PENELITIAN ABI
Transcript of PENELITIAN ABI
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Alasan diadakan pengawetan kayu yang memiliki kelas awet rendah
ialah kerena kayu yang memiliki kelas awet tinggi sulit didapatkan dengan
jumlah yang banyak dan harga yang sukup mahal, selain itu memiliki nilai
estetika dan nilai dekoratif yang baik. Kayu sengon yang diambil oleh penulis
dalam penelitian ini merupakan jenis tumbuhan yang banyak ditemukan di daerah
Kalimantan Timur dan daerah – daerah lainnya selain itu kayu sengon memiliki
pertumbuhan sangat cepat sehingga tidak perlu memerlukakn waktu yang lama
untuk mengolahnya menjadi kebutuhan masyarakat seperti membuat bahan –
bahan bangunan ringan bawah atap contohnya meja, rak piring, tempat tidur, rak
buku serta untuk kebutuhan industri seperti industri korek api, industri pulp dan
kertas dan lain – lain, namun kayu sengon memiliki beberapa kekurangan yaitu
keawetan kayu sengon sangat rendah yaitu digolongkan pada kayu kelas awet IV
– V sehingga dalam penggunaannya kayu sengon harus diawetkan terlebih
dahulu.
Pada umumnya proses pengawetan terhadap kayu dilakukan dengan
berbagai metode seperti pengawetan dengan penyemprotan, pencelupan,
pembalutan, vakum, dan rendaman, dari beberapa cara mengawetkan kayu
tersebut penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode pengawetan
yaitu rendaman panas dan dingin dan metode rendaman dingin, penulis
mengambil metode ini dikerenakan prosesnya yang sangat sederhana dan tidak
membutuhkan biaya yang besar.
2
Untuk melakukan suatu pengawetan terhadap kayu tentunya diperlukan
bahan pengawet agar katy yang diawetkan dapat bertahan lama dan terhindar dari
serangan organisme perusak kayu, dalam penelitian ini bahan pengawet yang
digunakan adalah bahan kimia yang berkualitas tinggi dan digolongkan kedalam
bahan kimia yang ramah lingkungan, bahan kimia tersebut adalah pengawet kayu
merek Prevail 100EC buatan Amerika Serikat ( USA ) yang memiliki kandungan
bahan aktif Cypermnathrium yang dapat mencegah berkembangnya organisme
perusak kayu pada kayu kelas awet rendah. Bahan pengawet Prevail 100EC
adalah produk unggulan baru FMC Coorperation (AS), yang mengandung bahan
aktif cypermnathrium yang aman bagi lingkungan asal tepat pengaplikasiannya.
Produk ini memiki daya basmi cepat terhadap Jamur dan serangga perusak kayu
seperti Rayap, penggerek, kumbang dan lain sebagainya, namun dengan tingkat
keracunan yang rendah terhadap mamalia ( Surya Wisnu Utama (2009) )
Pengawetan kayu yang diartikan sebagai suatu cara memberi dan
memasukan bahan pengawet kedalam kayu yang bertujuan untuk memperpanjang
masa pakai kayu. Proses pengawetan pada kayu dengan kelas awet rendah sangat
penting kerena kayu tersebut sangat mudah terserang organisme perusak kayu,
oleh sebab itulah penulis melakukan penelitian ini dengan harapan besarnya
retensi dengan menggunakan kedua metode ini bisa menjadi acuan untuk
melakukan pengawetan kayu dan tentunya kayu yang telah diawetkan bisa
bertahan lama dan tahan terhadap organisme perusak kayu.
3
B. Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dan tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui berapa banyak bahan pengawet Prevail 100EC dengan
konsentrasi 10 % yang dapat masuk ke dalam kayu sengon dengan motode
rendaman panas dan dingin dan metode rendaman dingin.
2. Untuk menentukan metode yang tepat dan lebih efisien pada proses
pengawetan kayu terutama dengan metode yang diujikan ini.
C. Hasil yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah agar bahan baku kayu
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kayu sengon yang memiliki kelas awet
rendah setelah dilakukan pengawetan dapat dimanfaatkan untuk keperluan
pengerjaan kayu seperti dimanfaatkan untuk bahan – bahan bangunan ringan
bawah atap seperti meja, rak piring, tempat tidur, rak buku, industri korek api dan
lainnya serta ketahanan kayu sengon terhadap serangan organisme perusak kayu
menjadi lebih baik dibandingkan ketika sebelum diawetkan.
