Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

26
I- 1 BAB I PENDAHULUAN Banyak hal yang dapat menyebabkan gagalnya suatu kehamilan sehingga terjadi suatu keguguran atau gagal mencapai suatu maturitas atau janin dilahirkan sementara belum dapat bertahan hidup diluar kandungan.Di Amerika dicatat kejadian keguguran berulang mengenai 500.000 wanita pertahun 6 atau dari wanita hamil. 28 Pada umumnya sebanyak 25% dari seluruh kehamilan pertama akan berakhir dengan keguguran. 6 Jika seorang wanita mengalami keguguran untuk yang pertama kalinya maka 90 % disebabkan oleh kelainan kromoson, dan jika mengalami keguguran berulang kali maka penyebabnya 7 % kelainan kromoson, 10-15 % karena kelainan anatomi, 15 % karena kelainan hormonal (Progestoren,estrogen,diabetes atau penyakit tiroid), 6 % tak dapat dijelaskan dan sebagian besar yaitu 55- 65 % disebabkan karena kelainan pembekuan darah atau defek trombosit yang menyebabkan trombosis dan infark pembuluh darah plasenta. 1,6 Dri penyebab terbesar ini yaitu masalah prokoagulan didapat kelainan oleh sindroma antifosfolifid (SAF) sebesar 67 % sticky platelet syndrome sebesar 21 %, defesiensi activator plasminogen sebesar 9 % dan penyebab yang lainnya masing-masing dibawah 7 %. 1 Data ini menunjukan bahwa sindroma antifosfolipid memegang peranan yang paling besar sebagai penyebab kegegalan suatu kehamilan. 6 Sumber lain mencatat bahwa 15-40 % wanita yang mengalami keguguran berulang mempunyai antibody antikardiolipin atau lupus antikoagulan. 28 Perhatian pada SAF ini bermula pada penemuan antikoagulan lupus pada kira- kira 10 % penderita lupus sistemik pada tahun 1952 dan segera setelah itu diketahui adanya antikoagulan lupus tidak seperti namanya malah berhubungan dengan kejadian trombosis bukannya pendarahan. 19,21,33,39,40 Dari penelitian berikutnya didapatkan suatu hal yang sangat penting yaitu baghwa antibody antikardiolipin dan

description

pregnant

Transcript of Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

Page 1: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 1

BAB I PENDAHULUAN

Banyak hal yang dapat menyebabkan gagalnya suatu kehamilan sehingga

terjadi suatu keguguran atau gagal mencapai suatu maturitas atau janin dilahirkan

sementara belum dapat bertahan hidup diluar kandungan.Di Amerika dicatat kejadian

keguguran berulang mengenai 500.000 wanita pertahun6 atau dari wanita hamil.28

Pada umumnya sebanyak 25% dari seluruh kehamilan pertama akan berakhir

dengan keguguran.6 Jika seorang wanita mengalami keguguran untuk yang pertama

kalinya maka 90 % disebabkan oleh kelainan kromoson, dan jika mengalami

keguguran berulang kali maka penyebabnya 7 % kelainan kromoson, 10-15 % karena

kelainan anatomi, 15 % karena kelainan hormonal (Progestoren,estrogen,diabetes

atau penyakit tiroid), 6 % tak dapat dijelaskan dan sebagian besar yaitu 55- 65 %

disebabkan karena kelainan pembekuan darah atau defek trombosit yang

menyebabkan trombosis dan infark pembuluh darah plasenta.1,6 Dri penyebab

terbesar ini yaitu masalah prokoagulan didapat kelainan oleh sindroma antifosfolifid

(SAF) sebesar 67 % sticky platelet syndrome sebesar 21 %, defesiensi activator

plasminogen sebesar 9 % dan penyebab yang lainnya masing-masing dibawah 7 %.1

Data ini menunjukan bahwa sindroma antifosfolipid memegang peranan yang paling

besar sebagai penyebab kegegalan suatu kehamilan.6 Sumber lain mencatat bahwa

15-40 % wanita yang mengalami keguguran berulang mempunyai antibody

antikardiolipin atau lupus antikoagulan.28

Perhatian pada SAF ini bermula pada penemuan antikoagulan lupus pada kira-

kira 10 % penderita lupus sistemik pada tahun 1952 dan segera setelah itu diketahui

adanya antikoagulan lupus tidak seperti namanya malah berhubungan dengan

kejadian trombosis bukannya pendarahan.19,21,33,39,40 Dari penelitian berikutnya

didapatkan suatu hal yang sangat penting yaitu baghwa antibody antikardiolipin dan

Page 2: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 2

antikoagulan lupus berhubungan dengan trombosis dan tromboemboli system vena

dan arteri,keguguran berulang dan trombositopenia.21,33,37

Sesuai dengan criteria Sapporo mengenaiSAF maka pengobatan yang

dianggap rasional adalah melakukan terapi prevensi dan kuratif dengan pemberian

antiagregasi trombosit dan antikoagulan.4 Meskipun masih controversial, warfarin

tidak dianjurakn untuk digunakan pada kehamilan dengan sindroma antifosfolipid

karena dapat melewati sawar plasenta dan menyebabkan kelainan pada janin. Heparin

tidak melewati sawar plasenta sehingga tidak dianggap aman digunakan pada

kehamilan untuk mencegah proses pembentukan tromboemboli vaskuler.4 Beberapa

regimen lain seperti aspirin dosis rendah, kortikostreoid, immunoglobulin intravena

atau antibiotika siprofloksasin juga pernah di copba sebagai terapi.4

Karena pemakainnya yang aman dalam kehamilan dan effektivitasnya yang

tinggi untuk menghantar suatu kehamilan dengan SAF untuk melahirkan bayi yang

variable maka heparin klehamilan dapat meningkatkan keberhasilannya sampai

tercapainya kehamilan aterm yaitu sebesar 73 % pada pemakaian UFH dan 88 % pada

pemakaian LMWH.4 Dalam maklah ini akan dibahs penanganan sindroma

antifosfolipid yang menggunakan heparin dengan segala permasalahnnya.Diharapkan

dengan diskusi yang timbul dari makalah ini dan dari kesimpulan yang disepakati

dapatlah dibuat suatu algoritma penatalaksanaan SAF dalam kehamilan yang

menggunakan heparin yang dapat diterima RSCM.

