PEMIKIRAN PENDIDIKAN MENURUT SYAIKH AZ ZARNUJI (Studi...
Transcript of PEMIKIRAN PENDIDIKAN MENURUT SYAIKH AZ ZARNUJI (Studi...
i
PEMIKIRAN PENDIDIKAN MENURUT
SYAIKH AZ ZARNUJI
(Studi Analisis Kitab Ta’limul Muta’alim)
SKRIPSI
Disusun Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh :
FENNY RISKYA
NIM: 11111112
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2016
ii
iii
iv
v
vi
MOTTO
Dengan Ilmu, Hidup Menjadi Mudah, Dengan Seni, Hidup Menjadi Indah,
Dengan Agama, Hidup Menjadi Terarah & Bermakna.
vii
PERSEMBAHAN
Dengan segala puji bagi Allah
Skripsi yang sederhana ini penulis persembahkan untuk:
1. Bapak-ibu tercinta yang telah mencurahkan pengorbanannya dan yang
senantiasa tidak pernah berhenti memberikan semangat serta do’anya,
sehingga skripsi ini bisa selesai.
2. Ibu Hj. Siti Fatimah Di Kebumen, Banyubiru beserta keluarganya.
3. Terimah kasih yang tak terhingga buat dosen-dosen, terutama
pembimbingku Bapak. Prof. Dr. H. Budihardjo, M.Ag. yang tak pernah
lelah dan senantiasa sabar memberikan bimbingan dan arahan kepadaku
4. Suami tercita yang selalu mendo’akan, memberikan motivasi,
menemaniku mencari buku-buku referensi dan selalu ada waktu untuk
mengantarkan aku kekampus, tanpa beliau skripsi ini tidak akan selesai
secepat ini.
5. Seluruh keluarga besar di Bringin dan di Magelang yang selalau
memberikan do’a, motivasi dan mendukungku, sehingga skripsi ini bisa
selesai dengan lancar.
6. Sahabat-sahabat dan teman-teman seperjuangan yang tidak pernah
berhenti memberikan suport dan keceriaannya, sehingga aku selalu
bahagia bersama kalian dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Semua yang telah mendo’akan aku yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
viii
KATA PENGANTAR
ميحرلا نمحرلا هللا مسب
ى وكفى ثم الصالة والسالم على سيدنا املصطفى وعلى أله وأصحابه أهل
الحمد هللا الذ
.الصدق والوفى أم بعد
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini,
meskipun dalam wujud yang sederhana. Salam sejahtera semoga
senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW. yang
telah menuntun umatnya dari zaman kejahilan menuju zaman keislaman.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat
diselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, S.Pd, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama
Islam.
4. Bapak Prof. Dr. Budihardjo, M. Ag. selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan bantuan dan bimbingannya dengan penuh
kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
ix
5. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai
ilmu pengetahuan , sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan
skripsi ini
6. Bapak, ibu tercinta dan seluruh keluargaku yang telah memberikan
do’a restu bagi keberhasilan penulis
7. Suami tercinta yang selalu memberikan motivasi dan dorongan dalam
skripsi ini.
8. Semua pihak, terutama sahabat-sahabat dan teman-teman seperjuangan
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu
dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini.
Atas jasa-jasa dan kebaikan beliau di atas, penulis berdo’a semoga
Allah SWT. Menerima amalnya dan memberikan balasan yang lebih baik.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan, semua itu karena katerbatasan penulis.
Tiada kalimat yang pantas penulis ucapkan kecuali kalimat Al-
hamdulillahi Robbil Alamin. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik di
dunia maupun di akhirat. Amiin Ya Rabbal ‘Alamin.
Salatiga, 10 Februari 2016
Penulis,
Fenny Riskya
x
ABSTRAK
Riskya, Fenny. 2016. Pemikiran Pendidikan Menurut Syaikh Az-Zarnuji Studi
Analisis Kitab Ta’limul Muta’alim. Skripsi. Jurusan Terbiyah Program
Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Slatiga.
Pembimbing: Prof. Dr. H. Budihardjo, M.Ag.
Kata kunci : Pemikiran, Pendidikan, Kitab Ta’limul Muta’alim
Sebagaimana telah penulis ketahui sangat pentingnya sebuah pendidikan
dalam rangka untuk mencapai interaksi belajar-mengajar, sudah tentu perlu
adanya komunikasi yang jelas antara guru dengan siswa, sehingga terpadunya
kedua kegiatan yang berguna dalam mencapai tujuan pengajaran. Untuk itu,
peneliti ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji bagaimana pemikiran
pendidikan menurut Syaikh Az-Zarnuji analisis kitab Ta’limul Muta’alim.
Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) Bagaimana
konsep dasar tentang pendidikan Islam?, (2) Bagaimana pemikiran Syaikh Az-
Zarnuji tentang pendidikan dalam kitab Ta’lim Muta’allim?, dan (3) Bagaimana
analisis pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang pendidikan dalam kitab Ta’lim
Muta’allim?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian menggunakan
pendekatan kepustakaan. Metode penelitian yang digunakan dengan jenis
penelitian kepustakaan (library research), sumber data primer adalah kitab
Ta’limul Muta’alim dan sumber sekundernya adalah terjemah Ta’limul
Muta’alim, serta buku-buku lain yang bersangkutan dan relevan.
Adapun teknis analisis data menggunakan metode Deskriptif Analisis dan
Metode content analisis, temuan penelitian ini menunjukkan bahwa Pemikiran
Pendidikan Kitab Ta’limul Muta’alim menurut Syaikh Az-Zarnuji ini sangat
dibutuhkan dalam dunia pendidikan, yang nantinya dapat dibiasakan juga dalam
keluarga, sekolah, pergaulan, maupun sosial kemasyarakatan. Karakteristik
pemikiran beliau dapat digolongkan dalam corak praktis yang tetap berpegang
teguh pada al-Qur’an dan hadits. Kecenderungan lain dalam pemikiran beliau
adalah mengetengahkan nilai-nilai etis yang bernafaskan sufistik. Pendidikan
akhlak yang ditekankan beliau dapat diklarifikasikan menjadi tiga, yakni:
Pertama, akhlak kepada Allah, guru dan murid dalam proses belajar mengajar
diniatkan hanya kepada Allah, Kedua, akhlak kepada sesama manusia, terutama
antara murid dan guru tetapi paling tidak terhadap sesama teman harus saling
menghormati dan menghargai satu sama lain. Ketiga, akhlak kepada ilmu itu
sendiri, bahwasanya ilmu itu adalah cahaya bagi kita dan kedudukan yang paling
tinggi adalah orang yang berilmu.
Dengan hal ini dititik beratkan pada pengertian bahwa belajar merupakan
ibadah untuk mencari ridha Allah yang mengantarkan seseorang memperoleh
kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena belajar harus diniatkan untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam. Karena itu pemikiran beliau
disini berusaha membuat dasar pembangunan masyarakat yang berakhlak religius
melalui pembinaan individu. Dari sini diharapkan akan terwujud sebuah tatanan
masyarakat yang berakhlak tinggi dan mulia.
xi
DAFTAR ISI
1. JUDUL................................................................................................... i
2. LOGO IAIN........................................................................................... ii
3. PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................... iii
4. PENGESAHAN KELULUSAN........................................................... iv
5. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN............................................ v
6. MOTTO.................................................................................................. vi
7. PERSEMBAHAN................................................................................. vii
8. KATA PENGANTAR.......................................................................... viii
9. ABSTRAK............................................................................................. x
10. DAFTAR ISI.......................................................................................... xi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakan Masalah................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian......................................................................... 7
D. Kegunaan Penelitian.................................................................... 7
E. Metode Penelitian........................................................................ 8
F. Penegasan Istilah......................................................................... 10
G. Sistematika Penulisan.................................................................. 11
BAB II. KONSEP DASAR TENTANG PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian Pendidikan................................................................. 14
B. Sumber-Sumber Pendidikan Islam ............................................. 18
C. Unsur-Unsur Pendidikan Islam ................................................... 22
1. Tujuan Pendidikan Islam ...................................................... 22
xii
2. Ruang Lingkup Pendidikan Islam ........................................ 31
3. Peserta Didik .......................................................................... 37
4. Orang yang Membimbing (Pendidik)..................................... 37
5. Lingkungan Pendidikan ......................................................... 38
6. Materi Pendidikan Islam ....................................................... 38
7. Interaksi Edukatif ................................................................. 42
8. Metode Pendidikan Islam ..................................................... 42
9. Evaluasi …………………………………………………… 49
BAB III. PEMIKIRAN SYAIKH AZ-ZARNUJI TENTANG
PENDIDIKAN DALAM KITAB TA’LIMUL MUTA’ALIM
A. Biografi Syaikh Az-Zarnuji ...................................................... 50
1. Riwayat Hidup Syaikh Az-Zarnuji...................................... 50
2. Latar Belakang Pendidikan Syaikh Az-Zarnuji ................. 59
3. Latar Belakang Sosial Politik ............................................. 61
B. Karya-Karya Syaikh Az-Zarnuji .............................................. 63
C. Isi Kitab Ta’limul Muta’alim ................................................... 66
D. Pemikiran Pendidikan Syaikh Az-Zarnuji ................................ 70
1. Pembagian Ilmu .................................................................. 72
2. Unsur-Unsur Pendidikan Syaikh Az-Zarnuji …………….. 74
E. Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji Tentang Pola Hubungan Guru dan
Murid.......................................................................................... 80
F. Persyaratan Mencari Ilmu .......................................................... 74
xiii
BAB IV. ANALISIS PEMIKIRAN SYAIKH AZ-ZARNUJI
TENTANG PENDIDIKAN DALAM KITAB TA’LIMUL
MUTA’ALIM
A. Aplikasi Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji Dalam Pendidikan ...... 88
B. Kelebihan dan Kelemahan Syaikh Az-Zarnuji Tentang
Pendidikan................................................................................ 93
C. Inti Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji Tentang Pendidikan ……... 95
D. Relevansi Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji Terhadap Pemikiran
Modern....................................................................................... 96
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 101
B. Saran ......................................................................................... 104
C. Penutup ..................................................................................... 105
11. DAFTAR PUSTAKA
12. LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan agama rahmatan lil’alamin yang dibawa oleh
Rasulullah SAW. Islam sangat memperhatikan segala aspek yang
dikerjakan manusia, mulai dari hal-hal yang terkecil sampai pada hal-hal
yang terbesar. Baik yang berhubungan dengan Allah maupun dengan
manusia. Dalam hal ini Islam memberikan pendidikan kepada manusia dan
sebagai pedoman hidup untuk manusia seluruh alam. Sebagai makhluk
sosial, manusia dalam kehidupannya membutuhkan hubungan dengan
sesama ketika sesuatu yang dilakukan tidak dapat dikerjakan seorang diri.
Kebutuhan yang berbeda-beda dan karena saling membutuhkan, membuat
manusia cenderung untuk melayani kebutuhan manusia lainnya, selain
demi kepentingan pribadi. Allah S.W.T berfirman:
لعلمكم ت رحون االمؤمن ون اخوة فا صلحوا ب ي اخويكم وات مقوا الله *انم Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara,
karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan
bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat”.(Q.S. Al-Hujurat:
10) (Depag, 2011: 516)
Kecenderungan manusia untuk berhubungan melahirkan
komunikasi dua arah malalui bahasa yang mengandung tindakan dan
perbuatan. Dengan kata lain, karena ada aksi maka interaksipun terjadi.
Pendidikan merupakan sebagian dari fenomena interaksi kehidupan sosial
manusia. Menurut K. J. Veeger pada hakekatnya kehidupan sosial itu terdiri dari
jumlah aksi dan reaksi yang tidak terbilang banyaknya, baik antara perorangan
2
maupun antar kelompok. Pihak-pihak yang terlibat menyesuaikan diri dengan
salah satu pola perilaku yang kolektif. (Huda, 2008: 1) Menurut Djaramah
interaksi pendidikan (edukatif) ini terjadi dengan sadar yang didasari atas tujuan
untuk mengubah tingkah laku dan perbuatan seseorang. Dengan demikian,
memunculkan istilah guru di satu pihak dan murid di lain pihak. Keduanya berada
dalam interaksi pendidikan dengan posisi, tugas dan tanggung jawab yang
berbeda, namun bersama-sama mencapai tujuan. (Huda, 2008: 38) Dalam proses
belajar-mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan
memberi fasilitas belajar bagi anak didik untuk mencapai tujuan. Dan guru
mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi untuk
membantu proses perkembangan anak didik.(Slameto, 1991: 99)
Interaksi akan selalu terkait dengan istilah komunikasi atau
hubungan. Dalam proses komunikasi, dikenal adanya unsur komunikasi
dan komunikator. Hubungan antara komunikator dengan komunikasi
terjadi karena menginteraksikan sesuatu yang dikenal dengan istilah
“pesan” (massage). Kemudian untuk menyampikan atau menginteraksikan
pesan itu diperlukan adanya media atau saluran. Maka dari itu, unsut-unsur
yang terlibat dalam komunikasi itu adalah komunikator, komunikan, dan
pesan. (Sardiman, 2001: 7)
Lingkungan pendidikan, anak didik merupakan suatu subyek dan
obyek pendidikan yang memerlukan bimbingan dari orang lain untuk
membantu mengarahkannya mengembangkan potensi yang dimiliki serta
membimbingnya menuju kedewasaan. Seorang pendidik dalam dunia
3
pendidikan adalah seorang yang wajib dihormati oleh para anak didik,
karena pendidik yang membimbing jiwa anak didik agar menjadi manusia
sejati, yang mengerti bahwa dirinya adalah hamba Allah SWT. Oleh
karena itu anak didik sebagai pihak yang diajar, dibina dan dilatih untuk
dipersiapkan menjadi manusia yang kokoh iman dan selamanya harus
mempunyai etika dan berakhlakul karimah baik kepada pendidiknya
maupun dengan yang lainnya.
Anak didik yang mempunyai etika mulia juga akan mampu
mewujudkan norma-norma dan nilai-nilai positif yang akan dipengaruhi
keberhasilan di dalam proses pendidikan dan pengajaran. Dengan
mempunyai etika atau akhlak yang mulia dan menuntut ilmu dengan baik
dan benar akan mampu mengetahui mana perbuatan yang baik dan mana
perbuatan yang buruk. Dalam dunia pelajar zaman sekarang banyak
pelajar yang menyimpang etika, sehingga tidak sedikit pelajar yang
berpotensi akhirnya gagal hanya karena salah pergaulan dan salah
memahami cara belajar yang baik dan benar.
Ahmad Tafsir (1994: 77)menyatakan bahwa interaksi dan relasi
antara guru dan murid sangatlah erat sekali sehingga guru dianggap
sebagai bapak spiritual (spiritual father), karena berjasa dalammemberikan
santapan jiwa dengan ilmu. Akan tetapi dalam sejarahnya hubungan guru
dan murid dalam dunia Islam ternyata sedikit demi sedikit mulai berubah,
nilai-nilai norma sedikit demi sedikit mulai berkurang. Semua itu
dikarenakan antara lain sebagai berikut:
4
1. Kedudukan guru dalam Islam semakin merosot
2. Hubungan murid dan guru yang bernilai penghormatan
semakin menurun.
3. Kepatuhan murid terhadap guru mengalami erosi.
4. Harga karya semakin menurun
Padahal, guru adalah penyampai kebenaran. Ketabahan dan keikhlasan
mengabdi kepada guru merupakan syarat pokok untuk meraih keberhasilan
menempuh pendidikan. (Tafsir, 1994: 77)
Pembahasan mengenai interaksi guru dan murid, Syaikh Az-
Zarnuji menulis kitabnya Ta’limul Muta’alim:
ت فع به االم بت عظيم العلم واهله اعلم بنم طلب العلم ال ي نال العلم والي ن ه وت عظيماالستاذ وت وقي
“Ketahuilah sesungguhnya orang yang mencari ilmu itu tidak akan
memperoleh ilmu dan tidak akan dapat mengambil manfaatnya
tanpa mau menghormati ilmu dan gurunya. (Az-Zarnuji, 2009:27) Kedudukan akhlak, murid dalam lingkungan pendidikan
menempati tempat yang paling penting sekali. Sebab apabila murid
mempunyai etika yang baik, maka akan sejahtera lahir dan batinnya, akan
tetapi apabila akhlaknya buruk maka rusaklah lahirnya atau batinnya.
Murid ketika berhadapan dengan guru, sang murid harus
senantiasa menghormati. Sekali ia menjadi murid dari seorang guru,
selamanya status itu tidak akan bisa lepas. Dalam kamus kehidupan, tidak
ada istilah “mantan murid” dan “mantan guru”. (Salamullah, 2008: 115)
Salah satu kitab yang membahas tentang pendidikan Islam adalah
Ta’limul Muta’alim. Salah satu keistimewaan dari kitab Ta’limul
5
Muta’alim ini terletak pada materi yang dikandungnya. Meskipun kecil
dan dengan judul yang seakan-akan hanya membahas metode belajar,
sebenarnya esensi kitab ini juga mencangkup tujuan, prinsip-prinsip dan
strategi belajar yang didasarkan pada moral religius. Kitab ini tersebar
hampir keseluruh penjuru dunia. Kitab ini juga telah tercetak dan
diterjemahkan serta dikaji di berbagai penjuru dunia, baik di Timur
maupun di Barat.
Di Indonesia, kitab Ta’limul Muta’alimyang dikarang oleh Syaikh
Az-Zarnuji yang dikaji dan dipelajari di setiap lembaga pendidikan klasik
tradisional seperti pesantren, bahkan di pondok pesantren modern. Dari
pembahasan kitab ini, dapat diketahui tentang konsep pendidikan Islam
yang dikemukakan Syaikh Al-Zarnuji yaitu tentang keutamaan ilmu, niat
belajar, cara memilih guru, ilmu, teman dan ketabahan dalam belajar, cara
menghormati ilmu dan guru, dsb. (Baharuddin, 2015: 75)
Kitab Ta’limul Muta’alim ini secara keseluruhan terdiri dari 1 jilid
dan terdapat 273 halaman, serta keseluruhannya merupakan suatu nazam-
nazam atau syair-syair arab yang diterjemahkan dalam bahasa jawa salaf,
bait syair berjumlah 119 bait. Karangan Imam Syaikh Az-Zarnuji yang
berisikan pendidikan Islam yaitu akhlak-akhlak yang mulia dalam
menuntut ilmu, agar kita bisa mencapai keseimbangan dalam pertumbuhan
manusia bisa mendapat ridha Alllah SWT, memperoleh kebahagiaan di
akhirat, berusaha memerangi kebodohan pada diri sendiri dan orang lain,
6
mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam, serta mensyukuri nikmat
Allah SWT.
Dari diskripsi yang telah penulis paparkan di atas, maka penulis
sangat tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang pendidikan dalam kitab
Ta’limul Muta’alim, sehingga melalui kerangka berfikir Syaikh Al-Zarnuji
inilah, maka penulis mengangkat judul skripsi “PEMIKIRAN
PENDIDIKAN SYAIKH AZ-ZARNUJI”(Analisis Kitab Ta’limul
Muta’alim).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana konsep dasar tentang pendidikan Islam itu?
2. Bagaimana pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang pendidikan dalam
kitab Ta’lim Muta’allim?
3. Bagaimana analisis pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang pendidikan
dalam kitab Ta’lim Muta’allim?
4.
C. Tujuan Penelitian
Adapun dalam penelitian ini tujuan yang ingin dicapai dalam skripsi ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskankonsep dasar tentang pendidikan Islam.
2. Untuk menjelaskan pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang pendidikan
dalam kitab Ta’lim Muta’allim.
7
3. Untuk mengetahui analisis pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang
pendidikan dalam kitab Ta’lim Muta’allim.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian yang ingin dicapai oleh penulis dalam
penulisan ini yaitu:
1. Untuk menambah wawasan bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya.
2. Sebagai sumbangan yang diharapkan dapat memberikan kontribusi
pemikiran dan pengetahuan sesuai dengan bidangnya yaitu ajaran
Islam.
3. Sebagai sumbangan yang dimaksud agar hasil penelitian dapat
memberikan dan membantu wawasan masyarakat di bidang ajaran
Islam yang berkaitan dengan masalah pendidikan Islam
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah intelektual biografis.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui kehidupan Syaikh Az-zarnuji
dalam hubungannya dengan masyarakat, sifat watak, pengaruh-
pengaruh internal dan eksternal yang membentuk pemikirannya.
(Nazir, 1998: 62) Serta mengetahui sejauh mana posisi dan
kontribusinya dalam perkembangan pendidikan.
8
2. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, penulis menempuh langkah-langkah
melalui riset kepustakaan (library research), yaitu suatu riset
kepustakaan atau penelitian murni. (Hadi, 1987: 9) Dan metode ini
mengkaji sumber-sumber tertulis yang telah diplublikasikan.
(Arikunto, 1991: 10) Misalnya kitab-kitab buku dan sebagainya yang
ada kaitannya dengan yang diteliti penulis.
Adapun mengenai sumber data primer adalah “Kitab Ta’limul
Muta’alim” dan tanpa menafikan buku-buku lain yang ada
hubungannya dengan sumber data primer.
3. Metode Analisis Data
Dalam analisis data, penulis berusaha untuk mencoba
memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola
uraian, dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian.
(Moleong, 2001: 103)
Adapaun metode-mtode yang diapakai dalam menganalisis data
sebagai berikut :
a. Metode Deskriptif Analisis
Sanapiah Faisal mendefisinikan metode deskriptif adalah
berusaha mendeskripsikan dan menginterprestasikan apa yang ada,
baik kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang sedang
tumbuh, proses yang sedang berlangsung dan telah berkembang”.
