PEMIKIRAN IR. SOEKARNO TENTANG PENDIDIKAN...
Transcript of PEMIKIRAN IR. SOEKARNO TENTANG PENDIDIKAN...
PEMIKIRAN IR. SOEKARNO TENTANG PENDIDIKAN
ISLAM SEBAGAI KONSEP DASAR NATION AND
CHARACTER BUILDING
SKRIPSI
Diajukan Kepada Faklutas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Diajukan oleh:
M u t h o l i b i nNIM. 10110264
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU
TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2014
i
4
PERSEMBAHAN
Puji syukur ku Panjatkan padamu Ya Robby atas besar karunia yang telah Engkau
limpahkan kepadaku, dengan ini kupersembahkan karya kecilku ini untuk orang-
orang yang kusayangi :
Ayahanda (Sumani) dan Ibunda ( Siti Rasiyah) tercinta, motivator terbesar dalamhidupku yang tak pernah lelah mendo‟akan dan menyayangiku, atas semuapengorbanan dan kesabaran mengantarku sampai kini. Tak pernah cukup ku
membalas cinta ayah bunda padaku.
Kakakku tercinta (Zainuddin beserta Istrinya) dengan kasih sayang agung telahmengajariku arti memiliki dan kedewasaan serta keponkan.
Adik-adiku tercinta (Muh. Zuhruf dan Yusrotus Sa‟adah) yang sudahmemeberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan menuntut ilmu,
walaupun mereka tidak melanjutkan ke perguruan tinggi.
Adek Fakhriyatul Fitriyah yang telah menemani penulis serta memberikandukungan dan do‟a sepenuh hati.
Untuk para guru dan dosen dengan kesabaran dan kearifannya menghantarkankudan membimbingku selama menempuh pendidikan.
Keluarga “Mabes 98” (MWP, ARS, Farid, Penceng, Kribo, Sam Agus, Cak Wafa,Kirom, Syaiful) yang telah mengartikan arti persahabatan dan perjuangan.
Sahabat-sahabat organisasi PMII, HMJ-PAI,DEMA-FITK dan FORSIMA PAI seJawa, IMAKIPSI yang telah memberikan banyak pengalaman dan mengajariku
hidup bersorganisasi.
5
MOTTO
Tuhan tidak merubah apa yang ada pada suatu kaum, sehingga mereka merubah
apa yang ada pada diri mereka (QS. Ar ra’d 13: 11)1
1 Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Bandung: CV Penerbit J-ART, hlm:250
vi
vii
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar rujukan
Malang, 02 Juli 2014
Mutholibin
NIM 10110264
88
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan
Rahmat, Taufik, dan Hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penelitian
skripsi ini dengan tanpa ada kendala dalam penyelesaianya.
Penelitian Skripsi yang berjudul “Pemikiran Ir. Soekarno Tentang
Pendidikan Islam Sebagai Konsep Dasar Nation and Character Building”
ditulis dalam rangka memenuhi tugas akhir perkuliahan serta untuk memperoleh
gelar strata satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I).
Penelitian ini tidak akan terselesaikan tanpa melibatkan banyak pihak yang
membantu penyelesaiannya. Karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Ibu tercinta, Sumani dan Siti Rasiyah karena kasih sayang, perjuangan,
pengorbanan dan doa beliau berdualah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
tahapan demi tahapan pendidikan, lebih khusus dalam penyelesaian skripsi.
2. Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang.
3. Dr. H. Nur Ali, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
4. Dr. Marno, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang.
5. Dr. H. Abdul Bashith, M.Si, selaku dosen pembimbing yang penuh
kebijaksanaan, ketelatenan dan kesabaran telah berkenan meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan serta memberi petunjuk
demi terselesaikannya penulisan skripsi ini.
6. Segenap Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, yang telah dengan penuh keikhlasan
membimbing dan mencurahkan ilmunya kepada penulis.
7. Sahabat-sahabati keluarga besar PMII Rayon “Kawah Chondrodimuko”.
8. Serta temen-temen yang telah menemani penulis mulai dari awal belajar ilmu
di Kampus ini hingga proses penyelesaian tugas akhir ini.
9
Semoga Allah swt. senantiasa melimpahkan Rahmat, Taufik, Hidayah dan
Ma‟unah-Nya kepada kita semua. Amin.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih
banyak terdapat kekurangan, walaupun penulis sudah berusaha dengan
semaksimal mungkin membuat yang terbaik. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati dan tangan terbuka, penulis mengharapkan ktitik dan saran yang
membangun dari semua pihak agar dapat menjadi motivasi bagi penulis untuk
lebih baik dalam berkarya. Akhirnya, penulis berharap mudah-mudahan dalam
penyusunan skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Malang, 02 Juli 2014
Penulis
10
HALAMAN TRANSLITERASI
1. Umum
Transliterasi ialah pemindahalihan tulisan Arab ke dalam tulisan
Indonesia (Latin), bukan terjemahan bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia.
Termasuk dalam kategori ini ialah nama Arab, sedangkan nama Arab dari
bangsa selain Arab ditulis sebagaimana ejaan bahasa nasionalnya, atau
sebagaimana yang tertulis dalam buku yang menjadi rujukan. Penulisan judul
buku dalam footnote maupun daftar pustaka, tetap menggunakan ketentuan
transliterasi ini.
Banyak pilihan dan ketentuan transliterasi yang dapat digunakan
dalam penulisan karya ilmiah, baik yang berstandard internasional, maupun
ketentuan khusus yang digunakan penerbit tertentu. Transliterasi yang
digunakan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Malang (UIN) Maulana Maluk Ibrahim Malang menggunakan EYD plus,
yaitu transliterasi yang didasarkan atas Surat Keputusan Bersama (SKB)
Menteri Agama dan Menteri Pendididkan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, tanggal 22 Januari 1998, No. 158/1987 dan 0543.b/U/1987,
sebagaimana tertera dalam buku pedoman Transliterasi Bahasa Arab (A
Guide Arabic Transliteration), INIS Fellow 1992.
2. Konsonan
ا
ب
=
=
Tidak dilambangkan
B
ض
ط
=
=
Dl
Th
ت = T ظ = Dh
ث = Ts ع = „(koma menghadap ke atas)
ج = J غ = Gh
ح = H ف = F
خ = Kh ق = Q
د = D ك = K
ذ = Dz ل = L
ر = R م = M
11
ز = Z ن = N
س = S و = W
ش = Sy ھ = H
ص = Sh ي = Y
Hamzah (ء) yang sering dilambangkan dengan alif, apabila terletak
diawal kata maka dalam transliterasinya mengikuti vokalnya, tidak
dilambangkan, namun apabila terletak di tengah atau di akhir kata maka
dilambangkan dengan tanda komadiatas (‟), berbalik dengan koma („), untuk
pengganti lambang .”ع“
3. Vokal, Panjang dan Diftong
Setiap penulisan bahasa Arab dalam bentuk tulisan latin vokal fathah
ditulis dengan “a”, kasrah dengan “i”, dlommah dengan “u”, sedangkan
bacaan panjang masing-masing ditulis dengan cara sebagai berikut:
Vokal (a) panjang = â misalnya اقل menjadi qâla
Vokal (i) panjang = î misalnya قيل menjadi qîla
Vokal (u) panjang = û misalnya ودن menjadi dûna
Khusus untuk bacaan ya‟ nisbat, maka tidak boleh digantikan dengan
“i”, melainkan tetap ditulis dengan “iy” agar dapat menggambarkan ya‟ nisbat
diakhirnya. Begitu juga untuk suara diftong, wawu dan ya‟ setelah fathah
ditulis dengan “aw” dan “ay”. Perhatikan contoh berikut:
Diftong (aw) = و misalnya وقل menjadi qawlun
Diftong (ay) = ي misalnya ریخ menjadi khayrun
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Bukti Konsultasi
Lampiran II : Biodata Penulis
131313
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................ iv
HALAMAN MOTTO ............................................................................. v
HALAMAN NOTA DINAS .................................................................. vi
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................... viii
HALAMAN TRASILTERASI .............................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xii
DAFTAR ISI .......................................................................................... xiii
ABSTRAK ............................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 11
E. Batasan Masalah ......................................................................... 12
F. Definisi Operasional ................................................................... 12
G. Sistematika Pembahasan ............................................................ 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Islam ........................................................................ 16
a. Pengertian Pendidikan Islam ................................................. 16
b. Dasar Pendidikan Islam ......................................................... 23
c. Tujuan Pendidikan Islam ....................................................... 28
B. Konsep Pendidikan Karakter ...................................................... 30
a. Pengertian dan Makna Pendidikan Karakter ......................... 30
b. Tujuan Pendidikan Karakter .................................................. 31
1414
1. Filsafat Ketuhanan Soekarno ................................................ 59
2. Pemikiran Islam dari Tinjauan Sosiologis ........................... 60
3. Pemikiran Islam dari Tinjauan Historis ............................... 61
4. Pemikiran Islam dari Tinjauan Filosofis .............................. 62
5. Pemikiran Islam dari Tinjauan Pedagogis ........................... 63
6. Pemikiran Islam dari Tinjauan Politis .................................. 64
7. Pemikiran Islam dari Tinjauan Religi .................................. 66
Pemikiran Pendidikan Islam Ir. Soekarno .................................. 67
1. Menumbuhkan Rasa Keimanan Kepada Peserta Didik ........ 67
2. Pendidikan Islam Yang Dinamis Mengikuti Perkembangan
Zaman ................................................................................... 69
3. Budaya Kritis-Analitis terhadap Pendidikan Islam Tanpa
Dikotomi .............................................................................. 72
4. Modernisasi Pendidikan Islam Tanpa Kehilangan Identitas
Asalnya ................................................................................. 77
5. Pendidikan Islam Tanpa Dikotomi ....................................... 79
6. Guru Sebagai Pemimpin Akal dan Jiwa Peserta Didik ........ 81
c. Pilar-pilar dan Nilai dalam Pendidikan Karakter .................. 32
d. Nation and Character Building................................................ 35
BAB III Metode Penelitian
A. Pendekatan dan Jenis penelitian ................................................. 39
B. Objek dan Ruang Lingkup ......................................................... 40
C. Sumber Data ............................................................................... 40
D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 42
E. Analisis Data .............................................................................. 42
F. Pengecekan Keabsahan Data ...................................................... 43
G. Tahap-tahap Penelitian ................................................................ 45
H. Rancangan Penelitian ................................................................... 46
BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Biografi ....................................................................................... 47
1. Soekarno Putra Sang Fajar ................................................... 47
B. Pemikiran Ir. Soekarno Tentang Islam ....................................... 55
C.
1515
7. Memasyarakatkan Budaya Membaca Buku Sebagai Upaya
Peningkatan Pendidikan Islam ............................................. 82
D. Pengertian Dan Landasan Nation And Character Building Menurut Ir.Soekarno1. Nation And Character Building ........................................... 84
2. Latar Belakang Munculnya Nation And Character Building 97
BAB V ANALISIS PEMIKIRAN IR. SOEKARNO TENTANG PENDIDIKAN
ISLAM SEBAGAI KONSEP DASAR NATION AND CHARACTER
BUILDING
A. Pemikiran Ir. Soekarno Tentang Islam ....................................... 126
B. Pemikiran Ir. Soekarno Tentang Pendidikan Islam .................... 132
C. Landasan Nation And Character Building ................................. 138
D. Relevansi Pemikiran Soekarno dengan Pendidikan Islam
Kontemporer .............................................................................. 143
1. Konsep Pendidikan Islam Soekarno .................................... 143
2. Kontribusi Pemikran Soekarno Terhadap Pendidikan Islam 144
3. Rekomendasi Untuk Pendidikan Sekarang .......................... 145
BAB VI PENUTUP
A. KESIMPULAN .......................................................................... 147
B. SARAN ...................................................................................... 150
DAFTAR RUJUKAN
DAFTAR LAMPIRAN
1616
ABSTRAK
Mutholibin. 2014. Pemikiran Ir. Soekarno Tentang Pendidikan Islam SebagaiKonsep Dasar Nation and Character Building. Skripsi, JurusanPendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,Universitas Islam Negeri (UIN) Maliki Malang. Dosen Pembimbing: Dr.H. Abdul Bashith, M. Si.
Pendidikan nasional ialah pendidikan bangsa (Nation and CharacterBuilding) yang membina suatu bangsa yang mampu atas tanggung jawab sendirimenyelesaikan revolusinya, tahap demi tahap, dengan pengertian bahwa agamamenjadi unsur mutlak dalam rangka membangun karakter anak bangsa kedepanagar menjadi lebih baik. Karena pendidikan karakter upaya menjawab masalah-masalah kemanusian yang belakangan ini mulai berkembang (kemiskinan danketerbelakangan, konflik dan kekerasan unsur SARA, korupsi, tawuran dll).Berpijak dari itulah peneliti ingin membahas kembali pemikiran tokoh intelektualmuslim Indonesia sang putra fajar panglima besar revolusi yang mencoba untukmerumuskan pendidikan Islam yang sesuai dengan harapan agama, bangsa, dannegara, maka dari itu peneliti mengambil judul Pemikirin Ir. Soekarno TentangPendidikan Islam Sebagai Konsep Dasar Nation and Character Building.
Adapun tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui mengetahuisejauhmana bagaimana pemikiran Ir. Soekarno tentang Islam (2) Untukmengetahui bagaimana pemikirin Ir. Soekarno tentang pendidikan Islam (3) Untukmengetahui bagaimana konsep yang melatar belakangi munculnya nation andcharacter building.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Penelitian ini menggunakan jenispenelitian diskriptif kualitatif dengan jenis “Library Reseach”. Sedangkan metodepengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dalam rangka mencarisumber data yang menunjang dalam penelitian ini. Kemudian dari dokumentasitersebut dianalisis dengan menggunakan metode content analisis dan interprestasisumber dan data yang dudapat.
Dengan demikian hasil penelitian dapat diketahui bahwa pemikiran Ir.Soekarno tantang pendidikan Islam sebagai konsep dasar nation and characterbuilding. Soekarno mempunyai pandangan orang Islam dalam berfikir harusmengunakan logika rasionalitas, beliau juga menjelaskan tentang konseppendidikan Islam selalu mengembangkan seluruh potensi /fitrah manusia menujuke arah perkembangan yang positif yang di ridhai Allah SWT, ini semua bisaberjalan yaitu dengan mentransformasikan ajaran-ajaran, nilai-nilai agama Islamharus melewati sarana pendidikan. Adapun konsep yang melatar belakangimunculnya nation and character building dalam membentuk tatanan masyarakatyang berkebudayaan berlandaskan hati nurani dan berketuhanan yang maha Esa,dengan tujuan membentuk masyarakat yang adil, makmur berkesejahteraan yangdidalamya saling gotong royong yaitu melalui, Nasakom, Pancasila, ManipolUsdek, Trisakti dan berdikari.
Kata Kunci: Pendidikan Islam, Nation and Character Building, Ir. Soekarno
xvii
ABSTRACT
Mutholibin. 2014. Ir. Soekarno Thought About Islamic Education as BasicConcept of Nation and Character Building. Thesis, Islamic EducationDepartment, Tarbiyah Science and Teaching Faculty, State IslamicUniversity of Maulana Malik Ibrahim Malang. Supervisor : Dr. H.Abdul Bashith, M. Si.
Educational thought is the education of the nation (Nation and CharacterBuilding) that built a nation and capable with its responsibility to solverevolution, stage by stage, it mean that religion became absolute unsure in order tobuild character the nation's child in the future to get better. Due to character ofeducation has effort to respond the issues of humanity that has recently started togrow (poverty and underdevelopment, conflict and violent element of SARABrawl, corruption, etc.). Starting from these researchers did want to discuss againthe thought of an intellectual moslem Indonesia, the son of the dawn and theCommander of the Revolution who tried to formulate an Islamic education thatappropriate with the purpose of the religion, nation, and country, thus taking thetitle of researcher is Ir. Soekarno Thought About Islamic Education as BasicConcept of Nation and Character Building.
As for the objectives of this study are: (1) to know how Sukarno thoughtabout Islam (2) To know how Sukarno thought about Islamic Education (3) Toknow how the concepts that has background to appear the nation and characterbuilding.
To achieve that purpose, this research uses descriptive qualitative researchtype with the kind "Library Research". Whereas the method of collecting the datausing the method of documentation in order to find the data sources supported inthis research. Then from the documentation are analyzed by using the method ofcontent analysis and interpretation data sources and data that obtained.
Thus the research results can be known that Sukarno thought about Islamiceducation as a basic concept of nation and character building. Sukarno has thoughtthat Muslims in thought must use logic rationality, he also explains the concept ofIslamic education always develop the whole of potential/fitrah human beingtowards positive development that have been ridho by Allah, these can all berunning with transforming teachings, Islamic religious values should be passedthrough the means of education. As for the background concept of emergence thenation and character building to shaping the order of society that have culturebased on conscience and devout the one true God, with the purpose of forming ajustice society , prosperous society that each other through mutual, nasakom,pancasila, manipol, usdek, trisakti, and paddle.
Key Words: Islamic Education, Nation and Character Building, Soekarno
xviii
هالخصالبحث . الشخةيص وبناء ألامة للتربية سأاسية كفكرة إلاالسمية ترالبةي مفاهيم يف ههاندث وسكرانو الفكر .4102 عام . طماينبل
. مبالانج وكمامية سإلااةميل إبراهيم مالك ومالنا جامعة والترديس، ترالبيه لكية إلاالسمية، ترالبية قسم اللعم،ي
. هااجستير البسي،ط عبد مجا. د. : اهشرف
يف نفسية ؤسمولية ىلع قادرة ألامة وبناء )Nation and Caracter Building( ألامة تربية يه والطنية ترالبية
ألن . يرخا سهتقلبهم والطنية وأللالد خألااقل بناء أجل من طملق قسم وه الدين أن سأاس لعى بخطوة، خطوة الثورة، بها كتميل
و والدين ماضارة صانعر يف الصراع وا،هلل الف،رق ( الزمان هذا لالخ تطورت و بدأت دق اليت البشرية اهسالئ حل والطنية ترالبية
شحص إلانودنيسيا، يف لسهامين هاثقفين ألحد الفكرة يبثح أن الباثح يريد ذلا،كل .) اذلك يرغ و اهشاجرة الرشوة، الشع،ب
: العنوان تتح البثح هذا الباثح ساتغرق وبالتايل والودلة، والط،ن الدي،ن ملأب هاناسبة إلاالسمية ترالبية لصياةغ الثورة كرئيس
. الشخصية وبناء ألامة للتربية ةيساسأ كفكرة إلاالسمية ترالبية مفاهيم يف ههاندث وسكرانو الفكر
كفرة كيفية هعرفة )4( السإلام نع هاهندس وسكرانو الفكرة دتحيد كيفية هعرفة )0( : البحث هذا يف أهداف وكاتنNation and ( الشخصية وبناء ألامة لظوهر خلفية وهفمم كيفية هعرفة )3( إلاالسمية ترالبية نع ههاندس وسكرانو
Library (" البيانات وتحليل البحوث مكتبة " بنوع
.)Caracter Building
◌ّ ي الوصف البحث جنس يستخدم األهدا،ف تلك لتحقيق
. البحث هذا ستتخدم اليت البيانات مصرد ىلع العثور جلأ من وثاقئ باستخدام البيانات عجم طريقة أن ينح يف . )Research
. اوصلمحلة البيانات ومصارد وتفيرس )Content Analisis( حملاتوى ليلتح طريقة باستخدام تحلل والثاقئ لتك من مث
وبناء لألمة اسألاسية اهفاهيم كام اسإلالمية التربية عن اههندس سوكارنو فكرة أن ت◌ُ عل◌ّ م البثح هذا نتائج فإن بالتايل
التفكير يف اهنطق استخدما يجب اهسلمين أن ◌ٌ ي رأ سوكارنو عند .)Nation and Caracter Building( الشخصية اهلل
يرضي الذى ◌ّ بّ اإلجيا التط◌ّ ور إيل اإلنسانية الفطرة وا املحتملة الطبيعة تطور اليت اسإلالمية التربية مفاهم عن أيضا ◌ّ ين ويب العقالنية،
ألامة فهم وهظر خنلفية بالنسبة اهفاهم أما . التربية بوسيلة البد اسإلالمية الدينية النتائج اهوادـ، بتحويل ميشي أن يستطيع هذا . بها
باإلزدهار اهعمور العدل، املجتمع بناء غرض على اإلالهي◌ّ ة، و الفؤاد صميم أساس على ◌ّ ي اإلجتماع النظام تشكيل يف الشخصية وبناء
.berdikari و ،trisakti ،manipol usdek ،pancasila ،nasakom لالخ من هاساعدة فيه اليذ
16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam
Untuk mengetahui definisi pendidikan, maka ada dua aspek yang
perlu untuk diketahuai, yaitu: Pertama, secara bahasa (etimologi) dan
kedua, istilah (terminologi). Walaupun secara sederhana pendidikan dapat
diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadianya sesuai
dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat . Oleh karena itulah
pendidikan sering diartikan telah ada sepanjang sejarah peradaban manusia.
Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha manusia melestarikan
hidupnya.
Istilah pendidikan menurut Caerter V. Good dalam “dictionary of
education” di jelaskan sebagai pedagogi1. Ini berarti mengandung maksud
bahwa pendidikan itu hanya menyangkut masalah seni, praktek atau profesi
sebagai pengajar (pengajaran) dan hanya berarti ilmu yang sistematis atau
pengajaran yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dan methoda-methoda
mengajar, pengawasan dan bimbingan murid 2. Akan tetapi menurut Carter
bahwa pendidikan itu menyangkut beberapa hal, yaitu proses perkembangan
pribadi, proses sosial, dan kemampuan profesional.
Lebih luas lagi maknanya sebagaimana definisinya Prof. Rechey,
bahwa pendidikan itu berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan
1 Tim Dosen IKIP Malang,1988, Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan, Surabaya, Usaha
Nasional,Hlm 5 2 Ibid, hlm 6
17
dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat terutama membawa warga
masyarakat yang baru (generasi muda) bagi penunaian kewajiban dan
tanggungjawabnya di dalam masyarakat. Jadi disini pendidikan adalah suatu
proses yang berlangsung di dalam sekolah saja.
Namun sebenarya pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang esensi
yang memungkinkan masyarakat yang kompleks, modern, fungsi
pendidikan ini mengalami proses spesialisasi dan melembaga dengan
pendidikan formal, yang tetap berhubungan dengan proses pendidikan
formal, dan juga tetap berhubungan dengan proses pendidikan in-formal
diluar sekolah. Prof. Lodge dalam bukunya ”Philosophi of Education”,juga
menyatakan bahwa perkataan pendidikan dipakai kadang-kadang dalam arti
yang lebih sempit dan dalam perkataan yang lebih luas.3
Dalam pengertian yang lebih luas, semua pengalaman dapat dikatakan
sebagai pendidikan. Seorang anak mendidik orang tuanya, seperti pula
halnya murid mendidik gurunya, bahkan seekor anjing mendidik tuanya.
Segala sesuatu yang kita katakan, pikirkan , kerjakan kita lakukan adalah
semuanya mendidik kita. Dalam pengertian yang lebih luas ini, hidup adalah
pendidikan dan pendidikan adalah hidup itu sendiri. Sedangkan dalam
pengertian yang lebih sempit pendidikan dibatasi pada fungsi tertentu di
dalam masyarakat yang terdiri atas penyerahan adat-istiadat (tradisi) dengan
latar belakang sosialnya, pandangan hidup masyarkat itu kepada warga
masyarakat itu kepada warga masyarakat generasi berikutnya, dan demikian
3 Ibid, hlm 8
18
seterusnya. Dalam pengertian yang lebih sempit ini, pendidikan berarti,
bahwa prakteknya identik dengan sekolah, yaitu pengajaran formal dalam
kondisi-kondisi yang diatur.
Brubacher menambahkan bahwa pendidikan diartikan sebagai proses
timbal balik dari tiap pribadi manusia dalam penyesuaian dengan alam,
dengan teman, dan dengan alam semesta4. Pendidikan merupakan pula
perkembangan yang terorganisasi dan kelengkapan dari semua potensi
manusia, moral , intelektual, dan jasmani (pancaidra), untuk kepribadian
individunya dan kegunaan masyarakatnya, yang diarahkan demi
menghimpun semua aktivitas tersebut bagi tujuan hidupnya (tujuan
terakhir).
Pendidikan adalah proses dalam mana potensi-potensi ini
(kemampuan, kapasitas) manusia yang mudah mempengaruhi oleh
kebiasaan-kebiasaan yang baik, oleh alat (media) yang disusun sedemikian
rupa dan dikelola oleh manusia untuk menolong orang lain atau dirinya
sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pendidikan juga berarti pembangunan kembali atau penyusunan
kembali pengalaman sehingga memperkaya arti perbendaharaan
pengalaman yang dapat meningkat kemampuan dalam menentukan arah
tujuan pengalaman selanjutnya. Definisi pendidikan ini menentukan proses
dalam diri pribadi manusia, yaitu suatu kemampuan untuk memugar dan
meremajakan pengalaman sehingga memungkinkan individu secara
4 Ibid, hlm 6
19
kontinyu tumbuh berkembang .Dengan demikian rumus akhir dari
pendidikan sebagai proses adalah terwujudnya manusia dewasa yang sukses
dalam kehidupan.
Kesimpulan dari para tokoh diatas dapat kita kemukakan sebagai
berikut. Pertama, pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk
meningkatkan kepribadianya dengan jalan membina potensi-potensi
pribadinya, yaitu rokhani (pikir, karsa, rasa, cipta dan budi nurani) dan
jasmani (panca indra) serta ketrampilan-ketrampilan-ketrampilan. Kedua,
pendidikan berarti juga lembaga yang bertanggungjawab menetapkan cita-
cita (tujuan) pendidikan, isi, sistem dan organisasi pendidikan. Ketiga,
pendidikan merupakan hasil atau prestasi yang dicapai oleh
perkembanganya manusia dalam mencapai tujuanya.
Prof. Dr. Ahmad Tafsir menambahkan bahwa pendidikan adalah
bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
rokani anak didik menuju terbentukya kepribadian yang sempurna 5.
Kepribadian yang utama atau dalam pengertian yang lebih luas pendidikan
adalah pengembangan pribadi dalam semua aspeknya, dengan penjelasan
bahwa yang dimaksud pengembangan pribadi ialah yang mencakup
pendidikan oleh diri sendiri,lingkungan, dan pendidikan oleh orang lain.
Sehingga yang menjadi kesimpulan utamanya adalah pendidikan
menyangkut persoalan yang luas serta komplek.Pendidikan bukan hanya
sifat pengajaran yang hanya mewariskan kemampuan kognitif saja akan
5Ahmad Tafsir,1992, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung, P.T Remaja
Rosda Karya , hlm, 25-26
20
tetapi adalah usaha pengerahan seluruh potensi manusia-yang fitrah- dalam
kehidupan bermasyarakat, sehingga pendidikan nantinya berfungsi sangat
erat dengan tingkat kebutuhan masyarakat dan sekaligus sebagai proses
penyadaran sosial yang signifikan.
Dalam Islam pada mulanya pendidikan disebut dengan kata “Ta‟dib”,
kata ini mengacu pada pengertian yang lebih tinggi, dan mencakup unsur-
unsur pengetahuan („ilm), pengajaran (ta‟lim) dan pengasuhan yang baik
(tarbiyah). Akhirnya peredarannya, tak dikenal lagi, sehingga para ahli didik
Islam bertemu dengan istilah At Tarbiyah atau tarbiyah, sehingga sering
disebut Tarbiyah, sebab kata ini asal katanya dari “Rabba-Yurabbi-
Tarbiyatan”, yang artinya tumbuh dan berkembang. Maka dengan demkian
populerlah istilah “tarbiyah” diseluruh dunia Islam untuk menunjuk kepada
pendidikan Islam. Untuk memahami pengertian pendidikan agama Islam
secara mendalam, penulis akan mengemukakan beberapa pendapat tentang
pendidikan agama Islam.
Djumberansjah Indar. Dalam bukunya ilmu pendidikan Islam,
mengatakan :
“Pendidikan agama Islam atau At-Tarbiyah Al-Islamiyah adalah
merupakan usaha untuk membimbing dan mengerjakan serta
mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak didik agar
menjadi orang yang berkepribadian muslim, artinya bahwa bimbingan
dan pengarahan itu tentu saja berdasarkan ajaran agama Islam.6
Pengertian lain yang sama juga dikemukakan oleh Syaifuddin Anshori
dalam bukunya Wawasan Islam Pokok Pikiran Tentang Islam bahwa
6 Djumberanjah Indar, 1994, Filsafat Pendidikan Islam, Usaha Nasional,Surabya, hlm 8
21
“Pendidikan Agama Islam ialah suatu pendidikan yang materi didiknya
adalah Al-Islam (Aqidah, Syari‟ah dan Akhlak)”. 7Demikian juga pengertian
yang dikemukakan oleh Ahmad Daeng Marimba, dalam bukunya Pengantar
Filsafat Pendidikan Islam, mengatakan bahwa pendidikan Islam adalah
bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam,
menuju terciptanya kepribadian utama menurut ukuran Islam.8.Kepribadian
utama yang dimasudkan tersebut tak lain adalah akhlak utama dalam Islam.
Selanjutnya menurut Abdul Rahman dalam bukunya Pendidikan
Agama Islam
“Usaha-usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik
agar setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan
mengamalkan ajaran-ajaran Islam serta menjadikannya Way Of Live
(jalan kehidupan)”.
Sedangkan menurut Dr. Oemar Muhammad AtTaumy Ash Syaibany
mengatakan:
“Pendidikan agama adalah usaha mengubah tingkah laku individu
dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan
kehidupan dalam sekitarnya melalui proses kependidikan”.
Mendidik adalah membentuk manusia untuk menjadi manusia untuk
menempati yang tepat dalam susunan masyarakat dan berleku secara
proposional (tuntunan hasil pendidikan Islam) sesuai dengan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi yang dikuasainya. Menurut Amir Daim Indra
Kusuma, mengatakan bahwa pendidikan adalah bantuan yang diberikan
dengan sengaja kepada anak didik dalam pertumbuhan jasmani maupun
7 H. Endang Syaifuddin Anshari,1990,Ilmu, Filsafat Dan Agama,P.T.Bina Ilmu,
Surabaya,hlm 186 8 Ahmad D. Marimba,Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, P.T Al-Ma’arif, Bandung , hlm
23
22
rohaninya untuk mencapai tingkat dewasa. Abdur Rahman Shaleh
mengatakan bahwa pengertian pendidikan agama adalah usaha berupa
bimbingan dan asuhan terhadap anak didik supaya kelak selesai
pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam serta
menjadikannya sebagai way of life (jalan kehidupan).
Hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960, memberikan
pengertian bahwa :
“Pendidikan Islam sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan jasmani,
rohani menurut ajaran Islam dengan hikmah, mengarahkan,
mengajarkan, melatih, mengasah dan mengawasi berlakunya semua
ajaran Islam.”9
Berlandaskan definisi di atas, jelaslah bahwa proses pendidikan
merupakan rangkaian usaha, membimbing, mengarahkan potensi hidup
manusia yang berupa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan
belajar, sehingga terjadilah perubahan di dalam kehidupan pribadinya
sebagai makhluk individual, sosial serta alam dalam hubungannya dengan
alam sekitar dia berada. Proses kependidikan Islam senantiasa berada di
dalam nilai-nilai Islam dan berupaya menanamkan akhlaqul karimah.
Ditinjau dari beberapa definisi Pendidikan Agama Islam diatas dapat
di simpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah sebagai berikut
1) Pendidikan Islam merupakan usaha sadar pendidik dalam rangka
mencapai keseimbangan pertumbuhan jasmani dan rohani peserta
didik sesuai dengan ajaran Islam.
9 H.M Arifin, 1997, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara,Jakarta, hlm 94
23
2) Usaha untuk mengarahkan dan mengubah tingkah laku individu untuk
mencapai pertumbuhan kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai
Islam melalui proses latihan-latihan akal pikiran (kecerdasan),
kejiwaan, keyakinan, kemauan, dan perasaan serta panca indera dalam
seluruh aspek kehidupan manusia.
3) Bimbingan secara sadar dan terus menerus yang sesuai dengan
kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarnya (pengaruh dari
luar) baik secara individu maupun kelompok, sehingga mampu
memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam secara utuh
dan benar.
4) Adanya suatu usaha yang dilaksanakan seseorang (pendidik) untuk
mencapai keseimbangan pertumbuhan jasmani dan rohani anak
menurut ajaran Islam.
5) Adanya tujuan yang ingin di capai dalam usaha mengarahkan dan
mengubah tingkah laku individu yang sesuai dengan ajaran Islam.
6) Adanya hasil yang dicapai yaitu perubahan pada diri individu yang
dinyatakan dalam cara-cara tingkah laku hal ini dapat di lihat dalam
kehidupan sehari-hari yang senantiasa memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran agama Islam.secara utuh dan benar.
2. Dasar Pendidikan Agama Islam
Yang dimaksud dasar ialah sesuatu yang dikuatkan bagi tegaknya
suatu bangunan atau lainnya. Misalnya rumah, gedung sekolah maka
fondasilah yang menjadi dasarnya. Begitu pula dalam pendidikan agama
24
Islam harus mempunyai dasar yang kuat agar tidak mudah terombang-
ambing oleh sesuatu. Dasar pendidikan agama di Indonesia, erat kaitannya
dengan dasar pendidikan nasional yang menjadi landasan terlaksananya
pendidikan bagi bangsa Indonesia, karena Pendidikan Agama Islam
merupakan bagian yang ikut berperan dalam tercapainya tujuan Pendidikan
Nasional.
Yang dimaksud dengan dasar Pendidikan Agama Islam disini adalah
sesuatu yang menjadi sumber kekuatan dan ketekunan dilaksanakannya
pendidikan agama10. Jadi, dengan demikian, dasar dan tujuan Pendidikan
Agama Islam merupakan masalah yang fundamental dalam pelaksanaan
pendidikan agama, karena dasar dan tujuan karena dasar dan tujuan
pendidikan agama akan menentukan isi corak pendidikan agama.
Kita ketahui bahwa dasar dari ajaran agama Islam adalah Al-Qur’an
dan Hadits Nabi saw.Maka jelaslah bahwa dasar dari Pendidikan Islam
adalah juga Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. Secara lebih lanjut landasan
Ideal dalam Pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1) Al-Qur’an
2) Sunnah
3) Kaul Sahabat
4) Nilai dan dan adat istiadat kebiasaan
5) Hasil dari pemikiran para ahli-ahli Pendidian Islam
6) Ra‟yu (pengembangan akal)
10
Abu Ahmadi,1985, Kurikulum Pendidikan Islam, Bina Ilmu, Surabaya, hlm, 63
25
Adapun sebagai landasan operasioanal demi untuk melakukan inovasi
(pengembangan) ke arah yang lebih sempurna dan sesuai dengan ajaran
Islam dan perkembangan tuntutan perubahan umat Islam, maka perlu
adanya landasan operasional yang bersifat penjabaran dari landasan Ideal
seperi yang tercantum diatas.Landasan operasional tersebut antara lain
adalah faktor;
1) Historis
2) Sosial
3) ekonomi
4) Dan kemajuan imu pengetahuan dan tekhnologi.11
Di negara kita, Indonesia, masalah pendidikan sangat diperhatikan.
Hal ini sebagaimana tercantum dalam Tap. MPR RI No. II / MPR / 1993
tentang GBHN yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan
Pancasila. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan di Indonesia tidak boleh
bertentangan dengan pandangan dan falsafah hidup bangsa Indonesia, yaitu
Pancasila.
Dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam mempunyai status yang
sangat kuat. Adapun dasar pelaksanaan tersebut dapat di tinjau dari
beberapa segi, yaitu :
a. Yuridis
Yang di maksud dengan dasar yuridis adalah peraturan dan
perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan pendidikan agama
11
Drs.Hery Noer Aly,MA, 1999,Ilmu Pendidikan Islam,P.T Logos Wacana Ilmu, Jakarta,
hlm 45
26
di wilayah suatu negara. Adapun dasar dan segi yuridis di Indonesia
adalah :
a. Pancasila
b. UUD 1945
c. Garis-garis Besar Haluan Negara
b. Dasar Religius
Mengenai dasar pendidikan agama Islam ini adalah Al-Qur’an
dan hadits, yang tidak diragukan lagi kebenarannya. Petunjuk Al-
Qur’an secara mendasar memberikan pengertian tentang wawasan
kependidikan meliputi beberapa berikut :
a. Prinsip-prinsip yang mengatur hubungan antara manusia dengan
Tuhannya dan dengan segala yang ada di dalam jagat raya ini,
termasuk unsur-unsur materiil, spiritual, benda dan manusia.
b. Mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik secara
perorangan maupun kelompok.
c. Mengandung nilai-nilai spiritual dan akhlak.
d. mengatur kehidupan manusia di dunia untuk mempersiapkan
kehidupan di akherat.
e. Mengandung ajakan kepada manusia untuk mengembangkan
dirinya ke arah kehidupan yang lebih dan sempurna.
f. Menuntun tingkah laku manusia dengan segala aspek yang ada
pada dirinya.
27
g. Memberikan petunjuk tentang hak dan kewajiban manusia
dalam kehidupandi dunia dan akherat.
h. Memberi petunjuk kepada manusia dan jagat raya atau alam
semesta ini merupakan satu kesatuan.12
Dengan demikian Al-Qur’an merupakan kitab yang
mengandung nilai-nilai dan norma-norma untuk mengembangkan
kehidupan manusia ke arah kesempurnaan atau manusia dalam arti
seutuhnya yaitu manusia sebagai makhluk individu, sosial, berakhlak
atau bermoral dan sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
Menurut Dr. Zakiah Darajat dkk, dasar pendidikan Islam
terdiri dari Al Quran dan As Sunnah Nabi Muhammad SAW. yang
dapat dikembangkan dengan ijtihad, al-maslahah, al-mursalah,
ihtisan, qiyas dan sebagainya .13
c. Dasar Psikologis
Manusia secara psikologis di dalam kehidupannya selalu
membutuhkan suatu pegangan hidup yang disebut agama. Dan
merasakan di dalam jiwanya ada perasaan mengakui Zat Yang Maha
Kuasa tempat berlindung dan memohon pertolongan. Hal semacam ini
terjadi pada masyarakat yang primitip maupun masyarakat modern.
Mereka akan merasa tenang dan tentram hatinya kalau mereka dapat
mendekat dan mengabdi kepada Dzat Yang Maha Kuasa itu. Hal ini
sesuai dengan Firman Allah Surat Ar Raad:28
12
Siti Kusrini, 1991, Metodelogi Belajar Mengajar, IKIP Malang,Malang, hlm 8 13
Zakiah Darajat, 1982, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, hlm19
28
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tentram denga mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allahlah hati menjadi tentram”14
.
Oleh karena itu manusia kan selalu berusaha untuk mendekatkan
diri pada Tuhan. Hanya saja cara mereka mengabdi dan mendekatkan
diri pada Tuhan itu sesuai dengan agama yang dianutnya. Itulah
sebabnya bagi orang-orang muslim diperlukan adanya pendidikan
agama Islam, agar dapat mengarahkan fitrah mereka tersebut kearah
yang benar, sehingga mereka akan dapat mengabdi dan beribadah
sesuai dengan ajaran Islam.
3. Tujuan Pendidikan Islam
Prof. Dr. Hasan Langgulung, mengatakan bahwa tujuan akhir
pendidikan Islam adalah :
1. Persiapan untuk hidup dunia akherat
2. Perwujudan diri sesuai dengan pandangan Islam
3. Kesiapan untuk menjadi warga negara yang baik
4. Perkembangan yang menyeluruh bagi pribadi pelajar 15
Dari pendapat ini terdapat suatu bentuk tujuan yang diharapkan dari
pendidikan Islam yang meliputi tujuan yang bersifat vertikal dan tujuan
yang bersifat horisontal yang terbagi menjadi tujuan yang bersifat sosial,
yaitu mampu menempatkan diri sebagai bagian masyarakat dan negara, dan
tujuan bagi berkembangnya fitrah manusia secara menyeluruh.
14
Departemen Agama, AL-Qur’an dan Terjemahan. (Bandung: Jumunatul Ali Art, 2005), hlm. 373 15
Hasan Langgulung, Paradigma Pendidikan Islam, Rosda Karya, 1999. Bandung.
hlm179
29
Pendidikan karakter atau pendidikan watak sejak awal munculnya
pendidikan oleh para ahli dianggap sebagai hal yang niscaya. John Dewey,
misalnya, pada tahun 1916, pernah berkata,”Sudah barang lumrah dalam
teori pendidikan bahwa pembentukan watak merupakan tujuan umum
pengajran dan pendidikan budi pekerti disekolah.”16
Dalam hal ini M. Athiyah Al-Abrasyi dalam buku dasar-dasar pokok
pendidikan Islam, mengemukakan bahwa tujuan yang asasi bagi pendidikan
Islam adalah :
1. Untuk membentuk ahlaq yang mulia
2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan akherat
3. Persiapan mencari rizki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan
4. Untuk menumbuhkan semangat ilmiah (scientific spirit) pada pelajar
dan memuaskan keinginan arti untuk mengetahui dan memungkinkan
ia mengkaji ilmu demi ilmu itu sendiri
5. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, tehnis supaya dapat
menguasaiprofesi tertentu, dan ketrampilan tertentu agar ia dapat
mencapai rizki dalam hidup di samping memelihara kerohanian17
Itulah beberapa tujaun akhir pendidikan Islam yang pada dasarnya
hampir sama yaitu membentuk manusia muslim seutuhnya, sebagaimana
pendapat Ahmad D. Marimba, bahwa :
16
Frank. G. Goble, Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow (Yogyakarta
Penerbit Kanisius, 1991), hlm. 270 17
Zuhairini Dan Abdul Ghafir,1993, Methodologi Pendidikan Agama,Ramadhani, Solo,
hlm,7
30
“Tujuan dari usaha pendidikan adalah terbentuknya manusia yang
berkepribadian yang menganut kepribadian yang utama, suatu
kepribadian yang menganut hukum-hukum Islam, atau kepribadian
muslim.” 18
Jelaslah bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah terbentuknya
kepribadian yang utama menurut ukuran-ukuran Islam, kepribadian utama
yang dimaksud adalah kepribadian muslim, yakni kepribadian yang
memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat
berdasarkan nilai-nilai Islam. Sedangkan sumber kebenaran dalam Islam
adalah Al Quran yang merupakan sumber nilai-nilai Islam yang tidak dapat
diragukan lagi kebenarannya. Teramat singkat sebenarnya menjelaskan
pendidikan Islam dari aspek pengertian, tujuan atupun dasarnya saja , kerena
pendidikan Islam menyangkut berbagai hal yang bersifat filosofis atau
sampai pada tataran operasioanal yang menyangkut seluruh potensi
tantangan dan perkembanganya.
Kebebasan untuk mencari hakikat sesuatu merupakan adat kebiasaan
sejak awal19
, artinya kebenaran menjadi tujuan akhir pula dari proses
pendidikan Islam dan yang lebih penting lagi adalah bahwa maju
mundurnya negara sangat tergantung dari maju mundurnya pendidikan20
B. Konsep Pendidikan Karakter
1. Pengertian dan Makna Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-
18
Ahmad Daeng Marimba,Op.Cit,hlm, 23 19
Fathiyah Hasan, Konsep Pendidikan Al-Ghazali, Perhimpunan Pengembangan Pesantren
Dan Masyarakat,Jakarta, 1986, halaman 7 20
Amir Daim Indra Kusuma,1987, Pengantar Ilmu Pendidikan,FP -IKIP Malang, Terbitan
III, halaman 39
31
nilai karakter pada peserta didik, mengandung komponen pengetahuan,
kesadaran individu, tekat, serta adanya kemauan dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan
kamil.21
Menurut Akhmad Sudrajat, agar lebih memahami makna
pendidikan karakter, terlebih dahulu harus mengerti makna dari karakter itu
terlebih dahulu. Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas
adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas,
sifat, tabiat, temperamen, dan watak. Sementara yang disebut dengan
berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, Bersifat, bertabiat, dan
berwatak.22
2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang
membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi: 1. Mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik,
dan berperilaku baik; 2. Membangun bangsa yang berkarakter Pancasila; 3.
Mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya
diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia.23
21
Nurla Isna Aunillah, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah,
(Jogjakarta: Laksana, 2011), hlm, 19 22
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasi Dalam Lembaga
Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm, 8 23
Tim Penyusun, Panduan Pelaksanaan Pendidikan karakter, (Jakarta: Kementerian
Pendidikan Nasional, 2011), hlm, 3
32
Pendidikan karakter berfungsi 1. Membangun kehidupan
kebangsaan yang multikultural: 2. Membangun peradaban bangsa yang
cerdas, berbudaya luhur, dan mempu berkontribusi terhadap
pengembangan kehidupan umat manusia, mengembangkan potensi dasar
agar berhati baik, berpikiran baik dan berperilaku baik serta
keteladanan baik; 3. Membangun sikap warganegara yang mencintai
damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa
lain dalam suatu harmoni.24
3. Pilar-Pilar dan Nilai dalam Pendidikan Karakter
Menurut Zubaedi, pendidikan karakter di Indonesia didasarkan pada
sembilan pilar `karakter dasar. Karakter dasar tersebut menjadi tujuan
pendidikan karakter, diantaranya adalah: 1. Cinta kepada Allah dan semesta
beserta isinya; 2. Tanggungjawab, disiplin, dan mandiri; 3. Jujur; 4. Hormat
dan santun; 5. Kasih sayang, peduli dan kerjasama; 6. Percaya diri, kreatif,
kerja keras, dan pantang menyerah; 7. Keadilan dan kepemimpinan; 8.
Baik dan rendah hati; 9. Cinta damai dan persatuan.25
Pendidikan karakter di Indonesia selain mengambil dari nilai-nilai
universal agama
pada dasarnya merupakan pengembangan dari nilai-nilai
yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa, budaya, dan nilai-
nilai dalam tujuan pendidikan nasional. Pertama, agama.
Masyarakat
Indonesia merupakan masyarakat beragama.26
Oleh karena itu
24
Ibid, hlm, 5 25
Ibid 26
Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, (Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2011), 29.
33
kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa, selalu didasari pada ajaran
agama dan kepercayaannya. Maka dari itu nilai- nilai pendidikan karakter
harus didasarkan pada nilai keagamaan.
Kedua, Pancasila. Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan
atas prinsip-pinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut
Pancasila. Pendidikan karakter bertujuan mempersiapkan peserta didik
menjadi warga negara yang lebih baik maka sewajarnya nilai ini diambil
sebagai nilai pilar pendidikan karakter. Ketiga, budaya. Nilai budaya ini
dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti
dalam komunikasi antar anggota masyarakat. Maka demikian penting nilai
budaya ini menjadi sumber bagi pendidikan karakter.
Keempat, tujuan pendidikan nasional. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional atau
yang lebih akrab disebut sebagai UU SISDIKNAS mencantumkan
tujuannya dalam pasal 3. “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa dan yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkahlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggungjawab.27
Oleh karena itu tujuan pendidikan nasional adalah
sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan karakter.
27
Undang-Undang Sisdiknas, hlm 17
34
Menurut Suyanto, terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari
nilai- nilai luhur universal. Sebagai berikut:
1. Cinta Allah dan segenap ciptaan-Nya;
2. Kemandirian dan tanggungjawab;
3. Kejujuran/amanah;
4. Hormat dan santun;
5. Dermawan, suka menolong dan kerjasama;
6. Percaya diri dan pekerja keras;
7. Kepemimpinan dan keadilan; h.
8. Baik dan rendah hati;
9. Toleransi, kedamaian, dan kesatuan.28
Dalam UU No. 20 Thn 2003 Tentang Sisdiknas pasal I ayat I
menyebutkan “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara”29
.
UU Sisdiknas pasal tiga juga menyebutkan Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
28
Ibid, hlm. 29 29
UU ISDIKNAS, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 3
35
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab30
. Itu artinya dalam
membentuk karakter anak didik harus dicapai dari pendidikan.
Indonesia mengenal dualisme pendidikan yaitu pendidikan umum dan
pendidikan agama. Dalam kementerian agama Indonesia mengenal lembaga
pendidikan Islam. Secara spesifik pendidikan Islam mengharuskan
terjadinya proses internalisasi nilai ketuhanan (ilahiah) pada diri manusia
secara bertahap sesuai tugas perkembangannya. Pada tujuan inilah
semestinnya akan terbentuk kepribadian manusia yang utuh secara lahir dan
batin yang menampakkan corak wataknya dalam amal perbuatan dan
tingkah laku. Ini adalah suatu pola kehidupan ideal yang hendak dibentuk
melalui proses pendidikan yang Islami.
4. Nation and Character Bulding
Definisi Bangsa atau Nations menurut Anthony D.Smith adalah suatu
komunitas manusia yang memiliki nama, mitos sejarah bersama, budaya yang
umum, pereokonomian bersama, hak dan kewajiban bersama, dan menguasai
suatu tanah air. Anthony D.Smith juga menyebutkan bahwa pandangan
terhadap bangsa merupakan salah satu identitas nasional. Dalam
mengembangkan sistem klarifikasinya. Smith juga menjelaskan tentang
Nasionalisme karena dalam suatu bangsa harus tumbuh rasa cinta terhadap
30
Ibid, hlm 7
36
tanah airnya yaitu harus memiliki rasa nasionalisme.31
Momen kelahiran nation memang tidak pernah teridentifikasi secara
gamblang. Nation lahir sebagai sebuah produk (strategi), karena itu
kematiannya juga terjadi karena diproduksi, bukan terjadi sendiri secara
alamiah. Kematiannya disebabkan suatu tindakan, keputusan, atau strategi
(sosial-budaya-politik) tertentu. Surutnya perasaan kesatuan sebagai nasion,
kaburnya cita rasa akan identitas sebagai bangsa-entah secara spatial maupun
kultural-atau memudarnya kesatuan cita-cita yang hendak diraih, selalu
disebabkan rangkaian tindakan, keputusan, atau strategi sosial, budaya atau
politik tertentu.
Nasionalisme mempunyai pengertian nation yang berarti bangsa.
Bangsa mempunyai dua pengertian, yaitu: dalam pengertian antropologis
serta sosiologis, dan dalam pengertian politis. Dalam pengertian antropologis
dan sosiologis, bangsa adalah suatu masyarakat yang merupakan suatu
persekutuan-hidup yang berdiri sendiri dan masing-masing anggota
persekutuan hidup tersebut merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama, sejarah
dan adat istiadat. Bangsa dalam pengertian politik adalah masyarakat dalam
satu daerah yang sama, dan mereka tunduk kepada kedaulatan negaranya
sebagai satu kekuasaan tertinggi keluar dan kedalam32
.
Mengenai difinisi nasionalisme, banyak rumussan yang di kemukakan
oleh tokoh, di antaranya adalah:
31
Antony D. smith, Theories of nationalism, New York, Harper and Row, 1972, hlm. 56 32
Aminuddin Nur, Pengantar Studi Sejarah Pergerakan Nasional, Pembimbing Massa,
Jakarta. 1967, hlm 87
37
1. Huszer dan Stevenson
Nasionalisme adalah yang menentukan bangsa mempunyai rasa cinta
secara alami kepada tanah airnya.
2. L. Stoddard
Nasionalisme adalah suatu keadaan jiwa dan suatu kepercayaan, di
anut oleh sejumlah besar manusia perseorangan sehingga mereka
membentuk suatu kebangsaan. Nasionalisme adalah rasa
kebersamaan segolongan sebagai suatu bangsa.
3. Hans Khon
Nasionalisme menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita-cita
dan satu-satunya bentuk sah dari organisasi politik, dan bahwa
bangsa adalah sumber dari semua tenaga kebudayaan dan
kesejahteraan ekonomi.33
Pengertian Charakter Building dalam segi bahasa, Charakter Building
atau membangun karakter terdiri dari 2 suku kata yaitu membangun (to build)
dan karakter (character) artinya membangun yang mempunyai sifat
memperbaiki, membina, mendirikan. Sedangkan karakter adalah tabiat,
watak, aklak atau budi pekerti yang membedakan seserang dari yang lain.
Dalam konteks pendidikan pengertian Membangun Karekter (character
building) adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan untuk membina,
memperbaiki dan atau membentuk tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak (budi
33
Yatim, Badri. Soekarno, Islam, dan Nasionalisme, Logos Wacana, Jakarta, Cet.I, 1999,
hlm. 57
38
pekerti), insan manusia (masyarakat) sehingga menunjukkan perangai dan
tingkah laku yang baik berlandaskan nilai-nilai pancasila.34
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikemukakan bahwa upaya
membangun karakter akan menggambarkan hal-hal pokok sebagai berikut:
a) Merupakan suatu proses yang terus menerus dilakukan untuk
membentuk, tabiat, watak dan sifat sifat kejiwaan yang berlandaskan
kepada semangat pengabdian dan kebersamaan.
b) Menyempurnakan karakter yang ada untuk terwujudnya karakter
yang diharapkan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan.
c) Membina karakter yang ada sehingga menampilkan karakter yang
kondusif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
yang dilandasi dengan nilai – nilai falsafah bangsa yaitu Pancasila.
melaksanakan kegiatan berorganisasi, baik dalam organisasi
pemerintahan maupun organisasi swasta dalam bermasyarakat. Maka karakter
manusia merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam
rangka mewujudkan cita-cita dan perjuangan berbangsa dan bernegara guna
terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berlandaskan pancasila dan
UUD 1945.
34
Sulistiawati, Pendidikan Kewarganegaraan, Diva Press, Jogjakarta, 2007, hlm. 23
39
Karakter adalah sesuatu yang sangat penting dalam pengembangan
kualitas manusia maka karakter mempunyai makna sebuah nilai yang
mendasar untuk mempengaruhi segenap pikiran, tindakan dan perbuatan
setiap insan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Dalam hal ini adapun nilai-nilai dalam pembangunan karakter yang
dimaksud adalah :
a. Perjuangan
b. Semangat
c. Kebersamaan dan Gotong Royong
d. Persatuan dan Kesatuan
e. Sopan Santun
f. Kekeluargaan
g. Tanggung Jawab
Nilai-nilai seperti tersebut apabila dilihat lebih cermat dalam kondisi
saat ini nampaknya cenderung semakin luntur hal ini dilihat semakin jelas
contoh diantaranya makin maraknya tawuran antar pelajar, konflik antar
masyarakat, maraknya korupsi di lingkungan pemerintah dan lain sebagainya.
Kondisi yang seharusnya tetap dijaga dan dilestarikan sebagai wujud untuk
meningkatkan rasa kepedulian, kemanusiaan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara haus tetap di jaga dan dilestarikan.
39
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam sebuah penulisan karya ilmiah terdapat dua metode yang
digunakan. Pertama adalah “Library Reseach”, yaitu pemikiran yang
didasarkan pada studi leteratur (pustaka) dan yang kedua, yaitu pendekatan
“Field Reseach” atau pendekatan kajian yang didasarkan pada studi lapangan.
Dengan membatasi objek studi dan sifat permasalahanya, maka dalam
penulisan karya ilmiah ini penulis menggunakan metode “library reseach”
atau penelitian berdasarkan literatur. Library reseach adalah termasuk dalam
jenis penelitian Kualitatif. Penelitian kualitatif bersifat induktif bertolak dari
data yang bersifat khusus, untuk menemukan kesimpulan umum.
Lebih lanjut sebagaimana yang disampaikan oleh Hadari Nawawi dan
Hj. Nini Martini dalam bukunya “Penelitian Terapan” bahwa:
Penelitian kualitatif tidak bekerja dengan menggunakan data dalam
bentuk atau yang ditranformasikan menjadi bilangan atau angka, tidak diolah
dengan rumus dan tidak ditafsirkan/diintrepetasikan sesuai ketentuan
statistik/matematik. Sebuah rangkaian kerja atau proses penelitian kualitatif
berlangsung serempak dilakukan dalam bentuk pengumpulan atau pengolahan
dan mengintrepetasikan sejumlah data yang bersifat kualitatif. 1
Cara lain yang berkaitan dengan metode ini adalah metode”menemukan”
dengan menganalisa data yang diperoleh secara sistematis.2 Maka dengan
demikian penulisan penelitian ini dilakukan berdasarkan studi terhadap
beberapa bahan pustaka yang relevan, baik yang mengkaji secara khusus
1 Hadari Nawawi dan Hj.Mimi Martini, 1994, Penelitian Terapan, (Yogyakarta: Gajah
Mada Univercity Press), hlm. 176 2 Lexi J. Moleong, Methodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: P.T. Remaja Rosda
Karya, 2000), hlm 17.
40
pemikiran Soekarno tentang Islam dan kemudian menemukan pemikiran
Seokarno tentang pendidikan Islam.
B. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian
Dalam judul yang kami ajukan tersebut di atas, maka penelitian ini
dispesialisasikan pada objek kajian Pemikiran Soekarno tentang Pendidikan
Islam sebagai Konsep Dasar Nation And Character Building. Dan nantinya
juga akan ditarik kesimpulan dari pemikiran Ir. Soekarno mengenai
pemikirannya tentang Islam, pemikirannya tenttang pendidikan Islam dan yang
konsep yang melatarbelakangi munculnya nation and character building.
C. Sumber Data.
Menurut Loflank, sebagaimana yang dikutip oleh Dr. Lexi J. Moleong,
M. A menyatakan: Bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah
kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan
lain-lain. Walaupun dikatakan bahwa sumber data diluar kata dan tindakan
merupakan sumber kedua, jelas hal itu tidak bisa diabaikan. Kalau yang diteliti
merupakan seseorang yang sudah wafat, maka sumberdata berupa tulisan
adalah menjadi sumber data utama3
Al-Zastrauw menyatakan pula bahwa pengetahuan yang diumumkan
ialah lepas dari penggagasnya,4 artinya penafsiran terhadapnya sangat
membuka peluang yang dialogis untuk dicoba untuk diexplorasi sesuai dengan
tingkat otensitas terhadap karya tersebut. Dengan mengikuti kesesuaian sifat
dan jenis metode yang digunakan dalam penulisan penelitian ini, maka sumber
3 Ibid
4 Al-Zastrouw, Gus Dur Siapa Sih Engkau (tafsir teoritik atas tindakan dan pernyataan Gus
Dur), (Jakarta, P.T. Gelora Aksara Pratama, 1999), hlm. 3
41
data merujuk pada data Primer yaitu : buku Ir. Soekarno yang berjudul
“Dibawah Bendera Revolusi” .
Saudara-saudara! Kita sekarang ini, sebagai sudah sering saja katakan
dalam pidato-pidato, berada dalam tingkatan kedua daripada Revolusi
kita, jaitu “Nation building”. Tingkatan membina natie, tingkatan
membina bangsa. Perdjoangan membebaskan Irian Barat merupakan
satu fundamentil daripada Nation bulding kita, bahkan djuga satu dasar
fundamentil Character building Indonesia. Sedjak dulu mula kita
menjubur-njuburkan karakter-tulen kepada bangsa Indonesia, djauh
daripada opportunisme, djauh daripada djiwa pendjiplak, djauh
daripada Sklavengeist, atau djiwa budak-belian jang tidak mengenal
kehormatan. kalau belakangan ini ada seorang moralis-politikus5
berkata”A nation with character is worth to ive for, is worth to sacrifice
for”, “satu bangsa jang berkarakter pantas kita sadjikan hidup dan
korbanan kepadanja”, maka kita telah mentjam-mentjam keagungan-
djiwa jang demikian itu kepada Rakjat Indonesia djauh sebelum “Sturm
Uber Asien” menderu-deru diangkasa Timur! Itulah sebabnja kita
membantu perdjoangan lain-lain bangsa jang menentang koloniaalisme,
dengan tidak memperdulikan bangsa itu apa warna kulitnja atau apa
tjorak agamnja.6
Disamping juga menggunakan data Sekunder yang merupakan data-data
yang diambil dari buku-buku pustaka yang relevan dengan objek permasalahan
yang dikaji. Karena menurut Prof. DR .Winarno Surakhmad,M.Sc.Ed. bahwa
“sumber primer adalah sumber asli dari tangan penyelidik dan sumber data
sekunder adalah dari tangan kedua “.7 Ini bisa ditafsirkan, sumber asli (data
primer) adalah buku tulisan asli Soekarno, dan sumber sekundernya adalah
buku “tentang” Soekarno yang ditulis oleh Syamsul Kurniawan dan Badri
yatim.
5 Penulis mengartikan Moral-Politikus adalah seseorang yang mempunyai etika dalam
menjalankan kehidupan berpolitik. 6 Sukarno, Dibawah Bendera Revolusi, Panitya Penerbit Dibawah Bendera Revulusi,
Jakarta, 1964, hlm. 300 dan hlm 498 7 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung, Tarsito, 1990), hlm. 16
42
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik dokumenter, yaitu dikumpulkan dari beberapa buku lain, makalah atau
artikel, majalah, jurnal, web (internet), ataupun informasi lainya yang
berhubungan judul penulisan baik yang telah dipublikasikan atau yang masih
diarsipkan (dalam hal ini yang berhubungan dengan rangkaian pemikiran yang
telah membahas tentang pemikiran Soekarno).
Sebagaimana pemikiran M.Iqbal Hasan, studi dokumentasi adalah teknik
pengumpulan data yang tidak langsung ditunjukan pada sebuah penelitian,
namun melalui dokumen. Dokumen yang digunakan dapat erupa buku harian,
surat pribadi, notulen rapat, catatan khusus dalam pekerjaan sosial dan
dokumen lainnya.8
E. Analisa Data.
Secara umum, analisa data dalam penelitian kualitatif bergerak secara
induktif, yaitu dari data/fakta ke tingkat abtraksi yang lebih tingggi.9 Sesuai
dengan jenis dan sifat dari data yangdiperoleh dari penelitian ini, maka teknik
analisa yang digunakan adalah “ Content Analisis” atau analisis isi.
Dengan teknik ini maka data kualitatif tekstual yang diperoleh di
kategorikan dengan memilah antara data yang sejenis dengan menganalisis
secara kritis untuk mendapatkan suatu formula analisa dari pemikiran Soekarno
melalui thema” pemikiran Soekarno tentang Pendidikan Islam sebagai Konsep
Dasar Nation And Character Building” yang selanjutnya didiskusikan melalui
8 M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan aplikasi, (Jakarta:Ghalia
Indonesia, 2002), hlm 83 9 Sanapiah Fsaisal,1990, Penelitian Kualitatif (dasar-dasar aplikasi), Malang, YA3, hlm. 3
43
sharing pendapat (reflektif thingking) guna mencapai kesimpulan dari
permasalahan diatas.
F. Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan data adalah bahwa setiap keadaan yang harus mampu
mendemontrasikan nilai yang benar, mampu menyediakan dasar agar hal itu dapat
diterapkan, dan memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang
konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-
keputusannya.10
Dapat dikatakan, bahwa dalam penulisan karya ilmiah memerlukan data
atau literatur yang valid dan akurat, sehiungga diperlukan hal-hal yang dapat
menegaskan bahwa data itu memang benar-benar valid dan akurat. Maka
pengecekan keabsahan data dipandang penting untuk dilakukan, karena hal itu
merupkan salah satu syarat dalam sebuah penelitian.
Untuk menetapkan keabsahan data, diperlukan teknik pemeriksaan.
Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu.
Adapun kriteria pengecekan keabsahan data sebagaimana diterangkan dibawah
ini11
1. Kriteria derajat kepercayaan (kreadibilitas), pada dasarnya kriteria ini
menggantikan konsep validitas onternal dari non kualitatif. Kriteria ini
berfungsi untuk melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga
tingkat kepercayaan kepenemuannya dapat tercapai, untuk
mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dngan
10
Leky J. Meleong, Op.Cit, hlm. 320-321 11
Ibid., hlm 324
44
jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang
diteliti.
Kriteria ini pada hakikatnya menyerahkan sepenuhnya pada pribadi
peneliti yang lain, karena hanya sifatnya hanya berdasar kepercayaan,
maka seorang peneliti diharuskan memaparkan data yang didapat dengan
apa adanya, sehingga dapat menyakinkan peneliti lain untuk memberikan
kepercayaan kepada data yang didapat. Oleh kerena itu, langkah ini
dilakukan dengan cara menggali sumber literature yang pernah ditulis oeh
orang yang benar-benar dapat dipercaya keabsahan dan kevalidan dari
tulisan tersebut.
2. Kriteria kebergantungan, kriteria ini merupakan substansi istilah
relabilitas dalam peneliti yang nonkualitatif.
Dijelaskan bahwa kriteria ini antara data dari peniliti satu dengan
yang lain saling bergantungan, dimana jika ada dua atau beberapa kali
diadakan pengulangan suatu studi dalam suatu kondisi yang sama dan
hasilnya secara esensial sama, maka dikatakan reliabilitasnya berhasil dan
tercapai.
3. Kriteria kepastian, kriteria ini berasal dari konsep objektifitas menurut
nonkualitatif.
Adapun penjelasannya adalah pengalaman seorang itu subjektif,
namun jika disepakati oleh beberapa orang, maka pengalaman itu dapat
dikatakan objektif dan dapat dijadikan data. Jadi objektifitas dan
subjektifitas itu tergantung oleh seseorang.dengan demikan, objektifitas
45
dan subjektifitas merupakan sebuah kepastian yang digunakan dalam
memperjelas pengabsahan sebuah data yang diperoleh peneliti untuk
melengkapi sebuah penelitian.
G. Tahap-tahap penelitian
1. Tahap Pra Penelitian
Dalam kegiatan pra penelitian, peneliti menyusun kerangka
rancangan (Proposal) penelitian, agar dalam penelitian selanjutnya tidak
terjadi pelebaran pembahasan. Selanjutnya mengumpulakan buku-buku
dan semua bahan-bahan lain yang diperlukan untuk memperoleh data.
2. Tahap Pekerjaan Penelitian
Pada tahap yang kedua ini, peneliti membaca buku-buku atau
bahan-bahan yang berkaitan lalu mencatat dan menulisnya yang diperoleh
dari sumber penelitian. Lalu berusaha menyatukan sumber yang ada untuk
dirancang. Selanjutnya, kegiatan terakhir pada tahap ini membuatn analisis
embahasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan fokus penelitian yang
merupakan jawaban dari rumusan masalah.
3. Tahap Analisis Data
Pada tahap ini peneliti melakukan pengorganisasian data, lalu
memeriksa keabsahan data, selanjutnya yang terakhir adalah penafsiran
dan pemberian makna terhadap data yang diperoleh.
4. Penyususnan laporan penelitian berdasarkan data yang telah diperoleh.
Tahap ini merupakan tahap terakhir dari rangkaian pada suatu
penelitian. Kemudian dikonsultasikan kepada dosen pembimbing,
46
selanjutnya melakukan perbaikan-perbaikan sampai pada terselesaikannya
penyusunan laporan ini.
H. Rancangan Penelitian
Sebagai penjelas dari tahap-tahap penelitian, maka penulis akan
menyampaikan rancangan penelitian yang dilakukan. Agar kemudian dapat dilihat
secara sistematis dan procedural. Adapun rancangan penelitiannya adalah sebagai
berikut:
1. Menelaah pendidikan Islam untuk merefleksikan perkembangan
pendidikan sesuai dengan dialektika perkembangan zaman. Konsep-
konsep ini ditelaah dari buku-buku yang menjadi sumber dan data
yang berkaitan dengan judul penulisan.
2. Menelaah pemikiran Ir. Soekarno tentang pendidikan Islam sebagai
konsep dasar Nation and Character Building sebagai Indonesia hebat.
3. Mengadakan penelitian secara kritis dan objektif terhadap pemikiran
Ir. Soekarno mengenai pendidikan Islam sebagai konsep dasar Nation
and Character Building.
Dengan mengetahui implikasi tersebut, maka dapat ditetapkan pola-pola
pendidikan Islam yang selaras dengan ajaran Islam dan ilmu pengetahuan modern.
47
BAB IV
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. BIOGRAFI
1. Soekarno Putra Sang Fajar
Diawal abad XX bersamaan menyingsingnya fajar diufuk timur
tepatnya pada jam setengah enam pagi tanggal enam Juni 1901 kota
Surabaya telah menjadi sejarah lahirnya bayi dari pasangan Idayu
Nyoman Rai Sremben dengan Raden Sukeni Sastrodiharjo yang mereka
namakan Kusno. Dialah putra sang fajar, kakek moyang dari fihak ibu
keturunan Bali dengan kasta Brahma, mereka adalah pejuang-pejuang
kemerdekaan. Mereka adalah pahlawan dalam perang Puputan. Raja
Sisingaraja terakhir adalah paman dari Ibu Idayu Nyoman Rai Sremben.
Pada fihak bapak adalah patriot-patriot ulung, nenek dari nenek
bapak, kedudukannya dibawah Putri, seorang bangsawan yang
mendampingi Pangeran Diponegoro dalam perang Jawa yang berkobar
dari tahun 1825 sampai 1830.1Memang merupakan suatu kebetulan atau
suatu takdir bahwa Bung Karno dilahirkan dalam lingkungan kelas
yang berkuasa. Namun betapapun asal kelahirannya ataupun nasibnya,
pengabdian untuk kemerdekaan rakyat bukanlah suatu keputusan yang
cita-cita Ir. Soekarno mewarisinya. Dari ibu dan bapak yang keturunan
bangsawan, moyangnya pejuang kemerdekaan, yang tidak mau
bangsanya dijadikan jajahan. Walaupun keturunan bangsawan keluarga
1 . Cindy Adam, Bung Karno: Penyambung lidah Rakyat, alih bahasa Mayor Abdul Bar
Salim, PT, Gunung Agung, Jakarta,1965, hlm 23-26
48
R.Sukeni hidup dalam kemiskinan. Dia bekerja sebagai guru pada
sekolah dengan keadaan yang kekurangan, mengakibatkan Kusno
menjadi anak yang sakit-sakitan.
Pada umur 11 tahun Kusno diserang typus, dua setengah bulan
lamanya dia berada dalam ambang kematian. Dari sinilah R. Sukeni
yang bekepercayaan theosufi beranggapan bahwa namanya tidak cocok.
Dia hidup dalam keadaan sakit-sakitan, maka harus memberi nama lain
supaya tidak sakitan-sakitan lagi, maka R. Sukeni mengubah nama
Kusno menjadi Soekarno.
Memang bukan tanpa alasan R. Sukeni memberi nama Soekarno.
Dia adalah pengagum Mahabarata, yang dalam ceritanya ada sosok
pahlwan bernama Karna. Dia berharap dan berdo‟a agar Karena kelak
menjadi seorang patriot dan pahlawan besar dari rakyatnya. Awalan
“Su” pada nama Soekarno merupakan awalan pada kebanyakan nama
kami yang berarti baik, paling baik. Jadi Soekarno adalah pahlawan
yang paling baik.2
Memang bukanlah suatu kebetulan atau memang sudah takdir
bahwa Soekarno dikemudian hari menjadi pemimpin bangsa yang
sesuai dengan makna namanya. Soekarno muda merupakan sosok yang
hidup dalam tekanan kehidupan yang keras namun penuh kasih sayang,
hidup dalam kekurangan namun penuh dengan rasa percaya diri.
