Penelitian Gizi Buruk Sedayu

45
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi terjadi di setiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi yang terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi. Pada tingkat individu, keadaan gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi yang saling terkait. Apabila seseorang tidak mendapat asupan gizi yang cukup akan mengalami kekurangan gizi dan mudah sakit. Demikian juga bila seseorang sering sakit akan menyebabkan gangguan nafsu makan dan selanjutnya akan mengakibatkan gizi kurang.

description

penelitian tentang gizi buruk

Transcript of Penelitian Gizi Buruk Sedayu

Page 1: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah gizi terjadi di setiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam

kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Periode dua tahun

pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi

pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi yang

terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun

kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi.

Pada tingkat individu, keadaan gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan

penyakit infeksi yang saling terkait. Apabila seseorang tidak mendapat asupan

gizi yang cukup akan mengalami kekurangan gizi dan mudah sakit. Demikian

juga bila seseorang sering sakit akan menyebabkan gangguan nafsu makan

dan selanjutnya akan mengakibatkan gizi kurang.

Gambaran perilaku gizi yang belum baik juga ditunjukkan dengan masih

rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan oleh masyarakat. Saat ini baru

sekitar 50 % anak balita yang dibawa ke Posyandu untuk ditimbang sebagai

upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan. Bayi dan balita yang telah

mendapat kapsul vitamin A baru mencapai 74 % dan ibu hamil yang

mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) baru mencapai 60 %. Demikian

pula dengan perilaku gizi lainnya juga masih belum baik yaitu masih

rendahnya ibu yang menyusui bayi 0-6 bulan secara eksklusif yang baru

Page 2: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

mencapai 39 %, sekitar 28 % rumah tangga belum menggunakan garam

beryodium yang memenuhi syarat, dan pola makan yang belum beraneka

ragam.

Status gizi kurang merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat

perhatian serius karena menyangkut kualitas SDM. Balita termasuk kelompok

rawan gizi dan golongan konsumen pasif yang mudah menderita kurang gizi.

Keadaan gizi kurang pada umumnya erat kaitannya dengan karakteristik

keluarga yang meliputi umur balita, pendidikan ibu, pengeluaran keluarga,

jumlah anggota keluarga, pengetahuan ibu, hygiene sanitasi keluarga, tingkat

konsumsi energi dan protein balita.

Pada dasarnya, penyebab gizi buruk bukanlah sebatas keterbatasan ibu

memberikan makanan pada anaknya, namun proses ini dimulai dari awal bayi

terbentuk dalam kandungan ibunya. Perempuan khususnya kaum ibu

memainkan peranan sangat penting dan strategis dalam tumbuh kembang

anak. Pemberian Air Susu Ibu (ASI), khususnya ASI eksklusif merupakan

salah satu upaya strategis dan menangani kasus gizi buruk di Indonesia. Bayi

yang tidak diberikan ASI, termasuk makanan pendamping yang teratur dan

baik serta tepat dapat menimbulkan kekurangan gizi. Karena itu pemberian

ASI secara baik dan benar, disamping makanan pendamping yang mudah

didapat di lingkungan sekitar, merupakan upaya cegah tangkal yang utama

dalam masalah kekurangan gizi pada anak.

Penyebab gizi buruk dan kurang memang sangat kompleks, namun yang

menjadi faktor penyebab utama adalah menurunya daya beli masyarakat.

Page 3: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

Faktor penunjang lainnya meliputi pengetahuan orang tua terhadap kebutuhan

gizi balita yang masih kurang maupun kurangnya sanitasi lingkungan.

Dampak yang paling ditakuti pada anak balita yang kurang gizi adalah

gagalnya tumbuh kembang otak. Fase penting untuk tumbuh kembang otak

adalah masa dalam kandungan, usia 0-2 tahun dan usia 2-5 tahun. Pada fase

tersebut, sangat penting seorang anak mendapat asupan (intake) gizi yang

seimbang. Yang dimaksud gizi seimbang adalah bahan-bahan makanan yang

mengandung enam gizi makanan yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral,

vitamin dan air.

