Pen Angka Pan

15
1 PENANGKAPAN Home > Internasional > ABC Australia Network Australia Ngotot Penangkapan Ikan Paus Dibawa ke Mahkamah Internasional Kamis, 27 Juni 2013, 10:11 WIB CANBERRA -- Kasus Australia melawan penangkapan ikan paus oleh Jepang sudah mulai disidangkan di Mahkamah Keadilan Internasional di Den Haag. Ini merupakan langkah paling akhir setelah upaya selama bertahun-tahun oleh pemerintah dan kelompok-kelompok lingkungan untuk mencegah penangkapan ikan paus tahunan oleh Jepang. Pada pembukaan sidang di Mahkamah Keadilan Internasional di Den Haag, Australia mengemukakan, program penangkapan ikan paus Jepang tidak dapat dibiarkan dan berbahaya. Pemerintah Australia meluncurkan gugatan hukum di tahun 2010 dan kini dalam proses pembelaan oleh kedua pihak selama tiga minggu. Pada waktu mahkamah mengumumkan putusannya tahun ini nanti, tidak akan ada banding. Bill Campbell QC, penasehat pemerintah mengenai hukum internasional selama lebih dari 30 tahun, mengatakan di depan mahkamah, Jepang bersikeras bahwa program itu murni untuk tujuan riset ilmiah.

Transcript of Pen Angka Pan

1

PENANGKAPAN

Home > Internasional > ABC Australia Network

Australia Ngotot Penangkapan Ikan Paus Dibawa ke

Mahkamah Internasional

Kamis, 27 Juni 2013, 10:11 WIB

CANBERRA -- Kasus Australia melawan penangkapan ikan paus oleh Jepang sudah mulai

disidangkan di Mahkamah Keadilan Internasional di Den Haag.

Ini merupakan langkah paling akhir setelah upaya selama bertahun-tahun oleh pemerintah dan

kelompok-kelompok lingkungan untuk mencegah penangkapan ikan paus tahunan oleh Jepang.

Pada pembukaan sidang di Mahkamah Keadilan Internasional di Den Haag, Australia

mengemukakan, program penangkapan ikan paus Jepang tidak dapat dibiarkan dan berbahaya.

Pemerintah Australia meluncurkan gugatan hukum di tahun 2010 dan kini dalam proses

pembelaan oleh kedua pihak selama tiga minggu.

Pada waktu mahkamah mengumumkan putusannya tahun ini nanti, tidak akan ada banding.

Bill Campbell QC, penasehat pemerintah mengenai hukum internasional selama lebih dari 30

tahun, mengatakan di depan mahkamah, Jepang bersikeras bahwa program itu murni untuk

tujuan riset ilmiah.

2

"Jepang berusaha menutupi penangkapan ikan komersialnya dengan tujuan ilmiah. Padahal sama

sekali tidak ilmiah," katanya.

"Yang dilakukan Jepang di Samudra Selatan jelas bertujuan komersial."

"Jumlah yang mereka tangkap, dalam hal ini ikan paus jenis minke, mencapai 935 ekor setahun."

"Mereka juga menjual produk ke berbagai tempat di Jepang."

Campbell mengatakan kepada Majelis Hakim yang terdiri dari 16 orang, mahkamah mempunyai

kesempatan baik untuk memutuskan apa yang disebut kegiatan ilmiah dan apa yang bukan.

Ia mengatakan, jika masing-masing dari 89 negara yang menandatangani peraturan penangkapan

ikan paus melakukan hal yang sama seperti Jepang, maka konsekwensinya akan merupakan

bencana.

Australia mengatakan, lebih dari 10,000 ikan paus telah dibunuh sejak 1988 sebagai akibat dari

program Jepang.

Australia menuding, Jepang melanggar konvensi internasional dan kewajibannya untuk

melestarikan mamalia laut dan lingkungan mereka.

Pembelaan Australia akan berlangsung selama tiga hari, sedangkan Jepang akan memulai

pembelaannya minggu depan.

Sidang akan berlangsung sampai 16 Juli. Selandia Baru mendukung kasus Australia dan juga

akan mengajukan pembelaan. Putusan mahkamah diperkirakan akan dikeluarkan dalam beberapa

bulan.