Selanjutnya penggunaan terhadap bahan pengawet yang baik dan bermutu
tinggi serta dalam penggunaan bahan pengawet hendaknya diperhatikan jenis
racun yang digunakan, pemilihan bahan pengawet hendaknya memilih bahan
pengawet yang ramah terhadap lingkungan sehingga tidak membahayakan
terhadap lingkungan sekitarnya seperti pengawet Prevail 100EC ini yang telah di
tetapkan sebagai bahan pengawet yang ramah lingkungan.
4
Dari hasil penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi acuan bagi
masyarakat dan industri pengawetan kayu, acuan yang dimaksud adalah metode
yang tepat dalam proses pengawetan kayu, sehingga hasil yang diharapkan
didapat dengan baik kerena tingkat keawetan kayu menjadi lebih tinggi atau bahan
pengawet yang masuk kedalam kayu semakin baik sehingga kayu bisa bertahan
lama dan aman dari serangan organisme perusak kayu.
5
I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pengawetan Kayu
Pengawetan kayu adalah proses pengawetan kayu dengan cara
memberikan bahan kimia beracun yang bertujuan untuk memperpanjang masa
pakai kayu dan untuk memperbesar sifat keawetan kayu yang memiliki sifat
keawetan kayu rendah sehingga memiliki daya tahan lama.
Menurut Dumanau (1982) Keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis
kayu terhadap faktor perusak yang datang dari luar tubuh kayu itu sendiri.
Kondisi lingkungan pada saat menyimpan atau menggunakan kayu sebagai
bahan bangunan sangat mempengaruhi keaetan kayu terhadap serangan organisme
perusak kayu, seperti penggunaan kayu ditempat yang relatif lembab akan mudah
terserang terhadap jamur, begitu juga sebaliknya apabila penggunaan kayu
ditempat yang kering dan teduh bisa diserang oleh hama penggerek kayu,
penggunaan kayu hendaknya disesuaikan dengan kondisi lingkungan tempat kayu
tersebut digunakan dan salah satu antisipasi untuk menanggulangi serangan yang
akan terjadi pada kayu hendaknya sebelum digunakan kayu tersebut diawetkan
terlebih dahulu.
Selanjutnya menurut Tawakal (1987) Pengawetan kayu adalah proses
perlakuan kimia atau perlakuan fisik terhadap kayu yang ditinjau untuk
memperpanjang masa pakai ( service life ) kayu, tujuanya adalah untuk mencegah
kerusakan kayu akibat serangga organisme perusak kayu sehingga tahan lebih
lama untuk mendapatkan nilai ekonomis yang tinggi.
6
Proses pengawetan terhadap kayu bisa ilakukan dengan memasukan bahan
kimia kedalam kayu seperti dengan , pencelupan, pembalutan, vakum, rendaman
dan lain sebagainya, selain itu perlakuakan terhadap fisik kayu seperti
pengeringan kayu, pengetaman dan penyimpanan kayu juga sangat penting untuk
diperhatikan supaya kayu yang akan dipergunakan dapat bertahan lama.
Penggunaan kayu yang memiliki keawetan yang baik sangat mempengaruhi nilai
ekonomi terhadap bahan-bahan bangunan, dan benda – benda lain yang dibuat
dengan kayu, hal ini dikerenakan tingkat keawetan akan mempengaruhi masa
pakai terhadap bahan kayu yang digunakan sehingga perbaikan dan penggantian
terhadap bahan kayu akan dapat dihemat yang berarti akan menghemat biaya juga
untuk keprluan penggantian dan perbaikan bahan – bahan kayu yang rusak.
