan jumlah yang tetap. Untuk
itu jantung harus memompa darah lebih kuat, sehingga tekanan pada pembuluh darah
meningkat (Wardoyo, 1996: 28). Rokok yang dihisap dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan darah. Namun rokok akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan
pembuluh di ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik 10–25 mmHg dan
menambah detak jantung 5–20 kali per menit (Mangku Sitepoe, 1997:29). Dengan menghisap
sebatang rokok akan mempunyai pengaruh besar terhadap kenaikan tekanan darah, hal ini
disebabkan oleh zat-zat yang terkandung dalam asap rokok. Asap rokok terdiri dari 4000
bahan kimia dan 200 diantaranya beracun, antara lain Karbon Monoksida (CO) yang
dihasilkan oleh asap rokok dan dapat menyebabkan pembuluh darah kramp, sehingga tekanan
darah naik, dinding pembuluh darah dapat robek (Suparto, 2000:74).
Gas CO dapat pula menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung
peredaran oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO menggantikan tempat
oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat aterosklerosis
(pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah). Nikotin juga merangsang peningkatan
tekanan darah. Nikotin mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombosit
(pengumpalan) ke dinding pembuluh darah. Nikotin, CO dan bahan lainnya dalam asap rokok
terbukti merusak dinding pembuluh endotel (dinding dalam pembuluh darah), mempermudah
pengumpalan darah sehingga dapat merusak pembuluh darah perifer (G.Sianturi, 2003:12).
Dari hasil Sussenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2001 menyatakan bahwa 54%
penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya 1,2% perempuan yang merokok. Menurut
Edward D Frohlich, seorang pria dewasa akan mempunyai peluang lebih besar yakni satu
diantara lima untuk mengidap hipertensi (Lanny Sustrani, 2004:25)
2.5.2.6 OlahragaYang dimaksud dengan olahraga disini adalah meluangkan waktu untuk melakukan
aktivitas fisik secara intensif dan teratur. Olahraga teratur minimal tiga kali seminggu sangat
dianjurkan dengan durasi minimal 30 menit sampai 1 jam per harinya.
Dengan olahraga teratur akan memperbaiki kerja jantung serta memaksimalkan kualitas
pembuluh darah, begitu juga dengan fungsi paru-paru sebagai sistem pernafasan akan
menjadi baik.
Manfaat olahraga bagi penderita hipertensi :
- Vasodilatasi pembuluh darah
- Tahanan pembuluh darah menurun
- Berkurangnya hormon yang memacu peningkatan tekanan darah
- menurunkan lemak/kolesterol yang tinggi
Persiapan :
- Sebaiknya melakukan uji latih jantung dengan treadmill/ergometer yang berfungsi untuk
mengetahui :
1) Reaksi tekanan darah
2) Perubahan aktivitas listrik jantung
3) Tingkat kapasitas fisik
- Mengukur tekanan darah, < 160/100 mmHg
- Mengetahui penyakit penyerta
Jenis olahraga yang dianjurkan :
- Olahraga yang bersifat endurance (daya tahan)
* Jalan kaki
* Berenang
* Bersepeda
* Senam aerobik
- Intensitas latihan 65-75%
- Hipertensi berat/ dengan penyakit jantung intensitas 60-70%
Jenis olahraga untuk hipertensi bersifat CRIPE, yaitu :
- Continous : latihan fisik harus dilakukan terus menerus tanpa henti
- Rhytmical : latihan olahraga dipilih berirama yaitu otot berkontraksi dan relaksasi
secara teratur
- Interval : latihan dilakaukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat
- Progressive : latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan selama 30-60 menit
- Endurance : latihan daya tahan untuk meningkatkan kardiorespirasi
Penatalaksanaan olahraga :
- Teratur 3-5 kali seminggu
- Durasi 30-60 menit
- Intensitas ringan – sedang
Tahapan :
- Pemanasan (5-10 menit)
- Latihan inti (20 menit)
- Pendinginan (5-10 menit)
2.6. Evaluasi HipertensiEvaluasi hipertensi pada pasien hipertensi bertujuan untuk:
1. Menilai pola hidup dan identifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskular lainnya atau
menilai adanya penyakit penyerta yang mempengaruhi prognosis dan menentukan
pengobatan.
2. Mencari penyebab kenaikan tekanan darah.
3. Menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskular (Sudoyo,
2009).
Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis tentang keluhan pasien,
riwayat penyakit dahulu dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang.
Anamnesis meliputi:
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder
a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal
b. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian obat-obat analgesik
dan obat/bahan lain.
c. Episoda berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi (feokromositoma)
d. Episoda lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
3. Faktor-faktor risiko
a. Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien
b. Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
c. Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya
d. Kebiasaan merokok
e. Pola makan
f. Kegemukan, intensitas olahraga
g. kepribadian
4. Gejala kerusakan organ
a. Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient ischemic attack,
defisit sensoris atau motoris
b. Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuria
c. Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki
d. Arteri perifer : ekstremitas dingin
5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya (Sudoyo, 2009).
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:
a. Tes darah rutin
b. Glukosa darah (sebaiknya puasa)
c. Kolesterol total serum
d. Kolesterol LDL dan HDL serum
e. Trigliserida serum (puasa)
f. Asam urat serum
g. Kreatinin serum
h. Kalium serum
i. Hemoglobin dan hematokrit
j. Urinalisis
k. Elektrokardiogram (Sudoyo, 2009).
Pada pasien hipertensi, beberapa pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan organ
target dapat dilakukan secara rutin, sedang pemeriksaan lainnya hanya dilakukan bila ada
kecurigaan yang didukung oleh keluhan dan gejala pasien. Pemeriksaan untuk mengevaluasi
adanya kerusakan organ target meliputi:
1. Fungsi ginjal
a. Pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya proteinuria/mikro-makroalbuminuria
serta rasio albumin kreatinin urin
b. Perkiraan LFG, yang untuk pasien dalam kondisi stabil dapat diperkirakan dengan
menggunakan modifikasi rumus dari Cockroft-Gault sesuai dengan anjuran National
Kidney Foundation (NKF) yaitu:
Klirens Kreatinin* = (140-umur) x Berat Badan x (0,85 untuk perempuan)
72 x Kreatinin Serum
*Glomerulus Filtration Rate (GFR)/LFG dalam ml/menit/1,73m2. (Sudoyo, 2009).
2. 7 Komplikasi
2.7.1 Stroke Dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas
dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi
kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal,
sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak
yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehinggA meningkatkan kemungkinan
terbentuknya aneurisma (Corwin, 2000). Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara
tiba-tiba, seperti, orang bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah
satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan
terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak
(Santoso, 2006).
2.7.2 Infark Miokard
Dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup
oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah
melalui pembuluh darah tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka
kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia
jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan
perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia,
hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan (Corwin, 2000).
2.7.3 Gagal Ginjal
Dapat terjadi kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal,
glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal
yang akan menyebabkan terganggunya fungsi nefron dan dapat berlanjut menjadi hipoksia
dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin
sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering
dijumpai pada hipertensi kronik (Corwin, 2000). Penyakit ginjal dan saluran kemih telah
menyumbang 850.000 kematian setiap tahunnya, hal ini berarti meduduki peringkat ke-12
tertinggi angka kematian atau peringkat terringgi ke-17 angka kecacatan. (Global Burden of
Disease dan WHO, 2002)
2.7.4 Gagal Jantung
Atau bisa disebut kegagalan jantung dalam memompa darah keseluruh tubuh, sehingga
mengakibatkan cairan terkumpul di paru,kaki dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan
didalam paru – paru menyebabkan sesak napas,timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki
bengkak atau sering dikatakan edema (Amir, 2002)
2.7.5 Ensefalopati
Dapat terjadi terutama pada Hipertensi Maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan yang
tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke
dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Neron-neron disekitarnya kolaps dan
terjadi koma serta kematian (Corwin, 2000).
2.8 Pengobatan dan Pencegahan Hipertensi
2.8.1 Pengobatan Hipertensi
2.8.1.1 Pengobatan Nonfarmakologi
Prinsip utama dalam melakukan pola makan sehat adalah “gizi seimbang”, dimana
mengkonsumsi beragam makanan yang seimbang dari “kuantitas” dan “kualitas” yang terdiri
dari:
Sumber karbohidrat : biji-bijian.
Sumber protein hewani : ikan, unggas, daging putih, putih telur, susu rendah/bebas
lemak.
Sumber protein nabati : kacang-kacangan dan polong-polongan serta hasil olahannya.
Sumber vitamin dan mineral: sayur dan buah-buahan segar.
