PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI · PDF fileTokoh-tokohnya antara lain Max Horkheimer, ......

8
Volume 5, Nomor 1, Januari 2014 31 PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI KRITIS (Ke Arah Kontekstualisasi Pendidikan Yang Membebaskan) Achmad Bahrur Rozi (Dosen Prodi Penjaskesrek STKIP PGRI Sumenep) Email: [email protected] Abstrak Pendidikan bersamaan dengan perkembangannya bertujuan membebaskan manusia menjadi manusia seutuhnya. Kebijakan dan aturan dalam dunia pendidikan di Indonesia berkali-kali mengalami perubahan dengan maksud penyempurnaan. Pada saat ini diluncurkan kurikulum 2013 yang seringkali ditegaskan sebagai penyempurna dari sebelumnya. Akan tetapi, benarkah kurikulum 2013 akan mampu menjawab tantangan pendidikan yang dituntut membebaskan manusia menuju suatu kreatifitas dan prestasi. Dengan demikian, untuk mencapai tujuan itu perlu adanya kajian ulang tentang pendidikan di Indonesia dengan teori kritis. Sebab, teori kritis yang dikenal dengan mazhab frankfurt akan mengantarkan gagasan yang awalnya tekstual menuju kontekstual, sehingga akan terwujud suatu pembebasan dalam dunia pendidikan. Kata Kunci: Pendidikan, Pembebasan, Teori Kritis Abstract Education along with its development is intended to build qualified human being. The policies and regulations of education in Indonesia have frequently changed with the intention of perfection. At present, Curriculum 2013 has been launched which is confirmed as the improvement of the preceding curricula. A question then arises; “Can Curriculum 2013 be the solution to face the education challenge to generate creativity and achievement?” Thus, to reach the goal, an analysis is needed to review the education in Indonesia by using critical theory. The critical theory known as Franfurt tenet leads textual ideas to contextual ideas hence freedom in education will come into reality. Key Words: Education, Freedom, Critical Theory A. Pendahuluan Mazhab Frankfurt (Frankfurt School) per- tama kali muncul pada tahun 1923, tetapi baru pada sekitar tahun 1930 aliran ini dikenal di Jerman. Frankfurt School sering disebut dengan banyak nama, diantaranya Teori Kritis, Mazhab Frankfurt (Die Frankfuter Schule), atau Teori Kritik Masyarakat (Kartono dkk., 2004: 3). Tokoh-tokohnya antara lain Max Horkheimer, Theodor W. Adorno, Herbert Marcuse, dan Habermas. Pendekatan mereka sering disebut sebagai teori kritis (critical theory) (Blackburn, 1994: 146). Sedangkan Adorno, seperti dinyata- kan William Outhwaite, merupakan the most important thinker of the Frankfurt School (Outhwaite, 1998: 2). Selain mereka, dalam Lembaga Penelitian di Frankfurt juga ada Frederich Polock (seorang ekonom), Leo Lowenthal (sosiolog), Walter Benjamin (ilmu kesusasteraan), Eric Fromm (psikolog), dan Karl August Wittfogel. Ke- beradaan sarjana-sarjana dari belbagai bidang

Transcript of PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI · PDF fileTokoh-tokohnya antara lain Max Horkheimer, ......

Page 1: PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI · PDF fileTokoh-tokohnya antara lain Max Horkheimer, ... lebih luwes mengenai asas-asas tersebut (v an ... ilmu alam, ilmu-ilmu historis-hermenutis,

Volume 5, Nomor 1, Januari 2014

31

PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI KRITIS(Ke Arah Kontekstualisasi Pendidikan Yang Membebaskan)

Achmad Bahrur Rozi(Dosen Prodi Penjaskesrek STKIP PGRI Sumenep)

Email: [email protected]

Abstrak

Pendidikan bersamaan dengan perkembangannya bertujuan membebaskanmanusia menjadi manusia seutuhnya. Kebijakan dan aturan dalam duniapendidikan di Indonesia berkali-kali mengalami perubahan dengan maksudpenyempurnaan. Pada saat ini diluncurkan kurikulum 2013 yang seringkaliditegaskan sebagai penyempurna dari sebelumnya. Akan tetapi, benarkahkurikulum 2013 akan mampu menjawab tantangan pendidikan yang dituntutmembebaskan manusia menuju suatu kreatifitas dan prestasi. Dengan demikian,untuk mencapai tujuan itu perlu adanya kajian ulang tentang pendidikan diIndonesia dengan teori kritis. Sebab, teori kritis yang dikenal dengan mazhabfrankfurt akan mengantarkan gagasan yang awalnya tekstual menuju kontekstual,sehingga akan terwujud suatu pembebasan dalam dunia pendidikan.

