Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

64
Urtikaria A. Definisi Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. 2 Urtikaria pertama kali digambarkan dalam sastra Inggris pada tahun 1772, walaupun sebenarnya penyakit telah diakui sepanjang sejarah. Urtikaria ditandai dengan onset edema setempat pada kulit yang berhubungan dengan rasa gatal dan terbakar yang disebabkan oleh bermacam- macam sebab. 1,2 Urtikaria juga kadang dikenal sebagai hives, nettle rash, biduran, kaligata. 2 Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai dan mengenai 15-25% populasi semasa hidupnya. Urtikaria dapat terjadi secara akut maupun kronik. Urtikaria akut adalah gangguan umum yang sering mendorong pasien untuk mencari pengobatan di unit gawat darurat (UGD). Bahkan, urtikaria akut adalah penyakit kulit paling umum yang dirawat di UGD. 1 Urtikaria kronik yang terjadi setiap hari selama lebih dari 6 minggu dapat mengganggu kualitas hidup seseorang. 3 1

Transcript of Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

Page 1: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

Urtikaria

A. Definisi

Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya

ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan,

berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat

dikelilingi halo.2

Urtikaria pertama kali digambarkan dalam sastra Inggris pada tahun 1772,

walaupun sebenarnya penyakit telah diakui sepanjang sejarah. Urtikaria ditandai

dengan onset edema setempat pada kulit yang berhubungan dengan rasa gatal dan

terbakar yang disebabkan oleh bermacam-macam sebab.1,2 Urtikaria juga kadang

dikenal sebagai hives, nettle rash, biduran, kaligata.2

Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai dan mengenai 15-25%

populasi semasa hidupnya. Urtikaria dapat terjadi secara akut maupun kronik.

Urtikaria akut adalah gangguan umum yang sering mendorong pasien untuk mencari

pengobatan di unit gawat darurat (UGD). Bahkan, urtikaria akut adalah penyakit kulit

paling umum yang dirawat di UGD.1 Urtikaria kronik yang terjadi setiap hari selama

lebih dari 6 minggu dapat mengganggu kualitas hidup seseorang.3

Kebanyakan kasus urtikaria adalah self-limited dan durasinya pendek. Namun,

ketika urtikaria menjadi kronik, maka akan menjadi masalah bagi pasien atau dokter

yang merawat.4 Walaupun patogenesis dan beberapa penyebab yang dicurigai telah

ditemukan, ternyata pengobatan yang diberikan kadang-kadang tidak memberi hasil

seperti yang diharapkan.2 Penatalaksanaan utama urtikaria meliputi langkah-langkah

umum untuk mencegah atau menghindari faktor pemicu dan farmakoterapi.

Penatalaksanaan tersebut distratifikasikan menjadi first-line therapy, second-line

therapy, dan third-line therapy.3

B. Anatomi dan Fisiologi Kulit

1. Anatomi Kulit

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh. Lapisan luar

kulit adalah epidermis dan lapisan dalam kulit adalah dermis atau korium.5

1

Page 2: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

Gambar 1. Lapisan Epidermis Kulit.6

Gambar 2. Anatomi Kulit.7

Epidermis terdiri atas lima lapisan yaitu stratum korneum, stratum lusidum,

stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale (stratum germinativum).

Fungsi epidermis sebagai proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan

sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan

alergen (sel langerhans).5

Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan papiler dan lapisan retikuler yang

merupakan lapisan tebal terdiri dari jaringan ikat padat. Fungsi dermis berfungsi

sebagai struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing

forces dan respon inflamasi. Subkutis merupakan lapisan di bawah dermis atau

hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak, berfungsi menunjang suplai darah ke

dermis untuk regenerasi.5

2

Page 3: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

2. Fisiologi Kulit

Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya

adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier

infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi, dan metabolisme.

Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma

mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Kulit

berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit.5

C. Epidemiologi

Data epidemiologi urtikaria secara internasional menunjukkan bahwa urtikaria

(kronis, akut, atau keduanya) terjadi pada 15-25% populasi pada suatu waktu dalam

hidup mereka. Chronic idiopatic urticaria (CIU) terjadi hingga 0,5-1,5% populasi

semasa hidupnya. Insiden urtikaria akut lebih tinggi pada orang dengan atopi. Insiden

urticaria kronis tidak meningkat pada orang dengan atopi. Data epidemiologi urtikaria

berdasarkan usia menunjukkan bahwa urtikaria akut paling sering terjadi pada anak

dan dewasa muda, sedangkan CIU lebih sering terjadi pada dewasa dan wanita

setengah baya.4

Sebuah penelitian epidemiologi urtikaria di Spanyol menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan prevalensi urtikaria kronik yang signifikan pada perempuan (0.48%)

daripada laki-laki (0.12%). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada

perbedaan prevalensi urtikaria kronik berdasarkan status ekonomi, lokasi geografis,

atau luas wilayah suatu kota. Sedangkan insidensi urtikaria akut pada suatu kota

dengan penduduk lebih dari 500.000 orang mempunyai frekuensi urtikaria akut yang

secara signifikan lebih tinggi daripada wilayah dengan jumlah penduduk kurang dari

500.000.8

D. Etiologi

Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga

penyebab urtikaria bermacam-macam, antara lain: 2

1. Obat

3

Page 4: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik

maupun non-imunologik. Obat sistemik (penisilin, sepalosporin, dan diuretik)

menimbulkan urtikaria secara imunologik tipe I atau II. Sedangkan obat yang secara

non-imunologik langsung merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya

opium dan zat kontras.2

2. Makanan

Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya akibat

reaksi imunologik. Makanan yang sering menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan,

kacang, udang, coklat, tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka.2

3. Gigitan atau sengatan serangga

Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat, hal ini lebih

banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV).2

4. Bahan fotosenzitiser

Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, bahan

kosmetik, dan sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.2

5. Inhalan

Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap, bulu binatang,

dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe I).2

6. Kontaktan

Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil,

air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia, misalnya insect

repellent (penangkis serangga), dan bahan kosmetik.2

7. Trauma Fisik

Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, faktor panas, faktor tekanan,

dan emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik maupun non

imunologik. Dapat timbul urtika setelah goresan dengan benda tumpul beberapa

menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini disebut dermografisme atau

fenomena Darier.2

8. Infeksi dan infestasi

4

Page 5: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri,

virus, jamur, maupun infestasi parasit.2

9. Psikis

Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan

permeabilitas dan vasodilatasi kapiler .2

10. Genetik

Faktor genetik juga berperan penting pada urtikaria, walaupun jarang

menunjukkan penurunan autosomal dominant.2

11. Penyakit sistemik

Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi

lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi.2

E. Klasifikasi

Klasifikasi urtikaria paling sering didasarkan pada karakteristik klinis daripada

etiologi karena sering kali sulit untuk menentukan etiologi atau patogenesis urtikaria

dan banyak kasus karena idiopatik.3 Terdapat bermacam-macam klasifikasi urtikaria,

berdasarkan lamanya serangan berlangsung dibedakan urtikaria akut dan kronik.

