Pendahuluan KTI

download Pendahuluan KTI

of 4

description

Karya Tulis Ilmiah

Transcript of Pendahuluan KTI

Daftar Singkatan

Daftar Singkatan

WIB : Waktu Indonesia bagian Barat

BIN : Badan Inteligen Nasional

PBB : Perserikatan Bangsa-bangsa

PERPU : Peraturan pemerintah pengganti undang-undang

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada beberapa tahun terakhir ini rakyat Indonesia sudah tidak lagi asing mendengar kata terorisme yang telah menjadi menu pemberitaan sehari-hari media massa baik cetak maupun elektronik (Oktarizal, 2004). Indonesia telah mengalami aksi-aksi teror yang cukup besar, seperti peledakan bom di Legian Kuta, Bali 12 November 2002 dengan korban jiwa 202 orang dan korban luka-luka sebanyak 200 orang. Begitu pula ledakan bom mobil bunuh diri yang terjadi di Hotel JW Marriot pada tanggal 15 Agustus 2003 pukul 12.44 WIB, menyebabkan korban tewas sebanyak 11 orang dan puluhan orang luka-luka.

Terorisme itu sendiri menurut Allan Bullock (1990) adalah penggunaan tindakan intimidasi, kekerasan untuk menimbulkan rasa takut, biasanya dalam usaha untuk mencapai suatu tujuan (terutama tujuan politik). Sedangkan teroris merupakan individu yang secara personal terlibat dalam aksi terorisme. Penggunaan istilah teroris meluas dari warga yang tidak puas sampai pada non komformis politik. Aksi terorisme dapat dilakukan oleh individu, sekelompok orang atau negara sebagai alternatif dari pernyataan perang secara terbuka. (Purdue, 1989) Perang melawan terorisme ini telah menyebabkan dikeluarkannya aturan hukum, pembenahan lembaga dan peningkatan kapasitas, pengembangan kebijakan dan strategi, serta tindakan operasional yang sesuai dengan perkembangan situasi. (Hamdan, 2011)

Terorisme pada saat ini dilakukan secara terorganisir dengan pola pendidikan dan pengkaderan yang dilakukan melalui indoktrinatisi dan latihan bertahun-tahun dengan tujuan tertentu. Dilengkapi dengan fasilitas dalam mencapai tujuan disesuaikan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan teknologi. Di setiap aksi-aksinya mereka melakukan perencanaan matang dan dilakukan latihan simulasi sebelum aksi dijalankan sehingga bila terjadi suatu aksi teror seperti pemboman sangat sulit dicari siapa pelaku dan siapa yang bertanggung jawab dalam aksi tersebut bila mereka tidak membuat pernyataan bertanggung jawab. Mereka dilatih untuk tidak meninggalkan bukti-bukti dan tidak membuka rahasia organisasi. (Sinaga, 2011)Semakin berkembangnya cara terorisme dalam upayanya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun merasa berkepentingan mengeluarkan resolusi Nomor 1438 (2002) dan nomor 1373 (2001) yang menyerukan semua negara untuk bekerjasama mendukung dan membantu pemerintah Indonesia untuk mengungkap pelaku yang terkait dengan peristiwa tersebut dan membawa ke pengadilan. Pemerintah menyiapkan kerangka dan desain besar perang melawan terorisme yang disandarkan kepada enam prinsip, antara lain supremasi hukum, independensi, indiskriminasi, koordinasi, demokrasi dan partisipasi. (Utrecht, 2003)Hampir semua ahli hukum pidana dan kriminolog mengatakan bahwa tindak pidana terorisme merupakan extra ordinary crime dan proses peradilannya pun berbeda dengan tindak pidana biasa. Sistem Peradilan Pidana (SPP) berasal dari kata yaitu sistem dan peradilan pidana. Pemahaman mengenai sistem dapat diartikan sebagai suatu rangkaian diantara sejumlah unsur yang saling terkait untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam pandangan Muladi, pengertian sistem harus dilihat dalam konteks, baik sebagai physical system dalam arti seperangkat elemen yang secara terpadu bekerja untuk mencapai suatu tujuan dan sebagai abstract system dalam arti gagasan-gagasan yang merupakan susunan yang teratur yang satu sama lain saling ketergantungan(Huntington, 2013).

Dalam upaya mencapai tujuan nasional diatas serta menciptakan ketertiban dan rasa aman di masyarakat serta memberikan landasan hukum dan kepastian hukum dalam memberantas tindak pidana terorisme serta menanggapi resolusi dewan keamanan PBB tersebut, pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 18 Oktober 2002 telah mengeluarkan dua peraturan pemerintah pengganti undang-undang (PERPU) yaitu:

a. Perpu nomor 1 tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme, yang pada tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi Undang-Undang dengan nomor 15 tahun 2003.

b. Perpu nomor 2 tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme pada peristiwa peledakan bom di Bali tanggal 12 Oktober 2002

Dan kemudian Presiden Republik Indonesia mengeluarkan instruksi presiden No.4 tahun 2002 yang memberikan tugas kepada Menkopolkan untuk mengkoordinasikan langkah-langkah memerangi terorisme, dan instruksi presiden No. 4 tahun 2002 yang memberi tugas kepada Menkopolkam untuk mengkoordinasi langkah-langkah memerangi terorisme dan instruksi Presiden No.5 tahun 2002 yang memberi otoritas kepada BIN (Badan Intelijen Nasional) untuk mengkoordinasikan kegiatan intelijen.

Seiring dengan kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini aparatur kepolisian selaku penyidik tidak hanya menggunakan bukti formal berupa pengakuan atau kesaksian, namun pada saat ini penyidik dituntut untuk mengutamakan bukti materil melalui penyidikan secara ilmiah dengan cara memanfaatkan ilmu forensik dalam semua tahap penyidikan, dimana produk hasil pemerikasaan forensik ini merupakan bukti materil yang obyektif dan ilmiah serta merupakan salah satu alat bukti yang sah dalam proses peradilan. (Sinaga, 2011)Ilmu forensik sendiri menurut Susetyo Pramusinto (1984) adalah ilmu pengetahuan yang menggunakan multidisiplin ilmu dengan menerapkan ilmu pengetahuan alam, seperti kimia, biologi, psikologi, kedokteran dan kriminologi dengan tujuan untuk membuat terangnya suatu perkara pidana dan membuktikan ada tidaknya kejahatan atau pelanggaran dengan memeriksa barang bukti (physical evidences) dalam perkara tersebut. Hasil pemeriksaan forensik ini disebut sebagai Silent Witness yang akan mengarahkan para penyidik kepada siapa pelaku sebenarnya dari barang bukti yang terdapat di tempat lain. Pembuktian forensik adalah salah satu alat bukti sah yang akan menyeret pelaku ke depan pengadilan dan menghukum pelaku atas perbuatannya. (Girod, 2009)Melihat peranan ilmu forensik dalam membantu pihak penyidik dalam mengungkap pelaku tindak pidana terorisme telah menarik minat penulis untuk membuat karya tulis ilmiah yang berjudul peranan ilmu forensik dalam peradilan pidana terorisme.