Kata Kunci: Pendidikan, Pembebasan, Teori Kritis

Abstract

Education along with its development is intended to build qualified human being.The policies and regulations of education in Indonesia have frequently changedwith the intention of perfection. At present, Curriculum 2013 has been launchedwhich is confirmed as the improvement of the preceding curricula. A questionthen arises; “Can Curriculum 2013 be the solution to face the education challengeto generate creativity and achievement?” Thus, to reach the goal, an analysis isneeded to review the education in Indonesia by using critical theory. The criticaltheory known as Franfurt tenet leads textual ideas to contextual ideas hencefreedom in education will come into reality.

Key Words: Education, Freedom, Critical Theory

A. PendahuluanMazhab Frankfurt (Frankfurt School) per-

tama kali muncul pada tahun 1923, tetapi barupada sekitar tahun 1930 aliran ini dikenal diJerman. Frankfurt School sering disebut denganbanyak nama, diantaranya Teori Kritis, MazhabFrankfurt (Die Frankfuter Schule), atau TeoriKritik Masyarakat (Kartono dkk., 2004: 3).Tokoh-tokohnya antara lain Max Horkheimer,Theodor W. Adorno, Herbert Marcuse, danHabermas. Pendekatan mereka sering disebut

sebagai teori kritis (critical theory) (Blackburn,1994: 146). Sedangkan Adorno, seperti dinyata-kan William Outhwaite, merupakan the mostimportant thinker of the Frankfurt School(Outhwaite, 1998: 2).

Selain mereka, dalam Lembaga Penelitiandi Frankfurt juga ada Frederich Polock (seorangekonom), Leo Lowenthal (sosiolog), WalterBenjamin (ilmu kesusasteraan), Eric Fromm(psikolog), dan Karl August Wittfogel. Ke-beradaan sarjana-sarjana dari belbagai bidang

Page 2: PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI · PDF fileTokoh-tokohnya antara lain Max Horkheimer, ... lebih luwes mengenai asas-asas tersebut (v an ... ilmu alam, ilmu-ilmu historis-hermenutis,

Jurnal Pelopor Pendidikan

32

keahlian dalam lembaga ini sejak semulabertujuan agar persoalan-persoalan yangmenyangkut masyarakat dapat dipelajari dariberbagai sudut pandang ilmiah (K. Bertens,1990: 176-177).

Awalnya Frankfurt School didirikan olehFelix J. Weil, seorang sarjana politik, anakseorang pedagang gandum yang kaya raya.Lembaga itu didirikan tahun 1923 dan tidakpernah mau menggantungkan diri padalembaga lain termasuk dengan Partai Komunis.Lembaga tersebut disebut Aliran Frankfurt(Frankfurter Schule) karena Institut Fur Sozial-forschung berada di Frankfurt Jerman, dan diisioleh orang-orang yang berpikiran kiri (pro-gresif) dan benar-benar independen. Tujuanaliran ini adalah untuk menyegarkan ajaran-ajaran Marx sesuai kondisi saat itu (Sindhunata,1990: 20).

Sejak awal tokoh-tokoh yang ada dalamlembaga penelitian ini melancarkan kritiknyadan melakukan penentangan terhadapkebijakan politik nasional-sosialisme. Apalagikebanyakan anggotanya adalah keturunanYahudi. Karena itu, setelah sempat ditutupatas perintah pemerintah nasional-sosialisketika Hitler mulai berkuasa pada tahun 1933,institut ini pindah ke New York, namunkemudian kembali lagi ke Frankfurt pada tahun1949 (K. Bertens, 1990: 177).

Dari sejarah awal lahirnya teori kritis ter-sebut dapat dijadikan sebuah acuan atauteoritis dalam mengkaji dunia pendidikan. Padasaat ini, pendidikan tampak kurang mem-perhatikan nilai kebebasan yang masih bersifattekstual. Oleh karena itu, tulisan ini akanmengupas pendidikan dari sudut pandang teorikritis dengan tujuan menemukan pemecahanmasalah, yaitu pendidikan yang berbasispembebasan dengan cara berpikir konteks-tualitas.

B. Pokok-pokok Pikiran Teori KritisMazhab Frankfurt sangat dekat dengan

aliran Marxis, sehingga dapat dikatakansebagai Neo-Marxis. Hal ini dapat dilihat darilandasan berpikir yang mendasari Teori Kritis

dengan menggunakan landasan berpikir dariKarl Marx. Namun, para ahli dalam MazhabFrankfurt tidak mau mengikuti begitu sajapemikiran Karl Marx, sehingga merekamelakukan perombakan atau penafsiran ulangajaran Karl Marx. Karena itu, merekamelahirkan konsep-konsep yang berbeda dariMarxisme yang telah dibakukan menjadiideologi. Akibatnya, oleh Marxisme Ortodok,aliran ini dianggap sebagai alirang murtad.Meskipun demikian, Mazhab Frankfurt dangolongan pembaharu Marxis lainnya tetapmemakai analisis ataupun semangat Marxmuda untuk melihat masyarakat modern.

