PENDAHULUAN Antifosfolipid

76
BAB I PENDAHULUAN Antifosfolipid ( antiphospholipid – aPL) merupakan antibodi yang langsung terhadap antigen yang terdiri dari fosfolipid bermuatan negatif. Antibodi antifosfolipid (Antiphospholipid Antibodi / APA) ini dalam klinis yang terpenting adalah Antikoagulan Lupus (Lupus Anticoagulant / LA) dan antibodi antikardiolipin (Anticardiolipin antibodi / ACLA). 1,2 Sindroma antifosfolipid (SAF) pada awalnya merupakan kelainan pada sistem pembekuan darah dimana terbentuk bekuan darah pada vena dan arteri yang dihubungkan dengan peningkatan APA. Trombosis adalah terjadinya bekuan darah di dalam pembuluh darah atau ruang jantung yang dapat menyumbat aliran darah arteri maupun vena sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan / organ tersebut. 2,3 1

Transcript of PENDAHULUAN Antifosfolipid

Page 1: PENDAHULUAN Antifosfolipid

BAB I

PENDAHULUAN

Antifosfolipid ( antiphospholipid – aPL) merupakan antibodi yang langsung

terhadap antigen yang terdiri dari fosfolipid bermuatan negatif. Antibodi

antifosfolipid (Antiphospholipid Antibodi / APA) ini dalam klinis yang

terpenting adalah Antikoagulan Lupus (Lupus Anticoagulant / LA) dan

antibodi antikardiolipin (Anticardiolipin antibodi / ACLA).1,2

Sindroma antifosfolipid (SAF) pada awalnya merupakan kelainan pada

sistem pembekuan darah dimana terbentuk bekuan darah pada vena dan

arteri yang dihubungkan dengan peningkatan APA. Trombosis adalah

terjadinya bekuan darah di dalam pembuluh darah atau ruang jantung

yang dapat menyumbat aliran darah arteri maupun vena sehingga dapat

menyebabkan kerusakan jaringan / organ tersebut. 2,3

Trombosis yang terjadi pada vena (trombus merah) dapat mengakibatkan

aliran darah menjadi lambat atau terjadinya statis aliran darah yang terdiri

dari fibrin dan eritrosit dan sedikit trombosit. Pada trombosis arteri

(trombosis putih) dapat mengakibatkan terjadinya turbulensi sehingga

terjadi perubahan ateromatosa dan kerusakan endotel yang terdiri dari

agregat trombosis berikatan dengan fibrin tipis. Dampak lokal trombosis

bergantung lokalisasi dan derajat sumbatan. Sedangkan dampak jauh

merupakan gejala-gejala akibat fenomena tromboemboli.3

Berdasarkan konsensus Internasional Sapporo, definisi dari SAF adalah

kelainan dimana ditemukan adanya gejala trombosis vaskuler dan/atau

1

Page 2: PENDAHULUAN Antifosfolipid

dimana morbiditas obstetri yang disertai adanya ACLA dan/atau LA

(Wilson 1999). 4

Derne (1985) pertama sekali melaporkan adanya hubungan ACLA dan

abortus spontan yang berulang. Mekanisme terjadinya abortus diduga

karena trombosis pada daerah plasenta yang sudah dimulai sejak

permulaan kehamilan. Sejak itu beberapa senter telah menganjurkan agar

dilakukan pemeriksaan antikardiolipin ( anticardiolipin – aCL) pada wanita

yang mengalami abortus dua kali atau lebih.5

Secara umum SAF dapat mempengaruhi organ-organ tubuh dengan

manifestasi ke kulit, neurologi, penyakit jantung, penyakit obstetri. Adapun

manifestasi ke kulit berupa purpura, nekrosis ulkus statis pada mata-kaki

dan dapat juga disertai dengan trombosis vena dalam.6,7,8,9

Manifestasi aCL pada gangguan neurologi dapat berupa iskemia serebri

yang dapat tampak pada pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging

(MRI) yang bervariasi mulai dari satu lesi sampai infark yang luas dan

banyak.10 Pada beberapa pasien yang tidak diobati, trombosis serebri

yang berulang mengakibatkan infark dengan gejala dementasi.11 Migrain

merupakan suatu gejala yang umum ditemukan dan sering berlangsung

bertahun-tahun tanpa terdiagnosis sebelumnya.7 Gejala lain dapat berupa

serangan iskemia serebri, small stroke syndroma, oklusi arteri dan vena

retina, sakit kepala, penyakit Dego, sindroma Sneddon, sindroma Guillan

Barre, chorea, kejang dan Neuritis Optikus.12,13,14,15,16

2

Page 3: PENDAHULUAN Antifosfolipid

Manifestasi aCL pada penyakit jantung adalah infark miokard dan kelainan

katup jantung.17,18,19 Pengaruh SAF pada kehamilan dan persalinan dapat

berupa abortus spontan yang berulang yang diduga karena trombosis

pada daerah plasenta, sindroma post partum (berupa demam, timbulnya

infiltrat paru dan efusi pleura bahkan dapat terjadi kegagalan multi organ

(multi organ failure) yang dikenal sebagai katastrofik SAF berupa

perburukan gejala akibat akselerasi koagulasi vaskulopati, kematian janin

dalam kandungan, Preeklampsia (PE) dan Eklampsia (E), Pertumbuhan

Janin Terhambat (PJT), gawat janin dan persalinan kurang bulan.20,21,22

Penatalaksanaan kehamilan dengan SAF pada dasarnya meliputi

penatalaksanaan dalam kehamilan (pemeriksaan antenatal), persalinan

dan masa nifas, dengan tujuan melakukan pemantauan pada resiko

terjadinya trombosis, gangguan sirkulasi uteroplasenter dan penentuan

saat persalinan yang adekuat.22

Secara profesional dan adekuat penatalaksanaan SAF dalam kehamilan

memerlukan penanganan tim multidisplin yang meliputi bidang spesialisasi

penyakit dalam, obstetri (konsultan feto maternal dan spesialis pediatri

(konsultan perinatologi).

Penulisan sari pustaka ini bermaksud untuk mengingatkan dan

menambah wawasan kita kembali mengenai SAF khususnya dalam

kehamilan sehingga kasus-kasus yang akan ditemui dapat ditangani

3

Page 4: PENDAHULUAN Antifosfolipid

dalam penatalaksanaan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas

kasus obstetri yang berhubungan dengan SAF dalam kehamilan.

BAB II

EPIDEMIOLOGI

4

Page 5: PENDAHULUAN Antifosfolipid

Epidemiologi SAF dalam kehamilan masih belum banyak diketahui.

Tabel 1. Insidensi APA pada populasi obstetri normal (dikutip dari Coulam)

Penulis Jumlah subjek

APA (Jumlah subjek)

APA (%)

Harmon et al,1986Scott,1987Branch et al, 1987Laskin dan Soloninka, 1988Pattison et al, 1988Lockwood et al, 1988McHugh et al, 1988

8725562341000737121

13208291612

1,2123,6222,92,29,9

* Dideteksi dengan solid-phase assay. Pada sebagian besar serial kardiolipin digunakan sebagai antigen

Dari tabel 1 diatas, dapat dilihat insiden APA pada populasi obstetri

normal dimana Pattison dkk pada 1988 mendapatkan 29 kasus APA dari

1000 subjek penelitian (2,9%).

Hal ini berbeda dengan hasil yang didapatkan Harmon dkk pada tahun

1986 dimana dari 87 subjek penelitian hanya 1 kasus APA (1,2%).

McHugh dkk pada tahun 1988 mendapatkan dari 121 subjek penelitian

ditemukan 12 kasus APA (9,9%)

Tabel 2. Insidensi Antikoagulan Lupus (LA) dalam keguguran yang berulang. (dikutip dari Coulam)

Penulis Jumlah subjek

LA (Jumlah subjek)

LA (%)

Carreras et al, 1981 24 2 8,3

5

Page 6: PENDAHULUAN Antifosfolipid

Edelman et al, 1986 99 10 10,1Howard et al, 1987 29 14 48,2Petri et al, 1987 44 9 20,5Barbui et al, 1987 63 11 17,5Tchobroutsky et al, 1988 57 3 5,2

Dari tabel 2, dapat dilihat bahwa untuk insiden LA dalam keguguran

berulang dimana Howard dkk pada tahun 1987 mendapatkan 14 kasus

LA dari 29 subjek yang diteliti (48,2%).

Barbui dkk pada tahun 1987 menemukan hal yang berbeda dimana dari

63 subjek penelitian hanya ditemukan 11 kasus LA (17,5%).

Tchobroutsky dkk pada tahun 1988 mendapatkan 3 kasus LA (5,2%)

dari 57 subjek yang diteliti.

Tabel 3. Insidensi Antikoagulan Lupus (LA) pada wanita normal dan wanita hamil (dikutip dari Coulam)

PenulisReferensi

Jumlah subjek

LA (Jumlah subjek

LA (%)

Populasi yang

dipelajariDuran-Suarez et al, 1982

119 2875 20 0,7 Wanita tidak hamil

Hougie dan Bird, 1985 120 -- -- 5 Hamil normal

Pattison et al, 1988 105 1000 14 1,4 Hamil normal

Lockwood et al, 1988 106 737 2 0,27 Hamil normal

Dari tabel diatas, Duran-Suarez dkk, pada tahun 1982 mendapatkan

angka kejadian LA sebanyak 20 kasus (0,7%) dari 2875 subjek penelitian

pada wanita yang tidak hamil. Sedang untuk wanita yang hamil normal,

6

Page 7: PENDAHULUAN Antifosfolipid

Pattison dkk pada tahun 1988 mendapatkan bahwa dari 1000 subjek

yang diteliti ditemukan 14 kasus LA (1,4%).

