Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
-
Upload
maria-eka-andhita -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
-
8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
1/13
4/29/2016 Sejarah Akademika: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
fi le:///C:/Users/Asus/Downloads/Pemerintahan%20Darurat%20Republik%20Indonesia%20(PDRI).html 1/13
Beranda Direktori Dokumen Foto Video Perpustakaan Kontak Tentang Kami
SEJARAH AKADEMIKA: Foto Bersama di Istana Kepresidenan Tampaksiring-KKL
Jawa-Bali Pendidikan Sejarah 2011
Tuesday, 27 August 2013
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
disusun oleh :
Dwie Andini, Joewitta F. S, M. Alfan Farizi, Rika Yuanita, Tresna Yuniar, Yayah
S. Salsiah.Pendidikan Sejarah 2011-Universitas Pendidikan Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perjalanan Pemerintahan Republik Indonesia setelah memperoleh kemerdekaan
lantas tidak berjalan dengan mulus begitu saja. Masih banyak permasalahan yang harus
dihadapi oleh Bangsa Indonesia ini yaitu pada masa revolusi. Masih banyak usaha-
usaha yang dilakukan oleh rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan baik
secara diplomasi maupun secara militer. Setelah tiga tahun Indonesia merdeka, pada
bulan November hingga Desember 1948 Belanda kemudian melancarkan kembali
serangan militer terakhir yang dimaksudkan untuk menghancurkan Republik Indonesia.
Pada agresi militer Belanda yang kedua ini tentara Belanda berhasil masuk ke
Yogyakarta dan seluruh kota Yogyakarta yang ketika itu menjadi ibu kota Republik
Indonesia berhasil dikuasai oleh Belanda.
Kerusuhan di ibu kota Republik Indonesia ini tak terelakan. Dengan dikuasainya
Yogyakarta maka Belanda berhasil menawan Presiden, Wakil Presiden, dan beberapa
pejabat tinggi lainnya. Mereka kemudian diasingkan ke daerah yang berbeda dengan
maksud dan tujuan tertentu. Hal inilah yang kemudian membuat para tentara Republik merasa bahwa mereka merupakan satu-satunya penyelamat bagi Republik Indonesia.
untuk mengisi kekosongan pemerintahan, maka dalam sidang kabinet kemudian
memutuskan untuk memberikan mandat kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara selaku
Menteri Kemakmuran Republik Indonesia ketika itu untuk mendirikan atau membentuk
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
Search
Cari
Buku Sejarah (3) Historiografi (5)
Kurikulum 2013 (12)
Problematika Dalam Pendidikan
Sejarah (12)
Sejarah Kebangkitan Negara-Negara Asia
(6) sejarah Lokal (7)Sejarah Peradaban Barat
(5) Sejarah Peradaban Hindu (8)
Sejarah Peradaban Islam
(18) Sejarah Perekonomian (6) SejarahPergerakan Nasional Indonesia (3)
Sejarah Revolusi Indonesia (11)
Kategori Tulisan
► 2014 (1)
▼ 2013 (46)
► December 2013 (6)
► November 2013 (6)
► October 2013 (1)
► September 2013 (7)
▼ August 2013 (23)
Buku Teks dan KurikulumPendidikan Se arah Dalam M...
Daftar Isi Tulisan
PERISTIWA MEI 1998 SEBAGAITONGGAK REFORMASI
PERJANJIAN RENVILLE
KONFERENSI MEJA BUNDAR
PERUNDINGAN LINGGARJATI
Pemerintahan Darurat RepublikIndonesia (PDRI)
PERGERAKAN MAHASISWA ANGKATAN1966 (Peran Mahasiswa Terhadap AksiTritura)
CIUNG WANARA DALAM SEJARAH DANLEGENDA
Tulisan Terpopuler
http://sejarahakademika.blogspot.co.id/http://sejarahakademika.blogspot.co.id/http://sejarahakademika.blogspot.co.id/http://sejarahakademika.blogspot.co.id/http://sejarahakademika.blogspot.co.id/http://sejarahakademika.blogspot.com/http://www.pnri.go.id/ArtikelSuratKabarMajalah.aspxhttp://www.pnri.go.id/KoleksiFoto.aspxhttp://www.pnri.go.id/Video.aspxhttp://www.pnri.go.id/http://sejarahakademika.blogspot.co.id/search/label/Sejarah%20Revolusi%20Indonesiahttp://sejarahakademika.blogspot.co.id/search/label/Sejarah%20Pergerakan%20Nasional%20Indonesiahttp://sejarahakademika.blogspot.co.id/search/label/Sejarah%20Perekonomianhttp://sejarahakademika.blogspot.co.id/search/label/Sejarah%20Peradaban%20Islamhttp://sejarahakademika.blogspot.co.id/search/label/Sejarah%20Peradaban%20Hinduhttp://sejarahakademika.blogspot.co.id/search/label/Sejarah%20Peradaban%20Barathttp://sejarahakademika.blogspot.co.id/search/label/sejarah%20Lokalhttp://sejarahakademika.blogspot.co.id/search/label/Sejarah%20Kebangkitan%20Negara-Negara%20Asiahttp://sejarahakademika.blogspot.co.id/search/label/Problematika%20Dalam%20Pendidikan%20Sejarahhttp://sejarahakademika.blogspot.co.id/search/label/Kurikulum%202013http://sejarahakademika.blogspot.co.id/search/label/Historiografihttp://sejarahakademika.blogspot.co.id/search/label/Buku%20Sejarahhttp://www.blogger.com/profile/11478270687180006586https://www.facebook.com/pages/Sejarah-Akademika/152667491608221http://www.pnri.go.id/http://www.pnri.go.id/Video.aspxhttp://www.pnri.go.id/KoleksiFoto.aspxhttp://www.pnri.go.id/ArtikelSuratKabarMajalah.aspxhttp://sejarahakademika.blogspot.com/http://sejarahakademika.blogspot.co.id/http://sejarahakademika.blogspot.co.id/
-
8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
2/13
4/29/2016 Sejarah Akademika: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
fi le:///C:/Users/Asus/Downloads/Pemerintahan%20Darurat%20Republik%20Indonesia%20(PDRI).html 2/13
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Berdasarkan mandat dari Presiden dan Wakil Presiden inilah kemudian
Pemerintahan Darurat Republik Indoensia ini berhasil dibetuk oleh Mr. Sjafruddin
Prawiranegara di daerah Sumatera. Pemerintah Darurat Republik Indonesia ini
berlangsung begitu singkat karena kemenangan berhasi diperoleh oleh Republik
Indonesia. Agresi militer Belanda kedua ini menimbulkan banyak permasalahan yang
merugikan bagi pihak Belanda sendiri.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan diangkat
adalah sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimana latar belakang berdirinya Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia ?
1.2.2 Siapakah Sjafruddin Prawiranegara dan apa peranannya dalam
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia ?