B. Metode Rendaman Dingin
Metode rendaman dingin merupakan salah satu cara untuk megawetkan
kayu dengan bahan pengawet yang larut dengan air, proses yang dilakukan dalam
metode rendaman dingin ini relatif sederhana yaitu hanya dengan merendam kayu
yang akan diawetkan deng campuran bahan pengawet dan air dan perendaman
dilakukan pada suhu pada kisaran 10 0C – 25 0C atau dalam ruangan ber AC
selama beberapa hari atau beberapa minggu, perendaman dilakukan dengan
memberikan pemberat di atas kayu yang akan diawetkan supaya semua
permukaan kayu terendam, hal ini juga dijelaskan oleh Yoesoef (1997) yang
mengatakan bahwa perendaman dingin dapat dilakukan dengan cara memasukkan
7
kayu ke dalam larutan bahan pengawet dan dibiarkan terendam selama beberapa
hari atau beberapa minggu dan biasanya dilakukan pada suhu kamar.
Sedangkan menurut Barly (1988) peresapan bahan pengawet akan
berlangsung cepat pada waktu 2 (dua) sampai 3 (tiga) hari pertama rendaman
yang kemudian akan berlangsung secara lambat setelah hari-hari berikutnya.
Makin lama kayu terendam dalam bahan pengawet semakin besar penembusan
yang diperoleh sehingga hasilnya akan sama dengan yang diperoleh dengan
tekanan.
Lebih lanjut Dumanau (1982) menambahkan bahwa waktu pengawetan
perendaman kayu harus seluruhnya terendam jangan sampai ada yang terapung,
oleh karena itu kayu harus diberi pemberat yang berguna untuk sirkulasi dalam
perataan masuknya bahan pengawet.
C. Metode Rendaman Panas Dan Dingin
Metode rendaman panas dan dingin merupakan salah satu metode yang
sering dilakukan dalam kegiatan proses pengawetan kayu, penggunaan metode ini
sangat sederhana kerena proses yang akan dilalui sangat mudah yaitu dengan
menaikan temperatur campuran larutan bahan pengawet dan kayu yang akan
diawetkan dengan cara direbus sampai pada titik didih pada kisaran 90 0C – 110
0C dan selanjutnya diganti dengan perendaman dingin pada suhu kamar antara 20
0C – 34 0C. Proses pergantian perendaman kayu ini ada beberapa cara yaitu
dengan cara membiarkan campuran larutan bahan pengawet dingin setelah
dipanaskan tampa mengganti larutan bahan pengawet dan cara selanjutnya yaitu
8
dengan memindahkan kayu pada campuran larutan bahan pengawet pada
campuran larutan bahan pengawet yang dingin setelah direbus dengn larutan
campuran bahan pengawet yang memiliki konsentrasi yang sama, pemindahan
kayu dari larutan pengawet panas ke larutan pengawet panas hendaknya dengan
cepat yaitu sebelum larutan pengawet untuk merebus kayu dingin. Hal yang ini
juga dijelas oleh Rudy Tarumingkeng dkk (2002) perendaman kayu selama
beberapa jam secara bergantian dengan rendaman bahan pengawet panas dan
bahan pengawet relatif dingin berfungsi untuk mengembangkan udara dalam
lapisan luar kayu dan untuk menguapkan lengas dipermukaan kayu dan lamanya
rendaman dan suhu bahan pengawetnya akan lebih menentukan banyaknya udara
dan uap air yang meninggalkan kayu.
D. Bahan Pengawet Prevail 100 EC
Menurut Surya Wisnu Utama (2009) Prevail 100 EC adalah produk
unggulan baru FMC Coorperation (AS), yang mengandung bahan aktif
cypermnathrium yang aman bagi lingkungan asal tepat pengaplikasiannya. Produk
ini memiiki daya basmi cepat, namun dengan tingkat keracunan yang rendah
terhadap mamalia, Prevail 100 EC merupakan produk anti rayap dan serangga
yang mengandung bahan aktif cypermnathrium. Bahan aktif ini mempunyai
karakteristik :
