Pemeriksaan Klinis Pasien Psikiatri

download Pemeriksaan Klinis Pasien Psikiatri

of 26

description

somatisasi

Transcript of Pemeriksaan Klinis Pasien Psikiatri

Pemeriksaan klinis pasien psikiatriPemeriksaan psikiatri terdiri dari dua bagian. Yang pertama, bagian riwayat (contohnya riwayat psikiatri, medis, keluarga), yang mencakup deksripsi pasien tentang bagaimana gejala episode kini terjadi, pengkajian episode dan terapi sebelumnya, deskripsi mengenai kondisi medis saat ini dan dahulu, rangkuman masalah psikiatri serta terapi anggota keluarga, dan riwayat pribadi pasien, yang mengungkapkan fungsi interpersonal dan adaptasinya dari waktu ke waktu. Informasi riwayat diperoleh dari pasien tetapi dapat didukung informasi tambahan dari anggota keluarga, dinas sosial rujukan, dokter yang sebelumnya menangani, serta rekam medis lama. Bagian kedua pemeriksaan psikiatri, pemeriksaan status mental, secara sistematis mengkaji fungsi kognitif dan emosi pasien saat wawancara dilakukan.Riwayat PsikiatriRiwayat psikiatri adalah catatan mengenai kehidupan pasien; catatan ini memungkinkan seorang psikiater memahami siapa diri pasien, dari mana ia berasal, dan ke arah mana kecenderungan pasien di masa depan. Riwayat tersebut merupakan kisah hidup pasien yang diceritakan ke psikiater dalam bahasa pasien dari sudut pandangnya sendiri. Sering kali, riwayat juga mencantumkan informasi mengenai pasien yang diperoleh dari sumber lain, Seperti orang tua atau, bila perlu, dari pasangannya. Riwayat komprehensif yang diperoleh dari pasien dan, bila perlu, dari sumber informasi lain, merupakan hal yang esensial untuk menegakkan diagnosis yang tepat serta memformulasikan rencana terapi yang spesifik dan efektif. Teknik terpenting untuk memperoleh riwayat psikiatri adalah dengan membiarkan pasien menceritakan kisahnya dengan kata-kata mereka sendiri dalam urutan yang mereka rasa paling penting. Saat pasien menghubung-hubungkan ceritanya, pewawancara yang terampil dapat mengenali intinya sehingga dapat mengajukan pertanyaan yang relevan mengenai hal yang digambarkan dalam garis besar riwayat serta pemeriksaan status mental.

Data IdentitasData identitas memberikan rangkuman demografik yang memadai mengenai pasien berdasarkan nama, usia, status perkawinan, jenis kelamin, pekerjaan, bahasa bila menggunakan selain bahasa Inggris, latar belakang etnik dan agama selama masih berkaitan, serta situasi kehidupan terkini. Informasi ini juga dapat mencakup tempat atau situasi seperti apa saat wawancara berlangsung, sumber informasi, tingkat kepercayaan sumber informasi, dan apakah gangguan yang dialami saat ini merupakan episode pertama bagi pasien. Sang psikiater harus mengetahui apakah pasien datang atas kemauannya sendiri, dirujuk oleh orang lain, atau diantar oleh orang lain. Data identitas dimaksudkan untuk memberikan gambaran kasar mengenai karakteristik pasien yang secara potensial penting yang dapat memengaruhi diagnosis, prognosis, tatalaksana, dan kepatuhan.

Keluhan UtamaKeluhan utama, dalam bahasa pasien sendiri, menyatakan mengapa ia datang atau dibawa untuk memperoleh bantuan. Keluhan ini harus dicatat bahkan apabila pasien tidak dapat berbicara, dan deskripsi mengenai orang yang memberikan informasi harus disertakan. Penjelasan pasien, tak peduli betapa aneh atau tidak relevan, harus dicatat menggunakan kata-kata pasien pada bagian keluhan utama. Individu lain yang hadir sebagai sumber informasi nantinya dapat menceritakan versi mereka tentang kejadian saat itu pada bagian riwayat penyakit sekarang.

Riwayat Penyakit SekarangRiwayat penyakit sekarang memberikan gambaran komprehensif dan kronologis mengenai kejadian yang mengarahkan ke peristiwa terkini dalam kehidupan pasien. Bagian riwayat ini mungkin adalah yang paling membantu dalam menegakkan diagnosis: Kapan awitan episode sekarang, dan apa kejadian pencetus atau pemicu terdekat yang menimbulkannya? Pemahaman mengenai riwayat penyakit sekarang membantu menjawab pertanyaan, "Mengapa sekarang? Mengapa pasien datang ke dokter saat ini? Seperti apa situasi dalam kehidupan pasien saat terjadi awitan gejala atau perubahan perilaku, dan bagaimana situasi tersebut memengaruhi pasien sehingga timbul manifestasi gangguan yang terjadi saat ini? Mengetahui kepribadian pasien yang sebelumnya sehat juga membantu memberikan perspektif mengenai pasien yang sakit.Pemicu apa di masa lalu yang menjadi bagian rantai peristiwa yang mengarahkan ke kejadian yang baru terjadi? Bagaimana penyakit pasien memengaruhi aktivitas kehidupannya (misalnya pekerjaan, hubungan yang penting)? Bagaimana sifat disfungsi (misalnya detail mengenai perubahan faktor seperti kepribadian, memori, atau cara berbicara)? Adakah gejala psikofisiologis? Bila ada, harus dijelaskan lokasi, intensitas, dan fluktuasinya. Adanya hubungan antara gejala fisik dengan psikologis harus dicatat.

Riwayat Penyakit DahuluBagian riwayat psikiatri ini merupakan peralihan antara riwayat penyakit sekarang dengan riwayat pribadi pasien (anamnesis). Episode penyakit terdahulu baik medis maupun psikiatri dijelaskan di sini. Idealnya, catatan mendetail mengenai kelainan psikologis maupun biologis yang mendasari dan yang telah ada sebelumnya dijelaskan pada poin ini, dan petunjuk penting dan bukti area fungsi yang rawan pada pasien juga disertakan. Gejala pasien, derajat ketidakmampuan, jenis tatalaksana yang diterima, nama rumah sakit tempat dirawat, durasi tiap kali sakit, efek pengobatan sebelumnya, dan derajat kepatuhan, semuanya harus digali dan dicatat secara kronologis. Perhatian khusus harus ditujukan kepada episode pertama yang mengisyaratkan awitan penyakit, karena episode pertama sering memberikan data yang sangat penting mengenai peristiwa pencetus, kemungkinan diagnosis, serta kemampuan mengatasi masalah.Penyebab, keluhan, dan tatalaksana penyakit serta efek penyakit apapun pada pasien harus dicatat. Pertanyaan spesifik mengenai gangguan psikosomatik harus ditanyakan dan dicatat. Termasuk dalam kategori ini adalah Hay fever, artritis reumatoid, kolitis ulseratif, asma, hipertiroidisme, gangguan gastrointestinal, pilek berulang, serta penyakit kulit. Semua pasien harus ditanyakan mengenai penggunaan alkohol dan zat lain, mencakup detail kuantitas dan frekuensi penggunaan.

Riwayat KeluargaPernyataan singkat tentang adanya penyakit, rawat inap, dan tatalaksana psikiatri pada anggota keluarga dekat pasien harus ditanyakan pada bagian ini. Adakah riwayat penyalahgunaan alkohol atau zat lain atau perilaku antisosial dalam keluarga? Selain itu, riwayat keluarga harus mencakup deskripsi kepribadian dan tingkat inteligensi berbagai orang yang tinggal serumah dengan pasien, sejak masa kanak-kanak hingga saat ini, juga deskripsi tentang berbagai perlengkapan rumah tangga di tempat tinggalnya. Psikiater juga harus mendefinisikan peran tiap orang dalam pembentukan karakter pasien serta hubungan orang tersebut. Apa saja etnis keluarga, kebangsaan, dan tradisi keagamaan pasien?

Riwayat Pribadi (Anamnesis)Selain mempelajari penyakit dan situasi kehidupan pasien saat ini, psikiater perlu memahami secara menyeluruh masa lalu pasien dan hubungannya dengan masalah emosional yang ada sekarang. Anamnesis, atau riwayat pribadi, biasanya dibagi menjadi periode perkembangan utama, masa kanak-kanan akhir dan masa dewasa. Emosi dominan yang berkaitan dengan berbagai periode kehidupan (contohnya yang menyakitkan, menyebabkan stres, atau menimbulkan konflik) harus dicatat. Bergantung pada waktu dan situasi, psikiater dapat lebih mendalami dengan memperhatikan masing-masing area tersebut.