Kelompok lingkungan Sea Shepherd menyatakan harapan, penyidangan kasus tersebut di

pengadilan tertinggi akan membuahkan keputusan hukum yang kuat.

Mahkamah Keadilan Internasional, yang didirikan 1945, adalah lembaga yudisial PBB tertinggi

dan bertugas menyelesaikan sengketa antar negara.

Sumber : http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2013-06-27/australia-melawan-penangkapan-

ikan-paus-jepang-di-mahkamah-internasional-di-den-haag/1152364

3

Perhatikan Penangkapan Ikan Ilegal Hadapi Komunitas Ekonomi

ASEAN

Rabu, 21 Agustus 2013 | 20:40 WIB

Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Perikanan dan Kelautan

(BPSDM KP) Suseno Sukoyono | Josephus Primus

KOMPAS.com - Selain peluang dan tantangan saat Komunitas Ekonomi ASEAN terwujud

pada 2015, kekhawatiran meningkatnya penangkapan ikan ilegal (illegal fishing) di perairan

Indonesia bakal nyata. Pasalnya, tak hanya Indonesia, beberapa negara ASEAN yang memiliki

wilayah laut juga memaksimalisasikan potensi tersebut. "Hal ini yang harus menjadi

perhatian,"kata Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Perikanan

dan Kelautan (BPSDM KP) Suseno Sukoyono dalam sebuah diskusi di Jakarta pada Rabu

(21/8/2013).

Binus University

Secara umum, hal pertama dapat dilakukan menghadapi AEC adalah, apabila kita tidak siap

bersaing di luar Indonesia (di negara-negara ASEAN lainnya), maka kita harus fokus di pasar

Indonesia itu sendiri.

4

Sementara, catatan terkumpul menunjukkan potensi perikanan tangkap dunia berada di kisaran

95 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, Indonesia baru bisa menangkap sekitar 5,05 persen.

Menurut hemat Suseno, salah satu cara untuk mengurangi merebaknya penangkapan ikan ilegal

di perairan Indonesia adalah dengan penempatan tenaga-tenaga ahli bidang pemantauan.

"Pemantauan itu mesti kita lakukan sendiri,"katanya.

Lantaran berkutat di bidang SDM, kata Suseno, pihaknya menerapkan standard kompetensi kerja

maupun standard profesi bagi para lulusan sekolah-sekolah perikanan negara mulai dari

menengah hingga perguruan tinggi.

Para ahli ini nantinya bakal bekerja dengan bantuan kemajuan teknologi, tentunya, untuk

memantau semisal asal penangkapan ikan dan kapal penangkapnya. "Terkait dengan komunitas

ekonomi ASEAN itulah, tenaga-tenaga profesional seperti itu makin dibutuhkan,"ujarnya.

Demi menghadapi realisasi komunitas itu, menurut hemat Suseno, dibutuhkan sekitar 6.000

tenaga ahli.

Suseno menambahkan, catatan dari pihaknya menunjukkan, sampai dengan 2012, seluruh

lulusan pendidikan perikanan dalam lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)

mencapai 1.363 orang.

Sampai saat ini pendidikan menengah kejuruan KKP memiliki empat program keahlian yakni

Nautika Perikanan Laut, Teknika Perikanan Laut, Teknologi Budidaya Perikanan, dan Teknologi

Pengolahan Hasil Perikanan. Pada bagian ini, ada sembilan satuan pendidikan Sekolah Usaha

Perikanan Menengah (SUPM) yang berlokasi di Aceh, Pariaman, Kota Agung, Pontianak, Tegal,

Bone, Ambon, Sorong, dan Kupang.

Selanjutnya, di jenjang pendidikan tinggi, ada enam penyelenggaraan program studi yakni

Teknologi Penangkapan Ikan, Teknologi Mesin Perikanan, Teknologi Aquakultur, Teknologi

Pengolahan Hasil, Teknologi Pengelolaan Sumberdaya, dan Penyuluhan Perikanan. Pada tingkat

ini, terang Suseno, KKP menjalankan tiga satuan pendidikan Akademi Perikanan (AP) di

Sidoarjo, Bitung, dan Sorong. Lalu, ada satu satuan Sekolah Tinggi Perikanan (STP) yang

berlokasi di Jakarta.

