hukum pendahuluan

40
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan makmur. Sebaliknya berhasilnya pembangunan tergantung partisipasi seluruh rakyat, yang berarti pembangunan harus dilaksanakan seluruh rakyat secara merata oleh segenap lapisan masyarakat. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional yang diatur dalam undang-undang No. 17 Tahun 2007 adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional yang merupakan jabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan nasional untuk masa 20 tahun ke depan yang mencakupi kurun waktu mulai dari tahun 2005 hingga tahun 2025 yang disepakati bersama, sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi satu dengan lainnya didalam satu pola sikap dan pola tindak. Pembangunan di bidang fisik dewasa ini perkembangannya seiring dengan tuntutan kebutuhan masyarakat, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembangunan fisik seperti gedung sekolah, jalan tol, rumah sakit dan lain-lain termasuk pembangunan jaringan telekomunikasi seperti tower adalah obyek dari 1 Universitas Sumatera Utara

description

hasil pendahuluan pertama

Transcript of hukum pendahuluan

Page 1: hukum pendahuluan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan

kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil pembangunan harus dapat dinikmati

seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan

makmur. Sebaliknya berhasilnya pembangunan tergantung partisipasi seluruh rakyat,

yang berarti pembangunan harus dilaksanakan seluruh rakyat secara merata oleh

segenap lapisan masyarakat. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional

yang diatur dalam undang-undang No. 17 Tahun 2007 adalah dokumen perencanaan

pembangunan nasional yang merupakan jabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintah

Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan

nasional untuk masa 20 tahun ke depan yang mencakupi kurun waktu mulai dari

tahun 2005 hingga tahun 2025 yang disepakati bersama, sehingga seluruh upaya yang

dilakukan oleh pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif, dan saling

melengkapi satu dengan lainnya didalam satu pola sikap dan pola tindak.

Pembangunan di bidang fisik dewasa ini perkembangannya seiring dengan

tuntutan kebutuhan masyarakat, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pembangunan fisik seperti gedung sekolah, jalan tol, rumah sakit dan lain-lain

termasuk pembangunan jaringan telekomunikasi seperti tower adalah obyek dari

1

Universitas Sumatera Utara

Page 2: hukum pendahuluan

2

perjanjian, khususnya perjanjian pemborongan bangunan. Perjanjian pemborongan

bangunan dilihat dari sistem hukum merupakan salah satu komponen dari hukum

bangunan (bouwrecht). Bangunan di sini mempunyai arti yang luas, yaitu segala

sesuatu yang didirikan di atas tanah. Dengan demikian yang dinamakan hukum

bangunan adalah seluruh perangkat peraturan perundang-undangan yang

berhubungan dengan bangunan, meliputi pendirian, perawatan, pembongkaran,

penyerahan, baik yang bersifat perdata maupun publik.1

Di Indonesia proyek-proyek pembangunan fisik tersebut datang dari

pemerintah, swasta domestik maupun asing. Sedangkan pelaksanaannya hanya

sebagian kecil yang ditangani pemerintah, selebihnya sangat diharapkan peran serta

pihak swasta baik sebagai investor maupun sebagai kontraktor. Dalam hal ini

kontraktor bekerja dengan sistem pemborongan pekerjaan. Itulah sebabnya kontraktor

disebut rekanan karena kontraktor dianggap sebagai rekan/mitra kerja. Untuk

memberikan kesempatan berpartisipasi serta memberikan kesempatan berusaha bagi

swasta maka dapat dibedakan darimana asal pekerjaan pemborongan pekerjaan

tersebut, yaitu :2

a. Perjanjian pemborongan pekerjaan yang berasal dari pemerintah untuk pengadaan

barang dan jasa dilakukan melalui proses lelang.

b. Perjanjian pemborongan pekerjaan yang berasal dari swasta yang diperoleh

langsung sebagai hasil perundingan antara pemberi tugas (swasta) dengan

1 Pasal 1601 huruf (b) KUH Perdata.2 Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: hukum pendahuluan

3

pemborong (swasta). Borongan pekerjaan yang berasal dari pihak swasta dan

dikerjakan oleh perusahaan jasa konstruksi (pemborong) tersebut perlu dibuat

suatu perjanjian atau kontrak yang mengikat kedua belah pihak.

PT. Telkomsel sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa

telekomunikasi, juga sering kali harus bekerjasama dengan pihak lain dalam proses

pembangunan fisik, misalnya pembangunan tower dengan perusahaan mitra kerja.

Pembangunan tower telkomsel dimaksudkan untuk peningkatan kualitas dan

kwantitas pelayanan sekaligus pula sebagai pengembangan dan perluasan jaringan

komunikasi telkomsel agar dapat digunakan secara lebih efektif dan efesien oleh para

pelanggannya. Tower telkomsel adalah suatu bangunan yang berupa tiang pemancar

komunikasi yang berfungsi untuk menangkap sinyal frekuensi radio agar dapat

memperlancar jaringan komunikasi antar sesama pelanggan telkomsel. Jangka waktu

pelaksanaan pembangunan tower telkomsel sesuai dengan perjanjian pada umumnya

adalah 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya Surat Perintah Kerja (SPK). Dalam

pelaksanaan pembangunan tower tersebut ada faktor resiko yang harus dihadapi baik

oleh telkomsel maupun oleh developer (pelaksana pembangunan) resiko tersebut

dapat berupa radiasi sinyal yang berasal dari tower yang cukup kuat yang dapat

membahayakan masyarakat disekitarnya, resiko rubuhnya tower baik pada saat

pelaksanaan pembangunan maupun pada saat telah selesainya pelaksanaan

pembangunan tower tersebut. Resiko yang dihadapi tersebut harus dapat

diminimalisir oleh pihak telkomsel maupun oleh developer. Pada saat pelaksanaan

pekerjaan pihak developer meminimalisir resiko bahaya dengan cara menggunakan

Universitas Sumatera Utara

Page 4: hukum pendahuluan

4

bahan-bahan material bangunan yang telah sesuai dan diakui berdasarkan standard

internasional. Di samping itu digunakan juga alat anti radiasi pada tower tersebut

sehingga radiasi yang ditimbul dari tower dapat diminimalisir. Pihak telkomsel dalam

mengantisipasi rubuhnya tower wajib mengasuransikan tower tersebut. Apabila tower

yang telah terpasang dan telah selesai pembangunan rubuh maka penggantian rugi

dapat dilaksanakan oleh pihak asuransi dalam mengkafer seluruh kerugian yang

ditimbulkan oleh rubuhnya tower telkomsel tersebut. Pemilihan lahan/bangunan

tempat didirikannya tower telkomsel didasarkan kepada perhitungan kwantitas sinyal

frekuensi yang dihasilkan ditempat tersebut. Semakin banyak sinyal frekuensi yang

dihasilkan disuatu lahan/bangunan maka semakin strategis pendirian tower di lokasi

tersebut. Dengan demikian pendirian tower telekomunikasi tidak dapat dilakukan

disembarang tempat karena apabila pembangunan tower telekomunikasi tersebut

dilakukan di lokasi yang tidak memiliki sinyal frekuensi yang baik maka akan

berdampak sia-sia dalam peningkatan kualitas dan kuantitas jaringan telekomunikasi.