1.2.3 Bagaimana kronologi dari Pemerintahan Darurat Republik Indonesia ?
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah :
1.3.1 Dapat mengetahui latar belakang berdirinya Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia.
1.3.2 Dapat mengetahui biografi Sjafruddin Prawiranegara dan peranannya dalam
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia.
1.3.3 Dapat mengetahui kronologi dari Pemerintahan Darurat Republik Indonesia.
1.4. Manfaat Penulisan
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis
maupun secara praktis. Secara teoritis laporan ini berguna sebagai pengembangan
pengetahuan khususnya mengenai Pemerintahan Darurat Republik Indonesia dan secara praktis laporan ini diharapkan bermanfaat bagi orang lain dan bagi umum khususnya.
Bagi penulis, manfaat penulisan makalah ini ialah untuk menambah wawasan,
menambah pengalaman, serta memperkaya konsep keilmuan.
1.5. Metode Penulisan
Makalah ini menggunakan berbagai metode dalam pencarian sumber kajian
keilmuan berupa kajian pustaka dan internet baik konvensional maupun elektronik.
Kajian pustaka berdasarkan sumber buku yang relevan sehingga tidak menghilangkan
unsur keilmuan dalam makalah ini. Pencarian sumber di internet dijadikan sebagai
tambahan ilmu bagi penulis untuk mencari sumber yang relevan dengan makalah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang Terbentuknya PDRI (Pemerintah Darurat Republik
Indonesia)
Pemerintah Darurat Republik Indonesia atau yang kita kenal dengan
singkatannya PDRI merupakan penyelenggara pemerintahan Republik Indonesia yang
“pembentukannya diresmikan tanggal 22 Desember 1948 di Halaban, dekat
Payakumbuh” (Poesponegoro dan Notosusanto, 2009: 260). PDRI dipimpin
oleh Syafrudin Prawiranegara “dan pada tanggal 13 Juli 1949 Sjafrudin Prawiranegara
mengembalikan mandat kepada Presiden Soekarno” (Poesponegoro dan Notosusanto,
2009: 261). Sjafrudin Prawiranegara itu sendiri “tidak pernah menyalahgunakanamanah pembentukan Pemerintah Darurat Republik Indonesia-PDRI untuk mengangkat
dirinya sebagai Presiden PDRI. Melainkan hanya sebagai Ketua PDRI” (Suryanegara,
2010: 268).
Adapun alasan adanya Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada
REVOLUSI KUBA
Jurnal : FACTUM
Jurnal : Saung Guru
-
8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
3/13
4/29/2016 Sejarah Akademika: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
fi le:///C:/Users/Asus/Downloads/Pemerintahan%20Darurat%20Republik%20Indonesia%20(PDRI).html 3/13
masa Revolusi di Indonesia adalah “adanya Agresi Militer II, 19 Desember 1948, Ibu
Kota RI Yogyakarta diduduki oleh Belanda. Presiden, Wakil Presiden dan beberapa
Menteri ditangkap dan diasingkan ke Bangka” (Suryanegara, 2010: 265). Yang kita
ketahui bahwasannya Ibu Kota RI pindah ke Yogyakarta pada tanggal 1946 yang
menurut Ricklefs bahwasannya “pada bulan Januari 1946, pendudukan kembali
Belanda atas Jakarta telah berjalan begitu jauh sehingga diputuskan untuk
memindahkan pemerintahan republik ke Yogyakarta, yang tepat menjadi ibu kota
Indonesia yang merdeka selama masa Revolusi” (Ricklefs, 2008: 462). Dan memang
Yogyakarta sendiri tepat dijadikan ibu kota karena keadaan Yogyakarta yang memiliki
cukup gedung untuk kebutuhan tempat pemerintahan dibandingkan kota Palangkaraya
yang diusulkan oleh Presiden Soekarno. Kembali pada topik alasan adanya PDRI, jadi
ketika Yogyakarta telah menjadi ibu kota Indonesia dan “pada tanggal 19 Desember
1948 pasukan payung Belanda melancarkan serangan terhadap Lapangan Terbang
Maguwo (kini Lanuma Adisucipto) kurang lebih enam kilo meter di sebelah timur
ibukota RI Yogyakarta. Dengan serangan itu mulailah Agresi Militer Belanda Kedua”.
(Poesponegoro dan Notosusanto, 2009: 258). Dan memang pada awalnya alasan
Belanda memilih melancarkan agresi militer kedua di ibu kota RI (Yogyakarta) adalah
(Tim Penyusun, 1985: 191-192):
Pertikaian yang terjadi di kalangan Republik sebagai akibat dari perjanjian
Renville, kegoncangan di kalangan TNI sehubungan dengan adanya rekonstruksidan rasinalisasi, serta penumpasan pemberontakan PKI yang menelan daya upaya
dan kekuatan Republik, memberikan kesempatan baik bagi Belanda untuk lebih
menekan Republik Indonesia. Perundingan-perundingan yang dilakukan di bawah
pengawasan KTN selalu menemui jalan buntu sebab Belanda sengaja
mengemukakan hal-hal yang tidak mungkin diterima Republik Indonesia, seperti
penafsiran “Garis van Mook” sebagai garis demokrasi antara daerah yang masuk
kekuasaan Republik dengan daerah yang menjadi kekuasaan daerah yang masuk
kekuasaan Republik dengan daerah yang menjadi kekuasaan Belanda, serta
masalah pembentukan Pemerintah Interim Negara Indonesia Serikat. Pada tanggal
18 Desember 1948, pukul 23.30, Dr. Beel memberitahukan kepada delegasi RI dan
KTN bahwa Belanda tidak lagi mengakui dan terikat pada persetujuan Renville. Delegasi Republik Indonesia tidak dapat menyampaikan berita tersebut ke
Yogyakarta karena hubungan telepon telah diputuskan. Pada tanggal 19 Desember
1948, jam 06.00 pagi, agresi militer kedua dilancarkan Belanda. Dengan pasukan
lintas udara, serangan langsung ditujukan ke ibukota Republik Indonesia,
Yogyakarta. Lapangan terbang Maguwo dapat dikuasai Belanda, dan selanjutnya
seluruh kota Yogyakarta.
Tidak hanya alasan yang tertera diatas, Belanda juga pada dasarnya hendak
menghancurkan Republik Indonesia yang merdeka dengan menghancurkan
pemerintahannya untuk menghilangkan salah satu pokok atau syarat Hukum
Internasional, sehingga pada agresi militer Belanda kedua menyerang ibu kota negara
pada masa Revolusi yaitu Yogyakarta. Tindakan Belanda semakin nyata lagi ketika
selanjutnya kedua pemimpin RI (Soekarno dan Hatta) ditawan oleh Belanda ke Bangka,
yang sebelumnya Soekarno ditawan ke Prapat.
Maka Pemerintahan Darurat Republik Indonesia lahir untuk menjamin
kelangsungan hidup Republik Indonesia untuk mengisi kekosongan pemerintahan, yang
pada saat itu juga Ir Soekarno dan Hatta telah diasingkan oleh Belanda ke Bangka.
