PENDIDIKAN KOMUNIKASI POLITIK “ANTI GOLPUT” SEJAK …

19
2 PENDIDIKAN KOMUNIKASI POLITIK “ANTI GOLPUT” SEJAK DINI PADA SISWA MAN 1 KOTA PADANG 1 Yesi Puspita, Asmawi, dan Rahmi Surya Dewi 2 ABSTRAK Ada dua hal yang berbeda apabila bicara tentang ”pengajak golput” dan ”individu yang golput”. Ajakan golput mengindikasikan suatu gerakan yang sistematis ingin menjegal atau menghambat pemilu; ini wajib dibereskan oleh pihak berwenang. Individu golput, perlu dipertimbangkan faktor-faktor berikut ini. Pertama, dorongan memilih tidak hanya ditentukan oleh satu dimensi kemauan untuk memilih, tetapi ada juga dimensi pengetahuan tentang apa itu pemilu, siapa yang dipilih, dan apa konsekuensi dari pilihan pemilih. Faktor edukasi, persuasi, pendidikan pemilih, bahkan harapan bahwa satu suara pun ikut menentukan hasil pemilu menjadi penting untuk diperhatikan. Apakah hal-hal itu cukup tersedia? Kedua, dorongan memilih ditentukan juga oleh kemudahan dalam menjalani hak pilih tersebut. Faktor keterjangkauan TPS serta bantuan bagi yang sakit/ hamil/lanjut usia menjadi faktor yang perlu dijembatani. Ketiga, kelompok pemilih muda punya perilaku pemilih yang cenderung tidak bisa disamaratakan dengan perilaku pemilih terdahulu. Dalam sejumlah studi mereka punya kecenderungan untuk lebih kritis dan tak mustahil pula apatis. Itu sebabnya sejumlah besar partai politik di dunia selalu memberi tempat khusus bagi para pemilih muda untuk aktif dalam kegiatan partai dan pengumpulan suara karena hanya orang muda yang bisa memberi persuasi meyakinkan pada pemuda lainnya. Pendidikan tentang pemahaman pemilu memang perlu diprioritaskan bagi remaja muda penerus bangsa. Untuk itu kami mengusulkan sebuah program pendidikan komunikasi politik ”anti golput” sejak dini. Kenapa sejak dini harus dilakukan edukasi mengenai pemilu ini, harapannya adalah menurunkan angka Golput. itu tim pengabdian memberikan edukasi melalui komunikasi politik sebagai pengenalan awal kepada pemilih muda. Dikolaborasi dengan simulasi agar mereka memahami dan mampu mengaplikasikan hak suara mereka dalam partisipasi politik pesta demokrasi di Indonesia. Pada pengabdian TA. 2014 ini tim memilih sekolah islam menengah ke atas untuk dilakukan pendidikan komunikasi politik “anti golput” sejak dini. MAN 1 Kota Padang adalah salah satu sekolah islam tingkat SMA yang disebut dengan Madrasyah di Kota Padang. Dengan landasan islami untuk menjadikan insan yang bertakwa, cerdas, mandiri, dan kompetitif berbudaya lingkungan di era globalisasi, tentunya siswa-siswi MAN 1 sebagai generasi penerus memahami pentingnya eksistensi pemimpin menurut Islam. Keywords: komunikasi, politik, remaja, golongan putih 1 Dibiayai oleh Dana DIPA Universitas Andalas TA. 2014 2 Staf Pengajar Fakultas ISIP Universitas Andalas

Transcript of PENDIDIKAN KOMUNIKASI POLITIK “ANTI GOLPUT” SEJAK …

Page 1: PENDIDIKAN KOMUNIKASI POLITIK “ANTI GOLPUT” SEJAK …

2

PENDIDIKAN KOMUNIKASI POLITIK “ANTI GOLPUT” SEJAK DINI

PADA SISWA MAN 1 KOTA PADANG1

Yesi Puspita, Asmawi, dan Rahmi Surya Dewi2

ABSTRAK

Ada dua hal yang berbeda apabila bicara tentang ”pengajak golput” dan ”individu

yang golput”. Ajakan golput mengindikasikan suatu gerakan yang sistematis ingin

menjegal atau menghambat pemilu; ini wajib dibereskan oleh pihak berwenang.

Individu golput, perlu dipertimbangkan faktor-faktor berikut ini. Pertama,

dorongan memilih tidak hanya ditentukan oleh satu dimensi kemauan untuk

memilih, tetapi ada juga dimensi pengetahuan tentang apa itu pemilu, siapa yang

dipilih, dan apa konsekuensi dari pilihan pemilih. Faktor edukasi, persuasi,

pendidikan pemilih, bahkan harapan bahwa satu suara pun ikut menentukan hasil

pemilu menjadi penting untuk diperhatikan. Apakah hal-hal itu cukup tersedia?

Kedua, dorongan memilih ditentukan juga oleh kemudahan dalam menjalani hak

pilih tersebut. Faktor keterjangkauan TPS serta bantuan bagi yang sakit/

hamil/lanjut usia menjadi faktor yang perlu dijembatani. Ketiga, kelompok

pemilih muda punya perilaku pemilih yang cenderung tidak bisa disamaratakan

dengan perilaku pemilih terdahulu. Dalam sejumlah studi mereka punya

kecenderungan untuk lebih kritis dan tak mustahil pula apatis. Itu sebabnya

sejumlah besar partai politik di dunia selalu memberi tempat khusus bagi para

pemilih muda untuk aktif dalam kegiatan partai dan pengumpulan suara karena

hanya orang muda yang bisa memberi persuasi meyakinkan pada pemuda lainnya.