Marxisme dalam perkembangannya dapatdigolongkan ke dalam tiga aliran besar.Pertama, golongan yang sering dikatakansebagai Marxisme kanan atau MarxismeOrtodoks. Kelompok ini membakukan ajaranKarl Marx yang dilanjutkan oleh Engels dankemudian ditafsirkan oleh Lenin menjadiideologi baku. Golongan kedua, merupakankelompok yang melihat ketidaksesuaianpenafsiran golongan pertama terhadap konsepMarxisme karena mereka mengatakanKapitalisme akan runtuh dengan sendirinya,tetapi terbukti sampai saat ini tidak runtuh-runtuh tetapi justru malah menguat. Golonganketiga, merupakan penggolongan dalamtingkat ekonomi makro mengenai hubunganantarnegara. Teori mereka mengenai hubunganantara negara dunia ketiga dengan dunia maju,yang tidak lebih dari hubungan penghisapan.Negara maju ternyata menyedot kekayaan daridunia ketiga, karena meskipun negara majumemberikan dollar sebagai pinjaman untukinvestasi, tetapi di balik itu negara dunia ketigaharus menandatangani kontrak kesepakatan.Teori dependensi merupakan teori yangditawarkan golongan Marxisme yang mencobamelawan teori-teori modernitas.

Mazhab Frankfurt masuk ke dalam golongankedua. Sebagai golongan Neo-Marxisme,Mazhab Frankfurt mempunyai ciri yaitu masihmenggunakan analisis-analisis dari karya KarlMarx, walaupun mereka menolak penyempitanajaran Karl Marx oleh Frederich Engels dalam

PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI

Page 3: PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI · PDF fileTokoh-tokohnya antara lain Max Horkheimer, ... lebih luwes mengenai asas-asas tersebut (v an ... ilmu alam, ilmu-ilmu historis-hermenutis,

Volume 5, Nomor 1, Januari 2014

33

Materialisme Historis. Gerakan Neo-Marxismeakan mengembalikan ajaran Marxisme ke arahdialektika emansipatoris, menghargai ke-hendak subjek dalam mengubah tatananmasyarakat yang membelenggu. Pendekatankhas teori kritik mazhab Frankfurt adalahsebuah tipe neo-Marxis dan pemikiran kiri baruyang mengangkat isu positivisme Barat dansainstisme Marxis, dan pada waktu yang samakritis terhadap Kapitalisme Barat dan bentuk-bentuk masyarakat yang diciptakan olehsosialisme Bolshevik (Horkheimer dkk., 2002:2). Secara garis besar, pokok-pokok pikiran TeoriKritis dapat dicirikan sebagai berikut: pertama,bahwa filsafat bukan hanya kontemplasi, yakniperenungan tentang sesuatu yang tidakmenyentuh realitas kehidupan. Kedua, filsafatseharusnya dapat mengubah masyarakatberupa pembebasan manusia dari hegemoniyang timbul sebagai akibat dari pekerjaannya.Ketiga, objek analisisnya adalah masyarakatmasa kini, bukan masyarakat ketika Marxmasih hidup. Keempat, suatu pencerahansebagai upaya menyadarkan manusia tentangkemajuan semu masyarakat industri yangdehumanis. Kelima, menolak perubahandengan cara revolusioner, karena terbuktirevolusi telah mengakibatkan hal-hal yanglebih mengerikan dan suasana represi yanglebih jahat (Munir, tt: 9).

Beberapa sumbangan yang diberikan olehMazhab Frankfurt yaitu:

1. Perdebatan tentang sebuah epistemo-logi non-positivis yang cocok denganilmu-ilmu sosial.

2. Catatan tentang formasi struktural dankultural yang dominan dari masyarakatkapitalis dan masyarakat sosialis.

3. Penggabungan ide-ide yang berasaldari Marx dan Freud, yang meng-hasilkan sebuah radikalisasi terhadapteori Freudian dan penetapan Marxismedengan teori kepribadian yang lebihutuh.

Semua itu terutama didasarkan padasebuah pemulihan terhadap pemikiran filsafatMarx muda dan suatu pembaharuan terhadap

penafsiran resmi Soviet terhadap Marxismeyang dilihat oleh teoritisi Frankfurt sebagaiterlalu deterministik dan ekonomistik (Jary dkk.,1991: 178-179).

Tema-tema yang dianalisis bermuara padaketidaksadaran manusia terhadap eksploitasidirinya. Jadi, tujuan terbentuknya komunitas ini(Mazhab Frankfurt) pada dasarnya adalahuntuk pencerahan yang ditindaklanjuti denganaksi. Meskipun tidak terkait dengan Marxisme,analisisnya tetap didasarkan pada kritisismeKarl Marx, terutama kemampuan Marx untukmenyadarkan golongan tertindas. Jadi, se-mangat yang mendasari Aliran Kritis ini dapatdikatakan sama dengan keinginan Marx yangmenghendaki masyarakat yang bebas darieksploitasi.