Page 3: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 3

BAB II SINDROMA ANTIFOFOLIPID DALAM BIDANG OBSTETRI

Sindroma antifosfolipid merupakan suatu defek yang esbagian besar bersifat

didapat bukan bawaan yang terdiri dari 2 sindroma klinik yang berhubungan erat tapi

jelas berbeda yaitu sindroma trombosis antikoagulan lupus dan sindroma trombosis

antibodi antikardiolipin.21,33 Sekalipun keduanya berbeda tetapi terdapat perbedaan

yang jelas dalam hal klinis, laboraturium, perbedaan biokimia terutama mengenai

prevalensi, penyebab, kemungkianan mekanisme, presentasi klinis dan

penanganannya.21,33 Antibodi antifosfolipid dalam sidroma ini dapat dideteksi dengan

reaktivitasnya terhadap fosfolipid anion (atau kompleks protein – fosfolipid) dalam

pemeriksaan dengan immunoassays atau dengan inhibisinya terhadap reaksi koagulasi

yang bergantung pada fosfolipid yang di kenal sebagi efek lupus antikoagulan.37

Sindroma antibodi antikardiolipin 5 kali lebih sering terjadi dibandingkan

dengan sindroma antikoagulan lupus.21,33 Sindroma antikoagulan lupus sekalipun

kadang-kadang berhubungan juga dengan penyakit arteri, lebih sering dihubungkan

dengan trombosis vena.21,33 Antibodi antifofolipid ini mengenai pembuluh darah dari

semua ukuran.37

Sindroma antifosfolipid sebenarnya bermanifestasi dalam berbagai macam

gejala klinis seperti keadaan hiperkoagulasi, trombositopenia, keguguran berulang,

dementia yang muncul lebih dini, stroke, perubahan optik, penyakit addison dan ruam

kulit.3,32,39

Sindroma antifosfolipid terdiri dari dua golongan yaitu primwer dan

sekunder.33,35 Yang primer sifatnya genetik dan tidak mempunyai dasar kelainan

medis. Yang sekunder di dapati pada pasien yang mempunyai dasar kelainan medis

seperti pada penderita keganasan,immunethrombocytopenia,leukimia, infeksi, seperti

sifilis, tuberkulosa, dan AIDS dan pada pasien yang mengkonsumsi obat-obatan

Page 4: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 4

seperti; klorpomazin, dilantin, Fansider, hidralazin, kinidin, kinin fenotiazin, kokain,

prokaininamid, fenitoin, dan alfa interferon.21,33,35

Epidemiologi Pada suatu penilitian pada darah dari donor ditemukan bahwa sebanyak 8 %

orang sehat tapa kelainan apapun mengandung antifosfolipid dalam titer rendah dan

paling umum terjadi pada wanita muda , yang disebut bentuk primer.21,32,33 Bentuk

lain terjadi bila ada kelainan lain yang mendasari, seperti sebanyak 30-50 % pasien

dengan SLE mempunyai antibodi antifofolipid dan sampai 30 % pasien dengan HIV

juga akan berkembang mempunyai antibodi tersebut meskipun biasanya tidak

menyebabkan trombosis.32 Penelitian pada paien yang mengalami abortus spontan

berulang, ditemukan antibodi antifosfolipid ini sebanyak 15 % 33 sedangkan

penelitian lain mendapatkan angka 21 %. Orreli et al menemukan bahwa 60 % pasien

dengan keguguran habitualis yang tak dapat dijelaskan menderita sindroma antibodi

antifosfolipid.6 Lockwood dkk (1989) mempelajari 737 wanita hamil yang normal

tanpa riwayat keguguran berulang dan mendapati bahwa 0,27 % diantaranya

mempunyai antikoagulan lupus dan 2,2 % mempunyai antibodi antikardiopilin IgG

atau IgM yang meningkat.40 Haris dan Spinato mempelajari 1449 wanita yang dapat

hamil berturut-turut dan mendapati 1,8%nya yang menpunyai antibodi antikardiolipin

IgG dan 3,4 % nya untuk antikardioluipin IgM.40 Pada wanita-wanita yang

mempunyai antibodi antifosfolipid, 80 % diantaranya pernah mengalami paling

sedikit 1 kali keguguran.6 Jika dihubungkan dengan penyebab fertilitas saja maka

sindroma antifosfolipid ini mempunyai andil sebesar 30 %.1,6

Wesch dan Branch menemukan bahwa bila ditemukan antibodi antikardiolipin

IgM tanpa IgG atau antikoagulan lupus mak signifikasinya secara klinis diragukan,

sebaliknya IgG merupakan penentu hasil akhir suatu kehamilan.3 Bila pada seorang

wanita ditemukan antibodi antikardiolipin sebesar 40 unit GPL atau kurang maka

kejadian kematian janin sebesar dibawah 20 % sedangkan bila ditemukan > 80 unti

GPL maka kematian janin mendekati 40 % .3 Lebih 80 % wanita dengan riwayat

Page 5: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 5

kematian janin sebelumnya dan dengan kadar antibodi kardiolipin IgG > 80 unti GPL

akan mengalami kematian janin pada kehamilan berikutnya jika tidak diterapi .3

Wanita yang mempunyai antibodi kardiolipin mempunyai kemungkinan untuk

mengalami kegagalan kehamilan sebesar 50-70 % dan jika diberi terapi antikoagulan

dapat meningkatkan kemungkinan keberhasilan sampai hamil aterm sampai 80 %.21

Tabel 1. Frekuensi antibodi antifosfolipd pada pasien dengan kegagalan kehamilan

berulang dan pada kontrol16

Antikoagulan lupus Antikardiolipin IgG Total

Peneliti RPL (%) Kontrol(%) RPL(%) Kontrol(%) RPL(%) Kontrol(%)

Petri 4/44(9) 0.40(0) 5/44(11) 1/40(2) 7/44(16) 1/40(2)

Berbui ** 7/40(14) 0/141(0) 4/49(8) 0/141(0) 7/49(14) 0/141(0)

Parazzini** 16/220(7) 0/193(0) 11/99(11) 4/157(3) 10/99(10) 4/157(3)

Parke 4/81(5) 4/88(5) 6/81(7) 0/88(0) 8/81(10) 4/88(5)

Out*** 5/102(50 - 8/102(8) 2/102(2) 11/102(11) -

Median(%) (7) (0) (8) (2) (11) (2,5)