Pendidikan tentang pemahaman pemilu memang perlu diprioritaskan bagi remaja

muda penerus bangsa. Untuk itu kami mengusulkan sebuah program pendidikan

komunikasi politik ”anti golput” sejak dini. Kenapa sejak dini harus dilakukan

edukasi mengenai pemilu ini, harapannya adalah menurunkan angka Golput. itu

tim pengabdian memberikan edukasi melalui komunikasi politik sebagai

pengenalan awal kepada pemilih muda. Dikolaborasi dengan simulasi agar

mereka memahami dan mampu mengaplikasikan hak suara mereka dalam

partisipasi politik pesta demokrasi di Indonesia.

Pada pengabdian TA. 2014 ini tim memilih sekolah islam menengah ke atas untuk

dilakukan pendidikan komunikasi politik “anti golput” sejak dini. MAN 1 Kota

Padang adalah salah satu sekolah islam tingkat SMA yang disebut dengan

Madrasyah di Kota Padang. Dengan landasan islami untuk menjadikan insan yang

bertakwa, cerdas, mandiri, dan kompetitif berbudaya lingkungan di era

globalisasi, tentunya siswa-siswi MAN 1 sebagai generasi penerus memahami

pentingnya eksistensi pemimpin menurut Islam.

Keywords: komunikasi, politik, remaja, golongan putih

1 Dibiayai oleh Dana DIPA Universitas Andalas TA. 2014

2 Staf Pengajar Fakultas ISIP Universitas Andalas

Page 2: PENDIDIKAN KOMUNIKASI POLITIK “ANTI GOLPUT” SEJAK …

3

“ANTI-GOLPUT” EARLY EDUCATION OF POLITICAL

COMMUNICATION TO STUDENT OF MAN 1 PADANG3

Yesi Puspita, Asmawi, dan Rahmi Surya Dewi4

ABSTRACT

It would be a dissimilarity if we talking about “golput persuader” and “individual

golput”. Golput’s (white group; neutral) allurement would be indicated as a

systematical movement which used as election interfere or resistance; this thing

should cleaned away by official in charge. Whereas individual golput should

worth considering these factors; First, encouragement to vote which not only

determined by one dimension as pitch upon on cast a vote, but there is also a

dimension of election knowledge such as what is election, to whom the vote is,

and its consequences from voting. It is important to considering the education

factor, persuasion, voter’s education level, even the hope that with just one vote

will be prescriptive on elections result. Is those things readily available?

Secondly, encouragement to vote also determined by its smoothness on performs

their suffrage. Reachable TPS’s (voting place) factor along with assistances for

who in illness / pregnant / elderly has become a crucial factor that should be

bridged on. Third, youth voters group that has behavior pattern which always

unequal same to their former. In some research, they tended to become more

critical and even apathy. That is why some of big political party in the world

always put up special place for youth voters to be active on party events and vote-

gathering for this reason, only the youth could convincing persuade the others

youth. Education on elections understanding is absolutely need a priority to our

youth generations. Thus, we proposes an education program of political

communication “anti-golput” since early. The reason why this elections education

since early should be doing is the hope that this Golput’s rate will decrease.

Therefore, devotion team applying education through political communication as

a beginning introduction to the youth. Colaborated with simulation will make it

easier to understand and appliable their voting rights on paticipating in Indonesian

political democracy party.

On this devotion TA. 2014, our team has already choose Islamic high school to

applying in “anti-golput” early education of political communication. MAN 1

Padang is one of Islamic High Schools which known as Madrasyah in Padang

City. Based on Islamism within, to creates thats pious, educated, independent, and

competitive individual which environment cultured on this global era, and of

course MAN 1 students as a nation inheritants would understand the crucial of

leader existence according to Islam.

Keywords: communication, political, youth, golput/white group

3 Funded by Donation of DIPA Andalas University TA. 2014

4 Instructor Staff Faculty of ISIP Andalas University

Page 3: PENDIDIKAN KOMUNIKASI POLITIK “ANTI GOLPUT” SEJAK …

4

PENDAHULUAN

Pemilihan umum dalam sebuah negara demokrasi, sudah menjadi rutinitas

dalam menentukan regenerasi kepemimpinan.Partisipasi politik khususnya

pemberian suara dalam pemilihan umum merupakan kunci menuju pemerintahan

yang demokratis.Pada momen pemilu itulah, rakyat dapat berpartisipasi dalam

menentukan pemimpinnya. Keberadaan seorang pemimpin dalam suatu

kelompok, daerah, terlebih dalam suatu negara, adalah hal yang tidak dapat

dihindari. Seorang penyair jahiliyah, Al-Afwah Al-Audi dalam Al-Mawardi,

“Manusia itu dalam keadaan kacau jika tidak ada orang yang mulia di antara

mereka, dan mereka tidak mulia jika orang-orang bodohnya berkuasa” (Al-

Mawardi, 2013: 1).Ungkapan syair tersebut menggambarkan betapa keadaan

seorang pemimpin dalam suatu kelompok sangat dibutuhkan, baik keluarga,

masyarakat ataupun suatu bangsa perlu adanya pemimpin yang dapat mengatur

dan menstabilkan kehidupan anggotanya.