Klasifikasi urtikaria yang lain tampak pada tabel 1.3,9

Tabel 1. Klasifikasi Urtikaria

Ordinary urticarias

Acute urticaria

Chronic urticaria

Contact urticaria

Physical urticarias

Dermatographism

Delayed dermatographism

Pressure urticaria

Cholinergic urticaria

Vibratory angioedema

Exercise-induced urticaria

5

Page 6: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

Adrenergic urticaria

Delayed-pressure urticaria

Solar urticaria

Aquagenic urticaria

Cold urticaria

Special syndromes

Schnitzler syndrome

Muckle-Wells syndrome

Pruritic urticarial papules and plaques of pregnancy

Urticarial vasculitis

1. Urtikaria Akut

Urtikaria akut terjadi bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu atau

berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari.2 Lesi individu biasanya hilang

dalam <24 jam, terjadi lebih sering pada anak-anak, dan sering dikaitkan dengan

atopi. Sekitar 20%-30% pasien dengan urtikaria akut berkembang menjadi kronis atau

rekuren.3

2. Urtikaria Kronik

Urtikaria kronik terjadi bila serangan berlangsung lebih dari 6 minggu2,

pengembangan urtika kulit terjadi secara teratur (biasanya harian) selama lebih dari 6

minggu dengan setiap lesi berlangsung 4-36 jam. Gejalanya mungkin parah dan dapat

mengganggu kesehatan terkait dengan kualitas hidup.3

3. Urtikaria Kontak

Urtikaria kontak didefinisikan sebagai pengembangan urticarial wheals di tempat

di mana agen eksternal membuat kontak dengan kulit atau mukosa. Urtikaria kontak

dapat dibagi lagi menjadi bentuk alergi (melibatkan IgE) atau non-alergi (IgE-

independen).3

4. Urtikaria Fisik

6

Page 7: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

Gambar 3. Dermographisme. Tampak urtikaria dengan linear wheal.9

Gambar 4. Delayed Pressure Urticaria pada Kaki.11

a. Dermographism

Dermographism merupakan bentuk paling sering dari urtikaria fisik dan

merupakan suatu edema setempat berbatas tegas yang biasanya berbentuk linier yang

tepinya eritem yang muncul beberapa detik setelah kulit digores.9,10 Dermographism

tampak sebagai garis biduran (linear wheal). Transient wheal atau biduran yang

sementara muncul secara cepat dan biasanya memudar dalam 30 menit; akan tetapi,

kulit biasanya mengalami pruritus sehingga bekas garukan dapat muncul.9

b. Delayed dermographism

Delayed dermographism terjadi 3-6 jam setelah stimulasi, baik dengan atau tanpa

immediate reaction, dan berlangsung sampai 24-48 jam. Erupsi terdiri dari nodul

eritema linier. Kondisi ini mungkin berhubungan dengan delayed pressure urticaria.9

c. Delayed pressure urticaria

Delayed pressure urticaria tampak sebagai lesi erythematous, edema lokal, sering

disertai nyeri, yang timbul dalam 0,5-6 jam setelah terjadi tekanan terhadap kulit.

Episode spontan terjadi setelah duduk pada kursi yang keras, di bawah sabuk

pengaman, pada kaki setelah berlari, dan pada tangan setelah mengerjakan pekerjaan

dengan tangan.9

d. Vibratory angioedema

Vibratory angioedema dapat terjadi sebagai kelainan idiopatik didapat, dapat

berhubungan dengan cholinergic urticaria, atau setelah beberapa tahun karena

paparan vibrasi okupasional seperti pada pekerja-pekerja di pengasahan logam karena

7

Page 8: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

Gambar 5. Cold Urticaria. 9

Gambar 6. Cold Urticaria. 9

getaran-getaran gerinda. Urtikaria ini dapat sebagai kelainan autosomal dominan

yang diturunkan dalam keluarga. Bentuk keturunan sering disertai dengan flushing

pada wajah. 9,10

e. Cold urticaria

Pada cold urticaria terdapat bentuk didapat (acquired) dan diturunkan (herediter).

Serangan terjadi dalam hitungan menit setelah paparan yang meliputi perubahan

dalam temperatur lingkungan dan kontak langsung dengan objek dingin. Jarak antara

paparan dingin dan onset munculnya gejala adalah kurang lebih 2,5 jam, dan rata-rata

durasi episode adalah 12 jam.9

f. Cholinergic urticaria

Cholinergic urticaria terjadi setelah peningkatan suhu inti tubuh. Cholinergic

urticaria terjadi karena aksi asetilkolin terhadap sel mast. Erupsi tampak dengan

biduran bentuk papular, bulat, ukuran kecil kira-kira 2-4 mm yang dikelilingi oleh

flare eritema sedikit atau luas merupakan gambaran khas dari urtikaria jenis ini.9,10

g. Local heat urticaria

Local heat urticaria adalah bentuk yang jarang dimana biduran terjadi dalam

beberapa menit setelah paparan dengan panas secara lokal, biasanya muncul 5 menit

8

Page 9: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

Gambar 9. Exercise-induced anaphylaxis.14

setelah kulit terpapar panas diatas 43°C. Area yang terekspos menjadi seperti

terbakar, tersengat, dan menjadi merah, bengkak dan indurasi. 9,10

h. Solar urticaria

Solar urticaria timbul sebagai biduran eritema dengan pruritus, dan kadang-

kadang angioedema dapat terjadi dalam beberapa menit setelah paparan dengan sinar

matahari atau sumber cahaya buatan. Histamin dan faktor kemotaktik untuk eosinofil

dan neutrofil dapat ditemukan dalam darah setelah paparan dengan sinar ultraviolet A

(UVA), UVB, dan sinar/cahaya yang terlihat.9

i. Exercise-induced anaphylaxis

Exercise-induced anaphylaxis adalah gejala klinis yang kompleks terdiri dari

pruritus, urtikaria, angioedema (kutaneus, laringeal, dan intestinal), dan sinkop yang

berbeda dari cholinergic urticaria. Exercise-induced anaphylaxis memerlukan

olahraga/exercise sebagai stimulusnya. 9

Gambar 8. Solar Urticaria. 13

9

Page 10: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

j. Adrenergic urticaria

Adrenergic urticaria timbul sebagai biduran yang dikelilingi oleh white halo yang

terjadi selama stress emosional. Adrenergic urticaria terjadi karena peran

norepinefrin. Biasanya muncul 10-15 menit setelah rangsangan faktor pencetus

seperti emosional (rasa sedih), kopi, dan coklat.9,10

k. Aquagenic urticaria and aquagenic pruritus

Kontak kulit dengan air pada temperatur berapapun dapat menghasilkan urtikaria

dan atau pruritus. Air menyebabkan urtikaria karena bertindak sebagai pembawa

antigen-antigen epidermal yang larut air. Erupsi terdiri dari biduran-biduran kecil

yang mirip dengan cholinergic urticaria.9,10

4. Sindrom Khusus

a. Schnitzler syndrome

Schnitzler Syndrome adalah varian unik urtikaria kronis yang ditandai oleh

pruritic non-wheals yang berulang, demam intermiten, nyeri tulang, arthralgias, atau

radang sendi, terdapat peningkatan erythrocyte sedimentation rate (ESR) dan

monoclonal IgM gammopathy. 3,15

b. Muckle-Wells syndrome

Muckle-Wells syndrome adalah suatu kelainan yang berhubungan dengan

autoinflammatory yang ditandai dengan urtikaria, arthralgia, ketulian sensorineural

yang progresif, dan amiloidosis.3,16

c. Pruritic Urticarial Papules and Plaques of Pregnancy

Pada wanita hamil dapat muncul erupsi papular urtikaria dan plak disertai gatal

yang dikenal dengan Pruritic Urticarial Papules and Plaques of Pregnancy (PUPP).