RPL= Recurrent Pregnancy Loss

** = Dengan 2 kegagalan kehamilan berturut-turut, penyebab lain di singkirkan

*** = Dengan 3 kegagalan kehamilan berturut-turut pada trimester I atau paling

sedikit kematian janin yang tak dapat dijelakan setelah usia gestasi >12 minggu

Dasar diagnosa Pada suatu pertemuan internasional di Sapporo Jepang pada tahun 1998 telah

diputuskan berdasrkan konsesus bahwa definisi sindroma antifosfolipin adalah suatu

kelainan dimana ditemukannya gejalan trombosis vaskuler dan atau mordibitas

obstetri yang disertai adanya antikardioluipin dan atau antikoagulan lupus.31 Hasil

konsesus menyatakn sindroma antifosfolipid dianggap terjadi bila terdapat paling

sedikit 1 kriteria klinik dan 1 kriteria laboraturium.31

Page 6: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 6

Komplikasi dalam bidang Obstetri Dalam bidang obstetri sindroma entifosfolipid dapat menimbulkan banyak

komplikasi seperti:

1. Keguguran berulang.19

Dua penelitian pada wanita hamil dengan antibodi antifossolipid positif mendapati

bahwa angka kejadian keguguran berulang lebih tingi dari yang negatif.

Dibandingkan dengan wanita dengan antikardiolipin negatif maka pada yang positif

angka kejadian abortus meeningkat 2,6 kali.3,35,41

2. Preeklamasia

Kejadian preeklamasia menigkat 6 kali dan juga menyebabkan preeklamsi dibawah

usia gestasi 20 minggu.1 Welsch melaporkan kejadian preeklamsi sebesar 48 % dan

pregnancy induced hypertension (PIH) sebesar 40 %.3,29

3. Vaskulopati desidua.39

4. Kejadian Trombosis berulang.43 Infark yang menyebabkan insufisiensi plasenta

menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, fetal distress dan kematian janin dalam

kandungan .3,29,41 Angka pertumbuhan janin terhambat meningkat 6 kali dibanding

pasien normalatau sebesar 30 %.3,38,41

5. Kelahiran Prematur

Kelahiran prematur umum terjadi pada pasien dengan sindroma antifosfolipid,

mendekati 1/3 pasien yang di terapi.3

6.Ganguan hematologi seperti anemia hemolitik dan trombositopenia.40

Trombositopenia terjadi 30 % dari semua kasus sindroma antifosfolipid.19,29

7. Hipertensi pulmonun.40

8. Pad masa nifas dapat timbul demem , infiltrat pulmonun, efusi pleura dan sindroma

HELLP.41,38

9. Oligohidramnion.35

Karena masalah yag paling utama dalam sindroma antifosfolipid ini adalah

masalah keadaan hiperkoagulasi yang menyebabkan mudah terjadinya trombosis

sesuai dengan kriteria internasional Sapporo maka pengobatan yang rasional adalah

Page 7: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 7

melakukan terapi prevensi dan kuratif dengan pemberian antikoagulan dan

antitrombotik.4 pasien dengan sindroma antifosfolipid yang mempunyai riwayat

trombosis dan ingin hamil harus dievalusi dengan cermat. Pasien-pasien ini

memerlukan terapi dan bukan pencegahan.19 Supaya dapat memberikan terapi yang

tepat sehingga dapat mengantisipasi semua gangguan yang timbul akibat sindroma

antifosfolipid maka harus dimengerti dahulu apa yang sebenarnya terjadi dalam

proses trombosis ini sehingga tindakan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan.

Page 8: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 8

BAB III PATOGENESIS

SINDROMA ANTIFOSFOLIPID DALAM KEHAMILAN

!. Imunopatogenesis SAF Hingga saat ini terdapat hipotesis yang menjelaskan secara langsung otoantibodi

dalam potogenseis sindroma antifosfolipid,yaitu ;

a) Antibodi pada sindroma AFL merupakan target protein plasma atau

komponen menbran permukaan sel yang terpapar langsung dengan antibodi

dalam sirkulasi darah

b) Antigen tersebut terlibat dalam reaksi hemostatik dan trombotik pada

permukaan sel endotel veskuler, trombosit dan komponen sel darah lain

c) Tranfer imunoglobulin secara pasif pada binatang percobaan dapat

menyebabkan terjadinya sindroma AFL

d) Adanya antibodi antifosfolipid berhubungan dengan serangan pertama

trombosis

e) Manifestasi klinik yang terjadi pada sindroma antifosfolipid berhubungan

dengan kadar antibodi antifosfolipid.

Antibodi antifosfolipid dapat menimbulkan hambatan reaksi antikoagulan

dan fibrinolisis, sehingga dapat menyebabkan hiperkoagulabilitas dan trombosis.

Mekanisme kejadian tersebut hingga saat ini masih belum jelas, dan diduga melalui:

a) Penghambatan produksi protasiklin melalui peningkatan pembentukan

antifosfolipase-A2 (piero dkk,1992)

b) Penghambatan jalur protein C melalui peningkatan resistansi protein-C

sehingga terjadi defesiensi protein C (Coumand dkk, 1999); penghambatan ini

dapat pula terjadi disebabkan oleh peningkatan atoantibodi antitrombodulin,

Page 9: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 9

Antiprotein C antitrombin( Oosting dkk, 1991) atau penghambatan degradasi

faktor koagulasi Va (Oosting dkk,1993)

c) Penghambatan aktivasi antitrombin III yang disebabkan oleh peningkatan

aktifitas anti-HSPG dan anti ß2 –GPI (Bick,1997)

d) Perangsangan aktifitas antikoagulan ß2 –GPI akan menyebabkan hambatan

produksi serotonin oleh aktifasi trombosit ADP – induced ( Nimf dkk,1986),

menghambat aktifitas protombinase (Nimf dkk, 1987), serta menghambt

pembentukan faktor X oleh sel trombosit( Shi dkk, 1993)

e) Mempengaruhi membran fosfolipid sel trombosit yang menyebabkan aktivasi

trombosit (Bick, 1997)

f) Mempengaruhi aktivasi prekalikrein dalam pembentukan kalikrein

( Bick,1997)

g) Mempengaruhi pengeluaran aktivator plasminogen sel endothelial

( Bick,1997)

h) Peningkatan homosestein pada kadar ACA dan CLA tinggi dapat merusak sel

andothelial dan memacu proses trombosis( Petri dkk,1994)

