Pemeriksaan Fisik THT

166
TEKNIK PEMERIKSAAN TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROK

description

Pemeriksaan Fisik THT

Transcript of Pemeriksaan Fisik THT

Page 1: Pemeriksaan Fisik THT

TEKNIK PEMERIKSAAN TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROK

Page 2: Pemeriksaan Fisik THT
Page 3: Pemeriksaan Fisik THT

Aurikulum

Meatus akustikus eksternus (MAE)

Membrana timpani

Page 4: Pemeriksaan Fisik THT

BAGIAN BERTULANG RAWAN Heliks dan Anti Heliks Tragus dan Anti Tragus Konka Sulkus Retroaurikuler

BAGIAN TIDAK BERTULANG RAWAN Lobulus

Page 5: Pemeriksaan Fisik THT
Page 6: Pemeriksaan Fisik THT

MEATUS AKUSTIKUS EKSTERNUS

MAE berbentuk tabung dan terdiri dari 2 bagian:

Bagian 1/3 luar adalah pars kartilagenus:Merupakan kelanjutan dari aurikulumMempunyai rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumenalisKulit merekat erat dengan perikondrium

Bagian 2/3 dalam adalah pars osseus:Merupakan bagian dari os temporaleTidak berambutAda penyempitan yaitu istmus MAETidak mobil terhadap sekitarnya

Page 7: Pemeriksaan Fisik THT

MEMBRANA TIMPANI Posisi-Membentuk sudut 45’ dengan bidang horisontal dan sagital-Tepi bawah terletak 6 mm lebih medial daripada tepi atas-Pada bayi < 1 tahun letaknya lebih horisontal dan frontal

Warna-Putih mengkilat seperti mutiara

Ukuran-Tinggi 9 - 10 mm, lebar 8 - 9 mm

Bentuk-Oval yang condong ke anterior

Bagian-Pars Tensa-Pars Flaksida

Page 8: Pemeriksaan Fisik THT

GAMBAR MEMBRANA TIMPANI KANAN

Keterangan:1.Pars Flaksida2.Prosesus Brevis3.Plika Anterior4.Plika Posterior5.Pars Tensa6.Umbo7.Manubrium Mallei8.Refleks Cahaya

Page 9: Pemeriksaan Fisik THT

MEMBRANA TIMPANI NORMAL

Page 10: Pemeriksaan Fisik THT

KUADRAN MEMBRANA TIMPANI

Page 11: Pemeriksaan Fisik THT

PATOLOGI MEMBRANA TIMPANI

Page 12: Pemeriksaan Fisik THT

PERUBAHAN POSISI

Page 13: Pemeriksaan Fisik THT

PERUBAHAN STRUKTUR

Page 14: Pemeriksaan Fisik THT
Page 15: Pemeriksaan Fisik THT

• Perforasi Marginal dan Atik

Page 16: Pemeriksaan Fisik THT

MEMBRANA TIMPANI BOMBANS

Page 17: Pemeriksaan Fisik THT

CARA MEMERIKSA TELINGA (OTOSKOPIA)

Page 18: Pemeriksaan Fisik THT

GAMBAR ALAT PEMERIKSAAN TELINGA

Page 19: Pemeriksaan Fisik THT

A. Cara Memakai Lampu Kepala: Pasang lampu kepala, sehingga tabung lampu berada di antara kedua

mata Letakkan telapak tangan kanan pada jarak 30 cm di depan mata kanan Mata kiri ditutup Proyeksi tabung harus tampak terletak medial dari proyeksi cahaya dan

saling bersinggungan Diameter proyeksi cahaya kurang lebih 1 cm

PELAKSANAAN

Page 20: Pemeriksaan Fisik THT

B. Cara Duduk:

Penderita duduk di depan pemeriksa

Lutut kiri pemeriksa berdempetan dengan lutut kiri

penderita

Kepala dipegang dengan ujung jari

Waktu memriksa telinga yang kontra lateral, hanya

posisi kepala penderita yang diubah

Kaki, lutut pemeriksa dan penderita tetap pada

keadaan semula

Page 21: Pemeriksaan Fisik THT
Page 22: Pemeriksaan Fisik THT

C. Cara Memegang Telinga:KananAurikulum dipegang dengan jari I dan II, sedangkan jari III, IV, V pada planum mastoidAurikulum ditarik ke arah posterosuperior untuk meluruskan MAE

KiriAurikulum dipegang dengan jari I dan II, sedangkan jari III, IV, V di depan aurikulumAurikulum ditarik ke arah posterosuperior

Page 23: Pemeriksaan Fisik THT

D. Cara Memegang Otoskop:

Pilih spekulum telinga yang sesuai dengan lumen MAE

Nyalakan lampu otoskop

Masukan spekulum telinga pada MAE

Page 24: Pemeriksaan Fisik THT

E. Cara Memilin Kapas:

Ambil sedikit kapas, letakkan pada pemilin kapas

dengan ujung pemilin berada di dalam tepi kapas

Pilin perlahan searah jarum jam

Untuk melepasnya, ambil sedikit kapas, putar

berlawanan arah dengan jarum jam

Page 25: Pemeriksaan Fisik THT
Page 26: Pemeriksaan Fisik THT

Syarat :

Tempat :

Ruangan sunyi dan tidak ada echo (dinding dibuat tidak rata atau dilapisi “soft

board”/korden), serta ada jarak sepanjang 6 m.

Penderita (yang diperiksa)

Mata ditutup/dihalangi agar tidak membaca gerak bibir

Telinga yang diperiksa dihadapkan kearah pemeriksa

Telinga yang tak diperiksa, ditutup atau dimasking dengan menekan-nekan tragus ke arah MAE

oleh pembantu pemeriksa. Bila tak ada pembantu, telinga ditutup kapas yang di basahi gliserin.

Mengulang dengan keras dan jelas kata-kata yang dibisikkan

Page 27: Pemeriksaan Fisik THT

• Pemeriksa :Kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan paru-

paru, sesudah ekspirasi biasa.

Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 1 atau 2 suku

kata yang dikenal penderita, biasanya kata-kata benda

yang ada di sekeliling kita. Kata harus mengandung

huruf lunak (frekuensi rendah) dan huruf desis

(frekuensi tinggi)

Page 28: Pemeriksaan Fisik THT

Teknik Pemeriksaan Penderita dan pemeriksa sama-sama berdiri, penderita tetap di tempat, sedang

pemeriksa yang berpindah tempat.

Mulai pada jarak 1 m, dibisikkan 5 atau 10 kata (umumnya 5 kata).

Bila semua kata dapat didengar, pemeriksa mundur ke jarak 2 m dibisikkan kata lain

dalam jumlah yang sama, bila didengar semua – mundur lagi, sampai pada jarak

dimana penderita mendengar 80% kata-kata (mendengar 4 kata dari 5 kata yang

dibisikkan), pada jarak itulah tajam pendengaran telinga yang di tes.

Untuk memastikan apakah hasil tes benar maka dapat di tes ulang. Misalnya tajam

pendengaran 3 m, maka bila pemeriksa maju ke arah 2 m penderita akan

mendengar semua kata yang dibisikkan (100%) dan bila pemeriksa mundur ke jarak

4m maka penderita hanya mendengar kurang dari 80% kata yang dibisikkan.

Page 29: Pemeriksaan Fisik THT

HASIL TES• Pendengaran dapat dinilai secara kuantitatif (tajam Pendengaran)

KUANTITATIF

Fungsi pendengaran Suara bisik

Normal 6 m

Tuli Ringan 4 m - <6 m

Tuli Sedang 1 m - <4 m

Tuli Berat <1 m

Tuli Total Bila berteriak di depan

telinga, penderita tetap tidak

mendengar

Page 30: Pemeriksaan Fisik THT

• Frekuensi garpu tala :16..32..64..128..256..512..1024..2048..4096..8192

Bas Discant Huruf lunak

Huruf desis

MutlakUntuk percakapan sehari-hari

Page 31: Pemeriksaan Fisik THT

TES BISIK MODIFIKASI

• Digunakan untuk skrining pendengaran, yaitu untuk menapis/memisahkan kelompok pendengaran normal dan kelompok tidak normal pada sejumlah besar populasi, misalnya pada uji kesehatan penerimaan mahasiswa atau pegawai.

Page 32: Pemeriksaan Fisik THT

Caranya :

Tes dikerjakan diruang kedap suara dibisikkan 10 kata-kata,

dengan intensitas lebih rendah dari tes bisik konvensional

karena jarak lebih dekat.

Untuk memperpanjang jarak pemeriksa dapat menjauhkan

mulutnya dengan telinga penderita yang diperiksa yaitu

dengan jalan menoleh atau duduk di belakang penderita,

sambil memberi masking pada telinga yang diperiksa. Bila

penderita dapat dengan betul 80% kata-kata yang dibisikkan

maka dinyatakan pendengarannya normal.

Page 33: Pemeriksaan Fisik THT

Ada 4 jenis tes garpu tala yang sering dilakukan :

1.Tes batas atas dan batas bawah

2.Tes Rinne

3.Tes Weber

4.Tes Schwabach

Tes-tes ini memiliki tujuan khusus yang berbeda

dan saling melengkapi.

Page 34: Pemeriksaan Fisik THT

• Tujuan : menentukan frekwensi garpu tala yang dapat di dengar penderita melewati hantaran udara bila dibunyikan pada intensitas ambang normal.

Page 35: Pemeriksaan Fisik THT

Cara :

Semua garpu tala (dapat dimulai dari frekwensi terendah berurutan

sampai frekwensi tertinggi/ sebaliknya) dibunyikan satu persatu,

dengan cara dipegang tangkainya kemudian kedua ujung kakinya

dibunyikan dengan lunak (dipetik dengan ujung jari/kuku,

didengarkan terlebih dulu oleh pemeriksa sampai bunyi hampir

hilang untuk mencapai intensitas bunyi yang terendah bagi orang

normal/nilai ambang normal), kemudian diperdengarkan pada

penderita dengan meletakkan garpu tala di dekat MAE pada jarak 1-

2 cm dalam posisi tegak dan 2 kaki pada garis yang menghubungkan

MAE kanan dan kiri.

Page 36: Pemeriksaan Fisik THT

Interpretasi

Normal : mendengar garpu tala pada semua

frekwensi.

Tuli konduksi : batas bawah naik (frekwensi rendah

tak terdengar)

Tuli sensori neural : batas atas turun (frekwensi tinggi

tak terdengar)

Kesalahan : Garpu tala dibunyikan terlalu keras shg tidak dapat

mendeteksi pada frekwensi mana penderita tak

mendengar.

Page 37: Pemeriksaan Fisik THT

• Tujuan : membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada satu telinga penderita.

• Cara : A. Bunyikan garpu tala frekwensi 512 Hz, letakkan

tangkainya tegak lurus pada planum mastoid penderita (posterior dari MAE) sampai penderita tak mendengar, kemudian cepat pindahkan ke depan MAE penderita. Apabila penderita masih mendengar garpu tala di depan MAE disebut Rinne positif, bila tidak mendengar disebut Rinne negatif.

Page 38: Pemeriksaan Fisik THT

B. Bunyikan garpu tala frekwensi 512 Hz, kemudian dipancangkan pada planum mastoid, kemudian segera dipindah di depan MAE, penderita ditanya mana yang lebih keras. Bila lebih keras di depan disebut Rinne positif, bila lebih keras di belakang Rinne negatif

Page 39: Pemeriksaan Fisik THT

Interpretasi :

• Normal : Rinne positif• Tuli konduksi : Rinne negatif• Tuli sensori neural : Rinne positif

Kadang-kadang terjadi false Rinne (pseudo positif atau pseudo negatif) terjadi bila stimulus bunyi ditangkap oleh telinga yang tidak di tes, hal ini dapat terjadi bila telinga yang tidak dites pendengarannya jauh lebih baik daripada yang di tes.

Page 40: Pemeriksaan Fisik THT

Kesalahan :

• Garpu tala tidak diletakkan dengan baik pada mastoid atau miring, terkena rambut, jaringan lemak tebal shg penderita tidak mendengar atau getaran terhenti karena kaki garpu tala tersentuh aurikulum.

