Case Impetigo Bulosa
-
Upload
ronald-salim -
Category
Documents
-
view
51 -
download
7
description
Transcript of Case Impetigo Bulosa
LAPORAN KASUS
HERPES ZOSTER
Disusun Oleh:
Ronald Salim
406138075
Dokter Pembimbing:
Dr. Hendrik Kunta Adjie, SpKK
KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RS HUSADA-MANGGA BESAR
PERIODE 27 JULI – 29 AGUSTUS 2015
BAB I
LAPORAN KASUS
HASIL ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Y
Umur : 2 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pademangan – Jakarta Utara
Tgl/Jam Masuk : 4 Juli 2015 / 11:20 WIB
Status Pekerjaan : -
Status Penikahan : Belum menikah
Agama : Islam
DOKTER YANG MERAWAT : dr. Liza Hadiprakarsa
ANAMNESIS (ALLOANAMNESIS)
Keluhan Utama : Mengeluhkan terdapat gelembung berisi cairan sejak 5 hari lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang : Sejak 5 hari SMRS timbul gelembung berisi cairan. Gelembung
berukuran seperti biji jagung. Gelembung tersebut kemudian
pecah menjadi luka berwarna agak kuning. Awalnya timbul di
daerah sekitar belakang leher dan kemudian menyebar ke seluruh
punggung, tidak menyebar ke tempat lainnya. 2 hari kemudian
orang tua membeli salep untuk cacar air di pasar dan kemudian
diberikan bersamaan dengan bedak untuk gatal, namun tidak ada
perubahan dan akhirnya dibawa ke Poli Kulit RS Husada.
Demam tidak diketahui pasti karena orang tua pasien tidak
mengukur suhu badan pasien dan hanya merasa badan pasien
hangat dan kemudian di berikan obat penurun panas. Pasien juga
tidak sedang batuk ataupun pilek. Tidak ada yang mengalami hal
yang serupa di keluarga. Pasien masih dapat makan dan minum
susu seperti biasa. BAK dan BAB lancar. Orang tua mengaku
riwayat imunisasi pasien lengkap.
Riwayat Penyakit Dahulu : Sebelumnya belum pernah seperti ini.
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada yang mengalami hal serupa.
Riwayat Pengobatan : Diberikan salep untuk cacar air dan bedak untuk gatal.
2 | P a g e
Riwayat Alergi : Pasien dan orang tua pasien mengaku tidak mempunyai alergi.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TANDA VITAL
Nadi : 90x/menit, reguler, kuat angkat
Pernafasan : 24x/menit
Suhu : 37,1 oC (Axilla)
Berat badan : 14 kg
STATUS DERMATOLOGI
Distribusi : Regional
Regio : Belakang leher dan punggung.
Konfigurasi : Diskret
Efloresensi Primer : Koleret, papul, vesikel dan bula yang telah pecah.
Warna : Eritematosa
Ukuran : Lentikuler - Numular
Jumlah : Multipel
Efloresensi sekunder : Krusta
RESUME
Seorang anak perempuan berusia 2 tahun dibawa oleh orang tuanya ke Poli Kulit RS
Husada dengan gejala terdapat gelembung berisi cairan pada belakang leher dan punggung
3 | P a g e
sejak 5 hari yang lalu, gelembung tersebut berukuran lebih kurang seperti biji jagung. Lama
kelamaan gelembung pecah dan menjadi luka berwarna agak kuning.
ANJURAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan hematologi (Hb, leukosit, diff count)
DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja : Impetigo bulosa
Diagnosis Banding :
Varicella
Tinea corporis
RENCANA PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
R/ Amoxicillin syr fl II
ʃ 3 dd 1½ Cth
R/ Chorpheniramin maleat tablet 1 mg
Sacch Lactis q.s
m.f.pulv dtd no X
ʃ 2 dd 1 p.c.
R/ Mupirocin 2% cream no I
ʃ s.u.e sehabis mandi
b. Non-medikamentosa
Tidak menggaruk lesi.
Menasehati agar menjaga daya tahan tubuh dengan istirahat cukup dan kon-
sumsi makanan bergizi.
Menjaga hygine dengan mandi teratur dan mencuci pakaian yang bersih.
Menasehati agar teratur mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter.
PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
4 | P a g e
Ad sanationam : Dubia
Ad kosmeticam : Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5 | P a g e
DEFINISI
Impetigo bulosa adalah salah satu bentuk pioderma superfisial dan bersifat menular.
Gejala utamanya berupa lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding yang tegang,
terkadang tampak hipopion. Terdapat dua bentuk klinis impetigo, impetigo krustosa (impetigo
kontangiosa, impetigo vulgaris) dan impetigo bulosa (impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet).
ETIOLOGI
Bakteri yang menyebabkan terjadinya kasus impetigo bulosa biasanya adalah
Staphylococcus aureus.
Staphylococcus aureus (S. aureus) adalah bakteri gram positif yang menghasilkan
pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya
tumbuh berpasangan maupun berkelompok. S. aureus merupakan mikroflora normal manusia.