Pelaksanaan perjanjian pembangunan tower telekomunikasi ini tunduk

kepada hukum perjanjian, khususnya perjanjian pemborongan. Pembangunan tower

merupakan proses pembangunan jaringan telekomunikasi. Berdasarkan Pasal 1 angka

(6) Undang-undang NO. 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi dinyatakan bahwa

jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan

kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi. Selanjutnya di dalam

Pasal 8 undang-undang diatur bahwa penyelenggaraan jaringan telekomunikasi bisa

dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah

Universitas Sumatera Utara

Page 5: hukum pendahuluan

5

(BUMD), badan usaha swasta atau koperasi. Oleh karena itu, pembangunan tower ini

bisa dilakukan oleh perusahaan mitra kerja, baik pihak swasta maupun pemerintah.

Perjanjian pemborongan bangunan sebagaimana disebutkan di atas, tunduk

pada hukum perjanjian secara umum yang diatur oleh KUHPerdata Buku III tentang

Perikatan, dimana hal tersebut mengatur dan memuat tentang hukum kekayaan yang

mengenai hak-hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-

pihak tertentu.3 Sedangkan menurut teori ilmu hukum, hukum perjanjian digolongkan

kedalam hukum tentang diri seseorang dan hukum kekayaan karena hal ini

merupakan perpaduan antara kecakapan seseorang untuk bertindak serta berhubungan

dengan hal-hal yang diatur dalam suatu perjanjian yang dapat berupa sesuatu yang

dinilai dengan uang.4

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata perjanjian pemborongan

disebut dengan istilah pemborongan pekerjaan. Menurut Pasal 1601 huruf (b)

KUH Perdata, pemborongan pekerjaan adalah persetujuan dengan nama pihak yang

satu (si pemborong), mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi

pihak yang lain (pihak yang memborongkan), dengan menerima suatu harga yang

ditentukan. Jadi dalam perjanjian pemborongan hanya ada dua pihak yang terkait

dalam perjanjian pemborongan yaitu pihak kesatu disebut pihak yang memborongkan

atau prinsipal dan pihak kedua disebut pihak pemborong kontraktor.5

3 R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, (Bandung : Bina Cipta, 1979), hal. 49.4 R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata=Burgerlijk

Wetboek (terjemahan), Cet. 28, (Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 1996), hal. 323.5 FX. Djumialdji, Perjanjian Pemborongan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1995), hal. 3

Universitas Sumatera Utara

Page 6: hukum pendahuluan

6

Secara garis besar, tatanan hukum perdata Indonesia memberikan peluang

yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk saling mengadakan perjanjian tentang apa

saja yang dianggap perlu bagi tujuannya. Sebagaimana ketentuan Pasal 1338 KUH

Perdata yang menyatakan perlu bagi tujuannya. Sebagaimana ketentuan Pasal 1338

KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagaimana undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Mensikapi hal

tersebut R. Subekti menjelaskan bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian yang

berupa dan berisi apa saja (atau tentang apa saja) dan perjanjian itu akan mengikat

mereka yang membuatnya seperti undang-undang. Atau dengan perkataan lain,

perjanjian tersebut merupakan suatu undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Pasal-pasal dari hukum perjanjian hanya berlaku, apabila tidak mengadakan aturan-

aturan sendiri dalam perjanjian-perjanjian yang dibuat tersebut.6

Menurut R. Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana ada seorang

berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan

suatu hal.7

Menurut Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal, perjanjian adalah suatu

persetujuan antara dua orang atau lebih, tidak hanya memberikan kepercayaan tetapi

secara bersama-sama saling pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa

mendatang oleh seseorang atau keduanya dari mereka.8 Hubungan kedua orang yang

6 R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Intermasa, 1987), hal. 14.7 Syahmin, Hukum Kontrak Internasional, Cet. 1, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006),

hal. 1.8 Salim, H.S, Op.cit.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: hukum pendahuluan

7

bersangkutan mengakibatkan timbulnya suatu ikatan yang berupa hak dan kewajiban

kedua belah pihak atas suatu prestasi.

Salim, H.S, perjanjian adalah hubungan hukum antara subjek hukum yang

satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan. Perlu diketahui

bahwa subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum

yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah

disepakatinya.9

Menurut M. Yahya Harahap, perjanjian adalah suatu hubungan hukum

kekayaan harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada

satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain

untuk menunaikan prestasi. Dari pengertian ini dapat dijumpai beberapa unsur antara

lain hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara

dua orang (person) atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada

pihak lain tentang suatu prestasi.10

Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi di atas adalah :11

a. Adanya hubungan hukum

Hubungan hukum merupakan hubungan yang menimbulkan akibat hukum.

Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban.

b. Adanya subjek hukum

Subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban.

9 Ibid, hal. 17.10 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Cet. II, (Bandung : Alumni, 1986), hal. 6.11 J. Satrio, Hukum Perjanjian, (Bandung : PT. Citra Aditya, 1992), hal. 322.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: hukum pendahuluan

8

c. Adanya prestasi

Prestasi terdiri atas melakukan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat

sesuatu.

d. Dibidang harta kekayaan

Perjanjian pemborongan secara khusus di dalam KUH Perdata disebut dengan

istilah pemborongan pekerjaan. Menurut Pasal 1601 huruf (b) KUH Perdata,

pemborongan pekerjaan adalah persetujuan dengan nama pihak yang satu

(si pemborong), mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi

pihak yang lain (pihak yang memborongkan), dengan menerima suatu harga yang

ditentukan. Jadi dalam perjanjian pemborongan hanya ada dua pihak yang terkait

dalam perjanjian pemborongan yaitu pihak kesatu disebut pihak yang memborongkan

atau prinsipal dan pihak kedua disebut pihak pemborong kontraktor.12

Perjanjian pemborongan antara pihak pemborong dengan perorangan sebagai

pemberian borongan dibuat oleh kedua belah pihak, sedangkan perjanjian

pemborongan antara pemborong dan pemerintah sebagai pemberian borongan sebagai

peraturan standar, yaitu peraturan tentang syarat-syarat umum perjanjian

pemborongan yang berlaku sejak tahun 1941, algemene vooawaarden voor de

uitvoering bij van openbare werken in Indonesia (selanjutnya disingkat dengan AV),

12 FX. Djumialdji, Perjanjian Pemborongan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1995), hal. 3.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: hukum pendahuluan

9

yang terjemahannya adalah syarat-syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan

pekerjaan umum di Indonesia.13

Perjanjian pemborongan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999

tentang jasa konstruksi bahwa penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi tahap

perencanaan dan tahap pelaksanaan beserta pengawasannya yang masing-masing

tahap dilaksanakan melalui kegiatan penyiapan, pengerjaan, dan pengakhiran. Di

dalam Keputusan Presiden No. 29 Tahun 1984 tentang Pedoman Pelaksanaan

Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (selanjutnya disingkat Keppres Nomor 29

Tahun 1984), bahwa perjanjian pemborongan itu harus dengan harga yang pasti.