C. Teori Kritis dan Dunia Pendidikan1. Asumsi tentang ilmu pengetahuan dan

nilai dalam Teori KritisTeori Kritis menolak pernyataan bahwa

teori harus objektif, hanya menggambarkanapa adanya mengenai dunia, lepas dari subjek-tivitas manusia (Kartono dkk., 2004: 84). Inimengantarkan pada anggapan bahwa yangobjektif inilah yang benar dan penafsiran me-ngenai dunia hanya ada satu. Teori seakan-akan menunjukkan apa adanya atau dapatditarik menjadi suatu generalisasi yang ilmiah.Hasil dari sebuah penelitian melahirkan se-buah formula yang dapat diterapkan di manapun.

Teori yang mengklaim dirinya objektif justrusebenarnya tidak objektif karena fakta-faktasosial dibuat oleh manusia. Dalam hal ini TeoriKritis berangkat dari kaedah yang dipegangoleh Marxisme Ortodok (Materialisme Dialek-tis), bahwa objektivitas sejati adalah pemihak-an sejati. Suatu ilmu yang beranggapan dapatbersifat netral sungguh-sungguh, sebetulnyamenindas massa. Pendirian ideologis ini meng-akibatkan banyak konflik dengan ilmu, yanguntuk sebagian dapat diatasi melalui tafisranlebih luwes mengenai asas-asas tersebut (vanPeursen, 1985: 72).

Achmad Bahrur Rozi

Page 4: PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI · PDF fileTokoh-tokohnya antara lain Max Horkheimer, ... lebih luwes mengenai asas-asas tersebut (v an ... ilmu alam, ilmu-ilmu historis-hermenutis,

Jurnal Pelopor Pendidikan

34

Teori yang hanya melakukan penglihatansecara objektif dan bebas nilai dalammasyarakat, sama artinya tidak mampu me-ngungkapkan kondisi yang menindas; bahkankarena didengung-dengungkan bebas nilai,maka tidak memperbolehkan menilai suatukondisi masyarakat. Hal itu ironis karena teoripada dasarnya diciptakan untuk mendapatkankondisi yang lebih baik. Pandangan Teori Kritislebih luwes daripada Marxisme Ortodok, walaupun mereka tetap mendukung pengaruhideologis pada ilmu. Masalah pertama yangmenonjol adalah anggapan dialektis mengenaikenyataan yang mengarahkan struktur ilmupengetahuan. Asumsi ini terutama terdapatpada Mazhab Frankfurt, antara lain Adorno danHabermas, dan secara tidak langsung jugapada Marcuse (van Peursen, 1985: 73).

Teori Kritis mempunyai suatu ciri ter-sendiridalam penelitiannya. Pertama, adalah gayapemikiran historis, yaitu pengandaian bahwarealitas sosial yang sedang terjadi saat inihanya dapat dipahami apabila dilihat sebagaisuatu proses sejarah. Banyak sekali hal-halyang menyelubungi fakta-fakta yang dilihatmanusia, sehingga tidak objektif lagi. Ilmu-ilmupositivis tidak melihat sampai sejauh itusehingga tidak mampu mengungkap realitasdari awal yang mendasarinya. Ini dapat di-mengerti karena Aliran Kritis percaya bahwasejarah adalah ciptaan manusia sendiri danternyata sejarah yang terjadi adalah sejarahpenindasan; maka harus dipahami bagaimanafakta itu terjadi secara historis. Kedua, yaitugaya pemikiran “materialis”.

2. Ilmu Pengetahuan Tidak Bebas NilaiUntuk memahami perdebatan dalam

persoalan prinsip “bebas-nilai” dalam ilmu-ilmu umumnya, sebaiknya mengkaji pem-bedaan ilmu berdasarkan ilmu yang teoritis danpraktis. Cita-cita ilmu teoritis adalah mem-berikan penjelasan tentang suatu realitas(kenyataan) tanpa sikap berpihak, dan tanpadipengaruhi oleh hasrat dan keinginantertentu. Jadi, pengetahuan yang ingin didapatadalah pengetahuan yang berasal realitas

obyektif. Pengetahuan teoritis melukiskankenyataan yang ada, dan sebatas pada des-kripsi atas kenyataan itu, bukan justru melukis-kan kenyatan yang dinginkan atau dikehendaki.Sedangkan pengetahuan yang praktis sudahmasuk pada sikap bagaimana melakukan kerjateoritis itu yang kemudian menghasilkan pe-ngetahuan yang kurang obyektif, yang berpihakpada kepentingan dan keinginan tertentu, yangtidak lagi disinterested. Dalam pengetahuanyang kedua ini persoalan nilai menjadi sesuatuyang pasti akan terjadi.

