PEMFIGOID BULOSA

21
PEMFIGOID BULOSA Referat Maret 2012 PEMFIGOID BULOSA I. .......................................PENDAHULUAN Pemfigoid Bulosa (PB) adalah penyakit umum autoimun kronik yang ditandai oleh adanya bula sub epidermal pada kulit. Penyakit ini biasanya diderita pada orang tua dengan erupsi bulosa disertai rasa gatal menyeluruh dan lebih jarang melibatkan mukosa, tetapi memiliki angka morbiditas yang tinggi. Namun presentasinya dapat polimorfik dan dapat terjadi kesalahan diagnosa, terutama pada tahap awal penyakit, di mana bula biasanya tidak ada. (1) Pemfigoid bulosa ditandai oleh adanya bula subepidermal yang besar dan berdinding tegang, dan pada pemeriksaan imunopatologik ditemukan C3 (komponen komplemen ke-3) pada epidermal basement membrane zone, IgG sirkulasi dan antibodi IgG yang terikat pada basement membrane zone. (2,3) Kondisi ini disebabkan oleh antibodi dan inflamasi abnormal terakumulasi di lapisan tertentu pada kulit atau

description

ghn

Transcript of PEMFIGOID BULOSA

Page 1: PEMFIGOID BULOSA

PEMFIGOID BULOSA

 Referat Maret 2012

PEMFIGOID BULOSA

I. PENDAHULUAN

Pemfigoid Bulosa (PB) adalah penyakit umum autoimun kronik yang ditandai

oleh adanya bula sub epidermal pada kulit. Penyakit ini biasanya diderita pada orang

tua dengan erupsi bulosa disertai rasa gatal menyeluruh dan lebih jarang melibatkan

mukosa, tetapi memiliki angka morbiditas yang tinggi. Namun presentasinya dapat

polimorfik dan dapat terjadi kesalahan diagnosa, terutama pada tahap awal penyakit,

di mana bula biasanya tidak ada.(1)

Pemfigoid bulosa ditandai oleh adanya bula subepidermal yang besar dan

berdinding tegang, dan pada pemeriksaan imunopatologik ditemukan C3 (komponen

komplemen ke-3) pada epidermal basement membrane zone, IgG sirkulasi dan

antibodi IgG yang terikat pada basement membrane zone.(2,3)

Kondisi ini disebabkan oleh antibodi dan inflamasi abnormal terakumulasi di

lapisan tertentu pada kulit atau selaput lendir. Lapisan jaringan ini disebut "membran

basal”. Antibodi (imunoglobulin) mengikat protein di membran basal disebut antigen

hemidesmosomal pemfigoid bulosa dan ini menangkap sel-sel peradangan

(kemotaksis).(3)

II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

Sebagian besar pasien pemfigoid bulosa berumur lebih dari 60 tahun.

Pemfigoid bulosa jarang terjadi pada anak-anak. Tidak diketahui prevalensi ras /

Page 2: PEMFIGOID BULOSA

etnis, jenis kelamin yang memiliki kecenderungan menderita pemfigoid bulosa.

Insiden pemfigoid bulosa diperkirakan 7 per juta per tahun di Prancis dan Jerman.(2)

III.ETIOLOGI

Etiologinya adalah autoimunitas, tetapi penyebab yang menginduksi autoantibodi

masih belum diketahui (3)

IV. PATOFISIOLOGI

Pemfigoid bulosa merupakan penyakit autoimun yang menyerang pada

stratum basalis. Stratum basalis terdiri atas sel – sel berbentuk kubus yang tersusun

vertikal pada perbatasan dermo – epidermal berbaris seperti pagar. Lapisan ini

merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel

yaitu sel berbentuk kolumnar dan sel pembentuk melanin. Pada sel basal dalam

membran basalis, terdapat hemidesmosom. Fungsi hemidesmosom adalah melekatkan

sel – sel basalis dengan membran basalis.(2,3)

Pemfigoid bulosa adalah contoh penyakit autoimun dengan respon imun

seluler dan humoral yang bersatu menyerang antigen pada membran basal. (5) Antigen

pemfigoid bulosa merupakan protein yang terdapat pada hemidesmosom sel basal,

diproduksi oleh sel basal dan merupakan bagian BMZ (basal membrane zone) epitel

gepeng berlapis. Fungsi hemidesmosom ialah melekatkan sel-sel basal dengan

membran basalis, strukturnya berbeda dengan desmosom.(3)