Perjanjian pemborongan atas dasar “cost plus fee” dilarang. Cost plus fee adalah

biaya pemborongan yang jumlahnya tidak dinyatakan dengan pasti terlebih dahulu,

melainkan akan ditetapkan kemudian dengan menghitung biaya ditambah dengan

upahnya (keuntungannya).14

Perjanjian pemborongan khususnya dalam pembangunan tower ini akan

menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara PT. Telkom dengan pihak

perusahaan mitra kerja selaku pemborong pekerjaan tersebut. Hubungan hukum

antara kedua belah pihak adalah merupakan hubungan hukum keperdataan, yang

13 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan Bangunan,(Yogyakarta : PT. Liberty, 1982), hal. 54.

14 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Liberty, 1986),hal. 96.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: hukum pendahuluan

10

tunduk pada hukum perjanjian atau hukum kontrak, sehingga kedua belah pihak

mempunyai posisi dan kedudukan yang sama.15

Hubungan hukum antara kedua belah pihak (PT. Telkom dan perusahaan

mitra kerja) dalam hal pemborongan pekerjaan (pembangunan Tower milik

PT. Telkomsel) sebagaimana tersebut di atas, tidak terlepas dari harus terpenuhinya

syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian seperti yang tercantum dalam Pasal

1320 KUHPerdata, antara lain sebagai berikut :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu

perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang

membuatnya.

Banyak aspek yuridis yang harus diperhatikan oleh kedua belah pihak dalam

perjanjian pemborongan ini khususnya yang terkait dengan tanggung jawab para

pihak. Permasalahan mungkin saja terjadi misalnya menyangkut batas waktu

15 Hukum perjanjian di Indonesia menganut asas kebebasan dalam hal membuat perjanjian(beginsel der contracts vrijheid). Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata yangmenerangkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagimereka yang membuatnya. Sebenarnya yang dimaksudkan oleh pasal tersebut tidak lain daripernyataan bahwa setiap perjanjian mengikat kedua belah pihak. Tetapi dari pasal ini kemudian dapatditarik kesimpulan bahwa orang leluasa untuk membuat perjanjian apa saja asal tidak melanggarketertiban umum atau kesusilaan. Orang tidak saja leluasa untuk membuat perjanjian apa saja, bahkanpada umumnya juga diperbolehkan mengeyampingkan peraturan-peraturan yang termuat dalamKUHPerdata. Sistem tersebut lazim disebut dengan sistem terbuka (openbaar system).

Universitas Sumatera Utara

Page 11: hukum pendahuluan

11

penyelesaian pekerjaan sesuai kontrak. Apabila hal tersebut tidak dilaksanakan sesuai

perjanjian, maka tentu akan menghambat penyelesaian pekerjaan yang dilaksanakan.

Selain itu permasalahan juga dapat timbul dari pihak pemberi pekerjaan

pemborongan bangunan (dalam hal ini PT. Telkomsel) menyangkut penyelesaian

pembayaran yang telah terjadwal sebagaimana yang telah diperjanjikan, yang

mungkin saja bisa terjadi keterlambatan. Selain masalah-masalah yang umum yang

telah disebutkan di atas, mungkin juga terjadi masalah-masalah lain, seperti

kesesuaian pembangunan dengan rancangan (design pembangunan), ukuran

bangunan, kualitas bangunan dan sebagainya. Oleh karena hal-hal tersebut di atas,

penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai aspek-

aspek yuridis dalam perjanjian pembangunan Tower PT. Telkomsel dengan

perusahaan mitra kerja di dalam sebuah tesis yang berjudul : “Tinjauan Yuridis

Pelaksanaan Perjanjian Pembangunan Tower Antara PT. Telkomsel Dengan

Perusahaan Mitra Kerja”.

B. Perumusan Masalah

Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah, sebagai berikut :

1. Apakah hubungan hukum yang timbul antara telkomsel dengan perusahaan mitra

kerja berdasarkan perjanjian sewa-menyewa lahan/bangunan dan perjanjian

pembangunan tower telekomunikasi telah sesuai dengan persyaratan mengenai

hukum perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata ?

Universitas Sumatera Utara

Page 12: hukum pendahuluan

12

2. Apakah pelaksanaan perjanjian pembangunan tower telekomunikasi antara

telkomsel dengan mitra kerja telah sesuai dengan ketentuan dan prosedur hukum

berdasarkan Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi ?

3. Hambatan-hambatan apa saja yang dapat terjadi pada pelaksanaan perjanjian

pembangunan Tower PT. Telkomsel dengan perusahaan mitra kerja tersebut, dan

bagaimana cara mengatasi hambatan tersebut ?

C. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa

penelitian tentang Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perjanjian Pembangunan Tower

PT. Telkomsel dengan perusahaan mitra kerja belum pernah dilakukan, baik dalam

judul, topik dan permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini adalah merupakan hal

yang baru dan asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuwan, yaitu jujur, rasional,

objektif dan terbuka, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya secara ilmiah dan terbuka untuk kritikan-kritikan yang sifatnya

membangun sehubungan dengan topik dan permasalahan dalam penelitian ini.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan

yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini, adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apakah hubungan hukum yang timbul antara PT. Telkom

dengan perusahaan mitra kerja telah sesuai dengan persyaratan mengenai hukum

perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: hukum pendahuluan

13

2. Untuk mengetahui pengaturan hukum atas pembangunan tower telekomunikasi

di Indonesia berdasarkan undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang

telekomunikasi.

3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dapat terjadi pada

pelaksanaan perjanjian pembangunan Tower PT. Telkomsel dengan perusahaan

mitra kerja tersebut, dan bagaimana cara mengatasi hambatan tersebut.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dapat dilihat dari 2 (dua) sisi

yaitu :

1. Secara Teoritis

Dari sudut penerapannya dalam ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat

memberi manfaat dan masukan dalam upaya penegakan hukum perjanjian

khususnya perjanjian pemborongan kerja sehingga akan lebih menjamin kepastian

hukum dan rasa keadilan bagi para pihak yang terkait.