Piramida makanan sehat
Sumber : Penuntun Diet, Instalasi Gizi RSCM dan Assosiasi Dietisien Indonesia, 2005
Pada penderita hipertensi dimana tekanan darah tinggi, selain pemberian obat-obatan
anti hipertensi perlu terapi dietetik dan merubah gaya hidup. Tujuan dari penatalaksanaan diet
adalah untuk membantu menurunkan tekanan darah dan mempertahankan tekanan darah
menuju normal. Disamping itu, diet juga ditujukan untuk menurunkan faktor risiko lain
seperti berat badan yang berlebih, tingginya kadar lemak kolesterol dan asam urat dalam
darah. Harus diperhatikan pula penyakit degeneratif lain yang menyertai darah tinggi seperti
jantung, ginjal dan diabetes mellitus.
Prinsip diet pada penderita hipertensi adalah sebagai berikut :
Makanan beraneka ragam dan gizi seimbang.
Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi penderita.
Jumlah garam dibatasi sesuai dengan kesehatan penderita dan jenis makanan dalam
daftar diet. Salah satu sumber utama garam natrium adalah garam dapur. Oleh karena
itu, dianjurkan konsumsi garam dapur tidak lebih dari ¼ – ½ sendok teh/hari atau dapat
menggunakan garam lain diluar natrium.
Mengatur menu makanan sangat dianjurkan bagi penderita hipertensi untuk
menghindari dan membatasi makanan yang dpat meningkatkan kadar kolesterol darah serta
meningkatkan tekanan darah, sehingga penderita tidak mengalami stroke atau infark jantung.
Makanan yang harus dihindari atau dibatasi adalah:
1. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak kelapa, gajih).
2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biskuit, craker, keripik dan
makanan kering yang asin).
3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, kornet, sayuran serta buahbuahan
dalam kaleng, soft drink).
4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan asin,pindang, udang
kering, telur asin, selai kacang).
5. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber protein hewani
yang tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam).
6. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco serta bumbu
penyedap lain yang pada umumnya mengandung garam natrium.
7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian, tape.
Pedoman Diet Untuk Hipertensi
PEDOMAN DIET UNTUK HIPERTENSI
( RENDAH GARAM )
BAHAN
MAKANAN DIANJURKAN TIDAK DIANJURKAN
Sumber Karbohidrat
Beras, kentang, singkong,
terigu, tapioka, hunkwee, gula,
makanan yang diolah dari bahan
tersebut di atas tanpa garam
dapur dan soda seperti :
makaroni, mie, bihun, roti,
biskuit, kue kering
Roti, biskuit, dan kue – kue yang
dimasak dengan garam dapur dan atau
baking powder dan soda
Sumber protein
hewani
Daging dan ikan maksimal 100
g sehari.Telur maksimal 1
Otak, ginjal, lidah, sardin, daging, ikan,
susu, dan telur yang diawetkan dengan
butir / hari
garam dapur seperti daging asap, ham,
dendeng, abon, keju, ikan asin, ikan
kaleng, kornet, ebi, udang kering, telur
asin, dan telur pindang.
Sumber protein
nabati
Semua kacang-kacangan dan
hasilnya yang diolah dan
dimasak tanpa garam dapur.
Keju, kacang tanah dan semua kacang-
kacangan dan hasilnya yang dimasak
dengan garam dapur
Sayuran Semua sayuran segar
Sayuran yang dimasak dan diawetkan
dengan garam dapur seperti sayuran
dalam kaleng, sawi asin, asinan, dan
acar.
Buah- buahan Semua buah-buahan segarBuah-buahan yang diawetkan dengan
garam dapur seperti buah dalam kaleng
Lemak Minyak goreng, margarin dan
mentega tanpagaramMargarin dan mentega biasa
Minuman Teh, kopi Minuman ringan
Sumber : Penuntun Diet, Instalasi Gizi RSCM dan Assosiasi Dietisien Indonesia, 2005
2.8.1.2 Pengobatan FarmakologiHipertensi esensial tidak dapat disembuhkan tetapi dapat diberikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya komplikasi. Langkah awal biasanya adalah merubah gaya hidup
penderita:
a. Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan untuk menurunkan
berat badannya sampai batas ideal.
b. Merubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar kolesterol darah
tinggi. Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6 gram
natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium, magnesium dan kalium
yang cukup) dan mengurangi alkohol.
c. Olah raga teratur yang tidak terlalu berat. Penderita hipertensi esensial tidak perlu
membatasi aktivitasnya selama tekanan darahnya terkendali.
d. Berhenti merokok karena merokok dapat merusak jantung dan sirkulasi darah dan
meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.
e. Pemberian obat-obatan:
1. Diuretik biasanya merupakan obat pertama yang diberikan untuk
mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan
mengurangi volume cairan diseluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah. Diuretik
juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Diuretik menyebabkan hilangnya kalium
melalui air, sehingga harus diberikan tambahan kalium atau obat penahan kalium.
2. Penghambat adrenergik merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfa- blocker,
beta-blocker dan alfa-beta-blocker, yang mengambat efek sistem saraf simpatis. Sistem
saraf simpatis adalah sistem saraf yang dengan segera akan memberikan respon terhadap
stres, dengan cara meningkatkan tekanan darah.
3. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-Inhibitor) menyebabkan
penurunan tekanan darah dengan cara vasodilatasi arteri.
4. Angiotensin II Blocker menyebabkan penurunan tekanan darah dengan suatu
mekanisme yang mirip dengan ACE-inhibitor.
5. Antagonis kalsium menyebabkan vasodilatasi
6. Vasodilator langsung menyebabkan vasodilatasi. Obat dari golongan ini hampir selalu
digunakan sebagai tambahan terhadap obat anti hipertensi lainnya.
7. Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan obat yang
menurunkan tekanan darah tinggi dengan segara. Beberapa obat bisa menurunkan tekanan
darah dengan cepat dan sebagian besar diberikan secara intravena: a) Diazoxide b)
Nitroprusside c) Nitroglycerin d) Labetalol. Diberikan secara oral : Nifedipine, merupakan
kalsium antagonis dengan kerja yang sangat cepat, tetapi obat ini bisa menyebabkan
hipotensi, sehingga pemberiannya harus diawasi secara ketat.
2.8.2 Pencegahan HipertensiPerawatan penderita hipertensi pada umumnya dilakukan oleh keluarga dengan
memperhatikan pola hidup dan menjaga psikis dari anggota keluarga yang menderita
hipertensi. Pengaturan pola hidup sehat sangat penting pada klien hipertensi guna untuk
mengurangai efek buruk dari pada hipertensi. Adapun cakupan pola hidup antara lain
berhenti merokok, mengurangi kelebihan berat badan, menghindari alkohol, modifikasi diet.
Dan yang mencakup psikis antara lain mengurangi sres, olahraga, dan istirahat (Amir, 2002 ).
Merokok sangat besar peranannya meningkatkan tekanan darah, hal ini disebabkan
oleh nikotin yag terdapat didalam rokok yang memicu hormon adrenalin yang menyebabkan
tekana darah meningkat. Nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah didalam paru dan
diedarkan keseluruh aliran darah lainnya sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah. Hal
ini menyebabkan kerja jantung semakin meningkat untuk memompa darah keseluruh tubuh
melalui pembuluh darah yang sempit.Dengan berhenti merokok tekanan darah akan turun
secara perlahan , disamping itu jika masih merokok maka obat yang dikonsumsi tidak akan
bekerja secar optimal dan dengan berhenti merokok efektifitas obat akan meningkat
( Santoso, 2001 ).
Mengurangi berat badan dapat menurunkan tekanan darah. Secara umum, semakin
berat tubuh semakin tinggi tekanan darah, jika menerapkan pola makan seimbang maka dapat
mengurangi berat badan dan menurunkan tekanan darah dengan cara yang terkontrol
(Fatmaningsih, 2007)
Alkohol dalam darah merangsang adrenalin dan hormon –hormon lain yang membuat
pembuluh darah menyempit atau menyebabkan penumpukan natrium dan air. Minum-
minuman yang beralkohol yang berlebih juga dapat menyebabkan kekurangan gizi yaitu
penurunan kadar kalsium.Mengurangi alkohol dapat menurunkan tekanan sistolik 10 mmhg
dan diastolik 7 mmHg (Santoso, 2007)
Modifikasi diet atau pengaturan diet sangat penting pada klien hipertensi, tujuan
utama dari pengaturan diet hipertensi adalah mengatur tentang makanan sehat yang dapat
mengontrol tekanan darah tinggi dan mengurangi penyakiit kardiovaskuler. Secara garis
besar, ada empat macam diet untuk menanggulangi atau minimal mempertahankan keadaan
tekana darah , yakni : diet rendah garam , diet rendah kolestrol, lemak terbatas serta tinggi
serat, dan rendah kalori bila kelebihan berat baadan ( Astawan,2002 ).
Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau asites serta hipertensi.
Tujuan diet rendah garam adalah untuk menurunkan tekanan darah dan untuk mencegah
edema dan penyakit jantung ( lemah jantung ). Adapun yang disebut rendah garam bukan
hanya membatasi konsumsi garam dapur tetapi mengkonsumsi makanan rendah sodium atau
natrium ( Na).Oleh karena itu yang sangat penting untuk diperhatikan dalam melakukan diet
rendah garam adalah komposisi makanan yang harus mengandung cukup zat – zat gizi, baik
kalori, protein, mineral maupun vitamin dan rendah sodium dan natrium ( Gunawan, 2001).
Sumber sodium antaralain adalah makanan yang mengandung soda kue, baking
powder,MSG( Mono Sodium Glutamat ), pengawet makanan atau natrium benzoat
( Biasanya terdapat didalam saos, kecap, selai, jelly ), makanan yang dibuat dari mentega
serta obat yang mengandung natrium ( obat sakit kepala ). Bagi penderita hipertensi, biasakan
penggunaan obat dikonsultasikan dengan dokter terlebih dahulu. ( Hayens, 2003).
Diet rendah kolestrol dan lemak terbatas. Di dalam tubuh terdapat tiga bagian lemak
yaitu : kolestrol, trigliserida, dan fosfolipid.Tubuh memperoleh kolestrol dari makanan sehari
– hari dan dari hasil sintesis dalam hati. Kolestrol dapat berbahaya jika dikonsumsi lebih
banyak dari pada yang dibutuhkan oleh tubuh, peningkatan kolestrol dapat terjadi karena
terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung kolestrol tinggi dan tubuh akan
mengkonsumsi sekitar 25 – 50 % dari setiap makanan ( Amir, 2002).
Diet tinggi serat sangat penting pada penderita hipertensi, serat terdiri dari dua jenis
yaitu serat kasar ( Crude fiber ) dan serat kasar banyak terdapat pada sayuran dan buah –
buahan, sedangkan serat makanan terdapat pada makanan karbohidrat yaitu : kentang, beras,
singkong dan kacang hijau. Serat kasar dapat berfungsi mencegah penyakit tekanan darah
tinggi karena serat kasar mampu mengikat kolestrol maupun asam empedu dan selanjutnya
membuang bersama kotoran. Keadaan ini dapat dicapai jika makanan yang dikonsumsi
mengandung serat kasar yang cukup tinggi ( Mayo, 2005 ).
Diet rendah kalori dianjurkan bagi orang yang kelebihan berat badan.Kelebihan berat
badan atau obesitas akan berisiko tinggi terkena hipertensi. Demikian juga dengan orang
yang berusia 40 tahun mudah terkena hipertensi. Dalam perencanaan diet, perlu diperhatikan
hal – hal berikut :
1. Asupan kalori dikurangi sekitar 25% dari kebutuhan energi atau 500 kalori untuk
penurunan 500 gram atau 0.5 kg berat badan per minggu.
2. Menu makanan harus seimbang dan memenuhi kebutuhan zat gizi.
3. Perlu dilakukan aktivitas olah raga ringan.
Stres tidak menyebabkan hipertensi yang menetap, tetapi stres berat dapat
menyebabkan kenaikan tekanan darah yang bersifat sementara yang sangat tinggi. Jika
periode stres sering terjadi maka akan mengalami kerusakan pada pembuluh darah, jantung
dan ginjal sama halnya seperti yang menetap (Amir,2002).
Manfaat olah raga yang sering di sebut olah raga isotonik seperti jalan kaki, jogging,
berenang dan bersepeda sangat mampu meredam hipertensi. Pada olah raga isotonik mampu
menurunkan hormon noradrenalin dan hormon – hormon lain penyebab naiknya tekanan
darah. Hindari olah raga Isometrik seperti angkat beban, karena justru dapat menaikkan
tekanan darah ( Mayer,1999).
Istirahat merupakan suatu kesempatan untuk memperoleh energi sel dalam
tubuh,istirahat dapat dilakukan dengan meluangkan waktu. Meluangkan waktu tidak berarti
minta istirahat lebih banyak dari pada bekerja produktif samapai melebihi
kepatuhan.Meluangkan waku istiraha itu perlu dilakukan secara rutin diantara ketegangan
jam sibuk bekerja sehari – hari. Bersantai juga bukan berarti melakukan rekreasi yang
melelahkan,tetapi yang dimaksudkan dengan istirahat adalah usaha untuk mengembalikan
stamina tubuh dan mengembalikan keseimbangan hormon dan dalam tubuh ( Amir,2002).
2.9 Kerangka Teori Hipertensi
Asupan garam berlebih merokok
obesitas
Retensi natrium ginjal
hiperinsulinemia
Volume cairan
Aktivitas saraf simpatis
Pre load
Hipertrofi struktural
curah jantung tahanan perifer
Hipertensi
Stres
Kontraktilitas
Olahraga kurang
Sudoyo, Aru W dkk. 2009. Jilid 2.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. Interna Publishing
vasokonstriksi
Alkohol
Hiperlipid
Plak Aterosklerosis
2.10 Kerangka KonsepKerangka konsep penelitian dikembangkan berdasarkan dari kerangka teori yang ada,
yang bersumber dari Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Variabel independen yang ingin dilihat
oleh peneliti adalah faktor gaya hidup, seperti asupan garam berlebihan, obesitas, olahraga,
kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan stres. Sedangkan variabel dependen pada
penelitian ini adalah kejadian hipertensi pada pasien yang berobat di puskesmas kecamatan
pancoran.
2.11 Hipotesis Penelitian1) Diketahuinya hubungan antara asupan garam berlebih dengan kejadian penderita
hipertensi yang berobat di puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan.
2) Diketahuinya hubungan antara obesitas dengan kejadian penderita hipertensi yang
berobat di puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan.
3) Diketahuinya hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian penderita hipertensi
yang berobat di puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan.
4) Diketahuinya hubungan antara konsumsi alkohol dengan kejadian penderita hipertensi
yang berobat di puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan.
5) Diketahuinya hubungan antara stres dengan kejadian penderita hipertensi yang berobat di
puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan.
Hipertensi
Konsumsi alkohol Stres
Asupan garam berlebihan
Kebiasaan Merokok
Obesitas Olahraga
6) Diketahuinya hubungan antara olahraga dengan kejadian penderita hipertensi yang
berobat di puskesmas Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan.
BAB IIIMETODE PENELITIAN
3.1 Desain PenelitianDesain penelitian adalah cara penelitian yang dilakukan untuk dapat mencapai tujuan
penelitian (Myrnawati, 2004). Terdapat dua jenis penelitian berdasarkan desain penelitian,
yaitu penelitian historis dan penelitian deskriptif. Desain penelitian ini menggunakan analisis
deskriptif.
Sedangkan jenis penelitian berdasarkan cara pendekatannya, dapat dibedakan menjadi
penelitian transversal (penelitian cross sectional) dan penelitian longitudinal. Jenis penelitian
cross sectional merupakan jenis penelitian yang paling mudah dan sederhana, walaupun
sebenarnya penelitian ini merupakan rancangan penelitian yang paling lemah untuk
membuktikan adanya hubungan antara faktor risiko dan suatu efek. Pada penelitian ini,
variabel bebas dan variabel akibat diobservasi sekaligus pada saat yang sama. Pengertian
‘pada saat yang sama’ di sini bukan berarti bahwa observasi pada semua subyek untuk semua
variabel dilakukan pada satu saat, melainkan tiap subyek diobservasi hanya satu kali saja,
baik pada variabel bebas (faktor risiko) ataupun pada variabel terikat (efek) (Myrnawati,
2004).
Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis lebih lanjut secara deskriptif atau
inferensial, tergantung dari hipotesisnya. Hal ini sesuai seperti dalam penelitian ini. Desain
penelitian yang dapat dilakukan dengan pendekatan cross sectional di antaranya adalah
penelitian eksploratif, deskriptif dan dalam hal-hal tertentu, penelitian analitik. Penelitian
analitik dengan pendekatan cross sectional dapat dilakukan di rumah sakit atau di lapangan.
Dengan pendekatan cross sectional, tujuan analitik akan lebih cepat, praktis, dan efisien, serta
data yang telah ada dapat langsung dimanfaatkan (Budiarto, 2003).
Sehingga, desain penelitian yang digunakan pada kesempatan ini adalah analisis
deskriptif.
3.2 Lokasi dan Waktu PenelitianPenelitian dilakukan di Puskesmas Kecamatan Pancoran-Jakarta Selatan khususnya
pada Pelayanan BP Umum. Waktu pengumpulan data dilakukan saat jam kerja pada minggu
ketiga bulan Mei sampai minggu keempat bulan Mei 2011.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Populasi adalah sekumpulan subyek (yang mencangkup semua makhluk hidup maupun
benda-benda mati) yang mempunyai kecenderungan sama serta memiliki sifat-sifat yang
serupa (Myrnawati, 2004).