Terdapat dua jenis antigen pemfigoid bulosa yaitu dengan berat molekul

230kD disebut PBAg1 (pemfigoid bulosa Antigen 1) atau PB230 dan 180 kD

dinamakan PBAg2 atau PB180. PB230 lebih banyak ditemukan dari pada PB180.(3)

Page 3: PEMFIGOID BULOSA

Setelah pengikatan autoantibodi terhadap antigen target, pembentukan bula

subepidermal terjadi melalui rentetan peristiwa yang melibatkan aktivasi komplemen,

perekrutan sel inflamasi (terutama neutrofil dan eosinofil), dan pembebasan berbagai

kemokin dan protease, seperti metaloproteinase matriks-9 dan neutrofil elastase. (1)

Studi ultrastruktural memperlihatkan pembentukan awal bula pada pemfigoid

bulosa terjadi dalam lamina lusida, di antara membran basalis dan lamina densa.

Terbentuknya bula pada tempat tersebut disebabkan hilangnya daya tarikan filament

dan hemidesmosom.(2)

Langkah awal dalam pembentukan bula adalah pengikatan antibodi terhadap

antigen pemfigoid bulosa. Fiksasi IgG pada membran basal mengaktifkan jalur klasik

komplemen. Aktivasi komplemen menyebabkan kemotaksis leukosit serta

degranulasi sel mast. Produk-produk sel mast menyebabkan kemotaksis dari eosinofil

melalui mediator seperti faktor kemotaktik eosinofil anafilaksis. Akhirnya, leukosit

dan protease sel mast mengakibatkan pemisahan epidermis kulit. Sebagai contoh,

eosinofil, sel inflamasi dominan di membran basal pada lesi pemfigoid bulosa,

menghasilkan gelatinase yang memotong kolagen ekstraselular dari PBAG2, yang

mungkin berkontribusi terhadap pembentukan bula.(2)

VI. DIAGNOSA

A.    GAMBARAN KLINIS

Fase Non Bulosa

Manifestasi kulit pemfigoid bulosa bisa polimorfik. Dalam fase prodromal

penyakit non-bulosa, tanda dan gejala sering tidak spesifik, dengan rasa gatal ringan

sampai parah atau dalam hubungannya dengan eksema, papul dan atau urtikaria,

ekskoriasi yang dapat bertahan selama beberapa minggu atau bulan. Gejala non-

spesifik ini bisa ditetapkan sebagai satu-satunya tanda-tanda penyakit.(1)

Fase Bulosa

Page 4: PEMFIGOID BULOSA

Tahap bulosa dari pemfigoid bulosa ditandai oleh perkembangan vesikel dan

bula pada kulit normal ataupun eritematosa yang tampak bersama-sama dengan

urtikaria dan infiltrat papul dan plak yang kadang-kadang membentuk pola

melingkar. Bula tampak tegang, diameter 1 – 4 cm, berisi cairan bening, dan dapat

bertahan selama beberapa hari, meninggalkan area erosi dan berkrusta. Lesi

seringkali memiliki pola distribusi simetris, dan dominan pada aspek lentur anggota

badan dan tungkai bawah, termasuk perut. Perubahan post inflamasi memberi

gambaran hiperpigmentasi dan hipopigmentasi serta miliar meskipun gambaran ini

jarang. Keterlibatan mukosa mulut diamati pada 10-30% pasien. Daerah mukosa

hidung mata, faring, esofagus dan daerah anogenital lebih jarang terkena. (1)

Lesi kulit

Eritema, papul atau tipe lesi urtikaria mungkin mendahului pembentukan bula.

Bula besar, tegang, oval atau bulat; mungkin timbul dalam kulit normal atau yang

eritema dan mengandung cairan serosa atau hemoragik. Erupsi dapat bersifat lokal

maupun generalisata, biasanya tersebar tapi juga berkelompok dalam pola serpiginosa

dan arciform.(2)

Tempat Predileksi

Aksila; paha bagian medial, perut, fleksor lengan bawah, tungkai bawah. (2)

Page 5: PEMFIGOID BULOSA

Gambar 1: Pemfigoid Bulosa

(Dikutip dari kepustakaan 4)

Gambar 2: Pemfigoid Bulosa

(Dikutip dari kepustakaan 5)

Page 6: PEMFIGOID BULOSA

Gambar 3: Pemfigoid Bulosa

(Dikutip dari kepustakaan 6)

Page 7: PEMFIGOID BULOSA

Gambar 4: Pemfigoid Bulosa. Bula tegang diatas kulit yang eritema.