(Faisal, th. h: 19) Sedangkan menurut Ibnu Hajar metode deskriptif
9
adalah memberika gambaran yang jelas dan akurat tentang
fenomena yang diselidiki.(Hajar, 1996: 274) Metode ini digunakan
untuk mendeskripsikan dan sekaligus menganalisis pemikiran-
pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang pendidikan.
b. Metode Content Analysis
Metode content analisis adalah suatu metode untuk
mengungkapkan isi pemikiran tokoh yang diteliti. (Nawawi, 1995:
68) Seodjono memberikan definisi content analisis adalah usaha
untuk mengungkapkan isi sebuah buku yang menggambarkan
situasi penulis dan masyarakatnya pada waktu itu
ditulis.(Soedjono, 1999: 14) Metode ini sangat urgen sekali untuk
mengetahui kerangka berfikir Syaikh Az-zarnuji yang tertuang
dalam kitab Ta’lim Muta’allim tentang pendidikan.
F. Penegasan Istilah
Untuk memperjelas penelitian skripsi ini dan menghindari salah
faham, maka akan dijelaskan istilah-istilah dalam judul di atas sebagai
berikut:
1. Pemikiran Pendidikan
Secara etimologis, pemikiran berasal dari kata dasar “pikir”
yang berarti akal budi, ingatan, angan-angan. Dan ketika kata dasar
tersebut mendapatkan imbuhan awalan ber-, maka akan mempunyai
makna menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan
10
memutuskan sesuatu atau menimbang-nimbang dalam ingatan.
Adapun kata pemikiran sendiri mempunyai pengertian proses, cara
atau perbuatan memikir. (Tim penyusun kamus pembinaan dan
pengembangan bahasa, 1990:682-683)
Sedangkan pendidikan secara etimologi, berasal dari kata
“didik”, mendapat imbuhan me- menjadi mendidik, yang berarti
memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan)
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Ketika kata dasar tersebut
mendapat akhiran –an menjadi didikan, yang berarti hasil mendidik.
Ketika mendapat imbuhan pe- menjadi pendidik, yang berarti orang
yang mendidik. Dan ketika kata dasar tersebut mendapat awalan pe-
dan mendapat akhiran –an maka menjadiPendidikan yang mempunyai
pengertian “Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. (Kamus
besar Bahasa Indonesia, 1990: 263 )
Dengan demikian pemikiran pendidikan adalah merupakan
usaha yang dilakukan secara sadar untuk membimbing dan
mengarahkan seseorang untuk mencapai suatu tingkah laku yang baik
dan terpuji serta menjadikannya sebagai suatu kebiasaan untuk
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
11
2. Ta’limul Muta’alim
Merupakan kitab dari salah satu karangan Syaikh Az-zarnuji,
yang berisikan nazam-nazam yangberjumlah 119 sya’ir, 13 pokok
pembahasan atau pasal, yang bermakna tentang cara, tata krama dan
akhlak-akhlak mulia terutama bagi para pencari ilmu agar
mendapatkan ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat
terutama dalam memuliakan guru dan ilmu.
G. Sintematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan yang dimaksud oleh penulis di sini adalah
gambaran singkat tentang subtansi pembahasan secara garis besar. Agar
dapat memberi gambaran yang lebih jelas tentang keseluruhan isi dari
skripsi, maka penulis membagi sistematika ke dalam lima bab yang
diawali dengan halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman
pengesahan, motto, persembahan, kata pengantar, abstrak dan daftar isi
yang selanjutnya diikuti oleh bab ke bab.
Bab I: Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metodologi
penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II: Konsep dasar tentang pendidikan yang
menjelaskanpengertian pendidikan, sumber-sumber pendidikan Islam,
tujuan pendidikan Islam, ruang lingkup pendidikan Islam, materi
pendidikan Islam dan metode pendidikan Islam.
12
Bab III: Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang pendidikan dalam
kitab Ta’limul Muta’alim, dalam bab ini memuat beberapa pembahasan
seperti halnya tentangriwayat hidup Syaikh Az-zarnuji, latar belakang
pendidikan Syaikh Az-Zarnuji dan guru-guruya, latar belakang sosial
politik, karya-karya Syaikh Az-zarnuji, isi kitab Ta’limul Muta’alimdan
pemikiran Syaikh Az-zarnuji tentang pendidikan dalam kitab Ta’limul
Muta’alim
Bab IV: Merupakan bab analisis yang meliputi, aplikasi pemikiran
Syaikh az-Zarnuji dalam pendidikan, kelebihan dan kelemahan pemikiran
Syaikh az-Zarrnuji tentang pendidikan, inti pemikiran Syaikh az-Zarnuji
tentang pendidikan dalam Kitab Ta’limul Muta’alim dan relevansi
pemikiran Syaikh az-Zarnuji terhadap pendidikan modern.
Bab V merupakan bab yang terakhir yang mensajikan kesimpulan,
saran-saran dan penutup.
13
BAB II
KONSEP DASAR TENTANG PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian Pendidikan
Banyak sekali definisi pendidikan yang diperkenalkan dengan
publik. Sehingga terkadang pendidikan mengalami reduksi yang cukup
berarti akibat kurangnya pemahaman pendidikan secara universal.
Karenanya perlu memahami apa itu pendidikan (education).
Pendidikan secara etimologi, berasal dari kata “didik”, mendapat
imbuhan me- menjadi mendidik, yang berarti memelihara dan memberi
latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan
pikiran. Ketika kata dasar tersebut mendapat akhiran –an menjadi didikan,
yang berarti hasil mendidik. Ketika mendapat imbuhan pe- menjadi
pendidik, yang berarti orang yang mendidik. Dan ketika kata dasar
tersebut mendapat awalan pe- dan mendapat akhiran –an maka menjadi
Pendidikan yang mempunyai pengertian “Proses pengubahan sikap dan
tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan
mendidik. (Kamus besar Bahasa Indonesia, 1990: 263 )
Sesungguhnya nilai hidup seseorang sangat tergantung pada
keberhasilan atau tertundanya keberhasilan dalam sistem pendidikan yang
mengarahkannya. Karena pendidikan adalah sarana penting yang terarah
dan terencana untuk mewujudkan tujuan dari pendidikan yang tidak akan
pernah terlepas dari pendidik dan peserta didik.
14
Menurut Hasan Langgulungdalam bukunya Asas-Asas Pendidikan,
istilah pendidikan dalam bahasa Inggris education, yang berasal dari
bahasa latin educare yang berarti memasukkan sesuatu, barangkali
bermaksud memasukkan ilmu ke kepala seseorang. Jadi di sini ada tiga hal
yang terlibat: ilmu, proses memasukkan dan kepala seseorang.
Lebih jauhnya ia menjelaskan sebenarnya pendidikan dapat dilihat
dari dua segi. Pertama dari sudut pandang masyarakat, dan kedua dari
pandangan individu. Dari segi pandangan masyarakat, pendidikan berarti
pewarisan kebudayaan individu generasi tua ke generasi muda, agar hidup
masyarakat tetap berkelanjutan. Atau masyarakat punya nilai-nilai budaya
yang ingin disalurkan dari generasi ke generasi agar identitas masyarakat
tersebut tetap terpelihara.
Dalam pengertian tersebut kata yang merujuk pada “agar hidup
masyarakat tetap berkelanjutan”. Bisa mengandung (Hifdzul nafs, hifdzul
al din, hifdzul mal, hifdzul aql, hifdzul Nasl)
Bila dilihat dari kaca mata individu, pendidikan berarti
pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Individu
itu laksana lautan dalam yang penuh mutiara dan bermacam-macam ikan,
tetapi belum tampak. Ia masih berada didasar laut. Ia perlu dipancing dan
digali supaya dapat menjadi makanan dan perhiasan bagi manusia.
Manusia mempunyai berbagai bakat dan kemampuan yang kalau pandai
kita mempergunakannya bisa berubah menjadi emas dan intan, bisa
menjadi kekayaan yang berlimpah-limpah. (Langgulung, 1988: 3-4)
15
Sementara Imam Al-Ghazali memberikan definisi tentang pendidikan
adalah menghilangkan akhlak yang buruk dan menanamkan akhlak yang
baik. Dengan demikian pendidikan merupakan suatu proses kegiatan yang
dilakukan secara sistematis untuk melahirkan perubahan-perubahan yang
prograssive pada tingkah laku manusia. (Iqbal, 2015: 90)
Menurut Zakiyah Daradjad pengertian seperti yang lazim dipahami
sekarang belum terdapat di zaman Nabi. Tetapi usaha dan kegiatan yang
dilakukan oleh Nabi dalam menyampaikan seruan agama dengan
berdakwah, menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih ketrampilan
berbuat, memberi motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang
mendukung pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim itu, telah
mencangkup arti pendidikan dalam pengertian sekarang.
Dengan kaitannya yang akan dibahas penulis adalah pendidikan
Islam. Kembali Zakiyah Daradjad memberikan definisi, pendidikan Islam
adalah: membentuk kepribadian Muslim, membentuk sikap dan perilaku
sesuai dengan petunjuk ajaran Islam. (Daradjad, 2011: 27)
Secara tersirat Muhammad Athiyah Al-Abrasyi memberikan
pengertian bahwa pendidikan Islam mempersiapkan manusia supaya hidup
dengan sempurna dan berbahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya,
sempurna akhlaknya, teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam
pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan maupun dengan
tulisan. (Iqbal, 2015: 566)
16
KH. MA Sahal Mahfudh juga memberikan definisi pendidikan
agama Islam melalui pengertian pendidikan pesantren adalah, “mendalami
ilmu agama dan berakhlak yang mulia”. Pesantren sebagai lembaga
pendidikan keagamaan yang hidup dan ingin hidup sepanjang masa harus
selalu mengembangkan dan meningkatkan peran dirinya demi kepentingan
masyarakat. (Zubaedi, 2007: 205)
Menurut rumusan Azyumardi Azra, pesantren telah memainkan
tiga peranan: transmission of islamic knowledge (penyampaian ilmu-ilmu
keislaman), maintenance of islamic tradition (pemeliharaan tradisi Islam)
dan reproduction of ulama (pembinaan calon-calon ulama). (Zubaedi,
2007: 16)
Dengan demikian bahwasanya pendidikan mempunyai tanggung
jawab untuk membentuk, mengembangkan karakter dan jiwa-jiwa muslim,
sesuai dengan ajaran Islam. Bahwa setiap warisan budaya Islam tidak
hanya berupa seperangkat aturan dan tata tehnis, akan tetapi juga berupa
nilai-nilai ajaran Islam.
Sesungguhnya nilai hidup seseorang sangat tergantung pada
keberhasilan atau kegagalan sistem pendidikan yang mengarahkannya.
Dengan memahami bahwa setiap orang adalah bagian masyarakat yang
sedikit banyak akan memberikan sumbangsih (negatif maupun positif)
bagi kehidupan bersama, sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan
satu-satunya sarana terpenting dalam membentuk masyarakat yang ideal.
17
B. Sumber-Sumber Pendidikan Islam
Abdurrahman an-Nahlawi dalam bukunya Prinsip-Prinsip dan
Metode Pendidikan Islam berpendapat bahwa pendidikan Islam
merupakan kebutuhan mutlak untuk dapat melaksanakan Islam
sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah. Berdasarkan makna ini, maka
pendidikan Islam mempersiapkan diri manusia guna melaksanakan amanat
yang dipikulnya kepada-Nya. Menurut Abdurrahman an-Nahlawi ini
berarti, sumber-sumber Islam dan pendidikan Islam itu sama, yakni yang
terpenting, Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Tidak diragukan lagi, al-Qur’an
telah meninggalkan dampaknya terhadap pribadi Rasulullah saw. Dan para
shabahatnya. Aisyah istri beliau, telah memberikan kesaksiannya tentang
hal itu,. Dikatakannya:
* القرآن خلقه كان
"Akhlak beliau adalah al-Qur’an”. Secara sistematik, kata as-sunnah berarti: perjalanan hidup, metode
dan jalan. Secara ilmiah berarti: kumpulan sabda Rasulullah saw.,
perbuatan, peninggalan, sifat, ikrar, larangan, apa yang disukai dan tidak
disukai, bela negara, ihwal dan kehidupannya.
Pribadi Rasulullah saw. juga merupakan contoh edukatif yang
sempurna bagi manusia. Orang yang mengkaji kepribadian Rasulullah
saw. akan mengetahui, bahwa beliau benar-benar seorang pendidik yang
agung, mempunyai metode pendidikan yang luar biasa dan memperhatikan
segala kebutuhan dan tabiat anak-anak. (An-Nahlawi, 1992: 41, 46-47)
18
Sedangkan, sumber-sumber pendidikan Islam menurut Hasan Al-
Banna dapat diformulasikan sebagai berikut: Pertama,Al-Qur’an. Alqur’an
sebagai pendidikan Islam yang pertama dan utama. Dalam keyakinan Al-
Banna bahwasanya Al-Qur’an mesti menjadi dasar moralitas individu, dan
menekankan penerapan syari’ah dalam seluruh permasalahan termasuk
permasalahan pendidikan. Al-Qur’an menduduki tempat paling depan
dalam pengambilan sumber-sumber pendidikan lainnya. Segala kegiatan
dan proses pendidikan Islam haruslah senantiasa berorientasi kepada
prinsip-prinsip dan nilai-nilai Al-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan Allah
untuk menunjukkan manusia ke arah yang lebih baik. Allah menjelaskan
ini dalam firman-Nya;
لم المذى اخت لفوا فيه وهدى ومرحة لهقوم ي ؤ * من ون ومآ ان زلنا عليك الكتب االم لت ب يه “Dan kami tidak menurunkan kepadamu al-kitab (Al-Qur’an) ini,
melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka
perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi manusia beriman.
(QS. An-Nahl/16: 64) (Depag, 2011: 267)
Karenanya wajar bila segala kegiatan dan proses pendidikan Islam
senantiasa berorientasi kepada prinsip-prinsip Al-Qur’an. Alqur’an
memberikan prinsip yang sangat penting bagi pendidikan, yaitu
penghormatan kepada akal manusia, bimbingan ilmiah, tidak menentang
fitrah manusia, serta memelihara kebutuhan sosial.
Kedua, Al-Sunnah. Sumber pendidikan Islam kedua adalah Sunnah
Nabi. Menurut Al-Banna sunnah Nabi merupakan cerminan prinsip,
manifestasi wahyu dalam segala perbuatan, perkataan dan taqrir Nabi.
Sebagai mana Al-Qur’an, Sunnah Nabi mesti menjadi dasar moralitas
19
individu dan menjadi tuntutan yang harus di ikuti. Dalam sunnah Nabi
terkandung unsur-unsur pendidikan yang sangat berarti.
Sehubungan dengan persoalan di atas, Hasbi Ash-Shiddieqy
mengatakan, bahwa sunnah menurut istilah muhaaditsin, ialah segala yang
dinukilkan dari Nabi Saw, baik berupa perkataan, perbuatan maupun
berupa taqrir, pengajaran sifat, kelakuan perjalanan hidup, baik yang
demikian itu sebelum Nabi Saw, diangkat menjadi rasul, maupun
sesudahnya.
Dalam kaitannya dengan lapangan pendidikan, menurut an-
Nahlawi Sunnah Nabi mempunyai dua faedah yang sangat besar yaitu:
1. Menjalankan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an
dan menerangkan hal-hal kecil yang terdapat di dalamnya.
2. Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah Saw,
bersama para sahabatnya, perlakuannya terhadap anak-anak dan
penanaman keimanan ke dalam jiwa yang dilakukannya.
Ketiga, Kata-kata Sahabat. Sumber ketiga pendidikan Islam adalah
kata-kata sahabat. Hal ini disebabkan bahwa para sahabat bergaul dekat
dengan Nabi SAW, akhirnya banyak mengetahui Sunnah Nabi yang
menjadi sumber kedua pendidikan Islam. Karenanya sudah tentu kata-kata
dan perbuatannya sahabat pun dapat dimasukkan sebagai sumber
pendidikan Islam.
Keempat, Nilai-nilai Sosial Masyarakat. Sumber pendidikan Islam
yang keempat adalah nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang tidak
20
bertentangan dengan ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Nabi di
atasprinsip mendatangkan kemaslahatan bagi manusia. Dengan sumber ini,
maka pendidikan Islam dapat diletakkan di dalam kerangka sosiologis,
selain menjadi sarana transmisi pewaris kekayaan sosial budaya yang
positif bagi kehidupan manusia.
Kelima, Warisan Pemikiran-pemikiran dalam Islam. Sumber
kelima pendidikan Islam adalah warisan pemikiran-pemikiran dalam
Islam. Dalam hali ini hasil pemikiran para ulama, filosof, cendikiawan
muslim, khususnya dalam bidang pendidikan dapat menjadi referensi
(sumber) pengembangan pendidikan Islam. (Iqbal, 2015: 413-414)
C. Unsur-Unsur Pendidikan
1. Tujuan Pendidikan Islam
Amirah, S.Pd., M.Si. dalam bukunya Mendidik Anak di Era
Digital berpendapat bahwa pendidikan merupakan pilar utama dalam
membangun bangsa. Tinggi rendahnya derajat suatu bangsa ditentukan
kualitas pendidikan masyarakatnya. Karenanya dengan pendidikan yang
tepat akan melahirkan anak-anak didik bangsa yang bermoral, cerdas,
memiliki etos kerja dan inovasi yang tinggi. Oleh sebab itu yang
terpenting dalam sebuah tujuan pendidikan adalah menumbuhkan dan
mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki manusia sehingga
berakhlak mulia, berfikir cerdas, kuat dan kreatif, inisiatif dan responsitif.
21
(Amirah, 2010: 3) Karena tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai
setelah usaha atau kegiatan selesai. (Daradjad, 2011: 29)
Menurut KH. MA Sahal Muhfudh Tujuan pendidikan Islam
sebagaimana yang terangkum dalam (pendidikan pesantren), ialah
membentuk manusia yang akrom (lebih bertakwa kepada Allah SWT.) dan
shalih (yang mampu mewarisi bumi ini dalam arti luas, mengelola,
memanfaatkan, menyeimbangkan dan melestarikan) dengan tujuan akhir
untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. (Zubaedi, 2007: 206)
KH. MA Sahal Mahfudh menegaskan bahwa “akrom” merupakan
mencapai kelebihan dalam kaitan manusia sebagai makhluk terhadap
Kholik-nya, untuk mencapai kebahagiaan di akhirat, seperti firman Allah
dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:
ر , إنم أكر مكم عند الله أت قكم عليم خبي *إنم الله “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi
Allah SWT. Ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu”.
(Depag, 2011: 515)
Dalam hal ini, pesantren secara institusional telah menekankan
pandangan terhadap ilmu pengetahuan keagamaan (tafaqquh fiddin).
Sedangkan shaleh berarti manusia yang secara potensial mampu berperan
aktif, berguna dan terampil dalam kaitannya dengan kehidupan sesama
makhluk. (Zubaedi, 2007: 207)
Filosofis sholeh diambil dari surat ke 21 Al-Anbiya’ ayat 105:
نا ف الزمب ور من ب عد الذهكر انم االرض يرث ها عبادي الصملحون * ولقد كت ب “Dan sungguh, telah kami tulis di dalam Zabur setelah (tertulis) di
dalam Az-Zikr (Lauh Mahfuz), Bahwasanya bumi ini akan diwarisi oleh
hamba-hamba-Ku yang sholeh”. (Depag, 2011: 331)
22
Berdasarkanpada ayat ini Pendidikan Islam (pesantren) mencoba
memberikan bekal ilmu pengetahuan, yang punya implikasi sosial
menyeluruh dan mendasar. Seperti: ilmu pertanian, ilmu politik teknologi,
perindustrian, ilmu kebudayaan dan lain sebagainya. Menurut kalangan
pesantren, pengkajian ilmu-ilmu semacam itu bersifat kolegial (fardlu
kifayah)
Baik lembaga pesantren maupun pendidikan yang dikelola
pemerintah (madrasah), merupakan proyek besar dari tujuan pendidikan
nasional. Sebagaimana yang tercantum dalam BAB II pasal 3 UUSPN
disebutkan bahwa; pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa pada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. (UUD no. 20 th 2003, 2003: 12)
Pada BAB I pasal 4, tujuan pendidikan agama dalam segala tingkat
pengajaran umum adalah sebagai berikut:
1. Menanamkan perasaan cinta dan taat kepada Allah dalam hati
kanak-kanak yaitu dengan mengingatkan hikmat Allah yang
tidak terhitung banyaknya.
2. Menanamkan itikad yang benar dan kepercayaan yang betul
dalam kanak-kanak.
3. Mendidik kanak-kanak dari kecilnya, supaya mengikut suruhan
Allah dan meninggalkan segala laranganNya, baik kepada
Allah maupun kepada masyarakat, yaitu dengan mengisi hati
mereka, supaya takut kepada Allah dan ingin akan pahalaNya.
4. Mendidik kanak-kanak dari kecilnya, supaya membiasakan
akhlak yang mulia dan adat kebiasaan yang baik.
5. Mengajar peajaran-pelajaran, supaya mengetahui macam-
macam ibadah yang wajib dikerjakan dan cara melakukannya,
23
serta mengetahui hikmah-hikmahnya dan pengaruhnya untuk
mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
6. Memberi petunjuk mereka untuk hidup di dunia dan menuju
akhirat.
7. Memberi contoh dan suri teladan yang baik, serta pengajaran
dan nasihat-nasihat.
8. Membentuk warga negara yang baik dan masyarakat yang baik,
yang berbudi luhur dan berakhlak mulia, serta berpegang teguh
dengan ajaran agama.