2 . Ibid, hal 36.
49
Soekarno kecil bisa sekolah menjadi murid Inlandsche School.
Dimana bapaknya bekerja menjadi seorang manteri guru. Dalam
fenomena saat itu rakyat pribumi tidak boleh menikmati pendidikan di
Sekolah Rendah Belanda kecuali dari golongan bangsawan. Memang
sekolah bagi pribumi hanya dibatasi sampai disekolah rendah dan
apabila melanjutkasn ke sekolah selanjutnya harus tamatan dari Sekolah
rendah Belanda. Menginjak ke Sekolah Menengah Soekarno
dimasukkan ke sekolah menengah yang tertinggi di Jawa Timur yaitu
Hogere Burger School di Surabaya. Diwaktu sekolah inilah Soekarno
tinggal dirumah H.O.S Cokroaminoto, dialah orang yang kemudian
merobah seluruh kehidupannya. Disinilah Soekarno mulai berkenalan
dengan dunia intelektual, dunia pemikiran, pemikiran bagi bangsanya.
Ditempat Pak Cokro inilah tokoh-tokoh politik berkumpul seperti Muso
dan Alimin mereka saling tukar pikiran demi melepaskan bangsa dari
penjajah.
Dalam bidang Ideologi Soekarno sering di sebut dengan
manusia sintesa, karena ia merupakan personifikasi dari ketiga aliran
Ideologi yang berkembang di Indonesia : Nasionalisme, Islam dan
Komunisme. Maka dalam bidang ke-Islaman ia oleh Clifford Geetrs
sebagai personifikasi yang dapat mewakili corak beragama bangsa
Indonesia. Ayahnya sering berkata kepad Soekarno “Jangan lupa
50
kepada Gusti Yang Maha Suci”, sedang ibunya berpesan “Jangan lupa
Karno kepada Hyang Widi”.3
Di samping ibu dan ayahnya, Soekarno juga mendapat
didikan agama dari Pak Suro. Ketika usia Soekarno 13 Tahun, Pak Suro
acap kali menanamkan dalam dirinya. Seperti yang di ceritakan
Soekarno sendiri:
Gusti Allah berkehendak menggelarkan engkau di dalam
dunia ini. Bagaimana caranya? Caranya ialah membuat
semacam dapur. Dan yang dijadikan dapur ialah bapak dan
Ibumu. Bapak dan Ibumu adalah dapur buatan Gusti Allah
untuk mengelarkan engkau ke dunia ini. Dua ini, ketiga Pak
Suro berkata, Engkau digelarkan oleh Tuihan dengan
melewati dapur bapak ibumu...digelarkan di dunia ini.4
Pengalaman, pendidikan yang diberikan oleh pak Cokro menjadi
pondasi terhadap perkembangan jiwa Soekarno untuk lebih mencintai
bangsanya, walaupun begitu ia adalah seorang pencinta pada lawan
jenisnya. Sebuah realita dimana rumah pak Cokro sebagai dapur
nasionalisme. Dengan bertambahnya pengalaman juga berarti
tambahnya usia dan habislah masa sekolah di HBS. Sebagai akhir dari
jenjang pendidikan sekolah pada tanggal 10 Juni 1921 Soekarno
berhasil lulus dari HBS dari sekolah yang telah memberikan makna
diskriminasi, dan sekaligus Surabaya sebagai sejarah yang telah
menjadikan Soekarno menemukan jati dirinya.
Selanjutnya Soekarno meneruskan Sekolah Teknik Tinggi di
Bandung, terhitung mulai bulan Juni 1921 Soekarno masuk di sekolah
3 Yatim, Badri. Soekarno, Islam, dan Nasionalisme, Logos Wacana, Jakarta, Cet.I, 1999, hlm. 49
4 Ibid, hlm, 50
51
tersebut. Selama masa sekolahnya Soekarno indekos di rumah keluarga
Sanusi, yang mana sejarah selanjutnya ibu kostnya menjadi istri
pertama Soekarno dan sekaligus pengalaman di Bandung merupakan
lahirnya ajaran marhaenisme. Pada tanggal 25 Mei 1926 Soekarno
resmi memperoleh promosi gelar “Ingeniur” dengan ijazah jurusan
Teknik Sipil. Mulai saat itu Soekarno resmi memakai gelar Ir. Raden
Soekarno.5
Ir Soekarno tumbuh sebagai seorang pecinta bagi bangsanya,
seluruh hidupnya diabdikan kepada bangsa Indonesia. Suka duka
seorang penyambung lidah rakyat telah dijalani, masa mudanya
dihabiskan pada dunia politik dengan harapan bahwa Indonesia harus
merdeka sekarang. Memang resiko yang dihadapi adalah sangat berat,
penjara bukanlah barang yang menakutkan. Memang perjuangan beliau
bersama founding fathers negeri ini tidak sia-sia. Pada tanggal 17
Agustus 1945 Indonesia resmi merdeka dengan adanya Proklamasi
kemerdekaan Indonesia. Semenjak itulah Indonesia dipimpin oleh duet
Putra Sang Fajar dan Muhammad Hatta yang ahli tentang ekonomi.
Bukan suatu kebetulan atau memang sudah kehendak takdir, tentang
apa yang diramalkan dimuka bahwa Soekarno/Putra Sang Fajar akan
menjadi pemimpin yang hebat, pemimpin dinegeri Indonesia.
Di mana Soekarno mempunyai dua keris, konon, keris itu
memberi kekuatan kharismatik pada siapapun yang menyimpan.
5 . Op, Cit, Soekarno Penyambung Lidah Rakyat, hlm. 34
52
Ternyata barang peningalan bung karno di endeh, flores berupa dua
buah tongkat, sebuah biola dan lukisan.
Kedua tongkat itu, yang satu berbentuk kepala ular Naga
(Nagasasra), dan yang satunya berkepala monyet putih (Hanoman)
menurut legenda jawa . pusaka naga itu konon memberi kekuatan bagi
yang memilikinya, sebagai penguasa dan penahkluk dunia, sedangkan
monyet putih adalah lambang penumpasan dan kebathilan serta
kesejahteraan. Dan memang kenyataannya, bung karno berhasil
menghantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan
dan menjadi pemimpin besar revolusi (PBR).6
Menginjak masa kejayannya pada tahun 1960 – 1965 dengan
semangat revolusi yang menggetarkan dunia telah menjadi bumerang
bagi dirinya, pemerintahannya dan bangsa Indonesia umumnya, karena
revolusi yang dibangun untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia yaitu
tercapainya masyarakat yang adil, makmur berkesejahteraan atau
menurut beliau “sosialisme ala Indonesia” telah mengundang musuh
yang banyak. Terutama negara-negara kapitalis yang merasa mendapat
tantangan yang dasyat dari Ir. Soekarno secara pribadi maupun
pemerintah Indonesia dimana beliau sebagai presiden Republik
Indonesia. Memang tidak sedikit kawan Ir. Soekarno terutama dari
negara berkembang yang sebenarnya akan tergabung dalam New
6 Wang Xiang Jun, Seokarno Uncensored, Benarkah Soeharto lebih baik dari Soekarno?,
Pustaka Radja, Yogyakarta, Cet II, hlm.69
53
Emerging Forces, tetapi musuhnya adalah negara yang kuat dan sudah
maju. Realitas inilah dengan berbagai cara, pihak musuh yang nota
bennya adalah pihak kapitalis merencanakan penggulingan Presiden
Soekarno secepatnya sebelum terbentuknya New Emerging Forces.
Sampai pada akhirnya peristiwa 1 Oktober 1965 terjadi, sebagai
manifestasi runtuhnya pemerintahan Soekarno yang sampai sekarang
kebenaran sejarah tersebut masih diselimuti misteri.
Dengan dimulainya peristiwa 1 Oktober 1965 keadaan negara
Indonesia semakin kacau, perang saudara terjadi, pembunuhan massal
dilakukan tanpa merasa berdosa. Sampailah pada tanggal 7 Februari
1967 Presiden Soekarno mengirimkan surat kepada Jenderal Suharto
yang menyatakan bahwa ia bersedia mengakhiri dualisme pemerintahan
ini. Dan pada tanggal 22 Februari 1967 Presiden Soekarno
mengumumkan kesediannya menyerahkan kekuasaan eksekutif kepada
Jenderal Suharto dengan maksud mengakhiri dengan cepat konflik
politik. Sementara itu usaha menurunkan Presiden Soekarno secara
konstitusionil telah dipersiapkan dengan Sidang Istimewa Majelis.7
Tetapi apakah mendakwa pemimpin besar seperti presiden, lantas
menganut pepatah “nila setitik, rusak susu sebelanga”? mulai sekarang
kita harus mulai menulis sejarah apa adanya. Memang akan ada banyak
versi, dan ini sangat mungkin dipengaruhi paradigma yang di gunakan
7 Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, Sejarah Nasional Indonesia (Zaman Jepang
dan Zaman Republik), Jakarta: Balai Pustaka, 2010, hlm. 556
54
analisis. Tapi sejarahwan tidak boleh melakukan judment dari awal,
apalagi sampai menerapkan prinsip “Mikul dhuwur Mendem jero”.8
Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang bersidang tanggal 7
Maret 1967, maka dengan demikian berakhirlah karier politik Ir.
Soekarno.9 Setelah jatuh dari kekuasaannya, beliau “dikarantina” oleh
pemerintahan Suharto di Batu Tulis Bogor sampai pada tahun 1969.
Kemudian mengingat kondisi kesehatan Ir. Soekarno semakin
memburuk maka dipindahkan ke Wisma Yaso, penyakit ginjal yang
diderita semakin parah, proses karantina terus berlangsung. Terhitung
sejak tanggal 11 Juni 1970 akhirnya Ir. Soekarno dibawa ke RSPAD
untuk perawatan intensif, kemudian sampai pada tanggal 21 Juni 1970
jiwa Ir. Soekarno sudah tidak tertolong lagi. Tepatnya tanggal 21 Juni
1970 jam 7 malam bersamaan dengan akan dirayakannya Hari ulang
Tahun Jakarta seorang negarawan bangsa Indonesia, Putra Sang Fajar
menutup matanya, meninggalkan dunia fana dengan segala macam
ragam tingkah tingkah laku manusia, dengan segala kemunafikan dan
keserakahannya.10
Di dalam kenangan dunia Ir. Soekarno dilukiskan sebgai berikut;
dalam masa kejayaannya Ir. Soekarno adalah sosok yang penuh dengan
kontroversi. Dimata lawan politiknya seperti Williard A Hanna berkata:
8 Op Cit, Wang Xiang Yun, hlm.69
9 Syamsu Hadi, Tragedi Bung Karno Perjalanan terakhir Seorang Proklamator, PT Pustaka
Simponi, Jakarta, 1978, hlm 16-18.
10
Wang Xiang Yun, Soekarno Uncensored, Benarkah Soeharto lebih Baik dari Soekarno,
Pustaka Radja, Yogjakarta, 2008. Hlm. 37
55
Bung Karno adalah politisi tanpa identitas dan prinsip yang berpadu
dalam dirinya Nabi dan playboy, setengah dewa dan pemimpin rakyat,
tukang sulap dan tukang obat, akan tetapi orang orang Arab
menamakannya Rais, orang Mesir menamakannya Al-Hakim, sampai-
sampai John F. Kennedy menyebutnya George Washington dan
Jefersson-nya Indonesia.11
Inilah perjalanan anak bangsa yang dipenuhi oleh kecintaan pada
rakyat, telah meninggalkan kita semua, hanya do‟a rakyat Indonesia
yang bisa menghantarkan jenazahnya sampai keliang lahat, semoga
beliau diampuni segala dosanya yang pada akhirnya ditempatkan sesuai
pada posisinya. Dan realisasi dari ajarannya dan tercapainya Indonesia
yang adil, makmur dan berkesejahteraanlah yang mampu mengobati
luka hati Sang Penyambung Lidah Rakyat ini.
B. PEMIKIRAN IR. SOEKARNO TENTANG ISLAM
Bung Karno adalah sosok yang total kontroversial. Di mata lawan-
lawan politiknya di Tanah Air-nya sendiri, ia dianggap mewakili sosok
politisi kaum abangan yang "kurang Islami". Mereka bahkan
menggolongkannya sebagai kelompok "nasionalis sekuler". Akan tetapi, di
mata Syeikh Mahmud Syaltut dari Cairo, penggali Pancasila itu adalah :
قَ ْيُدْالَعِظْيِم ِمْن قُ ْوَدْالَحرََكِةْالَحرِْيِر ِفى بَ َلِدااِلْساَلمِ (Pemimpin besar dari gerakan kemerdekaan di negeri-negeri Islam).
Malahan, Demokrasi Terpimpin, yang di negerinya sendiri diperdebatkan,
11
. Bambang Norsena, Religi dan Religiusitas Bung Karno, Bali Jagadhita Pres, Denpasar
Bali, 2000,hlm 13
56
justru dipuji oleh syeikh al-Azhar itu sebagai,
و رى اَلتِّى َجَعَلَها اَْلُقْرَأُن َشَأَن ِمْن ُشُؤِن ْالىُمْؤِمِنْيَن. َلْم َيُكْن ِالَى ُصْورَِة ِمْن َصاَر الشُّ
(tidak lain hanyalah salah satu gambaran dari permusyawaratan yang
dijadikan oleh Al Quran sebagai dasar bagi kaum beriman).
Pemikiran soekarno mengenai Islam tergambar dengan jelas pada saat
ia menulis di berbagai media massa dan berpidato mengenai perkembangan
Islam dalam banyak masalah. Namun demikian para sejarawan dalam dan
luar negeri menetapkan sebagai seorang tokoh nasionalis sekuler, yang sering
berhadapan dengan seorang nasionalis Islam. Dengan demikian, pemikiran
Soekarno yang berkaitan dengan Islam tidak begitu mendapatkan perhatian.12
Bila dilihat pengetahuan tentang ajaran Islam, maka Soekarno adalah
seorang muslim yang luas pengetahuan agamanya. Tetapi jika di tinjau dari
latar belakang keluarga dan pendidikannya, ia memang lebih dekat kepada
kelompok nasionalis sekuler. Di sinilah letak keunikannya. Ia tidak dapat
disamakan dengan tokoh-tokoh nasionalis sekuler lainnya, tetapi juga berbeda
dengan tokoh-tokoh nasionalis Islam. Walaupun ia sendiri sebagai seorang
politikus yang netral agama, namun pemikiran ki-Islamannya tentu banyak
mempengaruhi pemikirin politik dan nasionalismenya.
Di mata lawan politiknya di Barat, seperti tampak dari ucapan Willard
A Hanna, Bung Karno adalah "politisi tanpa identitas dan tanpa prinsip, yang
12
Yatim, Badri. Soekarno, Islam, dan Nasionalisme, Logos Wacana, Jakarta, Cet.I, 1999,
hlm.2
57
berpadu dalam dirinya nabi dan playboy, tukang sulap dan tukang obat".
Tetapi, orang-orang Arab menamakannya ra'is, dan orang-orang Mesir di
Kota Cairo menjulukinya al-hakim. Tak seorang pun meragukan
popularitasnya di negeri-negeri Islam itu. Nama besar Bung Karno
diabadikan antara lain dalam Qamus al-Munjid. Konon, hanya dua tokoh
Indonesia yang dicatat dalam kamus karya Louise Ma'louf, seorang Arab-
Kristen itu. Soekarno, dan satunya lagi Syeikh Nawawi al-Bantani. 13
Tatkala memuncaknya ketegangan antara Israel dan negara-negara Arab
soal status Palestina, pers sensasional Arab yang salah paham dengan
pencabutan sebutan Deicidium (pembunuh Tuhan) kepada kaum Yahudi,
menyambut Bung Karno, "Juara untuk kepentingan-kepentingan Arab telah
tiba". Pada pihak lain, Tahta Suci Vatikan sendiri memberikan kepadanya tiga
gelar penghargaan kepada presiden pertama dari Republik yang mayoritas
Muslim itu.
Relevansi mengemukakan faham keagamaan Bung Karno ini, minimal
terkait erat dengan pertanyaan: Seberapa jauhkah peranannya dalam
menentukan masa depan Indonesia, berangkat dari pluralisme agama yang
merupakan problem tersendiri apabila tidak diberikan perhatian khusus dalam
membangun sebuah bangsa? Kenyataan ini dikemukakan, dengan sepenuhnya
menyadari bahwa mengemukakan spiritualitas Bung Karno adalah juga
merupakan bagian dari kontroversi itu sendiri.
13
Cindy Adam, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Jakarta: Gunung Agung,
1982, hlm.23
58
Bukan rahasia lagi bahwa sudah semenjak mudanya Ir. Soekarno
telah tertarik hatinya untuk belajar dan mempelajari agama Islam. Beliau
sadar bahwa Islam sebagai suatu sistem ajaran yang didalamnya menyangkut
dimensi-dimensi kehidupan manusia termasuk pendidikan harus dijadikan
sebuah proses pengembangan potensi manusia. Pada realitas kehidupan Islam
memberikan pedoman yang menyeluruh sehingga dalam dimensi manusia
tidak ada yang terabaikan sedikitpun baik jasmani, rohani maupun mentalnya.
Islam memandang manusia secara totalitas dan pendekatan atas apa yang
terdapat dalam diri manusia tidak memaksakan/fleksibel selain apa yang
menjadi fitrahnya. Ini disebabkan Islam sebagai agama fitrah yang
menghargai dan meneguhkan nilai-nilai jasmani, ruhani dan mental yang
integral.
Muhammad Natsir dalam tulisannya mempertanyakan apa
sebenarnya tujuan dari pendidikan di dalam Islam? Menurut beliau ialah
petunjuk bagi jasmani dan ruhani yang menuju kepada kesempurnaan dan
lengkapnya dengan sifat-sifat kemanusiannya dengan arti yang
sesungguhnya.14
Dari ajaran Islam yang sempurna tersebut membuat hati Ir. Soekarno
menjadi gelisah melihat realitas masyarakat Indonesia yang mayoritas
memeluk agama Islam yang sudah berabad-abad lamanya hidup dalam
penindasan dan penjajahan oleh bangsa asing. Adakah memang agama Islam
yang dikatakan rahmatal lil „alamin serta agama yang sempurna dan terakhir
14
. M. Natsir, 1973, Capita Selecta, Bulan Bintang Jakarta, hlm 82
59
ini tidak punya pendorong untuk membebaskan umatnya dari cengkeraman
dan belenggu kolonialisme dan imperialisme, apa sebab dunia Islam jatuh
ketangan asing serta hidup dibawah telapak kaki penjajahan Barat ? 15
Berangkat dari kegalauan tersebut Ir. Soekarno semakin mendalam
mempelajari Islam dari semua dimensi dan berbagai macam tinjauan yang
didalamnya berusaha menganalisa dari segi ilmiah rasional, nilai filosofis dan
penggalian mutiara hikmah yang terkandung didalam ajaran Islam. Dalam
pembahasan ini penulis berusaha menyimpulkan dengan berbagai sudut
pandang Ir. Soekarno yang telah dibukukannya dan akan disusun sebagai
berikut:
1. Filasat Ketuhanan Soekarno
Pola pikir Ir. Soekarno yang berusaha menerawang jauh kedunia
filsafat membuat beliau harus menyimpulkan sebuah argumen yang
berdasarkan ajaran Islam yang dimana beliau membandingkan filsafat
ketuhanan dengan ajaran agama lain. Beliau membuat sebuah argumen
dan dialektika sebagai berikut:
Di dalam surat-surat itu adalah tergurat sebagian garis perubahan
saya punya jiwa. Dari jiwa yang Islamnya hanya raba-raba saja
menjadi yang Islamnya yakin, dari jiwa yang mengetahui adanya
Tuhan, tetapi belum mengenal Tuhan, menjadi jiwa yang sehari-
hari berhadapan dengan Dia, dari jiwa yang banyak falsafah ke-
Tuhanan, tetapi belum mengamalkan ke-Tuhanannya itu, menjadi
jiwa yang sehari-hari menyembah kepadanya.16
15
. Solickhin Salam, 1964, Bung Karno Dan Kehidupan Berfikir Dalam Islam,PT. Wijaya,
Jakarta, Cet.I 1964 hlm 7 16
.Dibawah Bendera Revolusi,Op.Cit, hlm 342.
60
Pemikiran yang beliau paparkan merupakan sebuah gambaran
realitas berfikir yang berdasarkan fenomena kehidupan manusia.
Sebuah argumen yang muncul secara empirik, logika rasionalitas yang
mengharapkan bukti materi adanya Tuhan .
2. Pemikiran Islam dari tinjauan Sosiologis.
Selama masyarakat Islam masih bertaklid buta terhadap mujtahid-
mujtahid maka umat Islam akan mengalami degradasi pemikiran. Sebab
mereka selalu membanggakan terhadap bangsa Islam lain yang sudah
maju tanpa mengikuti jejak yang dilakukannya. Sedangkan masyarakat
bukanlah barang mati yang tidak berubah akan tetapi sebaliknya,
masyarakat selalu berubah terus berkembang sesuai dengan bertambahnya
usia zaman. Masyarakat adalah bukan barang mati tetapi, mengalir,
berubah senantiasa maju, berevolusi dan dinamis.
Sedangkan masyarakat mempunyai barometer tentang Islam yang
sangat sempit, siapa orang yang dahinya hitam karena sujud, jubahnya
panjang dan berjenggot serta membawa tasbih kemana-mana dialah yang
dinamakan Islam. Akan tetapi satu sisi mengkafirkan pengetahuan,
kemodernan, kecerdasan dan rasionalitas. Inilah yang membuat Islam
terpuruk bukan sebab ajarannya tetapi pola pikir dan perilaku umat Islam
itu sendiri. Soekarno mengambarkan kondisi sosiologis di Indonesia
dengan mengatakan:
Ada orang mengatakan soekano itu nasionalis ada orang
mengatakan soekarno bukan lagi nasionalis,tetapi islam, ada lagi
yang mengatakan dia bukan nasionalis, bukan islam,tapi
61
marxisi,dan ada lagi yang mengatakan dia bukan nasionalis bukan
islam islam bukan marxisi tetapi seorang yang berpaham sendiri.
Golongan yang tersebut belakangan ini berkata: mau di sebut
nasionalis, dia tidak setuju apa yang biasanya di sebut
nasionalisme, mau di sebut dia islam, dia mengeluarkan faham-
faham yang tidak sesuai dengan fahamnya banyak orang islam,
mau di sebut marxis, dia... sembahyang, mau di sebut bukan
marxsis, dia “gila” kepada marsisme itu!..... apakah soekarno itu??
Nasionaliskah? Islam kah? Marxikah?, pembaca-pembaca,
soekarno adalah......campuran dari semua isme-isme itu!.17
Dalam esensi Islam yang dibutuhkan adalah ruh Islam yang
berkobar-kobar, api Islam yang menyala-nyala bukan hanya amal ibadah
saja yang dinomorsatukan. Umat Islam pada umumnya hidup dalam
kekolotan dan kebekuan. Inilah yang menyebabkan kita mengalami
degradasi serta decline dalam sejarah dunia. Hal ini terbukti dalam sejarah
dunia Islam, kebudayaan, kesenian, kesusasteraan dan ilmu pengetahuan.
Kekalahan ini juga meliputi dalam bidang politik, ekonomi dari
imperialisme dan kolonialisme. Semua itu disebabkan padamnya api Islam
dan pada umumnya umat Islam hanya mengambil dan mewarisi abunya
Islam. Tetapi tidak mempusakai api citanya ajaran Islam.
3. Pemikiran Islam dari Tinjauan Historis.
Bila kita melihat historis Islam, maka tampaklah disitu akibatnya
taqlid itu sebagai satu garis menuju degradasai sampai sekarang. Apa
sebab, sampai sebegitu jauh? Hal ini disebabkan munculnya aturan taqlid
yang tiada ruang untuk berfikir secara mendalam tanpa melihat dan belajar
dari historisnya. Yang pada akhirnya dunia Islam dienyahkan dari
17
Bernhard Dahm, Soekarno dan perjuangan Kemerdekaa, LP3ES, 1987. Jakarta. Hlm. 243
62
Spanyol, banyak bangsa-bangsa Islam dikanan kiri Life line of Modern
Imperialisme yang melintang dari lautan tengah sampai ke samudra Hindia
dan selat Malaka telah menjadi rakyat terjajah.
Melalui sejarah orang akan mengetahui”kekuatan-kekuatan
masyarakat” yang menyebabkan kemajuan atau kelemahan yang
mendatangkan kemunduran. Kurangnya kesadaran sejarah dan kurangnya
perhatian mereka terhadap ilmu sejarah, telah menyebabkan umat Islam
tidak mampu mencari jalan keluar dari kemunduran yang telah lama
mereka derita, Soekarno mengatakan:
Umumnya kita punya kiai-kiai dan ulama-ulama tak ada
sedikitpun”Feling”kepada sejarah, ya boleh saya katakan
kebanyakan tak mengetahui sedikitpun dari sejarah itu. Mereka
punya minat hanya menuju kepada”agama khususi”saja, dan dari
agama khususi ini, terutama bagian fikih. Sejarah, apalagi bagian
lebih dalam, yakni yang mempelajari kekuatan-kekuatan
masyarakat” atau yang menyebabkan kemajuan atau kemundurannya
suatu bangsa. Padahal, di sini, di sinilah padang penyelidikan yang
maha-maha penting. Apa sebabnya mundur? Apa sebabnya bangsa
ini di zaman ini begitu? Inilah pertannyaan-pertannyaan yang maha
penting yang harus berputarterus di dalam kita punya ingatan, kalau
kita mempelajari naik turunnya sejarah itu.18
4. Pemikiran Islam dari Tinjauan Filosofis
Pandangan Ir. Soekarno lebih tertuju pada kejumudan dan kekolotan
umat Islam sekarang. Dalam pemikiran beliau mengharapkan kepada
kaum muda Islam berharap supaya mempunyai pemikiran yang lebih
progresif. Tindakan-tindakan ulil amri dan mujtahid sebelumnya dipakai
sebagai bahan pertimbangan dan dialektika pada zamannya. Kemudian
realitas hukum pada zaman sekarang haruslah disesuaikan dengan kondisi
18
Ibid, DBR jilid I, Hlm, 332
63
zaman dan hasil ijtihad sebelumnya dipakai sebagai perbandingan
pemikiran. Yang pada akhirnya kita sekarang bisa berijtihad melakukan
tindakan yang sesuai dengan realitas zamannya. Soekarno mengatakan:
Merdekalah Islam Indonesia dari tradisi pikiran Asy‟arisme itu
sama sekali, kasihlah lapangan merdeka kepada rasionalisme
yang lama telah terbuang itu. Marilah kita teruskan ajakan
pahlawan-pahlawan “rethinking of Islam” di negeri asing itu
tengah padang perjuangan islam di negeri kita.
Dengan kembalinya rasionalisme sebagai pemimpin pengertian
Islam, maka barulah ada harmoni yang sejati antara otak dan
hati, antara akal dan kepercayaan, dengan kembalinya
rasionalisme itu berubahlah sama sekali kita punya outlook, kita
punya ideology, menjadi satu outlook yang merdeka, satu
ideology yang merdeka. Islam lantas benar-benar menjadi satu
tempat pernaungan, satu jalan keluar, dan bukan satu penjara.
Dengan Islam yang demikian itu, pasti seperti matahari terbit
sesudah malam yang gelap, akan datanglah perbaikan,
perhubungan kembali, antara kaum intelektuak dan Islam. Sebab
Islam yang demikian itu bukanlah islam yang muda pada
kulitnya saja, tetapi islam yang muda sejatinya, muda lahirnya
dan muda batinnya, muda wujudnya dan muda jiwannya.19
5. Pemikiran Islam dari Tinjauan Pedagogis
Bangunan masyarakat Islam yang modern haruslah dimulai dari
pendidikan Islam itu sendiri, yang menghasilkan out put pendidikan yang
bisa mengkorelasikan modernitas dengan mengambil apinya Islam. Maka
dari itu lembaga pendidikan Islam diperlukan perbaikan sistem pendidikan
dan pelajaran disekolah-sekolah Islam. Adanya usaha modernisasi dalam
suatu pendidikan pada sekolah-sekolah Islam ini adalah tuntutan zaman
yang harus dipenuhi apabila kita ingin agar supaya sekolah-sekolah Islam
dapat berhasil menunaikan tugas idiil yang terpikul diatas bahunya.
19
Ibid, DBR Jilid I, Hlm 402
64
Modernisasi dalam sistem pendidikan berarti kita memandang
terhadap setiap pikiran, tindakan maupun sikap hidup yang konvensional
dan tradisional yang ternyata tidak sesuai dengan kehendak dan tuntutan
zaman. Pada prinsipnya Islam tidak menolak setiap kebudayaan atau
sivilisasi dari luar Islam, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan
semangat ajaran Islam.
Bagi Soekarno, pendidikan merupakan arena untuk mengasah akal
dan mengembangkan intelektualitas. Dia menyebutkan sebagai
“Renaissance-Paedagogie, yaitu bagaimana mendidik untuk bangkit
kembali, itulah yang harus dikerjakan oleh kaum muda.20
Di sini Soekarno
secara tegas mengoerentasikan semuannya pada peran akal dalam setiap
langkah kehidupan umat manusia. Baginya, dengan hanya tersebut
kemajuan di bidang ilmu dan teknologi dapat di raih.
6. Pemikiran Islam dari Tinjauan Politis
Sistem propaganda yang dilakukan oleh da‟i hanya terfokuskan
pada orang-orang “yang baik”. Hal ini adalah salah satu kelemahan da‟i
kita dalam menjalankan kewajibannya. Hal ini berbeda dengan kaum
nasrani yang begitu giat dan kontinu untuk memberikan siraman rohani
pada narapidana yang pada masa penjajahan adalah rata-rata orang yang
terpelajar. Beban psikologis yang dihadapi oleh para napi yang setiap
saat menginginkan sebuah siraman rohani yang memberikan semangat
dan pencerahan hidup dikemudian hari.
20
Ibid, hlm. 344
65
Dalam pandangan beliau sebuah negara yang mayoritas
penduduknya beragama Islam tidaklah negara tersebut harus menjadi
negara Islam. Akan tetapi sebuah negara yang didalamnya mengamalkan
atau menjalankan api dan cita Islam itu sendiri. Dalam pidato Lahirnya
Pancasila 1 Juni 1945 Ir. Soekarno berkata:
“Islam tidak meminta satu formele verklaring bahwa negaranya
adalah negara Islam, ia adalah minta satu negara yang betul-betul
menyala satu api ke-Islam-an didalam dadanya umat. Api Islam
yang menyala betul-betul diseluruh tubuhnya umat, inilah yang
menjadikan negara menjadi negara Islam dan bukan satu
keterangan di atas secarik kertas, bahwa negara adalah berpedoman
pada agama. Lebih lanjut beliau berkata : baik kita terima negara
dipisah dari agama, tetapi kita akan kobarkan seluruh rakyat
dengan apinya Islam, sehingga semua putusan-putusan badan
perwakilan itu bersemangat dan berjiwa Islam.21
Dari sinilah bisa dikatakan Islam hidup sebagai ajaran yang
rahmatan lil‟alamin dan Islam hidup dalam esensinya. Dari pandangan ini
Ir. Soekarno berpendapat: saya lebih senang kepada rakyat yang berani
menerima tantangan modern demokrasi daripada rakyat yang selalu
merintih-rintih “janganlah Islamnya dipisahkan dari negara”. Rakyat yang
berani menerima tantangan itulah yang nanti merealisasikan cita-cita Islam
dengan perjuangan sendiri, keringatnya sendiri. Rakyat yang demikian
itulah yang betul-betul bisa menjelmakan idealnya Islam dengan ia punya
levenstrijd dengan gerak dan bantingnya ia punya jiwa dan tenaga. Dengan
demikian negara sebenarnya menjadi satu negara yang “bersatu dengan
Islam”dengan sebenarnya menjadi Islam sejati.22
21
. Soekarno, Pidato lahirnya Pancasila. hlm 4. 22
.Bung Karno Dan Kehidupan Berfikir Dalam Islam, Op-cit, hlm 73
66
Dalam idiologi politiknya ataupun cita-cita kenegaraannya Ir.
Soekarno tidak menghendaki berdirinya negara Islam, akan tetapi suatu
negara kesatuan nasional yang berdasarkan Pancasila. Meskipun demikian
bukanlah berarti beliau tidak cinta atau berjuang untuk keluhuran Islam.
Sebagai seorang muslim sejati yang cinta dan percaya akan kebenaran
dengan agamanya Ir. Soekarno dengan caranya yang tersendiri berjuang
untuk keagungan dan keluhuran agama Islam.
7. Pemikiran Islam dari Tinjauan Religi
Islam sebagai agama yang sempurna dimana semua aturan yang
menyangkut hidup manusia ada didalamnya. Tinggal bagaimana manusia
itu sendiri mengaktualisasikan diri, merealisasikan, dari pedoman Al-
Qur‟an dan Hadits Nabi. Islam adalah agama untuk sekalian manusia
didalamnya menghendaki kita berhubungan langsung dengan Tuhan dan
manusia. Agar manusia bersujud pada Tuhan, mempersatukan diri dengan
Tuhan. Bolehlah kita bertetangga dengan Islam sebagai agama yang
melatih dan mendidik sebagai insan masyarakat yang baldatun toyyibatun
wa robbu ghofur. Sebuah petunjuk yang jelas bahwa agama Islam adalah
agama yang tidak saja mempersatukan Tuhan dengan manusia tetapi
agama juga yang mempersatukan manusia dengan manusia.
Ir. Soekarno memberikan sebuah pemikiran tentang pondasi sebuah
negara yang bercitakan/berapikan Islam untuk masyarakat yang bermoral
demi tercapainya tujuan bersama. Kedudukan agama didalam masyarakat
adalah salah satu unsur mutlak didalam segenap usaha kita dilapangan
67
nation building. Nation building yang mengenai segala hal, mengenai
bidang politik, ekonomi, masyarakat, dan bidang-bidang hubungan
international. Dan saudara mengerti bahwa didalam nation building ini
salah satu unsur yang mutlak adalah agama dalam arti yang seluas-luasnya
menduduki tempat yang amat penting.23
C. PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM SOEKARNO
1. Menumbuhkan Rasa Keimanan Kepada Peserta Didik .
Sebagaimana yang dikutip oleh Dr. Badri Yatim, Soekarno
menyatakan bahwa :
…..oleh karena itu ayat-ayat Al-Qur‟an yang diwahyukan di Makkah
banyak berkaitan dengan hal-hal yang mengandung ajaran-ajaran
pembentukan rohani, tauhid, keimanan, keikhlasan, keluhuran moral,
ketaatan beribadat, cinta sesama manusia, cinta kepada si miskin,
berani karena benar, takut pada azdab neraka, mengharapkan ridha
Illahi dan lain sebagainya, sebagai fundamen rohani perjuangan
masyarakat Islam kelak, Kader-kader dan pengikut yang terbina
kemudian menjadi orang-orang yang tahan uji ahklak dan imanya
mulia. Merekalah yang merupakan material pokok baginya untuk
menyusun nanti dan perjuangan kelak.” 24
Dari pernyataan diatas ditemukan potongan kalimat sebagai inti
dari pernyataan, yaitu “Kader-kader dan pengikut yang terbina kemudian
menjadi orang-orang yang tahan uji, ahklak dan imanya mulia. Merekalah
yang merupakan material pokok baginya untuk menyusun nanti dan
perjuangan kelak”
23
. Ibid. Soekarno Dan Kehidupan Berfikir Dalam IslamI, hlm 78. 24
Badri Yatim, Soekarno Islam dan Nasionalisme, Op.Cit., hlm 110
68
Pengertian kader-kader dalam proses pendidikan Islam adalah
merupakan upaya penyiapan penanaman nilai-nilai Islam yang
trasnformatif dari generasi ke generasi, sehingga melalui proses
pendidikan ini Soekarno mengharapkan terjadinya perubahan sikap dalam
memandang semesta realitas masyarakat muslim secara labih luas.