(Dikutip dari kepustakaan 7)

Gambar 5 : Pemfigoid Bulosa

(Dikuip dari kepustakaan 7)

Page 8: PEMFIGOID BULOSA

Gambar 6: Pemfigoid Bulosa.

(Dikutip dari kepustakaan 7)

Page 9: PEMFIGOID BULOSA

Gambar 7: Pemfigoid Bulosa

(Dikutip dari kepustakaan 8 )

B. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemfigoid bulosa harus dibedakan dengan pemfigus, dermatosis linear IgA,

eritema multiform, erupsi obat, dermatitis herpetiformis dan epidermolisis bulosa.

Penderita harus melakukan biopsi kulit dan titer antibodi serum untuk

membedakannya. Biopsi sangat penting untuk membedakan penyakit-penyakit ini

karena mempunyai prognosis yang tidak sama.(3,9)

1. HISTOPATOLOGI

Kelainan awal pada pemfigoid bulosa yaitu terbentuknya celah di

perbatasan dermal-epidermal, bula terletak di subepidermal, sel infiltrat yang utama

adalah eosinofil.(9)

Page 10: PEMFIGOID BULOSA

Gambar 8 : Histopatologi Pemfigoid bulosa. A. pembentukan bula di subepidermal dengan inflitrasi sel-sel radang yang terdiri dari eosinofil di bagian superficial dari dermis. B. degranulasi eosinofil di membran dasar epidermis

(Dikutip dari kepustakaan 2)

2. IMUNOLOGI

Pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat endapan IgG dan C3

tersusun seperti pita di BMZ (Base Membrane Zone).(3)

Pewarnaan Immunofluorescence langsung (IF) menunjukkan IgG dan

biasanya juga C3, deposit dalam lesi dan paralesional kulit dan substansi intraseluler

dari epidermis.(3)

Page 11: PEMFIGOID BULOSA

Gambar 9 : Imunofluoresensi pemfigoid bulosa. Imunofluoresensi direk yang menunjukkan adanya

garis C3 pada membrane dasar epidermis

(dikutip dari kepustakaan 10)

VII. DIAGNOSIS BANDING

Pemfigus Vulgaris (PV) kebanyakan menyerang pada usia remaja dan

dewasa. Erosi dan ulkus yang akut pada mukosa mulut antara 70-80% dari kasus.

Umumnya lesi dapat muncul berbagai ukuran pada kulit yang normal. Lesi ini bisa

terdapat di seluruh tubuh, namun umumnya lesi ini muncul pada orang dengan posisi

berbaring dimana terjadi tekanan dan gesekan sama halnya punggung, pantat dan

kaki. Lesi mudah terjadi ruptur yang dapat menyebabkan erosi yang lebih luas dan

krusta. Lesi ini akan menimbulkan sensasi nyeri jika tersentuh. Ketika lesi ini

tertekan secara terus-menerus, cairan akan keluar ke perifer di sekitar lesi pada kulit

yang normal (lesi phenomena diffusion atau false Nikolsky’s sign). Erosi pada mulut

dan mukosa esofagus dapat menyebabkan disfagia. Ketika erupsi telah terjadi,

kelainan elektrolit terjadi yang dimana menyebabkan cairan tubuh menghilang

(hipoproteinemia), hal ini bisa berbahaya jika terjadi infeksi sekunder. (11)

Page 12: PEMFIGOID BULOSA

Gambar 10: Lesi utama pemfigus vulgaris bula yang lembek.

(Dikutip dari kepustakaan 7)

Gambar 11: Pemfigus vulgaris. Erosi dan bulla lembek pada kulit normal.

(Dikutip dari kepustakaan 7)

Page 13: PEMFIGOID BULOSA

Pemfigus Foliaseus (PF) adalah bentuk superfisial penyakit pemfigus dengan

akantolisis pada lapisan granulosum epidermis. Lesi kulit pada pemfigus foliaseus

berupa krusta dan adakalanya berupa vesikel yang kendur. Membran mukosa jarang

terlibat. Distribusi lesinya pada bagian tubuh yang lebih terbuka dan bagian tubuh

yang memiliki banyak kelenjar sebasea. Pada gambaran histopatologi, terlihat

gambaran akantolisis pada stratum granulosum. Pada pemeriksaan imunopatologi

diperoleh IgG dengan pola intraseluler.(7)

Epidermolisis Bulosa (EB), adalah sebuah penyakit bula subepidermal

kronik yang berkaitan dengan autoimunitas pada kolagen tipe II dalam fibrin pada

zona membrane basal. Lesi kulit berupa bula yang berdinding tegang dan erosi,

gambaran non inflamasi ataupun menyerupai pemfigoid bulosa, dermatitis

herpetiformis, atau dermatosis IgA linear. Membran mukosa terlibat pada kasus yang

parah. Distribusi lesinya sama dengan pemfigoid bulosa. Pada pemeriksaan

histopatologi didapatkan bula subepidermal. Pada pemeriksaan imunopatologi

diperoleh IgG linear pada zona membran basal.(7)

Dermatitis Herpetiformis (DH), adalah erupsi pruritus yang kronis, rekuren,

dan intensif yang muncul secara simetris pada ekstremitas dan pada badan dan terdiri

dari vesikel-vesikel kecil, papul, dan plak urtika yang tersusun berkelompok, serta

berkaitan dengan gluten-sensitive enteropathy (GSE) dan deposit IgA pada kulit. Lesi

kulit berupa papul berkelompok, urtikaria, vesikel serta krusta. Membran mukosa

tidak terlibat. Lesi terdistribusi pada daerah siku, lutut, glutea, sakral dan skapula.

Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat gambaran mikroabses di papilla dermis, dan

vesikel subepidermal. Pada pemeriksaan imunopatologi, didapatkan IgA berbentuk

granula pada ujung papilla.(7)

VIII. PENATALAKSANAAN

Page 14: PEMFIGOID BULOSA

Kortikosteroid umumnya diberikan secara oral maupun injeksi, dosis prednison

40 - 80 mg sehari, jika telah tampak perbaikan dosis diturunkan perlahan-lahan.

Sebagian besar kasus dapat disembuhkan dengan kortikosteroid saja.(3,12)

Jika pengobatan kortikosteroid belum menunjukkan perbaikan, dapat

dipertimbangkan pemberian sitostatik yang dikombinasikan dengan kortikosteroid

untuk mengurangi efek samping dari kortikosteroid itu sendiri. Obat sitostatik

merupakan terapi adjuvan karena bersifat imunosupresif. Yang termasuk obat ini

adalah azatioprin, siklofosfamid, metrotreksat, dan mikofenolat mofetil. Obat yang

lazim digunakan ialah azatioprin karena cukup bermanfaat dan tidak begitu toksik

seperti siklofosfamid. Dosisnya 50-150 mg sehari atau 1-3 mg/kgBB. Obat sitostatik

sebaiknya diberikan jika dosis prednison mencapai 80 mg. Jika telah tampak

perbaikan dosis prednison diturunkan lebih dulu, kemudian dosis azatioprin

diturunkan secara bertahap. Efek sampingnya di antaranya menekan sistem

hematopoetik dan bersifat hepatotoksik. Mikrofenolat mofetil juga dikatakan lebih

efektif daripada azatioprin karena efek toksiknya lebih sedikit. Dosisnya 2x1 g sehari.(2,3)

Terapi steroid sistemik biasanya diperlukan, tetapi tidak seperti pemfigus,

dimungkinkan untuk menghentikan terapi ini setelah 2 sampai 3 tahun. Dosis awal 20

- 40 mg prednison atau setara harus secara bertahap dikurangi ke jumlah minimum

yang akan mengendalikan penyakit ini. Azatioprine juga berpotensi memberikan efek

samping yang buruk seperti prednison. Suatu penelitian menjelaskan jika

glukokortikoid sistemik diberikan pada penderita dengan dosis tinggi tanpa dilakukan

tapering selama 4 minggu, kombinasi dengan azatioprine kurang memberi manfaat

tetapi sebaliknya penderita harus menanggung efek samping obat tersebut.(3)