Masa Dewasa

Riwayat pekerjaan. Psikiater harus dapat mendeskripsikan pilihan pekerjaan pasien, pelatihan awai dan persiapannya, adanya konflik terkait pekerjaan, serta ambisi dan tujuan jangka panjang. Pewawancara juga harus menggali perasaan pasien mengenai pekerjaannya saat ini dan hubungan di tempat kerja (dengan atasan, rekan kerja, dan. bila ada, bawahan) serta mendeskripsikan riwayat pekerjaan (contohnya jumlah pekerjaan dan lama bekerja, alasan pindah kerja, dan perubahan status pekerjaan). Pekerjaan apa yang akan ia lakukan seandainya ia bebas memilih?

Riwayat pernikahan dan hubungan. Pada bagian ini, psikiater harus mendeskripsikan riwayat tiap pernikahan, baik sah secara hukum atau berdasarkan hukum adat. Hubungan yang signifikan dengan orang yang tinggal bersama pasien dalam waktu lama juga harus disertakan. Kisah pernikahan atau hubungan jangka panjang harus dapat mendeskripsikan evolusi hubungan itu, termasuk usia pasien pada awal pernikahan atau hubungan jangka panjang tersebut.

Riwayat pendidikan. Psikiater perlu memiliki gambaran yang jelas mengenai latar belakang pendidikan pasien. Informasi ini dapat memberi petunjuk mengenai latar belakang sosial dan budaya pasien, inteligensi, motivasi, dan adanya halangan dalam pencapaian. Apa tingkat pendidikan terakhir pasien? Berapa nilai tertingginya dan berapa nilai kelulusannya? Mata pelajaran apa yang disukai pasien dan bagaimana tingkat kinerja akademiknya? Apa tingkat pendidikan terakhir anggota keluarga pasien yang lain dan bagaimana pencapaian mereka dibanding kemajuan yang dicapai oleh pasien? Bagaimana sikap pasien terhadap pencapaian akademik?

Agama. Psikiater harus mendeskripsikan latar belakang agama kedua orangtua dan rincian perintah agama pasien. Apakah sikap keluarga terhadap agama ketat atau permisif, dan apakah terdapat konflik di antara kedua orangtua mengenai pendidikan agama anak? Psikiater harus melacak perubahan praktik keagamaan pasien semasa remaja hingga kepercayaan dan aktivitas keagamaan pasien saat ini. Apakah pasien memiliki persekutuan keagamaan yang kuat, dan, bila ya, bagaimana persekutuan tersebut memengaruhi kehidupan pasien? Apa yang dikatakan agama pasien mengenai pengobatan penyakit medis atau psikiatri? Bagaimana sikap agama pasien terhadap bunuh diri?

Aktivitas sosial. Psikiater harus mendeskripsikan kehidupan sosial pasien dan sifat persahabatan, dengan penekanan pada kedalaman, durasi, dan kuai itas hubungan manusia. Apa kesamaan sosial, intelektual, dan fisik yang dimiliki pasien dan teman- temannya? Hubungan apa yang pasien miliki dengan orang-orang dari jenis kelamin yang sama dan berbeda? Apakah pada dasarnya pasien terasing dan asosial? Apakah pasien lebih memilih untuk mengasingkan diri, atau apakah pasien terasing karena ansietas dan rasa takutnya terhadap orang lain? Siapa yang mengunjungi pasien di rumah sakit dan seberapa sering?

Situasi kehidupan terkini. Psikiater harus meminta pasien untuk mendeskripsikan tempat tinggalnya yaitu mencakup lingkungan dan penghuninya. Ia harus menyebutkan jumlah kamar, jumlah anggota keluarga yang tinggal di rumah tersebut, dan pengaturan tidur. Psikiater harus menanyakan bagaimana isu-isu pribadi ditangani, dengan penekanan khusus pada ketelanjangan orangtua atau saudara kandung dan pengaturan kamar mandi. Ia harus pula menanyakan sumber pendapatan keluarga dan adanya masalah finansial di keluarga. Bila dapat diterapkan, psikiater dapat menanyakan mengenai bantuan masyarakat dan perasaan pasien tentang hal itu. Bila pasien dirawat inap, sudahkah dibuat ijin penyesuaian sehingga ia tidak akan kehilangan pekerjaan atau apartemennya? Psikiater harus menanyakan siapa yang merawat anak di rumah, siapa yang mengunjungi pasien di rumah sakit, dan seberapa sering.

Riwayat Hukum. Apakah pasien pernah ditahan pihak berwajib dan, bila ya, atas tuduhan apa? Berapa kali pasien pernah ditahan? Apakah pasien pernah dipenjara? Berapa lama? Apakah pasien sedang dalam masa percobaan atau penundaan hukuman? Apakah pasien diperintahkan menjalani perawatan ini sebagai salah satu syarat masa percobaan? Apakah pasien memiliki riwayat penyerangan atau kekerasan? Terhadap siapa? Menggunakan apa? Bagaimana sikap pasien terhadap penahanan atau hukuman di penjara? Riwayat masalah hukum yang luas, juga sikap pasien terhadap hal tersebut, dapat mengindikasikan adanya gangguan kepribadian antisosial. Riwayat kekerasan dalam skala besar dapat menjadi peringatan bagi psikiater adanya potensi kekerasan di kemudian hari.

Riwayat Seksual. Riwayat seksual harus mencakup semua gejala seksual, seperti anorgasmia, vaginismus, gangguan ereksi, impotensi, ejakulasi dini atau tertunda, kurangnya hasrat seksual, dan parafilia (misalnya sadisme seksual, fetisisme, voyeurisme). Sikap terhadap felasio, kunilingus, dan teknik koitus dapat didiskusikan. Topik penyesuaian seksual harus mencakup deskripsi mengenai bagaimana aktivitas seksual biasanya dimulai; frekuensi hubungan seks; dan preferensi, variasi, serta teknik hubungan seksual. Biasanya patut ditanyakan apakah pasien pernah terlibat hubungan di luar pernikahan dan, bila ya, dalam situasi apa serta apakah pasangannya mengetahui perselingkuhan ini. Bila pasangannya ternyata telah mengetahui adanya perselingkuhan tersebut, sang psikiater sebaiknya meminta pasien untuk menjelaskan apa yang telah terjadi. Alasan yang mendasari hubungan di luar pernikahan sama pentingnya dengan pemahaman tentang pengaruhnya terhadap pernikahan tersebut.

Fantasi dan Mimpi. Sigmund Freud menyatakan bahwa mimpi merupakan jalan utama ke alam bawah sadar. Mimpi yang berulang terutama sangat bernilai. Bila pasien mengalami mimpi buruk, apakah tema yang berulang? Beberapa terna mimpi yang paling sering ditemukan adalah tentang makanan, ujian, seks, perasaan tidak berdaya, dan impotensi. Dapatkah pasien mendeskripsikan mimpinya baru-baru ini dan mendiskusikan kemungkinan maknanya? Fantasi dan khayalan adalah bentuk materi alam bawah sadar lain yang juga berharga. Sama seperti pada mimpi, seorang psikiater dapat menggali dan mencatat semua detail yang tampak dan perasaan yang ada.

Nilai. Seorang psikiater dapat menanyakan sistem nilai yang dianut pasien baik sosial maupun moral termasuk nilai terhadap pekerjaan, uang, permainan, anak-anak, orangtua, teman, seks, masalah masyarakat, dan isu budaya. Sebagai contoh, apakah anak dianggap sebagai beban atau kesenangan? Apakah pekerjaan dianggap setan yang diperlukan, tugas yang dapat dihindari, atau sebuah kesempatan? Bagaimana konsep pasien mengenai benar dan salah?

Pemeriksaan status mentalPemeriksaan status mental merupakan bagian dari pengkajian klinis yang mendeskripsikan keseluruhan observasi yang dilakukan oleh pemeriksa dan kesan yang didapatkan dari pasien psikiatri saat dilakukan wawancara. Walaupun riwayat pasien tetap stabil, status mental pasien dapat berubah setiap hari atau setiap jam. Pemeriksaan status mental adalah gambaran penampilan pasien, cara bicara, tindakan, dan pikiran selama wawancara. Bahkan bila pasien membisu, inkoheren, atau menolak menjawab pertanyaan, dokter dapat memperoleh segudang informasi berdasarkan pengamatan yang cermat.Deskripsi UmumPenampilan. Dalam kategori ini, psikiater mendeskripsikan penampilan pasien dan kesan fisik keseluruhan yang tercermin dari postur, pembawaan, pakaian, dan kerapihannya. Bila pasien secara khas tampak aneh, dokter dapat bertanya, Adakah orang yang mengomentari penampilan Anda? Bagaimana Anda menggambarkan penampilan Anda? Dapatkah Anda membantu saya memahami pilihan Anda dalam berpenampilan? Istilah umum yang digunakan untuk mendeskripsikan penampilan adalah tampak sehat, tampak sakit, mudah terlihat sakit, pembawaan tenang, tampak tua, tampak muda, kusut, kekanak-kanakan, dan aneh. Tanda ansietas harus diperhatikan: tangan lembab, dahi berkeringat, postur tegang, mata melebar.Perilaku dan aktivitas psikomotor yang nyata. Kategori ini merujuk kepada aspek kuantitatif dan kualitatif dari perilaku motorik pasien. Termasuk di antaranya adalah manerisme, tik, gerakan tubuh, kedutan, perilaku stereotipik, ekopraksia, hiperaktivitas, agitasi, sikap melawan, fleksibilitas, rigiditas, gaya berjalan dan kegesitan. Gelisah, meremas-remas tangan, berjalan mondar-mandir, dan manifestasi fisik lain harus dijelaskan. Retardasi psikomotor atau melambatnya pergerakan tubuh secara umum harus ditandai. Semua aktivitas yang tidak bertujuan harus dideskripsikan.Sikap terhadap pemeriksa. Sikap pasien terhadap pemeriksa dapat dideskripsikan sebagai kooperatif, bersahabat, penuh perhatian, tertarik, blak-blakan, seduktif, defensif, merendahkan, kebingungan, apatis, bermusuhan, suka melucu, menyenangkan, suka mengelak, atau berhati-hati; semua kata sifat dapat digunakan.