Untuk membentuk suatu tatanan masyarakat yang baik dalam
rangka perubahan menuju ke arah kemajuan, maka suatu upaya yang harus
dilakukan adalah menanamkan pada generasi-generasi umat Islam sikap
pemantapan iman dan ahklak sebagai dasar dalam setiap upaya-upaya
transformasinya (pendidikannya) nilai-nilai Islamnya.
Menurut Soekarno pendidikan Islam dalam arti yang luas bukan
hanya bentuk formal dengan spesialisasi tertentu saja akan tetapi lebih
bersifat mendasar dengan pendekatan filosofis platform yang menjiwai
seluruh dimensi kehidupan. Hal ini didukung juga oleh pernyataan
Soekarno:
Setelah hijrah nabi di Madinah Nabi menyusun dan membina suatu
masyarakat dengan tuntunan Ilahi. Di Madinah itu pula turunya
kebanyakan ayat-ayat yang berkenaan dengan kemasyarakatan,
yang mengisi dari sepertiga dari kitab suci Al-Qur‟an seperti ayat-
ayat zakat, hukum-hukum kemasyarakatan, perang, sikapterhadap
manusia dengan manusia yang lain. Dari kedua periode inilah
terbentuklah suatu masyarakat Islam. Kalau zaman Makkah di
anggap sebagai masa persiapan, maka zaman Madianah sebagai
masa palaksana. Dan nabi meninggalkan dua kitab sebagai
petunjuk yang tidak lapuk kerena hujan dan tidak lekang karena
panas, sehingga sampai sekarang masih ditemui sebagaimana
aslinya: Al-Qur‟an dan Sunnah.25
.
25
Ibid, Hlm. 111
69
Secara singkat dapat dikatakan bahwa pengertian pendidikan Islam
harus melalui upaya transformasi nilai yang akhirnya mengajak kesadaran
individu untuk menjadi Insan Kamil yang mempunyai kepedulian sosial
yang tinggi pada lingkungan masyarakatnya. Selanjutnya Soekarno pun
menyatakan untuk kembali pada pemaknaan ulang sejarah Islam secara
historis agar bisa ditemukan titik temu tentang universalitas Islam yang
terus mengalir dalam setiap dimensi kehidupan, tentu termasuk
didalamnya transformasi nilai-nilai Islam dengan media atau sarana
pendidikan.
Soekarno berkeyakinan bahwa untuk mentransformasikan nilai-nilai
luhur ajaran Islam yang subtansial, bukan semakin memperdebatkan
permasalahan permasalaha formalistik , Saling ”bedak-membedaki”, akan
tetapi dengan cara melalui senjata rasionalitas, karena rasionalitas akan
membawa Islam yang berdimensi sosial kemasyarakatan, karena secara
empiris rusaknya Islam itu bukan karena Islamnya akan tetapi moral dan
budi pekerti orangnya, Soekarno menyatakan:
“Rusaknya sosialisme Islam bukanlah disebabkan oleh Islam itu
sendiri. Rusaknya Islam itu ialah oleh karena rusaknya budi pekerti
orang-orang yang menjalankanya. Sesudah Amir Muawiyah
mengutamakan asas dynasti keduniaan untuk aturan khalifah,
sesudah khalifah-khalifah itu menjadi raja, maka padamlah tabiat
Islam yang sebenarnya. Amir Muawiyahlah yang harus memikul
tanggung jawab atas rusaknya tabiat Islam yang nyata bersifat
sosialistis dengan sebenarnya.”26
2. Pendidikan Islam Yang Dinamis Mengikuti Perkembangan Zaman
Pendidikan adalah merupakan kebutuhan dalam setiap perubahan
dan perkembangan zaman. Untuk menyesuaikan antara perkembangan
zaman ke arah kemajuan dengan pendidikan secara komprehensif, maka
pendidikan diharapakan mempunyai cara edukasi dialektis-tarnsformatif
26
Ibid,DBR I. Hlm. 10
70
dalam kontek sosial budaya yang senantiasa menunjukan perubahan secara
kontinum. Dalam kontek ini pendidikan perlu dapatkan sebagai sebuah
open sistem, dan bukanya close sistem,yang menutup dirinya akan tetapi
seharusnya membuka ruang dialog kultural dengan kehendak atau
kebutuhan masyarakat.
Berkaitan dengan pendidikan Islam bahwa ternyata ajaran Islam
yang bersifat universal dalam perkembanganya lebih lanjut telah
mengalami kemunduran karena umat Islam mengalami budaya taqlidisme
buta pada imam-imam madzhab, seperti Imam Syafi‟I, Hambali, Hanafi
dan Imam Maliki atau Imam-imam lain. Padahal perkembangan zaman
pada saat ini memerlukan upaya-upaya pembaharuan yang terbuka
terhadap pola-pola perkembangan kemajuan masyarakat secara kontinyu
(terus menerus).
Sementara Soekarno berkeyakinan bahwa ajaran Islam itu harus
bersifat universal dan elastis (karet). Dengan demikian, elastisitas hukum
Islam dan perubahan zaman menuntut agar paham taqlid harus ditolak.
Hukum Islam yang telah ditetapkan oleh Imam-Imam sangat mungkin
sesuai dengan dan perubahan zaman pada masanya, tetapi hukum-hukum
itu dituntut juga untuk berubah dengan perubahan zaman. Tanpa
perubahan itu masyarakat akan menjadi statis dan kaku, dengan akibat
tertinggal oleh perkembangan zaman.27
27
Syamsul Kurniawan, Pendidikan Di Mata soekarno, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2009,
hlm. 26
71
Untuk mengatasi hal tersebut diatas maka diperlukan untuk
mengedepankan dimensi rasionalitas dalam pemecahanya. Artinya
pertentangan yang terjadi pada aspek fiqh itu masih membuka ruang
dialog, akan tetapi dalam ruang theologi, ternyata sejarah membuktikan
sulit untuk dicari jalan keluarnya. Maka pertama-tama yang harus
dilakukan ataupun dikembangkan adalah dalam kerangka kognitif dalam
pendidikan umat Islam, karena proses transformasi nilai –nilai ajaran fikih
atau theologi itu tidak lepas dari internalisasi yang intern dengan
pendidikan.
Tertutupnya pintu ijtihad melahirkan sikap taqlid dikalangan umat
Islam.28
Padahal ijtihat adalah sebuah cara untuk selalu mengikuti
perkembangan yang terjadi secara terus menerus. Dr. Nurcholish madjid,
dalam tulisanya “Jalan Baru Islam” menyatakan bahwa pengalaman
traumatis kaum muslimin dengan berbagai kontraversi dan polemik yang
menghabiskan energi dan berbahaya secara politis dengan berbagai ajaran
detail agama Islam khususnya yang menyangkut hukum fiqh, selama
sembilan ratus tahun pintu ijtihad dinyatakan tertutup.29
Dan kalau ijtihad tidak akan berhasil, maka taqlid ini terus
berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka akan semakin
menurunkan peran akal sebagai salah satu hal yang sangat penting didalam
pengembangan pendidikan Islam. Soekarno menyatakan, bahwa:
“Hampir seribu tahun akal itu dikungkung. Sedjak zamanya kaum
mu‟tazilah, sedjak zamanya pahlawan-pahlawan akal, seperti Al-
28
Ibid., hlm. 27 29
Nur Kholis Majid., Op.Cit.,hlm 108
72
Kindi,al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Baja, Ibn Thufail, Ibn Rusd dan lain-
lain, maka akal tidak diperkenankan lagi. Akal jang
dipropagandakan oleh kaum mu‟tazilah itu, jang mendjadi
senjatanya kaum maha-intelek seperti “Ichwanu-us-Safa” di Basra
dengan mereka punya risalah-risalah “Rasaill-ichwa-us-Safa wa
chulanul-Wafa”,-akal itu dikutuk seakan-akan dari sjaitan datangja.
Terutama sekali setelah Abu Hasan al-As‟ayri mengembangkan
haluan sifatijah, dan mendjadi pelopor dari kehidupan rohaniah,
maka akal mendjadi terkutuklah dari ingatan ummat Islam.
As‟arisme inilah jang menjadi nada-dasar semua kehidupan rohani
Islam sampai sekarang atau paling tidak sampai bangkitnya maha
guru Djamaluddin al-Afghani, jang memulai dengan pendobrakanja
pintu penutupan akal itu. Ash‟ariisme inilah pokok pangkalnya
taqlidisme di dalam Islam.” 30
Soekarno juga menambahkan bahwa kaum intelektuil ternyata
lebih berminat untuk mengkaji Islam yang bersifat rasional-ilmiah, artinya
bahwa didalam menafsirkan teks Al-Qur‟an dan Al-Hadist harus
berkesuaian dengan fungsi-fungsi akal yang tidak terjebak oleh fikiran-
fikiran “kolot” oleh generasi tua yang tanpa disertai proses perkembangan
ke arah kemajuan zaman. Soekarno melanjutkan:
...Toh saya merasa wajib berterima kasih atas faedah-faedah
dan penerangan-penerangan yang telah saya dapatkan dari tulisan-
tulisan mereka yang rasional, modern, broadminded, dan logis itu.
Bagian fiqih terutama sekali, persatuan Islam sangat tinggi sekali
duduknya dalam simpati saya. Kalau umpamannya saya mesti
menyebutkan cacat”Persatuan Islam”, maka saya akan
katakan:”Persatuan Islam”itu neiging (cendrung) kepada sektarisme.
Alangkah baiknya kalau Persatuan Islam bisa mengenyahkan neiging
yang kurang baik ini, kalau memang benar ada neiging itu. Islam
adalah satu agama yang luas yang menuju pada persatuan manusia.31
3. Budaya Kritis-Analitis Terhadap Dunia Pendidikan Islam
Umat Islam mengalami kemunduran akibat berpedoman pada
hadist-hadist lemah, sebagaimana pernyataan Soekarno bahwa:
30
DBR I.,Op.Cit., hlm 395 31
Ibid, hlm. 346
73
“Pada ini hari semua buku dari anggitan saudara jang ada pada saja,
sudah habis saja badja. Saja ingin sekali membadja lain-lain buah
pena saudara. Dan ingin pula membadja “buchari” dan “Muslim”
jang sudah tersalin dalam bahasa Indonesia atau Inggris? saja perlu
kepada Buchari dan Muslim itu, karena disitulah dihimpunkan
hadist-hadist yang dinamakan Sahih. Padahal saja membadja
keterangan dari salah seorang pengenal Islam Bangsa Inggris, bahwa
di Buchari-pun masih terselip hadist-hadist yang lemah. Dia-pun
menerangkan, bahwa kemunduran Islam, kekunoan Islam,
kemesuman Islam, ketachayulan orang Islam, banjaklah karena
hadist-hadist lemah itu,- jang sering lebih “laku” dari ajat-ajat Al-
Qur‟an. Saja kira anggapan ini adalah benar. Berapa besarkah
kebendjanaan jang telah datang pada ummat Islam dari misalnya
hadist jang mengatakan,bahwa “dunia” bagi orang Serani, achirat
bagi orang “Muslim” atau hadist, bahwa satu djam bertafakur adalah
lebih baik daripada beribadat satu tahun, atau “hadist”, bahwa orang-
orang mukmin harus lembek dan menurut seperti unta jang telah
ditusuk hidungja!” 32
hal ini ditambah lagi munculnya Aristokrasi dalam masyarakat
Islam, Soekarno menyatakan:
“Kemudian daripada itu, djika saudara-saudara ada sedia, saja minta
sebuah risalah jang membidjarakan soal “sajid”. Ini buat saja
bandingkan dengan alasan-alasan saja sendiri tentang hal ini.
Walaupun Islam Zaman sekarang menghadapi soal yang beribu-ribu
kali lebih besar dan lebih sulit daripada soal “sajid” itu, maka toch
menurut kejakinan saja, salah satu kedjelaan Islam zaman sekarang
ini, ialah pengeramatan manusia jangan menghampiri kemusyrikan
itu. Alasan-alasan kaum”sajid”, misalnya mereka punya brosjur
“bukti kebenaran”, saja sudah badja, tetapi tak bisa mejakinkan saja.
tersesatlah orang jang mengira bahwa Islam mengenal “Aristokrasi
Islam” . Tiada satu agama jang menghendaki kesama-rataan lebih
daripada Islam. Pengeramatan manusia itu,adalah satu sebab jang
mematahkan djiwanya sesuatu agama dan ummat, oleh karena
pengeramatan manusia itu melanggar tauhid.Kalau Tauhid rapuh,
datanglah kebendjanaan.!”33
32
Ibid, hlm 326 33
Ibid, hlm 325
74
Ditambah lagi umat Islam kurang memahami kesadaran sejarah,
sebagaimana yang telah diungkap oleh Dr. Badri Yatim bahwa setelah
umat Islam mengalami kemunduran akibat faktor-faktor di atas, umat
Islam tidak segera sadar akan kemunduran tersebut, sehingga mereka tidak
segera berusaha mencari jalan keluar,kalaupun mereka mengetahui bahwa
mereka berada dalam keterbelakangan, mereka tidak dapat mengetahui
faktor apa saja yang telah menyebabkan munculnya hal tersebut.
Hal itu disebabkan para ulama‟ tidak banyak memiliki perhatian
kepada sejarah. Mereka hanya memperhatikan ilmu-ilmu yang berkaitan
langsung dengan agama dalam pengertian sempit, atau dalam istilah
Soekarno :”agama Khususi”, seperti Fiqh, hadist,tafsir, tajwid dan
sebagainya.sejarah terabaikan, paling mujur mereka mengetahui “tarich
Islam”, tetapi diambil dari buku-buku tarich Islam klasik, yang dianggap
sudah ketinggalan dari ilmu moder, dan oleh karena itu tidak “tahan” uji
dari pengetahuan modern.Padahal sejarah ini sangat penting, karena
dengan sejarah seseorang akan mengetahui ”kekuatan-kekuatan
masyarakat” yang menyebabkan kemajuan atau kelemahan yang
mendatangkan kemunduran.
Kurangnya kesadaran sejarah dan kurangnya perhatian mereka
terhadap ilmu sejarah telah menyebabkan umat Islam tidak mampu
mencari jalan keluar dari kemunduran yang telah lama mereka
derita.Dalam hal ini Soekarno berkata :
75
“Umumnya kita punya kjai-kjai dan kita punya ulama‟-ulama‟ tak
ada sedikitpun”feeling” kepada sejarah, ya boleh saya katakan
kebanyakan tak mengetahui sedikitpun dari sejarah itu.Mereka
punya minat hanya tertuju kepada”agama khususi” saja, dan dari
agana khususi ini, terutama sekali bagian Fiqh.Sejarah, apalagi
bagian lebih dalam, jakni yang mempelajari “kekuatan-kekuatan
masyarakat” yang menyebabkan kemajuanya atau kemunduranya 199
suatu bangsa.Padahal, disini, disinilah ladang penyelidikan yang
maha penting. Apa sebab mundur?apa sebab bangsa ini di zaman ini
begitu? Inilah pertanjaan-pertanjaan yang maha penting yang harus
berputar terus menerus di dalam kita punya ingatan, kalau kita
mempelajari naik turunya sejarah itu.”34
Dari pernyataan menjadi jelas bahwa Soekarno mempunyai
pemikiran pendidikan yang mengarah pada perubahan dalam diri sendiri
(individu) umat Islam serta ummat Islam secara luas untuk berani
menelaah kebenaran dalam kerangka sosiologis maupin historis untuk
menuju suatu proses “kedewasaan” berfikir sebagaimana nantinya tujuan
pendidikan akan diarahkan ke sana. Sehingga dengan demikian menurut
Soekarno pendidikan Islam harus berani dan mutlak mengikuti
pengembangan pendidikan/ pengajaran dalam dunia pendidikan, yaitu
aspek kognitif, aspek psikomotorik, dan aspek afektif yang hal ini searah
dengan pendapatnya Benyamin. S. Bloom dalam teori pengembangan dunia
pendidikan bagi peserta didik.
Dan Soekarno lebib tertarik utuk mengembangkan akal sebagai
suatu hal penting dalam proses pendidikan Islam. Adapun peryataan
Soekarno dalam hal ini adalah sebagai berikut :
“Maka apakah motor hakiki jang mengerakan aliran pengoreksian
ini? Motor hakiki dari semua “rethingking of Islam” ini ialah
34 Yatim, Soekarno ,Islam Dan Nasionalisme, hlm 119
76
kembalinja penghargaan kepada akal. Kasihan nasibnja akal –
manusia itu dizaman jang telah lampau! oleh Allah Ta‟ala ia
diberikan kepada manusia untuk mendjadi senjata jang paling dasjat
di dalam perjoaang hidup,-punja nafas.Ia dilemparkan dari
singgasananya kedjrakawartian rohani, diseret dari maghligainya
kedjrakawartian fikir, diikat, diberangus, dibungkam, ditutup ia
punja nafas, didjejalkan dengan paksa ke dalam kungkungan jang
sempit dan gelap-gulita. Diatas singgasana didudukanlah Dewa
“Keperdjajaan-sahadja”, Dewa Rein Geloof, zonder apitan jang
lain, melainkan apitanya “bila kaifa” dan “terima”. Terima
sahadja…..zonder kadjian fikiran lagi, itulah hukum-hukum baru
jang musti diperhatikan.akal, fikiran, reason, dienjahkan dari dunia
keagamaan, diganti “perdjaja sahadja”, “geelof sahadja”,”terima
sahadja”, zonder kadjian apa-apa lagi.Rasionalisme diganti “perdjaja
sahadja”. Akal diganti dengan otoritet,acktivitiet rohaniah diganti
dengan penerimaan rohaniah”35
Sebagai salah satu contoh yang dapat kita ambil sebagai
“ibrah”,tentang bagaimana Soekarno mempunyai proses untuk mengajak
pada budaya kritisisme intelektual-yang rasional pada para peserta didik
(mahasiswa), yaitu pada cara pengukuhan pemberian gelar Doktor Honoris
Causa pada bidang lapangan ilmu Tauhid di Universitas Muhammadiyah
Jakarta, beliau mengkritik pada faham asy‟arisme yang membatasi bahwa
sifat tuhan itu ada dua puluh, itu tidak mungkin, karena Soekarno
berkesimpulan bahwa hal itu membatasi existensi Allah.Berikut tentang
pernyataan Soekarno yang berkaitan dengan peristiwa tersebut.
“Nah, tadi dikatakan oleh promotor saya ,saya pernah berkata,
bahwa saya tidak setuju kepada anggapa atau ajaran Tuhan bersifat
hanya 20.ya. coba masuk pesantren-pesantren desa.saudara bukan
saja membaca kitab sifat 20.tetapi saudara haflkan ini, so sifat
daripada Tuhan. Dan saya berulang-ulang berkata Tuhan tidak hanya
bersifat 20. Tadi dikatakan oleh Prof.Baroroh Baried, sifat daripada
Tuhan itu tak terbilang,tak terhitung, without limit, limitness. Kalau
Tuhan sifanya 20,lha Tuhan itu khan terbatas. saudara-saudara, wong
35
DBR I. Op Cit., hlm 394
77
hanya 20,Dus terbatas. Padahal Tuhan tidak terbatas.Tuhan pernah
kukatakan dimana,beberapa pekan yang lalu,dengan bahasa Inggris
saya berkata wthout beginning and witout end, tidak akan ada
akhirnya, without end.Sifatnya tidak terbilang,segala sifat yang baik,
saudara-saudara,adalah dari Tuhan.Tuhan sifatnya adalah tidak
terbatas”36
“…..atau beranikah kaum yang djumud, didalam bathinja
menetapkan bahwa misalnja soal tabir soal jang sudah, soal
pendidikan pada gadis besar soal jang sudah, soal jang sudah, soal
“perempuan” pada umumnja soal jang sudah, soal agama dan
negara soal jang sudah, soal kebangsaan soal jang sudah, soal co-
educatif soal jang sudah , soal rationalisme soal jang sudah?
Ach, sekali lagi, djaganlah kita berkepala batu. Marilah kita mau
suka, ridha kepada penelahaan kembali itu. Hasilja,- itu bagaimana
nanti.Tetapi keridhaan kepada penelahaan kembali dan her-
orinntaring itulah sjarat tiap-tiap kemadjuan.”37
4. Modernisasi Pendidikan Islam Tanpa Kehilangan Identitas asalnya.
Sebelum memasuki pernyataan Soekarno tentang modernisasi,
maka lebih jelasnya penulis mencoba mengagris bawahi modernisasi yang
sedang menjadi kajian hangat para ilmuwan pada saat ini. Namun intinya
adalah bahwa modernisasi itu sangat berbeda dengan Westernisasi yang
"“Barat-Centris"”itu.
Soekarno berpendapat bahwa pendidikan Islam dalam
perkembanganya, selain memperhatikan tuntutan dinamis dari proses
perkembangan zaman, maka harus tetap memakai atau tidak melupakan
kekuatan dari Islam itu sendiri. Sehingga nuansa pendidikan Islam
mempunyai karakteristik yang berbeda dari karakteristik pendidikan tanpa
36
Bambang Noorseno, Religi Dan Religuisitas Bung Karno, Op.Cit., hlm 128
37
DBR, Op Cit, hlm 371
78
transendensi absolut terhadap Allah SWT, karena Barat tidak memiliki
kerangaka filosofis seperti Islam.
Soekarno menyatakan dengan melihat perjuangan Syaich
Jamaluddin Al-Afghani dalam memperjuangkan perubahan atau
pembaharuan Islam,bahwa:
Sampai pada wafatnya dalam tahun 1896, Seyid Jamaluddin Al-
Afghani, Harimau Pan-Islamisme jang gagah berani itu, bekerdja
dengan tiada berhentinya, menanam benih ke-Islaman dimana-mana,
menanam rasa-perlawanan terhadap pada ketamakan Barat,
menanam kejakinan, bahwa untuk perlawanan itu kaum Islam harus
“mengambil”tekniknya kemadjuan Barat, dan mempelajari rahasia-
rahasianja kekuasaan Barat. 38
Dengan demikian pendidikan harus dapat menciptakan kesadaran
(conciunes) pribadi untuk kemudian melakukan tugas-tugas khalifah di
bumi dengan tauhid/ keimanan yang kuat. Di sinilah akan terbentuk
masyarakat muslim yang sebetulnya. Dalam hal ini Dr. Badri Yatim dalam
buku “Di Bawah Bendera Revolusi”menyatakan bahwa:
“Alangkah baiknya, ia (muslim) ingat bahwa di dalam urusan
dunia, di dalam urusan statesmanship, boleh berqiyas, boleh
membuang cara-cara dulu, boleh mengambil cara-cara baru, boleh
beradio, boleh berkapal udara, boleh berlistrik, boleh bermodern,
boleh ber hyper-hyper modern, asal tidak nyata dihukum haram atau
makruh oleh Allah atau Rasul”39
Jadi umat Islam harus menyesuaikan ajaranya dengan keadaan riil
kebutuhan masyarakat mengenai kemajuan zaman yang disebut
modernisasi dengan tidak meninggalkan aslinya. Sebuah usaha meniru
38
Ibid, hlm 8 39
Badri Yatim, Soekarno ,Islam, Dan Nasionalisme, Op.Cit, hlm 126
79
Barat sebagai awal dari usaha memajukan masyarakat Islam itu, pertama
yang mendapat perhatian adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan
pendidikan”renaisance”. pedagogy, mendidik supaya bangun kembali,
itulah yang harus kerjakan kaum muda,” Ujar Soekarno.
Memajukan kaum muda pasti tidak terlepas dari upaya-upaya
(culture) , untuk mewujudkanya. Menurut M. Arkaoun bahwa usaha
modernisasi sebagai suatu bentuk tindakan kultural yang amat penting
juga dapat berlangsung dalam perangkat tradisi yang dinamis (dialogis).
Sehingga perombakan atau penyesuaian terhadap tradisi-tradisi yang ada
adalah sangat diperlukan.40
Tidak selamanya tradisi ituberbanding terbalik dengan arah
kemajuan zaman, karena pada dasarnya tradisi itu adalah berpeluan besar
dalam mengembangkan kemajuan dan perkembangan.
5. Pendidikan Islam Tanpa Dikotomi
Salah satu diskursus dalam pendidikan Islam atau pengetahuan
dalam ajaran Islam adalah masalah pengelompokan (dikotomi) antara ilmu
agama dan ilmu umum .Ilmu agama adalah yang berkaitan langsung
dengan ajaran-ajaran agama ,seperti Ilmu Al-Qur‟an, Al-Hadist, Fiqh,
Tajdwid,dan lain-lain, sedangkan ilmu umum adalah yang tidak berkaitan
langsung dengan ajaran-ajaran agama, atau biasanya disebut ilmu
keduniaan yang memang secara historis Barat lebih maju dari kawasan
dunia lainya.Dalam pernyataan Soekarno menyimpulkan :
40
Suadi Putro, 1998, Mohammed Arkaun Tentang Islam Dan Modernitas,Paramadaina
Mulya,Jakarta, hlm 45
80
“.tapi alangkah baiknja kalau toch western science disitu ditambah
banjakja.Demi Alllah “Islam Science” bukan hanya pengetahuan Al-
Qur‟an dan Al-Hadist sahadja; “Islam Science” adalah pengetahuan
Al-Qur‟an dan Al-Hadist plus pengetahuan umum! orang tidak akan
memahami betul Al-Qur‟an dan Al-Hadist, kalau tak
berpengetahuan umum”41
Bahkan Soekarno lebih tegas lagi dalam rangka pengembangan
pendidikan Islam yang tanpa dikotomis dengan penyataanaya ” Bukan
sahadja “kembali” kepada Qur‟an dan Al-Hadist, tetapi kembali kepada
Qur‟an dan Al-Hadist dengan mengendarai kendaraanja pengetahuan
umum”
Soekarno sampai pada kesimpulannya bahwa dunia Islam akan
kembali bersinar, sebagaimana yang pernah di alaminya pada enam abad
selama zaman pertengahan, jika umat Islam kembali memiliki ghirah
untuk mempelajari gejala-gejala alam, bersedia menimba Ilmu
pengetahuan sebanyak-banyaknya tentang berbagai hal. Walaupun
sepintas lalu hal itu tidak ada kaitannya dengan ilmu agama, tetapi
sesungguhnya, apa yang di pelajari tentang ilmu-ilmu itu tetap bermakna
dan tetap relevansi dengan kepentingan agama (Islam). Soekarno
mengatakan:
Saya sendiri, sebagai seorang terpelaja, barulah mendapat lebih
banyak penghargaan kepada Islam, sesudah saya mendapat
membaca buku-buku Islam yang modern dan scientifik. Apa sebab
umumnya kaum terpelajar Indonesia tak senang Islam? Sebagian
41
Dibawah Bendera Revolusi, Op.cit.,hlm 336
81
besar, ialah oleh karena Islam tak mau membarengi zaman, dan
karena salahnya orang-orang yang mempropagandakn Islam.42
6. Guru Sebagai Pemimpin Pengembangan Akal dan Jiwa Peserta
Didik.
Kepemimpinan guru bukanlah sebuah bentuk penguasaan pribadi
atas pribadi lain dalam sebuah pendidikan, tetapi mereka harus
mempratekkan pendidikan ko-intensional, dimana peran-peran antara guru
dan murid berada dalam kesetraan, atau kalau menurut Soekarno justru
Guru harus mendidik dahulu dirinya sendiri sebelum mendidik siswa,
sehingga nantinya terjadilah saling mendidik antara keduanya.
Hipotesa Freire, sebagaimana yang ditulis Deni Collis bahwa
pendidikan dan anak yang menempatkan keduanya pada posisi yang
egaliter tidaklah terletak pada asumsi bahawa guru atau pendidik selalu
berdiri pada perendahan martabat manusia sebagai objek didik, sehingga
guru menempatkan dirinya sebagai manusia yang berpengetahuan atau
denga sikap otoritanisme mengnggap dirinya yang paling tahu akan segala
hal. Dalam pandanganya Freire bahwa tidak ada pengkultusan atas pribadi
apalagi pemakaian otoritas, melainkan sebagai fasilitator. 43
Soekarno dalam pandanganya tentang pendidikan lebih tegas
menyatakan bahwa yang pertama kali melakuan kerja pendidikan adalah
guru itu sendiri (pendidik), karena ini melatih proses pendidikan yang
bersifat egaliter sebagai latihan tanggung jawab yang bernuansa lebih
tinggi, bahwa guru adalah sebagai pelopor yang pertama dalam setiap
perubahan. Soekarno Menyatakan:
“Pemimpin guru alangkah hebatnya pekerjaan menjadi pemempin
didalam sekolah menjadi guru didalam arti yang special, yakni
menjadi pembentuk akal dan jiwa anak-anak.!” Terutama sekali di
42
Ibid, hlm. 337 43
Dennis Collins, Paulo Freire, Kehidupan Karya Dan Pemikiranya, Pustaka Pelajar,
Cet.I, 1999, hlm 56
82
zaman kebagunan! Hari kemudian manusia adalah di tangan guru
itu, menjadi manusia. Kebangunan atau bukan manusia-manusia
kebangunan....tiap-tiap perguruan, di negeri mana sajadan pada apa
saja, mempunyai guru yang segalanya seperti mendapat ilham ilahi
buat menjadi guru, dan mempunyai guru yang sebenar-benarnya.44
Seorang guru harus mampu memandang jauh kedepan, perubahan
apa yang bakal terjadi di hari esok, seorang duru akan merencanakan apa
yang terbaik untuk diberikan kepada anak didiknaya. Bagaimana ia
sebagai motivator, memotivasi anak didikanya agar penuh semangat dan
siap menghadapi serta menyongsong perubahan hari esok. Tentunya ia
sekaligus sebagai pelaksana dari rencana tersebut dan akan
memepertanggung jawabakannya.
7. Memasyarakatkan Budaya Membaca Buku Sebagai upaya
Peningkatan Pendidikan Islam.
Soekarno layak di sebut pemikir karena bung karno juga menulis . di
awal ia menulis untuk majalah Oetoesan Hindia dengan nama samaran .
tulisannya banyak memunculkan perdebatan di kalangan aktivis gerakan
dan para penulis lainnya. Waktu itu, Dr. Douwes Dekker, berbicara
“Tuan-tuan, saya tidak menghendaki digelari oleh seorang veteran,
sampai saya masuk keliang kubur saya ingin menjadi pejuang untuk
Republik Indonesia. Saya telah berjumpa dengan pemuda Soekarno.
Umur saya semakain lanjut dan bilamana datang saya saat mati, saya
sampaikan pada tua-tuan bahwa adalah kehendak saya supaya
Soekarno menjadi penganti saya...anak muda ini akan menjadi „juru
selamat dari rakyat indonesia di masa yang datang.45
44
Op Cit, DBR I, hlm. 612 45
Nurani Soyomukti, Soekarno, Visi Kebudayaan dan Revolusi Indonesia, AR-RUZZ
MEDIA, Yogjakarta, 2010, hlm,122
83
Kemudian masa-masa penjara dan pengasingan adalah tahun-tahun
pendidikan. Ia terus membaca dan membaca. Tetapi, ia paling
mengiginkan buku-buku sosialisme, revolusi dan buku-buku agama Islam,
buku yang akan memberi pandangan tentang kehidupan. Dalam buku “Di
Bawah Bendera Revolusi” dalam “surat-surat dari endeh” tertanggal surat
bulan Juli 1935 Soekarno mempunyai keinginan yang kuat untuk
mengembangkan dunia atau minat membaca umat Islam, apalagi yang
berkenaan dengan masalah-masalah hukum dan perkembangan masyarakat
/sosial. Dalam keadaan bagaimanapun membaca itu diperlukan, bahkan
sampai dala penjara sekalipun. Hal ini sesuai dengan pernyataanya:
“Saja masih terus studi Islam, tetapi saja kekurangan perpustakaan,
semua buku-buku sudah saja “termakan” pada saja. Maklum,
pekerdjaan saja sehari-hari, sesudah djabut-djabut rumput dikebun,
dan disampingja “mengobrol” dengan anak binik buat
mengembirakan mereka, ialah membadja sahadja. berganti-ganti
membadja buku-buku ilmu pengetahuan sosial dengan buku-buku
jang mengenai Islam, jang belakang ini dari tanganja orang Islam
sendiri di Indonesia atau diluar Indonesia dan dari tanganja kaum
ilmu pengetahuan jang bukan Islam”.46
Sejak belia, bung karno lari kedunia pemikiran dan dunia sejarah
orang-orang besar melaluin cerita yang diperoleh dari ceramah pak cokro
dan dari membaca buku, inilah yang menyebabkan dirinya percaya diri
dan meniru orang-orang besar. Kelak, pada 1966, menjelang
keruntuhannya dari kekuasaan kepresidenan, bung karno mengakui tentang
kondisi masa kecilnya bahwa:
46
DBR, Op.Cit, hlm 328-329
84
“....tatkala masih muda, masih amat muda sekali, bahwa saya miskin
dan oleh karena saya miskin, maka demikianlah saya ucapkan: “saya
tinggalkan This material word. Dunia jasmani sekarang ini tidak
memberi hiburan dan kepuasan kepada saya, oleh karena saya
miskin.”
.....saya meningalkan dunia yang material ini, saya masuk di dalam
World of the mind. Dunianya alam cipta, dunia khayal, dunia pikiran.
Dan telah sering saya katakan, bahwa didalam World of the mind itu,
disitu saya berjumpa dengan orang-orang besar dari segala bangsa
dan segala negara. Di dalam World of the mind saya berjumpa
dengan nabi-nabi besar, di dalam World of the mind itu saya
berjumpa dengan ahli falsafah, ahli falsafah besar. Di dalam World
of the mind saya berjumpa dengan pemimpin-pemimpin besar
bangsa yang besar, dan di dalam World of the mind itu saya
berjumpa dengan pejuang-pejuang kemerdekaan yang berkaliber
besar.47
Dengan demikian bahwa sangatlah penting sekali membaca buku
untuk membuka cakrawala dunia, untuk menguasai dunia harus di mulai
dengan hal yang kecil, tetapi berefek besar yaitu dengan membaca buku
bisa merubah dunia.
D. PENGERTIAN DAN LANDASAN NATION AND CHARACTER
BUILDING MENURUT IR. SOEKARNO
1. Nation and Character Building
Pada tanggal 1 Juni 1945 Soekarno menyampaiakan pidato yang di
kenal dengan hari pancasila, yang menerangkan perbedaan negara
Indonesia dengan negara yang lain, yang terletek hanya lah dalam
perjuangannya dan bagaimana mendirikan negara yang di bangun
berdasarkan Nation and character building. Soekarno mengatakan:
Kita mendirikan satu Negara Kebangsaan Indonesia
47
Op Cit, Soekarno, Visi Kebudayaan dan Revolusi Indonesia, hlm 130
85
Saya minta, saudara Ki Bagoes Hadi koesoemo dan saudara-saudara
Islam lain: maafkan saya memakai perkataan “Kebangsaan”ini!saya
pun orang Islam. Tetapi saya minta kepada saudara-saudara,
janganlah saudara salah paham jikalau saya katakan bahwa dasar
pertama buat Indonesia adalah dasar kebangsaan. Itu bukan berarti
satu kebangsaan dalam arti yang sempit, tetapi saya menghendaki
satu national staat, seperti saya katakan dalam rapat di Taman Raden
Saleh seberapa hari yang lalu. Satu national staat Indonesia bukan
berarti staat yang sempit. Sebagai Ki Bagoes Hadikoesoemo katakan
kemarin, maka tuan adalah orang bangsa Indonesia, datuk-datuk
tuan, nenek moyang tuanpun bangsa Indonesia. Di atas satu
kebangsaan Indonesia, dalam arti yang dimaksudkan oleh saudara Ki
Bagoes Hadikoesoemo itulah, kita dasarkan negara Indonesia.