Berbicara soal kepentingan, Habermasmenyebut ada tiga kepentingan kognitif yangbertengger di balik ilmu pengetahuan dalamtiga bidang keilmuan (Hardiman, 1993: 8-10):ilmu alam, ilmu-ilmu historis-hermenutis, danilmu-ilmu kritis. Dalam ilmu alam yang ber-ikhtiar menemukan hukum alam, akhirnya adaupaya penguasaan teknis atas proses-prosesyang dianggap obyektif. Ilmu historis-herme-neutis tidak disusun secara deduktif denganacuan kontrol teknis, tapi yang di-lakukannyaadalah menafsirkan teks dengan kepentinganmencapai saling pengertian dan konsensus.Sedangkan pada ilmu-ilmu kritis yang di-kandungnya adalah kepentingan kognitif eman-sipatoris yang dilakukan lewat jalan refleksidiri seorang ilmuan. Dengan demikian Haber-mas menapik asumsi banyak kalangan denganmengatakan bahwa pengetahuan itu tidakmungkin berdiri tanpa kepentingan apapun,walaupun tetap diakuinya bahwa pengetahuanitu tidak boleh membiarkan subyektivitasmendominasi.

Lalu, Habermas membuat lima butir tesisdalam teorinya atas pengetahuan (Hardiman,1993:11-14). Pertama, pencapaian-pencapaiansubyek transedental memiliki dasar dalamsejarah alam spesies manusia. Kedua, pe-ngetahuan berlaku sebagai alat pertahanandiri sekaligus melampaui pertahanan dirisemata-mata. Ketiga, kepentingan-kepenting-an kognitif manusia itu berada pada tigamedium organisasi sosial, yakni: kerja, bahasa,dan kekuasaan. Keempat, di dalam kekuatanrefleksi diri, pengetahuan dan kepentingan

PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI

Page 5: PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI · PDF fileTokoh-tokohnya antara lain Max Horkheimer, ... lebih luwes mengenai asas-asas tersebut (v an ... ilmu alam, ilmu-ilmu historis-hermenutis,

Volume 5, Nomor 1, Januari 2014

35

menyatu. Dan yang kelima, kesatuan antarapengetahuan dan kepentingan dapat dibukti-kan dalam suatu dialektika yang memiliki jejak-jejak sejarahnya dari dialog yang ditindas danmerekonstruksi apa yang telah ditindas.Dengan kelima tesis ini Habermas meng-hujamkan kritikannya terhadap Positivisme danSainstisme. Artinya, ia mengkritik kenaifan ilmupengetahuan yang bernafsu mencari teorimurni yang bebas dari opini-opini subyektif,tendensi-tendensi, penilaian moral, dankepentingan lainnya.

3. Pembagian ilmu pengetahuanmenurut Jurgen Habermas

Aliran Anglo-Saxon yang kemudiandiidentikkan dengan aliran positivis ber-anggapan bahwa metode yang dipakai dalamilmu alam akan dapat diterapkan dalam ilmusosial, sehingga kesempurnaan ilmu sosialdapat dibenarkan jika dalil-dalilnya sudahdapat dibuktikan dengan logika induksi(matematis). Aliran Anglo-Saxon kemudiandilawan oleh aliran Jerman yang memisahkanantara ilmu alam dan ilmu sosial. Manusia ituunik dan hanya dapat dipahami dengan jalanmenangkap makna di balik tindakan. Aliran inidiprakarsai oleh Wilhelm Dilthey, lalu MaxWeber. Untuk menangkap pengetahuanmengenai tindakan harus memakai metodeVerstehen atau Interpretative of Under-standing. Aliran fenomenologi ini mengkritikaliran Positivisme yang telah menyamakanmanusia dengan benda padahal manusiamempunyai kemampuan subjektif dalammenafsirkan peristiwa. Aliran ini dikritiksebagai ilmu pengetahuan yang tidak ilmiaholeh aliran Positivisme karena tidak memakaimetode Positivisme.

Jurgen Habermas ingin membawakeduanya dalam satu atap, sehingga ia lalumembagi ilmu pengetahuan sosial ke dalamtiga bentuk dengan tujuan berbeda-beda.Pertama, adalah ilmu empiris-analisis, yaituilmu yang ingin mencari tahu hukum-hukumalam termasuk juga hukum-hukum yang adadalam masyarakat. Ilmu dalam pemikiran ini

berusaha untuk menguasai alam, denganmemakai metode kuantitatif. Kedua, adalahilmu historis-hermeneutika, yaitu ilmu pe-ngetahuan sosial yang berusaha memahamitindakan manusia dalam masyarakat, dengantujuan mendeskripsikan tindakan manusia ataumencari makna dalam bertindak. Paradigmasosial dalam ilmu ini diserang karena hanyamemberikan gambaran atau cerita yangmengasingkan tanpa kemampuan mengubahkondisi penindasan. Ketiga, adalah ilmu pe-ngetahuan berparadigma kritis yang meng-gunakan refleksi diri untuk mencapai pem-bebasan dan pencerahan dalam masyarakat(bersifat emansipatoris).