Data yang diperoleh dari suatu penelitian biasanya adalah hasil pengukuran pada
sampel dari suatu populasi. Apakah data yang terkumpul tersebut dapat menjawab
permasalahan yang ada atau dapatkah data yang didapatkan tersebut membuktikan kebenaran
hipotesis yang dirumuskan, tergantung dari seberapa benar populasi yang dipilih itu relevan
dengan permasalahan penelitian yang dihadapi.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien Hipertensi yang berobat di
Puskesmas Kec. Pancoran yang berobat di Pelayanan BP Umum pada Puskesmas Kec.
Pancoran-Jakarta Selatan pada minggu ketiga sampai keempat pada bulan Mei 2011.
3.3.2 Sampel
3.3.2.1 Definisi sampel (Teori)Dalam penelitian, bila kemampuan yang dimiliki peneliti cukup memadai, maka dapat
diambil seluruh populasi sebagai subjek penelitian dan ini merupakan hal yang sangat ideal.
Namun pada kenyataannya, kemampuan yag ada hampir selalu tidak memadai, sehingga
tidak mungkin mengambil seluruh populasi sebagai subyek penelitian. Pada keadaan ini,
yang dapat dilakukan adalah melakukan penelitian pada sebagian populasi. Sebagian populasi
ini yang dinamakan sampel. Sampel dari populasi tersebut harus diambil dengan cara-cara
tertentu dan memenuhi besar sampel tertentu agar dapat representatif atau dapat mewakili
populasinya (Myrnawati, 2004).
Pengambilan sampel dilakukan dalam rangka penghematan biaya, tenaga, dan waktu.
Namun cara pengambilan sampel beraneka ragam, maka cara pengambilan sampel
disesuaikan berdasarkan tujuan penelitian, serta kondisi populasi seperti luas, sebaran, dan
sebagainya (Budiarto, 2003).
Sampel penelitian ini adalah seluruh pasien Hipertensi yang berobat di Puskesmas Kec.
Pancoran yang berobat di Pelayanan BP Umum pada Puskesmas Kec. Pancoran-Jakarta
Selatan pada minggu ketiga sampai keempat pada bulan Mei 2011.
Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif (cross sectional). Cara pengambilan
sampel dengan cara non- random (concecutive sampling).
3.3.2.2 Cara pengambilan DataCara pengambilan data dengan wawancara, pengukuran tekanan darah dan pengukuran
tinggi badan dan berat badan
3.3.2.3 Besar SampelPerhitungan sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan :
n = besar sampel minimum
Z1-α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu (95%=1,96)
P = harga proporsi di populasi (0,18) (Data Poli BPU Puskesmas Pancoran, 2010)
d = presisi mutlak/kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir (5%)
Maka :
n1 = (Zα)²x p (1 – p)
L2
n1= 1,962 x 0,18 x (1- 0,18)
0,05²
n1 = 3,8416 x 0,18x 0,82
0,0025
n1 = 0, 567 = 226
0, 0025
n = Z21-α/2 P(1-P)
d²
n2 = n1
1 + n1 / N
= 226
1 + 226/120
= 226 / 2, 88
= 78, 5
Dengan menggunakan rumus tersebut, maka diperoleh sampel minimal sebesar 78, 5
responden. Disertai kemungkinan drop out sebesar 10%, sehingga total sampel pada
penelitian ini adalah 86 sampel.
3.3.2.4 Kriteria SampelKriteria inklusi sampel adalah penderita hipertensi yang berobat di Puskesmas kecamatan
pancoran, dan pasien yang setuju untuk di wawancarai. Kriteria eksklusi adalah penderita
hipertensi yang tidak setuju untuk di wawancarai.
3.3.2.5 Teknik Pengambilan Sampel1. Di dalam menentukan metoda pengambilan sampel yang akan digunakan dalam suatu
penelitian, haruslah diperhatikan keseimbangan antara biaya, waktu dan tenaga yang
harus dikeluarkan, dengan besarnya presisi yang diharapkan (Myrnawati, 2004).
2. Dalam penelitian yang mempunyai populasi yang sangat besar, penggunaan metoda
sampel acak mungkin hanya bisa digunakan dalam survei karena penelitian jenis ini
hanya mempunyai sedikit pertanyaan dan memerlukan waktu yang tidak banyak untuk
menjawabnya.
3. Consecutive Accidental sampling adalah teknik pengambilan data secara serampangan,
tanpa perencanaan seksama (Myrnawati, 2004). Siapa yang ditemukan peneliti diambil
sebagai sampel.
3.4 Variabel PenelitianVariabel independen yang ingin dilihat oleh peneliti adalah faktor gaya hidup, seperti
asupan garam berlebihan, obesitas, olahraga, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan stres.
Sedangkan variabel dependen pada penelitian ini adalah kejadian hipertensi pada pasien yang
berobat di puskesmas kecamatan pancoran.
3.5 Definisi OperasionalNo Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Hipertensi Hipertensi adalah pengukuran
tekanan darah yang melebihi
tekanan darah normal yaitu lebih
dari atau sama dengan 140 / 90
mmHg (Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II, 2011)
Diagnosis untuk
Hipertensi
diketahui
setelah
melakukan
pemeriksaan
tekanan darah
terhadap pasien
hipertensi yang
datang
berkunjung
untuk berobat di
Puskesmas
Kecamatan
Pancoran
Stetoskop
dan
Sphygmoma
nometer
1.Bukan
Hipertensi :
Jika TD
didapatkan
< 120/80
mmHg
2. Hipertensi
: Jika TD
didapatkan
≥ 140/90
Nominal
2. Stres Stres adalah reaksi/respons
tubuh terhadap stresor
psikososial (tekanan
mental/beban kehidupan).
(WHO, 2003: 158)
Dengan nilai berdasarkan
Depression Anxiety Stres Scale
42 (DASS 42) oleh Lovibond &
Lovibond (1995).
1. Normal jika nilai 0 - 29
2. Stress jika nilai ≥30
Wawancara Kuesioner 1. Ya
2. Tidak
Ordinal
3. Merokok Merokok adalah menghisap
gulungan tembakau yang
Wawancara Kuesioner 1. Ya Nominal
dibungkus dengan kertas
(Kamus Besar Bahasa Indonesia,
1990:752).
Dikatakan merokok bila
menghisap 1 batang rokok
perhari (Sitopoe, 1997 dalam
Rochadi, 2004)
2. Tidak
4. Minum
alkohol
Dikatakan minum alkohol bila
meminum minuman
mengandung alkohol lebih dari
30 ml perhari (National Heart,
Lung and Blood Institute, 2003)
Wawancara Kuesioner 1. Ya
2. Tidak
Nominal
5. Asupan
garam
berlebih
Konsumsi garam lebih dari 6
gram atau 1, 5 sendok teh
perhari.(Almatsier, Sunita.
Penuntun Diet. 2010. PT.
Gramedia Pustaka Utama :
Jakarta)
Wawancara Kuesioner 1. < 1,5 sdt
2. >1,5 sdt
Nominal
6. Olahraga Serangkaian gerak raga yang
teratur dan terencana untuk
memelihara gerak
(mempertahankan hidup) dan
meningkatkan kemampuan
gerak (meningkatkan kualitas
hidup)
(Santosa,2007).
Wawancara Kuesioner 1. >3x/
mgg
2. <3x/
mgg
3. Tidak
pernah
Ordinal
7. Obesitas Kelebihan berat badan sebagai
akibat dari penimbunan lemak
tubuh yang berlebihan. Setelah
diukur berat badan dan tinggi
badan, dihitung IMT dengan
rumus BB (kg) / TB (m²).
Dikatakan obes apabila IMT
>24,9 kg / m²
Mengukur berat
dan tinggi badan
Timbangan
dan alat ukur
tinggi badan
1. Ya
2. Tidak
Nominal
3.6 Jenis dan Cara Pengumpulan Data
3.6.1 Jenis Data 1. Data primer
Diperoleh dari wawancara kuesioner meliputi data mengenai konsumsi rokok,
alkohol, asupan garam, olahraga, dan tingkat stres. Data primer juga diperoleh dari
pengukuran berat dan tinggi badan menggunakan timbangan dan meteran.
2. Data sekunder
Diperoleh dari data yang dimiliki puskesmas seperti data diagnosis hipertensi.
3.6.2 Instrumen Penelitian
3.6.2.1 Penyusunan/Pembuatan InstrumenInstrumen pengumpulan data adalah kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan
tertutup yang relevan dengan tujuan penelitian. Selain itu, data sekunder puskesmas
merupakan instrumen yang digunakan untuk mengetahui diagnosis hipertensi dari pasien
Balai Pengobatan Umum. Instrumen dikembangkan dari penelitian terdahulu dan
disesuaikan dengan faktor resiko yang ingin diteliti.