Habitat alami S aureus pada manusia adalah di daerah kulit, hidung, mulut, dan usus besar, di
mana pada keadaan sistem imun normal, S. aureus tidak bersifat patogen (mikroflora normal
manusia).
Impetigo menyebar melalui kontak langsung dengan lesi (daerah kulit yang terinfeksi).
Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah menggaruk lesi.
Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada sekolah atau tempat penitipan anak dan juga
pada tempat dengan hygiene yang buruk atau tempat tinggal yang padat penduduk.
Faktor predisposisi antara lain kontak langsung dengan pasien impetigo, kontak tidak
langsung melalui handuk, selimut, atau pakaian pasien impetigo, cuaca panas maupun kondisi
lingkungan yang lembab, kegiatan atau olahraga dengan kontak langsung antar kulit.
EPIDEMIOLOGI
Impetigo bulosa kebanyakan mengenai neonatus, tetapi dapat juga mengenai anak-anak
dan dewasa. Pada anak-anak kebanyakan menyerang pada usia 2 hingga 5 tahun. Frekuensinya
6 | P a g e
sama pada anak laki-laki dan perempuan.
PATOFISIOLOGI
Staphylococcus aureus masuk melalui kulit yang terluka melalui transmisi kontak
langsung. Kolonisasi bakteri S. aureus kurang lebih 30% ditemukan terdapat pada nares
anterior. Beberapa individu dengan impetigo yang berulang ditemukan kolonisasi dari S. aureus
pada hidung dan bibir. Bakteri dapat menyebar dari hidung menuju kulit yang sehat dalam 7-
14 hari, dengan lesi impetigo yang mulai tampak 7-14 hari kemudian. Terdapat kurang lebih
dari l0% individu didapatkan adanya koloni S. aureus pada perineum dan kadang pada aksila,
faring dan tangan. Individu dengan karier permanen bertindak sebagai reservoir infeksi untuk
orang lain. Pada orang yang sehat S. aureus hanya sebagai bagian dan flora mikrobial.
Impetigo bulosa adalah suatu bentuk impetigo dengan gejala utama berupa lepuh-lepuh
berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang, terkadang tampak hipopion. Mula-mula
berupa vesikel, lama-kelamaan akan membesar menjadi bula yang sifatnya tidak mudah pecah,
karena dindingnya relatif tebal dari impetigo krustosa. Isinya berupa cairan yang lama
kelamaan akan berubah menjadi keruh karena invasi leukosit dan akan mengendap. Bila
pengendapan terjadi pada bula disebut hipopion yaitu ruangan yang benisi pus yang
mengendap, bila letaknya di punggung, maka akan tampak seperti menggantung.
Staphylococcus aureus memproduksi eksotoksin eksofoliatif ekstraselluler. Eksotoksin
menyebabkan hilangnya adesi sel pada superficial dermis, yang nantinya menyebabkan kulit
tampak bergelembung atau seperti melepuh, kemudian akan mengelupas dengan memecah sel
granular dari epidermis. Target protein dari eksotoksin adalah desmoglein I, yang berfungsi
memelihara adesi sel, yang juga merupakan superantigen yang bekerja secara lokal dan
menggerakkan limfosit T.
GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSIS
Lepuh timbul mendadak pada kulit, bervariasi mulai milier hingga lentikuler, dapat
bertahan 2-3 hari. Kulit sekitarnya tidak menunjukkan adanya peradangan. Mula-mula berupa
vesikel, lama-kelamaan membesar menjadi bula yang sifatnya tidak mudah pecah karena
dindingnya relatif tebal. Isinya berupa cairan yang lama kelamaan akan berubah menjadi keruh
karena invasi leukosit. Jika pecah akan menimbulkan krusta yang berwarna coklat datar dan
tipis, koleret yang dasarnya masih eritematosa. Bisa juga terdapat hipopion.
Tempat predileksi tersering adalah di ketiak, dada, dan punggung. Sering muncul
bersama dengan miliaria.
7 | P a g e
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis dari lesi. Biasanya
diagnosa dari impetigo dapat dilakukan tanpa adanya tes laboratorium. Namun demikian,
apabila diagnosis tersebut masih dipertanyakan, tes mikrobiologi pasti akan sangat membantu.
GAMBARAN HISTOPATOLOGI
Pada epidermis tampak vesikel subkornea berisi sel-sel radang yaitu leukosit. Pada
dermis tampak sebukan sel-sel radang ringan dan pelebaran ujung-ujung pembuluh darah.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada impetigo bulosa dapat dilakukan pemeriksaan untuk menunjang diagnosis yaitu :
1. Pewarnaan gram, untuk mencari Staphylococcus aureus. Biasa ditemukan adanya
neutrophil dengan kuman kokus gram positif berbentuk rantai atau kelompok.
2. Kultur cairan bula, menunjukkan adanya Staphylococcus aureus atau dikombinasi
dengan Streptococcus beta hemoliticus group A (GBHS) atau kadang dapat berdiri
sendiri.