• Penderita terlambat memberi isyarat waktu garpu tala sudah tak terdengar lagi, shg waktu dipindahkan di depan MAE getaran garpu tala sudah berhenti.

Page 41: Pemeriksaan Fisik THT

• Tujuan : membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga

penderita.

• Cara :

Garpu tala frekwensi 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya diletakkan

tegak lurus di garis median, biasanya di dahi (dapat pula pada vertex,

dagu atau pada gigi insisivus) dengan kedua kaki pada garis horizontal.

Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yang mendengar atau

mendengar lebih keras. Bila mendengar pada satu telinga disebut

lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Bila kedua telinga tak mendengar atau

sama-sama mendengar bararti tak ada lateralisasi.

Page 42: Pemeriksaan Fisik THT

Interpretasi :

• Normal : tidak ada lateralisasi

• Tuli konduksi : mendengar lebih keras di telinga yang sakit.

• Tuli sensori neural : mendengar lebih keras

pada telinga yang sehat.

Karena menilai kedua telinga sekaligus maka kemungkinannya dapat lebih dari satu

Page 43: Pemeriksaan Fisik THT

• Contoh : lateralisasi ke kanan, dapat di interpretasikan :

– Tuli konduksi kanan, telinga kiri normal– Tuli konduksi kanan dan kiri, tetapi kanan lebih

berat.– Tuli sensori neural kiri, telinga kanan normal.– Tuli sensori neural kanan dan kiri, tetapi kiri lebih

berat– Tuli konduksi kanan dan sensori neural kiri.

Page 44: Pemeriksaan Fisik THT

4. Tes Schwabach

• Tujuan : membandingkan hantaran lewat tulang antara

penderita dengan pemeriksa.

• Cara : 1. Garpu tala frekuensi 512 hz dibunyikan

kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa, bila pemeriksa sudah tidak mendengar, secepatnya garpu tala dipindahkan ke mastoid penderita.

Page 45: Pemeriksaan Fisik THT

Bila penderita masih mendengar maka Schwabach memanjang, tetapi bila penderita tidak mendengar, terdapat 2 kemungkinan yaitu Schwabach memendek atau normal.

Untuk membedakan kedua kemungkinan ini maka tes dibalik, yaitu tes pada penderita dulu baru ke pemeriksa.

Page 46: Pemeriksaan Fisik THT

2. Garpu tala 512 Hz dibunyikan kemudian diletakkan tegak lurus pada mastoid penderita, bila penderita sudah tidak mendengar maka secepatnya garpu tala dipindahkan pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa masih mendengar berarti Schwabach penderita memendek.

Page 47: Pemeriksaan Fisik THT

Interpretasi

• Normal : Schwabach normal

• Pada tuli konduksi : Schwabach

memanjang

• Pada tuli sensori neural: Schwabach

memendek

Page 48: Pemeriksaan Fisik THT

Kesalahan

• Garpu tala tidak diletakkan dengan benar, kakinya tersentuh hingga bunyi menghilang.

• Isyarat menghilangnya bunyi tidak segera diberikan oleh penderita.

Page 49: Pemeriksaan Fisik THT

Gambar Tes garputala

Page 50: Pemeriksaan Fisik THT

Ringkasan

Tuli konduksi Tes Tuli Sensori Neural

Normal Batas Atas Menurun

Naik Batas Bawah Normal

Negatif Rinne Positif

Lateralisasi ke sisi sakit Weber Lateralisasri ke sisi sehat

Memanjang Schwabach Memendek

Page 51: Pemeriksaan Fisik THT

III. NOTASI PADA AUDIOGRAM

• Pada pemeriksaan audiometri, dibuat grafik (audiogram) yang merupakan ambang pandengaran penderita lewat hantaran tulang (bone conduction = BC ) dan hantaran udara ( air conduction = AC ).

• Ambang pendengaran ialah intensitas minimal (dB) dari rangsangan bunyi yang masih dapat didengar penderita pada frekuensi 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000 dan 8000 Hz.

Page 52: Pemeriksaan Fisik THT

Gambar audiogram normal, tuli konduksi, sensoneural, campuran

Page 53: Pemeriksaan Fisik THT

Penulisan Hasil

• Simbol telinga kiri : AC XBC >warna hitam/biru

• Simbol telinga kanan : AC 0BC <warna merah

Hasil pembacaan pada audiogram :1. Pendengaran normal : AC dan BC ≤ 20 dB2. Tuli konduksi : AC > 20 dB

BC ≤ 20 dBAda air – bone gap( tidak berhimpit )

Page 54: Pemeriksaan Fisik THT

3. Tuli sensori normal : AC dan BC turun > 20 dB berimpit

4. Tuli Campuran : AC dan BC > 20 dB

Ada air – bone gap

Klasifikasi derajat ketulian rata-rata pada frek. 500, 1000 dan 2000 Hz :

0-25 dB : normal26-40 dB : tuli ringan41-60 dB : tuli sedang61-90 dB : tuli berat>90 dB : tuli sangat berat

Page 55: Pemeriksaan Fisik THT

PEMERIKSAAN HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS

Page 56: Pemeriksaan Fisik THT

PEMERIKSAAN HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS

• Jenis pemeriksaan hidung dan sinus paranasalis terdiri atas:

1. Pemeriksaan dari luar

2. Rinoskopi anterior

3. Rinoskopi posterior

4. Transluminasi –Diapanoscopia

5. X-foto

6. Pungsi percobaan

7. Biopsi

8. Pemeriksaan laboratorium rutin, bakteriologi, serologi, sitologi

Page 57: Pemeriksaan Fisik THT

Pemeriksaan dari luar

A. Inspeksi, perhatikan:

• Kerangka Dorsum nasi: lebar (polip) Miring (fraktur) Saddle nose ( lues) Lorgnet nose (abses septum nasi)

• Luka-luka, warna, odem (kulit ujung hidung jadi mengkilat) ,ulkus naso-labial.

• Bibir atas: maserasi akibat dari sekresi sinusitis, adenoiditis.

