Pencegahan Trauma Kapitis

15
3.7. Pencegahan Trauma Kapitis Upaya pencegahan Trauma Kapitis pada dasarnya adalah suatu tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan lalu lintas yang berakibat trauma pada kepala. Upaya yang dilakukan yaitu : 3.7.1. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention) Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa yang dirancang untuk mencegah factor-faktor yang menunjang terjadinya Trauma Kapitis seperti : lampu lalu lintas kendaraan bermotor, memakai sabuk pengaman, dan memakai helm. 3.7.2. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention) Pencegahan sekunder yaitu berupa upaya pencegahan pada saat peristiwa kecelakaan untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya Trauma yang dialami. Dilakukan dengan memberikan pertolongan pertama, yaitu : menghentikan pendarahan, usahakan jalann nafas yang lapang, memberikan bantuan nafas buatan bila keadaan berhenti bernafas. Tindakan pengobatan trauma kapitalis craniotomy a. Meningkatkan jalan nafas dan pola nafas yang efektif Pada pasien Trauma kapitis dengan tindakan craniotomy kesadaran menurun tidak dapat

Transcript of Pencegahan Trauma Kapitis

Page 1: Pencegahan Trauma Kapitis

3.7. Pencegahan Trauma Kapitis

Upaya pencegahan Trauma Kapitis pada dasarnya adalah suatu tindakan

pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan lalu lintas yang berakibat

trauma pada kepala. Upaya yang dilakukan yaitu :

3.7.1. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)

Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa yang

dirancang untuk mencegah factor-faktor yang menunjang terjadinya Trauma

Kapitis seperti : lampu lalu lintas kendaraan bermotor, memakai sabuk pengaman,

dan memakai helm.

3.7.2. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)

Pencegahan sekunder yaitu berupa upaya pencegahan pada saat peristiwa

kecelakaan untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya Trauma yang dialami.

Dilakukan dengan memberikan pertolongan pertama, yaitu : menghentikan

pendarahan, usahakan jalann nafas yang lapang, memberikan bantuan nafas buatan

bila keadaan berhenti bernafas.

Tindakan pengobatan trauma kapitalis craniotomy

a. Meningkatkan jalan nafas dan pola nafas yang efektif

Pada pasien Trauma kapitis dengan tindakan craniotomy kesadaran

menurun tidak dapat mempertahankan jalan nafas dan pola nafas yang

efektif, maka perlu dilakukan pemeriksaan fisik tanda-tanda vital,

memberikan posisi ekstensi pada kepala, mengkaji pola nafas, memberikan

jalan nafas tetap terbuka dan tidak ada secret (sputum) yang mengganggu

pola nafas.

b. Mempertahankan perfusi otak

Tekanan perfusi otak dipengaruhi oleh tekanan darah arteri dan tekanan

intrakranal. Oleh karena itu pada Trauma kapitis dengan tindakan

craniotomy tekanan darah perlu diperhatikan supaya tidak menurun. Jika

terdapat syok dan pendarahan, harus segera diatasi serta menghindari infeksi

pada otak.

Page 2: Pencegahan Trauma Kapitis

c. Meningkatkan perfusi jaringan serebal

Pada pasien Trauma kapitis craniotomy dengan kesadaran menurun perlu

diberikan tindakan dengan cara meninggikan posisi kepala 15-30 derajat

posisi “midline (setengah telentang)” untuk menurunkan tekanan vena

jugularis, dan menghindarkan hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan

intrakraneal.

d. Cairan dan elektrolit

Pada pasien Trauma kapitis craniotomy dengan kesadaran menurun atau

pasien dengan muntahan, pemberian cairan dan elektrolit melalui infus

merupakan hal yang penting untuk mencegah terjadinya dehidrasi pada

tubuh.

e. Nutrisi

Pada pasien dengan Trauma kapitis craniotomy dengan kesadaran menurun

kebutuhan kalori dapat meningkat karena terdapat keadaan katabolik. Perlu

diberikan makanan melalui sonde lambung.

f. Pasien yang gelisah

Pada pasien yang gelisah dapat diberikan obat penenang, misalnya

haloperidol. Untuk nyeri kepala dapat diberikan obat analgetik.