Daftar MasalahI

T R

(IxTxR)P S RI DU SB PB PCGizi Buruk 4 3 5 5 4 3 3 4 4 432

Leptospirosis 4 5 5 2 3 4 4 3 3 243Demam Berdarah 3 4 2 3 2 3 2 2 2 76

Keterangan :

I = importance, P = prevalence, S = severity, RI = risk of increase, DU =

degree of unmeet need, SB = social benefit, PB = public concern, PC =

political climate, T = technology, R = resources

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan suatu masalah yaitu, faktor-

faktor dominan apakah yang mempengaruhi gizi buruk di wilayah kerja

Puskesmas Sedayu I.

Page 4: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menggambarkan kondisi dan peranan keluarga penderita gizi buruk di

wilayah kerja Puskesmas Sedayu I.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik balita penderita gizi buruk di wilayah kerja

Puskesmas Sedayu I.

b. Mengetahui latar belakang dan faktor penyebab yang mempengaruhi

terjadinya gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Sedayu I.

D. Manfaat Penelitian

1. Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi pemberi

layanan kesehatan untuk dapat mengambil langkah dan strategi guna

menghindari atau mengurangi faktor atau resiko sebagai salah satu upaya

pencegahan dan penurunan kadar gizi buruk pada balita.

2. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumbangan bagi

ilmu pengetahuan untuk dapat menambah wawasan atau tinjauan tentang

status gizi pada balita. Dan digunakan sebagai informasi yang dapat

dijadikan acuan bagi peneliti berikutnya.

Page 5: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

E. Keaslian Penelitian

Penelitian terkait gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Sedayu I pernah

dilakukan pada tahun 2009 oleh kelompok dokter muda FK UMY dengan

judul “Evaluasi Pemberian Makanan Tambahan terhadap Perbaikan Status

Gizi pada Balita Gizi Buruk dan Gizi Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas

Sedayu I”. Penelitian lainnya yang terkait dengan gizi balita pernah dilakukan

oleh Hesti Pardini pada tahun 2006 dengan judul “Status gizi pada balita di

puskesmas Sedayu I Kabupaten Bantul”.

Page 6: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Gizi Buruk

Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi

atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi

tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut

kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus)

dan kekurangan keduanya.

Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan

ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk dapat

berpengaruh kepada pertumbuhan dan perkembangan anak, juga kecerdasan

anak. Pada tingkat yang lebih parah, jika dikombinasikan dengan perawatan

yang buruk, sanitasi yang buruk dan munculnya penyakit lain, gizi buruk

dapat menyebabkan kematian.

B. Faktor- faktor Penyebab Gizi Buruk

Gizi buruk disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama adalah faktor

pengadaan makanan yang kurang mencukupi suatu wilayah tertentu. Hal ini

bisa jadi disebabkan oleh kurangnya potensi alam atau kesalahan distribusi.

Faktor kedua, adalah dari segi kesehatan sendiri, yakni adanya penyakit kronis

terutama gangguan pada metabolisme atau penyerapan makanan.

Page 7: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

Tiga hal yang saling kait mengkait dalam hal gizi buruk, yaitu kemiskinan,

pendidikan rendah dan kesempatan kerja rendah. Ketiga hal itu

mengakibatkan kurangnya ketersediaan pangan di rumah tangga dan pola asuh

anak keliru. Hal ini mengakibatkan kurangnya asupan gizi dan balita sering

terkena infeksi penyakit.

C. Persebaran Gizi Buruk di Indonesia

Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Indonesia, pada tahun 2004,

kasus gizi kurang dan gizi buruk sebanyak 5,1 juta. Kemudian pada tahun

2005 turun menjadi 4,42 juta. Tahun 2006 turun menjadi 4,2 juta (944.246 di

antaranya kasus gizi buruk) dan tahun 2007 turun lagi menjadi 4,1 juta

(755.397 di antaranya kasus gizi buruk).

Berdasarkan data Departemen Kesehatan Indonesia pada tahun 2003, gizi

buruk pada balita tersebar hampir merata di seluruh Indonesia. Tabel 1

menunjukkan ranking propinsi tertinggi penderita gizi buruk berdasarkan

jumlah kasus. Tabel 2 menunjukkan ranking propinsi tertinggi penderita gizi

buruk berdasarkan prosentase jumlah penduduk.

Page 8: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

D. Penilaian Status Gizi

Berat badan anak di posyandu atau di klinik-klinik kesehatan anak,

biasanya ditimbang dan dicantumkan pada Kartu Menujuh Sehat (KMS), berat

badan yang dicantumkan di KMS akan terlihat sesuai dengan pita warna yang

ada, sebagian berat badan balita ada yang berada pada pita warna hijau dan

juga kuning bahkan ada yang sebagian berada pada pita warna merah atau

tepatnya dibawah garis merah.