2. Secara Praktis

a. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Pemerintah

dalam hal merumuskan kebijakan dan peraturan tehnis terkait dengan

perjanjian kerja pemborongan bangunan, yang selama ini masih tunduk pada

hukum perdata.

b. Bagi Dunia Pendidikan dan Akademisi

Universitas Sumatera Utara

Page 14: hukum pendahuluan

14

Penelitian ini diharapkan juga bermanfaat bagi dunia pendidikan dan

akademisi khususnya untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman

terkait dengan hukum perjanjian pemborongan bangunan sehingga dapat lebih

mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan.

c. Bagi Masyarakat

Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya

dalam rangka menciptakan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat

yang sebagai pihak yang terlibat dalam perjanjian pemborongan.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teoritis dalam penulisan ilmiah berfungsi sebagai pemandu untuk

mengorganisasi, menjelaskan dan memprediksi fenomena-fenomena dan atau objek

masalah yang diteliti dengan cara mengkontruksi keterkaitan antara konsep secara

deduktif ataupun induktif. Oleh karena objek masalah yang diteliti dalam tesis ini

berada dalam ruang lingkup ilmu hukum, maka konsep-konsep yang akan digunakan

sebagai sarana analisis adalah konsep-konsep, asas-asas, dan norma-norma hukum

yang dianggap paling relevan.

Teori yang digunakan untuk menganalisa tesis ini adalah teori keadilan yang

dipelopori oleh Aristoteles. Teori keadilan menyatakan bahwa setiap orang/pihak

wajib memperoleh hak dan kewajibannya secara seimbang (proporsional) dalam

suatu kesepakatan perjanjian. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 15: hukum pendahuluan

15

kesepakatan maka perlu dilihat apa itu perjanjian, dapat dilihat pasal 1313

KUHPerdata. Menurut ketentuan pasal ini, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan

mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Sebab Kesepakatan atau kata sepakat merupakan bentukkan atau merupakan unsur

dari suatu perjanjian (Overeenkomst) yang bertujuan untuk menciptakan suatu

keadaan dimana pihak-pihak yang mengadakan suatu perjanjian mencapai suatu

kesepakatan atau tercapainya suatu kehendak.16

Kata sepakat sendiri bertujuan untuk menciptakan suatu keadaan dimana

pihak-pihak yang mengadakan suatu perjanjian mencapai suatu kehendak. Menurut

Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian, adalah:17

“suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk

menimbulkan akibat hukum.”

Menurut Riduan Syahrani bahwa:18

“Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung bahwa para pihak yang

membuat perjanjian telah sepakat atau ada persetujuan kemauan atau menyetujui

kehendak masing-masing yang dilakukan para pihak dengan tiada paksaan,

kekeliruan dan penipuan.”

16 Pasal 1320 KUHPerdata17 Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2008), hl. 16.18 Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni, 2000),

hal. 214.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: hukum pendahuluan

16

Jadi yang dimaksud dengan kesepakatan adalah penyesuaian pernyataan

kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Tentang kapan

terjadinya persesuaian pernyataan, ada empat teori, yakni:19

1. Teori Pernyataan (uitingsheorie), kesepakatan (toesteming) terjadi pada saat

pihak yang menerima penawaran itu menyatakan bahwa ia menerima penawaran

itu.

2. Teori Pengiriman (verzendtheorie), kesepakatan terjadi apabila pihak yang

menerima penawaran mengirimkan telegram.

3. Teori Pengetahuan (vernemingstheorie), kesepakatan terjadi apabila pihak yang

menawarkan itu mengetahui adanya acceptatie, tetapi penerimaan itu belum

diterimanya (tidak diketahui secara langsung).

4. Teori Penerimaan (ontvangstheorie), kesepakatan terjadi saat pihak yang

menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.

Azas Konsensualitas mempunyai pengertian yaitu pada dasarnya perjanjian

terjadi sejak detik tercapainya kesepakatan, dimana perjanjian tersebut harus

memenuhi persyaratan yang ada, yaitu yang tertuang dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

Syarat sahnya suatu perjanjian seharusnya ditandai dengan adanya kata

sepakat secara suka rela dari para pihak. Pasal 1321 KUHPerdata yang mengatakan

19 Salim H.S, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika,2003), hal. 33-41.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: hukum pendahuluan

17

bahwa: Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau

diperbolehnya dengan paksaan atau tipuan.20

Dengan demikian jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat-syarat

subyektif, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan, sedangkan jika suatu perjanjian

yang dibuat oleh kedua pihak tidak memenuhi syarat objektif, maka perjanjian itu

adalah batal demi hukum.

Saat terjadinya persesuaian antara pernyataan dan kehendak antara kreditor

dan debitur, adakalanya tidak ada persesuaian. Mengenai ketidaksesuaian ini ada tiga

teori yang menjawab, yaitu:

1. Teori Kehendak (wilstheorie), bahwa perjanjian itu terjadi apabila ada persesuaian

antara kehendak dan pernyataan, kalau tidak maka perjanjian tidak jadi.

2. Teori Pernyataan (verklaringstheorie), kehendak merupakan proses batiniah yang

tidak diketahui orang lain. Akan tetapi yang menyebabkan terjadinya perjanjian

adalah pernyataan. Jika terjadinya perbedaan antara kehendak dan pernyataan

maka perjanjian tetap terjadi.

3. Teori Kepercayaan (vertouwenstheorie), tidak setiap pernyataan menimbulkan

perjanjian, tetapi pernyataan yang menimbulkan kepercayaan saja yang

menimbulkan perjanjian.

Ada tiga alternatif pemecahan dari kesulitan yang dihadapi ketiga teori di atas

sebagai berikut:

20 Subekti dan Titrosudibio, KUHPerdata, (Jakarta: Paramita), 1974.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: hukum pendahuluan

18

1. Dengan tetap mempertahankan Teori Kehendak yang menganggap perjanjian

terjadi jika tidak terjadi persesuaian, pemecahannya: pihak lawan mendapat ganti

rugi, karena pihak lawan mengharapkannya.

2. Dengan tetap mempertahankan Teori Kehendak, hanya pelaksanaanya kurang

ketat, yaitu dengan menganggap kehendak itu ada.

3. Penyelesaiannya dengan melihat pada perjanjian baku (standart contract), yaitu

suatu perjanjian yang didasarkan kepada ketentuan umum didalamnya. Biasanya

dalam bentuk formulir.

Dalam Burgelijk Wetboek (BW) yang kemudian diterjemahkan oleh R.

Subekti, SH dan R. Tjitrosudibio menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

bahwa mengenai hukum perjanjian diatur dalam Buku III tentang Perikatan, dimana

hal tersebut mengatur dan memuat tentang hukum kekayaan yang mengenai hak-hak

dan kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak tertentu.