3.7.3. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)

Pencegahan tersier yaitu upaya untuk mengurangi akibat patologis dari

Trauma kapitis. Dilakukan dengan membawa penderita Trauma kapitis ke rumah

sakit untuk mendpatkan pertolongan lebih lanjut dengan tindakan segera

craniotomy.

3.8. Piñatalaksanaan Trauma Kapitis Akut

Penatalaksanaan penderita cedera kepala ditentukan atas dasar beratnya cedera dan

dilakukan menurut uraian prioritas. Yang ideal dilaksanakan oleh suatu tim yang terdiri

dari paramedis terlatih, dokter ahli saraf, beda saraf, radiologi, anastesi dan rehabilitasi

medic. Pasien dengan cedera kepala harus ditangani dan dipantau terus sejak tempat

Page 3: Pencegahan Trauma Kapitis

kecelakaan, selama perjalanan dari tempat kejadian sampai rumah sakit, diruang gawat

darurat, kamar radiologi, sampai ke ruang operasi, ruang perawatan atau ICU, sebab

sewaktu-waktu bisa memburuk akibat aspirasi, hipotensi, kejang dan sebagainya.

Macam dan urutan prioritas tindakan cedera kepala ditentukan atas dalamnya

penurunan kesadaran pada saat diperiksa.

A. Pasien dalam keadaan sadar

Pasien yang sadar pada saat diperiksa bisa dibagi dalam 2 jenis :

1. Simple injury

Pasien mengalami cedera kepala tanpa diikuti gangguan kesadaran, dari anamnesa

maupun gejala serebal lain. Pasien ini hanya dilakukan perawatan luka.

Pemeriksaan radiologik hanya atas indikasi. Keluarga dilibatkan untuk

mengobservasi kesadaran.

2. Kesadaran terganggu sesaat

Pasien mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah cedera kepala dan pada saat

diperiksa sudah sadar kembali. Pemeriksaan radiologik dibuat dan penatalaksanaan

selanjutnya seperti SHI.

B. Pasien dengan kesadaran menurun

1. Cedera kepala ringan / minor head injury (GCS=13-15)

Kesadaran disoriented atau not obey command, tanpa disertai divisit

fokal serebral. Setelah pemeriksaan fisik dilakukan perawatan luka, dibuat foto

kepala. CT scan kepala, jika curiga adanya hermatom intracranial, misalnya da

riwayat lucid interval pada follow up kesadaran dan semakin menurun atau tibul

laterialisasi. Observasi kesadaran, pupil, gejala fokal selebral disamping tanda-

tanda vital.

2. Cedera kepala sedang (GCS=9-12)

Pasien dalam kategori ini bisa mengalami gangguan kardiopulmoner,

oleh karena itu urutan tindakannya sebagai berikut :

Page 4: Pencegahan Trauma Kapitis

a. Periksa dan atasi gangguan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi

b. Periksa singkat atas kesadaran, pupil, tanda fokal selebral dan cedera organ

lain. Fiksasi leher dan patah tulang ekstrimitas.

c. Foto kepala dan bila perlu bagian tubuh lain.

d. CT scan kepala bila curiga adanya hematom intracranial.

e. Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, deficit fokal selebral.

3. Cedera kepala berat (GCS=3-8)

Penderita ini biasanya disertai oleh cedera yang multipel, oleh karena itu

disamping kelainan selebral juga disertai kelainan sistemik.

Urutan tindakan menurut prioriitas adalah sebagai berikut :

a. Resusitasi jantung paru (airway, breathing, circulation / ABC)

Pasien dengan cedera kepala berat ini sering terjadi hipoksia, hipotensi

dan hiperkapnia akibat gangguan kardiopulmoner. Oleh karena itu tindakan

pertama adalah :

Jalan nafas (air way)

Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun kebelakang dengan posisi

kepala ekstensi, kalau perlu dipasang pipa orofaring atau pipa

endotrakheal, bersihkan sisa muntahan, darah, lender atau gigi palsu. Isi

lambung dikosongkan melalui pipa nasograstrik untuk menghindarkan

aspirasi muntahan.