Page 58: Pemeriksaan Fisik THT

B. Palpasi, perhatikan:

• Dorsum nasi: krepitasi, deformitas (tanda fraktur os nasalis)

• Ala nasi: Sangat sakit pada furunkel vestibulum nasi

• Regio frontalis untuk sinus frontalis:

Page 59: Pemeriksaan Fisik THT

Menekan lantai sinus frontalis, dengan ibujari ke arah medio-superior ,dengan tenaga yang optimal dan simetris (tenaga kiri= kanan)Nilai: mempunyai nilai bila ada perbedaan reaksi, sinus yang lebih sakit adalah sinus yang patologis

Page 60: Pemeriksaan Fisik THT

Menekan dinding muka sinus frontalis, dengan ibu jari ke arah medial dengan tenaga yang optimal dan simetris , pada tempat yang simetris dan tidak boleh pada foramen suopraorbitalis sebab disana ada N.supraorbitalis.

Nilai seperti diatas

palpasi sinus frontalis

Page 61: Pemeriksaan Fisik THT

• Fossa kanina ( untuk sinus maxilaris): Syarat- syarat seperti diatas , tetapi jangan ditekan pada foramen infra-orbitalis sebab ada N. Infra-orbitalis.

C. Perkusi: Bila palpasi menimbulkan reaksi yang hebat maka dapat

dilakukan dengan perkusi. Syarat buat palpasi juga berlaku buat perkusi.

Page 62: Pemeriksaan Fisik THT

RINOSKOPI ANTERIOR

1. Alat:a. Spekulum hidung hartman

b. Pinset (angulair)- bayonet (Lucae)

c. Aplikator

d. Pipa penghisap

e. Kaca rinoskopi posterior

Page 63: Pemeriksaan Fisik THT

Gambar alat pemeriksaan hidung

Page 64: Pemeriksaan Fisik THT

2. Cara pemakaian spekulum Memegang spekulum dengan tangan kiri, posisi spekulum

horizontal, tangkai lateral, mulutnya medial(masuk dalam lubang hidung)

Page 65: Pemeriksaan Fisik THT

Memasukkan spekulumMulut spekulum dalam keadaan tertutup, masukkan spekulum kedalam kavum nasi dan mulut spekulum dibuka pelan- pelan

Mengeluarkan spekulumMulut spekulum ditutup 90%, baru dikeluarkan. Jika ditutup 100%, maka mungkin ada bulu rambut yang terjepit dan ikut tercabut.

Page 66: Pemeriksaan Fisik THT

3. Tahap- tahap pemeriksaan:

a. Memeriksa Vestibulum Nasi

b. Memeriksa Kavum Nasi Bagian Bawah

c. Memeriksa Fenomena Palatum Mole

d. Memeriksa Kavum Nasi Bagian Atas

e. Memeriksa Septum Nasi ( Seluruhnya )

Page 67: Pemeriksaan Fisik THT

a. Memeriksa Vestibulum Nasi Pemeriksaan pendahuluan, yang dilihat : Bibir atas : maserasi ( terutama anak – anak ) Pinggir – pinggir lubang hidung : kruste, merah Posisi septum nasi : dorong ujung hidung ke atas dengan ibu

jari Pemeriksaan dengan spekulum Bagian vestibulum sisi lateral dengan mendorong spekulum ke

lateral, medial dengan mendorong ke medial, superior dengan mendorong ke atas, inferior dengan mendorong ke bawah

Yang di lihat : apakah ada sekret, krusta, bisul – bisul, raghaden

Page 68: Pemeriksaan Fisik THT

b. Memeriksa Kavum Nasi Bagian Bawah

Arahkan cahaya lampu ke kavum nasi sehingga sejajar dengan konka inferior, perhatikan :

warna mukosa dan konka inferior hiperemi, anemi, biru

besarnya lumen kavum nasi

dasar kavum nasi

septum deviasi, bentuk krista atau spina

Page 69: Pemeriksaan Fisik THT
Page 70: Pemeriksaan Fisik THT

c. Memeriksa Fenomena Palatum Mole Cahaya lampu di arahkan ke dinding belakang

nasofaring. Normal nasofaring kelihatan sangat terang karena

cahaya lampu tegak lurus pada dinding belakang nasofaring.

Kemudian penderita disuruh mengucapkan huruf “iiii”.

Positif jika, pada saat mengucapkan “iiii” palatum mole bergerak keatas, sehingga akan kelihatan benda gelap yang bergerak ke atas

Page 71: Pemeriksaan Fisik THT

Benda yang gelap karena cahaya tidak tegak lurus pada palatum mole.

Selesai mengucapkan huruf “iiii” palatum mole bergerak kebawah dan tampak benda gelap menghilang ke arah bawah atau dinding belakang yang gelap jadi terang kembali.

Fenomena palatum mole negatif bila waktu mengucapkan huruf “iiii”, palatum mole tidak bergerak ke atas, nasofaring tetap terang.

Fenomena palatum mole negatif pada : paralisa dari palatum mole (post difteri) spasme dari palatum mole (abses peritonsil) sikatrik ( pasca ATE dengan sluder, arkus anterior ikut

terambil) tumor dalam nasofaring, misalnya karsinoma nasofaring,

abses retrofaring, adenoid

Page 72: Pemeriksaan Fisik THT

d. Memeriksa Kavum Nasi Bagian Atas Arahkan cahaya lampu diarahkan ke kavum nasi bagian

atas ( kepala ditengadahkan ) Perhatikan : kaput dari konka media meatus medius: pus, polip septum bagian atas: mukosa, posisi (deviasi sampai menekan

konka media) fissura olfaktoria

e. Memeriksa Septum Nasi ( Seluruhnya ) Dari posisi tengadah penderita dikembalikan ke

posisi semula. Dilihat adanya deviasi septum.

Page 73: Pemeriksaan Fisik THT

PEMERIKSAAN RINOSKOPIA POSTERIOR

Page 74: Pemeriksaan Fisik THT

TUJUAN PEMERIKSAAN

• Menyinari koane dan dinding-dinding nasofaring dengan cahaya yang dipantulkan oleh suatu cermin yang ditempatkan dalam nasofaring.

Page 75: Pemeriksaan Fisik THT

Syarat yang harus dipenuhi:

• Harus ada tempat yang cukup luas buat menempatkan kaca untuk itu lidah di dalam mulut dan ditekan ke bawah dengan spatula.