1. Tingkat keracunan pada hewan menyusui (mamalia) rendah.
2. Mempunyai efek daya serap yang cepat.
3. Mempunyi sifat penolakan terhadap rayap dan serangga yang tinggi.
9
4. Tingkat aplikasi yang rendah.
5. Tingkat kelarutan dalam air yang rendah.
E. Retensi Bahan Pengawet
Retensi adalah bahan pengawet yang tertinggal atau diserap oleh kayu
pada satuan tertentu yang dinyatakan dalam Kg/m3. Besarnya tergantung pada
golongan atau jenis bahan pengawet . Penyerapan bahan pengawet kedalam kayu
dipengaruhi oleh jenis kayu hal ini disebabkan oleh setiap jenis kayu memiliki
kerapatan serat yang berbeda – beda, dimana beberapa jenis kayu memiliki
kerapatan yang tinggi akan membutuhkan waktu yang lama untuk memasukan
bahan pengawet kedalam kayu tersebut, begitu juga sebaliknya kayu yang
memiliki kerapatan serat yang rendah akan relatif mudak untuk dimasuki bahan
pengawet. Dalam proses pengawetan bahan pengawet yang bisa masuk kedalam
kayu juga memiliki variasi yang berbeda ada bahan pengawet yang mudah dan
ada juga yang susah masuk ke dalam kayu, hal ini disebabkan oleh tingkat
kelarutan bahan pengawet yang cepat dan lambat, kondisi fisik bahan pengawet
dan metode yang dilakukan pada saat pengawetan, selanjutnya mengenai retensi
bahan pengawet ini banyak dipaparkan oleh pada ahli diantaranya, menurut
Anonim (1992) menjelaskan salah satu cara menghitung besarnya retensi adalah
berdasarkan perbedaan berat kayu sebelum dan sesudah diawetkan. Untuk
mendapatkan pengawetan kayu yang baik.
10
F. Risalah Kayu Sengon
Menurut Santoso (1992) sengon yang bahasa latin disebut Paraserianthes
Falacataria, termasuk famili mimosaceae (keluarga petai-petaian). Kadang-kadang
sengon disebut pula ”albisia” yang sesungguhnya berasal dari bahasa latin
tersebut. Di Indonesia sengon memiliki beberapa nama daerah seperti berikut :
Jawa : Jeujing, Jeujing Laut (Sunda), Kalbi, Sengon Landi, Sengon
Seberang (Jawa).
Maluku : Seia (Ambon), Sikat (Banda), Tawa (Ternate) dan (Tidore).
Bagian terpenting yang mempunyai nilai ekonomis pada tanaman sengon adalah
kayunya. Pohonnya dapat mencapai tinggi 30-50 meter, dan diameter batang
mencapai 70-80.
Batang sengon tumbuh tegak lurus, kulit luar batangnya berwarna kelabu
keputih-putihan. Kayu sengon mempunyai serat membujur dan berwarna putih,
kayu sengon mempunyai berat jenis (BJ) 0.33 dan untuk tingkat keawetannya
digolongkan kelas IV-V, sedangkan untuk kelas kekuatannya digolongkan kelas
IV-V juga. Melihat sifat itu, kayu sengon dapat digunakan sebagai bahan
bangunan ringan di bawah atap, atau bangunan lain bersifat sementara, kecuali
kayu sengon yang berwarna putih juga digunakan untuk perabotan rumah tangga,
misalnya : meja, kursi, rak piring, tempat tidur, industri korek api dan sebagai
bahan baku industri kertas.
11
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini adalah dimulai dari mei 2010 sampai juli 2010 atau
±2 bulan, adapun rincian kegiatannya adalah sebagai berikut :
No KeteranganWaktu
Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3
1 Persiapan dan pengambilan sampel XXXX
2 Proses pengawetan kayu XXXX
3 Pengolahan data dan penyusunan laporan XXXX
B. Tempat Pelaksanaan Penelitian
Tempat pelaksanaan penelitian di Laboratorium Pengawetan Kayu Jurusan
Pengolahan Hasil Hutan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
C. Bahan Baku Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan antara lain :
1. Bahan pengawet dengan konsentrasi 10 % atau 50 ml. Bahan pengawet
yang digunakan adalah pengawet kayu dengan merek Prevail 100 EC.
2. Kayu sengon (Paraserianthes Falacataria). Dengan contoh uji yang
berukuran 2 x 2 x 2 cm sebanyak 60 sampel yang terdiri dari 30 sampel
untuk diawetkan dengan metode rendaman panas dingin dan 30 sampel
dengan metode rendaman dingin.