Di Indonesia menurut Badri Khairuman (2004: 39), sejak paska

kemerdekaan sampai dengan sekarang, bangsa Indonesia telah mengalami 10 kali

pemilihan umum. Pemilihan Umum pertama dilaksanakan pada tahun 1955 yang

diikuti oleh 172 kontestan pemilu. Kemudian pada masa orde baru, pemilu

dilaksanakan sebanyak enam kali, yakni pemilu tahun 1971 yang hanya diikuti

oleh sepuluh kontestan, kemudian dilanjutkan pemilu tahun 1977, 1987, 1992,

1997 yang hanya diikuti oleh tiga kontestan, Golkar, PPP, PDI. Selanjutnya, paska

orde baru bangsa Indonesia telah mengalami tiga kali pemilihan, yakni pemilu

tahun 1999, 2004 dan pemilu yang dilaksanakan pada tahun 2009. Namun, hal

yang menarik dari data partisipasi pemilih dari Pemilu 1971 hingga Pemilu 2004

menunjukkan grafik penurunan suara. Bahkan pada Pilpres 5 Juli 2004, dan pada

pilpres putaran kedua 20 September 2004 mengalami penurunan suara secara

signifikan. Artinya, persentase pemilih yang tidak memilih atau diistilahkan

dengan golongan putih (golput) menunjukkan kecenderungan peningkatan

(http://ekibaihaki.com).

Page 4: PENDIDIKAN KOMUNIKASI POLITIK “ANTI GOLPUT” SEJAK …

5

Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), pada tahun itu 10,2%

penduduk yang tercatat sebagai pemilih tidak menggunakan haknya. Kegembiraan

masyarakat akan ruang politik yang lebih terbuka dan demokratis pasca

keruntuhan rezim Orde Baru dan mundurnya Soeharto dari kursi kepresidenan

tidak lantas membuat partisipasi masyarakat dalam pemilu naik. Meski demikian,

angka golput dalam masa itu ternyata lebih rendah daripada angka golput di masa

kini. Angka golput paling tinggi di masa rezim Orde Baru terjadi pada tahun

1999. Angka golput di Indonesia justru bertambah dua kali lipat dalam pemilu

legislatif dan pemilu presiden pada tahun 2004, yaitu 23% dan 21%. Angka ini

terus naik di dalam pemilu legislatif dan pemilu presiden pada 2009, yaitu 29%

dan 29,1%.(Wisnu, dalam http://daerah.sindonews.com)

Fenomena golongan putih atau yang lebih akrab dikenal dengan sebutan

golput, disinyalir selalu ada setiap kali pesta demokrasi berlangsung, baik dalam

pemilihan bupati, walikota, gubernur, anggota legislatif, dan presiden maupun

wakil presiden. Pelaksanaan pemilu pada saat ini, dirasakan hanyalah satu babak

dari kisah dramatisasi para aktor-aktor politik. Akibatnya, permasalahan dalam

pelaksanaan pemilu pun selalu muncul, mulai dari masalah money politic, black

campaign, kampanye terselubung, kemunafikan atau hipokrisi serta

ketidakpercayaan masyarakat pada kandidat pemimpin bangsa, dan berbagai

permasalahan lain yang menjadi faktor pendukung untuk tidak memberikan suara

dalam pelaksanaan pemilu.

Orang-orang golput, seperti dikatakan Arif Budiman, salah seorang

pencetus golput pada tahun 1971, ada yang murni dan ada yang kecelakaan. Kalau

yang murni tidak mau memilih berdasarkan kesadaran, sedangkan yang

kecelakaan karena memang benar-benar tidak mengerti atau sedang ada halangan

untuk berpartisipasi. Dalam membahas golput, maka tidak lepas untuk menyibak

faktor-faktor yang melatarbelakangi seseorang memberikan suaranya dalam

pemilu, apakah memilih merupakan hak (rights ) atau kewajiban (obligations),

atau ritual budaya semata yang tanpa makna (www.ruangpublik.com).

Page 5: PENDIDIKAN KOMUNIKASI POLITIK “ANTI GOLPUT” SEJAK …

6

Lembaga Survei Indonesia (LSI) sebagaimana dikutip oleh Suara Islam

edisi ke-147 menyebutkan bahwa angka golput dalam pelaksanaan pemilu

cenderung naik dalam setiap pelaksanaannya, tercatat sebanyak 6,46 persen angka

golput di tahun 1971, 8,40 persen di tahun 1977, kemudian 8,53 persen pada

tahun 1982, dan 8,69 persen di tahun 1987.Selanjutnya, sebanyak 9,09 persen

pada pelaksanaan pemilu tahun 1992, 9,42 persen pada tahun 1997, kemudian

10,21 persen pada tahun 1999, selanjutnya meningkat menjadi 23,34 persen pada

tahun 2004, dan pada tahun 2009, angka golput mencapai 39,01 persen

(www.dakwatuna.com).

Banyak pihak yang menyatakan peningkatan angka golput dari tahun ke

tahun disebabkan kualitas partai dan calon legislator atau calon presiden yang

tidak baik. Keadaan tersebut membuat warga tidak antusias untuk memberikan

suaranya. Namun apa kemudian penjelasannya jika kita melihat Pemilihan

Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta pada 2012. Pilgub Jakarta tak dapat disangkal

merupakan salah satu proses pemilihan kepala daerah yang paling berkualitas

karena menyajikan tokoh-tokoh nasional dengan jam terbang politik yang baik

dan dengan program-program pembangunan Jakarta yang cukup jelas

dikomunikasikan, tetapi angka golput ternyata tidak menurun, bahkan di atas

angka rata-rata nasional.