Mood. Mood didefinisikan sebagai emosi yang menetap dan telah meresap yang mewarnai persepsi orang tersebut terhadap dunia. Seorang psikiater akan tertarik untuk mengetahui apakah pasien berkomentar tentang perasaannya secara sukarela atau apakah perlu menanyakan pasien tentang bagaimana perasaannya. Kata sifat yang biasanya digunakan untuk mendeskripsikan mood berupa depresif, putus asa, mudah tersinggung, cemas, marah, meluap-luap, euforik, hampa, bersalah, terpesona, sia-sia, rendah diri, takut, atau bingung. Mood dapat labil, berfluktuasi, atau berganti dengan cepat antara dua ekstrim (contohnya tertawa keras dan ekspansif pada satu waktu, menangis dan putus asa di waktu berikutnya). Afek. Afek didefinisikan sebagai responsivitas emosi pasien saat ini, yang tersirat dari ekspresi wajah pasien, termasuk jumlah dan kisaran perilaku ekspresif. Afek dapat kongruen atau tidak kongruen dengan mood. Afek dapat dideskripsikan sebagai dalam kisaran normal, menyempit, tumpul, atau datar. Dalam kisaran afek yang normal terdapat variasi ekspresi wajah, nada suara, pergerakan tangan dan tubuh. Apabila afek menyempit, kisaran dan intensitas ekspresi berkurang. Afek tumpul, ekspresi emosi semakin jauh berkurang. Afek datar, tidak boleh ditemukan tanda ekspresi afektif; suara pasien monoton dan wajahnya tidak bergerak. Tumpul, datar, dan menyempit adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada kedalaman emosi yang tampak; depresif, bangga. marah, takut, cemas, merasa bersalah, euforik dan meluap-luap adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada mood tertentu.Kesesuaian Afek. Seorang psikiater dapat mempertimbangkan konteks kesesuaian respons emosi pasien mengenai subjek yang sedang pasien bicarakan. Pasien waham yang sedang menjelaskan waham kejar mestinya marah atau takut akan pengalaman yang dipercaya terjadi pada dirinya. Kemarahan atau rasa takut adalah ekspresi yang sesuai dalam konteks ini. Karakteristik gaya bicara. Gaya bicara dapat dideskripsikan berdasarkan kuantitas, laju produksi, dan kualitasnya. Pasien dapat digambarkan sebagai banyak bicara, cerewet, fasih, pendiam, tidak spontan, atau terespons normal terhadap petunjuk dari pewawancara. Gaya bicara dapat cepat atau lambat, tertekan, tertahan, emosional, dramatis, monoton, keras, berbisik, cadel, terputus-putus, atau bergumam. Gangguan bicara, contohnya gagap, dimasukkan dalam bagian ini. Irama yang tidak biasa (dinamakan disprosodi) dan aksen apapun yang terdengar harus dicatat.Persepsi. Gangguan persepsi, seperti halusinasi dan ilusi mengenai dirinya atau lingkungannya, dapat dialami oleh seseorang. Sistem sensorik yang terlibat (contohnya auditorik, visual, olfaktorik. atau taktil) dan isi ilusi atau halusinasi tersebut harus dijelaskan. Situasi pada saat terjadinya pengalaman halusinasi penting di ketahui; halusinasi hipnagogik (terjadi saat pasien tertidur) dan halusinasi hipnopompik (terjadi saat pasien terbangun) merupakan jenis halusinasi yang tidak begitu penting dibandingkan tipe halusinasi lain. Halusinasi juga dapat terjadi pada saat stres tertentu oleh pasien secara individual. Perasaan depersonalisasi dan derealisasi (perasaan terlepas yang ekstrim dari diri atau lingkungannya) merupakan contoh gangguan persepsi lain. Formikasi, yaitu perasaan adanya serangga yang merayap pada atau di bawah kulit, dapat ditemukan pada kokainisme. Isi Pikir dan Kecenderungan MentalPikiran dapat dibagi menjadi proses (atau bentuk) dan isi. Proses merujuk pada cara seseorang menyatukan ide dan asosiasi, yaitu bentuk kerangka berpikir seseorang. Proses atau bentuk pikir dapat bersifat logis dan koheren atau sangat tidak logis dan bahkan tidak dapat dipahami. Isi merujuk pada apa yang sebenarnya dipikirkan seseorang: ide, kepercayaan, preokupasi, obsesi. Proses Pikir (Bentuk Pemikiran). Pasien dapat memiliki ide yang sangat banyak atau justru miskin ide. Dapat terjadi proses pikir yang cepat, yang, bila berlangsung sangat ekstrim, disebut flight ofideas. Seorang pasien dapat juga menunjukkan cara berpikir yang lambat atau tertahan. Pikiran dapat samar-samar atau kosong. Apakah jawaban pasien benar-benar dapat memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan, dan apakah .pasien mampu berpikir yang mengarah ke tujuan? Gangguan kontinuitas pikir meliputi pernyataan yang bersifat tangensial, sirkumstansial, meracau, suka mengelak, atau perseveratif. Bloking adalah suatu interupsi pada jalan pemikiran sebelum suatu ide selesai diungkapkan; pasien dapat mengindikasikan ketidakmampuan untuk mengingat apa yang telah atau ingin dikatakannya. Sirkumstansialitas mengisyaratkan hilangnya kemampuan berpikir yang mengarah ke tujuan; dalam mengemukakan suatu ide, pasien menyertakan banyak detail yang tidak relevan dan komentar tambahan namun pada akhirnya mampu kembali ke ide semula. Tangensialitas merupakan suatu gangguan berupa hilangnya benang merah pembicaraan pada seorang pasien dan kemudian ia mengikuti pikiran tangensial yang dirangsang oleh berbagai stimulus eksternal atau internal yang tidak relevan dan tidak pernah kembali ke ide semula. Gangguan proses pikir dapat tercermin dari word salad (hubungan antarpemikiran yang tidak dapat dipahami atau inkoheren), clang association (asosiasi berdasarkan rima), punning (asosiasi berdasarkan makna ganda), dan neologisme (kata-kata baru yang diciptakan oleh pasien melalui kombinasi atau pemadatan kata-kata lain). Isi Pikir. Gangguan isi pikir meliputi waham, preokupasi (yang dapat melibatkan penyakit pasien), obsesi (Apakah Anda memiliki ide yang menganggu dan berulang?), kompulsi ("Adakah hal yang Anda kerjakan berulang-ulang, dalam suatu repetisi? Adakah hal yang harus Anda lakukan dengan cara atau urutan tertentu? Bila Anda tidak mengerjakan dengan cara tersebut, haruskah Anda mengulang? Apakah Anda tahu mengapa Anda melakukannya dengan cara itu?), fobia, rencana, niat, ide berulang mengenai bunuh diri atau pembunuhan, gejala hipokondriakal, dan kecenderungan antisosial tertentu. Apakah pasien tersebut memiliki pikiran untuk mencelakakan diri sendiri? Adakah suatu rencana? Kategori mayor gangguan isi pikir meliputi waham. Waham: kepercayaan salah yang menetap dan tidak sesuai dengan latar belakang budaya pasien, dapat bersifat kongruen-mood (sejalan dengan mood depresit atau elasi) atau tidak kongruen-mood. Waham dapat bersifat aneh dan melibatkan kepercayaan mengenai adanya kendali eksternal. Waham dapat memiliki tema seperti kejar atau paranoid, kebesaran, cemburu, somatik, bersalah, nihilistik, atau erotik. Adanya ide rujukan atau ide pengaruh sebaiknya juga dijelaskan. Contoh ide rujukan berupa kepercayaan pasien bahwa televisi atau radio sedang membicarakan dirinya. Contoh ide pengaruh adalah kepercayaan bahwa ada orang atau kekuatan lain yang mengendalikan beberapa aspek perilaku pasien. RealiabilitasBagian status mental ini menyimpulkan kesan psikiater tentang sejauh mana pasien dapat dipercaya dan kemampuan untuk melaporkan keadaannya secara akurat. Hal ini mencakup perkiraan kesan psikiater terhadap kejujuran atau keterusterangan pasien. Sebagai contoh, jika pasien terbuka mengenai penyalahgunaan obat tertentu secara aktif atau mengenai keadaan yang menurut pasien dapat berpengaruh buruk (misalnya, bermasalah dengan hukum), psikiater dapat memperkirakan bahwa reliabilitas pasien adalah baik.Riwayat penyakit medisSelama melakukan pemeriksaan psikiatri, harus diperoleh informasi mengenai penyakit atau disfungsi tubuh yang diketahui, rawat inap dan prosedur operasi, obat yang sedang dikonsumsi, kebiasaan pribadi dan riwayat pekerjaan, riwayat penyakit keluarga, serta keluhan fisik spesifik. Informasi mengenai episode penyakit sebelumnya dapat memberi petunjuk berharga mengenai sifat gangguan sekarang. Depresi merupakan efek samping sejumlah obat untuk hipertensi. Obat yang dikonsumsi dalam dosis terapeutik jarang mencapai konsentrasi yang tinggi dalam darah. Intoksikasi digitalis, contohnya, dapat terjadi dalam situasi demikian dan mengakibatkan terganggunya fungsi mental. Obat yang dijual bebas dapat menyebabkan atau berperan menyebabkan delirium antikolinergik. Oleh karena itu, psikiater harus menanyakan adanya konsumsi obat bebas, selain obat yang dibeli dengan resep. Riwayat pekerjaan juga dapat memberikan informasi penting. Pajanan terhadap merkuri dapat mengakibatkan keluhan psikosis, dan pajanan terhadap timbal, contohnya pada peleburan, dapat mengakibatkan gangguan kognitif. Gambaran klinis yang terakhir disebut juga dapat ditimbulkan akibat minum wiski moonshine dengan kandungan timbal yang tinggi. Dalam mengumpulkan informasi mengenai gejala spesifik, psikiater harus menyatukan pengetahuan medis dan psikologis. Misalnya, psikiater harus mengumpulkan informasi yang memadai dari seorang pasien yang mengeluh nyeri kepala untuk dapat meramalkan, apakah nyeri tersebut merupakan akibat penyakit intrakranial. Psikiater juga harus dapat mengenali apakah nyeri di bahu kanan pada seorang pasien hipokondrik dengan rasa tidak enak di perut merupakan nyeri alih klasik penyakit kandung empedu.Tinjauan sistemSuatu inventaris berdasarkan sistem sebaiknya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan terbuka. Tinjauan ini dapat diatur menurut sistem organ (contohnya hepar, pankreas), sistem fungsional (contohnya sistem pencernaan), atau kombinasi keduanya. Pada semua kasus, tinjauan harus menyeluruh dan cermat. Bahkan jika dicurigai adanya komponen psikiatri, pemeriksaan lengkap masih diindikasikan.Sistem PernapasanBatuk, asma, pleuritis, hemoptisis, dispneu, dan orthopneu termasuk dalam bagian ini. Hiperventilasi dipertimbangkan bila gejala pasien mencakup semua atau beberapa hal berikut ini: awitan saat istirahat, napas mendesah, ketakutan, ansietas, depersonalisasi, palpitasi, tidak mampu menelan, rasa baal pada tangan dan kaki, serta spasme karpopedal. Dispneu dan sesak napas dapat terjadi pada depresi. Pada penyakit paru atau obstruksi jalan napas, awitan gejala biasanya perlahan, sementara pada depresi, awitannya mendadak. Pada depresi, sesak napas dialami saat istirahat, menunjukkan sedikit perubahan saat beraktivitas, dan dapat berfluktuasi dalam hitungan menit; awitan sesak napas bersamaan dengan awitan gangguan mood dan sering disertai dengan serangan pusing, berkeringat, palpitasi, dan parestesia. Pada penyakit obstruksi jalan napas, pasien dengan penurunan kapasitas pernapasan tahap paling lanjut mengalami sesak napas saat istirahat.Sistem pernapasan. Batuk, asma, pleuritis, hemoptisis, dispneu, dan orthopneu termasuk dalam bagian ini. Hiperventilasi dipertimbangkan bila gejala pasien mencakup semua atau beberapa hal berikut ini: awitan saat istirahat, napas mendesah, ketakutan, ansietas, depersonalisasi, palpitasi, tidak mampu menelan, rasa baal pada tangan dan kaki, serta spasme karpopedal. Dispneu dan sesak napas dapat terjadi pada depresi. Pada penyakit paru atau obstruksi jalan napas, awitan gejala biasanya perlahan, sementara pada depresi, awitannya mendadak. Pada depresi, sesak napas dialami saat istirahat, menunjukkan sedikit perubahan saat beraktivitas, dan dapat berfluktuasi dalam hitungan menit; awitan sesak napas bersamaan dengan awitan gangguan mood dan sering disertai dengan serangan pusing, berkeringat, palpitasi, dan parestesia.Pada penyakit obstruksi jalan napas, pasien dengan penurunan kapasitas pernapasan tahap paling lanjut mengalami sesak napas saat istirahat. Hal yang paling menonjol serta paling membantu dalam membuat diagnosis banding adalah penekanan yang diberikan pada kesulitan inspirasi yang dialami oleh pasien dengan penyakit paru. Asma bronkial kadang dikaitkan dengan riwayat ketergantungan yang sangat erat dengan ibu di masa kanak-kanak.Sistem kardiovaskular. Takikardi, palpitasi, dan aritmia jantung adalah tanda ansietas yang paling sering dikeluhkan pasien. Feokromositoma biasanya menimbulkan gejala yang menyerupai gangguan ansietas, seperti detak jantung yang cepat, tremor, dan pucat. Peningkatan katekolamin urine bersifat diagnostik untuk feokromositoma. Pasien yang mengonsumsi guanetidin untuk hipertensi sebaiknya tidak menerima obat-obatan trisiklik, yang mengurangi atau mengeliminasi efek antihipertensi guanetidin. Riwayat hipertensi dapat menghalangi penggunaan obat penghambat oksidase monoamin (MAOI) karena adanya risiko krisis hipertensi bila pasien hipertensif terebut kurang berhati-hati mengonsumsi makanan tinggi tiramin. Pasien dengan kecurigaan penyakit jantung sebaiknya menjalani pemeriksaan elektrokardiogram sebelum diberikan obat-obatan trisiklik atau litium. Riwayat nyeri substernal harus diperiksa dan dokter harus senantiasa ingat bahwa stres psikologis dapat memicu nyeri dada tipe angina pada arteri koroner yang normal. Pasien yang mengonsumsi opioid sebaiknya jangan diberikan MAOI, karena kombinasi kedua zat tersebut dapat menyebabkan kolaps kardiovaskular.Sistem gastrointestinal. Penejlasan bagian ini mencakup seperti nafsu makan, perasaan menderita sebelum atau sesudah makan, pilihan mkanan, diare, muntah, konstipasi, penggunaan pencahar, dan nyeri abdomen. Riwayat penurunan berat badan sering dijumpai pada gangguan depresif; namun depresi dapat menyertai penurunan berat badan yang disebabkan oleh kolitis ulseratif, enteritis regional, dan kanker. Anoreksia nervosa disertai dengan penurunan berat badan yang sangat banyak dengan selera makan yang normal. Penghindaran jenis makanan tertentu mungkin merupakan fenomena fobik atau bagian dari suatu ritual obsesif. Penyalahgunaan pencahar dan muntah yang diinduksi lazim ditemui pada bulimia nervosa. Konstipasi dapat disebabkan oleh ketergantungan opioid serta obat psikotropika yang mempunyai efek sampaing antikolinergik. Penyalahgunaan kokain atau amfetamin menyebabkan kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan. Penambahan berat badan dapat terjadi dalam keadaan stres atau dalam kaitannya dengan depresi atipikal. Polifagi, poliuri, dan polidipsi merupakan trias diabetes melitus. Poliuri, polidipsi, dan diare merupakan tanda keracunana litium.Riwayat menstruasi harus mencakup usia saat awitan menarke dan menopause; interval, keteraturan, lama, dan jumlah darah yang keluar setiap kali mens; perdarahan di luar menstruasi; dismenore; dan abortus. Amenore merupakan karakteristik anoreksia nervosa dan juga terjadi pada wanita yang mengalami stres psikologis. Wanita yang takut hamil atau justru mengharap dirinya hamil dapat mengalami penundaan menstruasi. Pseudosiesis adalah kehamilan palsu dengan terhentinya mens secara total. Perubahan mood/perimenstruasi (contohnya, iritabilitas, depresi, dan disforia) harus dicatat. Menstruasi yang amat nyeri dapat timbul akibat penyakit uterus (misalnya, mioma), akibat konflik psikologis mengenai mens tersebut, atau kombinasi keduanya. Beberapa wanita melaporkan adanya peningkatan hasrat seks pra-menstruasi. Distres emosional yang dikaitkan dengan abortus harus dieksplorasi karena dapat bersifat ringan sampai parah.Pemeriksaan fisik. Sifat keluhan pasien penting untuk menentukan dibutuhkan atau tidaknya suatu pemeriksaan fisik lengkap. Keluhan dimasukkan ke dalam tiga kategori yaitu fisik, jiwa, dan interaksi sosial. Gejala fisik seperti nyeri kepala dan palpitasi memerlukan pemeriksaan medis yang menyeluruh untuk menentukan bagian dari proses somatik, bila ada, yang berperan menyebabkan penderitaan tersebut. Hal yang sama dapat digunakan pada gejala mental, misalnya depresi, ansietas, halusinasi, dan waham kejar, yang bisa jadi merupakan ekspresi dari proses somatik. Jika masalnya jelas-jelas terbatas pada lingkungan sosial, contohnya kesulitan jangka panjang untuk berinteraksi dengan guru, majikan, orang tua, atau pasangan, mungkin tidak ada indikasi khusus untuk melakukan pemeriksaan fisik.Faktor PsikologisBahkan suatu pemeriksaan fisik yang rutin dapat memicu reaksi; alat, prosedur, dan ruang pemeriksaan mungkin menakutkan. Penjelasan sederhana mengenai hal yang sedang dilakukan dapat mencegah banyak ansietas yang tak perlu. Lebih lanjut, jika seorang pasien secara terus menerus diberitahu apa yang akan terjadi, rasa takut karena terjadi tiba tiba dan terasa sakit dapat berkurang. Meski cenderung menimbulkan atau memperkuat reaksi ansietas, pemeriksaan fisik juga dapat membangkitkan perasaan seksual. Beberapa wanita dengan ketakutan atau fantasi akan dirayu dapat menyalahartikan gerakan biasa pada pemeriksaan fisik sebagai pendekatan seksual. Demikian juga pada pria berwaham dengan ketakutan homoseksual mungkin menganggap pemeriksaan rektum sebagai suatu penyerangan seksual. Berlama lama melakukan pemeriksaan pada organ tertentu karena adanya suatu variasi aneh tapi masih dalam batas normal yang memancing kecurigaan ilmiah sang dokter dapat menimbulkan pemikiran pada pasien bahwa telah ditemukan suatu proses patologis yang serius. Reaksi semacam itu mungkin akan tampak jelas pada pasien ansietas atau hipokondrik. Pemeriksaan fisik terkadang memainkan fungsi psikoterapeutik. Seorang pasien yang cemas akan lega ketika mengetahui bahwa, meski ia mengalami gejala yang menyulitkan, tidak ada bukti tentang penyakit serius yang ditakutkannya. Pasien muda yang mengeluh nyeri dada dan percaya bahwa nyeri itu merupakan tanda serangan jantung biasanya dapat diyakinkan dengan laporan temuan normal yang diperoleh dari pemeriksaan fisik dan elektrokardiogram. Namun, penentraman itu hanya meredakan kekuatiran yang ditimbulkan oleh episode terdekat saja. Masih terdapat kecenderungan timbulnya episode rekuren kecuali bila penanganan psikiatri berhasil mengatasi determinan reaksi tersebut. Meminta seorang pasien dengan ketakutan yang mendalam akan keganasan untuk menjalani tes lain yang dimaksudkan untuk menentramkan hatinya biasanya tidak berguna. Sejumlah pasien mungkin memiliki kepercayaan salah yang menetap bahwa penyakitnya nyata.Pentingnya penyakit medisDi antara pasien psikiatri yang teridentifikasi, sekitar 24 sampai 60 persen terbukti mengalami gangguan fisik terkait. Pada suatu survei terhadap 2.090 pasien klinik psikiatri, 43 persen ditemukan mengalami gangguan fisik terkait; dari jumlah ini, hampir separuh dari gangguan fisik tersebut belum terdiagnosis oleh sumber perujuk. (Dalam penelitian ini. 69 pasien ditemukan mengidap diabetes melitus tapi hanya 12 kasus diabetes yang telah terdiagnosis sebelum dirujuk). Mengharapkan semua psikiater untuk menjadi ahli di bidang penyakit dalam adalah tidak realistis namun mengharapkan mereka untuk mengenali atau memiliki kecurigaan yang tinggi terhadap gangguan fisik bila tampak adalah masuk akal. Lebih lanjut, mereka seyogianya merujuk secara tepat dan berkolaborasi dalam menangani pasien yang memiliki baik gangguan fisik maupun mental. Gejala psikiatri memang tidak spesifik; gejala tersebut dapat menandakan adanya suatu penyakit medis maupun mental. Lebih lanjut, gejala psikiatri seringkah mendahului munculnya gejala medis yang definitif. Beberapa gejala psikiatri, contohnya halusinasi visual,. distorsi, dan ilusi, seharusnya membangkitkan tingkat kecurigaan yang tinggi.Gangguan somatoform dan gangguan nyeri.Istilah somatoform berasal dari bahasa Yunani soma artinya tubuh; dan gangguan somatoform adalah kelompok penyakit yang luas dan memiliki tanda serta gejala yang berkaitan dengan tubuh sebagai komponen utama. Gangguan ini mencakup interaksi pikiran tubuh; di dalam interaksi ini, dengan cara yang masih belum diketahui, otak mengirimkan berbagai sinyal yang memengaruhi kesadaran pasien dan menunjukkan adanya masalah serius di dalam tubuh. Di samping itu, perubahan ringan neuro kimia, neurofisiologi, dan neuroimunologi dapat terjadi akibat mekanisme otak atau jiwa yang tidak diketahui yang menyebabkan penyakit. Revisi teks edisi keempat the Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR) memasukkan lima gangguan somatoform spesifik: (1) gangguan somatisasi, ditandai dengan banyak keluhan fisik yang mengenai banyak sistem organ; (2) gangguan konversi, ditandai dengan satu atau dua keluhan neurologis; (3) hipokondriasis, ditandai dengan lebih sedikit fokus gejala daripada keyakinan pasien bahwa mereka memiliki suatu penyakit spesifik; (4) gangguan dismorfik tubuh, ditandai dengan keyakinan yang salah atau persepsi yang berlebihan bahwa suatu bagian tubuhnya cacat; dan (5) gangguan nyeri, ditandai dengan gejala nyeri yang hanya disebabkan, atau secara signifikan diperberat faktor psikologis. DSM-IV-TRjuga memiliki duakategori diagnostik sisa untuk gangguan somatoform: (1) gangguan somatoform yang tidak terinci, mencakup gangguan somatoform yang tidak dapat dijelaskan, telah ada selama 6 bulan atau lebih, dan (2) gangguan somatoform yang tidak tergolongkan, merupakan kategori untuk keadaan yang tidak memenuhi diagnosis gangguan somatoform yang telah disebutkan di atas.Gangguan somatisasi. Gangguan somatisasi ditandai dengan banyak gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan dengan adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 30, dapat berlanjut hingga tahunan, dan dikenali menurut DSM-IV-TR sebagai kombinasi gejala nyeri, gastrointestinal, seksual, serta pseudoneurologis. Gangguan somatisasi berbeda dengan gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan banyaknya sistem organ yang terlibat (contohnya gastrointestinal dan neurologis). Gangguan ini bersifat kronis dan disertai penderitaan psikologis yang signifikan, hendaya fungsi sosial dan pekerjaan, serta perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan.Epidemiologi. Prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi dalam popular umum diperkirakan 0,1 sampai 0,2 persen walaupun beberap; kelompok riset yakin bahwa angka sebenarnya dapat lebih mendekati 0,5 persen. Perempuan dengan gangguan somatisasi jumlahnya melebihi laki-laki 5 hingga 20 kali tetapi perkiraan tertinggi dapat disebabkan adanya tendensi dini tidak mendiagnosis gangguan somatisasi pada pasien laki-laki. Meskipun demikian, gangguan ini adalah gangguan yang lazim ditemukan. Dengan rasio perempuan banding laki-laki 5 banding 1, prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi pada perempuan di populasi umur mungkin 1 atau 2 persen. Di antara pasien yang ditemui, sebanyak 5 sampai 1 persen dapat memenuhi kriteria diagnostik gangguan somatisasi. Gangguan ini berbanding terbalik dengan posisi sosial dan terjadi paling sering pada pasien yang memiliki sedikit edukasi dan tingkat pendapatan yang rendah. Gangguan somatisasi didefinisikan dimulai sebelum usia 30 tahun; dan paling sering dimulai selama masa remaja seseorang. Etiologi. Faktor Psikososial. Formulasi psikososial melibatkan interpretasi gejala sebagai komunikasi sosial, akibatnya adalah menghindari kewajiban (contohnya harus pergi ke tempat kerja yang tidak disukai), mengekspresikan emosi (contohnya marah kepadi pasangan), atau menyimbolkan suatu perasaan atau keyakinan (contohnya nyeri di usus). Interpretasi gejala psikoanalitik yang kaku bertumpu pada hipotesis bahwa gejala-gejala tersebut menggantikan impuls berdasarkan insting yang ditekan. Perspektif perilaku pada gangguan somatisasi menekankan bahwa pengajaran orang tua, contoh dari orang tua, dan adat istiadat dapat mengajari beberapa anak untuk lebih melakukan somatisasi daripada orang lain. Di samping itu, sejumlah pasien dengan gangguan somatisasi datang dari keluarga yang tidak stabil dan mengalami penyiksaan fisik.Faktor Biologis dan Genetik. Sejumlah studi mengemukakan bahwa pasien memiliki perhatian yang khas dan hendaya kognitif yang menghasilkan persepsi dan penilaian input somato sensorik yang salah. Hendaya ini mencakup perhatian mudah teralih, ketidakmampuan menghabituasi stimulus berulang, pengelompokan konstruksi kognitif dengan dasar impresionistik, hubungan parsial dan sirkumstansial, serta kurangnya selektivitas, seperti yang ditunjukkan sejumlah studi potensial bangkitan. Sejumlah terbatas studi pencitraan otak melaporkan adanya penurunan metabolisme lobus frontalis dan hemisfer nondominan. Data genetik menunjukkan bahwa gangguan somatisasi dapat memiliki komponen genetik. Gangguan somatisasi cenderung menurun di dalam keluarga dan terjadi pada 10 hingga 20 persen kerabat perempuan derajat pertama pasien dengan gangguan somatisasi. Di dalam keluarga ini, kerabat laki-laki derajat pertama rentan terhadap penyalahgunaan zat dan gangguan kepribadian antisosial. Satu studi melaporkan bahwa angka kejadian bersama 29 persen pada kembar monozigot dan 10 persen pada kembar dizigot, menunjukkan adanya efek genetik.Penelitian sitokin, suatu area baru studi ilmu neurologi dasar, dapat relevan dengan gangguan somatisasi dan gangguan somatoform lain. Sitokin adalah molekul pembawa pesan yang digunakan sistem imun untuk berkomunikasi di dalam dirinya dan dengan sistem saraf, termasuk otak. Contoh sitokin adalah interleukin, faktor nekrosis tumor, dan interferon. Beberapa percobaan pendahuluan menunjukkan bahwa sitokin dapat berperan menyebabkan sejumlah gejala nonspesifik penyakit, terutama infeksi, seperti hipersomnia, anoreksia, lelah, dan depresi.Diagnosis. Untuk diagnosis gangguan somatisasi, DSM-IV-TR mengharuskan awitan gejala sebelum usia 30 tahun. Selama perjalanan gangguan, pasien harus memiliki keluhan sedikitnya empat gejala nyeri, dua gejala gastrointestinal, satu gejala seksual, dan satu gejala pseudoneurologis, yang seluruhnya tidak dapat dijelaskan dengan pemeriksaan fisik atau laboratorium.Gambaran klinis. Pasien dengan gangguan somatisasi memiliki banyak keluhan somatik dan riwayat medis yang rumit dan panjang. Mual dan muntah (selain selama kehamilan), kesulitan menelan, nyeri di lengan dan tungkai, napas pendek tidak berkaitan dengan olahraga, amnesia, dan komplikasi kehamilan serta menstruasi adalah gejala yang paling lazim ditemui. Pasien sering meyakini bahwa mereka telah sakit selama sebagian besar hidup mereka. Gejala pseudoneurologis mengesankan, tetapi tidak patognomonik, untuk adanya gangguan neurologis. Menurut DSM-I V-TR, gejala pseudoneurologis mencakup gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan lokal, kesulitan menelan atau benjolan di tenggorok, afonia, retensi urine, halusinasi, hilangnya sensasi raba atau nyeri, penglihatan ganda, buta, tuli, kejang, atau hilang kesadaran selain pingsan.Diagnosis Banding. Klinisi harus selalu menyingkirkan keadaan medis nonpsikiatri yang dapat menjelaskan gejala pasien. Sejumlah gangguan medis sering menunjukkan kelainan yang sementara dan nonspesifik pada kelompok usia yang sama. Gangguan medis ini mencakup sklerosis multipel (MS), miastenia gravis, systemic lupus erythematosus (SLE), acquired immune deficiency syndrome (AIDS), porfiria akut intermiten, hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, dan infeksi sistemik kronik. Awitan berbagai gejala somatik pada pasien yang berusia lebih dari 40 tahun harus dianggap disebabkan oleh keadaan medis nonpsikiatri sampai pemeriksaan medis yang mendalam telah dilengkapi.Banyak gangguan jiwa dipertimbangkan dalam diagnosis banding, yang dipersulit pengamatan bahwa sedikitnya 50 persen pasien dengan gangguan somatisasi juga memiliki gangguan jiwa lain bersamaan. Pasien dengan gangguan depresif berat, gangguan ansietas menyeluruh, dan skizofrenia semuanya dapat memiliki keluhan awal yang berpusat pada gejala somatik. Meskipun demikian, pada semua gangguan ini, gejala depresi, ansietas, atau psikosis akhirnya mendominasi keluhan somatik. Walaupun pasien dengan gangguan panik dapat mengeluhkan banyak gejala somatik yang berkaitan dengan serangan paniknya, mereka tidak terganggu oleh gejala somatik di antara serangan panik.Di antara semua gangguan somatoform, hipokondriasis, gangguan konversi, dan gangguan somatisasi nyeri, pasien dengan hipokondriasis memiliki keyakinan salah bahwa mereka memiliki penyakit tertentu, sedangkan pasien dengan gangguan somatisasi mengkhawatirkan banyak gejala. Gejala gangguan konversi terbatas pada satu atau dua sistem neurologis bukannya gejala gangguan somatisasi yang sangat beragam. Gangguan nyeri terbatas pada satu atau dua keluhan gejala nyeri.Perjalanan Gangguan dan Prognosis. Gangguan somatisasi adalah gangguan yang bersifat kronis dan sering membuat tak berdaya. Menurut definisi, gejala harus dimulai sebelum usia 30 tahun dan harus ada selama beberapa tahun. Episode meningkatnya keparahan gejala dan timbulnya gejala yang baru dianggap bertahan selama 6 hingga 9 bulan dan dipisahkan periode yang tidak terlalu simtomatik selama 9 hingga 12 bulan. Meskipun demikian, pasien dengan gangguan somatisasi jarang selama lebih dari satu tahun tidak mencari perhatian medis. Sering terdapat hubungan antara periode meningkatnya stres dan memberatnya gejala somatik.Terapi. Gangguan somatisasi paling baik diterapi ketika pasien memiliki satu dokter yang diketahui sebagai dokter utamanya. Ketika lebih dari satu klinisi terlibat, pasien memiliki kesempatan lebih untuk mengekspresikan keluhan somatiknya. Dokter utama harus melihat pasien selama kunjungan yang terjadwal teratur, biasanya dengan interval satu bulan. Kunjungan ini harus relatif singkat walaupun pemeriksaan fisik parsial harus dilakukan untuk memberikan respons terhadap keluhan somatik baru. Prosedur laboratorium dan diagnostik tambahan umumnya harus dihindari. Ketika diagnosis gangguan somatisasi telah ditegakkan, dokter yang merawat harus mendengarkan keluhan somatik sebagai ekspresi emosi, bukan sebagai keluhan medis. Meskipun demikian, pasien dengan gangguan somatisasi juga dapat memiliki penyakit fisik yang sesungguhnya; oleh sebab itu, dokter harus selalu menilai gejala mana yang harus diperiksa dan sampai seberapa jauh. Strategi jangka panjang yang beralasan untuk dokter di tempat pelayanan primer yang merawat pasien dengan gangguan somatisasi adalah meningkatkan kesadaran pasien akan kemungkinan bahwa faktor psikologis terlibat dalam gejala sampai pasien mampu menemui klinisi kesehatan jiwa. Pada kasus yang rumit dengan banyak tampilan medis, psikiater lebih mampu menilai apakah harus mencari konsultasi medis atau operasi berdasarkan kemampuan medisnya; meskipun demikian, profesional kesehatan jiwa nonmedis juga dapat menggali hal psikologis sebelumnya dari gangguan tersebut, terutama jika erat berkonsultasi dengan dokter.Psikoterapi, baik individu maupun kelompok, menurunkan pengeluaran untuk perawatan kesehatan pribadi pasien hingga 50 persen, sebagian besar dengan menurunkan angka perawatan rumah sakit. Pada lingkungan psikoterapi, pasien dibantu beradaptasi dengan gejalanya, mengekspresikan emosi yang mendasari, dan membangun strategi alternatif untuk mengekspresikan perasaannya. Memberikan obat psikotropik ketika gangguan somatisasi timbul bersamaan dengan gangguan mood atau gangguan ansietas selalu memiliki risiko, tetapi juga diindikasikan terapi psikofarmakologis dan terapi psikoterapeutik pada gangguan yang timbul bersamaan. Obat harus diawasi karena pasien dengan gangguan somatisasi cenderung menggunakan obatnya dengan tidak teratur dan tidak dapat dipercaya. Pada pasien tanpa gangguan jiwa lain. Sedikit data yang tersedia menunjukkan bahwa terapi farmakologis efektif bagi mereka.Hipokondriasis. Hipokondriasis didefinikan sebagai preokupasi seseorang mengenai rasa takut menderita, atau yakin memiliki, penyakit berat. Rasa takut atau keyakinan ini muncul ketika seseorang salah menginterpretasikan gejala atau fungsi tubuh. Istilah hipokondriasis berasal dari istilah medis kuno hipokondrium (di bawah rusuk) dan mencerminkan keluhan abdomen yang lazim ada pada banyak pasien dengan gangguan ini. Hipokondriasis terjadi akibat interpretasi yang tidak realistik atau tidak akurat mengenai gejala atau sensasi fisik, walaupun tidak ada penyebab medis diketahui yang ditemukan. Preokupasi pasien mengakibatkan distres yang signifikan pada mereka dan mengganggu kemampuan mereka berfungsi dalam peran pribadi, sosial, maupun pekerjaan.Epidemiologi. Satu studi melaporkan prevalensi 6 bulan hipokondriasis sebanyak 4 hingga 6 persen di populasi klinik medis umum, tetapi mungkin dapat setinggi 15 persen. Laki-laki dan perempuan secara setara dapat mengalami hipokondriasis. Walaupun awitan gejala dapat terjadi pada usia berapapun, gangguan ini paling lazim timbul pada orang berusia 20 hingga 30 tahun. Sejumlah bukti menunjuk- kan bahwa diagnosis hipokondriasis lebih lazim pada orang kulit hitam daripada kulit putih, tetapi posisi sosial, tingkat edukasi, dan status perkawinan tidak tampak memengaruhi diagnosis. Keluhan hipokondriak dilaporkan terjadi pada kira-kira 3 persen mahasiswa kedokteran biasanya dalam 2 tahun pertama, tetapi umumnya hanya terjadi sementara/singkat.Etiologi. Di dalam kriteria diagnostik hipokondriasis, DSM-IV-TR menunjukkan bahwa gejala mencerminkan adanya kesalahan interpretasi gejala tubuh. Sejumlah inti data menunjukkan bahwa orang dengan hipokondriasis memperkuat sensasi somatiknya; mereka memiliki ambang yang lebih rendah daripada biasanya dan toleransi yang lebih rendah terhadap ketidaknyamanan fisik. Contohnya, yang orang normal anggap sebagai tekanan abdomen, orang dengan hipokondriasis merasakannya sebagai nyeri abdomen. Mereka dapat berfokus pada sensasi tubuh, salah menginterpretasi, dan menjadi waspada terhadapnya karena skema kognitif yang salah.Teori kedua adalah bahwa hipokondriasis dapat dimengerti dalam hal model pembelajaran sosial. Gejala hipokondriasis dipandang sebagai permintaan untuk masuk ke dalam peran sakit yang diciptakan seseorang yang menghadapi masalah yang tampaknya tidak dapat diselesaikan dan terlalu berat. Peranan sakit menawarkan pelarian yang memungkinkan pasien menghindari kewajiban yang tidak menyenangkan, menunda tantangan yang tidak diinginkan, dan dibebaskan dari tugas dan kewajiban.Teori ketiga mengenai hipokondriasis adalah bahwa hipokondriasis merupakan suatu bentuk varian gangguan jiwa, di antaranya yang paling sering adalah gangguan depresif dan gangguan ansietas. Perkiraan 80 persen pasien dengan hipokondriasis dapat memiliki gangguan ansietas atau depresif secara bersamaan. Pasien yang memenuhi kriteria diagnostik hipokondriasis dapat menjadi subtipe somatisasi gangguan lain ini.Kelompok pemikiran psikodinamik menghasilkan teori hipokondriasis keempat. Menurut teori ini, keinginan agresif dan permusuhan terhadap orang lain dirubah (melalui represi dan displacement) menjadi keluhan fisik. Kemarahan pasien dengan hipokondriasis berasal dari kekecewaan, penolakan, dan kehilangan yang dialami di masa lalu, tetapi pasien mengekspresikan kemarahan mereka saat ini dengan meminta tolong dan perhatian orang lain serta kemudian menolaknya karena dianggap tidak efektif.Hipokondriasis juga dipandang sebagai pertahanan melawan rasa bersalah, rasa keburukan alami, dan ekspresi rendahnya harga diri, serta tanda kepedulian diri yang berlebihan. Nyeri dan penderitaan somatik kemudian menjadi cara pertobatan atau penebusan (undoing) dan dapat dialami sebagai hukuman yang pantas untuk kesalahan di masa lalu (baik kenyataan atau khayalan) serta untuk rasa berdosa dan kejahatan seseorang.Diagnosis. Kriteria diagnostik DSM-IV-TR hipokondriasis mengharuskan pasien memiliki preokupasi dengan keyakinan yang salah bahwa mereka mengalami penyakit berat dan keyakinan yang salah tersebut didasarkan pada kesalahan interpretasi tanda dan sensasi fisik. Keyakinan tersebut harus ada selama sedikitnya 6 bulan, walaupun tanpa adanya temuan patologis pada pemeriksaan neurologis atau medis. Kriteria diagnostik juga mengharuskan bahwa keyakinan tersebut tidak memiliki intensitas waham (lebih tepat didiagnosis sebagai gangguan waham) dan bahwa keyakinan tersebut tidak boleh terbatas pada penderitaan mengenai penampilan (lebih sesuai didiagnosis sebagai gangguan dismorfik tubuh). Gejala hipokondriasis harus memiliki intensitas yang menyebabkan distres emosional atau mengganggu kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam area penting kehidupan. Klinisi dapat merinci adanya tilikan buruk; pasien secara konsekuen tidak menyadari bahwa kekhawatiran mereka mengenai penyakit berlebihan.Gambaran Klinis. Pasien dengan hipokondriasis yakin kalau mereka mengalami penyakit berat yang belum terdeteksi dan mereka tidak dapat dibujuk untuk berpikir sebaliknya. Mereka dapat mempertahankan keyakinan bahwa mereka mengalami penyakit tertentu; seiring waktu berjalan, mereka dapat merubah keyakinan mereka pada penyakit lain. Pendirian mereka bertahan walaupun hasil laboratorium negatif, perjalanan penyakit yang diduga dari waktu ke waktu hanya bersifat ringan, dan penjelasan yang sesuai oleh dokter, tetapi keyakinan mereka tidak sekuat seperti pada waham. Hipokondriasis sering disertai gejala depresi dan ansietas, dan sering timbul bersamaan dengan gangguan ansietas serta gangguan depresif.Walaupun DSM-IV-TR merinci bahwa gejala harus ada sedikitnya 6 bulan, keadaan hipokondriak singkat dapat terjadi setelah adanya stres berat, paling sering adalah kematian atau penyakit berat seseorang yang penting bagi pasien, atau suatu penyakit berat (mungkin mengancam nyawa) yang telah sembuh tetapi membuat pasien untuk sementara hipokondriak. Keadaan tersebut yang ada kurang dari 6 bulan harus didiagnosis sebagai gangguan somatoform yang tidak tergolongkan. Respons hipokondriak singkat terhadap stres eksternal umumnya membaik ketika stresnya hilang, tetapi bisa menjadi kronis jika diperkuat oleh orang di dalam sistem sosial pasien atau oleh profesional kesehatan.Diagnosis Banding. Hipokondriasis harus dibedakan dengan keadaan medis non- psikiatri, terutama gangguan yang menunjukkan gejala yang tidak mudah didiagnosis. Penyakit tersebut mencakup AIDS, endok- rinopati, miastenia gravis, sklerosis multipel, penyakit degeneratif sistem saraf, systemic lupus erythematosus, dan gangguan neo- plastik yang tidak jelas.Hipokondriasis dibedakan dengan gangguan somatisasi yaitu bahwa hipokondriasis menekankan rasa takut memiliki suatu penyakit dan gangguan somatisasi menekankan kekhawatiran mengenai banyak gejala. Pembedaan yang samar adalah bahwa pasien dengan hipokondriasis biasanya mengeluhkan lebih sedikit gejala daripada pasien dengan gangguan somatisasi. Gangguan somatisasi biasanya memiliki awitan sebelum usia 30 tahun, sedangkan hipokondriasis memiliki awitan umur yang kurang spesifik. Pasien dengan gangguan somatisasi lebih banyak berjenis kelamin perempuan dibandingkan pada hipokondriasis, yang terdistribusi rata antara laki-laki dan perempuan.Gangguan panik dan agorafobia. Gangguan panik ditandai dengan adanya serangan panik yang tidak diduga dan spontan yang terdiri atas periode rasa takut intens yang hati-hati dan bervariasi dari sejumlah serangan sepanjang hari sampai hanya sedikit serangan selama satu tahun. Gangguan panik sering disertai agorafobia, yaitu rasa takut sendirian di tempat umum (seperti supermarket), terutama tempat yang sulit untuk keluar dengan cepat saat terjadi serangan panik.EPIDEMIOLOGI. Studi epidemiologis melaporkan angka prevalensi seumur hidup 1,5 sampai 5 persen untuk gangguan panik dan 3 hingga 5,6 persen untuk serangan panik. Perempuan lebih mudah terkena dua hingga tiga kali daripada laki-laki walaupun pengabaian diagnosis gangguan panik pada laki-laki dapat berperan dalam distribusi yang tidak sebenarnya. Ada sedikit perbedaan antara Hispanik, orang kulit putih, dan orang kulit hitam. Satu-satunya faktor sosial yang diidentifikasi turut berperan dalam timbulnya gangguan panik adalah riwayat perceraian atau perpisahan baru terjadi. Gangguan panik paling lazim timbul pada dewasa muda (usia rerata timbulnya gangguan sekitar 25 tahun) tetapi gangguan panik dan agorafobia dapat timbul pada usia berapapun. Gangguan panik dilaporkan terjadi pada anak dan remaja, serta diagnosis gangguan ini mungkin kurang terdiagnosis pada kelompok usia tersebut.Gangguan ansietas. Gejala ansietas. Pengalaman ansietas memiliki dua komponen: kesadaran akan sensasi fisiologis (seperti palpitasi dan berkeringat) serta kesadaran bahwa ia gugup atau ketakutan. Selain pengaruh viseral dan motorik, ansietas memengaruhi pikiran, persepsi, dan pembelajaran. Ansietas cenderung menimbulkan kebingungan dan distorsi persepsi, tidak hanya persepsi waktu dan ruang tetapi juga orang dan arti peristiwa. Distorsi ini dapat mengganggu proses pembelajaran dengan menurunkan konsentrasi, mengurangi daya ingat, dan mengganggu kemampuan menghubungkan satu hal dengan hal lain, yaitu membuat asosiasi.Aspek penting emosi adalah efeknya pada selektivitas perhatian. Orang yang mengalami ansietas cenderung memperhatikan hal tertentu di dalam lingkungannya dan mengabaikan hal lain dalam upaya untuk membuktikan bahwa mereka dibenarkan untuk menganggap situasi tersebut menakutkan. Jika keliru dalam membenarkan rasa takutnya, mereka akan meningkatkan ansietas dengan respons yang selektif dan membentuk lingkaran setan ansietas, persepsi yang mengalami distorsi, dan ansietas yang meningkat. Jika sebaliknya, mereka dengan keliru menentramkan diri mereka dengan pikiran selektif, ansietas yang tepat dapat berkurang, dan mereka dapat gagal mengambil tindakan pertahanan yang perlu.Faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi keadaan medis dan kedokteran psikosomatik. Kedokteran psikosomatik menekankan kesatuan pikiran dan tubuh serta interaksi antara keduanya. Kedokteran psikomatik menganggap faktor psikologis penting di dalam timbulnya semua penyakit; meskipun demikian, peranannya di dalam predisposisi, mulainya, perkembangan, atau perburukan suatu penyakit atau reaksi terhadap penyakit masih menjadi perdebatan dan bervariasi antargangguan.Klasifikasi. Kriteria diagnostik DSM-IV-TR untuk faktor psikologis yang memengaruhi keadaan medis ditunjukkan di dalam Tabel 25-1. Yang tidak termasuk adalah: (1) gangguan jiwa klasik yang memiliki gejalafisik sebagai bagian dari gangguan (contoh, gangguan konversi, yaitu gejala fisik ditimbulkan oleh konflik psikologis); (2) gangguan somatisasi, yaitu gejala fisik tidak didasari oleh patologi organik; (3) hipokondriasis, yaitu pasien memiliki kepedulian yang berlebihan dengan kesehatan mereka; (4) keluhan fisik yang sering dikaitkan dengan gangguan jiwa (cth., gangguan distimik yang biasanya memiliki penyerta somatik, seperti kelemahan otot, astenia, lelah, dan keletihan); serta (5) keluhan fisik yang dikaitkan dengan gangguan terkait-zat (cth., batuk dikaitkan dengan ketergantungan nikotin).Gangguan spesifik. Di bawah ini disusun sejumlah gangguan spesifik yang dikaitkan dengan sistem kardiovaskular, gastrointestinal, dan sistem tubuh lain yang menyebabkan lesi psikologis. Pada sejumlah kasus, stres dapat mencetuskan atau memperburuk gangguan. Hampir semua sistem organ tubuh dapat terkena, dan gangguan yang disebutkan bersifat reprsentatif dan bukan definitif.Penyakit Refluks Gastroesofagus (Gastroesophageal Reflux DiseaseGERD). GERD merupakan gangguan esofagus yang paling lazim ditemukan dan berperan pada sebagian besar konsumsi antasid yang dijual bebas. Gejala yang dominan adalah nyeri ulu hati, yang dapat disertai dengan regurgitasi dan nyeri. Berbagai faktor di samping stres yang tampaknya penting di dalam terjadinya refluks; (1) adanya hernia hiatus, (2) efektivitas sfingter esofagus bawah untuk menyekat refluks asam lambung; (3) efektivitas esofagus untuk membersihkan dan menetralkan refluks, (4) kemampuan esofagus untuk melindungi dirinya dari asam dan pepsin, serta (5) pengosongan lambung yang tertunda serta hiper- sekresi asam. Sampai 80 persen pasien dengan GERD memiliki hernia hiatus. Meskipun demikian, 50 persen pasien dengan hernia hiatus tidak memiliki GERD. Penderitaan psikologis meningkatkan keparahan gejala pada pasien yang rentan terhadap penyakit ini. Di dalam survei pada penderita GERD, stres yang berlebihan, terlalu banyak kegairahan, argumen keluarga, dan depresi sementara dirasakan dapat memicu gejala.Penyakit Ulkus Lambung. Ulkus lambung mengacu pada ulserasi mukosa yang meliputi lambung bagian distal atau duodnum bagian proksimal. Gejala penyakit ulkus lambung mencakup rasa perih atau nyeri epigastrium seperti terbakar yang terjadi 1 sampai 3 jam setelah makan dan diredakan dengan makanan atau antasid. Gejala yang menyertai dapat mencakup muai, muntah, dispepsia, atau tanda perdarahan gastrointestinal seperti hematemesis atau melena. Teori-teori awai mengidentifikasi kelebihan sekresi asam lambung sebagai faktor etiologis yang paling penting, tetapi kepentingan infeksi oleh Helicobacter pylori sekarang diakui. H. pylori merupakan penyebab 95 sampai 99 persen ulkus duodenum dan 70 hingga 90 persen ulkus lambung. Terapi antibiotik yang menargetkan H. pylori memberikan hasil banyaknya angka penyembuhan daripada terapi antasid dan inhibitor histamin yang digunakan sendirian.Asma. Asma adalah penyakit kronik dan episodik yang ditandai dengan renyempitan ekstensif saluran trakeobronkial. Gejala-gejalanya mencakup batuk, mengi, dada sesak, dan dispnea. Gejala malam cari dan perburukan lazim terjadi. Meskipun pasien dengan asma ditandai memiliki kebutuhan bergantung yang berlebihan, tidak ada jenis kepribadian spesifik yang telah diidentifikasi; meskipun demikian, sampai 30 persen orang dengan asma memenuhi kriteria gangguan panik atau agorafobia. Rasa takut akan dispnea dapat secara langsung memicu serangan asma, dan tingkat ansietas yang tinggi dikaitkan dengan meningkatnya angka perawatan di rumah sakit serta kematian akibat asma.