Satu national staat! Hal ini perlu diterangkan lebih dahulu, meski
saya di dalam rapat besar di Taman Reden Saleh sedikit-sedikit
sudah menerangkannya, marilah saya terangkan lebih jelas dengan
mengambil tempo sedikit: apakah yang dinamakan bangsa? Apakah
syaratnya bangsa?
Menurur Ernest Renan syarat bangsa ialah”le desir d‟entre
ensemble”, yaitu Kehendak akan bersatu”.
Kalau kita lihat difinisi orang lain, yaitu Otto bauer, di dalam
bukunya “Die Nationalitatenfrage”disitu ditanyakan:“Was ist eine
Nation?”dan jawabanya ialah: “Eine Nation ist eine
Schiksalgemeinschaft erwachsence Charactergemeinschaft”. Inilah
menurut Otto Bauer satu Natie. (Bangsa adalah satu persatuan
perangai yang timbul karena persatuan nasib).
Orang yang tempat tidak dapat dipisahkan! Tidak dapat dipisahkan
rakyat dari bumi yang ada di bawah kakinya. Ernest Renan dan Otto
Bauer hanya melihat orangnya. Mereka hanya memikirkan
“Gemeinschaft”-nya dan perasaan orangnya, “I ame et le desir”.
Mereka hanya mengigat bumi yang di diami manusia itu. Apakah
tempat itu? Tempat itu yaitu tanah air. Tanah air itu adalah satu
kesatuan. Allah SWT. Membuat peta dunia, kita dapat menunjukan
di mana “Kesatuan-kesatuan” di situ.48
Soekarno di dalam bukunya Dibawah Bendera Revolusi mengatakan
Nation and Character Building sebagai wujud revolusi:
Saudara-saudara! Kita sekarang ini, sebagai sudah sering saja
katakan dalam pidato-pidato, berada dalam tingkatan kedua daripada
Revolusi kita, jaitu “Nation building”. Tingkatan membina natie,
48
Pramoedya Anan Toer, Kronik Revolusi Indonesia, Jilid I, KPG (Kepustakaan Populer
Gramedia), Jakarta, tanpa tahun, hlm 314,317
86
tingkatan membina bangsa. Perdjoangan membebaskan Irian Barat
merupakan satu fundamentil daripada Nation bulding kita, bahkan
djuga satu dasar fundamentil Character building Indonesia. Sedjak
dulu mula kita menjubur-njuburkan karakter-tulen kepada bangsa
Indonesia, djauh daripada opportunisme, djauh daripada djiwa
pendjiplak, djauh daripada Sklavengeist, atau djiwa budak-belian
jang tidak mengenal kehormatan. kalau belakangan ini ada seorang
moralis-politikus berkata”A nation with character is worth to ive for,
is worth to sacrifice for”, “satu bangsa jang berkarakter pantas kita
sadjikan hidup dan korbanan kepadanja”, maka kita telah mentjam-
mentjam keagungan-djiwa jang demikian itu kepada Rakjat
Indonesia djauh sebelum “Sturm Uber Asien” menderu-deru
diangkasa Timur! Itulah sebabnja kita membantu perdjoangan lain-
lain bangsa jang menentang koloniaalisme, dengan tidak
memperdulikan bangsa itu apa warna kulitnja atau apa tjorak
agamnja.49
Bagaiamana pun konsep kebangsan ini dinamis adanya. Dalam
kedinamisannya, antar-pandangan kebangsaan dari suatu bangsa dengan
bangsa lain saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Dengan benturan
budaya dan kemudian bermetamorgosa dalam campuran budaya dan
sintesannya, maka derajat kebangsaan suatu bangsa menjadi dinamis dan
tumbuh kuat dan kemudian terkristalisasi dalam kebangsaan.
Soekarno mampu membuktikan fahamnya untuk menyatukan
seluruh element bangsa Indonesia. Tentu lement-elemnet masyarakat
tersebut berasal dari latar belakang sosial, ekonomi, agama yang berbeda-
beda Mengenai pemikiran Soekarno tentang politik nasional ataupun
mengenai pendidikan. Walaupun pendidikan selalu berganti kebijakan,
pada intinya tujuan pendidikan di masa kepemimpinan Presiden Soekarno
mengarah pada penanaman jiwa Nation and Character Building. Hal ini
49
Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi, Panitya Penerbit Dibawah Bendera Revulusi,
Jakarta, 1964, hlm. 300 dan hlm 498
87
dapat dilihat pada salah satu isi penentapan Presiden RI nomor 19 tahun
1965 berbunyi :
“Pendidikan Nasional ialah Pendidikan Bangsa (Nation and
Character Building) yang membina suatu bangsa yang mampu atas
tanggung jawab sendiri menyelesaikan revolusinya, tahap demi
tahap, dengan pengertian bahwa agama adalah unsur mutlak dalam
rangka Nation and Character Building sesuai dengan ketetapan
MPRS tahun 1960.”50
Kemudian di tegaskan juga melalui resolusi MPRS
No.III/Res/MPRS/1966 di tetapkan dalam pasal-pasalnya mengenai
pembinaan kesatuan bangsa, dimana pendidikan harus mengintensifkan
pendidikan agama sebagai unsur mutlak National dan Character Building
di semua sekolah dan lembaga pendidikan dengan memberikan
kesempatan yang seimbang.51
Pengertian tentang rasa dan wawasan kebangsaan tersebut diatas
sebenarnya merupakan pandangan generik yang menjelaskan bahwa rasa
dan wawasan lahir dengan sendirinya di tenga ruang dan waktu seseorang
dilahirkan. Tidak salah bila pandangan generik itu mengemukakan
pentingya menumbuhkan semangat pejuangan, rasa kebanggaan atas bumi
dan tanah air dimana seseorang dilahirkan dan sebagainya.
50
Syaifudin, Tan Malaka (Merajut Masyarakat dan Pendidikan Indonesia yang Sosialistis,
Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2012, hlm. 33 51
Tim Penulis Sejarah Indonesia, Sejarah Nasional Indonesia, Jilid VI. PT. Balai Pustaka
(Persero), Jakarta, 2009, hlm 556
88
a). Kondisi Pindidikan Masyarakat
Masyarakat merupakan sebuah anasir nation and character
building mempunyai tingkat keragaman dalam kehidupan sosial manusia
sudah sangat umum diketahui. Sebagian masyarakat terorganisir secara
sederhana dan kecil, sementara sebagian lain besar dan sangat kompleks.
Sebagian masyarakat menopang kehidupannya dengan berburu dan
meramu, atau bertani, sementara yang lain menggantungkan diri kepada
industri modern.
Soekarno membagi sejarah pergerakan nasional Indonesia dengan
mengamati perkembangan di Indonesia menjadi lima periode : Zaman
perintis (1908-1927), Zaman penegas (1927-1938), Zaman Pencoba (1938-
1942), Zaman Pendobrak (1942-1945), dan Zaman pelaksana (1945-
Sekarang).52
a. Pendidikan Pada Masa Pemerintahan Kolonial Belanda
Penjajah Belanda dalam perjalanan sejarahnya menunjukkan
bagaimana ia menerapkan kebijakan pendidikan yang diskriminatif
dan menghalangi pertumbuhan pendidikan lokal masyarakat yang
sudah ada. Pada 1882, Belanda membentuk pristerraden yang
mendapat tugas mengawasi pengajaran agama di pesantren-
pesantren. Pada 1925, Belanda mengeluarkan peraturan bahwa orang
yang akan memberi pengajaran harus minta izin dulu. Terbit pada
tahun 1925, goeroe-ordonntie. Yang menetapkan bahwa para kiai
52
Op Cit, Badri Yatim, hlm 20
89
yang akan memberi pelajaran, cukup memberitahukan kepada pihak
Belanda. Peraturan-peraturan itu semua merupakan rintangan
perkembangan pendidikan yang diselenggarakan oleh para pengikut
agama Islam.53
Komisaris Jenderal pada masa tersebut cukup
menaruh perhatian di bidang pendidikan. Terbukti setelah beberap
waktu berselang dari proses serah terima daerah jajahan dari pihak
Inggris ke pihak Belanda, ia menunjuk CGC Reinwardt sebagai
Direktur Pengajaran.
Pada tahun terakhir di masa pemerintahannya, dikeluarkan
peraturan persekolahan yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai
pengawasan dan penyelenggaraan pengajaran. Sayangnya, ide-ide
Daendels pada masa sebelumnya yang ingin memperluas
kesempatan memperoleh pendidikan bagi penduduk jajahan tidak
dilanjutkan pada masa ini. Hal tersebut sangat jelas karena dalam
ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan pada masa ini sangatlah
sedikit yang membahas masalah pengajaran untuk penduduk jajahan.
Salah satunya adalah peraturan umum tentang pendidikan sekolah
yang berisi bahwa pendidikan hanya untuk orang Belanda saja.
Secara tegas, tujuan pendidikan selama periode kolonial
Belanda memang tidak pernah dinyatakan, tetapi dari uraian-uraian
di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan pendidikan antara lain
53
Rifa‟i, Muhammad. Sejarah Pendidikan Nasional Dari Masa Klasik Hingga Modern.
Jogjakarta:2011, Ar-Ruzz Media, hlm. 56
90
adalah untuk memenuhi keperluan tenaga buruh kasar kaum modal
Belanda, di samping ada sebagian yang dilatih dan dididik untuk
menjadi tenaga-tenaga administrasi, tenaga teknik, tenaga pertanian,
dan lain-lain yang dianggap sebagai pekerja-pekerja kelas dua atau
kelas tiga.
Menurut Ki Hajar Dewantara dalam salah satu pidatonya
mengatakan bahwa Politik Etis penjajah sepertinya akan lunak
dengan kemajuan pendidikan pribumi, tetapi tetap saja pola
kebijakan pendidikan kolonial tersebut menunjukkan sifat
intelektualis, alitis, individualis dan materialis.
b. Pendidikan Pada Masa Pemerintahan Pendudukan Jepang
Meski zaman pendudukan Jepang di bumi Nusantara sangatlah
singkat, tetapi pengaruhnya bagi perkembangan dunia pendidikan di
Indonesia sangatlah besar. Tujuan pendidikan pada masa itu telah
disisipi misi Nipponisasi dan juga upaya-upaya pemberdayaan
bangsa Indonesia untuk membantu kepentingan perang Jepang. Misi
tersebut dilakukan dengan mendekati tokoh-tokoh kiai yang menjadi
panutan umat Islam agar dapat dijadikan sandaran politik mereka.
Pertemuan antara 32 ulama gerakan Gunseikan pada 7 Desember
1942 berisi tukar pendapat mengenai ke-Islam-an dan komitmen
Jepang untuk melindungi adat dan agama Islam, tidak mencampuri
lembaga keagamaan bahkan diperkenankan secara resmi untuk
meneruskan pekerjaannya, serta memberi kedudukan yang baik pada
91
mereka yang telah mendapatkan pendidikan agama tanpa membeda-
bedakannya dengan golongan lain54
.
Bangsa Jepang muncul sebagai negara kuat di Asia. Ketika
kondisi dunia saat terjadi perang, Jepang tak tinggal diam dan
menampilkan diri ikut dalam peperangan tersebut. Jepang
mendapatkan prestasinya ketika menghadapi Rusia. Jepang bercita-
cita besar, yaitu menjadi pemimpin Asia Timur Raya dan berhasil
menakhlukkan Belanda yang telah lama menjajah Indonesia.
Sekolah-sekolah yang ada di zaman Belanda diganti dengan sistem
Jepang. Selama Jepang menjajah Indonesia, hampir sepanjang hari
hanya diisi dengan kegiatan latihan perang atau bekerja. Jika ada
kegiatan-kegiatan sekolah, hal tersebut tidak jauh dengan konteks
Jepang sedang berperang.
C. Pendidikan Pada Masa Awal Kemerdekaan Indonesia
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17
Agustus 1945, perubahan-perubahan tidak hanya terjadi dalam
bidang pemerintahan saja, tetapi juga dalam bidang pendidikan.
Perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan merupakan
perubahan yang bersifat mendasar, yaitu perubahan yang
menyangkut penyesuaian kebijakan pendidikan dengan dasar dan
cita-cita suatu bangsa yang merdeka dan negara yang merdeka.
54
Assegaf, Abd. Rachman. Politik Pendidikan Nasional: Pergeseran Kebijakan Pendidikan
Agama Islam dari Praproklamasi ke Reformasi. Yogyakarta: Kurnia Kalam. 2005,hlm. 23
92
Untuk mengadakan penyesuaian dengan cita-cita bangsa Indonesia
yang medeka itulah, bidang pendidikan mengalami perubahan,
terutama dalam landasan utamanya, tujuan pendidikan, sistem
persekolahan, dan kesempatan belajar yang diberikan kepada rakyat
Indonesia .
Pada masa peralihan antara tahun 1945-1950, bangsa Indonesia
mengalami kesusahan di berbagai bidang, mulai dari sosial,
ekonomi, budaya, politik, dan pendidikan. Namun, tekad bangsa
Indonesia sudah bulat dengan adanya Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945 untuk menata kehidupan bersama, berbangsa,
mencapai kemakmuran dan kesejahteraan, lepas dari penindasan.
Salah satu sasaran dan caranya adalah dengan memajukan dunia
pendidikan untuk mencerdaskan rakyat Indonesia.
Pada masa awal-awal kemerdekaan Indonesia, situasi politik
belum stabil hingga menyebabkan terjadinya perubahan pada
kelembagaan pendidikan Indonesia. Pada awal kemerdekaan
pemerintah Republik Indonesia (RI) telah membentuk kementerian
yang mengurus dunia pendidikan disebut sebagai “Kementerian
Pengajaran.” Ketika terjadi agresi Belanda, Kementerian Pengajaran
ditempatkan di Surakarta, pemindahan tersebut terjadi pada Januari
1946. Pada waktu itu juga nama kementerian diubah menjadi
93
“Kementerian Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan” atau yang
disingkat menjadi Kementerian PP dan K.55
Lebih dari itu, ketika Belanda menyerang pada Desember
1948, banyak kantor kementerian dipindahkan, termasuk
Kementerian PP dan K. Waktu itu organisasi kementerian berjalan
sebagaimana mestinya dan terkenal dengan sebutan “Kementerian
Gerilya.” Ketika sudah pulih, maka pada Juni 1949, Kementerian PP
dan K dipindah lagi dari Surakarta ke Yogyakarrta dan dibentuk tiga
jawatan baru: Jawatan Inspeksi Pengajaran, Jawatan Pendidikan
Masyarakat, dan Jawatan Kebudayaan. Pada awal masa
kemerdekaan itulah, dan juga tahun-tahun menjelang proklamasi
kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, seorang tokoh pergerakan
nasional dan pejuang pendidikan yang besar sekali perannya adalah
Ki Hadjar Dewantara. Sekarang tanggal kelahirannya, 2 Mei
diperingati sebagai hari Pendidikan Nasional sebagai bentuk
penghormatan dari pemerintah dan masyarakat Indonesia kepada
beliau yang telah begitu besar jasanya dalam meletakkan dasar
pendidikan nasional. Sumbangannya bagi Indonesia, terutama dalam
dunia pendidikan adalah hadirnya Perguruan Taman Siswa dengan
substansi ideologis kebangsaan, keindonesiaan dan kerakyatan.
Gagasan dan pemikiran Ki Hadjar tentang pendidikan dan
55
Sjamsudin. Sejarah Pendidikan di Indonesia. Jakarta: 1993, Depdikbud, Direktorat
Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. Hlm. 9
94
kebudayaan sampai sekarang masih selalu dikaji dan dianggap
relevan diimplementasikan dalam sistem pendidikan nasional. Salah
satunya adalah prinsip Tut Wuri Handayani yang menjadi semboyan
resmi dari implementasi sistem pendidikan nasional.56
Pendidikan yang digagas oleh Ki Hadjar adalah pendidikan
yang nir-paksaan. Ia menyatakan bahwa istilah opvoeding atau
pedagogiek sebenarnya tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa
kita secara tepat. Istilah yang hampir mendekati adalah momong,
among dan ngemong. Di Taman Siswa kemudian dikenal dengan
sistem Among sebagai dasar pendidikannya.57
Caranya tidak dengan memaksa, seorang guru baru diharuskan
mengintervensi kehidupan si anak ketika memang si anak tersebut
salah. Dalam sistem Among inilah familiar metode Ing Ngarsa Sung
Tuladha (bila berada di depan harus dapat memberi contoh), Ing
Madya Mangun Karsa (bila di tengah-tengah harus dapat memberi
gagasan yang mendorong kemajuan), dan Tut Wuri Handayani
(ketika di belakang harus dapat memberikan dukungan atau
dorongan).
Baru setelah Indonesia merdeka sebagai negara bangsa,
dimulai penyiapan tahapan kedua revolusi sosialisme Indonesia
56
Tim Kreasi LKM UNJ, Restorasi Pendidikan Indonesia, Menuju Masyarakat terdidik
Berbasis Budaya, Yogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2011, hlm 78 57
Subkhan, Edi. Ki Hajar Dewantara Peletak Dasar Pendidikan Indonesia, Taman Siswa, ,
Taman Siswa, Yogyakarta, 2010. Hlm. 21
95
dengan cara memerdekaan masing-masing indivindu dari bangsa
Indonesia dari kemiskinan dan, kebodohan. Itu sebabnya bisa
dipahami Soekarno di samping gandrung akan persatuan dan
kesatuan, Soekarno juga tergila-gila dan selalu memprioritaskan
program nation and character building.58
b). Transformasi Sosial Budaya Menuju Nation and Charakter Building
Indonesia
Melihat realitas sosial budaya bangsa Indonesia Ir. Soekarno
berfikiran pada format bangsa yang ideal menurut beliau, Dari konsep
Nation and Charakter Building yang dimaksud pada prinsipnya
membentuk tatanan masyarakat yang berkebudayaan berlandaskan budi
hati nurani dan ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan tujuan
membentuk masyarakat yang adil, makmur berkesejahteraan, yang
didalamnya masyarakat saling gotong-royong bekerja untuk mencapai
tujuan nasional tersebut.
Menurut Soekarno, sejarah memiliki makna penting dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara untuk memahami identitas diri dan
jiwa bangsa soekarno menyebutnya dengan istilah nation and character
buliding hal ini ia pertegas dalam pidato jas merah sesungguhnya toh
bahwa membangun suatu bangsa, membangun ekonomi, membangun
58
Op Cit, Wang Xiang Yun, hlm. 18
96
pertahanan, membangun pendidikan adalah pertaman-tama adalah
membangun jiwa bangsa.59
Ide Nation and Character Building Indonesia yang diharapkan
mampu menjadi landasan nasional dalam membangun bangsa ini. Adapun
dalam mewujudkan ide tersebut Ir. Soekarno telah memformulasikan
ajarannya pada konsep Panca Azimat Revolusi yang berisikan pada
Nasakom, Pancasila, Manipol/USDEK, Trisakti, Berdikari. Secara implisit
ajaran tersebut berisikan pada :
pertama,rasa persatuan dan kesatuan didalam masyarakat
Indonesia, agama, suku, ras, dan kebudayaan
Kedua, kepribadian bangsa diejawentahkan dalam dasar negara,
ketiga, kebijakan pemerintah tentang pembangunan manusia
seutuhnya, keempat, ekonomi sebagai bentuk kekuatan yang paling
mendasar dari bangunan bangsa, perilaku politik negara dan
karakter bangsa sebagai identitas,
kelima, kerjasama diantara negara-negara yang seide, senasib dan
berkeinginan untuk membangun bangsa yang tidak tergantung
terhadap bangsa kapitalis.
Dari semua konsep tersebut Ir. Soekarno mendasarkan ide Nation
and Character Building Indonesia yang harus dilakukan antara
pemimpinan bangsa bekerjasama dengan seluruh rakyat Indonesia.
59
Hendri Mahendra, Catatan Jas Merah, Majalah INOVASI UIN Malang, Edisi XXVIII,
November 2011
97
2. Latar belakang munculnya Nation and Character Building
a. NASAKOM
Awal abad XXI merupakan tonggak sejarah mengkristalnya aliran-
aliran dalam politik nasional sebelum kemerdekaan. Aliran-aliran ini
merasuk dalam sikap, perilaku dan tujuan masing-masing golongan untuk
mewujudkan cita-citanya. Di dalam realitas ini Ir. Soekarno ada tiga aliran
yang sangat dominan yaitu: Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme.
Ketiga-tiganya saling menunjukkan esistensi dan platform gerakan,
disamping membentuk karakter masyarakat pengikutnya.
Soekarno dalam menulis sebuah artikel panjang di Indonesia Muda
dengan judul “Nasionalisme, Islam, dan Marxisme” pokok-pokok
pemikiran yang di tuangkan dalam tulisan itu adalah bahwa gerakan
Marxis dan nasionalis di Indonesia berasal dari satu dasar yang sama, yaitu
hasrat kebangsaan untuk melawan kapitalisme dan imperialisme Barat.
Dalam artikel tersebut ia berpendapat bahwa ketiga aliran tersebut dapat
bersatu dalam perjuangan melawan musuh utama.60
Ir. Soekarno melihat tiga aliran tersebut mempunyai potensi konflik
tinggi apabila tidak bersatu, sedangkan persatuan tonggak utama dalam
mencapai kemerdekaan. Dalam hal ini Ir. Soekarno menegaskan persatuan
ketiga aliran tersebut, hal ini terungkap dalam Nasakom. Ir. Soekarno
berpendapat:
60
Op Cit, DBR, hlm 2
98
“Mempelajari, mencari hubungan antara ketiga sifat itu
membuktikan bahwa tiga haluan ini dalam suatu negeri jajahan tak
guna berseteruan satu sama lain, membuktikan pula bahwa ketiga
golongan ini bisa bekerja bersama-sama menjadi satu gelombang
maha besar, dan maha kuat satu ombak taufan yang tak dapat
ditahan terjangnya, itulah kewajiban yang kita semua harus
memikulnya.”.61
Dilihat dari tujuan penulisan artikel itu, maka ide persatuan itu
mungkin lebih tepat di maksukkan dalam katagori asas perjuangan .
namun tulisan itu merupakan cikal bakal dari ide nasionalisme yang akan
dirumuskan Soekarno. Walaupun Sekarno tidak mengiginkan seorang
nasionalis berubah menjadi Islam dan Marxsis, atau seorang Marxsis
berbalik menjadi nasionalis atau Islamis-karena persatuan yang
dimaksudkannya adalah kerukunan, persatuan antara ketiga golongan. Di
mana ketiga aliran tersebut bersepakat dalam hal kemerdekaan, persamaan
dan persaudaraan, sama-sama bersifat sosialistis dan sama-sama anti
imperialis dan kapitalis. Hal-hal tersebutlah yang memungkinkan ketiga
aliran tersebut, menurut Soekarno dapat bersatu di samping adanya
persamaan nasib, sama-sama terjajah, tidak merdeka, tertindas dan lain
sebagainya.62
Walaupun menjalankan kewajiban tersebut berat akan tetapi hal ini
sangat mulia, kita tidak bisa menentukan, tetapi kita harus berusaha,
berikhtiar,berdaya upaya menjalankan kewajiban ikut mempersatukan
gelombang ketiganya. Sebab persatuanlah yang akan membawa kearah
terkabulnya impian kita. Kalau kita melihat aliran tersebut apakah mampu,
61
. Ibid, hlm 2. 62
Op,Cit, Badri Yatim, hlm, 88
99
apakah bisa dan apakah mungkin ketiganya bersatu dalam satu gerakan
untuk mencapai cita-cita yang sama?
Jawabannya adalah selagi manusia itu mempunyai niat dan berusaha
maka Tuhan akan memberi jalan, oleh sebab itu kita lihat kemungkinan
dari ketiganya itu bisa bersatu. Adapun kemungkinan tersebut:
Pertama, adanya keinginan hidup menjadi satu. Bahwa mereka
dengan kaum nasional merasa satu golongan, satu bangsa. Bahwa segala
pihak dari pergerakan baik nasionalis maupun Islam maupun marxis
beratus-ratus tahun ada ”Persatuan hal ihwal”, senasib tak merdeka dio
dalam bangsa Indonesia.
Kedua, merasa satu golongan. Dari persatuan tersebut diatas maka
inilah yang menimbulkan rasa segolongan itu. Betul rasa segolongan ini
masih membuka perselisihan satu sama lain, tetapi jalan menuju
persahabatan dan persatuan bisa kita capai. Ketiga, bekerjasama untuk
mencapai tujuan nasional. Dengan semangat persatuan, rasa satu golongan
diantara ketiga aliran itu bahu membahu, bergotong royong dengan
maksud yang sama untuk menegakkan keadilan demi tercapainya
masyarakat merdeka, makmur dan berkesejahteraan.
Soekarno sebagai pemikir yang sangat di pengaruhi oleh tradisi
Jawa, tidak saja menunjuk pemikirannya dalam tulisan “Nasionalisme,
Islam, Marxisme” ataupun pada pemikiran pancasilanya, namun juga pada
citra pewayangan, baik mengenai situasi-kondisi politik maupun sebagai
perannya sendiri. Dalam pidato-pidatonya Soekarmno menggambarkan
100
perjuagan nasional sebagai perjuangan kaum sini dan sana, antara pendawa
dan kurawa atau dalam realita antra yang dijajah (Pandawa) dan yang
menjajah (Kurawa).
Soekarno sendiri mengambarkan dirinya sebagai bima atau
gatotkaca, yang mendoprak atau diluar sistem baik feodal maupun
kolonial, yakni sang jago. Citra wayang, khususnya para pahlawan dalam
kisah-kisah mahabarata, khususnya lagi tokoh-tokoh seperti bima dan
gatotkaca, diambil oleh Soekarno unuk menarik perhatian rakyat
kepadanya, menyadarkan perjuangan antara rakyat mengenai keadaan
mereka antara rakyat yang dijajah anatara pendawa yang harus merebut
tahta dari kurawa. Di mana Soekarno menyadarkan rakyat dengan bahasa
wayang dan berkesan dan mengesankan diri sebagai ratu adil. Karena
sudah lama rakyat menunggu datangnnya Ratu Adil, yang bisa
menyelesaikan semua persoalan sosial, ekonomi, dan masyarakat.63
Mao Tse Tung dari cina adalah seorang Revolusioner yang prinsip-
prinsip dasarnya tidak bisa di tawar-tawar, juga Mahatma Gandhi dari
India bersikap demikian, sedangkan Soekarno sebagai seorang pemimpin
menyesuaikan diri dengan keadaan. Misalnya dalam pidato klasiknya
mengenai Pancasila ia mengatakan bahwa kalau kaum muslimin
menghendaki Negara Islam maka mereka harus meyakinkan bagian
terbesar rakyat Indonesia pada Islam, demikian juga kaum kristen
63
Bernhard Dahm, Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan, LP3ES, Jakarta, 1987 hlm 3
101
menghendaki negara Kristen maka mereka harus meyakinkan sebagian
sebagian besar masyrakat Indonesia untuk menjadi Kristen. 64
b. PANCASILA
Sejarah bangsa Indonesia yang menjalani pasang surut dalam
perjalanannya yang sampai sekarang dalam badai keterpurukan,
secepatnya harus berbenah diri, berevolusi untuk kembali kepandangan
hidup bangsa Indonesia. Pada intinya pandangan hidup/landasan dasar
kehidupan bangsa Indonesia berakar dari jati diri bangsa sendiri, yang
tidak mengadopsi dan tidak menjalankan landasan dasar bangsa lain. Way
of life bangsa Indonesia itu sudah termaktub didalam dasar negara kita
yaitu Pancasila, dalam esensinya merupakan intisari dari pola kehidupan
bangsa Indonesia yang sengaja digali dan diformulasikan untuk mencapai
tujuan masyarakat Indonesia. Tata tantrem, kerta raharja, gemah ripah,
lojinawi (artinya negaranya adalah teratur, tentram, orang bekerja aman,
orangnya ramah-ramah, berjiwa kekeluargaan dan tanahnya subur).65
Sosialisme Indonesia yang merupakan perwujudan dari kepribadian
Indonesia itu bercorak gotong royong yang dalam pandangan Soekarno
adalah:
...Perbantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama,
perjuangan bantu binantu bersama, amal semua, buat kepentingan
semua, keringat semua buat kebahagian semua. “Holopis kuntul
baris” buat kepentingan bersama.
64
Ibid, hlm 4 65
Op Cit, Badri Yatim, 100
102
Dalam gotong royong ini tidak seorang manusia pun dianggap
lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain. Semua peserta gotong royong
mempunyai kedudukan Sama tinggi, sama rendah, sama hak dan
kewajiban dalam suasana persaudaraan di dalam lingkungan kekelurgaan.
Pentingnya gotong royong ini dapat di lihat dari konsep Soekarno, di mana
ia melihatnya sebagai Eka-Sila yang di peras dari Pancasila.66
Fenomena sekarang telah membuktikan tentang arti pentingnya
sejarah, sejarah masa lalu yang didalamnya banyak mengandung hikmah
dan pelajaran yang berharga telah kita tinggalkan. Ir. Soekarno mengutip
kata bijak pemikir Inggris, Thomas Carlyle: “Orang belajar sejarah agar
bijak sebelumnya. Sampailah jalannya pemikiran, apa yang harus
dilakukan oleh generasi sekarang, bukan saja tidak menghindari sejarah,
tidak pula sekedar meninggalkan sejarah, tetapi berdialog dengan
sejarah.”67
Belajar sejarah, mendalami dan menarik pengalaman dari
pelajarannya lebih bijak sebagai bangsa karena tidak membebek begitu
saja melainkan belajar sejarah secara mendalam dan secara kritis.
Para pelajar dan tokoh masyarakat yang sadar dan serta mengetahui
nasib masyarakat mulai berfikir untuk melepaskan diri dari nestapa ini,
kemiskinan, kebodohan dan ketertindasan masyarakat inilah yang untuk
pertama kalinya menumbuhkan benih-benih nasionalisme dalam
pengertian modern. Namun bentuk nasionalisme Indonesia pada mulanya
masih merupakan nasionalisme kultural, dan masih keterbatasan perhatian
66
Op Cit, DBR, hlm. 383 67
. Harian Kompas , I Juni 2013, hlm 1 kolom 1.
103
dan pada usaha peningkatan kesejahteraan rakyat serta belum mengangkat
masalah politik. Yang di maksud dengan nasionalisme kultural di sini
adalah adanya kenyataan bahwa perhatian pada latar belakang kultur yang
beraneka warna di Indonesia, sehingga bentuk persatuan yang mengikat
mereka adalah budaya dan daerah.68
Maka muncullah nasionalisme Jawa, nasionalisme sumatra dan lain-
lain, dan inilah menjadi cikal bakal gerakan nasional yang kemudian
muncul organisasi kepemudaan Indonesia, Jong Java, Jong Sumatranend
Bond, Jong Minahasa, Jong Ambon, dalam tujuan sebagai berikut:
“peningkatan kesejahteraan rakyat” mereka menyadari bahwa rakyat
tertindas oleh pemerintah kolonial, dengan demikian, bentuk nasionalisme
pertama kali di Indonesia tidak sepenuhnya dalam pengertian politik, tetapi
masih dalam bentuk kemasyarakatan , namun kesadaran itu sudah
merupakan benih nasionalisme dalam pengertian yang sebenarnya.
Pada tahun 1927 Ir. Soekarno menemukan ajaran yang dinamakan
Marhaenisme. Dimana Marhaenisme adalah azas pergerakan dan
perjuangan guna mengangkat kaum marhaen. Kata marhaen oleh Ir.
Soekarno diambil dari nama seorang petani di Bandung. Ceritanya adalah
“Pada suatu hari saya berjalan disebelah selatan kota Bandung. Kalau
saudara mau tahu desanya, nama desanya Cigereleng. Di Cigereleng saya
berjalan-jalan di sawah. Pada waktu itu saya memimpin partai, saya jalan-
jalan disana, saya melihat seorang laki-laki menggarap sebidang tanah.
68
Op Cit, Badri Yati, hlm 18, 19
104
Saya tanya: Bung ini tanah siapa? Gaduh abdi. Pacul ini siapa punya?
Gaduh abdi. Artinya gaduh abdi itu, saya punya. Gubuk ini siapa punya?
Gaduh abdi. Engkau kalau sudah tanam padi ini, hasil padi ini untuk siapa?
Gaduh abdi. Wah engkau kaya? Tidak, miskin. Maklum cuma begini dan
meskipun tanah punya saya sendiri, hasilnya pun saya punya sendiri tetapi
saya miskin, paling miskin, coba lihat gubuk ini sudah reyot. Orang ini
bukan proletar. Miskin tetapi bukan proletar, sebab punya alat produksi
milik dia sendiri. Sebaliknya sebagai tadi saya katakan meskipun mobilnya
mengkilap kalau alat produksi tidak dimilikinya dan dia cuma menjual
tenaganya saja, ia adalah proletar. Orang ini adalah bukan proletar tetapi
miskin, seperti 95% daripada rakyat Indonesia adalah miskin. Saya tanya
kepadanya : nama bung siapa? Marhaen, jawab dia. Timbul ilham, kalau
begitu semua rakyat Indonesia yang miskin ini saya namakan “Marhaen”.
Ya yang proletar, ya yang bukan proletar, yang buruh, ya yang tani, ya
yang nelayan, ya yang tukang gerobak, ya yang pegawai, pendeknya yang
kecil-kecil ini semua adalah “marhaen”.69
Inilah latar belakang azas
Marhaenisme. Sedangkan arti dan tujuan marhaen dan marhaenisme.
Uraian tentang Lahirnya Pancasila diatas dikuatkan oleh Surat
Muhammad Hatta kepada Guntur Sukaroputro pada tanggal 16 Juni 1978
yang isinya adalah :
“Dalam rapat bulan Mei 1945, Dr. Radjiman ketua Panitia
Penyelidik Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia,
membuka sidang dan mengatakan kepada peserta sidang, tentang
Dasar Negara yang akan kita bangun? Kebanyakan peserta sidang
69
. Op-cit, Pancasila Sebagai Dasar Negara, hlm 20-21.