KPU Jakarta mencatat bahwa dalam pemilihan Gubernur DKI putaran

pertama, angka golput mencapai 36,3% dan dalam putaran kedua mencapai

33,2%. Kondisi serupa terjadi dalam pemilihan kepala daerah di Jawa Barat pada

2013. Masyarakat Jawa Barat yang tidak menggunakan hak pilihnya tercatat

36,15% atau 11,8 juta orang. Angka ini jauh lebih tinggi daripada pemilihan

sebelumnya di tahun 2008 yang ”hanya” mencapai 32,6%. Gambaran yang lebih

ironis bahkan terjadi dalam pemilihan kepala daerah di Jawa Timur di mana

perolehan pemenang pertama, pasangan KarSa, mencapai 47,2% tetapi di

peringkat kedua ada golput sebanyak 41%! Merujuk pada gambaran dan data di

atas, muncul wacana untuk mewajibkan warga menggunakan hak

pilihnya.(Wisnu, dalam http://daerah.sindonews.com)

Page 6: PENDIDIKAN KOMUNIKASI POLITIK “ANTI GOLPUT” SEJAK …

7

Beberapa KPU daerah bahkan telah menginterpretasikan Pasal 292 dan

308 dalam UU No 8 Tahun 2012 sebagai dasar untuk menindak pidana mereka

yang menyebabkan pihak lain kehilangan hak pilihnya, termasuk dengan ikut

golput. Kewajiban untuk menggunakan hak pilih dengan paksaan bukanlah barang

asing dalam alam demokrasi.

Ada dua hal yang berbeda apabila bicara tentang ”pengajak golput” dan

”individu yang golput”. Ajakan golput mengindikasikan suatu gerakan yang

sistematis ingin menjegal atau menghambat pemilu; ini wajib dibereskan oleh

pihak berwenang. Tapi bila tidak ditemukan hal yang sistematis, perlu

dipertimbangkan faktor-faktor berikut ini. Pertama, dorongan memilih tidak hanya

ditentukan oleh satu dimensi kemauan untuk memilih, tetapi ada juga dimensi

pengetahuan tentang apa itu pemilu, siapa yang dipilih, dan apa konsekuensi dari

pilihan pemilih. Faktor edukasi, persuasi, pendidikan pemilih, bahkan harapan

bahwa satu suara pun ikut menentukan hasil pemilu menjadi penting untuk

diperhatikan. Apakah hal-hal itu cukup tersedia. Kedua, dorongan memilih

ditentukan juga oleh kemudahan dalam menjalani hak pilih tersebut. Faktor

keterjangkauan TPS serta bantuan bagi yang sakit/ hamil/lanjut usia menjadi

faktor yang perlu dijembatani. Ketiga, kelompok pemilih muda punya perilaku

pemilih yang cenderung tidak bisa disamaratakan dengan perilaku pemilih

terdahulu. Dalam sejumlah studi mereka punya kecenderungan untuk lebih kritis

dan tak mustahil pula apatis. Itu sebabnya sejumlah besar partai politik di dunia

selalu memberi tempat khusus bagi para pemilih muda untuk aktif dalam kegiatan

partai dan pengumpulan suara karena hanya orang muda yang bisa memberi

persuasi meyakinkan pada pemuda lainnya.

Pada akhirnya, kita juga perlu menempatkan pemilu dalam porsinya

sebagai ruang bagi masyarakat menggunakan hak pilih. Hak adalah hak sehingga

ia tidak bisa dengan semena-mena dicabut hanya karena alasan-alasan yang belum

tentu tepat terbaca oleh negara. Untuk itulah para ilmuwan bidang sosial dan

politik di negara yang ingin menguatkan demokrasinya, seperti Indonesia, perlu

Page 7: PENDIDIKAN KOMUNIKASI POLITIK “ANTI GOLPUT” SEJAK …

8

mengalokasikan lebih banyak waktu untuk mempelajari perilaku pemilih di

negerinya.

Realitas golput ini akan berdampak terhadap generasi penerus dalam

pemilu. Ketidaktahuan dan ketidakpuasan generasi penerus dalam hal politik

memberikan peluang fenomena golput akan terjadi setiap pemilu. Mereka merasa

pemilu hanyalah sebuah formalitas dalam sebuah kekuasan pemerintahan, bahkan

mereka menganggap pemilu hanyalah pesta yang berorientasi kalangan-kalangan

aktor politik semata. Anggapan generasi penerus yang demikian akan

menyebabkan kehancuran kekuasaan negara Indonesia yang demokratis pancasila.

Sehingga, mereka tidak menyadari pentingnya seorang pemimpin yang cocok

dalam memimpin negara ini. Pemimpin dalam pandangan Al-Qur’an, terdapat

beberapa istilah dalam penyebutannya diantaranya, Imamah yang manadalam

kajian semantik merupakan isim mashdar (kata benda abstrak) yang terambil dari

kata amma yaummu, yang berarti menuju, meneladani dan memimpin (Muhadi

Zainudin, 2008: 32). Kemudian dari kata imamah muncul kata imam, yang dapat

diartikan pemimpin atau orang yang memimpin, karena seorang pemimpin

biasanya dia diteladani, maka dia selalu berada di depan (Quraisy Syihab,2007:

242). Eksistensi seorang pemimpin dengan menggunakan

kata imamah dan khalifah, merujuk kepada pemahaman bahwa seorang pemimpin

terkadang berada di depan untuk mengajak, melayani, dan terkadang berada di

belakang untuk memotivasi dan sebagainya.

Pendidikan tentang pemahaman pemilu memang perlu diprioritaskan bagi

remaja muda penerus bangsa. Generasi muda harus ikut memilih pemimpin yang

dipercayainya untuk memimpin mereka. Generasi penerus yang boleh ikut

berpatisipasi dalam pemilu adalah remaja yang telah genap berumur 17 (tujuh

belas) tahun atau lebih dan/atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih,

telah ditetapkan dalam peraturan KPU No. 67 tahun 2009 pasal 3

(www.kpu.go.id). Remaja yang berusia 17 tahun layaknya sudah merupakan

siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Remaja SMA masih rentan terhadap

permasalahan politik. Bahkan, ketika pemilu mereka masih bingung dengan

Page 8: PENDIDIKAN KOMUNIKASI POLITIK “ANTI GOLPUT” SEJAK …

9

penentuan seorang sosok pemimpin yang handal dalam dunia politik dan dalam

proses membangun negara kedepannya. Permasalahan dan pengetahuan akan

politik tidak didapat sepenuhnya dalam pendidikan SMA. Padahal, remaja SMA

memerlukan pengetahuan dan pemahaman melalui pendidikan komunikasi politik

sejak dini.