Pernafasan (Breathing)

Gangguan pernafasan dapat desebabkan oleh kelainan sentral atau

prifer. Kelainan sentral adalah depresi pernafasan pada lesi medula

oblongata, pernafasan cheyne stokes, ataksik dan central neurogenik

hyperventilation. Penyebab prifer adalah aspirasi, trauma dada, edema

paru, DIC, emboli paru, infeksi. Akibat dari gangguan pernafasan dapat

terjadi hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan dengan pemberian oksigen

kemudian cari danatasi factor penyebab dan kalau perlu memakai

ventilator.

Page 5: Pencegahan Trauma Kapitis

Sirkulasi (circulation)

Hipotensi menimbulokan iskenik yang dapat mengakibatkan kerusakan

sekunder. Jarang hipotensi disebabkan oleh kelainan intracranial,

kebayakan oleh faktor ekstrakranial yakni berupa hipovolemi akibat

perdarahan luar atau rupture alat dalam, trauma dada disertai tamponade

jantung atau peumotoraks dan syok septik. Tindakannya adalah

menghentikan sumber pendarahan, perbaikan fungsi jantung dan

mengganti darah yang hilaang dengan plasma hydroxyethyl starch atau

darah.

b. Pemeriksaan fisik

Setelah ABC, dilakukan pemeriksaan fisik singkat mmeliputi kesadaran,

pupil, deficit fokal selebral dan cedera ekstra kranial. Hasil pemeriksaan

fisik pertama ini dicatat sebagai data dasar dan ditindaklanjuti, setiap

perburukan dari salah satu komponen diatas bisa diartikan sebagai adanya

kerusakan sekunder dan harus segera dicari dan segera menanggulangi

penyebabnya.

c. Pemeriksaan radiologi

Dibuat foto kepala dan leher, sedangkan foto anggota gerak, dada dan

abdomen dibuat atas indikasi. CT scan kepala dilakukan bila ada freaktur

tulang tengkorak atau bila secara klinis diduga ada hematom intracranial.

d. Tekanan tinggi intracranial (TIK)

Peninggian TIK terjadi akibat edema serebri, vasodilatasi, imatom

intrakranial atau hidrosefalus. Untuk mengukur turun naiknya TIK

sebaiknya dipasang monitor TIK, TIK yang normal adalah berkisar 0-15

mmHg, diatas 20 mmHg sudah harus diturunkan dengan urutan sebagai

berikut :

Page 6: Pencegahan Trauma Kapitis

1. Hiperventilasi

Setelah resusitas ABC, dilakukan hiperventilasi dengan ventilasi yang

terkontrol, dengan sasaran tekanan CO2 (pCO2) 27-30 mmHg dimana

terjadi vasokontriksi yang diikuti berkurangnya aliran darah selebral.

Hiperventilasi dengan pCO2 sekitar 30 mmHg dipertahankan selama 48-

72 jam, lalu dicoba dilepas dengan mengurangi hiperventilasi, bila TIK

naik lagi hiperventilasi diteruskan lagi selama 24-48 jam. Bila TIK tidak

menurun dengan hiperventilasi periksa gas darah dan lakukan CT-scan

ulang untuk menyingkirkan hematon.

2. Drainase

Tindakan ini dilakukan bila hiperventilasi tidak berhasil. Untuk jangka

pendek dilakukan drainase ventricular, sedangkan untuk jangka panjang

dipasang ventrikulo peritoneal shunt, misalnya bila terjadi hidrosefalus.

3. Terapi diuretik

Diuretic osmotic (minitol 20%)

Cairan ini menurunkan TIK dengan menarik air dari jaringan otak

normal melalui sawar otak yang masih utuh kedalam ruang

intravaskuler. Bila tidak terjadi dieresis pemberiannya harus

dihentikan. Cara pemberiannya : bolus 0,5-1 gram/kg BB dalam 20

menit dilanjutkan 0,25-0,5 gram /kg BB, setiap 6 jam selama 24-48

jam. Monitor osmolalitas tidak melebihi 310 mOSm.