105
tidak mau menjawab dan kemudian tanggal I juni 1945 Bung Karno
menjawab pertanyaan tersebut dengan pidato kurang lebih 1 jam
yang berjudul Pancasila. Sesudah itu sidang mengangkat suatu
panitia kecil untuk merumuskan kembali Pancasila dengan panitia
sembilan yang terdiri dari Ir. Soekarno, Muh. Hatta, A.A. Maramis,
Abikusno Cokrosuyono, Abdul Kahar Mudzakir, Haji Agus Salim,
Ahmad Subarjo, Wahid Hasyim, Mr. Muh. Yamin. Yang kemudian
melahirkan piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Kemudian
Pancasila dan UUD 1945 yang sudah menjadi satu dokumen negara
diterima oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal
18 Agustus 1945. Dengan sedikit perubahan yang dicoret kelak 7
perkataan dibelakang Ketuhanan, yaitu: Dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi penduduknya. Kemudian pada
tanggal 29 Agustus 1945 Komite Nasional dalam rapatnya yang
pertama sudah mensyahkan UUD yang diterima oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia.” 70
Sejarah lahirnya pancasila merupakan bagian dari perjalanan bangsa
untuk menemukan identitas diri bangsa Indonesia dimana untuk mencapai
kemerdekaan harus mampu merangkul segenap elemen masyarakat
Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, ras, bahasa dan agama. Sebagai
dasar negara, Pancasila bersifat sebagai acauan gerak yang didalamnya
berisikan pandangan hidup bangsa Indonesia. Dalam sifat tersebut
menjadikan dasar setiap nafas gerak pada jalannya pemerintahan dan ciri
kepribadian bangsa atau lebih tepatnya Pancasila bersifat sebagai
“Philosofishe groundslag” itulah pedoman filsafat, pikiran yang sedalam-
dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk diatasnya didirikan
diatasnya Indonesia merdeka yang kekal dan abadi.71
Kalau boleh
digambarkan background Pancasila adalah hasil formulasi dari gerakan
revolusioner yang pernah ada di dunia ini. Mulai dari revolusi Perancis,
70
. Op-cit, surat Muhammad Hatta Kepada Guntur S. dalam Buku Uraian Pancasila , hal
101 –102. 71
. Ir. Soekarno, Lahirnya Pancasila, PT Yayasan Idayu, Jakarta 1979,Cet III, hlm 3
106
Rusia, Amerika, India dan sebagainya, akan tetapi isi yang terkandung
didalam Pancasila lebih luas lagi, dan intinya adalah gotong royong yang
merupakan kepribadian asli Indonesia.
Dalam kursus Pancasila Ir. Soekarno menjelaskan: “Nah saudara-
saudara mengerti sekarang background daripada faham-faham ini (faham
revolusioner yang ada di dunia) dengan background inilah saudara-saudara
dicarikan kemudian formulering sebagai weltanschaung agar kita dapat
meletakkan negara yang akan kita Proklamasikan pada tanggal 17 Agustus
1945 itu diatasnya, yaitu Pancasila. Pancasila kecuali satu weltanschaung
adalah alat pemersatu, dan siapa tidak mengerti perlunya persatuan, siapa
tidak mengerti bahwa kita hanyalah dapat merdeka dan berdiri tegak
merdeka jikalau kita bersatu, siapa yang tidak mengerti itu tidak akan
mengerti Pancasila.72
Sebagai bangsa yang plural dan majemuk sangat dibutuhkan satu
perekat agar semua kepentingan yang ada di dalamnya bisa diwadahi. Oleh
sebab itu ada dua unsur yang dibutuhkan yang pertama: harus satu dasar
yang dapat mempersatukan. Kedua: satu dasar yang memberi arah bagi
perikehidupan negara kita. Katakanlah dasar statis diatas mana kita bisa
hidup bersatu dan dasar dinamis ke arah mana kita harus berjalan, juga
sebagai negara. 73
Sebuah Dasar Negara disamping harus bisa menjadi alat pemersatu
yang memang di dalamnya merupakan ciri dari kepribadian bangsa, yang
72
. Op-cit, Pancasila Sebagai Dasar Negara, hlm 24. 73
. Ibid, hlm 27.
107
mana kepribadian itu telah meliputi: hakekat, sifat, tabiat dan cita-cita
bangsa. Meliputi keadaan, kenyataan, watak perangai dan idam-idam kita
sebagai suatu bangsa. Dan kepribadian itu mencerminkan pandangan
hidup, sikap hidup dan cita-cita hidup kita.74
Pendeknya segala yang
meliputi hidup kejiwaan dan kelahiran, kerohanian dan keduniaan,
terlihatlah pada kepribadian kita. Oleh sebab itu kepribadian bangsa
Indonesia itu adalah sumber utama dalam menetapkan dasar negara
Indonesia.
Untuk lebih jelasnya mari kita uraikan Pancasila sesuai dengan sila-
sila yang ada di dalamnya.
Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama dari Pancasila ini merupakan karakter bangsa kita,
corak jiwa kita sejak nenek moyang kita, mulai dari zaman kesatu
sampai zaman sekarang. Bahwa bangsa Indonesia selalu hidup dalam
pemujaan daripada sesuatu hal yang kepada hal itu ia menaruh
segenap harapannya dan kepercayaannya.
Menurut Ir. Soekarno, Tuhan itu tetap ada hanya pengertian
Tuhanlah yang berobah-robah. Dzat yang ini tidak berobah-robah,
bukan Tuhannya yang berobah-robah ialah begrip manusia itu sendiri.
74
. Pidato Karkono Partokusumo, Kepribadian Bangsa Indonesia dalam Buku Benteng
Pancasila, PT Yayasan Pancasila, Yogya, 1958 , hlm 2.
108
Begrip manusia itu yang berobah-robah tergantung kepada fase
hidupnya. Cara hidupnya.75
Dilihat dari sejarahnya nenek moyang bangsa Indonesia pada fase
pertama (Ir. Soekarno menyebutnya) yang hidup di hutan dan di gua-
gua. Mereka mencari penghidupannya dengan memburu dan mencari
ikan. Hal ini berpengaruh pada alam pikiran manusia yang mana
hidup mereka tergantung dari sesuatu yang kuat dan membantu
mereka. Manusia hidup berburu dan hidup digua-gua atau disebut fase
pertama. Manusia dengan harapan dan kepercayaannya menyembah
batu. 76
Evolusi terus berjalan, sampai pada fase kedua yaitu manusia
yang tadinya hidup dari perburuan dan mencari ikan mulai mengerti
bahwa ternak bisa dipelihara bisa dikembangbiakkan. Didalam fase
kedua ini pandangan mereka tentang Tuhan pindah bentuknya,
terutama sekali berupa binatang, kemudian dilanjutkan menyembah
pada sungai-sungai, Matahari, bulan dan lain-lain.77
Didalam fase ini
masyarakat mengeramatkan binatang, dimana binatang menurut
mereka yang mampu memberi hidup dan memberi penerangan pada
tanaman.
Kemudian fase ketiga , manusia hidup dari pertanian. Manusia
percaya bahawa ada suatu zat yang menguasai pertanian. Disinilah
75
Solichin Salam, Bung Karno dan Kehidupan Berpikir Dalam Islam, PT Wijaya, 1964,
hlm 37 76
. Op-Cit, Pancasila Sebagai Dasar Negara, hlm 38 77
. Ibid, hlm 37.
109
timbul kepercayaan adanya Dewi Laksmi, Dewi Sri. Kepercayaan
bahwa Dewi-Dewi inilah yang memberkati pertanian, yang
menimbulkan mereka percaya bahwa Tuhannya adalah Dewi-Dewi
tersebut.
Fase keempat, manusia berfikir dengan akalnya mampu
menciptakan apa yang mereka kerjakan. Pada awalnya Tuhan yang
menurut kepercayaan dulu berupa batu pindah berupa sapi, kemudian
di dalam fase ini menjadi gaib. Tuhan dimasukkan di dalam alam
gaib. Tuhan tidak kelihatan, tidak bisa diraba, oleh karenanya akallah
menjadi penentu daripada hidup manusia. Evolusi manusia terus
bergulir, kepandaian terus meningkat sampai manusia mencapai
klimaksnya yaitu mampu menciptakan industri. Semua yang manusia
sembah sebelumnya mereka mampu membuatnya/walau dalam skala
kecil.78
Kebudayaan manusia telah sampai puncaknya, akan tetapi apakah
pikiran manusia tentang Tuhan terus berkembang? Hal ini bisa kita
lihat dari berbagai kepercayaan umat manusia sekarang. Bahkan
sampai-sampai ada yang berakata bahwa Tuhan itu tidak ada yang ada
adalah materi/ benda atau hal lain yang nyata ini.
Bagaimana Masyarakat Indonesia ? Bangsa Indonesia adalah
bangsa yang percaya akan adanya Tuhan, realitasnya adalah garis
besar bangsa ini percaya kepada Tuhan. Tuhan yang dikenal di dalam
78
. Ibid, hlm 42-43.
110
agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia ini. Oleh karena itu
kepercayaan kita terhadap Tuhan merupakan sesuatu yang tidak bisa
dipungkiri, yang selanjutnya didalam Dasar Negara menjadi leidstar
kita yang utama. Bukan saja meja statis tetapi juga leidstar yang
dinamis menuntut kepada kita supaya elemen Ketuhanan ini
dimasukkan di dalam Pancasila dengan nyata dan tegas, didalam
aplikasinya untuk mencapai cita-cita yaitu masyarakat adil, makmur,
bahagia dan sejahtera.
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Ir. Soekarno dalam sila kedua ini biasa menyebut dengan
perkataan perikemanusiaan, mengingat maksud kedua istilah itu sama
artinya persamaan rasa antara manusia satu dengan manusia lainnya
atau lazimnya disebut humanisme.79
Humanisme merupakan sebuah
rasa yang mampu mendudukkan masyarakat dunia yang tiada
exploitation de el-homme par el homme.
Berdasarkan perikemanusiaan akan membentuk tatanan
masyarakat dunia yang tiada penindasan atau lazimnya disebut
internationalisme. Didalam ajaran Islam rasa perikemanusiaan
merupakan inti ajarannya dimana ia tidak merusak semangat kerajinan
dan kegiatan seseorang dan tidak menjadi penghambat cita-cita
seseorang mencari kemajuan tetapi dicegah dan dipantangkan
seseorang menindas dan merusak orang lain. Dicegah dan
79
. Ibid, hlm 67.
111
dipantangkan seseorang menjadi kaya dengan merugikan hasil orang
lain. Nabi Muhammad SAW dalam arti kata sebenarnya tidak pernah
beliau melakukan sesuatu “perjuangan kelas”, dan pula tidak pernah
beliau menyuruh orang melakukan “diktator van het proletariat”.
Segala sesuatu yang beliau lakukan untuk memajukan masyarakat,
pelajaran yang hak dan petunjuk jalan yang benar. Beliau melakukan
hubungan dengan sekalian manusia, dengan tidak membedakan
kepandaian, derajat atau tempat tinggal. Yang pertama-tama sekali di
kerjakan oleh beliau adalah memperbaiki dan mempertinggi akhlaq
tiap-tiap orang, dan dengan demikian maka beliau memberikan
masyarakat dari segala kekurangan dan segala celaan dan keburukan.80
Persatuan Indonesia
Di dalam sila ketiga ini lebih konkritnya adalah berbicara
masalah kebangsaan. Menurut Ernest Renan bahwa bangsa itu
adalah pertama-tama rakyat itu dulunya harus bersama-sama
menjalani satu riwayat, kedua rakyat itu harus mempunyai
kemauan, keinginan hidup menjadi satu. Bukannya jenis (ras)
bukannya bahasa, bukannnya agama, bukannya persamaan
bentuk bukan pula batas–batas negeri yang menjadi “bangsa”
itu. Kemudian menurut Otto Bouer bangsa adalah suatu
persatuan perangai yang terjadi dari persatuan hal ihwal yang
telah dijalani oleh rakyat itu. Nasionalisme itu adalah suatu
80
. H. OS. Cokroaminoto, Islam dan Sosialisme, Cet II. Lembaga Penggali Dan
Penghimpun Sejarah Revolusi Indonesia, Jakarta, 1966, Hlm 88
112
ittikad, suatu keinsyafan rakyat, bahwa rakyat itu satu golongan
satu bangsa. 81
Kebangsaan yang dimaksud disini adanya perasaan,
keinginan atau kehendak hidup menjadi satu dilandasi oleh
persamaan hal ihwal, persatuan nasib dan nasib yang tidak
merasa merdeka. Persamaan ini bersatu untuk menentukan nasib
bersama. Adapun istilah bangsa menurut Ir. Soekarno adalah
segerombolan manusia yang besar, keras ia punya keinginan
bersatu, le desere d‟erre essemble keras ia punya karakter
gemeinschaft, perasaan watak, tetapi ia hidup di atas satu
wilayah yang nyata satu unit, kalau sekedar bagian dari pada
unit bukan bangsa.82
Implementasi makna kebangsaan di dalam
perjalanan sejarahnya harus kita kategorikan dalam pengertian
mendasar tentang rasa kebangsaan, faham kebangsaan,
semangat kebangsaan dan wawasan kebangsaan agar tidak ada
kerancuan dalam membedakannya.
Pertama, rasa kebangsaan yaitu kesadaran untuk bersatu
sebagai suatu bangsa yang lahir secara alamiyah karena sejarah,
karena aspirasi perjuangan masa lalu, kebersamaaan
kepentingan rasa senasib dan sepenanggungan dalam
menghadapi masa lalu dan masa kini serta kesamaan pandangan,
81
. Ir. Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi Jilid I, hlm 3. 25
. Op-cit, Pancasila sebagai dasar Negara, hlm 58
113
harapan dan tujuan dalam merumuskan cita-cita bangsa.
Lazimnya rasa kebangsaan ini adalah sebagai perekat yang
mempersatukan dan memberikan dasar kepada jati diri kita
sebagai bangsa.
Kedua, faham kebangsaan yaitu aktualisasi dari rasa
kebangsaan yang berupa gagasan-gagasan, pikiran yang
rasional, dimana suatu bangsa secara bersama-sama memiliki
cita-cita kehidupan berbangsa dan tujuan nasional yang jelas.
Ketiga, Semangat kebangsaan yaitu kerelaan berkorban demi
kepentingan bangsa, negara dan tanah airnya.
Keempat, wawasan kebangsaan yaitu cara pandang yang
dilingkupi oleh rasa kebangsaan, faham kebangsaan dan
semangat kebangsaan dalam upaya untuk mencapai cita-cita
nasionalnya dan mengembangkan eksistensi kehidupannya atas
dasar nilai-nilai luhur bangsanya.83
Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
Dalam Permusyawaratan Perwakilan
Pada pokoknya sila keempat ini berbicara tentang
kedaulatan rakyat atau juga disebut demokrasi. Adapun
demokrasi yang dikehendaki oleh bangsa Indonesia sudah
ditetapkan di dalam UUD 1945 pasal I ayat 2 yaitu “Kedaulatan
adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
83
. Siswono Yudohusodo, Semangat Baru Nasionalisme Indonesia , PT Yayasan
Pembangunan Bangsa, Jakarta, 1996, hal 12-13.
114
Permusyawaratan Rakyat”.84
Kemudian esensi yang terkandung
didalam demokrasi atau kedaulatan rakyat bagi bangsa
Indonesia adalah alat dan satu kepercayaan dalam mencapai
bentuk masyarakat yang dicita-citakan. Sedangkan implementasi
di dalam setiap pengambilan keputusan berdiri diatas dasar
kekeluargaan, diatas dasar musyawarah untuk mufakat, diatas
dasar demokrasi dan diatas dasar kedaulatan rakyat.85
Maka demokrasi bangsa Indonesia adalah demokrasi
Indonesia, demokrasi yang membawa corak kepribadian bangsa
Indonesia berbeda dengan demokrasi yang dilaksanakan oleh
bangsa-bangsa lain. Karena demokrasi yang kita pakai juga
cerminan dari kepribadian bangsa Indonesia yaitu setiap sesuatu
didasarkan atas musyawarah, didasarkan atas azas gotong-
royong dan kekeluargaan. Yang membedakan azas demokrasi
Indonesia dengan demokrasi bangsa lain, selain tersebut diatas
adalah kedaulatan rakyat yang berlandasakan pada Ketuhanan
Yang Maha Esa serta dasar kemanusiaan. Sehingga hasil yang
dicapai berjalan di atas kebenaran, keadilan, kebaikan,
kejujuran, kesucian dan keindahan. Pada akhirnya cita-cita
masyarakat akan terwujud seperti pada sila kelima yaitu
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.86
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
84
UUD 1945 hlm 2 85
. Op-cit, Pancasila Sebagai dasar Negara, hlm 90. 86
. Op-cit, Uraian Pancasila, Hlm 45.
115
Keadilan sosial adalah suatu masyarakat atau sifat suatu
masyarakat adil dan makmur, berbahagia buat semua orang,
tidak ada penghisapan, tidak ada penindasan dan tidak ada
penghinaan atau disebut exploitation de el homme par l‟ homme.
Semuanya berbahagia, cukup sandang, cukup pangan, gemah
ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja.87
Tujuan masyarakat yang berkeadilan sosial yang
dimaksud bisa terwujud apabila seluruh elemen masyarakat mau
dan sadar melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konskuen.
Secara jelas bahwa tujuan UUD 1945 adalah keadilan sosial
seperti pada sila kelima Pancasila ini. Didalam aplikasinya
keadilan sosial tidak mudah untuk mencapainya terutama
keadilan sosial dalam bidang ekonomi. Dengan tujuan
kemakmuran yang merata. Memang kita ketahui kecukupan
dibidang ekonomi mampu membuat kestabilan dalam relung–
relung kehidupan, namun demikian kecukupan ekonomi harus
dilandasi oleh Ketuhanan. Kita harus bersyukur bahwa founding
fathers kita telah meletakkan keseimbangan antara kebutuhan
materi dan rohani. Yang kedua-duanya sangat menentukan bagi
masing-masing jiwa bangsa Indonesia.
Soekarno mengatakan dalam pidato 17 agustus 1954 di Jakarta:
Berikanlah jiwa ragamu dengan mutlak! Jangan setengah-
setengah, yang setengah-setengah tidak akan mendapat
87
. Op-Cit, Pancasila Sebagai Dasar Negara, hlm 109.
116
padi segengam, yang mutlak akan mendapat dunia.
Vivekananda pernah berkata, bahwa sustu bangsa yang
tengelam hanyalah dapat di angkat oleh orang-orang yang
jiwanya terbuat dari dzat petir dan dzat guntur. Terjunlah
kedalam lautan bakti itu dengan jiwa yang terbuat dari
dzat petir dan dzat guntur, semoga Tuhan selalu beserta
kita!.88
c. MANIPOL/USDEK
Untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur
berkesejahteraan di dalam aplikasi pemerintahan Ir. Soekarno
berpendapat harus dijalankannya Manipol Usdek yaitu; Manifesto
Politik, UUD 1945, Ekonomi dan Demokrasi Terpimpin, Ekonomi
terpimpin dan kepribadian indonesia.89
Soekarno mengatakan dalam
pidatonya proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1960 di
Jakarta:
Saudara-saudara!
Manifesto Politik adalah pemancaran daripada Panca Sila!
USDEK adalah pemancran daripada Panca Sila. Manifesto P
Politik, USDEK, dan Panca sila adalah terjalin satu sama lain,
Manifesto politik, USDEK, dan Panca Sila tidak dapat di
pisahkan satu sama lain. Jika saja harus mengambil qiyas
agama, sekedar qiyas, maka saya katakan: Panca Sila adalah
semacam Qur‟annya, dan manifesto Politik dan USDEK adalah
semacam Hadis shahihnya. Qur‟an di jelaskan dengan Hadis,
Panca sila di jelaskan dengan Manifesto Politik dan intisarinya
yang bernama USDEK. 90
Setiap tahun, Manifesto Politik diberi pedoman pelaksanaan
yang dimuat dalam podato secara berturut-turut, sebagai berikut:
Pidato 17 agustus 1960 berjudul”Jalannya Revolusi Kita”(Jarek
1960) : pidato 17 agustus 1961, “Revolusi, Sosialisme, dan
88
Op Cit, DBR jilid II, Hlm. 217 89
Op Cit, Mahendra, Majalah Inovasi Uin Malang 90
Op Cit, DBR Jilid II, hlm. 403
117
Pimpinan”(Resopim 1961): pidato 17 agustus 1962,”tahun
Kemenangan”(Takem 1962):lau pidato 17 agustus 1963 yang
berjudul “Genta Suara Revolusi Indonesia”(Gesturi 1963).91
Dalam Manifesto Politik itu memuat dua hal yang sangat
dibutuhkan untuk melancarkan jalannya revolusi Indonesia. Pertama,
persoalan-persoalan pokok daripada revolusi Indonesia, kedua
program umum revolusi Indonesia (usaha-usaha pokok).
1) Persoalan-persoalan pokok revolusi Indonesia.
Dalam perjalanan sejarahnya Manifesto Politik masuk
dalam GBHN sebagai pedoman dalam perjuangan
menyelesaikan revolusi Indonesia. Atas dasar pengertian tentang
persoalan –persoalan pokok revolusi Indonesia dan
berlandaskan program revolusi, yan mana rakyat Indonesia akan
lebih mudah dipersatuan dalam pikiran dan tindakannya.
Adapun persoalan pokok revolusi Indonesia adalah:
a) Tentang dasar tujuan dan kewajiban revolusi Indonesia
Didalamnya menegaskan: “dasar dan tujuan
revolusi Indonesia adalah kongruen dengan sosial
consciense of man itu! Keadilan sosial, kemerdekaan
individu, kemerdekaan bangsa dan sebagainya, semuanya
itu pengejawentahan daripada sosial consciense of man itu.
91 Fathul Mu‟in, Pendidikan Karakter, Kontruktif Teoretik dan Praktik, Urgensi Pendidikan
Progresif dan Revitalisasi Peran Guru dan Orangtua. (Jogjakarta, AR-RUZZ Media, 2011) hlm.
101
118
Keadilan sosial dan kemerdekaan adalah tuntutan budi
nurani yang universal. Karena itu janganlah ada di antara
kita yang mau mengamendir atau memodulir dasar dan
tujuan revolusi kita ini.”92
Kemudian didalam aplikasinya untuk merealisasikan
dasar dan tujuan revolusi Indonesia tersebut diperlukan dua
landasan yakni:
- Landasan idiil yaitu Pancasila
- Landsan strukturil, yaitu pemerintahan yang stabil,
kedua-duanya landasan tersebut sudah terdapat dalam
UUD 1945.93
Dengan demikian kewajiban-kewajiban revolusi
Indonesia bukanlah untuk mendirikan negara federal, bukan
kekuasaan diktator atau republik kapitalis. Tetapi kewajiban
kita adalah membentuk satu republik kesatuan yang
demokratis dimana kedaulatan di tangan rakyat dan
dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Yang mana MPR harus
menjunjung tinggi hak-hak azasi dan hak-hak warga negara
dan membentuk masyarakat adil dan makmur cinta damai
bersahabat dengan semua negara di dunia guna membentuk
satu dunia baru.
92
. Ringkasan Ketetapan MPRS - RI, No. I & II /MPRS/1960, MPRS dan Departemen
Penerangan, hlm 41 93
. Maj. Muhammad Said, Pedoman Untuk Melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat
Jilid I, PT Permata Surabaya, 1961, hlm 136
119
b) Kekuatan-kekuatan sosial daripada revolusi Indonesia,
untuk menerangkan maksud revolusi kita harus dapat
membangkitkan kekuatan-kekuatan revolusioner dalam
masyarakat Indonesia.
Didalam Manifesto Politik dikatakan “modal pokok
bagi tiap-tiap revolusi nasional, menentang imperialisme-
kolonialisme ialah konsentrasi kekuatan nasional, dana
bukan perpecahan kekuatan nasional.”94
Didalam prakteknya kekuatan-kekuatan nasional yang
dimaksud ialah :
- UUD 1945 dan jiwa revolusi 1945.
- Hasil dari segala pikiran rakyat dan keringat rakyat
sejak 1945 sampai sekarang.
- Angkatan perang
- Administrasi pemerintahan yang semakin membaik.
- Wilayah kekuasaan republik Indonesia yang kompak
unitaritas dan luas dan letak geografis yang strategis.
- Kepercayaan kepada kemampuan dan keuletan
bangsa sendiri.
- Kekayaan alam, kekayaan yang diatas dan didalam
bumi.95
94
. Op-cit, Ringkasan TAP MPRS-RI, hal 32. 95
. Op-cit, Pedoman Untuk Amanat Penderitaan Rakyat, hlm 139.
120
Pendidikan Nasional ialah pendidikan yang baik
meteril maupun sprituil membiba manusia dan bangsa
sosialis Indonesia yang berjiwa pancasila-Manipol/Undek
sanggup menyelesaikan ketiga kerangka tujuan revolusi
Indonesia.96
Suatu masalah yang sangat penting yang perlu
diketengahkan disini ialah Fungsi pendidikan Nasional
sebagai alat revolusi. Revolusi Indonesia yang mempunyai
tiga kerangka seperti yang tercantum di dalam MANIPOL
dan bergerak dalam abad ke –XX memerlukan pembinaan:
1. Manusia Indonesia baru yang berjiwa Pancasila-
Manipol/USDEK dan sanggup berjuang untuk
mencapai cita-cita tersebut.
2. Manpower yang cukup untuk melaksakan
pembangunan
3. Kepribadian kebudayaan yang unggul.
4. Ilmu dan teknologi yang tinggi.
5. Pergerakan massa aksinya seluruh kekuatan rakyat
dalam pembangunan dan revolusi.
Kekuatan Yang mendukung revolusi Indonesia
adalah kekuatan seluruh rakyat Indonesia, kekuatan yang
menentang imperialisme–kolonialisme. Dalam aplikasinya
96
H.A.R. Tilaar, 50 tahun Pembangunan Pendidikan Nasional 1945-1995, Suatu Analisis
Kebijakan, (Jakarta: Gramedia Grasindo, 1995) hlm. 725
121
kaum buruh dan tani merupakan soko guru bangsa tanpa
melupakan peranan penting dari golongan-golongan lain
demi tercapainya masyarakat adil dan makmur di Indonesia.
d. TRISAKTI
Pikiran-pikiran Ir. Soekarno tentang trisakti yang lahir tahun
1964 pada pokoknya adalah berdaulat dan bebas dalam politik,
berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Dari
pikiran-pikiran Ir. Soekarno harus kita angkat sebagai pikiran terbuka
dan menjangkau, menembus dimensi ruang dan waktu.
Pertama, berdaulat dan bebas dalam politik memang syarat
dengan makna sekaligus tantangan. Pikiran inilah yang sebenarnya
memberikan ruh dan tuntunan bagi politik luar negeri Indonesia yang
bebas dan aktif. Politik luar negeri Indonesia ini merupakan dasar
yang tepat dimana karakteristik hubungan international yang amat
dipenuhi kampanye dan upaya sistematis untuk membumikan nilai-
nilai demokrasi, hak-hak azasi manusia, pasar bebas, lingkungan
hidup dan supremasi hukum yang sering dikenal dengan nilai-nilai
universal telah memaksa susutnya peran negara secara nasional. Bukti
bahwa kedaulatan sebuah negara nasional menjadi tidak kebal dan
dapat disisihkan, inilah pergulatan yang kita alami sekarang .97
97
Anggota IKAPI, Kumpulan Pernyataan Bung Karno Tentang Gerakan 30 September,
Media Pressindo, Yogyakarta, Cet.II, 2006, hlm 44
122
Kedua, semangat berdikari dalam ekonomi. Dalam prakteknya
berdikari adalah menjadi mandiri, melepaskan diri dari
ketergantungan dan keharusan memiliki fondamental ekonomi yang
kokoh. Kalau tidak kita akan menjadi bulan-bulanan dalam percaturan
ekonomi global yang kian mewarnai oleh kecenderungan dan realitas
kapitalisme global baru dan masyarakat terbuka. Ketiga,
berkepribadian dalam kebudayaan. Dalam dimensi kebudayaan ini
terkandung di dalam nilai dan perilaku, etika, moral dan budi pekerti,
gagasan, pengetahuan dan teknologi serta jati diri bangsa.98
e. BERDIKARI
Gagasan berdikari (berdiri diatas kaki sendiri) adalah
kemandirian suatu bangsa didalam mengelola segala roda kehidupan
bangsanya tanpa ada ketergantungan yang mutlak pada bangsa lain. Di
dalam konsep berdikari ini berjuang membangun rakyat Indonesia
khususnya, hendak menikmati kemerdekaan dengan mempertinggi
nafkah dan taraf hidup demik tercapainya masyarakat adil, makmur
dan berkesejahteraan. Apa yang harus dilakukan bangsa untuk bisa
berdikari?
Pertama, adanya keyakinan bahwa kita bisa survive, mandiri
tanpa adanya ketergantungan bangsa lain dalam hal ekonomi. Kedua,
patriotisme ekonomi; kemauan yang tinggi membangun ekonomi
98
. Susilo Bambang Yudoyono, Menjadi Bangsa yang Berdaulat dan Mandiri, 100 tahun
Bung Karno, hlm 12.
123
nasional di atas kaki kita sendiri. Patriotisme ekonomi akan
membentuk kekuatan bangsa. Didalam kepercayaannya terhadap
patriotisme ekonomi Ir. Soekarno berkata: “Ekonomi Indonesia akan
bersifat Indonesia, sistem politik kami akan bersifat Indonesia.
Masyarakat kami akan bersifat Indonesia dan semuanya akan
didasarkan kokoh kuat atas warisan kulturil dan spirituil bangsa kami.
Warisan itu dapat dipupuk dengan bantuan dari seberang lautan, akan
tetapi buah dan bunganya akan memiliki sifat-sifat kami sendiri. Maka
jangan harap bahwa setiap bentuk bantuan yang tuan berikan akan
menghasilkan warisan dari diri tuan-tuan sendiri. Memang hidup di
dunia harus saling bantu membantu tetapi kita atau bangsa Indonesia
tidak mau dan tidak akan mengemis bantuan dari siapapun. Kita
bangsa yang besar, bukan bangsa tempe, kita tidak akan mengemis
tidak akan meminta-minta, apabila bantuan itu diembel-embeli dengan
syarat ini atau ikatan itu! Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka
daripada makan bestik tetapi menjadi budak.
Ketiga, memperkuat kegotongroyongan nasional revolusioner
untuk melawan neo imperialis dan neo kolonialis, karena sifat gotong-
royong akan menghapuskan neo kolonialisme yang mana sifat neo
kolonialisme dan ekonomi kolonial adalah ketergantungan dalam
banyak hal termasuk pangan dan yang diutamakan oleh ekonomi
kolonial dalam bahan-bahan eksport umumnya bahan mentah.”99
99
Tim Indoktrinasi Tk.II Malang, Bahan Indoktrinasi, Malang, 1965, hlm 424.
124
Semangat berdikari suatu bangsa haruslah didukung oleh
bangsa-bangsa lain. Sebab aplikasinya sangat berat dan bahaya karena
melawan negara-negara kapitalis yang kuat dan licik. Dari fenomena
ini Ir. Soekarno melihat pada negara-negara yang baru berkembang
selalu dirundung masalah ekonomi yang disebabkan adanya neo
imperialisme, neo kolonialisme yang memabawa ekonomi kolonial
pada bangsa tersebut, kenyataan bahwa bangsa berkembang itu
merdeka, berdaulat akan tetapi dari segi ekonomi dijajah.
Dalam pidato Nawaksara di depan sidang umum IV MPRS pada
tanggal 22 Juni 1966. Soekarno menatakan:
Khusus mengenai prinsip berdikari ingin saya tekankan apa
yang telah saya nyatakan dalam pidato proklamasi 17 agustus
1965, yaitu pidato TAKARI, bahwa berdikari tidak berarti
mengurangi, melainkan memperluas kerjasama Internasional,
terutama di antara semua negara yang baru merdeka, yang
ditolak oleh berdikari adalah ketergantungan pada
imprerialisme, bukan kersama yang sama-derajat dan saling
menguntungkan.100
Demi untuk mendapatkan kemerdekaan nasional yang hakiki
supaya mendapat keadilan sosial, perdamaian dan kemakmuran untuk
rakyat merdeka Ir. Soekarno mengusulkan dibentuknya organisasi
yang disebut New Emerging Forces, yaitu pemupukan kesetiakawanan
antara sosialis, negara kecil, dan negara yang baru berkembang
bersatu didalam satu organisasi yang rapi melalui satu konsepsi yang
lebih luas dengan meliputi seluruh kekuatan progresif revolusioner,
konsesi ini direncanakanpada bulan Oktober 1965 yang akan
100
Op Cit, Kumpulan Pernyataan Bung Karno, hlm. 48
125
dilakukan konferensi oleh negara-negara yang baru bangkit. Tujuan
dari konferensi ini sebenarnya adalah perjuangan melawan
imperialisme dalam segala bentuknya, corak serta manifestasinya dan
keamanan dari bangsa-bangsa yang sedang berkembang.101
Bangsa yang besar ialah bangsa yang dapat menghargai sejarah,,
agar tidak mengulangi kesalahan yang serupa. Bangsa Indonesia bisa
belajar banyak dari kegagalan dan kesuksesan presiden Soekarno
selama memimpin bangsa Indonesia. Soekarno adalah bagian sejarah
yang membuat Indonesia seperti sekarang dengan segala kekurang dan
kelebihanya. Begitu juga soeharto, habibie, gus dur, megawati, SBY,
dan juga kita semua tetap memberi warna buat sejarah Indonesia.
101
. Op Cit, Tim Indoktrinasi, hlm 196.
126
BAB V
ANALISIS PEMIKIRAN IR. SOEKARNO TENTANG PENDIDIKAN
ISLAM SEBAGAI KONSEP DASAR NATION AND CHARACTER
BUILDING
Dalam bab ini penulis akan mencoba mengulas siapakah Soekarno
dengan analisis pemikiran Islam Soekarno. Hal ini untuk memberikan
pemahaman yang utuh tentang konsep pemikiran Islam Soekarno sebagai
konsep dasar nation and character building yang diawali dengan filsafat
ketuhanan yang dilanjutkan dengan pemikiran Islam Soekarno dari sudut
pandang Sosiologis, historis, filosofis, pedagogis, politis, maupun religi.
Pembahasan berikutnya akan mencoba menemukan dan sekaligus
menggali serta memaparkan pernyataan–pernyataan Soekarno tentang
pendidikan Islam yang tentunya diambil dari statemen ( pernyataan) secara
proposional dari pemahaman Soekarno tentang Islam yang dilatar belakangi
oleh situasi dan kondisi sebagaimana yang telah dipaparkan pada uraian bab-
bab sebelumnya.
Sebagai sebuah analisa pemikiran, maka nantinya akan ditemukan
pengulangan-pengulangan pernyataan yang telah disampaikan sebelumnya
dan kemudian akan diukur atau berpijak dari kajian-kajian dari hakikat
pendidikan Islam, tujuan pendidikan Islam dengan penambahan-penambahan
tertentu hasil dari komparasi pemikiran teori pendidikan Islam dan pendapat
Soekarno tentang pendidikan Islam yang akan ditemukan nantinya pada aspek
yang akan ditemukan pemikiran pendidikan Islamnya.
A. Pemikiran Ir. Soekarno Tentang Islam
Pemikiran Soekarno mengenai Islam tergambar dengan jelas pada saat
ia menulis di berbagai media massa dan berpidato mengenai perkembangan
Islam dalam banyak masalah. Namun demikian para sejarawan dalam dan
127
luar negeri menetapkan sebagai seorang tokoh nasionalis sekuler, yang sering
berhadapan dengan seorang nasionalis Islam. Dengan demikian, pemikiran
Soekarno yang berkaitan dengan Islam tidak begitu mendapatkan perhatian.
Bila dilihat pengetahuan tentang ajaran Islam, maka Soekarno adalah
seorang muslim yang luas pengetahuan agamanya. Tetapi jika di tinjau dari
latar belakang keluarga dan pendidikannya, ia memang lebih dekat kepada
kelompok nasionalis sekuler. Di sinilah letak keunikannya. Ia tidak dapat
disamakan dengan tokoh-tokoh nasionalis sekuler lainnya, tetapi juga berbeda
dengan tokoh-tokoh nasionalis Islam. Dalam memandang Islam Soekarno
mempunyai pola pikir yang jauh ke dunia filsafat di sinilah Soekarno
mengunakan logika rasionalitas dalam filsafat Ketuhananya.