Berat badan yang berada pada pita warna hijau selalu saja dipresepsikan

dengan gizi baik, sementara berat badan yang berada pada pita warna kuning

merupakan warning (peringatan) kepada ibunya agar lebih berhati-hati jangan

sampai masuk pada berat badan dibawah garis merah atau biasa disebut

dengan BGM, karena apabila anak telah berada di bawah garis merah pada

Page 9: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

Kartu Menujuh Sehat (KMS) maka anak balita tersebut bisa cenderung

divonis telah mengalami gizi buruk padahal tidak demikian. Keadaan ini

membuat ibu-ibu balita mengalami kegelisaan akan masa depan anaknya.

Kartu Menujuh Sehat (KMS) itu hanya difungsikan untuk Pemantauan

pertumbuhan-perkembangan balita dan Promosinya, bukan untuk penilaian

status gizi. Pada KMS tidak dibedakan menurut jenis kelamin, balita laki-laki

dan perempuan sama saja. Walaupun tahun 2010 Depkes telah membuat KMS

dengan membedahkan jenis kelamin, pembacaannya pada KMS tetaplah sama.

Pita gambar yang ada pada KMS berdasarkan % median, artinya tidak

disesuaikan dengan hasil berat badan balita dan kemudian ditentukan status

gizinya atau jelasnya berat badan yang tercantum pada KMS hanya

menggambarkan pola pertumbuhan berat badan balita bukan Berat Badan per

Umur, karena yang dilihat adalah garis bukan titik. Berat Badan di Bawah

Garis Merah (BGM) bukan menunjukkan keadaan gizi buruk tetapi sebagai

“warning” untuk konfirmasi dan tindak lanjutnya tetapi perlu diingat tidak

berlaku pada anak dengan berat badan awalnya memang sudah dibawah garis

merah. Naik-Turunya berat badan balita selalu mengikuti pita warna pada

KMS.

Hasil penimbangan balita di posyandu hanya dapat dimanfaatkan atau

digunakan untuk :

1. Pemantaun pertumbuhan dan perkembangan induvidu balita dengan

melihat berat badan yang ditimbang (D) apakah naik (N), turun (T) atau

BGM.

Page 10: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

2. Perkiraan perkembangan pertumbuhan balita di masyarakat yaitu dengan

melihat presentase balita yang Naik Berat Badannya dibanding dengan

keseluruhan balita yang ditimbang (% N/D), termasuk juga presentase

balita yang BGM dibanding dengan keseluruhan balita yang ditimbang

(%BGM/D).

3. Perkiraan perkembangan keadaan gizi balita di masyarakat.

4. Pembinaan kegiatan posyandu dengan menilai cakupan program  (K/S)

dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan posyandu (D/S).

Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok

masyarakat. Salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang

dikenal dengan Antropometri. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi,

antropomteri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel

lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut :

a. Umur.

Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi,

kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah.

Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi

tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.

Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk

memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh

sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat.

Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi

Page 11: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam

hari tidak diperhitungkan.

b. Berat Badan

Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran

massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap

perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi

makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks

BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam

melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang

dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan

paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran,

hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat

menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke

waktu.

c. Tinggi Badan

Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat

dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik

untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan

keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita.

Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U ( tinggi badan

menurut umur), atau juga indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi

Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan

biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada

Page 12: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik,

kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun ( Depkes RI, 2004).

Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting

untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang

berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan

BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan

fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (M.Khumaidi, 1994).

Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan

sensitive/peka dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila

dibandingkan dengan penggunaan BB/U. Dinyatakan dalam BB/TB,

menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting < -2SD diatas 10 %

menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat

serius dan berhubungan langsung dengan angka kesakitan.

Page 13: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB disajikan

dalan dua versi yakni persentil (persentile) dan skor simpang baku (standar

deviation score = z). Menurut Waterlow,et,al, gizi anak-anak dinegara-

negara yang populasinya relative baik (well-nourished), sebaiknya

digunakan “presentil”, sedangkan dinegara untuk anak-anak yang

populasinya relative kurang (under nourished) lebih baik menggunakan

skor simpang baku (SSB) sebagai persen terhadap median baku rujukan.

Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan

mengurangi Nilai Induvidual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku

Rujukan (NMBR) pada umur yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan

Nilai Simpang Baku Rujukan (NSBR). Atau dengan menggunakan rumus :

Page 14: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

Status gizi berdasarkan rujukan WHO-NCHS dan kesepakatan Cipanas

2000 oleh para pakar Gizi dikategorikan seperti diperlihatkan pada tabel 1

di atas serta diinterpretasikan berdasarkan gabungan tiga indeks

antropometri seperti yang terlihat pada tabel 2.

Untuk memperjelas penggunaan rumur Zskor dapat dicontohkan

sebagai berikut:

Diketahui

BB = 60 kg

TB =145 cm

Umur : karena umur dengan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB berdasarkan

WHO-NCHS hanya dibatasi < 18 tahun maka disini dicontohkan anak

laki-laki usia 15 tahun.

Page 15: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

Jadi untuk indeks BB/U adalah

= Z Score = ( 60 kg – 56,7 ) / 8.3 = + 0,4 SD

= status gizi baik

Untuk IndeksTB/U adalah

= Z Score = ( 145 kg – 169 ) / 8.1 = - 3.0 SD

= status gizi pendek

Untuk Indeks BB/TB adalah

= Z Score = ( 60 – 36.9 ) / 4 = + 5.8 SD

= status gizi gemuk

E. Tindakan Pemerintah Untuk Menanggulangi Gizi Buruk

Menurut Menteri Kesehatan RI, tanggung jawab pemerintah pusat dalam

hal ini adalah Departemen kesehatan adalah merencanakan dan menyediakan

anggaran bagi keluarga miskin melalui Jaminan Kesehatan Masyarakat,

membuat standar pelayanan, buku pedoman serta melakukan pembinaan dan

supervisi program ke provinsi, kabupaten dan kota. Dalam kaitannya dengan

gizi buruk, Depkes pada tahun 2005 telah mencanangkan Rencana Aksi

Nasional (RAN) Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2005 – 2009.

Menkes menambahkan, pemerintah berusaha meningkatkan aktivitas

pelayanan kesehatan dan gizi yang bermutu melalui penambahan anggaran

penanggulangan gizi kurang dan gizi buruk menjadi Rp. 600 milyar pada

tahun 2007 dari yang sebelumnya 63 milyar pada tahun 2001. Anggaran

tersebut ditujukan untuk:

Page 16: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

1. Meningkatkan cakupan deteksi dini gizi buruk melalui penimbangan

bulanan balita di posyandu

2. Meningkatkan cakupan dan kualitas tatalaksana kasus gizi buruk di

puskesmas/RS dan rumah tangga

3. Menyediakan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) kepada

balita kurang gizi dari keluarga miskin

4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ibu dalam memberikan

asuhan gizi kepada anak (ASI/MP-ASI)

5. Memberikan suplementasi gizi (kapsul Vit.A) kepada semua balita.

Adapun strategi dan kegiatan Depkes dan organ-organnya, untuk

memenuhi tujuan-tujuan tersebut antara lain:

Strategi:

1. Revitalisasi posyandu untuk mendukung pemantauan pertumbuhan

2. Melibatkan peran aktif tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuka adat dan

kelompok potensial lainnya.

3. Meningkatkan cakupan dan kualitas melalui peningkatan keterampilan

tatalaksana gizi buruk

4. Menyediakan sarana pendukung (sarana dan prasarana)

5. Menyediakan dan melakukan KIE

6. Meningkatkan kewaspadaan dini KLB gizi buruk

Kegiatan:

1. Deteksi dini gizi buruk melalui bulan penimbangan balita di posyandu

Page 17: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

Melengkapi kebutuhan sarana di posyandu (dacin, KMS/Buku KIA,

RR)

Orientasi kader

Menyediakan biaya operasional

Menyediakan materi KIE

Menyediakan suplementasi kapsul Vit. A

2. Tatalaksana kasus gizi buruk

Menyediakan biaya rujukan khusus untuk gizi buruk gakin baik di

puskesmas/RS (biaya perawatan dibebankan pada PKPS BBM)