Berbeda dengan terjadinya prosese agregasi trombosit lainnya, antibodi

anticardiolipin dapat secara langsung menimbulkan reaksi agregasi trombosit tanpa

adanya kerusakan permukaan sel endhotel yang diduga terjadi melalui peningkatan

sensitifitas sel trombosit sehingga antibodi AFL dapat melekat pada membran

permukaan fosfolipid (Bick & Kaplan,1998) atau melalui peningkatan produksi

tromboksan dan faktor perangsangan ( activating factor) dari sel trombosit

( Petri,1997)

2. Perubahan plasenta pada SAF Dalam klasifikasi sindroma antifosfolipid, morbidilitas obstetric disebabkan secar

langsung dan tidak langsung oleh aktifitas antibodi AFL dan pembentukan trombosis

pada pembuluh plasenta. Walaupun pada saat ini belum ditemukan gambaran

histipatologik specifik pada embrio atau janin yang mengalami kematian akibat

Page 10: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 10

antibodi AFL, pengamatan perubahan plasena pada kematian janin akibat antibodi

SAF menunjukan adanya vaskulopati arteri spirales ( De Wolf dkk,1982), infark

plasenta (Erlendsson dkk, 1993), atau kombinasi keduanya. Perubahan plasenta pada

penderita sindroma AFS tersebut akan mengakibatkan isufisiensi plasenta yang akan

diikuti dengan keadaan hipoksia yang akan menyebabkan kematian janin( Welsh &

Branch, 1999)

Dasar patogenesis perubahan pada plasenta dapat berupa:

a) Secara imunohistokimia, antifosfolipid IgG akan menyebabkan berkurangnya

jumlah annexin V pada permukaan apikal villi khoriales dari plasenta dengan

pertumbuhan janin terhambat sehingga terjadi penurunan antikoagulan yang

akan merangsang terjadinya trombosis sehingga terjadi gangguan fungsi

uteroplasenter ( Rand dkk, 1997)

b) Terbentuknya trombosis dapat menutup lumen pembuluh uteroplasenter

sebagian atau seluruhnya; ditemukan pula peningkatan deposit fibrin atau

fibrinoid pada permukaan trofoblas villi membentuk klasifikasi plasenta

( Salafia & Parke, 1997). Kejadian okulasi total/partial dan klasifikasi ini

dapat menghambat aliran darh uteroplasenter gangguan fungsi nutrisi dan

respirasi dengan akibat pertumbuhasn janin terhambat, gawat janin hingga

kematian janin.

c) Gambaran histopatologik kerusakan pembuluh plasenta dan villi dapat berupa

hematoma retroplasenter, peningkatn jumlah simpul sisnsitial, nekrosis sel

trofoblas, edema dan pendarah stroma villi, proliferasi trofoblas, serta

hipovaskularisasi villi merupakan gambaran kelainan pad sindroma

antifosfolipid dengan penyulit preeklampsia ( Brosens & Renar, 1972;

Robertsondkk,1986; Dommisse & Tiltman , 1992)

d) Pada plasenta dengan kematian janin intrauterin dengan antibodi

antifosfolipid ditemukan penurunan membran vaskulo-sinsitial, fibrosis pada

daerah infark disertai gambaran hipovaskuler villi dan trombosis srta

Page 11: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 11

pertambahan jumlah simpul sinsitial yang dihubungkan dengan proses

hipoksia kronik (Out dkk,1991)

e) Pad daerah avaskuler atau hipovaskuler villi plasenta dapat dijumpai

penebalan stroma yang disertai dengan endovaskulitas hemoragik ( Salafia &

Parke, 1991);Antibodi antifosfolipid intraplasenta menyebabkan peningkatan

konsentrasi laminin dan kolagen tipe – IV yang membentuk membran stroma

villi ( Amigo & Khamastha,2000), meskipun tanpa disertai perubahan

konsentrasi molekul pelekat sel( sell adhesion molecule/ CAM, baik platelet

endhotelial CAM/PECAM, intercellular CAM-1/ICAM-1, maupun vascular

CAM-1/VCAM – 1) (Lecasing skk, 2000)

f) Kerusakan jaringan plasenta yang luas akibat peningkatan antibodi

antifosfolipid akan menyebabkan perubahan rasio tromboksan-protasklin dan

memacu aktifitas siklooksigenase-2 ( cox-2) pada sel endotel ( Walsh &

Wang,1995; Petri,1997 ) Sehingga menimbulkan meningkatkan proses

agregasi trombosit, penampilan gejala preeklamsia dan memicu proses

persalinan preterm

Page 12: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 12

BAB IV DIAGNOSIS SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID

Diagnosis sindrom antibodi antifosfolipid ditegakan berdasrkan gejala klinis

dan laboratorium yang menunjukan adanya antifosfolipid .

Gambaran klinis mencakup:

a.Gambaran utama : Trombosis, kehilangan janin berulang dan trombositopenia

b.Gambaran lain : stroke,dementia multi infark, penyakit katup, anemia

hemolitik dan lain-lain.

Vlacholyiannopoulos 9 memperlihatkan gambaran klinis terbanyak pada 30

pasien yang di telitinya berturut-turut: tromboflebitis, arteritis, trombosis arterial,

livedo retikularis, hipertensi, abortus spontan dan anemia hemolitik.

Sindrom antibodi antifosfolipid yang dijumapi pad penderita LES, penyakit

autoimun lainnya, keganasan, infeksi, pemakian obat-obatn dikenal sebagi sindrom

antibodi antifosfolipid sekunder. Bila tanpa penyakit yang mendasarinya disebut

sindrom antibodi antifosfolipid

Primer 4,7,9,11,13,16,17.

IV.1 PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan laboratorium pada APS di tunjukan untuk mendeteksi adanya

antibodi antikardiolipin dan antikoagulan lupus. Prevalensi kedua antibodi ini

berkisar antara 6- 73 % pada penderita APS sekunder dengan SLE 1,6,23,24,25,

tergantung test yang dipakai.

Antikoagulan lupus Antikoagulan lupus pertama kali didapatkan pad pendwerita lupus arimatosus

sistemik. Antibodi ini merupakn suatu iminoglobulin ( IgG atau IgM ) yang

Page 13: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 13

mempengaruhi beberapa langkah pembekuan tergantung fosfolipid 5,13. Nama ini

betulnya kurang tepat , karena antikoagulan lupus tidak hanya ditemukan

padapenderita lupus erimatosus sistemik saja. Antikkoagulan lupus merupakan

anggota keluarga antibodi antifosfolipid (APA ), yang mencakup juga antikardiolipin

dan antibodi terhadapo fosfolifid bermuatan negatif atau netral lainnya(tabel).