3. Air sebanyak 450 ml. Air digunakan sebagai pelarut bahan pengawet.
12
D. Alat
Peralatan yang digunakan adalah ;
1. Cain Saw.
2. Ampalas.
3. Mikro Kapiler.
4. Timbangan analitik.
5. Pemberat.
6. Pengaduk.
7. Hot Plate Stirrer.
8. Desikator.
9. Kalkulator dan alat tulis.
10. Beaker glass.
11. Oven listrik.
E. Inastrumen Pelaksanaan
1. Pembuatan larutan bahan pengawet merek Prevail 100 EC dengan
konsentrasi 10 %.
a. Larutan bahan pengawet yang dibutuhkan ialah sebanyak 500 ml.
b. Pencampuran bahan pengawet prevail ke dalam gelas ukur sebanyak
50 ml.
c. Siapkan air dalam bak sebanyak 450 ml
d. Campurkan bahan pengawet ke dalam Beaker glass yang berisi air
aduk secara merata.
13
2. Pembuatan contoh uji dari kayu sengon.
a. Contoh uji dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm yang terdiri dari 60
sampel dan dibagi dua, 30 sampel untuk metode rendaman dingin dan
30 sampel untuk metode rendaman panas dan dingin dan selanjutnya
ditimbang untuk mendapatkan berat basah.
b. Contoh uji yang telah dibuat sebanyak 60 sampel tadi dikeringkan di
dalam oven listrik dengan suhu 103 ± 2o C selama kurang lebih 48 jam,
selanjutnya di keluarkan dan di masukkan ke dalam desikator lalu
ditimbang untuk mengetahui berat awalnya.
c. Contoh uji sebanyak 60 sampel dibagi menjadi 2 (dua) yaitu 30 sampel
dengan metode rendaman panas dan dingin dengan konsentrasi 10 %,
dan 30 sampel lagi dengan metode rendaman dingin dengan
konsentrasi 10 %.
Adapun pengambilan contoh uji dari pohon Sengon adalah sebagai berikut :
Gambar. 1 Cara Pengambilan dan Contoh Uji Kayu Sengon
3. Prosedur Kerja Pengawetan Kayu
14
a. Menyiapkan Beaker glass untuk merendam kayu dengan larutan bahan
pengawet
b. Masukan campuran larutan bahan pengawet kedalam Beaker glass dan
masukan pula contoh uji yang akan diawetkan pada masing – masing
Beaker glass ada 30 buah contoh uji kayu.
c. Pada perlakuan dengan metode Rendaman Panas dan Dingin, campuran
bahan pengawet yang dimasuki contoh uji direbus dengan
menggunakan Hot Plate Stirrer sampai mendidih, dan setelah direbus
Hot Plate Stirrer dimatikan dan Beaker glass dipindahkan ke dalam
ruangan ber AC serta supaya contoh uji terendam semuanya maka
diberi pemberat diatasnya dan dibiarkan selama 3 (tiga) hari.
d. Pada perlakuan dengan metode Rendaman Dingin, campuran bahan
pengawet yang dimasuki contoh uji direndam langsung dan diatas
contoh uji diberi pemberat supaya contoh uji terendam semuanya dan
disimpan diruangan ber AC selama 3 (tiga) hari.
e. Setelah perendaman selama 3 (tiga) hari contoh uji diangkat dan
ditiriskan sampai air tidak menetes lagi selama 5 hari.
f. Apabila contoh uji sudah kering maka kegiatan selanjutnya adalah
menimbang contoh uji untuk mendapatkan nilai berat setelah
perendaman.
F. Pengolahan Data
15
1. Perhitungan retensi bahan pengawet.
Menurut Duljapar (1996) untuk menghitung retensi bahan pengawet digunakan
rumus sebagai berikut :
R=Ba−BoV
x K
Keterangan :
R = Retensi (kg/m3)
V = Volume contoh uji sebelum diawetkan (m3)
K = Konsentrasi larutan (%)
Ba = Berat akhir setelah kayu diawetkan
Bo = Berat awal sebelum kayu diawetkan
Selanjutnya dari hasil perhitungan retensi di atas akan dihitung pada rata-rata total
(keseluruhan) retensi sebagai berikut :
X=Rtn
Keterangan :
X = Rata-rata retensi total (gr)
Rt = Jumlah retensi total (gr)
N = Jumlah sampel uji
Adapun caramembuat larutan bahan pengawet adalah sebagai berikut :
Volume bahan pengawet :
Vbp= K100
x LBP
Keterangan :
16
Vbp = Volume bahan pengawet
K = Konsentrasi
LBP = Larutan bahan pengawet
Sedangkan untuk mencari volume air yang diperlukan adalah :
Va= P100
x LBP
Keterangan :
Va = Volume air
P = Pembanding dengan konsentrasi
LBP = Larutan bahan pengawet
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
17
A. Hasil
Dari hasil pengukuran dan perhitungan dalam penelitian diperoleh nilai
retensi bahan pengawet Prevail 100EC dengan perlakuan rendaman panas dan
dingin dan rendaman dingin terhadap jenis kayu Sengon dengan konsentrasi 10 %
adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Retensi Bahan Pengawet Prevail 100EC Pada Batang Kayu Sengon
No
.