PDRI diketuai oleh Sjafrudin Prawiranegara. Dan pada akhirnya, pada tanggal 19
Desember 1948 itu juga diadakannya suatu sidang kabinet yang menghasilkan
“keputusan untuk memberikan mandat melalui radiogram kepada Menteri
Kemakmuran Mr. Sjarifudin Prawiranegara yang kebetulan sedang berada di Sumatera,
agar membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI)” (Tim Penyusun,
1985: 192). Dengan upaya mempertahankan kemerdekaan RI berhasil dilakukan,
“usaha fihak Belanda di Yogya untuk memaksakan Pemerintahan RI menerima
konsepsi politik mereka, gagal sama sekali” (Nasution, 1979: 190).
2.2 Tokoh Sjafruddin Prawiranegara serta Peranannya dalam PDRI
-
8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
4/13
4/29/2016 Sejarah Akademika: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
fi le:///C:/Users/Asus/Downloads/Pemerintahan%20Darurat%20Republik%20Indonesia%20(PDRI).html 4/13
Biografi Sjafruddin Prawiranegara
Mr. Syafruddin Prawiranegara lahir di Serang, Banten pada tanggal 28 Februari
1911 dan meninggal di Jakarta pada tanggal 15 Februari 1989 pada umur 77 tahun.
Beliau adalah pejuang pada masa kemerdekaan Republik Indonesia. Tokoh yang lahir
di Anyar Kidul memiliki nama kecil "Kuding", yang berasal dari kata Udin pada nama
Syariffudin. Ia memiliki darah keturunan Sunda dari pihak ibu dan Sunda Minangkabau
dari pihak ayah. Buyutnya dari pihak ayah, Sutan Alam Intan, masih keturunan raja
Pagaruyung di Sumatera Barat, yang dibuang ke Banten karena terlibat Perang Padri. Ia
menikah dengan putri bangsawan Banten, melahirkan kakeknya yang kemudianmemiliki anak bernama R. Arsyad Prawiraatmadja. Ayah Syafruddin bekerja sebagai
jaksa, namun cukup dekat dengan rakyat, dan karenanya dibuang oleh Belanda ke Jawa
Timur. Syafruddin menempuh pendidikan ELS pada tahun 1925, dilanjutkan ke MULO
di Madiun pada tahun 1928, dan AMS di Bandung pada tahun 1931. Pendidikan
tingginya diambilnya di Rechtshoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) di Jakarta
(sekarang Fakultas Hukum Universitas Indonesia) pada tahun 1939, dan berhasil
meraih gelar Meester in de Rechten (Anonim, 2013).
Sebelum kemerdekaan, Syafruddin pernah bekerja sebagai pegawai siaran radio
swasta (1939-1940), petugas pada Departemen Keuangan Belanda (1940-1942), serta
pegawai Departemen Keuangan Jepang. Setelah kemerdekaan Indonesia, ia menjadi
anggota Badan Pekerja KNIP (1945), yang bertugas sebagai badan legislatif di
Indonesia sebelum terbentuknya MPR dan DPR. KNIP diserahi kekuasaan legislatif
dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara.
Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948
yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta
penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya
(Anonim, 2013). Pemerintahan resmi lumpuh. Sesuai dengan rencana yang telah
dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu basis pemerintahan sipil akan dibentuk di
Sumatera, maka Presiden dan Wakil Presiden membuat surat kuasa yang ditujukan
kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang berada di
Bukittinggi. Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin
Prawiranegara di Bukittinggi, bahwa ia diangkat sementara membentuk satu kabinet
dan mengambil alih Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini kemudian dikenal
dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (Anonim, 2013). Di sebuah dangau
kecil yang belakangan dikenal sebagai "Dangau Yaya", Syafruddin mengumumkan
berdirinya PDRI, pada Rabu 22 Desember 1948. Dari sudut pandang seorang pemuda
pengikutnya, Kamil Koto, mengalirlah kisah Presiden Syafruddin Prawiranegara, yang
selama 207 hari nyaris melanjutkan kemudi kapal besar bernama Indonesia yang
sedang oleng, dan nyaris karam. Sebuah perjuangan yang mungkin terlupakan, tetapi
sangat krusial dalam memastikan keberlangsungan Indonesia (Nasery, 2011). Atas
usaha Pemerintah Darurat, Belanda terpaksa berunding dengan Indonesia. Perjanjian
Roem-Royen mengakhiri upaya Belanda, dan akhirnya Soekarno dan kawan-kawan
dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta. Pada 13 Juli 1949, diadakan sidang antara
PDRI dengan Presiden Sukarno, Wakil Presiden Hatta serta sejumlah menteri kedua
kabinet. Serah terima pengembalian mandat dari PDRI secara resmi terjadi pada
tanggal 14 Juli 1949 di Jakarta (Anonim, 2013).
Syafrudin Prawiranegara pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri,
Menteri Keuangan, dan Menteri Kemakmuran. Ia menjabat sebagai Wakil Menteri
Keuangan pada tahun 1946, Menteri Keuangan yang pertama kali pada tahun 1946 dan
Menteri Kemakmuran pada tahun 1947. Pada saat menjabat sebagai Menteri
Kemakmuran inilah terjadi Agresi Militer II dan menyebabkan terbentuknya PDRI.
Seusai menyerahkan kembali kekuasaan Pemerintah Darurat RI, ia menjabat sebagai
Wakil Perdana Menteri RI pada tahun 1949, kemudian sebagai Menteri Keuanganantara tahun 1949-1950. Selaku Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta, pada bulan
Maret 1950 ia melaksanakan pengguntingan uang dari nilai Rp 5 ke atas, sehingga
nilainya tinggal separuh. Kebijaksanaan moneter yang banyak dikritik itu dikenal
dengan julukan Gunting Syafruddin. Syafruddin kemudian menjabat sebagai Gubernur
-
8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
5/13
4/29/2016 Sejarah Akademika: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
fi le:///C:/Users/Asus/Downloads/Pemerintahan%20Darurat%20Republik%20Indonesia%20(PDRI).html 5/13
Bank Sentral Indonesia yang pertama, pada tahun 1951. Sebelumnya ia adalah Presiden
Direktur Javasche Bank yang terakhir, yang kemudian diubah menjadi Bank Sentral
Indonesia (Anonim, 2013). Meskipun hanya sementara memegang jabatan presiden,
namun memiliki arti penting pada masanya. Tetapi sosok Syafruddin Prawiranegara
seolah tenggelam ketika Penguasa Orde Baru menebar jaring kepatuhan tanpa reserve.
Tampaknya Syafruddin Prawiranegara memang berseberangan dengan Suharto
(Siswanto, 2009).
Peranan Sjafruddin Prawiranegara dalam PDRI
Mr. Syafrudin adalah seseorang yang berjasa dalam menyelamatkan eksistensi
negara Republik Indonesia. Di sini ada suatu peranan yang diberikan oleh Mr.