Pendeknya tujuan pendidikan agama ialah mendidik anak-anak,
pemuda-pemudi dan orang dewasa supaya menjadi orang muslim sejati,
beriman teguh, beramal salih dan berakhlak mulia, sehingga ia menjadi
salah seorang anggota masyarakat yang sanggup hidup di atas kaki sendiri,
mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya,
bahkan sesama umat manusia. (Yunus, 1983: 13)
Kongres se-Dunia ke II tentang pendidikan Islam tahun 1980 di
Islamabad, menyatakan bahwa:
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan
pertumbuhan kepribadian manusia (peserta didik) secara menyeluruh dan
seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual),
diri manusia yang rasional; perasaan dan indera. Kerana itu, pendidikan
hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik;
aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah dan bahasa, baik secara
individual maupun kolektif dan mendorong semua aspek tersebut
berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir
pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna
kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat
manusia. (Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, 2005: 37)
Sedangkan menurut Omar Muhammad Attoumy Asy-Syaebani
(1992: 60) tujuan pendidikanIslam memiliki empat ciri-ciri pokok, yaitu:
1. Sifat yang bercorak agama dan akhlak
24
2. Sifat keseluruhannya yang mencakup segala aspek pribadi
pelajar (subyek didik), dan semua aspek perkembangan dalam
masyarakat.
3. Sifat keseimbangan, kejelasan, tidak adanya pertentangan
antara unsur-unsur dan cara pelaksanaannya.
4. Sifat realistik dan dapat dilaksanakan, penekanan pada
perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku dan pada
kehidupan, memperhitungkan perbedaan perbedaan perseorang
an di antara individu, masyarakat dan kebudayaan dimana-
mana dan kesanggupan untuk berubah dan berkembang bila
diperlukan. (Achmadi, 1992: 60-61)
Dengan bekal itulah diharapkan manusia mampu mencapai
kebahagiaannya baik di dunia maupun akhirat bukan semata pencapaian
materialisme (sebagaimana kaum materialistik), ataupun hanya mengejar
urusan akhirat semata (surga neraka) sebagaimana kaum tradisional-
konservative.
Beberapa tokoh pendidikan mengemukakan pendapat mereka,
diantaranya:
1. M. Athiyah al-Abrasyi (1970: 2) mengatakan bahwa tujuan
pendidikan Islam terdiri dari 5 sasaran, yaitu:
a. mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa,
b. memperhatikan agama dan dunia sekaligus
25
c. memperhatikan segi-segi manfaat agama, moral dan
kejiwaan,
d. mempelajari ilmu semata-mata untuk ilmu saja. Dalam
buku Kasyfu-Zunnun, Haji Khalifah berkata: “Ilmu
adalah sesuatu yang paling lezat dan paling mulia”.
e. Mempersiapkan pendidik untuk berkarya, berpraktek
dan berproduksi untuk mencari rezeki. (Al-Abrasyi,
1970: 1-4)
2. Abdurrahman an-Nahlawi, mengatakan bahwa tujuan akhir
pendidikan Islam adalah merealisasikan ubudiyah kepada Allah
di dalam kehidupan manusia, baik individu maupun
masyarakat. Hal ini berarti sejalan dengan tujuan diciptakannya
manusia dimuka bumi ini, yakni untuk meribadah kepada Allah
SWT. QS. Adz-Dzariyat 51: 56
نس االم لي عبدون * وما خلقت النم واال
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar
mereka beribadah kepada-Ku” (Depag, 2011: 523)
3. Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa tujuan akhir
pendidikan Islam adalah terbentuknya kepribadian muslim.
(Marimba, 1962: 47) Sedangkan tentang kepribadian muslim,
yakni kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya, baik tingkah
laku luarnya, kegiatan-kegiatan jiwanya, filsafat hidup dan
26
kepercayaannya menuju pengabdian kepada Tuhan dengan
wujud penyerahan diri kepada-Nya.
4. Dalam pandangan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah bahwa tujuan
pendidikan Islam yang utama adalah menjaga (kesucian) fitrah
manusia dan melindunginya agar tidak jatuh ke dalam
penyimpangan serta mewujudkan dalam dirinya
ubudiyah(penghambaan) kepada Allah Ta’ala. Yang demikian
itu dikarenakan bahwa Allah Ta’ala tidak menciptakan hamba-
Nya kecuali untuk beribadah kepada-Nya. (Iqbal, 2015: 472)
Jadi ibadah kepada Allah adalah tujuan utama diciptakannya
seorang hamba. Allah ta’ala berfirman dalam QS. Azd-
Dzariyat/ 51: 56 yang artinya “Dan saya tidak menciptakan jin
dan manusia kecuali agar merek beribadah kepada-Ku”.
(Depag, 2011: 523)
Dalam kaitannya dengan tujuan pendidikan Islam tersebut,
Athiyaah Al-Abrasyi memberikan rumusan-rumusan sebagai berikut:
Pertama, Mencapai akhlak yang sempurna. Tujuan pendidikan
Islam mempunyai tujuan pokok dan tujuan pendukung, dengan kata lain
mempunyai konsentrasi tertentu yang harus ditempuh dan dicapai terlebih
dahulu sebelum konsentrasi lainnya. Dalam hal ini Al-Abrasyi
mengedepankan pencapaian akhlak yang sempurna, sebagai tujuan pokok
pendidikan Islam.
27
Kedua, Memperhatikan Agama dan Dunia sekaligus. Tujuan
pendidikan Islam ini mempunyai ruang lingkup yang sangat luas dan
mengandung prinsip keseimbangan bukan hanya berorientasi dan
memikirkan dunia saja atau akhirat saja, melainkan bersama-sama
memikirkan dunia dan akhirat, tanpa memandang sebelah.
Ketiga,Memperhatikan segi-segi manfaat. Segi-segi manfaat
dijadikan tujuan dalam pendidikan Islam karena hal itu berkaitan dengan
tujuan-tujuan sebelumnya, seperti adanya ilmu kedokteran yang berguna
dan bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit, ilmu tarbiyah untuk
memperbaiki atau mendidik peserta didik, namun dalam hal ini Al-Abrasyi
lebih menekankan pada bidang agama, akhlak dan kejiwaan serta dasar
pendidikan Islam bukanlah perbedaan mencari rizqi atau bersifat materi
lainnya.” Dari Ibnu Mas’ud: Saya diajar oleh Tuhan dan Ia telah
mendidikku dengan sebaik-baiknya”.
Keempat,Mempelajari ilmu untuk mendapatkan dzat itu sendiri.
Tema yang paling cocok untuk tujuan ini adalah untuk memperoleh
profesionalisme (teoritis). Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan beliau
bahwa pendidikan Islam adalah ideal, dimana ilmu diajarkan karena
kelezatan-kelezatan ruhiyah, untuk dapat sampai pada hakekat ilmiyah dan
akhlak yang terpuji. Setiap apa-apa yang ditinggalkan oleh kaum muslimin
dalam bentuk peninggalan-peninggalan ilmiyah, sastra, agama, seni, maka
akan mendapat suatu kekayaan dari yang maha besar dan tidak ada
bandingannya di dunia ini. Hal ini membuktikan bahwa mereka sangat
28
memperhatikan ilmu karena ilmu, dan sastra karena sastra, dan seni karena
seni.
Kelima, Pendidikan Kejujuran, Pertukangan untuk mencari rizqi.
Tujuan ini pernah disinggung oleh Ibnu Sina.” Apabila seorang anak
sudah membaca Al-Qur’a, menghafal pokok-pokok bahasa, setelah itu
berulah ia mempelajari apa yang menjadi, pilihannya dalam bidang
pekerjaan, untuk itu haruslah diberi petunjuk serta dipersiapkan dalam
berkarya, praktik, dan berproduksi sehingga ia dapat bekerja, mendapat
rizqi, hidup dengan terhormat, serta memelihara segi-segi keruhanian dan
keagamaan. (Iqbal, 2015: 575-578)
Berdasarkan rumusan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan
Islam merupakan proses mendidik, membimbing dan membina fitrah
secara maksimal peserta didik secara maksimal dan bermuara pada
terciptanya pribadi peserta didik sebagai muslim paripurna (insan kamil).
Melalui sosok pribadi yang demikian, peserta didik diharapkan akan
mampu memadukan fungsi iman, ilmu dan amal. QS. Al-Mujaadilah/58:
11
لكم حوا ف المجلس فافسحوا ي فسح اللم , ي ي ها المذين آمن وآ اذا قيل لكم ت فسم المذين آمن وا منكم با , والمذين اوت وا العلم درجت , واذا قيل انشزوا ي رفع اللم واللم
ر ت عم *لون خبي “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu,
“berilah kelapangan didalam majelis-majelis”, maka lapangkanlah, niscaya
Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apa dikatakan ,”Berdirilah
kamu!, maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-
orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
29
beberapa derajat. Dan Allah maha teliti terhadap apa yang kamu
kerjakan”. (Depag , 2011: 543) Secara integral bagi terbinanya kehidupan yang harmonis, baik di dunia
maupun akhirat. (Al-Rasyidin, 2005:38)
2. Ruang Lingkup Pendidikan Islam
Ruang lingkup pendidikan Islam tidak dapat dilepaskan dari
bagaimana ia dibingkai dalam sebuah koridor yang disebut sebagai
kurikulum.
Secara etimologi kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir
yang artinya pelari dan curere yang berarti jarak yang harus ditempuh oleh
pelari. Istilah ini pada mulanya digunakan dalam dunia olah raga yang
berarti “a litle racecourse” (suatu jarak yang harus ditempuh dalam
pertandingan olah raga). Berdasarkan pengertian ini, dalam konteksnya
dengan dunia pendidikan, memberinya pengertian sebagai “circle of
instruction” yaitu suatu lingkaran pengajaran dimana guru dan murid
terlibat di dalamnya. Sementara pendapat yang lain dikemukakan bahwa
kurikulum ialah arena pertandingan tempat pelajar bertanding untuk
menguasai pelajaran guna mencapai garis penamat berupa diploma, ijazah
atau gelar kesarjanaan. (Al-Rasyidin, 2005: 55)
Dari definisi tersebut Ibnu Khaldun menyimpulkan bahwa
kurikulum itu memepunyai empat unsur pokok, yaitu: tujuan pendidikan
yang ingin dicapai, pengetahuan-pengetahuan, maklumat-maklumat, data
kegiatan-kegiatan, pengalaman-pengalaman dari mana terbentuknya
kurikulum itu, metode pengajaran serta bimbingan kepada murid,
30
ditambah metode penilaian yang dipergunakan untuk mengukur kurikulum
dan hasil proses pendidikan. (Iqbal, 2015: 529)
Omar Muhammad al-Taoumy al-Syaibany (2005: 61), membatasi
kurikulum pendidikan Islam dengan ciri-ciri umum sebagai berikut:
1. Mementingkan tujuan agama dan akhlak dalam berbagai hal seperti
tujuan dan kandungan, kaedah, alat dan tekniknya.
2. Meluaskan perhatian dan kandungan hingga mencakup perhatian,
pengembangan serta bimbingan terhadap segala aspek pribadi pelajar
dari segi intelektual, psikologi, sosial dan spiritual.
3. Adanya prinsip keseimbangan antara kandungan kurikulum tentang
ilmu dan seni, pengalaman dan kegiatan pengajaran yang bermacam-
macam.
4. Menekankan konsep menyeluruh dan keseimbangan pada
kandungannya yang tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu teoritis, baik
yang bersifat aqli maupun naqli, tetapi juga meliputi seni halus,
aktivitas pendidikan jasmani, latihan militer, teknik, pertukangan,
bahasa asing dan lain-lain.
5. Keterkaitan antara kurikulum pendidikan Islam dengan minat,
kemampuan, keperluan dan perbedaan individual antara siswa. (Al-
Rasyidin, 2005: 61)
Sedangkan Abdurrahman an-Nahlawi (1992: 273) menyebutkan
ciri-ciri khas kurikulum Islami, yaitu:
31
1. Sistem dan perkembangan kurikulum tersebut hendaknya selaras
dengan fitrah insani sehingga memiliki peluang untuk menyucikannya,
menjaganya dar penyimpangan dan menyelamatkannya.
2. Kurikulum dimaksud hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan
akhir pendidikan Islam, yaitu ikhlas, taat dan beribadah kepada Allah.
3. Pertahapan serta pengkhususan kurikulum hendaknya memperhatikan
periodasi perkembangan peserta didik maupun unisitas (ke-khas-
an)nya seperti karakteristik peserta didik dalam berbagai tahapan
perkembangan.
4. Dalam berbagai pelaksanaan, aktivitas, contoh dan nash-Nya,
hendaknya kurikulum memelihara segala kebutuhan nyata kehidupan
masyarakat, sambil tetap bertopang pada jiwa dan citra ideal
Islaminya, seperti rasa syukur serta harga diri sebagai umat Islam serta
tetap mendukung dan menegakkannya.
5. Secara keseluruhan struktur dan organisani kurikulum tersebut
hendaknya tidak bertentangan dan tidak menimbulkan pertentangan,
terarah kepola hidup Islami.
6. Hendaknya kurikulum itu realistik, dalam arti bahwa ia dapat
dilaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi serta batas
kemungkinan yang terdapat di negara yang akan melaksanakannya.
7. Hendaknya metode pendidikan dalam kurikulum bersifat luwes,
sehingga dapat disesuaikan dengan berbagai kondisi dan situasi
setempat.
32
8. Hendaknya kurikulum itu Efektif, dalam arti menyampaikan dan
menggugah perangkat nilai edukatif yang membuahkan tingkah laku
yang positif serta meninggalkan dampak efektif (sikap) yang positif
pula dalam jiwa generasi muda.
9. Hendaknya kurikulum itu memperhatikan pula tingkat perkembangan
siswa yang bersangkutan.
10. Hendaknya kurikulum itu memperhatikan aspek-aspek tingkah laku
amaliah Islami. (An-Nahlawi, 1992: 273-277)
Selain memiliki ciri-ciri sebagaimana disebutkan di atas,
kurikulum pendidikan Islam memiliki beberapa prinsip yang harus
ditegakkan. Al-Syaibani dalam hal ini menyebutkan tujuh prinsip
kurikulum pendidikan Islam, yaitu:
Pertama, prinsip pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk
ajaran dan lain-lainnya. Setiap bagian yang terdapat dalam kurikulum,
mulai dari tujuan, kandungan, metode mengajar dan sebagainya harus
berdasar pada agama dan akhlak Islam.
Kedua, prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan
kandungan-kandungan kurikulum, yakni mencakup tujuan membina
aqidah, akal dan jasmaninya, dan hal-hal lain yang bemanfaat bagi
masyarakat dalam perkembangan spiritual, kebudayaan, sosial dan
sebagainya.
Ketiga,prinsip keseimbangan yang relatif antara tujuan-tujuan dan
kandungan kurikulum.
33
Keempat,prinsip perkaitan antara bakat, minat, kemampuan-
kemampuan dan kebutuhanpelajar.
Kelima,prinsip pemeliharaan perbedaan-perbedaan individual diantara
para pelajar, baik dari segi minat maupun bakatnya.
Keenam, prinsip menerima perkembangan dan perubahan sesuai
dengan perkembangan dan tempat.
Ketujuh, prinsip ketekaitan antara berbagai mata pelajaran dengan
pengalaman-pengalaman dan aktivitas yang terkandung dalam kurikulum.
Selain itu kurikulum pendidikan Islam juga memiliki landasan yang
meliputi dasar agama, dasar filsafat, dasar psikologis dan dasar sosial.
Yaknisecara keseluruhan aspek yang ada dalam kurikulum itu harus
didasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam agama, filsafat dan
kecenderungan manusia dari segi psikologis dan kehidupannya di
masyarakat. (Nata, 1997: 128)
Sebagaimana yang tercantum pada BAB 10 pasal 36 UUSPN
disebutkan bahwa ketentuan-ketentuan dalam kurikulum adalah:
Ayat (1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional
Ayat (2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesusai dengan
satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik.
Ayat (3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan memperhatikan:
a. Peningkatan iman dan taqwa;
b. Peningkatan akhlak mulia;
c. Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta
didik;
d. Keragaman potensi daerah dan lingkungan;
34
e. Tuntutan pembangunan daerah dan lingkungan;
f. Tuntutan dunia kerja;
g. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni;
h. Agama;
i. Dinamika perkembangan global; dan
j. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. (UUD
no. 20 th 2003, 2003: 25)
Ibnu Khaldun memaparkan pemikirannya mengenai kurikulum
pendidikan Islam dengan berpijak pada klasifikasi ilmu pengetahuan yang
didasarkan pada materi yang dibahas dan kegunaannya bagi yang
memperlajari. Dalam buku Pemikiran Pendidikan Islam (gagasan para
ulama muslimin) Ibnu Khaldun membagi ilmu menjadi dua macam yaitu,
pertama ilmu-ilmu tradisional yang bersumber Al-Qur’an dan Hadits
(ilmu naqliyah), peran akal hanyalah menghubungkan cabang
permasalahan dengan cabang utama. Kedua, ilmu aqliyah (bersumber pada
akal). Ilmu ini dimiliki semua anggota masyarakat di dunia dan sudah ada
sejak mula kehidupan peradaban umat manusia di dunia.
3. Peserta Didik
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern
cenderung menyebutkan demikian oleh karena peserta didik adalah
subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya.
Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik ialah:
a. Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas,
sehingga merupakan insan yang unik.
b. Individu yang sedang berkembang.
c. Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan
manusiawi.
35
d. Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
4. Orang yang membimbing (pendidik)
Yang dimaksud pendidik adalah orang yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta
didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkunga yaitu
lingkungankeluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masayarakat.
Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan ialah orang tua,
guru, pemimpin program pembelajaran, latihan, dan masyarakat.
5. Tempat Peristiwa Bimbingan Berlangsung (lingkungan pendidikan)
Lingkungan pendidikan biasanya disebut tri pusat pendidikan yaitu
keluarga, sekolah dan masyarakat. (Tirtarahardja, 2005: 75)
6. Materi Pendidikan Islam
Dalam suatu pembelajaran materi bukanlah merupakan tujuan,
tetapi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Karena itu penentuan materi
pengajaran harus didasarkan pada tujuan, baik dari segi cakupan, tingkat
kesulitan, maupun organisasinya. Hal ini karena materi tersebut harus
mampu mengantarkan peserta didik untuk bisa mewujudkan sosok
individu sebagaimana yang digambarkan dalam tujuan.
Untuk memilih jenis materi ajaran agama Islam, ada beberapa
kriteria yang bisa dijadikan patokan. Penentuan jenis tersebut didasarkan
pada berapa jauh materi tersebut dapat memberikan sumbangan pada
pencapaian tujuan. Secara garis besar, materi tersebut dapat dibedakan
menjadi empat jenis, yaitu:
36
a. Dasar, yaitu materi yang penguasaannya menjadi kualifikasi lulusan
dari pengajaran yang bersangkutan. Materi jenis ini diharapkan dapat
secara langsung membantu terwujudnya sosok individu
“berpendidikan” yang diidealkan.
b. Sekuensial, yaitu materi yang dimaksudkan untuk dijadikan dasar
untuk mengembangkan lebih lanjut materi dasar. Materi ini tidak
secara langsung dan tersendirinya akan mengantarkan peserta didik
kepada peningkatan dimensi keberagaman mereka, tetapi sebagai
landasan yang akan mengokohkan materi dasar.
c. Instrumental, yaitu materi yang tidak secara langsung beguna untuk
meningkatkan keberagaman, tetapi penguasaannya sangat membantu
sebagai alat untuk mencapai penguasaan materi dasar keberagaman.
d. Pengembangan personal, yaitu materi yang tidak secara langsung
meningkatkan keberagaman ataupun toleransi keberagaman, tetapi
mampu membentuk kepribadian yang sangat diperlukan dalam
“kehidupan beragama” ( Thoha, th. 17-19)
Pembahasan materi pendidikan Islam juga tidak bisa telepas dari
kajian ilmu pengetahuan dalam pandangan al-Qur’an. Manusia
memperoleh ilmu pengetahuan dari dua sumber, yakni sumber ilahi dan
manusiawi. Ilmu pengetahuan jenis pertama diperoleh manusia langsung
dari Allah SWT melalui wahyu (Qurani dan Kauni), ilham ataupun impian
yang benar, sedangkan ilmu pengetahuan jenis kedua diperoleh manusia
37
dari hasil pengamatan dan pengalaman hidup manusia melalui pendidikan,
pengajaran, eksperimen dan riset-riset ilmiah.
Hasan Langgulung mengistilahkan kedua sumber ilmu
pengetahuan tersebut dengan ciptaan (alam jagat) dan wahyu, serta
menyebut hubungan keduanya bersifat komplimenter. Wahyu adalah
ensiklopedi dari alam jagat, sedangkan alam jagad adalah kamus dari
wahyu. Keduanya merupakan kesatuan yang saling melengkapi.
Kebenaran di alam dapat dikonfirmasikan lewat wahyu dan kebenaran
wahyu dapat dibuktikan melalui kenyataan yang ada di alam semesta.
Dalam QS. Yunus. 10 : 57 menjelaskan:
ن رمبهكم وشفآء لهماف الصدور وعظة مه حة لهلمؤمني وهدى ومر , ي ي ها النما س قدجآ ءتكم مم *
“Hai manusia, sungguh telah datang kepadamu pengajaran dari Tuhanmu
dan menyembuhkan apa yang ada dalam dada (hati) lagi petunjuk dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus 10: 57) (Depag, 2011:
215) Tentang fungsi al-Qur’an dijelaskan dalam QS. An-Nahl 16: 44:
للنماس مان زهل اليهم ولعلمهم ي ت ف ... رون وان زلنآ اليك الذهكر لت ب يه * كم ... Dan Kami turunkan kepada engkau peringatan (al-Qu’an) supaya
engaku terangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka,
mudah-mudahan mereka memikirkannya. (QS. An-Nahl 16: 44) (Depag,
2011: 272)
Ayat pertama mengandung pesan bahwa Allah SWT menurunkan
mau’idhah dan obat untuk manusia, Mau’idhah yang dimaksud disini
adalah al-Qur’an yang merupakan petunjuk dan jalan kebaikan, yang
38
dengannya dapat mengobati (meluruskan) penyimpangan-penyimpangan
perilaku manusia.