Instrumen pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner.
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang digunakan dalam wawancara dan angket
(Myrnawati, 2004). Sebelum diedarkan, daftar pertanyaan ini harus sudah diolah secara
matang dan disusun dengan baik, sehingga pewawancara tinggal memberikan jawaban
atau tanda-tanda tertentu.
3.7 Teknik Pengolahan DataPengolahan data dilakukan secara manual dengan langkah-langkah sebagai berikut:
3.7.1 Pengkodean / codingPengkodean merupakan kegiatan merubah data berdasarkan golongan-golongan yang telah
ditetapkan dalam definisi operasional. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan peneliti
ketika melakukan analisis data. Kode data ditetapkan oleh peneliti.
3.7.2 Pengeditan / editingSetelah dilakukan wawancara dan kuisioner telah terkumpul sesuai besar sampel,
dilakukan pengeditan/penyuntingan untuk memastikan kelengkapan data dan meneliti tiap
lembar data jawaban, apakah jawaban sudah relevan dan konsisten.
3.7.3 Pemasukan data / entry dataPemasukan data dilakukan setelah selesai pengeditan dan dilakukan dengan memasukkan
kode yang telah ditetapkan ke dalam sistem data menggunakan komputer.
3.7.4 Pembersihan / cleaningSetelah data dimasukkan, dilakukan proses cleaning/pembersihan untuk memeriksa
kembali untuk melihat kesalahan, missing data, variasi data, dan ketidakkonsistenan
jawaban.
3.8 Metode Analisis
3.8.1 Analisis DeskriptifPenelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif untuk menjelaskan gambaran
umum kejadian hipertensi pada pasien Puskesmas Kecamatan Pancoran. Kejadian hipertensi
tersebut akan dihubungkan dengan beberapa faktor yang diduga memiliki hubungan dengan
kejadian hipertensi itu sendiri. Faktor-faktor tersebut mencakup tingkat stres pasien,
kebiasaan merokok pasien, kebiasaan minum minuman alkohol, kondisi asupan garam
pasien, kebiasaan olahraga dan kondisi obesitas pasien. Metode analisis ini juga digunakan
untuk menggambarkan keadaan responden berdasarkan faktor-faktor diatas.
3.8.2 Analisis HubunganSelain menggambarkan kondisi responden, penelitian ini juga akan memberikan kajian
berupa analisis hubungan antara faktor-faktor yang telah disebutkan dengan kejadian
hipertensi. Melalui analisis ini, akan diketahui faktor mana saja yang signifikan berhubungan
secara statistik. Analisis hubungan yang akan dilakukan adalah membuktikan apakah proposi
kategori tertentu pada suatu variabel tidak sama. Jika pada suatu variabel, proporsi kategori
satu dan dua sama, maka dapat diduga bahwa kategori yang manapun memiliki peluang
mengalami hipertensi yang sama.
3.8.2.1 Uji Proporsi Satu PopulasiStatistik uji yang digunakan untuk menguji proporsi satu populasi adalah uji binomial.
Akan tetapi, karena jumlah sampel pada penelitian ini besar yakni sejumlah 86 sampel (n >
30), maka uji binomial yang dilakukan merupakan uji binomial yang didekati oleh normal.
Hipotesis nol yang digunakan pada pengujian proporsi satu populasi adalah proporsi
kategori satu sama dengan 0,5 (50%) sedangkan hipotesis alternatifnya adalah proporsi
kategori satu tidak sama dengan 0,5 (50%).
Rumus yang digunakan untuk melakukan pengujian ini adalah:
dimana,
= proporsi sukses dari sampel
;
x = jumlah sukses
n = ukuran sampel
3.9 Alur Penelitian
BPU : Pasien hipertensi yang datang untuk berobat di Puskesmas kecamatan Pancoran
BPU : Pasien hipertensi yang datang untuk berobat di Puskesmas kecamatan Pancoran Izin Penelitian
PPPEPENELITIANIzin Penelitian PPPEPENELITIAN
Informed ConsentInformed Consent Tidak setuju Tidak setuju
Wawancara Dan Pengisian Kuesioner :
Umur RespondenJenis KelaminIMT RespondenPekerjaan RespondenKebiasaan MerokokAsupan Garam perhariKonsumsi AlkoholTingkatan StresKebiasaan Olahraga
Wawancara Dan Pengisian Kuesioner :
Umur RespondenJenis KelaminIMT RespondenPekerjaan RespondenKebiasaan MerokokAsupan Garam perhariKonsumsi AlkoholTingkatan StresKebiasaan Olahraga
Pengolahan DataPengolahan Data
Analisis DataAnalisis Data
HASILHASIL
Setuju Setuju
BAB IVHasil dan pembahasan
4. 1 Analisis DeskriptifPada penelitian ini, digunakan sebanyak 86 pasien yang positif mengalami hipertensi.
Selanjutnya, kejadian hipertensi tersebut akan dianalisis berdasarkan tingkat stres, kebiasaan
merokok, kebiasaan minum minuman alkohol, asupan garam, kebiasaan olahraga dan
kejadian obesitas. Gambaran kejadian hipertensi berdasarkan masing-masing variabel
tersebut disajikan pada sub-sub bagian di bawah ini.
4.1.1 Gambaran Umum Kondisi Hipertensi Pasien Puskesmas Kecamatan Pancoran berdasarkan Kelompok Umur
Berdasarkan tabel di bawah ini dapat diketahui bahwa sebanyak 3,49 persen pasien
hipertensi berasal dari kelompok umur 21-30 tahun, sebanyak 8,14 persen pasien hipertensi
berasal dari kelompok umur 31-40 tahun, sebanyak 24,42 persen pasien hipertensi berasal
dari kelompok umur 41-50 tahun, sebanyak 16,28 persen pasien hipertensi berasal dari
kelompok umur 51-60 tahun, sebanyak 20,93 persen pasien hipertensi berasal dari kelompok
umur 61-70 tahun, dan sebanyak 26,74 persen pasien hipertensi berasal dari kelompok umur
71-80 tahun.
Tabel 4.1 Distribusi Pasien Hipertensi Berdasarkan Kelompok Umur
Kelompok Umur
Frekuensi Persentase
(1) (2) (3)
21-30 3 3,4931-40 7 8,1441-50 21 24,4251-60 14 16,2861-70 18 20,9371-80 23 26,74Total 86 100
Untuk lebih jelasnya, distribusi pasien hipertensi Puskesmas Pancoran dapat dilihat
pada grafik di bawah ini.
4.1.2 Gambaran Umum Kondisi Hipertensi Pasien Puskesmas Kecamatan Pancoran berdasarkan Tingkat Stres Pasien
Pada sub bagian ini akan dijelaskan kondisi tingkat stres pasien hipertensi yang berobat
di Puskesmas Pancoran. Gambaran tingkat stres dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini.
Tabel 4.2 Distribusi Pasien Hipertensi Berdasarkan Tingkat Stres
Tingkat Stres Frekuensi Persentase(1) (2) (3)
Ya 52 60,47Tidak 34 39,53Total 86 100,00
Berdasarkan tabel 4.2 diatas, dapat diketahui bahwa dari 86 pasien yang mengalami
hipertensi sebanyak 60,47 persen atau sejumlah 52 orang mengalami stres. Sementara itu,
sisanya yakni 39,53 persen atau sejumlah 34 orang tidak mengalami stres. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat stres diantara pasien hipertensi puskesmas ini masih cukup
tinggi.
4.1.3 Gambaran Umum Kondisi Hipertensi Pasien Puskesmas Kecamatan Pancoran berdasarkan Kebiasaan Merokok Pasien
Pada sub bagian ini akan dijelaskan kebiasaaan merokok pasien hipertensi yang berobat
di Puskesmas Pancoran. Gambaran kebiasaan merokok para pasien dapat dilihat pada tabel
4.3 di bawah ini.
Tabel 4.3 Distribusi Pasien Hipertensi Berdasarkan Kebiasaan Merokok
Kebiasaan Merokok Frekuensi Persentase(1) (2) (3)
Ya 34 39,53Tidak 52 60,47Total 86 100,00
Berdasarkan tabel 4.3 diatas, dapat diketahui bahwa dari 86 pasien yang mengalami
hipertensi, sebanyak 39,53 persen atau sejumlah 34 orang memiliki kebiasaan merokok
sedangkan sisanya yakni sebanyak 60,47 persen atau sejumlah 52 orang tidak memiliki
kebiasaan merokok.