Konsentrasi Perlakuan Retensi ( kg/m3 )
1. 10 % Rendaman Panas dan Dingin 11.4537
2. 10 % Rendaman dingin 5.5727
Untuk masing – masing perlakuan, perlakuan dengan metode rendaman
panas dan dingin rata – rata retensinya sebesar 0.0114537 gr/cm3 (11.4537 kg/ m3)
dan metode rendaman dingin rata – rata retensinya sebesar 0.0055727 gr/cm3
(5.5727 kg/m3 ), hasil perhitungan rata – rata dapat dilihat pada tabel 3, sedangkan
hasil pengukuranya dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2 untuk metode rendaman
panas dan dingin serta tabel 4 dan 5 untuk metode rendaman dingin. Untuk
mengetahui perbandingan antara kedua perlakuan tersebut dapat dilihat pada
grafik berikut :
18
Rendaman Panas dan Dingin Rendaman Dingin0
2
4
6
8
10
12
Grafik Reteni Pengawet Prevail 100EC
Gambar 2. Grafik Perbandingan Retensi Bahan pengawet Prevail 100EC
Dari 60 contoh uji kayu sengon yang dibagi masing – masing perlakuan
menjadi dua yaitu untuk metode rendaman panas dan dingin sebanyak 30 contoh
uji dan perlakuan dengan rendaman dingin sebanyak 30 contoh uji juga, dari
setiap perlakuan yang dilakukan terdapat perbedaan ciri fisik yang terjadi pada
masing contoh uji dengan perlakuan yang berbeda tersebut setelah dilakukan
pengawetan terhadap contoh uji, perbedaan ciri fisik tersebut ialah :
Tabel 2. Ciri Fisik Contoh Uji yang Setelah Diawetkan
No Perlakuan Aroma Warna Berat
1 Rendaman Panas dan dingin Menyengat Kecoklatan Berat
2 Rendaman dinginTidak
menyengatPutih Ringan
19
Untuk sisa bahan pengawet setalah dipergunakan untuk mengawetkan
kayu sengon juga memiliki perbedaan fisik, ciri fisik bahan pengawet yang
digunakan pada perlakuan rendaman panas dan dingin berwarna agak kecoklatan
dan aroma yang menyengat sedangkan untuk ciri fisik bahan pengawet pada
perlakuan rendaman dingin berwarna putih dan bau yang tidak terlalu menyengat.
B. Pembahasan
Dari hasil perhitungan retensi bahan pengawet Prevail 100EC dari kayu
Sengon dengan perlakuan yang berbeda menunjukan bahwa nilai retensi dengan
perlakuan rendaman Panas dan dingin memiliki nilai retensi yang lebih tinggi hal
ini disebabkan mengembangnya udara di dalam lapisan luar kayu dan untuk
menguapkan lengas dipermukaan kayu dan lamanya rendaman dan suhu bahan
pengawetnya akan lebih menentukan banyaknya udara dan uap air yang
meninggalkan kayu, hal ini sangat ini senada dengan penyataan Rudy
Tarumingkeng dkk (2002) yang mengatakan bahwa perendaman kayu selama
beberapa jam secara berganti-ganti dengan rendaman bahan pengawet panas dan
bahan pengawet relatif dingin berfungsi untuk mengembangkan udara dalam
lapisan luar kayu dan untuk menguapkan lengas dipermukaan kayu dan lamanya
rendaman dan suhu bahan pengawetnya akan lebih menentukan banyaknya udara
dan uap air yang meninggalkan kayu.