Dalam esensi Islam yang dibutuhkan adalah ruh Islam yang berkobar-
kobar, api Islam yang menyala-nyala bukan hanya amal ibadah saja yang
dinomorsatukan. Umat Islam pada umumnya hidup dalam kekolotan dan
kebekuan. Inilah yang menyebabkan kita mengalami degradasi dalam sejarah
dunia. Hal ini terbukti dalam sejarah dunia Islam, kebudayaan, kesenian,
kesusasteraan dan ilmu pengetahuan. Kekalahan ini juga meliputi dalam
bidang politik, ekonomi dari imperialisme dan kolonialisme. Pandangan ini
melalui pemikiran Islam Soekarno yang di tinjau secara sosiologis.
Pemikiran Islam Soekarno juga tidak terlepas banyaknya umat Islam
yang lupa akan sejarah karena menurut Soekarno melalui sejarah orang akan
mengetahui”kekuatan-kekuatan masyarakat” yang menyebabkan kemajuan
atau kelemahan yang mendatangkan kemunduran. Kurangnya kesadaran
128
sejarah dan kurangnya perhatian mereka terhadap ilmu sejarah, telah
menyebabkan umat Islam tidak mampu mencari jalan keluar dari kemunduran
yang telah lama mereka derita.
Di lanjutkan dengan pemikiran Islam Soekarno yang di tinjau dari
sisi pedagogis Modernisasi dalam sistem pendidikan berarti kita
memandang terhadap setiap pikiran, tindakan maupun sikap hidup yang
konvensional dan tradisional yang ternyata tidak sesuai dengan kehendak
dan tuntutan zaman. Pada prinsipnya Islam tidak menolak setiap
kebudayaan atau sivilisasi dari luar Islam, sepanjang tidak bertentangan
dengan jiwa dan semangat ajaran Islam.
Bagi Soekarno, pendidikan merupakan arena untuk mengasah akal
dan mengembangkan intelektualitas. Dia menyebutkan sebagai
“Renaissance-Paedagogie, yaitu bagaimana mendidik untuk bangkit
kembali, itulah yang harus dikerjakan oleh kaum muda.1 Di sini Soekarno
secara tegas mengoerentasikan semuannya pada peran akal dalam setiap
langkah kehidupan umat manusia. Baginya, dengan hanya tersebut
kemajuan di bidang ilmu dan teknologi dapat di raih oleh umat Islam.
Ir. Soekarno memberikan sebuah pemikiran tentang pondasi sebuah
negara yang bercitakan/berapikan Islam untuk masyarakat yang bermoral
demi tercapainya tujuan bersama. Kedudukan agama didalam masyarakat
adalah salah satu unsur mutlak didalam segenap usaha kita dilapangan
nation building. Nation building yang mengenai segala hal, mengenai
1 Op Cit, DBR I, hlm. 344
129
bidang politik, ekonomi, masyarakat, dan bidang-bidang hubungan
international. Dan saudara mengerti bahwa didalam nation building ini
salah satu unsur yang mutlak adalah agama dalam arti yang seluas-luasnya
menduduki tempat yang amat penting.
Soekarno melihat Islam dari sisi religi, Karena Islam adalah agama
yang sempurna di mana semua aturan yang menyangkut hidup manusia
ada di dalamnya. Tinggal bagaimana manusia itu sendiri
mengaktualisasikan diri, merealisasikan, dari pedoman Al-Qur’an dan
Hadits Nabi. Islam adalah agama untuk sekalian manusia didalamnya
menghendaki kita berhubungan langsung dengan Tuhan dan manusia.
Pemikiran Ir. Soekarno di atas sesuai dengan dasar pendidikan agama
Islam, yang dimaksud dengan dasar Pendidikan Agama Islam disini adalah
sesuatu yang menjadi sumber kekuatan dan ketekunan dilaksanakannya
pendidikan agama2. Jadi, dengan demikian, dasar dan tujuan Pendidikan
Agama Islam merupakan masalah yang fundamental dalam pelaksanaan
pendidikan agama, karena dasar dan tujuan karena dasar dan tujuan
pendidikan agama akan menentukan isi corak pendidikan agama. Menurut
Dr. Zakiah Darajat dkk, dasar pendidikan Islam terdiri dari Al-Qur’an dan
As-Sunnah Nabi Muhammad SAW. yang dapat dikembangkan dengan
ijtihad, al-maslahah, al-mursalah, ihtisan, qiyas dan sebagainya .3
Kita ketahui bahwa dasar dari ajaran agama Islam adalah Al-Qur’an
dan Hadits Nabi saw. Maka jelaslah bahwa dasar dari Pendidikan Islam
2 Abu Ahmadi,1985, Kurikulum Pendidikan Islam, Bina Ilmu, Surabaya, hlm, 63
3 Zakiah Darajat, 1982, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, hlm 19
130
adalah juga Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. Secara lebih lanjut landasan
ideal dalam Pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
1) Al-Qur’an
2) Sunnah
3) Kaul Sahabat
4) Nilai dan dan adat istiadat kebiasaan
5) Hasil dari pemikiran para ahli-ahli Pendidian Islam
6) Ra’yu (pengembangan akal)
Adapun sebagai landasan operasioanal demi untuk melakukan inovasi
(pengembangan) ke arah yang lebih sempurna dan sesuai dengan ajaran
Islam dan perkembangan tuntutan perubahan umat Islam, maka perlu
adanya landasan operasional yang bersifat penjabaran dari landasan Ideal
seperi yang tercantum diatas.Landasan operasional tersebut antara lain
adalah faktor ;
1) Historis
2) Sosial
3) ekonomi
4) Dan kemajuan imu pengetahuan dan tekhnologi.4
Dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam mempunyai status yang
sangat kuat. Adapun dasar pelaksanaan tersebut dapat di tinjau dari beberapa
segi, yaitu :
1. Dasar Yuridis yang meliputi, pancasila, UUD 1945, GBHN
4 Drs. Hery Noer Aly, MA, 1999, Ilmu Pendidikan Islam, P.T Logos Wacana Ilmu, Jakarta,
hlm 45
131
2. Dasar Religius
a. Prinsip-prinsip yang mengatur hubungan antara manusia dengan
Tuhannya dan dengan segala yang ada di dalam jagat raya ini,
termasuk unsur-unsur materiil, spiritual, benda dan manusia.
b. Mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik secara
perorangan maupun kelompok.
c. Mengandung nilai-nilai spiritual dan akhlak.
d. mengatur kehidupan manusia di dunia untuk mempersiapkan
kehidupan di akherat.
e. Mengandung ajakan kepada manusia untuk mengembangkan
dirinya ke arah kehidupan yang lebih dan sempurna.
f. Menuntun tingkah laku manusia dengan segala aspek yang ada
pada dirinya.
g. Memberikan petunjuk tentang hak dan kewajiban manusia
dalam kehidupandi dunia dan akherat.
h. Memberi petunjuk kepada manusia dan jagat raya atau alam
semesta ini merupakan satu kesatuan.5
Sehubungan dengan cita-cita umat Islam Indonesia, sejak zaman
pergerakan, pancasila menurut Soekarno merupakan dasar negara yang
memungkinkan umat Islam mengisinya dengan nilai-nilai Islam. Dengan
demikian, negara Republik Indonesia menjadi negara Islamis meskipun
tidak secara formal merupakan negara Islam.
5 Siti Kusrini, 1991, Metodelogi Belajar Mengajar, IKIP Malang,Malang, hlm 8
132
B. Pemikiran Ir. Soekarno tentang Pendidikan Islam
Dalam sejumlah tulisannya, Soekarno banyak menyebut dan
mengidentifikasi berbagai problem yang dihadapi umat Islam. Terutama
yang berkaitan dengan persoalan kebudayaan, intelektualitas yang renda.
Soekarno mengungkapkan kegelisahannya perihal nasib pendidikan Islam
yang bersifat normatif sehingga cukup jauh dengan realitas objektif. Meski
Soekarno sendiri mengakui bahwa kesadaran normatif memang mempunyai
signifikan yang besar untuk memelihara basis teologi umat. Namun,
Soekarno, dalam menghadapi realitas empiris, kesadaran normatif saja
belum cukup. Tampak disini kalau Soekarno ingin menjadikan pendidikan
Islam mempunyai kontribusi bahkan mampu mengendalikan realitas sosial.
Sebab, Soekarno menyadarai bahwa dalam masyarakat modern umat
dihadapkan pada realitas-realitas problematika hanya dengan kesadaran
normatif saja, misalnya, berkaitan dengan soal modernisasi dan kemajuan
zaman.
Pendidikan Islam mempunyai kepentingan dan tanggung jawab
mengendalikan realitas sosial karena menurut Soekarno ia dapat dipakai
sebagai sarana transformasi bagi masyarakat muslim. Bagi Soekarno,
pendidikan Islam, sebagaimana pendidikan pada umumnya, merupakan
arena untuk mengasah akal, mempertajam akal, dan mengembangkan
intelektulitas. Sehingga tidak berlebihan jika Soekarno menyebut bahwa
133
motor hakiki dari semua Rethinking of Islam adalah kembalinya
penghargaan atas akal.6
Sarana pendidikan Islam menurut Abdul Munir Mulkhan adalah
lapangan keilmuan yang berkaitan dengan kualitas akliah dan pemikiran
logis serta kebudayaan secara lebih luas. Atas dasar itu, persoalan mendasar
pendidikan Islam adalah berbagai hal yang berkaitan dengan ilmu dan
kebudayaan tersebut.7 Di dalam pendidikan Islam, salah satu tujuan
utamanya adalah meningkatkan keimannan dan ketaqwaan seseorang, arena
pembentukan mental spritual, dan sebagainya.
Menurut Soekarno pendidikan Islam dalam arti yang luas bukan
hanya bentuk formal dengan spesialisasi tertentu saja akan tetapi lebih
bersifat mendasar dengan pendekatan filosofis platform yang menjiwai
seluruh dimensi kehidupan. Untuk membentuk suatu tatanan masyarakat
yang baik dalam rangka perubahan menuju ke arah kemajuan, maka suatu
upaya yang harus dilakukan adalah menanamkan pada pesrta didik rasa
keimanan dan ahklak sebagai dasar dalam setiap upaya-upaya
transformasinya (pendidikannya) nilai-nilai Islamnya.
Pendidikan adalah merupakan kebutuhan dalam setiap perubahan
dan perkembangan zaman. Untuk menyesuaikan antara perkembangan
zaman ke arah kemajuan dengan pendidikan secara komprehensif, maka
pendidikan diharapakan mempunyai cara edukasi dialektis-tarnsformatif
dalam kontek sosial budaya yang senantiasa menunjukan perubahan secara
6 Op Cit. DBR I, hlm 375
7 Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim,( Yogyakart: SIPPRESS, 1993),
hlm. 213
134
kontinum. Dalam kontek ini pendidikan perlu dapatkan sebagai sebuah
open sistem, dan bukanya close sistem,yang menutup dirinya akan tetapi
seharusnya membuka ruang dialog kultural dengan kehendak atau
kebutuhan masyarakat.
Soekarno menolak adanya model-model pembelajaran yang dokmatis
dikarenakan pola itu cendrung menempatkan pesrta didik sekedar sebagai
objek bukan subjek hidup yang patut dihargai hak-haknya, pendapatnya, dan
sebagainya. Soekarno sangat mengharapkan terjadinya interaksi timbal balik
yang kreatif, kritis, mengedepankan dialog, serta menjauhkan peserta didik
dari kultur otoriter yang akan membuat pesrta didik menjadi takut dan
tertekan. Tuntunan adanya demokrasi pendidikan dewasa ini merupakan
metode baru yang diyakini lebih tepat dan relevan dengan tingkat kemajuan
masyarakat.8 Oleh karena itu, pola-pola yang cendrung otoriter, keras,
monologis, dan sejenisnya, dianggap sudah kadaluarsa dan bertentangan
dengan semangat zaman.
Salah satu diskursus dalam pendidikan Islam atau pengetahuan
dalam ajaran Islam adalah masalah pengelompokan (dikotomi) antara ilmu
agama dan ilmu umum .Ilmu agama adalah yang berkaitan langsung
dengan ajaran-ajaran agama, seperti Ilmu Al-Qur’an, Al-Hadist, Fiqh,
Tajdwid, dan lain-lain, sedangkan ilmu umum adalah yang tidak berkaitan
langsung dengan ajaran-ajaran agama, atau biasanya disebut ilmu
8 Op Cit, Pendidikan di Mata Soekarno, hlm. 186
135
keduniaan yang memang secara historis Barat lebih maju dari kawasan
dunia lainya. Dalam pernyataan Soekarno menyimpulkan :
“.tapi alangkah baiknja kalau toch western science disitu ditambah
banjakja.Demi Alllah “Islam Science” bukan hanya pengetahuan Al-
Qur’an dan Al-Hadist sahadja; “Islam Science” adalah pengetahuan
Al-Qur’an dan Al-Hadist plus pengetahuan umum! orang tidak akan
memahami betul Al-Qur’an dan Al-Hadist, kalau tak
berpengetahuan umum”9
Pendek kata, menurut Soekarno, di dalam Islam sendiri, wahyu dan
akal tidak harus terdikotomi. Karena keduanya dapat digunakan dan saling
melengkapi. Bagaimana pun, pengetahuan agama akan menjadi aplikatif
dan dapat diimplementasikan bagi kepentingan masyarakat jika ilmu
agama itu dapat diterjemahkan melalui bantuan atau melalui pendekatan
ilmu-ilmu sosial modern. Dewasa ini, apa yang dipikirkan Soekarno sudah
menjadi kelaziman dan telah diakui kebenarannya oleh sebagian besar
umat Islam, dihampir semua perguruan tinggi agama Islam, telah tertanam
sebuah pandangan bahwa tidak ada dikotomi antara ilmu agama dan ilmu
umum (sekuler). Karena, kedua ilmu tersebut pada hakikatnya mempunyai
orientasi yang sama dan antara satu dengan lainnya dapat saling mengisi
dan melengkapi. Pemisahan keilmuan umum dan keilmuan agama hanya
akan menjadikan paradigma keilmuan menjadi kaku sehingga keduanya
memeng harus dipadukan.
Berkaitan dengan hubungan antara keilmuan agama dan keilmuan
umum di atas, menurut Azyumardi Azra, ada tiga tipologi, yaitu
9 Dibawah Bendera Revolusi, Op.cit.,hlm 336
136
restorasionis, rekontruksionis, dan reintegrasi.10 Namun, yang paling
memungkinkan dalam keilmuan Islam di Perguruan tinggi Islam,
contohnya Universitas Islam Negeri (UIN) adalah rekontruksionis dan
reintegrasi. Rekontruksionis telah berdialektika selama satu abad dan
diahiri dengan Islamisasi ilmu pengetahuan.
Dalam sejarahnya, keilmuan umum dan agama masing-masing telah
berdiri sendiri dan memiliki sumber epistimologi yang kuat. Oleh karena
itu, dalam pandangan Amin Abdullah, integrasi keilmuan memiliki
kelemahan, yaitu sifat dari integrasi hanya berupa usaha peleburan dan
pelumatan antara studi Islam dan umum yang kadang tidak saling akur
karena keduanya ingin saling mengalahkan. Dengan demikian, menurut
Amin Abdullah, diperlukan usaha interkoneksitas yang lebih arif dan
bijiksana, interkoneksitas menurutnya adalah:
Usaha memahami kompleksitas fenomena kehidupan yang dihadapi
dan dijalani manusia, sehingga setiap bangunan keilmuan apapun,
baik keilmuan agama (Islam, Kristen, Budha, dan lian-lain),
keilmuan sosial, humaniora maupun kealaman tidak dapat berdiri
sendiri...maka dibutuhkan kerjasama saling tegur sapa, slaing
membutuhkan, saling koreksi dan saling keterhubungan antara
disiplin keilmuan.11
Pendekatan integratif-interkonektif merupakan pendekatan yang
tidak akan saling melumat dan melebur antara kedua keilmuan. Ini
merupakan pendekatan yang berusaha saling menghargai, sadar akan
10
Azyumardi Azra, “Reintergrasi Ilmu-ilmu dalam Islam”, dalam zainal Abidin Bagir (Ed),
Integrasi Ilmu dan Agama: Interpretasi dan Aksi, ( Bandung: Mizan, 2005), hlm. 206-211 11
Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi; Pendekatan Integratif-
Interkonektif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006) hlm. Vii-viii.
137
keterbatasan, dan memecahkan persoalan manusia. Atau pendekan
integratif interkonektif merupakan usaha untuk menjadikan sebuah
keterhubungan dalam sebuah jaring laba-laba (Spyderweb) antara
keilmuan agama dan keilmuan umum yang tergabung dalam ilmu alam,
ilmu sosial, dan humaniora.12
Soekarno juga membicrakan guru sebagai pemimpin pengembang
akal dan jiwa peserta didik, Soekarno menyatkan:
“Pemimpin guru alangkah hebatnya pekerjaan menjadi pemempin
didalam sekolah menjadi guru didalam arti yang special, yakni
menjadi pembentuk akal dan jiwa anak-anak.!” Terutama sekali di
zaman kebagunan! Hari kemudian manusia adalah di tangan guru
itu, menjadi manusia. Kebangunan atau bukan manusia-manusia
kebangunan....tiap-tiap perguruan, di negeri mana sajadan pada apa
saja, mempunyai guru yang segalanya seperti mendapat ilham ilahi
buat menjadi guru, dan mempunyai guru yang sebenar-benarnya.13
Maka, jelaslah apa yang diucapka Soekarno sejalan dengan UU
Sisdinas Nomor 20 tahun 2003 mengacu pada Bab II pasal 2 dan 3 yang di
inginkan pendidikan nasional adalah:
Mengembangkan kemapuan dan watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berahklak mulia, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab14.
12
Amin Abdullah, “DesainPengembangan Akademik IAIN menuju UIN Sunan kalijaga:
Dari Pendekatan dikotomis-Atomistik ke-Arah Integratif-Interdisiplinary, dalam Zaenal Abidin
Bagir (Ed), Integrasi Ilmu dan Agama: Interprestasi dan Aksi, (Bandung; Mizan, 2005), hlm. 242 13
Op Cit, DBR I, hlm. 612 14
UU SISDIKNAS, cet. II, (Bandung: Citra Umbara, 2013), hlm. 23
138
Dalam kontek inilah, guru diharuskan memiliki jiwa juang, memiliki
semangat untuk berkorban, dan menjadi pioneer bagi kemajuan
masyarakat. Dalam kaitannya dengan profesionalisme guru,Soekarno
menegaskan bahwa guru seyogianya harus mempunyai “roh kerakyatan,
roh kemerdekaan, dan roh kelaki-lakian”. Tiga roh inilah menurut
Soekarno, harus menjadi jiwa pengorbanan dalam dada seorang guru,
harus menjadi api keramatnya, menjadi wahyu hidup:Wahyu
Tjakraningrat15
. Tugas seorang guru dengan demikian tidaklah ringan.
Seorang guru harus mampu memandang jauh kedepan, perubahan apa
yang bakal terjadi di hari esok. Kemudian antara pendidik dan pesarta
didik harus suka membaca buku untuk bekal berdialektika dalam kelas,
dan untuk membuka cakrawala dunia. Dengan demikian, seorang guru
akan merencanakan apa yang terbaik untuk diberikan kepada anak
didiknya. Bagaimana ia sebagai motivator, memotivasi anak didiknya agar
penuh semangat dan siap mengahdapi serta menyongsong perubahan hari
esok dan akan mempertanggung jawabkannya.
C. Landasan Nation and Character Building
Masa sekarang kini yang berada ditengah-tengah ancaman disintegrasi
bangsa dengan longgarnya ikatan-ikatan kita sebagai satu bangsa,
meruncingnya perbedaan faham dimana simbol-simbol keagamaan saling
berhadapan dan para generasi saling bertengkar, tak ujarnya dengan
munculnya tragedi tawuran antar pelajar, sangatlah tragis sekali dunia
15
DBR I, hlm. 616
139
pendidikan yang seharusnya menjadi barometer ahklak kemudian menjadi
preman tawuran. Disinilah sebenarnya kita sadari perlunya mempunyai jiwa
yang membangun, jiwa yang selalu merasa memiliki bangsa ini demi
terwujudnya kehidupan yang damai, aman dan sejahtera.
Dengan problem di atas itulah kenapa kemudian Soekarno mengagas
nation and character building, Soekarno mampu membuktikan fahamnya
untuk menyatukan seluruh element bangsa Indonesia. Tentu lement-
elemnet masyarakat tersebut berasal dari latar belakang sosial, ekonomi,
agama yang berbeda-beda Mengenai pemikiran Soekarno tentang politik
nasional ataupun mengenai pendidikan. Walaupun pendidikan selalu
berganti kebijakan, pada intinya tujuan pendidikan di masa kepemimpinan
Presiden Soekarno mengarah pada penanaman jiwa Nation and Character
Building. Hal ini dapat dilihat pada salah satu isi penentapan Presiden RI
nomor 19 tahun 1965 berbunyi :
“Pendidikan Nasional ialah Pendidikan Bangsa (Nation and
Character Building) yang membina suatu bangsa yang mampu atas
tanggung jawab sendiri menyelesaikan revolusinya, tahap demi
tahap, dengan pengertian bahwa agama adalah unsur mutlak dalam
rangka Nation and Character Building sesuai dengan ketetapan
MPRS tahun 1960.”16
Menurut Akhmad Sudrajat, agar lebih memahami makna
pendidikan karakter, terlebih dahulu harus mengerti makna dari karakter itu
terlebih dahulu. Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas
adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas,
16
Syaifudin, Tan Malaka (Merajut Masyarakat dan Pendidikan Indonesia yang Sosialistis,
Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2012, hlm. 33
140
sifat, tabiat, temperamen, dan watak. Sementara yang disebut dengan
berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan
berwatak.17
Menurut Soekarno, sejarah memiliki makna penting dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara untuk memahami identitas diri dan
jiwa bangsa soekarno menyebutnya dengan istilah nation and character
buliding hal ini ia pertegas dalam pidato jas merah sesungguhnya toh
bahwa membangun suatu bangsa, membangun ekonomi, membangun
pertahanan, membangun pendidikan adalah pertaman-tama adalah
membangun jiwa bangsa.
Bahwasannya apa yang telah di kata Soekarno diatas, searah dengan
tujuan dan fungsi pendidikan karakter. Pendidikan karakter bertujuan
mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu
Pancasila, meliputi: 1. Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik; 2.
Membangun bangsa yang berkarakter Pancasila; 3. Mengembangkan
potensi warganegara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada
bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia. Pendidikan karakter
di Indonesia selain mengambil dari nilai-nilai universal agama
pada
dasarnya merupakan pengembangan dari nilai-nilai yang berasal dari
pandangan hidup atau ideologi bangsa, budaya, dan nilai- nilai dalam
tujuan pendidikan nasional.
17
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasi Dalam Lembaga
Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm, 8
141
Kemudian adapun yang melatarbelakangi munculnya nation and
chracter building. Pertama, Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis),
Soekarno dalam menulis sebuah artikel panjang di Indonesia Muda dengan
judul “Nasionalisme, Islam, dan Marxisme” pokok-pokok pemikiran yang
di tuangkan dalam tulisan itu adalah bahwa gerakan Marxis dan nasionalis
di Indonesia berasal dari satu dasar yang sama, yaitu hasrat kebangsaan
untuk melawan kapitalisme dan imperialisme Barat.
Dalam artikel tersebut ia berpendapat bahwa ketiga aliran tersebut
dapat bersatu dalam perjuangan melawan musuh utama. Kedua, Pancasila,
Pada intinya pandangan hidup/landasan dasar kehidupan bangsa Indonesia
berakar dari jati diri bangsa sendiri, yang tidak mengadopsi dan tidak
menjalankan landasan dasar bangsa lain. Way of life bangsa Indonesia itu
sudah termaktub didalam dasar negara kita yaitu Pancasila, dalam
esensinya merupakan intisari dari pola kehidupan bangsa Indonesia yang
sengaja digali dan diformulasikan untuk mencapai tujuan masyarakat
Indonesia. Tata tantrem, kerta raharja, gemah ripah, lojinawi (artinya
negaranya adalah teratur, tentram, orang bekerja aman, orangnya ramah-
ramah, berjiwa kekeluargaan dan tanahnya subur).18
Gagasan Soekarno
searah dengan pilar-pilar dalam pendidikan karakter bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-pinsip kehidupan
kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pendidikan karakter
bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih
18
Op Cit, Badri Yatim, 100
142
baik maka sewajarnya nilai ini diambil sebagai nilai pilar pendidikan
karakter.
Ketiga, manipol/USDEK, inti dari manipol adalah merupakan haluan
negara republik Indonesia yang harus dijunjung tinggi, dipupuk dan
dijalankan oleh semua bangsa Indonesia. Manipol/USDEK adalah satu
kesatuan dengan pancasila. Dua acuan besar ini diadaikan layaknya kitab
suci, pedoman hidupnya bangsa Indonesia. Keempat, Trisakti, pokoknya
adalah berdaulat dan bebas dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan
berkepribadian dalam kebudayaan, bahwasannya Trisakti sesuai dengan
tujuan pendidikan karakter, bahwa nilai budaya ini dijadikan dasar dalam
pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar
anggota masyarakat. Maka demikian penting nilai budaya ini menjadi
sumber bagi pendidikan karakter.
Kelima, Berdikari (berdiri diatas kaki sendiri) ) adalah kemandirian
suatu bangsa didalam mengelola segala roda kehidupan bangsanya tanpa
ada ketergantungan yang mutlak pada bangsa lain. Berdikari harus dimiliki
generasi bangsa Indonesia karena kita adalah negra yang kaya raya akan
sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, oleh sebab itu berdikari harus
menjadi krakteristik kita semua.
Demi terwujudnya Insan yang di cita-citakan bangsa, maka mari
bersama-sama kita capai dengan mewujudkan Undang-undang Sisdiknas.
Bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa dan yang bermartabat dalam rangka
143
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berkahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggungjawab.
D. Relevansi Pemikiran Soekarno dengan Pendidikan Islam Kontemporer
1. Konsep Pendidikan Islam Soekarno
Dalam konsep pendidikan Islam telah diketahui dengan jelas
bahwa pendidikan Islam selalu mengembangkan seluruh potensi/ fithrah
manusia menuju kearah perkembangan yang positif demi mencapai ridha
Allah SWT. Hal ini juga diyakini Soekarno bahwa untuk
mentransformasikan ajaran-ajaran, nilai-nilai agama Islam harus melewati
sarana pendidikan, yang berupa penyiapan kader umat Islam yang dinamis
mengikuti perkembangan zaman tanpa meninggalkan identitasnya. Dalam
mengupayakan proses trasformasi sosial untuk menuju pada nilai-nilai
Islam yang baik, maka pendidikan Islam harus menghindari sikap-sikap
anti kemajuan , seperti taqlid buta, stagnasi (jumud), karena sikap itu akan
justru membawa kemunduran yang serius bagi proses perkembangan
pendidikan Islam dimasa depan.
Untuk menuju cita-cita ideal ajaran-ajaran Islam dalam proses
pendidikan Islam harus dikembalikan pada sumber pokok ajaranya, yaitu
Al-Qur’an dan Al-Hadist, tentu dengan mengedepankan tafsir dengan
semangat rasionalitas, sebagai tonggak untuk mencapai semangat
144
transformasi nilai-nilai pendidikan, khususnya semangat pendidikan Islam
yang progresif searah dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Pendidikan, menurut Soekarno menjadi prioritas utama dan
merupakan faktor untuk penentu perkembangan umat. Dalam uraian
sebelumnya tampak jelas bahwa gagasan yang dikemukakan Soekarno
cukup relevan dengan persoalan pendidikan Islam kontemporer, misalnya
pendidikan Islam yang dinamis mengikuti perkembangan zaman,
pendidikan Islam dan integrasi ilmu dan profesionalisme guru.
2. Kontribusi Pemikiran Soekarno terhadap Pendidikan Islam
Selanjutnya, perlu diketahui bahwa kharismatik Soekarno dalam
pemikirannya dan dalam bertindak sangat di akui dunia Internasional,
khususnya Islam. Kontribusi pemikiran Soekarno terhadap perkembangan
dunia pendidikan Islam di Indonesia sudah tidak diragukan lagi. Mulai
dari pemikiran beliau yang mengatakan bahwa dalam pendidikan Islam
tidak ada dikotomi ilmu agama dan umum, profesionalisme guru,
pemikiran Islam ditinjau dari pedagogis dan pendidikan Islam progresif,
dimana itu semua masih relevan dalam dunia pendidikan sekarang ini.
Pendidikan Islam merupakan sub sistem Pendidikan Nasional
Indonesia. Perjalanan Pendidikan Islam tidak terlepas dari pasang surutnya
sistem Pendidikan Nasional itu sendiri, sebagaimana tidak terlepasnya
umat Islam ketika kita membicarakan nasib bangsa ini, dan bahkan
Pendidikan Islam mempunyai sejarah panjang di Indonesia yang telah ikut
mewarnai kehidupan bangsa ini baik masa sebelum penjajahan bahkan
145
setelah Indonesia merdeka. Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Yang nota bane mayoritas masyarakatnya memeluk Agama Islam,
seharusnya Pendidikan Islam mendasari pendidikan-pendidikan lainnya,
serta menjadi primadona bagi peserta didik, orang tua, maupun
masyarakat.
Demikian juga halnya dalam upaya peningkatan mutu
pendidikan seharusnya Pendidikan Islam dijadikan tolok ukur dalam
membentuk watak dan pribadi peserta didik, serta membangun moral
bangsa (Nation Character Building), dalam proses pendidikan seperti ini
perlu melibatkan sejumlah orang yang tak kalah pentingnya dalam ikut
membangun Pendidikan Islam. Upaya mengikutsertakan masyarakat
dalam meningkatkan mutu pendidikan dengan memberikan pertimbangan,
arahan, dukungan, tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan
pendidikan, inilah yang dimaksud penulis dengan istilah memberdayakan
masyarakat. Sehingga keberhasilan pendidikan bukan saja menjadi tugas
dan tanggung jawab institusi pendidikan saja tetapi yang lebih penting
adalah bagaimana masyarakat dapat memberikan respon positif terhadap
perkembangan pendidikan yang ada saat ini, karena out-put pendidikan
pada akhirnya akan bermuara pada satu titik yaitu masyarakat.
3. Rekomendasi untuk Pendidikan Sekarang
Pendidikan karakter menjadi isu yang sangat hangat sejak
direncnakan oleh pemerinthan presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) dalam peringatan hari pendidikan nasional, pada 2 mei 2010.
146
Mengigat, kerusakan moral kini bukan hanya terjadi dikalangan birokasi
pemerintahan dan aparat penegak hukum, melainkan juga sudah meracuni
masyarakat. Pelanggaran moral menyebar di berbagai lapisan masyarakat
termasuk dalam instusi pendidikan, hingga kasus sostek UN massal.
Salah penyebab terjadinya adalah kemunduran moral bangsa
tersebut adalah lemahnya pendidikan karakter. Dalam pemikiran Soekarno
ini bagaimana Agama menjadi landasan terpenting dalam membangun
karakter bangsa. Oleh sebab itu penulis merekomendasikan semoga
masyarakat, lembaga pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA, Perguruan
Tinggi dapat menyelipkan pemikiran-pemikiran Soekarno tentang
Pendidikan Islam Sebagai konsep dasar nation and character building
secara utuh di dalam kurikulum maupun dalam silabus pengajaran, dimana
fungsinya untuk membangkitkan karakter peserta didik menuju insan yang
mempunyai moral kebangsaan yang tinggi dan merasa memiliki bangsa
Indonesia, maka apa yang menjadi permaslahan bangsa ini akan
terselesaikan.
147
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari beberapa pembahasan yang telah dipaparkan, yaitu dengan
dimulai dari pembahasan tentang pendidikan Islam, meliputi dasar dan tujuan
pendidikan Islam serta beberapa konsep pendidikan, kemudian selanjutnya
ditemukan pemikiran Soekarno tentang Islam, tentang pendidikan Islam
menurut Soekarno, dan konsep yang melatar belakangi munculnya nation and
character building, maka penulis dapat memberikan beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Mengenai pemikiran Islam Soekarno, Pemikiran beliau mempaparkan
sebuah gambaran realitas berfikir yang berdasarkan fenomena kehidupan
manusia. Sebuah argumen yang muncul secara empirik, logika rasionalitas
yang mengharapkan bukti materi adanya Tuhan, kemudian Islam yang di
tinjau dari sosiologis, tinjauan politis, historis, filosofis, pedagogis, religi,
semua saling berkesinambungan dalam memaknai Islam. Dan Soekarno
sebagai seorang muslim sejati yang cinta dan percaya akan kebenaran
dengan agamanya Soekarno dengan caranya yang tersendiri berjuang
untuk keagungan dan keluhuran agama Islam.
2. Dalam konsep pendidikan Islam telah diketahui dengan jelas bahwa
pendidikan Islam selalu mengembangkan seluruh potensi/ fithrah manusia
menuju kearah perkembangan yang positif demi mencapai ridha Allah
SWT. Hal ini juga diyakini Soekarno bahwa untuk mentransformasikan
148
ajaran-ajaran, nilai-nilai agama Islam harus melewati sarana pendidikan,
yang berupa penyiapan kader umat Islam yang dinamis mengikuti
perkembangan zaman tanpa meninggalkan identitasnya. Dalam
mengupayakan proses trasformasi sosial untuk menuju pada nilai-nilai
Islam yang baik, maka pendidikan Islam harus menghindari sikap-sikap
anti kemajuan , seperti taqlid buta, stagnasi (jumud), karena sikap itu akan
justru membawa kemunduran yang serius bagi proses perkembangan
pendidikan Islam dimasa depan. Untuk menuju cita-cita ideal ajaran-ajaran
Islam dalam proses pendidikan Islam harus dikembalikan pada sumber
pokok ajaranya, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadist, tentu dengan
mengedepankan tafsir denga semangat rasionalitas, sebagai tonggak untuk
mencapai semangat transformasi nilai-nilai pendidikan, khususnya
semangat pendidikan Islam yang progresif searah dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan, menurut Soekarno menjadi
prioritas utama dan merupakan faktor untuk penentu perkembangan umat.
Dalam uraian sebelumnya tampak jelas bahwa gagasan yang dikemukakan
Soekarno cukup relevan dengan persoalan pendidikan Islam kontemporer,
misalnya pendidikan Islam yang dinamis mengikuti perkembangan zaman,
pendidikan Islam dan integrasi ilmu dan profesionalisme guru.
3. Adapun konsep yang melatar belakangi munculnya nation and character
building, Soekarno Melihat realitas sosial budaya bangsa Indonesia Ir.
Soekarno berfikiran pada format bangsa yang ideal menurut beliau, Dari
konsep Nation and Charakter Building yang dimaksud pada prinsipnya
149
membentuk tatanan masyarakat yang berkebudayaan berlandaskan budi
hati nurani dan ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan tujuan
membentuk masyarakat yang adil, makmur berkesejahteraan, yang
didalamnya masyarakat saling gotong-royong bekerja untuk mencapai
tujuan nasional tersebut. yaitu:
Nasakom (Nasionalisme, Islam dan Marxis), yang lebih tepat sebagai
konsepsi dasar persatuan dan kesatuan antara golongan yang ada di
Indonesia.