Al-Qur’an memuat syari’at agama yang lurus, mengantarkan
manusia kepada kebahagiaan, berisi kabar gembira dan peringatan,
menjelaskan hukum-hukum, pedoman bagi manusia. Al-Qur’an juga
peringatan bagi seluruh alam, seluruh manusia, sebagai aturan dan semua
isinya adalah benar. Sehingga dapat dikatakan al-Qur’an merupakan
materi pendidikan bagi manusia. (Fatchurrohman, 2006: 81-82)
Dinamisnya kehidupan peserta didik yang menuntut adanya
penyesuaian antara matei pendidikan dengan kondisi kehidupan peserta
didik, agar peserta didik dapat berintregasi dengan sekitarnya.
Menegaskan bahwa materi pembelajaran harus senantiasa sesuai dengan
kebutuhan langsung yang dirasakan peserta didik. Isi materi pembelajaran
bersifat luwes dan fleksibel. Karena materi pembelajaran bukan
merupakan hadiah (sesuatu) yang dipaksakan atau potongan-potongan
informasi yang diberikan kepada peserta didik, melainkan penyajian
kembali serangkaian pengetahuan yang tersusun rapi dan sistematis
kepada peserta didik. Materi pendidikan juga harus senantiasa didasarkan
pada situasi kekinian yang konkrit dan mencerminkan kehidupan peserta
didik. Karena pendidikan merupakan proses yang mengantarkan peserta
didik mampu menyelesaikan masalah hari ini, mengantisipasi
permasalahan hari esok dan mengembangkan budaya hari esok.
(Fatchurrohman, 2006: 85-86)
39
Sementara itu teori-teori dalam pengembangan ilmu pendidikan
Islam memerlukan berbagai macam cabang ilmu antara lain: ilmu filsafat,
ilmu pendidikan, ilmu psikologi, ilmu ekonomi dan lain-lain. Adapun
langkah-langkah yang diperlukan dalam pengembangan ilmu pendidikan
Islam antara lain: Pertama, harus mampu mengakomodir ilmu
pengetahuan; Kedua, meyakini bahwa ilmu pengetahuan berasal dari
Allah; Ketiga, mengupayakan adanya keseimbangan pendidikan; Keempat,
mengupayakan adanya organisasi dan Kelima, mempunyai ekonomi yang
mapan dan memiliki kemampuan politik.(Arief, 2002: 12)
7. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik
antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan
pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh
melalui proses berkomunikasi intensif dengan manipulasi isi, metode, serta
alat-alat pendidikan. (Tirtarahardja, 2005: 76)
8. Metode Pendidikan Islam
Metode berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari dua perkataan,
yaitu meta yang berarti “melalaui” dan hodos, yang artinya “jalan” atau
“cara”. Dengan demikian metode dapat diartikan sebagai cara atau jalan
yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. (Arifin, 1993: 97)
Dalam proes pendidikan pendidikan Islam, metode mempunyai
kedudukan yang sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan, tanpa
metode suatu materi pelajaran tidak akan berproses secara efesien dan
40
efektif dalam kegiatan belajar mengajar untuk menuju tujuan pendidikan.
Makadalam menerapkan metode Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa ilmu
pengetahuan bisa diperoleh dengan cara:
a. Berfikir (Tafakur)
Berfikir adalah aplikasi akal untuk membantu analisa dan sintesa
melalui alat indra (pendengaran, penglihatan, penciuman dan
perasaan). Proses berfikir ini sebagai af’idah (jama’ fu’ad). Adapun
tingkatan-tingkatan berfikir sebagaimana diungkapkan Ibnu Khaldun:
“Adapun ilmu-ilmu aqliyah adalah alamiyah bagi manusia, karena
manusia adalah makhluk yang berfikir.
b. Keragu-raguan ( Skeptisme)
Manusia pada hakikatnya belum tau apa-apa dan ia menjadi
berilmu melalui aktifitas pencarian terhadap pengetahuan. Sudah
wataknya bahwa manusia itu belum bisa mengerti karena keragu-
raguan yang ada pada ilmunya maka ia berilmu melalui pencarian
pengetahuan dan kemahiran (pengalaman), dia mencapai obyek yang
dicarinya dengan berfikirnya yang berdasarkan syarat-syarat imitative.
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa Ilmu pengetahuan dan pengajaran
merupakan hal yang alami dalam peradaban manusia. Kata Ibnu
Khaldun “ Sesungguhnya ilmu pengetahuan dan pengajaran
merupakan hal yang alami dalam peradaban manusia”.
41
c. Pembiasaan (Ta’wid)
Pengajaran ilmu pengetahuan adalah suatu kemahiran: “ Bahwa
pengajaran merupakan suatu kemahiran”. Pengajaran muncul dari
kemahiran dan kemahiran ini berbeda dengan pemahaman dan
pengetahuan melalui hapalan, pemahaman akan suatu masalah yang
termasuk bagian dari disiplin ilmu tunggal, bisa kita peroleh sama
bagus hasilnya dengan mereka yang benar-benar mendalami disiplin
ilmu itu baik bagi siswa baru, orang awam maupun para sarjana yang
pandai. (Iqbal, 2005: 536-538)
Kemampuan ini akan bermanfaat bagi menetapkan materi
pendidikan yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Bila
pendidik memaksakan materi di luar kemampuan peserta didiknya,
maka akan menyebabkan kelesuan mental dan bahkan kebencian
terhadap ilmu pengetahuan yang diajarkan. Bila ini terjadi, maka akan
menghambat proses pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu,
diperlukan keseimbangan antara materi pelajaran yang sulit dan mudah
dalam cangkupan materi pendidikan.
Dalam melaksanakan tugasnya, seorang pendidikan hendaknya
mampu menggunakan metode mengajar yang efektif dan
efisien.Dalam hal ini Ibnu Khaldun sebagaimana dikutip Scheleifer
mengemukakan 6 (enam) prinsip utama yang perlu diperhatikan
pendidik, yaitu : (1) prinsip pembiasan; (2) prinsip tadrij (berangsur-
angsur); (3) prinsip pengenalan umum (generalistik); (4) prinsip
42
kontinuitas; (5) memperhatikan bakat dan kemampuan peserta didik;
(6) menghindari kekerasan dalam mengajar. (Al-Rasyidin, 2005:95)
Sedangkan metode pembelajaran yang digunakan Ibnu Khaldun
adalah:
1) Metode pertahapan (tadarruj)
2) Metode pengulangan ( Tikrari)
3) Metode kasih sayang (al-Qur’an wa al-Muyanah)
4) Metode peninjauan kematangan usia dalam mengajarkan al-
Qur’an
5) Metode penyesuaian dengan fisik dan psikis peserta didik
6) Metode kesesuaian dengan perkembangan potensi peserta
didik
7) Metode penguasaan satu bidang
8) Metode widya-wisata (Rihlah)
9) Praktek/latihan (Tadrib)
10) Metode menghindari peringkasan buku (Ikhtisar at-Turuk).
(Iqbal, 2015: 548)
Ibnu Sina juga memiliki beberapa konsep metode pembelajaran, yaitu:
Pertama, Metode talqin; perlu digunakan dalam mengajarkan
membaca al-Qur’an, mulai dengan cara memperdengarkan bacaan al-
Qur’an kepada anak didik sebagian demi sebagian.
Kedua, Metode demonstrasi; dapat digunakan dalam pembelajaran
yang bersifat praktis, seperti cara mengajar menulis.
43
Ketiga, Metode pembiasaan dan keteladanan; termasuk salah satu
metode pengajaran yang paling efektif, khususnya dalam mengajarkan
akhlak.
Keempat, Metode diskusi; dapat dilakukan dengan cara penyajian
pelajaran dimana siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang dapat
berupa pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan
dipecahkan bersama.
Kelima, Metode magang; Para murid Ibnu Sina yang mempelajari
ilmu kedokteran dianjurkan agar menggabungkan teori dengan praktik.
Metode ini akan menimbulkan manfaat ganda, yaitu disamping akan
membuat anak didik mahir dalam suatu bidang ilmu juga akan
mendatangkan keahlian dalam bekerja yang menghasilkan kesejahteraan
secara ekonomis.
Keenam, Metode penugasan; dilakukan dengan menyusun
sejumlah model atau naskah kemudian menyampaikan kepada para murid
untuk dipelajarinya.
Ketujuh,Targhib dan tarhib; dalam pendidikan modern dikenal
istilah reward yang berarti hadiah dan merupakan salah satu alat
pendidikan dan berbentuk reinforcement yang positif, sekaligus sebagai
motivasi yang baik. Namun, dalam keadaan terpaksa, metode hukuman
(targhib) atau punishment dapat dilakukan dengan cara diberi peringatan
atau ancaman terlebih dahulu. (Iqbal, 2015: 11-12)
44
Metode-metode yang dikemukakan Ibnu Sina tersebut telah banyak
berpengaruh ke berbagai perguruan Islam dan pendidikan umat di
masanya. Rasulullah saw. dalam pengajarannya juga memiliki metode-
metode yang di terapkan yaitu:
1) Metode Bil Hikmah, Mauizhah Hasanah dan Jidal (Mujadalah)
2) Metode memotivasi bertanya
3) Metode tes dan melempar pertanyaan
4) Metode penyegaran
5) Metode mengenali kapasitas dan dialek audiens
6) Metode mengalihkan realitas indrawi kepada realitas kejiwaan
7) Metode peragaan
8) Metode ungkapan dengan bahasa kiasan
9) Metode gradual
10) Metode mengapresiasi pertanyaan
11) Metode mendekatkan realitas abstrak dalam bentuk konkret
12) Mentode memperkuat pendapat dengan argumen
13) Metode mengarahkan kepada pemikiran yang bernilai tinggi
14) Metode kisah dan cerita
15) Metode pendekatan perumpamaan. (Al-Maliki, 2002: 47)
Syarat-syarat yang harus dijaga dalam menggunakan metode-
metode pendidikan agar dalam proses belajar mengajar itu dapat berjalan
lancar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, dalam bukunya Abudin
45
Nata, menurut Ibnu Taimiyyah maka yang harus diperhatikan lebih dahulu
adalah hal-hal sebagai berikut:
a) Perhatian terhadap persiapan dan kemampuan pelajar
b) Memperhatikan tahapan dalam belajar
c) Kesempurnaan ilmu dan pengetahuan yaitu adanya perpaduan antara
teori dan praktek
Melalui penjabaran cukup panjang di atas, maka kita menjadi jelas
bahwa metode tersebut diarahkan pada penyesuaian materi pendidikan
dengan kemampuan individual subyek didik. Ibnu Taimiyah menekankan
pentingnya penyesuaian pendidikan dengan daya nalar dan iradat masing-
masing subyek didik yang berbeda dengan yang lainnya. (Iqbal, 2015: 60)
dan pendidikan Islam atau tarbiyah Islamiyyahmasalah metode mendapat
perhatian yang sangat besar. Al-Qur’an dan al-Sunnah sebagai sumber
utama dalam ajaran Islam berisi prinsip-prinsip dan petunjuk-petunjuk
yang dapat dipahami dan diinterprestasikan menjadi konsep-konsep
tentang metode. (Nata, 1997: 108)
9. Evaluasi
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris Evaluation;
dalam bahasa Arab: at-taqdir; dalam bahasa Indonesia berarti penilaian.
Dengan demikian secara harfiyah evaluasi pendidikan dapat diartikan
sebagai penilaian dalam bidang pendidikan atau penilaian mengenai
hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan. (Arikunto, 1999: 56)
Ralph Tyler, sebagaimana dikutip oleh Suharsimi Arikunto
(1999:3), mengatakan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses
46
pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal ini
bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai. Jika belum, bagaimana yang
belum dan apa sebabnya. Sedangkan Muhibbin Syah (1999:175), dalam
bukunya “Psikologi Belajar” menyatakan, bahwa evaluasi adalah
penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dalam sebuah program
Dari beberapa definisi sebagaimana dikemukakan di atas, dapatlah
diambil suatu kesimpulan bahwa definisi evaluasi itu dapat ditinjau dari
dua sudut pandang, Pertama, evaluasi dalam arti sempit, yaitu penilaian
terhadap proses dan hasil kegiatan belajar siswa dalam mencapai tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan. Kedua, evaluasi dalam arti luas, yaitu
penilaian terhadap semua aspek individu siswa, baik yang berupa
achievement test maupun aspek-aspek lain, seperti kepribadian dan
tingkah laku siswa, kejujuran, minat, bakat, sifat, sikap dan sebagainya.
(Arikunto, 1888: 15)
a. Subyek dan Obyek Evaluasi
1) Subyek Evaluasi
Secara sederhana, yang dimaksud dengan subyek evaluasi adalah
pelaku atau orang yang melakukan pekerjaan evaluasi. Untuk menentukan
siapa sebenarnya yang disebut subyek evaluasi, pada dasarnya ditentukan
oleh suatu aturan pembagian tugas atau ketentuan yang berlaku, misalnya:
a) Untuk melaksanakan evaluasi tentang prestasi belajar siswa, maka sebagai
subyek evaluasi adalah guru.
47
b) Untuk melaksanakan evaluasi tentang kinerja karyawan di suatu instansi,
maka subyek evaluasi adalah kepala instansi atau petugas yang ditunjuk
untuk itu.
c) Untuk melakukan evaluasi tentang tingkat kedisiplinan guru dalam
mengajar, maka subyek evaluasi adalah kepala sekolah atau wakil kepala
yang ditunjuk.
Dengan kata lain, yang disebut dengan subyek evaluasi adalah
pelaksana evaluasi. Penulis menegaskan dan memilih pengertian ini, sebab
dalam beberapa keterangan adakalanya seseorang yang dikategorikan
sebagai subyek evaluasi dikatakan pula sebagai obyek/sasaran
evaluasi.Sebagai gambaran dari contoh a) di atas, dikatakan bahwa subyek
evaluasi adalah guru, dan siswa sebagai obyek/sasaran
evaluasi.Keterangan ini menyebutkan, bahwa dalam contoh di atas subyek
evaluasi adalah siswa, dan obyek evaluasinya adalah prestasi belajar
siswa, seperti prestasi matematika, kemampuan membaca, kemampuan
menulis, dan lain sebagainya.
2) Obyek Evaluasi
Dari uraian tentang subyek evaluasi di atas, secara singkat dapat
dikatakan bahwa yang disebut dengan obyek evaluasi adalah orang atau
sesuatu yang menjadi sasaran evaluasi. Menurut Suharsimi Arikunto
(1999:20), obyek evaluasi itu meliputi tiga hal, yaitu input, transformasi,
dan out put, yaitu:
48
a) Input
Siswa sebagai input dari sebuah lembaga pendidikan, sebelum dia
diterima pada sebuah lembaga pendidikan, biasanya dia dievaluasi terlebih
dahulu dengan segala karakteristik yang dimilikinya. Dalam hal ini,
minimal ada empat aspek yang perlu dievaluasi, yaitu kemampuan,
kepribadian, sikap, dan intelegensinya.
b) Transformasi
Siswa sebagai input yang telah diterima, kemudian diproses dalam
sutu proses transformasi. Dalam proses ini, banyak unsur yang terdapat di
dalamnya yang semuanya merupakan obyek/sasaran evaluasi. Unsur-unsur
tersebut, adalah:
(1) Kurikulum/materi
(2) Metode
(3) Sarana dan media pendidikan
(4) Sistem administrasi
(5) Guru dan personil lainnya.
c) Output
Evaluasi terhadap output lulusan, penting dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan prestasi belajar siswa setelah
mengikuti program pendidikan. Namun perlu diperhatikan, bahwa dalam
evaluasi, output ini hendaknya jangan hanya menitikberatkan pada aspek
kognitif saja, tetapi aspek afektif dan psikomotornya pun harus pula
diperhatikan dan dievaluasi. Sebab ada kecenderungan yang ada saat ini,
49
bahwa sekolah (guru) hanya mengevaluasi prestasi belajar saja yang
bersifat kognitif, sedangkan tingkah laku dan keterampilan apa yang
mereka miliki, yang merupakan aspek afektif dan psikomotor, sangat
langka dijamah oleh sekolah (guru). (Arikunto, 1999: 29)
b. Fungsi Dan Tujuan Evaluasi
1) Fungsi Evaluasi
Dengan mengetahui dan memahami makna evaluasi dalam
berbagai seginya, maka fungsi evaluasi dalam pembelajaran menurut
Suharsimi Arikunto (1999:35) adalah sebagai berikut:
a) Evaluasi berfungsi sebagai selektif
Dengan mengadakan evaluasi, guru mempunyai cara untuk
melakuakn seleksi terhadap siswanya. Seleksi itu sendiri mempunyai
berbagai tujuan, antara lain:
(1) Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah/kelas tertentu.
(2) Untuk memilih siswa yang dapat melanjutkan ke kelas atau tingkat
berikutnya,
(3) Untuk memilih siswa yang yang berhak mendapat beasiswa, dan lain
sebagainya.
b) Evaluasi berfungsi sebagai pengukur keberhasilan
Fungsi kedua ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana
program pembelajaran telah berhasil diterapkan. Dan hasil evaluasi ini,
akan menjadi umpan balik (feed back) kepada guru sebagai dasar untuk
memperbaiki proses belajar mengajar.
50
c) Evaluasi berfungsi sebagai penempatan
Setiap siswa, sejak lahirnya telah membawa bakatnya sendiri-
sendiri, sehingga pelajaran lebih efektif apabila disesuaikan dengan
pembawaan yang ada. Untuk menentukan dengan pasti di kelompok mana
seorang siswa harus ditempatkan, maka digunakan suatu penilaian.
Sekelompok siswa yang mempunyai hasil penilaian yang sama, akan
berada dalam kelompok yang sama pula dalam belajar.
d) Evaluasi berfungsi sebagai diagnostic
Apabila alat yang digunakan dalam evaluasi cukup memenuhi
persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui
kelemahan siswa dan juga sebab musababnya. Jadi, dengan mengadakan
evaluasi, sebenarnya guru mengadakan diagnosis kepada siswa tentang
kelebihan dan kelemahannya, sehingga dengan hal ini akan lebih mudah
untuk mencari cara dalam meningkatkan kemampuan siswa dan mengatasi
kelemahannya. (Arikunto, 1999: 37)
2) Tujuan Evaluasi
Berdasarkan pengertian dan fungsi evaluasi pendidikan tersebut di
atas, menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:58 – 59)
maka evaluasi pendidikan juga mempunyai tujuan, yang dapat dilihat
dalam dua segi, yaitu:
a) Tujuan Umum
(1) Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid
dalam mencapai tujuan yang diharapkan;
51
(2) Memungkinkan pendidik/guru menilai aktivitas/pengalaman yang
didapat;
(3) Menilai metode mengajar yang dipergunakan.
b) Tujuan khusus
(1) Merangsang kegiatan siswa.
(2) Menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan.
(3) Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan,
perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan.
(4) Memperoleh bahan laporan tentang perkembangan siswa yang
diperlukan orang tua dan lembaga pendidikan.
(5) Untuk memperbaiki mutu pelajaran/cara belajar dan metode mengajar.
Pada dasarnya, evaluasi dapat dilakukan dengan secara kuantitatif
maupun kualitatif. Dengan cara kuantitatif, berarti data yang diperoleh
dari hasil evaluasi, disajikan dalam bentuk skor/angka. Sedangkan secara
kualitatif artinya, informasi hasil tes disajikan dalam bentuk pertanyaan-
pertanyaan verbal, seperti sangat baik, baik, cukup, kurang, dan lain
sebagainya.Adapun teknik yang digunakan untuk menghasilkan data yang
bersifat kuantitatif, biasanya digunakan teknik tes. Sedangkan untuk
menghasilkan data yang bersifat kualitatif, digunakan teknik non-tes
Sehubungan dengan itu, guru harus bisa memiliki kemampuan
yang sesuai atau memadai, sehingga dalam mengevaluasi siswa yang
mengikuti proses pembelajaran pada program pendidikan tertentu itu
52
nantiya siswa tidak akan mengalami banyak hambatan atau kesulitan
dalam mencapai tujuan pendidikan.
53
BAB III
PEMIKIRAN SYAIKH AZ-ZARNUJI TENTANG PENDIDIKAN DALAM
KITAB TA’LIMUL MUTA’ALIM
A. Biografi Syaikh Az-Zarnuji
1. Riwayat Hidup Syaikh Az-Zarnuji
Az-Zarnuji adalah pengarang kitab Ta’limul Muta’alim akan
tetapi nama beliau tidak begitu dikenal dari apa yang ditulisnya. Dalam
hal ini terdapat perbedaan pada beberapa penelitian dengan
memberikan nama lengkap (gelar) pada syaikh Az-Zarnuji.
Sebagaimana dipaparkan oleh Awaludin Pimay, dalam tesisnya
tentang perbedaan nama lengkap (gelar) dari pengarang kitab Ta’limul
Muta’alim ini, sebagai berikut;
“Khoirudin Al-Zarkeli menuliskan nama Az-Zarnuji dengan
Nu’man bin Ibrahim bin Khalil Az-Zarnuji Tajuddin. Seperti dikutip
oleh Tatang M. Amirin, M. Ali Chasan Umar dalam kulit sampul buku
Az-Zarnuji yang diterjemahannya, menyebutkan nama lengkap az-
Zarnuji sebagai Syaikh Nu’am bin Ibrahim bin Khalil Az-Zarnuji,
sementara dalam al-Khalil az-Zarnuji. Busyairi Madjidi yang megutip
dari buku Faud al-Ahwani menyebutkan az-Zarnuji isinya. Nama
dengan Burhanuddin az-Zarnuji. Demikian juga Muchtar Affandi dan
beberapa literature yang dikutip dalam atau Burhan al-Din Az-Zarnuji.