Sedangkan menurut teori ilmu hukum, hukum perjanjian digolongkan kedalam

Hukum tentang Diri Seseorang dan Hukum Kekayaan karena hal ini merupakan

perpaduan antara kecakapan seseorang untuk bertindak serta berhubungan dengan

hal-hal yang diatur dalam suatu perjanjian yang dapat berupa sesuatu yang dinilai

dengan uang.21

21 R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata = BurgelijkWetboek (terjemahan), Cet. 28, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1996), hal. 323.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: hukum pendahuluan

19

Keberadaan suatu perjanjian atau yang saat ini lazim dikenal sebagai kontrak,

tidak terlepas dari terpenuhinya syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian

seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata, antara lain sebagai berikut:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu

perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang

membuatnya.

Istilah hukum perjanjian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu

contract law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah

overeenscomrecht.22 Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang

berjanji kepada seorang lain atau diaman dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal.23 Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua

orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dengan demikian perjanjian itu

menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya,

perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau

kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

22 Salim H.S, Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Cet II, (Jakarta: SinarGrafika, 2004), hal. 3.

23 Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. XII, (Jakarta: PT. Intermasa, 1990), hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: hukum pendahuluan

20

Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,

berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang

lain. Dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Maka

hubungan hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu

menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan. Hubungan hukum adalah

hubungan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum disebabkan karena karena

timbulnya hak dan kewajiban, dimana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan

kewajiban merupakan beban. Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam hukum

perjanjian dapat dikemukakan sebagai berikut:24

1. Adanya kaidah hukum

Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi dua macam, yakni tertulis

dan tidak tertulis. Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah kaidah-kaidah hukum

yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.

Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum

yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti: jual beli lepas, jual

beli tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum

adat.

2. Subyek hukum

Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai

pendukung hak dan kewajiban. Dalam hal ini yang menjadi subjek hukum dalam

24 Salim HS, Op Cit, hal. 4.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: hukum pendahuluan

21

hukum kontrak adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah orang yang

berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang berutang.

3. Adanya Prestasi

Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban debitur. Suatu

prestasi umumnya terdiri dari beberapa hal sebagai berikut:

a. Memberikan sesuatu;

b. Berbuat sesuatu;

c. Tidak berbuat sesuatu.

4. Kata sepakat

Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata ditentukan empat syarat sahnya perjanjian

seperti dimaksud di atas, dimana salah satunya adalah kata sepakat (konsensus).

Kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.

5. Akibat hukum

Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum.

Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban.

Dalam Pasal 1338 KUHPerdata disebutkan bahwa semua persetujuan yang

dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selama dengan sepakat kedua

belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup

untuk itu.

Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrak terdapat 5 (lima) asas yang

dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: asas

Universitas Sumatera Utara

Page 22: hukum pendahuluan

22

kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (consensualisme),

asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas

kepribadian (personality). Berikut ini adalah penjelasan mengenai asas-asas

dimaksud.

1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)

Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para

pihak untuk:25

a. Membuat atau tidak membuat perjanjian;

b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun;

c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta

d. Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.

2. Asas Konsensualisme (concensualism)

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata.

Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah

adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang

menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya diadakan secara formal, melainkan

cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah

25 Tirtodiningrat, K.R.T.M, Ihtisar Perdata dan Hukum Dagang, (Jakarta: Pembangunan,1966), hal. 83.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: hukum pendahuluan

23

persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.

Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman.

Didalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih

dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal.

3. Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda

merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt

servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati

substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-

undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang

dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal

1338 ayat (1) KUHPerdata. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja.

Dalam hukum gereja itudisebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada

kesepakatan antar pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini

mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak

merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun,

dalam perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti sebagai pactum,

yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan

formalitas lainnya. Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup dengan kata sepakat

saja.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: hukum pendahuluan

24

4. Asas Itikad Baik (good faith)

Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang

berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan

asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi

kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik

dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi

dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap

dan tingkah laku yang nyata dari subyek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak

pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan

(penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif. Berbagai putusan

Hoge Raad (HR) yang erat kaitannya dengan penerapan asas itikad baik dapat

diperhatikan dalam kasus-kasus posisi berikut ini. Kasus yang paling menonjol

adalah kasus sarong Arrest dan Mark Arrest. Kedua arrest ini berkaitan dengan

turunnya nilai uang (devaluasi) Jerman setelah Parang Dunia I.26

5. Asas Kepribadian (personality)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang

akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan

saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315

KUHPerdata menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan

perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas

bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan

26 Ibid, hal, 11.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: hukum pendahuluan

25

dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara

pihak yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat

oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian,

ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana diintridusir dalam Pasal 1317

KUHPerdata yang menyatakan: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan

pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu

pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.” Pasal ini

mengkontruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak untuk

kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di

dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri,

melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang

memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317

KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal

1318 KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang

yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317

KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal.

Sebagaimana di sebutkan di atas, perjanjian pembangunan tower PT.

telkomsel dengan Perusahaan mitra dikategorikan ke dalam perjanjian pemborongan.

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata perjanjian pemborongan disebut

dengan istilah Pemborongan Pekerjaan. Menurut Pasal 1601 huruf (b) KUHPerdata,

Pemborongan Pekerjaan adalah persetujuan dengan nama pihak yang satu

(sipemborong), mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak

Universitas Sumatera Utara

Page 26: hukum pendahuluan

26

lain (pihak yang memborongkan), dengan menerima suatu harga yang ditentukan.

Jadi dalam Perjanjian Pemborongan hanya ada dua pihak yang terkait dalam

perjanjian pemborongan yaitu pihak kesatu disebut pihak yang memborongkan atau

prinsipal dan pihak kedua disebut pihak pemborong kontraktor.27

Menurut Subekti, pemborongan pekerjaan (aanneming van werk) ialah suatu

perjanjian, dimana satu pihak menyanggupi untuk keperluan pihak lainnya,

melakukan suatu pekerjaan tertentu dengan pembayaran upah yang ditentukan pula.28

Pemborongan pekerjaan merupakan persetujuan antara kedua belah pihak

yang menghendaki hasil dari suatu pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lainnya,

atas pembayaran sejumlah uang sebagai harga hasil pekerjaan. Disini tidaklah penting

bagi pihak yang memborongkan pekerjaan bagaiman pihak yang memborong

pekerjaan mengerjakannya, karena yang dikehendaki adalah hasil dari pekerjaan

tersebut, yang akan diserahkan kepadanya dalam keadaan baik (mutu dan

kwalitas/kwantitas) dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian.

Perjanjian pemborongan bangunan dapat dilaksanakan secara tertutup, yaitu

antara pemberi tugas dan kontraktor atau terbuka yaitu melalui pelelangan umum atau

tender. Lain halnya dengan pemborongan bangunan milik pemerintah dimana harus

diadakannya pelelangan. Kontrak kerja bangunan dapat dibedakan dalam 2 (dua)

jenis yaitu:

27 FX. Djumialdji, Perjanjian Pemborongan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995), hal, 3.28 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Bandung: PT. Intermasa, 1987), hal. 174.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: hukum pendahuluan

27

1. Kontraktor hanya melakukan pekerjaan saja, sedangkan bahan-bahannya

disediakan oleh pemberi tugas.