Hal ini tidak berbeda jauh dengan yang ditemukan Lockwood dkk, 1988,

dimana dari 737 subjek yang diteliti, ditemukan 2 kasus LA (0,27%).

Lockshi, 1999 : 0 - 4,6% ditemukan aPL pada wanita hamil normal.

1,8 – 13,17 % ditemukan LA pada hamil normal.23

Walsh dan Branch, 1997 : 2,5 – 21% ditemukan aPL (+) dan 0 – 9% LA

pada wanita yang pernah abortus berulang.21

Branch 1989 melaporkan dari 43 wanita dengan PE berat pada

kehamilan 34 minggu dijumpai 16% (7 dari 43) mempunyai ACLA.24

Rao 1992 melaporkan 20% (4 dari 20) pasien Eklampsia adalah positif

ACLA.25

Bird Sall 1992 melaporkan 20 dari 105 (19%) wanita dengan riwayat

persalinan yang jelek seperti PE, PJT atau perdarahan antepartum

mempunyai APA.26

Buchanan dkk (1992) melaporkan satu seri penelitian terhadap 100

pasien dengan aPL dan mengalami trombosis sebelumnya, ditemukan

abortus pada 81% kasus.27

Penelitian pada antiautoimun yang menyebabkan keguguran berulang

diketahui berhubungan dengan APA. Sekitar 10% dari seluruh pasien

yang kehamilannya terhenti oleh karena LA dimana 10-13% ditemukan

ACLA.23,24. Pada satu kepustakaan dikatakan 65 pasien dengan LA positif

7

Page 8: PENDAHULUAN Antifosfolipid

yang tidak diterapi ternyata wanita dengan abortus atau kematian janin

dalam kandungan 95% dari 242 kehamilan.24 LA juga dikaitkan dengan

problem obstetri lain seperti gangguan pertumbuhan janin, PE berat,

korea gravidarum dan sindroma post partum seperti demam, gangguan

jantung dan efusi pleura.28

Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3

Abortus spontan Kematian janin

Preeklampsia berat

Choreagravidarum

Persalinan prematur

Pertumbuhan janin terhambat

Trombosis arteri atau vena

Gambar 1. Komplikasi obstetri dan antibodi antifosfolipid. (dikutip dari Coulam)

BAB III

PATOGENESE

Kelainan fungsi plasenta merupakan penyebab utama komplikasi obstetri

seperti kematian janin dalam kandungan, gangguan pertumbuhan,

8

Page 9: PENDAHULUAN Antifosfolipid

preeklamsia (PE) dan denyut jantung abnormal yang berhubungan

dengan SAF.

Pengamatan-pengamatan terhadap hal di atas, sebagaimana halnya

dengan trombosis yang berhubungan dengan aPL telah mengarahkan

asumsi bahwa trombosis pada sirkulasi uteroplasenta merupakan dasar

dari terhentinya kehamilan dan komplikasi-komplikasi lain pada wanita

dengan SAF.

Infark yang luas, nekrosis dan trombosis dapat ditemukan pada plasenta

yang mengalami terhentinya kehamilan pada wanita dengan SAF.

Vaskulopati arteri spiralis pada pembuluh-pembuluh darah desidua juga

dihubungkan dengan kematian janin pada aPL.29 Vaskulopati desidua ini

ditandai dengan aterosis akut, penebalan tunika intima, nekrosis fibrinoid

dan tidak adanya perubahan fisiologis pada arteri spiralis yang juga

dihubungkan dengan PE dan PJT. 30

Trombosis plasenta, vaskulopati desidua dan trombosis vaskular yang

berhubungan dengan aPL merupakan akibat dari kemampuan aPL untuk

memulai kaskade mediator trombogenik setelah berikatan dengan endotel

yang rusak, platelet, atau jaringan gestasi.31

Antibodi antifospolipid dapat merangsang produksi E-selectin oleh sel

endotel, adhesi molekul-1 sel vaskular dan adhesi molekul-1 intrasel yang

mengakibatkan adhesi monosit dan trombositogeni. Peningkatan sintesa

faktor aktifasi platelet, faktor jaringan, generasi trombin, peningkatan

aktifasi dan agregasi platelet, sebagaimana halnya dengan fungsi aktifasi

9

Page 10: PENDAHULUAN Antifosfolipid

inhibisi protein-C dan antikoagulan protein I plasenta (anexin V), juga

dikaitkan dengan aPL.32

Metabolisme eukosanoid juga mungkin terlibat karena ditemukan

peningkatan relatif kadar tromboksan terhadap prostasiklin pada jaringan

gestasi, suatu kondisi yang juga terkait dengan aPL.

Peacemen dan Rehnberg 33,34 menunjukkan bahwa aPL dapat

meningkatkan produksi tromboksan oleh plasenta atau mempengaruhi

pembentukan prostasiklin. Kelompok yang sama menunjukkan bahwa

aspirin menurunkan produksi tromboksan akibat respon terhadap aPL.

LA dipercaya mempengaruhi formasi protrombin aktivator kompleks

dengan menghambat fosfolipid mengaktivasi faktor X (Xa), faktor V, Ca

dan Protrombin Faktor II. LA juga dihubungkan dengan menghambat

produksi prostasiklin pada sel endotel.35,36

Intrinsik Ekstrinsik

XII KONTAK XIIa VII HMKW

XI XIa ca++

IX IXa ca++

10

Page 11: PENDAHULUAN Antifosfolipid

IXa PL VIIIa VIIa PL Apo

ca++ ca++

X Xa X

LA LA

Xa PL Va ca++

Protrombin Trombin

Fibrinogen Fibrin

Gambar 2. Komplikasi obstetri dan APA (dikutip dari Coulam)

Teori lain mengatakan adanya hambatan dari fibrinolisis dan

berinterferensi dengan sistem anti koagulan.35,36,37 ACLA diyakini bekerja

menyerupai LA. Efek antibodinya bermanifestasi pada plasenta seperti di

pembuluh darah lainnya.38 Pemeriksaan ACLA diperlukan protein 2-

glykoprotein I yaitu apolipoprotein yang sangat mudah terikat pada

posfolipid bermuatan negatif.1 Antibodi antikardiolipin dapat dibedakan

dengan LA dengan cara memisahkannya dengan kromatografi. ACLA

menyebabkan memanjangnya test hemostatis yang bergantung pada

fosfolipid yaitu : test aktivated partial tromboplastin time (aPTT),

Protrombin Time (PT), koagulasi kaolin dan diluted Russel’s viper venom

time (dRVVT). Memanjangnya hasil pemeriksaan tersebut disebabkan LA

menghambat uji koagulasi yang bergantung pada fosfolipid. Antikoagulan

ini menyebabkan beberapa uji hemostatis seperti di atas, memanjangnya

invitro namun aspek klinisnya lebih banyak menyebabkan trombosis.

11

Page 12: PENDAHULUAN Antifosfolipid

Berbeda dengan LA yang dapat menyebabkan perdarahan dan

trombosis.39

Table 4. Prosedur skrining untuk Antikoagulan Lupus ( LA ) (dikutip dari Coulam)

TesSistem Tes Variabel yang

dipengaruhi oleh

kehamilan

Keuntungan KerugianTkt sensitivitas

Fosfolipid Gambaran lain

APTT

Sumber hewan dan tumbuhan yang bervariasi dengan komposisi

Aktivator yang beragam: Ellagic acid (larut), kaolin, silika

Peningkatan faktor VIII dapat menutupi antikoagulan lupus (LA)

Tersedia, mudah dikerjakan, dapat digunakan dalam langkah

Reagen yang sensitif terhadap LA sangat bervariasi

4

12

Page 13: PENDAHULUAN Antifosfolipid

dan konsentrasi fosfolipid yang bervariasi

(partikel) konfirmasi fosfolipid

Kaolin Clotting Time (KCT)

Tidak ada penambahan fosfolipid, sedikit platelet residual

Penambahan kaolin; gunakan campuran plasma normal dan plasma pasien

Tidak dipengaruhi oleh kehamilan secara signifikan

Dapat digunakan jika pasien mendapat antikoagulan oral

Sangat sensitif terhadap platelet residual. Tidak langsung dapat dikerjakan

1

Dilute Russel Viper Venom Time (dRVVT)

Melarutkan fosfolipid

Sumber RVV yang beragam

Tidak dipengaruhi oleh kehamilan secara signifikan

Mudah dikerjakan dan tersedia

Tehnik manual; dipengaruhi oleh heparin atau antikoagulan oral

3

Plasma Clotting Time (PCT)

Tidak ada penambahan fosfolipid, digunakan PRP

Penambahplatelet pada pasien PRP dapat memperpendek nilai akibat LA

Peningkatan faktor VIII dapat menumpulkan efek LA

Tidak memerlukan reagensia maupun peralatan

Tehnik manual ; harus dilakukan pada darah segar yang baru diambil

Mekanisme terjadinya trombosis karena ACLA dikemukakan sebagai

berikut : 40,41

1. Penghambat koagulasi tidak efektif

- ACLA menghambat konversi protein – C menjadi protein aktif.

Akibatnya protein – C aktif berkurang dan penghancuran F Va dan

F VIIIa juga berkurang.

- Menghambat aktifitas trombin sehingga trombomodulin bersama

trombin kurang mengaktifkan protein C.