Selanjutnya rentensi dengan perlakuan rendaman dingin relatif rendah
dibanding metode rendaman panas dan dingin hal ini dikerenakan lambatnya
20
pengembangan udara di dalam lapisan luar kayu dan menguapkan legas
dipermukaan kayu sehingga bahan yang masuk kedalam kayu juga relatif sedikit.
Perubahan yang terjadi pada sifat fisik contoh uji pada masing – masing
metode pengawetan disebabkan oleh perlakuan yang dilakukan, pada metode
rendaman panas dan dingin contoh uji berubah warna, aroma menyengat dan
beratnya bertambah dikerenakan oleh akibat perebusan terhadap contoh uji
dengan larutan bahan pengawet prevail 100EC dan dengan dipanaskannya larutan
bahan pengawet maka zat kimia kayu seperti lignin dan ekstaktif larut bersama
larutan bahan pengawet sehingga warna contoh ujki juga akan mengalami
perubahan warna, pada metode rendaman dingin sifat fisik kayu berwarna putih,
aroma tidak menyengat dan beratnya ringan hal ini disebabkan oleh proses
perendaman yang dilakukan dimana bahan pengawet yang relatif sedikit yang
masuk kedalam kayu.
Pada perubahan sifat fisik sisa bahan pengawet yang telah digunakan
untuk pengawetan kayu sengon mengalami perubahan fisik disebabkan oleh
metode yang dilakukan dalam penelitian ini, bahan pengawet berubah menjadi
kecoklatan dan beraroma menyengat pada metode rendaman panas dan dingin
disebabkan oleh proses pemanasan bahan pengawet yang dilakukan dan larutnya
zat kimia kayu seperti lignin dan ektraktif sehingga bercampur dengan larutan
bahan pengawet, begitu juga sebaliknya pada proses rendaman dingin sifat fisik
bahan pengawet tidak terlalu mengalami perubahan dikernakan bahan pengawet
tidak dipanaskan sehingga zat kimia kayu yang ada pada kayu sengon tidak terlalu
cepat larut bersama campuran bahan pengawet dan air.
21
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan dan analisis data dalam retensi bahan pengawet
Pravail 100EC pada perlakuan yang berbeda menunjukan bahwa rentensi bahan
pengawet dengan metode rendaman panas dan dingin lebih besar dibanding
metode rendaman dingin, jadi metode yang baik dilakukan dalam pengawetan
kayu adalah metode rendaman panas dan dingin.
B. Saran
Dari hasil diperoleh retensi bahan pengawet Prevail 100EC yang
mengunakan metode rendaman panas dan dingin dan rendaman panas penulis
menyarankan untuk menggunakan konsentrasi yang berbeda dan waktu
perendamn yang lebih bervariasi lagi agar diketahui besaran retensi yang lebih
bervariasi da konsentrasi dan waktu perendaman yang berbeda.
22
DAFTAR PUSTAKA
Anonim , 1976. Vademecum Kehutanan Indonesia. Departemen Pertanian Direktorat Jendral Kehutanan. Jakarta.
Anonim, 1978. Peraturan Pengawetan dan Kering Kayu Bangunan. Yayasan Lembaga Pendidikan Masalah Pembangunan.
Barly. 1988. Teknik Pengawetan Kayu. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Departemen Kehutanan. Bogor
Duljapar, 1996. Pengawetan Kayu. Gramedia. Jakarta
Dumanauw, 1982. Mengenal Kayu. Pendidikan Industri Kayu Atas. Kanisius. Yogyakarta
Hunt and George Garrat, 1976. Pengawetan Kayu. Radar Jaya Offset. Jakarta
Santoso, H.B, 1992. Budidaya Sengon. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Sutrisno dkk, 1990. Teknologi Hasil Hutan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Universitas Padjadjaran. Bandung
Tarumingkeng, Rudi, 2002. Makalah Pengantar Falsafah Sains Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Tawakal, M. Imam, 1987. Teknologi Hasil Hutan Proyek Pembangunan Kehutanan Daerah Dengan Dana IHH. Pusdiklat Departemen Kehutanan
Utama, surya wisnu. 2009. Anti Rayap. http://bumimakmur.net/tag/anti-rayap
Yoesuf, 1997. Pengawetan Kayu. Yayasan pembinaan fakultas kehutanan UGM. Yogyakarta