2. Kontraktor melakukan pekerjaan dan juga menyediakan bahan-bahan bangunan.

Dalam hal kontraktor hanya melakukan pekerjaan saja, jika barangnya

musnah sebelum pekerjaan diserahkan, maka ia bertanggung jawab dan tidak dapat

menuntut harga yang diperjanjikan kecuali musnahnya barang itu karena suatu cacat

yang terdapat di dalam bahan yang disediakan oleh pemberi tugas sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1606 dan 1607 KUHPerdata.

Menurut Subekti, Undang-Undang Membagi perjanjian untuk melakukan

pekerjaan dalam tiga macam yaitu:

1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu, adalah perjanjian dimana satu pihak

menghendaki dari pihak lainnya dilakukan suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan,

untuk mana ia bersedia membayar upah, sedangkan apa yang akan dilakukan

untuk mencapai tujuan tersebut sama sekali tergantung pada pihak lainnya.

2. Perjanjian kerja/perburuhan, adalah perjanjian diaman pihak yang satu, si buruh

mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak lainnya yaitu si majikan, untuk

suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah.

3. Perjanjian pemborongan pekerjaan, adalah perjanjian dimana pihak yang satu, si

pemborong mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak

yang memborongkan dengan menerima suatu harga yang ditentukan.29

29 R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1985), hal. 57.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: hukum pendahuluan

28

Dilihat dari obyeknya, perjanjian pemborongan bangunan mirip dengan

perjanjian lain yaitu perjanjian kerja dan perjanjian melakukan jasa, yaitu sama-sama

menyebutkan bahwa pihak yang satu menyetujui untuk melaksanakan pekerjaan

pihak lain dengan pembayaran tertentu. Perbedaannya satu dengan yang lainnya ialah

bahwa pada perjanjian kerja terdapat hubungan kedinasan atau kekuasaan antara

buruh dengan majikan. Pada pemborongan bangunan dan perjanjian melakukan jasa

tidak ada hubungan semacam itu, melainkan melaksanakan pekerjaan yang tugasnya

secara mandiri.30

Ketentuan pemborongan pada umumnya diatur dalam Pasal 1601 sampai

dengan Pasal 1617 KUHPerdata. Perjanjian pemborongan bangunan juga

memperhatikan berlakunya ketentuan-ketentuan perjanjian untuk melakukan

pekerjaan, khususnya bagi bangunan yang diatur dalam KUHPerdata yang berlaku

sebagai hukum pelengkap peraturan tersebut pada umumnya mengatur tentang hak-

hak dan kewajiban pemborongan yang harus diperhatikan baik pada pelaksanaan

perjanjian, dan berakhirnya perjanjian. Pemborong bertanggungjawab dalam jangka

waktu tertentu, pada masa ini pemborong wajib melakukan perbaikan jika terbukti

adanya cacat ataupun kegagalan bangunan. Dalam prakteknya pemborong

bertanggungjawab sampai masa pemeliharaan sesuai dengan tertulis dikontrak.

Menurut Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 Tentang Jasa

Konstruksi : kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa

30 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op cit, hal. 52.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: hukum pendahuluan

29

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir

pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.

Perjanjian pemborongan bersifat konsensuil, artinya perjanjian pemborongan

lahir sejak adanya kata sepakat antara kedua belah pihak, yaitu pihak yang

memborongkan dengan pihak pemborong mengenai suatu karya dan harga

borongan/kontrak. Dengan adanya kata sepakat tersebut, perjanjian pemborongan

mengikat kedua belah pihak artinya para pihak tidak dapat membatalkan perjanjian

tanpa persetujuan pihak lainnya.

Perjanjian pemborongan bentuknya bebas (vormurij) artinya perjanjian

pemborongan dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis. Dalam prakteknya,

apabila perjanjian pemborongan menyangkut harga borongan kecil, biasanya

perjanjian pemborongan dibuat secara lisan, sedangkan apabila perjanjian

pemborongan dengan biaya agak besar maupun besar, perjanjian pemborongan dibuat

secara tertulis, baik dengan akta dibawah tangan maupun dengan akta outentik (akta

notaris).

Menurut cara terjadinya perjanjian pemborongan pekerjaan dapat dibedakan

dalam:

1. Perjanjian pemborongan pekerjaan yang diperoleh sebagai hasil pelelangan atas

dasar penawaran yang diajukan.

2. Perjanjian pemborongan pekerjaan atas dasar penunjukkan

3. Perjanjian pemborongan pekerjaan yang diperoleh sebagai hasil perundingan

antara pemberi tugas dengan pemborong.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: hukum pendahuluan

30

Sedangkan menurut cara penentuan harganya perjanjian pelaksanaan

pemborongan itu dapat dibedakan atas 3 bentuk utama sebagai berikut:

1. Perjanjian pelaksanaan pemborongan dengan harga pasti (fixed price). Disini harga

pemborongan telah ditetapkan secara pasti, ialah baik mengenai harga kontrak

maupun harga satuan.

2. Perjanjian pelaksanaan pemborongan dengan harga umum. Disini harga borongan

diperhitungkan secara keseluruhan.

3. Perjanjian pelaksanaan pemborongan atas dasar satuan (unit price), yaitu harga

yang diperhitungkan untuk setiap unit. Disini luas pekerjaan ditentukan menurut

jumlah perkiraan jumlah unit.

4. Perjanjian pelaksanaan pemborongan atas dasar jumlah biaya dan upah (cost plus

fee). Disini pemberi tugas akan membayar pemborongan dengan jumlah biaya

yang sesungguhnya yang telah dikeluarkan ditambah dengan upahnya. Pada

umumnya pemborongan pekerjaan sektor dikenal dua prosedur pemilihan

pemborongan, yaitu:31

a. Pemilihan kontraktor secara negosiasi

Melalui sistem negoisasi, pemilihan kontraktor tidak dilakukan dengan suatu

tender tertentu, akan tetapi pihak pemilik pekerjaan bernegoisasi langsung

dengan pihak pemborong untuk memastikan apakah kontraktor tersebut dapat

dipilih untuk mengerjakan proyek yang bersangkutan. Sehingga prosedur

negoisasi ini praktis lebih bersifat informal. Dalam hal ini pihak pemilik

31 Ibid, hal. 59-60.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: hukum pendahuluan

31

pekerjaan mengontak satu atau lebih pemborong yang menurut penilaiannya

mampu mengerjakan pekerjaan dimaksud, sambil menginformasikan

persyaratan-persyaratan untuk itu. Biasanya pihak pemilik pekerjaan

memintakan pihak pemborong untuk memasukkan juga penawaran kepada

pihak pemilik pekerjaan.

b. Pemilihan kontraktor secara tender

Ada dua macam tender yang lazim dilakukan dalam praktek, yaitu pertama

sistem tender terbuka, pada sistem ini tender mengundang semua pihak yang

berkepentingan untuk berpartisipasi dalam tender tersebut, dalam hal ini dapat

diumumkan dengan cara pemasangan iklan dimedia massa. Kemudian tender

terbatas, yaitu hanya beberapa pihak tertentu saja untuk berpartisipasi dalam

tender tersebut. Tentu saja sungguh pun sistem tender ini terkesan formal

dengan dokumentasi yang lebih rumit akan tetapi sistem ini mengandung

manfaat yang lebih nyata, antara lain dengan semakin banyaknya pihak yang

berpartisipasi dalam tender tersebut, tentu akan dikemukakan semakin banyak

pilihan yang pada akhirnya akan menemukan kontraktor yang terbaik.