5

ANALISA KASUS PENANGKAPAN KAPAL NELAYAN MALAYSIA DI SELAT MALAKA

Selasa, 10 Januari 2012 Diposkan oleh maimuna renhoran di 00.00 Kapal Pengawas HIU 001 milik Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan

dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan tgl 7 april 2011, berhasil menangkap Dua

kapal berbendera Malaysia yang sedang melakukan pencurian ikan /Illegal Fishing di Wilayah

Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia Perairan Zona Ekonomi Eksekutif Indonesia (ZEEI)

Selat Malaka.

Kapal yang ditangkap antara lain KM KF 5325 GT 75,80 ditangkap pada posisi 04 derajat

35`02" N/099 derajat 24`01" E dan KM. KF 5195 GT 63,80 ditangkap pada posisi 04 derajat

40`50" N/099 derajat 25`00" E. Kedua kapal ditangkap karena :

telah melanggar batas wilayah ZEE Indonesia.

tidak mempunyai Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP).

Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dari pemerintah RI .

serta penggunaan alat tangkap terlarang Trawl .

Dengan demikian, kedua kapal tersebut melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf (b) Jo pasal 92 Jo

pasal 93 ayat (2) Jo pasal 86 ayat (1) UU No. 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU No.

31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Usai ditangkap, kedua kapal langsung dibawa ke dermaga

Lantamal I Belawan dan langsung dilakukan pembongkaran ikan sebagai barang bukti untuk

disimpan di suatu tempat agar tidak rusak, dengan disaksikan Kepala Stasiun Pengawas

Belawan. Apabila fakta-fakta tersebut di atas dipandang sebagai benar (yang tergantung dari

bagaimana pembuktiannya), telah dapat cukup dibuktikan unsur kesalahan dari kedua kapal

Malaysia tersebut, akan tetapi perlu juga diperhatikan faktor-faktor lain yang juga terlibat di

dalamnya.

6

Ilmuwan serukan moratorium penangkapan ikan Kutub Utara Jakarta, 23

Desember 2013

Montreal (ANTARA News) - Ilmuwan, Senin, mendesak negara lingkar Kutub Utara agar

menetapkan peraturan mengenai penangkapan ikan bagi Samudra Kutub Utara, dan

memerintahkan moratorium atau penghentian sementara bagi penangkapan ikan sampai stok ikan

di sana dinilai.

Saat ini kapal penangkapan belum mulai beroperasi dengan menebar jaring di perairan yang

masih asri tersebut.

"Penangkapan ikan komersial di jantung Samudra Arktik sekarang mungkin dilakukan dan

layak," kata lebih dari 2.000 ilmuwan dari 67 negara dalam surat terbuka yang disiarkan oleh

Pew Environment Group untuk Kanada, Denmark, Norwegia, Rusia dan Amerika Serikat.

Namun tak banyak diketahui mengenai "keberadaan, jumlah, susunan, gerakan, dan kesehatan

stok ikan serta peran yang dimainkannya pada ekosistem perbatasan" di perairan internasional

dengan luas seperti Laut Tengah itu.

Masyarakat internasional harus "bertindak sekarang untuk melindungi perairan tersebut sampai

kita memiliki ilmu pengetahuan dan pemerintahan guna menjamin pembangunan yang

berkelanjutan dalam bidang perikanan", tulisan para ilmuwan itu di dalam surat mereka.

Penghalang utama bagi penangkapan ikan di perairan Kutub Utara hilang dengan cepat, saat

lapisan es mencair. Sejak musim panas 2007, 40 persen bagian tengah Samudra Kutub Utara

telah menjadi perairan terbuka.

Dalam waktu dekat, kapal penangkap ikan dari negara utama penangkap ikan dapat mulai

muncul di bagian utara jauh, demikian laporan AFP --yang dipantau ANTARA di Jakarta, Senin

siang.