Syafrudin Prawiranegara adalah tetap membuat Indonesia berada dalam pemerintahan
yang merdeka dan berdaulat. Karena kita ketahui bahwa ketika Soekarno ditahan oleh
pemerintah Belanda akibat dari Agresi Militer Belanda II maka presiden memberikan
mandat kepada Mr. Syafrudin ini untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia ( PDRI ). Kita telah mengetahui bahwa negara merupakan integrasi dari
kekuatan politik, negara adalah organisasi pokok dari kekuasaan politik (Budiardjo,
2010: 47). Maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kepala negara adalah suatu
symbol dari pemerintahan yang merdeka dan berdaulat karena di dalamnya terdapat
mengenai unsur-unsur yang ada dalam suatu negara. Menurut Konvensi Montevideo
(sebuah kota di Uruguay), yang merupakan konvensi hukum intenasional dimana
negara harus mempunyai empat unsur konstitutif sebagai berikut :
1) Harus ada penghuni, (rakyat, penduduk, warga negara), nationalen staatsburger,
atau bangsa (staatsvolk).
2) Harus ada wilayah (tertentu) atau lingkungan kekuasaan.
3) Harus ada kekuasaan tertinggi (penguasa yang berdaulat), pemerintah yang
berdaulat.
4) Kesanggupan berhubungan dengan negara-negara lainnya.
5) Pengakuan (deklaratif)
Keempat unsur tersebut yaitu penghuni, wilayah pemerintah dan kesanggupan
berhubungan dengan negara-negara lainnya, merupakan unsur konstitutif. Sedangkan
unsur yang kelima “pengakuan” merupakan unsur deklaratif. Negara sebagai konsep
ilmu politik telah terwujud apabila ketiga unsur konstitutif (penghuni, wilayah dan
pemerintah) telah dipenuhi oleh sesuatu kesatuan politik, yaitu penduduk, wilayah dan
pemerintah yang berdaulat. Ketiga unsur ini merupakan unsur konstitutif yang
tradisionil dari negara. Cukup apabila sudah ada ketiga unsur ini negara sebagai
konsep ilmu politik telah terpenuhi (Nazmi, 2009) . Dengan adanya PDRI dan Mr
Syafrudin dipilih sebagai pejabat presiden sementara maka eksistensi negara Indonesia
tetap ada serta merdeka dan berdaulat karena di hadapan Pemerintah Belanda,
pemerintahan RI de facto dipimpin oleh Soekarno dari penjara, meskipun sebenarnya
de jure pemerintahan berada di tangan Syafruddin Prawiranegara dan kedudukan
Soekarno yang berada dalam tahanan bukan lagi sebagai kepala negara yang merdeka
dan berdaulat (Asshidiqie, 2009). Jadi dengan diberikan mandat dari presiden kepada
kepala pemerintahan darurat RI maka posisi Mr.Syafrudin adalah sebagai pejabat
presiden sementara ( Ketua PDRI ) dan bukan dianggap sebagai presiden RI yang utuh
karena ia hanya sebagai pemegang jabatan sementara saja berdasarkan mandat yang
diterimanya dari mandator yaitu Presiden Pertama RI Sendiri. Maka dari fakta sejarah
ini, Mr.Syafrudin Prawiraegara tidak menyalahgunakan amanah pembentukan
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia – PDRI untuk mengangkat dirinya sebagai
presiden PDRI.Melainkan hanya sebagai ketua PDRI (Suryanegara, 2010: 268) .
Ketika di PDRI sendiri Mr.Syafrudin ini sendiri selalu berpindah dari satutempat ke tempat lain bahkan sampai ke pelosok-pelosok daerah terpencil dikarenakan
pemerintahan PDRI sangat dicari oleh pihak kolonial Belanda untuk dihancurkan.
Namun ini bukan berarti pemerintahan darurat ini tanpa adanya perlawanan karena
pada tanggal 1 Januari 1949 PDRI ini membentuk lima wilayah pemerinatahan militer
-
8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
6/13
4/29/2016 Sejarah Akademika: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
fi le:///C:/Users/Asus/Downloads/Pemerintahan%20Darurat%20Republik%20Indonesia%20(PDRI).html 6/13
di Sumatera yaitu Aceh dengan Gubernur Militer Tgk Daud Beureuh di Beureuh.
Daerah Tapanuli dan Sumatra Timur Bagian Selatan dengan Gubernur Militer
dr.Ferdinand Lumban Tobing sedangkan Riau dengan Gubernur Militer R.M. Utoyo.
Sumatera Barat dipimpin oleh Gubernur Militer Mr.Sultan Muhammad Rasjid dengan
wakil Gubernur Militer Letnan Kolonel Dahlan Ibrahim. Sementara Sumatera Selatan
dengan Gubernur Militer dr.Adnan Kapau Gani (Anonim, 2013). Mungkin
pembentukan ini dengan maksud sebagai alat bertahan dan melakukan dari gerakan
mobilisasi tentara pemerintahan Belanda sehingga pemerintahan PDRI tetap terlindungi
dari serangan musuh dan eksistensi negara Indonesia tetap ada.
2.3 Kronologi dari PDRI
Awal Berdirinya PDRI
Setelah terjadinya peristiwa pengkudetaan PKI di Madiun 19 September 1948,
Belanda kembali melancarkan Agresi Militer Kedua pada tanggal 19 Desember 1948
tepatnya pukul 06.00 pagi. Serangan ini dilakukan oleh pihak Belanda sebagai serangan
terakhir yang bertujuan untuk menghancurkan Republik Indonesia. Dengan pasukan
lintas udara, serangan langsung di tujukan ke ibu kota Republik Indonesia, Yogyakarta.
Lapangan terbang Maguwo dapat dikuasai Belanda, dan selanjutnya seluruh kota
Yogyakarta (Sudharmono, 1981 : 192). Dengan keberhasilan ini maka Belanda
beranggapan bahwa mereka dapat dengan mudah menduduki dan melumpuhkan ibu
kota Republik Indonesia. Dengan adanya Agresi Militer Kedua ini secara fisik Belanda
berhasil menangkap dan menawan Presiden Soekarno yang diterbangkan ke Prapat dan
kemudian dipindahkan ke Bangka, Wakil Presiden Mohammad Hatta yang diasingkan
di Bangka, dan beberapa petinggi lainnya seperti Agus Salim (Menteri Luar Negeri),
Mohammad Roem dan beberapa menteri lainnya.
Sebelum para petinggi Republik Indonesia ini ditawan oleh pihak Belanda,
mereka mengadakan Sidang Kabinet dan mengambil sebuah keputusan untuk
memberikan mandat melalui radiogram yang akan dikirimkan kepada Menteri
Kemakmuran yaitu Mr. Sjafruddin Prawiranegara yang sedang berada di Sumatera.
Mandat atau materi kawat ini dikirim pada menit-menit terakhir sebelum Soekarno-
Hatta ditawan. Mandat tersebut berisikan agar Mr. Sjafruddin Prawiranegaramendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Adapun teks Kawat
Pertama 19/12/1948 berbunyi :
“Mandat Presiden Soekarno/wakil Presiden Hatta kepada Mr. Syafrudin
Prawiranegara.