2. Meningkatnya aktifasi trombosit

- Interaksi ACLA dengan fosfolipid membran trombosit menyebabkan

aktifasi trombosit

13

Page 14: PENDAHULUAN Antifosfolipid

- ACLA menurunkan sintesis prostasiklin di endotel sehingga

prostasiklin sebagai antiagregasi menurun.42,43

3. Gangguan fibrinolisis

ACLA meningkatkan penghambat aktifator plasminogen (PAI-1) di

dalam darah sehingga plasminogen yang dikonversi menjadi plasmin

berkurang.44

4. Mengaktifkan koagulasi

ACLA meningkatkan sistesis faktor jaringan (tissue faktor) oleh endotel

sehingga aktifasi koagulasi melalui sistem ekstrinsik meningkat.45

Bukti langsung peran patogen aPL dalam kehamilan pertama kali

ditemukan oleh eksperimen Branch dkk,46 yang mendemonstrasikan

transfer pasif fraksi IgG dari wanita dengan aPL yang mengalami

kematian janin dalam kandungan kepada tikus Ba1b/c yang hamil normal

(15 mg / tikus, secara intraperitoneal) yang pada akhirnya menyebabkan

kematian janin tikus dalam kandungan. Tikus-tikus tersebut mengalami

keguguran setelah 48 jam penyuntikan dan tidak ditemukan janin hidup

setelah hewan-hewan percobaan tersebut dibunuh pada hari 9 – 15 paska

penyuntikan.

Penelitian histopatologi dan imunofluoresens menunjukkan nekrosis

desidua, peningkatan IgG aPL intravascular dan deposisi fibrin.

Sedangkan tikus-tikus hamil normal yang disuntik IgG dengan jumlah

14

Page 15: PENDAHULUAN Antifosfolipid

yang sama yang berasal dari wanita hamil normal tidak mengalami

kematian janin, nekrosis plasenta ataupun deposisi IgG.

Imunisasi aktif dengan murine model juga telah diteliti. Imunisasi tikus-

tikus normal dengan β2-glycoprotein 1 (β2GP1) manusia yang telah

dimurnikan menginduksi peningkatan kadar aPL yang pada akhirnya

menyebabkan penghentian kehamilan pada beberapa strain tikus. (Dikutip dari

Coulum)

Lebih jauh, imunisasi dengan aPL patogen manusia juga dapat

menginduksi produksi aPL , dan beberapa dari aPL ini bersifat patogen

dan dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan.47

Eksperimen-ekspiremen di atas secara meyakinkan menunjukkan bahwa

antibodi aPL bertanggung - jawab terhadap kematian janin dalam

kandungan pada wanita dengan SAF.

Patogenesis Sindroma Antifosfolipid dalam Kehamilan

1. Imuno Patogenesis Sindroma antifosfolipid

Hingga saat ini terdapat hipotesis yang menjelaskan peran langsung

autoantibodi dalam patogenese SAF yaitu :

a. Antibodi pada SAF merupakan target protein plasma atau

komponen membran permukaan sel yang terpapar langsung

dengan anti bodi dalam sirkulasi darah.

15

Page 16: PENDAHULUAN Antifosfolipid

b. Antigen tersebut terlibat reaksi hemostatik dan trombotik pada

permukaan sel endotel vaskuler, trombosit dan komponen sel

darah lain.

c. Transfer imunoglobulin secara pasif pada binatang percobaan

dapat menyebabkan terjadinya SAF.

d. Adanya antibodi antifosfolipid berhubungan dengan serangan

pertama trombosis.

e. Manifestasi klinik yang terjadi pada SAF berhubungan dengan

kadar APA.dikutip dari 48

APA dapat menimbulkan hambatan reaksi antikoagulan dan fibrinolisis,

sehingga dapat menyebabkan hiperkoagulabilitas dan trombosis,

namun mekanisme kejadian tersebut hingga saat ini belum jelas dan

diduga berlangsung melalui :

a. Penghambatan produksi prostasiklin melalui peningkatan

pembentukan antifosfolipase-A2

b. Penghambatan jalur protein – C melalui peningkatan resistensi

protein – C sehingga terjadi defisiensi protein – C. Penghambatan

ini dapat pula disebabkan oleh peningkatan auto antibodi

antitrombodulin, antiprotein C, antitrombin (atau penghambat

degradasi faktor koagulasi Va).49,50,51

c. Penghambat aktivasi antitrombin III yang disebabkan oleh

peningkatan aktifasi anti HSPG dari anti k2 – GP1.52

16

Page 17: PENDAHULUAN Antifosfolipid

d. Perangsangan aktifitas antikoagulan 2 – GPI akan menyebabkan

hambatan produksi serotonin oleh aktivasi trombosit ADP –

induced, menghambat aktivitas protrombinase, serta

menghambat pembentukan faktor Xa oleh sel trombosit.53,54

e. Mempengaruhi membran fosfolipid sel trombosit yang

menyebabkan aktivasi trombosit.52

f. Mempengaruhi aktivasi prakalikrein dalam pembentukan

kalikrein.52

g. Mempengaruhi pengeluaran aktivator plasminogen sel

endothelial.52

h. Peningkatan homosistein pada kadar ACLA dan LA tinggi dapat

merusak sel endothelial dan memacu proses trombosis.55

Berbeda dengan terjadinya proses agregasi trombosit lainnya, ACLA

dapat secara langsung menimbulkan reaksi agregasi trombosit tanpa

adanya kerusakan permukaan sel endotel yang diduga terjadi melalui

peningkatan sensitifitas sel trombosit sehingga APA dapat melekat

pada membran permukaan fosfolipid atau melalui peningkatan

produksi tromboksan dan faktor perangsangan (activating factor) dari

sel trombosit.55,56

2. Perubahan Plasenta pada Sindroma Antifosfolipid

Salah satu target utama APA adalah plasenta. Kematian janin pada

trimester kedua dan ketiga telah secara luas diterima sebagai hal yang

17

Page 18: PENDAHULUAN Antifosfolipid

spesifik pada penderita SAF. Abortus spontan tidak jarang terjadi,

tetapi bila kelainan anatomi dan kromosom dapat disingkirkan, abortus

berulang merupakan kriteria klinis untuk SAF pada wanita dengan titer

sirkulasi dari aCL atau LA yang tinggi.

Kematian janin dengan SAF biasanya didahului pertumbuhan janin

terhambat, oligohidramnion dan kelainan denyut jantung janin yang

disebabkan oleh hipoksia janin, yang mana keseluruhannya

disebabkan oleh insufisiensi uteroplasenta. Insufisiensi uteroplasenta

sering disebabkan oleh vaskulopati yang melibatkan cabang-cabang

akhir pembuluh darah uterus (arteri spiralis) yang menyalurkan

makanan ke ruang intervilli plasenta.

Tanpa memandang usia kehamilan saat terjadinya kematian janin

dalam kandungan yang berkaitan dengan SAF, penelitian histopatologi

plasenta menunjukkan imaturitas.

Vaskulopati ini ditandai dengan tidak adanya perubahan fisiologis pada

segmen miometrium arteri spiralis yang mendasari plasenta dan

akumulasi makrofag lipid-laden pada tunika intima, nekrosis fibrinoid

pada tunika media dan proliferasi fibroblastik intima. Infiltrat

mononuklear juga sering ditemukan. Karena adanya makrofag lipid-

laden, mengingatkan lesi aterosklerotik pembuluh darah dimana istilah

“aterosis akut” digunakan untuk menjelaskan vaskulopati ini.

Vaskulopati arteri spiralis akan mengurangi laju aliran darah ibu ke

ruang intervilli dan dengan demikian mengurangi pertukaran gas dan

suplai makanan ke janin.

18

Page 19: PENDAHULUAN Antifosfolipid

Derajat insufisiensi uteroplasenta yang lebih rendah dapat

mengakibatkan hambatan pertumbuhan janin. Luaran kehamilan yang

paling buruk berkaitan dengan trombosis uteroplasenta multifokal dan

infark plasenta yang merupakan gambaran vaskulopati ekstrim.

Perubahan plasenta pada penderita SAF tersebut akan mengakibatkan

insufisiensi plasenta dan akan diikuti dengan keadaan hipoksia yang

akan menyebabkan kematian janin.21

Sangat disayangkan, tidak ada gambaran histopatologi spesifik untuk

SAF. Pemeriksaan histopatologi plasenta pada wanita dengan SAF

dan kematian janin pada pertengahan trimester kedua menunjukkan

infark yang luas meliputi lebih dari 50% permukaan plasenta.

Temuan yang lebih bermakna menunjukkan bahwa tidak adanya

perubahan fisiologis arteri spiralis pada desidua. Pembuluh-pembuluh

darah ini mempunyai diameter kecil dengan penebalan tunika intima,

nekrosis fibrinoid dan trombosis intraluminal. (dikutip dari APA)

Pemeriksaaan postmortem setelah kematian janin pada usia

kehamilan 30 minggu menunjukkan infark yang luas. Daerah infark

memperlihatkan kongesti dan perdarahan villi, aglutinasi villi dan

nekrosis tropoblasik koagulasi dini. Tidak ditemukan bukti adanya

trombosis intravaskular pada janin. Pada beberapa kasus dimana

dilakukan biopsi placental bed juga ditemukan aterosis pembuluh

darah desidua yang mengindikasikan vaskulopati arteri spiralis. (APA)

Kesamaan gambaran histopatologi SAF dan PE terlihat pada

komplikasi insufisiensi uteroplasenta seperti pertumbuhan janin

19

Page 20: PENDAHULUAN Antifosfolipid

terhambat, gawat janin dan kematian janin dalam kandungan yang

menunjukkan bahwa vaskulopati merupakan jalur yang sama untuk

luaran kehamilan yang buruk pada kedua penyakit di atas.