Kecuali itu ditemukan pula sebutan lain untuk az-Zarnuji yaitu Burhan
al-Islam az-Zarnuji”. (Iqbal, 2015: 370)
Mengenai kelahiran atau masa hidup az-Zarnuji hanya dapat
diperkirakan lahir pada sekitar tahun 570 H. Sedangkan berkaitan
dengan pertanyaan dimana Az-Zarnuji hidup, Van Grunebaum dan
Abel memberikan informasi, sebagaimana dikutip oleh Maemonah
dalam tesisnyaReward and Punishment Sebagai Metode Pendidikan
54
Anak Menurut Ulama’ Klasik (Studi Pemikiran Ibnu Maskawaih Al-
Ghazali dan Al-Zarnuji) (2009: 52) , mereka berpendapat bahwa az-
Zarnuji adalah seorang sarjana muslim yang hidup di Persia. Lebih
lanjut dia menyatakan bahwa az-Zarnuji ahli hukum dari sekolah
Imam Hanafi yang ada di Khurasan dan Transoxiana, sayangnya tidak
tersedia fakta yang mendukung informasi ini. Meskipun begitu,
seorang penulis muslim membuat spekulasi informasi az-Zarnuji
aslinya berasal dari daerah Afganistan, kemungkinan ini diketahui
dengan adanya nama Burhan al-Din, yang memang disetujui oleh
penulis bahwa hal ini biasanya digunakan di negara ini. Terkait dengan
hal tersebut, beberapa peneliti berpendapat bahwa dilihat dari
nisbahnya nama az-Zarnuji diambil berdasarkan pada daerah dari mana
ia berasal yaitu “daerah Zarand”. Zarand adalah salah satu daerah
diwilayah Persia yang pernah menjadi ibu kota Sidjistan yang terletak
disebelah selatan Heart. (Iqbal, 2015: 370)
Dalam masalah riwayat hidup penulis kitab Ta’lim ini juga
terjadi ketidak jelasan seperti dikemukakan oleh Abdul Qadiri Ahmad,
bahwa sedikit sekali dan dapat dihitung dengan jari, kitab yang
menulis riwayat hidup penulis kitab tersebut. Dan beberapa kajian
terhadap kitab Ta’lim, tidak dapat menunjukkan secara pasti mengenai
waktu kehidupan dan karir yang dicapainya. Sehingga pengetahuan
penulis tentang az-Zarnuji sementara ini berdasar pada studi M.
Plessner yang dimuat dalam encyclopedia of Islam.
55
Dalam buku Islam Berbagai Perspektif, Didedikasikan untuk
70 Tahun Prof. H. Munawir Sadzali, MA., Affandi Muchtar mendapat
informasi lain tentang az-Zarnuji berdasar pada data dari Ibn Khalikan.
Yaitu: Menurutnya Imam az-Zarnuji adalah salah seorang guru imam
Rukn Addin Imam Zada (wafat 573/1177-1178) dalam bidang fikih.
Imam Zada juga berguru pada Syeikh Ridau al-Din an Nishapuri
(wafat antara Tahun 500-600) dalam bidang Mujahadah.
Kepopulerannya imam Zada diakui karena prestasinya dalam bidang
ushuluddin bersama dengan kepopuleran ulama lain yang juga
mendapat gelar rukn (sendi). Mereka antara lain Rukn ad-Din at-
Tawusi (wafat: 600). Dan Rukn ad-Din al-Amidi (wafat: 615). Dari
data ini dapat dikatakan bahwa az-Zarnuji hidup sezaman dengan
syaikh Rida ad-Din an-Nisaphuri. (Iqbal, 2015: 371)
Sedangkan tentang kewafatan az-Zarnuji terdapat perbedaan,
ada yang menyatakan az-Zarnuji wafat pada tahun 591 H (1195 M)
(Iqbal, 2015: 371) dan ada pula yang mengatakan beliau wafat pada
840 H/ 1243 M ( Baharudin dan Wahyuni, 2015: 73). Menurut
keterangan Plessnner, bahwasannya ia telah menyusun kitab tersebut
setelah tahun 593 H (1197 M), perkiraan tersebut berdasar adanya
fakta bahwa az-Zarnuji banyak mengutip pendapat dari guru beliau
yang ditulis dalam kitab Ta’lim, dan sebagian guru beliau yang ditulus
dalam kitab tersebut meninggal dunia pada akhir abad ke-6 H, dan
beliau menimba ilmu dari gurunya saat masih muda, selain itu
56
ditemukan bukti yang memperkuat pendapat ini yakni tulisan dalam
bukunya al-Fawahir yang menyebutkan az-Zarnuji merupakan ulama’
yang hidup satu periode dengan Nu’man bin Ibrahim az-Zarnuji yang
meninggal pada tahun yang sama, beliaupun meninggal tidak jauh dari
tahun tersebut karena keduanya hidup dalam satu periode dan generasi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa az-Zarnuji wafat sekitar
tahun 620 H. Atau dalam kata lain az-Zarnuji hidup pada seperempat
akhir abad ke-6 sampai pada dua pertiga dari abad ke07 H. (Iqbal,
2015: 371)
2. Latar Belakang Pendidikan Syaikh Az-Zarnuji dan Guru-Guruya
Az-Zarnuji menuntut ilmu di Bukhara dan Sar Khan, yaitu kota
yang menjadi pusat kegiatan keilmuan, pengajaran dan lain-lainnya.
Masjid-masjid di kota tersebut dijadikan sebagai lembaga pendidikan
dan Ta’lim yang diasuh antara lain oleh Burhanudin al-Maghribi,
Syamsuddin Abd. al-Wadjdi, Muhammad bin Muhammad al- Abd as-
Sattar al-Amidi dan lain-lainnya.
Selain itu az-Zarnuji belajar dari ulama’-ulama’ lain seperti Ali
bin Abi Bikr bin Abdul Jalil al-Farghani al-Marghinani al-Rustami
Ruknul Islam Muhammad bin Abi Bakar (w. 573/1177), Hammad bin
Ibrahim (w. 592/1196), Ruknuddin al-Farghani (w. 594/1098) dan al-
Imam Sadiduddin al-Shirazi.
57
Adapun guru-gurunya atau yang pernah hubungan langsung
dengan az-Zarnuji yaitu sebagai berikut: (a). Imam Burhan al-Din Ali
bin Abi Bakr al-Farghinani al-Marghinani, murid Abu Hanifah (w.
593 H/ 1195 M). (b). Imam Fark al-Islam Hasan bin Mansur al-
Farghani Khadikan, ahli fiqih, sastra dan ilmu kalam, Madzhab Hanafi
(w. 592 H/ 1196 M). (c) Imam Zahir al-Din al-Hasan bin Ali al-
Marghinani (w. 600 H/ 1204 M). (d). Imam Fakhr al-Din al-Khasani
(w. 587 H/ 1191 M). (e). Imam Rukn al-Din Muhammad bin Abi Bakr
Imam Khwarzade ( 491- 576 H) (f). Ruknul Islam Muhammad bin Abi
Bakar, Ahli Fikih, sastra dan syair, Madzhab Hanafi (w. 573 H/ 1177
M). (g). Hamad bin Ibrahim; ulama Fikih, sastra dan ilmu kalam, Mad
zahab Hanafi, (w. Tahun 576 H/ 1180M) dan al-Imam Sadiduddin
Asy-Syirazi. Ulama’ fikih Madzhab Hanafi.
Dengan demikian berdasarkan keterangan tersebut dapat
diidentifikasi bahwa pemikiran dan intelektualitas az-Zarnuji sangat
banyak dipengaruhi oleh faham fiqih yang berkembang saat itu,
sebagaimana faham yang dikembangkan oleh para gurunya, yakni
fiqih aliran Hanafiah.
Sebagaimana dikemukakan oleh Muid Khan, dalam studinya
tentang kitab Ta’lim yang dipublikasikan dalam bahasa Inggris,
mengenai karakter pemikiran az-Zarnuji, Muid Khan memasukkan
pemikiran az-Zarnuji kekedalam garis pemikiran Madzhab Hanafiyah,
yang dikuatkan dengan bukti banyaknya ulama’ Hanafiyah yang
58
dikutip oleh az-Zarnuji, termasuk Imam Abu Hanifah sendiri. Dari
sekitar 50 ulama’ yang disebut az-Zarnuji, hanya ada dua saja yang
bermadzhab Syafi’iyah, yakni imam Syafi’i sendiri dan imam Yusuf
al-Hamdani (wafat tahun 1140). Menurut Muid Khan ide-ide madzhab
yang dianutnya mempengaruhi pemikirannya tentang pendidikan.
Sehingga Mahmud bin Sulaiman al-Kaffawi yang wafat tahun 990 H/
1562 M, dalam kitabnya al-A’lamul Akhyar min Fuqaha’i Madzahab
al-Nu’ man al-Mukhtar, menempatkan az-Zarnuji dalam peringkat ke-
12 dari daftar Madzahab Hanafi. Di samping ahli dalam bidang
pendidikan tasawuf sangat dimungkinkan, bahwa az-Zarnuji juga
menguasai bidang sastra, fikih, ilmu kalam, dan lain-lain.
3. Latar Belakang Sosial Politik
Dalam waktu yang diperkirakan sebagai masa hidup az-Zarnuji
yakni abad VI H dan memasuki abad VII H atau abad 12-13 M
merupakan zaman kemunduran dan kemerosotan daulah Abbasiyah
sekitar tahun 292-656 H. Pada masa ini dunia Islam telah mengalami
kontak senjata dengan orang-orang Kristen dalam perang salib sejak
tahun 1097 M sampai dengan tahun 1291 M dimana kaum muslimin
dapat merebut kembali akka. Pada periode yang sama daulah
Abbasiyah sedang memasuki periode keempat (447 H/ 1055 M-590 H/
1194 M), masa kekuasaan bani saljuk dalam pemerintahan khalifah
Abbasiyah yang disebut masa pengaruh Turki kedua, dan periode
59
kelima (590 H/ 1194 M- 656 H/ 1258), pada masa ini kekuasaan
khalifah telah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaan
khalifah hanya efektif disekitar kota Baghdad.
Menurut Luthfi Jum’ah dalam bukunya Tarikh Falsafatil Islam
Fil Masyriq wal Maghrib disebutkan bahwa pemimpin-pemimpin
militer yang berkebangsaan Turki zaman ini memegang kekuasaan
dalam pemerintahan, sedangkan kekuasaan Khalifah semakin lemah.
Karena itu banyak amir-amir melepaskan diri dari pemerintahan pusat
(Baghdad) dan mendirikan daulat-daulat (kesultanan) yang berdiri
sendiri-sendiri.
Hal senada juga dikemukakan oleh Philip K. Hitti, bahwa dunia
Islam waktu itu sedang mengalami disentegrasi politik. Baghdad
sebagai pusat pemerintahan Islam tidak dapat mengendalikan
kekuasaannya di daerah-daerah. Hal ini diikuti oleh sikap penguasa
daerah yang melepaskan diri dari pemerintahan pusat. Akan tetapi
bahkan ada yang kemudian menguasai pemerintahan pusat (Baghdad),
diantaranya Dinasti Buwaihiyyah (320-447 H/932-1055 M), Dinasti
Saljuk (Saljuk Besar) didirikan oleh Rukh al-Din Abu Thalib Thughrul
Bek ibn Mika’il ibn Saljuk ibn Tuqa, yang menguasai Baghdad dan
memerintah selama 93 tahun (429/522 H/ 1037-1127). Dua dinasti ini
yang memerintah pada masa az-Zarnuji serta Dinasti Ayubiyah (564-
648 H/ 1167-1250 M). (Iqbal, 2015: 473-375)
60
B. Karya-Karya Syaih Az-Zarnuji
Peneliti tidak mengetahui secara pasti beberapa jumlah kitab yang
telah ditulis oleh az-Zarnuji dan hanya mengetahui kitab Ta’lim al-
Muta’alim adalah satu-satunya karya Imam az-Zarnuji yang dapat
dijumpai sampai sekarang dan tanpa keterangan tahun penerbitan. Bahkan
beberapa sumber menyebutkan bahwa hanya kitab Ta’lim al-Muta’alim
karya az-Zarnuji. Apakah dia hanya menulis sebuah kitab ini saja, ataukan
juga menulis kitab-kitab yang lainnya tidak ditemukan catatan yang
melaporkan hal itu, teteapi ada indikasi bahwa az-Zarnuji menulis kitab
lain namun sudah musnah karena termasuk yang dimusnahkan akibat
tragedi sejarah. Sejarah menyebutkan tokoh Jengis Khan dan pasukannya
selama 5 tahun (1220-1225 M/ 1617-1622 H) menaklukan dan
menghancurkan Persia timur. Ada kemungkinan karya az-Zarnuji lainnya
ikut musnah kecuali kitab Ta’lim al-Muta’alim sebagai satu-satunya karya
yang terselamatkan.
Kitab Ta’lim al-Muta’alim merupakan bagian dari karya az-Zarnuji
yang masih sampai sekarang ini. Kitab ini diterbitkan pada tahun 996 H,
kitab ini juga diterjemahkan kedalam bahasa Turki oleh Abd. Al-Majid bin
Nusuh bin Isra’il dengan judul Irshad al-Ta’lim fi Ta’lim al-Muta’allim.
Menurut informasi dari Gesechiehteder Arabschen Litteratur, yang biasa
dikenal dengan singkatan G. A. L. Karya Cart Brockelmann, menginforma
sikan berdasarkan data yang ada di perpustakaan, bahwa kitab Ta’lim
pertama kali diterbitkan di Mursid pada tahun 1265 M, kemudian ditulis
61
tahun 1286, 1873, di Kairo 1281, 1307, 1418, di Istambul 1292, dan di
Kasan 1898, selain itu kitab Ta’lim menurut G. A. L.telah diberi catatan
atau komentar (syarah), dalam tujuh penerbitan masing-masing atas nama:
(a). Nau’i, tanpa keterangan tahun penerbitan; (b). Ibrahim bin Isma’il
pada tahun 996 H/ 1588; (c). As-Sa’rani 710/ 711; (d). Ishaq ibn. Ar-Rumi
Qili’ 720 dengan judul Mir’atu Atholibin, (e). Qadi B. Zakariya al-Anshari
A’saf; (f). Otman Pazari 1986 denagn judul Tafhim al-Mutafahhim; dan
(g). H. B. Al-Faqir, tanpa keterangan tahun penerbitan.
Kitab Ta’lim al-Muta’alim dikajidan dipelajari hampir setiap
lembaga pendidikan Islam, terutama lembaga pendidikan tradisional
seperti pesantren, bahkan di pondok pesantren modern, karena pada
dasarnya ada beberapa konsep pendidikan az-Zarnuji yang banyak
berpengaruh dan patut diindahkan, yakni: (a). Motivasi dan penghargaan
yang besar terhadap ilmu pengetahuan dan ulama; (b). Konsep filter
terhadap ilmu pengetahuan dan ulama; (c). Pendekatan-pendekatan taknis
pendayagunaan potensi otak, baik dalam terapi alamiyah atau moral-
psikologis.
Sedangkan cara berfikir az-Zarnuji, dapat dikatakan bercorak
spiritual atau bersifat metafisis. Hal ini disebabkan oleh pengaruh sosial-
politik yang berlangsung pada saat az-Zarnuji hidup, dimana di zaman
kaum saljuk kota Baghdad kembali menjadi ibukota kerohanian sebagai
tempat persemayaman. Jadi, corak pemikiran az-Zarnuji banyak
62
dipengaruhi oleh ajaran-ajaran ulama Islam seperti al-Ghazali yang hidup
pada masa Abbasiyah.
Secara umum, dalam kitab tersebut berisi; Pertama, Pendahuluan.
Pada pendahuluan beliau menuliskan pujian dan rasa syukur kepada Allah
yang telah melimpahkan melebihkan nikmatnya atas ilmu dan amal atas
semesta alam, dan mengucapkan shalawat kepada Muhammad, tokoh arab,
dan keluarga, sahabat-sahabat beliau yang merupkan sumber ilmu
pengetahuan dan hikmah.
Kemudian az-Zarnuji menuliskan kegelisahan beliau terhadap
penuntut ilmu yang tekun tapi tidak bisa memetik kemanfaatan dan
buahnya. Yaitu, mengamalkan dan menyiarkannya. Karena penuntun tadi
salah jalan dan meninggalkan persyaratan yang menjadi keharusan untuk
dilakukan. Manusia yang salah jalan akan tersesat dan gagal dalam
tujuannya baik besar atau kecil. Maka dengan adanya kitab ini akan
memberikan jalan bagi penuntut ilmu, agar mereka tidak tersesat.
Selanjutnya az-Zarnuji mengharapkan do’a dari gurunya yang alim dan
arif itu untuk para pecinta ilmu semoga diberikannya kebahagiaan di hari
kemudian, setelah belajar dari kitab Ta’lim al-Muta’alim tersebut.
Kedua, Isi. Kitab ini terdiri dari 13 pasal yaitu: (a). Menjelaskan
hakikat ilmu, hukum mencari ilmu, dan keutamaannya; (b). Niat dalam
mencari ilmu; (c). Cara memilih ilmu, guru, teman dan ketekunan; (d).
Cara menghormati ilmu dan guru; (e). Kesungguhan dalam mencari ilmu,
beristiqamah dan cita-cita yang luhur; (f). Ukuran dan urutannya; (g).
63
Tawakal; (h). Waktu belajar ilmu; (i). Saling mengasihi dan saling
menasehati; (j). Mencari tambahan ilmu pengetahuan; (k). Bersikap wara’
ketika menuntut ilmu; (l). Hal-hal yang dapat menguatkan hafalan dan
yang melemahkannya; (m). Hal-hal yang mempermudahkan datangnya
rezeki, hal-hal yang menghambat datangnya rezeki, hal-hal yang dapat
memperpanjang dan mengurangi usia.
Ketiga, Penutup. Kitab Ta’lim al-Muta’alim diakhiri dengan bab
yang ke 13 berisi tentang pasal pendatang dan penghalang rizki, serta
pemanjang dan pengurang usia. Setelah itu beliau mengucapkan rasa
syukur kepada Allah yang telah mengajarkan manusia sesuatu yang tidak
diketahuinya, yang memberikan nikmat dan kemulyaannya dengan adanya
petunjuk. Dengan adanya kitab Ta’lim al-Muta’alim yang ditulis oleh
Syaikh Ibrahim bin Ismail az-Zarnuji semoga dapat memberi manfaat
kepada para penunut ilmu.
C. Isi Kitab Ta’limul Muta’alim
Kitab “Ta’limul Muta’alim” yang sedang dikaji ini mempunyai
pengertian sopan santun antara pendidik dan peserta didik. Kitab ini
sampai sekarang masih dipelajari di berbagai lembaga pendidikan,
khususnya pesantren.
Sebagaimana judulnya, kitab ini membahas penjelasan berbagai
akhlak yang berhubungan dengan guru dan murid. Kitab ini terdiri atas 13
pasal, dimulai dari pengenalan terhadap pengarang (ta’rif bi al-mu’alif),
64
kemudian khutab kitab dilanjutkan dengan pasal satu, dua, tiga sampai tiga
belas. Pada bagian akhir ditulis rasa syukur kepada Allah yang telah
mengajarkan manusia sesuatu yang tidak diketahuinya, yang memberikan
nikmat dan kemulyaannya dengan adanya petunjuk.
Bab I. Hakikat ilmu, hukum mencari ilmu dan keutamaannya.
Dalam bab ini diterangkan panjang lebar tentang keutamaan orang yang
memiliki ilmu pengetahuan dibanding orang yang tidak memiliki ilmu.
Bab II. Niat dalam mencari ilmu. Dalam bab ini, mencari ilmu
harus diniati dengan niat yang baik sebab dengan niat itu dapat
menghantarkan pada pencapaian keberhasilan. Niat yang sungguh-
sungguh dalam mencari ilmu dan keridlaan Allah akan mendapatkan
pahala. Dalam mencari ilmu tidak diperkenankan dengan niat dengan ilmu
akan mendapatkan harta banyak.
Bab III. Memilih Ilmu, guru, teman dan ketekunan. Dalam bab ini
diterangkan bahwa memilih ilmu yang utama adalah ilmu agama, yang
didahulukan adalah ilmu tauhid. Dalam memilih guru harus alim, wira'i
dan lebih tua.
Bab IV. Cara menghormati ilmu dan guru. Bab ini menerangkan
bahwa memuliakan guru adalah paling utama dibanding memuliakan yang
lain. Sebab dengan gurulah manusia dapat memahami tentang hidup, dapat
membedakan antara yang hak dan batil. Memuliakan tidak terbatas pada
sang guru namun seluruh keluarganya wajib dimuliakan.
65
Bab V. Kesungguhan dalam mencari ilmu, beristiqamah dan cita-
cita yang luhur. Bab ini menerangkan bahwa orang yang mencari ilmu itu
harus bersungguh-sungguh dan kontinyu. Orang yang mencari ilmu tidak
boleh banyak tidur yang menyebabkan banyak waktu terbuang sia-sia dan
dianjurkan banyak waktu malam yang digunakan belajar. Untuk
memperoleh ilmu yang berkah harus menjauhi maksiat.