Kunjungan rumah tindak lanjut setelah perawatan di puskesmas/RS

Menyediakan paket PMT (modisko, MP-ASI) bagi pasien paska

perawatan

Meningkatkan ketrampilan petugas puskesmas/RS dalam tatalaksana

giziburuk

3. Pencegahan gizi buruk

Pemberian makanan tambahan pemulihan (MP-ASI) kepada balita

gakin yang berat badannya tidak naik atau gizi kurang

Penyelenggaraan PMT penyuluhan setiap bulan di posyandu

Konseling kepada ibu-ibu yang anaknya mempunyai gangguan

pertumbuhan

4. Surveilen gizi buruk

Pelaksanaan pemantauan wilayah setempat gizi (PWS-Gizi)

Pelaksanaan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa gizi buruk

Page 18: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

Pemantauan status gizi (PSG)

5. Advokasi, sosialisasi dan kampanye penanggulangan gizi buruk

Advokasi kepada pengambil keputusan (DPR, DPRD, pemda, LSM,

dunia usaha dan masyarakat)

Kampanye penanggulangan gizi buruk melalui media efektif

6. Manajemen program:

Pelatihan petugas

Bimbingan teknis

Page 19: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah penelitian non-eksperimental (observasional)

dengan pendekatan survei. Penelitian ini menggambarkan individu-individu

dalam hal ciri atau karakteristik pribadi. Penilaianya dilakukan secara simultan

dan serempak.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 30-31 Mei tahun 2011. Penelitian

dilaksanakan di Desa Argosari dan Argomulyo Kabupaten Bantul, Propinsi

DIY.

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah semua penderita gizi buruk yang terdiagnosis

oleh tenaga medis, yang berkunjung ke Puskesmas Sedayu I ataupun ke

Posyandu balita yang berkoordinasi dengan Puskesmas Sedayu I, dengan

criteria sebagai berikut:

1. Laki-laki atau perempuan

2. Usia 1-5 tahun

3. Pasien dengan diagnosis gizi buruk yang bersedia menjadi responden.

Page 20: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

D. Cara Pengambilan Sampel

Teknik sampling yang digunakan peneliti adalah “non random sampling” dan

prinsip yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah “purposive

sampling” yakni dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai yang

dikehendaki.

E. Teknik Pengambilan Data

1. Variabel yang diukur

a. Variabel utama yaitu variabel yang diukur atau didata sesuai dengan

tujuan pokok penelitian dan analisis untuk keperluan pengujian

hipotesa yang meliputi:

- Variable bebas: pengetahuan, sikap dan perilaku orangtua

- Variabel terikat: gizi buruk

b. Variabel pendukung yaitu variabel yang diukur atau didata sebagai

faktor yang diharapkan mampu melengkapkan dan memberikan

ilustrasi atau latar belakang penjelasan fenomena yang ditemukan

dalam penelitian, yaitu:

- Jenis kelamin

- Status gizi

- Usia

- Pola asuh keluarga

- Sosial ekonomi

- Gejala yang didapat

Page 21: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

- Riwayat penyakit penyerta

- Riwayat imunisasi

- Kebersihan personal/ lingkungan

2. Definisi Operasional

a. Tingkat pengetahuan adalah suatu hasil dari pengindraan terhadap

suatu obyek tertentu yang membuat orang menjadi tahu. Maksud

pengetahuan dalam penelitian ini adalah mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan gizi buruk, tapi hanya dalam batas tahu (know).

b. Sikap adalah respon evaluative yang didasarkan pada proses evaluasi

diri yang disimpulkan berupa penilaian positif maupun negative.

Maksud sikap dalam penelitian ini adalah penilaian terhdap gizi buruk

baik berupa penilaian positif maupun negatif.

c. Perilaku adalah keaktifan atau kesediaan masyarakat dalam hal-hal

yang berhubungan dengan gizi buruk.

d. Gizi buruk: ditentukan berdasarkan ketentuan WHO yang berdasarkan

2 kriteria, yaitu berdasarkan tanda klinis (anak tampak sangat kurus

atau ada edema) dan antopometris (BB//TB 3 SD dan TB//U 3

SD)

e. Umur: 1 – 5 tahun

f. Jenis kelamin: laki-laki atau perempuan

g. Berat badan: berat badan responden saat dilakukan penelitian untuk

mengukur status gizi.

Page 22: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

h. Lingkar lengan atas: lingkar lengan atas responden saat dilakukan

penelitian untuk mengukur status gizi.

i. Imunisasi: kelengkapan imunisasi yang didapat anak.

j. Status gizi: status gizi anak pada saat dilakukan penelitian.