Usaha- usaha untuk mendapatkan standar diagnosis antikoagulan lupus telah

banyak dilakukan, namun sampai saat ini belum ada satu metode pun yang mampu

mendetesi seluruh antikoagulan lupus 5,6,13. Oleh karenanya dianjurkan pemakaian

satu seri pemeriksaan penyaring dan konfirmasi.

Triplett 5 Mekomendasikan kriteria minimal untuk menentukan adanya

antikoagulan lupus, sebagai berikut:

1. Memastkan adanya pemanjangan test - test pembekuan yang tergantung

fosfolipid ( test penyaring )

2. Buktikan bahwa kelainan disebabkan oleh inhibator, bukan oleh defesienasi

( test pencampuran )

3. Memastikan inhibator tergantung dengan fosfolipid ( test konfirmasi )

Test penyaring Suatu asfek penting pad diagnosis antikoagulan lupus adalah mempersiapkan

plasma rendah trombosit melalui; sentrifugasi, filtrasi atau dengan menambahkan

klorofom. Sensitifitas beberapa test penyaring berbanding terbalik dengan jumlah

trombosit dalam plasma 5,13

Prosedur penyaring yang paling banyak digunakan untuk deteksi antikoagulan

lupus adalah APTT, KCT, dRVTT dan PCT ( tabel). Berbeda dengan test-test lainnya,

PCT menggunakan plasma segar, dimana jumlah trombosit tidak mempengaruhi

sensitifitas terhadap antikoagulan lupus . Jika test pertama mendapatkan nilai normal,

kita harus memeriksa setidaknya satu test penyaring lainnya 5.

Page 14: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 14

Activated partial thromboplastin time Pemeriksaan ini bertujuan untuk menguji pembekuan darah melalui jalur

intrinsik dan jalur bersama, merupakan prosedur penyaring yang paling banyak di

gunakan.

Prinsip pemeriksaan adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan bila ke

dalam plasma ditambahkan reagen APTT pad suhu 370 C 18,26. Nilai normal berkisar

antara 20-40 detik, hasil dikatakan memanjang bila didapatkan perbandingan APTT

plasma penderita dan plasma kontrol melebihi 1,3 27.

Kaolin Clotting time Merupakn modifikasi dari APTT. Cara ini sangat sensitif terhadap sisa

trombosit 5, 13.

Mc Hugh menyatakan bahwa KCT merupakan cara yang paling sensitif untuk

mendeteksi adanya antikoagulan lupus pada penderita dengan trombosis dan

trombositopenia. Sampai saat ini hasil test belum dapat dibaca secar otomatis karena

opasitasnya tidak sesuai dengan pembaca fotooptik dan anlizer koagulasi. Keterbatan

lainnya adalah ketidakmampuan test ini sebagai prosedur konfirmasi.

Dilute Russel viver venom time Pemeriksaan ditujukan untuk melihat kalainan pada faktor V dan faktor X.

Test dilakukan dengan menambahkan sejumlah reagen pada plasma rendah trombosit.

Lamanya terbentuk bekuan diukur setelah penambahan larutan ion kalsium satu menit

setelahnya 26.Hasilnya dikaì

Dari keterangan diatas dapat disimpulkan adanya antikoagulan lupus bila

dijumpai:

1. Pemanjangan test-test pembekuan yang tergantung fosfolifid, seperti APTT,

KCT, dAPTT, atau dRVTT.

2. Waktu pembekuan tetap memanjang meskipun dicampur dengan plasma

normal.

Page 15: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 15

3. Aksentuasi efek inhibator jika fosfolipid dikurangi atau netralisasi efek

inhibator jika fosfolipid ditingkatkan.

ANTIBODI ANTIKARDIOLIPIN Antibodi antikardiolipin dapat dideteksi dalam srum maupun plasma, mulanya

antibodi ini dianggap sama dengan dengan antikoagulan lupus. Keberhasilan

pemisahan ACA dan LA pada plasma yang sama menunjukan bahwa kedua antibodi

tersebut berbeda satu sengan lainnya 1,13,15.

Penderita dengan antibodi antikardiolipin yang positif sering menunjukan

hasil positif pada test VDRL 13. Hasil positif dimungkinkan karena reagen VDRL

mengandung kardiolipin disamping kolestrol dan lesitin 1.

Untuk memudahkan penentuan adanya antibodi antifosfolipid, dianjurkan

melakukan pemeriksaaan antibodi antikardiolipin dan anti- antikoagulan lupus secara

bersamaan ( gambar ).

Pada pemeriksaan antibodi antikardiolipin, perlu ditentukan isotipenya ( IgG,

IgM, IgA ). Alasan penentuan isotipe pada antibodi antikardiolipin adalah penemuan

beberapa studi bahwa isotope IgG adalah prediktor utama terjadinya trombosis dan

kehilangan kehamilan 3,13.

Aktifitas antibodi antikardiolipin dinyatakan dalam satuan GPL unti/ml dan

MPL unit/ml. Hasil dikatakn positif bila kadar ACA . 2 SD diatas nilai rata-rata IgG

atau IgM orang sehat 12,28, positif ringan bila kadar GPL 5-15 unit dan MPL 3-6 unit,

sedangkan bila kadar GPL 15-80 unit atau MPL 6-50 unit, positif kuat bila kadar

GPL > 80 unit dan MPL > 50 unit 11.

Keuntungan metode ini antar lain: dapat digunakannya serum yang beku,

pemakaian volume serum yang kecil, kemampuan untuk menentukan titer antibodi,

mampu menentukan isotupe serta hasilnya tidak dipengaruhi oleh pengobatan

antikoagulan 13 Perbedaan hasil mungkin disebabkan oleh pemakian sera

antikardiolipin

Page 16: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 16

Yang berbeda, perbedaan bahan serum ( segar atau beku ) perbedaan temperatur,

lamnya waktu inkubasi, perbedaan isotipe atau terdapatnya bahan-bahan nonanion 5.

MANIFESTASI KLINIK Trombosis Banyak penelitian yang menunjukan adanya hubungan nyata antara antibodi

antifosfolipid dengan trombosis 3,6,11,12,14,23,25. Vianna dkk 30 mendapatkan spesitasnya

sebesar 92 %, penelitian lain memperlihatkan resiko untukterjadinya trombosis pada

individu dengan APA 2,7 sampai 11,9 kali lebih besar dibanding orang normal 16.