Loop diuretic (Furosemid)

Furosemid dapat menurunkan TIK melalui efek meghambat

pembentukan cairan cerebrospinal dan menarik cairan interstitial

pada edema sebri. Pemberiannya bersamaan minatol mempunyai

efek sinergik dan memperpanjang efek osmotic serum oleh minatol.

Dosis 40 mg/hari/iv

Terapi barbitural (Fenobarbital)

Page 7: Pencegahan Trauma Kapitis

Terapi ini diberikan pada kasus-kasus yang tidak responsif terhadap

semua jenis terapi yang tersebut diatas. Cara pemberiannya : Bolus

10 mg/kgBB/iv selama 0,5 jam dan dilanjutkan 2-3 mg/kgBB selama

3 jam, lalu pertahankan pada kadar serum 3-4 mg%, dengan dosis

dekitar 1 mg/kgBB/jam. Setelah TIK terkontrol, 20 mmHg selama

24-48 jam, dosis diturunkan bertahap selama 3 hari.

Steroid

Berguna untuk mengurangi edema serebri pada tumor otak. Akan

tetapi manfaatnya pada cedera kepala tidak terbukti, oleh karena itu

sekarang tidak digunakan lagi pada kasus cedera kepala.

Posisi tidur

Penderita cedera kepala berat dimana TIK tinggi posisi tidurnya

ditinggikan posisi kepala sekitar 20-30, dengan kepala dan dada pada

satu bidang, jangan posisi fleksi atau leterofleksi, supaya pembuluh

vena daerah leher tidak terjepit sehingga drainase menjadi lancar.

Keseimbangan cairan elektrolit

Pada saat awal pemasukan cairan dikurangi untuk mencegah

bertambahnya edema serebri dengan jumlah cairan 1500-2000

ml/hari diberikan perenteral, sebaiknya dengan cairan koloid seperti

hydroxyethyl starch, pada awalnya dapat dipakai cairan kristaloid

seperti NaCl 0,9% atau ringer laktat, jangan diberikan cairan yang

mengandung glukosa oleh karena terjadi keadaan hiperglikemia

menambah edema serebri. Keseimbangan cairan tercapai bila

tekanan darah stabil normal, yang akan takikardia kembali normal

dan volume urin normal > 30 ml/jam. Setelah 3-4 hari dapat dimulai

makanan peroral melalui pipa nasogastrik. Pada keadaan tertentu

dimana terjadi gangguan keseimbangan cairan elektrolit, pemasukan

cairan harus disesuaikan, misalnya pada pemberian obat diuretic,

diabetes insipidus, syndrome of inappropriate anti diuretic hormone

(SIADH). Dalam keadaan ini perlu dipantau kadar eletrolit, gula

darah, ureum, kratinin dan osmolalitas darah.

Page 8: Pencegahan Trauma Kapitis

Nutrisi

Pada cedera kepala berat terjadai hipermetabolisme sebanyak 2-2,5

kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Proses ini

terjadi antara lain oleh karena meningkatnya kadar efineprin dan

norefineprin dalam darah dan akan bertambah bila ada demam.

Setelah 3-4 hari dengan cairan perenterai pemberian cairan nutrisi

peroral melalui pipa nasograstrik bisa dimulai, sebanyak 2000-3000

kalori/hari.

Epilepsi/kejang

Epilepsi yang terjadi dalam minggu pertama setelah trauma disebut

early epilepsy dan yang terjadi setelah minggu pertama disebut late

epilepsy. Early epilepsy lebih sering timbul pada anak-anak dari

pada orang dewasa, kecuali jika ada fraktur impresi, hematom atau

pasien dengan amnesia post traumatik yang panjang.