F. Cara Pengumpulan Data

1. Jenis data adalah primer langsung dari sumbernya melalui pengisian

kuisioner dan wawancara apabila diperlukan serta data sekunder pada

rekam medis. Dalam penelitian ini diambil 8 responden.

2. Data diambil dari responden yang terdiagnosis gizi buruk dari Puskesmas

Sedayu I dan memenuhi criteria inklusi.

G. Teknik Analisis

1. Teknik penyajian data

Peneliti menyajikan data hasil penelitian yang diperoleh dari kuisioner

dalam bentuk table atau diagram agar lebih mudah dipahami.

2. Pengolahan data. Data-data hasil jawaban diolah dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

- Editing: memeriksa data, memeriksa jawaban serta melakukan

pengecekan data yang telah dikumpulkan

- Coding: memberikan kode jawaban menggunakan angka untuk

memudahkan dalam analisis.

Page 23: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

- Transferring: memindahkan jawaban atau kode dalam bentuk master

table.

- Menentukan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku responden ke

dalam kategori kualitatif. Penilaian kualitatif menurut Ari Kunto

(1998) adalah:

a. Nilai 76-100%: Baik

b. Nilai 56-75% : Cukup

c. Nilai 0-55% : Kurang

- Penetapan prioritas jalan keluar dilakukan dengan scoring 1-5, dalam

sebuah table dimuat tentang masalah, penyebab (statistic bermakna),

alternative, kemudian dinilai jumlah besarnya.

a. 1 : paling tidak efektif

b. 2 : tidak efektif

c. 3 : cukup efektif

d. 4 : efektif

e. 5 : paling efektif

Page 24: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

BAB IV

HASIL DAN PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada 8 responden yang bertempat tinggal di desa

Argomulyo dan Argosari, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul. Data angka

balita dengan gizi buruk diambil berdasarkan data Puskesmas Sedayu I pada bulan

Februari tahun 2011.

Responden yang dapat ditemui secara langsung sejumlah 7 responden. Satu

responden sedang berada di luar kota.

Penelitian dilakukan dengan cara melakukan pengukuran berat badan dan

tinggi badan balita serta wawancara menggunakan kuisioner mengenai

karakteristik responden, pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua mengenai gizi

buruk.

Responden yang diteliti adalah orangtua dan balita yang tercatat memiliki data

KMS di bawah garis merah. Karakteristik responden ditampilkan sebagai berikut:

Tabel 5. Penderita Gizi Buruk Berdasarkan Usia

No Kelompok Usia (bulan) Sebaran Persentase1 0-20 2 25%2 21-40 3 37.5%3 41-60 3 37.5%

Total 8 100%

Penderita gizi buruk berdasarkan usia adalah 0-20 bulan 2 anak (25%), 21-40

bulan 3 anak (37.5%) dan 41-60 bulan 3 anak (37.5%)

Page 25: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

Tabel 6. Penderita Gizi Buruk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Sebaran Persentase1 Laki-laki 3 37.5%2 Perempuan 5 62.5%

Total 8 100%

Penderita gizi buruk berdasarkan jenis kelamin, 3 anak (37.5%) adalah laki-

laki dan 5 anak (62.5%) perempuan.

Tabel 7. Berat Badan Lahir Penderita Gizi Buruk

No Berat Badan Lahir (gram) Sebaran Persentase1 <2500 3 42.85%2 2500-4000 4 57.15%3 >4000 0 0%

Total 7 100%

Berat badan lahir penderita buruk <2500 sebanyak 3 anak (42.85%) dan antara

2500-4000 sebanyak 4 anak (57.15%).

Tabel 8. Penyakit Penyerta pada Penderita Gizi Buruk

No Penyakit Penyerta Sebaran Presentase1 PK TB 2 25%2 Penyakit Jantung Bawaan 1 12.5%3 Ca 1 12.5%4 Tidak Ada 4 50%

Total 8 100%

Penyakit penyerta pada penderita gizi buruk adalah 2 anak (25%) dengan PK

TB, 1 anak (12.5%) dengan penyakit jantung bawaan dan 1 anak (12.5%) dengan

Ca orbita.