Istilah komunikasi politik masih relatif baru dalam ilmu politik. Istilah

tersebut mulai banyak disebut-sebut semenjak terbitnya tulisan Gabriel

Almond(1960:3-64) dalam bukunya yang berjudul The Politics of the

Development Areas, yang membahas komunikasi politik secara lebih rinci.

Menurut Almond (1960:12-17), definisi komunikasi politik adalah salah satu

fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik. Pemikiran Almond terletak

pada pandangannya bahwa semua sistem politik yang pernah ada di dunia ini,

yang ada sekarang, dan yang akan nanti mempunyai persamaan-persamaan yang

mendasar, yaitu adanya kesamaan fungsi yang dijalankan oleh semua sistem

politik. Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan yang terjadi

dalam sistem politik. Hal ini berarti bahwa fungsi komunikasi politik terdapat

secara inherent di dalam setiap fungsi sistem politik yang menandakan pentingnya

komunikasi politik bagi masyarakat khususnya bagi masyarakat yang belum

mengerti salah satunya remaja SMA.

Komunikasi politik merupakan bentuk dari kajian ilmu komunikasi yang

multi disiplin. Komunikasi politik terdiri dari dua bidang kajian yaitu ilmu

komunikasi dan ilmu politik. Komunikasi adalah proses interaksi sosial yang

digunakan orang untuk menyusun makna yang merupakan citra mereka mengenai

dunia (berdasarkan itu mereka bertindak) dan untuk bertukar citra melalui simbol

simbol. Komunikasi melukiskan evolusi makna. Makna adalah sesuatu yang

diciptakan, ditentukan, diberikan dan bukan sesuatu yang diterima. Maksudnya

komunikasi bukanlah suatu reaksi terhadap sesuatu, juga bukan interaksi dengan

sesuatu, melainkan suatu transaksi yang didalamnya orang menciptakan dan

memberikan makna untuk menyadari tujuan orang itu. (Barlund, 1970, 87- 88)

Page 9: PENDIDIKAN KOMUNIKASI POLITIK “ANTI GOLPUT” SEJAK …

10

Politik adalah siapa memperoleh apa, kapan dan bagaimana (Laswell

1958), pembagian nilai nilai oleh yang berwenang (Easton, 1953), sesuatu yang

dilakukan orang ;Politik adalah kegiatan (Bentley, 1967) (dalam Nimmo, 2005:8 )

Dalam Ilmu Komunikasi tidak hanya mempelajari komunikasi budaya,

komunikasi sosial, komunikasi bermedia saja tetapi juga mencakup pada

komunikasi politik. Komunikasi politik merupakan dua buah bidang ilmu yang

dikaji secara bersamaan. Sementara itu,banyak generasi muda di Kota Padang

terutama siswa-siswi SMA yang tidak mengerti pentingnya partisipasi politik

yang dituangkan dalam pemilu. Sehingga banyak siswa-siwi SMA yang tidak

menggunakan hak suaranya dengan bijak.

Alangkah baiknya pendidikan komunikasi politik mengenai pemilu sudah

dikenalkan sejak dini kepada Siwa-siswi. Edukasi tentang bagaimana pentingnya

menggunakan hak suara dalam pemilihan umum (pemilu) secara tepat didukung

dengan pengetahuan dan pemahaman tentang politik melalui komunikasi politik.

Oleh sebab itu tim pengabdian memilih sekolah islam menengah ke atas

untuk dilakukan pendidikan komunikasi politik “anti golput” sejak dini. MAN 1

Kota Padang adalah salah satu sekolah islam tingkat SMA yang disebut dengan

Madrasyah di Kota Padang. Dengan landasan islami untuk menjadikan insan yang

bertakwa, cerdas, mandiri, dan kompetitif berbudaya lingkungan di era

globalisasi, tentunya siswa-siswi MAN 1 sebagai generasi penerus memahami

pentingnya eksistensi pemimpin menurut Islam. Dengan dipilihnya MAN 1

Padang sebagai tempat pelaksanaan Pelatihan Edukasi komunikasi politik ‘anti

golput’ sejak dini bagi Remaja Di MAN 1 Kota Padang dapat membuka wawasan

dan pengetahuan baru bagi siswa-siswi dan menjadikan mereka lebih bijak dalam

menggunakan hak suaranya dalam pemilu dan lebih kritis dalam menganalisa

politik Indonesia sekarang ini secara tepat.

Berdasarkan analisis situasi di atas maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

1. Bagaimana menanamkan pendidikan anti golput dikalangan siswa

siswi MAN 1 padang sebagai pemilih muda?

Page 10: PENDIDIKAN KOMUNIKASI POLITIK “ANTI GOLPUT” SEJAK …

11

2. Bagaimana memberikan edukasi tentang pentingnya komunikasi

dan partisipasi politik dalam pemilu pada siswa siswi MAN 1

Padang?

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Relevan

Terdapat beberapa penelitian yang memiliki relevansi dengan penelitian

ini, antara lain adalah jurnal yang ditulis oleh Bismar Arianto dari Universitas

Maritim Raja Ali Haji dengan judul “Analisis Penyebab Masyarakat Tidak

Memilih dalam Pemilu”. Jurnal ini mengupas tentang fenomena golput yang

sudah terjadi sejak diselenggarakannya pemilu pertama pada tahun 1955.