• Harus ada jalan yang lebar antara uvula dan faring agar cahaya yang dipantulkan oleh cermin, dapat masuk ke dalam nasofaring.

Untuk keperluan itu penderita harus bernapas dari

hidung, sehingga palatum mole akan bergerak ke arah

bawah, untuk memberi jalan kepada udara yang dari

kavum nasi ke paru-paru dan sebaliknya.

Page 76: Pemeriksaan Fisik THT

Alat-alat

• Cermin yang kecil• Spatula penekan lidah• Lampu spiritus• Solusio tetrakain (- efedrin) 1%.

Page 77: Pemeriksaan Fisik THT

Teknik

• Penderita yang sangat sensitif, faring diberikan Xylocain 10%, selama 5 menit. Spatula dipegang dengan tangan kiri, cermin dengan tangan kanan.

• Punggung cermin dipanasi dengan lampu spiritus sampai suhunya sedikit diatas 37 derajat C. Temperatur dicek dengan menyentuhkan pada punggung tangan kiri.

Page 78: Pemeriksaan Fisik THT

• Mulut dibuka lebar, lidah ditarik kedalam mulut, penderita bernafas lewat hidung.

• Ujung spatula diletakkan paramedian kanan depan uvula, lidah ditekan kebawah.

• Masukkan cermin antara faring dan palatum mole kanan, kemudian cermin disinari.

Page 79: Pemeriksaan Fisik THT

Posterior Rhinoscopy

Mirror Examination

Nasal turbinates

Sup. Middle &Infer

Margo posterior

Septum nasi

Page 80: Pemeriksaan Fisik THT

Tahap-tahap pemeriksaan:

• Tahap 1 : Pemeriksaan septum nasi (margo posterior), koane dan tuba kanan

• Tahap 2 : Pemeriksaan septum nasi (margo posterior), koane dan tuba kiri

• Tahap 3 : Memeriksa atap nasofaring• Tahap 4 : Memeriksa kauda konka inferior

Page 81: Pemeriksaan Fisik THT

Rinoskopia posterior untuk melihat koane

1. Meatus superior2. Meatus medius3. Meatus inferior4. Koana5. Konka Superior6. Konka medius7. Konka inferior8. Palatum mole9. Uvula

Page 82: Pemeriksaan Fisik THT

Rinoskopia posterior untuk melihat ostium tuba

1. Lipatan anterior dari ostium tuba

2. Ostium tuba 3. Fosa Rosenmuller4. Lipatan posterior

dari ostium tuba

Page 83: Pemeriksaan Fisik THT

Tahap 1 : Memeriksa bagian kanan penderita.

Cermin letaknya para median, maka kelihatan kauda konka media kanan.

Putar tangkai cermin ke medial sehingga kelihatan margo posterior septum nasi di tengah-tengah cermin.

Putar tangkai cermin ke kanan sehingga kelihatan konka. Konka yang paling besar ialah kauda dari konka inferior.

Perhatikan kauda konka superior dan meatus medius. Tangkai cermin diputar terus ke kanan. Kelihatan ostium dan dinding-dinding tuba.

Page 84: Pemeriksaan Fisik THT

Tahap 2: Memeriksa bagian kiri

Putar tangkai cermin ke medial, hingga tampak margo posterior dari septum nasi.

Putar terus tangkai cermin ke kiri sehingga tampak berturut-turut konka media kiri dan tuba kiri.

Page 85: Pemeriksaan Fisik THT

Tahap 3: Memeriksa atap nasofaring

Tangkai cermin mulai diputar kembali ke medial sehingga pada cermin kelihatan kembali margo posterior septum nasi.

Sesudah itu tangkai cermin dimasukkan sedikit dan cermin direndahkan sedikit.

Page 86: Pemeriksaan Fisik THT

Rinoskopia posterior untuk melihat atap nasofaring

1. Konka medius2. Adenoid3. Konka

superior4. Margo

posterior septum nasi

Page 87: Pemeriksaan Fisik THT

Tahap 4: Memeriksa kauda konka inferior

Tangkai cermin direndahkan, atau cermin dinaikkan. Biasanya kauda konka inferior tak dapat dilihat. Dapat dilihat bila konka inferior hipertrofi, bentuk nya seperti murbei (berdungkul-dungkul), udem.Perhatikan:•Radang : pus pada meatus medius dan meatus superior adenoiditis, ulkus pada dinding-dinding nasofaring (tbc)•Tumor : poliposis, karsinoma.

Page 88: Pemeriksaan Fisik THT

TRANSLUMINASI ( Diaphanoscopia)Adalah pemeriksaan penerawangan sinus maksilaris dan sinus frontalis yang dilakukan dikamar gelap, dengan memakai lampu bertangkai panjang (Heyman) berkekuatan 6 volt

Cara melakukan:

• Sinus Frontalis:– lampu ditekankan pada lantai sinus frontalis– lampu ditekankan ke arah media-superior–cahaya yang memancar ke depan, ditutup dengan tangan kiri

Hasilnya bila sinus normal, maka di dinding depan akan kelihatan terang

Page 89: Pemeriksaan Fisik THT

Transluminasi Sinus Frontalis

Page 90: Pemeriksaan Fisik THT

Sinus maksilaris

Cara 1:– mulut dibuka lebar-lebar–lampu ditekankan pada margo inferior orbita kearah inferior–cahaya yang memancar ke depan, ditutup dengan tangan kiri

Hasilnya:–bila sinus normal, maka Palatum durum homo lateral tampak terang.

Page 91: Pemeriksaan Fisik THT

Transluminasi Sinus Maksilaris Cara 1

Page 92: Pemeriksaan Fisik THT

Cara 2: – mulut dibuka –kedalam mulut dimasukkan lampu yang telah diselubungi tabung gelas – mulut ditutup rapat-rapat–cahaya yang memancar dari mulut dan bibir atas ditutup dengan tangan kiri

Page 93: Pemeriksaan Fisik THT

Transluminasi Sinus Maksilaris Cara 2

Page 94: Pemeriksaan Fisik THT

• Hasilnya:– pada sinus maksilaris normal, pada daerah dinding depan

dibawah orbita terlihat bayangan terang berbentuk seperti bulan sabit.