Pancasila yang lahir tahun 1945, merupakan sebuah pengejawentahan
dari kepribadian bangsa Indonesia selain itu juga sebagai dasar negara,
falsafah dan tujuan serta alat pemersatu dari beraneka ragam jenis ras,
bahasa, suku dan agama/kepercayaan yang ada di Indonesia .
Manipol USDEK, aplikasi pada pemerintahan Ir. Soekarno dalam
menjalankan kebijakan didalam menjalankan amanat penderitaan dengan
menerapkan pola pembangunan nasional semesta berencana untuk
mencapai tujuan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.
Trisakti (berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang
ekonomi, berkepribadian kebudayaan), aplikasi dari kebijakan Manipol
pada perilaku masyarakat dan bangsa negara dalam menentukan sikap
serta makna kepribadian bangsa Indonesia yang berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Berdikari (berdiri diatas kaki sendiri) adalah satu sikap yang harus
diambil oleh bangsa yang mau tercapai tujuannya dengan tidak
150
menggantungkan hidupnya pada negara lain dan bentuk dari perlawanan
terhadap penindasan yang dilakukan oleh pihak kapitalis dan imperialis
dalam upaya mengeksploitasi negara-negara berkembang. Sehingga
masyarakat senantiasa hidup suasana damai tanpa adanya ketertindasan
yang akhirnya terciptalah perdamaian dunia.
B. Saran-Saran
Setelah melalui pembahasan demi pembahasan, penulis rasa demi
perkembangan ilmu pengetahuan sudah selayaknya memberikan saran
sebagai berikut:
1. Bahwa penelitian ini belum bersifat final atau jauh dari kesempurnaan,
masih diharapkan munculnya penelitian-penelitian baru yang lebih
komprehensif dengan didukung temuan-temuan baru yang bisa menambah
khazanah ilmu pengetahuan. Maka dari itulah tak ada kata akhir dalam
berjuang mencari kebenaran.
2. Didalam hidup berbangsa dan bernegara hendaklah mengutamakan
persatuan dan kesatuan, hilangkan rasa kesombongan, egoisme kelompok
dan golongan yang akan mengakibatkan runtuhnya sendi kehidupan
masyarakat Indonesia, pada akhirnya menjadi negara yang terpuruk dan
hina.
3. Mengharapkan kesadaran kepada seluruh masyarakat Indonesia tanpa
kecuali untuk senantiasa membangunan bangsa yang sesuai dengan cita-
cita para pahlawan kita
151
4. Jalankan amanat Revolusi yang telah diajarkan Soekarno untuk mengatasi
krisis multi dimensi yang sedang menimpa bangsa ini. Dimana ajaran
Soekarno nyata-nyata masih relevan untuk masa sekarang sebagai
pedoman dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat demi terwujudnya
peradaban bangsa yang lebih unggul.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama sempurna yang diturunkan oleh Allah SWT melalui
Nabi Muhammad SAW. Rahmatal Lil’alamiin merupakan sifat Islam, selain
juga sifat kesempurnaan Islam dalam setiap dimensi kehidupan. Dalam
perkembanganya lebih lanjut Islam mengalami perubahan karena perbedaan
situasi dan kondisi. Tentu yang dimaksud mengalami perubahan disini terjadi
pada aspek-aspek ajaran-ajaran agama Islam yang tidak absolut atau ajaran
Islam yang berkaitan dengan dimensi-dimensi sosial kemasyarakatan. Hal ini
meliputi ajaran Islam tentang ekonomi, politik , sosial dan budaya.
Orang Islam yang pertama kali bersama Nabi Muhamad SAW dan
berjuang bersama beliau demi menyebarkan Islam, mereka itu disebut
Sahabat, dan Tabi’in adalah periode atau masa berikutnya1. Dalam
perkembangan lebih lanjut Islam mengalami perubahan karena perbedaan
situasi dan kondisi. Tentu yang dimaksud mengalami perubahan disini terjadi
pada aspek ajaran agama Islam yang tidak absolut atau ajaran Islam yang
berkaitan dengan dimensi-dimensi sosial kemasyarakatan, seperti ekonomi,
sosial, politik dan budaya.
Artinya ajaran agama Islam yang pokok tentang ke-Esaan Allah SWT ,
kekuasaanya, kewajiban tunduk pada-NYA adalah tetap, tidak mengalami
perubahan, karena hal itu adalah merupakan pencerahan bagi manusia untuk
1 Fathur Rahman, 1974, Ikhtisar Musthalahah Hadist, Bandung, P.T. Al-Ma‟arif, hlm. 280
2
selalu berkembang kearah kesempurnaan. Marshal Hodgson menulis,
sebagaimana yang dikutip oleh Dr. Nurcholis Madjid.
Namun demikian, barangkali modal potensial Islam yang paling besar
adalah kesadaran historisnya yang jelas, yang sejak dari semula mempunyai
tempat begitu besar dalam dialognya. Sebab kesediaan mengikuti dengan
sungguh-sungguh bahwa tradisi agama terbentuk dalam waktu, dan selalu
mempunyai dimensi historisnya, membuat agama itu mampu menampung
ilham baru apapun ke dalam realitas dari warisan dan dari titik tolak mulanya
yang kreatif, yang dapat terjadi atau pengalaman keagamaan baru. 2
Dari pernyataan diatas cukup jelas bahwa “kesadaran historis” yang
meliputi perkembangan sosial, ekonomi serta budaya sangat berpengaruh
terhadap umat Islam. Mereka tidak bisa menganggap era satu terhadap yang
lain itu sakral dan tidak bisa diubah, karena menurut Ibnu Taimiyah tidak
seorangpun yang tidak berbuat kesalahan (ma’shum), bahkan Nabi Muhamad
sendiri, kecuali dalam tugas beliau menyampaikan “Pesan Suci” atau
“Tabligh Arrisalah” juga tidak terlepas dari kesalahan yang manusiawi.3
Disinilah letak kesadaran historis yang dipengaruhi oleh situasi dan
kondisi ,dan memang begitulah realitasnya.
Kita bisa melihat bagaimana besar pengaruh situasi dan kondisi itu
dalam fleksibilitas Islam. Disinilah ijtihad sangat diperlukan untuk mencapai
tujuan ajaran Islam yang universal seiring dengan perkembangan zaman.
2 Nurcholish Madjid,1998, dalam Mark.W.Woodward (Ed), Jalan Baru Islam, Bandung,
Mizan, hlm. 107. 3 Ibid, hlm. 106
3
Ijtihat itu berpahala dua apabila benar dan satu pahala bila salah.4 Ini semua
mengandung maksud bahwa Islam sangat toleran terhadap perubahan dan
perkembangan, bahkan hal inipun terjadi pada periode Nabi Muhamad SAW.
Sejarah Islam telah banyak menunjukan tentang pengaruh tokoh
Islam .Artinya dalam setiap masa atau kurun waktu selalu ada pemikiran -
pemikiran Islam yang mempengaruhi pola pemikiran umat untuk melakukan
perubahan. Para tokoh-tokoh ini sudah ada sejak masa Nabi SAW, seperti
Sayyidina Ali Bin Abi Thalib, Umar Bin Khattab, Abu Bakar Assidiq, Zaid
Bin Tsabit, Ibnu Abbas, dan lain-lain.Dan lebih nampak jelas bahwa ada
pengaruh dalam perkembangan Islam lebih lanjut ketika masa
Khulafaurrasyidin sampai masa-masa berikutnya, sebagaimana ditemukan
dalam sejarah panjang perkembangan Islam.
Seperti tokoh-tokoh perubahan Islam lainya Soekarno memiliki
pemikiran-pemikiran tersendiri tentang Islam, khususnya di Indonesia.
Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Bin Abdul Wahab, KH. Ahmad Dahlan,
KH. Hasyim As‟ary, dan lain-lain adalah tokoh-tokoh perubahan Islam pada
zamanya dengan situasi dan kondisi yang khas dari situasi dan kondisi lainya.
Ini mengandung maksud keadaan situasi dan kondisi para tokoh pemikir
Islam tersebut sangat berpengaruh pada corak pemikiran tentang Islam.
Kesemuanya upaya pembaharuan (pemikiran) itu dilakukan bukan untuk
4 Nurcholish Madjid, 1997, Kaki Langit Peradaban Islam,Jakarta, Paramadina. hlm.125
4
“kegenitan” pembaharuan itu sendiri, melainkan untuk menjadi satu bagian
dari kerja besar mewujudkan kemaslahatan (kepentingan rakyat)5.
Jadi pembaharuan adalah sebuah kemestian dalam mengikuti
perkembangan situasi dan kondisi zaman yang selalu berubah seiring dengan
berbagai kemajuan yang terjadi pada masyarakat muslim, tentu
pemikiranyapun akan mengikuti perubahan tersebut dengan berbagai
element-element pengaruhnya. Lebih lanjut kita mengetahui Soekarno adalah
aktivis muslim yang gigih berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia
dari belenggu imperalisme yang membuat bangsa Indonesia semakin
lemah/hancur. Karena bangsa Indonesia mayoritas Islam,6 tentunya Soekarno
memiliki pemikiran dan pemahaman Islam yang tinggi. Ini terbukti
diterimanya Soekarno sebagai wakil bangsa Indonesia dalam
memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Karena mayoritas bangsa
Indonesia adalah Islam, tentunya Seokarno memiliki pemikiran serta
pemahaman Islam yang tinggi. Ini terbukti diterimanya Soekarno sebagai
wakil bangsa Indonesia dalam memplokamirkan kemerdekaan Indonesia, dan
sekaligus mendapat gelar”waliyul Amri Dlaruri Bis-Sawkah” pada tahun
1954 sebagai bukti kepercayaan umat Islam terhadap beliau.7
Isu-isu stretegis pendidikan karakter menyangkut keterkaitan dengan
kebutuhan untuk membentuk karakter anak didik dan generasi sesuai dengan
upaya untuk menjawab kontradiksi-kontradiksi dan masalah-masalah
5 Tim Redaksi Tanwirul Anwar Ma‟had „Ali P.P Salafiyyah Syafi‟iyyah Sukorejo
Situbondo,2001, Fiqh Rakyat (pertarungan Fiqh dengan kekuasaan), Yogyakarta, LKIS., hlm VI 6 Mark.W.Wood (Ed), Op.Cit.hlm 15
7 Maslahul falah, Islam ala Soekarno; Jejak Langkah Pemikiran Islam Liberal
Indonesia,(Yogjakarta: Kreasi Wacana, 2003), hlm. 43
5
kemanusian yang mendominasi suatu masyarakat. Untuk masyarakat
Indonesia, pembangunan karakter juga harus ditekankan pada upaya untuk
mengatasi masalah yang belakangan ini sering berkembang.
Beberapa masalah yang dihadapi oleh bangsa ini antara lain sebagai
berikut:
I. Kemiskinan dan keterbelakangan, suatu kondisi yang menyebabkan
negara kita tertinggal jauh dengan negara lain: yang membuat generasi
kita menggangur, kurang pendidikan, dan situasi itu juga yang
menyebabkan rusaknya moral dan krisis eksitensi diri. Kuranganya
pendidikan dan kemiskinan berakibat pada tingkat tidak munculnya
generasi muda yang tidak produktif dan kreatif.
II. Konflik dan kekerasan atas nama klaim kebenaran palsu dan sempit
yang menyebakan sentimen antar kelompok meningkat. Dalam situasi
ini, masyarakat kita merespons dan menangapi perbedaan pendapat
dan perbedaan kayakinan dengan cara yang salah. Konflik bernuansa
(penafsiran) agama, suku, ras dan perbedaan pendapat semakin meluas.
Ini merupakan masalah penting yang harus dihadapi jika kita ingin
menegaskan eksistensi bangsa yang bercirikan penghormtan akan
keberagaman (multikulturalitas dan pluralitas). Budaya kekerasan juga
masih sering terjadi di lingkungan pendidikan. Guru masih sering
melakukan kekerasan fisik, juga banyak kekerasan psikologis dan
emosional, antara pelajar juga terjadi tawuran antar pelajar yang lain.
6
Kekerasan di masyarakat menular pada kekerasan dalam dunia
pendidikan.
III. Dominasi budya membodohi akibat pengaruh tanyangan media
(terutama budaya tonton melalui TV) yang pengaruhnya dalam
masyarakat luar biasa. Budaya nonton ini membuat orang mudah
terpengaruh pada “gebyar” kesemarakan yang dicitrakan media yang
membuat penonton (khalayak masyarakat) hanya bisa pasif dalam
kebudayaan, kebiasaan yang membentuk karakter pasif, bisu, dan
mematikan naluri kreatifitas sertab kemandirian berfikir.
IV. Adanya korupsi yang meluas dan masih menggrogoti bangsa ini, yang
hingga saat ini sulit diberantas. Korupsi jelas merupakan gejala paling
nyata dari gagalnya pembangunan karakter bangsa, merupakan produk
dari hubungan sosial yang kontradiktif. Korupsi membuat bangsa tidak
maju, menyebabkan rakyat tetap miskin, dan sekaligus menunjukan
karakter parasit adalah cermin bangsa yang karakternya rusak, yang
kalau dibiarkan akan membuat bangsa hancur, bisa hancur secara cepat
atau berlahan-lahan.
V. Kerusakan lingkungan alam akibat gejala alam maupun akibat ulah
kerusakan alam adlah fenomena yang membutuhkan perhatian dalam
kaitannya pembangunan karakter manusia, kerusakan alam disebabkan
karater yang salah, yang tak menghormati lingkungan, dan mungkin
juga dibiaskan oleh karakter manusioa yang terbenbentuk.
7
VI. Ketertimpangan dan penindasan yang bernuansa gender atau
terpinggirnya kaum perempuan. Bangsa yang maju selalu menuntut
kaum perempuannya yang produktif, kreatif, dan berperan maju setara
dengan laki-laki. Masalah yang ada di Indonesia adalah tatanan budaya
patriakal yang menempatkan kaum perempuan pada posisi yang
melemahkan. Bahkan, dalam pendidikan pun perempuanideologis
masih terdiskriminasi.
Tokoh Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama
tentu mengalami pergolakan pemikiran sosial, politik dan pendidikan sebelum
atau sesudah kemerdekaan. Dan terbukti secara empiris bahwa Soekarno
mampu membuktikan fahamnya untuk menyatukan seluruh element bangsa
Indonesia. Tentu elment-elemnet masyarakat tersebut berasal dari latar
belakang sosial, ekonomi, agama yang berbeda-beda Mengenai pemikiran
Soekarno tentang politik nasional ataupun mengenai pendidikan. Walaupun
pendidikan selalu berganti kebijakan, pada intinya tujuan pendidikan di masa
kepemimpinan Presiden Soekarno mengarah pada penanaman jiwa Nation
and Character Building. Hal ini dapat dilihat pada salah satu isi penentapan
Presiden RI nomor 19 tahun 1965 berbunyi :
“Pendidikan Nasional ialah Pendidikan Bangsa (Nation and Character
Building) yang membina suatu bangsa yang mampu atas tanggung
jawab sendiri menyelesaikan revolusinya, tahap demi tahap, dengan
pengertian bahwa agama adalah unsur mutlak dalam rangka Nation and
Character Building sesuai dengan ketetapan MPRS tahun 1960.”8
8 Syaifudin, Tan Malaka (Merajut Masyarakat dan Pendidikan Indonesia yang Sosialistis,
Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2012, hlm. 33
8
Sehingga pada tahun ini Undang-Undangn pendidikan nasional yang
berlaku tidak jauh dari Undang-Undang yang sudah ada dulu, dan kebijakan
sebagaimana yang terungkap dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.
20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 yang berbunyi :
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujukan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara ”.9
Pendidikan tidak sekedar mentransfer ilmu pengetahuan (transfer
ofknowledge) kepada peserta didik, tetapi lebih dari itu, yakni mentransfer
nilai (transfer of value). Selain itu, pendidikan juga merupakan kerja budaya
yang menuntut peserta didik untuk selalu mengembangkan potensi dan daya
kreativitas yang dimilikinya agar tetap survive dalam hidupnya. Karena itu,
daya kritis dan partisipatif harus selalu muncul dalam jiwa peserta didik.
Anehnya, pendidikan yang telah lama berjalan tidak menunjukkan hal yang
diinginkan. Disis lain pendidikan kurang mengajarkan bagaimana dan seperti
apa asal mula ilmu pengetahuan yang dipelajari dalam kelas sehingga
pendidikan terlihat hanya dijadikan alat indoktrinasi berbagai kepentingan.
Begitu urgennya masalah pendidikan, sehingga begitu banyak para
pakar ataupun tokoh yang senantiasa berupaya untuk melahirkan pemikiran-
pemikiran tentang pendidikan. Baik yang sifatnya pengetahuan yang benar-
benar baru yang sebelumya belum ada ataupun pemikiran-pemikiran yang
9 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Bandung: Citra Umbara, 2003) Hlm. 3
9
sifatnya pengembangan atau diadakan inovasi dari pemikiran yang ada. Agar
pendidikan bisa menjadikan peradaban kehidupan manusia menjadi lebih
baik.
Maju dan tidaknya suatu negara tidak lepas dari peran masyarakatnya
yang berkualitas. Untuk membentuk kualitas masyarakat tidak bisa lepas dari
pendidikan dan berkualitasnya pendidikan tidak lepas dari para pemikir
pendidikan baik dari islam dan barat. Karena dari para pemikir inilah konsep
pendidikan terduksi dan berkembang sesuai dengan kadaan zaman bahkan
pendidikan menjadi disiplin ilmu tersendiri.
Dalam surat Al-Mujadallah ayat 11, tentang bagaimana manusia harus
berkembang, dan mempunyai wawasan tinggui maka akan di angkat
derajatnya oleh Allah SWT. Ayat tersebut:
. )اجملدله (
Artinya: Hai orang-orang yang beriman apabila kamu dikatakan
kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dari paparan diatas begitu urgenya pendidikan, untuk itu peneliti ingin
mengkaji dan pendidikan khususnya para objek pendidikan. Untuk itulah
10
peneliti mengangakat judul penelitian “Pemikiran Ir. Soekarno Berbasis
Teks tentang Pendidikan Islam sebagai Konsep Dasar Nation and
Character Building.
Soekarno dengan pemikiranya tersebut di atas, beliau telah banyak
memberikan kontribusi terhadap berbagai persoalan umat dalam kehidupan
berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, termasuk tentang pemikirannya
tentang Islam dalam membentuk karakter rakyat Indonesia menjadi progresif
dalam membangun peradaban Bangsa.
B. Rumusan Masalah
Refleksi dari latar belakang masalah tersebut menunjukkan tentang
wacana pemikiran Ir. Soekarno tentang Pendidikan Islam sebagai kosep dasar
Nation and Character Building mempunyai rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana Konsep Pemikiran Ir. Soekarno tentang Pendidikan Islam ?
2. Apa yang melatar Belakangi Munculnya Pendidikan Nation and
Character Building ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Bagaimana konsep Pemikiran Ir. Soekarno Tentang
Pendidikan Islam .
2. Untuk mengetahui Bagaimana pemikiran Soekarno tentang Pendidikan
Islam sebagai Konsep Dasar Nation And Character Building.
11
D. Manfaat Penelitian
Manfaat hasil penelitian dari skripsi ini adalah :
1. Memberikan pemahaman kepada pembaca terlebih kepada penulis
sendiri bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membina manusia secara
pribadi dan berkelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya
sebagai hamba Allah SWT dan kholifah-Nya, guna membangun dunia
ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah. Manusia yang dibina
adalah fitrahnya yang meliputi unsur-unsur material (jasmani) dan
imaterial (akal dan jiwa) dan mempunyai karakter kebangsaan yang
tinggi sesuai yang di maksud Soekarno.
2. Dapat memberikan kontribusi, manfaat serta menambah wawasan
keilmuan kepada pembaca tentang Pendidikan Islam sebagai Konsep
dasar Nation and Character Building sebagai benteng dalam
mengarungi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
3. Penelitian ini diharapkan akan memperkaya khasanah keilmuan dalam
lembaga pendidikan Islam. Lebih khusus lagi, penelitian ini diharapkan
menambah perkembangan umat. Islam, yang di yakini agama paling
sempurna, menempatkan pendidikan sebagai aspek sangat penting
dalam membangun bangsa dengan jiwa dan raga yang mempunyai
karakter.
12
E. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penulisan ini dimaksudkan agar dalam proses
penulisan dan penelitian tidak keluar dari konteks yang diinginkan dari penulis
dan juga agar pembahasan lebih fokus sesuai dengan keinginannya, sehingga
menghasilkan karya tulis yang sesuai dengan standar penulisan yang baku dan
benar.
`Dalam penelitian ini, peneliti membatasi kajiannya dengan mengaji
tentang pemikiran Ir. Soekarno pendidikan Islam sebagai konsep dasar nation
and character building yang disesuaikan dengan rumusan masalah yang
diangkat dalam penulisan ini. Adapun batasan masalah yang akan dibahas
dalam tulisan ini menyangkup beberapa pembahasan antara lainnya:
1. Untuk mengetahui Bagaimana Pemikiran Ir. Soekarno Tentang
Islam.
2. Untuk mengetahui Bagaimana Pemikiran Ir. Soekarno Tentang
Pendidikan Islam .
3. Untuk mengetahui Bagaimana pemikiran Soekarno tentang Pendidikan
Islam sebagai Konsep Dasar Nation And Character Building.
Dari tiga batasan maslah yang penulis angkat diatas tidak akan
dilepaskan dari persepektif Ir. Soekarno.
F. Definisi operasional :
1. Pemikiran
Pemikiran merupakan proses membina ilmu dan kefahaman yang
melibatkan aktivitas mental dalam otak manusia.
13
2. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha sadar yang teratur dan sistematis yang
dilakukan oleh orang-orang yang diberi tanggung jawab untuk
mempengaruhi anak agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-
cita pendidikan.
3. Nation
Suatu komunitas manusia yang memiliki nama, mitos sejarah bersama,
budaya yang umum, perekonomian bersama, hak dan kewajiban bersama,
dan menguasai suatu tanah air.
4. Character building
Adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan untuk membina,
memperbaiki dan membentuk tabiat, watak, sifat kejiwaaan, akhlak (budi
pekerti), insan manusia (masyarakat) sehingga menunjukan peranggai dan
tinkah laku yang baik berlandaskan nilai-nilai pancasila.
G. Penelitian Terdahulu
Peneliti menyadari bahwa penelitian pemikiran Ir. Soekarno tentang
pendidikan Islam sebagai konsep dasar nation and character building bukan
kajian yang pertama. Hal ini disebabkan Soekarno adalah tokoh besar yang ada
di Indonesia yang terkenal dengan kepemimpinanya sebagai sang proklamator
ulung revolusioner sejati dan sekaligus pemikir cukup terkenal dan telah
menghasilkan banyak karya-karya.
Sebelumya penelitian mengetahui pemikiran Soekarno telah dikaji oleh
Wahyu Hidayat, yang menganalisis tentang " Pemikiran Ir. Soekarno Sebuah
14
Kerangka Dasar Pendidikan Kerakyatan Menuju Cita-cita Bangsa Indonesia”
yang di dalamnya membahas tentang definisi dasar pendidikan, kebudayaan,
ekonomi sosial Indonesia, sosial dan politik.
Peneliti juga menemukan penelitian sebelumnya yang ditulis oleh
Syamsul Kurniawan yang mengkaji “Modernisasi Pendidikan Islam dalam
Pemikiran Soekarno” dari penelitian ini sudut pandangnya pendidikan Islam
harus selalu mengikuti perkembangan zaman dan pendidikan Islam di tuntut
harus selalu progresif.
Sejauh hasil penelitian yang diketahui oleh penulis, masih belum ada
yang mencoba melakukan penelitian tentang pendidikan Islam sebagai konsep
dasar nation and character building. Maka penelitian ini bisa diartikan
melanjutkan penelitian sebelumnya yang sifatnya masih belum sempurna dan
mencoba melakukan penelitian yang sekiranya belum dilakukan oleh para
pakar dalam dunia pendidikan dalam mengkaji pemikiran soekarno tentang
pendidikan Islam sebagai konsep dasar nation and character building.
H. Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan, Bab ini meliputi : Alasan pemilihan judul,
penegasan istilah, permasalahan, tujuan dan manfaat
penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan
skripsi.
Bab II : Membahas tentang pengertian Pendidikan Islam, Pada bab ini
meliputi: Dasar Pendidikan Islam, Tujuan Pendidikan Islam,
pendidikan karakter, konsep pendidikan karakter secara umum.
15
Bab III : mengkaji tentang metode penelitian, pendekatan dan jenis
penelitian, objek dan ruang lingkup penelitian, sumber data,
metode pengumpulan data, teknik analisis data, sistematika
pembahasan.
Bab IV : Membahas Pemikiran tentang Islam dan Pendidikan Islam
menurut Ir. Soekarno yang meliputi : Islam ditinjau dari
filsafat ketuhanan, sosiologis, historis, filosofi, pedagogis,
politis,dan disertai pandangan Soekarno tentang Pendidikan
Islam, landasan Nation and Character Building menurut Soekarno
meliputi : kondisi pendidikan Masyarakat, sosial budaya. Juga
membahas idealitas dan realitas bangsa Indonesia meliputi
Nasakom, pancasila, manipol, tri sakti, berdikari.
Bab V : Analis Pemikiran Ir. Soekarno Tentang Pendidikan Islam
Sebagai Konsep Dasar Nation and Character Bulding.
Bab VI : Yang berisi mengenai kesimpulan, saran-saran, dan kata
penutup.
Bagian akhir (reference matter) meliputi: daftar pustaka, daftar riwayat
hidup penulis, dan lampiran-lampiran.
DAFTARA RUJUKAN
Abdul Munir Mulkhan, 1993, Paradigma Intelektual Muslim, Yogyakart:
SIPPRESS.
Abu Ahmadi,1985, Kurikulum Pendidikan Islam, Surabaya: Bina Ilmu.
Ahmad D. Marimba,Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: P.T Al-
Ma’arif.
Ahmad Tafsir, 1992, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung, P.T
Remaja Rosda Karya.
Akhmad Muhaimin Azzet, 2011, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia,
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Al-Zastrouw, 1999, Gus Dur Siapa Sih Engkau (tafsir teoritik atas tindakan dan
pernyataan Gus Dur), Jakarta: P.T. Gelora Aksara Pratama.
Amin Abdullah, 2005, “DesainPengembangan Akademik IAIN menuju UIN Sunan
kalijaga: Dari Pendekatan dikotomis-Atomistik ke-Arah Integratif-
Interdisiplinary, dalam Zaenal Abidin Bagir (Ed), Integrasi Ilmu dan
Agama: Interprestasi dan Aksi, Bandung; Mizan.
_____________, 2006, Islamic Studies di Perguruan Tinggi; Pendekatan
Integratif-Interkonektif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Aminuddin Nur, 1967, Pengantar Studi Sejarah Pergerakan Nasional, Jakarta:
Pembimbing Massa.
Amir Daim Indra Kusuma,1987, Pengantar Ilmu Pendidikan,Malang: FP -IKIP
Malang.
Anggota IKAPI, 2006, Kumpulan Pernyataan Bung Karno Tentang Gerakan 30
September, Jogjakarta: Media Pressindo.
Antony D. smith, 1972, Theories of nationalism, New York, Harper and Row.
Assegaf, Abd. Rachman. 2005, Politik Pendidikan Nasional: Pergeseran
Kebijakan Pendidikan Agama Islam dari Praproklamasi ke Reformasi.
Yogyakarta: Kurnia Kalam.
Azyumardi Azra, 2006, “Reintergrasi Ilmu-ilmu dalam Islam”, dalam zainal
Abidin Bagir (Ed), Integrasi Ilmu dan Agama: Interpretasi dan Aksi,
Bandung: Mizan.
Bambang Norsena, 2000, Religi dan Religiusitas Bung Karno, Bali Jagadhita
Pres, Denpasar Bali, 2000.
Bernhard Dahm, 1987, Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan, Jakarta: LP3ES.
Cindy Adam, 1965, Bung Karno: Penyambung lidah Rakyat, alih bahasa Mayor
Abdul Bar Salim, Jakarta: PT, Gunung Agung.
Dennis Collins, 1999, Paulo Freire, Kehidupan Karya Dan Pemikiranya, Jakarta:
Pustaka Pelajar.
Departemen Agama, 2005, AL-Qur’an dan Terjemahan. Bandung: Jumunatul Ali
Art.
Djumberanjah Indar, 1994, Filsafat Pendidikan Islam, Surabaya: Usaha Nasional.
Editor Cahyo Gumilang dkk, 2013, Pancasila Dasar Negara “Kursus Pancasila
Oleh Presiden Soekarno, Yogjakarta: Pusat Studi Pancasila Universitas
Gadjah Mada.
Fathiyah Hasan, 1986, Konsep Pendidikan Al-Ghazali, Jakarta: Perhimpunan
Pengembangan Pesantren Dan Masyarakat.
Fathul Mu’in, 2011, Pendidikan Karakter, Kontruktif Teoretik dan Praktik,
Urgensi Pendidikan Progresif dan Revitalisasi Peran Guru dan Orangtua.
Jogjakarta- ARRUZ MEDIA.
Fathur Rahman, 1974, Ikhtisar Musthalahah Hadist, Bandung: P.T. Al-Ma’arif.
Frank. G. Goble, 1991, Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow
,Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
H. Endang Syaifuddin Anshari,1990,Ilmu, Filsafat Dan Agama, Surabaya:
P.T.Bina Ilmu.
H.A.R. Tilaar, 1995, 50 tahun Pembangunan Pendidikan Nasional 1945-1995,
Suatu Analisis Kebijakan, Jakarta: Gramedia Grasindo.
H.M Arifin, 1997, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,
Hadari Nawawi dan Hj.Mimi Martini, 1994, Penelitian Terapan, Yogyakarta:
Gajah Mada Univercity Press.
Hasan Langgulung, 1999, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung:Rosda Karya.
Hendri Mahendra, November 2011, Soekarno, Catatan Jas Merah, Majalah
INOVASI UIN Malang, Edisi XXVIII,
Hery Noer Aly, MA, 1999,Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: P.T Logos Wacana
Ilmu.
HOS. Cokroaminoto, 1966, Islam dan Sosialisme, Jakarta: lembaga Penggali Dan
Penghimpun Sejarah Revolusi Indonesia.
Kisdarto Atmosoeprapto, 2003, “Kecermerlangan, Keteguhan, Pandangan
Hidup, Sikap Mental dan Kepedulian Seorang Pemimpin Besar”(Kata-kata
Mutiara, Pandangan Hidup dan Kepribadian Bung Karno, A-Z), Malang:
Buntara Media
Lexi J. Moleong, 2000, Methodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: P.T. Remaja
Rosda Karya.
M. Iqbal Hasan, 2002, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan aplikasi,
Jakarta:Ghalia Indonesia.
M. Natsir, 1973, Capita Selecta, Jakarta: Bulan Bintang.
Maj. Muhammad Said, 1961, Pedoman Untuk Melaksanakan Amanat Penderitaan
Rakyat Jilid I, Surabaya: PT Permata.
Maslahul falah, 2003, Islam ala Soekarno; Jejak Langkah Pemikiran Islam
Liberal Indonesia, Yogjakarta: Kreasi Wacana.
Nurani Soyomukti, 2010, Soekarno, Visi Kebudayaan dan Revolusi Indonesia,
Yogjakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Nurcholish Madjid, 1997, Kaki Langit Peradaban Islam,Jakarta: Paramadina.
Nurcholish Madjid,1998, dalam Mark.W.Woodward (Ed), Jalan Baru Islam,
Bandung, Mizan.
Nurla Isna Aunillah, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah,
Jogjakarta: Laksana.
Pidato Karkono Partokusumo, 1958, Kepribadian Bangsa Indonesia dalam Buku
Benteng Pancasila, Jogjakarta: PT Yayasan Pancasila.
Pramoedya Anan Toer, 1960, Kronik Revolusi Indonesia, Jilid I, Jakarta, KPG
(Kepustakaan Populer Gramedia),.
Rifa’i, Muhammad. 2011, Sejarah Pendidikan Nasional Dari Masa Klasik
Hingga Modern. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Ringkasan Ketetapan MPRS - RI, No. I & II /MPRS/1960, MPRS dan
Departemen Penerangan
Sanapiah Fsaisal,1990, Penelitian Kualitatif (dasar-dasar aplikasi), Malang: YA3.
Siswono Yudohusodo, 1996, Semangat Baru Nasionalisme Indonesia , Jakarta: PT
Yayasan Pembangunan Bangsa.
Siti Kusrini, 1991, Metodelogi Belajar Mengajar, Malang, IKIP Malang.
Sjamsudin. 1993, Sejarah Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Depdikbud,
Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.
Solichin Salam, 1964, Bung Karno dan Kehidupan Berpikir Dalam Islam, jakarta:
PT Wijaya.
Suadi Putro, 1998, Mohammed Arkaun Tentang Islam Dan Modernitas, Jakarta:
Paramadaina Mulya.
Subkhan, Edi. 2010, Ki Hajar Dewantara Peletak Dasar Pendidikan Indonesia,
Taman Siswa, , Taman Siswa, Yogyakarta.
Soekarno, 1964, Dibawah Bendera Revolusi Jilid I dan II, Panitya Penerbit
Dibawah Bendera Revulusi.
Sulistiawati, 2007, Pendidikan Kewarganegaraan, Jokjakarta: Diva Press.
Susilo Bambang Yudoyono, Menjadi Bangsa yang Berdaulat dan Mandiri, 100
tahun Bung Karno,
Syaifudin, 2011, Tan Malaka (Merajut Masyarakat dan Pendidikan Indonesia
yang Sosialistis, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Syamsul Hadi, 1978, Tragedi Bung Karno Perjalanan terakhir Seorang
Proklamator, Jakarta: PT Pustaka Simponi.
Syamsul Kurniawan, 2009, Modernisasi Pendidikan Islam dalam pemikiran
Soekarno,’’Pendidikan di Mata Soekarno’’ Yogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Tim Dosen IKIP Malang, 1988, Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan, Surabaya:
Usaha Nasional.
Tim Kreasi LKM UNJ, 2011, Restorasi Pendidikan Indonesia, Menuju
Masyarakat terdidik Berbasis Budaya, Yogjakarta, Ar-Ruzz Media.
Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010, Sejarah Nasional Indonesia
(Zaman Jepang dan Zaman Republik), Jakarta: Balai Pustaka.
Tim Penulis Sejarah Indonesia, 2009, Sejarah Nasional Indonesia, Jilid VI.
Jakarta: PT. Balai Pustaka (Persero).
Tim Penyusun, 2011, Panduan Pelaksanaan Pendidikan karakter, Jakarta:
Kementerian Pendidikan Nasional.
Tim Redaksi Tanwirul Anwar Ma’had ‘Ali P.P Salafiyyah Syafi’iyyah Sukorejo
Situbondo 2001, Fiqh Rakyat (pertarungan Fiqh dengan kekuasaan),
Yogyakarta: LKIS.
UU SISDIKNAS, 2009, Jakarta: Sinar Grafika.
Wang Xiang Jun, 2011, Seokarno Uncensored, Benarkah Soeharto lebih baik dari
Soekarno?, Jokjakarta: Pustaka Radja.
Winarno Surakhmad, 1990, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung: Tarsito.
Yatim, Badri. 1999, Soekarno, Islam, dan Nasionalisme, Jakarta: Logos Wacana.
Zakiah Darajat, 1982, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksa.
Zubaedi, 2011, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasi Dalam
Lembaga Pendidikan, Jakarta: Kencana.
Zuhairini Dan Abdul Ghafir,1993, Methodologi Pendidikan Agama,Ramadhani,
Solo.