Amerika Serikat mensahkan pendekatan pencegahan dengan menutup perairan Kutub Utaranya

bagi penangkapan ikan komersial pada 2009 guna memungkinkan para ilmuwan menilai

lingkungan hidup yang berkembang.

Kanada juga sedang merancang kebijakan perikanannya sendiri bagi Laut Beaufort, yang

bersebelahan.

Namun para ilmuwan itu khawatir "dengan tak-adanya data ilmiah dan sistem managemen yang

kuat" bagi seluruh wilayah tersebut, "penyusutan sumber ikan dan kerusakan pada komponen

lain ekosistem tampaknya akan terjadi jika penangkapan ikan dimulai".

Surat tersebut disiarkan pada hari pertama konferensi ilmu pengetahuan International Polar Yeat

2012 di Montreal, yang dihadiri semua lima negara pantai Kutub Utara, demikian AFP

melaporkan.(C003/A011)

Sumber : http://www.antaranews.com/berita/307477

7

BUDIDAYA INTERNASIONAL

ini Berita > LINIBISNIS > Budidaya Ikan Koi Indonesia, Siap Go Internasional

2

Monday, 9 December 2013 | Dilihat : 33 kali

Budidaya Ikan Koi Indonesia, Siap Go Internasional

LINIBERITA - Ikan koi menjadi salah satu komoditas perikanan potensial yang telah berhasil

menyumbang devisa hingga Rp178 miliar selama tahun 2012. Menteri Kelautan dan Perikanan

Sharif C Sutarjo dalam siaran pers yang diterima di Jakarta mengatakan, ikan hias merupakan

komoditas perikanan yang potensial menyumbang devisa.

Ia menyebutkan nilai ekspor ikan hias Indonesia pada tahun 2012 mencapai 58 juta dolar AS.

Dari jumlah tersebut ekspor ikan koi menyumbang sekitar 19 juta dolar AS atau Rp178

miliar. Menurut dia, ekspor ikan hias di 2013 diprediksi akan mengalami peningkatan hingga 20

persen atau meningkat menjadi sekitar 70 juta dolar AS atau sekitar Rp764 miliar dibanding

2012.

Untuk itu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), lanjutnya, akan terus memacu

pembudidaya koi Indonesia untuk meningkatkan kualitasnya agar dapat “go internasional”.

Salah satu cara yakni mendukung kegiatan Asosiasi Pecinta Koi Indonesia (APKI). APKI

sebagai mitra strategis pemerintah untuk pengembangan koi nasional memiliki peran penting

sebagai fasilitator untuk dapat membantu memecahkan permasalahan koi nasional. Asosiasi ini

dapat berkiprah lebih besar memajukan ikan hias Indonesia melalui implementasi tiga strategi,

yaitu peningkatan mutu dan kulitas koi sesuai standard pasar internasional, pengembangan

produk (product development) dari koi-koi bernilai rendah (low value products) ke koi bernilai

jual tinggi (high value products), serta penguatan dan pengembangan pemasaran koi baik

domestik maupun internasional.

8

KKP, lanjutnya, akan terus menerus melakukan upaya-upaya menggairahkan bisnis koi nasional

seperti kontes, pameran, bursa, perluasan akses pasar ikan hias bersama pemangku kepentingan

lain. Termasuk upaya mengedukasi masyarakat dalam mengembangkan koi secara baik dan

benar, sehingga koi Indonesia dapat menjadi salah satu pilar ekonomi nasional.

Koi Indonesia Diminati Pasar Cina

Published on October 8, 2012, by budidayaikan

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berupaya mendorong peningkatan ekspor ikan koi

melalui nilai tambah dan peningkatan produksi. Sebab, koi merupakan salah satu ikan hias budi

daya air tawar yang berpotensi menyumbang devisa ekspor.

“Ikan koi merupakan salah satu hasil produksi dari industrialisasi perikanan yang memiliki nilai

tambah,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo, di Jakarta, Senin, 8

Oktober 2012.

Menurut Sharif, Indonesia merupakan salah satu pemain utama di pasar ikan koi dunia. Hal ini

ditandai seiring dengan meningkatnya permintaan ikan koi di pasar internasional, terutama Cina.