• Penilaian:– Pemeriksaan hanya mempunyai nilai bila ada perbedaan

antara kiri dan kanan.– Bila kedua sinus terang, kemungkinannya: pada pria -> sinus normal pada wanita -> sinus normal/keduanya berisi cairan

(karena tulang tipis)– Bila sama gelap, kemungkinannya: pada pria - > sinus normal (karena tulang tebal)

Page 95: Pemeriksaan Fisik THT

PUNGSI PERCOBAAN

Hanya untuk sinus maksilaris, menggunakan alat pungsi yang disebut troicart dan dilakukan melalui meatus inferior. Bila keluar nanah atau sekret mukoid, dilanjutkan dengan tindakan irigasi sinus.

Page 96: Pemeriksaan Fisik THT

X- FOTO RONTGEN

Posisi untuk menilai sinus maksilaris yang baik ialah posisi water.

Sinus yang gelap berarti sinus yang patologis. Perhatikan apakah batas-batas sinus (tulang) masih utuh atau tidak.

Page 97: Pemeriksaan Fisik THT

BIOPSI

Pada sinus maksilaris dapat dilakukan:

1. melalui lubang pungsi pada meatus inferior

2. memakai cara Caldwell- Luc.

Page 98: Pemeriksaan Fisik THT

OPERASI CALDWELL-LUC

Page 99: Pemeriksaan Fisik THT

PEMERIKSAAN MULUT, FARING DAN TONSIL

Page 100: Pemeriksaan Fisik THT

Pemeriksaan Mulut

Inspeksi, perhatikan :• Ptialismus, Trismus• Gerakan bibir dan sudut mulut (N. VII)• Mukosa dan gingiva, misalkan ada ulkus• Gigi atau geraham rusak yang dapat

menimbulkan sinusitis maksilaris (caries gigi P1, P2, M1, M2, M3 atas) atau trismus yang disebabkan gigi M3 bawah yang letaknya miring.

Page 101: Pemeriksaan Fisik THT

Pemeriksaan Mulut

• Lidah : Parese N. XII, atrofi, aftae, tumor malignan

• Palatum durum (torus palatinus), prosesus alveolaris bengkak oleh karena radang atau tumor sinus maksilaris

Page 102: Pemeriksaan Fisik THT

Pemeriksaan Mulut

• PalpasiJangan dilupakan bila ada ulkus pada lidah (karsinoma)

• PerkusiPada gigi dan geraham, terasa sakit bila ada radang

Page 103: Pemeriksaan Fisik THT

Pemeriksaan Tonsil dan Faring

• Mulut dibuka lebar-lebar, lidah ditarik ke dalam, dilunakkan, lidah ditekan ke bawah, di bagian medial.

• Penderita disuruh bernapas :– Tak boleh menahan napas– Tak boleh napas keras-keras– Tak boleh ekspirasi atau mengucap “ch”

• Lidah ditekan anterior dari tonsil, hingga kelihatan pole bawah tonsil

Page 104: Pemeriksaan Fisik THT

Pemeriksaan Tonsil dan Faring

A. Memeriksa besar tonsilBesar tonsil ditentukan sebagai

berikut : T0 : Tonsil telah diangkatT1 : Bila besarnya ¼ jarak arkus

anterior dan uvula atau tonsil masih berada dalam fossa tonsilaris

Page 105: Pemeriksaan Fisik THT

Pemeriksaan Tonsil dan Faring

T2 : Bila besarnya 2/4 jarak arkus anterior dan uvula

T3 : Bila besarnya ¾ jarak arkus anterior dan uvula

T4 : Bila besarnya mencapai uvula atau lebih

Page 106: Pemeriksaan Fisik THT

Pemeriksaan Tonsil dan Faring

B. Memeriksa mobilitas tonsilDigunakan 2 spatula

Spatula 1 : diletakkan di atas lidah (paramedian)

Spatula 2 : posisi ujungnya vertikal menekan jaringan peritonsil, sedikit lateral dari arkus anterior, digerakkan ke

medial dan lateral

Page 107: Pemeriksaan Fisik THT

Pemeriksaan Tonsil dan Faring

C. Memeriksa patologi dari tonsil dan Palatum Mole

– Perhatikan anatominya– Perhatikan patologinya

Tonsilitis akut : semua merah, titik-titik putih pada

tonsilTonsilitis Kronik : arkus anterior merah

Page 108: Pemeriksaan Fisik THT

Pemeriksaan Tonsil dan Faring

Aftae : Ditekan sakitAbses peritonsil : * ismus fausium kecil,

* tonsil terdesak ke medial * sekitar tonsil merah dan oedem * uvula terdesak heterolatelal udematus

Page 109: Pemeriksaan Fisik THT

Pemeriksaan Tonsil dan Faring

Difteri : pseudo membran warna kotor, hemoragis, ada

yang di luar batas tonsil Plaut Vincent : ulkus seluruh tonsil,

monolateral, febris, perlu usap tenggorok

Page 110: Pemeriksaan Fisik THT

Pemeriksaan Tonsil dan Faring

Radang spesifik : TuberkulosaTumor benigna : keras, tonsil fiksasiSikatrik : akibat tonsilektomi,

insisi abses peritonsilKorpus alienum : duri ikan, tulang

Page 111: Pemeriksaan Fisik THT

TONSILITIS

Page 112: Pemeriksaan Fisik THT

Pemeriksaan Tonsil dan Faring

D. Memeriksa patologi faring• Faringitis akut --> semua merah• Faringitis Kronik --> hanya granulae merah• Aftae, difteri, ulkus sifilis, sikatriks, corpus

alienum

Page 113: Pemeriksaan Fisik THT

Pemeriksaan Tonsil dan Faring

E. Memeriksa paresis/paralisis palatum mole• Normal

– Waktu istirahat• Uvula menunjuk ke bawah• Konkavitas palatum mole simetris

– Ucapkan “aa,ee”• Bergerak-gerak tetap simetris

Page 114: Pemeriksaan Fisik THT

Pemeriksaan Tonsil dan Faring

• Paresis bilateral–Waktu istirahat

•Seperti normaal–Ucapkan “aa,ee”

•Seperti normal•Mungkin uvula sedikit bergerak

Page 115: Pemeriksaan Fisik THT

Pemeriksaan Tonsil dan Faring

• Paresis unilateral– Waktu istirahat

• Seperti normal– Ucapkan “aa,ee”

• Palatum mole terangkat ke arah yang sehat, uvula miring, menunjuk ke arah sehat, konkavitas, tak simetris

Kondisi di atas dapat karena tumor nasofaring atauparesa N.X

Page 116: Pemeriksaan Fisik THT

Pemeriksaan Tonsil dan Faring

F. Memeriksa Paresis Faring• Normal

– Bila disentuh sensitif, dijumpai refleks muntah

• Paresis bilateral– Dijumpai tumpukan air ludah dan bila disentuh tidak

sensitif dan reflek muntah hilang

• Paresis Unilateral– Bila disentuh muncul gerakan yang bergerak hanya faring

yang sehat.

Page 117: Pemeriksaan Fisik THT

Pemeriksaan

Laring

Page 118: Pemeriksaan Fisik THT

Pemeriksaan laring terdiri atas :

• Pemeriksaan dari luar dengan inspeksi dan palpasi

• Laringoskopia indirekta dengan cermin laring• Laringoskopia direkta dengan laringoskop

kaku, laringoskop fiber optik atau mikroskop• Pemeriksaan kelenjar leher• Pemeriksaan X-foto rontgen

Page 119: Pemeriksaan Fisik THT

Pemeriksaan Dari Luar

Page 120: Pemeriksaan Fisik THT

Inspeksi :

• Diperhatikan warna dan keutuhan kulit, serta benjolan yang ada pada daerah leher disekitar laring. Suatu benjolan yang mengikuti gerakan laring adalah struma dan kista duktus tireoglossus.

Page 121: Pemeriksaan Fisik THT

Palpasi berguna untuk :

• Mengenal bagian – bagian dari kerangka laring ( kartilago hyoid, kartilago tiroid, kartilago krikoid ) dan gelang – gelang trakhea.

• Apakah ada oedem, struma, kista, metastase, susunan yang abnormal dijumpai pada fraktur dan dislokasi

Page 122: Pemeriksaan Fisik THT

• Laring yang normal, mudah sekali digerakkan kekanan dan kekiri oleh tangan pemeriksa.

Page 123: Pemeriksaan Fisik THT

Laringoskopi

Indirekta

Page 124: Pemeriksaan Fisik THT

• Maksudnya adalah melihat laring secara tidak langsung dengan cara menempatkan cermin didalam faring dan cermin tersebut disinari oleh cahaya. Bayangan laring pada cermin terlihat dari sinar yang dipantulkan.

Page 125: Pemeriksaan Fisik THT

Syarat – syarat :

• Harus ada jalan yang lebar buat cahaya yang dipantulkan oleh cermin dari faring ke laring. Untuk keperluan itu maka lidah harus dikeluarkan, sehingga radiks linguae yang menutup jalan itu bergerak keventral.

Page 126: Pemeriksaan Fisik THT

• Harus ada tempat yang luas buat cermin dan cemin tidak boleh ditutup oleh uvula. Untuk keperluan itu penderita disuruh bernafas dari mulut, Dengan demikian uvula bergerak dengan sendirinya keatas dan menutup jalan ke nasofaring.

Page 127: Pemeriksaan Fisik THT

Alat – Alat :

• Cermin laringoskop yang besar• Lampu spiritus• Larutan Xylocain 10% buat faring

yang sensitif• Kain kasa yang dilipat

Page 128: Pemeriksaan Fisik THT
Page 129: Pemeriksaan Fisik THT

Tahap – Tahap Pemeriksaan :

• Memeriksa radiks linguae, epiglotis dan sekitarnya

• Memeriksa lumen laring dan rima glotidis

• Memeriksa bagian yang letaknya kaudal dari rima glotidis

Page 130: Pemeriksaan Fisik THT

Pelaksanaan :

• Anaestesi faring dengan Xylocain 10%. Pada umumnya anaestesi ini tidak diperlukan, kecuali untukfaring yang sangat sensitif. Pemeriksaan dapat dimulai kira – kira 10 menit setelah disemprotkan larutan Xylocain 10%.

Page 131: Pemeriksaan Fisik THT

• Mulut harus dibuka lebar – lebar, harus bernafas dari mulut

• Penderita diminta menjulurkan lidah panjang – panjang

Page 132: Pemeriksaan Fisik THT

Bagian lidah yang ada diluar mulut

• Dibungkus dengan kain kasa, kita pegang dengan tangan kiri, jari I diatas lidah, jari III dibawah lidah dan jari II menekan pipi

• Dipegang dengan tenaga yang optimal. Lebih keras dari itu menyebabkan penderita merasa sakit, bila lebih lunak lidah akan terlepas

Page 133: Pemeriksaan Fisik THT

• Cermin dipegang dengan tangan kanan, seperti memegang pensil arah cermin kebawah.

• Cermin dipanasi ( lebih sedikit dari 37⁰ C ), supaya nanti tidak menjadi kabur.

Page 134: Pemeriksaan Fisik THT

• Panas cermin dikontrol pada lengan bawah kiri pemeriksa. Cermin dimasukkan ke dalam faring, dan mengambil posisi dimuka uvula.

• Kalau perlu uvula didorong sedikit ke belakang dengan punggung cermin, cermin disinari.

Page 135: Pemeriksaan Fisik THT
Page 136: Pemeriksaan Fisik THT
Page 137: Pemeriksaan Fisik THT
Page 138: Pemeriksaan Fisik THT

Untuk pemeriksaan laringoskopi indirekta,kepala penderita diatur dalam 3

posisi :

1. Posisi tegak2. Posisi Killian : lebih jelas untuk melihat

sekitar komisura posterior3. Posisi Tuerck’s : lebih jelas untuk melihat

sekitar komisura anterior

Page 139: Pemeriksaan Fisik THT

Tahap 1 : radiks lingue,epiglotis dan sekitarnya

• Kelihatan gambar dari radiks linguae, epiglotis yang menutup introitus laringis, plika glossoepiglotika, valekula kiri dan kanan.

• Perhatikan anatominya• Perhatikan patologinya: udem dari epiglotis,

ulkus, tumor, korpus alienum.

Page 140: Pemeriksaan Fisik THT

• Facies posterior tonsil pada kesempatan ini dapat diperiksa yaitu pada awal tahap 1 atau pada akhir tahap 3.

• Perhatikan : warna, aftae, ulkus• Untuk keperluan ini penderita disuruh

mengucapkan huruf “iii” yang panjang dan yang tinggi.

Page 141: Pemeriksaan Fisik THT

• Akibat mengucapkan huruf “iii”yang tinggi itu, ialah laring ditarik keatas dan ke muka.

• Dalam gerakan keatas dan kemuka itu, ikut pula serta epiglotis.

• Epiglotis yang sebelumnya menutup introitus laringis, sekarang terbuka sehingga cahaya dapat masuk ke dalam laring dan trakea.

• Korda vokalis bergerak ke garis median.

Page 142: Pemeriksaan Fisik THT

Tahap 2 : melihat laring dan sekitarnya

Perhatikan anatomi laring, berupa :

- Epiglotis dan pinggirnya.- Aritenoid kiri dan kanan.- Plika ari-epiglotika kiri dan kanan- Sinus piriformis kiri dan kanan- Dinding posterior dan dinding lateral faring

Page 143: Pemeriksaan Fisik THT

- Plika ventrikularis kiri dan kanan - Komisura anterior dan posterior

- Korda vokalis kiri dan kanan

Page 144: Pemeriksaan Fisik THT

Gambar laring

Page 145: Pemeriksaan Fisik THT

Perhatikan patologi- anatominya

• Radang : - Laringitis akut(semua merah)- Laringitis kronis(sedikit merah atau yang

merah hanya korda vokalis saja)

Page 146: Pemeriksaan Fisik THT

Ulkus :• Laringitis TBC berupa erosi ulkus pada

komisura posterior dan erosi ulkus pada korda vokalis.

• Epiglotis berupa udem, infiltrat, ulkus.• Karsinoma

Page 147: Pemeriksaan Fisik THT

Udem : radang, alergi, tumor.Cairan : • Sputum hemoragis dijumpai pada TBC,

keganasan.• Tumpukan saliva di sinus pyriformis

Tumor :• Benigna (papiloma,polip,nodul,kista)• Maligna – karsinoma.

Page 148: Pemeriksaan Fisik THT

• Perhatikan gerakan dari korda vokalis kiri – dan kanan normal, simetris, tidak bergerak(parese)unilateral atau bilateral.

Page 149: Pemeriksaan Fisik THT

Kausa paralisa,antara lain:

Kelainan saraf otak• Di leher : Tumor colli,operasi

struma• Dalam thoraks : Karsinoma paru, TB paru,

aneurisma

Page 150: Pemeriksaan Fisik THT

Jantung :• Corbivinum, perikarditis, mitral

insufisiensi,stenosis• Nefritis, diabetes

Fiksasi dari aritenoid :• Karsinoma aritenoid.

Page 151: Pemeriksaan Fisik THT

Tahap 3 : melihat trakea

• Biasanya korda vokalis hanya dapat dilihat dalam stadium fonasi

• Dalam stadium respirasi lumen laring tertutup oleh epiglotis, sehingga mukosa trakea hanya dapat waktu belum ada aduksi yang komplet, atau di waktu permulaan abduksi.

Page 152: Pemeriksaan Fisik THT

• Perhatikan : anatomi, patologi mukosa, warna mukosa, sekret regio subglotik,udem, tumor.

Page 153: Pemeriksaan Fisik THT

LARINGOSKOPIA DIREKTA

Page 154: Pemeriksaan Fisik THT

Maksudnya adalah • Melihat laring secara langsung

tanpa cermin tetapi dengan perantaraan alat yang disebut laringoskop.

Page 155: Pemeriksaan Fisik THT

Laringoskop yang digunakan

a. Laringoskop kaku,yaitu :• Endoskop model Brunings, jackson,

Mc.intosh, Mc.Gill

• Sumber cahaya : Brunings proximal, Jackson distal

Page 156: Pemeriksaan Fisik THT

Teknik

• Penderita ditidurkan terlentang diatas meja periksa

• Pemeriksaan baru dapat dimulai kira - kira 10 menit setelah ke dalam faring dan laring diseprotkan Xylocain 10% ( + 10 semprot)

• Pipa Laringoskop dimasukkan sampai introitus laringis

• Memperhatikan gambar laring seperti pada laringoskop indirek

Page 157: Pemeriksaan Fisik THT

b. Laringoskop fiber opticc. Mikrolaringoskop dengan memakai mikroskop

perhatikan :• Penderita berbaring, posisi kepala di depan

pemeriksa• Bagian kanan penderita adalah juga bagian

kanan pemeriksa

Page 158: Pemeriksaan Fisik THT
Page 159: Pemeriksaan Fisik THT

PEMERIKSAAN KELENJAR LEHER

Page 160: Pemeriksaan Fisik THT

Pada umumnya baru teraba apabila ada pembesaran >1cm

Palpasi dilakukan dengan:1.Posisi pemeriksa berada di belakang penderita2.Dilakukan secara sistematis/berurutan mulai dari

submental berlanjut ke arah angulus mandibula, sepanjang muskulus sternocleidomastoid, clavicula dan di teruskan saraf assesorius

Page 161: Pemeriksaan Fisik THT

X-FOTO RONTGEN

Page 162: Pemeriksaan Fisik THT

Indikasi

• Fraktur laring• Karsinoma laring:

– Untuk melihat pasage yang masih ada– Untuk melihat luasnya tumor

• Macam pemeriksaan:– Foto leher PA/lateral soft tissue– Laringogram dengan menggunakan kontras– Tomogram

Page 163: Pemeriksaan Fisik THT
Page 164: Pemeriksaan Fisik THT
Page 165: Pemeriksaan Fisik THT
Page 166: Pemeriksaan Fisik THT

Terima Kasih