Pengobatan :

- Kejang pertama : Fenitoin 200 mg, dilanjutkan 3-4 x 100 mg/hari

- Status epilepsy : diazepam 10 mg/iv dapat diulang dalam 15

menit, bila cenderung berulang 50-100 mg/ 500 ml NaCl 0,9%

dengan tetesan < 40 mg/jam. Setiap 6 jam dibuat larutan baru

oleh karena tidak stabil. Bila setelah 400 ml tidak berhasil, ganti

obat lain misalnya Fenition. Cara pemberian Fenition : Bolus 18

mg/kgB/iv pelan-pelan paling cepat 50 mg/menit. Dilanjutkan

200-500 mg /hari/iv atau oral. Profilaksis : diberikan pada pasien

cedera kepala berat dengan resiko kejang tinggi, seperti pada

fraktur impresi hematon intrakranial dan penderita dengan

amnesia post traumatik panjang.

Neuroproteksi

Adanya waktu tenggang antara terjadinya trauma dengan timbulnya

kerusakan jaringan saraf, memberi waktu bagi kita untuk memberikan

neuroprotektan. Manfaat obat-obat tersebut masih diteliti pada penderita

Page 9: Pencegahan Trauma Kapitis

cedera kepala berat antara lain, antagonis kalsium, antagonis glutamate

dan sitikolin.

3.9. Komplikasi (Penyulit) pada Trauma Kapitis

1. Gangguan Faal Paru

Pneumonia aspirasi : Suatu infeksi paru karena isi saluran makanan atau sekret

trachea masuk kedalam paru-paru, disebabkan gangguan kesadaran pada trauma

kapitis, penderita tidak dapat menelan atau mengeluarkan sisa makanan dan

dahak

2. Gangguan Faal Hepar dapat mengakibatkan Gagal Hepar (Hepatic Failure)

3. Gangguan Faal Ginjal dapat mengakibatkan Gagal Ginjal (Renal Failiure)

4. Gangguan Faal Kelenjar Hypophyse (misalnya Diabetes Insipidus)

5. Gangguan Faal Sistim Kardiovaskular

6. Gangguan Hemostasis

3.10. Penilaian Nyeri

Visual Analogue Scale (VAS)

Skala yang pertama kali dikemukakan oleh Kecle pada tahun 1984 yang

merupakan skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak ada

nyeri dan garis akhir (10) menandakan nyeri hebat. Pasien diminta untuk membuat

tanda digaris tersebut untuk mengekspresikan nyeri yang dirasakan.

Penggunaan skala VAS lebih gampang, efisien dan lebih mudah dipahami oleh

penderita dibandingkan dengan skala lainnya. Penggunaan VAS telah

direkomendasikan oleh Coll dkk karena selain telah digunakan secara luas, VAS juga

secara metodologis kualitasnya lebih baik, dimana juga penggunaannya relative mudah,

hanya dengan menggunakan beberapa kata sehingga kosa kata tidak menjadi

permasalahan. Willianson dkk juga melakukan kajian pustakan atas tiga skala ukur

nyeri dan menarik kesimpulan bahwa VAS secara statistic paling kuat rasionya karena

dapat menyajikan data dalam bentuk rasio.

Page 10: Pencegahan Trauma Kapitis

Nilai VAS antara 0 – 4 cm dianggap sebagai tingkat nyeri dan digunakan

sebagai target untuk terlaksana analgesia. Nilai VAS > 4 dianggap nyeri sedang menuju

berat sehingga pasien merasa tidak nyaman sehingga perlu diberikan obat analgesik

penyelamat (rescue analgetic). Nilai VAS 0-4= nyeri ringan, 4-7= nyeri sedang, dan 7-

10= nyeri berat. Praktik dalam tata laksana nyeri, secara garis besar strategi farmakologi

mengikuti “three step analgesic ladder” yaitu :

a. Tahap pertama dengan menggunakan obat analgetik nonopiat seperti NSAID

atau COX2 specific inhibitors

b. Tahap kedua dilakukan jika pasien masih mengeluh nyeri. Maka diberikan obat-

obat seperti pada tahap 1 ditambah opiate secara intermiten.

c. Tahap ketiga dengan memberikan obat tahap 2 ditambah opiate yang lebih kuat.