Erupsi muncul secara tiba-tiba dengan 90% di abdomen, dan dalam beberapa hari

dapat menyebar secara simetris dengan tidak melibatkan wajah.9

10

Page 11: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

d. Urticarial vasculitis

Presentasi klinis urticarial vaculitis dapat dibedakan dari urtikaria kronis.

Berbeda dengan urtikaria kronis, lesi dari urticarial vasculitis cenderung bertahan

lebih lama dari 24 jam dan berkaitan dengan sensasi panas, nyeri, dan gatal. Lesi ini

juga digambarkan sebagai penyembuhan dengan atau petechiae purpura karena

garukan.3

F. Patogenesis

Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang

meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan

cairan setempat. Sehingga secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan.

Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan

mediator-mediator misalnya histamine, kinin, serotonin, slow reacting substance of

anaphylaxis (SRSA), dan prostaglandin oleh sel mast dan atau basofil.2

Baik faktor imunologik, maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast

atau basofil untuk melepaskan mediator tersebut (gambar 10). Pada yang

nonimunologik mungkin sekali siklik AMP (adenosin mono phosphate) memegang

peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia seperti golongan

amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin, dan

beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini. Bahan kolinergik misalnya asetilkolin,

dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang mekanismenya belum diketahui langsung

dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan mediator. Faktor fisik misalnya

panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan dapat langsung merangsang sel

mast. Beberapa keadaan misalnya demam, panas, emosi, dan alcohol dapat

merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan

peningkatan permeabilitas.2

Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada yang kronik;

biasanya IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya

reseptor Fc bila ada antigen yang sesuai berikatan dengan IgE maka terjadi

degranulasi sel, sehingga mampu melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak

pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi obat dan makanan. Komplemen juga

11

Page 12: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

SEL MAS BASOFIL

FAKTOR NON IMUNOLOGIK FAKTOR IMUNOLOGIK

Efek kolinergik

Faktor fisik(panas, dingin, trauma,

sinar X, cahaya)

AlkoholEmosi Demam

Idiopatik?

Bahan kimia pelepas mediator(morfin,kodein)

Reaksi tipe I (IgE)(inhalan, obat, makanan, infeksi)

Reaksi tipe IV (kontaktan)

Pengaruh komplemen

Reaksi tipe II

Reaksi tipe III

URTIKARIA

Aktivasi komplemenklasik – alternatif

(Ag-Ab, venom, toksin)

Faktor genetik(defisiensi C1 esterase inhibitor)

PELEPASAN MEDIATOR(histamin, SRSA, serotonin, kinin, PEG, PAF)

VASODILATASIPERMEABILITAS KAPILER ↑

Gambar 10. Diagram Faktor Imunologik dan Non-Imunologik yang Menimbulkan Urtikaria2

ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik maupun secara alternatif

menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a) yang mampu merangsang sel mast

dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin bakteri.

Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan

kompleks imun pada keadaan ini juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat

kontak dapat juga terjadi misalnya setelah pemakaian bahan penangkis serangga,

bahan kosmetik, dan sefalosporin. Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik

menyebabkan edema angioneurotik yang herediter.

G. Gejala dan Tanda

1. Gejala

Gejala urtikaria adalah sebagai berikut: 2,4

a. Gatal, rasa terbakar, atau tertusuk.

b. Biduran berwarna merah muda sampai merah.

12

Page 13: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

c. Lesi dapat menghilang dalam 24 jam atau lebih, tapi lesi baru dapat mucul

seterusnya.

d. Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut diare,

muntah dan nyeri kepala.

2. Tanda

Tanda urtikatria adalah sebagai berikut: 2,4

a. Klinis tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas dan kadang-kadang

bagian tengah tampak lebih pucat.

b. Bentuknya dapat papular, lentikular, numular, dan plakat.

c. Jika ada reaksi anafilaksis, perlu diperhatikan adanya gejala hipotensi,

respiratory distress, stridor, dan gastrointestinal distress.

d. Jika ada lesi yang gatal, dapat dipalpasi, namun tidak memutih jika ditekan,

maka merupakan lesi dari urticarial vasculitis yang dapat meninggalkan

perubahan pigmentasi.

e. Pemeriksaan untuk dermographism dengan cara kulit digores dengan objek

tumpul dan diamati pembentukan wheal dengan eritema dalam 5-15 menit.

f. Edema jaringan kulit yang lebih dalam atau submukosa pada angioedema.

H. Diagnosis Banding

1. Angioedema

Angioedema adalah pembengkakan yang disebabkan oleh meningkatnya

permeabilitas vaskular pada jaringan subkutan kulit, lapisan mukosa, dan lapisan

submukosa yang terjadi pada saluran napas dan saluran cerna. Angioedema dapat

disebabkan oleh mekanisme patologi yang sama dengan urtikaria, namun pada

angioedema mengenai lapisan dermis yang lebih dalam dan jaringan subkutaneus.

Karakteristik dari angioedema meliputi vasodilatasi dan eksudasi plasma ke jaringan

yang lebih dalam daripada yang tampak pada urtikaria, pembengkakan yang

nonpitting dan nonpruritic dan biasanya terjadi pada permukaan mukosa dari saluran

13

Page 14: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

nafas dan saluran cerna (pembengkakan usus menyebabkan nyeri abdomen berat),

serta suara serak yang merupakan tanda paling awal dari edema laring.9

2. Pitiriasis rosea

Pitiriasis rosea adalah erupsi papuloskuamosa akut yang agak sering dijumpai.

Morfologi khas berupa makula eritematosa lonjong dengan diameter terpanjang

sesuai dengan lipatan kulit serta ditutupi oleh skuama halus. Lokalisasinya dapat

tersebar di seluruh tubuh, terutama pada tempat yang tertutup pakaian. Efloresensi

berupa makula eritroskuamosa anular dan solitar, bentuk lonjong dengan tepi hampir

tidak nyata meninggi dan bagian sentral bersisik, agak berkeringat. Sumbu panjang

lesi sesuai dengan garis lipat kulit dan kadang-kadang menyerupai gambaran pohon

cemara. Lesi inisial (herald patch = medallion) biasanya solitary, bentuk oval, anular,

berdiameter 2-6 cm. Jarang terdapat lebih dari 1 herald patch.17

3. Urtikaria pigmentosa

Urtikaria pigmentosa adalah suatu erupsi pada kulit berupa hiperpigmentasi yang

berlangsung sementara, kadang-kadang disertai pembengkakan dan rasa gatal.

Penyebabnya adalah infiltrasi mastosit pada kulit. Lokalisasi terutama pada badan,

tapi dapat juga mengenai ekstrimitas, kepala, dan leher. Efloresensi berupa makula

coklat-kemerahan atau papula-papula kehitaman tersebar pada seluruh tubuh, dapat

juga berupa nodula-nodula atau bahkan vesikel.17

4. Dermatitis atopik

Dermatitis atopik adalah dermatitis yang timbul pada individu dengan riwayat

atopi pada dirinya sendiri ataupun keluarganya, yaitu riwayat asma bronchial, rhinitis

alergika, dan reaksi alergi terhadap serbuk-serbuk tanaman. Penyebab yang pasti

belum diketahui, tetapi faktor turunan merupakan dasar pertama untuk timbulnya

penyakit. Gejala utama dermatitis atopik adalah pruritus, dapat hilang timbul

sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita

akan menggaruk sehingga timbul papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi,

eksudasi, dan krusta. Diagnosis dermatitis atopi harus mempunyai tiga kriteria mayor

dan tiga kriteria minor dari Hanifin dan Rajka.2

14

Page 15: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

5. Dermatitis kontak alergi

Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi

yang menempel pada kulit pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap

suatu alergen. Penderita umumnya mengeluh gatal. Semua bagian tubuh dapat

terkena. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas

kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel, atau bula. Vesikel atau bula dapat

pecah menimbulkan erosindan eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit

kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin juga fisur, batasnya tidak

jelas.2,17

I. Diagnosis

1. Anamnesis

Informasi mengenai riwayat urtikaria sebelumnya, durasi rash/ruam, dan gatal

dapat bermanfaat untuk mengkategorikan urtikaria sebagai akut, rekuren, atau kronik. 9

Beberapa pertanyaan untuk menentukan penyebab alergi atau non-alergi adalah

sebagai berikut: 4

a. Apakah biduran berhubungan dengan makanan? Apakah ada makanan baru

yang ditambahkan dalam menu makanan?

b. Apakah pasien sedang menjalani pengobatan rutin atau menggunakan obat

baru? Jika iya, apakah jenis obat tersebut?

c. Apakah pasien mempunyai penyakit kronik atau riwayat penyakit kronik?

d. Apakah pasien sedang hamil?

e. Apakah biduran disebabkan oleh stimulus fisik seperti panas, dingin, tekanan,

vibrasi?

f. Apakah biduran berhubungan dengan senyawa yang dihirup atau kontak

dengan kulit yang mungkin timbul pada tempat kerja?

g. Apakah biduran berhubungan dengan gigitan/sengatan serangga?

2. Pemeriksaan Fisik

15

Page 16: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

a. Pemeriksaan kulit pada urtikaria, meliputi: 2, 9,18

Lokalisasi: badan, ekstremitas, kepala, dan leher.

Efloresensi: eritema dan edema setempat berbatas tegas dengan elevasi

kulit, kadang-kadang bagian tengah tampak pucat.

Ukuran: beberapa milimeter hingga sentimeter.

Bentuk: papular, lentikular, numular, dan plakat.

Dermographism.

b. Pemeriksaan fisik sebaiknya terfokus pada keadaan yang memungkinkan

menjadi presipitasi urtikaria atau dapat berpotensi mengancam nyawa,

diantaranya adalah: 9

Faringitis atau infeksi saluran nafas atas, khususnya pada anak-anak.

Angioedema pada bibir, lidah, atau laring.

Sklera ikterik, pembesaran hati, atau nyeri yang mengindikasikan adanya

hepatitis atau penyakit kolestatik hati.

Pembesaran kelenjar tiroid.

Lymphadenopati atau splenomegali yang dicurigai limfoma.

Pemeriksaan sendi untuk mencari bukti adanya penyakit jaringan

penyambung, rheumatoid arthritis, atau systemic lupus erythematosus

(SLE).

Pemeriksaan pulmonal untuk mencari pneumonia atau bronchospasm

(asthma).

Ekstremitias untuk mencari adanya infeksi kulit bakteri atau jamur.

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya

infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam.2 Pemeriksaan darah

rutin bisa bermanfaat untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit

penyerta. Pemeriksaan-pemeriksaan seperti komplemen, autoantibodi,

elektrofloresis serum, faal ginjal, faal hati, faal hati, dan urinalisis akan

16

Page 17: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan C1 inhibitor dan C4

komplemen sangat penting pada kasus angioedema berulang tanpa urtikaria.19

Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada urtikaria dingin.2

b. Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina.

Pemeriksaan ini untuk menyingkirkan dugaan adanya infeksi fokal.2

c. Tes Alergi

Adanya kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan konfirmasi dengan

melakukan tes kulit invivo (skin prick test) dan pemeriksaan IgE spesifik

(radio-allergosorbent test-RASTs). Tes injeksi intradermal menggunakan

serum pasien sendiri (autologous serum skin test-ASST) dapat dipakai sebagai

tes penyaring yang cukup sederhana untuk mengetahui adanya faktor

vasoaktif seperti histamine-releasing autoantibodies. 20

d. Tes Provokasi

Tes provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik, bila tes-tes

alergi memberi hasil yang meragukan atau negatif. Namun demikian, tes

provokasi ini dipertimbangkan secara hati-hati untuk menjamin

keamanannya.18

e. Tes eleminasi makanan

Tes ini dilakukan dengan cara menghentikan semua makanan yang

dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu.2

f. Tes foto tempel

Tes foto tempel dapat dilakukan pada urtikaria fisik akibat sinar.18

g. Suntikan mecholyl intradermal

Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosa urtikaria

kolinergik.2

h. Tes fisik

Tes fisik ini bisa dengan es (ice cube test) atau air hangat apabila dicurigai

adanya alergi pada suhu tertentu. 2

i. Pemeriksaan histopatologik

17

Page 18: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

Pemeriksaan ini tidak selalu diperlukan, tetapi dapat membantu diagnosis.2

Pada urtikaria perubahan histopatologis tidak terlalu dramatis. Tidak terdapat

perubahan epidermis. Pada dermis mungkin menunjukkan peningkatan jarak

antara serabut-serabut kolagen karena dipisahkan oleh edema dermis. Selain

itu terdapat dilatasi pembuluh darah kapiler di papilla dermis dan pembuluh

limfe pada kulit yang berkaitan. Selain itu terdapat suatu infiltrat limfositik

perivaskuler dan mungkin sejumlah eosinofil. Sel mast meningkat jumlahnya

pada kulit yang bersangkutan.10

Infiltrasi limfosit sering ditemukan di lesi urtikaria tipe akut dan kronik.

Beberapa lesi urtikaria mempunyai campuran infiltrat seluler, yaitu campuran

limfosit, polymorphonuclear leukocyte (PMN), dan sel-sel inflamasi lainnya.

Infiltrasi seluler campuran tersebut mirip dengan histopatologi dari respon

alergi fase akhir. Beberapa pasien dengan urtikaris yang sangat parah atau

urtikaria atipikal memiliki vaskulitis pada biopsi kulit. Spektrum histopatologi

berhubungan derajat keparahan penyakit, mulai dari limfositik (ringan)

sampai ke vaskulitik (parah).4

J. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan urtikaria dapat diuraikan menjadi first-line therapy, second-line

therapy, dan third-line therapy.3

1. First-line therapy

First-line therapy terdiri dari: 3,4

a. Edukasi kepada pasien:

Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit urtikaria dengan

menggunakan bahasa verbal atau tertulis.

Pasien harus dijelaskan mengenai perjalanan penyakit urtikaria yang tidak

mengancam nyawa, namun belum ditemukan terapi yang adekuat, dan

fakta jika penyebab urtikaria terkadang tidak dapat ditemukan.

b. Langkah non medis secara umum, meliputi:

18

Page 19: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

Menghindari faktor-faktor yang memperberat seperti terlalu panas, stres,

alcohol, dan agen fisik.

Menghindari penggunaan acetylsalicylic acid, NSAID, dan ACE inhibitor.

Menghindari agen lain yang diperkirakan dapat menyebabkan urtikaria.

Menggunakan cooling antipruritic lotion, seperti krim menthol 1% atau

2%.

c. Antagonis reseptor histamin

Antagonis reseptor histamin H1 dapat diberikan jika gejalanya menetap.

Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria sangat bermanfaat. Cara kerja

antihistamin telah diketahui dengan jelas yaitu menghambat histamin pada

reseptor-reseptornya. Secara klinis dasar pengobatan pada urtikaria dan

angioedema dipercayakan pada efek antagonis terhadap histamin pada

reseptor H1 namun efektifitas tersebut acapkali berkaitan dengan efek samping

farmakologik yaitu sedasi. Dalam perkembangannya terdapat antihistamin

yang baru yang berkhasiat yang berkhasiat terhadap reseptor H1 tetapi

nonsedasi golongan ini disebut sebagai antihistamin nonklasik.2

Antihistamin golongan AH1 yang nonklasik contohnya adalah terfenadin,

aztemizol, cetirizine, loratadin, dan mequitazin. Golongan ini diabsorbsi lebih

cepat dan mencapai kadar puncak dalam waktu 1-4 jam. Masa awitan lebih

lambat dan mencapai efek maksimal dalam waktu 4 jam (misalnya terfenadin)

sedangkan aztemizol dalam waktu 96 jam setelah pemberian oral.

Efektifitasnya berlangsung lebih lama dibandingkan dengan AH1 yang klasik

bahkan aztemizol masih efektif 21 hari setelah pemberian dosis tunggal secara

oral. Golongan ini juga dikenal sehari-hari sebagai antihistamin yang long

acting. Keunggulan lain AH1 non klasik adalah tidak mempunyai efek sedasi

karena tidak dapat menembus sawar darah otak.2

Antagonis reseptor H2 dapat berperan jika dikombinasikan dengan pada

beberapa kasus urtikaria karena 15% reseptor histamin pada kulit adalah tipe

H2. Antagonis reseptor H2 sebaiknya tidak digunakan sendiri karena efeknya

19

Page 20: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

yang minimal pada pruritus. Contoh obat antagonis reseptor H2 adalah

cimetidine, ranitidine, nizatidine, dan famotidine.3

2. Second-line therapy

Jika gejala urtikaria tidak dapat dikontrol oleh antihistamin saja, second-line

therapy harus dipertimbangkan, termasuk tindakan farmakologi dan non-farmakologi.

a. Photochemotherapy

Hasil fototerapi dengan sinar UV atau photochemotherapy (psoralen plus

UVA [PUVA]) telah disimpulkan, meskipun beberapa penelitian

menunjukkan peningkatan efektivitas PUVA hanya dalam mengelola urtikaria

fisik tapi tidak untuk urtikaria kronis.

b. Antidepresan

Antidepresan trisiklik doxepin telah terbukti dapat sebagai antagonis

reseptor H1 dan H2 dan menjadi lebih efektif dan lebih sedikit mempunyai

efek sedasi daripada diphenhydramine dalam pengobatan urtikaria kronik.

Doxepin dapat sangat berguna pada pasien dengan urtikaria kronik yang

bersamaan dengan depresi. Dosis doxepin untuk pengobatan depresi dapat

bervariasi antara 25-150 mg/hari, tetapi hanya 10-30 mg/hari yang dianjurkan

untuk urtikaria kronis. Mirtazapine adalah antidepresan yang menunjukkan

efek signifikan pada reseptor H1 dan memiliki aktivitas antipruritus. Telah

dilaporkan untuk membantu dalam beberapa kasus urtikaria fisik dan delayed-

pressure urticaria pada dosis 30 mg/hari.3

c. Kortikosteroid

Dalam beberapa kasus urtikaria akut atau kronik, antihistamin mungkin

gagal, bahkan pada dosis tinggi, atau mungkin efek samping bermasalah.

Dalam situasi seperti itu, terapi urtikaria seharusnya respon dengan

menggunakan kortikosteroid. Jika tidak berespon, maka pertimbangkan

kemungkinan proses penyakit lain (misalnya, keganasan, mastocytosis,

vaskulitis). Kortikosteroid juga dapat digunakan dalam urticarial vasculitis,

20

Page 21: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

yang biasanya tidak respon dengan antihistamin. Sebuah kursus singkat dari

kortikosteroid oral (diberikan setiap hari selama 5-7 hari, dengan atau tanpa

tappering) atau dosis tunggal injeksi steroid dapat membantu ketika digunakan

untuk episode urtikaria akut yang tidak respon terhadap antihistamin.

Kortikosteroid harus dihindari pada penggunaan jangka panjang pengobatan

urtikaria kronis karena efek samping kortikosteroid seperti hiperglikemia,

osteoporosis, ulkus peptikum, dan hipertensi.3,4

Contoh obat kortikosteroid adalah prednison, prednisolone,

methylprednisolone, dan triamcinolone. Prednisone harus diubah menjadi

prednisolone untuk menghasilkan efek, dapat diberikan dengan dosis dewasa

40-60 mg/hari PO dibagi dalam 1-2 dosis/hari dan dosis anak-anak 0.5-2

mg/kgBB/hari PO dibagi menjadi 1-4 dosis/hari. Prednisolone dapat

mengurangi permeabilitas kapiler, diberikan dengan dosis dewasa 40-60

mg/hari PO (4 kali sehari atau dibagi menjadi 2 kali sehari) dan dosis anak-

anak 0.5-2 mg/kgBB/hari PO (dibagi dalam 4 dosis atau 2 dosis).

Methylprednisolone dapat membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler,

diberikan dengan dosis dewasa 4-48 mg/hari PO dan dosis anak-anak 0.16-0.8

mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis dan 4 dosis.4

d. Leukotriene Receptor Antagonist

Leukotriene (C4, D4, E4) adalah mediator inflamasi yang poten dan

mempunyai respon terhadap wheal dan flare pada pasien dengan urtikaria

kronis atau pada individu yang sehat. Leukotriene receptor antagonist seperti

montelukast, zafirlukast, dan zileuton menunjukkan keunggulan yang lebih

dibandingkan dengan plasebo dalam perawatan pasien dengan urtikaria

kronik.3

e. Antagonis saluran kalsium

Nifedipin telah dilaporkan efektif dalam mengurangi pruritus dan

whealing pada pasien dengan urtikaria kronik bila digunakan sendiri atau

dikombinasikan dengan antihistamin. Mekanisme nifedipin berhubungan

dengan modifikasi influks kalsium ke dalam sel mast kutaneus.3

21

Page 22: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

3. Third-line therapy

Third-line therapy diberikan kepada pasien dengan urtikaria yang tidak berespon

terhadap first-line dan second-line therapy. Third-line therapy menggunakan agen

immunomodulatori, yang meliputi cyclosporine, tacrolimus, methotrexate,

cyclophosphamide, mycophenolate mofetil, dan intravenous immunoglobulin (IVIG).

Pasien yang memerlukan third-line therapy seringkali mempunyai bentuk autoimun

dari urtikaria kronik. Third-line therapy lainnya meliputi plasmapheresis, colchicine,

dapsone, albuterol (salbutamol), asam tranexamat, terbutaline, sulfasalazine,

hydroxychloroquine, dan warfarin.3

a. Immunomudulatory Agents

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa cyclosporine efektif dalam

mengobati pasien dengan urtikaria kronik yang refrakter. Cyclosporine dengan

dosis 3-5 mg/kgBB/hari menunjukkan manfaat pada dua pertiga pasien dengan

urtikaria kronik yang tidak berespon terhadap antihistamin. Tacrolimus dengan

dosis 20-µg/mL setiap hari dapat mengobati pasien dengan corticosteroid-

dependent urticaria.3

Intravenous immunoglobulin (IVIG) tampak efektif dalam manajemen

pasien dengan urtikaria autoimun kronik yang parah. Meskipun mekanisme

yang terlibat tidak jelas, namun telah diusulkan bahwa IVIG mungkin berisi

anti-idiotypic antibody yang bersaing dengan IgG endogen untuk reseptor H1

dan memblok pelepasan histamin atau memperbanyak klirens IgG endogen.3

b. Plasmapheresis

Plasmapheresis telah dilaporkan dapat bermanfaat dalam pengelolaan

urtikaria autoimun kronik yang parah. Plasmapheresis saja tidak cukup untuk

mencegah akumulasi kembali autoantibodi yang melepaskan histamine dan

harus diselidiki dalam hubungannya dengan penggunaan immunosuppressant

pharmacotherapy.3

c. Obat lainnya

22

Page 23: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

First-line TherapyEdukasiLangkah non-medis ↓Antihistamin

Second-line TherapyFarmakologiNon-farmakologiPUVAAntidepresanKortikosteroidLeukotriene receptor antagonistCCB

Third-line TherapyImmunomodulatory agentCyclosporineTacrolimusPlasmapheresisObat lain:Colchicine DapsoneHydroxychloroquineTerbutaline

URTIKARIA

Gambar 11. Alur Penatalaksanaan Urtikaria.

NACNAC selama 3 minggu

Identifikasi dan menghilangkan penyebab.

Mengurangi faktor non spesifik yang memperberat vasodilatasi kulit(alkohol, aspirin, olahraga, stress emosional)

Ringan Sedang-Berat Berat(Distress pernapasan, asma, edema laring)

Antihistamin H1 non sedatif Antihistamin H1 non sedatif

Antihistamin H1 non sedatif+

Kortikosteroid oral

Epinefrin subkutan↓

Kortikosteroid sistemik(oral atau IV)

↓Antihistamin H1 (IM)

Dapsone dan/atau colchicine mungkin dapat bermanfaat dalam mengelola

urtikaria ketika infiltrat neutrophil terlihat secara histologis, tetapi mungkin

paling berguna untuk urticarial vasculitis. Hydroxychloroquine juga telah

menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam pengobatan urtikaria kronik

idiopatik; dan telah dikaitkan dengan respon yang baik pada

hypocomplementemic urticarial vasculitis. Meskipun ß2-adrenoceptor agonist

terbutaline telah dievaluasi untuk manajemen urtikaria kronik, penggunaannya

umumnya tidak dianjurkan karena efek samping seperti takikardia dan insomnia

yang tidak dapat ditoleransi dengan baik oleh banyak pasien.3

23

Page 24: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

Pada urtikaria akut, identifikasi dan menghilangkan penyebab adalah ideal,

namun sayang sekali bahwa hal ini tidak dilakukan pada beberapa kasus. Meskipun

demikian, faktor pendorong yang pasti dapat dikurangi atau dihilangkan. Kami

menganjurkan bahwa pasien dengan urtikaria akut ringan seharusnya memulai

pengobatan dengan antihistamin H1 non sedatif. Pada pasien dengan urtikaria akut

sedang-berat, antihistamin H1 non sedatif seharusnya juga menjadi terapi pilihan

utama. Jika keadaan akut tidak dapat dikendalikan secara adekuat, pemberian

kortikosteroid oral jangka pendek seharusnya ditambahkan. Pada pasien yang

menunjukkan urtikaria akut yang berat dengan gejala distress pernapasan, asma, atau

edema laring, pengobatan yang mungkin diberikan berupa epinefrin subkutan,

kortikosteroid sistemik (oral atau intravena), dan antihistamin H1 intramuskuler.20

24

Page 25: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

Urtikaria kronik memberikan tantangan yang agak banyak dan seharusnya selalu

dirujuk ke spesialis untuk evaluasi diagnostik dan program penanganan. Strategi

penanganan awal seharusnya kembali menggunakan antihistamin H1 non sedatif.

Terapi tambahan lain mungkin berguna, yaitu antihistamin H1 sedatif menjelang tidur,

antidepresan trisiklik, atau antihistamin H2. Sebagai tambahan antihistamin H1

mungkin dapat disarankan untuk diawali dengan kortikosteroid jangka pendek dengan

harapan dapat memotong siklus penyakit.20

K. Prognosis

25

Page 26: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

Identifikasi dan menghilangkan penyebab.

Mengurangi faktor non spesifik yang memperberat vasodilatasi kulit(alkohol, aspirin, olahraga, stress emosional)

NAC

Antihistamin H1 non sedatif

NAC

Antihistamin H1 non sedatif+

Tambahan obat:antihistamin H1 pada malam hari, antidepresan trisiklik, antihistamin H2.

Antihistamin H1 + kostikosteroid oral jangka pendek + pencarian/penanganan untuk urtikaria karena vaskulitis, faktor tekanan, dan lain-lain + dicoba obat lain

Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi,

sedangkan urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari.2

26

Page 27: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

DAFTAR PUSTAKA

1. Wong, H.K. (2009). Urticaria, Acute. Emedicine, Artikel. Diakses 17 Desember 2009, dari http://emedicine.medscape.com/article/1049858-print

2. Poonawalla, T., Kelly, B. (2009). Urticaria – a review. Am J Clin Dermatol; 10(1): 9-21.

3. Sheikh, J., Najib, U. (2009). Urticaria. Emedicine, Artikel. Diakses 15 Desember 2009, dari http://emedicine.medscape.com/article/137362-print

27

Page 28: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

4. Anonim. (2009). Epidermal Layer. Wordpress, Gambar. Diakses 16 Desember 2009, dari http://sekolahperawat.files.wordpress.com/2009/02/kulit1-copy.jpg

5. Anonim. (2009). Skin Anatomy and Physiology. Gambar. Diakses 16 desember 2009, dari http://www.essentialdayspa.com/images/emerginc/Skin_Anathomy_and_Physiology.gif

6. Gaig, P., Olona1, M., Lejarazu, D.M., et al. (2004). Epidemiology of urticaria in Spain. J Invest Allergol Clin Immunol; 14(3): 214-220

7. Anonim. (2009). Urticaria. Gambar. Diakses tanggal 16 Desember 2009, dari http://www.urticaria.thunderworksinc.com/pages/UrticariaPhotos/images/foot1.jpg

8. Anonim. (2006). Urticaria Info. Steadyhealth, Gambar. Diakses tanggal 17 Desember 2009, dari http://www.steadyhealth.com/articles/user_files/4542/Image/687_urticaria.jpg

9. Ngan, V. (2009). Solar Urticaria. Dermnet, Gambar. Diakses tanggal 17 Desember 2009, dari http://dermnetnz.org/reactions/img/solar-urticaria-s.jpg

10. Kolodziej, K. (2005). Asthma and Exercise-Induced Anaphalaxis: A Case Study. Cfkeep, Gambar. Diakses tanggal 17 Desember 2009, dari http://www.cfkeep.org/html/phpThumb.php%3Fsrc%3D/uploads/uticaria.jpg

11. Lipsker, D. (2004). Schnitzler Syndrome. Orphanet, Artikel. Diakses tabnggal 17 Desember 2009, dari http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-schnitzler.pdf

12. Grateau, G.(2005). Muckle-Wells syndrome. Orphanet, Artikel. Diakses tanggal 17 Desember 2009, dari http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-MWS.pdf

13. Irga. (2009). Urtikaria. Blogspot, Artikel. Diakses 16 Desember 2009, dari http://irwanashari.blogspot.com/2009/03/urtikaria.html

Angioedema

Mulya Safri

Pediatric Department

28

Page 29: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

Faculty of Medicine

Syiah Kuala University Banda Aceh

Angioedema :

• Swelling of deep dermis, subcutaneous or submucosal tissue due to

vascular leakage.

• ]It was first described in 1586.

Giant urticaria,Quincke edema,and angioneurotic edema

nonpitting and nonpruritic.

The area of involvement is often skin-colored or slightly

erythematous.

• Depending on the area of swelling, pain can be absent or mild, as in most

peripheral or facial swelling, or can be very severe, as in gastrointestinal

angioedema.

• Laryngeal swelling is life-threatening. It should be treated as a medical

emergency

20% population have urticaria and/or angioedema

50% of these patients have urticaria and angioedema

40% have only urticaria

10% have only angioedema

• Angioedema is often associated with urticaria.

• In fact, almost 50% of patients who present with urticaria also have

angioedema.

• Angioedema, with or without concurrent urticaria, may often have

different etiologies.

• Hereditary angioedema (HAE) and acquired angioedema (AAE), special

types of angioedema caused by decreased functional C1-esterase inhibitor

(C1-INH),

Pathophysiology

29

Page 30: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

• The swelling of the affected area of angioedema is a result of the fast

onset of increase of local vascular permeability in submucosal and

subcutaneous tissue.

• IgE-mediated mast cell activation and degranulation, key elements of an

allergic reaction, often manifest as urticaria and angioedema.

• Non–IgE-mediated mast cell activation/mediator release may explain

certain autoimmune-mediated and idiopathic angioedema.

• In addition to mast cells, many other cells, such as macrophages,

dendritic cells, lymphocytes, monocytes, eosinophils, and endothelial cells,

have been shown to be involved in the pathogenesis of angioedema.

• Plasma and tissue factors, such as bradykinin, and certain components in

contact system or fibrinolytic systems are also found to play an important

role in certain forms of angioedema.

• Urticaria is often discussed together with angioedema.

In many cases, they are remarkably similar, both in underlying etiologies

and clinical management strategies.

• On the other hand, angioedema is also quite different from urticaria. It

usually involves a deeper layer of skin (reticular dermis) or subcutaneous

or submucosal tissue

• urticaria affects a more superficial layer of skin (papillary dermis and

mid dermis). In fact, mucosal involvement is observed in angioedema but

not in urticaria.

• In addition, pruritus is the most prominent complaint in urticaria but is

less troublesome or absent in angioedema.

• Furthermore, pain or tenderness is uncommon in urticaria but frequent

or even severe in angioedema. Addressing these differences is necessary

for successful treatment of angioedema.

Frequency

United States

30

Page 31: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

• Angioedema (excluding HAE or acquired angioedema [AAE]) may affect

10-20% of the population at some time in their lives.

• The great majority of chronic angioedema is idiopathic.HAE is an

autosomal dominant genetic disorder with an estimated prevalence of 1

per 10,000 to 150,000 persons.

• AAE is even less common. Until 2006, about 136 cases had been reported

in the literature.

• The reported incidence of ACE inhibitor induced angioedema varies

from 0.1% to 6%.

International

International occurrence rates are believed to be similar to those reported

in the United States.

Mortality/Morbidity

• Angioedema is one of the most troubling complications of an acute

allergic reaction.

In one study, 69.4% of 138 patients who had anaphylaxis were found to

have angioedema.

• Angioedema can be life-threatening when it involves the larynx and

upper airway, leading to trouble breathing, asphyxia, and even death.

• angioedema presented in the emergency room, 10-25% of cases are

considered to be life-threatening.

Race

• African Americans are more susceptible to angioedema induced by ACE

inhibitors. Compared with white persons, the adjusted relative risk is

about 3.0 to 4.5.

• Other forms of angioedema have no clear association between race and

the disease frequency or severity.

Sex

• Estrogen may exacerbate certain forms of angioedema.

31

Page 32: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

• In HAE, affected women tend to have more frequent attacks and run

more severe clinical courses.

• Chronic idiopathic angioedema is more common in females than in

males. Other types of angioedema do not show a strong sex

preponderance.

Age

• Angioedema can affect patient of all ages. Allergic reactions to food are

more common in children. For patients with HAE, the onset of symptoms

is often around puberty.

Clinical

History

• Patients usually describe swelling of the face (eg, eyelids, lips), tongue,

hands, and feet. It can be acute or chronic, and each episode of

angioedema may last a few hours to a few days. A local burning sensation

and pain can be observed without pronounced itchiness or local

erythema. Abdominal pain can sometimes be the only presenting

symptom of angioedema. Throat tightness, voice changes, and trouble

breathing may indicate airway involvement.

For acute and new-onset angioedema, special attention should be directed

to the potential relationship with food or drug intake, insect stings, or

other unusual exposures. For chronic and recurrent cases, ask the patient

about potential triggers, medication use and associated medical history,

family history, and past evaluation.

Physical

For skin involvement, examination can easily identify areas of swelling with

or without erythematous skin, often with ill-defined margins. Some cases of

angioedema occur in patients with urticaria.

The examination of abdominal (intestinal mucosal) angioedema can be

32

Page 33: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

challenging. The patient may have changes in bowel sounds and diffuse or

localized tenderness. Some cases may resemble an acute abdomen.

Uvula or tongue swelling can be visualized directly. However, a laryngoscopy is

needed to assess laryngeal or vocal cord involvement.

Documentation of swelling by physician notes, photographs, or both is

important.

Angioedema pada bibir

Angioedema pada wajah

Angioedema can be categorized :

• as allergic,

• pseudoallergic,

• nonallergic, or idiopathic.

More than 40% of chronic angioedema is idiopathic.

All cases of angioedema pose significant diagnostic and treatment

challenges.

Allergic angioedema

• Allergic angioedema is often associated with urticaria. It is typically

observed within 30 minutes to 2 hours after exposure to the allergen (eg,

food, drug, venom, latex).

• Brown et al reported 142 patients with anaphylaxis who presented in the

emergency department. Angioedema was present in 40% of the cases

(49.3% of those with urticaria).

Pseudoallergic angioedema

• Pseudoallergic angioedema is not IgE-mediated.

• However, its clinical course and presentation is very similar to allergic

angioedema.

33

Page 34: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

• Typical examples are angioedema induced by nonsteroidal anti-

inflammatory drugs (NSAIDs) and intravenous contrast material; aspirin

(ASA) is the most common culprit.

• True IgE-mediated reactions to ASA or other NSAIDs are uncommon.

The angioedema (with or without urticaria) reflects the pharmacologic

properties of the drugs.

By inhibiting cyclooxygenase (COX), ASA and NSAIDs lead to

overproduction of proinflammatory and vasoactive leukotrienes.

COX-2 inhibitors and acetaminophen do not usually cause angioedema.

Nonallergic angioedema

Nonallergic angioedema does not involve IgE or histamine; urticaria is

generally not associated with this type of angioedema.

• Hereditary angioedema (HAE) is perhaps the prototype of this type of

angioedema.

Decreased functional C1-INH production leading to unchecked

bradykinin production are believed to be the fundamental changes in HAE types

I and II.

Acquired angioedema (AAE) also has decreased C1-INH function due to

autoantibody production or accelerated consumption of C1-INH.

• ACE inhibitor–induced angioedema (AIIA) is bradykinin-mediated, as in

cases of HAE and AAE. ACE inhibitors interfere with the degradation of

bradykinin, a potent vasoactive nonapeptide.

Hereditary angioedema

Idiopathic angioedema (1)

The causes of idiopathic angioedema are, by definition, not identifiable.