Penelitian tentang peranan antibodi antifosfolipid pada trombosis sebagian

besar masih dilakukan secara in vitro dan retrispektif, sehingga tidak mampu

menjawab secara tuntas bagaimana peranan APA sesungguhnya.

Trombosis yang dihubungkan dengan antibodi antifosfolipid dapat terjadi

pada arteri, vena, atau keduanya. Awalnya diduga hanya melibatkan pembuluh darah

besar, terutama mbuluh vena tungai bawah dan pembuluh darah otak. Namun pada

kenyataanya dapat melibatkan pembuluh darh dalam segala ukuran 4, 7,9,14.

Manifestasinya dapat berupa stroke, infark miokard atau trombosis vena dalam,

tergantung bagian tubuh yang dipengaruhi ( tabel ).

Pada kenyataannya, walaupun antibodi Antifosfolipid dapat di jumpai pad

sirkulasi secar menetap dan dengan titer tingi selam bertahun-tahun, tetapi proses

trombosis tidak selalu terjadi 21,29. Ini menunjukan adanya suatu faktor lain yang

mengaktifkan APA sehingga terjadi trombosis 4,14.

Pierangeli dan Harris 19 memperkirakan antibodi ini akan meningkatkan

proses trombosis setelah prosesenya dimualai. Mereka memperlihatkan tikus yang

diberikan rangsangan mekanik pada vena femoralis ( sehingga terbentuk bekuan)

yang diikuti penyuntikan IgG dari penderita sindrom antibodi antifosfolipid, akan

mempunyai:

a. Ukuran trombus yang lebih besar.

Page 17: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 17

b. Trombus menetap lebih lama dibandingkan tikus yang disuntik dengan IgG

orang sehat dan yang disuntik dengan larutan garam fisiologis.

Gambaran neurologis sangat beragm, mulai dari iskemia serebral, ifark luas,

demensia multiinfark sampai gejala yang nyata 14.

Hugh 24 memperlihatkan hubungan yang nyata antara kelainan serebrovaskuler

dengan antibodi antifosfolipid . Pada 98 penderita lupus erimatosus sistemik yang

ditelitinya, didapatkan 4 penderita dengan kelainan serebrovaskuler yang terjadi pada

penderita muda dengan peningkatan isotipe IgG antibodi antikardiolipin.

Seringnya kelainan sersebrovaskuler pada usia muda, diperlihatkan jua oleh

Bre17. Paa telaah kepustakaannya, ia mendapatkan prevalensi antibodi antifosfolipid

sebesar 18-46 % pad penderita stroke berusia muda dibandingkan 10-18 % pada

penderita stroke berusia lebih tua.

Penderita lupus erimatosus sistemik dengan APA mempunyai resiko

terjadinya stroke 2,33 sampai 10,66 kali dibanding kontrol normal16. Bila sudah

sudah stroke, penderita muda dengan antibodi antifosfolipid akan mempunyai resiko

untuk kambuh 8 kali lebih besar dibanding yang tidak mempunyai antibodi ini 7.

Adanya antibodi ini merupakan salah satu faktor terjadinya stroke selain darh

tinggi, diabetes militus dan emboliyang berasal dari jantung. Kita perlu

mempertimbangkan antibodi antifosfolipid sebagai penyebab stroke, bila usia

penderita dibawah 40 tahun, etiologi yang tidak jelas, serta pasien stroke dengan satu

atau lebih gejala sindrom antibodi antifosfolipid lainnya.

Asherson 31 mendapatkan 7 kasus (8%) penyubatan pada pad pembuluh darah

retina ataukoroid pada pasien sindrom antibodi antifosfolipid dengan peningkatan

ACA. 4 penderita mempunyai kelaianan serebrovaskuler, ini memperlihatkan adanya

hubungan antara sumbatan pembuluh darh mata dan kelainan SSP.

Hubungan antibodi antifosfolipid dengan penderita infark miokard berusia

muda telah diungkapkan oleh beberapa peneliti. Antibodi antifosfolipid lebih sering

didapatkan pada pasien”post infark” dibanding kontrol, tetapi peranan prognostik

mereka tetap belum jelas.Hamsten dkk menunjukan adanya korelasi antara antibodi

Page 18: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 18

antikardiolipin dan serangan infark berulang ( di kutip dari 14,16 ). Hasil ini bertolak

belakng dengan yang didapatkan oleh Sletnes 32 yang meneliti 597 pasien post infark

dan 158 kelompok kontrol, ia tak mendapatkan perbedaab angka kematian, infark

berulang serta stroke yang bermakna pada dua kelompok.

Abortus berulang Prevalensi antibodi antifosfolipid pada wanita hamil dengan riwayat hidup

abortus berulang/kematian janin intar uterin yang secara klinis tidak menunjukan

adanya gambaran lupus erimatosus sistemik bervariasi antara 8 sampai 50 % untuk

antibodi Antikardiolipin dan 3 sampai 48 % untuk antikoagulan lupus 6,26-28. Pada

wanita hamil tanpa riwayat abortus spontan, prevalensinya lebih rendah, 1 sampai

10 % untuk antibodi antikardiolipin dan 0,27 sampai 17, 9 % untuk antikoagulan

lupus13,16,26. Perbedaan ini dimungkinkan karena perbedaan teknik pemeriksaan ,

perbedaan karakteristik kasus dan perbedaan dalam penentuan nilai abnormal yang

berkisar antar 2 sampai 5 SD diatas rata-rata normal.

Out8 memperlihatkan antibodi antifosfolipid lebih sering didapatkan pada

wanita hamil dengan riwayat kematian janin intra uterin, trombosis, trombositopenia

atau gejala penyakit mirip lupus. Isotipe antibodi antikardiolipin yang paling berperan

adalah IgG. Branch33emperlihatkan abortus spontan pada wanita hamil tanpantibodi

antifosfolipid umumnya terjadi pada masa pre-embrionik atau embrionik, kelainan ini

dihubungkan dengan kelainan kromoson dan faktor non- imunologik. Sebaliknya

kehilngan kehamilan yang berkaitan erat dengan adanya antibodi antifosfolipid,

umumnya terjadi pada trimester kedua dan awal trimester ketiga (masa fetal).

Lynch dkk 26 meneliti 451 “nulipara” usia muda tanpa riwayat: trombosis,LES,

abortus spontan lebih dua kali. Ia memperlihatkan kadar antibodi antifosfolipid

berfluktuasi selama kehamilan dan mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan

kehilangan janin, tetapi tidak meningkatkan komplikasi kehamilan pada ibu. Ia juga

memperlihatkan bayi-bayi dari ibu dengan APA mempunyai berat badan yang lebih

besar dibanding bayi dari ibi-ibu tanpa APA dan menyimpulkan bahwa antibodi

Page 19: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 19

antikardiolipin isotipe IgG merupakan prediktor terbaik untuk kehilangan janin

dibanding antibodi antifosfolipid lainnya.