Aliran Frankfurt masuk dalam taraf yangketiga tersebut, yaitu menjadikan respondenbenar-benar sebagai subjek atau “objek adalahsubjek”, dan ini sangat berbeda dengan aliranempiris-analitis. Aliran Kritis mirip dengangolongan historis-hermeneutika, tetapi hasilakhirnya sangat berbeda karena hermeneutikamembongkar makna di balik tindakan manusiayang kemudian dideskripsikan, sedangkanaliran kritis berusaha melakukan refleksisehingga akan didapatkan pengetahuan yangakhirnya akan ditindaklanjuti dengan actionuntuk memperoleh perubahan dari dalammasyarakat (Kartono dkk., 2004: 86-87).

Lebih jauh, Habermas (Fakih, 2002: 23-29)membagi ilmu-ilmu sosial ke dalam tigaparadigma. Pertama, paradigma instrumental.Dalam paradigma “ instrumental” ini, pe-ngetahuan lebih dimaksudkan untuk menakluk-kan dan mendominasi obyeknya. Paradigma inisesungguhnya adalah paradigma Positivisme,atau dekat dengan paradigma fungsional.Positivisme adalah aliran filsafat dalam ilmusosial yang mengambil cara kerja ilmu alamdalam menguasai benda, dengan kepercayaanpada universalisme dan generalisasi. Untukitulah, Positivisme mensyaratkan pemisahanfakta dengan nilai (value) agar didapati suatupemahaman yang obyektif atas realitas sosial.

Kedua, paradigma intepretatif. Dasar dalamparadigma ini adalah fenomenologi danhermeneutik, yaitu tradisi filsafat yang lebih

Achmad Bahrur Rozi

Page 6: PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI · PDF fileTokoh-tokohnya antara lain Max Horkheimer, ... lebih luwes mengenai asas-asas tersebut (v an ... ilmu alam, ilmu-ilmu historis-hermenutis,

Jurnal Pelopor Pendidikan

36

menekankan pada minat yang besar untukmemahami. Semboyannya adalah “biarkanfakta berbicara atas nama dirinya sendiri”. Yangingin dicapai hanya memahami secarasungguh-sungguh, tapi tidak sampai padaupaya untuk melakukan pembebasan. Prinsip-nya tetap bebas nilai, walaupun kelompokparadigma ini kontra dengan Positivisme.Ketiga, paradigma kritis. Paradigma ini lebihdipahami sebagai proses katalisasi untukmembebaskan manusia dari segenap ketidak-adilan. Prinsipnya sudah tidak lagi bebas nilai,dan melihat realitas sosial menurut perspektifkesejarahan (historisitas). Paradigma ini me-nempatkan rakyat atau manusia sebagaisubyek utama yang perlu dicermati dan di-perjuangkan.

Paradigma kritis dalam pendidikan; melatihsiswa untuk mampu mengidentifikasi‘ketidakadilan’ dalam sistem dan struktur yangada, mampu melakukan analisis bagaimanasistem dan struktur itu berfungsi, dan bagai-mana mentrasformasikannya. Maka, tugaspendidikan dalam paradigma kritis adalahmenciptakan ruang dan keselamatan agarpeserta pendidikan terlibat dalam suatu prosespenciptaan struktur yang secara fundamentalbaru dan unggul.

4. Penerapan teori kritis dalampendidikan

Ada beberapa ciri khas yang merupakancorak tradisi Teori Kritis. Pertama, yaitumemberi kebebasan subjek; artinya subjekdipandang sebagai sesuatu yang utama (pusatrealitas), manusia sebagai subjek mempunyaikehendak yang mampu mengubah kondisi sosialdan membuat sejarah. Ini dijadikan inspirasidalam penelitian kritis. Kedua, respondendalam penelitian kritis tidak dipandang sebagaiobjek, melainkan dipahami sebagai subjekyang bebas. Teori Kritis mempunyai sifat mem-bebaskan masyarakat dari penindasan yangsifatnya semu. Hal tersebut harus dijelaskandengan menumbuhkan kesadaran melalui rasio,kemudian dipaparkan dengan analisis yang

sifatnya psikologi, tetapi dalam lingkup yanglebih luas yaitu masyarakat.

Ketiga, negasi dan cara berpikir dialektikadapat dipakai untuk menumbuhkan kesadaransejati. Teori Kritis tidak berhenti pada halkesadaran yang sifatnya abstrak dan me-nerawang, tetapi bagaimana hal tersebut akanmampu membumi melalui praktik, sehinggadalam penelitian Teori Kritis tidak berakhirpada paparan deskriptif, tetapi sampai padaaksi yaitu kritis transformatif (Kartono dkk.,2004: 38).