4.1.4 Gambaran Umum Kondisi Hipertensi Pasien Puskesmas Kecamatan Pancoran berdasarkan Kebiasaan Minum Minuman Alkohol
Pada sub bagian ini akan dijelaskan kebiasaan minum minuman alkohol pasien
hipertensi yang berobat di Puskesmas Pancoran. Gambaran kebiasaan minum minuman
alkohol dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini.
Tabel 4.4 Distribusi Pasien Hipertensi Berdasarkan Kebiasaan Minum Minuman Alkohol
Kebiasaan Minum Minuman Alkohol
Frekuensi Persentase
(1) (2) (3)Ya 8 9,3Tidak 78 90,7Total 86 100,0
Berdasarkan tabel 4.4 diatas, diketahui bahwa dari 86 pasien yang mengalami
hipertensi, sebanyak 9,3 persen atau sejumlah 8 orang memiliki kebiasaan minum minuman
alkohol dan sisanya yakni sebanyak 90,7 persen atau sejumlah 78 pasien tidak memiliki
kebiasaan minum minuman alkohol.
4.1.5 Gambaran Umum Kondisi Hipertensi Pasien Puskesmas Kecamatan Pancoran berdasarkan Asupan Garam Berlebih
Pada sub bagian ini akan dijelaskan kondisi asupan garam berlebih pasien hipertensi
yang berobat di Puskesmas Pancoran. Gambaran kondisi asupan garam berlebih pasien dapat
dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini.
Tabel 4.5 Distribusi Pasien Hipertensi Berdasarkan Asupan Garam Berlebih
Asupan Garam Berlebih
Frekuensi Persentase
(1) (2) (3)Ya 78 90,7Tidak 8 9,3Total 86 100,0
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa dari 86 responden yang dicakup
dalam penelitian, sebanyak 90,7 persen atau sejumlah 78 orang yang mempunyai asupan
garam berlebih. Sementara itu, sebanyak 9,3 persen atau sejumlah 8 orang tidak mempunyai
asupan garam berlebih. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pasien yang memiliki asupan
garam berlebih di puskesmas tersebut sangat banyak hingga mencapai angka diatas 90
persen.
4.1.6 Gambaran Umum Kondisi Hipertensi Pasien Puskesmas Kecamatan Pancoran berdasarkan Kebiasaan Olahraga
Pada sub bagian ini akan dijelaskan kebiasaan olahraga pasien hipertensi yang berobat
di Puskesmas Pancoran. Gambaran tingkat stres dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini.
Tabel 4.6 Distribusi Pasien Hipertensi Berdasarkan Kebiasaan Olahraga
Kebiasaan Olahraga
Frekuensi Persentase
(1) (2) (3)Ya 24 27,9Tidak 62 72,1Total 86 100,0
Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa hanya sebanyak 27,9 persen atau sejumlah
24 pasien yang memiliki kebiasaan melakukan olahraga. Sementara itu, sebanyak 72,1 persen
atau sejumlah 62 orang tidak memiliki kebiasaan olahraga.
4.1.7 Gambaran Umum Kondisi Hipertensi Pasien Puskesmas Kecamatan Pancoran berdasarkan Kejadian Obesitas
Pada sub bagian ini akan dijelaskan kejadian obesitas pasien hipertensi yang berobat di
Puskesmas Pancoran. Gambaran kejadian obesitas dapat dilihat pada tabel 4.7 di bawah ini.
Tabel 4.7 Distribusi Pasien Hipertensi Berdasarkan Kejadian Obesitas
Kejadian Obesitas Frekuensi Persentase
(1) (2) (3)Ya 48 55,8Tidak 38 44,2Total 86 100,0
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa dari 86 pasien hipertensi, sebanyak
55,8 persen atau sejumlah 48 orang mengalami obesitas dan sisanya yakni sebanyak 44,2
persen atau sejumlah 38 orang tidak mengalami obesitas.
4.2 Analisis Hubungan Pada penelitian ini, untuk mengetahui apakah ada hubungan atau tidak antara kedua
variabel, digunakan analisis uji proporsi satu populasi.
4.2.1 Analisis Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Tingkat Stres Pasien Pada bagian 4.2.1. ini, dilakukan analisis untuk menguji apakah proporsi pasien
hipertensi yang mengalami stres sama dengan proporsi pasien hipertensi yang tidak
mengalami stres. Jika proporsi stres dan tidak stres ternyata sama, maka dapat diduga bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara hipertensi dan tingkat stres.
Untuk melakukan pengujian tersebut, langkah awal yang perlu dilakukan adalah
menentukan hipotesis. Hipotesis yang digunakan pada pengujian ini adalah:
H0 : P0 = 0,5 (proporsi stres dan tidak stres pada pasien hipertensi sama)
H1 : P0 ≠ 0,5 (proporsi stres dan tidak stres pada pasien hipertensi tidak sama)
Taraf uji : α = 5%
Statistik uji yang digunakan: Uji proporsi satu populasi
Wilayah kritik: Tolak H0 jika zob > zα/2 atau p-value < α/2 (0,025)
Dengam menggunakan software SPSS 16.0 diperoleh hasil sebagai berikut:
Binomial Test
Category N Observed Prop. Test Prop.
Asymp. Sig. (2-
tailed)
Tingkat Stres Tidak 2 34 .40 .50 .066a
Ya 1 52 .60
Total 86 1.00
a. Based on Z Approximation.
Berdasarkan output diatas, diperoleh nilai p-value sebesar 0,066.
Keputusan: tidak tolak H0 karena 0,066 > 0,025
Kesimpulan: Dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa sampel yang
ada belum mampu membuktikan proporsi stres dan tidak stres pada pasien
hipertensi tidak sama atau dapat dikatakan bahwa proporsi stres dan tidak
stres sama.
Berdasarkan kesimpulan tersebut dapat diduga bahwa tidak ada hubungan antara
kejadian hipertensi dan tingkat stres.
4.2.2 Analisis Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Kebiasaan MerokokPada bagian 4.2.2. ini, dilakukan analisis untuk menguji apakah proporsi pasien
hipertensi yang memiliki kebiasaan merokok sama dengan proporsi pasien hipertensi yang
tidak memiliki kebiasaan merokok. Jika proporsi merokok dan tidak merokok ternyata sama,
maka dapat diduga bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara hipertensi dan
kebiasaan merokok.
Untuk melakukan pengujian tersebut, langkah awal yang perlu dilakukan adalah
menentukan hipotesis. Hipotesis yang digunakan pada pengujian ini adalah:
H0 : P0 = 0,5 (proporsi merokok dan tidak merokok pada pasien hipertensi sama)
H1 : P0 ≠ 0,5 (proporsi merokok dan tidak merokok pada pasien hipertensi tidak sama)
Taraf uji : α = 5%
Statistik uji yang digunakan: Uji proporsi satu populasi
Wilayah kritik: Tolak H0 jika zob > zα/2 atau p-value < α/2 (0,025)
Dengam menggunakan software SPSS 16.0 diperoleh hasil sebagai berikut:
Binomial Test
Category N Observed Prop. Test Prop.
Asymp. Sig. (2-
tailed)
Kebiasaan Merokok Tidak 2 52 .60 .50 .066a
Ya 1 34 .40
Total 86 1.00
a. Based on Z Approximation.
Berdasarkan output diatas, diperoleh nilai p-value sebesar 0,066.
Keputusan: tidak tolak H0 karena 0,066 > 0,025
Kesimpulan: Dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa sampel yang
ada belum mampu membuktikan proporsi merokok dan tidak merokok
pada pasien hipertensi tidak sama atau dapat dikatakan bahwa proporsi
merokok dan tidak merokok adalah sama.
Berdasarkan kesimpulan tersebut dapat diduga bahwa tidak ada hubungan antara
kejadian hipertensi dan kebiasaan merokok.
4.2.3 Analisis Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Kebiasaan Minum Minumam Alkohol
Pada bagian 4.2.3. ini, dilakukan analisis untuk menguji apakah proporsi pasien
hipertensi yang memiliki kebiasaan minum minuman alkohol sama dengan proporsi pasien
hipertensi yang tidak memiliki kebiasaan minum minuman alkohol. Jika proporsi minum
minuman alkohol dan tidak minum minuman alkohol ternyata sama, maka dapat diduga
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara hipertensi dan kebiasaan minum minuman
alkohol.
Untuk melakukan pengujian tersebut, langkah awal yang perlu dilakukan adalah
menentukan hipotesis. Hipotesis yang digunakan pada pengujian ini adalah:
H0 : P0 = 0,5 (proporsi minum minuman alkohol dan tidak minum minuman alkohol
pada pasien hipertensi sama)
H1 : P0 ≠ 0,5 (proporsi minum minuman alkohol dan tidak minum minuman alkohol
pada pasien hipertensi tidak sama)
Taraf uji : α = 5%
Statistik uji yang digunakan: Uji proporsi satu populasi
Wilayah kritik: Tolak H0 jika zob > zα/2 atau p-value < α/2 (0,025)
Dengam menggunakan software SPSS 16.0 diperoleh hasil sebagai berikut:
Binomial Test
Category N Observed Prop. Test Prop.