Page 26: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

Diagram 1. Tingkat Pendidikan Orang Tua

Tabel 9. Rata-rata Pendapatan Orang Tua per Bulan

No Pendapatan/bulan Sebaran Persentase< Rp. 808.000,-> Rp. 808.000,-

Total 7 100%

Dari diagram 1, pendidikan orang tua balita dengan gizi buruk, sepasang

suami istri berpendidikan SLB, 2 orang ayah berpendidikan SD, 1 orang lulusan

SMP dan 4 orang ayah lulusan SMA. Terdapat 3 orang ibu dengan pendidikan

SD, 3 orang SMP dan 1 ibu dengan pendidikan SMA.

Berdasarkan tabel 9, pendapatan orang tua ditetapkan berdasarkan Keputusan

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 270/KEP/2010 tentang Penetapan

Upah Minimum provinsi tahun 2011, UMP DIY tahun 2011 sebesar Rp 808.000,-

(delapan ratus delapan ribu rupiah).

Tingkat pendidikan orangtua tetap akan mempengaruhi kemampuan mereka

dalam memahami dan keinginan untuk mengetahui status gizi anak terutama gizi

Page 27: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

buruk. Rendahnya tingkat pendidikan akan meyebabkan orangtua menjadi tidak

atau kurang menegetahui tentang status gizi anak, hal ini secara tidak langsung

akan mempengaruhi tingginya angka gizi buruk.

Sebagian besar orangtua responden memiliki pendapatan perbulan dibawah

UMP, hal ini mempengaruhi status gizi balita mereka karena tingkat ekonomi

pada orangtua akan mempengaruhi secara langsung terhadap pemenuhan

kecukupan gizi yang di butuhkan balita tersebut.

Tabel 10. Status Gizi Berdasarkan NCHS

No

Nama UBB (kg)

TB (cm)

KMSNCHS

BB/U BB/TB TB/U1

Laila 51 11 89 BGM Gizi buruk normalSangat pendek

2Nevita 39 10.4 78 BGM Gizi kurang normal

Sangat pendek

3 Febrian 27 10 80 BGM Gizi kurang normal Pendek4

Wina 48 10.3 83 BGM Gizi buruk normalSangat pendek

5Windi 43 10.2 80 BGM Gizi buruk normal

Sangat pendek

6Bayu 18 7.1 72 BGM Gizi buruk kurus

Sangat pendek

7 Surya 36 10.5 85 BGM Gizi kurang normal pendek

Page 28: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

Tabel 11. Pengetahuan dan Sikap Orang Tua

No Keterangan Nilai Persentase

1Pemberian ASI

Eksklusif

<6 bln 2 28.6%6 bln 1 14.3%>6bln 4 57.1%

2Pentingnya pemberian

ASIYa

Kesehatan 5 71.4%Pertumbuhan 1 14.3%

Makanan pokok bayi

1 14.3%

Tidak - -

3Apakah tahu tentang

gizi burukYa 6 85.7%

Tidak 1 14.3%

4.Tahukah penyebab

gizi burukYa

Makan susah 3 42.9%Sering sakit 2 28.6%Makan tidak

bergizi1 14.3%

Tidak 1 14.3%

5. Ciri anak Gizi burukYa

Badan kurus 2 28.6%BB BGM 4 57.1%

Tidak 1 14.3%

6.Sumber informasi Gizi

buruk

Petugas kesehatan

7 100%

Lainnya - -7.

Rutin ke posyanduYa 7 100%

Tidak - -

8. Memiliki KMSYa 7 100%

Tidak - -

9.Kelengkapan

imunisasiYa 7 100%

Tidak - -

10.Apakah mengerti makanan bergizi

Ya

4 sehat 5 sempurna

5 71.4%

Mengandung vitamin

1 14.3%

Tidak 1 14.3%

11.Rata-rata frekuensi

makan anak

<3x 1 14.3%3x 5 71.4%

>3x 1 14.3%12.

Bila anak tidak mau makan

Dibiarkan 4 57.1%Dipaksa 1 14.3%Dibujuk 2 28.6%

13. Pemberian cemilanYa

Roti 2 28.6%Buah 1 14.3%

Jajanan warung 3 42.9%Tidak 1 14.3%

Page 29: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

Berdasarkan table 10 tentang penilaian status gizi menurut NCHS didapatkan

3 balita dengan gizi kurang dan 4 balita dengan gizi buruk, dimana ketujuh balita

tersebut yang terdapat dalam data ini merupakan balita yan tercatat sebagai balita

di bawah garis merah. Status gizi buruk balita pada dasarnya tidak hanya melihat

letaknya titik yang berada di bawah garis merah berdasarkan KMS. Kebanyakan

salah mengartikan bahwa KMS merupakan alat bantu untuk membantu

menentukan status gizi. Fungsi KMS sendiri antara lain:

1. Pemantauan pertumbuhan perkembangan balita NAIK, TURUN dan BGM,

yang dilakaukan tiap bulannya. Sementara penentuan status gizi buruk atau

Status Gizi merupakan assesment status gizi seseorang dengan menggunakan

tabel antropometri, yang dilakukan sekali setahun.  Walaupun penggunaan

indeks sama yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U) bukan berarti sama

karena untuk tabel antropomteri hanya ada 4 kategori yaitu Gizi Lebih, Baik,

Kurang dan Gizi buruk.

2. Berat Badan yang berada di Bawah Garis Merah (BGM) pada KMS

merupakan perkiraan untuk menilai seseorang menderita gizi buruk, tetapi

bukan berarti seseorang balita telah menderita gizi buruk, karena ada anak

yang telah mempunyai pola pertumbuhan yang memang selalu dibawah garis

merah pada KMS.

3. Persamaanya adalah sebagai Indikator Status Gizi dengan menggunakan

pendekatan Antropomteri atau keduanya menggunakan hasil penimbangan

Berat Badan dan juga umur, termasuk juga Tinggi Badan

Page 30: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

Berdasarkan Tabel 11 didapatkan bahwa pengetahuan dan sikap responden

cukup baik mengenai pentingnya ASI yang didukung dengan sebaian besar

responden (71,4%) memberikan ASI eksklusif pada balita mereka. Pengetahuan

responden mengenai gizi balita dirasa masih kurang, mereka belum mengerti

benar mengenai kebutuhsn gizi balita, penyebab gizi buruk dan ciri anak dengan

gizi buruk. Semua responden mengaku mendapatkan informasi mengenai gizi

buruk dari petugas kesehatan setempat, tapi berdasarkan hasil survey tampak

masih minimnya kualitas pengetahuan mereka terhadap gizi buruk.

Dari hasil survey yang tercatat pada table 11 pola makan orang tua terhadap

balitanya dirasa masih kurang, sebagian besar orang tua membiasakan anak untuk

makan 3x sehari, tetapi masih kurangnya pengetahuan mereka mengenai gizi tidak

menjamin kecukupan frekuensi makan sebanding dengan kebutuhan gizi balita.

Hal ini ditunjukkan sebagian besar responden membiarkan atau menunda

memberi makan apabila anak balita mereka tidak mau makan. Seringnya

pemberian cemilan jajanan dari warung juga akan mempengaruhi minat dan porsi

makan.

Page 31: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Dari 7 balita yang dilaporkan dengan gizi buruk terdapat 3 balita dengan

gizi kurang dan 4 balita dengan gizi buruk berdasarkan penilaian berat

badan per umur dari NCHS.

2. Balita dengan BB BGM, tidak selalu merupakan balita dengan gizi buruk.

Diperlukan penlaian status gizi berdasarkan NCHS.

3. Tingkat pendidikan responden masih terglong kurang dengan tingkat

pendidikan yang tergolong rendah.

4. Pengetahuan dan sikap orang tua mengenai ASI dan gizi balita terutama

gizi buruk masih dirasa kurang.

5. Sikap dan pola asuh orang tua berkaitan dengan pemberian makan balita

dirasa masi kurang.

B. Saran

1. Penyuluhan lebih bersifat personal pada keluarga penderita gizi buruk,

terutama ibu.

2. Meningkatkan penyuluhan kelompok melalui posyandu agar masyarakat

lebih mengetahu mengenai gizi buruk dalam usaha preventif.

Page 32: Penelitian Gizi Buruk Sedayu

3. Pelatihan khusus kader tentang gizi buruk dengan tujuan lebih

tersampaikanya informasi langsung ke sasaran melalui kegiatan

masyarakat.

4. Perlu dilakukan evaluasi kesehatan secara seksama terhadap calon

penderita dan penderita gizi buruk sehingga penyakit penyerta dapat

ditangani dengan segera.

5. Penanganan yang disarankan bagi penderita gizi buruk yang ada di

wilayah kerja puskesmas Sedayu 1 adalah dengan pemberian PMT secara

berkala, meskipun perlu dilakukan pengawasan tambahan terhadap

beberapa penderita agar kegagalan intervensi dapat diminimalisir.