Jadi, Teori Kritis berbeda dengan teorifilsafat tradisional yang hanya bersifatkontemplatif ataupun ‘lamunan’ yang jauh darikehidupan manusia dalam masyarakat yangnyata. Teori Kritis dipahami sebagai teoripewaris Karl Marx, sebagai teori yang bersifatmaterialis emansipatoris. Teori Kritis berusahamenjadi praktis untuk melakukan perubahanterhadap segala realitas yang dianggap me-nindas atau mengalienasi manusia, dengantujuan untuk menciptakan masyarakat emansi-patoris bebas dari penindasan.

Pemikiran-pemikiran Teori Kritis tersebutbila diterapkan dalam dunia pendidikan akanmemberikan beberapa ciri pokok. Pertama,karena manusia dipandang sebagai subjekyang mempunyai kehendak yang mampumengubah kondisi sosial dan membuat sejarah,ini dapat membawa pada orientasi bahwadalam pendidikan, manusia akan mendapatperhatian besar. Manusia yang dipandangsebagai subjek didik sangat ditekankan, dansegala unsur lainnya dalam pendidikan(seperti kurikulum, fasilitas pendidikan, danlainnya) akan dipandang dan dimanfaatkansecara optimal sebagai sarana yang mampumembantu mengantarkan manusia (pesertadidik) menjadi manusia yang berkualitas yangmampu mengubah kondisi sosial dan membuatsejarah.

Kedua, dengan menumbuhkan kesadaranmelalui rasio, Teori Kritis mempunyai sifatmembebaskan masyarakat dari penindasanyang sifatnya semu. Penerapan ajaran tersebutdalam pelaksanaan pendidikan akan membawa

PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI

Page 7: PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI · PDF fileTokoh-tokohnya antara lain Max Horkheimer, ... lebih luwes mengenai asas-asas tersebut (v an ... ilmu alam, ilmu-ilmu historis-hermenutis,

Volume 5, Nomor 1, Januari 2014

37

pada penekanan pentingnya rasio yang akanmengantarkan manusia untuk semakin berpikirkritis sehingga tidak ‘terlena’ dalam kondisitertindas (penindasan di sini dalam arti luas:tidak saja penindasan dalam arti fisik, tetapidapat juga penindasan dalam arti khususseperti pemaksaan suatu pandangan tertentudan lain-lainnya).

Ketiga, cara berpikir dialektika dalam TeoriKritis yang diterapkan dalam sistem pendidikanakan menekankan pada orientasi bahwasubjek-didik mampu menumbuhkan kesadaransejati, suatu kesadaran yang tidak abstrakbelaka, melainkan kesadaran yang “dibumi-kan” dalam praktik kehidupan bermasyarakat,sehingga kekritisan tersebut tertransformasi-kan secara riil dalam tindakan untuk mem-peroleh perubahan kondisi dalam masyarakat.

Tentang kesadaran sejati tersebut,Habermas menyebutnya sebagai pencerahan,yang dapat dipahami sebagai sebuahperlawanan dan kontra kekuatan terhadapmitos. Sebuah perlawanan karena ia me-nentang kekuatan yang dipaksakan dariargumen yang lebih baik terhadap normativitasotoritarian sebuah tradisi yang berhubungandengan rentetan dari beberapa generasi;sebagai kontra-kekuatan karena denganwawasan yang diperoleh secara individual dandiubah menjadi motif-motif, ia dianggap telahmenghancurkan pesona kekuatan kolektif(Habermas, 1987: 107).

Dalam perjalanannya, pendidikan kritismempunyai kometmen terhadap pember-dayaan dan pembebasan yang mencita-citakanperubahan sosial dan struktural menujumasyarakat yang adil dan demokratis. Dankarena membahas masalah pendidikan danperanannya dalam kaitannya dengan perubah-an sosial, aliran ini terbagi menjadi duapaham. Pertama, penganut paham reproduksi.Paham ini sangat pesimis bahwa pendidikanmempunyai peran untuk perubahan sosialmenuju transformasi sosial, menganggappendidikan dalam sistem Kapitalisme berperanuntuk memproduksi sistem itu sendiri.Pendidikan akan melahirkan peserta didik yang

akan memperkuat sistem dalam masyarakat,penyebab transformasi sosial. Kedua, pahamproduksi. Paham ini meyakini pendidikanmampu menciptakan ruang untuk tumbuhnyaresistensi dan subversi terhadap sistem yangdominan. Pendidikan senantiasa memunyaiaspek pembebasan dan pemberdayaan, jikadilakukan melalui proses yang membebaskanserta dilaksanakan dalam rangka membangkit-kan kesaadaran kritis.