Furthermore, the exact mechanisms are unclear. ]Some may be associated with

urticaria. Based on responses to medication, some cases are thought to be

mediated by mast cell activation, albeit IgE-independent.

34

Page 35: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

Physical urticaria/angioedema: Common triggers include heat, cold,

emotional stress, and exercise. Nonspecific mast cell activation and

degranulation are suspected causes.

Autoimmune conditions: Thyroid autoantibodies are found in 14-28% of

patients with chronic urticaria/angioedema, and IgG autoantibodies to either the

high affinity receptor for IgE (FceRI) or to IgE are found in 30-50% of patients

with chronic urticaria/angioedema.[11,22 ]In affected individuals, autoantibody

(IgG) has been found to crosslink FceRI on mast cells, resulting in mast cell

activation and release of histamine, cytokines, and other proinflammatory

mediators. Immunomodulatory drugs may be beneficial for this type of

angioedema.[23 ]

Idiopathic angioedema (2)

Infections:

The link between infection and angioedema is vague at best. Helicobacter

pylori infection has been found to be associated with HAE exacerbation.

Treatment of H pylori infection has led to clinical improvement of chronic

urticaria and angioedema.

Systemic viral, bacterial, or parasitic infection may stimulate the immune

system and cause improper activation or inflammatory changes.

Estrogen-dependent angioedema:

C1-INH functions normally in estrogen-dependent angioedema.

This has been proposed as HAE type III.

The exact mechanism of angioedema in these patients is still unclear.]In

some of the affected patients, FXII point mutation results in a gain of function

that can potentially affect the metabolism of bradykinin.

Gleich syndrome: Patients with this syndrome exhibit elevated eosinophil

with angioedema. It responds well to corticosteroids. It is thought to be related

to hypereosinophilic syndrome.

In addition to the elevated eosinophils count, IgG autoantibody against

endothelial cells has been identified.

35

Page 36: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

Allergic

Inhalants

Bites and stings

Natural rubber latex

Foods (eg, milk, eggs, peanuts, tree nuts, soy, wheat, seafood, sulfites)

Drugs

ACE inhibitors

Beta-lactam antibiotics

Sulfonamides

Aspirin/nonsteroidal anti-inflammatory drugs

Insulin

Dilantin

Streptokinase

Viral infections

Herpes simplex

Hepatitis B

Hepatitis C

Mononucleosis

Coxsackieviruses A and B

Bacterial infections

Dental caries/abscesses

Pharyngitis

Tonsillitis

Sinusitis

Otitis media

Upper respiratory infection

Urinary tract infection

Parasitic infections

Ascaris species

Strongyloides species

36

Page 37: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

Echinococcus species

Toxocara species

Fasciola species

Filaria species

Schistosoma species

Histamine-mediated angioedema

Histamine-mediated angioedema is either IgE-dependent (eg, allergic

reaction due to food or drug) or IgE-independent (eg, radiocontrast media).

NSAIDs related and most idiopathic angioedema are treated with same

measures.

Most cases can be managed well with outpatient treatment alone.

Antihistamines as described in the urticaria article are often used as the first-

line treatment for angioedema. Leukotriene antagonists may be helpful in

theory; however, clinical observation has not confirmed their benefits in

urticaria or angioedema.

For moderate to severe cases, close monitoring is often necessary.

Diphenhydramine (50) mg IM/IV is helpful. Hydrocortisone (200 mg) or Solu-

Medrol (40-60 mg) IV may reduce the possibility of relapse.

For laryngeal swelling and airway obstruction, close monitoring of the

airway is mandatory. Epinephrine (1:1,000) should be administrated IM at 0.01

mg/kg or 0.3 mg repeated every 10-15 min, if necessary. Occasionally, intubation

or even tracheostomy may be necessary. These patients should be admitted for

at least 24 hours of observation.

Prophylactic second-generation antihistamines, often at doses up to 4 times

the standard dose, with or without H2 blockers are often used to help reduce the

severity or frequency of attacks.

Corticosteroid use should be limited to severe cases.

Cyclosporin A and various other immunomodulatory drugs, including

omalizumab, have shown to be effective for many recalcitrant cases of chronic

idiopathic urticaria and angioedema

37

Page 38: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

Bradykinin-mediated angioedema

• ACE inhibitor–induced angioedema is a classic example of this type of

angioedema.

• HAE, AAE, estrogen-dependent angioedema, and certain idiopathic

angioedema are bradykinin-mediated.

• Antihistamines do not work for these patients.

• Cortical steroids have limited or no value.

Treatment of acute angioedema:

includes the following:

– Monitor and support airway as in histamine-mediated

angioedema.

– Epinephrine does not work as well as in histamine-mediated

angioedema. Its value for treating acute HAE attacks is limited.

– Severe abdominal pain may sometimes be the only presenting

symptom for these patients when seeking emergency medical care.

– Supportive care includes pain control and relief of nausea.

– Fresh frozen plasma (2 units) has been shown to be helpful in

certain patients. However, fresh frozen plasma worsening an acute

attack of laryngoedema has also been reported. If this treatment is

used, be ready to intubate or perform a tracheostomy, if

necessary.

– Antifibrinolytics (eg, Amicar or Traxeminic acid) may be helpful.

– C1-INH infusion (Berinert, 20 U/kg) can be used for acute HAE

attacks. It is reportedly used in other types of angioedema attacks.

However, its clinical efficacy in other types of angioedemas has not

been fully studied.

– Ecallantide (Kalbitor, a kallikrein inhibitor that suppresses

bradykinin generation), received FDA approval for treatment of

acute HAE attacks in December 2009. During attacks, unregulated

plasma kallikrein activity results in excessive bradykinin

38

Page 39: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

generation, resulting in swelling, inflammation, and pain.

Ecallantide is a potent, selective, reversible inhibitor of plasma

kallikrein, thereby reducing the conversion of kininogen to

bradykinin.

– Icatibant 30 mg (a B2 bradykinin receptor antagonist) SC may be

used for moderate to severe acute HAE attacks (approved only in

Europe).

Prevention of attacks

(short-term and long-term prophylaxis)

– Remove ACE inhibitors from the patient's regimen. Most patients

with angioedema induced by ACE inhibitors can tolerate an

angiotensin II receptor blocker (ARB). In rare patients, even an

ARB must be avoided.

– Avoid estrogen-based oral contraceptives.

– May consider androgen derivatives or antifibrinolytics.

– May consider C1-INH infusion. Purified C1-INH (Cinryze) is

currently FDA-approved only for prophylactic treatment (see

Medication section below).

– May consider fresh frozen plasma for short-term prophylaxis.

Treatment of the underlying disorder associated with AAE usually

results in correction of the abnormality.

Surgical Care

Surgical intervention may be necessary in case of severe laryngeal edema,

when intubation is difficult to perform and tracheotomy is needed.

Use in case of laryngeal edema.

Has alpha-agonist effects that include increased peripheral vascular

resistance and reduced vascular permeability.

Dosing

Pediatric

39

Page 40: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

0.01 mg/kg (max. dose 0.3 mg) IM prn

EpiPen Jr with 0.15 mg dose, is available for children <30 kg; EpiPen may be

used for children >30 kg

Twinject is pen-sized device containing two doses of epinephrine available either

as 0.15 or 0.3 mg formulation; first of two doses is delivered by autoinjector

while second is injected manually as needed

40

Page 41: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

41

Page 42: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

42

Page 43: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

43

Page 44: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

44

Page 45: Penatalaksanaan-urtikaria Plus Bhn Dr Mulya

45