Dasar patogenesis perubahan pada plasenta dapat berupa :

a. Secara imunohistokimia, antifosfolipid IgG akan menyebabkan

berkurangnya jumlah annexin V pada permukaan apikal villi

khorialis dari plasenta dengan pertumbuhan janin terhambat

sehingga terjadi penurunan antikoagulan yang akan merangsang

terjadinya trombosis sehingga terjadi gangguan fungsi

uteroplasenter.57

b. Terbentuknya trombosis dapat menutup lumen pembuluh

uteroplasenter sebagian atau seluruhnya. Ditemukan pula

peningkatan deposit fibrin atau fibrinoid pada permukaan trofoblas

villi membentuk kalsifikasi plasenta.

Kejadian oklusi total / partial dan kalsifikasi ini dapat menghambat

aliran darah uteroplasenter, gangguan fungsi nutrisi dan respirasi

dengan akibat pertumbuhan janin terhambat, gawat janin hingga

kematian janin.58

c. Gambaran histopatologik kerusakan pembuluh plasenta dan villi

dapat berupa hematoma retroplasenter, peningkatan jumlah simpul

sinsitial, nekrosis sel trofoblas, edema dan perdarahan stroma villi,

proliferasi trofoblas, serta hipervaskularisasi villi, merupakan

gambaran kelainan pada SAF dengan penyakit PE.59

20

Page 21: PENDAHULUAN Antifosfolipid

d. Pada plasenta dengan kematian janin intrauterina dengan APA

ditemukan penurunan membran vaskulosinsitial, fibrosis pada

daerah infark disertai gambaran hipovaskuler villi dan trombosis

serta pertambahan jumlah simpul sinsitial yang dihubungkan

dengan proses hipoksia kronik.60

e. Pada daerah avaskuler atau hipovaskuler villi plasenta dapat

dijumpai penebalan stroma yang disertai dengan endovaskulitis

hemorogik. APA intraplasenta menyebabkan peningkatan

konsentrasi laminin dan kolagen tipe – IV yang membentuk

membran stroma villi, meskipun tanpa disertai perubahan

konsentrasi molekul pelekat sel (Cell adhesion molecule / CAM,

baik platelet endothelial CAM/PECAM, intercelular CAM-I/CAM-I,

maupun vascular CAM-I/VCAM-I.61

f. Kerusakan jaringan plasenta yang luas akibat peningkatan APA

akan menyebabkan perubahan rasio tromboksan–prostasiklin dan

memacu aktifitas siklooksigenase-2 (COX-2) pada sel endotel

sehingga menimbulkan peningkatan proses agregasi trombosit,

penampilan gejala PE dan memicu persalinan kurang bulan.55

21

Page 22: PENDAHULUAN Antifosfolipid

BAB IV

KOMPLIKASI PADA SINDROMA ANTIFOSFOLIPID

Hubungan antara APA dan terhentinya kehamilan sudah dikenal sejak

hampir 20 tahun yang lalu. Sekarang sudah luas diterima bahwa aPL

adalah penyebab kematian preembrionik dan embrionik yang dapat

diobati. (dikutip dari APA)

Hubungan antara aPL dan terhentinya kehamilan pertama kali dilaporkan

oleh Nilson dkk pada tahun 1975 dan oleh Soulier dan Boffa pada 1980.

Pada pertengahan tahun 1980, kriteria klinis untuk SAF ditetapkan, dan

terhentinya kehamilan merupakan salah satu gambaran dari kelainan ini.

Pada Simposium aPL di Sapporo, Jepang, kriteria tersebut mencakup tiga

jenis terhentinya kehamilan sebagai kriteria klinis SAF :

22

Page 23: PENDAHULUAN Antifosfolipid

1. Kematian janin normal yang tidak terjelaskan sebanyak satu kali atau

lebih setelah usia kehamilan 10 minggu, yang normal secara morfologi

yang didokumentasi secara USG.

2. Persalinan prematur satu kali atau lebih dengan usia kehamilan

dibawah 34 minggu akibat PE atau insufisiensi plasenta, atau ;

3. Abortus spontan tiga kali atau lebih secara berturut-turut sebelum usia

kehamilan 10 minggu, dimana tidak ditemukan kelainan anatomik dan

hormonal pada ibu dan kelainan kromosom ayah, dan tidak ditemukan

penyebab-penyebab keguguran yang lain. (dikutip dari APA)

TERHENTINYA KEHAMILAN DAN ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID

Terhentinya Kehamilan yang Berkaitan dengan APA

Walaupun banyak yang menyetujui bahwa aPL dapat menyebabkan

terhentinya kehamilan, tetapi tetap ada kontroversi. Salah satu kontroversi

tersebut adalah kehamilan yang bagaimana yang paling berhubungan

dengan aPL. Suatu seri kasus yang telah dipublikasikan menunjukkan

bahwa 41% dari 131 kehamilan pada wanita yang menderita SAF

mengalami kematian janin dalam kandungan (KJDK).

Pada tahun Oshiro dkk melakukan suatu penelitian retrospektif pada 366

wanita yang mengalami kematian janin sebanyak dua kali atau lebih

secara berturut-turut, 79 menderita LA atau ACLA sebesar > 20 unit GPL,

sedang sisanya 290 orang tidak mengalaminya. Mereka yang menderita

SAF mengalami 50% kematian janin dibanding dengan < 15% kematian

23

Page 24: PENDAHULUAN Antifosfolipid

janin pada mereka yang tidak menderita SAF. Kira-kira 80% dari mereka

yang menderita SAF pernah mengalami paling sedikit satu kali kematian

janin dibanding dengan 25% yang tidak mengalami SAF.

Harus diperhatikan bahwa jenis kematian janin masih belum jelas

diketahui. Informasi yang lebih meyakinkan disampaikan oleh Rai dkk

yang melakukan suatu penelitian prospektif. Mereka menemukan bahwa

LA atau ACLA menunjukkan respon terhadap pengobatan dengan heparin

atau aspirin dosis rendah pada wanita yang mengalami keguguran

berulang.(dikutip dari APA)

Jenis APA yang Relevan secara Klinik

Suatu penelitian menunjukkan bahwa 13% wanita dengan keguguran

preembrionik atau embrionik yang tidak menderita SAF menunjukkan

kadar ACLA yang rendah pada pemeriksaan ulang. Penelitian lain

menunjukkan hasil yang sama dimana wanita yang mengalami kematian

janin (terutama preembrionik dan embrionik) memiliki kadar IgG aCL yang

rendah (>95 persentil).(dikutip dari APA)

Sejumlah ahli percaya bahwa sangat sedikit kasus yang menunjukkan

dimana IgA atau IgM APA yang memiliki makna klinis.

Komplikasi Lain selain Terhentinya Kehamilan (dikutip dari APA)

Selain terhentinya kehamilan, SAF juga berhubungan dengan sejumlah

komplikasi obstetri serius termasuk trombosis, PE berat, insufisiensi

uteroplasenta, gawat janin dan persalinan prematur. Komplikasi-

24

Page 25: PENDAHULUAN Antifosfolipid

komplikasi ini memiliki konsekuensi maternal yang signifikan dan

komplikasi ini secara sendiri atau bersama-sama dapat menyebabkan

kematian janin.

Banyak penelitian menunjukkan angka PE yang tinggi pada pasien yang

menderita SAF. Demikian juga, beberapa penelitian pada penderita PE

menunjukkan kadar aPL yang meningkat bermakna.

Insufisiensi plasenta yang ditandai dengan PJT atau gawat janin timbul

kira-kira 30% pada wanita dengan SAF.

PE dan gawat janin dapat berakhir dengan persalinan prematur.

Persalinan prematur sering terjadi pada penderita SAF.

Suatu seri kasus menunjukkan bahwa kira-kira sepertiga kehamilan

dengan SAF yang diterapi berakhir dengan persalinan prematur. Pada

suatu penelitian prospektif terhadap wanita dengan antibodi IgG atau IgM

aCL tanpa LA, terjadi persalinan prematur pada 13% pasien.

25

Page 26: PENDAHULUAN Antifosfolipid

BAB V

DIAGNOSIS

Dalam konsensus Internasional Sapporo 1998 disepakati bahwa

diagnosis SAF ditegakkan atas penemuan satu kriteria klinik dan satu

kriteria laboratorium. (dikutip dari APA)

Kriteria Klinik

1. Trombosis Vaskuler

Ditemukan satu atau lebih serangan trombosis arterial, vena, atau

pembuluh kecil pada jaringan atau organ. Kecuali untuk trombosis

vena, diagnosis harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan doppler atau

pencitraan. Sedangkan pemeriksaan histopatologik memastikan

ditemukan adanya tanda peradangan pada dinding pembuluh darah.

26

Page 27: PENDAHULUAN Antifosfolipid

2. Morbiditas Kehamilan

(a). Satu atau lebih kematian janin tanpa sebab pada usia gestasi 10

minggu dimana tidak ditemukan kelainan morfologik janin dengan

pemeriksaan ultrasonografi atau visualisasi langsung, atau

(b). Satu atau lebih persalinan kurang bulan pada usia 34 minggu

yang disebabkan oleh PE berat atau eklampsia, atau insufisiensi

plasenta berat, atau

(c). Tiga atau lebih abortus spontan berturut-turut pada usia gestasi

<10 minggu, tanpa dijumpai kelainan anatomik dan hormonal

maternal serta tidak ditemukan kelainan kromosom paternal dan

maternal.

Kriteria Laboratorium

1. Pemeriksaan Antibodi Antikardiolipin

Ditemukan ACLA isotip IgG dan / atau IgM di dalam darah

dengan kadar sedang atau kadar tinggi pada 2

pemeriksaan dengan interval waktu 6 minggu menggunakan

pemeriksaan standar ELISA untuk 2–glikoprotein I-dependent anticar-

diolipin antibodies.

2. Pemeriksaan Antikoagulan Lupus

Ditemukan LA di dalam plasma pada 2 pemeriksaan dengan interval

waktu 6 minggu, yang berdasarkan panduan The International

27

Page 28: PENDAHULUAN Antifosfolipid

Society on Thrombosis and Hemostatis ditetapkan melalui tahapan

pemeriksaan :

a. Uji penyaring koagulasi bergantung fosfolipid yang memanjang,

seperti : APTT, kaolin clotting time, diluted Russel’s Viper Venom

Time (dRVVT), diluted prothrombin time, textarin time.

b. Pemanjangan waktu koagulasi pada uji penyaring tidak dapat

diperbaiki dengan pemberian plasma normal rendah trombosit

c. Pemanjangan waktu koagulasi pada uji penyaring dapat dikoreksi

atau dipersingkat dengan pemberian fosfolipid berlebihan.

d. Mengeluarkan penyebab koagulopatia lainnya seperti inhibitor

faktor VIII, heparin.dikutip dari Wilson dkk, 1999 4

Manifestasi klinik pengaruh aPL pada kehamilan dengan SAF adalah

antibodi aPL dapat meningkatkan terjadinya keadaan tersebut di

bawah ini :

1. Trombosis dan stroke pada ibu

Resiko trombosis dan stroke meningkat 5% -12%,

2. Kematian janin

SAF banyak dihubungkan dengan kematian janin yang terjadi pada

kehamilan > 10 minggu, khususnya abortus berulang. Penyebab

abortus berulang pada kehamilan < 10 minggu pada umumnya

bukan disebabkan oleh aPL.54

3. Preeklampsia dan eklampsia

28

Page 29: PENDAHULUAN Antifosfolipid

Antibodi aPL pada keadaan pre eklampsia ditemukan pada 40 –

48%. Sedangkan SAF dalam kehamilan ditemukan sekitar 36%.

(bervariasi 0 – 60%). 22

4. Pertumbuhan janin terhambat dan gawat janin

Kehamilan dengan SAF memiliki resiko tinggi pada insufisiensi

plasenta dengan manifestasi pertumbuhan janin terhambat dan

gawat janin. Pertumbuhan janin terhambat ditemukan 7 – 31%.22

5. Persalinan kurang bulan

Persalinan kurang bulan ditemukan sekitar sepertiga kasus SAF

disebabkan APA.22,63

6. Sindroma postpartum

SAF pada masa postpartum dapat menunjukkan eksaserbasi

otoimmun berupa demam, timbulnya infiltrat dan efusi pleura.

Pengamatan 15 kasus dengan SAF ditemukan 4 kasus dengan

sindroma post partum, bahkan 2 diantaranya menunjukkan gejala

kegagalan multiorgan (multiorgan failure) yang dikenal dengan

kastatrofik aPL berupa perburukan gejala akibat akselerasi

koagulasi vaskulopati.20

Diagnosis Laboratorium

Antibodi antifosfolipid adalah antibodi yang langsung terhadap antigen

yang terdiri dari fosfolipid yang bermuatan negatif. Dikenal bermacam-

macam jenis fosfolipid didalam darah seperti fosfatidil serin, fosfatidil-

29

Page 30: PENDAHULUAN Antifosfolipid

inositol, fosfatidil-etanolamin, dan lipid lain yang dapat melakukan

substitusi pada pemeriksaan ACLA dengan teknik ELISA.

Sesuai dengan Konsensus Internasional Sapporo 1998, diagnosis SAF

ditegakkan atas dasar pemeriksaan ACLA atau LA. Pemeriksaan ACLA

memerlukan cawan ELISA yang menggunakan kofaktor komplemen

kontrol protein 2 – gliko protein – I, oleh karena kofaktor ini secara

spesifik berikatan dengan kardiolipin.23

Sedangkan untuk diagnosis LA digunakan uji pembekuan yang tergantung

fosfolipid (phospholipid–dependent clothing test, yaitu aPTT (activated

partial thromboplastin time test) yang umumnya > 50 detik.

Pemeriksaan Antikardiolipin dan Antikoagulan Lupus

Test aCL dan test LA adalah penting untuk mendiagnosa SAF pada

pasien dengan vena atau arteri trombosis yang tidak dapat dijelaskan atau

kegagalan kehamilan yang berulang (abortus) sehingga mungkin dapat

mencegah komplikasi yang akan datang.

1. Uji Antikoagulan Lupus

Merupakan test spesifik imunologi LA terhadap suatu antibodi dari IgG

atau IgM isotipe dimana pertama sekali dikenal pada akhir tahun 1960.

Beberapa ahli menyatakan bahwa efek antikoagulan yang paling nyata

pada saat fosfolipid dalam uji sistem rendah dan efeknya, dapat

dinetralkan bila fosfolipid, platelet (platelet membran juga sumber

30

Page 31: PENDAHULUAN Antifosfolipid

fosfolipid) ditambah kedalam sistem sering dijumpai positif palsu pada

penderita sypilis, yang merupakan alasan tambahan mengapa LA

menjadi spesifik untuk fosfolipid.

Thiagaraja 1980 menyatakan LA mungkin suatu antibodi aPL yang

merupakan suatu human IgMX antibody monoclonal dengan aktifitas

LA, bereaksi silang dengan suatu variasi dari muatan negatif

fosfolipid.64

Pada penelitian berikutnya ditemukan bahwa antibodi LA bereaksi

silang dengan muatan negatif fosfolipid.

Percobaan lainnya menunjukkan bahwa afinitas antibodi aPL

memperpanjang clotting time plasma dalam suatu kebiasaan yang

mirip LA.

Perpanjangan cloting time invitro LA diyakini terjadi dengan

menghambat protrombin – trombin konversi dalam cloting cascade

suatu reaksi katalis dengan fosfolipid.65

Penggunaan pencucian protrombin dan bekuan protein-protein (faktor

Xa dan V), Ca dan gelembung fosfolipid (fosfatidyl – serine, fosfatidyl

choline), gerakan-gerakan protrombin trombin konversi dapat

dipelajari.

Penelitian berikutnya dapat menunjukkan bahwa antibodi dengan

aktifitas LA dapat menghambat konversi protombin – trombin dan

belakangan ini diketahui bahwa afinitas purifed ACLA menghambat

31

Page 32: PENDAHULUAN Antifosfolipid

reaksi ini 25 – 50 kali lebih kuat dari seluruh IgG dari pasien yang

sama.66

Semua bukti-bukti diatas membenarkan bahwa anti bodi dengan

aktifitas LA adalah spesifik fosfolipid-fosfatidyl serine, terutama muatan

negatif fosfolipid, diyakini menjadi target antigen.

Namun ditemui juga ada LA dimana kardiolipin negatif begitu pula

sebaliknya.

Beberapa peneliti mengusulkan bahwa antibodi – antibodi itu mungkin

suatu protein spesifik seperti protrombin, protrombin-fosfolipid

kompleks atau suatu 2 glykoprotein 1 – fosfolipid kompleks.67

Ukuran Antikoagulan Lupus

Identifikasi dari LA belum ada standarisasinya, meskipun telah banyak

yang mencoba melakukannya. Secara umum tiga langkah dilakukan

untuk mengidentifikasi LA. Pertama, plasma pasien harus sudah

memanjang masa bekuannya. Suatu variasi dari uji bekuan digunakan

tapi secara umum jumlah yang lebih rendah dari fosfolipid dalam

sistem pengujian lebih memperpanjang waktu bekuan.

Sebagai contoh kaolin clotting time (KCT) adalah sangat sensitif sebab

sedikit saja fosfolipid tampak langsung dalam sistem.

Russel Viper Venom Time (RVVT) menggunakan Russel Viper Venom

untuk mengaktifkan faktor X. RVVT ini diperpanjang sebab antibodi

32

Page 33: PENDAHULUAN Antifosfolipid

menghambat satu langkah berikutnya pada faktor aktivasi X, sehingga

RVVT menjadi salah satu uji yang lebih sensitif untuk LA.68

Langkah kedua untuk mengidentifikasi LA adalah peragaan yang

memperpanjang masa bekuan tidak mesti dilaksanakan pada

defisiensi faktor bekuan pada plasma pasien. Ini dilakukan dengan

mencampur plasma pasien dengan volume yang sama plasma normal

(test mixing). Plasma normal memberikan faktor bekuan yang keliru,

bila perpanjangan masa bekuan oleh karena defisiensi faktor bekuan

pada plasma pasien, ini akan dikoreksi dengan campuran plasma

normal (plasma normal akan menggantikan faktor bekuan pada

plasma pasien). Pada keadaan lain bila LA atau penghambat faktor

bekuan lain (antibodi faktor bekuan lain seperti protrombin) ada, test

mixing diperpanjang.

Langkah ketiga adalah diferensiasi dari LA dari penghambat faktor-

faktor bekuan. Ini diselesaikan dengan penambahan fosfolipid-

fosfolipid atau prefarat membran platelet (seperti bahan-bahan

fosfolipid) ke plasma.

Bila LA ada, kemudian perpanjangan masa bekuan dicatat pada kedua

langkah sebelumnya normal, atau dikoreksi dengan penambahan.

Perbaikan tidak terjadi kalau penghambat lain ada.68

Secara rinci langkah-langkah identifikasi LA adalah :

33

Page 34: PENDAHULUAN Antifosfolipid

1. Tentukan bahwa masa bekuan plasma pasien diperpanjang

dengan Activated Partial Thromboplastin Time (aPTT), Russel

Viper Venom Time (RVVT) atau Kaolin Cloting Time (KCT).

2. Plasma pasien dicampur dengan plasma normal dengan volume

yang sama, tidak ada pembekuan abnormal.

3. Tambahkan fosfolipid atau platelet membrane ke daftar sistem

yang normal.

Indikasi Uji Antikoagulan Lupus

Uji LA diindikasikan pada seluruh pasien yang dicurigai mempunyai

SAF termasuk pasien-pasien dengan trombosis arteri dan vena yang

tidak dapat dijelaskan, wanita dengan kegagalan kehamilan, pasien

yang menunjukkan trombositopenia yang tidak dapat dijelaskan. Ada

sejumlah keadaan-keadaan yang mempengaruhi hasil uji LA yaitu

pasien yang sedang dalam pengobatan oral antikoagulan atau terapi

heparin, pasien dengan penyakit hati dan masa protrombin memanjang

seperti defisiensi faktor pembekuan herediter.

Bila uji LA meragukan, diagnosa SAF harus didasarkan pada aCL atau

ekuivalen aPL enzym-linked immuno assay test (ELISA).

2. Uji Antikardiolipin

Test aCL berguna untuk mendeteksi antibodi spesifik untuk kardiolipin

(muatan negatif fosfolipid).

34

Page 35: PENDAHULUAN Antifosfolipid

Uji ini telah dilakukan pada tahun 1983 dengan maksud untuk

menemukan suatu yang lebih sensitif dalam mendeteksi respon APA

terhadap uji LA. Meskipun proporsi substansial pasien-pasien dengan

LA positif, uji aCL tidak semua dilakukan.

Seperti lazimnya pasien dengan hasil uji aCL yang tinggi dapat

mempunyai uji LA yang negatif. Ketidaksesuaian ini mungkin tidak

penting untuk membedakan antibodi-antibodi, tapi dapat menampilkan

milik yang berbeda dari antibodi tersebut.

Polystyrene plates merupakan sediaan khusus uji ELISA mengandung

kardiolipin (biasanya 30 L, 50 /ml kardiolipin dalam etanol). Setelah

etanol menguap dan kering, piringan diblok dengan 10% (vol/vol)

above bovine serum (ABS) dalam phosphate buffer saline (PBS).

Serum pasien dan standar kalibrasi dilarutkan (biasanya 1/50) dalam

10% ABS/PBS. Setelah bloking sempurna, larutan bloking dibuang dan

piringan dicuci dengan PBS, kemudian sampel pasien dan standar di

tambah. Setelah diinkubasi selama 1-3 jam, piringan dicuci dan enzym

linked, isotipe spesifik, anti human antibodi dilarutkan dalam 10%

ABS/PBS. Pengalaman yang terbaik adalah dengan alkalin

phosphatase-anti human anti bodies. Setelah inkubasi dengan enzym

linked anti human antibody, piringan dicuci dan substrat ditambahkan.

Pada tahap ini, piringan diinkubasi pada 37oC dan bila suatu seleksi

positif tinggi + standar (contohnya 90 GPL unit untuk IgG) pada

35

Page 36: PENDAHULUAN Antifosfolipid

piringan yang sama, mencapai optikal densiti pembacaan dari 1,0,

reaksi dihentikan dengan 3N natrium hidroksida.69

Perhitungan Hasil

Di laboratorium aPL Standar-Dizasion Laboratory Louisville, Kentucky

sudah dilakukan dengan campuran seleksi sera untuk menghasilkan

isotipe spesifik (IgG, IgM, IgA) aCL standar. Standar ini digunakan

pada setiap uji ELISA untuk menyusun suatu kurva kalibrasi. Tingkat

aCL pada piringan sera pasien yang sama dapat diperoleh dari kurva

kalibrasi. Setiap isotipe dilaporkan dalam unit spesifik positivitas.

IgG adalah diekspresikan dalam unit GPL, IgM dalam MPL dan IgA

dalam unit APL. Oleh karena batasan-batasan dari cara pengujian

dapat menjadi agak bervariasi, disarankan hasil tersebut dikatakan

rendah (5-20 GPL, MPL atau unit APL), dikatakan sedang bila (20-80

GPL, MPL atau unit APL), dan tinggi bila (> 80 GPL, MPL atau unit

APL).

Kebanyakan pasien dengan SAF mempunyai kadar IgG aCL diatas 20-

40 GPL unit. Uji IgM aCL cenderung menjadi lebih sering false positif,

tapi kadang kadang sekali pasien-pasien dengan kelainan ini yang

36

Page 37: PENDAHULUAN Antifosfolipid

mungkin hanya mempunyai test IgM atau IgA positif. Secara umum

pasien-pasien mempunyai tingkat IgM atau IgA sedang atau IgM atau

IgA aCL tinggi.

Salah satu permasalahan dengan uji aCL yang lama adalah pada

pasien dengan penyakit sipilis dan infeksi yang lain, juga dengan

kelainan karena pengaruh obat-obatan, dapat memberikan hasil uji

positif palsu.70

BAB V

DIAGNOSA BANDING

1. Pemakaian obat-obatan seperti Chlorpromazine (CPZ), hidralazin,

propanolol, quinine, dilantin, amoxicillin dan streptomisin.

2. Infeksi yang dapat merangsang pembentukan ACLA dan antikoagulan

lupus yaitu campak (measles), mumps, varicella, parvo virus,

adenovirus, virus Epstein Barr Pneumokokus pneumonia, mikoplasma

dan malaria

3. Karsinoma, poliarthritis nodosa, rheumatoid arthritis, vaskulitis

pulmonal.

37

Page 38: PENDAHULUAN Antifosfolipid

BAB VI

PENATALAKSANAAN

Diagnosa klinis SAF yang tepat merupakan hal yang krusial untuk

menentukan konseling dan penatalaksanaan yang tepat pada wanita

hamil. Sebagai contoh, wanita dengan riwayat sindroma lupus

eritematosus (SLE), trombosis, kematian janin atau neonatus, atau PE

berat yang juga mempunyai kadar aPL yang sedang atau tinggi

mempunyai resiko yang meningkat secara signifikan untuk mengalami

komplikasi dibanding pasien dengan kadar aPL yang rendah.71

Suatu sistem klasifkasi SAF dapat membantu dalam menentukan

penatalaksanaan yang sesuai.

Sistem klasifikasi ini mencakup : 71

1. Definitif atau klasik.

SAF didefinisikan sebagai pasien LA dengan kadar IgG atau IgM

aCL yang sedang atau rendah dan kematian janin, terhentinya

38

Page 39: PENDAHULUAN Antifosfolipid

kehamilan pada masa preembrionik atau embrionik yang berulang,

trombosis, atau kematian neonatal pada preeklampsia atau gawat

janin.

2. Sindrom dengan kadar IgG atau IgM aCL yang rendah yang

berhubungan dengan kematian janin atau terhentinya kehamilan

pada masa embrionik atau preembrionik berulang, dan

3. Sindroma antifosfolipid selain LA dan aCL yang berhubungan

dengan kematian janin atau terhentinya kehamilan pada masa

preembrionik atau embrionik yang berulang.

KONSELING PRAKONSEPSI 71

Secara ideal setiap wanita dengan SAF memperoleh konseling pra

konsepsi terhadap risiko yang akan diperoleh selama kehamilan dan

persalinan seperti resiko trombosis dan stroke, kematian janin dan abortus

berulang, PJT, PE/E, dan persalinan kurang bulan. Juga diingatkan resiko

kongenital janin akibat pemberian obat-obatan selama kehamilan seperti

pemberian non steroid antiinflamatory drug (NSAID), glukokortikoid dan

antikoagulan yang dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi selama

kehamilan bagi ibu dan janin maupun bagi bayi masa perinatal. Konseling

ini penting dilakukan mengingat biaya antenatal yang tinggi dan

mengantisipasi adanya delik medikolegal dikemudian hari.48

Penatalaksanaan medikamentosa SAF pada kehamilan adalah dengan

pemberian dosis rendah heparin dan aspirin pada antenatal. Kehamilan

39

Page 40: PENDAHULUAN Antifosfolipid

dengan SAF walaupun diobati, kematian janin / abortus masih dapat

terjadi dan masih sering juga ditemui PE, gawat janin, gangguan

pertumbuhan janin dan partus prematurus.55

PENGOBATAN MEDIKAMENTOSA SINDROMA ANTIFOSFOLIPID

1. Antikoagulan dan Antiagregasi Trombosit

Pengobatan yang rasional pada SAF adalah pemberian antikoagulan

dan antiagregasi trombosit.

Pemberian antikoagulan bisa diberikan prefarat yang tidak melewati

sawar plasenta seperti heparin yang berfungsi untuk pencegahan

proses pembentukan tromboemboli vaskuler. Dosis heparin yang

diberikan disesuaikan hingga tercapai keadaan dimana tidak terjadi

kekambuhan proses trombosis, yaitu ditemukan nilai INR (The

International Normalized Ratio) : 2,6 (2,0 – 3,0) 55

Dosis Heparin VFH adalah 10.000 – 26.600 U/Hari.

Penggunaan aspirin dosis 60 – 100mg/hari efektif untuk SAF melalui

penurunan rasio tromboksan-prostasiklin dan penurunan resistensi

protein C.

Kombinasi heparin VFH 10.000 – 26.600 U/hari dan aspirin 60 – 100

mg/hari dapat meningkatkan keberhasilan kehamilan 70 – 80%,

bahkan mencapai lebih dari 90% pada pemakaian LMWH dan

aspirin.69

40

Page 41: PENDAHULUAN Antifosfolipid

2. Glukokortikoid

Pemberian kortikosteroid prednison dengan / tanpa heparin dalam

jangka panjang dapat meningkatkan morbiditas perinatal dan maternal,

dimana terjadi peningkatan kejadian PE, ketuban pecah dini.

Oleh karena itu pemakaian kortikosteroid sebaiknya dibatasi pada

pemakaian jangka pendek misalnya : untuk perangsangan

pematangan alveoli dan vaskuler paru apabila ditemukan komplikasi

yang mengharuskan terminasi kehamilan pada usia kurang bulan.

Dosis glukokortikoid betametason intra muskuler dosis sekali 12

mg/hari atau deksametason dosis 6 mg/hari, 2x /hari peroral selama 4

hari.4

3. Pengobatan lain

Penggunaan Immuno globulin Intravena (IVIG) digunakan pada SAF

dengan tujuan pencegahan perburukan janin melalui penekanan kadar

ACLA dan LA.

Dosis 400 mg/kg BB selama 5 hari setiap bulan, yang mana

menunjukkan keberhasilan kehamilan 62 – 79%.70

Pemberian antibiotika ciprofloxacin pada SAF selain berkhasiat

antikoagulan melalui penurunan konsentrasi antibodi 2 – glikoprotein,

penurunan APTT, dan meningkatkan jumlah trombosit, juga

meningkatkan IL-3 (Interleukin-3) dan GM-CSF (Granulocyte –

41

Page 42: PENDAHULUAN Antifosfolipid

Macrophage Colony Stimulating Factor) yang diperlukan untuk

pertumbuhan plasenta (Blank dkk 1998) 72

Suplemen kalsium (Kalsium karbonat dosis 2000 mg/hari) serta vitamin

D disertai senam ringan, sebaiknya diberikan selama pengobatan

dengan heparin, sekalipun digunakan LMWH, karena sekalipun kecil

masih dapat dijumpai risiko osteoporesis (Welch & Brawd 1997).

Pemberian asam folat dosis 1 mg/hari dianjurkan untuk pencegahan

defek tubulus neural.21

PERSALINAN PADA SINDROMA ANTIFOSFOLIPID

Segera setelah memasuki masa inpartu, pemberian heparin harus

dihentikan. Apabila ditemukan indikasi untuk terminasi perabdominal,

pemberian LMWH diganti 2 hari sebelumnya dengan VFH dosis 5-

10.000 U, yang dihentikan 6-8 jam sebelum tindakan dilakukan

pembedahan. Bila hanya digunakan LMWH, maka tindakan

pembedahan dilakukan 24 jam setelah pemberian dosis terakhir.

Pada masa postpartum, pemberian antikoagulan dihentikan secara

bertahap (tappering off) untuk mencegah resiko tromboemboli dalam 3

bulan pertama postpartum.73

42

Page 43: PENDAHULUAN Antifosfolipid

BAB VII

RINGKASAN

Sindroma Antifosfolipid dalam kehamilan menunjukkan gejala

meningkatnya resiko abortus dan kematian janin yang diakibatkan oleh

berbagai proses immunopatogenik pada plasenta yang dihubungkan

dengan terbentuknya trombosis. Pemberian antikoagulan dan antiagregasi

trombosit secara efektif dapat meningkatkan keberhasilan kehamilan.

Sindroma Antifosfolipid dalam kehamilan merupakan kelainan yang

disebabkan oleh APA yang ditemukan dalam bidang Obstetri dan

Ginekologi dan dapat menyebabkan kematian janin berulang, morbiditas

maternal dan infertilitas akibat terbentuknya trombosis akan terhambatnya

proses fibrinolitik, yang saat ini dapat diobati dengan hasil yang

memuaskan.

Diagnosa SAF dalam kehamilan dapat ditegakkan dengan menemukan

kriteria klinik dan kriteria laboratorium sedangkan pemeriksaan

histopatologik dilakukan untuk memastikan adanya tanda peradangan /

trombosis pada dinding pembuluh darah plasenta dan villi plasenta.

43

Page 44: PENDAHULUAN Antifosfolipid

KEPUSTAKAAN

1. Hathaway WE and Good Night SH. Antiphospholipid antibodies in

Disorders of Hemostatis and Thrombosis. A Clinical Guide McGraw

Hill. 362-9.1993.

2. Arnout J and Carera SL. The antiphospholipid syndrome in

Cardiovascular Thrombosis Edr. Verstraete et al Lippincott-Raven 759-

79.1998.

3. Tambunan KL : Miscarriage or recurrent miscarrage Syndromes and

infertility caused by procoagulant defect.

4. Wilson WA, Gharavi AE,Koike T. International concensus statement of

preliminary classification criteria for definite antiphospholipid syndrome.

Report of an International Workshop. Arthritis Rheum 1999; 7 :1309-

11.

5. Derue GJm Englert JH, Harris EN. Et al. Fetal loss in systemic lupus:

association with anticardiolipin antibodies. J Obstet Gynecol 1985 ;

5:207-9.

6. Hughes GRV.1993. The antiphospholipid syndrome ; ten years on.

Lancet 342. 341 – 5.

44

Page 45: PENDAHULUAN Antifosfolipid

7. Hughes GRV. 1984. Connective tissue disease and the skin. Clin Exp

Dermatol 9. 535 – 44.

8. Weinstein C. Miller M. Axten S IR. Livido retikuloris associated with

increased titers of anticardiolipin antibodies in systemic lupus

erytematosus. Arsh Dermatol 1987. 123 : 596.

9. Eng, Ann, Cutaneous expression of antiphospholipid syndrome. Sem –

Tromb-Hemost. 1994.20.71.

10.Montalgan J. Condina A. Ordi J, Vilardel M. Khasuska. MA Hughes

GRV. Antiphospholipid antibodies in cerebral ischemia stroke.

1991.22.751-753.

11.Asherson RA. Mercy D, Philips G et al. Recurrent stroke and multi

infarct dementia in SLE associated with antiphospholipid antibodies.

Ann Rheum Dis. 1987. 46.605-11.

12.Englert H, Hawkes C. Bocy M. Dago’s disease : Association with

cardiolipin antibodies and the lupus anticoagulant. Brit Med J.

1984.289.576.

13.Levine SR. Langer SL. Albers JW. Sneddon’s syndrome an

antiphosphilipid antibodi syndrome. Neurology, 1988. 38. 798.

14.Frampton G.Winner JB, Cameron JS. Severe Guillane Barre

syndrome. An association with IgA anticardiolipin antibody in a series

of 92 patient. J Neuro immunol 1988. 19.133.

15.Levin S, Welch K. The spectrum of neurologic disease associated with

cardiolipin antibodies. Arch Neurol 1987;44.876.

45

Page 46: PENDAHULUAN Antifosfolipid

16.Oppenheimer S, Hoffbrand B. Optic Neuritis and myelopathy in

systemic lupus erythematosus. Can J Neurol Sci 1986.13.128.

17.Hamstein A, Norberg R, Bjorkholm M. de Faire U, Holm G.Antibodies

to cardiolipin in young survivor of myocardial infarction : an association

with recurrent cardiovascular events. Lancet 1986 :1 : 113 – 16.

18.Khamastha MA. Cervera R. Asherson RA. et al. Association of

antibodies against phospholipids with heart valve disease in systemic

lupus erythematosus. Lancet. 1990 ; 335 : 1541-44.

19.Cervera R, Khamashta MA. Font J. et al. High prevalence of significant

heart valve lesions in patienst with the primary antiphospholipid

syndrome. Lupus 1991 : 1:43-8.

20.Asherson RA. The catastrophic antiphospholipid syndrome. J

Rheumatol 1992; 19: 508-12.

21.Welsch S, Branch DW. Antiphospholipid syndrome in pregnancy.

Rheum Dis Clin N Am 1997; 23 : 71-84.

22.Branch DW, Silver RM, Pirangeli S, et al. Outcome of treated

pregnancies in women with antiphospholipid syndrome : An update of

the Utah experience. Obstet Gynecol 1992; 80 : 614-20.

23.Locksin MD. Pregnancy loss in the antiphospholipid syndrome. Tromb

Haemos 1999; 82 : 641-8.

24.Branch DW, Andres R, Digre KB, Rote NS, Scott JR. The Association

of Antiphospholipid Antibodies with Severe Pre eclampsia. Obstet

Gynecol 1989; 73 : 541-5.

46

Page 47: PENDAHULUAN Antifosfolipid

25.Rao AA, Ananthakrishna NC. Anticardiolipin antibodies in eclampsia.

Int J. Gynecol Obstet 1992; 38 : 37-40.

26.Birdsall M, Pattison N, Chamley L. Antiphospholipid Antibodies in

Pregnancy. Aust NZ J Obstet Gynaecol 1992; 32 : 328-30.

27.Buchanan NMM. Khamastha MA. Morton KE. Kerslake S. Baguley E,

Hughes GRV. A study of 100 high risk lupus pregnancies. Am J

Reprod Immunol 1992; 28 : 192-94.

28.Kochenour NK. Branch DW. Rote NS, Scott JR. A new postpartum

syndrome associated with antiphospholipid antibodies. Obstet Gynecol

1987 : 69 :460-8.

29.Nayar R, Lage JM. Placental changes in a first trimester abortion in

maternal systemic lupus erythematosus with antiphospholipid

syndrome: A case report and review of the literature. Hum Pathol.