Cina, kata dia, sangat tertarik akan ikan koi asal Indonesia karena dinilai memiliki bibit paling

baik. “Permintaan mereka akan ikan koi asal Indonesia cukup tinggi,” katanya.

Seperti diketahui, capaian produksi ikan koi pada 2011 tercatat 450 juta ekor atau 30 persen dari

total keseluruhan produksi budi daya ikan hias. Sentra koi terbesar berada di Blitar, Yogyakarta,

Jakarta, Sulawesi Selatan, dan Sumatera.

9

Ketua Asosiasi Pecinta Koi Indonesia, Budi Wijaya, menekankan pentingnya sinergi antara

pemerintah dan pihak asosiasi dalam memajukan produk ikan koi dalam negeri. “Hal ini penting,

karena bisa menjadi pendorong industri ikan hias di dalam negeri. Apalagi, permintaan ikan hias

cukup tinggi di pasar internasional, terutama dari Cina,” ujarnya. (tempo)

01 November 2010

Potret Bisnis Perikanan Negeri Gajah Putih

Sebagian besar perusahaan perikanan Thailand memiliki usaha yang terintegrasi mulai

dari budidaya hingga pengolahannya

Reklame yang menampilkan foto pria yang sedang asyik

makan sup pangsit udang (shrimp wonton soup)

terpampang sepanjang perjalanan menuju Pabrik Charoen

Pokphand Foods (CPF) di Provinsi Samut Sakhon

Thailand. Pangsit udang merupakan salah satu produk

siap saji andalan CPF. Bahkan bukan hanya di jalan raya,

iklan produk olahan udang itu ternyata juga dipajang

dalam monorail (kereta listrik) dan ditayangkan pada

siaran televisi lokal. Kejayaan perusahaan grup Charoen

Pokphand asal Negeri Gajah Putih itu memang benar-

benar tergambar saat TROBOS mengunjungi Thailand

pada 27 - 29 September lalu. Kunjungan itu dalam rangka

memenuhi undangan N.C.C. Exhibition Organizer

(NEO), penyelenggara Aquatic Asia 2011. Kesempatan

sangat berharga ini dimanfaatkan untuk mengintip seperti

apa perkembangan industri perikanan di Thailand.

Rangkaian kunjungan ini merupakan bagian dari promosi

NEO menjelang gelaran Aquatic Asia 2011 di Thailand.

Sejumlah perwakilan media lokal dan internasional

diundang dalam kunjungan selama 3 hari ini. Kebetulan

TROBOS satu-satunya wakil media dari Indonesia.

Tiga hari terasa tidak cukup untuk melihat-lihat industri perikanan Thailand yang berkemang

begitu pesat. Keseriusan Thailand menggarap agribisnis perikanan sangat kentara. Produk

perikanan Thailand di kancah internasional cukup mendominasi meninggalkan pesaing-

pesaingnya di kawasan Asia Tenggara.

Sudah lama jadi produsen udang nomor wahid di dunia, kini negara yang tak kenal penjajah itu

gencar menggenjot produksi ikan nila, lele, kakap, dan kerapu. Yang menarik, dikatakan Ahli

Senior Produk Perikanan Departemen Perikanan Thailand Niracha Wongchinda, produksi

komoditas-komoditas tersebut dilakukan dengan konsep berkelanjutan (sustainable), bebas

antibiotik, dan memperhatikan lingkungan. ”Serta pasca panennya dititik-beratkan pada

keamanan pangan,” tambahnya lugas.

10

Hebatnya lagi, negara seluas 513.120 km persegi atau hanya seperempatnya dari luas

Indonesia ini sukses meramu perikanan menjadi industri besar berkonsep ”From Farm to Table”.

Thailand sadar betul efek positif industri pengolahan pada finansial negaranya, ketimbang hanya

berorientasi produksi. Intinya, negara pengekspor beras terbesar dunia ini mampu melahirkan

nilai tambah (value added) dari komoditas perikanan yang mereka produksi.