Isi perjanjian pemborongan pada umumnya adalah sebagai berikut:

1. Luasnya pekerjaan yang harus dilaksanakan dan memuat uraian tentang

pekerjaan dan syarat-syarat pekerjaan yang disertai dengan gambar (bestek)

dilengkapai dengan uraian tentang bahan material, alat-alat, dan tenaga kerja

yang dibutuhkan.

2. Penentuan tentang harga pemborongan.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: hukum pendahuluan

32

Mengenai jangka waktu penyelesaian sengketa

3. Mengenai sanksi dalam hal terjadinya wanprestasi

4. Tentang resiko dalam hal terjadi Overmacht

5. Penyelesaian jika terjadi perselisihan

6. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pemborongan.

Perjanjian pemborongan juga mengenal jaminan. Macam-macam jaminan

dalam perjanjian pemborongan adalah Bank/Garansi Bank/Jaminan Bank.

Didalam Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 80 Tahun 2003

disebutkan bahwa terhitung sejak diterbitkannya surat keputusan penetapan penyedia

barang/jasa, penyedia barang/jasa diwajibkan menyerahkan surat jaminan

pelaksanaan sebesar 5 % (lima persen) dari nilai kontrak kepada pengguna

barang/jasa. Surat jaminan adalah jaminan tertulis yang ditawarkan bank

umum/lembaga keuangan lainnya yang diberikan oleh penyedia barang/jasa untuk

menjamin terpenuhinya persyaratan/kewajiban penyedia barang/jasa. Bank garansi

merupakan salah satu bentuk dari penanggungan yang diatur dalam Bab XVII Buku

III KUHPerdata dari Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850. Apabila terjadi

wanprestasi yang dilakukan oleh debitur/terjamin, maka bank sebagai penanggung/

penjamin menggantikan kedudukan debitur/terjamin, oleh karena itu bank membayar

sejumlah uang kepada kreditur/penerima jaminan. Sejak saat itu menjadi hubungan

antara pihak yang memberikan kredit/kreditur.

Surat jaminan yang dikeluarkan oleh bank umum dapat dikeluarkan baik oleh

bank umum pemerintah maupun swasta, baik devisa, di Indonesia atau bank diluar

Universitas Sumatera Utara

Page 33: hukum pendahuluan

33

Negeri yang direkomendasikan oleh Bank Indonesia jika rekanan berkedudukan di

luar Negeri. Selain surat jaminan tertulis yang dikeluarkan oleh bank umum, dapat

juga dikeluarkan surety bond yaitu jaminan dalam bentuk warkat yang diterbitkan

oleh perusahaan asuransi kerugian yang mengakibatkan kewajiban membayar

terhadap pihak yang menerima jaminan apabila yang dijamin cidera janji

(wanprestasi).

2. Kerangka Konsep

Untuk menghindarkan kesalahan dalam memahami konsep-konsep yang

dipergunakan, maka perlu dibuat defenisi operasional atau konsepsi, yaitu sebagai

berikut:

1. Perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini

menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu

secara sebagian.32

2. Perjanjian Pemborongan, adalah : Pemborongan pekerjaan adalah perjanjian

dengan mana pihak yang satu, sipemborong, mengikatkan diri untuk

menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang

memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan.33

3. Pembangunan, adalah proses, cara, perbuatan membangun.34

32 Blacks Law Dictionary dalam Salim, H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat diIndonesia, Cet. 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hal, 16. Inti defenisi yang tercantum dalam Black’sLaw Dictionary adalah bahwa kontrak dilihat sebagai persetujuan dari para pihak untuk melaksanakankewajiban, baik melakukan atau tidak melakukan secara sebagian.

33 Pasal 1601 butir (b) KUHPerdata.34 http://kamusbahasaindonesia.org/pembangunan.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: hukum pendahuluan

34

4. Tower, adalah sarana telekomunikasi yang berfungsi untuk menempatkan antena

pemancar sinyal (jaringan akses) untuk memberikan layanan kepada pelanggan

di sekitar tower tersebut. Selain itu, penggunaan tower telekomunikasi juga

berfungsi untuk menempatkan antena pemancar sinyal transmisi (jaringan

transport dengan menggunakan teknologi microwave) untuk menghubungkan

pelanggan di daerah tersebut dengan sentral (BSC). Jadi bagian yang terpenting

mengapa diperlukan pembangunan tower adalah untuk penempatan antenna-

antenna tersebut, dimanadibutuhkan ketinggian tertentu untuk dipenuhinya

memancarkan dan menerima sinyal.35

5. Perusahaan mitra, adalah : perusahaan yang menjadi rekanan kerjasama PT.

Telkomsel. Perusahaan tersebut baru dapat diketahui setelah tender

dimenangkan.

6. Kontraktor adalah perusahaan pelaksana pembangunan tower telkomsel yang

diperoleh setelah tender dimenangkan.

7. Pemborongan pekerjaan, adalah : ialah suatu perjanjian, dimana satu pihak

menyanggupi untuk keperluan pihak lainnya, melakukan suatu pekerjaan tertentu

dengan pembayaran upah yang ditentukan pula. Pemborongan pekerjaan

merupakan persetujuan antara kedua belah pihak yang menghendaki hasil dari

suatu pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lainnya, atas pembayaran sejumlah

uang sebagai harga hasil pekerjaan. Disini tidaklah penting bagi pihak yang

memborongkan pekerjaan bagaiman pihak yang memborong pekerjaan

35 http://catursinggih.blogspot. Com/2010/02/tower-telekomunikasi_24.html.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: hukum pendahuluan

35

mengerjakannya, karena yang dikehendaki adalah hasil dari pekerjaan tersebut,

yang akan diserahkan kepadanya dalam keadaan baik (mutu dan

kwalitas/kwantitas) dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam

perjanjian.36

8. Kontrak kerja, adalah : hubungan antara dua pihak yang harus memenuhi

persyaratan-persyaratan sebagai berikut:37

a. Adanya pekerja dan pemberi kerja Antara pekerja dan pemberi kerja memiliki

kedudukan yang tidak sama. Ada pihak yang kedudukannya diatas (pemberi

kerja) dan ada pihak yang kedudukannya dibawah (pekerja). Karena pemberi

kerja mempunyai kewenangan untuk memerintah pekerja, maka kontrak kerja

diperlukan untuk menjabarkan syarat, hak dan kewajiban pekerja dan si

pemberi kerja.

b. Pelaksanaan Kerja Pekerja melakukan pekerjaan sesuai dengan apa yang

ditetapkan di perjanjian kerja.

c. Waktu tertentu pelaksanaan kerja dilakukan dalam kurun waktu tertentu yang

telah ditetapkan oleh pemberi kerja.