Dengan analisis kritis terhadap posisipendidikan dalam struktur sosial Kapitalismesaat ini, pendidikan telah menjadi bagian yangmereproduksi sistem dan struktur yang ada,sehingga pendidikan lebih menjadi masalahketimbang pemecahan. Posisi pendidikan lebihpada menyiapkan sumber daya manusia untukmereproduksi sistem. Dilemanya, terjadi salingketergantungan secara dialektis antar pen-didikan kritis dan sistem sosial yang demo-kratis; pendidikan kritis membutuhkan ruangyang demokratis dan sebaliknya, untuk mem-buat suatu ruang menjadi demokratis di-perlukan pendidikan kritis

Fakta yang sekarang lebih menyeruakdalam pendidikan adalah meletakkan pesertadidik sebagai obyek pelatihan; penjinakan,yang merupakan bagian dari dehumanisasi.Karena setiap proses pendidikan dihadapkankepada pilihan antara menyesuaikan diri danmereproduksi sistem yang telah ada, ataumemerankan peran kritis terhadap sistem itu.Politik dan ekonomi dengan ilmu pengetahuanberkolaborasi untuk mencapai suatu tujuan,meskipun mesti ‘menjual’ nilai muliakemanusiaan. Hal ini dapat dilihat lewatcontoh percobaan dari suatu teori, misalnya,rekayasa genetika. Ilmu pengetahuan yangmempertahankan obyektifitasnya menjadisangat subyektif.

D. PenutupPendidikan tidak pernah berdiri bebas tanpa

berkait secara dialektis dengan lingkungan dansistem sosial di mana pendidikan itu di-selenggarakan. Dalam hal pendidikan sebagaiproses pembebasan, konteks sosial sebagai

Achmad Bahrur Rozi

Page 8: PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI · PDF fileTokoh-tokohnya antara lain Max Horkheimer, ... lebih luwes mengenai asas-asas tersebut (v an ... ilmu alam, ilmu-ilmu historis-hermenutis,

Jurnal Pelopor Pendidikan

38

penyebab yang juga menyebabkan dehuma-nisasi dan keterasingan saat penyelenggaraanpendidikan, menjadi tidak terlepas sangatmenentukan. Untuk mendorong proses belajarmenjadi peka terhadap persoalan ketidak-adilan sosial pada era global ini, diperlukanperumusan visi dan misi yang sesuai denganperkembang formasi sosial serta menentukanbagaimana keberpihakan terhadap prosesketidakadilan sosial dan menerjemahkannyasehingga dapat diaplikasikan –dalam metodo-logi, dalam penyelenggaraan proses belajarmengajar.

Dalam perspektif kritis, melakukan refleksikritis merupakan tugas pendidikan. Pendidikantidak mungkin dan tidak bisa netral, objektifmaupun “detachment” dari kondisi masya-rakat. Untuk itu, diperlukan kemampuanmenciptakan ruang agar muncul sikap kritisterhadap sistem dan struktur ketidakadilansosial serta pengdekonstruksian terhadapdiskursus yang dominan dan tidak adil menujusistem sosial yang lebih adil. Visi kritis pen-didikan yang dominan sebagai pemihakanterhadap rakyat kecil dan yang tertindas untuksistem sosial baru dan lebih adil menjadiagenda pendidikan.

Daftar PustakaBertens, K. 1990. Sejarah Filsafat Barat Abad

XX; Inggris-Jerman, Penerbit Gramedia,Jakarta.

Blackburn, S. 1994, The Oxford Dictionary ofPhilosophy, Oxford University Press, NewYork.

Fakih, Mansour. 2002. Runtuhnya TeoriPembangunan dan Globalisasi, Edisi Revisi,Yogyakarta, Insist Press.

Habermas, J. 1987. The PhilosophicalDiscourse of Modernity: Twelve Lectures,terj: Frederick G. Lawrence, The MIT Press,Massachusetts.

Hardiman, Budi F. 1993, Menuju MasyarakatKomunikatif: Ilmu, Masyarakat dan Politikmenurut Jurgen Habermas, Yogyakarta,Kanisius.

Horkheimer, M. & Adorno, Theodor W. 2002,Dialektika Pencerahan , terj: AhmadSahidah, Ircisod, Yogyakarta.

Jary, D. & Jary, Julia. 1991, Sociology: TheHarper Collins Dictionary, Harper CollinsPublisher Ltd., New York.

Kartono, D. T. & Jaya, Fajar H.I. 2004, LubangKecil Menuju Teori Kritis, Pustaka Cakra,Surakarta.

Munir, Misnal, tt, Filsafat Kontemporer, HandOut Kuliah Filsafat Kontemporer, Tidakditerbitkan.

Outhwaite, W., 1998, “Adorno, TheodorWiesengrund” dalam Stuart Brown dkk.(ed.), One Hundred Twentieth-CenturyPhilosophers, Routledge, London & NewYork.

Sindhunata, 1990, Dilema Usaha ManusiaRasional: Kritik Masyarakat Modern olehMarx Horkheimer dalam Rangka SekolahFrankfurt, Gramedia, Jakarta.

Van Peursen, C.A., 1985, Susunan IlmuPengetahuan: Sebuah Pengantar FilsafatIlmu, alih bahasa oleh J. Drost, Gramedia,Jakarta.

PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI