PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/64337/10/NASKAH...

13
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY DENGAN MODALITAS ELECTRICAL STIMULATION DAN MIRROR EXERCISE DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Oleh: ICHA SEPTIANI J100150023 PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADYAH SURAKARTA 2018

Transcript of PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/64337/10/NASKAH...

Page 1: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/64337/10/NASKAH PUBLIKASI.pdf · sebelah kiri oleh karena vaskularisasi tidak lancar.. 2.2.2.2 Functional

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S

PALSY DENGAN MODALITAS ELECTRICAL STIMULATION

DAN MIRROR EXERCISE DI RSUP DR. SARDJITO

YOGYAKARTA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III

pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh:

ICHA SEPTIANI

J100150023

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADYAH SURAKARTA

2018

Page 2: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/64337/10/NASKAH PUBLIKASI.pdf · sebelah kiri oleh karena vaskularisasi tidak lancar.. 2.2.2.2 Functional

i

HALAMAN PERSETUJUAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY

DENGAN MODALITAS ELECTRICAL STIMULATION DAN MIRROR

EXERCISE DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Oleh

Icha Septiani

J100 150 023

Telah Diperiksa dan Disetujui untuk diuji Oleh :

Dosen

Pembimbing,

Totok Budi Santoso, S.Fis., S.Pd., M.P.H

NIDN. 0604127102

Page 3: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/64337/10/NASKAH PUBLIKASI.pdf · sebelah kiri oleh karena vaskularisasi tidak lancar.. 2.2.2.2 Functional

ii

HALAMAN PENGESAHAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY

DENGAN MODALITAS ELECTRICAL STIMULATION DAN MIRROR

EXERCISE DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Oleh :

ICHA SEPTIANI

J100150023

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta

pada hari Selasa, 3 Juli 2018

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan penguji:

1. Totok Budi Santoso, S.Fis., S.Pd., M.P.H ( )

(Ketua Dewan Penguji)

2. Arif Pristianto, SSt.FT.,M.Fis ( )

(Anggota I Dewan Penguji)

3. Agus Widodo SSt, FT, SKM., M.Fis ( )

(Anggota II Dewan Penguji)

Dekan,

Dr. Mutalazimah, SKM., M.Kes

NIK. 786

Page 4: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/64337/10/NASKAH PUBLIKASI.pdf · sebelah kiri oleh karena vaskularisasi tidak lancar.. 2.2.2.2 Functional

iii

Page 5: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/64337/10/NASKAH PUBLIKASI.pdf · sebelah kiri oleh karena vaskularisasi tidak lancar.. 2.2.2.2 Functional

1

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S

PALSYDENGAN MODALITAS ELECTRICAL STIMULATION DAN

MIRROR EXERCISE DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Abstrak

Bell’s Palsy adalah suatu keadaan terjadi adanya kelumpuhan fasialis akibat

paralisis nervus fasial perifer yang teradi secara akut dan penyebabnya tidak

diketahui (idiopatik) tanpa adanya kelainan neurologic lain. untuk mengetahui

manfaat dari Electrical Stimulation dan Mirror Exercise pada kasus Bell’s Palsy.

Setalah melakukan terapi 6 kali dengan menggunakan Electrical Stimulation dan

mirror exercise adanya peningkatan pada kekuatan otot, dan kemampuan

fungsional wajah M. Frontalis T0: 0 menjadi T6: 3, M. Corugator supercili T0:0

menjadi T6: 1, M. Procerus T0: 0 menjadi T6: 1, M.Orbicularis Oculi T0: 1

menjadi T6: 3, M. Nasalis T0: 0 menjadi T6: 3, M. Depressor anguli oris T0: 0

menjadi T6: 3, M.Zygomatikus Major & minor T0: 0 menjadi T6: 5, M.

Orbicularis Oris T0: 0 menjadi T6: 3, M. Bucinator T0: 0 menjadi T6: 3, M.

Mentalis T0: 1 menjadi T6: 5, M. Risorius T0: 0 menjadi T6: 3. Pemberian

modalitas Electrical Stimulation dan Mirror Exercise dapat meningkatkan

kekuatan otot, dan meningkatkan aktifitas fungsional pada wajah.

Kata kunci: Electrical Stimulation dan Mirror Exercise.

Abstract

Bell's Palsy is a form of state that occurs during the occurrence of falaration that

occurs under pressure that occurs and is no longer (idiopathic) in the absence of

other neurological abnormalities. To know the benefits of Electrical Stimulation

and Mirror Exercises on the Bell's Palsy case. After therapy 6 times using

electrical stimulation and exercise mirror. Increase T6: 0, to T6: 3, M. Corugator

supercili T0: 0 to T6: 1, M. Procerus T0: 0 to T6: 1, M.Orbicularis Oculi T0: 1 to

T6: 3, M. Nasalis T0 : 0 becomes T6: 3, M. Depressor anguli oris T0: 0 becomes

T6: 3, M.Zygomatikus Major & minor T0: 0 becomes T6: 5, M. Orbicularis Oris

T0: 0 becomes T6: 3, M. Bucinator T0 : 0 becomes T6: 3, M. Mentalist T0: 1

becomes T6: 5, M. Risorius T0: 0 becomes T6: 3. Giving modalities Electric

Stimulation and Mirror Exercises can increase strength, and increase facial

activity.

Keywords: Electrical Stimulation and Mirror Exercise.

1. PENDAHULUAN

Saat seseorang mulai bersosialisasi dengan lingkungan sekitar ataupun dalam

melakukan perkerjaan, salah satu yang menjadi sorotan mata ketika berbicara

untuk pertama kalinya adalah wajah. Dengan hal ini, seseorang dapat

mengetahui ekspresi wajah yang ditunjukan. Wajah sangat berperan penting

Page 6: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/64337/10/NASKAH PUBLIKASI.pdf · sebelah kiri oleh karena vaskularisasi tidak lancar.. 2.2.2.2 Functional

2

dalam aktivitas yang kita lakukan hingga dapat bersosialisasi dengan

lingkungan sekitar maupun ditempat kerja secara lebih mudah. Berbeda

halnya saat wajah kiri dan kanan sudah tidak simetris, karna pengaruh dari

udara dingin ataupun seringnya terkena air conditioner saat bekerja. Jika

kejadian ini berlangsung secara terus dan menerus dapat meningkatkan resiko

terjadinya suatu penyakit yang disebut bell’s palsy.

Bell’s Palsy adalah kasus cranial neuropati yang sering terjadi.

Disebabkan karena lower motor neuron yang mengalami unilateral secara

akut dan menyebabkan kelemahan pada sisi wajah. Hal lain yang menjadi

penyebab berkembangnya kasus bells palsy adalah imun infektif dan iskemik

mekanisme. Tetapi penyebabnya masih idiopatik (Eviston et al., 2015).

Pasien terserang bell’s palsy dalam kurun waktu gejala muncul 48 jam.

Evolusi dari kelemahan otot wajah terjadi selama 10 hari. Berikut adalah ciri-

cirinya seperti rasa nyeri mata yang kering mulut yang kering, dan

hiperimflamasi. Setelah 10 hari pasien akan mengalami penyembuhan pada

kelemahan wajah (De Seta et al., 2014).

Fisioterapi berperan penting dalam proses rehabilitas. Beberapa

diantaranya adalah membantu mengurangi nyeri yang dialami pasien,

meningkatkan kekuatan otot pada sisi yang lemah diarea wajah.

Meningkatkan kemampuan fungsional pasien yang terbatas akibat rasa nyeri

dan kelemahan, hingga meningkatkan kualitas hidup pasien. Ada banyak cara

yang dapat dilakukan dalam mewujudkan kesembuhan pasien seperti

menggunakan beberapa intervensi fisioterapi, contohnya adalah electrical

stimulation. Sedangkan dalam penatalaksanaannya, pasien mendapatkan juga

terapi berupa latihan tertentu dan pemberian edukasi seperti mirror exercise

agar pasien dapat berlatih dirumah.

Arus Faradik adalah arus IDC (Interrupted Direct Current) memiliki

durasi yang pendek dengan arus yang berdenyut dengan frekuensi antara 50

dan 75 Hz. Pulsa bersifat monophasic atau biphasic, dengan durasi kurang

dari 1 ms, dan secara tradisional digunakan untuk rangsangan motorik (Sérgio

& Rodrigues, 2015).

Page 7: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/64337/10/NASKAH PUBLIKASI.pdf · sebelah kiri oleh karena vaskularisasi tidak lancar.. 2.2.2.2 Functional

3

Terapi latihan adalah gerakan yang telah dirancang secara sistematik

sesuai dengan gerakan fisik manusia, postur tubuh, atau aktivitas tertentu

yang bertujuan untuk mencegah keterbatasan aktivitas fungsional klien,

meningkatkan kemampuan fungsional klien, mengurangi resiko cidera,

mengoptimalisasi kesehatan, serta meningkatkan kualitas hidup pasie

(C.Kisner, 2012).

Dengan dilakukannya program fisioterapi tersebut, diharapkan dapat

mengurangi keluhan pasien dengan kasus bell’s palsy.

2. METODE

2.1 Teknologi Intervensi Fisioterapi

2.1.1. Stimulasi Elektrik (Electrical Stimulation)

Stimulasi listrik adalah teknik yang menggunakan arus listrik untuk

mengaktifkan saraf penggerak otot dan ekstremitas yang mengalami

kelemahan serta gangguan fungsional. electrical stimulation arus faradik

yang diberikan dapat menimbulkan kontraksi otot dan membantu

memperbaiki perasaan gerak sehingga diperoleh gerak yang normal serta

bertujuan untuk mencegah memperlambat terjadinya atrofi otot.

Pada kasus bell’s palsy ini rangsangan gerak dari otak tidak dapat

disampaikan kepada otot-otot wajah yang disyarafi. Akibatnya kontraksi

otot secara volunter hilang sehingga diperlukan bantuan dari rangsangan

arus faradik untuk menimbulkan kontraksi otot. Rangsangan arus faradik

yang dilakukan berulang- ulang dapat melatih kembali otot- otot yang

lemah untuk melakukan gerakan sehingga dapat meningkatkan

kemampuan kontraksi otot sesuai fungsinya. Durasi pulsa yang

digunakan 20 ms, dan interval pulse 1000, pulse rectangular, intensitas

diatas 6 Ma sampai timbul kontraksi 30x tiap motor point, pindah dan

diulangi sampai 3x.

2.1.2 Mirror exercise

Mirror exercise merupakan salah satu bentuk terapi latihan yang

menggunakan cermin yang pelaksanaannya menggunakan latihan

Page 8: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/64337/10/NASKAH PUBLIKASI.pdf · sebelah kiri oleh karena vaskularisasi tidak lancar.. 2.2.2.2 Functional

4

gerakan–gerakan pada wajah baik secara aktif maupun pasif (Widowati,

2008). Pasien diminta melakukan gerakan – gerakan dari wajah seperti:

mengangkat alis dan dahi ke atas, menutup mata, tersenyum, menarik

sudut mulut ke samping kanan atau kiri, bersiul dan mencucu, menutup

mata dengan rapat, memperlihatkan gigi seri dan mengangkat bibir ke

atas, mengembang kempiskan cuping hidung, mengucap kata – kata

labial : l, m, n. Latihan dilakukan selama 10 – 20 menit dengan

pengulangan 4 – 5 kali setiap latihan, dan dilakukan 2 – 3 kali sehari.

2.2 Proses Fisioterapi

2.2.1 Pengkajian Fisioterapi

2.2.1.1 Anamnesis

2.2.1.2 Pemeriksaan Obyektif

2.2.2 Problematika Fisioterapi

Dari pemeriksaan tersebut didapatkan beberapa problematik

fisioterapi yang muncul sebagai berikut:

2.2.2.1 Impairment

Adanya penurunan kekuatan otot wajah sebelah kiri, potensi

terjadinya atropi otot wajah sisi kiri, potensi spasme otot wajah sisi

kanan karena kontraksi terus menerus, adanya rasa tebal pada wajah

sebelah kiri oleh karena vaskularisasi tidak lancar..

2.2.2.2 Functional limitation

Functional limitation atau keterbatasan fungsional merupakan istilah

yang digunakan pada setiap keadaan dimana seseorang mengalami

keterbatasan fungsinya pada bells palsy adanya gangguan saat minum

dan berkumur karena air keluar dari sisi yang lesi, adanya gangguan

saat makan, karena makanan terkumpul pada sisi yang sehat, adanya

gangguan ekspresi, seperti mengerutkan dahi, mengangkat alis,

menutup mata, tersenyum dan bersiul.

2.2.2.3 Disability

Disability atau ketidakmampuan dalam bidang kesehatan dianggap

sebagai ketidakmampuan atau kekurangan yang disebabkan

Page 9: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/64337/10/NASKAH PUBLIKASI.pdf · sebelah kiri oleh karena vaskularisasi tidak lancar.. 2.2.2.2 Functional

5

impairment yang ada sehingga terjadi gangguan dalam beraktivitas.

Pada bells palsy adanya penurunan rasa percaya diri saat bergaul di

lingkungan masyarakat karena gangguan ekspresi wajah, dan adanya

gangguan kemampuan fungsional pasien, seperti berkumur, makan,

minum dan lain – lain.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Pasien dengan nama Ny. S, umur 23 tahun, dengan diagnosa medis Bell’s

Palsy mengeluh karna adanya kelemahan otot wajah bagian kiri, dan

keterbatasan dalam kemampuan fungsional wajah. Setelah melakukan

terapi sebanyak 6 kali menggunakan modalitas Electrical Stimulation dan

mirror exercise, terjadi peningkatan kekuatan otot-otot wajah serta

meningkatkan kemampuan fungsional pada kondisi Bell’s Palsy.

3.1.1 Hasil pemeriksaan kekuatan otot wajah kiri

Tabel 1 Pemeriksaan Kekuatan Otot

Otot-otot T1 T2 T3 T4 T5 T6

M. Frontalis 0 0 0 1 1 3

M.Corugator

supercili

0 0 0 1 1 1

M. Procerus 0 0 0 1 1 1

M. orbicularis oculi 1 1 3 3 3 3

M. nasalis 0 1 1 1 3 3

M. depressor anguli

oris

0 1 1 1 3 3

M. zigomaticus

major & minor

0 1 3 3 3 3

M. oblicularis oris 0 1 3 3 3 3

M. bucinator 0 1 1 1 3 3

M. mentalis 1 1 3 3 3 5

M. Risorius 0 1 1 1 3 3

Sumber: data primer, 2018

3.1.2 Hasil pemeriksaan motorik dengan Ugo Fisch Scale

Tabel 2 Hasil Pemeriksaan Ugo Fisch Scale

Posisi T1 T2 T3 T4 T5 T6

Saat Istirahat 0 0 6 6 14 14

Page 10: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/64337/10/NASKAH PUBLIKASI.pdf · sebelah kiri oleh karena vaskularisasi tidak lancar.. 2.2.2.2 Functional

6

Point Point Point Point Point Point

Mengerutkan 0

Point

0

Point

3

Point

3

Point

7

Point

7

Point

Menutup mata

rapat

0

Point

0

Point

9

Point

9

Point

21

Point

21

Point

Tersenyum 0

point

0

Point

6

Point

6

Point

21

Point

21

Point

Bersiul 0

point

0

Point

0

Point

3

Point

3

Point

7

Point

Jumlah 0

Point

0

Point

24

Point

27

Point

66

Point

70

Point Sumber: data primer, 2018

3.2 Pembahasan

3.2.1 Kekuatan otot

Penilaian kekuatan otot dinilai dengan inspeksi pada pergerakan wajah.

Setelah mendapatkan 6 kali tindakan terapi dan evaluasi, dari

pemeriksaan awal (T0) sampai dengan pemeriksaan akhir (T6)

didapatkan hasil terjadi peningkatan kekuatan otot yang mulai terjadi

pada saat terapi ke 4 (T4) (Vakharia, 2016). Hal ini dikarenakan dalam

meningkatkan kekutan otot yang mengalami penurunan karena

kelemahan dari saraf yang mengintervensi sehingga membutuhkan

intensitas yang sering sehingga dapat terjadi kontraksi pada otot yang di

persyarafi.

3.2.2 Motorik pada wajah

Dalam penelitian pengaruh electrical stimulation dan mirror exercise

dapat memulihkan ekspresi wajah. Hal ini disebabkan oleh kontraksi

secara sering. Sehingga dapat memfasilitasi kekuatan otot dan

koordinasi pada bell’s palsy (Patil & Kanase, 2017).

Dan setelah dilakukan 6 kali terapi. Pada terapi pertama sampai

ketiga tidak menghasilkan kenaikan kekuatan otot (Vakharia, 2016). Itu

bisa disebabkan karena beberapa faktor yaitu :

3.2.2.1 Pasien tidak melakukan home program yang diberikan oleh

terapis dengan teratur.

3.2.2.2 Efek dari modalitas hanya bersifat sementara jika latihan yang

diberikan tidak dilanjutkan dengan rutin.

Page 11: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/64337/10/NASKAH PUBLIKASI.pdf · sebelah kiri oleh karena vaskularisasi tidak lancar.. 2.2.2.2 Functional

7

4. PENUTUP

Setelah dilakunkan terapi sebanyak 6 kali pada kasus bell’s palsy pada Ny. S

didapatkan hasil sebagai berikut: (1) Electrical Stimulation dapat memelihara

sifat kontraksi otot pada Bell’s Palsy Sinistra. (2) Mirror Exercise dalam

meningkatkan kemampuan fungsional pada kasus Bell’s Palsy Sinistra.

Setelah melakukan terapi pada kasus Bell’s Palsy, sebaiknya fisioterapi

memberikan saran:

Pasien harus memiliki kesungguhan yang besar untuk sembuh, agar

lebih semangat dalam melakukan latihan, dan didapatkan keberhasilan yang

mudah untuk dicapai. Pasien juga disarankan agar melakukan latihan sendiri

dirumah seperti yang telah diberikan oleh terapis.

Sebelum melakukan terapi, sebaiknya terapis mengawali pemeriksaan

yang sesuai prosedur, dalam pengambilan diagnosa harus benar, modalitas

yang dipilih, dan edukasi yang diberikan harus sesuai dengan prosedur, dan

dalam mengevaluasi setiap kali terapi secara rutin supaya mendapatkan hasil

yang maksimal. Ketika memberikan pelayanan, harus melakukan pelayanan

sesuai prosedur yang ada. Seperti pemberian dosis pada pasien dengan

modalitas: (1) Electrical Stimulation arus Faradik yang dapat menimbulkan

kontraksi otot dan membantu memperbaiki gerak sehingga diperoleh gerak

yang normal serta bertujuan untuk mencegah terjadinya atrofi otot. Pada

kasus bell’s palsy ini kontraksi otot secara volunter hilang sehingga

diperlukan bantuan dari rangsangan arus faradik untuk menimbulkan

kontraksi otot. Rangsangan arus faradik yang dilakukan berulang- ulang dapat

kembali melatih otot- otot yang lemah dalam melakukan gerakan sehingga

dapat meningkatkan kemampuan kontraksi otot sesuai fungsinya. (2) Pada

pemberian latihan mirror exercise terapis harus memberikan edukasi yang

benar. Sehingga pemberian latihan mirror exercise dapat efektif, dan dosis

yang diberikan kepada pasien harus sesuai prosedur, sehingga latihan mirror

exercise tersebut bisa memberikan pengaruh yang signifikan. Pemberian

dosis latihan mirror exercise yaitu 5 kali pengulangan dalam setiap per-step

Page 12: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/64337/10/NASKAH PUBLIKASI.pdf · sebelah kiri oleh karena vaskularisasi tidak lancar.. 2.2.2.2 Functional

8

latihan. (3) Sebaiknya masyarakat berhati-hati dalam melakukan aktifitas,

terutama yang memiliki resiko cidera. Masyarakat harus lebih mengontrol

waktu jam bekerjanya karena jika masyarakat tidak bisa mengontrol hal

tersebut maka keluhan yang dideritanya tidak akan mengalami perubahan

yang signifikan.

DAFTAR PUSTAKA

Alakram, P., & Puckree, T. (2010). Effects of electrical stimulation on house-

brackmann scores in early bells palsy. Physiotherapy Theory and Practice.

https://doi.org/10.3109/09593980902886339

Bahrudin, M. (2011). Vol . 7 No . 15 Desember 2011 Bell ’ s Palsy ( BP ), 7(15),

20–25.

Baugh, R. (2013). Clinical Practice Guideline: Bell’s Palsy, 149.

Clement, R. S., Carter, P. M., & Kipke, D. R. (2002). Measuring the electrical

stapedius reflex with stapedius muscle electromyogram recordings. Annals of

Biomedical Engineering. https://doi.org/10.1114/1.1454132

De Almeida, J. (2014). Management Of Bell Palsy: Clinical Practice Guideline,

186(12).

De Seta, D., Mancini, P., Minni, A., Prosperini, L., De Seta, E., Attanasio, G., …

Filipo, R. (2014). Bell’s palsy: Symptoms preceding and accompanying the

facial paresis. Scientific World Journal, 2014.

https://doi.org/10.1155/2014/801971

Eiffert, H., Karsten, A., Schlott, T., Ohlenbusch, A., Laskawi, R., Hoppert, M., &

Christen, H. J. (2004). Acute peripheral facial palsy in Lyme disease - A

distal neuritis at the infection site. Neuropediatrics, 35(5), 267–273.

https://doi.org/10.1055/s-2004-821174

Eviston, T. J., Croxson, G. R., Kennedy, P. G. E., Hadlock, T., & Krishnan, A. V.

(2015). Bell’s palsy: Aetiology, clinical features and multidisciplinary care.

Journal of Neurology, Neurosurgery and Psychiatry, 86(12), 1356–1361.

https://doi.org/10.1136/jnnp-2014-309563

Hultcrantz, M. (2016). Rehabilitation of Bells palsy from a multi-team

perspective. Acta Oto-Laryngologica.

https://doi.org/10.3109/00016489.2015.1116124

Isnaini, H., & Wahyuni. (2017). Pemeriksaan Fisioterapi.

Page 13: PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL’S PALSY …eprints.ums.ac.id/64337/10/NASKAH PUBLIKASI.pdf · sebelah kiri oleh karena vaskularisasi tidak lancar.. 2.2.2.2 Functional

9

Kisner, C. (2012). Manual Therapy, 2008.

Lowis, H., & Gaharu, M. N. (2012). Bell ’ s Palsy , Diagnosis dan Tata Laksana

di Pelayanan Primer.

Patil, G. R., & Kanase, S. B. (2017). Art2017790, 6(2), 655–659.

Ramadian, D. A., S, J. M. P., & Runtuwene, T. (2012). Gambaran Fungsi Kognitif

Pada Lansia di Tiga Yayasan Manula di Kecamatan Kawangkoan Manado,

(November), 1–8.

Rasjad. (2015). Pemeriksaan Fisik.

Salinas, R. (2003). Bell’s palsy. Clinical Evidence, (10), 1504–1507.

Sérgio, T., & Rodrigues, S. (2015). Modulation of electrical stimulation applied to

human physiology and clinical diagnostic.

Syahril, M., Hasibuan, N. A., & Pristiwanto, P. (2016). Penerapan Metode

Dempster Shafer Dalam Mendiagnosa Penyakit Bell’S Palsy. JURIKOM

(Jurnal Riset Komputer), 3(6), 101–105. Retrieved from http://ejurnal.stmik-

budidarma.ac.id/index.php/jurikom/article/view/182/164

Thomas, & Monaghan. (2012). pemeriksaan vital sign.

Vakharia, K., & Vakharia, K. (2016). Bell’s Palsy. Facial Plastic Surgery Clinics

of North America. https://doi.org/10.1016/j.fsc.2015.08.001

Wilis Srisayekti. (n.d.). Suatu Pengantar Wilis Srisayekti Fakultas Psikologi

Universitas Padjadjaran, 1–10.

World Confederation for Physical Therapy. (2011). Description of physical

therapy: Policy statement. The World Confederation for Physical Therapy,

(appendix 1), 1–12.