Perbedaan prevalensi dan titer antibodi antifosfolipid yang bermakna antara

kelompok abortus spontan dengan kelompok kontrol, menunjukan hubungan nyata

antara antibodi ini dengan abortus berulang dan hasil kehamilan.

Gambaran klinis ginekologis abortus berulang dengan ACA positif dan negatif tidak

berbeda, sehingga sukar dibedakan apakah abortus itu karena APA atau bukan. Ini

berabri pemeriksaan APA perlu dilakukan pada semua abortus berulang yang tidak

diketahui penyebabnya tanpa mempertimbangkan gambaran klinis ginekologisnya27.

Sebaliknya pada wanita sehat pemeriksaan ini tidak dianjurkan karena sebagian besar

penderita dengan APA mempunyai kehailan yag normal16,26.

Trombositopenia Prevalensi trombositopenia pada pasien dengan APA diperkirakan 30-50%

untuk yang moderate (50-100x109 / 1) dan 5-10% untuk yang berat(<50x 109 /1). 3

kali lebih besar dibanding penderita tanpa APA 6.

Manifestasi klinis dan respon pengobatannya seupa dengan kronik autoimun

trombositopenia (ATP), hanya saja trombositopenia pada APA dapat dijumpai

bersama dengan trombosis pembuluh darah besar, suatu hal yang jarng didapatkan

pada ATP.

Jones dkk 34 menunjukan perbandingan terbalik antar jumlah trombosit

dengan filter antibodi antikardiolipin, terutam isotipe IgG.

Trombositopenia biasanya ringan,tak progresif dan tak memerlukan intervensi

tertentu. Kadang-kadang pasien dengan antibodi antifosfolipid dapat mempunyai

anemia hemolitik, sindrom Evan ataupun neutropenia.

Page 20: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 20

BAB V PENATALAKSANAAN SINDROMA ANTIFOSFOLIPID

DALAM KEHAMILAN

Mengingat begitu banyaknya komplikasai yang dapat ditimbulkan oleh

sindroma antifosfolipid sebelum, selama kehamilan bahkan sesudah melahirkan baik

masalah morbiditas bahkan mortalitas maka pasien dengan sindroma antifosfolipid

ini perlu untuk mendapat penanganan khusus. Pasien dengan masalah infertilitas pasti

sangat mengharapkan kehamilan yang sudah terjadi kali ini dapat berlangsung sampai

dilahirkannya bayi yang sehat.

Idealnya seorang wanita dengan sindroma antifosfolipid harus mendapat

bimbingan dan pemeriksaan sebelum kehamilannya.2,3 Riwayat obstetri harus didata

secara jelas. Pemeriksaan antibodi antifosfolipid dianggap perlu diperiksa jika sudah

terjadi keguguran berulang 2 atau 3 kali berturut-turut pada trimester pertama

kehamilan atau terjadi kematian janin dalam kandungan pada trimester ke –II atau ke-

III, karena keguguran spontan pada trimester pertama kehamilan dianggap umum

pada populasi normal.35 Dokter harus dapat menjelaskan kemungkinan apa saja yang

dapat terjadi pada ibu dan janin seperti resiko terjadinya trombosis atau stroke,

keguguran preeklamsia, pertumbuhan janin terhambat dan kelahiran prematur.35 Di

saat ini juga dokter akan menjelaskan rencana pengobatan terhadap ibu.3 Sehubungan

bahwa kehamilan dengan sindroma antifosfolipid merupakan kehamilan resiko tinggi

maka perlu juga pengawasan dari berbagai disiplin ilmu seperti

perinatologi/neonatologi, obstetri, rematologi dan internis.2

Beberapa hal yang perlu diperhatikan untukl penatalaksanaan penderita

sindrome antibod antifosfolipid selama dan sesudah kehamilan adalah sebagai

berikut:

Page 21: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 21

Pemeriksaan laboratorium Pad kehamilan awal, semua pasien harus diperiksa untuk menemukan jika ada

kelainan seperti anemia, trombositopenia dan penyakit lainnya yang menyertai seperti

urinalisa, kreatinin serum, klirens kratinin urine 24 jam dan kadar prorein total.3 Jika

diagnosa sindroma antifosfolipid sudah ditegakan maka tidak diperlukan lagi

pemeriksaan serial kadar antibodi antifosfolipid karena tidak bermakna.3,36

Pada pasien yang mendapat terapi heparin perlu dimonitor efek antitrombotik

yang diharapkan yaitu mempertahankan PTT 1,2-1,5 kali nilai standar.3

Kunjungan antenatal dan pemeriksaan kesejahteraan janin Pada trimester pertama dan kedua pasien harus memeriksakan kehamilannya

(ANC) stiap dua minggu dan kemudian tiap minggu pad trimester ke tiga.3 Tujuan

kunjungan antenatal yang lebih sering ini adalah untuk sgera menemukan tanda

pertumbuhan janin terhambat yaitu bila didapati tinggi fandus uteri lebih kecil dari

yang diharapkan.

Pemeriksaan ultrasonografi dianjurkan dilakukan setiap 4-6 minggu mulai

dari usia kehamilan 18-20 minggu.3 Jika penderita tidak mempunyai komplikasi lain

maka pemeriksaan ultrasonografi boleh dimulai pada usia genesti 30-32 minggu.3

Teknik ultrasonografi yang maju menggunakan velosimetri Doppler yang

dapat melihat ratio sistolik diastolik arus umbillikalis (SDAU). Jika didapati SDAU

meninggi berarti sudah terjadi resesitansi vaskuler plasenta, terlebih jika didapati arus

diatolikrendaha atau tidak ada bahkan berbalik maka kemungkinan terjadinya

kematian janin intra uteri menjadi sangat tinggi dan sebelum ini terjadi mak

kehamilan etrsebut indikasi kuat untuk diterminasi.2,37

Pasien juga dipesan untuk segera melapor jika terjadi gejala

trombosis,tromboeboli, Transient ischemic attack atau amaurosis fugax. Karena itu

pasien perlu diajarkan gejala setaiap keadaan tersebut.3

Page 22: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 22

Pengobatan medikamentosa Menurut Michelle petri pada pasien hamil dengan antibodi antikardiolipin dan

antikoagulan lupus yang tidak mempunyai riwayat kegagalan kehamilan , tidak

memerlukan terapi 35. Jika kadar antibodi antifosfolipidnya tinggi dapat diberikan

aspirin dosis rendah setiap hari .16,25

Pada umumnya terapi yang diberikan adalah pada saat prekonsepsi terapi

sudah diberikan yaitu aspirin dosis rendah tetap sebesar 81 mg/hari.25 Terapi aspirin

ini dimulai segera setelah terjadinya keguguran berulang, trombosis atau jika pasien

mengharapkan untuk hamil berikutnya.25,27 Segera setelah terjadinya konsepsi atau

jiak denyut jantung sudah terdeteksi dengan USG 27 mulai diberikan heparin pocine