DIAGNOSIS BANDING
8 | P a g e
Varisela : vesikel pada dasar kemerahan bermula di badan dan menyebar ke tangan
kaki dan wajah; vesikel pecah dan membentuk krusta; lesi terdapat pada beberapa
tahap (vesikel, krusta) pada saat yang sama.
Herpes simplex : vesikel berkelompok dengan dasar kemerahan yang pecah menjadi
lecet dan tertutup krusta.
Dermatofitosis : Jika vesikel/bula telah pecah dan hanya terdapat koloret dan
ektima,maka mirip dermatofitosis. Pada anamnesa hendaknya ditanyakan apakah se-
belumya terdapat lepuh. Jika ada, diagnosisnya adalah impetigo bulosa
Pemphigus bulosa : Bula bercampur dengan vesikel, berdinding tegang, sering disertai
edema. Tempat predileksi ketiak, lengan bagian fleksor, dan lipat paha.
PENATALAKSANAAN
9 | P a g e
Tujuan pengobatan impetigo adalah menghilangkan rasa tidak nyaman dan mencegah
penyebaran infeksi ke orang lain dan mencegah kekambuhan.
Topikal
Membersihkan lesi dengan antiseptik.
Bila lesi basah, lesi dikompres dengan larutan permanganas kalikus 1:10.000
Bila lesi kering, obat topikal yang diberikan mupirocin 2% diberikan di kulit yang
terinfeksi 3x sehari selama tiga sampai lima hari yang mempunyai daya bakteri ter-
hadap Staphylococcus aureus dan Streptococcus beta hemolyticus. Mupirocin ini
bekerja dengan menghambat sintesis RNA dan protein dari bakteri.
Obat antibiotika topical lainnya yang dapat dipakai adalah asam fusidat dan gen-
tamisin.
Sistemik
Antibiotik oral yang dapat diberikan adalah :
Penicillin G procaine injeksi
Dosis: 0,6-1,2 juta IU im 1-2 x sehari, Anak: 25.000-50.000 IU im 1-2 x sehari.
Ampicillin
Dosis: 250-500 mg per dosis 4 x sehari, Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis4x sehari.
Amoksicillin
Dosis: 250-500 mg / dosis 3 x sehari, Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis 3 x sehari.
Azitromisin
Dosis : 500 mg pada hari pertama, 250 mg setiap hari pada 4 hari berikutnya. Anak :
10 mg/Kg/hari diberikan untuk 3 hari .
Dicloxacillin (untuk Staphylococcus yang kebal penicillin)
Dosis: 250-500 mg/ dosis, 4 x sehari, Anak: 10-25 mg/Kg/dosis 4 x sehari.
Eritromisin (bila alergi penisilin)
Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 x sehari, Anak: 12,5-50 mg/Kg/dosis, 4 x sehari.
Clindamisin (alergi penisilin dan menderita saluran cerna)
Dosis: 150-300 mg/dosis, 3-4 x sehari, Anak > 1 bulan 8-20 mg/Kg/hari, 3-4 x
sehari.
Non medikamentosa
10 | P a g e
Menghilangkan krusta dengan cara mandi selama 15-20 menit, disertai mengelu-
paskan krusta dengan handuk basah.
Mencegah jangan menggaruk daerah lecet. Lanjutkan pengobatan sampai semua luka
lecet sembuh.
PENCEGAHAN
Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun dapat
mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif).
Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap pendek
dan bersih.
Jaga daya tahan tubuh dengan menjaga asupan nutrisi.
Jauhkan diri dari orang dengan impetigo.
Orang yang kontak dengan orang yang terkena impetigo segera mencuci tangan den-
gan sabun dan air mengalir.
Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang lain-
nya. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan.
Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat yang terinfeksi
dan cuci tangan setelah itu
KOMPLIKASI
Pada pasien yang tidak diobati, infeksi yang invasive dapat menyebabkan komplikasi
berupa limfangitis, bakteriemia, pneumonia, dan septicemia. Impetigo yang tidak diobati
dengan baik akan berkembang menjadi ektima biasanya sering pada penderita dengan hygine
buruk.
PROGNOSIS
Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam dua minggu walaupun tidak diobati,
bisa saja meninggalkan jaringan parut dengan hipo / hiperpigmentasi.
DAFTAR PUSTAKA
11 | P a g e
Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, Siti Aisah. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta : FKUI.2010.
Fitzpatrick TB, Johnson RA, Klaus W, Suurmond D. Color Atlas and Synopsis of Clini-
cal Dermatology. 5th ed. New York (NY) : McGraw-Hill Companies; 2005.
Siregar R.S,ed. Pioderma, Dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta:
EGC; 2002. p. 61-2.
Arthur Rook, D.S. Wilkinson, F.J.G Ebling. Impetigo. Textbook of Dermatology. Edisi
ke-3, Vol 2, Hal 338-341.
Syarif A et.al. Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta : Departemen Famakologi dan
Terapeutik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
Impetigo Treatment and Management. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/965254-treatment
12 | P a g e