Menurut Bismar Arianto, tindakan tidak memilih atau golput ini merupakan

akibat ketidaktahuan atau kurangnya informasi mengenai penyelenggaraan

pemilu. Biasanya masyarakat atau pemilih tidak datang ke tempat pemilihan

suara. Sementara pada era Orde Baru, golput lebih diartikan sebagai gerakan

moral untuk memprotes penerapan sistem pemilu yang tidak demokratis oleh

penguasa pada masa itu. Berdasarkan penelitiannya dapat disimpulkan bahwa

faktor yang menyebabkan masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya

secera sederhana dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok besar yaitu

faktor dari internal pemilih dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari

faktor teknis dan faktor pekerjaan. Sementara faktor eksternal terdiri dari faktor

administratif, sosialisasi, dan faktor politik. Dalam penelitian ini yang menjadi

relevansi adalah fenomena golput yang terjadi di dalam masyarakat

disebababkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah keterbukaan informasi

serta komunikasi mengenai pentingnya partisipasi politik dari masyarakat.

Peneliti lain yang juga membahas mengenai fenomena golput adalah jurnal

yang ditulis oleh Hadi Purnandi, dkk dari Universitas Tanjungpura Pontianak

dengan judul “ Fenomena Golongan Putih dalam Pemilihan Walikota dan Wakil

Page 11: PENDIDIKAN KOMUNIKASI POLITIK “ANTI GOLPUT” SEJAK …

12

Walikota Pontianak tahun 2008 di Kecamatan Pontianak Selatan”. Jurnal ini

membahas tentang rendahnya angka partisipasi politik masyarkat di dalam

pemilu akibat tindakan golput yang telah meluas. Tingginya tingkat partisipasi

politik mengindikasikan bahwa, rakyat mengikuti dan memahami serta

melibatkan diri dalam kegiatan kenegaraan, sebaliknya tingkat partisipasi politik

yang rendah mengindikasikan rakyat kurang menaruh apresiasi atau minat

terhadap masalah atau kegiatan kenegaraan. Implikasi atau dampak dari

masyarakat yang melakukan golput yaitu orang-orang yang golput tidak dapat

mendorong untuk memperbaiki sistem yang ada karena dengan tidak memilih

kita tidak dapat menyalurkan aspirasi kita untuk terjadinya suatu perubahan

dalam sistem pemerintahan. Golput sangat berdampak besar terhadap kemajuan

bangsa. Relevansi dengan penelitian ini adalah bahwa pentingnya sosialisasi dan

komunikasi politik kepada masyarakat untuk dapat mengurangi angka golput

dalam pemilu kedepannya.

2.2. Golongan Putih (Golput)

Dalam pelaksanaan pemerintahaan negara yang menganut sistem

demokrasi, fenomena golput merupakan bagian dari demokrasi itu sendiri yang

tidak terpisahkan. Tindakan golput ini selalu ada disetiap pemilu dan pesta

demokrasi dimanapun terutama yang menganut sistem pemilihan secara

langsung. Dalam istilah ilmu politik, golput seringkali disebut dengan non-voter. Ada

beberapa kategori para pemilih yang tidak menggunakan hak pilih (non-voters).

Menurut DeSipio, Masuoka dan Stout (2006 :8) kategori non-voter meliputi: 1.

Registered Not Voted 2. Citizen-not Registered 3. Non-Citizen.

Sementara menurut Novel Ali (dalam Purnandi, 2013 : 5) , di Indonesia

terdapat dua kelompok golput. Pertama,adalah kelompok golput awam. Yaitu

mereka yang tidak mempergunakan hak pilihnya bukan karena alasan politik,

tetapi karena alasan ekonomi, kesibukan dan sebagainya. Kemampuan politik

kelompok ini tidak sampai ke tingkat analisis, melainkan hanya sampai tingkat

deskriptif saja. Kedua, adalah kelompok golput pilihan. Yaitu mereka yang tidak

Page 12: PENDIDIKAN KOMUNIKASI POLITIK “ANTI GOLPUT” SEJAK …

13

bersedia menggunakan hak pilihnya dalam pemilu benar-benar karena alasan

politik. Misalnya tidak puas dengan kualitas partai politik yang ada atau karena

mereka menginginkan adanya satu organisasi politik lain yang sekarang belum

ada dan berbagai alasan lainnya. Kemampuan analisis politik mereka jauh lebih

tinggi dibanding golput awam. Golput pilihan ini memiliki kemampuan analisis

politik yang tidak cuma berada pada tingkat deskripsi saja, tapi juga pada tingkat

evaluasi (Ali, 1999: 22).

2.3. Komunikasi Politik

Komunikasi merupakan sebuah bentuk interaksi dimana seseorang

berupaya untuk menyampaikan informasi guna membangun citra mereka

berdasarkan tindakan yang dilakukan. Tindakan ini juga dapat menggunakan

simbol – simbol yang memiliki makna tersendiri untuk dapat bertukar citra.

Sementara itu politik merupakan sebuah proses yang melibatkan berbagai cara

orang untuk dapat bertukar simbol, kata – kata yang dituliskan dan diucapkan,

gambar, sikap tubuh, gerakan, perangai dan kata – kata. Oleh karena banyak

aspek kehidupan politik yang dapat dilukiskan dengan komunikasi, sehingga

disebut dengan komunikasi politik. (Nimmo, 2005, 6-8).

Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari sumber

komunikasi kepada penerima, baik dengan menggunakan alat maupun tatap

muka. Kemudian dari kejadian tersebut ada dan terjadinya umpan balik untuk

menilai akibat dari penerimaan pesan yang disampaikan. Hal tersebut berguna

sebagai dasar dari proses komunikasi masyarakat. Menurut Fagen (1996 : 26)

komunikasi politik berjalan satu arah dari sumber kepada penerima komunikasi

tersebut. Agar memenuhi tujuan, rumusan tersebut perlu dimodifikasi. Fagen

menambah usulan bahwa untuk kepentingan penelitian terdapat 3 hal yang

penting:

1. Komunikasi sebagai proses mengisi politik sebagai suatu kegiatan.

2. Apabila hal-hal itu tidak jelas benar, maka dapat digambarkan

beberapa aspek kehidupan politik sesuai tipe-tipe komunikasi.

Page 13: PENDIDIKAN KOMUNIKASI POLITIK “ANTI GOLPUT” SEJAK …

14

3. Karena proses komunikasi memiliki kemampuan mengisi dan elastis

dari perbendaharaan konsep ilmu politik, maka ada suatu literatur yang mungkin

relevan bagi studi politik dan komunikasi.

METODE

Bentuk kegiatan yang akan dilakukan dalam pelatihan pendidikan

komunikasi politik “anti golput” sejak dini pada siswa siswi MAN 1 Kota Padang

ini antara lain:

a. Pemberian Materi

Pemberian materi di sini yaitu pengenalan dan pemahaman tentang

komunikasi politik, bagaimana partisipasi politik yang harus mereka lakukan dan

apa yang mereka tidak boleh lakukan. Materi yang disampaikan antara lain:

komunikasi politik, partisipasi politik dalam pemilu, dan pengetahuan anti golput.

b. Diskusi

Untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman siswa siswi setelah

mengikuti kegiatan pemberian materi komunikasi politik “anti Golput” ini maka

tim pengabdian mengadakan diskusi sebagai ruang yang disediakan untuk sesi

tanya jawab. Penyampaian materi yang kurang dipahami atau pertanyaan yang

belum sempat terjawab dari sesi pemberian materi dijelaskan lebih lanjut pada

sesi diskusi.

c. Simulasi

Setelah para peserta diberikan pemahaman dan materi mengenai

Komunikasi Politik, maka guna memperdalam pengetahuan mereka tim

mengadakan simulasi dengan didampingi oleh seorang fasilitator. Kita akan

mempraktekkan bagaimana contoh maupun tahapan yang sering dilakukan dalam

pemilu. Agar peserta lebih mengerti maka narasumber juga akan menggunakan

contoh surat suara. Hal yang ditekankan dalam simulasi ini adalah bagaimana

mereka memahami dan mengerti bahwa sebagai warga Negara yang baik kita

Page 14: PENDIDIKAN KOMUNIKASI POLITIK “ANTI GOLPUT” SEJAK …

15

harus memanfaakan hak politik yang ada sehingga peran dan kontribusi generasi

muda dalam demokrasi semakin nyata.

d. Hasil kegiatan

Dari kegiatan ini dapat diperoleh hasil antara lain bertambahnya

pengetahuan dan pemahaman pelajar sebagai pemilih muda mengenai hak – hak

politik yang telah mereka miliki. Karena disadari sebagian besar pelajar sekolah

menengah atas yang telah memiliki hak pilih cenderung enggan untuk

berpartisipasi dan menggunakan hak pilih mereka dalam pemilu. Sementara itu

sebagian lainnya berpartisipasi dalam pemilu namun hanya karena ikut – ikutan

atau memilih dengan asal – asalan, tanpa menyadari bahwa hak suara yang

mereka gunakan ikut menentukan kepada siapa kekuasaan politik akan di pegang

pada masa pemerintahan selanjutnya.

Dengan penjelasan dari materi – materi yang diberikan mengenai akibat

yang dapat ditimbulkan dari tindakan golput ini, para peserta menyadari bahwa

tindakan golput atau tindakam bungkam ini bukanlah langkah yang tepat bagi

masa depan bangsa. Sebagai bagian dari bangsa itu sendiri, para pelajar

dibutuhkan untuk dapat berpartisipasi dalam politik, tidak hanya menentukan

pemimpin yang tepat namun juga pemilih muda memiliki hak untuk menyebarkan

informasi tentang calon – calon pemimpin tersebut. Sehingga informasi dapat

tersebar dan dikomunikasikan kepada masyarakat untuk dapat menentukan

pemimpin ideal mereka tanpa ada pembohongan dan pencitraan palsu yang

selama ini dilakukan dalam kampanye politik.

e. Evaluasi kegiatan

Untuk pelaksanaan kegiatan kedepannya diharapkan dapat dilakukan di

rungan yang lebih besar dengan kapasitas peserta yang cukup banyak. Disamping

itu keterbatasan dalam alat untuk presentasi seperti speaker dan infocus. Karena

hal ini cukup menjadi kendala ketika menyampaikan materi kepada peserta.

Page 15: PENDIDIKAN KOMUNIKASI POLITIK “ANTI GOLPUT” SEJAK …

16

Kelemahan dalam peemgabdian ini adalah bagaimana mengetahui kalau

kegiatan tersebut mampu menurunkan tingkat Golput di Kota Padang pada

khususnya dan Sumatra Barat pada umumnya, dikarenakan membutuhkan waktu

yang panjang hingga Pesta Demokrasi berlangsung kembali.