Bab VI. Ukuran dan tertib dalam belajar atau urutannya. Dalam
bab ini diterangkan bahwa permulaan dalam mencari ilmu yang lebih
afdhal adalah hari Rabu. Kemudian ukuran dalam belajar sesuai dengan
kadar kemampuan seseorang dan dalam belajar harus tertib artinya harus
diulang kembali untuk mengingat pelajaran yang telah diajarkan.
Bab VII. Tawakal. Dalam bab ini diterangkan bahwa setiap pelajar
hendaknya selalu bertawakal selama dalam mencari ilmu (dalam
pendidikan). Selama dalam mencari ilmu jangan sering menyusahkan
mengenai rejeki, hatinya jangan sampai direpotkan memikirkan masalah
rejeki. Dalam belajar harus diimbangi dengan tawakal yang kuat.
Bab VIII. Waktu belajar ilmu. Dalam bab ini diterangkan bahwa
waktu menghasilkan ilmu tidak terbatas, yaitu mulai masih dalam ayunan
(bayi) sampai ke liang lahat (kubur), dan waktu yang utama untuk belajar
adalah waktu sahur (menjelang subuh), dan antara maghrib dan isya'.
Bab IX. Belas kasih dan nasihat. Dalam bab ini diterangkan bahwa
orang yang berilmu hendaklah mempunyai sifat belas kasihan kalau
sedang memberi ilmu. Tidak dibolehkan mempunyai maksud jahat dan iri
66
hati, sebab sifat itu adalah sifat yang membahayakan dan tidak ada
manfaatnya. Bila kita diolok-olok janganlah dibalas dengan kekerasan.
Bab X. Mencari faedah atau ilmu tambahan. Dalam bab ini
diterangkan bahwa dalam mencari ilmu dan mendapatkan faedah adalah
agar dalam setiap waktu dan kesempatan selalu membawa alat tulis
(pulpen dan kertas) untuk mencatat segala yang didengar, yang
berhubungan dengan faedah ilmu.
Bab XI. Wira’i (berlaku hati-hati terhadap hal-hal yang makruh
dan hal-hal yang syubhat). Dalam bab ini diterangkan bahwa sebagian dari
wara’ adalah menjaga diri dari kekenyangan, terlalu banyak tidur, terlalu
banyak bicara (membicarakan sesuatu yang tidak ada manfaatnya).
Bab XII. Sesuatu yang dapat menguatkan hafalan dan yang
melemahkannya. Dalam bab ini diterangkan bahwa yang menyebabkan
mudah hafal adalah bersungguh-sungguh dalam belajar, rajin, tetap,
mengurangi makan dan mengerjakan salat malam. Adapun yang
menyebabkan mudah lupa adalah maksiat, banyak dosa, susah, prihatin
memikirkan perkara dunia, banyak pekerjaan dan ada sesuatu yang
melekat dalam hati.
Bab XIII. Sesuatu yang memudahkan datangnya rezeki dan
menyempitkan rejeki, memperpanjang dan mengurangi umur. Dalam bab
ini diterangkan bahwa sabda Rasulullah, "Tidak ada yang mampu menolak
takdir kecuali doa. Dan tidak ada yang bisa menambah umur, kecuali
berbuat kebaikan. Orang yang rejekinya sial (sempit), disebabkan dia
67
melakukan dosa". Kemudian yang menyebabkan kefakiran adalah tidur
telanjang, kencing telanjang, makan dalam keadaan junub, makan sambil
tidur miring, meremehkan sisa makanan, membakar kulit bawang merah
atau bawang putih, menyapu rumah dengan menggunakan gombal,
menyapu rumah pada waktu malam, menyapu sampahnya tidak dibuang
langsung, berjalan atau lewat didepan orang tua, memanggil ayah ibunya
dengan sebutan namanya, menusuk-nusuk gigi dengan memakai kayu asal
ketemu saja, membasuh tangan dengan tanah atau debu, duduk di atas
tangga pintu, bersandar pada tepi pintu, berwudlu di tempat istirahat,
menjahit pakaian pada waktu sedang dipakai. Kemudian sesuatu yang
dapat menambah umur adalah berbuat kebaikan, tidak menyakiti hati
orang lain, memuliakan orang tua, atau membaca do'a.
D. Pemikiran Pendidikan Syaikh Az-Zarnuji dalam Kitab Ta’limul Al-
Muta’alim
Salah satu karya monumental Syaikh az-Zarnuji yang berbicara
tentang pendidikan adalah kitab Ta’limul Muta’alim yang mengupas
masalah belajar mengajar. Kitab ini diakui sebagai karya yang
monumental dan sangat diperhitungkan keberadaannya. Kitab ini juga
banyak dijadikan bahan penelitian dan rujukan dalam penulisan karya-
karya ilmiah, terutama dalam bidang pendidikan. Kitab ini tidak hanya
digunakan oleh ilmuwan Muslim saja, tetapi juga dipakai oleh para
orientalis dan penulisa barat.
68
Keistimewaan lain dari kitab Ta’limul Muta’alim ini terletak pada
materi yang dikandungnya. Meskipun kecil dan dengan judul yang seakan-
akan hanya membahas metode belajar, sebenarnya esensi kitab ini juga
mencakup tujuan, prinsip-prinsip dan strategi yang didasarkan pada moral
religius. Kitab ini tersebar hampir keseluruh penjuru dunia. Kitab ini juga
telah dicetak dan diterjemahkan serta dikaji di berbagai dunia, baik di
Timur maupun di Barat.
Di Indonesia, kitab Ta’limul Muta’alim dikaji dan dipelajari
hampir di setiap lembaga pendidikan klasik tradisional seperti pesantren,
bahkan di pondok pesantren modern. Dari pembahasan kitab ini, dapat
diketahui tentang konsep pendidikan Islam yang dikemukakan az-Zarnuji.
Secara umum kitab ini mencakup tiga belas pasal yang singkat-singkat,
yaitu; (a). Pengertian ilmu dan keutamaannya; (b). Niat belajar; (c).
Memilih guru, ilmu, teman dan ketabahan dalam belajar; (d).
Menghormati ilmu dan ulama; (e). Ketekunan, kontinuitas dan cita-cita
yang luhur; (f). Permulaan dan insensitas belajar serta tata tertibnya; (g).
Tawakal kepada Allah; (h). Masa belajar; (i). Kasih sayang dan memberi
nasihat; (j). Mengambil pelajaran; (k). Wara’ (menjaga diri dari yang
subhat dan haram) pada masa belajar; (l). Penyebab hafal dan lupa; (m).
Masalah rezeki dan usia.
Pasal-pasal tersebut dapat disimpulkan ke dalam tiga cakupan
besar, yaitu pembagianpengetahuan, tujuan pembelajarandan metode
69
belajar (the division of knowledge, the purpose of learning dan the method
of study). Ketiga bidang pendidikan inidapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Pembagian Ilmu
Syaikh az-Zarnuji membagi ilmu pengetahuan dalam empat
kategori. Pertama,ilmu fardhu ‘ain, yaitu ilmu yang wajib dipelajari
oleh setiap Muslim secara individual. Hal ini didasarkan pada hadits
“Menunut ilmu wajib bagi muslim laki-laki dan perempuan”.
Dalam kamus istilah fiqih, fardlu ‘ain yaitu perbuatan yang
dikerjakan oleh setiap mukallaf, seperti shalat, puasa (dalam bulan
Ramadhan), zakat, haji dan sebagainya. (Mujib, dkk. 1994: 74)
Adapun kewajiban menuntut ilmu yang pertama kali harus
dilaksanakan adalah memperlajari ilmu tauhid, yaitu ilmu yang
menerangkan keesaan Allah beserta sifat-sifat-Nya. Baru kemudian
mempelajari ilmu-ilmu lainnya, seperti fiqih, shalat, zakat, haji dan
lain sebagainya yang kesemuanya berkaitan dengan tata cara beribadah
kepada Allah.(Baharuddin dan Wahyuni, 2015: 76-77)
Kedua, ilmufardhu kifayah; Kewajiban yang bisa dilakukan
oleh hanya sebagian mukallaf. Bila hal itu telah dilakukan oleh
seorangatau beberapa orang mukallaf, maka lainnya bebas dari
kewajiban tersebut. Akan tetapi jika tidak ada seorang pun yang
melakukannya, semuanya mendapat dosa. (Mujib, dkk. 1994: 412)
70
ا حفظ ما ي قع ف ب عض اال حا بي ف فرض على سبيل الكفا ية إذا قام به وامم. الب لدة سقط عن الباقي الب عض ف
“Adapun mempelajari amalan agama yang dikerjakan pada
saat-saat tertentu seperti salat jenazah dan lain-lain, itu hukumnya
fardhu kifayah. Jika disuatu daerah sudah ada orang yang mempelajari
ilmu tersebut, maka yang lain bebas dari kewajiban”. (Syaikh az-
Zarnuji, 2009: 9)
Tetapi, bilamana seluruh penduduk kampung tersebut tidak
melaksanakannya, maka seluruh penduduk kampung itu menanggung
dosa. Dengan kata lain, ilmu fardhu kifayah adalah ilmu dimana setiap
umat Islam sebagai suatu komunitas diharuskan menguasainya, seperti
ilmu pengobatan, ilmu astronomi dan lain sebagainya.
Ketiga,ilmu haram;Sesuatu / perkara-perkara yang dilarang
oleh syara’. Berdosa jika mengerjakannya dan berpahala jika
meninggalkannya. (Mujib, dkk. 1994: 99)
فع والرب من قضاء ا للم وعلم النجوم بنزلة المرض ف ت علمه حرام النمه يضر وال ي ن ر مكن .وقدره غي
Sedangkan mempelajari ilmu nujum (ilmu perbintangan yang biasanya
digunakan untuk meramal) itu hukumnya haram, karena ia diibaratkan
penyakit yang sangat membahayakan. Dan mempelajari ilmu nujum
itu hanyalah sia-sia belaka, karena ia tidak bisa menyelamatkan
seseorang dari takdir Tuhan. (Syaikh az-Zarnuji, 2009: 9)
Tetapi dalam kitabnya Syaikh az-Zarnuji menjelaskan;
لة واوقات الصملة ف يجوز ذ . لك اللمهمم االم اذا ت علمم من النجوم قد رما ي عرف به القب Boleh mempelajari ilmu nujum (ilmu falak) untuk mengetahui kiblat
dan waktu-waktu shalat.
Keempat,ilmu jawaz, yaitu ilmu yang hukum mempelajarinya
adalah boleh karena bermanfaat bagi manusia. Misalnya, ilmu
kedokteran, yang dengan mempelajarinya akan diketahui sebab dari
71
segala sebab (sumber penyakit). Hal ini diperbolehkan karena
Rasulullah Saw.sendiri juga berobat.
Seperti dalam Kamus Istilah Islam, ilmu Jawaz yaitu boleh.
Pernyataan bebas melakukan sesuatu, tidak terikat dengan kewajiban
atau larangan. (Mujib, dkk. 1994: 139).
2. Unsur-Unsur Pendidikan Syaikh Az-Zarnuji
a. Niat dan Tujuan Belajar
Mengenai niat dan tujuan belajar, Az-Zarnuji mengatakan
bahwa niat yang benar dalam belajar adalah untuk mencari keridhaan
Allah Swt., memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat, berusaha
memerangi kebodohan pada diri sendiri dan orang lain,
mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam dan mensyukuri
nikmat Allah.
أخب ران مالك عن يي بن سعيد عن حممد بن : حدث ناعبدهللا بن مسلمة قال االعمالبالنهيمة ولكله امرئ : عن عمرانم رسول هللا صلم قال إبراهيم عن علقمة بن وقماص
ورسوله فهجرته ال هللا ورسوله ومن كانت هجرته فمن كانت هجرته ال هللا . مان وىب ها اوامرأة ي ت زومجها فهجرته ال ماهاجراليه .لدن يا يصي
Abdullah ibn Maslamah berkata: Telah memeritahu
kami Malik dari Yahya ibn Said dari Muhammad ibn Ibrahim Alqa
mah Bin Waqas Dari Umar ra., ia berkata: bahwasanya Rasulullah saw
bersabda:”Bahwasanya semua amal itu tergantung niatnya dan
bahwasanya apa yang diperoleh oleh seseorang adalah sesuai dengan
apa yang di niatkannya. Barangsiapa yang hijrah karena Allah dan
Rasul-Nya, maka hijrahnya menuju Allah dan Rasul-Nya. Dab
barangsiapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita
yang akan dinikahinya maka hijrahnya itu hanya memperoleh apa yang
72
diniatkannya dalam hijranya itu”. (H.R. Bukahori ). (Bukhori. 1412
H/1992 M: 24)
Sehubungan dengan hal ini, Az-Zarnuji mengingatkan agar
setiap penuntut ilmu tidak sampai keliru menentukan niat dalam
belajar, misalnya belajar yang diniatkan untuk mencari pengaruh,
mendapatkan kenikmatan duniawi atau kehormatan dan kedudukan
tertentu. Jika masalah niat ini sudah benar, tentu ia akan merasakan
kelezatan ilmu dan amal serta berkuranglah kecintaannya pada harta
dunia, sebagaimana hadits yang artinya, “Sesungguhnya pokok dari
semua pekerjaan bergantung pada niat”. (Baharuddin dan Wahyuni,
2015: 78)
Syeikh Imam Hammad bin Ibrahim bin Ismail Assyafar Al
Anshari membacakan syairnyakepada Abi Hanifah;
معاد علم لل
ب ال
لاد # من ط
ش ضل من الر
از بف
ف
البه سران ط
يا لخ
عباد لن # ف
ضل من ال
يل ف
“Siapa yang menuntut ilmu untuk akhirat, tentu ia akan memperoleh
anugerah kebenaran. Dan kerugian bagi orang yang menunut ilmu
hanya karena mencari kedudukan di masyarakat”.(Syaikh az-Zarnuji,
2009: 15).
b. Peserta Didik (Murid)
Fokus pembahasan banyak ditujukan kepada murid. Syarat –
syarat yang harus dimiliki dan dipenuhi oleh murid, baik itu mengenai
kognitif (intelektual), afektif (sikap, nilai – nilai) dan psikomotor
(kelincahan / keterampilan) dan kehalusan bahasa sesuai dengan tujuan
proses balajar. Murid harus memilih ilmu, guru dan teman. (Az
Zarnuji,tt:13). Seorang murid harus rajin, tekun dan mempunyai cita –
73
cita, tertiban belajar, wara' dan menguraikan tentang hal – hal yang
dapat memperkuat, memperlemah hafalan. (Az Zarnuji,tt:41)
c. Pendidik (Guru)
Guru dalam belajar itu adalah seorang yang sangat
dihormati dan ilmu tidak akan bermanfaat tanpa menghormati guru.
Murid memilih guru dengan cara mencari yang alim, yang bersifat
wara’ dan yang lebih tua. (Az Zarnuji, tt: 20)
d. Alat Pendidikan
Yang dimaksud dengan alat pendidikan ialah segala sesuatu
yang dipergunakan langsung atau tidak langsung membantu
terlaksananya pendidikan. (Wasty Soemanto,tt:149). Dengan
demikian, alat – alat pendidikan yang dapat digunakan itu cukup
banyak. Misalnya, buku, alat tulis dan sebagainya. Materi pendidikan
yang tertera dalam berbagai macam bidang studi yang terwujud dalam
bentuk buku pelajaran yang merupakan bagian dari komponen alat
pendidikan amat diperhatikan oleh Az Zarnuji
e. Metode Pembelajaran
Dalam kitab Ta’limul Muta’alim Az-Zarnuji menjelaskan
bahwa metode pembelajaran meliputi dua kategori. Pertama, metode
yang bersifat etik religi. Kedua, metode yang bersifat teknik strategi.
Termasuk ke dalam kategori pertama adalah pemikirannya yang
mengharuskan para pelajar mempraktekkan beberapa jenis amalan
agama tertentu. Kategori ini dikatakan sebagai allogical, dalam arti
74
kita tidak dapat mendiskusikannya secara rasional. Sebagai contoh Az-
Zarnuji mengatakan bahwa untuk dapat diberikan rezeki, hendaknya
setiap belajar dianjurkan untuk membaca Subhanallah al-‘azim,
Subhanallah wa bihamdih sebanyak seratus kali.(Iqbal, 2015: 380)
Kedua, metode bersifat teknik strategis meliputi cara memilih
pelajaran, memilih guru, memilih teman dan langkah-langkah dalam
belajar.
1) Cara memilih pelajaran; bagi orang yang mencari ilmu sebaiknya
mendahulukan memilih/ mempelajari ilmu yang dibutuhkan dalam
urusan-urusan agamanya, seperti ilmu tauhid.
ى ب عال
ت
الل
وحيد ويعرف م التم عل د
ان ويق
د وإن ك
ل
ق
اءن ايما ن امل
ليل ف الد
ل ستد ال
رك لا
ون آثما بت
كن يك
ا ل
. صحيحا عندن
Ilmu tauhid harus didahulukan, supaya santri mengetahui sifat-sifat
Allah berdasarkan dalil yang otentik. Karena imannya orang yang
taklid tanpa mengetahui dalilnya, sekalipun sah menurut pendapat
kami, tetapi is berdosa.
2) Cara memilih guru;
سن ورع ولا
م ولا
عل
تار لا
ن يخ
بغى ا
ين
ستاذ ف
تيا ر لا
ا اخ م
... وا
Adapun cara memilih guru carilah yang alim, yang bersifat wara’
dan yang lebih tua.
3) Cara memilih teman;
ستقيم بع امل
ورع وصا حب الط
جد وال
تار ال
يخ
ن
بغي ا
ين
ريك ف
تيار الش
ا اخ م
وا
ن وامل
سال
ك
م ويفر من ال ه
تف
ا ن وامل ت
ف
فسد وال
ا ر وامل
ا
ك
ل ومل
. عط
Seorang santri harus memilih atau berteman dengan orang yang
tekun belajar, bersifat wara’ dan berwatak istiqamah.Dan orang
suka memahami ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi. Dan ia
harus menjauhi teman yang malas, banyak bicara, suka merusak
dan suka menfitnah.
75
Seorang penyair berkata:
رينه بصر ق
ل وا
سأ
ت
رء ال
ا رن يقتدى # عن امل
ق
رين بامل
ق
ان ال
ف
به سرعة جن
ر ف
اش
ان ذ
ان ك
ان # ف
ه تهتدى وان ك
ا رن
ق
ير ف
ا خ
ذ
“Jangan bertanya tentang kelakuan seseorang, tapi lihatlah siapa
temannya. Karena orang itu biasanya mengikuti temannya. Kalau
temanmu berbudi buruk, maka menjauhlah segera. Dan bila
berlaku baik maka bertemanlah dengannya, tentu kau akan
mendapat petunjuk”.
Langkah-langkah dalam belajar; mengenai hal ini, termasuk
juga tiga aspek teknik pembelajaran, menurut Grunebaum dan
Abel, terdapat enam hal yang menjadi sorotan Az-Zarnuji, yaitu
(1)Kurikulumdanmateri pelajaran (the curiculum and subject
matter), (2) Pilihanpengaturandanguru (the choice of setting and
teacher), (3) Waktuuntuk belajar (the time for study), (4) Teknik
untukbelajar dan carabelajar(techniquea for learning and manner
of study), (5) Dinamikapembelajaran(dynamics of learning), (6)
Hubungansiswa untuklain (the student’s relationship to other).Dari
informasi tersebut terlihat dengan jelas bahwa Az-Zarnuji telah
berbicara tentang aspek-aspek pendidikan yang amat penting.
Tentang kurikulum terkait dengan pemikirannya tentang
pembagian ilmu pengetahuan sebagaimana disebutkan di atas.
Sedangkan tentang situasi belajar terkait dengan bagaimana
seharusnya seorang pelajar memilih guru dan temannya yang dapat
mendorong terjadinya proses belajar-mengajar yang efektif.
76
Strategi pembelajaran dalam konsep Az-Zarnuji ada empat
metode pembelajaran yang disesuaikan dengan perkembangan
murid.
1) Metode menghafal
Guru disarankan untuk memilih pelajaran yang ringkas dan mudah
sehingga bisa dipahami dan dihafal oleh murid, murid disarankan
hendaknya menghafal diluar kepala pelajaran yang didapatkan,
walaupun demikian, cara menghafal ini harus disesuaikan dengan
karakteristik murid.
2) Metode pemahaman setelah menghafal
Murid diupayakan bisa memahami pelajaran dengan cara
mengulang-ngulang yang telah diterangkan, dalam hal ini murid
disarankan untuk memiliki cara agar bisa memahami apa yang
diterangkan oleh gurunya.
3) Metode diskusi
Murid harus sering mendiskusikan suatu masalah atau pendapat
dengan teman-temannya, karena sifatnya dialogis-dialektif,
sehingga menimbulkan suasana yang menyenangkan dengan tetib
dan tenang serta berdasarkan akal jernih untuk memperoleh
jawaban yang menjadi topik pembicaraan.
4) Metode eksplorasi
Setelah melewati tiga tahap tadi, barulah seorang murid disarankan
untuk mengamati dan menelaah tarutama pelajaran-pelajaran yang
77
sukar dipahami, seorang pelajar harus terus berfikir dan terus
menambah pengetahuannya darimanapun sumbernya. (Az-Zarnuji,
tth: 38)
f. Lingkungan
lingkungan adalah lapangan – lapangan berupa keluarga,
sekolah dan masyarakat, itu yang dimaksud dengan lingkungan
pendidikan. (Wasty Soemanto,tt:162).
Komponen lingkungan secara khusus menekankan agar anak
didik memilih teman yang rajin, tekun, wara' dan menjauhi teman
yang banyak bicara, suka berbuat keburukan dan gemar membuat
fitnah. (Az Zarnuji,tt:14).Disamping besarnya pengaruh pergaulan
teman – teman betapa kuatnya pengaruh keluarga, terutama kedua
orang tua.
E. Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji Tentang Pola Hubungan Guru dan
Murid
Ada beberapa pemikiran Az-Zarnuji dalam kitab Ta’limul al-
Muta’alim yang memberi acuan terhadap pola hubungan guru dan murid.
1. Murid tidak akan memperoleh ilmu yang bermanfaat tanpa adanya
pengagungan dan pemuliaan terhadap ilmu dan orang yang
mengajarnya (guru), menjadi semangat dan dasar adanya
penghormatan murid terhadap guru. Posisi guru yang mengajari
ilmu walaupun hanya satu huruf—dalam konteks keagamaan
78
disebut sebagai bapak spiritual sehingga kedudukan guru sangat
terhormat dan tinggi, yang memberi konsekuensi bagi sikap dan
perilaku murid sebagai manifestasi penghormatan terhadap guru
baik dalam lingkungan formal maupun nonformal. Sementara
tingginya ilmu yang dimiliki oleh guru, menjadikan fungsi guru
seperti dokter, menunjukkan nilai kepercayaan dan pentingnya
nasihat bagi murid dalam mencapai tujuan belajar yang optimal.
2. Kontekstualisasi hubungan guru dan murid, menurut az-Zarnuji,
menunjukkan bahwa penempatan guru pada posisi terhormat
terkait oleh sosok guru yang ideal. Yaitu guru yang memenuhi
kriteria dan kualifikasi kepribadian sebagai guru yang memiliki
kecerdasan ruhaniah dan tingkat kesucian tinggi, di samping
kecerdasan intelektual. Dalam bahasa az-Zarnuji, guru ideal adalah
guru yang alim, wira’i dan mempunyai kesalehan sebagai
aktualisasi keilmuan yang dimiliki serta tanggung jawab terhadap
amanat yang diemban untuk menggapai ridha Allah Swt.
Dengan demikian, pemikiran az-Zarnuji berupaya membawa
lingkungan belajar pada tingkat ketekunan dan kewibawaan guru dan
pengajarannya. Sedangkan murid sebagai individu yang belajar,
menunjukkan keseriusan dan kesungguhan dalam belajar sebagai
manifestasi daya juang dalam pencapaian ilmu yang diajarkan oleh guru
dalam rangka mencari ridha Allah SWT. Dan untuk menuai
kemanfaatannya. Karena itu, pola hubungan guru murid yang tercipta
79
adalah pola hubungan timbal-balik yang menempatkan posisi guru murid
sesuai proporsi masing-masing menuju tercapainya tujuan pendidikan
yang optimal, yaitu terbentuknya pribadi yang berakhlakul karimah.
Kontekstualisasi terhadap hubungan guru dan murid saat sekarang
adalah pemahaman terhadap pemikiran az-Zarnuji yang signifikan yang
bernafas pada religious ethics. Dengan mengambil nilai-nilai dan pesan
yang terkandung dalam pemikiran az-Zarnuji tersebut, berarti kita telah
menggali dan menghidupkan kembali nilai-nilai etika dalam proses
pendidikan dan sekaligus menjadikannya sebagai dasar pembentukan
akhlak dan landasan dalam membina hubungan yang harmonis antara guru
dengan murid yang berorientasi pada hubungan yang etis-
humanis.(Baharuddin dan Wahyuni, 2015: 78).
F. Persyaratan Mencari Ilmu Menurut Syaikh Az-Zarnuji
Menurut az-Zarnuji, mencari ilmu bernilai ibadah dan
mengantarkan seseorang untuk kebahagiaan duniawi dan ukhrawi.
Kebahagiaan duniawi yang dimaksud adalah sejalan dengan konsep
pemikiran ahli pendidikan yakni proses belajar hendaknya mampu untuk
ilmu yang mencakup tiga ranah yakni kognitif,efektif dan psikomotorik.
Sedangkan dimensi ukhrowi adalah sebagai perwujudan rasa syukur
manusia sebagai hamba Allah yang telah mengaruniai akal.
Ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi berkaitan dengan
atmosfir akademik dan nilai estetik relasi antara guru dan murid
80
sebagaimana dituangkan dalam Ta’lim al-Muta’alim, yakni pertama, titik
tolak pemikiran pendidikan az-Zarnuji bermula dari pembicaraan tentang
substansi dan esensi kehidupan. Dia cenderung menggunakan term-term
tasawuf dalam pemikiran pendidikannya. Oleh karena itu, az-Zarnuji
sangat menekankan pendidikan akhlak. Baginya, pendidikan yang utama
adalah berangkat dari hal-hal yang substansi, yakni masalah akhlak.
Dengan kata lain dari masalah yang substansi dan esensi ini akan
melahirkan perform yang sejati.
Persyaratan dalam mencari ilmu demi mendapat kesuksesan juga
ditulis az-Zarnuji dalam bentuk syair. Syair tersebut berbunyi’
Tidak akan berhasil seseorang dalam mencari ilmu kecuali denganenam
syarat,
Maka akan aku sampaikan kepadamu keseluruhan syarat-syarat tersebut,
dengan jelas, cerdas, rasa ingin tahu yang tinggi, sabar, mempunyai biaya,
adanya petunjuk dari seseorang guru dan dalam waktu yang lama.
Keenam syarat sukses yang ditulis Syaikh Az-Zarnuji antara lain:
1. Cerdas
Cerdas dalam kitab Ta’limul Muta’alimThariqat al-Ta’alum
berarti سر عة الفطنةyang berarti kecepatan dalam berfikir. Hal ini adalah
kecerdasan akal (intelligence). Cerdas bisa diartikan sebagai sempurna
dalam perkembangan akal dan budi (untuk berfikir, mengerti). Jadi
cerdas bukan hanya menguasai banyak informasi tetapi juga mampu
mengolah informasi menjadi sesuatu hal yang baru atau teori baru.
81
2. Rasa Ingin Tahu yang Tinggi
Rasa ingin tahu yang tinggi dalam kitab Ta’limul al-Muta’alim
Thariqat al-Ta’alum حرص اي علي تحصيله berarti yang dihasilkan dari
kecerdasan. Hal ini diartikan sebagai kemauan keras untuk bisa
mengetahui suatu ilmu pengetahuan yang belum diketahui (dikuasai),
sehingga dengan kemauan tersebut akan membuat seseorang menjadi
termotivasi untuk bisa menguasai ilmu pengetahuan tersebut dan
nantinya akan menjadikan dirimu menjadi giat dan gigih serta ulet
dalam menghadapi problem-problem yang ada selama proses belajar.
Rasa ingin tahu yang tinggi akan menimbulkan suatu unsur dalam diri
yang disebut kemauan. Kemauan disebut juga sebagai kekuatan,
kehendak, dapat diartikan sebagai kekuatan untuk memilih dan
merealisasi tujuan dan untuk merealisasi suatu tujuan memerlukan
suatu kekuatan yang disebut kemauan. Seseorang yang
menginginkankesuksesan dalam mencari ilmu haruslah memenuhi
syarat حرص (rasa ingin tahu yang tinggi). Pada dasarnya rasa ingin
tahu yang tinggi mempunyai dua elemen, yaitu elemen dalam (inner
component) dan elemen luar ( outer component).
a. Element dalam (inner component), element ini berupa perubahan
yang terjadi didalam diri seseorang, berupa keadaan tidak puas atau
ketegangan psikologis. Rasa tidak puas ini bisa timbul karena
keinginan-keinginan untuk memperoleh penghargaan, pengakuan
serta berbagai macam kebutuhan lainnya.
82
b. Element luar (outer component), element luar dari motivasi adalah
tujuan yang ingin dicapai oleh seseorang. Tujuan orang itu untuk
mencapainya . Seseorang yang diasumsikan mempunyai kebutuhan
akan penghargaan dan pengakuan, maka timbullah tujuan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.
3. Sabar
Kata shabr maknanya habs, yakni menahan. Maka kata sabar
dimaknai “usaha menahan diri dari hal-hal yang tidak disukai dengan
sepenuh kerelaan dan kepasrahan”. (Ahmad, 2004: 85)
Sabar juga yang mempunyai arti واصطبا رعلى محنه وبليا تهberarti
atas rintangannya dan cobaannya. Tahan dalam menghadapi cobaan
(tidak cepat marah, tidak cepat putus asa dan tidak patah hati).
Antara sabar dan syukur ada kriteria seperti keterkaitan antara
nikmat dan cobaan. Setiap orang tidak dapat terlepas dari nikmat dan
cobaan itu dalam menjalankan kehidupan di dunia. Kesabaran itu
dibagi menjadi tiga macam: (a). Sabar dalam ketaatan kepada Allah;
(b). Sabar dari kemaksiatan; (c). Sabar ketika mendapat cobaan.
Sementara itu (ketaatan, kemaksiatan dan cobaan) merupakan
gambaran sebuah kehidupan. Oleh karenanya sabar adalah separuh
keimanan karena setiap cabang-cabang iman memerlukan sifat sabar.
83
4. Biaya
Biaya dalam pendidikan merupakan salah satu komponen yang
sangat penting dalam menyelenggarakan pendidikan. Hampir tidakada
pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat
dikatakan bahwa tanpa biaya proses pendidikan tidak akan berjalan.
Biaya dalam pendidikan memiliki arti jenis pengeluaran yang
berkenan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk
uang maupun barang dan tenaga. Dalam pengertian ini, misalnya,
urusan siswa adalah jelas merupakan biaya, tetapi sarana fisik, buku
sekolah dan guru juga adalah biaya. Bagaimana biaya-biaya itu
direncanankan, diperoleh, dialokasikan dan dikelola merupakan
persoalan pembiayaan atau pendanaan pendidikan.
5. Petunjuk Dari Guru
Yang berarti arahan guru atas sisi yang benar. Arahan guru
disini adalah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat
kedewasaan, sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas
kemanusiaannya.
Seorang guru yang ideal seharusnya juga mempunyai sifat dan
sikap seperti halnya berikut, antara lain: Adil, percaya dan suka kepada
murid-muridnya, sabar dan rela berkorban, memiliki wibawa terhadap
anak didiknya dan benar-benar menguasai pelajarannya.
84
6. Waktu yang Lama
Yang dimaksud dengan waktu yang lama adalah perlu
membutuhkan waktu yang lama sehingga menghasilkan atau
mendapatkan ilmu karena sesungguhnya dasar-dasarnya ilmu sangat
banyak sehingga ilmu tidak bisa didapatkan dalam waktu yang cepat.
Waktu yang lama suatu proses agar benar-benar menguasai suatu ilmu
maka haruslah mempelajari ilmu tersebut, sebab hal-hal yang
berhubungan dengan ilmu tersebut sangat banyak sehingga tidak bisa
ditempuh dalam waktu yang sangat singkat..(Iqbal, 2015: 383-385)
Hal ini dikarenakan suatu ilmu mempunyai suatu rangkaian
yang sangat erat dengan ilmu yang lain. Dan ilmu itu tidak akan
pernah habis apabila dipelajari terus-menerus. Belajar adalah proses
mencari tahu terhadap sesuatu yang ditangkap oleh indera dan mampu
melakukan apa yang diketahuinya. Belajar tidak akan pernah berhenti,
karena itu dimaknai dengan waktu yang lama dan tidak akan pernah
selesai bagi orang yang ingin ditinggikan derajatnya Oleh Allah.
Manusia yang semakin tahu terhadap sesuatu maka semakin kecil
pengetahuan yang mereka punya.
85
BAB IV
ANALISIS PEMIKIRAN SYAIKH AZ-ZARNUJI TENTANG
PENDIDIKAN DALAM KITAB TA’LIMUL MUTA’ALIM
A. Aplikasi Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji Dalam Pendidikan
Pemikiran Syaikh az-Zarnuji tentang tujuan pendidikan tampaknya
tidak lepas dari tujuan ideal dan tujuan operasional. Tujuan ideal biasanya
disesuaikan dengan tujuan hidup manusia. Pendapat ini dilandaskan pada
asumsi bahwa pendidikan merupakan bagian dan sarana untuk mencapai
tujuan hidup. Oleh karena itu, tujuan pendidikan sama dengan tujuan
hidup. Sedangkan tujuan operasional adalah suatu kondisi yang ingin
dicapai pada setiap tahap dalam proses pendidikan yang sedang
dilangsungkan.
Tujuan pendidikan menurut Syaikh az-Zarnuji memberikan
tekanan yang kuat terhadap akhlak dibanding intelektualitas . Tujuan
pendidikan menurut Syaikh az-Zarnuji ditujukan untuk mencari ridha
Allah, memperoleh kebahagiaan di akhirat, memerangi kebodohan pada
diri sendiri dan orang lain, mengembangkan dan melestarikan ajaran
Islam, serta mensyukuri nikmat Allah. Titik tekannya pada Akhlak dan
aspek-aspek pendidikan itu amat penting dan tampak dalam karyanya
Ta’limul Muta’alim, seperti yang ada pada pasal Niat dan Tujuan
Pembelajaran, Pola Hubungan Guru dan Murid, Metode Pembelajaran dan
persyaratan mencari ilmu.
Syaikh az-Zarnuji berkata, “Tidak ada kedudukan yang lebih tinggi
yang melebihi ilmu, golongan manusia yang paling tinggi derajatnya
86
adalah golongan manusia yang paling berilmu. Orang yang berilmu itu
abadi karena dikenang orang, sedangkan orang yang bodoh, bila mati,
tidak ada yang mengenang.”(Syaikh Az-Zarnuji, 2009: 51)
Untuk memperjelas, beliau juga berpendapat bahwa kurangnya
akhlak hanya dapat dihilangkan dengan ilmu. Karena akhlak itu sejajar
dengan iman, tauhid dan syari’at. Tauhid itu menyebabkan iman, barang
siapa tidak mempunyai iman, berarti tidak bertauhid; iman menyebabkan
syari’at, maka barang siapa tidak melaksanakan syari’at, berarti tidak
beriman dan tidak bertauhid; syariat menyebabkan akhlak, maka barang
siapa yang tidak mempunyai akhlak, berarti tidak bersyari’at, tidak
beriman dan tidak bertauhid.
Pendidikan akhlak yang ditekankan beliau dalam kitab tersebut
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yakni akhlak kepada Allah,
akhlak kepada sesama manusia dan akhlak kepada ilmu.
Pertama, akhlak kepada Allah, bahwa hendaknya; a) aktifitas
seorang guru dan murid dalam belajar-mengajar diniatkan kepada Allah
semata, bukan karena tujuan duniawi saja. b) menyerahkan semua urusan
kepada Allah serta memohon pentunjuk-Nya. c) menerima apa adanya
pemberian Allah dan sabar dengan segala kondisi dirinya.
Kedua, akhlak kepada sesama manusia, khusunya akhlak murid
terhadap guru. Dimana guru dipandang sebagai pribadi yang sangat
dihormati, baik dikala beliau masih hidup maupun beliau sudah
meninggal. Selain itu akhlak murid terhadap teman senasib seperjuangan
juga perlu mendapat perhatian. Karena dari sini akan tercipta sebuah
87
pemahaman bahwa murid mempunyai akhlak yang baik kepada teman
sesamanya, sikap saling menghormati dan menghargai satu sama lain.
Ketiga,akhlak kepada ilmu, menghormati ilmu salah satunya yaitu
dengan menghormati kitab. Seorang santri dilarang memegang kitab
kecuali dengan keadaan suci. Imam Syamsul A’immah Al Halwani
berkata, “Aku memperoleh ilmu ini karena aku menghormatinya. Aku tidak
pernah mengambil kitab kecuali dalam keadaan suci. Ilmu itu adalah
cahaya, dan wudlu itu juga cahaya. Sedangkan cahaya ilmu tidak akan
bertambah kecuali dengan berwudlu. Para santri juga dilarang meletakkan
kitab di dekat kakinya ketika duduk bersila, dalam menulis kitabnya
tulisannya harus jelas dan memakai tinta merah dalam menulis kitab.
(Syeikh Az-Zarnuji, 2009: 33)
Sampai disini jelas, bahwa tujuan pendidikan menurut Syaikh az-
Zarnuji mengandung 3 makna sekaligus, yaitu membentuk manusia yang
mempunyai akhlak mulia kepada Tuhannya, membentuk manusia yang
berakhlak mulia terhadap sesamanya dan membentuk manusia yang
berilmu yang hanya bertujuan untuk mencari ridha Allah. Dengan kata
lain, tujuan pendidikan menurut Syaikh az-Zarnuji adalah untuk
membentuk manusia yang berakhlak.
Telah dikemukakan di atas bahwa tujuan pendidikan Syaik az-
Zarnuji adalah membentuk manusia yang berakhlak mulia yang
bermanfaat bagi diri sendiri, agama dan lingkungannya. Tamziz membagi
88
menjadi tiga dimensi yang hendak dicapai dalam konsep Syaikh az-
Zarnuji. Yakni, dimensi religius, pengalaman dan keilmuan.
Pertama, dimensi religius berarti agama sebagai bagian tak terpisah
dari kehidupan manusia. Ia bukan hanya sebagai pelengkap tetapi lebih
sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi. Manusia tidak hanya sebagai
makhluk sosial yang memikirkan hubungan manusia dengan manusia,
melainkan juga dengan Allah sebagai pencipta alam semesta.
Kedua, dimensi pengalaman berarti santri sebagai manusia yang
berilmu harus mengaktualkan ilmunya untuk kebaikan umat. Hal ini
dilakukan sebagai kebaktian dan tugas sebagai seorang yang dianugerahi
ilmu oleh Allah, disamping juga sebagai pengalaman untuk santri itu
sendiri.
Ketiga, dimensi keilmuan berarti santri dianjurkan untuk selalu
mengembangkan ilmunya, tidak hanya ilmu agama saja, melainkan juga
ilmu pengetahuan yang lain, yakni ilmu pengetauan umum. Dengan begitu
santri dapat mengetauhi perubahan yang terjadi di sekelilingnya. (Iqbal,
2015: 379)
Dari uraian Syaikh az-Zarnuji telah memberikan pemikiran yang
baik. Ada tiga pandangan hidup yang bisa ditangkap dari uraian kitab
Ta’limul Muta’alim:
a. Manusia adalah makhluk yang punya potensi keilmuan yang sempurna
dengan akal dan hati, yang sekaligus menempatkan manusia sebagai
89
makhluk yang dapat berkembang menuju kehidupan yang lebih baik,
memahami dirinya dan yang lainnya.
b. Manusia adalah makhluk yang berinteraksi dengan yang lain dengan
aktualisasi keilmuan yang dapat dinikmati orang banyak. Manusia
tidak hanya sebagai sosok individu melainkan juga makhluk sosial
yang harus berhubungan dengan orang lain.
c. Manusia adalah makhluk yang harus berbakti kepada Tuhannya. Tidak
sekedar berbentuk ritual keagamaan. Melainkan harus benar-benar
menyadarkan segalanya untuk mencari ridla dan kebaikan di sisi-Nya.
Konsep pandangan hidup yang diberikan Syaikh az-Zarnuji ini
senada dengan persyaratan pandangan hidup yang dikemukakan
Langeveld, tetapi dengan beberapa kelebihan:
a. Pengakuan terhadap manusia sebagai makhluk yang punya
potensi keilmuan dan dapat dikembangkan manuju kehidupan
yang lebih baik.
b. Pengakuan manusia sebagai makhluk yang harus berbakti
kepada Tuhannya.
Dengan dua kelebihan itu, berarti konsep pendidikan yang
dipaparkan kitab Ta’limul Muta’alim mempunyai pandangan yang lebih
luas. Yakni mengandalkan kebaikan duniawi sekaligus memperhitungkan
kebaikan di akhirat kelak. Dengan demikian, konsep pendidikan pesantren
menjadi sangat religius dan khas.
90
B. Kelebihan dan Kelemahan Syaikh Az-Zarnuji Tentang Pendidikan
1. Kelebihan Syaikh Az-Zarnuji Tentang Pendidikan
Kitab Ta’limul Muta’alim diakui sebagai karya yang
monumental dan sangat diperhitungkan keberadaannya. Kitab ini juga
banyak dijadikan bahan penelitian dan rujukan dalam penulisan karya-
karya ilmiah, terutama dalam bidang pendidikan. Bukan hanya
digunakan oleh ilmuwan Muslim saja, tetapi juga dipakai oleh para
orientalis dan penulisa barat.
Keistimewaan lain dari kitab Ta’limul Muta’alim ini terletak
pada materi yang dikandungnya. Meskipun kecil dan dengan judul
yang seakan-akan hanya membahas metode belajar, sebenarnya esensi
kitab ini juga mencakup tujuan, prinsip-prinsip dan strategi yang
didasarkan pada moral religius. Kitab ini tersebar hampir keseluruh
penjuru dunia. Kitab ini juga telah dicetak dan diterjemahkan serta
dikaji di berbagai dunia, baik di Timur maupun di Barat. Di Indonesia,
kitab Ta’limul Muta’alim dikaji dan dipelajari hampir di setiap
lembaga pendidikan klasik tradisional seperti pesantren, bahkan di
pondok pesantren modern.
Pendidikan menurut Syaikh az-Zarnuji dalam kitab Ta’limul
Muta’alim ini mengutamakan akhlak seseorang terutama murid kepada
guru, akhlak terhadap sesama dan akhlak kepada ilmu. Dengan materi
yang simple tetapi mudah difahami bagi para pelajar. Sehingga, hampir
semua pesantren menggunakan materi pendidikan akhlak dengan kitab
91
Ta’limul Muta’alim. Materi ini telah menggali dan menghidupkan
kembali nilai-nilai etika dalam proses pendidikan dan sekaligus
menjadikannya sebagai dasar pembentukan akhlak dan landasan dalam
membina hubungan yang harmonis antara guru dengan murid yang
berorientasi pada hubungan yang etis-humanis. Karena, orientasi
pendidikannya bertujuan bahagia dunia dan akhirat.