Ini terpotret jelas ketika mendengar pemaparan Presiden Asosiasi Produk Perikanan Beku

Thailand Dr Panisuan Jamnarnwej. Ia mengatakan, sebagian besar dari 212 perusahaan anggota

asosiasi memiliki usaha yang terintegrasi mulai dari budidaya hingga pengolahannya.

Dari diskusi TROBOS dengan Niracha, Dr Panisuan, serta pelaku bisnis dan budidaya perikanan

terdapat satu pesan implisit bahwa hubungan antara pemerintah, asosiasi dan pelaku usaha, serta

akademisi terjalin harmonis dan bersifat sinergis. Dr Panisuan yang juga seorang pengusaha dan

akademisi mengatakan, banyak hasil penelitian dari Universitas Kasetsart dan Universitas

Chulalongkorn yang diadopsi oleh para pelaku budidaya perikanan.

Lalu para pelaku bisnis dan budidaya mengaku, mereka sangat terbantu dengan informasi

terkait pasar dan manajemen pemeliharaan yang diberikan oleh pemerintah dan terutama

asosiasi. Niracha menuturkan bahwa pihaknya terus berupaya mendorong para pelaku untuk

terus maju, berkembang, dan kompetitif.

11

EKSPOR INDONESIA

Jum'at, 04 Oktober 2013 | 14:00 WIB

Ekspor Ikan Mentah Indonesia Akan Dikurangi

TEMPO/Subekti

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan, Saut Hutagalung, mengatakan tahun ini ekspor produk

perikanan Indonesia, khususnya bahan baku, akan berkurang. Hal ini karena akan diterapkannya

aturan baru soal ekspor produk perikanan.

"Sepertinya akan berkurang," kata Saut saat ditemui di Hotel Sultan, Jumat, 4 Oktober 2013.

Selain adanya aturan baru, berkurangnya ekspor disebabkan ketersediaan bahan baku yang

terbatas. "Produksinya berkurang karena faktor cuaca," kata dia.

Oleh karena itu, kata Saut, produksi dalam negeri akan lebih ditujukan untuk kebutuhan industri

dalam negeri sendiri. "Ini untuk kepentingan industrialisasi perikanan," kata dia. Yang jelas, kata

Saut, jangan sampai industri dalam negeri justru kekurangan bahan baku. Saut menyebutkan,

pihaknya akan membuat aturan agar ekspor berupa bahan baku atau bahan mentah dikurangi.

Tujuannya, kata dia, agar industri pengolahan perikanan Indonesia dapat berkembang dan dapat

meningkatkan nilai tambah bagi ekspor produk perikanan. "Minimal semimatang," kata dia.

12

Selain itu, hal yang sedang didorong adalah industri pengalengan. "Seperti tuna dan cakalang,"

ujar dia. Saut mencatat, sudah ada sekitar 11 industri pengalengan ikan yang ada di Indonesia.

"Di antaranya di Bitung dan di Jatim," kata dia.

Terkait aturan ini, Saut mengatakan, akan dibahas bersama dengan kementerian terkait, seperti

Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan. "Agar jangan ada kesepakatan atau

aturan lain yang dilanggar," kata dia.

13

Suspensi Ekspor Ikan, 24 Eksportir Didaftarkan ke Rusia

24/09/2013 - Kategori : Info Media

Suspensi Ekspor Ikan, 24 Eksportir Didaftarkan ke Rusia

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan

telah mengajukan 24 perusahaan eksportir perikanan untuk

didaftarkan oleh otoritas pengawasan produk perikanan Federasi

Rusia, Rosselkhoznadzor.

Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan

Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) KKP Narmoko Prasmadji menuturkan KKP telah

mengirimkan tim pada pekan lalu, untuk bernegosiasi dengan pihak Rusia terkait suspensi impor

sementara yang diterapkan terhadap produk perikanan asal Indonesia sejak Juli 2013.

"Rusia apresiasi kedatangan kita dan berharap ekspor bisa segera dibuka. Produk kita dinilai baik

dan bisa dinikmati masyarakat Rusia," tutur Narmoko di kantornya, Senin (23/9/2013).