9. Adanya upah yang diterima Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari

pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan

dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut

suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan, dan dibayarkan atas dasar

36 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT.Intermasa, Bandung, 1987, hal 174.37 Pasal 1601 (a) KUHPerdata.

Universitas Sumatera Utara

Page 36: hukum pendahuluan

36

suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan baik

untuk buruh sendiri maupun keluarganya.38

G. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada proposal penelitian ini, sebagai

berikut:

a. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum

normatif yang didukung oleh penelitian yuridis sosiologi yang berupa wawancara

dengan pihak-pihak terkait yaitu pejabat telkomsel dan pihak mitra kerja yang

mendukung pelaksanaan pembangunan tower telkomsel, yang dalam penelitian ini

memiliki kapasitas sebagai informan dan nara sumber. Penelitian hukum normatif

adalah penelitian yang menggunakan metode yang mengacu pada norma-norma

hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan,39

yang berkaitan dengan perjanjian pembangunan Tower PT. Telkomsel dengan

perusahaan mitra kerja. Dalam penelitian hukum normatif yang digunakan adalah

merujuk pada sumber bahan hukum, yakni penelitian yang mengacu pada norma-

norma hukum yang terdapat dalam perangkat hukum.

Menurut Ronald Dworkin, penelitian hukum normative disebut juga sebagai

penelitian doctrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis

38 Pasal I huruf (a) Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah.39 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : Raja Grafindo

Persada, 2004), hal. 14.

Universitas Sumatera Utara

Page 37: hukum pendahuluan

37

baik hukum yang tertulis dalam buku (law as written in the book), maupun hukum

diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law ias is decided by the judge

throught judicial process).40 Selanjutnya Ronald Dworkin menyebutkan penelitian

seperti ini sebagai penelitian doktrinal (Doctrinal Research), yaitu penelitian yang

menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is wrritten in the

book), maupun yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law as it is

decided by the judge through Judical Process).41

Adapun sifat dari penelitian ini adalah deskriftif analitis, yaitu penelitian ini

hanya untuk menggambarkan tentang situasi atau keadaan yang terjadi terhadap

permasalahan yang telah dikemukakan dengan membatasi kerangka studi kepada

suatu analisis terhadap pelaksanaan perjanjian pembangunan Tower PT. Telkomsel

dengan perusahaan mitra kerja.

b. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitin hukum terdapat beberapa pendekatan. Penelitian ini

menggunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan undang-undang (Statute approach)

40 Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum,disampaikan pada “Dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum pada Majalah Akreditasi”, Medan,tanggal 18 Februari 2003, hal.1.

41 Pendapat Ronald Dworkin, sebagaimana dikutip oleh Bismar Nasution, Metode PenelitianHukum Normatif dan Perbandingan Hukum, Makalah, disampaikan pada acara Dialog Interaktiftentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas HukumUSU, 18 Februari 2003, hal.1.

Universitas Sumatera Utara

Page 38: hukum pendahuluan

38

Pendekatan undang-undang (Statute approach) dilakukan dengan menelaah

semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan issue hukum yang

sedang ditangani.

2. Pendekatan kasus (case approach)

Pendekatan kasus (case approach) ini dilakukan dengan cara menelaah

kontrak/perjanjian pembangunan Tower PT. telkomsel dengan perusahaan mitra

kerja. Yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi

atau reasoning, yaitu pertimbangan dalam setiap proses hukum yang terjadi di dalam

perjanjian/kontraki kerja.42

c. Sumber Data

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, didasarkan pada

penelitian kepustakaan (library research), yang dilakukan dengan menghimpun data-

data sekunder. Data sekunder tersebut diperoleh dari :

1. Bahan Hukum Primer, terdiri dari :

a. Norma dan kaedah dasar;

b. Peraturan dasar;

c. Peraturan perundang-undangan yang terkait perjanjian pemborongan kerja

beserta peraturan-peraturan terkait lainnya.

2. Bahan Hukum Sekunder, seperti : hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, artikel,

majalah dan jurnal ilmiah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya

yang relevan dengan penelitian ini.

42 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta Predana Media Group, 2007), hal. 94.

Universitas Sumatera Utara

Page 39: hukum pendahuluan

39

3. Bahan Hukum Tersier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang

memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum serta bahan-bahan primer,

sekunder dan tersier di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan

untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini.43

d. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library

research), yaitu meneliti sumber-sumber bacaan yang berhubungan dengan

permasalahan dalam tesis ini, seperti buku-buku hukum, majalah hukum, artikel-

artikel, peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, pendapat sarjana dan

bahan-bahan lainnya. Informasi dari para informan yakni pejabat telkomsel dan juga

mitra kerja yang mendukung dalam pelaksanaan pembangunan tower telekomunikasi

telkomsel tersebut. Sepanjang yang relevan dalam penelitian ini juga menjadi bahan

dalam penulisan tesis ini.

e. Analisis Data

Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan ditelaah

dan dianalisis. Analisis untuk data kualitatif dilakukan dengan pemilihan pasal-pasal

yang berisi kaidah-kaidah hukum yang terkait dengan pelaksanaan perjanjian

pembangunan tower PT. Telkomsel dengan perusahaan mitra kerja. Kemudian

43 Bambang Sungggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998),hal. 195, sebagaimana dikutip dari Soejono Soekanto dan Sri mamudji, Penelitian Hukum Normatifsuatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajawali Pers, 1990), hal. 41.

Universitas Sumatera Utara

Page 40: hukum pendahuluan

40

membuat sistematika dari pasal-pasal tersebut sehingga akan menghasilkan klsifikasi

tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

Proses analisa tidak selalu harus dilakukan secara berurutan, namun dilakukan

berdasarkan data yang terkumpul, kemudian disinkronkan satu dengan yang lain.

Pada bagian akhir, data yang berupa studi kasus ini diteliti dan dianalisis secara

induktif kualitatif yang diselaraskan dengan hasil dari data pendukung yang

diperoleh, yaitu berupa data-data sekunder melalui penelitian kepustakaan (library

research).

Universitas Sumatera Utara