2. Kelemahan Syaikh Az-Zarnuji Tentang Pendidikan
Jika dilihat dari wilayah seting waktu dan tempat dimana
Syaikh az-Zarnuji hidup, maka akan terlihat bahwa ada jarak dan
waktu yang merentangkan antara masa lalu dan masa kini. Yang
menjadi persoalan dan barangkali kalaulah itu boleh disebut sebagai
kelemahan adalah instrumen dan alat yang digunakan untuk
mengembangkan pendidikan tentu tidak bisa diterapkan begitu saja
pada masa kini.
Salah satu contohnya adalah peran dan perilaku dalam
menghormati guru. Jika yang dikemukakan oleh Syaikh az-Zarnuji
dipaparkan secara eksklusif maka yang pada akhirnya terjadi adalah
kepatuhan tanpa syarat. Disinilah pada nantinya pendidikan akan
kehilangan signifikasinya. Jadi kelemahan yang dimungkinkan muncul
dari pemikiran Syaik az-Zarnuji adalah pemahaman yang tekstual
terkait dengan karyanya, akan membuka peluang munculnya sikap
ketergantungan.
92
C. Inti Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji Tentang Pendidikan Dalam Kitab
Ta’limul Muta’alim
Setelah melihat kondisi umum pendidikan sebagaimana diuraikan
diatas dan memahami konsep Ta’limul Muta’alim, ada beberapa inti
pemikiran yang bisa diambil dari kitab tersebut, antara lain:
1) Orientasi tujuan pendidikan yang jelas ada dua arah, yaitu dunia dan
akhirat
2) Dalam setiap proses belajar mengajar selalu disertai dengan
religiusitas.
3) Optimalisasi religius terhadap ustadz, santri, ilmunya.
Orientasi tujuan pendidikan ke dua arah yang jelas akan membawa
dampak positif bagi keseimbangan kebutuhan jasmani dan rohani yang
akhirnya akan menjadi dasar untuk mencapai kebahagiaan dunia-akhirat.
Dengan begitu, perkembangan pendidikan bukan hanya berorientasi pada
transfer of knowledge semata, melainkan diharapkan lebih dari
pembentukan kepribadian yang mantab dan agamis pada jiwa anak didik.
Sedangkan tentang kegiatan yang selalu disertai kegiatan-kegiatan
religius berarti membuat suasana belajar-mengajar bukan sekedar
penyampaian ilmu pengetahuan saja, tetapi disertai dengan ajaran-ajaran
agama. Kontribusi ini mempunyai peran yang cukup besar untuk
menumbuhkan moral dan spiritual santri.
Berdasarkan keadaan di atas, maka membuat suasana religius dan
membiasakan akhlak yang baik dalam setiap kegiatan belajar mengajar
93
merupakan langkah maju menuju cita-cita keseimbangan dunia dan
akhirat.
Tentang optimalisasi ustadz dan santri sebagai kontribusi kitab
Ta’limul Muta’alimmerupakan konsep untuk pengalaman secara maksimal
terhadap ajaran-ajaran Islam. Karena ajaran agama tidak boleh dikuasai
sebagai pengetahuan belaka, akan tetapi merupakan pengalaman yang
mengakar dalam diri dan menjadi kebutuhan jiwa bagi manusia.
Dengan optimalisasi religius pada ustadz dan santri tersebut,
konsep ini berusaha membuat dasar pembangunan masyarakat moral
religius melalui pembinaan individual. Dari sini diharapkan akan
terwujudnya sebuah tatanan masyarakat yang bermoralitas tinggi dan
berbudi pekerti luhur.
D. Relevansi Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji Terhadap Pendidikan
Modern
Dunia pendidikan Indonesia saat ini bisa digambarkan dengan pola
hidup masyarakat Indonesia yang sudah memprihatinkan. Dalam hal ini
terdapat dua kelompok. Satu kelompok melihat nilai-nilai lama mulai
runtuh sedang nilai-nilai baru belum muncul untuk menggantikan nilai-
nilai lama. Sedangkan kelompok kedua melihat nilai-nilai lama itu masuk
ke dalam nilai-nilai baru dan membantu menegakkannya. Samsul Nizar
mengungkapkan bahwa keprihatinan bangsa yang tengah dilanda krisis
dalam berbagai aspek kehidupan membuat peran pendidikan khususnya
94
sekolah dipertanyakan. (Nizar, 2002: 175) Ini berarti pendidikan belum
mampu membentuk manusia ideal yang dapat diandalkan dalam
masyarakat. Melihat kondisi real yang ada sekarang ini, seperti maraknya
tawuran, konsumsi dan pengedar narkoba yang merajalela dan pergaulan
bebas, membuat peran pendidikan semakin tersudut. Seakan-akan
pendidikan sekolahlah yang bertanggung jawab penuh terhadap berbagai
permasalahan yang menyelimuti generasi bangsa dan masyarakat.
Fenomena seperti ini digambarkan diatas menunjukkan adanya
something wrong dalam praktek pendidikan kita, yaitu kurangnya
perhatian pada aspek moral, yang perlu dicarikan pemecahannya.
Pesantren sebagai model pendidikan yang selama ini kurang mendapatkan
perhatian dari pemerintah dalam mengambil kebijakan bidang pendidikan,
justru sudah membuktikan keberhasilannya dalam mencetak santri yang
saleh dan berakhlak mulia.
Berbicara tentang pendidikan moral, keberhasilan pesantren
merupakan suatu hal yang patut diteladani. Dalam kehidupan sehari-hari
dapat diamati bahwa pesantren telah berhasil mendidik santrinya menjadi
orang yang taat beragama dan berakhlak mulia. Pesantren yang
menggunakan holistik dalam pendidikannya menjadikan semua aktivitas
yang dilaksanakan di dalamnya sebagai suatu kesatuan untuk
mengantarkan santri mencapai tujuan yang dicita-citakan. Ditambah lagi,
waktu pendidikannya yang 24 jam setiap hari membuat pesantren
mempunyai kesempatan untuk membekali lebih banyak kepada santri dari
pada sistem konvensional yang rata-rata hanya menggunakan waktu 6-7
95
jam setiap harinya, disamping kiai dan para ustadzahnya dapat mengontrol
kegiatan para santri sepanjang hari.
Menyikapi permasalahan di atas, konsep pendidikan yang tertuang
dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim karya Syaikh Az-Zarnuji, relatif bagus
dalam persoalan bimbingan belajar. Hanya saja ketika mempelajari konsep
pendidikan Az Zarnuji dalam kitab Ta’lim Muta’allim harus disertai
dengan pemahaman yang dalam, karena belum tentu apa yang
dikonsepsikan oleh Az Zarnuji dapat pula diterapkan pada saat ini. Seperti
membaca tulisan pada nisan dapat menyebabkan lupa, menyapu di malam
hari dapat menghambat rizki. Hal-hal tersebut sudah tidak bisa lagi
diterapkan karena sudah dipandang tidak logis. Kitab Ta'lim al Muta'allim,
karya Az Zarnuji, apabila dilihat dari isi dan materi yang dibahas
didalamnya, pada hakekatnya masih relevan dengan dunia pendidikan
sekarang ini. Hal ini dapat dilihat bahwa komponen – komponen
pendidikan dan pengajaran yang banyak dikemukakan oleh para pakar
pendidikan pada abad ini sebenarnya sudah tercakup dalam kitab tersebut,
meskipun harus diakui bahwa dari pola urutan pembahasannya masih
kurang sistematis.
Dalam unsur-unsur pendidikan dalam kitab Ta’limul Muta’alim
evaluasi belum dijelaskan secara eksplisit dan implisit, dalam
pengembangan kitab tersebut di pesantren, menurut penulis hanya dengan
metode setoran hafalan kepada kyai, ustadz / ustadzah dan juga
pengembangan materi
yang dipelajari sehari-hari hanya melalui diperhatikan oleh Kyai,
ini dibuktikan pada bab III pada unsur-unsur pendidikan hanya ditemukan
sumber yang membahas lima unsur saja. Tetapi di zaman modern ini
96
evaluasi harus ada dan dilaksanakan, karena pendidikan tidak sempurna
tanpa adanya evaluasi, dalam unsur-unsur pendidikan satu dengan lainnya
mempunyai hubungan timbal balik dan tidak boleh dipisah – pisah. Unsur-
unsur pendidikannya yaitu:
1.Tujuan pendidikan ;
2.Anak didik ;
3. Pendidik ;
4. Interaksi Edukatif
5. Materi pendidikan
6.Metode
7.Alat – alat ;
8.Lingkungan.
9.Evaluasi
Sebenarnya bila dikaji lebih lanjut, ada banyak hal-hal yang masih
relevan untuk diterapkan meskipun juga ada beberapa pendapat beliau
yang sudah tidak relevan lagi. Maka, jika kitab ini dikaji di pesantren,
supayatidakmenimbulkan akses yang tidak diinginkan, sebaiknya
Diajarkan oleh seorang guru yang mempunyai pemahaman
mendalam mengenai bimbingan belajar, sehingga ketika mempunyai
gagasan yang dianggap kurang relevan dengan zaman sekarang, bisa
mengadakan reinterpretasi atau merefleksikan dengan masa Syaikh Az-
Zarnuji hidup.
Karya besar ini sebenarnya sangat bisa diterapkan ke arah luar
pesantren baik itu madrasah atau sekolah-sekolah umum. Karena bisa
97
diketahui dari analisis konsep pendidikan Az Zarnuji cukup banyak yang
masih relevan dan baik untuk diajarkan dan ditanamkan sejak dini. Seperti,
menghormati guru; anak didik ditanamkan sejak dini untuk bisa berakhlak
baik kepada guru, disiplin dalam belajar, memuliakan ilmu; anak didik
bisa diajarkan sejak dini tidak mengotori kitab, meletakkan kitab atau
buku ditempat yang tepat, juga kesungguhan dalam mencari ilmu,
beristiqamah dan cita-cita yang luhur. Karena, Mencari ilmu itu harus
bersungguh-sungguh dan kontinyu.
Karena itu, pendidikan menurut Syaikh az-Zarnuji dalam kitab
Ta’limul Muta’alim ini telah menggali dan menghidupkan kembali nilai-
nilai etika dalam proses pendidikan dan sekaligus menjadikannya sebagai
dasar pembentukan akhlak dan landasan dalam membina hubungan yang
harmonis antara guru dengan murid yang berorientasi pada hubungan yang
etis-humanis. Membuat suasana religius dan membiasakan akhlak yang
baik dalam setiap kegiatan belajar mengajar untuk melangkah maju
menuju cita-cita keseimbangan dunia dan akhirat.
98
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan penelitian, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Konsep dasar pendidikan Islam.
Pendidikan Islam itu adalah menghilangkan akhlak yang buruk
dan menanamkan akhlak yang baik untuk membentuk kepribadian
Muslim, membentuk sikap dan perilaku sesuai dengan petunjuk ajaran
Islam. Dengan demikian pendidikan merupakan suatu proses kegiatan
yang dilakukan secara sistematis untuk melahirkan perubahan-
perubahan yang prograssive pada tingkah laku manusia. Sumber-
sumber pendidikan Islam yang terpenting adalah Al-Qur’an dan
Hadits. Dalam pendidikan prinsip-prinsip kurikulum pembelajarannya
agar efektif dan efisien menggunakan berbagai metode. Dengan
demikian bahwasanya pendidikan mempunyai tanggung jawab untuk
membentuk, mengembangkan karakter dan jiwa-jiwa muslim, sesuai
dengan ajaran Islam. Bahwa setiap warisan budaya Islam tidak hanya
berupa seperangkat aturan dan tata tehnis, akan tetapi juga berupa
nilai-nilai ajaran Islam.
Sesungguhnya nilai hidup seseorang sangat tergantung pada
keberhasilan atau kegagalan sistem pendidikan yang mengarahkannya.
Dengan memahami bahwa setiap orang adalah bagian masyarakat yang
99
sedikit banyak akan memberikan sumbangsih (negatif maupun positif)
bagi kehidupan bersama, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pendidikan satu-satunya sarana terpenting dalam membentuik
masyarakat ideal.
2. Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang pendidikan dalam kitab Ta’lim
Muta’allim.
Dalam pembelajaran hendaknya berniat dan mempunyai tujuan
yang jelas, bahwa niat yang benar dalam belajar adalah untuk mencari
keridhaan Allah Swt., memperoleh kebahagiaan di dunia dan di
akhirat, berusaha memerangi kebodohan pada diri sendiri dan orang
lain, mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam dan mensyukuri
nikmat Allah.
Adapun kewajiban menuntut ilmu yang pertama kali harus
dilaksanakan adalah memperlajari ilmu tauhid baru kemudian
mempelajari ilmu-ilmu lainnya, seperti fiqih, shalat, zakat, haji dan
lain sebagainya yang kesemuanya berkaitan dengan tata cara beribadah
kepada Allah. Sedangkan pembelajaran mempunyai dua metode;
metode yang bersifat etik religi dan metode yang bersifat teknik
strategi. Metode bersifat teknik strategis meliputi cara memilih
pelajaran, memilih guru, memilih teman dan langkah-langkah dalam
belajar.Keberhasilan belajar seseorang dalam mencari ilmu kecuali
denganenam syarat, keseluruhan syarat-syarat tersebut yaitu; cerdas,
100
rasa ingin tahu yang tinggi, sabar, mempunyai biaya, adanya petunjuk
dari seseorang guru dan dalam waktu yang lama.
3. Analisis pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang pendidikan dalam kitab
Ta’lim Muta’allim
Tujuan pendidikan tampaknya tidak lepas dari tujuan ideal dan
tujuan operasional. Tujuan ideal biasanya disesuaikan dengan tujuan
hidup manusia. Pendapat ini dilandaskan pada asumsi bahwa
pendidikan merupakan bagian dan sarana untuk mencapai tujuan
hidup. Pendidikan akhlak yang ditekankan beliau dalam kitab tersebut
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yakni akhlak kepada
Allah, akhlak kepada sesama manusia dan akhlak kepada ilmu.
Sampai disini jelas, bahwa tujuan pendidikan menurut Syaik
az-Zarnuji mengandung 3 makna sekaligus, yaitu membentuk manusia
yang mempunyai akhlak mulia kepada Tuhannya, membentuk manusia
yang berakhlak mulia terhadap sesamanya dan membentuk manusia
yang berilmu yang hanya bertujuan untuk mencari ridha Allah. Dengan
kata lain, tujuan pendidikan menurut Syaikh az-Zarnuji adalah untuk
membentuk manusia yang berakhlak.
Uraian Syaikh az-Zarnuji telah memberikan pemikiran yang
baik. Ada tiga pandangan hidup yang bisa ditangkap dari uraian kitab
Ta’limul Muta’alim:
d. Manusia adalah makhluk yang punya potensi keilmuan yang sempurna
dengan akal dan hati, yang sekaligus menempatkan manusia sebagai
101
makhluk yang dapat berkembang menuju kehidupan yang lebih baik,
memahami dirinya dan yang lainnya.
e. Manusia adalah makhluk yang berinteraksi dengan yang lain dengan
aktualisasi keilmuan yang dapat dinikmati orang banyak. Manusia
tidak hanya sebagai sosok individu melainkan juga makhluk sosial
yang harus berhubungan dengan orang lain.
f. Manusia adalah makhluk yang harus berbakti kepada Tuhannya. Tidak
sekedar berbentuk ritual keagamaan. Melainkan harus benar-benar
menyadarkan segalanya untuk mencari ridla dan kebaikan di sisi-Nya.
Berdasakan keadaan di atas, maka membuat suasana religius dan
membiasakan akhlak yang baik dalam setiap kegiatan belajar mengajar
merupakan langkah maju menuju cita-cita keseimbangan dunia dan
akhirat.
B. Saran
Kajian terhadap kitab-kitab karya ulama besar seperti halnya
Syaikh az-Zarnuji, hendaknya tidak selesai pada taraf pemahaman makna
tekstualnya. Tetapi juga penting untuk diperhatikan pada situasi dan
kondisi apa karya tersebut ditulis. Sehingga yang terjadi pada akhirnya
adalah pembacaan yang kontekstual terhadap karya tertentu, bukan
tekstual.
C. Penutup
Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah penulis panjatkan
kehadirat Allah atas rahmat, taufik serta hidayah-Nya yang dilimpahkan
102
kepada penulis dalam menyusun skripsi yang sangat sederhana dengan
segala keterbatasannya. Akhirnya, penulis dapat menyelesaikan karya ini.
Meski terasa berat, tetapi bagaimanapun juga penulis cukup berbangga
hati mampu menjadi bagian dari komunitas akademik dan berusaha untuk
menjadi akademisi, meski dalam pengertian yang paling sederhana.
Akhirnya, penulis berharap bahwa karya ini dapat memberikan bahan
bacaan baru dalam kajian pendidikan Islam yang dapat memberikan
manfaat bagi penulis khusunya dan para pembaca pada umumnya.
Tentunya karya ini masih jauh dari sempurna, maka kritik dan saran yang
membangun senantiasa penulis harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. 1992. Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan. Yogyakarta:
AdityaMedia
Ahmad, Wahid. 2004. Risalah Akhlak. Solo: Era Intermedia
Al-Abrasyi, M. Athiyah. 1970. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam.
Jakarta: PT. Bulan Bintang
Al-Maliki, M, Alawi. 2002. Prinsip-Prinsip Pendidikan Rasulullah.
Jakarta: Gema Insani
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar. 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta:
Ciputat Press
Amirah. 2010. Mendidik Anak Di Era Digital. Yogyakarta: LaksBang
PRESSindo
An-Nahlawi, Abdurrahman. 1992. Prinsip Prinsip dan Metode Pendidikan
Islam. Bandung: CV. Diponegoro
Arief, Armai. 2002. Penganter Ilmu dan Metodologi Pendidikan Ialam.
Jakarta: Ciputat Pers
Arifin, HM. 1993. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Arikunto, Suharsimi. 1991. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
____________. 1988. Penilaian Program Pendidikan. Jakarta: Bina
Aksara
____________. 1999. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara
Az-zarnuji. 2009. Terjemah Ta’limul Muta’alim. Surabaya: Mutiara Ilmu
Baharuddin dan Era Nur Wahyuni. 2015. Teori Belajar dan
Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Bukhori. 1992. Sokhih Bukhori. Birut-Libanon: Darul Kitabul Alamiyah
Daradjat, Zakiyah. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Depag RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bekasi: Cipta Bagus Sagara
Departemen Agama RI. 2006. Undang Undang dan Peraturan
Pemerintahan RI Tentang Pendidikan. Jakarta: Departemen
Agama RI
Djaramah, Saiful Bahri dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Faisal, Sanapiah. T. Th. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya:
Usaha Nasional
Fatchurrohman. 2006. Demokratisasi Pendidikan Dalam Al-Qur’an.
Salatiga: STAIN Salatiga Press
Hadi, Sutrisno. 1987. Metode Riset. Yogyakarta: Fakultas Psikologi
Unversitas Gajah Mada
Hajar, Ibnu. 1996. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kualitatif dalam
Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Huda, Miftahul. 2000. Interaksi Penddikan 10 Cara Qur’an Mendidik
Anak. Yogyakarta: UIN-Malang Press
Iqbal, Muhammad Abu. 2015. Pemikiran Pendidikan Islam Gagasan-
Gagasab Besar Para Ilmuan Muslim. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Langgulung, Hasan. 1987. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka
Al-Husna
Marimba, Ahmad D. 1962. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam.
Bandung: PT. Al- Ma’arif
Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Muhibbin Syah. 1999. Psikologi Belajar. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Mujieb, M. Abdul, dkk. 1994. Kamus Istilah Fikih. Jakarta: PT. Pustaka
Firdaus
Nata, H. Abuddin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam 1. Ciputan. Logos
Wacana Ilmu
Nawawi, Hadari. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar
Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Salamulah, M. Alaika . 2008. Akhlak Hubungan Vertikal. Yogyakarta:
Pustaka Insan Madani
Samsul Nizar, Abdul Halim, 2002. Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan
Historis Teoritis dan Praktis. Jakarta: Ciputan Pres
Sardiman A. M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta:
Raja Graffindo Persada
Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.
Jakarta: Rineka Cipta
Soedjono. 1999. Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan.
Jakarta: Rineka Cipta
Sunarto, Achmad dkk. 1992. Tarjamah Shahih Bukhori Jilid 1. Semarang:
CV. Asy Syifa’
Syeikh Az-Zarnuji. 2009. Terjemah Ta’limul Muta’alim. Surabaya:
Mutiara Ilmu
Tafsir, Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosda Karya
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan.
Jakarta: Rineka Cipta
Thoha, HM. Chabib. Th. Metodologi Pengajaran Agama. Semarang:
Pustaka Pelajar
Wasty Soemanto, Drs. Dan Dra. Hemdyatsoetopo. Dasar dan Teori
Pendidikan Dunia Tantangan Bagi Para Pemimpin Pendidikan.
Surabaya : Usaha Nasional, tt.
Zubaedi. 2007. Pengembangan Masyarakat Berbasis Pesantren.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Fenny Riskya
Tempat/Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 27 Agustus 1992
Alamat : Dsn. Ngrajek 2 Rt/Rw: 001/003. Ds. Ngrajek
Kec. Mungkid Kab. Magelang
Pendidikan : RA Masithoh Banyubiru lulus tahun 1996
MI Al-Ma’arif Banyubiru lulus tahun 2005
MTs Roudlotul Furqon Banyubiru lulus th 2008
MA Al-Manar lulus tahun 2011
IAIN Salatiga
Demikian daftar riwayat hidup ini, dibuat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, 10 Februari2016
Penulis
Fenny Riskya