(UFH) subkutan dengan dosisi rendah tetap sebesar 5000 unit setiap 12 jam sampai

mendapat nilai PTT 1,2-1,5 nilai standar atau INR diatas 2,6. 25,27,35,36 Semua

pengobatan dihentikan kalau terjadi keguguran atau kehamilan mencapai usia 34

minggu.27 Pernah dilaporkan efek antikoagulan yang persisten pada saat persalinan

yang berakhr sampai 28 jam.35

Pada pemberian heparin jangka panjang (> 1 bulan), pasien diberikan

suplementasi 1500-2000 gram kalsium karbonat untuk mengurangi efek osteoporotik,

vitamin D ( dalam vitamin prenatal), olahrag ringan 1 jam perhari seperti berjalan,

jogging atau aerobic ringan.25,35

Masa nifas dan setelahnya Setelah melahirkan, pemberian antikoagulan oral dianjurkan dimulai lagi 1-2

minggu post partum 13 sementara suatu penelitian lain menganggap pemberian

heparin perlu diberikan terus sampai 1 bulan post partum saja.13 Heparin aman

diberikan pada ibu menyusui karena tidak disekresikan pada ASI sementara warfarin

juga tidak menginduksi efek antikoagulan pada bayi yang menyusui.30 Untuk

kontrasepsi tidak dianjurkan menggunakan pil.35 Pasien juga diajarkan gaya hidup

sehat dengan mempertahankan berat badan ideal, kadar kolestrol rendah, aktivitas

fisik, tekanan darah terkontrol dan tidak merokok.35

Page 23: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 23

Menurut penelitian Roseve dan Brewer, pasien yang diterapi warfarin

menberikan hasil yang lebih baik dari terapi aspirin atau tidak diterapi dan trombosisi

tidak akan berulang jika Interbational Normalized Ratio (INR) mempertahankan

diatas 2,6.35 Derksen dkk melakukan studi retrospektif dan mendapatkan data bahwa

pasien yang mendapat terapi antikoagulan 8 yahun memiliki kemungkinan 100%

untuk rekuren sementara jika terapi dihentikan maka 50% akan terjadi lagi pada 2

tahun dan 78 % akan terjadi lagi pada 8 tahun. 35 Dari studi retrospektif oleh

khamastha dkk dari group Hughes dicatat dari 147 pasien SAF, sebanyak 69%nya

mengalami trombosis ulang baik arteri maupun vena dan waktu rata-rata terjadinya

adalah 12 bulan.35 Jika diterapi warfarin secara intensif (INR>3) dengan atau tanpa

aspirin dosis rendah untuk prevensi adalah lebih efektif dibandingkan dengan

warfarin dosis rendah.35

Suatu penelitian mengganggap pemebrian heparin perlu tetap diberikan

sampai 1 bulan postpartum.13

Dallas/ Fort Worth Metroflex 1,6 Mengaujukan suatu protokol untuk

recurrent miscarriage syndrome yang berhubungan dengan efek trombosit atau

protein darah. Dari 149 pasien yang mengikuti protokol ini 98 % berhasil mencapai

persalinan aterm normal. Protokol tersebut adalah sebagi berikut:

Pengobatan selama kehamilan

x Aspirin: 81 mg perhari, dimulai pada saat kelainan dimulai

x Porcine heparin: 5000 unit subkutan setaip 12 jam segera setelah kehamilan

( diberikan bersama aspirin setelah kehamilan aterm)

x Kalsium : 500 mg per oral per hari

x Vitamin Prenatal

x Tablet besi : 1 tablet per hari

x Asam folat : 1 mg per oral per hari

Page 24: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 24

Pemeriksaan laboratorium

x Pemeriksaan drah lengkap/ jumlah trombosit dan kadar heparin setiap minggu

untuk 4 minggu berturut-turut dilanjtkan 1 kali perbulan sampai kehamilan

aterm

x Pemeriksaan ultrasonografo teratur sampai aterm

x Catatan gerak janin setiap hari setalah kelahiran 28 minggu

x Pemeriksaan biofisik janin dan pemerikasaan arus darah umbikus dengan

Doppler saat kehamilan 32,34,36, dan 38 minggu

x Terminasi kehamilan sesuai indikasi obstetri dan plasenta dikirim untuk

pemeriksaan patologi

Page 25: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 25

BAB VI PROGNOSIS

Pada kehamilan dengan riwayat abortus berulang yang ditatalaksanai dengan

pemberian aspirin dosis rendah dan heparin, perlu pemerikasaan darah khusus untuk

melihat implikasi pengobatan terhadap keadan fisiologi darah. Disdamping untuk

pemeriksaan USG rutin untuk memantau perkembangan janin. Pada masa terapi perlu

diwaspadai terjadinya preeklampsi, persalianan preterm, intra uterin growth

retardation. Pada kehamilan aterm, seksio besar banyak dipilih untuk mengakhiri

kehamilannya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.9

Bagaimana permasalah wanita dengan riwayat abortus berulang yang

disebabkan antiphospholipid antibodi yang akan dilakukan fertilisasi in vitro?

Kowalik dkk dari penelitiannya menyimpulkan bahwa anticardiopilin antibodi dan

antiphospholipid antibodi ternyata hanya sedikit berpengaruh pada luaran kehamilan

wanita yang menjalani fertilisasi in vitro. Pada penelitian lain Hornstein dkk

menyimpulkan bahwa antiphospholipid antibodi tidak merupakan suatu jaminan

pada wanita yang akan menjalani fertilisasi antiphospholipid.20,21

Page 26: Sindroma Antifosfolipid Dalam Kehamilan Adr

I- 26