Kami Presiden Republik Indonesia memberitahukan bahwa pada hari Minggu
tanggal 19 Desember 1948 jam 06.00 pagi, Belanda telah mulai serangnnja atas
Ibu Kota Djogjakarta.
Djika dalam keadaan Pemerintah tidak dapat menjalankan kewadjibannja lagi,
kami menguasakan pada Mr. Sjafrudin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran
Republik Indonesia untuk membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatra(Suryanegara, 2010 : 266).”
Dengan tertangkapnya para petinggi Republik Indonesia lantas tidak berarti
bahwa pemerintah Republik Indonesia telah berakhir. Pada umumnya tentara Republik
tidak dapat memahami alasan menyerahnya para politisi sipil pada Belanda sementara
para prajurit mengorbankan jiwa mereka demi Republik. Seluruh kekuatan TNI yang
ada di Yogyakarta diperintahkan keluar kota untuk bergerilya. Pasukan-pasukan
Republik mengundurkan diri ke luar kota-kota dan memulai perang gerilya secara
besar-besaran di kedua belah garis van Mook (Ricklefs, 1999: 347). Selain materi
Kawat yang dikirimkan kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Wakil Presiden
Mohammad Hatta dan Menteri Luar Negeri Hadji Agoes Salim mengirim Kawat kedua
kepada Dr. Soedarsono, A.N. Palar, Mr. A.A. Maramis di New Delhi yang berbunyi
sebagai berikut :
“Kami Presiden Republik Indonesia memberitahukan bahwa pada hari Minggu
tanggal 19 Desember 1948, jam 06.00 pagi, Belanda mulai seranagannja atas Ibu
Kota Djogjakarta. Djika ichtiar Mr. Sjafrudin Prawiranegara membentuk
-
8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
7/13
4/29/2016 Sejarah Akademika: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
fi le:///C:/Users/Asus/Downloads/Pemerintahan%20Darurat%20Republik%20Indonesia%20(PDRI).html 7/13
Pemerintah Darurat di Sumatera tidak berhasil, kepada Saudara dikuasakan untuk
membentuk Exile Goverment Republik Indonesia di India.
Harap dalam hal ini berhubungan dengan Mr. Sjafrudin Prawiranegara di
Sumatra.
Djika hubungan tidak mungkin, harap diambil tindakan seperlunja (Suryanegara,
2010 : 267).”
Materi Kawat atau radiogram itu ternyata tidak pernah diterima oleh Mr.
Sjafrudin, hal ini diperkirakan bahwa dalam keadaan perang itu sangat dituntut
mobilitas yang tinggi dengan berpindah-pindah kedudukan yang dimaksudkan untuk
menghindari serangan dari lawan. Kekhawatiran inilah yang menyebabkan Hatta
mengirimkan radiogram kepada Dr. Soedarsono, A.N. Palar, Mr. A.A. Maramis.
Namun, kontroversi mengenai sampai tidaknya radiogram itu berhenti pada tanggal 22
Desember 1948, ketika di Desa Halaban, dekat Payakumbuh, Sumatera Barat, diadakan
rapat dengan beberapa tokoh, yang akhirnya memutuskan untuk membentuk
Pemerintah Darurat. Mr. Syafroeddin Prawiranegara, terpilih sebagai Ketua Pemerintah
Darurat Republik Indonesia (PDRI) (Mahendra, 2007). Dan pada tanggal 31 Maret
1949 berhasil membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Susunan Kabinet PDRI
Setelah terbentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia yang diketuai oleh Mr.
Sjafrudin Prawiranegara, kemudian Beliau membentuk susunan kementrian PDRI
sebagai berikut :
Ketua dan Menteri
Pertahanan dan Penerangan : Mr. Sjafrudin Prawiranegara
Wakil Ketua dan Menteri Kehakiman : Mr. Soesanto Tirtoprodjo
Menteri Luar Negeri : Mr. A.A. Maramis
Menteri dalam Negeri
dan Menteri Kesehatan : Dr. Soekiman Wirjosandjojo
Menteri Keuangan : Mr. Loekman Hakim
Menteri Kemakmuran
dan Pengawasan Makanan Rakjat : I. Kasimo
Menteri Agama : K.H. Masjkoer
Menteri P dan K : Mr. Teuku Mohammad Hasan
Menteri Perhubungan : Ir. Inderatjaja
Menteri Pekerdjaan Umum : Ir. Mananti Sitompul
Menteri Perburuhan dan Sosial : Mr. St. M. Rasjid
Dari fakta sejarah ini, Mr. Sjafrudin Prawiranegara tidak menyalahgunakan
amanah pembentukan Pemerintah Darurat Republik Indonesia – PDRI untuk
mengangkat dirinya sebagai Presiden PDRI. Melainkan hanya sebagai Ketua PDRI
(Suryanegara, 2010 : 268).
Perjalanan Singkat PDRI
Setelah ditawannya Presiden Soekarno, Wakil Presiden Hatta dan beberapa
menteri lainnya. Sesuai dengan rencana awal dalam Sidang Kabinet tanggal 19
Desember 1948 bahwa seluruh kekuatan TNI yang masih ada di Yogyakarta
diperintahkan keluar kota untuk melakukan gerilya. Angkatan perang yang telah
membagi wilayah pertahanan Republik menjadi dua komando, yaitu Jawa dan
Sumatera, siap melaksanakan rencana di bidang pemerintahan tersebut (Sudharmono,1981 : 192). Untuk melancarkan rencananya telah disiapkan konsepsi baru dalam
bidang pertahanan. Konsepsi tersebut dituangkan dalam Perintah Siasat No. 1 Tahun
1948 yang pokok isinya adalah sebagai berikut :
1) Tidak melakukan pertahanan yang linear;
-
8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
8/13
4/29/2016 Sejarah Akademika: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
fi le:///C:/Users/Asus/Downloads/Pemerintahan%20Darurat%20Republik%20Indonesia%20(PDRI).html 8/13
2) Memperlambat setiap majunya serbuan musuh dan pengungsian total, serta
bumi hangus total;
3) Membentuk kantong-kantong di tiap onderdistrik yang mempunyai kompleks
di beberapa pegunungan; dan
4) Pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal menyusup ke
belakang garis musuh (wingate) dan membentuk kantong-kantong sehingga
seluruh Pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas.
Siasat ini berhasil untuk melawan Belanda yang bersenjatakan lengkap.
Perlahan para TNI ini bergrilya ke luar Yogyakarta. Di Jawa, berdasarkan siasat
tersebut berlangsung Long March Siliwangi, yang sangat terkenal itu.Sejumlah 11
Batalyon Divisi Siliwangi dengan keluarga mereka dan penduduk sipil lainnya mulai
bergerak kembali ke Jawa Barat dengan berjalan kaki (Sudharmono, 1981 : 196).