Terapi dosis tinggi metilprednisolon intravena juga dilaporkan efektif untuk

mengontrol dengan cepat pembentukan bula yang aktif pada pemfigoid bulosa.(2)

Pemfigoid bulosa dianggap sebagai penyakit autoimunitas , oleh karena itu

memerlukan pengobatan yang lama. Sebagian penderita akan mengalami efek

Page 15: PEMFIGOID BULOSA

samping kortikosteroid sistemik sehingga harus dikombinasikan untuk mengurangi

efek sampingnya.(3)

IX. PROGNOSIS

Pemfigoid bulosa umumnya memberikan respon yang baik jika diobati, tetapi

kebanyakan pasien yang telah berhenti beberapa tahun namun penyakit ini kembali

setelah pengobatan berhenti. Usia tua dan kondisi umum yang buruk telah terbukti

secara signifikan mempengaruhi prognosis. Secara historis, dinyatakan bahwa

prognosis pasien dengan pemfigoid bulosa jauh lebih baik dari pasien dengan

pemfigus, terutama pemfigus vulgaris dengan pemfigoid bulosa dimana tingkat

mortalitasnya sekitar 25% untuk pasien yang tidak diobati dan sekitar 95% untuk

pasien dengan penyakit pemfigus vulgaris saja tanpa pengobatan. Dalam beberapa

dekade terakhir, beberapa penelitian di Eropa pada kasus pemfigoid bulosa

menunjukkan bahwa dengan perawatan, pasien pemfigoid bulosa memiliki prognosa

seburuk penyakit jantung tahap akhir, dengan lebih dari 40% pasien meninggal dunia

dalam kurun 12 bulan. Dari studi terbaru, kemungkinan bahwa penyakit penyerta dan

pola praktek (penggunaan kortikosteroid sistemik dan / atau obat imunosupresif) juga

mempengaruhi keseluruhan morbiditas dan mortalitas penyakit ini. (1,12,13,14,15)

Page 16: PEMFIGOID BULOSA

DAFTAR PUSTAKA

1.        Borradori L, Bernard P. Bullous pemphigoid in Bolognia. In: Jorizzo JL, Rapini JL, editors. Dermatology. 2nd ed: Mosby. chapter. 29.

2.        John RS. Pemphigus in Freedberg. In: Eisen, Wolff, Austen, Goldsmith, Katz SI, leditors. Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2008.

3.        Djuanda A. Pemfigoid Bulosa. In: Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Balai penerbit FK-UI; 2010. p. 210-1.

4.        Habif T. Clinical Dermatology. A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th ed: Mosby; 2003.

5.        Andrews’. Clinical Dermatology. Diseases of the Skin. 10th ed: Saundres; 2006.6.      Wojnarowska F, Venning VA, editors. Rook’s Textbook of Dermatology Vol. II,

8thEd. Oxford: Blackwell Publishing Company; 2010. Page 40.32-40.33.7.        Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of Clinical

Dermatology. 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2007.8.        Opeola M, Clerk BKD. Dermatology for Skin of Color. New York: McGraw-

Hill; 2009.9.        Bullous Pemphigoid. Histopatology [Feb 2010; cited 2012 27 Februari];

Available from: http://www.google.com/histopatology.html10.    Shimizu H, editors. Shimizu Textbook of Dermatology. Japan: Hokkaido

University Press; 2007. 11.    Zillikens D, Kasperkiewicz M. The Pathophysiology of Bullous Pemphigoid

[July 2007; cited 2012 27 Februari]; Available from: http:// www.google.co.id/ Clinic Rev Allerg Immunol

12.     Bullous Pemphigoid. American Osteopathic College of Dermatology [cited]; Available from: http://www.aocd.com/index.html/ed.

13.    Swerlick AR, Korman JN. Bullous Pemphigoid. ; 2007 [updated 2007 04 May 2007; cited 2012 27 Februari ]; Available from: www.nature.com/jid/journal/v122/n5/index.html.ed

14.    Bernard P, Ziar R. RiskFactors for Relapse in Patient with Bullous Pemhigoid in Clinical Remission. [may 2009; cited 2012 27 Februari]; Available from: http://www.archderm.ama-assn.org.

15.    Berman K, Zieve D. Atlanta Center for Dermatologic Disease. [may 2011; cited 2012 27 Februari]; Available from: http:// MedlinePlus Medical Encyclopedia.mht.