1996;27:201-6.

30.Khong TY, De Wolf F, Robertson WB, et al. Inadequate maternal

vascular response to placentation in pregnancies complicated by

preeclampsia and by small-for-gestational age infants. Br J Obstet

Gynaecol. 1986;93:1049-59.

31.Lockshin MD. Pathogenesis of the antophospholipid antibody

syndrome. Lupus. 1996;5:404-8.

32.Campbell AL, Pierangeli SS, Welhausen S, et al. Comparison of the

effects of the anticardiolipin antibodies from patiens with the

antiphospholipid syndrome and with syphilis on platelet activation and

aggregation. Thromb Haemost. 1995;73:529-34.

33.Peaceman AM, Rehnberg KA. The Immunoglobulin G fraction from

plasma containing antiphospholipid antibodies caused increased

47

Page 48: PENDAHULUAN Antifosfolipid

placental thromboxan production. Am J Obstet Gynrcol,

1993;167:1543-7.

34.Peacemen AM, Rehnberg KA. The effect of Immunoglobulin G

fractions from patients with lupus anticoagulant on placental

prostacyclin and thromboxan production. Am J Obstet Gynecol.

1993;169:1403-6.

35.Lubbe WF, Liggins GC. Lupus anticoagulant and pregnancy. Am J

Obstet Gynecol 1985; 153 : 322-7.

36.Branch DW. Antiphospholipid Antibodies and Pregnancy : Maternal

Implications, Semin Perinatal 1990; 14 : 139-46.

37.Ayres MA, Sulak PJ. Pregnancy Complicated by Antiphospholipid

Antibodies. South Med J 1991; 84: 266-9.

38.David N. Munday and Warren RJ : Pregnancy Complicated by the

Antiphospholipid syndrome. Aust NZ. J Obstet Gynecol 33.3 : 255-8.

39.Bowie EJW. Thompson JH Jr. Pascuzzi CA. Owen CA Jr. Thrombosis

in systemic lupus erythematosus despite circulating anticoagulants. J.

Lab Clin Med 1963;62:416-30.

40.Dariou P.Tabelem G, Belucci S. Effect of lupus anticoagulant on

antithrombogenic properties of endothelial cells : Inhibition of

thrombomodulin-dependent protein C activation. Thromb Haemost

1988:60:54.

41.Cosgriff TM. Martin BA. Low functional and high antigenic

antithrombin III level in a patient with the lupus anticoagulant.

Arthritis Rheum 1981 ; 24 : 94.

42.Khamashta MA. Harris EN, Gharavi AE. Immune mediated

mechanism for thrombosis : antiphospholipid antibody binding to

platelet membranes. Ann Rheum Dis 1988; 47 : 849.

48

Page 49: PENDAHULUAN Antifosfolipid

43.Carreras L, Defreyn G, Manchin S. Arterial thrombosis. Intrauterin

death and lupus anticoagulant : Detection of immunoglobulin interfering

with prostacyclin formation Lancet 1981 : 1 : 244.

44.Angeles-Cano E, Sultan Y; Clauvel JP. Predisposing factors to

thrombosis in systemic lupus erythematosus. Possible relationship to

endothelial cell damage. J Lab Clin Med 1979 : 94 : 312.

45.Sanfellipo MJ. Drayna CJ, Prekallikrein inhibition association with the

lupus anticoagulant. Am J Clin Pathol 1982 : 77 : 275.

46.Branch DW, Dudley DJ, Mitchell MD, et al. Immunoglobulin G fractions

from patients with antiphospholipid antibodies cause fetal death in

Ba1b/c mice: a model for autoimmune fetal loss. Am J Obstet Gynecol.

1990;163:210-6.

47.Pierangelli SS, Davis SA, Haris EN. Induction of phosppholipid binding

antibodies in mice and rabbits by immunization with human β2

glycoprotein 1 or anticardiolipin antibodies alone. Clin Exp Immunol.

1993;78:233-8.

48.Witjaksono J : Sindroma Antifosfolipid dalam kehamilan. Simposium

antifosfolipid KOGI XI Denpasar Bali, 4 Juli 2000.

49.Pierro E, Cirino G, Bucci MR, et al. Antiphospholipid antibodies inhibit

prostaglandin release by decidual cells of early pregnancy : possible

involvement of extracellular secretory phospholipase A2. FertilSteril

1999;71 : 342-346.

49

Page 50: PENDAHULUAN Antifosfolipid

50.Oosting SD, Derksen RHWM, Bobbink IWG, et al. In vitro studies of

antiphospholipid antibodies and its cofactor, beta 2-glycoprotein I,

show negligible effects on endothelial cell mediated protein CC

activation. Thromb Haemost 1991; 66 : 666-71.

51.Oosting JD, Derksen RHWM, Bobbink IWG,et al. Antiphospholipid

antibodies directed against a combination of phospholipid with

prothrombin, protein C or protein S. an explanation for their pathogenic

mechanism ? Blood 1993 ; 81 : 2818-25.

52.Bick RL. The antiphospholipid thrombosis syndromes : A common

multidisciplinary medical problem. Clin Appl Thromb Haemos 1997; 3 :

270 - 83.

53.Nimpf J, Wurm H, Kostner GM. Beta 2-glycoprotein I (apo-H) inhibits

the release reaction of human platelets during ADP-induced

aggregation. Atherosclerosis 1987; 63 : 109-14.

54.Shi W, Chong BH, Hogg PJ, et al. Anticardiolipin antibodies block the

inhibition by beta 2- glycoprotein I of the factor Xa generating activity of

platelets. Thromb Haemost 1993; 70 : 342-5.

55.Petri MP, Roubenoff R, Nadeau M, et al. HHHomocycteine (HC) : An

independent risk factor for stroke in systemic lupus erymathosus (SLE)

(abstr). Arthritis Rheum 1994 ; 37 : S281.

56.Bick RL, Kaplan H. Syndromes of thrombosis and hypercoagulability :

Congenital and acquired causes of thrombosis. Med Clin N Am 1988;

82 : 409 – 58.

57.Rand JH, Wu XX, Guller S, et al. Antiphospholipid immunoglobulin-G

antibodies reduce annexin V level on syncytiotrophoblast apical

membranes and in culture media of placental villi. Am J Obstet

Gynecol 1997 ; 177 : 918-23.

50

Page 51: PENDAHULUAN Antifosfolipid

58.Salafia CM, Parke AL. Placental pathology in systemic lupus

erythematosus and phospholipid antibody syndrome. Rheum Dis Clin

N Am 1997 ; 23 : 86-97.

59.Dommisse J, Tiltman AJ. Placental bed biopsy in placental abrupsio.

Br J Obstet Gynaecol 1992 ; 99 : 651 – 7.

60.Out HJ, Kooijman CD, Bruinse HW, et al. Histopathological findings in

placentae from patients with intra-uterine fetal death and anti-

phospholipid antibodies. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol 1991 ; 41 :

179 – 86.

61.Lacasing L, Campa JS, Parmar K, et al. Normal expression of cell

adhesion molecules in placentae from women with systemic lupus

erythematosus and the antiphospholipid syndrome. Placenta 2000; 21 :

142-9.

62.Oshiro BT. Silver RM, Scott JR, et al. Antiphospholipid antibodies and

fetal death. Obstet Gynecol 1996; 87 : 489-93.

63.Wilson WA, Gharavi AE, Koike T, et al. International Consensus

statement on preliminary classification criteria for definite

antiphospholipid syndrome: report of an international workshop.

Arthritis Rheum, 1999;160:439-43.

64.Lima F, Khamashta MA, Buchanan NMM, et al. A study of sicty

prgnancies in patients with the antiphospholipid syndrome. Clin Exp

Rheumatol 1996 ; 14 : 131-6.

65.Harris EN : Syndrome of the Black Swan. Br J Rheumatol 1987;

26:324-6.

66.Harris EN, Gharavi AE, Tincani A, et al : Affinity purified anti-cardiolipin

and anti-DNA antibodies. J Clin Lab Immunol 1985; 17:155-62.

67.Goldsmith GH, Pierangeli SS, Branch DW, et al: Inhibition of

prothrombin activation by antiphospholipid antibodies and 2

glycoprotein 1. Br J Haematol 1994 (in press).

51

Page 52: PENDAHULUAN Antifosfolipid

68.Oosting JD, Deksen RHWM, Entjes TI, et al : Lupus anticoagulant is

frequently dependent on the presence of 2 glycoprotein 1. Thromb

Haemost 1992 ; 67 : 499 – 502.

69.Triplett DA : Annotation. Laboratory Identification of the lupus

anticoagulant. Br J Haematol 1989 ; 73 : 139-42.

70.Boda Z, Laszlo P, Pfliegler G, et al. Thrombophilia, antigoagulant

therapy and pregnancy. Orvosi Hetilap 1998 ; 139 : 3113 – 6.

71.Hill JA. Recurrent pregnancy loss – Part II. In : Ryan L. Kistner’s

Gynecology & women’s health, 7th ed. Philadelphia : Mosby, 1999:409-

22.

72.Blank M, George P, Fishman P, et al. Ciprofloxacin immunomodulation

of experimental antiphospholipid syndrome associated with elevation of

interleukin-3 and granulocyte-macrophage colony-stimulating factor

expression. Arthritis Rheum 1998 ; 41 : 224 – 32.

73.Wijaksono J, Atmakusuma D, Surjans EJ, dkk. Disampaikan pada

simposium “Thrombosis In Pregnancy”, PIT – XII POGI, Palembang

2001.

52