Namun setibanya di Jawa Barat, mereka dihadang oleh Tentara Islam Indonesia yang
dipimpin oleh Kartosuwirjo. Namun setelah dua bulan melakukan Long March, mereka
berhasil untuk menguasai atrau memperoleh kedudukan di Jawa Barat sesuai dengan
yang diharapkan.
Berkat perjungan Mr. Sjafrudin Prawiranegara dengan PDRI di Bukittinggi,
Sumatera Barat dan Exile Government di India, serta perjuangan A.N. Palar selaku
Wakil Indonesia di PBB, menyebabkan Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi pada tanggal 28 Januari 1949 yang berisi sebagai berikut :
Pertama, Belanda menghentikan Agresi Militer Belanda Kedua.
Kedua, Republik Indonesia dan Keradjaan Protestan Belanda, bersedia berunding
dalam Konferensi Meja Bundar.
Ketiga, mengembalikan pembesar Republik Indonesia dari tempat pembuangan ke
Jogyakarta.
Keempat, menyiapkan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Serikat, paling lambat
1 Juli 1949.
Kelima, Komisi Tiga Negara-KTN, Komisi Djasa Baik, digantikan dengan United
Nations Commission for Indonesia – UNCI atau Komisi Perserikatan Bangsa-bangsa
untuk Indonesia, bertugas memperlancar perundingan.
(Suryanegara, 2010 : 264).
Kemudian pada tanggal 1 Maret 1949 terjadilah serang umum terhadao kota
Yogyakarta yang diduduki oleh Belanda ketika itu. Penyerangn ini dilakukna oleh TNI
dan dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Brigade 10 daerah wehrkreise
III yang membawahi daerah Yogyakarta. Alam penyerangan ini dibentuk sektor-sektor
untuk mempermudah pengepungan. Sektor Barat dipimpin oleh Mayor Ventje Sumual,
sektor selatan dan timur dipimpin oleh Mayor Sardjono, sektor utara dipimpin oleh
Mayor Kusno. Untuk sektor kota sendiri ditunjuk Letnan Amir Murtono dan Letnan
Masduki (Sudharmono, 1981 : 207). Serangna dilakukan dari berbagai penjuru kota,
sehingga dalam waktu enam jam Yogyakarta berhasil dikepung dan dikuasai oleh TNI.
Dan serangan umum ini berhasil mencapai tujuannya yaitu mendukung perjuangan
secara diplomasi dan meninggikan moral rakyat serta TNI yang sedang bergrilya,
menunjukan kepada dunia internasional bahwa TNI mempunyai kekuatan yang mampu
mengadakan ofensif serta mematahkan moral pasukan Belanda.
Tindak lanjut dari resolusi yang dikeluarkan oleh pihak Dewan Keamanan PBB
maka dipertemukan perwakilan Indonesia dengan Belanda yang kemudian melahirkan
Roem-Royen Statements pada tanggal 7 Mei 1949. Isi dari persetujuan ini yaitu :
Pemerintah Republik Indonesia bersedia :
1) TNI segera menghentikian Perang Gerilya.
2) Kerjasama menciptakan perdamaian dan ketertiban serta keamanan.
3) Bersedia ikut dalam perundingan di Konferensi Meja Bundar – KMB di Den
Haag.
-
8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
9/13
4/29/2016 Sejarah Akademika: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
fi le:///C:/Users/Asus/Downloads/Pemerintahan%20Darurat%20Republik%20Indonesia%20(PDRI).html 9/13
Keradjaan Protestan Belanda bersedia :
1) Menyetujui kembalinya pemrintahan Republik Indonesia ke Jogjakarta.
2) Menghentikan Aksi Militer Belanda Kedua dan membebaskan kembali segenap
tahanan politik.
3) Tidak mendirikan lagi negara boneka sesudah 19 Desember 1948.
4) Menyetujui Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
5) Menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar sesudah pemerintah Republik
Indonesia kembali ke Jogjakarta.
Hal ini terjadi ketika serangan gerilya yang sedang dilakukan oleh TNI terutama
di wilayah Jawa dan Sumatera sedang menggoyahkan moral dari pasukan Belanda.
namun dengan demikian Mr. Sjafrudin Prawiranegara dan Panglima Besar Jendral
Sudirman tetap menerima dengan lepang dada keputusan dari Roem-Royen Statemens
ini. hal ini dilakukan karena ini merupakan persetujuan langsung yang dilakukan oleh
Presiden dan Wakil Presiden di tempat pengasingan.
Akhir dari PDRI
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia yang diketuai oleh Sjafrudin
Prawiranegara yang berada di Bukittinggi ini berawal ketika Soekarno dan anggota
pemerintahan lainya ditawan oleh Belanda saat ibu kota kepemerintaahan berada di
Yogyakarta. Dalam hal ini ada dua mandat yang mendasari adanya pemerintahan
darurat ini yaitu mandat pertama dari Soekarno yang menujuk Hatta untuk memimpin
suatu kabinet pemerintahan darurat yang bertanggung jawab kepada presiden yang
kemudian mandat ini jatuh pada Sjafrudin Prawiranegara, untuk mengatur
kepemerintahan darurat republik Indonesia jika kepemerintahan di yogakarta tidak bisa
menjalankan keperintahanya. Hal ini seperti pernyataan yang dinyatakan oleh Rickefs
dalam bukunya yaitu sebagai berikut :
“ Dia (Soekarno) menunjuk Hatta untuk memimpin suatu ‘kabinet presidentil’
darurat (1948-9), yang bukan bertanggung jawab pada KNIP tetapi pada Soekarno
sebagai presiden.” ( Ricklefs, 2008: 475)
Mandat yang kedua yang berasal dari Mentri Luar Negri yaitu Agus Salim
kepada Dr. Sudarsono/Palar/Mr. A.A Maramis yang berada di New Delhi, india untuk
membentuk Exile Goverment. Dimana kedua mandat ini yang menjadi salah satu dasar
hukum dari pendirian pilar PDRI, tetapi kemudian kedua mandat ini tidak pernah di
keperintahan Bukittinggi itu sendiri yang kemudian dalam buku Chairul Basri yang
merupakan mantan Wakil Kepala Seksi Intelijen- Komendemen Sumatra mengatakan :
“Secara Hukum, kawat-kawat inilah yang menjadi sumber hukum berdirinya
PDRI ditambah dengan dukungan seluruh masyarakat Indonesia. Tetapi kedua
kawat tersebut tidak pernah diterima di Bukittinggi” (Basri, 2003: 190)
Yang kemudian pada tanggal 22 Desember 1948, di Halaban salah satu daerah
selatan Payakumbuh, yang kemudian tersusun kabinetnya dengan Sjafrudin
Prawiranegara sebagai ketua dari PDRI yang merangkap sebagai mentri pertahanan,
Jendral Soedirman sebagai sebagai panglima besar angkatan Perang Republik
indonesia, A.H. Nasution sebagai panglima tentara teritorial jawa. Seperti yang
dinyarakan dalam buku Basri yaitu sebagi berikut :
“ Mr. Sjafrudin Prawiranegara diangkat sebagai perdana mentri yang
merangkap sebagai menti pertahanan, penerangan dan luar negri. Ad interim dan
sejumlah anggota kabinet lainya. Letnan Sudirman tetap menjadi panglima besar
Angkatan Perang Republik Indonesia, Kolonel A.H Nasution tetap menjadi
Panglima Besar Angkatan Tentara teritoriial Jawa...” (Basri, 2003: 190)
Nampaknya salah satu aspek yaitu A.H Nasution tetap menjadi panglima besar
angkatan teritorial jawa menyebabkan Jawa segera mengikuti dan mematuhi PDRI, dan
membentuk komisaris pemerintahan pusat Jawa. Dimana disini kita bisa menerti
kenapa keperintahan berpindah-pindah yang tak lain dilatar belakangi agar roda
keperintahan berjalan dengan semestinya.