Dari tingkat aware dengan Pemilu masih pada level bottom of mind, baru

ingat saja belum bentuk action. Akan efektif bila dilaksanakan continue namun

terkendala dengan kegiatan sekolah yang sudah banyak menyita waktu, sehingga

mencari waktu luang untuk pengabdian kembali susah menyesuaikan waktu.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Masih banyak para pelajar sekolah menengah atas yang sebagian besar

telah memiliki hak pilih, namun tidak menyadari akan pentingnya hak pilih yang

telah mereka dapatkan. Karena ketidaktahuan inilah yang menyebabkan pemilih

muda tersebut cenderung tidak peduli dan tidak beminat untuk berpartisipasi

dalam pemilu. Dengan diadakannya kegiatan pengabdian pendidikan komunikasi

politik “anti golput” ini dapat memberikan kesadaran terutama kepada pemilih

muda untuk dapat menggunakan hak pilihnya dengan benar dan bijaksana, tanpa

terpengaruh oleh bujukan politik uang para kader atau pun parpol sehingga suara

yang diberikan dapat jatuh ke tangan yang benar. Karena tidak dapat dipungkiri

bahwa mereka lah calon penerus pemerintahan bangsa ini kedepannya.

Saran

Untuk masyarakat sebaiknya dapat timbul kesadaran akan hak, kewajiban

dan tanggung jawab sebagai warga negara Indonesia. Salah satunya adalah dengan

berpartisipasi dalam pemilu. Partisipasi yang di harapkan bukan hanya masyarakat

sekedar datang ke tempat pemungutas suara dan memilih calonnya, namun juga

mengawasi jalannya pemilu itu sendiri dari awal hingga akhir. Sehingga segala

bentuk tindakan kecurangan yang dilakukan oleh kader maupun parpol dapat

diawasi secara bersama. Disamping itu, pentingnya komunikasi politik dan

Page 16: PENDIDIKAN KOMUNIKASI POLITIK “ANTI GOLPUT” SEJAK …

17

keterbukaan informasi juga perlu ditingkatkan untuk seluruh lapisan masyarakat,

sehingga tidak ada lagi masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya dengan

alasan ketidaktahuan infromasi pemilu tersebut.

Sementara untuk perguruan tinggi yang melaksanakan kegiatan ini

merupakan langkah yang tepat sebagai bentuk langkah nyata dalam memberikan

pendidikan dan pengetauan masyarakat. Karena meningkatkan kesadaran serta

mengupayakan sebuah perubahan di dalam masyarakat adalah tanggung jawab

bersama, tidak hanya parpol atau pun pemerintah saja. Untuk itu kedepannya

kegiatan pengabdian ini harus dilakukan dengan maksimal lagi baik dari segi

persiapan materi serta pemilihan target sasaran yang lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

Almond, Gabriel A., & James S. Coleman (Ed.). 1960. The Politics of The

Developing Areas. Princenton NJ: Princenton University Press.

Al-Mawardi, Ahkam Al-Sulthaniyah. 2013. Hukum-Hukum Penyelenggaraan

Negara Dalam Syariat Islam, Bekasi: PT. Darul Falah.

Arifin, Anwar. 2003. Komunikasi Politik. Jakarta : Balai Pustaka.

Fagen, Richard R. 1996. Politics & Communication. USA : Little Brown & Co.

Khairuman, Badri dkk. 2004. Islam dan Demokrasi, Mengungkap Fenomena

Golput Dalam Islam, Jakarta: PT. Nimas Multima.

Nimmo, Dan. 2005. Komunikasi Politik : Komunikator Pesan dan Media.

Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Shihab, Quraisy. 1997 .Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Pesan Wahyu

Dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan.

Subiakto, Henry dan Ida, Rachma. 2012. Komunikasi Politik, Media dan

Demokrasi. Jakarta : Kencana Prenada Media Grup

Page 17: PENDIDIKAN KOMUNIKASI POLITIK “ANTI GOLPUT” SEJAK …

18

Website

Baihaki, Eki. 2012. Golput Dalam Pemilu.

http://ekibaihaki.com/article/87371/golput-dalam-pemilu.html (27 April

2014 pukul 20.00 WIB).

Komisi Pemilihan Umum. 2009. Peraturan Komisi Pemilihan Umum No 67

Tahun 2009. http://www.kpu.go.id/dmdocuments/pemilukada_67.pdf (27

April 2014 pukul 20.15 WIB).

Rofiun, Irhamni.2014. Fenomena Golput dalam Penyelenggaraan Pemilu di

Indonesia: Sebuah Korelasi Kajian Islam Terhadap Pemilu.

http://www.dakwatuna.com/ ( 27 April 2014 pukul 21.00 WIB)

Ruang Publik. 2014. Fenomena Golput di Indonesia.

http://www.ruangpublik.com/ (28 April 2014 pukul 17.30 WIB)

Wisnu, Dinna. 2014. Fenomena Golput dalam Pemilu.

http://daerah.sindonews.com (28 April pukul 17.45 WIB)

Jurnal

Arianto, Bismar. 2011. Analisis Penyebab Masyarakat Tidak Memilih dalam

Pemilu. Tanjungpinang : Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Purnandi, Hadi , dkk. 2013. Fenomena Golongan Putih dalam Pemilihan

Walikota

dan Wakil Walikota Pontianak Tahun 2008 di Kecamatan Pontianak

Selatan. Pontianak : Universitas Tanjungpura Pontianak.

Page 18: PENDIDIKAN KOMUNIKASI POLITIK “ANTI GOLPUT” SEJAK …

19

LAMPIRAN

Foto – foto Kegiatan

Pembukaan kegiatan oleh MC

Kata sambutan dari Kepala Sekolah MAN 1 Padang

Page 19: PENDIDIKAN KOMUNIKASI POLITIK “ANTI GOLPUT” SEJAK …

20

Penyampaian Materi oleh Ketua Tim Pengabdian

Sesi Tanya Jawab dan Diskusi dengan Peserta Kegiatan

Foto Bersama Seluruh Peserta dan Guru – Guru MAN 1 Padang