Asymp. Sig. (2-
tailed)
Kebiasaan Minum Alkohol Tidak 2 78 .91 .50 .000a
Ya 1 8 .09
Total 86 1.00
a. Based on Z Approximation.
Berdasarkan output diatas, diperoleh nilai p-value sebesar 0,000.
Keputusan: tolak H0 karena 0,000 < 0,025
Kesimpulan: Dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa proporsi
minum minuman alkohol dan tidak minum minuman alkohol pada pasien
hipertensi tidak sama.
Berdasarkan kesimpulan tersebut dapat diduga bahwa ada hubungan antara kejadian
hipertensi dan kebiasaan minum minuman alkohol.
4.2.4 Analisis Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Asupan Garam BerlebihPada bagian 4.2.4. ini, dilakukan analisis untuk menguji apakah proporsi pasien
hipertensi yang memiliki asupan garam berlebih sama dengan proporsi pasien hipertensi yang
tidak memiliki asupan garam berlebih. Jika proporsi pasien dengan asupan garam berlebih
dan tidak ternyata sama, maka dapat diduga bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
hipertensi dan asupan gara berlebih.
Untuk melakukan pengujian tersebut, langkah awal yang perlu dilakukan adalah
menentukan hipotesis. Hipotesis yang digunakan pada pengujian ini adalah:
H0 : P0 = 0,5 (proporsi asupan garam berlebih dan tidak pada pasien hipertensi sama)
H1 : P0 ≠ 0,5 (proporsi asupan garam berlebih dan tidak pada pasien hipertensi tidak
sama)
Taraf uji : α = 5%
Statistik uji yang digunakan: Uji proporsi satu populasi
Wilayah kritik: Tolak H0 jika zob > zα/2 atau p-value < α/2 (0,025)
Dengam menggunakan software SPSS 16.0 diperoleh hasil sebagai berikut:
Binomial Test
Category N Observed Prop. Test Prop.
Asymp. Sig. (2-
tailed)
Asupan Garam Berlebih Ya 1 78 .91 .50 .000a
Tidak 2 8 .09
Total 86 1.00
a. Based on Z Approximation.
Berdasarkan output diatas, diperoleh nilai p-value sebesar 0,000.
Keputusan: tolak H0 karena 0,000 < 0,025
Kesimpulan: Dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa proporsi
asupan garam berlebih dan tidak pada pasien hipertensi tidak sama.
Berdasarkan kesimpulan tersebut dapat diduga bahwa ada hubungan antara kejadian
hipertensi dan asupan garam berlebih.
4.2.5 Analisis Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Kebiasaan Olahraga PasienPada bagian 4.2.5. ini, dilakukan analisis untuk menguji apakah proporsi pasien
hipertensi yang memiliki kebiasaan olahraga sama dengan proporsi pasien hipertensi yang
tidak memiliki kebiasaan olahraga. Jika proporsi yang melakukan dan tidak melakukan
olahraga ternyata sama, maka dapat diduga bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
hipertensi dan kebiasaan melakukan olahraga.
Untuk melakukan pengujian tersebut, langkah awal yang perlu dilakukan adalah
menentukan hipotesis. Hipotesis yang digunakan pada pengujian ini adalah:
H0 : P0 = 0,5 (proporsi melakukan dan tidak melakukan olahraga pada pasien hipertensi
sama)
H1 : P0 ≠ 0,5 (proporsi melakukan dan tidak melakukan olahraga pada pasien hipertensi
tidak sama)
Taraf uji : α = 5%
Statistik uji yang digunakan: Uji proporsi satu populasi
Wilayah kritik: Tolak H0 jika zob > zα/2 atau p-value < α/2 (0,025)
Dengam menggunakan software SPSS 16.0 diperoleh hasil sebagai berikut:
Binomial Test
Category N Observed Prop. Test Prop.
Asymp. Sig. (2-
tailed)
Kebiasaan Olahraga Tidak 2 62 .72 .50 .000a
Ya 1 24 .28
Total 86 1.00
a. Based on Z Approximation.
Berdasarkan output diatas, diperoleh nilai p-value sebesar 0,000.Keputusan: tolak H0 karena 0,000 < 0,025
Kesimpulan: Dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa proporsi
melakukan olahraga dan tidak pada pasien hipertensi tidak sama.
Berdasarkan kesimpulan tersebut dapat diduga bahwa ada hubungan antara kejadian
hipertensi dan kebiasaan olahraga.
4.2.6 Analisis Hubungan Kejadian Hipertensi dengan ObesitasPada bagian 4.2.6. ini, dilakukan analisis untuk menguji apakah proporsi pasien
hipertensi yang mengalami obesitas sama dengan proporsi pasien hipertensi yang tidak
mengalami obesitas. Jika proporsi obesitas dan tidak obesitas ternyata sama, maka dapat
diduga bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara hipertensi dan kejadian obesitas.
Untuk melakukan pengujian tersebut, langkah awal yang perlu dilakukan adalah
menentukan hipotesis. Hipotesis yang digunakan pada pengujian ini adalah:
H0 : P0 = 0,5 (proporsi obesitas dan tidak obesitas pada pasien hipertensi sama)
H1 : P0 ≠ 0,5 (proporsi obesitas dan tidak obesitas pada pasien hipertensi tidak sama)
Taraf uji : α = 5%
Statistik uji yang digunakan: Uji proporsi satu populasi
Wilayah kritik: Tolak H0 jika zob > zα/2 atau p-value < α/2 (0,025)
Dengam menggunakan software SPSS 16.0 diperoleh hasil sebagai berikut:
Binomial Test
Category N Observed Prop. Test Prop.
Asymp. Sig. (2-
tailed)
Obesitas Tidak 2 38 .44 .50 .332a
Ya 1 48 .56
Total 86 1.00
a. Based on Z Approximation.
Berdasarkan output diatas, diperoleh nilai p-value sebesar 0,332.
Keputusan: tidak tolak H0 karena 0,332 > 0,025
Kesimpulan: Dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa sampel yang
ada belum mampu membuktikan proporsi obesitas dan tidak obesitas pada
pasien hipertensi tidak sama atau dapat dikatakan bahwa proporsi
merokok dan tidak merokok adalah sama.
Berdasarkan kesimpulan tersebut dapat diduga bahwa tidak ada hubungan antara
kejadian hipertensi dan obesitas.
4.3 Keterbatasan PenelitianPenelitian ini menggunakan desain studi cross sectional yang memiliki temporal
relationship atau akibat/penyakit dahulu baru menyelidiki penyebab/faktor resikonya, dengan
demikian pajanan telah atau sedang berlangsung. Oleh karena itu, penelitian ini rawan
terhadap bias.Bias adalah kesalahan yang terjadi secara sistematik baik dalam desain,
pelaksanaan, maupun dalam menginterpretasi informasi tentang subjek penelitian sehingga
mengakibatkan distorsi yang dapat membesar, meniadakan pengaruh pajanan yang
sebenarnya.
Salah satu bias yang sering terjadi adalah bias informasi yaitu kesalahan sistematik
dalam mengamati, memilih instrumen, mengukur, mencatat informasi, mengklarifikasi dan
menginterpretasi status pajanan dan penyakit. Bias informasi yang penting yaitu bias
mengingat. Kemungkinan bias mengingat semakin besar jika paparan telah berlangsung
cukup lama atau menyangkut sejumlah faktor lainnya yang mirip terhadap faktor penelitian
(Murti, 1997).
Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah :
a. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah angka kunjungan hipertensi
bukan angka kejadian hipertensi, karena sistem entry data yang terdapat di puskesmas
Kecamatan Pancoran belum bisa membedakan kasus baru dan kasus lama
b. Banyak responden yang bertempat tinggal bukan di daerah kecamatan Pancoran
(banyak yang di luar kecamatan), dan disertai keterbatasan waktu penelitian, maka penelitian
yang kami lakukan berdasarkan hospital based bukan community based
c. Kurang respon dari responden dalam menjawab pertanyaan dari kuesioner yang
peneliti ajukan
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KesimpulanBerdasarkan penelitian dan analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
a. Pasien hipertensi Puskesmas Kecamatan Pancoran didominasi oleh pasien dengan
kelompok umur 71-80 tahun yakni sebanyak 26,74 persen.
b. Pasien hipertensi Puskesmas Kecamatan Pancoran didominasi oleh pasien yang
mengalami stres yakni sebanyak 60,47 persen.
c. Pasien hipertensi Puskesmas Kecamatan Pancoran didominasi oleh pasien yang
tidak memiliki kebiasaan merokok yakni sebanyak 60,47 persen.
d. Pasien hipertensi Puskesmas Kecamatan Pancoran didominasi oleh pasien yang
tidak memiliki kebiasaan minum minuman alkohol yakni sebanyak 90,7 persen.
e. Pasien hipertensi Puskesmas Kecamatan Pancoran didominasi oleh pasien dengan
asupan garam berlebih yakni sebanyak 90,7 persen.
f. Pasien hipertensi Puskesmas Kecamatan Pancoran didominasi oleh pasien yang
tidak memiliki kebiasaan olahraga yakni sebanyak 72,1 persen.
g. Pasien hipertensi Puskesmas Kecamatan Pancoran didominasi oleh pasien yang
mengalami obesitas yakni sebesar 55,8 persen.
h. Faktor yang terbukti signifikan memiliki hubungan dengan kejadian hipertensi
adalah kebiasaan minum minuman alkohol, asupan garam berlebih, kebiasaan
olahraga.
i. Sementara itu, sampel yang ada belum cukup membuktikan bahwa tingkat stres,
kebiasaan merokok dan obesitas memiliki hubungan dengan kejadian hipertensi.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Penderita Hipertensi dan MasyarakatMengingat tingginya prevalensi hipertensi terutama di sebabkan oleh berbagai faktor
gaya hidup yang merupakan faktor resiko yang dapat dimodifikasi maka sebaiknya
masyarakat terutama yang memiliki resiko tinggi dan penderita hipertensi dapat memperbaiki
gaya hidup diantaranya mengurangi asupan garam, tidak mengkonsumsi minuman beralkohol
dan melakukan olah raga secara teratur, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas
hidup dan menghindari berbagai penyakit yang dipengaruhi gaya hidup.
5.2.2 Bagi Institusi Terkait/PuskesmasPuskesmas diharapkan dapat melakukan penyuluhan yang teratur mengenai faktor
resiko gaya hidup yang berpengaruh terhadap hipertensi sehingga dapat mencegah terjadinya
hipertensi atau dapat mengurangi resiko komplikasi pada penderita hipertensi. Dapat
merealisasikan poli khusus untuk penderita hipertensi sehingga dapat lebih efektif melakukan
tindakan pencegahan maupun pengobatan dan kontrol untuk penderita hipertensi.
5.2.3 Bagi Peneliti LainSeperti telah dikemukakan pada kesimpulan di atas, terdapat tiga faktor yang belum
cukup membuktikan memiliki hubungan dengan hipertensi yaitu tingkat stres, merokok dan
obesitas. Hal ini mungkin dikarenakan sampel yang kami gunakan belum cukup mewakili
populasi, sehingga untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan jumlah sampel yang
lebih dapat mewakili populasi.
Pada faktor gaya hidup merokok di dapat hasil yang tidak signifikan dikarenakan pada
penelitian ini kami tidak membedakan sampel berdasarkan jenis kelamin dan ditemukan
perokok lebih banyak pada pria sedangkan perbandingan pria dan wanita dalam sampel
kurang lebih berimbang. Sehingga pada penelitian selanjutnya dapat membedakan sampel
untuk faktor gaya hidup merokok berdasarkan jenis kelamin sehingga bisa mendapatkan hasil
yang lebih menggambarkan hubungan merokok dengan hipertensi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
BAB I PENDAHULUAN 2
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................2
1.2 Perumusan Masalah.....................................................................................................................4
1.3 Pertanyaan Penelitian...................................................................................................................5
1.4 Tujuan Penelitian.........................................................................................................................5
1.4.1 Tujuan Umum.......................................................................................................................5
1.4.2 Tujuan Khusus......................................................................................................................5
1.5 Manfaat Penelitian.......................................................................................................................6
1.5.1 Manfaat teoritik....................................................................................................................6
1.5.2 Manfaat metodologik............................................................................................................6
1.5.3 Manfaat aplikatif............................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 Definisi Hipertensi.......................................................................................................................8
2.2 Klasifikasi dan Etiologi Hipertensi..............................................................................................8
2.2.1 Klasifikasi Hipertensi...........................................................................................................8
2.2.2 Etiologi Hipertensi................................................................................................................9
2.3 Patofisiologi Hipertensi.............................................................................................................11
2.4 Tanda dan Gejala Hipertensi......................................................................................................16
2.5 Faktor Resiko.............................................................................................................................17
2.5.1 Faktor yang tidak dapat dimodifikasi...........................................................................17
2.5.2 Faktor yang dapat dimodifikasi....................................................................................19
2.6. Evaluasi Hipertensi...................................................................................................................26
2. 7 Komplikasi...............................................................................................................................28
2.7.1 Stroke..................................................................................................................................28
2.7.2 Infark Miokard....................................................................................................................28
2.7.3 Gagal Ginjal........................................................................................................................28
2.7.4 Gagal Jantung.....................................................................................................................29
2.7.5 Ensefalopati........................................................................................................................29
2.8 Pengobatan dan Pencegahan Hipertensi.....................................................................................29
2.8.1 Pengobatan Hipertensi........................................................................................................29
2.8.2 Pencegahan Hipertensi........................................................................................................33
2.9 Kerangka Teori Hipertensi........................................................................................................36
2.10 Kerangka Konsep.................................................................................................................36
2.11 Hipotesis Penelitian.............................................................................................................37
BAB III METODE PENELITIAN 38
3.1 Desain Penelitian......................................................................................................................38
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.....................................................................................................38
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian................................................................................................39
3.3.1 Populasi..............................................................................................................................39
3.3.2 Sampel................................................................................................................................39
3.4 Variabel Penelitian....................................................................................................................41
3.5 Definisi Operasional..................................................................................................................42
3.6 Jenis dan Cara Pengumpulan Data.......................................................................................44
3.6.1 Jenis Data............................................................................................................................44
3.6.2 Instrumen Penelitian..........................................................................................................44
3.7 Teknik Pengolahan Data......................................................................................................44
3.7.1 Pengkodean / coding...........................................................................................................44
3.7.2 Pengeditan / editing............................................................................................................44
3.7.3 Pemasukan data / entry data...............................................................................................45
3.7.4 Pembersihan / cleaning.......................................................................................................45
3.8 Metode Analisis........................................................................................................................45
3.8.1 Analisis Deskriptif.............................................................................................................45
3.8.2 Analisis Hubungan..............................................................................................................45
3.9 Alur Penelitian...........................................................................................................................47
BAB IV Hasil dan pembahasan 48
4. 1 Analisis Deskriptif....................................................................................................................48
4.1.1 Gambaran Umum Kondisi Hipertensi Pasien Puskesmas Kecamatan Pancoran berdasarkan Kelompok Umur..........................................................................................................................48
4.1.2 Gambaran Umum Kondisi Hipertensi Pasien Puskesmas Kecamatan Pancoran berdasarkan Tingkat Stres Pasien................................................................................................49
4.1.3 Gambaran Umum Kondisi Hipertensi Pasien Puskesmas Kecamatan Pancoran berdasarkan Kebiasaan Merokok Pasien......................................................................................50
4.1.4 Gambaran Umum Kondisi Hipertensi Pasien Puskesmas Kecamatan Pancoran berdasarkan Kebiasaan Minum Minuman Alkohol......................................................................50
4.1.5 Gambaran Umum Kondisi Hipertensi Pasien Puskesmas Kecamatan Pancoran berdasarkan Asupan Garam Berlebih...........................................................................................51
4.1.6 Gambaran Umum Kondisi Hipertensi Pasien Puskesmas Kecamatan Pancoran berdasarkan Kebiasaan Olahraga.................................................................................................51
4.1.7 Gambaran Umum Kondisi Hipertensi Pasien Puskesmas Kecamatan Pancoran berdasarkan Kejadian Obesitas....................................................................................................52
4.2 Analisis Hubungan....................................................................................................................52
4.2.1 Analisis Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Tingkat Stres Pasien.........................52
4.2.2 Analisis Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Kebiasaan Merokok.........................53
4.2.3 Analisis Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Kebiasaan Minum Minumam Alkohol54
4.2.4 Analisis Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Asupan Garam Berlebih...................55
4.2.5 Analisis Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Kebiasaan Olahraga Pasien..............56
4.2.6 Analisis Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Obesitas...........................................57
4.3 Keterbatasan Penelitian........................................................................................................58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 60
5.1 Kesimpulan..........................................................................................................................60
5.2 Saran....................................................................................................................................60
5.2.1 Bagi Penderita Hipertensi dan Masyarakat..................................................................60
5.2.2 Bagi Institusi Terkait/Puskesmas.................................................................................61
5.2.3 Bagi Peneliti Lain........................................................................................................61
Daftar Pustaka
Lampiran