-
8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
10/13
4/29/2016 Sejarah Akademika: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
fi le:///C:/Users/Asus/Downloads/Pemerintahan%20Darurat%20Republik%20Indonesia%20(PDRI).html 10/13
Berakhirnya keperintahan PDRI ini kemudian berkaitan erat dengan
perundingan Roem-Royen dimana Belanda menyetujui pemerintahan republik ke
Yogyakarta. Dan membebaskan tahannan politik yang ditahan sejak 19 Desember 1948
tersebut, hal ini juga berarti bahwa pemerintahan kedaulatan akan segera diserahkan
oleh Belanda kepada RIS, ditambah dengan meninggalnya panglima militer Belanda
Simon H. Spoor , yaitu salah satu tokoh yang memprakasai perebutan kedaulatan
pemerintahan Indonesia. Hal ini seperti dinyatakan dalam buku Basri :
“.... pada tanggal 25 Mei kembali Belanda ditimpa musibah dengan meninggalnya
Simon H. Spoor Panglima perang Belanda.” (Basri, 2003: 290).
Walaupun begitu, pertahanan Indonesia di Sumatra tak sepenuhnya aman,
Belanda yang berkubu di Bukittinggi berusaha berkali-kali tentara Belanda berusaha
mengusir pasukan kita yang berpangkal di Palupuh. Hingga sampai penyerahan
kedaulatan oleh Belanda ke Republik Indonesia, pertempuran-pertempuran tidak lagi
sering terjadi terlebih setelah case fire gerakan Belanda hanya tertuju pada keamanaan
saja.
Beberapa tokoh dan agak sedikit bertentangan dengan delegasi-delgasi dengan
Belanda yang berdampak pada keputusan pengembalian mandat PDRI kepada
keperintaahan di Yogyakarta. Seperti Sjahrir yang juga tak ikut dalam delgasi-delegasi
dengan Belanda karena menurut Beliau pemerintahan yang sah pada saat itu adalah
PDRI, bukan tawan politik belanda. Selain itu ada pula tokoh Muh. Natsir yang
menganggap adanya pertentangan diantara para pemimpin Indonesia sebelum agresi,
ditambah dengan tidak dilibatkannya PDRI dalam perundingan Roem-Royen sehingga
perundingan tersebut diluar persetujuan PDRI.
Pemerintahan yang berlangsung kurang lebih selama tujuh bulan ini berakhir
ketika penyerahan mandat dari PDRI kepada Hatta pada tanggal 14 Juli 1948. Setelah
perjanjian Roem-Royen disahkan dan Natsir meyakinkan Prawiranegara untuk datang
dan menyelesaikan dualisme keperintahan yang ada pada saat itu yaitu PDRI, dan
kabinet Hatta.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian bab sebelumnya, kami dapat mengemukakan simpulan sebagai
berikut.
Latar belakang adanya Pemerintah Darurat Republik Indonesia adalah karena
adanya Agresi Militer II yang terjadi pada tanggal 19 Desember 1948 di ibu kota RI,
Yogyakarta yang diduduki oleh Belanda. Pada tanggal 19 Desember 1948 pasukan
payung Belanda melancarkan serangan terhadap Lapangan Terbang Maguwo (kini
Lanuma Adisucipto). Agresi militer ini pada dasarnya keinginan Belanda yang ingin
menghancurkan Republik Indonesia yang merdeka dengan menghancurkan
pemerintahannya untuk menghilangkan salah satu pokok atau syarat Hukum
Internasional. Karena itulah Belanda mengambil kesempatan untuk lebih menekan
Republik Indonesia pada saat pertikaian yang terjadi di kalangan Republik sebagai
akibat dari perjanjian Renville, kegoncangan di kalangan TNI sehubungan dengan
adanya rekonstruksi dan rasinalisasi, serta penumpasan pemberontakan PKI yang
menelan daya upaya dan kekuatan Republik. Selain itu juga atas dasar perundingan-
perundingan KTN yang telah mengalami jalan buntu, yang dengan sengaja dilakukan
oleh Belanda. Sehingga dibentuklah PDRI yang diketuai oleh Sjafrudin Prawiranegara,
untuk mengisi kekosongan pemerintahan, yang pada saat itu juga Ir Soekarno dan Hatta
telah diasingkan oleh Belanda ke Bangka.
Mr. Syafruddin Prawiranegara lahir di Serang, Banten pada tanggal 28 Februari1911 dan meninggal di Jakarta pada tanggal 15 Februari 1989 pada umur 77 tahun. Mr.
Syafrudin adalah seseorang yang berjasa dalam menyelamatkan eksistensi negara
Republik Indonesia. Di sini ada suatu peranan yang diberikan oleh Mr. Syafrudin
Prawiranegara adalah tetap membuat Indonesia berada dalam pemerintahan yang
-
8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
11/13
4/29/2016 Sejarah Akademika: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
fi le:///C:/Users/Asus/Downloads/Pemerintahan%20Darurat%20Republik%20Indonesia%20(PDRI).html 11/13
merdeka dan berdaulat. Dengan adanya PDRI dan Mr Syafrudin dipilih sebagai pejabat
presiden sementara maka eksistensi negara Indonesia tetap ada serta merdeka dan
berdaulat karena di hadapan Pemerintah Belanda, pemerintahan RI de facto dipimpin
oleh Soekarno dari penjara, meskipun sebenarnya de jure pemerintahan berada di
tangan Syafruddin Prawiranegara dan kedudukan Soekarno yang berada dalam tahanan
bukan lagi sebagai kepala negara yang merdeka dan berdaulat.
Berawal dari agresi militer Belanda kedua di Yogyakarta sebagai ibu kota
Republik Indonesia. Lalu Belanda menawan Presiden Soekarno yang diterbangkan ke
Prapat dan kemudian dipindahkan ke Bangka, Wakil Presiden Mohammad Hatta yangdiasingkan di Bangka, dan beberapa petinggi lainnya seperti Agus Salim (Menteri Luar
Negeri), Mohammad Roem dan beberapa menteri lainnya. Sebelum para petinggi
Republik Indonesia ini ditawan oleh pihak Belanda, mereka mengadakan Sidang
Kabinet dan mengambil sebuah keputusan untuk memberikan mandat melalui
radiogram yang akan dikirimkan kepada Menteri Kemakmuran yaitu Mr. Sjafruddin
Prawiranegara yang sedang berada di Sumatera. Selain materi Kawat yang dikirimkan
kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan Menteri
Luar Negeri Hadji Agoes Salim mengirim Kawat kedua kepada Dr. Soedarsono, A.N.