Terkait kewajiban registrasi perusahaan eksportir Indonesia, imbuhnya, KKP telah mengirimkan

berkas 24 perusahaan dari sekitar 160 perusahaan yang sebelumnya telah terdaftar sebagai

eksportir produk perikanan Indonesia ke Rusia.

Perusahaan-perusahaan tersebut dinilai memiliki komunikasi dan hubungan dagang yang baik

dengan pihak Rusia, serta memiliki kompetensi prima untuk masuk ke pasar negara itu. "Kita

sudah kirimkan berkas 24 perusahaan ekspotir untuk diregistrasi di Rusia. Namun, belum bisa

diproses, karena mereka minta berkasnya diterjemahkan dalam bahasa Rusia dan mereka tidak

punya anggaran," ujarnya.

Narmoko mengatakan dengan sikap otoritas Rusia tersebut KKP harus menerjemahkan sendiri

dokumen milik 24 perusahaan eksportir. Selanjutnya, otoritas Rusia akan melakukan inspeksi

lapangan di Indonesia untuk memastikan praktik sesuai dengan standar Rusia. Perkembangan

yang menggembirakan, lanjutnya, pihak Rusia akan mendidik tenaga inspektur dan analis

Indonesia untuk lebih memahami standar dan metode pemeriksaan produk perikanan versi

Custom Union Federasi Rusia.

Kendati porsi ekspor Indonesia ke Rusia hanya 1%-2%, tetapi Narmoko menilai pencabutan

suspensi impor produk perikanan Indonesia merupakan kepentingan nasional yang perlu

diperjuangkan. "Rusia ini permintaannya lagi naik karena ekonomi mereka bagus. Ini peluang

pasar buat Indonesia. Rusia juga butuh produk perikanan kita," kata Narmoko.

14

Produk perikanan Indonesia yang mendapat permintaan tinggi di Rusia adalah minyak ikan, tuna,

dan udang. "Rusia dan Belarusia itu minta fish oil untuk diet, apalagi mau musim dingin,"

imbuhnya.

Ekspor ikan dan produk perikanan Indonesia ke Rusia melesat 500% pada periode 2008-2012.

Pada 2008, nilainya tercatat US$5,93 juta, naik menjadi US$15,38 juta pada 2010, dan US$36,01

juta pada 2012.

Sumber : BISNIS.COM Tanggal 23 September 2013 Hal.01

15

Indonesia baru sebatas ekspor ikan kembung, tuna, dan tongkol

Reporter : Idris Rusadi Putra | Kamis, 31 Oktober 2013 13:26

pasar ikan aceh. merdeka.com/arie basuki

Merdeka.com - Selama ini pemerintah dinilai lebih mementingkan impor ikan daripada

memanfaatkan ikan dalam negeri. Padahal potensi ikan Indonesia mencapai 7 kali lipat dari

APBN pemerintah. Presiden Direktur PT Perikanan Nusantara Abdussalam Konstituanto

menuturkan, untuk menyiasati ikan impor yang murah, pihaknya memilih untuk ekspor ikan

kecil. "Sekarang 60 persen kita ekspor dan 40 persen untuk domestik. Domestik itu dilema, di

satu sisi kita ingin sejahtera, tapi sisi lain rakyat kita butuh ikan. Batasan kuota impor ikan pun

kita enggak tahu dan harganya lebih murah," ucapnya ketika ditemui di Kantornya, Jakarta,

Kamis (31/10). Jenis ikan kecil yang diekspor perusahaan pelat merah itu antara lain ikan kakap,

ikan kembung, serta tuna dan ikan tongkol. Negara tujuan ekspor mulai dari Taiwan, Thailand,

Vietnam, Korea, China, Eropa seperti Jerman Timur, Jerman Barat serta Rusia.

"Tuna yang paling besar dan ada yang kita olah dulu. Di Amerika agak susah karena ada sindikat

usaha dan ikan kita dibakar," katanya.

Dari sisi kuantitas, ekspor ikan Indonesia juga masih kecil, baru 10 ton dalam satu bulan. "Ikan

kita nampung dari nelayan juga, nangkap sendiri juga. Kita kerja sama dengan nelayan, itu

sekitar 80 persen ikan nelayan," tutupnya.