Palar, Mr. A.A. Maramis di New Delhi. Pada tanggal 22 Desember 1948, ketika di
Desa Halaban, dekat Payakumbuh, Sumatera Barat, diadakan rapat dengan beberapa
tokoh, yang akhirnya memutuskan untuk membentuk Pemerintah Darurat. Mr.Syafroeddin Prawiranegara, terpilih sebagai Ketua Pemerintah Darurat Republik
Indonesia (PDRI). Dan pada tanggal 31 Maret 1949 berhasil membentuk Pemerintah
Darurat Republik Indonesia (PDRI). Pemerintahan yang berlangsung kurang lebih
selama tujuh bulan ini berakhir ketika penyerahan mandat dari PDRI kepada Hatta pada
tanggal 14 Juli 1948. Setelah perjanjian Roem-Royen disahkan dan Natsir meyakinkan
Prawiranegara untuk datang dan menyelesaikan dualisme keperintahan yang ada pada
saat itu yaitu PDRI, dan kabinet Hatta. Berakhirnya keperintahan PDRI ini kemudian
berkaitan erat dengan perundingan Roem-Royen dimana Belanda menyetujui
pemerintahan republik ke Yogyakarta. Tahannan politik yang ditahan sejak 19
Desember 1948 tersebut dibebaskan, hal ini juga berarti bahwa pemerintahan
kedaulatan akan segera diserahkan oleh Belanda kepada RIS, ditambah denganmeninggalnya panglima militer Belanda Simon H. Spoor , yaitu salah satu tokoh yang
memprakasai perebutan kedaulatan pemerintahan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2013). Sejarah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia dan Peranan
Sumatera Barat .
[Online].
Tersedia:www.marawanews.com / berita-123-sejarah-pemerintahan-darurat-
republik-indonesia-dan-peranan-sumatera-barat.html.
Anonim.(2013).Syafruddin Prawiranegara.
[Online].
Tersedia:Syafruddin_Prawiranegara
http://id.wikipedia.org/wiki/Syafruddin_Prawiranegara [12 Juli 2013]
Anonim.(2013).Agresi Militer Belanda II.
[Online].
Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Agresi_Militer_Belanda_II [12 Juli 2013]
Asshidiqie, Jimmy. (2009). Mr. Syafrudin Prawiranegara.
[ Online].
Tersedia:http://www.jimly.com/makalah/namafile/76/
Presiden_Syafruddin_Prawiranegara.pdf [15 Juli 2013].
Basri, Chairul. (2003). Apa yang saya ingat . Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Budiardjo, Miriam. (2010). Dasar-Dasar Ilmu Politik . Jakarta : Gramedia.
-
8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
12/13
4/29/2016 Sejarah Akademika: Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
fi le:///C:/Users/Asus/Downloads/Pemerintahan%20Darurat%20Republik%20Indonesia%20(PDRI).html 12/13
Print PDF Print PDF
Mahendra, Y.I. (2007). Menyelamatkan NKRI:Berkaca pada Peran Syafroeddin
Prawiranegara dan Mohammad Natsir .
[Online].
Tersedia: http://www.setneg.go.id/index.php?
Itemid=54&id=88&option=com_content&task=view [15 Juli 2013]
Nasery, Akmal. (2011). Presiden Prawiranegara.
[Online].
Tersedia:http://www.goodreads.com/book/show/10793219-presiden-
prawiranegara [12 Juli 2013].
Nasution, Abdul Haris. (1979). Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia- Jilid 9 (Agresi
Militer Belanda II . Bandung: Disjarah AD dan Angkasa.
Nazmi, Didi. 2009. Pemerintahan Mobile PDRI dan Perjuangan Mempertahankan RI
: Kabinet PDRI dan Aparat Pemerintah Mobile PDRI di Sumatera (Kajian dari
Perspektif Hukum Ketatanegaraan).
[ Online ].
Tersedia: http://didinazmi.blogspot.com/2011/04/makalah-pdri_29.html [15 Juli2013].
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Notosusanto, Nugroho. (2009). Sejarah Nasional
Indonesia VI . Jakarta: Balai Pustaka.
Ricklefs, M.C. (1999). Sejarah Indoensia Modern. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Ricklefs, M.C. (2008). Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
Siswanto, Agus. (2009). Sejarah Bagi Para Pembangkang .
[Online].
Tersedia: http://gus7.wordpress.com/2009/08/18/ibsn-sejarah-bagi-para-
pembangkang/ [12 Juli 2013].
Sudharmono, S.H. (1981). 30 Tahun Indonesia Merdeka Jilid 1. Jakarta : PT Tema
Baru.
Suryanegara, Ahmad Mansur. (2010). Api Sejarah-2. Bandung: Salamadani Pustaka
Semesta.
Tim Penyususn. (1985). 30 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta: PT Citra Lantoro Gung
Persada.
jarah Revolusi Indonesia
M. C. Ricklefs: Laporan Peluncuran dan Diskusi Buku Sejarah Asia Tenggara:
Dari Masa Prasejarah sampai Kontemporer
Peluncuran dan Diskusi Buku Sejarah Asia Tenggara: Dari Masa Prasejarah
Sampai Kontemporer Karya M.C. Ricklefs, Dkk
PERUNDINGAN LINGGARJATI
Perbandingan Strategi Perjuangan Fisik dan Diplomasi Dalam Upaya
Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia (1945-1949)
Kiprah Mohamad Roem, Sang Pejuang Perundingan di Panggung Politik Era
Revolusi (1945-1949)
-Posted by Dede Yusuf at 09:02
Labels: Sejarah Revolusi Indonesia
Location: Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Artikel Terkait:
2 comments:
https://www.blogger.com/share-post.g?blogID=5024626298646556194&postID=1156445597251431988&target=pinteresthttps://www.blogger.com/share-post.g?blogID=5024626298646556194&postID=1156445597251431988&target=facebookhttps://www.blogger.com/share-post.g?blogID=5024626298646556194&postID=1156445597251431988&target=twitterhttps://www.blogger.com/share-post.g?blogID=5024626298646556194&postID=1156445597251431988&target=bloghttps://www.blogger.com/share-post.g?blogID=5024626298646556194&postID=1156445597251431988&target=emailhttp://sejarahakademika.blogspot.co.id/2013/08/pemerintahan-darurat-republik-indonesia.htmlhttps://plus.google.com/101147649214375394575http://www.printfriendly.com/http://www.printfriendly.com/
-
8/17/2019 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
13/13
Bergabung di Facebook
Copyright © Sejarah Akademika 2013. Powered by Blogger.